Upload
lykiet
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Wilayah
4.1.1 Tipologi Lahan
Kebun percobaan Dulamayo merupakan lahan kering yang termasuk pada DAS
Bulango yang sampai saat ini dikelola dan dikembangkan oleh Fakultas Pertanian
Universitas Negeri Gorontalo dengan luas sekitar 6 (enam) Ha. Lahan ini terletak
pada topografi landai sampai bergunung dengan elevasi sekitar 650 m di atas
permukaan laut. Selama ini lahan tersebut telah dimanfaatkan untuk budidaya
berbagai tanaman pertanian, terutama jagung. Namun, disamping produktifitasnya
yang masih rendah (3,6 ton / ha), juga lahan ini sering mengalami degradasi lahan.
Kebun percobaan Dulamayo ini termasuk dalam ekosistem lahan berlereng
dengan faktor pembatas yang cukup banyak. Namun, sampai saat ini belum diketahui
karakteristik dan potensi lahan setempat, sehingga pengelolaan lahannya belum
optimal. Pengelolaan lahan berdasarkan karakteristik dan kualitasnya perlu dilakukan
agar faktor pembatas penggunaannya dapat dihilangkan atau diminimalisir.
Tabel 4. Luas Lahan Kering di Desa Dulamayo Selatan Menurut
Penggunaannya.
No Jenis Lahan Kering Luas (Ha)
1. Untuk Bangunan 20
2. Tegal / Kebun 445
3. Padang Rumput 55
4. Kolam 2
5. Hutan 622
6. Perkebunan 1024
7. Kepentingan Lain 32
Jumlah 2200
Sumber: BP Kec. Telaga
4.1.2 Aksesibilitas
Kebun Percobaan ini terletak di Desa Dulamayo Selatan Kecamatan Telaga
Kabupaten Gorontalo dengan luas wilayah 44,5 Km2, jarak antara desa dulamayo
selatan dengan ibukota kecamatan yaitu sekitar 23 Km. Desa ini memiliki sebuah
sungai yang diberi nama Sungai Nanati dengan panjang sungai tersebut 3,3 Km dan
sebuah gunung dengan nama Gunung Damar.
25
PETA LOKASI PENELITAN Kebun Percobaan Dulamayo
Desa Dulamayo Selatan
Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo
KETERANGAN :
Batas Kecamatan
Sungai
Jalan Raya
Jalan Kabupaten
Pemukiman
Ladang
Perkebunan Kelapa
Kebun Campuran
Sawah Irigasi
Sawah Tadah Hujan
Lokasi Profil Pedon
Lokasi Penelitian
Sumber Data:
Peta Rupa Bumi Lembar Kota Gorontalo
Skala 1 : 50.000
0 2 5 km 1 1 3 4
m 50
0
123o00’
BT
0o40’ LU
10’
PRD3
PRD2
PRD1
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
41’
Stasiun Iklim
Bulota-Tapa
26
4.1.3 Demografi dan Ketenagakerjaan
Desa Dulamayo Selatan memiliki 3 Dusun dengan seorang Kepala Desanya
yaitu Bapak Idris Lameo. Berdasarkan kepadatan penduduknya, desa dulamayo
selatan memiliki jumlah kepadatan penduduk yang terendah dari semua desa yang
ada di Kecamatan Telaga yaitu 29 jiwa per Km2 dengan jumlah penduduknya secara
keseluruhan yaitu 1285 jiwa dan Desa Bulila berada diposisi pertama yaitu 3.175
jiwa per Km2.
Tabel 5. Jumlah Penduduk Dewasa dan Anak-anak Desa Dulamayo Selatan
Dewasa Anak-anak Jumlah
L P L P L P
812 656 455 362 1267 1.018
Jumlah 1285
Sumber: Pemerintah Desa
Data ini diambil berdasarkan data jumlah kepadatan penduduk kecamatan
telaga tahun 2010 dengan Jumlah penduduk Kecamatan Telaga pada waktu itu
adalah 21,091 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki 10.535 jiwa dan penduduk
perempuan 10.556 jiwa (Katalog BPS, 2011).
Tabel 6. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha Desa Dulamayo
Selatan.
No Jenis Pekerjaan / Lapangan Usaha Jumlah
1. TBM 311
2. Peternakan 25
3. Perkebunan 196
4. Kehutanan 89
5. Perdagangan 79
6. Transportasi 32
7. Pegawai Negeri 5
8. Jasa 26
Jumlah 763
Sumber: Pemerintah Desa
Dari sisi ketenagakerjaan, sebagian besar penduduknya bekerja di sektor
pertanian. Kualitas bangunan rumah yang ada di Desa Dulamayo Selatan untuk
bangunan yang permanen ada 63 bangunan dan yang tidak permanen ada 265
bangunan (Katalog BPS, 2011).
27
Untuk alat-alat pertanian yang tersedia di Desa ini masih sangat minim, mesin
penggerak kegiatan pertanian seperti traktor dan mesin pemberantas hama
pengganggu masih belum tersedia disana, yang ada hanya 2 buah pompa air yang
digunakan untuk proses pengairan. Di Desa ini terdapat pasar tradisional yang
digunakan sebagai akses perdagangan terutama untuk menjual hasil-hasil pertanian
(Katalog BPS, 2011).
28
4.2 Karakterisasi Morfologi Tanah di Kebun Percobaan Dulamayo
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kebun Percobaan Dulamayo, bahwa
semua pedon di lokasi tersebut tersebar pada tiga toposekuen, yaitu lereng bawah
dengan kemiringan lereng 16%, lereng tengah 22% dan lereng atas 25%. Horison
permukaan yang terbentuk pada pedon-pedon yang diamati telah mendapat pengaruh
pengolahan tanah yang relatif dangkal (Ap) hingga mencapai ≥15 cm. Hal ini diduga
disebabkan oleh perbedaan kemiringan lereng, terutama pada lereng 16% dan
menggunakan alat bantu pengolah tanah berupa bajak sapi dan cangkul yang tingkat
kedalamannya tidak konsisten. Sedangkan pada pedon yang berada pada kemiringan
lereng 22% dan 25% hanya menggunakan cangkul. Data morfologi dan sifat fisik
tanah yang telah diteliti disajikan pada Tabel 10. Disamping itu, sebaran warna
matriks pedon berdasarkan toposekuen dan lanskap disajikan pada Gambar 2 dan
Gambar 3. Karakterisasi morfologi tanah, antara lain meliputi; warna tanah, tekstur
tanah, struktur tanah, konsistensi dan pori tanah (Prijono, 2010).
Salah satu dari karakterisasi morfologi tanah yaitu warna tanah. Berdasarkan
Penelitian di lapangan, Semua pedon lahan kering yang ada di Kebun Percobaan
Dulamayo telah berkembang yang dicirikan oleh adanya strukturisasi (Horizon B).
Warna matriks tanah tergolong berhue 7,5 YR. pada pedon lereng atas (PRD1)
semakin dalam semakin gelap mulai dari kroma 8 dari atas hingga 63 cm dengan
kroma 6. Hal ini menunjukkan intensitas pencucian bahan yang cukup tinggi,
terutama pencucian bahan organik. Sementara untuk pedon pada lereng tengah dan
bawah (PRD2 dan PRD3) justru sebaliknya, semakin ke bawah lapisan semakin
terang. Kondisi ini menunjukkan bahwa terjadi penimbunan bahan pada lapisan di
atasnya. Nilai kroma yang ditunjukkan dari lapisan permukaan >3 hingga lapisan
bawah (≥ 80 cm) dengan kroma 8. Karatan tidak dijumpai baik pada lapisan
permukaan dan maupun lapisan ke bawahnya yang mengindikasikan baiknya
drainase tanah atau infiltrasi sangat cepat (Tabel 8). Warna matriks tanah
menunjukkan bahwa solum tanah telah berkembang dengan baik dan memberikan
petunjuk telah terjadi pelapukan yang cukup tinggi.
Horison permukaan (Ap) yang terbentuk pada pedon-pedon yang terpengaruh
pengolahan tanah dan horison Bw1 untuk PRD1 umumnya lebih bertekstur lempung
29
dengan kelas ukuran butir berlempung halus, kemudian untuk horison Bw2
mempunyai tekstur lempung berliat dengan kelas ukuran butirnya halus dan pada
horison BC bertekstur lempung berpasir yang mempunyai kelas ukuran butir
berlempung kasar. Selanjutnya untuk PRD2 dan PRD3 lebih jelasnya disajikan
dalam Tabel 10. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, perbandingan persentase
antara fraksi pasir, debu dan liat untuk PRD1 adalah 45% pasir, 30% debu dan 25%
liat pada horison permukaan (Ap), 47% pasir, 35 debu, 27% liat untuk Bw1, 29%
pasir, 34% debu, 37% liat pada horison Bw2 dan 52% pasir, 36% debu, kemudian
12% liat pada horison BC.
Pada pedon yang berada di lereng atas dan tengah (PRD1 dan PRD2) intensif
mengalami eluviasi, terutama liat yang ditunjukkan oleh peningkatan persentase liat
dari lapisan permukaan ke lapisan dibawahnya. Sementara pedon pada lereng bawah
justru mengalami proses iluviasi, tetapi polanya tidak beraturan. Hal ini cukup
beralasan karena disamping proses sedimentasi dari daerah atasnya, juga landform
pedon ini yang merupakan teras sungai, sehingga pengaruh pengendapan banjir
sungai juga sangat dimungkinkan.
Struktur tanah semua horison permukaan dan horison bagian bawah pada setiap
pedon yang ada di Kebun Percobaan Dulamayo telah memiliki struktur. Ukuran
struktur ini mulai dari halus, sedang sampai kasar dengan tingkat perkembangan
belum berkembang lemah sampai kuat. Pada semua pedon lebih didominasi oleh
struktur gumpal, tetapi pada lapisan terbawah terdapat struktur prismatik dan
kolumnar. Untuk PRD1 pada horison permukaan (Ap) dan horison Bw1 berstruktur
gumpal dengan ukuran strukturnya halus, horison Bw2 berstruktur gumpal dengan
ukuran strukturnya sedang, dan horison BC mempunyai struktur prismatik dengan
ukuran sturkturnya kasar. Selanjutnya untuk PRD2 dan PRD3 lebih jelasnya
disajikan dalam Tabel 10. Beragamnya struktur tanah ini dipengaruhi oleh kadar liat
pada masing-masing pedon. Menurut Rachim (1994), liat cenderung membentuk
struktur gumpal. Hal ini sejalan dengan pernyataan Chesters et al. (1957)
sebelumnya bahwa salah satu agen penyemen terpenting sebagai penunjang agregasi
adalah koloid liat. Pengaruh liat sebagai agen penyemen terlihat jelas pada semua
pedon yang mempunyai struktur gumpal.
30
Variasi struktur tanah, baik antar horison, antar pedon dan antar lokasi
berpengaruh pada konsistensi tanah dalam keadaan basah. Pada semua pedon
konsistensi tanahnya hampir sama, yaitu agak lekat, lekat sampai sangat lekat
Konsistensi tanah di semua horison yang demikian erat kaitannya dengan kadar liat
sebagai agen pengikat struktur (Chesters et al. 1957). Hal ini didukung oleh
pernyataan Rachim (2007) yang menyatakan bahwa tanah yang berkadar liat tinggi
cenderung mempunyai konsistensi lekat dan plastis. Penelitian di Lapangan untuk
PRD1 menunjukkan bahwa horison permukaan (Ap), Horison Bw1, dan Bw2
mempunyai konsistensi yang agak lekat dan horison BC tidak lekat, kemudian PRD2
untuk horison permukaan, Bw1, Bw2, dan Bw3 konsistensinya lekat dan horison BC
sangat lekat, konsistensi PRD3 untuk Ap, Bw1, Bw2, dan Cr berturut-turut yaitu
agak lekat, lekat, sangat lekat dan tidak lekat.
31
Tabel 7. Sifat Morfologi dan Fisik Tanah di Kebun Percobaan Dulamayo
Horison Kedalaman
(cm)
Warna Lembab
Batas Struktur Konsistensi
(Basah)
Tekstur (%)
Kelas Tekstur Kelas Ukuran Butir Koordinat Matriks Pasir Debu Liat
PRD1
N 00033.122’
E 123003.600’
Ap 0-11 7,5 YR 6/8 cs 1 f ab ss 45 30 25 Lempung Berlempung Halus
Bw1 11-29 7,5 YR 5/6 gs 1 f ab ss 47 35 27 Lempung Berlempung Halus
Bw2 29-40 7,5 YR 4/6 ds 1 m ab ss 29 34 37 Lempung Berliat Halus
BC 63 7,5 YR 4/6 cw 1 c p so 52 36 12 Lempung Berpasir Berlempung Kasar
PRD2
N 00042.031’
E 123003.124’
Ap 0-15 7,5 YR 3/3 gs 1 f ab s 40 33 27 Lempung Berlempung Halus
Bw1 15-27 7,5 YR 3/4 cs 1 f ab s 43 35 22 Lempung Berlempung Halus
Bw2 27-45 7,5 YR 4/6 ds 1 f ab s 30 34 36 Lempung Berliat Berlempung Halus
Bw3 45-68 7,5 YR 4/6 cw 1 f ab s 47 15 38 Liat Berpasir Halus
BC 68-80 7,5 YR 5/6 ds 0 vs 50 12 38 Liat Berpasir Halus
PRD3
N 00042.065’
E 123003.024’
Ap 0-15 7,5 YR 3/4 as 1 f ab ss 55 26 19 Lempung Liat Berpasir Berlempung Kasar
Bw1 15-30 7,5 YR 4/6 aw 1 f ab s 57 22 21 Lempung Liat Berpasir Berlempung Halus
Bw2 30-55 7,5 YR 5/6 dw 1 f ab vs 56 26 18 Lempung Liat Berpasir Berlempung Kasar
Cr 65 7,5 YR 6/8 dw 3 c p so 60 3 37 Liat Berpasir Berlempung Halus
Keterangan: cs=jelas rata; gs=berangsur rata; ds=baur nyata; cw=jelas berombak; aw=nyata berombak; as=nyata rata; f=halus,
m=sedang, c=kasar; ab=gumpal, p=prismatik; vs=sangat lekat; ss=agak lekat;so=tidak lekat;s=lekat.
32
m 10 150 250
Gambar 2. (a) Lokasi dan Posisi Relief setiap Pedon Pewakil dalam Toposekuen dan (b) Profil Formasi Geologinya
PRD3:
Elevasi=±372
∟=16%
PRD2:
Elevasi=±453
∟=22%
PRD1:
Elevasi=±549 ∟=25%
m dpl
600
500
400
300
200
0 Jarak Horisontal
Ele
vas
i
Krotofinas
33
Gambar 3. Sebaran Warna Matriks, Tekstur dan Besar Butir Pedon Berdasarkan Toposekuen di Kebun Percobaan
Dulamayo
KETERANGAN:
L=lempung; CL=lempung berliat; SL=lempung berpasir;
SC=liat berpasir; SCL=lempung liat berpasir; F=halus;
FL=berlempung halus; CoL=berlempung kasar.
7,5 YR 3/4
SCL / CoL
7,5 YR 4/6
SCL / FL
7,5 YR 5/6
SCL / CoL
7,5 YR 6/8
SC / FL
7,5 YR 3/3
L / FL
7,5 YR 3/4
L / FL
7,5 YR 4/6
CL / FL
7,5 YR 4/6
SC / F
7,5 YR 5/6
SC / F
7,5 YR 6/8
L / FL
7,5 YR 5/6
L / FL
7,5 YR 4/6 CL / F
7,5 YR 4/6
SL / CoL
34
PRD1 PRD2 PRD3
Koordinat: Koordinat: Koordinat:
N 00033.122’ N 00
042.031’ N 00
042.065’
E 123003.600’ E 123
003.124’ E 123
003.024’
Gambar 4. Profil Pedon PRD1, PRD2, dan PRD3 beserta Lanskapnya di Kebun
Percobaan Dulamayo Desa Dulamayo Selatan Kecamatan Telaga
Kabupaten Gorontalo
35
Tabel 8. Laju Infiltrasi di Kebun Percobaan Dulamayo
Infiltrasi I (cm/jam)
PRD1 PRD2 PRD3
I terkoreksi (I=Q/A) Kriteria Kapasitas Infiltrasi
27.86869 Sangat Cepat
28.22866 Sangat Cepat
30.107218 Sangat Cepat
Tabel diatas menunjukkan bahwa laju infiltrasi dari setiap pedon di Kebun
Percobaan Dulamayo untuk PRD1 27,8 cm/jam, PRD2 28,2 cm/jam dan PRD3 30,1
cm/jam tergolong sangat cepat. Menurut Hanafiah (2005), laju infiltrasi akan sangat
tergantung oleh permeabilitas tanah. Berikut adalah kriteria kelas permeabilitas tanah,
yaitu: sangat lambat untuk <0,125 cm/jam; lambat untuk 0,125-0,5 cm/jam; agak
lambat untuk 0,5-1,6 cm/jam; sedang untuk 1,6-5 cm/jam; agak cepat untuk 5-16
cm/jam; cepat untuk 16-25 cm/jam; dan sangat cepat untuk >25 cm/jam. Sifat ini
penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah.
Tekstur pedon lahan kering didominasi oleh lempung. Pada horison-horison
bagian atas pada umumnya lebih halus dibanding horison bagian bawah. Hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi proses eluviasi dan iluviasi (liksiviasi) liat halus,
walaupun masih lemah dan setiap pedon belum dijumpai adanya selaput liat (clay
skins), tetapi belum sampai terbentuk horison argilik. Pengangkutan lain proses ini
belum begitu penting. Umumnya sebaran fraksi liat dalam solum pada pedon lereng
atas dan bawah relatif beraturan yang menunjukkan sifat dari zona pencucian. aturun
sesuai kedalaman. Hal ini merupakan salah satu sifat dari bahan endapan. Kondisi
tersebut sesuai dengan formasi geologinya yang termasuk formasi Diorit Bone
(Apandi dan Bachri 1997).
4.3 Sifat Kimia Tanah
Dalam pelaksanaan penelitian ini, analisis sifat kimia tanah mengarah pada
penciri klasifikasi, indikator kesuburan tanah dan juga membantu mengetahui proses
pedogenesis yang terjadi dalam tanah. Penilaiannya didasarkan pada kriteria Staf
36
Peneliti Pusat Penelitian Tanah (1983). Hasil analisis sifat kimia tanah di Kebun
Percobaan Dulamayo sebagian disajikan pada pada Tabel 9.
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa di kebun percobaan Dulamayo
mempunyai reaksi tanah yang umumnya masam sangat kuat sampai agak masam,
dengan nilai pH mulai dari pH >4,16-<6,28 (Soil Survey Division Staff 1993). Dalam
hal ini, di daerah penelitian merupakan tempat pencucian basa dan lebih tampak pada
tanah yang berdrainase baik. Perbedaannya yang menonjol juga yaitu dari nilai pH
pedon PRD1 dan PRD3 (lereng atas dan lereng bawah) yang lebih rendah dari pedon
PRD2 (lereng tengah). Hal ini membuktikan bahwa pencucian lebih intensif pada
lereng atas jika terjadi hujan karena drainasenya lebih baik.
37
Tabel 9. Sifat Kimia Tanah di Kebun Percobaan Dulamayo
Pedon Kedalaman
(cm)
pH(1:5) Hasil analisis dihitung berdasarkan contoh tanah kering 105
oC
Bahan Organik Eks. HCl 25 % Bray I
P2O5
Ekstrak Amonium asetat ( CH3COONH4) 1 M pH 7 Eks. KCl 1 M
H2O KCl C N C/N P2O5 K2O K Ca Mg Na Jumlah KTK KB Al H
%
mg/kg mg/kg ----------------- cmol(+)/kg ------------------- % cmol(+)/kg
PRD11 0-11 5,46 4,51 1,23 0,13 10 154 42 4,27 0,06 8,51 5,79 0,14 14,50 13,53 >100 - 0,04
PRD12 29-40 5,44 4,57 0,54 0,06 9 86 22 1,05 0,17 11,24 7,14 0,10 18,66 16,72 >100 - 0,04
PRD21 0-15 6,28 5,53 1,85 0,22 9 170 413 5,57 0,48 15,04 4,36 0,05 19,93 16,90 >100 - 0,06
PRD22 27-45 5,93 4,54 0,47 0,06 7 89 100 1,05 0,15 9,83 4,97 0,06 15,02 15,64 96 0,06 0,04
PRD31 0-15 4,54 3,73 1,32 0,09 14 855 305 4,21 0,21 4,83 2,21 0,06 7,32 13,85 53 3,70 0,05
PRD32 30-55 4,16 3,66 0,67 0,06 10 836 210 1,32 0,15 4,56 1,64 0,05 6,40 14,88 43 5,91 0,04
- = tidak terukur
38
Berdasarkan hasil analisis yang disajikan pada Tabel 9 bahwa pada setiap
pedon dari kedalaman yang berbeda yaitu pada horizon permukaan dan horizon B
nilai dari pH KCl lebih rendah daripada pH H2O. Menurut Suharta (2007), nilai pH
KCl yang lebih rendah dari pH H2O menunjukkan tanah-tanah ini didominasi oleh
mineral liat bermuatan negatif. Semua pedon yang diteliti di Kebun Percobaan
Dulamayo mempunyai pH negatif hal ini tampak dari selisih nilai pH KCl dan pH
H2O (∆pH), sehingga semua pedon yang diteliti bermuatan bersih negatif. Tanah ini
telah mengalami pelapukan yang cukup lanjut, hal ini disebabkan karena intensifnya
pencucian yang ditunjukkan oleh nilai pH tanah yang masam sangat kuat sampai agak
masam.
Pola sebaran C-organik pada umumnya cenderung tinggi di permukaan dan
menurun secara drastis pada horison B, yaitu pada PRD11, PRD21, PRD31 (horizon
permukaan) berturut-turut yaitu 1.23, 1.85, dan 1.32 kemudian menurun menjadi
0.54, 0.47 dan 0.67 pada PRD12, PRD22, dan PRD32. Pada Tabel 9 menunjukkan
bahwa hampir sebagian besar pedon mempunyai kandungan C-organik relatif rendah
(>1,0%-<2,0%). Pada horison permukaan semua pedon masih ditemukan kandungan
C-organik yang rendah (1,0-2,0%). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
kandungan C-Organik di daerah penelitian tergolong rendah, hal ini merupakan pola
umum tanah yang telah berkembang.
Basa-dd pada semua pedon yang diteliti yang tertera pada Tabel 9 menunjukkan
bahwa basa yang dominan adalah kalsium (Ca-dd) sebanyak 4,56-15,74 me 100 g-1
dan tergolong rendah sampai sangat tinggi. Dominasi Ca dan Mg dalam suatu tanah
merupakan salah satu ciri dari tanah-tanah yang berkembang dari bahan volkan
(Prasetyo et al. 2005). Berdasarkan jumlahnya, maka basa-dd dapat disajikan sesuai
deret: Ca>Mg>K>Na. Rendah sampai tingginya basa-dd disebabkan oleh tingkat
pencucian basa-basa yang tinggi mengingat tekstur tanah dominan halus, bahan induk
yang miskin sumber hara. Fraksi pasir di semua pedon memiliki hornblende (hijau
dan coklat), dan hiperstin yang merupakan sumber Ca dan Mg (Lampiran 4).
39
Kapasistas tukar kation (KTK) untuk semua pedon lahan kering ini tergolong
rendah (Tabel 9). Beberapa faktor yang mempengaruhi KTK diantaranya adalah
bahan organik dan jenis mineral liat (Prasetyo et al. 2007). Semua pedon mempunyai
kadar C-organik yang rendah, sehingga yang paling berpengaruh terhadap KTK
adalah jenis mineral, terutama kaolinit, dan iilit (Tabel 8). Diantara ke tiga pedon
lahan kering, hanya pedon PRD3 yang mempunyai nilai KTK paling rendah (14,36
me 100 g-1
). Sedangkan pedon yang paling tinggi adalah PRD2 sebesar 16,27 me 100
g-1
yang masih tergolong rendah.
Kejenuhan basa (KB) merupakan salah satu indikator kesuburan tanah. Pedon
pada lereng atas dan tengah menunjukkan dominasi KB yang sangat tinggi.
Sedangkan pedon pada lereng bawah justru hanya sedang saja.
Kadar P2O5 tanah yang diekstrak dengan HCl 25% (P potensial) tergolong
sangat tinggi, sementara yang diekstrak dengan metode Bray 1 (P tersedia/aktual)
menunjukkan kecenderungan sangat rendah. Sedangkan untuk kadar K2O tanah yang
diekstrak dengan HCl 25% (K Potensial) tergolong tinggi sampai sangat tinggi.
Tingginya kadar K2O ini diduga disebabkan oleh cukup tersedianya mineral sumber
K dalam tanah. Mengacu pada nilai KTK, P2O5, K2O, jumlah basa dan KB, tanah
yang diteliti menunjukkan tingkat kesuburan yang rendah. Nilai-nilai tersebut
mencirikan tanah yang sudah tua. Hal ini sesuai dengan umur bahan induk Diorit
pada Miosen Tersier Akhir.
Mineral fraksi pasir membantu mengetahui komposisi dan cadangan mineral
yang ada dan menduga jenis bahan induk tanah (Hardjowigeno 1993 dan Rachim
2007). Hasil analisis mineral fraksi pasir pada pedon lahan kering pewakil disajikan
pada Lampiran 4. Pada semua pedon umumnya telah banyak kehilangan mineral
mudah lapuk (MML) yang ditunjukkan oleh persentasenya <60%. Mineral fraksi
pasir pada pedon yang terletak di lereng atas relatif telah mengalami pelapukan lebih
intensif dibandingkan pedon yang terletak di lereng tengah dan bawah karena
dominasi MSL (mineral sukar lapuk), terutama opak, kuarsa dan fragmen batuan.
40
Pada pedon PRD2 dan PRD3, kandungan MML lebih tinggi persentasenya
(33% dan 25%) dibandingkan pedon PRD1 (11,5%) yang didominasi oleh epidot
(Lampiran 4). Epidot ini merupakan sebagian kecil hasil pelapukan plagioklas
bersama dengan kuarsa, pirit dan kalsit (Merchant 1978). Hal ini menunjukkan bahwa
semua pedon di daerah penelitian awalnya mengandung mineral plagioklas yang telah
mengalami pelapukan, sehingga telah habis sama sekali.
4.4 Faktor-Faktor Utama yang Mempengaruhi Pembentukan Profil Tanah di
Kebun Percobaan Dulamayo
Di daerah penelitian, proses pembentukan profil tanah dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu; iklim, bahan induk, topografi, waktu dan aktifitas manusia.
Faktor organisme dalam hal ini tidak dipertimbangkan lagi dengan asumsi bahwa
organisme yang ada saat ini telah mengalami suksesi karena pengaruh manusia.
Tabel 10. Faktor-Faktor Utama Pembentuk Tanah di Kebun Percobaan
Dulamayo
Faktor Pembentuk
Tanah
Lokasi
PRD1 PRD2 PRD3
Iklim (cl):
Suhu (oC) 28.63 28.63 28.63
Curah Hujan (mm) 1.245 1.245 1.245
Bahan induk (pm) Diorit Diorit Diorit
Umur (t) Miosen Akhir
Epoch Tersier
Miosen Akhir
Epoch Tersier
Miosen Akhir
Epoch Tersier
Topografi (r) Bergunung Bergunung Bergunung
Manusia (h) 1x tanam / tahun 1x tanam / tahun 1x tanam / tahun
Semua tanah yang diteliti di lapangan berada di sekitar garis khatulistiwa
(equator) pada posisi 0o LU dan 123
o BT dimana iklim sangat mempengaruhi
pelapukan mineral, kondisi ini terlihat dari suhu yang tinggi (28,63oC) dengan curah
hujan sedang (1.245 mm), setelah iklim yang sangat mempengaruhi berikutnya
adalah bahan induk tanah yang berasal dari volkan tua masam dengan formasi diorit
dan keadaan topografi yang bergunung dengan kemiringan lereng 16% untuk lereng
41
atas, 22% untuk lereng tengah dan 25% untuk lereng atas, dari kelima faktor tersebut
(Tabel 10) tiga faktor yaitu iklim, topografi dan bahan induk adalah faktor yang
paling mempengaruhi proses pembentukan tanah di lokasi penelitian. Menurut
Firdausy (2011), iklim merupakan faktor yang mempengaruhi kecepatan
pembentukan tanah. Setiap tempat pada waktu tertentu memiliki temperatur, suhu
udara, tekanan udara, kelembaban, keadaan awan, dan presipitasi yang relatif
berbeda.
Tabel 11. Neraca Air di Stasiun Bulota-Tapa dan Sekitarnya
Komponen
Iklim
Bulan
∑ Rataan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
P (mm) 113,49 90,51 157,61 161,63 144,65 87,90 85,49 31,01 34,20 97,41 124,53 116,75 1.245 103,77
PE (mm) 65,79 44,31 101,09 104,30 90,72 42,74 41,29 8,61 10,52 48,45 74,62 68,40 701 58,40
PE-75%
(mm)
49,34 33,23 75,82 78,23 68,04 32,06 30,97 6,45 7,89 36,33 55,97 51,30 526 43,80
PE-50%
(mm)
32,90 22,15 50,54 52,15 45,36 21,37 20,65 4,30 5,26 24,22 37,31 34,20 350 29,20
t (oC) 28,33 28,35 28,53 28,85 29,01 28,38 28,11 28,34 28,73 29,33 28,91 28,69 344 28,63
RH (%) 89,08 87,98 88,23 87,55 87,55 87,81 85,93 81,09 78,23 81,71 87,24 88,73 1.031 85,93
λ (%) 62,29 62,25 60,66 66,37 71,60 63,14 68,39 75,61 77,79 76,02 64,59 63,60 812 67,69
Etp (mm) 153,70 138,90 153,70 157,00 153,70 149,30 153,70 161,60 149,30 161,60 149,30 153,70 1.836 152,96
Etp-75%
(mm)
115,28 104,18 115,28 117,75 115,28 111,98 115,28 121,20 111,98 121,20 111,98 115,28 1.377 114,72
Etp-50%
(mm)
76,85 69,45 76,85 78,50 76,85 74,65 76,85 80,80 74,65 80,80 74,65 76,85 918 76,48
Sumber: Stasiun Iklim Bulota-Tapa selang pengamatan 7 tahun (2002-2009).
Berdasarkan Data Iklim yang diambil dari Stasiun Bulota-Tapa, tampaknya
rata-rata curah hujan bulanan tergolong bulan lembab (Tabel 11). Hanya terdapat 6
bulan kering (P<100 mm) tanpa bulan basah (P>200 mm), selanjutnya dengan
melihat sebaran suhu dan panjang penyinaran matahari, serta kelembaban relatif
maka diduga proses pelapukan dan disintegrasi butiran relatif intensif, hal ini
ditunjukkan oleh pecahan-pecahan dan pengelupasan butiran yang dijumpai di
lapangan. Pengaruh curah hujan menyebabkan pencucian meningkat, sehingga basa-
42
basa menurun. Di samping itu, muka air tanah yang dalam (>100 cm) menyebabkan
infiltrasi dan perkolasi air menjadi sangat cepat.
Salah satu yang menentukan keberadaan bahan induk tanah adalah opak.
Menurut Rachim (1994), opak merupakan mineral tidak tembus cahaya, sehingga di
mikroskop berwarna hitam, biasanya magnetit atau dapat juga konkresi besi. Di
daerah penelitian, opak ditemukan pada semua pedon. Data mineral fraksi pasir ini
memberikan petunjuk bahwa kuarsa dan mineral resisten lainnya sumbernya in situ
yang ditunjukkan oleh peningkatan persentase kuarsa dan mineral lainnya diikuti oleh
rendahnya magnetit (opak). Hal ini sejalan dengan laporan Apandi dan Bachri (1997)
bahwa wilayah penelitian terdiri dari formasi Diorit Bone yang diantaranya terdiri
Diorit Kuarsa, Diorit, Granodiorit, dan granit. Dengan demikian, maka jenis mineral
tergantung bahan yang dierosikan.
Selain opak menurut Hardjowigeno (1993) dan Rachim (2007), mineral fraksi
pasir juga membantu mengetahui komposisi dan cadangan mineral yang ada dan
menduga jenis bahan induk tanah. Hasil analisis mineral fraksi pasir pada pedon
lahan kering pewakil disajikan pada Tabel 8. Jadi dari hasil penelitian yang
dilakukan, bahwa keadaan bahan induk yang ada di kebun percobaan dulamayo
termasuk kedalam volkan masam tua, kemudian baik pada PRD1, PRD2, dan PRD3
semuanya termasuk dalam formasi Diorit.
Topografi di daerah Dulamayo, tepatnya di lokasi penelitian pada umumnya
bertopografi yang relatif bergunung sebagai daerah torehan yang penting sebagai
lokasi pencucian dan pengangkutan basa-basa, sehingga pH umumnya lebih bersifat
masam yang memungkinkan terbentuknya mineral 1 : 1.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa batas antara horison permukaan (Ap) dan
horison Bw pada semua pedon yang diteliti bervariasi, yaitu jelas, nyata, berangsur
dan baur dengan topografi permukaan rata sampai berombak. Namun, lebih dominan
topografi permukaannya rata. Sedangkan batas horison antara horison Bw dan BC
terlihat juga baur sampai jelas dengan topografi permukaan keseluruhan rata. Karena
lahan ini bertopografi landai sampai bergunung dengan elevasinya 650 m dpl. Hal ini
43
memungkinkan terjadinya erosi sehingga mempengaruhi proses pengendapan ataupun
penimbunan pada teras sungai. Pedon pada lereng bawah mengalami proses iluviasi
dengan pola yang tidak beraturan. Hal ini cukup beralasan karena disamping proses
sedimentasi dari daerah atasanya, landformnya pada pedon ini sebagai teras sungai.
Untuk itu, keadaan topografi pada lahan percobaan ini merupakan salah satu faktor
utama yang sangat mempengaruhi pembentukan profil tanah.
Jika dilihat dari segi waktu yakni umur daripada proses pembentukan tanah di
lokasi penelitian sudah relatif tua yaitu terjadi sekitar zaman Miosen Akhir atau
Epoch Tersier, hal ini mengacu pada nilai KTK, P2O5, K2O, jumlah basa dan KB,
tanah yang diteliti menunjukkan tingkat kesuburan yang rendah (Tabel 9). Nilai-nilai
tersebut mencirikan tanah yang sudah tua yaitu sesuai dengan umur bahan induk
Diorit pada Miosen Tersier Akhir. Menurut Lasantha (2012), zaman Miosen
merupakan bagian dari masa Kenosoikum yang digolongkan sebagai masa kehidupan
modern yaitu sekitar 5,1 juta tahun yang lalu, dimana proses pembentukan tanah di
lokasi tersebut berasal dari bahan induk yang termasuk kedalam volkan tua masam
yang terbentuk dalam formasi Diorit.
Aktifitas yang dilakukan manusia dalam hal ini petani dalam hal mengelola
tanah dengan teknik bertani, intensitas penanaman dan pola tanam yang berbeda akan
mempengaruhi proses genesis atau pembentukan tanah di daerah ini. Di lokasi ini
sudah berlangsung satu kali musim tanam yang pernah dilakukan.
4.5 Klasifikasi Tanah di Kebun Percobaan Dulamayo menurut Sistem
Klasifikasi Tanah Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Lapangan, tanah di Kebun Percobaan
Dulamayo dapat diklasifikasikan menurut Sistem Klasifikasi Tanah Pusat Penelitian
Tanah Bogor, yaitu:
44
Untuk PRD1 (Lereng Atas)
Jenis Tanah (Greatgroup) : Mediteran
Macam Tanah (Subgroup) : Mediteran Ustik
Rupa (Famili) : Mediteran Ustik, tekstur halus, drainase baik
Untuk PRD2 (Lereng Tengah)
Jenis Tanah (Greatgroup) : Mediteran
Macam Tanah (Subgroup) : Mediteran Ustik
Rupa (Famili) : Mediteran Ustik, tekstur halus, drainase baik
Untuk PRD3 (Lereng Bawah)
Jenis Tanah (Greatgroup) : Podsolik
Macam Tanah (Subgroup) : Podsolik Ustik
Rupa (Famili) : Podsolik Ustik, berlempung kasar, drainase baik
Klasifikasi tanah pada pedon PRD1 dan PRD2 menunjukkan persamaan sampai
pada tingkat seri antara pedon yang terletak di lereng atas (PRD1) dan pedon di
lereng tengah (PRD2). Sedangkan pedon yang terletak di lereng bawah (PRD3) relatif
sama sampai pada tingkat seri, kecuali perbedaannya yang nyata dalam tingkat rupa
yaitu pada jenis tanah dan kelas ukuran besar butir tanahnya yang berbeda.
Berdasarkan data iklim daerah penelitian yang disesuaikan dengan kondisi
aktual lapang masing-masing pedon, maka di daerah penelitian tergolong rejim
kelembaban tanah ustik. Sedangkan berdasarkan data suhu dari stasiun iklim BMKG
Bandara Djalaludin Isimu, maka hanya dijumpai rejim suhu tanah isohiperhtermik.
Beberapa contoh hasil perhitungan rejim kelembaban dan suhu tanah di daerah
penelitian dengan alat bantu program Newhall Simulation Model (NSM). Klasifikasi
tanah sampai pada tingkat famili tanah di daerah penelitian tertera pada Tabel 12 dan
Gambar 5.
45
Tabel 12. Padanan Klasifikasi Tanah pada Tingkat Famili menurut Sistem
Taksonomi Tanah di Daerah Penelitian
Pedon Topografi/Elevasi Famili Tanah menurut Sistem Taksonomi Tanah
(m dpl) (Soil Survey Staff 2010)
PRD1 Bergunung/549 Typic Kanhaplustalfs, halus, kaolinitik, isohipertermik
Typic Kanhaplustalfs, halus, kaolinitik, isohipertermik PRD2 Bergunung/453
PRD3 Bergunung/372 Typic Kanhaplustults, berlempung kasar, kaolinitik,
isohipertermik
Pedon PRD1 yang terletak pada posisi lereng atas memiliki horison kandik
dan tebal lapisan ≥29 cm dengan batas di atasnya di dalam 63 cm dari permukaan
tanah mineral. Kadar liat rata-rata terbobot 26% dalam fraksi tanah halusnya
antara permukaan tanah dan kedalaman 18 cm atau dalam horison Ap, serta 25%
liat dalam fraksi tanah halusnya pada semua horison antara kedalaman 18 cm dan
50 cm. Kejenuhan basa ≥35% Berdasarkan sifat-sifat tersebut, maka pedon PRD1
diklasifikasikan sebagai Mediteran Ustik, bertekstur halus, drainase baik.
Pedon PRD2 yang terletak pada posisi lereng tengah memiliki horison
kandik dan tebal lapisan ≥27 cm dengan batas di atasnya di dalam 80 cm dari
permukaan tanah mineral. Kadar liat rata-rata terbobot 27% dalam fraksi tanah
halusnya antara permukaan tanah dan kedalaman 18 cm atau dalam horison Ap,
serta 33% liat dalam fraksi tanah halusnya pada semua horison antara kedalaman
18 cm dan 50 cm. Kejenuhan basa ≥35% Berdasarkan sifat-sifat tersebut, maka
pedon PRD2 diklasifikasikan sebagai Mediteran Ustik, bertekstur halus, drainase
baik.
Pedon PRD3 yang terletak pada posisi lereng bawah memiliki horison
kandik dan tebal lapisan ≥27 cm dengan batas di atasnya di dalam 80 cm dari
permukaan tanah mineral. Kadar liat rata-rata terbobot 19% dalam fraksi tanah
halusnya antara permukaan tanah dan kedalaman 18 cm atau dalam horison Ap,
serta 25% liat dalam fraksi tanah halusnya pada semua horison antara kedalaman
18 cm dan 50 cm. Kejenuhan basa <35% Berdasarkan sifat-sifat tersebut, maka
pedon PRD3 diklasifikasikan sebagai Podsolik Ustik, berlempung kasar, drainase
baik.
46
Gambar 5. Seri Tanah setiap Pedon serta lokasi, elevasi dan kemiringan lereng dari setiap Pedon Pewakil dalam Toposekuen
10 m 150 250
m dpl
600
500
400
300
200
0
Jarak Horisontal
Ele
vas
i
Mediteran Ustik, bertekstur
halus, drainase baik
Podsolik Ustik,
berlempung kasar, drainase baik
Mediteran Ustik, bertekstur
halus, drainase baik
PRD3:
Elevasi=±372
∟=16%
PRD2:
Elevasi=±453
∟=22%
PRD1:
Elevasi=±549
∟=25%
47
Tampaknya klasifikasi tanah pedon PRD1 dan PRD2 menunjukkan
persamaan sampai pada tingkat Seri antara pedon yang terletak di lereng atas
(PRD1) dan pedon di lereng tengah (PRD2). Sedangkan pedon yang terletak di
lereng bawah (PRD3) relatif sama sampai tingkat seri, kecuali perbedaan yang
nyata dalam famili dan seri tanah berupa kelas ukuran besar butir dan ordo
tanahnya yang berbeda. Hal ini akan mempengaruhi tingkat pengelolaan tanah
selanjutnya mengacu pada nama yang ditunjukkan oleh masing-masing pedon.
Bahkan, Rachim (2003) menyatakan bahwa perbedaan nama yang ditunjukkan
oleh setiap jenis tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman.