Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Proses Bisnis Sebelumnya
Untuk memulai penelitian ini yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah
melakukan identifikasi terhadap proses bisnis yang telah ada. Dilakukan
penelaahan proses pengolahan tepung sagu berdasarkan urutan proses, kemudian
memetakan proses bisnis dengan menggunakan Ms. Visio 2013. Proses bisnis pada
pengolahan tepung sagu terlihat pada gambar 4.1.
SUPPLIER GUDANG
Mulai Faktur
Pembelian
Bahan baku
Input Pembelian
Bahan Baku
Buat Laporan
Pembelian
Data
base
Laporan Pembelian
Bahan Baku
Membuat
Laporan
Ketersediaan
Bahan Baku
Laporan
Ketersediaan
Bahan Baku
Cek Ketersediaan
Bahan Baku
Tersedia
Buat
PO
PO
PO
PRODUKSI
Pemarutan
PerendamanPemerasan
Penyaringan
Pengendapan Pati Basah
Pencucian
IPencucian
II
Pencucian
III
Pencucian
IV
Pengendapan
IPengendapan
II
Pengendapan
III
Pengendapan
IV
Penggilingan
I
Pengeringan
Penggilingan
II
Pengemasan
A
Faktur
Pembelian
Bahan baku
Gambar 4.1. Proses Bisnis Pada Pengolahan Tepung Sagu di Klaten
31
Proses bisnis pengolahan tepung sagu yang terletak di desa Daleman, Tulung,
Klaten, Jawa Tengah dimulai dari supplier membuat faktur pembelian bahan baku.
Bahan baku yang telah diterima akan disimpan digudang. Data pembelian barang
akan input dan disimpan didalam database. Selanjutnya data pembelian bahan baku
akan disusun didalam laporan pembelian bahan baku dan keteersedian bahan baku.
Dari informasi ini akan memudahkan untuk mengecek bahan baku yang tersedia
didalam gudang dan kapan harus membeli kembali. Jika bahan baku tersedia perlu
membuat PO dan Jika tersedia dapat langsung melakukan proses produksi.
Pada proses produksi dimulai dari pemarutan empulur sagu menjadi serabut-
serabut sagu. Kemudian direndam selama selama beberapa jam sebelum dilakukan
pemerasan untuk memisahkan antara pati dan ampas sagu. Pati yang masih terlarut
didalam air ini akan diendapkan untuk memisahkan antar pati, air dan abangan.
Proses pengendapan ini membutuhkan waktu sekitar 4-6 jam. Selanjutanya air akan
dikeluarkan secara manual untuk mengambil pati dibagian dasar bak pengendap.
Pati basah ini masih mengandung abangan ini kemudian dicampur dengan kaporit
untuk mengikat abangan dan kemudian diendapkan kembali selam 24 jam. Proses
ini bisa berulang selam berberapakali tergantung seberapa banyak abangan yang
tebawa di dalam pati sagu. kemudian sebelum dikeringkan digiling terlebih dahulu.
Pati basah akan dijemur dilapangan terbuka beralaskan semen dibawah matahari
selama kurang lebih 4-6 jam tergantung kondisi cuaca.
4.2 Mengidentifikasi Permasalahan
Dilakukan survey lapangan dan wawancara kepada 30 responden yang telah
ditentukan, hal ini dilakukan untuk menentukan permasalahan apa saja yang terjadi
pada proses pengolahan tepung yang telah ada. Kemudian diperoleh permasalahan-
permasalahan yang terjadi seperti :
Ketersediaan bahan baku
Kualitas bahan baku
Pengeringan yang bergantung cuaca
Proses pengolahan yang masih semi-tradisional
Proses pengolahan yang terlalu lama
32
Jumlah tenaga kerja yang diperlukan banyak
Proses pengendapan yang lama
Jauhnya jarak dari sumber bahan baku ketempat pengolahan sagu dapat
mempengaruhi kualitas empulur sagu yang dapat menyebabkan rendemen pati,
penurunan rendemen pati secara signifikan terlihat setelah hari ke-empat
(Widiyanto, 1984). Selain itu pati basah pada masih banyak menandung abangan,
salah satunya disebabkan oleh proses pemarutan yang tidak sempurna.
Proses pengolahan sagu yang masih semi-tradional ini membutuhkan jumlah
tenaga kerja yang cukup banyak. Proses jadi bergantung jika tenaga kerja tidak ada
maka proses tidak dapat berjalan, meskipun bahan baku tersedia. Selain itu
peralatan yang masih sangat sederhana ini bisa menimbulkan cidera. Seperti pada
mesin pemarut yang menggunakan kaki sebagai pendorong empulur hal ini sangat
beresiko, jika pekerja kurang konsentrasi kaki pekerja bereriko terkena mesin
pemarut. Selain itu getaran mesin pemarut yang lumayan tinggi dengan pekerja
berkontak langsung dengan mesin menyebabakan pekerja mengalami keluhan
kelelahan dan gangguan pada mata.
Proses pengolahan tepung sagu yang masih tradisional ini menyebabkan
proses berlangsung lama, meskipun pada proses pengolahan sagu ini telah
digunakan mesin pemarut bukan pemarutan manual. Salah satu hal yang sering
menjadi keluhan adalah proses pengering yang lama dan bergantung cuaca. Jika
pada saat hujan jumlah pati basah yang dikeringkan menjadi lebih sedikit padah
permintaan sagu pada musim ini tidak mengalami penurunan.
Dari permasalahan-permasalahan diatas, dilakukan penelusuran untuk
mengetahui kendala utama dan sebab yang akan ditimbulkan oleh kendala tersebut
seperti yang terlihat pada gambar 4.2 – 4.9. kemudian dari permasalahan tersebut
disusun kedalam fishbone diagram pada gambar 4.10
33
Gambar 4.2 Permasalahan 1 Gambar 4.3 Permasalahan 2
Gambar 4.4 Permasalah 3 Gambar 4.5 Permasalahan 4
Gambar 4.6 Permasalahan 5 Gambar 4.7 Permasalahan 6
Gambar 4.8 Permasalan 7
34
Gambar 4.9 Fishbone Diagram
35
4.3 Perancangan Desain Perbaikan
Perancangan usulan desain perbaikan ini menggunakan metode House of
Quality (HOQ). Proses yang dilakukan adalah dengan melakukan observasi,
wawancara dan pengisian kuesioner kepada pekerja dan pemilik pengolahan tepung
sagu di Desa Daleman, Tulung, Klaten, Jawa Tengah. Dari pengumpulan data
diperoleh Costumer Requirement seperti yang terihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Costumer Requirement
Costumer Requirement Alasan
Kualitas Bahan Baku Memiliki rendemen pati yang lebih tinggi
Tenaga Kerja yang sedikit Mengurangi ketergantungan akan tenaga kerja
dan mengurangi biaya produksi
Waktu Pengendapan Yang
Singkat
Agar proses produksi menjadi lebih cepat
Proses Pengeringan yang
tidak dipengaruhi cuaca
Dapat mengeringkan tepung sagu basah disegala
kondisi cuaca
Kualitas Produk yang baik meningkatkan tingkat kepuasan konsumen dan
daya minat konsumen untuk membeli
Proses Pengambilan Pati
yang Lebih Modern
Meninkatkan efisiensi dari pengambilan pati
sagu
Berdasarkan dari costumer requirement (kebutuhan konsumen) kemudian
akan disusun kedalam house of quality seperti yang terlihat pada gambar 5.2.
36
Gambar 4.10. House of Quality (HOQ)
Pada HOQ technical respone requirement akan di terjemahkan ke technical
respone berupa dekat dengan proses dilakukan didalam truk,jumlah pekerja sekitar
7-8 orang, centrifugal separator, rotary dryer, centrifugal ekstraktor, mesin pemarut
portabel, dan bak pengendap. Kemudian dari technical respone ini digunakan untuk
mendesain usulan berupa truk pengolahan tepung sagu.
4.4 Usulan Perbaikan
Dari permasalahan diatas kemudian dilakukan usalan desain untuk
mengoptimalkan proses pengolahan tepung sagu. Dengan medesaian proses
pengolahan sagu secara mekanis didalam truk seperti yang terlihat pada gambar-
gambar dibawah. Nantinya setiap komponen mesin yang digunakan akan diletakan
diatas truk berdasarkan urutan proses pembuatan tepung sagu. Ketika sampai lokasi
perkebunan sagu yang dituju mesin-mesin ini akan dirakit sedemikian rupa
sehingga pekerja dapat naik ke atas truk.
37
Gambar 4.11 Truk Pengolahan Sagu
Proses pengolahan tepung sagu diawali dengan memarut empulur tepung
sagu memotong empulur sagu menjadi menjadi bongkahan yang lebih kecil yang
kemudian akan diparut dimesin pemarut. Setelah itu serabut sagu akan masukan ke
dalam mesin ekstraksi sagu bersama dengan air bersih. Keluar dari mesin ekstraksi
berupa cairan (air + pati). Cairan ini akan dimasukan kedalam rotary separator
untuk memisahkan antara pati dan air. Pati basah ini akan dikeringkan didalam
rotary dryer untuk menghasilkan tepung sagu kering. Proses pengolahan tepung
sagu ini hampir sama dengan proses pengolahan sagu sebelumnya perbedaannya
terletak pada proses menggunakan mesin-mesin yang lebih modern dibanding
sebelumnya (Mekanis).
Spesifikasi mesin dan truk yang digunakan sebagai komponen dari truk
pengolahan tepung sagu ini terdiri dari:
Truk Fuso FM 517 HL Long
Tipe mesin adalah 6D16-3AT2 Turbo Intercooler, mesin legendaris, terkenal
tangguh, kuat dan mudah perawatan. Chassis diperkuat dengan Cross Member
38
& Stiffeners, tebal, kuat dan kokoh. Untuk menambah kenyamanan selama
perjalanan truk ini dilengkapi dengan Radio/CD/MP3. Spesifikasi truk terlihat
pada tabel 4.3
Tabel 4.2 Dimensi Truk Fuso FM 517 HL Long
No. Dimensi Satuan Ukuran
1 Jarak Sumbu Roda mm 5.550
2 Panjang Keseluruhan mm 9.405
3 Lebar Keseluruhan mm 2.425
4 Tinggi Keseluruhan mm 2.725
5 Tinggi Minimal dari Tanah mm -
6 Jarak roda depan kiri-kanan mm 1.885
7 jarak roda belakang kiri kanan mm 1.815
Kecepatan maksimum truk sebesar 96 km/jam, daya tanjak dengan max G.V.W
44 tan dan radius putar minimum 9,7 m.
Gambar 4.12 Truk Fuso FM 517 HL Long
Mesin Pemarut
Desain pemarut terdiri dari 2 bagian rangka, dengan ukuran rangka bawah yang
terbuat dari besi kanal U5 yang memiliki ukuran 71 x 70 x 50 cm. Sedangkan
untuk rangka atas terbuat dari stainless steel dengan ketebalan 5 mm. Mesin ini
39
dilengkapi dengan pendorong batang sagu yang diletakan pada bagian atas
hopper. Kapasitas produksi hasil pemarutan sebesar 649.38 kg/jam, dengan
silinder parut berukuran 25 cm untuk diameter parut dan panjang 40 cm. Daya
yang dibutuhkan untuk menggerakan mesin pemarut ini sebesar 5,5 Hp.
Gambar 4.13 Mesin Pemarut
Rikon 10-305 Bandsaw With Fence, 10-Inch
Bandsaw terbuat dari cas iron dengan dimensi ukuran 90 x 45,72 x 33,02 cm
dan berat 34,473 kg. Kecepatan pisau pemotong adalah 847,344 meter/menit,
daya motor penggerak yang dibutuhkan sebesar 1/3 Hp. Kapasitas pemotongan
tinggi 4-5/8 inchi dan lebar 9-5/8 inchi (Amazon, 2018). Kapasitas bandsaw
adalah 779,256 kg/jam
40
Gambar 4.14 Rikon Bandsaw
Mesin Ekstraksi Sagu
Komponen mesin ini terdiri dari hooper, sekrup barel, saluran ampas sagu dan
saluran pati sagu. Untuk kapasitas input mesin screw press untuk ekstraksi sagu
sebesar 4,86 m3/jam sedangkan untuk kapasitas output 2,84 m3/jam. Daya yang
dibutuhkan sebesar 5,5 Hp.
Gambar 4.15 Mesin Ekstraksi Sagu
41
Rotary Separator
Pada mesin ini menggunakan motor ¼ HP, 2.36 A dengan tegangan 220 V,
50 Hz, dengan kecepatan putar 1400 rpm. Pada mesin ini pulley basket yang
digunakan berdiameter 101.6 mm dan pully pada motor 76.2 mm. Kapasitas
pengeluaran dari mesin ini adalah 168 kg/jam
Gambar 4.16 Rotary Separator
Rotary Dryer
Produk ini terdiri atas penyangga spinner, kipas, slinder pengering (drum), gas
LPG, motor penggerak, dan konveyor. Alat ini berotasi 1000 rpm selama 10
menit. Diameter kipas berukuran 45 cm dan terbuat dari besi. Slinder pengering
berputar 8 rpm dilengkapi dengan sirip-sirip yang horizontal untuk membantu
pergerakan pati sagu basah. Panjang slinder 4 meter dengan diameter 850 cm.
Gas LPG adalah sumber panas. Gas ini nantinya akan dikonversi menjadi uap
panas. Uap panas yang dibutuhkan antara 400-600 C agar pati sagu tidak terjadi
gelatinisasi. Motor penggerak berfungsi menggerakan slinder pengeringan.
Motor ini lah yang mengahasilkan putara 8 rpm pada slinder pengering. Pati
kering yang dihasilkan dari mesin ini diperkirakan sebesar 153,33 kg/jam.
42
Gambar 4.17 Rotary Dryer
Mesin Penggiling tepung
Rangka mesin penggiling terbuat dari besi siku, sedangkan untuk bagian yang
berkontak dengan tepung terbuat dari stainless steel. Dimensi ukuran mesin
penggiling ini adalah 60 x 95 x 35 cm dan berat 18 kg. Tenaga yang dibutuhkan
sebesar 1,5 Hp
Gambar 4.18 Mesin Penggiling Tepung Sagu
43
Mesin Pengayak Tepung Sagu
Mesin pengayak tepung sagu ini memiliki dimensi ukuran 200 x 80 x 85 cm.
Ada tiga lapisan kasa (3 grid) yaitu kasar-sedang-halus, untuk ukuran kasa
yaitu 150 x 80 x 60 cm. Daya yang diperlukan sebesar 0,75 HP.
Gambar 4.18 Mesin Pengayak Tepung Sagu
Genset
Genset yang digunakan adalah genset berbahan solar dengan kapasitas 30
kVa. Konsumsi penggunaan solar diprediksi sebesar 56,7 liter solar.
Gambar 4.20 Genset
44
Bak Pengendap
Bak pengendap digunakan 3 buah drum plastik dengan diameter 45 cm dan
tinggi 70 cm. Untuk besi penyangga pertama berukuran panjang 65 cm, lebar
65 cm dan tinggi 30 cm. Besi penyangga kedua berukuran panjang 65 cm,
lebar 65 cm dan tinggi 115 cm. Sedangkan untuk besi penyangga ketiga
berukuran panjang 65 cm, lebar 65 cm dan tinggi 200 cm. Bak pengendap ini
dihubungkan dengan pipa PVC.
Gambar 4.21 Bak Pengendap
4.5 Perbandingan Proses (Benchmarking)
Dilakukan perbandingan untuk mengevaluasi kinerja antara proses yang
digunakan dengan pada truk pengolahan tepung sagu dengan proses pengolahan
tepung sagu yang digunakan di desa Daleman, Tulung, Klaten, Jawa Tengah. Tolak
ukurnya berupa KPI (Key Performance Indicator) yang berupa rendemen pati sagu
yang dihasilkan, kapasitas produksi dan harga pokok produksi (HPP) serta harga
jual .
4.5.1. Rendemen Pati Sagu
Menurut Widiyanto,1989 lamanya transportasi pembawa batang sagu menuju
lokasi pengolahan tepung sagu memberi pengaruh penurunan rendemen pati yang
dihasilkan sebanyak 3,10% pada hari ke-4. Pada proses pengolahan tepung sagu
sebelumnya batang sagu akan tiba pada hari 3 atau hari ke-4 sehingga ada
kemungkinan pati terjadi penurunan rendemen pati. Sedangkan pada proses
45
pengolahan tepung sagu pada desain usulan yang diolah masih segar (baru ditebang
dari pohon).
Proses pemarutan juga ikut mempengaruhi rendemen pati yang dihasilkan,
parut yang mengahsilkan rendemen pati yang paling baik adalah menggunakan
parut jarum (Hermanto, et al., 2011). Kedua proses ini sama sama menggunakan
mesin pemarut dengan parut jarum dengan rendemen pati yang dihasilkan sebesar
24,34%. Akan tetapi karena sebelum pemarutan terjadi penurunan sebesar 3,10%
sehingga rendemen pati yang dihasilkan pada proses pengolahan sagu di desa
Daleman, Tulung, Klaten, Jawa Tengah sebesar 21,24%. Sehingga rendemen pati
yang dihasilkan pada desain usulan menjadi lebih tinggi.
4.5.2. Kapasitas Produksi
Pemarutan merupakan tahap awal dalam proses pengolahan tepung sagu.
Pada pengolahan tepung sagu di desa Daleman, Tulung, Klaten, Jawa Tengah dan
usulan desain sama-sama memiliki 1 unit mesin pemarut tapi berbeda kapasitas
output-nya. Jika berdasarkan kapasitas mesin pemarut ini digunakan sebagai dasar
dalam menghitung kapasitas produksi tepung sagu perbulan di di desa Daleman,
Tulung, Klaten, Jawa Tengah dan pada usulan desain, maka:
Kapasitas produksi di desa Daleman, Tulung, Klaten, Jawa Tengah
Kapasitas produksi = kapasitas mesin pemarut x jam kerja x rendemen pati
= 416,67 kg/jam x 9 jam/hari x 21,24%
= 796,51 kg/hari
Kapasitas produksi desain usulan
Kapasitas produksi = kapasitas mesin x jam kerja x rendemen pati
= 649,38 kg/jam x 9 jam/hari x 24,34 %
= 1.422,53 kg/hari
Sehingga kapasitas produksi desain usulan lebih besar dibanding dengan kapasitas
produksi di di desa Daleman, Tulung, Klaten, Jawa Tengah.
4.5.3. Harga Pokok Produksi (HPP) dan Harga Jual
Kapasitas produksi pada usulan desain ini adalah sebesar 33.116 kg/ bulan.
Jika dilihat dari data impor indonesia masih membutuhkan sebanyak 1569
ton/tahun. Hal ini mememungkinkan untuk mengambil peluang tersebut karena dari
46
segi harga produk lebih murah dibandingkan tepung sagu lainnya. Sedangkan dari
segi kualitas telah sesuai dengan standar SNI tepung sagu dan pada produksi tepung
sagu ini tidak menggunakan kaporit yang umunya digunakan pada proses produksi
tepung sagu.
Penentuan kebutuhan bahan baku berdasarkan kapasitas bandsaw ini
dikarenakan pada mesin bandsaw ini kita dapat mengetahui seberapa banyak
kebutuhan batang sagu yang diperlukan untuk menghasilkan tepung sagu sesuai
dengan target produksi. Sehingga untuk menghasilkan tepung sagu sebanyak
33.116 kg/bulan maka kita membutuhkan sebanyak 168.319,296 kg/bulan batang
sagu. harga pohon sagu yang siap ditebang dijual dengan harga yang bervariasi
tergantung dengan kandungan pati pada pohon tersebut, harganya berkisar antar 45-
50 rb rupiah (Cyril, 2017). Berat satu buah pohon sagu bisa mencapai hingga 250
kg per pohonnya (Maherawati, et al., 2011). Sedangkan untuk upah untuk
memebang pohon sagu dan memotongnya menjadi potongan yang lebih kecil satu
pekerja diberi upah 20 rb rupiah (Cyril, 2017).
Masing-masing alat difungsikan oleh 1 pekerja , jadi untuk 8 proses dengan
tenaga kerja yang dibutuhkan 9 orang pekerja. Untuk mempermudah dan
memperlancar proses produksi ditambahkan 1 orang pekerja tambahan yang
berfungsi untuk membantu memperlancar proses produksi. Pada saat proses ini
berlangsung diawasi oleh 1 orang mandor.
Gambar 4.21 Proses Produksi Tepung Sagu
Pada desain usulan, perhitungan harga pokok produksi menggunakan metode
variable costing sehingga biaya yang diperhitungkan adalah biaya bahan baku
langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
47
Biaya Bahan Baku Langsung
Biaya Bahan Baku Langsung : Kebutuhan batang sagu perbulan x Harga batang
sagu per kg
Kebutuhan batang sagu perbulan = Kapasitas Bandsaw perbulan
Kapasitas Bandsaw = 649,38 kg/jam
Jika dalam satu bulan bekerja selama 24 hari, dan 1 hari bekerja selama 9 jam
maka
Kapasitas Bandsaw per bulan = 649,38 kg/jam x 24 hari/bulan x 9 jam/hari
= 168.319,296 kg/bulan
Harga batang sagu Rp. 320/ kg
Sehingga biaya bahan baku langsung dalam 1 bulan adalah Rp. 53.862.175
Biaya Tenaga Kerja langsung
Biaya Tenaga Kerja langsung = Jumlah tenaga kerja x Upah tenaga kerja per hari
Jumlah tenaga kerja = 10 orang pekerja
Upah pekerja dalam 1 hari kerja (1 hari = 9 jam kerja) = Rp.100.000
Maka biaya tenaga kerja langsung = Rp. 1.00.000 perhari atau Rp.24.000.000 per
bulan
Biaya Overhead Pabrik
Biaya Mandor = Rp. 4.500.000 / bulan (Agustiyanti, 2017)
Energi (Bahan Bakar Genset) = Rp. 7.008.120/ bulan
Biaya maintanace mesin = Rp. 700.000/ bulan
Biaya lain-lainnya
Gaji supir truk (2 orang) = Rp. 12.000.000 / bulan
Bahan bakar truk = Rp.3.124.505 / bulan
Biaya maintance truk = Rp. 833.333 / bulan
Depresiasi = Rp. 3.798.096 / bulan
Telepon = Rp. 200.000 / bulan
Transportasi = Rp. 3.000.000 / bulan
Total biaya overhead pabrik = Rp. 34.871.893 / bulan
HPP = Biaya bahan baku langsung + biaya tenaga kerja langsung + biaya overhead pabrik
= Rp. 53.862.175 + Rp.24.000.000 + Rp. 34.871.893
48
= Rp. 112.734.068 per bulan untuk memproduksi 33.116 kg tepung sagu
HPP per kg tepung sagu = Rp. 3.317
Harga Karung (ukuran 25 kg) = Rp 2500/ karung
Harga Pokok Penjualan = HPP + Harga Karung
= Rp. 3.317 + Rp 100
= Rp. 3.417
Sedangkan untuk harga jual perkilogram tepung sagu dihitung menggunakan
metode cost plus pricing
Harga Jual Produk = Total Biaya Produksi + Laba Yang Diharapkan
Total Produksi dalam 1 bulan
Laba yang diharapakan adalah 90% dari total biaya produksi
Total biaya produksi = Rp. 112.734.068 per bulan
laba yang diharapkan = Rp. 101.460.661 perbulan
Total Produksi dalam 1 bulan = 33.116 kg
Sehingga :
Harga Jual Produk = Rp.112.734.068 + Rp101.460.661
33.116 = Rp.6.493/ kg
Untuk pengolahan tepung sagu di desa Daleman, Tulung, Klaten, Jawa
Tengah harga jual tepung sagu per kilogram adalah Rp. 7500 dengan laba yang
diperoleh sebesar Rp. 2000. Sehingga dapat diperkirakan HPP sebesar Rp. 5500/
kilogram, dimana untuk memperoleh tepung sagu basah diperlukan biaya sebesar
Rp 3.500/kg dan untuk mengolah dari sagu basah menjadi tepung sagu kering
memerlukan biaya sebesar Rp. 2000/ kg.
Jika dilihat dari harga pokok produksi dan harga jual setelah dilakukan
perbaikan mejadi turun (lebih murah) dibandingkan dengan proses sebelumnya,
harga jual sebelunya adalah Rp.7500/ kg menjadi Rp. 6.309/kg. Meskipun harga
jual tepung sagu lebih murah dibanding sebelumnya tapi kualitas tepung sagu yang
dihasilkan memiliki tetap kualitas yang baik. Justru setelah dilakukan perbaikan ini
pada saat pengolahan tepung sagu dihilangkan penggunan kaporit yang umunya
digunakan pada indutri tepung sagu untuk membersihkan pati basah dari abangan
(impurities). Sehingga harga yang lebih murah dan spesifikasi yang sesuai untuk
49
tepung sagu ini menjadi keunggulan dari tepung sagu yang dihasilkan setelah
dilakukan perbaikan
4.6 Analisis Kelayakan Investasi
Untuk mendirikan usaha ini diperlukan investasi untuk membeli truk dan
peralatan untuk membuat truk pengolahan tepung sagu. Rincian investasi yang
dikeluarkan terlihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Biaya Investasi
No. Nama Alat jumlah Harga Total
1 Truk 1 Rp525.500.000 Rp525.500.000
2 Bandsaw 1 Rp4.500.000 Rp4.500.000
3 pemarut empulur sagu 1 Rp7.695.000 Rp7.695.000
4 Mesin Ekstraksi Sagu 1 Rp11.670.000 Rp11.670.000
5 rotary separator 1 Rp8.953.000 Rp8.953.000
6 rotary dryer 1 Rp17.500.000 Rp17.500.000
7
penggiling tepung
sagu 1 Rp5.796.000 Rp5.796.000
8 pegayak tepung sagu 1 Rp6.700.000 Rp6.700.000
9 Jenset 1 Rp2.500.000 Rp2.500.000
10 Cerobong 1 Rp1.000.000 Rp1.000.000
11 drum plastik 3 Rp85.000 Rp255.000
12 Filter air 2 Rp800.000 Rp1.600.000
13 rangka drum 1 Rp400.000 Rp400.000
Total Rp594.069.000
Sumber dana yang digunakan berasal dari pinjaman bank BRI sebesar Rp.
600.000.000 juta dengan bunga sebesar 10,50%, angsuran pokok sebesar Rp.
12.660.00 per bulan dan dicicil selama 48 bulan. Selanjutnya dibuat proyeksi aliran
kas (cashflow) untuk melihat rincian pemasukan dan pengeluaran proses
pengolahan tepung sagu pada usulan desain. Aliran kas terlihat pada tabel 4.3
Selain dapat mengetahui aliran pemasukan dan pengeluran, dari tabel 4.3
dapat digunakan sebgai data untuk menghitung analisis kelayakan berupa net
present value, internal rate of return (IRR), payback periode (PP). Perhitungan
dilakukan dengan menggunkan software Ms. Excel sehingga diperoleh NPV
sebesar Rp.10.083.135.514, IRR 151,55% dan PP selama 1 tahun 7 bulan . Untuk
BEP setiap tahun terlihat pada tabel 4.5
50
Tabel 4.4. Aliran Kas(Cashflow)
Tahun 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Arus Kas Masuk
Volume
Penjualan (kg) 397392 437131 480844 528929 581822 640004 704004 774405 851845 937030
Harga (Rp./kg) Rp6.493 Rp6.623 Rp6.954 Rp7.302 Rp7.667 Rp8.050 Rp8.453 Rp8.875 Rp9.763 Rp10.739
Pendapatan (Rp.) Rp2.580.302.509 Rp2.895.099.415 Rp3.343.839.824 Rp3.862.134.997 Rp4.460.765.922 Rp5.152.184.639 Rp5.950.773.258 Rp6.873.143.114 Rp7.560.457.425 Rp8.316.503.167
Nilai Sisa (Rp.) Rp3.505.935 Rp3.505.935 Rp3.505.935 Rp3.505.935 Rp3.505.935 Rp3.505.935 Rp3.505.935 Rp3.505.935 Rp3.505.935 Rp3.505.935
Jumlah Rp2.583.808.443 Rp2.898.605.350 Rp3.347.345.759 Rp3.865.640.932 Rp4.464.271.856 Rp5.155.690.574 Rp5.954.279.193 Rp6.876.649.048 Rp7.563.963.360 Rp8.320.009.102
Arus Kas Keluar
Investasi Awal
(Rp.) Rp594.069.000
Biaya
Operasional dan
Perawatan
*tetap (Rp.) Rp686.085.297 Rp720.389.561 Rp756.409.040 Rp794.229.492 Rp833.940.966 Rp875.638.014 Rp919.419.915 Rp965.390.911 Rp1.013.660.456 Rp1.064.343.479
*variable (Rp.) Rp671.968.655 Rp705.567.088 Rp740.845.443 Rp777.887.715 Rp816.782.100 Rp857.621.205 Rp900.502.266 Rp945.527.379 Rp992.803.748 Rp1.042.443.935
Biaya angsuran
bank Rp151.920.000 Rp151.920.000 Rp151.920.000 Rp151.920.000 - - - - - -
Pajak Rp.322.150.347 Rp396.218.610 Rp509.451.383 Rp642.481.118 Rp844.064.637 Rp1.026.729.406 Rp1.240.307.104 Rp1.489.719.227 Rp1.667.249.747 Rp1.863.966.506
Jumlah (Rp.) Rp594.069.000 Rp2.192.144.705 Rp1.974.095.260 Rp1.974.095.260 Rp2.366.518.342 Rp2.494.787.703 Rp2.759.988.626 Rp3.060.229.285 Rp3.400.637.517 Rp3.673.713.951 Rp3.970.753.921
Arus kas Netto
(Rp.) -Rp594.069.000 Rp751.684.144 Rp924.510.090 Rp1.188.719.894 Rp1.499.122.608 Rp1.969.484.153 Rp2.395.701.948 Rp2.894.049.909 Rp3.476.011.531 Rp3.649.812.107
Rp3.832.302.713
51
Contribution margin ratio = (Sales−Variable Cost)
Sales x 100%
Contoh : contribution margin ratio tahun pertama
Contribution margin ratio = (Rp.2.580.302.509 −Rp.671.986.655)
Rp.2.580.302.509 x 100%
= 0,74 dan selanjutnya
Tabel 4.5 Contribution Margin Ratio
BEP-Sales = Fixed Cost
Contribution Margin Ratio
Contoh : BEP-Sales tahun pertama
BEP-Sales = Rp.686.085.297
0,74
= Rp. 927.671.858 dan selanjutnya
BEP-Unit = BEP−Sales
Price
Contoh : BEP sales tahun pertama
BEP-Sales = Rp.927.671.858
Rp.6.493
= 142871 kg atau 142,871 Ton dan selanjutnya
Tahun Unit
(Kg)
Sales Fixed Cost Variable Cost Contribution
Margin
Ratio
1 397392 Rp2.580.302.509 Rp686.085.297 Rp671.968.655 0,74
2 437131 Rp2.895.099.415 Rp720.389.561 Rp705.567.088 0,76
3 480844 Rp3.343.839.824 Rp756.409.040 Rp740.845.443 0,78
4 528929 Rp3.862.134.997 Rp794.229.492 Rp777.887.715 0,80
5 581822 Rp4.460.765.922 Rp833.940.966 Rp816.782.100 0,82
6 640004 Rp5.152.184.639 Rp875.638.014 Rp857.621.205 0,83
7 704004 Rp5.950.773.258 Rp919.419.915 Rp900.502.266 0,85
8 774405 Rp6.873.143.114 Rp965.390.911 Rp945.527.379 0,86
9 851845 Rp7.560.457.425 Rp1.013.660.456 Rp992.803.748 0,87
10 937030 Rp8.316.503.167 Rp1.064.343.479 Rp1.042.443.935 0,87
52
Tabel 4.6 BEP-Sales dan BEP-Unit Per Tahun
Tahun Unit (kg) BEP-Sales Price
BEP-Unit (kg)
1 397392 Rp.927.671.858 Rp.6.493 142871
2 437131 Rp.952.531.905 Rp.6.623 143823
3 480844 Rp.971.692.712 Rp.6.954 139729
4 528929 Rp. 994.544.611 Rp.7.302 136205
5 581822 Rp1.020.864.972 Rp.7.667 133152
6 640004 Rp.1.050.502.291 Rp.8.050 130493
7 704004 Rp.1.083.359.577 Rp.8.453 128166
8 774405 Rp.1.119.382.596 Rp.8.875 114656
9 851845 Rp.1.166.891.115 Rp.9.763 119523
10 937030 RP.1.216.874.325 Rp.10.739 113311
Suatu investasi bisnis dapat dikatakan layak jika nilai NPV > 0, IRR > suku bunga yang
dipakai dan PP < umur investasi (Setyawan, 2014). Pada usulan desain ini setelah dilakukan
perhitungan diperoleh NPV sebesar Rp.10.083.135.514 > 0, IRR sebesar 151,55% > 10,50%
dan PP selama 3 bulan < umur ekonomisnya yaitu selama 8 tahun, maka investasi usulan desain
ini dapat dinyatakan layak.
4.7 Update Proses Bisnis Terbaru
Proses bisnis diawali dengan supplier mengirimkan surat penawaran harga (SPH),
apabila harga telah disetujui supplier menerima faktur pembelian barang. Bagian gudang akan
membuat laporan penerimaan barang yang akan simpan di database perusahaan. Selain itu
bagian gudang akan melakukan pengecekan ketersediaan bahan baku. Jika bahan baku tidak
tersedia maka gudang akan membuat surat permintaan pembelian (SPP), setelah SPP disetujui
bagian gudang akan membuat SOP.
Proses produksi diawali dengan pemotongan batang sagu berukuran 30 cm dan mebuang
kulit batang sagu. empulur sagu kemudian diparut didalam mesin parut. Hasil parutan ini akan
diekstraksi untuk memisahkan antara ampas dan pati sagu. Pada proses ini ditambahkan air
untuk mengikat pati sagu. Campuran air dan pati ini akan dipisahkan didalam mesin rotary
separator untuk memisahkan antara pati dan air. Pati basah akan dikeringkan didalam mesin
rotary dryer. Setelah itu tepung sagu digiling dan diayak untuk mendapatkan tepung sagu yang
memiliki ukuran mesh yang sama.
53
Gambar 4.23 Proses Bisnis Terbaru