Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kepolisian Daerah Jawa Timur
Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) adalah bagian dari aparatur
negara yang diberi wewenang untuk menegakkan hukum di masyarakat dan
merupakan salah satu bentuk institusi dari aparat penegak hukum, yakni
kepolisian yang bekerja dibawah naungan POLRI (Kepolisian Republik
Indonesia). Karena kedudukannya sebagai alat penegak hukum, maka Kepolisian
Daerah Jawa Timur tentunya memiliki tugas sebagaimana juga dimiliki oleh alat
penegak hukum lainnya, antara lain ialah untuk memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat yang berada dalam ruang lingkup wilayah kerjanya.
Kepolisian Daerah Jawa Timur beralamat di Jalan Ahmad Yani No.116
Surabaya dan sebagai sebuah instansi, Polda Jatim mempunyai struktur organisasi
yang berfungsi untuk memperjelas tugas dan wewenang dari masing-masing
bagian. Susunan organisasi tersebut terdiri dari:1
1. Unsur Pimpinan
a. Kapolda; dan
b. Wakil Kapolda (Wakapolda).
2. Unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan/Pelayanan
a. Itwasda;
b. Roops;
c. Rorena;
d. Ro SDM;
e. Rosarpras;
f. Bidpropam;
g. Bidhumas;
h. Bidkum;
i. Bid TI Polri;
j. Spripim;
1 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2010, pasal 7-12
2
k. Setum; dan
l. Yanma.
3. Unsur Pelaksana Tugas Pokok
a. SPKT;
b. Ditintelkam;
c. Ditreskrimum;
d. Ditreskrimsus;
e. Ditresnarkoba;
f. Ditbinmas;
g. Ditsabhara;
h. Ditlantas;
i. Ditpamobvit;
j. Ditpolair;
k. Dittahti; dan
l. Satbrimob.
4. Unsur Pendukung
a. SPN;
b. Bidkeu; dan
c. Biddokkes.
5. Unsur Pelaksana Tugas Kewilayahan
a. Polres
Dalam melaksanakan tugasnya untuk mengawasi tindak pidana pemalsuan
merek, Kepolisian Daerah Jawa Timur melimpahkan kewenangan kepada
Ditreskrimsus (Direktorat Reserse Kriminal Khusus), khususnya Unit I HKI
dalam Subdit I Indagsi. Ditreskrimsus merupakan unsur pelaksana tugas pokok
yang berada di bawah Kapolda dan bertugas menyelenggarakan penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan
administrasi penyidikan PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.2 Dalam melaksanakan tugasnya, Ditreskrimsus menyelenggarakan
fungsi:3
a. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana khusus, antara lain tindak
pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah hukum
Polda;
b. penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta mempelajari dan
mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Ditreskrimsus;
2 Ibid, pasal 139 ayat (1) dan (2).
3 Ibid, pasal 139 ayat (3).
3
c. pembinaan teknis, koordinasi, dan pengawasan operasional, serta
administrasi penyidikan oleh PPNS;
d. pelaksanaan pengawasan penyidikan tindak pidana khusus di lingkungan
Polda; dan
e. pengumpulan dan pengolahan data serta menyajikan informasi dan
dokumentasi program kegiatan Ditreskrimsus.
Struktur Ditreskrimsus terdiri dari:4
a. Subbagian Perencanaan dan Administrasi (Subbagrenmin);
b. Bagian Pembinaan Operasional (Bagbinopsnal);
c. Bagian Pengawas penyidikan (Bagwassidik);
d. Seksi Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil,
disingkat Sikorwas PPNS; dan
e. Sub Direktorat (Subdit).
4 Ibid, pasal 141
4
Gambar 4.1: Struktur Organisasi Direskrimsus Polda Jatim 2014
Sumber: Data Sekunder, diolah, 2014
5
Dalam hal penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang dilakukan
Ditreskrimsus yang terjadi di daerah hukum Polda Jatim, yang diberi wewenang
adalah Sub Direktorat (Subdit). Subdit dalam Ditreskrimsus terdiri dari:5
1. Subdit I Tindak Pidana Indagsi
2. Subdit II Tindak Pidana Perbankan
3. Subit III Tindak Pidana Korupsi
4. Subdit IV Tindak Pidana Tertentu
Keempat Subdit di atas dalam menjalankan tugas penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana menyelenggarakan fungsi yang sama, yaitu sebagai berikut:6
a. penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang terjadi di daerah hukum
Polda;
b. pemberkasan dan penyelesaian berkas perkara sesuai dengan ketentuan
administrasi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana; dan
c. penerapan manajemen anggaran, serta manajemen penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana.
Dari keempat Subdit yang ada dalam Ditreskrimsus Polda Jatim, untuk
penanganan tindak pidana merek dilimpahkan kepada Subdit I Tindak Pidana
Indagsi, karena bagian Indagsi ini meliputi industri, dagang, dan investasi. Tindak
pidana merek merupakan kejahatan dalam kegiatan industri perdagangan barang
atau jasa. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Subdit I Tindak Pidana
Indagsi dibantu oleh sejumlah unit, antara lain:7
1. Unit I HKI
2. Unit II Asuransi
3. Unit III Industri
4. Unit IV Perdagangan
Dalam hal penanganan atas tindak pidana pemalsuan merek, Subdit I
Tindak Pidana Indagsi memberikan kewenangan kepada Unit I HKI untuk
menyelenggarakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan hingga proses
5 Struktur Organisasi Ditreskrimsus Polda Jatim, data diambil tgl 6 Maret 2014, pukul 10.00 WIB
6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2010, pasal 146 ayat
(2). 7 Struktur Organisasi Ditreskrimsus Polda Jatim, data diambil tgl 6 Maret 2014, pukul 10.00 WIB
6
pemberkasan dan penyelesaian berkas perkara. Unit I HKI sendiri tidak hanya
menangani masalah merek saja, tetapi seluruh permasalahan yang mencakup HKI
(Hak Kekayaan Intelektual) yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri (Paten,
Desain Industri, Merek, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang,
Varietas Tanaman).
7
B. Data Kasus Tindak Pidana Merek Yang Ditangani Ditreskrimsus Subdit
I Tipid Indagsi Dalam Tahun 2011-2014
Berikut adalah data kasus tindak pidana merek yang ditangani oleh
Ditreskrimsus Polda Jatim selama kurun waktu 4 tahun terakhir:
Tabel 4.1
Laporan Tindak Pidana Merek Ditreskrimsus Polda Jatim Tahun 2011-2014
NO. TAHUN KESATUAN JUMLAH LAPORAN
POLISI
JUMLAH
SELESAI
KETERANGAN
1. 2011 DITRESKRIMSUS
POLDA JATIM
11 LP 9 LP dgn rincian : SISA TUNGGAKAN =
2 LP dgn rincian :
· 5 LP SP3 · 1 LP P.19
· 2 LP P.21 · 1 LP Proses (Sidik)
· 2 LP Henti
Lidik
2. 2012 DITRESKRIMSUS
POLDA JATIM
5 LP 5 LP SP3 -
3. 2013 DITRESKRIMSUS
POLDA JATIM
10 LP 7 LP SP3 SISA TUNGGAKAN =
3 LP dgn rincian :
· 2 LP Proses (Sidik)
· 1 LP Tsk DPO
4. 2014 DITRESKRIMSUS
POLDA JATIM
4 LP 1 LP SP3 SISA TUNGGAKAN=
3 LP Proses (Sidik)
Sumber: Data Sekunder, diolah, 2014
Keterangan:
Data diatas merupakan ringkasan atas tindak pidana merek yang
ditangani oleh Ditreskrimsus Polda Jatim khususnya Subdit I Tipid
Indagsi Unit I HKI dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Adapun
keseluruhan data kasus yang penulis peroleh yang penulis lampirkan
dihalaman lampiran.
8
Adapun salah satu kasus yang paling menonjol yang ditangani oleh Ditreskrimsus
Polda Jatim, yaitu kasus tindak pidana merek Larutan Penyegar Badak. Berikut
adalah posisi kasus yang penulis dapatkan dari Ditreskrimsus Polda Jatim Subdit I
Tipid Indagsi Unit I HKI:8
“Bahwa pada tanggal 3 September 2003 WEN KEN DRUG CO (PTE)
LTD mengajukan pendaftaran merek no : 509205. Namun oleh Ditjen
HKI pada tanggal 4 Juni 2008 ditolak karena memiliki persamaan dengan
milik TJIOE BUDI YUWONO sertifikat merek No. : IDM000152059,
selanjutnya pihak WEN KEN DRUG CO (PTE) LTD berupaya lain
dengan mengajukan pertimbangan ke Komisi Banding Ditjen HKI pada
tanggal 11 Pebruari 2009 sehingga pada tanggal 1 April 2009 Komisi
Banding Ditjen HKI mengabulkan permohonan WEN KEN DRUG CO
(PTE) LTD selanjutnya memerintahkan Direktur Merek untuk
menerbitkan Sertifikat dengan no : IDM000199185.”
“Sekira tahun 2010 pihak WEN KEN DRUG CO (PTE) LTD juga
mengajukan permohonan sertifikat, disetujui dan dikabulkan dengan
terbitnya sertifikat no : IDM000241894. Sehingga pada tanggal 26 Januari
2011 TJIOE BUDI YUWONO mengajukan gugatan pembatalan Setifikat
No : IDM000199185 ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan putusan
No.: 10/MEREK/2011/PN. NIAGA.JKT PST dimana putusannya
mengabulkan pembatalan Sertifikat Merek No : IDM000199185 pada
tanggal 17 Oktober 2011 pihak WEN KEN DRUG CO (PTE) LTD
mengajukan permohonan kasasi namun ditolak.”
“Berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 595.K/Pdt.Sus/2011 tanggal
17 Oktober 2011 yang diantara putusannya berbunyi :
1. Menyatakan merek dagang dengan tulisan LARUTAN PENYEGAR
(dalam bahasa Indonesia, huruf Kanji, bahasa Inggris Cooling Water dan
huruf Arab. Lukisan “BADAK” dan Tulisan “CAP BADAK” dalam
bahasa Indonesia, huruf Kanji dan bahasa Inggris Rhinoceros Brand
adalah satu kesatuan merek dagang yang tidak terpisahkan.
2. Menyatakan batal sertifikat merek “ Cap Kaki Tiga+lukisan Badak atas
nama tergugat (WEN KEN DRUG CO (PTE) LTD) tertanggal 1 April
2009 dengan no: IDM000199185 dan mencoret dari Daftar Umum Merek
Ditjen HKI dengan segala akibat hukumnya.
3. “Bahwa sekitar bulan Oktober 2011, Managemen PT. Sentosa Karya
Gemilang (anak perusahaan PT. Sinde Budi Sentosa) mendapatkan
informasi dari PT. Mitra Sentosa Puritama (Agen penjualan produk PT.
Sinde Budi Sentosa) bahwa diwilayah jawa timur telah beredar minuman
merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga+Lukisan Badak dan minuman
Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga yang diduga hasil tindak pidana merek
yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhannya
8 Data kasus Unit I HKI Subdit I Tipid Indagsi Ditreskrimsus Polda Jatim, diambil pada tanggal 28
Juni 2014, pukul 10.00
9
dengan merek Larutan Penyegar Badak yang terdaftar di Ditjen HKI
Kementerian Hukum dan HAM RI.”
4. “Awalnya Merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga+Lukisan Badak
terdaftar di Direktorat Merek Ditjen HKI 2Kementerian Hukum dan HAM
RI dengan Nomor Daftar IDM000199185, namun pada akhirnya telah
dibatalkan oleh Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM RI pada
tanggal 20 Pebruari 2012 atas putusan Mahkamah Agung RI No. 595
K/Pdt.Sus/2011, tanggal 17 Oktober 2011 Jo. Putusan Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat No. 10/Merek/2011/PN. Niaga.Jkt.Pst tanggal 6 Juli 2011.”
5. Setelah adanya pembatalan Merek Cap Kaki Tiga+Lukisan Badak Daftar
Nomor IDM000199185, dan terdaftar di Ditjen HKI Kementerian Hukum
dan HAM RI, pada tanggal 29 Pebruari 2012 pihak PT. Sentosa Karya
Gemilang menemukan kegiatan penjualan minuman Merek Larutan
Penyegar Cap Kaki Tiga+Lukisan Badak dan Merek Larutan Penyegar
Cap Kaki Tiga.”
6. Dengan beredarnya minuman Merek Larutan Penyegar Cap Kaki
Tiga+Lukisan Badak dan Merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga yang
mempunyai kesamaan pada Merek Larutan Penyegar Badak yang terdaftar
di Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM RI, PT. Sinde Budi Sentosa
merasa dirugikan sehingga memberikan kuasa kepada pelapor untuk
melaporkan kejadian kepada pihak yang berwajib.”
Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi dan ahli serta penyitaan dokumen
dan barang bukti, kasus ini telah cukup bukti melanggar pasal 91 dan atau pasal
94 Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek yg berbunyi :
Pasal 91
“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang
sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)”
i. BARANG SIAPA : PT. Duta Lestari Sentratama
ii. DENGAN SENGAJA TANPA HAK: PT. Duta Lestari Sentratama
masih/tetap memperdagangkan minuman Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga
dan Minuman Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga +Lukisan Badak walaupun
mengetahui adanya somasi (Media Massa, Pebruari 2012) dan Putusan
Mahkamah Agung RI No. 595 K/Pdt.Sus/2011, tanggal 17 Oktober 2011
10
Jo. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 10/Merek/2011/PN.
Niaga.Jkt.Pst tanggal 6 Juli 2011 yang salah satunya menjelaskan bahwa
tulisan “Larutan Penyegar” merupakan satu kesatuan yang terdaftar pada
Direktorat Merek Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM RI
sebagaimana Sertifikat Merek Nomor IDM000152059 atas nama TJIOE
BUDI YUWONO.
iii. MENGGUNAKAN MEREK YANG SAMA PADA POKOKNYA DENGAN
MEREK TERDAFTAR MILIK PIHAK LAIN : PT. Duta Lestari Sentratama
memperdagangkan barang berupa Minuman dengan menggunakan Merek
“Larutan Penyegar baik huruf kanji maupun huruf arab”, yang mana
merek Larutan Penyegar merupakan milik pihak lain (PT. Sinde Budi
Santosa) yang terdaftar di Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM RI,
dan telah ada Putusan Mahkamah Agung RI No. 595 K/Pdt.Sus/2011,
tanggal 17 Oktober 2011 Jo. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.
10/Merek/2011/PN. Niaga.Jkt.Pst tanggal 6 Juli 2011 yang salah satunya
menjelaskan bahwa tulisan “Larutan Penyegar” merupakan satu kesatuan
yang terdaftar pada Direktorat Merek Ditjen HKI Kementerian Hukum
dan HAM RI sebagaimana Sertifikat Merek Nomor IDM000152059 atas
nama TJIOE BUDI YUWONO.
iv. BARANG DAN/ATAU JASA SEJENIS : Barang berupa Minuman Larutan
Penyegar Cap Kaki Tiga yang diduga hasil tindak pidana Merek yang
diperdagangkan oleh PT. Duta Lestari Sentratama merupakan barang
sejenis dengan Minuman Larutan Penyegar Cap Badak yang diproduksi
oleh PT. Sinde Budi Sentosa yaitu termasuk dalam kelas barang dan/jasa
11
05 berupa minuman kesehatan, minuman isotonic dan minuman energy
(yang mengandung obat-obatan, jamu-jamu)dan seterusnya.
v. YANG DIPRODUKSI DAN/ATAU DIPERDAGANGKAN : Bahwa barang
berupa minuman larutan penyegar Cap Kaki Tiga yang diduga hasil tindak
pidana Merek (produksi PT. Kinocare Era Kosmetindo) yang kemudian
oleh PT. Duta Lestari Sentratama d/a Jl. Margomulyo Indah Kav. 6
Surabaya dijual/diperdagangkan kepada agen-agennya yang ada di
Surabaya (Toko Saerah Surabaya dan Toko Sumber Jaya Surabaya),
sebagaimana bukti berupa surat jalan : Surat Jalan tertanggal 16 April
2012, Surat Jalan/faktur No. T012014512, tanggal 31-03-2012, Surat
Jalan/faktur No. T012008972, tanggal 28-02-2012, Surat Jalan/faktur No.
T012008910, tanggal 28-02-2012.
Pasal 94
“Barangsiapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau
patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92,
dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”
i. BARANG SIAPA : PT. Duta Lestari Sentratama
ii. MEMPERDAGANGKAN BARANG DAN/ATAU JASA : Bahwa PT. Duta
Lestari Sentratama memperdagangkan barang berupa minuman larutan
penyegar Cap Kaki Tiga yang diduga hasil tindak pidana Merek (produksi
PT. Kinocare Era Kosmetindo) kepada agen-agennya yang ada di
Surabaya (Toko Saerah Surabaya dan Toko Sumber Jaya Surabaya),
sebagaimana bukti berupa surat jalan : Surat Jalan tertanggal 16 April
12
2012, Surat Jalan/faktur No. T012014512, tanggal 31-03-2012, Surat
Jalan/faktur No. T012008972, tanggal 28-02-2012, Surat Jalan/faktur No.
T012008910, tanggal 28-02-2012.
iii. DIKETAHUI ATAU PATUT DIKETAHUI BAHWA BARANG DAN/ATAU
JASA TERSEBUT MERUPAKAN HASIL PELANGGARAN : PT. Duta
Lestari Sentratama tahu bahwa Merek Larutan Penyegar merupakan milik
pihak lain (PT. Sinde Budi Sentosa), hal tersebut dibuktikan dengan
adanya :
a. Somasi melalui media massa, pada bulan Pebruari 2012
b. Putusan Mahkamah Agung RI No. 595 K/Pdt.Sus/2011, tanggal 17
Oktober 2011 Jo. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.
10/Merek/2011/PN. Niaga.Jkt.Pst tanggal 6 Juli 2011 yang salah
satunya menjelaskan bahwa tulisan “Larutan Penyegar” merupakan
satu kesatuan yang terdaftar pada Direktorat Merek Ditjen HKI
Kementerian Hukum dan HAM RI sebagaimana Sertifikat Merek
Nomor IDM000152059 atas nama TJIOE BUDI YUWONO.
Dalam sengketa kasus merek Larutan Penyegar Badak dan Larutan
Penyegar Cap Kaki Tiga, menurut penulis ada suatu kesalahan dalam kronologi
pendaftaran merek untuk merek Larutan Cap Kaki Tiga, karena pada tanggal 17
september 2004 sdr. Tjioe Budi Yuwono telah melakukan pengajuan pendaftaran
merek dengan kata-kata “Larutan Penyegar Badak” beserta gambar badak dan
kaligrafi arab, lalu pengajuan pendaftaran tersebut disetujui dan dikeluarkannya
sertifikat merek oleh Ditjen HKI tertanggal 7 Januari 2008. Tetapi, dalam
penerimaan pendaftaran merek Larutan Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug CO,
13
PTE LTD, Ditjen HKI juga menerima dan mengesahkan pendaftaran merek pada
tanggal 24 Maret 2010 atas kata-kata “Cap Kaki Tiga” dengan gambar badak yang
memiliki persamaan seperti milik sdr. Tjioe Budi Yuwono. Dalam proses
pengesahan merek Cap Kaki Tiga milik sdr. Wen Ken Drug CO (PTE) LTD,
sebenarnya Ditjen HKI telah menolak pendaftaran merek pada tanggal 4 Juni
2008, tetapi karena sdr. Wen Ken Drug mengajukan banding pada tanggal 11
Februari 2009 dan Ditjen HKI mengabulkan permohonan banding tersebut pada
tanggal 1 April 2009, lalu sekitar tahun 2010 keluarlah sertifikat merek no:
IDM000241894 “Cap Kaki Tiga” dengan gambar badak. Hal ini merupakan suatu
kesalahan yang dilakukan oleh Ditjen HKI, karena dengan keluarnya sertifikat
merek Cap Kaki Tiga dengan gambar badak milik sdr. Wen Ken Drug CO (PTE)
LTD, maka jelas akan merugikan sdr. Tjioe Budi Yuwono yang telah terlebih
dahulu mendapatkan legalitas mereknya. Selain itu, dengan beredarnya 2 (dua)
produk larutan penyegar dengan cap yang berbeda tentu akan membuat
masyarakat bingung akan produk larutan mana yang memang benar-benar asli dan
berkhasiat menyegarkan tenggorokan. Hal ini akan jelas merugikan secara
finansial salah satu pihak pemilik merek asli yang mendaftarkan mereknya
terlebih dahulu.
Dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek telah
tercantum bahwa “Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung
salah satu unsur di bawah ini”:
a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum ;
b. tidak memiliki daya pembeda;
c. telah menjadi milik umum; atau
d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya.
14
Lalu juga dalam pasal 6:
1. Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek
tersebut:
a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu
untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang
dan/atau sejenisnya.
c. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula
diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang
memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
3. Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek
tersebut :
a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama
badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan
tertulis dari yang berhak;
b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama,
bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga
nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis
dari pihak yang berwenang;
c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel
resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah,
kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Dari penjelasan atas pasal 5 dan 6 diatas, maka telah jelas bahwa seharusnya
Ditjen HKI menolak apapun usaha (permohonan pendaftaran merek hingga proses
banding) dari pihak pendaftar merek yang memiliki persamaan atas kata-kata,
nama, gambar, cap, tanda, lambang, simbol yang tidak memiliki daya pembeda
dengan merek lain. Karena yang memiliki kewenangan menolak dan menyetujui
keluarnya sertifikat merek hanyalah Ditjen HKI. Oleh sebab itu, maka
kewenangan tersebut haruslah dipergunakan dengan sebaik-baiknya demi
kepentingan umum.
15
C. Upaya Kepolisian Daerah Jawa Timur Dalam Menangani Tindak Pidana
Pemalsuan Merek Yang Terjadi Di Wilayah Hukum Polda
Untuk menangani tindak pidana merek yang terjadi, Polda Jatim
melakukan beberapa tindakan. Tindakan-tindakan tersebut berupa tindakan secara
pre-emtif, preventif dan represif. Berikut penjelasan dari ketiga tindakan tersebut:
a. Tindakan pre-emtif adalah tindakan yang dilakukan sebelum tindakan
preventif. Tindakan pre-emtif yang dilakukan oleh kepolisian dalam
pencegahan kasus tindak pidana merek adalah himbauan dan pendekatan,
termasuk sosialisasi langsung ke user maupun dalam bentuk suatu kegiatan
acara.9
b. Tindakan preventif adalah tindakan yang diarahkan kepada usaha
pencegahan terhadap kejahatan. Tindakan tersebut diarahkan sebelum
suatu kejahatan dilakukan.10
Dan khusus dalam tindak pidana HKI,
tindakan preventif dari kepolisian sama dengan tindakan pre-emtif. Jadi
apabila tindakan pre-emtif dan preventif sudah dilaksanakan, maka
tindakan kepolisian selanjutnya adalah represif.11
c. Tindakan represif adalah tindakan penanggulangan yang dilakukan setelah
tindakan kejahatan tersebut dilakukan, tindakan yang dimaksud adalah
tindakan yang berupa pengusutan, penyidikan, penghukuman, dan
rehabilitasi.12
Berikut ini adalah tindakan represif dari kepolisian dalam penanganan
tindak pidana pemalsuan merek yaitu:
9 AKP Kurniawati D.L, wawancara diambil tanggal 12 Agustus 2014, pukul 17.00 WIB
10 Soedjono, Penanggulangan Kejahatan Crime Prevention, Alumni, Bandung, 1988, hal 43
11 AKP Kurniawati D.L, wawancara diambil tanggal 12 Agustus 2014, pukul 17.00 WIB 12
Ibid, hal 176
16
a. Menerima Aduan
Langkah awal yang dilakukan oleh penyidik dalam menangani
tindak pidana pemalsuan merek adalah dengan menerima aduan dari pihak
pemilik merek asli yang terdaftar sertifikat hak mereknya(untuk
selanjutnya disebut pihak pelapor). AKP ibu Kurniawati Dewi Lestari
menjelaskan bahwa langkah awal kepolisian hanyalah sebatas menerima
aduan dari pihak pelapor, tidak langsung melakukan tindakan tangkap
tangan, karena ini merupakan delik aduan. Dalam penerimaan aduan ini,
pelapor harus membawa barang yang diduga merupakan hasil tindak
pidana merek (palsu) dan membawa barang yang asli (lengkap dengan
sertifikat merek terdaftar) ke Kantor Subdit Tipid Indagsi Polda Jatim
untuk memperjelas tentang kejahatan pemalsuan merek yang terjadi.
Karena itu merupakan dasar bagi kepolisian untuk melanjutkan ke tahap
selanjutnya yang disebut tahap penyidikan dalam proses penanganan
tindak pidana pemalsuan merek.
Proses tersebut berbeda sekali dengan kejahatan-kejahatan pada
umumnya (seperti pencurian, pembunuhan, jual-beli dan pemakaian
narkoba, penggelapan, dan lain-lain), yang mana ketika kepolisian
menerima laporan dari masyarakat tentang akan/telah terjadinya kejahatan,
kepolisian akan melakukan penyelidikan dahulu dengan mengumpulkan
informasi dari masyarakat atau langsung terlibat dalam praktek jual-beli
dengan menyamar sebagai pembeli. Apabila memang terbukti, maka polisi
langsung melakukan tindakan tangkap tangan. Hal ini dikarenakan,
kejahatan yang dilakukan oleh pelaku bukanlah merupakan kali pertama
17
dia melakukan kejahatan, pasti kejahatan tersebut merupakan kejahatan
yang sudah berulang kali dilakukannya.
Menurut penulis, dalam proses penerimaan aduan tindak pidana
merek, kepolisian disini bersifat pasif dikarenakan prosesnya tidak sama
seperti tindak pidana umum. Tindak pidana umum, umumnya kepolisian
begitu mendapatkan laporan atas tindak pidana yang terjadi, akan langsung
melakukan tindakan tangkap tangan (apabila pelaku kejahatan masih
berada dalam jangkauan kepolisian), tetapi apabila pelaku berhasil kabur,
maka polisi akan langsung melakukan tindakan selanjutnya berupa
penyelidikan dan penyidikan. Tindak pidana merek ini merupakan tindak
pidana khusus, karena tindak pidana ini merupakan pelanggaran terhadap
hak atas merek. Hak atas merek merupakan hak eksklusif yang diberikan
oleh negara kepada pemilik merek untuk jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak
lain untuk menggunakannya. Hak eksklusif disini adalah suatu hak yang
hanya di berikan kepada pemegang suatu hak in casu merek dalam jangka
waktu tertentu untuk melaksanakan sendiri secara komersial atau
memberikan hak lebih lanjut kepada orang lain.13
b. Melakukan Penyidikan
Setelah keseluruhan informasi tentang laporan dan barang bukti
yang diadukan telah lengkap, maka proses selanjutnya yang dilakukan
kepolisian dalam menangani tindak pidana merek adalah melakukan
penyidikan. Dalam proses penyidikan untuk tindak pidana pemalsuan
13
Adami Chazawi, op.cit., hal 146
18
merek, penyidik juga berpedoman seluruhnya pada KUHAP. Tetapi, tata
cara yang dilakukan penyidik dalam melakukan pemeriksaan terhadap
saksi, ahli, dan tersangka, berbeda dengan tata cara pemeriksaan dalam
kejahatan umum lainnya. Proses penyidikan terhadap kejahatan umum
lainnya dilakukan oleh penyidik dengan memeriksa tersangka sebagai
langkah awalnya, karena dalam kejahatan umum, tersangka pasti sudah
tertangkap sebelum penyidikan ini berlangsung dan tanpa melalui surat
pemanggilan. Lalu, dalam pemeriksaan ahli untuk kejahatan umum,
penyidik akan memanggil ahli apabila dianggap perlu (seperti dalam hal
pemalsuan surat dan visum).
Tata cara pemeriksaan dalam tindak pidana merek berdasarkan
wawancara dengan AKP Kurniawati Dewi Lestari selaku anggota dari
Subdit I Tipid Indagsi, yaitu:
1. Pemeriksaan saksi
Dalam pemeriksaan terhadap saksi, tata cara yang digunakan
oleh penyidik secara keseluruhan berpedoman pada KUHAP. Tata cara
pemeriksaannya adalah sebagai berikut:14
i. Saksi diperiksa tanpa disumpah kecuali apabila ada cukup alasan
untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan
di pengadilan.
ii. Saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh dipertemukan yang
satu dengan yang lain dan mereka wajib memberikan keterangan
yang sebenarnya.
iii. Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan
tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun.
iv. Keterangan tersangka dan atau saksi dicatat dalam berita acara
yang ditandatangani oleh penyidik dan oleh yang memberi
keterangan itu setelah mereka menyetujui isinya.
14
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, pasal 116 ayat (1), (2), pasal 117 ayat (1), dan
pasal 118.
19
v. Dalam hal tersangka dan atau saksi tidak mau membubuhkan tanda
tangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan
menyebut alasannya.
Kenyataannya dalam memeriksa saksi untuk tindak pidana
merek, saksi bisa dihadirkan sebelum melakukan penyidikan. Dalam
hal ini, pelapor yang akan melakukan pengaduan atas tindak pidana
merek, selain membawa barang bukti dalam aduannya, bisa membawa
saksi yang dianggap mengetahui adanya tindak pidana merek. Ini
dilakukan agar dapat meyakinkan penyidik bahwa memang telah
terjadi pelanggaran merek dan dapat segera di proses.
Selepas dari menghadirkan saksi dalam aduan, pemeriksaan
saksi dalam penyidikan dilakukan sendiri-sendiri sesuai dengan
keterangan dari pelapor. Saksi-saksi dalam tindak pidana merek ini
biasanya meliputi, pekerja dalam perusahaan pelapor, pekerja dalam
perusahaan terlapor, dan pemilik toko (yang memperdagankan barang
hasil tindak pidana merek palsu ataupun barang aslinya). Namun,
pemilik toko hanya diperiksa sebagai saksi saja, tidak dapat menjadi
tersangka dikarenakan mereka tidak memproduksi barang-barang yang
diketahui hasil tindak pidana merek.
2. Pemeriksaan ahli
Ahli merupakan orang yang memiliki keahlian khusus dalam
bidang tertentu. Dalam tindak pidana merek ini ahli merek lah yang
berkewajiban menentukan jenis tindak pidana yang terjadi. Ahli yang
ditunjuk biasanya dapat dari golongan ahli perdata maupun dari
akademisi. Tahap pemeriksaan terhadap ahli merupakan tahap untuk
20
menentukan jenis tindak pidana merek yang dilakukan oleh
tersangka/terlapor, karena hanya dengan pernyataan dari ahli inilah
nantinya penyidik akan mengetahui apakah benar terjadi pelanggaran
terhadap merek sesuai dengan isi pasal 90-94 Undang-Undang Nomor
15 tahun 2001 tentang Merek.
Adapun tata cara pemeriksaan terhadap ahli, yaitu:15
i. Diberikan langsung dihadapan penyidik
ii. Diberikan secara tertulis
Berdasarkan tata cara dan proses dalam kenyataannya, tata cara
pemeriksaan terhadap ahli merek hanya diberikan secara langsung
dihadapan penyidik. Sedangkan tata cara pemberian secara tertulis
hanya dilakukan dalam hal kejahatan-kejahatan yang sifatnya bisa
menimbulkan luka (ringan atau berat) terhadap korban.
Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap ahli, penyidik harus
membuat surat penghadapan/pemanggilan terhadap ahli untuk datang
ke kantor Subdit I Tipid Indagsi, lalu ahli akan dimintai
keterangannya. Setelah ahli menghadap untuk dimintai keterangannya
akan kasus yang terjadi. Dalam proses ini, penyidik harus sudah
melengkapi keterangan saksi-saksi dan barang bukti dan nantinya akan
ditunjukkan kepada ahli. Hal ini harus dipenuhi agar dapat meyakinkan
ahli bahwa memang terjadi pelanggaran terhadap merek dan ahli dapat
dengan mudah menganalisa jenis pelanggaran apa yang terjadi. Dalam
pemberian keterangannya, pengucapan sumpah atau janji harus
15
Ibid, pasal 120 ayat (1) dan pasal 133
21
dilakukan oleh ahli untuk mendapatkan kepastian hukum, karena
berdasarkan keterangan ahli inilah yang digunakan nantinya untuk
menentukan jenis tindak pidana merek dan juga nantinya akan
digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana merek.
3. Pemeriksaan tersangka
Dalam tindak pidana merek, tersangka diperiksa setelah
mendapat keterangan saksi dan ahli, karena tindak pidana merek
merupakan delik aduan. Dalam delik aduan, penyidik tidak bisa
mengambil tindakan langsung seperti tindakan tangkap tangan atau
penahanan karena dalam hal aduan polisi hanya bertindak sebagai
perantara proses penanganan perkara. Selain itu, dibutuhkan juga
keterangan saksi-saksi, ahli, dan bukti yang kuat untuk membuktikan
bahwa tersangka benar-benar melakukan tindak pidana atau tidak.
Setelah mendapatkan keterangan dari saksi-saksi dan ahli, baru lah
kepolisian dapat melakukan pemanggilan terhadap tersangka untuk
diperiksa dan dimintai keterangannya.
Seperti halnya dalam pemeriksaan saksi dan ahli, dalam
pemeriksaan tersangka pun ada tata caranya. Tata cara dalam
pemeriksaan tersangka hampir keseluruhannya sama seperti tata cara
pemeriksaan saksi, tetapi ada satu tata cara yang belum disebut, yaitu:
i. Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang
sebenarnya ia telah lakukan sehubungan dengan tindak pidana
yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita
22
acara seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh
tersangka sendiri.16
ii. Dalam pemeriksaan terhadap tersangka, selain harus tetap
menerapkan asas praduga tak bersalah, polisi juga harus
memperhatikan hak-hak tersangka, karena apabila ada kesalahan
atau menyimpangi aturan dalam KUHAP tentang pemeriksaan
tersangka, maka tersangka bisa langsung mengajukan pra
peradilan. Apabila dalam pra peradilan terbukti ada kesalahan
dalam pemeriksaan tersangka, maka bisa langsung dilakukan
penghentian penyidikan demi hukum.
c. Melakukan Penggeledahan dan Penyitaan
Penyidik yang sebelumnya telah mendapatkan cukup bukti dan
berdasarkan keterangan saksi-saksi maupun tersangka, akan melanjutkan
ke tahap penggeledahan dan penyitaan. Dalam tahap ini, penyidik harus
melakukan pengajuan persetujuan penyitaan dan penggeledahan yang
mana ada 2 cara, yaitu:17
i. Mengurus surat izin dari Pengadilan Negeri sebelum dilakukannya
penggeledahan dan penyitaan.
ii. Dalam keadaan yang memaksa (overmacht), surat izin dari
Pengadilan Negeri didapatkan setelah melakukan penggeledahan
dan penyitaan.
Dalam point (i) diatas, setelah mendapatkan surat izin dari Pengadilan
Negeri, barulah penyidik melakukan tindakan penggeledahan dan
16
Ibid, pasal 117 ayat (2) 17
AKP Kurniawati D.L, wawancara diambil tanggal 26 April 2014, pukul 10.00 WIB
23
penyitaan ke tempat produksi dimana tempat itu adalah tempat yang
dipakai oleh tersangka untuk memproduksi barang-barang hasil tindak
pidana merek. Lalu dalam point (ii), apabila dirasa penyidik harus segera
dilakukan tindakan penggeledahan dan penyitaan karena keadaan yang
memaksa, surat izin dari Pengadilan Negeri didapatkan setelah penyidik
melakukan penggeledahan dan penyitaan.
Dalam melakukan penggeledahan, dengan atau tanpa surat izin dari
Pengadilan Negeri, penyidik yang datang ke lokasi produksi tindak pidana
merek tetap menghadirkan saksi untuk menyaksikan proses
penggeledahan, serta tidak lupa kepala desa atau ketua lingkungan tempat
tinggal tersebut juga harus turut serta menyaksikan. Hal ini tercantum
dalam KUHAP pasal 33 ayat (3) dan (4) bagian ketiga tentang
penggeledahan. Sedangkan penyitaan dilakukan pada saat penggeledahan
dilakukan dimana semua barang hasil tindak pidana merek disita tanpa
terkecuali. Lalu selanjutnya dibawa ke rumah penyimpanan barang sitaan
untuk disimpan dengan sebaik-baiknya. Selain tata cara yang telah penulis
sebutkan diatas, tata cara penggeledahan dan penyitaan juga tercantum
dalam KUHAP khususnya pasal 32-46.
Setelah penggeledahan dan penyitaan selesai, dalam tindak pidana
merek ini penyidik biasanya melakukan pemanggilan tersangka lagi
melalui surat panggilan atau secara kooperatif untuk datang sendiri ke
kantor. Tujuannya untuk memberitahukan bahwa setelah melakukan
penggeledahan dan penyitaan, penyidik akan melengkapi berita acara
pemeriksaan untuk diberkaskan dan karena telah lengkap keseluruhan
24
proses penyidikan, nantinya akan berikan kepada penuntut umum untuk
dilakukan Penuntutan dan setelah itu akan dilimpahkan kepada Kejaksaan
Tinggi.
d. Membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan Pemberkasan
Dalam tahap ini, penyidik telah selesai melakukan penyidikannya
untuk selanjutnya melengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) secara
keseluruhan mulai pemeriksaan saksi-saksi hingga penggeledahan dan
penyitaan. dalam BAP ini akan termuat segala bentuk pernyataan ahli yang
menguatkan ada atau tidaknya tindak pidana dalam kasus sengketa merek,
lalu pernyataan saksi-saksi, dan tersangka. Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) ini nantinya akan diberkaskan yang nantinya akan dinamakan
Berkas Perkara. Dalam tindak pidana merek, apabila BAP belum selesai
diberkaskan, terlapor/tersangka bisa meminta pengalihan perkara ke
Pengadilan Niaga untuk menghindari sanksi pidana yang ditetapkan dalam
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek.
Pengadilan niaga adalah pilihan yang biasa diambil oleh para
terlapor/tersangka tindak pidana merek, karena dalam penyelesaian kasus
merek waktu yang dibutuhkan relatif lama dan apabila dalam Pengadilan
Niaga ini terlapor tidak terbukti bersalah dan memenangkan kasus merek,
maka terlapor tidak akan dikenai sanksi pidana dari Kejaksaan Tinggi.
Dengan kata lain, terlapor akan bebas dari tuntutan pelapor. Namun,
apabila dalam Pengadilan Niaga, terlapor dinyatakan bersalah dan harus
membayar kerugian materiil, maka nantinya setelah selesai dari
Pengadilan Niaga, terlapor akan dapat dituntut ke Kejaksaan Tinggi dan
25
mendapatkan sanksi pidana sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek.
e. Melakukan Gelar Perkara
Gelar perkara merupakan ringkasan secara keseluruhan proses
penyidikan yang dilakukan oleh penyidik untuk dibahas secara bersama-
sama dengan seluruh unit untuk mendapatkan saran dan kritik atas kasus
merek yang ditangani penyidik. Gelar perkara ini adalah sarana penyidik
membeberkan kasus yang ditangani dan dimaksudkan untuk mendapatkan
masukan-masukan dari seluruh unit dalam Subdit I Tipid Indagsi. Setelah
gelar perkara selesai, maka penyidik dapat segera melengkapi BAP apabila
ada tambahan dalam gelar perkara, lalu akan diberikan kepada penuntut
umum untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi.18
Gelar perkara ini sama halnya seperti seminar, tetapi sifatnya
tertutup untuk kalangan tertentu. Kalangan tertentu dalam hal ini adalah
seluruh Subdit I Tipid Indagsi dan. Menurut penulis, dengan adanya gelar
perkara, keseluruhan tindakan penyidik dalam perkara merek akan
diberitahukan, dan didalam gelar perkara penyidik akan mendapatkan restu
untuk bisa melanjutkan perkara ke tingkat selanjutnya atau pun
diberhentikan. Hal ini juga didasarkan pada penyidikan atas saksi-saksi,
ahli, tersangka, dan barang bukti yang ada, serta kesimpulan penyidik
sendiri akan kasus yang ditanganinya, apakah itu terbukti unsur pidananya
ataupun tidak. Ini merupakan batu loncatan untuk penyidik dalam
menangani kasus merek, agar tidak terjadi kesalahan dalam menetapkan
18
AKP Kurniawati D.L, wawancara diambil tanggal 26 April 2014, pukul 10.00 WIB
26
sanksi-sanksi yang ada maupun mengeluarkan SP3 (Surat Perintah
Penghentian Penyidikan).
f. Melakukan Pra Penuntutan dan Penuntutan
Setelah proses pemberkasan dan gelar perkara selesai, penyidik
dapat menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum untuk diperiksa
dan diteliti apakah berkas perkara tersebut telah lengkap atau belum.
Penyerahan berkas perkara ini biasanya disertai barang bukti untuk
meyakinkan penuntut umum. Apabila berkas perkara dianggap belum
lengkap, maka penuntut umum akan mengembalikan berkas perkara
tersebut kepada penyidik untuk dilengkapi lagi kekurangannya. Proses
penyerahan dan pengembalian inilah yang dinamakan pra penuntutan.
Menurut AKP Kurniawati Dewi Lestari, proses pra penuntutan biasanya
maksimal hanya sampai 3 (tiga) kali, karena biasanya penuntut umum
kurang yakin terhadap pelanggaran terhadap pasal-pasal tentang merek
dan ada sedikit salah kata dalam penyusunan berkas perkara. Setelah
berkas perkara dinyatakan lengkap oleh penuntut umum, maka akan terjadi
pelimpahan kewenangan dari penyidik kepada penuntut umum. Dan
berkas perkara yang telah lengkap tersebut nantinya akan dilimpahkan ke
Kejaksaan Tinggi untuk dilakukan penuntutan. Dari sinilah nantinya
kejaksaan akan menentukan apakah kasus tindak pidana merek ini bisa
dilakukan penuntutan untuk selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan negeri
supaya mendapat kekuatan hukum yang tetap.
Dari keseluruhan proses penanggulangan tindak pidana merek yang
dilakukan oleh kepolisian, penulis berpendapat bahwa proses penanganan
27
tindak pidana merek yang dilakukan kepolisian sifatnya aktif ketika
kepolisian telah mendapatkan aduan dari pihak pemilik merek asli. Tanpa
adanya aduan akan tindak pidana merek, maka kepolisian akan pasif. Dan
dalam proses penyidikan, apabila terlapor mengerti bahwa kasus sengketa
merek bisa diselesaikan di pengadilan niaga, maka terlapor akan berusaha
untuk memenangkan sidang. Apabila dalam pengadilan niaga terlapor
menang, maka akan berimbas pada penanganan oleh kepolisian untuk
menjatuhkan sanksi pidana. Hal tersebut dikarenakan relevansi antara
pengadilan niaga dan penanganan kepolisian sangatlah terikat dalam hal
sengketa merek. Relevansinya adalah ketika dalam sengketa merek yang
dilakukan di pengadilan niaga dimenangkan oleh pihak pelapor, maka
penjatuhan sanksi pidana dalam prosesnya di kepolisian akan dapat
diberikan terhadap terlapor, karena unsur pidana dalam pasal 90-94
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek telah terpenuhi.
Sebaliknya, apabila di pengadilan niaga sengketa merek dimenangkan oleh
pihak terlapor, maka proses penanganan di kepolisian akan dapat
dihentikan, karena unsur pidana yang terkandung dalam pasal 90-94
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek tidak dapat
terpenuhi.
Seperti dalam kasus sengketa merek antara Larutan Penyegar
Badak dan Cap Kaki Tiga, dimana setelah sengketa itu dimenangkan oleh
sdr. Tjioe Budi Yuwono selaku pemilik merek asli, peran kepolisian dalam
menangani penyelesaian tindak pidana merek akan dimulai kembali sesuai
dengan prosedur yang sedemikian rupa, mulai proses penerimaan aduan,
28
melakukan penyidikan, melakukan penggeledahan dan penyitaan barang
bukti, membuat BAP (Berkas Acara Pemeriksaan), hingga melakukan pra
penuntutan. Perkara merek secara keseluruhan yang ditangani oleh
Ditreskrimsus Polda Jatim, jika dalam proses penyidikan tidak terbukti
adanya unsur tindak pidana, maka kepolisian akan langsung memberikan
SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Namun, jika terbukti ada
tindak pidana didalamnya, maka proses pun akan berjalan sesuai dengan
prosedur yang ada. Sama halnya dalam kasus Larutan Penyegar Badak,
ternyata dalam proses pemeriksaan saksi, para ahli, dan adanya barang
bukti, maka kepolisian akan mencantumkan pelanggaran pasal 91 dan atau
94 dalam berkas perkara yang akan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi.
29
D. Kendala yang dihadapi Kepolisian Daerah Jawa Timur dalam menangani
kasus tindak pidana pemalsuan merek
Dalam upaya menangani pemalsuan merek yang terjadi di daerah hukum
Polda Jatim, setiap pihak dan sistemnya harus bekerja dan berjalan secara
berkesinambungan, agar tercipta keselarasan antara sisitem dan segala sarana
prasarananya. Namun dalam kenyataannya, masih terdapat beberapa kendala yang
dialami oleh penyidik dari Unit I HKI Subdit I Tipid Indagsi Ditreskrimsus Polda
Jatim. Berikut adalah beberapa kendala yang dialami, antara lain:
1. Terbatas dalam delik aduan
Dalam kasus tindak pidana merek, menurut Dr. H. Adami Chazawi
dalam bukunya “Tindak Pidana Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)”,
semua tindak pidana dibidang merek merupakan tindak pidana aduan
absolut. Tanpa adanya pengaduan, kasus tindak pidana hak merek tidak
dapat dituntut ke pengadilan. Menurut penulis, pendapat Dr. H. Adami
Chazawi didasarkan pada pasal 95 Undang-Undang Nomor 2001 tentang
Merek yang berbunyi:
“Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91,
Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 merupakan delik aduan.”
Dan selain itu juga didasarkan pada pasal 95, juga didasarkan pada hak
atas merek yang tercantum dalam pasal 3, yang berbunyi:
“Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara
kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek
untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek
tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk
menggunakannya”
Dari penjelasan sebelumnya, dikatakan bahwa dalam delik aduan absolut
adalah merupakan suatu delik yang baru ada penuntutan apabila ada
30
pengaduan dari pihak yang dirugikan. Di dalam kasus tindak pidana
merek, pihak pemilik merek asli jelas dirugikan dengan adanya merek
tiruan/palsu yang sama dengan pemilik merek asli, sehingga hal tersebut
berdampak pada penilaian konsumen akan barang-barang yang diperjual-
belikan di pasaran.
2. Pemberian pertimbangan hukum dari Ditjen HKI dan ahli yang selalu
berbeda-beda
Hal ini didasarkan kepada pengetahuan antara Ditjen HKI dan ahli
merek yang berbeda. Ditjen HKI dalam memberikan pertimbangan hukum
selalu melihat dari kasus ke kasus. Sedangkan ahli memberikan
pertimbangan hukum berpacu pada substansi dari sebuah kasus dan
mengacu kepada Undang-Undang. Ahli dalam membeikan pertimbangan
hukum akan sebuah kasus juga berdasarkan keahliannya, pengetahuannya
yang didapatkan dengan pendidikan keahlian merek. Tampaknya hal ini
membuat bingung penyidik kepolisian dalam menentukan jenis pidana
mana yang terjadi dalam sebuah kasus. Oleh karena itu, setelah
mendapatkan pertimbangan hukum, penyidik juga melakukan gelar
perkara agar mendapatkan kepastian hukum akan penjatuhan sanksi pidana
dalam sebuah kasus merek.
3. Fungsi koordinasi yang kurang antara kepolisian dan Kejaksaan Tinggi
Setelah kepolisian menyelesaikan berkas perkara dan melimpahkan
kasus ke Kejaksaan Tinggi untuk dilakukan penuntutan, pihak Kejaksaan
akan membuat surat dakwaan dan melimpahkan kasus tindak pidana merek
ini ke Pengadilan Negeri untuk menentukan apakah tersangka dapat
31
dipidana atau tidak. Namun, kejaksaan kurang berkoordinasi dan
transparansi kepada penyidik apakah kasus merek yang telah dilimpahkan
ke pengadilan telah benar-benar dilimpahkan ke pengadilan guna
mendapatkan kepastian hukum. Hal ini membuat kepolisian menunggu
lama dan terkadang bisa sampai bertahun-tahun untuk mengetahui
kelanjutan kasus merek. Hal ini membuat kasus yang dilimpahkan ke
Kejaksaan tidak pernah memberikan kepastian hukum, dan membuat
kepolisian tidak mengetahui apakah tersangka telah ditahan atau tidak. Hal
ini membuat para pelaku tindak pidana merek masih bisa melakukan
tindakan produksi maupun penjualan barang hasil tindak pidana tersebut
dengan sangat leluasa, karena mereka belum mendapatkan kepastian
hukum akan putusan dari Kejaksaan.19
Berdasarkan uraian diatas, walaupun terdapat kendala dalam penyelesaian
kasus tindak pidana merek, Kepolisian Daerah Jawa Timur dipermudah oleh
unsur penunjang dalam menjalankan tugasnya. Unsur-unsur penunjang tersebut,
yaitu:
1. Adanya Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, sebagai
dasar hukum untuk membantu memberikan sanksi pidana terhadap pelaku
pemalsuan merek.
2. Kesigapan kepolisian dalam menerima aduan tindak pidana merek, yang
langsung segera membantu pelapor untuk melakukan penyidikan terhadap
pelaku/tersangka/terlapor yang diduga melakukan tindak pidana merek.
19
AKP Kurniawati D.L, wawancara diambil tanggal 26 April 2014, pukul 10.00 WIB
32
3. Mulai adanya dukungan dari masyarakat (pembeli maupun penjual) dan
pihak pemilik merek asli untuk berani mengadukan produsen merek palsu
yang diduga/dianggap memiliki kesamaan tanda/logo/gambar, karena
dianggap telah merugikan pihak pemilik merek asli.
4. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membantu kepolisian
dalam menjalankan tugas dan aktivitasnya, dimana teknologi ini
membantu kepolisian dalam hal penyidikan hingga penggeledahan dan
penyitaan barang-barang hasil tindak pidana merek.
Dari berbagai kendala diatas, penulis berpendapat bahwa tindak pidana merek
memang merugikan, tetapi kebiasaan masyarakat Indonesia yang saat ini
menggunakan barang-barang dengan harga yang murah tidak bisa kita ubah begitu
saja, karena perekonomian di negara Indonesia belum merata. Hal ini membuat
masyarakat memakai segala macam bentuk barang dengan tidak memperhatikan
merek. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai masyarakat wajib
melaporkan dengan membawa bukti barang yang diduga hasil tindak pidana
merek. Merek merupakan logo/gambar/tanda yang menjadi pembeda antara merek
satu dengan yang lainnya, yang dalam pendaftarannya memerlukan waktu yang
lama dan biaya yang tidak murah.