Upload
truongcong
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Letak Geografis dan Topografi
Kecamatan Bintauna merupakan salah satu daerah yang memiliki kerajaan
yang sekarang termasuk salah satu dari enam kecamatan di Kabupaten Daerah
Tingkat II Bolaang Mongondow Utara. Secara geografis Kecamatan Bintauna
berada 125° LU dan 1° BT dengan ketinggian 1 meter di atas permukaan air laut (
Pemda, Perencanaan Kota Ibu Kota Pimpi, 1991 : 1 ).
Kecamatan Bintauna terdiri dari 16 Desa Dan 1 Kelurahan yang
memanjang dari daratan Rendah (Barat Laut) ke Tenggara dan di apit oleh sungai
Sangkub dan Sungai Bonoto, yang berbukit-bukit,bergunung-gunung, sebagai
puncak tertinggi adalah Gunung Gambuta.
Bentuk topografi wilayah Kecamatan Bintauna dan Jarak pusat
pemerintahan Kecamatan Bintauna dapat diklasifikasikan menjadi :
Keadaan tanahnya datar sampai berombak 74 %, berombak sampai
berbukit 10 %, berbukit sampai bergunung 15 %, dari seluruh wilayah Kecamatan
Bintauna. Jarak tempuh dari pusat kecamatan ke ibu kota kabupaten yakni
berjarak 20 km, pusat kecamatan ke Kota Madya Kotamobagu berjarak 132 km,
sedangkan jarak ke ibu kota Provinsi Sulawesi Utara yaitu 258 km.
4.1.2 Hidrologi
Kecamatan Bintauna dikelilingi oleh pegunungan, sungai, serta laut karena
sebagian wilayah Kecamatan di pesisir pantai dan sebagai pegunungan. Keadaan
suhu sekitar 22℃ - 32 ℃ dan umumnya sangat dipengaruhi oleh alam tropis yang
beriklim tipe B.
Jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak 150 hari dan banyaknya
curah hujan hujan 200 mm pertahun. Musim penghujan jatuh pada Bulan Oktober
– Februari dan musim peralihan (musim hujan ke musim kemarau) jatuh
padabulan Maret, sehingga musim panas mulai pada Bulan April- juli. Sebaliknya
peralihan dari musim panas ke musim hujan terjadi pada Bulan Agustus –
September. ( Jawatan meteorologi dan geofisika).
4.1.3 Kependudukan
Pada masa pemerintahan Kerajaan Bintauna kependudukan merupakan
data pokok yang dibutuhkan baik dikalangan pemerintahan maupun swasta,
sebagai bahan untuk perencanaan pembangunan baik di bidang Sosial, Ekonomi,
maupun Politik, semuanya memerlukan data penduduk sebagai subyek sekaligus
obyek dari pembangunan.
Penduduk Kemacatan Bintauna saat ini sangat beragam dengan masuknya
para pedagang (migrasi) pada tahun 1998-2013 tercatat 21.000 jiwa dengan rata-
rata pertumbuhan pertahunnya 500 jiwa.
Namun hubungan antara penduduk asli menunjukan hubungan yang baik,
baik diantara penduduk pendatang dengan penduduk asli, masing-masing
mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda namun hubungan sosial
yang baik ini dapat dilihat segi pendidikan, pertanian, perekonomian, dan sosial
budaya.
Sebagai masyarakat yang mendiami Kecamatan Bintauna tentunya
mengetahui bahwa penduduk di daerah ini mayoritas beragama islam dan wajib
menjalankan syareatnya. Hal ini dapat di lihat dalam aktivitas seharian,
memperlihatkan nafas keislaman, sehingga anatara adat dan agama selalu
terpelihara dan saling menunjang antara adat dan agama selalu terpelihara dan
saling menunjang antara keduannya, oleh karena itu, di dalam kehidupan sehari-
hari syarat dengan gagasan nilai-nilai, norma, kebiasaan dan aturan-aturan lisan
yang hingga kini tetap terpelihara dan di hormati keberadaannya.
4.1.4 Sosial Budaya
Sejak zaman dulu, masyarakat Bintauna terkenal dengan adanya sistem
kerjasama atau tolong menolong yang dalam bahasa Bintauan Motiayo dan tidak
terbatas hanya dengan satu keluarga saja, tetapi tolong menolong antara anggota
masyarakat dalam desa untuk menyelesaika suatu perkara, misalnya membangun
rumah, membersikan kebun, menanam dan lain-lain. Di samping itu terjadi dalam
pesta acara pesta perkawinan, kedukaan dimana semua anggota keluarga terikat
dengan kewajiban untuk membantu moral mapun material, karena merasa
suksesnya pelaksanaan kegiatan tersebut merupakan tanggung jawab keluarga
serta nama baik mereka. Tolong menolong tersebut hingga kini masih melekat
pada masyarakat Bintauna.
Selain itu keadaan masyarakat Bintauna dengan Corak kehidupannya dapat
di tinjau dari beberapa aspek kehidupan, antara lain :
1. Bidang pendidikan dan Kebudayaan
Di lihat dari aspek pendidikan, C.P. Mokodenseho(2003 :21), di masa
pemerintahan Raja Mohammad Datunsolang tahu 1859-1945 mulai timbul
adanya perhatian dalam soal pendidikan Di Kerajaan Bintauna dengan di
bukanya sekolah Rendah 3 tahun dan pada bulan September 1908 menjadi
sekolah rendah 5 tahun dengan Gurunya H.Gerungan.
Keadaan pendidikan di Bintauna sampai sekarang berupaya untuk
menunjang bagaimana program wajib belajar yang telah dicanangkan oleh
pemerintahan dan menyediakan perpustakaan, di samping berupa
meningkatkan pembinaan terhadap kegiatan pendidikan formal dan non
formal, usaha peningkatan kulitas dan kualitas sektor pendidikan.
Sementara dari aspek kebudayaan, sampai sekarang ini yang masih terus
berlansung dimasyarakat Bintauna yaitu dikenal dengan adanya upacara
penjemputan tamu kepada setiap tamu-tamu agung kenegaraan atau
kepemerintahan. Adapun kebudayaan yang berupa sisa peninggalan dari
kerajaan Bintauna yaitu Rumah Adat Kerajaan Bintauna.
2. Agama dan Kepercayaan
Menurut catatan sejarah, agama Islam di Bintauna sudah ada sejak
pertengahan abad ke-16, namun kelompok masyarakat tersebut akhirnya
melepaskan diri dari kerajaan Bintauna dan bergabung dengan kerjaan
Bone Suwawa.
Setelah masuknya para pedagang Bugis tahun 1700, akhirnya membawa
pengaruh Islam bagi penduduk setempat. Tetapi, Islam berkembang pesat
di Kerajaan Bintauna ketika Raja Patilima Datunsolang ( 1783 ) yang
dinobatkan di Ternate menetapkan Islam sebagai agama kerajaan.
Sedangkan agama Katolik masuk pada tahun 1680 pada Raja pertama
Lepeo Mreteo yang di bawah masuk oleh pendeta asal Ambon bernama
Talahutu sekitar abad ke-17. Sedangkan untuk agama Budha masuk di
Bintauna bersama datangnya para perantau-peratau dari daerah China yang
dalam perkembangannya sudah menjadi penduduk bintauna dengan status
Warga Negara Indonesia Keturunan China.
Walaupun masyarakat sudah dipengaruhi oleh aliran-aliran kepercayaan
keagamaan namun dalam beberapa hal mereka masih mempertahankan
tradisinya. Sampai akhir abad ke-19 bahkan lebih jauh terlihat adanya
pelaksanaan adat kebiasaan lama khusus alam pikir/kepercayaan lama
seperti praktek-praktek utuk memperoleh pentuk dari yang ghaib.
Adanya pengajaran-pengajaran agama alam pikir yang telah dikemukakan
diatas, terlepas oleh masyarakat Bintauna. Untuk saat ini kebijaksanaan
dalam bidang agama dititik beratkan pada penetapan kerukunan
beragama bagi seluruh pemeluk agama. Sampai saat ini sarana peribadatan
yang menunjang upaya pembinaan kehidupan umat beragama di wilayah
Kecamatan Bintauna.
3. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan perekonomian pada masa kerajaan Bintauna berfokus pada
pertanian, pedagang, penangkapan ikan, meramu hasil hutan dan berburu.
Aspek pertanian areal yang di tanami adalah ladang, sawah, adapun
menjadi makanan pokok adalah beras dan sagu. Perdagangan yang lebih
dominan yang di kembangkan pada masa kerajaan bintauna adalah
perdagangan hasil-hasil pertanian yang kemudian di angkat dengan
perahu/ perahu layar ke Manado karena perdagangan pada masa kerajaan
Bintauna dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan.
Pada abad ke-21 masyarakat Bintauna saat ini masih meningkatkan
kemampuan industri perdagangan untuk dapat mendorong peningkatan
mutu yang akhirnya memperluas lapangan kerja sehingga dapat
mengarungi tingkat pengangguran. Sejalan dengan ini di Bintauna
diberlakukan kegiatan perekonomian di sektor industri di arahkan pada
peningkatan kemampuan industri kecil dan rumah tangga.
4.2 Status Pemerintahan Kerajaan Bintauana
Berbicara kerajaan Bintauna tidak terlepas dari kerajaan-kerajaan yag ada
di gorontalo dan Bolaang Mongondow. Menurut B.J Haga dalam perjanjian
limolo pohalaa, Bintauna tergabung dalam satu ikatan keluarga yang disebut
pohalaa, yakni termasuk dalam pohalaa Bone- Suwawa.
Seirama dengan pendapat di atas sumber lain mengatakan bahwa kerajaan
Bintauna termasuk dalam kelompok Pohalaa dan selanjutnya pohalaa itu
membentuk satu kesatuan (Limolo Pohalaa) berdasarkan ikatan Geneologis,tata
pemerintahan tradisional.
Perjalanan sejarahnya, Bintauna melepaskan diri dari kerajaan Bone-
Suwawa dan membentuk kerajaan sendiri dengan nama Vintauna, mula-mula
Bintauna terdiri dari dua kelompok masyarakat yang masing-masing memiliki
wilayahnya sendiri-sendiri dan memiliki agama dan kepercayaan yang berbeda.
Kelompok pertama adalah:
1. Masyarakat yang berada di bagian utara penyembah pohon, batu dan lain-
lain yang di sebut dengan kepercayaan
2. animisme dan dinamisme.
3. Masyarakat bagian selatan yang beragama Islam.
Alasan inilah yang menjadi penyebab sehingga kelompok bagian selatan
yang beragama islam memisahkan diri dari kerajaan Bintauna dan bergabumg
kembali dengan kerajaan Bone-suwawa.di Gorontalo pada tahun 1673. Kalau
demikian jelas apa yang di katakan oleh Kuno Kaluku (dalam idhar Mohammad
2008: 42) bahwa : disebelah Timur Gorontalo terdapat Negeri Bawangijo yang
tergabung dalam Pohalaa Suwawa yang dihuni oleh beberapa kelompok manusia.
Oleh suatu sebab yang tidak jelas beberapa dari kelompok ini berpindah ke
Bagian Timur laut dan dapat berhubungan dengan kerajaan Bintauna.
Mengacu pada pendapat di atas, amat jelas jika di lihat dari kelompok
agama islam bagian selatan yang melepaskan diri dari kerajaan Bintauna dan
bergabung dengan kerajaan Bone-Suwawa di Gorontalo. Selanjutnya kerajaan
Bintauna yang berkembang adalah sebagian penduduk yang masih menganut
kepercayaan Animisme dan Dinamisme. Kelompok kedua berada di bagian
selatan. Mereka sudah menganut Islam sebagai kepercayaan mereka.karena
perbedaan kepercayaan ini, kelompok dari selatan bergabung kembali ke dalam
wilayah kerajaan Bone(Suwawa).
Masuknya para pedagang Bugis, beberapa warga dari Bintauna Utara
masuk Islam. Meski seblumnya ada sebagian dari mereka sudah memeluk agama
Kristen Katolik. Ini antara lain dibuktikan oleh kuburan Raja
Mooreteo(mokodetek) yang biasa dijuluki Ohongia (Jangkulango) okahera (Raja
di Gereja). Bahkan di dekat makam Moereteoo terdapat kuburan seorang pendeta
berasal dari Ambon,Bernama Talahutu.
Sementara Raja Bintauna yang pertama-tama memeluk Islam adalah Raja
Patilima Datunsolang (Raja Ketiga) yang dinobatka diternate pada tahun 1783.
Kerajaan Bintauna pernah memiliki wilayah di Daerah Afdeling Gorontalo
dalam kerajaan Bone-Suwawa. Pendapat tersebut diperjelas lagi oleh B.J.Haga
1981-14 (dalam idhar Mohammad 2008-43) bahwa pada saat itu, datanglah
pendatang baru ke Kerajaan Suwawa yakni Bone (Sulawesi Selatan) dan dari
Bintauna (wilayah Kontroliran Bolaang Mongondow). Demikian terjadi tiga
kerajaan merdeka. Bone-Suwawa dan Bintauna yang mengadakan kontrak
bersama dengan VOC. Tiap kerajaan mempunyai Rajanya sendiri dan dua
marsaoleh dengan gelar-gelar sendiri.
Satu distrik wilayah kerajaan Bintauna yang dimasukan pada wilayah
Afdeling Gorontalo tersebut menjadi satu marsaoleh Ulea dari kerajaan Bone-
Suwawa. Walaupun demikian Bintauna tetap menjalankan system pemerintahan
kerajaan dengan bermusyawarah untuk mengangkat raja pengganti yaitu Toraju
Datungsolang yang kemudian pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan pada
negeri Vantayo.
Sebenarnya sejak berdirinya kerajaan Bintauna tidak mencakup wilayah
pesisir pantai laut Sulawesi seperti sekarang, tetapi menguasai wilayah
pedalaman, seperti wilayah bagian selatan kecamatan Sangtombolang (sekarang
kecamatan Sangkub), bagian barat kecamatan Dumoga dan bagian pedalaman
Kecamatan Bintauna sekarang.
Ketika Raja Mohammad Datunsolang melakukan kontrak sifat batas-batas
wilayah dengan Kerajaan Mongondow dan Bolangitang pada tahun 1901,maka
wilayah kerajaan Bintauna sebagai berikut:
1. Mencakup laut Sulawesi disebelah Utara,
2. Kerajaan Bolaang Mongondow sebelah timur,
3. Afdeling Gorontalo sebelah selatan dan
4. Kerajaan Bolangitang di sungai Biontong (Bunongoditi/Gulantu) di
sebelah barat.Mokodenseho (dalam Reiner Emyot Ointoe).
Demikian Kerajaan Bintauna harus melepaskan distrik Doloduo ke
kerajaan Mongondow, sebagai penggantinya, wilayah Mongondow yang berada di
pesisir pantai desa Batulintik (sekarang menjadi salah satu Desa di kecamatan
Bintauna), diserahkan pada kerajaan Bintauna . setelah terjadi pergantian wilayah
tahun 1905, maka pendudk Kerajaan Bintauna yang sudah berabad-abad lamanya
bermukim di daerah pedalaman di tepi sungai Sangkub pindah ke pesisir Utara
Minaga yang sekarang menjadi desa Bintauna Pantai.
4.3 Dimensi Pemerintahan Sangkurango (Kepala Suku)
Bintauna masih terdapat kelompok masyarakat yag masih statis dan
hidupnya berpindah-pindah (nomaden). Dalam perjalanan sejarah kelompok-
kelompok tersebut membuat satu pemukiman yang dalam bahasa bintauna disebut
lipu.
Seluruh wilayah Bolaang Mongondow sudah terdapat beberapa pemukiman baru
yang oleh para bogani dinamakan totabuan,termasuk bintauna.lama-kelamaan
pemukiman yang mereka duduki beberapa tahun di tinggalkan lagi dan mencari
pemukiman baru.sangkurango Vahe yang memimpin perpindahan penduduk dari
sahawoto ke ipisolo di tempat sapahohavo.
Menurut C.P Mokodenseho (dalam Idhar mohamad 2008 :47) Dalam
perjalanan perpindahan yang dipimpin oleh sangkuranh Vahe menuju ke ipisolo,
di tempat peristirahatan mereka memandang ke negeri asal tiba-tiba sangkurango
Vahe berseruh :
‘’ Liti-litu sapahohavo tinumike kunomanto rono hayu lipu nato lipu parango no
panto inosumbolo no rayo nomungo nohindapo tipuwongku pokundalo poneapu
no sumako luli rasu mindao’’ (duduk di savahohaavo berdiri dan memandang
sayup-sayup mata memandang negeri yang tercinta ditumbuhi pohon kraton yang
berbuah,brcahaya, kupetik dan kujadikan bedak diusapkan dimuka hilangkan
rindu dendam).
Syair ini sekarang sudah menjadi lagu yang sering dinyanyikan masyarakat
bintauna.
Adapun sangkurango yang mengangkat ohongia adalah sangkurango
Rayonda dan Movihe sekaligus berperan sebagai raja.dalam musyawarah dengan
penduduk setempat untuk mendapatkan kesepakatan mengangkat Tamengku
menjadi Ohongia Bintauna sebagai raja.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh C.P Mokodenseho (dalam Idhar
Mohammad 2008-50) bahwa : Vokani Vende pada saat itu diusung mnjadi raja
oleh rakyat Bintauna yang bertempat di Iposolo, namun beliau menolaknya dan
memeberikan saran agar cucucnya putri Tendeno yaitu Lepeo Mooreteo di
Limboto untuk di angkat menjadi Ohongia atau raja tertinggi di Bintauna. Usul
tersebut disepakati dan berangkatlah utusan ke Limboto untuk menjemput Lepeo
Mooreteo dan niat Masyarakat Bintauna tersebut di kabulkan oleh orangtua Lepeo
Mooreteo dan di bawahlah Lepeo ke negeri Iposolo menjadi Rja Bintauna dn
semasa pemerintahannya negeri dipindahkan ke Raaminanga.
Proses pengangkatan raja tersebut diatas, jelas bukan melalui paksaan,
kekerasan, melainkan dengan hasil musyawarah oleh kelompok-kelompok
tersebut membentuk satu persekutuan tanpa ada paksaan.
Sejak Lepeo Mooreteo menjad raja Bintauna, maka mulailah berlaku
sistem pemerintahan kerajaan Bintauna, waaupun sebelumnya ada raja tertinggi
yang diangkat melalaui hasil musyawarah oeh masyarakat dan para sangkurango
serta tua-tua adat, namun tidak sempat mnata sistem pemerintahan kerajaan
Bintauna sebab tlah terbunuh pada saat penobatan sebagai raja.
4.4 Dimensi pemerintahan Raja-raja
Setelah berakhirnya pemerintahan sangkurango pada tahun 1600, Bintauna
mulai memasuki zaman raja-raja. Sebenarnya sejak zaman sangkurango Movihe
dan Rayonda munculnya embrio sistem pemerintahan kerajaan bintauna yang
diawali dengan dipeloporinya untuk mengangkat tamangku sebagai raja tertinggi
dikerajaan Bintauna. Oleh karena terbunuhnya Tamangku Bintauna dipimpin oleh
para sangkurango. Sistem pemerintahan ini baru dimantapkan oleh raja yang
terpilih berikutnya, yakni Lepeo Moreteoo.
Adapun dimensi raja-raja yang pernah memimpin kerajaan bintauna adalah
sebagai berikut :
1. Raja Lepeo Mooreteo 1675-1720
Raja Lepeo Mooreteo memimpin sekitar tahun 1675-1720,pada masa
pemerintahannya negeri Bintauna bertempat di Raaminanga.Mooreteo ketika
menjadi raja masih menganut kepercayaan Animisme dan Dinamisme dengan
masuknya Agama Kristen pada akhir abad ke-17 maka raja mooreteo memeluk
agama tersebut.
Pada masa pemerintahan Raja Lepeo Mooreteo terjadi pembentukkan
struktur kemasyarakatan dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan bentuk
penyapaan pada anak cucu Ohongia Biasa di sapa dengan kata Avo dan Vua.
2. Raja Datu 1720-1783
Meninggalnya raja mooreteo, di gantikan anaknya Datu,karena Datu
diangkat menjadi raja maka rakyat saat itu mengatakan Datu rono solako dalam
arti Datu sudah besar dalam hal ini menjadi Raja. Sebutan tersebut telah melekat
pada raja dan berubah menjadi Datunsolang sehingga raja-raja berikutnya telah
memakai julukan tersebut.sebagai marga keturunannya. Ia menikah dengan putrid
rantoiya dan memperoleh dua orang putra masing-masing, Bolakia dan Patilima.
Pada masa kepemimpinannya negeri dipindahkan dari raaminanga k salako.
Pada masa kepemimpinannya sebagian penduduk dan pembesar-pembesar
kerajan sudah mulai memeluk agama islam.
3. Raja Patilima Datunsolang 1783-1823
Sesudah raja Datu meninggal, digantikan oleh raja Patilama Datunsolang
yang di nobatkan di Ternate pada tahun 1783. Raja Patila Datunsolang
seperangkat alat kebesaran adat raja adat dari Ternate misalnya: Kulintang, Gong,
Tambur, Payung dan Taparajo (tombak) yang sekarang masih tersimpan pada
keluargannya. Dimasa kepemimpinannya agama islam menjadi agama kerajaan.
4. Raja Salmon Datunsolang 1823-1857
Menggantikan raja Patila Datunsolang adalah Raja Salmon. Masa
pemerintahannya Negeri Bintauna dari Raminanga dipindahkan kesuatu tepat
yang bernama Voaa.pemrintahan raja salmo untuk menshejahterakan rakyat
Bintauna.
5. Raja Eliyas Datunsolang 1857-1874
Menggantikan rja salmon ialah adik kandungnya Eliyas
Datunolang,kedudukan pemerintah dipindahkan ke negeri Pangkusa. Dimasa
pemerintahannya memiliki wilayah kerajaan Bone-Suwawa.Raja Eliyas
melakukan konntrak politik dengan Residn Manado.
6. Raja Toraju Datunsolang I 1874-1884
Setelah raja Eliyas meninggal dunia,maka yang di angkat sebagai Raja
adalah Toraju Datunsolang,anak dari raja Salmon Datunsolang dank arena
umurnya sudah lanjut usia, maka beliau mengundurkan diri dan di angkat raja
baru yang bernama Serael Datunsolang. Semasa pemerintahannya negeri
dipindahkan dari negeri Pangkusa ke Vantayo.
7. Raja Serael Datunsolang 1884-1893
Raja Serael adalah anak dari raja Eliyas Datunsolang.pada masa
pemerintahannya raja Seral Datunsolang pusat pemerintahan kerajaan kembali
lagi dipindahkan dari negeri Vantayo menuju negeri Pangkusa.
8. Raja Toraju Datunsolang II 1893-1895
Menggantikan raja Serael Datunsolang adalah raja Toraju Datunsolang,
sebenarnya menurut ketentuan pada waktu itu yang harus memangku jabatan
adalah putra Mohammad Datunsolang. Namun usianya terlalu muda maka
masyarakat dan tua-tua adat bersepakat mengangkat kembali Toraju Datunsolang
II untuk menjadi raja sambil menunggu putra mahkota dewasa.
9. Raja Mohammad Datunsolang 1895-1948
Pewaris tahta kerajaan saat Toraju wafat adalah Mohammad Datunsolang,
Beliau diangkat menjadi Raja dari dari tahun 1895-1948. Penobatan raja
Mohammad Datunsolang pada tanggal 1 juli 1895. Dan menyerahkan jabatanya
kepada Abo Jan Rasid Datunsolang pada tanggal 1 Juli 1948. Beliau meninggal
dunia pada bulan Februari 1950 dan dimakamkan dipimpi bersama permaisuri
Vua Mosolako. Didalam pemerintahan beliau banyak berbuat untuk
kesehjahteraan rakyat Bintauna.
10. Raja muda Jan rasid Datunsolang 1948-1950
Menggantikan raja Muhammad Dtunsolang adalah Raja Muda Jan Rasid
Datunsolang,Namun kekuasaannya hanya bersifat simbolis. Sejak 1950,wilayah
swapraja kerajaan Bintauna dihapuskan. Ketika itu beberapa kaum muda dan
massa meminta agar wilayah itu tidak dianggap wilayah kerajaan. .Datunsolang
berada di Gorontalo dan duduk sebagai salah seorang anggota Dewan Raja-raja,
pemerintahan sementara di jabat oleh Abo.A.M.Datunsolang.
4.5 Struktur Masyarakat Menurut Hukum Adat
Sebagaimana kerajaan-kerajaan lainnya lainya Bintauna termasuk kerajaan
yang merdeka secara defakto memiliki wilayah kekuasaan dan pemerintahan
sendiri serta hukum adat dalam masyarakat yang mempunyai kepribadian sendiri
yang ditimbulkan ole h ikrar bersama.
Adat istiadat sangat mempengaruhi kehidupan mereka,Oleh sebab itu,
disamping keramahan mereka juga suka akan gotong royong (mototiayo) seperti
yang sudah dikemukakan sebelumnya, serta bermusyawarah apabila ada hal-hal
yang menyangkut kepentingan umum. Kepribadian ini semakin memberi warna
ketika agama Islam masuk dan adat-istiadat yang mengatur tata cara kehidupan
mereka dengan disesuaikan dengan ajaran Islam.
Bintauna sampai dengan pemerintahan Sangkurango (Kepala Suku)
Vokani Vende belum ada penetapan aturan-aturan resmi berupa hukum adat
sehingga semua keputusan dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan
keamanan sampai menjatuhkan hukum bagi yang bersalah sepenuhnya masih
didasarkan atas kebijaksaan kepala suku yang berkuasa. Oleh karena itu, dimasa
Raja Lepeo Moreteoo yang pertama kali menjalankan sistem pemerintahan
kerajaan mengadakan semacam musyawarah besar yang berhasil merumuskan
ketetapan-ketetapan sebagai berikut:
Tingkat ohongi (raja) yaitu anak dan keturunan raja yang berhak
menjadi raja.
Bangsawan yaitu mereka yang msih keturunan raja yang dianggap
cakap dan berani diangkat menjadi pemimpin yang di sebut inapita.
Simpalo yaitu orang-orang yang cakap dan penghidupannya
sederhana diangkat menjadi pegai kerajaan.
Suango lipu atau anak negeri mereka yang berkehidupan rendah
Mokiko.
Vevako (budak) yaitu hamba sahaya atu pelayan-pelayan
dapatdiperjual belikan.
Sedangkan pada masa pemerintahan raja Muhammad Datunsolang
musyawarah besar yang dilakukan oleh masyarakat Bintauna seperti :
Pemilihan semacam legislatife yang dinamakan Ulea Savoto.
Pemilihan raja-raja atau eksekutif yang dinakan ohongia,ohongia
berkewajiban mencintai dan melindungi serta menjaga keselamatan
wilayah dan penduduk Bintauna.
4.6 Silsilah Pemerintahan Raja-Raja Bintauna
Valulangito + Uherayo
Tamungku Tendeno + makasumba
Loini + Bareng Dua Wulu
(Bolotihe)
Moroteo+Tabo Gei Paudi Eyato Koku
Datu + Rantoia
Patilima Datunsolang Bolakia Datunsolang
V1+ VIII VII
IX
(Minanga 1905, pimpi 1914)
4.7 Asal Nama Kerajaan Bintauna
Bintauna berasal dari Vintauna yang trdiri dari dua kata vinta dan una,
Vinta artinya Bintang dan Una artinya terdahulu. Sehingga Vintauna sesungguhya
dimaknai sebagai bintang terdahulu. Dalam versi lain dimaknai juga bahwa
vintauna adalah berasal dari panggilan istri dan suami dari manusia pertama kali
yang Mendiami Negeri Huntuo yaitu Vi Vunia dan Pai Sahaya.
Huntuo adalah bahasa bintauna yang merupakan kata asal huntuk yang
sekarang ini menjadi nama salah satu di Kecamatan Bintauna. Kata huntuo di
ambil dari kata puntuo yang artinya suatu benda yang terletak di atas benda lain
yag kemudia di artikan sebagai topi kecil yang terletak diatas kepala besar yang
maksudnya suatu tempat yang terletak diatas punggung gunung sehingga
kelihatan lebih tinggi dari tempat lain. Bintauna merupakan suatu daerah yang
berada didataran tinggi yang berbentuk bukit sehingga dapat dilihat dari kejauhan.
Salmon Datunsolang
Lahai Datunsolang Elyas Datunsolang
Serail Datunsolang Taraju Datunsolang
Mohammad Datunsolang
Abd. Murad Datunsolang Jan Datunsolang
4.7 Asal Usul Penduduk Bintauna
Masa lalu manusia berawal ketika manusia belum mengenal tulisan sampai
ketika manusia sudah mengenal tulisan dan seterusnya.perkembangan dan
perjalanan hidup manusia selalu disertai segala aktivitasnyamulai dari yang
sederhana sampai pada yang rumit. Aktivitas manusia ada yang bermanfaat bagi
kehidupan kolektif serta yang tidak. Biasanya yang bermanfaat bagi kolektif
selalu dilestarikan dengan cara mewarisi secara turun temurun oleh pendukung
kebudayaan itu.
Pengungkapan tentang kapan, darimana, dan kemana datangnya penduduk
Bintauna dapat ditelusuri melalui penuturan secara turun-temurun dimana dapat
di yakni kebenarnya setelah melalui kritik dan penafsiran sumber itu sesuai
metodologi penulisan sejarah.
Menurut cerita dari mulut ke mulut yang sudah merakyat pada masyarakat
Bintauna sampai kini, pada zaman air bah nabi Nuh, seluruh bumi tenggelam dan
hanya huntuo yang merupakan sebuah pulau kecil yang berada diatas permukaan
air bah tersebut.
Di atas air bah sekitar pulau kecil itu, terdapat sebuah bahtera, kemudian
dari bahtera itulah tampak dikejauhan, seakan-akan ada sebuah bintang di atas
permukaan laut setelah mendekat ternyata itu bukan sebuah bintang melainkan
sebuah pulau kecil, Didalam bahtera itu konon hanya ada satu-satunya penumpang
yang menyebut dirinya sahaya.sahaya turun dari bahtera dan mendarat dipulau
kecil,ternyata tidak ada penghuninya kemudian sahaya menamakan tempat itu
adalah Huntuo yang sekarang ini menjadi kecamatan Bintauna. Dan tinggallah ia
di tempat itu sambil mengamati keadaan air bah, pada saat itu pula ia mengambil
sepotong kayu dari pohon yang sudah mati. Kayu itu dalam bahasa Bintauna
ampor. Dipatokannya kayu itu diantara pertemuan air dan daratan. Kayu itu
tumbuh dan di pelihara oleh sahaya.ia member nama pohon itu ayu
inomasa.menurut mitos dan kepercayaan orang Bintauna kayu keramat.
Sambil terus melakukan pekerjaannya memelihara kayu dan mengamati
air bah,Pai sahaya tia-tiba mencium bau manusia dan diantara buah buih air laut
itu ia melihat seseorang perempuan muncul.diambil perempuan itu dan
dipeliharanya,setelah dewasa,ia kawini dan jadilah perempuan itu istrinya sampai
mereka hidup damai dipulau itu.
Menurut hikayat ini, dari kedua manusia tersebut lahirlah keturunan orang
Bintauna. Karena itu, Vaunia, istri sahaya, diartikan sebagai”bau buih air laut”.
Kedua pasangan suami-istri ini memperoleh pula sepasang anak. Ang pria
bernama Velembele dan yang putri bernama Rulumpinga. Setelah di kenal dengan
Motevato pada zaman itu, metevato berarti permohonan doa restu kepada maha
pencipta.
Velembele dan Rulumpinga memperoleh keturunan lima belas laki-laki
dan perempuan.Diantara anak-anak mereka salah seorang jatuh dalam Voeango
(sejenis gandum) yang biasa terisi dalam tempat persediaan makanan dari kulit
kayu yang disebut liuto.sedangkan anak-anak laki-lakinya yang tertinggal masing-
masing bernama: Pasila,Vahe,Tongkingoto,Paremango,Kevendaha dan
Lainde,sedangkan anak perempuannya adalah: Pinosohe,Kokunde,dan
Rorunde.Setelah mereka dewasa orang tua mereka,Velembele dan Rulupinga
memebuat suatu perempuan yang juga disetejui kakek dan nenek mereka Sahaya
dan Vai Vaunia agar perkawinan diantara mereka diatur secara bersilang
misalnya, anak laki-laki tertua dikawinkan dengan putri keempat dan seterusnya.
Peraturan ini merupakan adat yang harus di patuhi dan bukan sekedar
sebuah ritus perkawinan, melainkan menyangkut pula tata hidup dan peraturan
lainnya. Bahkan dari keturunan mereka ini atas izin Sang Maha Pencipta
berkembangbiaklah manusia-manusia di tanah Huntuo Valura.
Didalam hikayat Bintauna, di negeri sha sahuwato ini, ada di antara
penduduk yang telah bermukim disana. Mereka adalah sepasang suami istri pai
damo dan via damo.Seiring dengan perkembangan dan perjalanan waktu
keturunan mereka berkembang menjadi kelompok-kelompok manusia yang hidup
bersama. Tempat tinggal mereka dinamakan Lipu (kampung). Sebenarnya Sahaya
Vaunia adalah manusia pendatang berasal dari luar yang menggunakan perahu
dari tempat asalnya, mengarungi lautan hingga tiba disuatu tempat yang bernama
Huntuk yang kala itu termasuk puncak yang tertinggi. Tempat itu biasa disebut
Huntuk Baludaa.
Masyarakat Huntuo-Vintauna mengangkat Tamungku menjadi Ohongia
(Jangkulango=kepala suku). Dan sebagai tetua adat dipegang oleh Sangkurango
Rayonda Moovihe, Ohongia Tamangku menjadi Ohongia Vintauna yang
berkedudukan di Negeri Pande. Namun ketika memangku ohongia, tamungku
banyak mrlakukan pelanggaran susila. Para sangkurango dan rakyat
bermusyawarah apa gerangan yang menyebabkan taamungku suka melakukan hal
itu. Akhirnya, diperoleh penyebab bahwa ohongia tamungku belum dinobatkan
(diduiyo) sebagai pimpinan (raja). Maka, untuk mencegah perbuatan tamungku
berlarut-larut, iapun dinobatkan pada sebuah tempat yang disebut kokuka (los).
Menurut adat, didalam acara santap malam Jangkulango Tamangku harus disuap
oleh orang lain. Mereka yang berhak menyuapi dan memberi minum adalah
Sangkurango Moovihe dan Sangkurango Rayonda.Namun ketika Jangkulango
Tamangku Minum, Sangkurango Rayonda tempat minum sebilah bamboo jawa
yang terbuat dari emas (Tombulango Vuula) dan ujungnya di tajamkan.
Pada saat hendak dituangkan minuman kedalam mulut Tamangku,tiba-tiba
Sangkurango Moovihe Memukul ujung bamboo yang sedang di pegang
Sangkurango rayonda.Bamboo menusuk tenggorokan Tamangku dan ia tewas
seketika. Akibat pembunuhan itu, saudara perempuan Tamangku,Putri tendeno
sangat takut dan melarikan diri kenegeri Tonto. Tampat itu konon berada di
sebelah selatan wilayah Pande Tendeno dinikahi oleh seorang Putra Mahkota
Sultan, setelah perkawinan putri Tendeno dibawa suaminya ke Suwawa.
Hasil perkawinan mereka diperoleh seorang putri bernama Loini. Setelah
dewasa, putri Loini di lamar oleh Raja Limboto, bernama Bareng Dua Wulu
(Bilotohe). Kedua pasangan ini di karunia lima orang anak masing-masing
bernama Roku,Eayato, Paudi, Gei,dan Mooreteo.
4.8 Berakhirnya pemerintahan kerajaan Bintauna
Pada tahun 1901 diadakan perjanjian batas kerajaan antara kerajaan
Mongondow dan kerajaan Bolaang Itang di mana antara lain: Doloduo ditukar
dengan Desa Bantulintik dipesisir pantai Sulawesi,batas kerajaan Bolaang Itang di
sungai Gulantu dan menanjang keselatan Gunung Masinggi.adanya perjanjian
batas pada tahun 1901 itu maka Kerajaan Bintauna adalah kerajaan pedalaman
sejak itu Kerajaan Bintauna sudah memeperoleh daerah pesisir pantai dan
Kerajaan Bintauna kehilangan Wilayah kekuasaan distrik Doloduo.
Pada bulan juli 1905 kerajaan Bintauna dipindahkan dari negeri Vantayo
kepesisir pantai pada muara Sangkub pada suatu tempat yang bernama Negeri
Minaga yang sekarang ini masih di diami oleh sebagian orang Bintauna.pada
tahun 1910 dengan adanya banyak penduduk yang di sambar buaya sebagian
pnduduk dipindahkan kesuatu tempat di seblah barat dari Bintauna dan disebelah
selatan Desa Batulintik yang disebut Desa Bunia, kemudian pada tanggal 1 juli
1913 penduduk Desa Bintauna pantai atau Minanga resmi dipindahkan kesuatu
tempat yang bernama Pimpi dan mulai di atur dan ditata Desa-desa disekitar
kedua Desa yang terdahul yaitu Desa Pimpi,Bagugula,Parango dan Talaga,
sedangkan Desa Kuhanga sudah lebih dahulu dipindahkan dengan Nama Desa
Vunongo,untuk melestarikan Nama Bintauna maka Desa Bagugula diganti Nama
menjadi Desa Bintauna yang saat sekarang telah menjadi Kelurahan
Kerajaan Bintauna pada saat itu dipimpin oleh Raja Muda Jan Abdul
Rasyid Datunsolang 1948-1950. Oleh karena gejolak Politik yang memanas
terjadi dipusat sampai ke daerah-derah tidak terkecuali keempat kerajaan yang ada
di Bolaang Mongondow yang tergabung dalam pemerintaha dewan Raja-raja.
Kerajaan-kerajan tersebut yaitu Kerajaan Mongondow,Kerajaan
Bintauna,Kerajaan Kaidipang Besar, dan Kerajaan Bolaang Uki. maka kekuasaan-
kekuasaan tidak dapat dipertahankan lagi. Hal ini terjadi karena raja-raja di
Bolaang Mongondow cenderung pada bentuk Negara federal yang tunduk pada
kekuatan konstitusi Negara Indonesia timur (NIT).
Keluarnya peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor. 24 tanggal 23
maret 1954, dimana Bolaang Mongondow ditetapkan sebagai daerah otonomi
yakni daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
setingkat Kabupatennya,oleh karena itu, Bintauna menjadi bagian dari Kabupaten
Bolaang Mongondow dengan status kecamatan yang beribu kota pimpi.
Dideklarasikan Kabupasten Bolaang Mongondow Utara yang diresmikan pada
tanggal 25 mei 2007, maka kecamatan Bintauna menjadi bagian dari kabupaten
Bolaang Mongondow Utara.
4.9 Bintauna Pada Masa Sekarang
Sejak 1950, wilayah swapraja Kerajan Bintauna Dihapuskan dan diganti
dengan pemerintahan Demokratis menurut pilihan rakyat secara langsung.
Bahkan kekuasaan Raja Muda J.M.Datunsolang ditiadakan Abo J.M. Datunsolang
berada di Gorontalo dan duduk sebagai salah seorang anggota Dewan Raja-raja,
pemerintahan sementara dijabat oleh Abo A.M.Datunsolang. sejak penghapusan
wilayah swapraja praktis Kerajaan Bintauna.
Pada bulan Desember 1950, proses dimasukannya wilayah Bolaang
Mongondow Utara kedalam Wilayah Kabupaten Sulawesi Utara yang di pimpin
oleh F.Mokodenseho sebagai kepala daerah Kecamatan Bintauna.keberhasilan
pembangunan dikecamatan Bintauna sangat signifikan dengan kebutuhan
masyarakat Kecamatan Bintauna.Kecamatan Bintauna Mendapat Prestasi
gemilang serta usaha yang tidak pernah mengenal kata menyerah mendatangkan
hasil yang perlu di perhatikan oleh pemerintah Kecamatan Bintauna Kabupaten
Bolaang Mongondow Utara, Bintauna di catat Dengan Tinta Emas dalam Sejarah
perjalan dari masa pemerintahan raja-raja sekarang beralih ke masa pemerintahan
Demokrasi.
Setelah peralihan pemerintahan raja-raja kemasa pemerintahan Demokrasi
Bintauna mengalami perubahan yang sangat pesat dalam Pemerintahan,
pertanian,maupun pendidikan. Pendidikan pada masa kerajaan Bintauna hanya
bersifat sekolah rendah 3 Tahun sedang pendidikan pada masa sekarang berupaya
untuk menunjang program wajib belajar yang telah dicanangkan oleh pemerintah.
Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu modal dasar
pembangunan, sebaliknya sumber daya yang tidak berkualitas akan menjadi beban
pembangunan. Oleh karena itu juga salah satu indikator keberhasilan
pembangunan diukur dengan kualitas sumber daya manusia. Angka Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara masih
tergolong rendah yakni 72,27, berada di peringkat ke-13 Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Utara dan peringkat 182 nasional. Masih rendahnya angka
partisipasi pendidikan, rata-rata lama sekolah masih rendah, angka melek huruf.
masih rendah yang diakibatkan oleh:
1. Kondisi dan ketersedian gedung sekolah dan peralatan yang belum
memadai;
2. Penyediaan guru yang belum cukup dan belum merata terutama untuk
mata pelajaran pokok seperti Matematika, Ipa, Biologi, Bahasa
Inggris,dll;
3. Strata pendidikan guru disemua jenjang pendidikan sebagian besar
belum sesuai kompetensi.
4. Masih rendahnya usia harapan hidup, masih tingginya angka kesakitan
dan angka kematian anak yang diakibatkan oleh :
5. Belum Tersedianya Sarana Kesehatan Rawat Inap yang memadai
terutama Rumah Sakit;
6. Pelayanan kesehatan disemua wilayah Bolmut belum optimal karena
kurang tersedianya tenaga medis ( dokter umum, dokter spesialis,
perawat ) dan obat-obatan serta sarana dan prasarana lainnya;
7. Kondisi lingkungan pemukiman yang kurang menunjang perangkat
kesehatan masyarakat yakni buruknya drainase dan ketersediaan MCK
yang sangat kurang;
8. Belum meratanya sarana kesehatan (Poskesdes) di tiap desa.
Upaya pemerintah daerah untuk memacu pembangunan ekonomi
membawa dampak kepada penurunan jumlah penduduk miskin yang sangat
signifikan beberapa tahun terakhir. Angka kemiskinan pada tahun 2010 dapat
ditekan hingga angka 14,21% dari angka 25,62% tahun 2007. Walaupun demikian
angka tersebut masih jauh diatas capaian provinsi dan nasional namun komitmen
pemerintah daerah untuk terus memperbaiki taraf hidup masyarakat sehingga
ditargetkan angka kemiskinan pada tahun 2011 dapat dicapai hingga dibawah
10%.
Sebaran penduduk miskin perkecamatan dengan prosentase tertinggi
terdapat di Kecamatan Pinogaluman, sedangkan yang terendah terdapat di
Kecamatan Bintauna.
Salah satu indikator penting yang digunakan untuk mengamati hasil
pembangunan terutama pada bidang ekonomi di suatu wilayah yaitu dengan
melihat pertumbuhan ekonomi. Indikator tersebut digunakan untuk mengukur
tingkat pertumbuhan perekonomian suatu wilayah, yang juga memberikan
indikasi tentang sejauh mana dampak dari aktivitas perekonomian selama periode
tertentu. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bolaang Mongondow Utara selama
periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 terus mengalami pertumbuhan
positif setiap tahunnya.
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sangat kaya dengan berbagai
potensi daerah meliputi Pertanian ( tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan
kehutanan), Perikanan dan kelautan, Pertambangan dan Pariwisata.
Pengembangan industri di masa datang sangat dimungkinkan oleh ketersediaan
bahan baku dari sektor-sektor terkait tersebut diatas.