Upload
doanxuyen
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
85
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Gugus Murai, Kecamatan Tuntang, Kabupaten
Semarang yang terdiri dari lima SD yaitu SDN Kesongo 01, SDN Kesongo 02,
SDN Kesongo 04, SDN Lopait 01 dan SDN Lopait 02. Variabel dalam penelitian
ini adalah variabel bebas, variabel terikat dan variabel kovarian. Variabel bebas
yaitu metode mind mapping dan model pembelajaran make a match, variabel
terikat yaitu hasil belajar IPA, sedangkan variabel kovarian adalah pretes.
Sebelum melakukan penelitian dibuat kisi-kisi instrumen untuk menguji
kelayakan instrumen sebelum instrumen digunakan dalam penelitian. Setelah
melakukan penelitian kemudian hasil penelitian dilakukan analisis data untuk
penarikan kesimpulan. Analisis data yang dilakukan adalah analisis data deskriptif
dan statisktik. Pada bab ini akan dipaparkan hasil penelitian dan pembahasan yang
meliputi hasil penelitian pada implementasi pembelajaran menggunakan metode
pembelajaran mind mapping sebagai kelompok eksperimen 1 dan hasil penelitian
pada implementasi pembelajaran menggunakan model pembelajaran make a
match sebagai kelompok eksperimen 2 serta membahas tentang deskripsi
komparasi hasil pengukuran, hasil uji beda penelitian, hasil uji hipotesis,
pembahasan dan keterbatasan penelitian.
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Implementasi Pembelajaran IPA menggunakan Metode mind
mapping sebagai Kelompok Eksperimen 1
Dalam penelitian eksperimen ada banyak faktor luar yang mempengaruhi
hasil belajar dan tidak semua dapat dikontrol oleh peneliti. Faktor-faktor luar ini
tentunya mempengaruhi validitas eksternal dan internal. Untuk itu perlu dilakukan
analisis kovarian guna menyaring faktor-faktor luar yang mempengaruhi validitas
eksternal dan internal. Analisis kovarian dilakukan dengan pemberian pretes,
pretes digunakan untuk melihat kondisi awal siswa sehingga peneliti dapat
86
menilai kemampuan awal siswa. Dengan pemberian pretes, peneliti dapat
mempertanggungjawabkan bahwa keberhasilan hasil belajar siswa karena benar-
benar berdasarkan pemberian perlakuan dari peneliti.
Setelah merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan sintak, peneliti
selanjutnya melaksanakan penelitian. Pelaksanaan penelitian pada kelompok
eksperimen 1 dilakukan pada kelas 4 di SDN Kesongo 1 dan SDN Kesongo 02
pada tanggal 28 – 31 Maret 2016 dengan jumlah siswa sebanyak 44 anak. Pada
setiap SD penelitian dilakukan dua kali pertemuan selama empat jam
pembelajaran dengan alokasi waktu 4 x 35 menit. Dalam pembelajaran IPA di
kelas 4 ini peneliti mengambil materi tentang pengaruh perubahan lingkungan
fisik terhadap daratan. Untuk pelaksanaan perlakuan peneliti sendirilah yang
memberikan perlakuan. Observer dalam penelitian ini adalah Sudarmi dan
Abdullah yang merupakan wali kelas 4 SDN Kesongo 01 dan SDN Kesongo 02.
4.1.1.1 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Mapel IPA
a. Pertemuan 1
Pada pertemuan 1 yang dilakukan di SDN Kesongo 01 tanggal 28 Maret
2016 siswa hadir semua dengan jumlah 17 siswa. Sebelum pretes dimulai peneliti
memperkenalkan diri dan memberitahu kegiatan yang akan dilakukan. Setelahnya
barulah peneliti memulai pretes dengan terlebih dahulu membagi soal dan lembar
jawaban. Pretes dilaksanakan selama 30 menit dan kebanyakan siswa sudah
selesai sebelum waktu yang ditentukan habis.
Pada pertemuan 1 yang yang dilakukan di SDN Kesongo 02 tanggal 30
Maret 2016 siswa hadir semua dengan jumlah 27 siswa. Kegiatan pertama yang
dilakukan peneliti sama dengan kegiatan yang dilakukan di SDN Kesongo 01
yaitu memperkenalkan diri dan memberi penjelasan tentang kegiatan yang
dilakukan. setelahnya peneliti membagi soal dan lembar jawab kepada semua
siswa. Pretes dilaksanakan dengan batasan waktu 25 menit, namun ada beberapa
siswa yang masih belum selesai dan peneliti menambah waktu pengerjaan 5
menit. Semua siswa kemudian disuruh untuk mengumpulkan jawaban setelah
waktu yang ditentukan habis.
87
Sintak pembelajaran pertemuan pertama ini adalah a) Guru memberikan
pretes; b) Pada tahap informasi kompetensi; 1) Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran, siswa mendengarkan penjelasan dari guru; 2) Guru
menginstruksikan model pembelajaran yang dipakai, siswa mendengarkan
instruksi dari guru; 3) Guru mulai menjelaskan tentang pengaruh perubahan
lingkungan fisik terhadap daratan, siswa memperhatikan dan fokus mendengarkan
penjelasan dari guru; c) Pada tahap sajian permasalahan terbuka; 4) Guru memberi
waktu siswa untuk membaca materi yang telah diajarkan, siswa kembali membaca
materi yang telah diajarkan guru; 5) Guru mengajak siswa tanya jawab, siswa
mendengarkan pertanyaan dari guru dan mengacungkan tangan serta berani
menjawab setelah ditunjuk guru;
Pertemuan 1 berjalan dengan lancar. Siswa memperhatikan penjelasan
materi dari guru dengan tenang. Siswa aktif saat guru memberikan pertanyaan.
Kegiatan pembelajaran ini dinilai observer melalui lembar observasi kegiatan
siswa dan guru. Melalui lembar observasi diperoleh data keterlaksanaan sintak
pertemuan pertama sebesar 83%.
Pada pertemuan pertama ini selain menyampaikan materi, peneliti juga
memberikan arahan cara membuat mind map. Peneliti memberi tugas kepada
siswa untuk membuat mind map tentang materi pengaruh perubahan lingkungan
fisik terhadap daratan.
b. Pertemuan 2
Pada pertemuan 2 di SDN Kesongo 01 dilakukan esok harinya yaitu
tanggal 29 Maret 2016 sedangkan di SDN Kesongo 02 dilaksanakan pada tanggal
31 Maret 2016. Semua siswa SDN Kesongo 01 yang berjumlah 17 kembali
mengikuti pembelajaran, begitu pula semua siswa SDN Kesongo 02 yang
berjumlah 27 tetap mengikuti pembelajaran. Dalam pertemuan kedua ini peneliti
melaksanakan sintak pelaksanaan pembelajaran pertemuan kedua.
Sintak pertemuan kedua ini adalah a) Pada tahap kelompok; 1) Guru
membagi siswa ke dalam kelompok dan memberikan tugas untuk membuat mind
mapping berdasarkan materi yang telah diajarkan, siswa berkumpul dengan
kelompoknya sesuai dengan kelompok yang ditentukan oleh guru; b) Pada tahap
88
menanggapi dan membuat alternatif jawaban; 2) Guru memberi batasan waktu
dan mengarahkan siswa dalam membuat mind mapping, Di dalam kelompok
siswa berdiskusi dan membuat mind map. Pembuatan mind map dimulai dari
membuat ide utama berupa gambar, simbol dan tulisan. Dilanjutkan dengan
menarik ide utama ke cabang utama kemudian cabang pertama, kedua dan
seterusnya; c) Pada tahap presentasi diskusi kelompok; 3) Guru meminta setiap
kelompok untuk maju mempresentasikan hasil diskusinya, siswa maju ke depan
mempresentasikan mind mapnya. Siswa yang maju mendengarkan tanggapan dari
guru dan teman lain. Setelah semua kelompok telah maju presentasi, siswa
kembali ke tempat duduk masing-masing; d) Pada tahap membuat kesimpulan; 4)
Guru dan siswa menyamakan persepsi dari presentasi dan hasil diskusi setiap
kelompok; e) Pada tahap evaluasi; 5) Guru mereview materi dan hasil
pembelajaran secara garis besar, siswa mendengarkan review dari guru; f) Pada
tahap refleksi; 6) Guru memberikan penguatan agar siswa termotivasi untuk dapat
membuat mind map lebih bagus, siswa mendengarkan nasihat dan motivasi dari
guru; g) Guru memberikan postes.
Secara keseluruhan sintak pembelajaran pertemuan kedua berjalan dengan
lancar. Siswa dapat bekerja sama dengan kelompoknya untuk membuat mind map
dengan materi pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan.
Dalam pelaksanaan postes peneliti kembali memberikan arahan dan
selanjutnya baru membagikan soal dan lembar jawab kepada semua siswa. Siswa
diberi waktu 25 menit dalam mengerjakan. Setelah waktu habis semua siswa
disuruh untuk mengumpulkan soal dan lembar jawab. Kegiatan pembelajaran ini
dinilai observer melalui lembar observasi kegiatan siswa dan guru. Melalui
lembar observasi diperoleh data keterlaksanaan sintak pertemuan kedua sebesar
100%.
4.1.1.2 Tingkat Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Menggunakan Metode
Mind Mapping
Dalam penelitian ini didapatkan data hasil belajar siswa. Data yang
didapat adalah nilai pretes dan postes siswa. Nilai tersebut kemudian dicari rata-
89
rata nilai (mean), nilai tertinggi (max), nilai terendah (min) dan standar deviasi.
Berikut adalah tabel yang menyajikan data tersebut:
4.1 Tabel Deskriptif Statistik Nilai Pretes dan Postes
Kelompok Eksperimen 1
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PRETESEKS1 44 23 87 59,36 15,335
POSTESEKS1 44 40 97 73,91 14,087
Valid N (listwise) 44
Dalam tabel tersebut didapatkan rata-rata nilai pretes (mean) sebesar
59,36, nilai tertinggi (max) sebesar 87, nilai terendah (min) sebesar 23 dan standar
diviasi 15,335. Sementara dalam postes didapatkan rata-rata nilai (mean) sebesar
73,91, nilai tertinggi (max) sebesar 97 dan nilai terendah (min) sebesar 40 dan
standar diviasi 14,087. Pada data ini dapat dilihat peningkatan rata-rata nilai
pretes dan postes dari 59,36 menjadi 73,91. Selain itu ada peningkatan perolehan
nilai tertinggi dan terendah dengan perbedaan standar diviasi pretes 15,335 dan
postes 14,087.
Data hasil belajar siswa kemudian diukur menggunakan distribusi
frekuensi. Ditribusi frekuensi yaitu susunan data menurut kelas interval tertentu
atau menurut kategori tertentu. Dalam pengukuran distribusi ditentukan terlebih
dahulu banyaknya kelas dan interval. Kelas adalah kelompok nilai data atau
variabel dari suatu data acak. Pengukuran distribusi frekuensi pertama dilakukan
pada hasil pretes. Langkah awal yaitu mencari kelas digunakan rumus K = 1 +
3,3log n. K merupakan jumlah kelas dan n adalah banyaknya data/siswa. Kelas
eksperimen 1 terdiri dari 44 siswa. Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
rumus K = 1 + 3,3log 44 = 6, didapat data banyaknya kelas yaitu 6. Selanjutnya
menentukan interval, interval adalah selang yang memisahkan kelas yang satu
dengan kelas yang lain. Dalam menetukan besar interval menggunakan rumus
hasil rentang (nilai maksimal-skor minimal) dibagi jumlah kelas. Dari hasil
belajar pretes didapat skor maksimal sebesar 87, skor minimal sebesar 23 dan
90
jumlah kelas yaitu 6. Data tersebut kemudian dimasukkan kedalam rumus interval
=
11, didapat besar interval yaitu 11.
Sementara itu untuk nilai postes didapat skor maksimal sebesar 97, skor
minimal sebesar 40 dan jumlah kelas yaitu 6. Data tersebut kemudian
dimasukkan kedalam rumus interval =
10, didapat besar interval yaitu 10.
Data banyaknya kelas dan interval kemudian dimasukkan ke dalam tabel
distribusi frekuensi hasil pretes dan postes. Berikut tabel tersebut:
Tabel 4.2 Tabel Distribusi Frekuensi
No.
Kelas
Kelas
Interval
Pretes
Nilai Pretes Kelas
Interval
Postes
Nilai Postes
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
1. 23-34 3 6,8 40-50 3 6,8
2. 35-46 4 9,1 51-61 4 9,1
3. 47-58 13 29,5 62-72 12 27,3
4. 59-70 13 29,5 73-83 15 34,1
5. 71-82 9 20,5 84-94 8 18,2
6. 83-94 2 4,5 95-105 2 4,5
Jumlah 44 100 44 100
Dari hasil pengukuran distribusi frekuensi diketahui data pretes dengan
sampel sebanyak 44 menempati 6 kelas. Kelas interval 23-34 dengan frekuensi 3
dan presentase sebanyak 6,8%, kelas interval 35-46 dengan frekuensi 4 dan
presentase sebanyak 9,1%, kelas interval 47-58 dengan frekuensi 13 dan
presentase sebanyak 29,5%, kelas interval 59-70 dengan frekuensi 13 dan
presentase sebanyak 29,5%, kelas interval 71-82 dengan frekuensi 9 dan
presentase sebanyak 20,5%, kelas interval 83-94 dengan frekuensi 2 dan
presentase sebanyak 4,5%. Dari hasil distribusi frekuensi ini kebanyakan siswa
mendapatkan nilai pretes kurang, dilihat dari banyaknya siswa yang menempati
kelas interval 47-58 dan 59-70 sebanyak 26 siswa.
91
Dari hasil pengukuran distribusi frekuensi diketahui data postes dengan
sampel sebanyak 44 menempati 6 kelas. Kelas interval 40-50 dengan frekuensi 3
dan presentase sebanyak 6,8%, kelas interval 51-61 dengan frekuensi 4 dan
presentase sebanyak 9,1%, kelas interval 62-72 dengan frekuensi 12 dan
presentase sebanyak 27,3%, kelas interval 73-83 dengan frekuensi 15 dan
presentase sebanyak 34,1%, kelas interval 84-94 dengan frekuensi 8 dan
presentase sebanyak 18,2%, kelas interval 95-105 dengan frekuensi 2 dan
presentase sebanyak 4,5%. Dari hasil distribusi frekuensi ini terjadi kenaikan nilai
siswa, kebanyakan siswa mendapatkan nilai postes sedang, dilihat dari banyaknya
siswa yang menempati kelas interval 62-72 dan 73-83 sebanyak 27 siswa.
Sementara siswa yang mendapat nilai baik menempati kelas interval 84-94 dan
95-105 sebanyak 10 siswa. Berikut grafik peningkatan hasil belajar IPA siswa
kelas 4 menggunakan metode mind mapping:
4.3 Grafik Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4
Menggunakan Metode Mind Mapping
0
2
4
6
8
10
12
14
23-34 35-46 47-58 59-70 71-82 83-94
Distribusi Frekuensi Skor Pretes Kelompok Eksperimen
1
NILAI PRETES FREKUENSI
92
4.1.2 Hasil Implementasi Pembelajaran IPA menggunakan Model Make a
match sebagai Kelompok Eksperimen 2
Dalam penelitian eksperimen ada banyak faktor luar yang mempengaruhi
hasil belajar dan tidak semua dapat dikontrol oleh peneliti. Faktor-faktor luar ini
tentunya mempengaruhi validitas eksternal dan internal. Untuk itu perlu dilakukan
analisis kovarian guna menyaring faktor-faktor luar yang mempengaruhi validitas
eksternal dan internal. Analisis kovarian dilakukan dengan pemberian pretes,
pretes digunakan untuk melihat kondisi awal siswa sehingga peneliti dapat
menilai kemampuan awal siswa. Dengan pemeberian pretes, peneliti dapat
mempertanggungjawabkan bahwa keberhasilan hasil belajar siswa karena benar-
benar berdasarkan pemberian perlakuan dari peneliti.
Setelah merancang kegiatan pembelajaran berdasarkan sintak, peneliti
selanjutnya melaksanakan penelitian. Pelaksanaan penelitian pada kelompok
eksperimen 2 dilakukan pada kelas 4 di SDN Kesongo 1 dan SDN Lopait 01 pada
tanggal 24-29 Maret 2016 dengan jumlah siswa sebanyak 47. Sebenarnya jumlah
siswa keseluruhan adalah 49 siswa tetapi karena 2 siswa tidak berangkat maka
siswa yang menjadi subjek penelitian menjadi 47 siswa. Pada setiap SD penelitian
0
2
4
6
8
10
12
14
16
40-50 51-61 62-72 73-83 84-94 95-105
Distribusi Frekuensi Skor Postes Kelompok Eksperimen 1
NILAI POSTES FREKUENSI
93
dilaksanakan dua kali pertemuan selama empat jam pembelajaran dengan alokasi
waktu 4 x 35 menit. Dalam pembelajaran IPA di kelas 4 ini peneliti mengambil
materi tentang pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan. Untuk
pelaksanaan perlakuan peneliti sendirilah yang memberikan perlakuan. Observer
dalam penelitian ini adalah Mahmudah dan Sudarmi yang merupakan wali kelas 4
SDN Lopait 01 dan SDN Kesongo 01.
4.1.2.1 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Mapel IPA
a. Pertemuan 1
Pada pertemuan 1 yang dilakukan di SDN Lopait 01 tanggal 24 Maret
2016 siswa yang hadir sebanyak 30 siswa dari jumlah keseluruhan 32 siswa.
Sebelum pretes dimulai peneliti memperkenalkan diri dan memberitahu kegiatan
yang akan dilakukan. Setelahnya barulah peneliti memulai pretes dengan terlebih
dahulu membagi soal dan lembar jawaban. Pretes dilaksanakan selama 25 menit
dan kebanyakan siswa sudah selesai sebelum waktu yang ditentukan habis.
Sementara itu pertemuan 1 yang dilakukan di SDN Kesongo 01 pada
tanggal 28 Maret 2016 siswa hadir semua dengan jumlah sebanyak 17 siswa.
Sebelum pelaksanaan pretes peneliti memperkenalkan diri dan memberikan
arahan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. setelahnya peneliti baru
membagikan soal dan lembar jawaban. Pengerjaan pretes diberi batas waktu
selama 30 menit tetapi kebanyakan dari siswa sudah selesai sebelum waktu yang
ditentukan habis.
Pembelajaran pada pertemuan ini mengacu pada sintak pembelajaran yaitu
a) Guru memberikan pretes; b) Pada tahap penyampaian materi; 1) Guru
menerangkan materi yang akan dipelajari, siswa mendengarkan penjelasan dari
guru tentang materi yang akan diajarkan; 2) Guru menjelaskan materi tentang
pengaruh perubahan lingkungan fisik, siswa tenang mendengarkan penyampaian
materi dari guru tentang pengaruh perubahan fisik terhadap daratan.
Pertemuan 1 berjalan dengan lancar. Siswa memperhatikan penjelasan
materi dari guru dengan tenang. Kegiatan pembelajaran ini dinilai observer
94
melalui lembar observasi kegiatan siswa dan guru. Melalui lembar observasi
diperoleh data keterlaksanaan sintak pertemuan pertama sebesar 100%.
b. Pertemuan 2
Pertemuan kedua di SDN Lopait 01 dilakukan pada tanggal 26 Maret 2016
dengan jumlah siswa yang tetap yaitu 30 orang siswa di mana ada dua siswa yang
tidak berangkat. Sementara itu di SDN Kesongo 01 pertemuan 2 dilakukan esok
harinya yaitu pada tanggal 29 Maret 2016, siswa kembali berangkat semua dengan
jumlah sebanyak 17 siswa.
Pada pertemuan 2 ini peneliti melanjutkan sintak pembelajaran yaitu a)
Pada tahap pembagian kelompok; 1) Guru membagi siswa ke dalam dua
kelompok. Misalnya kelompok A dan kelompok B, siswa memperhatikan
pembagian kelompok; b) Pada tahap pembagian kartu soal dan jawaban; 2) Guru
membagikan kartu soal dan jawaban, siswa yang menjadi kelompok A
mendapatkan kartu soal dari guru sedangkan siswa yang menjadi kelompok B
mendapatkan kartu jawaban; c) Pada tahap penyampaian dalam mencocokkan
kartu yang dipegang; 3) Guru menyampaikan instruksi agar siswa mencocokkan
kartu yang dipegang dengan milik kelompok lain, siswa memperhatikan instruksi
dari guru; d) Pada tahap mencari pasangan; 4) Guru memberi batasan waktu dan
mengawasi siswa dalam mencari pasangan; siswa yang mendapatkan kartu soal
harus mencari siswa yang memegang kartu jawaban begitu pula sebaliknya; d)
Pada tahap laporan hasil kerja; 5) Guru meminta siswa yang telah mendapatkan
pasangan antara soal dan jawaban untuk maju ke depan melaporkan hasil
kerjanya, siswa yang telah mendapatkan pasangan antara kartu soal dan jawaban
maju ke depan untuk melaporkan hasil kerjanya; e) Pada tahap konfirmasi; 6)
Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran soal dan jawaban yang telah
dilaporkan siswa, sementara siswa memperhatikan konfirmasi dari guru tentang
kebenaran pasangan soal dan jawaban; 9) Guru meminta siswa untuk
menempelkan jawaban dan soal pada karton di papan tulis agar siswa lain tahu
kebenaran antarasoal dan jawaban, Siswa menempelkan pasangan soal dan
jawaban pada karton; f) Guru memberikan postes.
95
Secara keseluruhan sintak pembelajaran pertemuan kedua berjalan dengan
lancar. Siswa dapat memahami instruksi dari guru untu menemukan pasangan
kartu soal dan jawaban, sehingga kegiatan mencari pasangan pun berjalan dengan
baik. Siswa yang sudah mendapat pasangan kartu soal dan jawaban pun berani
untuk maju membaca kartu soal dan jawaban, sedangkan peneliti dan siswa yang
lain memberikan konfirmasi kebenaran. Siswa pun kemudian menulis pasangan
kartu soal dan kartu jawaban yang ditempel di karton sehingga daya ingat mereka
terhadap materi pembelajaran bertambah.
Dalam pelaksanaan postes peneliti kembali memberikan arahan dan
selanjutnya baru membagikan soal dan lembar jawab kepada semua siswa. Siswa
diberi waktu 25 menit dalam mengerjakan. Setelah waktu habis semua siswa
disuruh untuk mengumpulkan soal dan lembar jawab. Kegiatan pembelajaran ini
dinilai observer melalui lembar observasi kegiatan siswa dan guru. Melalui
lembar observasi diperoleh data keterlaksanaan sintak pertemuan pertama sebesar
100%.
4.1.2.2 Tingkat Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Menggunakan Model
Make a match
Dalam penelitian ini didapatkan data hasil belajar siswa. Data yang
didapat adalah nilai pretes dan postes siswa. Berikut adalah tabel yang menyajikan
data tersebut:
4.4 Tabel Deskriptif Statistik Nilai Pretes dan Postes
Kelompok Eksperimen 2
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PRETESEKS2 47 20 90 61,66 18,484
POSTESEKS2 47 27 97 70,83 16,539
Valid N (listwise) 47
96
Nilai tersebut kemudian dicari rata-rata nilai (mean), nilai tertinggi (max)
dan nilai terendah (min). Dalam pretes didapatkan rata-rata nilai (mean) sebesar
61,66, nilai tertinggi (max) sebesar 90, nilai terendah (min) sebesar 20 dan standar
diviasi sebesar 18,484. Sementara dalam postes didapatkan rata-rata nilai (mean)
sebesar 70,83, nilai tertinggi (max) sebesar 97, nilai terendah (min) sebesar 27 dan
standar diviasi 16,539. Pada data ini dapat dilihat peningkatan rata-rata nilai
pretes dan postes dari 61,66 menjadi 70,83. Selain itu ada peningkatan perolehan
nilai tertinggi dan terendah dengan perbedaan standar diviasi pretes 18,484 dan
postes 16,539.
Data hasil belajar siswa kemudian diukur menggunakan distribusi
frekuensi. Ditribusi frekuensi yaitu susunan data menurut kelas interval tertentu
atau menurut kategori tertentu. Dalam pengukuran distribusi ditentukan terlebih
dahulu banyaknya kelas dan interval. Kelas adalah kelompok nilai data atau
variabel dari suatu data acak. Untuk mencari kelas digunakan rumus K = 1 + 3,3
log n. K merupakan jumlah kelas dan n adalah banyaknya data/siswa. Kelas
eksperimen 1 terdiri dari 47 siswa. Data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
rumus K = 1 + 3,3 log 47 = 7, didapat data banyaknya kelas yaitu 7. Selanjutnya
menentukan interval, interval adalah selang yang memisahkan kelas yang satu
dengan kelas yang lain. Dalam menetukan besar interval menggunakan rumus
hasil rentang (nilai maksimal-skor minimal) dibagi jumlah kelas. Dari hasil
belajar pretes didapat skor maksimal sebesar 90, skor minimal sebesar 20 dan
jumlah kelas yaitu 7. Data tersebut kemudian dimasukkan kedalam rumus interval
=
10, didapat besar interval yaitu 10.
Sementara itu dari hasil belajar postes didapat skor maksimal sebesar 97,
skor minimal sebesar 27 dan jumlah kelas yaitu 7. Data tersebut kemudian
dimasukkan kedalam rumus interval =
10, didapat besar interval yaitu 10.
Data banyaknya kelas dan interval kemudian dimasukkan ke dalam tabel
distribusi frekuensi hasil pretes dan postes. Berikut tabel tersebut:
97
Tabel 4.5 Tabel Distribusi Frekuensi
No.
Kelas
Kelas
Interval
Pretes
Nilai Pretes Kelas
Interval
Postes
Nilai Postes
Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
1. 20-30 3 6,4 27-37 1 2,1
2. 31-41 4 8,5 38-48 2 4,3
3. 42-52 7 14,9 49-59 10 21,3
4. 53-63 12 25,5 60-70 11 23,4
5. 64-74 9 19,1 71-81 9 19,1
6. 75-85 7 14,9 82-92 8 17,0
7. 86-96 5 10,6 93-103 6 12,8
Jumlah 47 100 47 100
Dari hasil pengukuran distribusi frekuensi diketahui data pretes dengan
sampel sebanyak 47 menempati 6 kelas. Kelas interval 20-30 dengan frekuensi 3
dan presentase sebanyak 6,4%, kelas interval 31-41 dengan frekuensi 4 dan
presentase sebanyak 8,5%, kelas interval 42-52 dengan frekuensi 7 dan presentase
sebanyak 14,9%, kelas interval 53-63 dengan frekuensi 12 dan presentase
sebanyak 25,5%, kelas interval 64-74 dengan frekuensi 9 dan presentase sebanyak
19,1%, kelas interval 75-85 dengan frekuensi 7 dan presentase sebanyak 14,9%,
kelas interval 86-96 dengan frekuensi 5 dan presentase sebanyak 10,6%. Dari
hasil distribusi frekuensi ini kebanyakan siswa mendapatkan nilai pretes rendah
dan sedang.
Dari hasil pengukuran distribusi frekuensi diketahui data postes dengan
sampel sebanyak 47 menempati 7 kelas. Kelas interval 27-37 dengan frekuensi 1
dan presentase sebanyak 2,1%, kelas interval 38-48 dengan frekuensi 2 dan
presentase sebanyak 4,3%, kelas interval 49-59 dengan frekuensi 10 dan
presentase sebanyak 31,3%, kelas interval 60-70 dengan frekuensi 11 dan
presentase sebanyak 23,4%, kelas interval 71-81 dengan frekuensi 9 dan
presentase sebanyak 19,1%, kelas interval 82-92 dengan frekuensi 8 dan
presentase sebanyak 17,0%, kelas interval 93-103 dengan frekuensi sebanyak 6
98
dan presentase sebanyak 12,8%. Dari hasil distribusi frekuensi ini kebanyakan
siswa mendapat nilai postes sedang. Berikut grafik peningkatan hasil belajar IPA
siswa kelas 4: menggunakan model make a match:
4.6 Grafik Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 Menggunakan
Model Make a match
0
2
4
6
8
10
12
14
20-30 31-41 42-52 53-63 64-74 75-85 86-96
Distribusi Frekuensi Skor Pretes Kelompok
Eksperimen 2
Nilai Pretes Frekuensi
0
2
4
6
8
10
12
27-37 38-48 49-59 60-70 71-81 82-92 93-103
Distribusi Frekuensi Skor Postes Kelompok
Eksperimen 2
Nilai Postes Frekuensi
99
4.1.3 Deskripsi Komparasi Hasil Pengukuran
Dalam deskripsi komparasi dilakukan pengukuran hasil perbandingan hasil
antara kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 berdasarkan nilai
pretes dan postes. Deskrispi komparasi kelompok eksperimen 1 dan kelompok
eksperimen 2 berdasarkan nilai pretes dan postes disajikan dalam bentuk sebagai
berikut:
Tabel 4.7
Komparasi Hasil Pengukuran Kelompok Eksperimen 1
dan Kelompok Eksperimen 2
Tahap
Pengukuran
Rerata skor (mean) Kelompok
Keterangan Selisih
Skor
Eksperimen 1
Eksperimen 2
Pretes
Postes
59,36
73,91
61,66
70,83
2,30
3,08
Dari tabel komparasi kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2
dapat dilihat bahwa ada peningkatan perolehan nilai pretes dan nilai postes.
Peningkatan perolehan nilai pada kelompok eksperimen 1 mengalami peningkatan
dari rata-rata 59,36 menjadi 73,91. Pada kelas eksperimen 2 juga mengalami
kenaikan nilai pretes ke postes yaitu dari rata-rata 61,66 menjadi 70,83.
Peningkatan rata-rata pretes dan postes dapat dilihat pada grafik komparasi
berikut:
100
4.8 Grafik Komparasi Kelompok Eksperimen 1 dan Eksperimen 2
4.1.4 Hasil Uji Perbedaan Rerata Hasil Belajar IPA
Pada hasil uji beda rerata penelitian akan memaparkan tentang teknik
analisis data dengan menggunakan uji prasyarat dan uji hipotesis. Uji prasyarat
terdiri atas uji normalitas data, uji homogenitas variansi data dan uji homogenitas
koefisien regresi linier. Sedangkan pengujian hipotesis akan dilakukan dengan
menggunakan uji Anakova.
4.1.4.1 Uji Normalitas Data
Uji normallitas data digunakan untuk menguji data hasil penelitian apakah
setiap kelas eksperimen mempunyai data normal atau tidak. Data dapat dikatakan
berdistribusi normal jika diperoleh angka signifikansi/probobilitas > 0,05. Berikut
adalah hasil uji normalitas data yang disajikan dalm bentuk tabel di bawah ini:
4.9 Tabel Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
PRETES
EKPERI
MEN 1
POSTES
EKSPERI
MEN 1
PRETES
EKSPERI
MEN 2
POSTES
EKSPERI
MEN 2
N 44 44 47 47
Normal Parametersa,b
Mean 59,36 73,91 61,66 70,83
Std. Deviation 15,335 14,087 18,484 16,539
Most Extreme Differences
Absolute ,100 ,127 ,113 ,105
Positive ,057 ,067 ,063 ,105
Negative -,100 -,127 -,113 -,092
Kolmogorov-Smirnov Z ,662 ,842 ,776 ,723
Asymp. Sig. (2-tailed) ,773 ,477 ,583 ,673
0
20
40
60
80
Kelompok Eksperimen 1 Kelompok Eksperimen 2
Pretes
Postes
101
Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai Asymp.Sig.(2-tailed) hasil
pretes dan postes kelompok eksperimen 1 adalah 0,773 dan 0,477 sedangkan hasil
pretes dan postes pada kelompok eksperimen 2 adalah 0.583 dan 0.673. Dari data
tersebut diperoleh nilai signifikasi/probabilitas data rata-rata > 0,05 ini berarti
bahwa sampel data hasil pretes dan postes kelompok eksperimen 1 dan kelompok
eksperimen 2 memiliki distribusi data normal. Setelah dilakukan pengujian
normalitas data selanjutnya akan dilakukan uji homogenitas variansi data terhadap
hasil pretes dan postes kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2.
4.1.4.2 Uji Homogenitas Variansi Data
Uji homogenitas variansi data digunakan untuk mengetahui apakah varian
kedua kelompok eksperimen homogen atau tidak. Data dikatakan homogen
apabila nilai signifikansi/ probabilitas data rata-rata > 0,05. Berikut adalah hasil
uji homogenitas variansi data pada kelompok eksperimen:
4.10 Tabel Homogenitas Pretes Kelompok Eksperimen 1 dan Kelompok
Eksperimen 2
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
PRETES
Based on Mean 2,042 1 89 ,157
Based on Median 2,030 1 89 ,158
Based on Median and with
adjusted df 2,030 1 87,058 ,158
Based on trimmed mean 2,061 1 89 ,155
Berdsarkan tabel tersebut dapat diketahui hasil output test of Homogenity
Variance nilai pretest menunjukkan nilai signifikansi untuk based on Mean =
0,157, untuk based on median = 0,158, Based on Median and with adjusted df
=0,158 dan Based on trimmed mean = 0,155. Dari data yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa pretes kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2
homogen karena nilai signifikansi/ probabilitas data rata-rata > 0,05. Selanjutnya
akan dipaparkan data uji homogenitas variansi data postes kelompok eksperimen
1 dan kelompok eksperimen 2 dalam tabel berikut:
102
4.11 Tabel Homogenitas Postes Kelompok Eksperimen 1 dan Kelompok
Eksperimen 2
Test of Homogeneity of Variance
Levene Statistic df1 df2 Sig.
POSTES
Based on Mean 2,107 1 89 ,150
Based on Median 2,103 1 89 ,151
Based on Median and with
adjusted df 2,103 1 88,750 ,151
Based on trimmed mean 2,057 1 89 ,155
Berdsarkan tabel tersebut dapat diketahui hasil output test of Homogenity
Variance nilai pretest menunjukkan nilai signifikansi untuk based on Mean =
0,150, untuk based on median = 0,151, Based on Median and with adjusted df
=0,151 dan Based on trimmed mean = 0,155. Dari data yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa postes kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2
homogen karena nilai signifikansi/ probabilitas data rata-rata > 0,05.
4.1.4.3 Uji Homogenitas Koefisien Regresi Linier
Uji homogenitas koefisien regresi linier data bertujuan untuk mengetahui
apakah variabel kovarian ( X1.2 dan X2.2 ) dan variabel terikat (Y) homogen atau
tidak jika dilihat dari koefisien regresinya. Acuan homogenitas regresi linier
adalah jika nilai Beta >0,6. Berikut adalah hasil uji homogenitas regresi linier data
pada kelompok ekperimen 1 dan kelompok eksperimen 2:
4.12 Tabel Uji Homogenitas Koefisien Regresi Linier
Parameter Estimates
Dependent Variable: POSTES
Parameter B Std. Error t Sig. 95% Confidence Interval Partial Eta
Squared Lower Bound Upper Bound
Intercept 24,683 3,547 6,958 ,000 17,633 31,733 ,355
PRETES ,749 ,054 13,920 ,000 ,642 ,856 ,688
[MIND
MAPPING] 4,767 1,820 2,619 ,010 1,150 8,384 ,072
[MAKE A
MATCH] 0
a . . . . . .
103
Berdasarkan uji homogenitas koefisien regresi linier data pada kelas
eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 didapatkan nilai beta sebesar 0,749 > 0,6
dan nilai signifikansi t < 0,05 sehingga dapat dikatakan koefisien regresi linier
homogen, dengan begitu dapat disimpulkan bahwa pretes ( X1.2 dan X2.2 )
kelompok ekperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 linier dengan hasil belajar
(Y). Setelah melakukan tiga uji prasyarat anakova yaitu uji normalitas data, uji
homogenitas variansi data dan uji homogenitas koefisien regresi linier data
diketahui bahwa seluruh varian data telah memenuhi uji prasyarat anakova yang
telah ditentukan. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka penarikan hipotesis dapat
dilakukan dengan menggunakan uji anakova.
4.1.4.4 Uji Anakova
Uji Anakova atau Analisis Kovarian adalah penggabungan antara uji
komparatif dan korelasional. Anakova membandingkan variabel terikat (Y)
ditinjau dari variabel bebas (X1.1 dan X2.1 ) sekaligus menghubungkan variabel
terikat tersebut dengan variabel bebas lainnya (X1.2 dan X2.2). Variabel X1.2 dan
X2.2 yang dipakai memprediksi inilah yang dinamakan dengan variabel kovarian.
Dengan menggunakan anakova maka peranan variabel bebas terhadap variabel
terikat, baik melalui komparasi maupun prediksi dapat dilakukan secara
bersamaan (simultan). Dalam penelitian eksperimen sendiri, peneliti menguji
efektivitas perlakuan yang diberikan. Perlakuan dikatakan efektif jika terdapat
perubahan skor antara kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2.
Acuan analisis kovarian adalah jika nilai probabilitas/signifikansi <0,05. Di
bawah ini adalah hasil uji kovarian kelompok eksperimen 1 dan kelompok
eksperimen 2:
104
4.13 Tabel Uji Anakova
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: POSTES
Source Type III Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig. Partial Eta
Squared
Corrected Model 14736,874a 2 7368,437 98,322 ,000 ,691
Intercept 4808,922 1 4808,922 64,169 ,000 ,422
PRETES 14521,391 1 14521,391 193,769 ,000 ,688
MODEL 514,112 1 514,112 6,860 ,010 ,072
Error 6594,884 88 74,942
Total 497261,000 91
Corrected Total 21331,758 90
a. R Squared = ,691 (Adjusted R Squared = ,684)
Berdasarkan hasil uji anakova menggunakan sofware SPSS 20.0 for
windows di atas dapat dilihat bahwa corrected model menunjukkan angka
singnifikansi/probabilitas sebesar 0,00 < 0,05 artinya pretes dan model
pembelajaran secara simultan berbeda dampaknya terhadap hasil belajar. Intercept
menunjukkan nilai konstanta dengan signifikansi/probabilitas sebesar 0,00 < 0,05
dengan sumbangan dampak perlakuan terhadap hasil belajar sebesar 42,2 %. Nilai
signifikansi pretest menunjukkan nilai signifikansi/probabilitas sebesar 0,00 <
0,05 artinya pretes memliki dampak terhadap hasil belajar. Model pembelajaran
menunjukkan nilai signifikansi/probabilitas sebesar 0,01 < 0,05 artinya model
pembelajaran memiliki berdampak yang signifikan terhadap hasil belajar. Dari
hasil uji anakova dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar
yang signifikan pada kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2.
4.1.5 Hasil Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini dirumuskan dua hipotesis sebagai berikut :
1) H0 = tidak ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan pada siswa
kelas 4 SD antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan metode
pembelajaran mind mapping dan model pembelajaran make a match
Gugus Murai Tuntang Kabupaten Semarang.
105
2) Ha = ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan pada siswa kelas 4
SD antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan metode
pembelajaran mind mapping dan model pembelajaran make a match
Gugus Murai Tuntang Kabupaten Semarang.
Dengan hipotesis statistik sebagai berikut:
Ho: μ1 metode mind mapping = μ2 model make a match
Ha: μ1 metode mind mapping μ2 model make a match
1) H0: μ1 = μ2 artinya, tidak ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan
pada siswa kelas 4 SD antara yang memperoleh pembelajaran
menggunakan metode pembelajaran mind mapping dan model
pembelajaran make a match Gugus Murai Tuntang Kabupaten Semarang.
2) Ha: μ1 ≠ μ2 artinya, ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan pada
siswa kelas 4 SD antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan
metode pembelajaran mind mapping dan model pembelajaran make a
match Gugus Murai Tuntang Kabupaten Semarang.
Setelah diperoleh hasil uji Anakova maka dapat disimpulkan bahwa H0
ditolak dan Ha diterima. Ha diterima karena nilai probabilitas/signifikansi sebesar
0,01 < 0,05. Hal ini berarti ada perbedaan hasil belajar yang signifikan pada siswa
kelas 4 SD antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan metode
pembelajaran mind mapping dan model pembelajaran make a match Gugus Murai
Tuntang Kabupaten Semarang.
4.2 Pembahasan Penelitian
Telah didapatkan kesimpulan uji hipotesis bahwa H0 ditolak dan Ha
diterima yang artinya bahwa ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan pada
siswa kelas 4 SD antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan metode
pembelajaran mind mapping dan model pembelajaran make a match Gugus Murai
Tuntang Kabupaten Semarang. Kesimpulan ini didukung dengan data deskriptif
dan data komparasi. Data deskriptif menunjukkan bahwa adanya peningkatan
hasil belajar siswa menggunakan metode mind mapping dan model make a match.
Sedangkan data komparasi menunjukkan adanya perbedaan nilai rata-rata metode
106
mind mapping dan model make a match di mana metode mind mapping memiliki
nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan model make a match.
Sebelumnya telah dibahas pada BAB I dan BAB II bahwa metode mind
mapping dan model pembelajaran make a match memiliki pengaruh terhadap hasil
belajar IPA. Dalam IPA sendiri terdapat tiga komponen dalam rumusan atau
batasan tentang sains, yaitu 1) kumpulan konsep, prinsip hukum dan teori, 2)
proses ilmiah fisik dan mental dalam mencermati fenomena alam, termasuk juga
penerapannya, dan 3) sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan untuk
menyingkap rahasia alam. Dalam penelitian ini peneliti bermaksud untuk
menambah kemampuan siswa pada komponen pertama yaitu kumpulan konsep,
prinsip hukum dan teori. Untuk itulah metode mind mapping dan model make a
match digunakan, kedua model ini pada dasarnya membantu pemahaman dan
daya ingat siswa dalam menyerap semua materi tentang mata pelajaran IPA.
Mind mapping merupakan sistem penyimpanan, penarikan data dan akses
yang luar biasa dalam perpustakaan raksasa, yang sebenarnya ada dalam otak
yang menakajubkan (Buzan, 2012: 12). Menurut Buzan (2004: 164), metode
pembelajaran mind mapping dapat mempermudah untuk senang hati masuk ke
dunia pengetahuan dengan mendorong otak belajar lebih banyak lagi dan
membuat seseorang menjadi rajin belajar. Mind mapping membuat tafsiran baik
berupa pengkategorian fakta-fakta, mancari hubungan dan perbedaan, dan
mencari kesimpulan dengan menggunakan garis, simbol, gambar dan warna yang
variatif sehingga dapat merangsang otak sehingga lebih mudah dipelajari, dibaca
dan diingat oleh siswa.
Model make a match atau mencari pasangan adalah salah satu alternatif
yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan model ini dimulai dari teknik
yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang berupa jawaban/soal sebelum
batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Model
pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna
Curran. Salah satu keunggulannya adalah siswa mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana belajar yang menyenangkan
(Huda, 2011: 135).
107
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan peneliti telah disamakan dengan
sintak pembelajaran mind mapping dan make a match. Keterlaksanakan
pembelajaran sendiripun diukur melalui lembar observasi yang diisi oleh
observer. Pada kelompok eksperimen 1 menggunakan metode mind mapping
dengan observer Sudarmi dan Abdullah. Kegiatan pembelajaran baik kegiatan
guru dan siswa pada pertemuan 1 dan 2 sudah terlaksana 100% sesuai sintak
metode pembelajaran mind mapping. Sedangkan pada kelompok eksperimen 2
menggunakan model make a match dengan observer Mahmudah dan Sudarmi.
Kegiatan pembelajaran baik kegiatan guru dan siswa pada pertemuan 1 dan 2
sudah terlaksana 100% sesuai sintak model pembelajaran make a match.
Metode mind mapping dan model make a match selanjutnya diterapkan
dalam pembelajaran. Dengan kelompok eksperimen 1 menerima perlakuan
menggunakan metode mind mapping dan kelompok eksperimen 2 menerima
perlakuan menggunakan model make a match. Setelah kegiatan pembelajaran
selesai diperoleh data nilai pretes dan postes siswa. Data tersebut digunakan untuk
menarik kesimpulan ada atau tidaknya perbedaan signifikan hasil belajar IPA
siswa kelas 4 menggunakan metode mind mapping dan make a match di Gugus
Murai, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian di SDN Kesongo 01, SDN
Kesongo 02 dan SDN Lopait 01 di Gugus Murai, Kecamatan Tuntang, Kabupaten
Semarang yang dilakukan pada tanggal 24-31 Maret 2016 diperoleh nilai rata-rata
pretes untuk kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2. Kelompok
eksperimen 1 yang diberikan perlakuan menggunakan metode mind mapping
sebesar 59,36 sedangkan untuk kelompok eksperimen 2 yang diberikan perlakuan
model make a match diperoleh nilai rata-rata sebesar 61,66. Hasil perolehan pretes
selanjutnya dikenakan uji anakova untuk mengetahui ada/tidaknya perbedaan
yang signifikan dari perlakuan menggunakan kedua model.
Setelah dilakukan uji anakova, ditarik kesimpulan bahwa H0 ditolak dan Ha
diterima, karena nilai signifikansi pada corrected model sebesar 0,00 <0,05
artinya pretest dan model pembelajaran secara stimultan memiliki dampak yang
berbeda terhadap hasil belajar. Intercept menunjukkan nilai konstanta dengan
108
signifikansi/probabilitas sebesar 0,00 <0,05 yang artinya sumbangan dampak
perlakuan terhadap hasil belajar. Nilai signifikansi pretes sebesar 0,00
<0,05artinya pretes memiliki dampak yang signifikan terhadap hasil belajar dan
pemberian perlakuna model dengan signifikansi/probabilitas sebesar 0,01 <0,05
artinya model pembelajaran berdampak yang signifikan terhadap hasil belajar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan hasil belajar IPA
Kelas 4 menggunakan metode mind mapping dan model make a match. Hasil
penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian
terdahulu.
Terdapat beberapa temuan hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan
bahwa penggunaan metode mind mapping dan model make a match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Berikut akan dipaparkan temuan hasil
penelitian terdahulu:
Berdasarkan penelitian menggunakan metode pembelajaran mind mapping
yang dilakukan oleh Ni Putu Stya Prahita, I Nyoman Jampel, I Gde Wawan
Sudatha pada hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD tahun pelajaran 2013/2014 di
Desa Yahembang Gugus IV Diponegoro Kecamatan Mendoyo. Dalam penelitian
ini kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran mind mapping hasil belajarnya
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran
secara konvensional. Ini menjadi bukti bahwa metode pembelajaran mind
mapping dapat meningkatkan hasil belajar. Adanya perbedaan yang signifikan
pada hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan menggunakan metode mind
mapping berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA siswa dibandingkan
dengan pembelajaran konvensional.
Berikutnya penelitian mind mapping yang dilaksanakan oleh Anisa
Fatmawati tentang perbandingan metode mind mapping dan index card match.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuantitatif dengan subjek
penelitian siswa kelas 4C dan 4D SD IT Nur Hidayah Surakarta. Berdasarkan
hasil uji t diperoleh data taraf signifikansi 5% diperoleh thitung >ttabel yaitu
2,0722 > 1,994 dengan nilai rata-rata hasil belajar IPA kelas 4C lebih besar
dibandingkan nilai rata-rata kelas 4D yaitu 85,1 > 82,5. Kesimpulan dari
109
penelitian ini adalah (1) ada perbedaan hasil belajar IPA dalam penggunaan
metode mind mapping dengan index card match pada kelas 4 SDIT Nur Hidayah.
(2) Metode pembelajaran mind mapping lebih baik dibandingkan dengan index
card match terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV.
Selanjutnya, penelitian tentang mind mapping yang dilakukan oleh Rizkia
Hilmi Utami tentang aktivitas dan hasil belajar siswa kelas 4 SD. Subjek
penelitian adalah siswa kelas 4 SD Negeri 01 dan 03 Majalangu. Dari hasil
penelitian data diuji menggunakan uji Udiperoleh nilai Asymp. Sig/Asymptotic
significance sebesar 0,045 atau<0,05, sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak dan
Ha diterima. Dengan demikian, metode pembelajaran mind mapping efektif dalam
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar materi Sumber Daya Alam pada siswa
kelas IV SD Negeri 03 Majalangu Kabupaten Pemalang.
Selanjutnya, penelitian terkait metode mind mapping oleh Lina Herlina
dengan materi sistem organ pada siswa SMP Negeri 281 Jakarta. Dalam penelitian
ini didapatkan hasil sebagai berikut: Kegiatan membuat mind map dilakukan
dalam suasana yang menyenangkan dan santai tatapi tetap serius dan nuansa
ilmiah tetap mendominasi. Belajar yang dilakukan dengan senang, aktif, kreatif
dan inovatif dapat meningkatkan efektifitas belajar, sehingga pada akhirnya hasil
belajar juga lebih meningkat.
Penelitian tentang metode mind mapping terdahulu yang digunakan
sebagai rujukan adalah penelitian dari Dasmo dan Heri Riswanto tentang hasil
belajar IPA. Subjek penelitian adalah kelas VIII SMP 275 Jakarta yang terdiri dari
60 siswa dan kemudian dibagi kedalam kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari
hasil pengujian simple effect diperoleh thitung sebesar 3,345 dan ttabel 1,672. Dengan
demikian disimpulka bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan
antara peserta didik yang belajar menggunakan mind mapping dengan yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
Selanjutnya ada penelitian tentang metode mind mapping dari Maria
Magdalena dan Asri Budiningsih. Subjek penelitian yaitu siswa kelas VIIA dan
VIIB SMP Santa Maria Fatima Jakarta Timur. Kelas VII A terdiri dari 40 siswa
sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas VII B yang terdiri dari 38 siswa
110
sebagai kelas kontrol. Dalam penelitian ini didapatan kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan pemahaman konsep antara siswa yang melaksanakan pembelajaran
dengan metode mind mapping dengan siswa yang menggunakan metode ceramah
dan presentasi.
Penelitian berikutnya tentang metode mind mapping dilakukan oleh
Chusnul Nurroeni, penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 5 A dan kelas 5 B
SDN Debong Kidul Kota Tegal sebanyak 78 siswa. Kelas 5 A berjumlah 38 siswa
sebagai kelompok eksperimen dan kelas 5 B sebanyak 40 siswa sebagai kelompok
kontrol. Kelas eksperimen diberikan pembelajaran IPA menggunakan metode
mind mapping sementara kelas kontrol diberikan pembelajaran IPA menggunakan
pembelajaran konvensional. Dari hasil penelitian didapatkan data bahwa H0
diterima, ini artinya tidak ada perbedaan signifikan hasil belajar IPA
menggunakan metode mind mapping dan pembelajaran konvensional.
Hasil penelitian Chusnul Nurroeni bertentangan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian Chusnul Nurroeni ditarik
kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan
menggunakan metode mind mapping sedangkan dari hasil penelitian yang
dilakuakan peneliti terdapat pengaruh hasil belajar IPA menggunakan metode
mind mapping. Dalam penelitian ini, kesesatan konstan yang sangat nampak jelas
adalah pemahaman siswa tentang cara pembuatan mind mapping masih kurang.
Kekurangpahaman tersebut menyebabkan siswa lebih berkonsentrasi untuk
membuat mind mapping daripada memahami materi pembelajaran.
Kekurangpahaman tersebut tidak mudah untuk dikendalikan dalam waktu singkat.
Perlu waktu lama dan intensif untuk membiasakan siswa dalam membuat mind
mapping.
Setelah dipaparkan hasil penelitian sebelumnya tentang metode mind
mapping selanjutnya akan dipapatkan penelitian yang mendukung model make a
match. Penelitian model make a match yang pertama akan dibahas adalah
penelitian oleh Isnaeni Budi Rahayu dkk tentang peningkatan hasil belajar IPA
siswa kelas 5 SDN 3 Waluyo dengan materi bumi dan alam semesta. Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh data yang menyatakan peningkatan pada setiap siklus.
111
Peningkatan tersebut sudah mencapai indikator kinerja yaitu > 85%. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan model make a match dapat
meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelas 5 SDN 3 Waluyo.
Hasil penelitian model make a match berikutnya dari Ibadullah Malawi dan
Juwarti tentang hasil belajar IPA pada kelas 5 SDN 01 Manisrejo Madiun. Sampel
penelitian adalah siswa kelas V A dan V B SDN Manisrejo Madiun. Kelas A
sebagai kelas ekperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen
dalam pembelajaran menggunakan model make a match sementara kelas kontrol
dalam pembelajaran menggunakan model konvensional. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: 1) siswa yang diberi pembelajaran model cooperative
learning type make a-match lebih baik dari siswa yang diberi pembelajaran model
konvensional; 2) jika dilihat dari model pembelajaran yang digunakan ini, maka
hasil belajar siswa yang diajar dengan kedua pembelajaran tersebut menunjukkan
bahwa siswa yang diberi model pembelajaran make a-match lebih tertarik dan
mereka merasa gembira. Karena dalam pembelajaran ini, siswa tidak hanya
belajar saja akan tetapi siswa belajar sambil bermain dan ini lebih membuat siswa
aktif dalam belajar. Sehingga akan menghasilkan nilai yang lebih baik dari siswa
yang diberi pembelajaran konvensional, sedangkan siswa yang diberi
pembelajaran konvensional cenderung pasif dan ini akan mengakibatkan hasil
nilai yang rendah.
Penelitian model make a match selanjutnya dari Maulidiyah tentang hasil
belajar siswa IPA dengan materi adaptasi makhluk hidup. Subjek penelitian yaitu
siswa kelas 5 MI Raudlatul Jannah yang berjumlah 56 siswa yang kemudian
dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Teknik analisi data
dalam penelitian ini menggunakan uji t. Berdasarkan hasil uji t diperoleh hasil
thitung = 2,12 dan ttabel = 1,706 dengan taraf signifikan 5 % yang berarti thitung > ttabel
(2,12 < 1,706 ), Maka H0 ditolak dan Ha diterima. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh hasil belajar menggunakan model make a
match.
Penelitian tentang model make a match selanjutnya dari Suatri pada mata
Pelajaran IPA di SDN 12 Nan Sabaris. Pada penelitian ini didapatkna hasil bahwa
112
model pembelajaraan make a match dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini
dibuktikan dengan terjadinya peningkatan ketuntasan belajar siswa pada setiap
siklus, yaitu 64,00% pada siklus I dan 83,50% pada siklus II.
Berikutnya penelitian tentang make a match oleh Nunung Nurgayati. Dalam
penelitian ini membandingkan antara model make a match dan think pair share
materi organisasi kehidupan mata pelajaran IPA. Subjek penelitian adalah siswa
kelas VII-5 dan kelas VII-6 MTs Negeri Leuwimunding yang berjumlah masing-
masing 30 siswa. Berdasarkan analisis data menggunakan uji t diperoleh nilai
signifikansi sebesar 0,021, karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka
terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar mebggunakan think pair
share dan make a match. Hal ini berarti model make a match dan think pair share
baik digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA.
Selanjutnya penelitian tentang model make a match oleh Ni Made
Suandayani Ari Putri, Ni Wayan Suniasih, I Wayan Wiarta pada mata pelajaran
IPA siswa kelas 4 SD. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu.
Sampel penelitian terdiri dari 78 siswa yang dibagi ke dalam kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dalam pembelajaran
menggunakan model pembelajaran make a match sementara kelas kontrol dalam
pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional. Setelah dilakukan
uji t diperoleh hasil bahwa H0 ditolak dan Ha diterima ini artinya bahwa terjadi
perbedaan signifikan hasil belajar IPA menggunakan model make a match dengan
hasil belajar IPA menggunakan model konvensional. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe make-a match berbasis
media lingkungan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 4 Sekolah
Dasar Gugus II Kecamatan Kuta Utara Tahun pelajaran 2012/2013.
Penelitian tentang model make a match berikutnya dari Leyla Ary Octavia
dan Muhroji tentang perbedaan hasil belajar IPA kelas 3 menggunakan model
STAD dan make a match. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas 3 A dan 3 B
SD N Gemolong 2. Setelah penelitian didapatkan data yang kemudian di analisis.
Berdasarkan analisis data dengan taraf signifikansi 5% diperoleh thitung > ttabel =
3,611 dan 3,618 > 2,01954. Dan diperoleh nilai rerata kelas antara kelas yang
113
diajar menggunakan strategi STAD dan kelas yang diajar menggunakan strategi
make a match yaitu 85,68 > 77,62. Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1) ada
perbedaan pengaruh antara strategi STAD dengan strategi make a match terhadap
hasil belajar IPA siswa kelas 3 di SD N Gemolong 2 Tahun 2015/ 2016. 2)
strategi STAD lebih besar pengaruhnya daripada strategi make a match terhadap
hasil belajar IPA siswa kelas III di SD N 2 Gemolong Tahun Ajaran 2015/ 2016.
Dalam penelitian ini ternyata model make a match dalam meningkatkan hasil
belajar masih belum begitu bagus. Hal ini karena penerapan model STAD
(Student Teams Achievement Division) dapat membangkitkan semangat belajar
siswa dalam mengemukakan pendapat untuk saling berbagi informasi dengan
perbedaan kemampuan yang dimiliki anggota satu dengan yang lain. Sementara
model make a match terfokus pada melatih ingatan siswa dalam memahami
materi dengan cepat dan menghafal cepat dan terkadang beberapa siswa lambat
melakukan hal tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti serta sumber
penelitian sebelumnya, peneliti menarik kesimpulan bahwa metode mind mapping
dan model make a match berpengaruh terhadap hasil belajar IPA. Di mana metode
pembelajaran mind mapping lebih unggul dari model pembelajaran make a match
dilihat dari komparasi nilai pretes dan postes.
Metode pembelajaran mind mapping lebih unggul karena menurut Buzan
(2012: 50) mind mapping adalah alat yang penuh daya dan ramah otak. Mind
mapping melibatkan kedua sisi otak. Mind mapping menggunakan gambar, warna
dan imajinasi (wilayah otak kanan) bersamaan dengan kata, angka, dan logika
(wilayah otak kiri). Mind mapping mendorong untuk berpikir secara sinergis.
Cara cabang tumbuh ke luar untuk membentuk anak-anak cabang lain mendorong
untuk menciptakan lebih banyak ide dari setiap pikiran yang di tambahkan ke
dalam mind map. Dalam mind mapping semua gagasan saling berkaitan, mind
mapping membantu otak membuat lompatan pengertian dan imajinasi besar
melalui asosiasi. Dengan mind mapping akan membantu kekuatan otak untuk
dapat lebih bebas dalam berpikir. Mind mapping merupakan sistem penyimpanan,
penarikan data dan akses yang luar biasa dalam perpustakaan raksasa, yang
114
sebenarnya ada dalam otak yang menakajubkan (Buzan, 2012: 12). Menurut
Buzan (2004: 164), metode pembelajaran mind mapping dapat mempermudah
untuk senang hati masuk ke dunia pengetahuan dengan mendorong otak belajar
lebih banyak lagi dan membuat seseorang menjadi rajin belajar.
Sementara itu model pembelajaran make a match kegiatan mencari
pasangan mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu
dalam suasana menyenangkan (Huda, 2011: 135). Model pembelajaran make a
match akan meningkatkan aktivitas siswa baik dalam kegiatan belajar dan
fisiknya. Pembelajaran pun akan terasa menyenangkan dengan kegiatan mencari
pasangan antara kartu soal dan jawaban. Dengan begitu maka pemahaman dan
motivasi belajar siswa akan meningkat. Dalam model pembelajaran make a
match, siswa dilatih keberaniannya melalui kegiatan presentasi pasangan soal dan
jawaban. Siswa juga dilatih untuk disiplin menghargai waktu sesuai dengan aturan
yang ditentukan guru dalam setiap kegiatan mencari pasangan.
Namun demikian model pembelajaran make a match memiliki kelemahan
yang mengganggu siswa dalam menguasai konsep-konsep IPA. Hal ini bisa
terjadi ketika dalam pembelajaran waktu banyak terbuang karena kurangnya
persiapan. Begitu pula pada waktu awal-awal kegiatan mencari pasangan, banyak
siswa yang akan malu-malu jika mendapatkan pasangan lawan jenis sehingga
menghambat kegiatan belajar siswa dalam menguasai konsep-konsep IPA. Dalam
kegiatan presentasi pun akan banyak siswa yang kurang memperhatikan sehingga
penguasaan konsep-konsep IPA mereka akan melemah untuk itu guru harus dapat
mengendalikan situasi tersebut. Selain itu kegiatan mencari pasangan yang
dilakukan secara terus menerus akan membosankan sehingga tujuan awal untuk
memperkuat konsep-konsep IPA tidak dapat berjalan dengan maksimal karena
siswa yang tidak lagi bersemangat dalam bermain mencari pasangan kartu soal
dan jawaban (Huda, 2014: 253-254). Kelemahan model pembelajaran make a
match sehingga membuatnya lemah dibandingakan metode pembelajaran mind
mapping karena model pembelajaran make a match hanya menggunakan kata,
angka, dan logika yang merupakan wilayah otak kiri saja melalui kegiatan
mencocokkan kartu soal dan jawaban tanpa melibatkan otak kanan berbeda
115
dengan metode pembelajaran mind mapping yang menggunakan bagian otak kiri
dan otak kanan. Apabila hanya mengandalkan satu sisi otak dan melalaikan sisi
lainnya akan mengurangi potensi keseluruhan otak secara drastis (Buzan, 2012:
60). Setelah dilakukan kajian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran
mind mapping lebih unggul dan dapat membuat siswa menguasai konsep-konsep
IPA lebih baik daripada model pembelajaran make a match.
Selanjutnya akan dibahas kegiatan pembelajaran menggunakan metode
pembelajaran mind mapping dan model pembelajaran make a match. Dalam
kegiatan pembelajaran ada dua pandangan yang berbeda mengenai epistemologi
pengetahuan dan cara pemerolehan pengetahuan, meskipun keduanya terhubung
melalui garis kontinum berlawanan kutub. Kedua pandangan tersebut adalah: a)
pandangan obyektivistik (direct instruction) yang banyak dipengaruhi teori belajar
behavioristik dan teori kognitif terutama teori pemrosesan informasi; b)
pandangan konstruktivistik. Pandangan obyektivistik melahirkan pembelajaran
dengan: 1) presentasi berbantuan media visual, 2) drill and practice (latihan dan
pengulangan), 3) tutorial, dan 4) demonstrasi. Pandangan konstruktivistik
melahirkan pembelajaran yang berpusat pada siswa, diantaranya: 1) diskusi, 2)
cooperative learning, 3) games, 4) simulasi, 5) inquiry – discovery, 6) problem
solving, 7) problem based learning dan 8) project based learning (Pujiriyanto,
2011: 105-125).
Metode pembelajaran mind mapping termasuk dalam pandangan
obyektivistik yang banyak dipengaruhi teori belajar behavioristik dan teori
kognitif terutama teori pemrosesan informasi. Metode pembelajaran mind
mapping termasuk dalam pembelajaran dengan presentasi berbantu media visual.
Sementara model pembelajaran make a match termasuk dalam pandangan
kontruktivistik yang melahirkan pembelajaran cooperatif learning. Kedua metode
dan model pembelajaran sama-sama digunakan dalam pemerolehan pengetahuan,
namun metode pembelajaran mind mapping dalam kegiatan pembelajaran
langsung terfokus pada ranah kognitif dalam penguasaan konsep-konsep IPA.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan
116
evaluasi (Sudjana, 2016: 22). Sedangkan model pembelajaran make a match lebih
kepada pandangan kontruktivistik di mana siswa membangun pengetahuannya
secara aktif (Lie, 2010: 5). Penguasaan konsep-konsep IPA akan lebih lama ketika
menggunakan model pembelajaran make a match dibandingkan dengan metode
pembelajaran mind mapping. Uraian tersebut menjadi alasan ditariknya simpulan
bahwa metode pembelajaran mind mapping lebih unggul daripada model
pembelajaran make a match.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Setiap penelitian pasti ada beberapa keterbatasan termasuk penelitian yang
telah dilaksanakan oleh peneliti. Dalam peneltian ini masih banyak kekurangan
yang berdampak pada kurang sempurnanya penelitian. Kekurangan tersebut
meliputi sampel yang tidak bisa diambil secara random dan peneliti tidak dapat
menemui satu persatu menemui orang tua atau wali siswa untuk meminta izin
melakukan penelitian. Oleh karena itu dihimbau pada para peneliti untuk
memperhatikan keterbatasan tersebut sehingga di masa mendatang penelitian akan
menjadi lebih baik.