25
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pasar Ciroyom Bermartabat terletak di pusat Kota Bandung dengan alamat Jalan Ciroyom-Rajawali. Pasar Ciroyom memiliki 3 lantai yang terdiri atas 262 unit kios dan 2.039 unit lapak/los. Pengelolaan Pasar Ciroyom difungsikan 1 x 24 jam, yaitu : 1. Pada malam hari (pukul 21.00 4.00) sebagai Pasar Grosir (Induk) yang melayani 42 pasar lainnya yang ada di wilayah Jawa Barat. 2. Pada siang hari (pukul 08.00 18.00) sebagai pasar eceran yang melayani kebutuhan masyarakat sehari-hari 4.1.2 Sejarah dan Perkembangan Keberadaan Pasar Ciroyom di Kota Bandung sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda, khususnya oleh masyarakat Jawa Barat. Pasar Ciroyom dibangun oleh Pengembang PT. Anugrah Parahyangan Jaya diatas tanah seluas 19.627 m 2 , bersetifikat Hak Guna Bangun diatas Hak Pengelolaan atas nama Pemerintah Kota Bandung dengan sistem Build Operate and Transfer (BOT) selama 20 tahun. Pada saat ini Pasar Ciroyom telah menampung kurang lebih 1.500 orang pedagang tradisional yang telah menekuni usahanya rata-rata diatas 10 tahun. 4.1.3 Sarana dan Prasarana Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian, prasarana dan sarana untuk pemasaran ikan di Pasar Ciroyom belum memenuhi persyaratan kebersihan dan kesehatan, sebagai contoh bangunan los pasar yang sangat kotor dan becek serta fasilitas-fasilitas untuk menyimpan ikan tidak cukup bersih dan tidak memenuhi standar kebersihan yang juga akan berpengaruh terhadap mutu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat ...media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090008_4_3547.pdf · 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian

Embed Size (px)

Citation preview

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian

4.1.1 Lokasi dan Keadaan Umum

Pasar Ciroyom Bermartabat terletak di pusat Kota Bandung dengan alamat

Jalan Ciroyom-Rajawali. Pasar Ciroyom memiliki 3 lantai yang terdiri atas 262

unit kios dan 2.039 unit lapak/los. Pengelolaan Pasar Ciroyom difungsikan 1 x 24

jam, yaitu :

1. Pada malam hari (pukul 21.00 4.00) sebagai Pasar Grosir (Induk) yang

melayani 42 pasar lainnya yang ada di wilayah Jawa Barat.

2. Pada siang hari (pukul 08.00 18.00) sebagai pasar eceran yang melayani

kebutuhan masyarakat sehari-hari

4.1.2 Sejarah dan Perkembangan

Keberadaan Pasar Ciroyom di Kota Bandung sudah dikenal sejak zaman

penjajahan Belanda, khususnya oleh masyarakat Jawa Barat. Pasar Ciroyom

dibangun oleh Pengembang PT. Anugrah Parahyangan Jaya diatas tanah seluas

19.627 m2, bersetifikat Hak Guna Bangun diatas Hak Pengelolaan atas nama

Pemerintah Kota Bandung dengan sistem Build Operate and Transfer (BOT)

selama 20 tahun. Pada saat ini Pasar Ciroyom telah menampung kurang lebih

1.500 orang pedagang tradisional yang telah menekuni usahanya rata-rata diatas

10 tahun.

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian, prasarana

dan sarana untuk pemasaran ikan di Pasar Ciroyom belum memenuhi persyaratan

kebersihan dan kesehatan, sebagai contoh bangunan los pasar yang sangat kotor

dan becek serta fasilitas-fasilitas untuk menyimpan ikan tidak cukup bersih dan

tidak memenuhi standar kebersihan yang juga akan berpengaruh terhadap mutu

24

ikan. Selain itu para pedagang juga kurang memperhatikan kelancaran sanitasi

aliran pembuangan.

Seperti diketahui, ikan mempunyai sifat mudah rusak (perishable) yang

memerlukan penanganan khusus untuk menjaga mutu dan kesegaran sampai di

tangan konsumen. Namun cara pengawetan ikan pedagang Pasar Ciroyom masih

dilakukan secara tradisional seperti penggunaan es balok bukan es curai maupun

cold storage dalam mempertahankan kesegaran ikan.

4.2 Karakteristik Responden

4.2.1 Pedagang Besar

Jumlah total keseluruhan pedagang ikan di Pasar Ciroyom adalah

sebanyak 180 orang, dari jumlah tersebut diambil sampel respoden sebanyak 10%

dari jumlah populasi maka didapat 18 sampel. Karakteristik pedagang besar yang

diamati dari penelitian ini diantaranya adalah pengalaman bekerja dan umur

pedagang.

4.2.1.1 Karakteristik Pedagang Besar Berdasarkan Pengalaman Bekerja

Berdasarkan data responden yang didapat dari kegiatan wawancara, maka

didapat presentase pengalaman bekerja pedagang sebagai berikut :

Tabel 2. Pengalaman Bekerja Pedagang Besar

Pengalaman Bekerja Jumlah Presentase

2 8 tahun 3 orang 16,67 %

9 14 tahun 5 orang 27,77 %

15 20 tahun 3 orang 16,67 %

21 26 tahun 3 orang 16,67 %

27 33 tahun 4 orang 22,22 %

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

Pengalaman bekerja pedagang ikan Pasar Ciroyom ini sangat bervariasi

mulai dari 2 sampai 33 tahun dan yang terbanyak mempunyai pengalaman bekerja

25

antara 9 sampai 14 tahun sebanyak 27,77%, kemudian sebanyak 22,22% adalah

pedagang ikan yang mempunyai pengalaman antara 27 sampai 33 tahun. Hal

tersebut menunjukan bahwa pengalaman merupakan hal yang cukup penting

untuk bertahan dalam kegiatan persaingan antar sesama pedagang di Pasar

Ciroyom.

4.2.1.2 Karakteristik Pedagang Besar Berdasarkan Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi para pedagang

dalam mengambil keputusan. Usia juga mempengaruhi kemampuan fisik dalam

melakukan aktifitas dan cara berpikir seseorang serta merespon terhadap teknologi

baru dan menjamin mutu keterampilan pedagang dalam mengelola usahanya.

Tabel 3. memperlihatkan usia pada responden pedagang besar.

Tabel 3. Usia Pedagang besar

Umur Jumlah Presentase

21 27 tahun 1 orang 5,56 %

28 35 tahun 4 orang 22,22 %

36 43 tahun 11 orang 61,11 %

44 50 tahun 2 orang 11,11 %

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

Sebanyak 11 orang (61,11%) pedagang dari total sampel responden

pedagang besar berusia antara 36 sampai 43 tahun. Selanjutnya sebanyak 4 orang

pedagang berusia antara 28 sampai 35 tahun (22%), kemudian sebanyak 2 orang

berusia antara 44 sampai 50 tahun dan sisanya berusia antara 21 sampai 27 tahun

(5,56%).

Dari data tersebut terlihat bahwa pedagang yang produktif adalah

pedagang yang berusia antara 21 sampai 35 tahun. Pedagang dengan usia

produktif akan lebih cepat menerima atau merespon hal-hal baru dan lebih berani

dalam mengambil resiko kegagalan dalam berusaha dan kurang memiliki

pengalaman. Sedangkan pedagang yang berusia berkisar antara 44 sampai 50

26

tahun atau lebih tua usianya akan lebih matang dalam mengelola usaha dan lebih

berhati-hati dalam menentukan suatu pilihan. Apabila dilihat dari segi fisik,

pedagang dengan usia lebih tua cenderung mengurangi kegiatan yang

berhubungan dengan fisik karena aktifitas yang dilakukan sudah lebih sedikit

dibandingkan dengan usia yang masih produktif.

4.2.2 Konsumen

Pada penelitian ini jumlah responden pada tingkat konsumen yang

diwawancarai adalah sebanyak 18 orang. Jenis pembeli atau konsumen ikan laut

di Pasar Ciroyom didominasi oleh pedagang pengecer yang menjual kembali

ikannya di pasar-pasar tradisional yakni sebanyak 3 orang, pedagang pengecer

yang menjual kembali ikan laut dalam bentuk olahan sebanyak 4 orang dan

sisanya sebanyak 11 orang merupakan konsumen yang membeli ikan untuk

dikonsumsi sendiri.

Tabel 4 memperlihatkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin

wanita yaitu sebanyak 15 orang (83,33%) dan selebihnya pria sebanyak 3 orang

(16,67%). Hal ini sangat beralasan karena biasanya wanita lebih sering berbelanja

atau karena di dalam suatu keluarga, ibu atau seorang istri yang menyiapkan

makanan bagi seluruh anggota keluarga serta sebagai pengambil keputusan dalam

pembelian bahan makanan.

Tabel 4. Jenis Kelamin Konsumen

Jenis Kelamin Jumlah Responden Presentase

Wanita 15 orang 83,33 %

Pria 3 orang 16, 67 %

Jumlah 18 orang 100,00 %

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi

tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan gizi dan preferensi

masyarakat terhadap ikan laut.

27

4.2.2.1 Karakteristik Konsumen Bersdasarkan Pendidikan

Tabel 5 memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan formal responden

konsumen Pasar Ciroyom cukup bervariasi mulai dari tamat pendidikan Sekolah

Dasar sampai dengan menamatkan kuliah hingga menjadi sarjana.

Tabel 5. Tingkat Pendidikan Konsumen

Pendidikan Jumlah Presentase

SD dan SMP 8 orang 44,44 %

SMA/sederajat 5 orang 27,78 %

Diploma dan S1 5 orang 27,78 %

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

Tingkat pendidikan umumnya yang dicapai responden adalah SD dan

SMP yaitu sebanyak 8 orang (44,44%) dari total keseluruhan responden,

kemudian dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat sebanyak 5 orang (27,78%)

dan selebihnya adalah berpendidikan Diploma-S1 sebanyak 5 orang (27,78%).

Dari pemaparan diatas terlihat jelas bahwa mayoritas tingkat pendidikan

responden penentu pola konsumsi dalam rumah tangga mempunyai pendidikan

yang rendah yang akan mengakibatkan tingkat konsumsi ikan laut menjadi rendah

dikarenakan pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

konsumsi. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang maka orang

tersebut akan lebih memperhatikan manfaat dari mengkonsumsi ikan laut

dikarenakan pengetahuan yang dimilikinya.

4.2.2.2 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Pendapatan

Pendapatan suatu keluarga akan menentukan daya beli keluarga tersebut

baik untuk pangan maupun non pangan. Semakin besar pendapatan, berarti

semakin tinggi daya beli keluarga tersebut. Tingkat pendidikan yang telah

ditamatkan seseorang biasanya akan berpengaruh terhadap pekerjaan dan tingkat

pendapatan yang diperoleh oleh orang tersebut. Tabel 6 memperlihatkan tingkat

pendapatan konsumen Pasar Ciroyom.

28

Tabel 6. Tingkat Pendapatan Konsumen

Pendapatan Jumlah Presentase

Rp 2.000.000 9 orang 50 %

Rp 2.000.000 – Rp 5.000.000 3 orang 16,67 %

Rp 5.000.000 6 orang 33,33 %

Sumber : Data primer Diolah (2013)

Dari hasil wawancara dengan responden maka didapat data mengenai

pendapatan konsumen yang sangat bervariasi, maka penulis menggolongkan

pendapatan menjadi tiga tingkatan yaitu pendapatan rendah (< Rp 2.000.000),

pendapatan sedang (Rp 2.000.000 – Rp 5.000.000), pendapatan tinggi ( Rp

5.000.000). Dari tabel 6 terlihat umumnya pendapatan konsumen adalah kurang

dari Rp 2.000.000 yaitu sebanyak 9 orang (50 %) dari total keseluruhan

responden. Selanjutnya diikuti pendapatan lebih dari Rp 5.000.000 sebanyak 6

orang (33,33%) dan yang sisanya sebanyak 3 orang (16,67%) mempunyai

pendapatan antara Rp 2.000.000 sampai Rp 5.000.000. Berdasarkan data diatas

menunjukan umumnya konsumen ikan laut yang ditemui termasuk kelas sosial

kebawah.

4.2.2.3 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi

Dari hasil wawancara dengan konsumen yang membeli ikan laut di Pasar

Ciroyom, maka diketahui tingkat pengetahuan gizi responden adalah sebagai

berikut :

Tabel 7. Tingkat Pengetahuan Gizi Konsumen

Tingkat Pengetahuan Gizi Jumlah Presentase

Rendah 7 orang 38,89 %

Sedang 7 orang 38,89 %

Tinggi 4 orang 22,22 %

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa konsumen dengan tingkat

pengetahuan gizi yang rendah berjumlah 7 orang (38,89%), konsumen dengan

29

tingkat pengetahuan gizi sedang sebanyak 7 orang (38,89%) dan konsumen

dengan tingkat pengetahuan gizi tinggi sebanyak 4 orang (22,22%). Hal ini

menunjukan bahwa konsumen yang membeli ikan laut adalah konsumen dengan

tingkat pengetahuan gizi rendah sampai sedang.

4.2.2.4 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Preferensi

Berdasarkan wawancara dengan responden, diketahui bahwa mayoritas

konsumen menyukai ikan laut yakni sebanyak 16 orang (88,89%) dari jumlah

responden keseluruhan dan selebihnya tidak menyukai ikan laut sebanyak 2 orang

(11,11%) karena ikan laut menyebabkan alergi. Untuk lebih jelasnya informasi

dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Preferensi Konsumen Terhadap Ikan Laut

Preferensi Jumlah Presentase

Suka 16 orang 88,89 %

Tidak Suka 2 orang 11,11 %

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

4.3 Keragaan Pemasaran Ikan Laut di Pasar Ciroyom

4.3.1 Pola Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah sebuah sistem yang terbentuk dari sejumlah

lembaga-lembaga pemasaran yang dilalui suatu barang dari daerah produsen

sampai ke konsumen. Dalam melakukan aktifitas, lembaga-lembaga tersebut

melaksanakan sejumlah fungsi-fungsi pemasaran. Saluran pemasaran ikan laut

yang terbentuk di Pasar Ciroyom Bandung terdiri dari 2 saluran, yaitu :

1. Saluran pemasaran I : Nelayan supplier pedagang besar pedagang

pengecer konsumen.

2. Saluran pemasaran II : Nelayan supplier pedagang besar konsumen

Dalam sistem pemasaran ikan laut di Kota Bandung yang dipasarkan

berasal dari nelayan luar daerah seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur dikarenakan

30

nelayan

Supplier

Pedagang besar

Pasar Ciroyom

Bandung

Pedagang

Pengecer Konsumen

Konsumen

wilayah Kota Bandung merupakan dataran tinggi dan bukan sebagai wilayah

produsen hasil laut. Ikan luar daerah adalah ikan yang didatangkan oleh para

pedagang dari daerah produsen ikan melalui jalan darat untuk dijual di Pasar

Ciroyom Bandung. Skema alur perdagangan ikan laut menunjukan jalur distribusi

seperti yang terlihat pada gambar 5.

Gambar 5. Jalur Distribusi Ikan Laut dari Luar Bandung

Sumber : Data Primer

4.3.2 Fungsi-fungsi Pemasaran dan Pelaku Pemasaran

Terdapat beberapa fungsi pemasaran dalam kegiatan pendistribusian

komoditi pemasaran hasil laut kepada konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran yang

dilakukan lembaga pemasaran yang terlibat meliputi fungsi pertukaran, fungsi

fisik dan fungsi pelancar seperti yang terlihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pelaksanaan Fungsi-fungsi Pemasaran oleh Lembaga Pemasaran Ikan

Laut di Kota Bandung

31

Fungsi Pemasaran

Lembaga Pemasaran

Supplier Pedagang

Besar

Pedagang

Pengecer

Pertukaran

- Pembelian + + +

- Penjualan + + +

Pengadaan secara fisik

- Pengangkutan + +

- Penyimpanan + + +

Pelancar

- Permodalan + + +

- Penanggulangan

Resiko + + +

- Sortasi + + +

- Informasi pasar + + +

Keterangan : + = melakukan fungsi pemasaran Sumber :Data Primer

= tidak melakukan fungsi pemasaran

Kegiatan pemasaran memerlukan pelaku pemasaran sebagai media untuk

menyalurkan produk kepada konsumen akhir. Pelaku pemasaran ikan laut di Kota

Bandung terdiri dari :

1. Nelayan

Nelayan yang menyalurkan hasil tangkapannya sampai ke Kota Bandung

berasal dari berbagai daerah seperti Tegal, Pekalongan, Pemalang dan Indramayu.

Nelayan dalam melaksanakan fungsi pemasaran hanya terdiri dari satu jenis, yaitu

menjual ikan hasil tangkapan ke supplier dan tengkulak maka nelayan hanya

melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan saja. Perbedaannya adalah apabila

nelayan menjual kepada supplier lewat TPI dengan sistem lelang sedangkan

apabila nelayan menjual hasil tangkapan kepada tengkulak tidak lewat TPI

melainkan nelayan yang mendatangi tengkulak dengan harga yang ditentukan oleh

tengkulak.

2. Supplier

Supplier merupakan lembaga pemasaran yang berhubungan langsung

dengan nelayan. Supplier membeli ikan dari nelayan melalui TPI daerah setempat

dengan sistem lelang. Adanya kesepakatan harga pada kegiatan pelelangan

32

menunjukan fungsi penjualan ketikan supplier datang untuk membeli ikan laut.

Supplier juga melakukan fungsi informasi dengan mengamati perkembangan

harga yang terjadi untuk menentukan harga jual dan harga beli dimana harga erat

sekali kaitannta dengan ketersediaan produk.

Dalam kegiatannya menyalurkan ikan laut ke pedagang besar, supplier

melakukan aktivitas pengangkutan yang selama proses tersebut supplier

menghadapi resiko penyusutan dan kerusakan pada ikan. Resiko kerusakan yang

ditanggung supplier menunjukan fungsi penanggungan resiko.

Terdapat hubungan kerjasama yang baik antara pihak supplier dan

pedagang besar, dimana satu sama lain sering mengadakan hubungan lewat

telepon. Apabila masing-masing pihak membutuhkan jenis ikan laut dalam jumlah

tertentu dapat saling menghubungi untuk mempermudah dan memperlancar

pembelian. Selain itu dalam kegiatan pembayaran terdapat sistem kepercayaan

yaitu dengan cara membayar ikan setelah pedagang besar selesai memasarkan

produk yang telah disalurkan oleh supplier.

3. Pedagang Besar

Pedagang besar adalah pedagang yang membeli ikan laut dalam jumlah

besar yang dalam satu kali pembeliannya mencapai nominal satu kuintal bahkan

terkadang lebih. Pedagang besar biasanya telah mempunyai supplier tetap yang

setiap hari menyalurkan ikan yang berasal dari tempat pelelangan. Biasanya

pedagang besar ini mengambil ikan dari daerah sekitar Jawa Tengah seperti Tegal,

Pekalongan, Lamongan, Pemalang, Batang dan Jawa Barat seperti Indramayu.

Pedagang besar fungsinya hampir menyerupai supplier, perbedaannya

pedagang besar tidak melakukan fungsi pengangkutan dikarenakan kegiatan

pengangkutan telah ditanggung oleh pihak supplier. Pedagang besar menyalurkan

produknya kepada pedagang pengecer dan konsumen. Sedangkan informasi pasar

dilakukan oleh pedagang besar dengan mengikuti dan mengetahui informasi pasar

terbaru baik itu dari sesama pedagang besar, supplier ataupun pedagang pengecer.

4. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer adalah lembaga pemasaran yang umumnya menjual

produk langsung kepada konsumen dan biasanya mendapatkan produk hanya dari

33

salah satu lembaga pemasaran saja. Pedagang pengecer ikan laut mengambil

produk dari pedagang besar dalam jumlah relatif kecil untuk kemudian dijual

kembali ke konsumen. Pedagang pengecer melakukan fungsi pembelian dan

penjualan. Kegiatan pembelian dilakukan pedagang pengecer kepada pedagang

besar. Kegiatan penjualan dilakukan pedagang pengecer kepada konsumen akhir.

Terdapat dua jenis pedagang pengecer yang ditemui di lokasi penelitian

yaitu pedagang pengecer yang menjual ikan segar kepada konsumen dan

pedagang pengecer yang menjual ikan yang sudah diolah kepada konsumen.

Pelaksanaan fungsi pemasaran yang dilakukan diantaranya adalah fungsi

pertukaran berupa pembelian dan penjualan dan fungsi pelancar berupa

penanggulangan resiko, informasi, permodalan dan sortasi. Proses pengangkutan

ikan laut dilakukan oleh pedagang pengecer.

Pedagang pengecer hanya berfungsi untuk menyalurkan ikan laut kepada

konsumen (end user). Dalam penentuan harga, pengecer harus mengetahui dan

mengikuti informasi pasar. Harga pasar biasanya dipengaruhi oleh volume

ketersediaan ikan laut di pasaran dan biaya operasional yang telah dikeluarkan.

4.3.3 Volume Produksi

Volume produksi yang dihasilkan oleh nelayan sangat bervariasi. Pada

musim penangkapan umumnya nelayan selalu memperoleh ikan setiap kali

penangkapan. Hal sebaliknya terjadi pada saat musim paceklik, terkadang nelayan

tidak memperoleh hasil sama sekali.

Pada bulan Juni sampai bulan Agustus volume ikan meningkat drastis. Hal

tersebut menyebabkan harga ikan laut di pasaran menjadi jatuh. Berlimpahnya

jumlah ikan dikarenakan terjadinya angin musim timur dengan keadaan perairan

yang tenang, hujan jarang terjadi dan ombak relatif kecil.

Pada bulan Desember sampai bulan Febuari terjadi angin musim barat,

ombak sangat besar disertai dengan angin dan hujan yang sangat kencang yang

mengakibatkan para nelayan enggan untuk melaut. Hal tersebut mengakibatkan

kelangkaan ikan laut di pasaran yang menyebabkan harga ikan laut menjadi

mahal.

34

4.3.4 Analisis Struktur Pasar

Struktur pasar adalah sifat-sifat atau karakteristik pasar. Analisis struktur

pasar dilihat dengan mengetahui sifat produk, kondisi keluar masuk pasar serta

informasi pasar.

4.3.4.1 Sifat Produk

Produk ikan laut di Pasar Ciroyom mulai dari nelayan sampai ke tangan

pedagang pengecer bersifat heterogen. Perbedaannya meliputi jenis ikan, ukuran

ikan yang dijual dan perlakuan terhadap ikan itu sendiri, contohnya adalah

terdapat pedagang yang menjual ikan segar dan juga terdapat pedagang yang

menjual ikan laut beku. Dalam penentuan pembeliannya, konsumen tidak

tergantung kepada siapa yang menjual ikan laut melainkan pada tingkat harga

komoditas tersebut.

4.3.4.2 Kemudahan Keluar Masuk Pasar

Kondisi keluar masuk pasar berkaitan dengan kemampuan lembaga

pemasaran untuk memasuki dan meninggalkan pasar. Hal ini dipengaruhi oleh

tinggi rendahnya hambatan untuk memasuki pasar diantaranya adalah tinggi

rendahnya modal yang dimiliki untuk bertindak sebagai pesaing dalam rangka

memasuki pasar dan keterikatan antara lembaga pemasaran atau hubungan dengan

lembaga pemasaran. Tanpa adanya modal yang memadai maka keberlanjutan

usaha pemasaran ikan laut akan berakhir.

Hambatan yang dirasakan oleh supplier untuk memasuki pasar adalah

persaingan antar sesama supplier untuk mendapatkan ikan hasil tangkapan

nelayan. Para supplier juga harus bersaing dengan cara berani menawar lebih

tinggi pada saat pelalangan ikan berlangsung. Disamping itu supplier harus

menanggung biaya transportasi serta penyediaan oksigen dikarenakan jarak dari

supplier ke pedagang besar yang cukup jauh.

Hambatan yang dialami oleh pedagang besar diantaranya adalah

ketersediaan modal yang cukup besar karena pembelian ikan yang dilakukan

biasanya dengan jumlah yang cukup besar. Disamping itu untuk menjaga

35

hubungan baik kepada supplier maka pedagang besar harus siap memasarkan ikan

walaupun jumlahnya sedang melimpah di pasaran. Sedangkan pada tingkat

pedagang pengecer tidak terdapat hambatan yang begitu berarti dalam memasuki

pasar. Hambatan yang paling besar adalah modal namun jumlahnya relatif kecil

karena pembelian ikan laut yang dilakukan dalam jumlah kecil.

4.3.4.3 Informasi Pasar

Infomasi pasar menjadi hal yang sangat penting bagi lembaga-lembaga

pemasaran jika menginginkan terjadinya efisiensi dalam mekanisme pasar.

Informasi pasar yang diidentifikasi berupa informasi harga pasar ikan laut.

Informasi pasar membantu terciptanya kondisi keseimbangan permintaan dan

penawaran untuk menghindari terjadinya kelebihan komoditi di pasar yang akan

mengakibatkan fluktuasi harga komoditi tersebut.

Supplier memerlukan informasi tentang kemungkinan jumlah permintaan

dan harga dari produk sebagai dasar untuk membuat keputusan tentang harga jual

yang ditetapkan. Informasi harga bagi pedagang besar diperoleh secara langsung

dari supplier yang berada diatasnya maupun dari sesama pedagang besar.

Supplier ikan laut biasanya menjual ikan laut hasil lelang dengan nelayan

kepada pedagang besar langganan yang berjumlah lebih dari satu. Pedagang besar

yang berani untuk membayar ikan dengan harga yang lebih tinggi akan

mendapatkan stok ikan yang lebih banyak dari pedagang yang membeli ikan

dengan harga lebih murah dari supplier yang sama. Selain itu apabila saat volume

ikan laut sedang melimpah maka pedagang besar langganan harus siap menerima

dan menjual ikan dari supplier tersebut, yang apabila hal tersebut tidak dilakukan

maka supplier tidak mau lagi untuk menyalurkan ikan laut ke pedagang besar

tersebut. Bentuk kerjasama yang telah dipaparkan diatas akan membuat ruang

gerak bagi pedagang besar menjadi sempit.

Berdasarkan hasil analisis sifat produk, kemudahan keluar masuk pasar

dan informasi pasar maka dapat disimpulkan bahwa struktur pasar ikan laut

Ciroyom bersifat oligopoli. Struktur pasar bersifat oligopoli atau pasar yang tidak

36

bersaing sempurna karena berdasarkan ciri-ciri yaitu, keadaan produk yang

heterogen dan terdapat hambatan yang kuat untuk memasuki pasar.

4.3.5 Perilaku Pasar

Prilaku pasar menunjukan tingkah laku lembaga pemasaran pada struktur

pasar tertentu dalam melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Prilaku pasar dalam

penelitian ini ditinjau dari praktek pembelian dan penjualan, proses penentuan

atau pembentukan harga, praktek dalam pembayaran harga serta kerjasama antar

lembaga pemasaran.

4.3.5.1 Praktek Penentuan Harga

Penentuan harga jual ikan laut di tingkat nelayan ditentukan dari

kesepakatan hasil lelang di TPI setempat. Hal ini menunjukan bahwa nelayan

merupakan pihak yang paling lemah diantara mata rantai pemasaran ikan laut

karena nelayan merupakan pihak penerima harga (price taker) dan tidak memiliki

kekuatan dalam tawar menawar. Kekuatan pembentukan harga berada pada

pelaku pemasaran yang berada diatasnya pada setiap tingkat pemasaran.

Penentuan harga di tingkat supplier dilakukan bersama-sama pedagang

besar melalui proses tawar menawar. Demikian pula penentuan harga ikan laut

pada tingkat pedagang pengecer merupakan hasil dari kegiatan tawar menawar

dengan pedagang besar atas dasar permintaan dan penawaran pasar.

Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan diatas, dapat diambil

kesimpulan bahwa praktek penentuan harga yang terjadi pada kegiatan pemasaran

ikan laut ini mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna (imperfect

competition). Pada pasar persaingan tidak sempurna, pedagang mempunyai

kekuatan untuk mempengaruhi harga yang terjadi.

4.3.5.2 Praktek Pembayaran Harga

Sistem pembayaran harga ikan laut yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

pemasaran sangat tergantung pada tingkat kepercayaan dan perjanjian antara

37

kedua belah pihak. Adapun sistem pembayaran yang dilakukan dibagi menjadi

dua cara yaitu :

1. Sistem Pembayaran Tunai

Sistem pembayaran tunai artinya begitu ikan laut diterima, langsung

dibayarkan sesuai dengan harga yang telah disepakati bersama. Sistem

pembayaran jenis ini biasa terjadi pada pedagang besar yang terdapat di Pasar

Ciroyom kepada supplier, pedagang pengecer kepada pedagang besar serta

oleh konsumen kepada pedagang pengecer.

2. Sistem Pembayaran Konsinyasi

Sistem pembayaran konsinyasi biasanya dilakukan pedangang besar yang

terdapat di Pasar Ciroyom kepada supplier. Pada sistem ini, pedagang besar

yang membeli ikan dari supplier akan membayar setelah ikan tersebut

dipasarkan. Hal tersebut terjadi karena telah dilandasi saling percaya dan

pedagang tersebut merupakan pelanggan tetap yang membeli ikan dengan

jumlah besar kepada supplier.

4.3.5.3 Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran

Kerjasama dalam pendistribusian ikan laut dari produsen sampai ke

konsumen telah dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam

proses tersebut. Kerjasama didasarkan pada lamanya mereka melakukan

hubungan dagang dan rasa saling percaya yang terbentuk diantara berbagai

lembaga pemasaran tersebut.

Kerjasama antara supplier dan pedagang besar bersifat saling

menguntungkan, dimana satu sama lain sering mengadakan hubungan komunikasi

lewat telepon. Apabila pedagang besar membutuhkan jenis ikan laut dalam jumlah

tertentu dapat saling menghubungi untuk memperlancar dan mempermudah

pembelian. Selain itu supplier juga menyediakan sarana penunjang yang

dibutuhkan dalam kegiatan pembelian seperti kotak atau tong tempat

penyimpanan ikan. Pedagang besar yang membutuhkan sarana penunjang tersebut

diwajibkan membayar dengan ketentuan yang ada.

38

4.3.6 Analisis Efisiensi Pemasaran

Suatu kegiatan pemasaran dikatakan efisien apabila pihak-pihak yang

terlibat dalam aktifitas pemasaran memperoleh kepuasan akibat aktivitas yang

dilakukan. Cara untuk mengetahui efisiensi pemasaran adalah dengan

menggunakan analisis margin pemasaran dan indikator berupa fisherman’s share.

Margin pemasaran adalah selisih harga antara harga yang dibayar oleh

konsumen akhir dengan harga yang diteruma oleh produsen (nelayan). Dengan

demikian, margin pemasaran dapat memberikan gambaran mengenai jumlah

penerimaan yang diperoleh lembaga pemasaran. Terdapat 2 pola saluran

pemasaran ikan laut yaitu :

1. Saluran pemasaran I : Nelayan supplier pedagang besar pedagang

pengecer konsumen.

2. Saluran pemasaran II : Nelayan supplier pedagang besar konsumen

Analisis margin pemasaran menekankan keuntungan dan biaya pada

masing-masing lembaga pemasaran tiap saluran. Margin pemasaran pada setiap

pelaku pemasaran dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Analisis Margin Pemasaran tiap Saluran

Uraian Saluran I Saluran II

Supplier

Harga jual per-kg 17.000 15.000

Pedagang Besar

Harga jual per-kg 22.000 18.000

Harga beli per-kg 17.000 15.000

Margin pemasaran 5.000 3.000

Biaya pemasaran 1.170 350

Keuntungan pemasaran 3.830 2.650

Pedagang Pengecer

Harga jual per-kg 24.000 -

Harga beli per-kg 22.000 -

Margin pemasaran 2.000 -

Fisherman’s share 70,83% 83,33%

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

39

Saluran pemasaran I terdiri atas supplier, pedagang besar,

pedagang pengecer dan konsumen akhir. Margin pemasaran antara

supplier dan pedagang besar adalah Rp 5.000/kg. Hal ini menunjukan

harga jual antara supplier dan pedagang besar cukup tinggi mengingat

dalam satu kali pembelian ikan jumlahnya sampai 3 kuintal. Sedangkan

pada tingkat pedagang pengecer margin pemasaran hanya sebesar Rp

2.000/kg. hal tersebut menunjukan bahwa pedagang pengecer tidak terlalu

besar mendapatkan keuntungan sebab volume pembelian ikan dari

pedagang besar tidak terlalu banyak.

Saluran pemasaran II terdiri atas supplier, pedagang besar dan

konsumen akhir. Margin pemasaran antara supplier dan pedagang besar

adalah Rp 4.000/kg, lebih tinggi apabila dibandingkan dengan saluran I.

Konsumen akhir mendapatkan harga yang lebih murah karena membeli

ikan laut langsung dari pedagang besar.

Lebih besarnya margin pemasaran pada saluran pemasaran I

disebabkan karena lebih panjangnya rantai pemasaran atau semakin

banyaknya pihak yang terlibat dalam penyaluran produk dari produsen ke

pedagang pengecer. Kondisi ini mengakibatkan biaya pemasaran menjadi

lebih tinggi dan keuntungan yang diambil oleh pelaku-pelaku pasar juga

akan semakin besar. Keadaan ini pada akhirnya mengakibatkan semakin

besarnya margin pemasaran.

Fisherman’s share, bagian yang diterima nelayan pada saluran pertama

adalah sebesar 70,83% sedangkan pada saluran kedua sebesar 83,33%.

Besarnya bagian yang diterima oleh nelayan karena panjang pendeknya

saluran pemasaran yang dilalui. Hal ini senada dengan pendapat Limbong

dan Panggabean (1988), yaitu bagian yang diterima oleh nelayan

(fisherman’s share) akan lebih sedikit bila jumlah pedagang perantara

bertambah banyak.

40

Berdasarkan analisis margin pemasaran, fisherman’s share, struktur pasar

dan perilaku pasar maka saluran pemasaran ikan laut di Pasar Ciroyom belum

efisien. Hal ini terjadi karena penyebaran margin pemasaran, biaya pemasaran dan

keuntungan yang diperoleh tidak merata.

Belum efisiennya pemasaran yang terjadi juga disebabkan karena

banyaknya hambatan dalam memasuki pasar. Hambatan tersebut berupa

kebutuhan modal yang cukup besar. Kebutuhan modal yang harus selalu ada sulit

dipenuhi karena fluktuasi hasil tangkapan sehingga akan berpengaruh pada hasil

pendapatan. Hal tersebut menyebabkan posisi tawar pedagang menjadi lemah

yang berarti berbeda dengan syarat berlangsungnya sistem pemasaran yang efisien

berdasarkan asumsi pasar persaingan sempurna adalah setiap pelaku pemasaran

memiliki kesetaraan dalam posisi tawar dan kemudahan dalam membuat

keputusan dalam kegiatan pemasaran.

4.3.8 Analisis Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

Pedagang besar memulai usahanya dengan membeli ikan kepada supplier

yang kemudian akan dikirim menggunakan ekspedisi setiap harinya. Akan tetapi

pedagang tidak berjualan setiap hari sepanjang tahun dikarenakan terdapat musim

paceklik yang berlangsung selama bulan Desember sampai bulan Febuari,

disamping itu pedagang juga tidak berjualan pada hari besar seperti Hari

Kemerdekaan, Idul Fitri, Idul Adha dan Tahun Baru.

Pedagang besar biasanya mempekerjakan tenaga kerja namun kadang

dikerjakan sendiri. Tenaga kerja yang digunakan biasanya berjumlah 1 atau 2

orang dengan biaya sebesar Rp 15.000/orang setiap harinya. Usaha pemasaran

tidak terlepas dari biaya. Perhitungan biaya yang dikeluarkan merupakan acuan

dalam menentukan harga pokok penjualan dan indikator kelayakan usaha. Biaya

meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap.

Biaya tetap terdiri dari biaya transportasi pengangkutan ikan dan es balok,

sedangkan biaya tidak tetap meliputi upah tenaga kerja dan modal untuk membeli

ikan (Tabel 11).

41

Tabel 11. Biaya Usaha Pemasaran Ikan Laut pada Tingkat Pedagang Besar dalam

Waktu 1 Tahun

No. Uraian Nilai

1 Biaya

1.1 Biaya Investasi

Sewa tempat (1 tahun) 20.000.000

Retribusi Rp 9000 x 365hari 3.285.000

1.2 Biaya Tetap

Transportasi Rp 35.000 x 285hari 9.975.000

Es balok Rp 60.000 x 285hari 17.100.000

1.3 Biaya Tidak Tetap

Tenaga kerja Rp 30.000 x 285hari 8.550.000

Ikan

Tongkol : 300kg × Rp 10.000 × 285 hari 855.000.000

Cumi : 100kg × Rp 23.000 × 285 hari 655.500.000

Bawal : 60kg × Rp 27.000 × 285 hari 461.700.000

Bentong : 300kg × Rp 16.000 × 285 hari 1.368.000.000

Tenggiri : 100kg × Rp 27.000 × 285 hari 769.500.000

Total Biaya 4.168.610.000

2 Penjualan

Tongkol : 300kg × Rp 16.000 × 285 hari 1.368.000.000

Cumi : 100kg × Rp 25.000 × 285 hari 712.500.000

Bawal : 60kg × Rp 30.000 × 285 hari 513.000.000

Bentong : 300kg × Rp 18.000 × 285 hari 1.539.000.000

Tenggiri : 100kg × Rp 30.000 × 285 hari 855.000.000

Total Penerimaan 4.987.500.000

3 Kriteria Finansial

Keuntungan bersih 818.890.000

B/C Ratio 1.19

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa keuntungan kegiatan usaha

pemasaran ikan laut selama 1 tahun di tingkat pedagang besar yaitu sebesar

Rp.818.890.000 dan dengan B/C Ratio sebesar 1.19. Hasil rata-rata analisis B/C

42

Ratio dari responden pedagang besar sebanyak 18 orang adalah sebesar 1,22

(lampiran 7). Hal tersebut menunjukan bahwa usaha pemasaran ikan laut layak

untuk diusahakan.

4.4 Pola Konsumsi Ikan Laut

4.4.1 Jenis Ikan yang Dijual dan Dikonsumsi

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan pedagang besar ikan

laut Pasar Ciroyom, jenis ikan yang paling banyak dijual oleh pedagang dan laris

di pasaran adalah jenis ikan tongkol (19,58%). Data selengkapnya dapat dilihat

pada tabel 12.

Tabel 12. Jenis Ikan yang Paling Banyak Terjual

No. Jenis Ikan Volume

Penjualan/hari Presentase

1 Tongkol 2030 kg 19,58 %

2 Udang 1450 kg 13,98 %

3 Cumi 1320 kg 12,73 %

4 Kembung 1140 kg 10,99 %

5 Bentong 1060 kg 10,22 %

6 Bandeng 900 kg 8,68 %

7 Tuna 500 kg 4,82 %

8 Tenggiri 390 kg 3,76 %

9 Bawal 330 kg 3,18 %

10 Layur 290 kg 2,79 %

11 Kerapu 260 kg 2,51 %

12 Kakap 250 kg 2,41 %

13 Balakutak 200 kg 1,92 %

14 Teri 100 kg 0,96 %

15 Hiu 100 kg 0,96 %

16 Gurita 50 kg 0,48 %

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

43

4.4.2 Frekuensi Pembelian dan Frekuensi Konsumsi Ikan Laut

Frekuensi pembelian dan frekuensi konsumsi ikan laut merupakan hal

yang saling berhubungan. Frekuemsi konsumsi ikan di Kota Bandung pada tahun

2012 adalah 1398 ton pertahun. Besarnya jumlah konsumsi ikan laut dipengaruhi

oleh seberapa sering konsumen melakukan pembelian terhadap ikan laut. Gambar

6 menunjukan frekuensi pembelian konsumen dalam waktu satu minggu.

11%

50%11%

28%tidak pernah

1-2x seminggu

3-4x seminggu

5-7x seminggu

Gambar 6. Frekuensi Konsumen Membeli Ikan Laut

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

4.4.3 Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Ikan Laut

Pola konsumsi terbentuk akibat dari konsumsi terhadap pangan yang

terjadi secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang. Pola konsumsi

pada masing-masing individu berbeda antara satu dengan lainnya. Hal tersebut

disebabkan oleh karakteristik yang berbeda-beda pada setiap individu. Pada

penelitian kali ini akan dianalisis mengenai hubungan antara tingkat konsumsi

ikan laut dengan karakteristik pada konsumen seperti tingkat pendidikan, tingkat

pendapatan, pengetahuan gizi dan preferensi terhadap ikan laut.

Berdasarkan uji statistik menggunakan metode analisis chi-square seperti

yang terlihat pada tabel 10 Pada tabel tersebut tampak terdapat hubungan yang

nyata antara karakteristik responden dengan tingkat konsumsi ikan laut dengan

derajat kepercayaan 5 persen (α 0.05). hasil output analisis chi-square dapat

dilihat pada tabel dibawah ini.

44

Tabel 13. Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Konsumsi Ikan

Laut

Karakteristik

Responden Hitung Tabel df Keterangan

Pendidikan 6,86 5,99 2 Berhubungan

Pendapatan 10,25 5,99 2 Berhubungan

Pengetahuan

Gizi 4,34 5,99 2 Tidak berhubungan

Preferensi 0,07 3,84 1 Tidak berhubungan

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

4.4.3.1 Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

seseorang terhadap pemilihan suatu produk pangan (Shepherd dan Sparks dalam

Suparman 2003). Responden dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi

biasanya memiliki beberapa pertimbangan untuk mengkonsumsi suatu produk.

Hal tersebut biasanya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki responden

tersebut terhadap produk tertentu.

Tabel 14. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi Konsumsi Ikan Laut

Frekuensi Konsumsi Tingkat Pendidikan

Rendah Sedang Tinggi

Jarang 7 4 1

Sering 1 1 4

hitung = 6,86 ; tabel = 5,99 ; df = 2

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

Berdasarkan hasil analisis uji chi-square, diketahui bahwa tingkat

pendidikan merupakan hal yang berhubungan dengan tingkat konsumsi terhadap

ikan laut karena hasil dari nilai hitung lebih besar dari tabel. Hal ini berarti

semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan oleh seseorang maka tingkat

pengetahuannya terhadap gizi juga semakin tinggi, hal tersebut mempengaruhi

konsumen dalam mengkonsumsi ikan laut.

45

4.4.3.2 Pendapatan

Berikut adalah data frekuensi konsumsi terhadap ikan laut berdasarkan

tingkat pendapatan yang dimiliki (Tabel 15). Berdasarkan tabel tersebut dapat

dilihat bahwa dengan semakin bertambah besar tingkat pendapatan maka

frekuensi konsumsi untuk kategori sering juga semakin bertambah besar, begitu

pula sebaliknya.

Tabel 15. Hubungan Pendapatan dengan Frekuensi Konsumsi Ikan Laut

Frekuensi Konsumsi Pendapatan

Rendah Sedang Tinggi

Jarang 8 3 1

Sering 1 0 5

hitung = 10,25 ; tabel = 5,99 ; df = 2

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

Pendapatan berdasarkan analisis Chi-square berkaitan dengan konsumsi

konsumsi ikan laut dimana didapatkan hasil hitung sebesar 10,25 sedangkan ;

tabel sebesar 5,99 dengan df = 2. Hal ini berarti semakin bertambah besar

pendapatan rumah tangga konsumen maka tingkat frekuensi konsumsi terhadap

ikan laut juga semakin bertambah besar.

Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen akan memotivasi konsumen

tersebut untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan tingkat ilmunya. Dengan

demikian hal tersebut akan berimplementasi terhadap pendapatan yang dihasilkan.

46

4.4.3.3 Tingkat Pengetahuan Gizi

Tingkat pengetahuan gizi digolongkan menjadi tiga kategori yaitu rendah,

sedang dan tinggi, sedangkan frekuensi konsumsi digolongkan menjadi tiga

kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Hubungan antara tingkat pengetahuan

gizi dan frekuensi konsumsi terhadap ikan laut dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 16. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Frekuensi Konsumsi Ikan Laut

Frekuensi Konsumsi Tingkat Pengetahuan Gizi

Rendah Sedang Tinggi

Jarang 6 5 1

Sering 1 2 3

hitung = 4,34 ; tabel = 5,99 ; df = 2

Sumber : Data Primer Diolah (2013)

Dari data yang telah diolah maka hasil hitung yang didapat adalah 4,34

sedangkan tabel adalah 5,99. Nilai hitung yang lebih kecil dari nilai

tabel menunjukan bahwa tingkat pengetahuan gizi tidak berhubungan dengan

frekuensi konsumen dalam mengkonsumsi ikan laut. Hasil yang diperoleh tidak

seperti yang diharapkan karena masih banyak variabel-variabel lain yang

berhubungan dengan tingkat konsumsi ikan laut tidak dimasukan.

Ikan laut dipandang sebagai bahan makanan yang memiliki nilai gizi yang

tinggi, hal ini berkaitan dengan pendidikan konsumen, dimana semakin tinggi

tingkat pendidikan yang pernah ditamatkan maka tingkat pengetahuan terhadap

gizi juga menjadi semakin tinggi. Namun tidak menutup kemungkinan konsumen

yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang rendah memiliki tingkat konsumsi

yang tinggi terhadap ikan laut karena adanya pengaruh lingkungan.

47

4.4.3.4 Preferensi

Hasil perhitungan Chi-square antara preferensi atau tingkat kesukaan

masyarakat Kota Bandung terhadap ikan laut dengan frekuensi konsumsi ikan laut

dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17. Hubungan Preferensi dengan Frekuensi Konsumsi Ikan Laut

Frekuensi Konsumsi Preferensi

Suka Tidak Suka

Jarang 10 2

Sering 6 0

hitung = 0,07 ; tabel = 3,84 ; df = 1

Sumber : Data Primer Diolah

Berdasarkan data diatas maka didapat hasil dari hitung adalah 0,07 dan

tabel adalah 3,84 dengan df = 1. Hasil hitung yang lebih kecil dibandingkan

dengan tabel menunjukan bahwa preferensi tidak berhubungan dengan

frekuensi konsumsi. Hal ini bisa terjadi karena mayoritas responden yang

diwawancarai adalah mempunyai tingkat pendapatan yang rendah sehingga

konsumen lebih memilih mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung

protein dengan harga lebih terjangkau seperti telur.