Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Aktifitas Belajar Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
a. Aktifitas Belajar Siswa Pada Kelas Kontrol dan Eksperimen
Belajar merupakan proses aktifitas yang memiliki keterukuran secara
jelas. Dalam proses mengukur aktifitas belajar siswa digunakan teknik
observasi yang melibatkan observer dengan instrumen yang berupa lembar
observasi. Observasi ini dilakukan dengan tujuan mengetahui perbedaan
aktifitas belajarsiswa antara kelas ekperimen dengan yang dalam
pembelajarannya menerapkan media pembelajaran berbantuan e-learning
dengan kelas kontrol yang dalam proses pembelajarannya menggunakan media
dua dimensi.
Berdasarkan data hasil penelitian diketahui bahwa pada pertemuan
pertama pada pertemuan pertama tidak ada perbedaan aktifitas belajar siswa
antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Sedangkan pada pertemuan
kedua aktifitas belajar pada kelas eksperimen mengalami peningkatan yang
lebih tinggi dibandingkan pada kelas kontrol. Berikut grafik prosentase rata-rata
aktifitas belajar siswa pada kelas kontrol dan eksperimen.
Gambar 4.1 Grafik Persentase Rata-rata Aktifitas Siswa Kelas Kontrol dan
Kelas Eksperimen pada Pertemuan Pertama dan Pertemuan Kedua
Data (gambar 4.1) menunjukkan grafik dari persentase rata-rata antara
kelas kontrol dan eksperimen pada pertemuan pertama dan kedua. Hasil yang
didapatkan dari observasi pada pertemuan pertama menunjukkan bahwa pada
62.8175
61.2271.15
01020304050607080
Pertama Kedua
Per
sen
tase
(%
)
Eksperimen Kontrol
42
kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak memiliki perbedaan aktifitas belajar
signifikan. Perbedaan persentase aktifitas siswa hanya selisih 1% antara
keduanya. Kelas kontrol 61.22% sedangkan kelas eksperimen 62.81%. namun
pada pertemuan kedua terdapat peningkatan persentase aktifitas belajar siswa
pada kedua kelas, yaitu kelas kontrol 71.15% dan kelas eksperimen 75.00%.
berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen memiliki
peningkatan aktifitas belajar siswa yang lebih besar dibandingkan dengan kelas
kontrol.
b. Aktifitas Belajar Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Berdasarkan Masing-masing Indikator Aktifitas Belajar
Observasi aktifitas belajar siswa yang dilakukan meliputi 5 indikator, yaitu
Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan, khususnya
alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan, mengklarifikasi dan
menginterpretasi pernyataan-pernyataan dan gagasan-gagasan, mengevaluasi
argumen-argumen yang beragam jenisnya, menarik inferensi-
inferensi,menghasilkan argumen-argumen.
Masing-masing observer dalam penelitian ini mengamati kurang lebih 10
siswa dari masing-masing kelas yang diobservasi. Data yang diperoleh dari
pertemuan pertama dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 4.2 Grafik Aktivitas Siswa pada Pertemuan Pertama untuk Setiap
Indikatornya
Keterangan
Indikator KBK 1 : Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan,
khususnya alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan.
Indikator KBK 2 : Mengklarifikasi dan menginterpretasi pernyataan-pernyataan dan
gagasan-gagasan. Indikator KBK 3 : Mengevaluasi argumen-argumen yang beragam jenisnya.
Indikator KBK 4 : Menarik inferensi-inferensi
Indikator KBK 5 : Menghasilkan argumen-argumen.
56
58
60
62
64
66
68
70
1 2 3 4 5
Per
sen
tase
(%
)
Eksperimen Kontrol
43
Berdasarkan data dari grafik aktifitas siswa pada pertemuan pertama
(gambar 4.2) pencapaian indikator ke -1 dilihat dari mengidentifkasi elemen-
elemen organ sistem pernapasan. Indikator ini dicapai oleh kelas kontrol
dengan persentase rata-rata 64% dan kelas eksperimen 67%. Pencapaian kelas
kontrol pada indikator ke-1 memiliki kriteria cukup,begitupun dengan
pencapaian kelas eksperimen pada indiator ke-1 memiliki kriteria lemah, namun
kelas eksperimen memiliki pencapaian lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kelas kontrol. Pada indikator ke-2 yang meliputi siswa menginterpretasi
pernyataan dan gagasan mengenai fungsi organ sistem pernapasan, kelas
eksperimen memiliki pencapaian lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas
kontrol yaitu 69% dengan kriteria cukup dan kelas control hanya memperoleh
63% dengan kriteria cukup. Selanjutnya pencapaian indikator ke-3 oleh kelas
kontrol 61% dan kelas eksperimen 66%. Pencapaian pada indikator ke-4 oleh
kelas kontrol 63% dan kelas eksperimen 65%. Kemudian, pencapaian indikator
ke-5 oleh kelas kontrol 67%,sedangkan kelas eksperimen 68%.
Pertemuan kedua memperoleh hasil yang berbeda dengan pertemuan
pertama. Rata-rata pencapaian indikator kedua kelas meningkat dibandingkan
pada pertemuan pertama. Hasil observasi aktifitas belajar siswa pada pertemuan
kedua dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 4.3 Aktivitas Siswa pada Pertemuan Kedua untuk Setiap Indikatornya
Keterangan
Indikator KBK 1 : Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan, khususnya alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan.
Indikator KBK 2 : Mengklarifikasi dan menginterpretasi pernyataan-pernyataan dan
gagasan-gagasan.
Indikator KBK 3 : Mengevaluasi argumen-argumen yang beragam jenisnya.
Indikator KBK 4 : Menarik inferensi-inferensi
Indikator KBK 5 : Menghasilkan argumen-argumen.
79 80 80 81 8078
70
74 7375
60
65
70
75
80
85
1 2 3 4 5
Per
sen
tase
(%
)
Eksperimen Kontrol
44
Berdasarkan grafik aktivitas belajar siswa pada pertemuan kedua (gambar
4.3) pencapaian indikator ke-1 kelas kontrol mencapai 78% dengan kriteria
baik, sedangkan kelas eksperimen mencapai 79% dengan kriteria baik. Pada
indikator aktivitas siswa ke-2, kelas kontrol memperoleh 70% sedangkan
pencapaian pada kelas eksperimen 80% hasil ini menunjukkan kriteria yang
baik. Selanjutnya pencapaian indikator ke-3 oleh kelas kontrol sebesar 74% dan
kelas eksperimen 80%. Indikator ke-4 kelas kontrol hanya mengalami sedikit
peningkatan menjadi 73% sedangkan kelas eksperimen memperoleh 81%.
Aktivitas siswa pada kelas kontrol dan eksperimen cenderung mengalami
peningkatan. Peningkatan ini dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 4.4 Rekapitulasi Aktivitas Siswa pada Pertemuan Pertama dan
Pertemuan Kedua untuk Setiap Indikatornya
Keterangan
Indikator KBK 1 : Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan,
khususnya alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan.
Indikator KBK 2 : Mengklarifikasi dan menginterpretasi pernyataan-pernyataan dan
gagasan-gagasan.
Indikator KBK 3 : Mengevaluasi argumen-argumen yang beragam jenisnya.
Indikator KBK 4 : Menarik inferensi-inferensi Indikator KBK 5 : Menghasilkan argumen-argumen.
67
79
69
80
66
80
65
81
68
80
64
78
6370
61
74
63
7367
75
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
per
tem
uan
per
tam
a
per
tem
uan
ked
du
a
per
tem
uan
per
tam
a
per
tem
uan
ked
ua
per
tem
uan
per
tam
a
per
tem
uan
ked
ua
per
tem
uan
per
tam
a
per
tem
uan
ked
ua
per
tem
uan
per
tam
a
per
tem
uan
ked
ua
1 2 3 4 5
Per
senta
se (
%)
Eksperimen Kontrol
45
Berdasarkan grafik aktivitas belajar siswa (gambar 4.4) pada pertemuan
pertama kelas eksperimen memiliki persentase tertinggi sebesar 79%, pada
indikator ke-2 kelas kontrol memperoleh 70% lebih kecil dibandingkan dengan
kelas eksperimen memperoleh 80%. Pada pertemuan ke-3 kelas eksperimen
memiliki persentase tertinggi dengan nilai 81%. Secara keseluruhan grafik
aktivitas siswa menunjukan peningkatan aktivitas belajar siswa pada pertemuan
kedua. Kelas eksperimen mengalami peningkatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol.
2. Perbedaan peningkatan keterampilan Berpikir Kritis (KBK) Siswa Antara
Kelas Kontrol dengan Kelas Eksperimen
Penerapan pembelajaran yang berbeda antara kelas kontrol dengan kelas
eksperimen memungkinkan terjadinya perbedaan pencapaian hasil belajar yang
diperoleh masing-masing kelas. Dalam penelitian ini kelas kontrol menerapkan
pembelajaran dengan media dua dimensi. Sedangkan pada kelas eksperimen
diterapkan media pembelajaran berbantuan e-learning dalam pembelajaran biologi
dengan masing-masing siswa dapat mengoprasikan e-learning dalam bentuk web
LMS (Learning Management System) sebagai media dan sumber belajarnya.
a. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis (KBK) Siswa Pada Kelas
Kontrol dan Kelas Eksperimen
Perbedaan peningkatan keterampilan berpikir siswa yang diteliti memilki
acuan pada indikator keterampilan berpikir kritis yang diungkapkan oleh Alec
Fisher. Dalam penelitian ini terdapat 5 indikator yang digunakan, yaitu 1)
Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan, khususnya
alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan 2) Mengklarifikasi dan
menginterpretasi pernyataan-pernyataan dan gagasan-gagasan 3) Mengevaluasi
argumen-argumen yang beragam jenisnya 4) Menarik inferensi-inferensi 5)
Menghasilkan argumen-argumen. Data nilai rata-rata keterampilan berpikir
kritis siswa yang diperoleh dari pretest dan postest pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen dapat dilihat pada grafik.
46
Gambar 4.5 Grafik Nilai Rata-rata Keterampilan Berpikir Kritis Siswa yang
Diperoleh dari Pretest-Postest pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Berdasarkan grafik nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa
kelas kontrol dan kelas eksperimen (Gambar 4.5) yang diperoleh dari uji
pengetahuan awal (pretest) tdak jauh berbeda. Sedangkan pada proses posttest
nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen mengalami peningkatan. Peningkatan yang diperoleh kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dengan nilai rata-
rata kelas 73, sedangkan kelas kontrol mengalami peningkatan dengan nilai
rata-rata 63.
Perbedaan nilai rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa antara kelas
kontrol dengan kelas eksperimen dapat diuraikan dan diamati lebih rinci
melalui grafik nilai rata-rata pretest-postest setiap indikator KBK.
Gambar 4.6 Grafik Nilai Rata-rata Pretest-Postest Setiap Indikator KBK pada
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
42.09 41.67
30.77
49.23
38.72
57.0563.03 63.68 65.38
60.26
42.0837.29
29.79
47.25
34.05
65.8371.04
65.21 68.2564.58
0
20
40
60
80
KBK 1 KBK 2 KBK 3 KBK 4 KBK 5 KBK 1 KBK 2 KBK 3 KBK 4 KBK 5
Pretest Postets
Per
sen
tase
(%
)
Kontrol Eksperimen
32.21
73.08
24.04
63
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Pretes postes
Per
sen
tase
(%
)
Eksperimen Kontrol
47
Keterangan
Indikator KBK 1 : Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan,
khususnya alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan.
Indikator KBK 2 : Mengklarifikasi dan menginterpretasi pernyataan-pernyataan dan
gagasan-gagasan. Indikator KBK 3 : Mengevaluasi argumen-argumen yang beragam jenisnya.
Indikator KBK 4 : Menarik inferensi-inferensi
Indikator KBK 5 : Menghasilkan argumen-argumen.
Nilai rata-rata posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen
mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai rata-rata pretest.
Berdasarkan hasil pretest kelas kontrol memperoleh nilai lebih tinggi pada
semua indikator KBK yakni indikator KBK 1, indikator KBK 2, indikator KBK
3, indikator KBK 4 dan indikator KBK 5. Berbeda dengan kelas kontrol, pada
kelas eksperimen nilai rata-rata pretest lebih rendah dibandingkan dengan kelas
kontrol yakni pada indikator KBK 1, indikator KBK 2, indikator KBK 3,
indikator KBK 4 dan indikator KBK 5.
Berdasarkan grafik nilai rata-rata pretest-postest kelas kontrol dan kelas
eksperimen untuk setiap indicator KBK (Gambar 4.6) terlihat bahwa nilai rata-
rata posttest kelas kontrol dan kelas eksperimen mengalami peningkatan. Nilai
rata-rata posttest tertinggi untuk kelas kontrol terletak pada indikator KBK 4,
sedangkan nilai rata-rata posttest terendah terjadi pada indikator KBK 1. Hasil
ini berbeda dengan kelas eksperimen yang memperoleh nilai rata-rata posttest
tertinggi pada indikator KBK 2 dan nilai rata-rata posttest terendah pada
indikator KBK 5.
Perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa antara kelas
kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat dari nilai gain (N-gain). Dalam
penelitian ini N gain yang digunakan telah dinormalisasikan sehingga N gain
yang diperoleh tidak melebihi dari skor 1. Secara umum N gain pada kelas
kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 4.7 Grafik N-gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
0.62 0.51
0
0.2
0.4
0.6
0.8
Eksperimen Kontrol
Per
sen
tase
(%
)
N-Gain
48
Berdasarkan grafik N-gain (gambar 4.7) diketahui bahwa kelas
eksperimen mengalami peningkatan keterampilan berpikir kritis yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Kelas eksperimen memperoleh N-
gain 0,62 sedangkan N-gain kelas kontrol hanya 0,51. Perbandingan kedua N-
gain tersebut merupakan N-gain rata-rata dari setiap kelas. Secara lebih rinci
peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang dicapai oleh kelas kontrol
dan kelas eksperimen untuk setiap indikator KBK dapat dilihat pada gambar 4.8
Gambar 4.8 N-gain untuk Setiap Indikator KBK pada Kelas Kontrol dan Kelas
Eksperimen
Grafik N-gain diatas menunjukan perbandingan N-gain yang dicapai
oleh masing-masing kelas pada setiap indikator keterampilan berpikir kritis
(KBK). Pada indikator KBK 1 yang meliputi mengidentifikasi elemen-elemen
dalam kasus yang dipikirkan, khususnya alasan-alasan dan kesimpulan-
kesimpulan skor N-gain kelas kontrol 0,26 sedangkan kelas eksperimen 0,39.
Selanjutnya indikator KBK 2 dengan ruang lingkup mengklarifikasi dan
menginterpretasi pernyataan-pernyataan dan gagasan-gagasan skor N-gain
kelas kontrol 0,37 sedangkan kelas eksperimen 0,54. Kemudian indikator KBK
3 yang meliputi mengevaluasi argumen-argumen yang beragam jenisnya skor
N-gain kelas kontrol 0,48 sedngkan kelas eksperimen 0,49. Selanjutnya
indikator KBK 4 meliputi menarik inferensi-inferensi skor N-gain kelas
kontrol 0,32 sedangkan kelas eksperimen 0,40. Adapun untuk indikator KBK 5
yang merupakan indikator dari menghasilkan argument-argumen skor N-gain
untuk kelas kontrol 0,34 dan kelas eksperimen 0,45.
0.26
0.37
0.48
0.32 0.340.39
0.540.49
0.400.45
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
KBK 1 KBK 2 KBK 3 KBK 4 KBK 5
Per
sen
tase
(%
)
Kontrol Eksperimen
49
b. Analisis Uji Statistik Keterampilan Berpikir Kritis (KBK) Siswa pada
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Statistika memegang peranan penting dalam penelitian, baik dalam
penyusunan model, penyusunan hipotesis, pengembangan alat dan instrumen,
pengumpulan data, penyusunan desain penelitian, penentuan sample dan dalam
analisis data (Nazir, 2013). Analisis uji statistik dilakukan dua tahap, yaitu uji
prasarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas dan uji hipotesis.
Dalam uji hipotesis data dianalisis dengan menggunakan dua cara yaitu dengan
uji Ttes untuk sampel yang berdistribusi normal atau dengan uji Mann-Withney
U untuk sampel yang tidak berdistribusi normal. Tingkat kepercayaan yang
digunakan 95% dengan α= 0,05.
1. Uji Statistik Keterampilan Berpikir Kritis (KBK)
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode
ilmiah, karena dengan analisislah data tersebut dapat diberi arti dan makna
yang berguna, guna memecahkan penelitian. Menurut Nazir (2013) Statistik
dapat menolong peneliti untuk menyimpulkan apakah suatu perbedaan yang
diperoleh benar-benar berbeda secara signifikan ataukah hubungan tersebut
hanya bersifat random atau kebetulan saja. Penarikan kesimpulan secara
statistik memungkin peneliti melakukan kegiatan ilmiah dengan lebih
ekonomis dalam pembuktian induktif. Tetapi harus disadari bahwa statistik
hanya merupakan alat bukan tujuan dari analisis.
Peningkatan keterampilan berpikir siswa dapat dianalisis dengan
mengolah data menggunakan software SPSS. 21. Terdapat dua langkah
utama dalam uji statistik ini, yaitu 1) uji prasarat dan 2) uji hipotesis. Dari
pengolahan data tersebut diperoleh hasil sebagai berikut.
a) Uji Prasarat
Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas untuk N-gain secara
Umum
Data Kelas Uji Normalitas Uji
Homogenitas Kolmogorov Shapiro
N-Gain Kontrol Sig. 0,200 Sig. 0,683 Sig. 0,932
(Homogen) Keterangan Normal Normal
50
Eksperimen Sig. 0,200 Sig. 0.119
Keterangan Normal Normal
Tabel 4.1 menunjukan uji prasarat untuk N-gain antara kelas kontrol
dengan kelas eksperimen menyimpulkan bahwa data normal untuk uji
normalitas diperoleh nilai signifikansi >0,05 dan data homogen untuk uji
homogenitas. Hal ini dilihat dari nilai signifikansi uji homogenitas yang
>0,05.
b) Uji Hipotesis
Uji hipotesis merupakan uji statistik untuk memutuskan apakah
hipotesis penelitian yang diajukan diterima atau ditolak. Uji hipotesis ini
dilakukan sesuai dengan jenis data yang didapatkan dari uji prasarat.
Jika data tersebut berdistribusi normal maka dilakukan uji T tes,
sedangkan jika data tersebut tidak normal maka digunakan uji Mann-
Withney U.
Tabel 4.2 Hasil Uji Hipotesis Data N-gain Secara Umum
Data Uji Hipotesis Nilai
Signifikansi
Keterangan
N-
gain
Independent Simple T tes 0,026 H0 ditolak
Uji hipotesis pada tabel 4.2 menunjukan bahwa data N-gain
berdistribusi normal setelah diuji dengan T tes menghasilkan nilai
signifikansi 0,026 atau <0,05 yang berarti H0 ditolak. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan keterampilan
berpikir kritis siswa pada pembelajaran biologi berbasis e-learning
dengan pembelajaran biologi yang menggunakan media dua dimensi.
2) Uji Statistik Keterampilan Berpikir Kritis (KBK) untuk Setiap
Indikatornya.
Uji statistik ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan peningkatan
berpikir kritis siswa pada setiap indikator KBK sehingga diketahui
indicator berpikir kritis mana yang mengalami peningkatan signifikan
51
diantara kedua kelas. Data yang diuji meliputi data N gain setiap
indikator KBK.
a) Uji Statistik Data N gain untuk Setiap Indikator Keterampilan Berpikir
Kritis (KBK)
Setiap indikator KBK dari data N gain diuji statistik dengan tujuan
mengetahui perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis untuk
setiap indikator KBK. N gain yang diperoleh dari kedua kelas diolah
dengan uji prasarat dan uji hipotesis. Berikut adalah tabel hasil uji
prasarat untuk data N gain perindikator KBK.
Tabel 4.3 Uji Prasarat Data N gain untuk setiap Indikator KBK
Data N-
gain Kelas
Uji Normalitas Uji
Homogenitas Kolmogorov Shapiro
Indikator
KBK-1
Kontrol Sig.0,157 Sig. 0,109
Sig. 0,769
(Homogen)
Keterangan Normal Normal
Eksperimen Sig.0,200 Sig. 0,554
Keterangan Normal Normal
Indikator
KBK- 2
Kontrol Sig. 0,200 Sig. 0,512
Sig. 0,544
(Homogen)
Keterangan Normal Normal
Eksperimen Sig. 0,200 Sig. 0,888
Keterangan Normal Normal
Indikator
KBK- 3
Kontrol Sig. 0,200 Sig. 0,288
Sig. 0,877
(Homogen)
Keterangan Normal Normal
Eksperimen Sig. 0,200 Sig. 0,681
Keterangan Normal Normal
Indikator
KBK- 4
Kontrol Sig. 0,200 Sig. 0,101
Sig. 0,576
(Homogen)
Keterangan Normal Normal
Eksperimen Sig. 0,200 Sig. 0,553
Keterangan Normal Normal
Indikator
KBK- 5
Kontrol Sig. 0,176 Sig. 0,212
Sig. 0,283
(Homogen)
Keterangan Normal Normal
Eksperimen Sig. 0,200 Sig. 0,392
Keterangan Normal Normal
52
Keterangan
Indikator KBK 1 : Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang
dipikirkan, khususnya alasan-alasan dan kesimpulan-
kesimpulan. Indikator KBK 2 : Mengklarifikasi dan menginterpretasi pernyataan-
pernyataan dan gagasan-gagasan.
Indikator KBK 3 : Mengevaluasi argumen-argumen yang beragam
jenisnya.
Indikator KBK 4 : Menarik inferensi-inferensi
Indikator KBK 5 : Menghasilkan argumen-argumen.
Berdasarkan tabel hasil uji prasarat data N-gain untuk setiap
indikator KBK (tabel 4.3) menunjukkan bahwa semua indikator KBK
memiliki distribusi data yang normal. Nilai signifikansi yang diperoleh
dari uji normalitas data N-gain untuk setiap indikator KBK yaitu dari
indicator KBK-1, KBK-2, KBK-3, KBK-4 dan KBK-5 diatas α pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol menurut uji kolmogorov dan uji
Shapiro.
Uji homogenitas yang ditunjukan tabel (tabel 4.3) menghasilkan
data yang homogen. Nilai signifikansi yang diperoleh dari uji
homogenitas data N-gain untuk setiap indikator KBK yaitu indikator
KBK-1 0,769 indikator KBK-2 0,549 indikator KBK-3 0,877 indikator
KBK-4 0,576 dan indikator KBK-5 0,283. Semua hasil ini menunjukan
nilai signifikansi yang lebih besar dari nilai α atau >0,05 yang artinya
data homogen.
Tabel 4.4 Hasil Uji Hipotesis data N-gain untuk Setiap Indikator KBK
N-gain Uji Hipotesis Nilai
Signifikansi
Keterangan
KBK- 1 Independent Simple T tes 0,002 H0 ditolak
KBK- 2 Mann-Whitney U 0,279 H0 ditrima
KBK- 3 Mann-Whitney U 0,847 H0 ditrima
KBK- 4 Mann-Whitney U 0,552 H0 ditrima
KBK- 5 Independent Simple T tes 0,009 H0 ditolak
53
Keterangan
Indikator KBK 1 : Mengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang
dipikirkan, khususnya alasan-alasan dan kesimpulan-
kesimpulan.
Indikator KBK 2 : Mengklarifikasi dan menginterpretasi pernyataan-pernyataan dan gagasan-gagasan.
Indikator KBK 3 : Mengevaluasi argumen-argumen yang beragam
jenisnya.
Indikator KBK 4 : Menarik inferensi-inferensi
Indikator KBK 5 : Menghasilkan argumen-argumen.
Berdasarkan tabel uji hipotesis data N-gain untuk setiap indikator
KBK (tabel 4.4), yang berdistribusi normal diuji hipotesis dengan
Independent Simple T tes, sedangkan indikator yang berdistribusi tidak
normal diuji hipotesis dengan menggunakan Mann-Withney U. indikator
KBK-1berdistribusi normal diuji hipotesis dengan Independent Simple T
tes untuk data N-gain menunjukan nilai signifikansi 0,002 sehingga H0
ditolak. Begitupun dengan indikator KBK-5 memiliki nilai signifikansi
0,009. Hasil ini lebih kecil dari α atau <0,05 sehingga H0 ditolak. Nilai
signifikansi diatas α ditunjukan oleh indikator KBK-2 dengan nilai
0,279, indikator KBK-3 dengan nilai 0,847 dan indikator KBK 4 dengan
nilai 0,552 sehingga H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis
siswa yang signifikan pada indikator KBK-1 dan indikator KBK-5
sedangkan pada indikator KBK-2, KBK-3, dan indikator KBK-4 tidak
terdapat perbedaan yang signifikan.
3. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Berbantuan E-Learning
Respon siswa terhadap pebelajaran berbasis e-learning dapat diukur
menggunakan angket. Metode ini hanya digunakan pada kelas eksperimen karena
kelas kontrol tidak melakukan pembelajaran dengan e-learning. Pengisian angket
dilakukan diakhir proses pembelajaran angket diberikan kepada siswa yang
termasuk dalam kelas eksperimen, yaitu kelas yang diberi perlakuan khusus berupa
pembelajaran e-learninng dalam pokok bahasan sistem pernapasan.
Peryataan dalam angket respon siswa terdiri dari 10 pertanyaan positif dan 10
pertanyaan negatif. Pernyataan dalam angket dibagi menjadi tiga dimensi. Pertama,
untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran biologi berbasis e-learning
pada konsep sistem pernapasan. Dimensi ini dikembangkan kedalam indikator
54
respon terhadap penerapan pembelajaran, rasa ingin tahu, dan manfaat
pembelajaran. Kedua, untuk mengetahui respon siswa terhadap proses
pembelajaran biologi berbasis e-learning pada konsep sistem pernapasan. Dimensi
ini dikembangkan menjadi empat indikator, yaitu minat siswa, keaktifan siswa,
kemampuan menyampaikan kembali dan motivasi belajar siswa. Ketiga, untuk
mengetahui respon siswa terhadap hasil belajar dengan pembelajaran biologi
berbasis e-learning pada konsep sistem pernapasan. Dimensi ini dikembangkan
kedalam indikator pemahaman siswa, wawasan siswa dan peningkatan kemampuan
kognitif siswa.
Ukuran yang digunakan dalam angket adalah skala likert. Skala ini disusun
dalam bentuk pernyataan dan diikuti oleh empat respon yang menunjukan tingkatan
respon. Instrumen ini dapat digunakan untuk mengukur kecenderungan sikap
peserta terhadap pembelajaran yang diikutinya. Berikut hasil rekapitulasi angket
yang telah dianalisis dan dituangkan dalam diagram pie.
Gambar 4.9 Diagram Persentase Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Berbasis
E-Learning
Diagram (gambar 4.9) menunjukan respon siswa terhadap pembelajaran
berbantuan E-Learnning. Berdasarkan hasil analisis data diatas, pembelajaran
berbasis e-learning dalam pembelajaran biologi mendapat respon kuat dengan
prosentase 63% , sedangkan sebagian siswa lainnya merespon sangant kuat
dengan prosentase 31%, merespon cukup 5% dan merespon lemah 1%. Hasil
rata-rata angket respon siswa adalah 99%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa respon siswa terhadap pembelajaran biologi berbasis e-learning adalah
kuat.
31%
63%
5% 1%
Sangat kuat
Kuat
Cukup
Lemah
55
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Aktivitas Belajar Siswa Antara Kelas Kontrol dengan Kelas Eksperimen
Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan
perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar (Majid,
2012). Dalam mengukur aktivitas belajar siswa digunakan metode observasi.
Sugiyono (2016) observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain. Observasi yang dilakukan
meliputi 5 indikator. Indikator tersebut yaitu Indikator KBK 1) Mengidentifikasi
elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan, khususnya alasan-alasan dan
kesimpulan-kesimpulan. 2) Mengklarifikasi dan menginterpretasi pernyataan-
pernyataan dan gagasan-gagasan. 3) Mengevaluasi argumen-argumen yang
beragam jenisnya. 4) : Menarik inferensi-inferensi 5) Menghasilkan argumen-
argumen.
Hamalik dalam Arsyad (2016) pemakaian media pembelajaran dalam proses
belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media
pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi
pelajaran pada saat itu. Di samping membangkitkan motivasi dan minat
siswa, media pengajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan
pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya,
memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.
Analisis data observasi untuk aktivitas belajar siswa pada pertemuan pertama
(gambar 4.2) menunjukan nilai prosentase rata-rata kelas kontrol pada indikator-5
yaitu menghasilkan argumen-argumen memiliki prosentase tertinggi sedangkan
pada indikator-3 yaitu mengevaluasi argument-argumen yang beragam jenisnya
memiliki prosentase terendah. Analisis data observasi untuk aktivitas belajar siswa
pada kelas eksperimen pada indikator-2 yakni mengklarifikasi dan menginterpretasi
pernyataan-pernyataan dan gagasan-gagasan memiliki prosentase tertinggi
sedangkan prosentase terendah pada kelas eksperimen yaitu pada indikator-4
menarik inferensi-inferensi.
56
Pertemuan pertama pada kelas eksperimen lebih unggul dari kelas kontrol
dalam semua aspek aktivitas belajar siswa. Pembelajaran yang diterapkan pada
pertemuan pertama untuk kelas eksperimen menggunakan e-learning dalam bentuk
LMS (Learning Management System) website dengan pembelajaran yang dilakukan
di dalam kelas. Pembelajaran ini mendorong siswa untuk dapat belajar secara
mandiri dengan menggunakan fasilitas e-learning dalam bentuk LMS website serta
guru berperan sebagai fasilitator. Wahyuningsih dan Rakhmat (2017) penggunaan
e-learning dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian belajar peserta
didik. E-learning dapat menggantikan pembelajaran tatap muka mulai dari proses
pembelajaran hingga kegiatan evaluasinya. Darmawan (2014) e-learning
merupakan kombinasi antara informasi, interaksi dan komunikasi pendidikan. E-
learning mempermudah interaksi antara peserta didik dan materi pelajaran.
Pendidik dapat menempatkan bahan-bahan belajar dan tigas-tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta didik di dalam website untuk diakses oleh para peserta
didik.
Aktivitas belajar pada pertemuan kedua pada kelas eksperimen mengalami
peningkatan yang signifikan dibandingkan kelas kontrol. Perbedaan ini meliputi
kelima aspek indikator aktivitas belajar siswa. Peneliti berpendapat bahwa pada
pertemuan kedua peningkatan terjadi disebabkan oleh faktor metode diskusi.
Namun pembelajaran e-learning yang sudah dapat dipahami penggunaan dan
manfaatnya oleh siswa dapat dimaksimalkan secara lagsung dalam
pembelajarannya. Berbeda dengan kelas eksperimen, pada kelas kontrol
pembelajaran dilakukan dengan media dua dimensi.
Rekapitulasi hasil observasi menunjukan persentase aktivitas belajar siswa
kelas eksperimen secara umum lebih unggul dibandingkan kelas kontrol. Perbedaan
aktivitas belajar tidak begitu nampak pada pertemuan pertama karena siswa dikelas
eksperimen masih terkesan kaku dalam menggunakan e-learning dalam bentuk
LMS website, sedangkan pada pertemuan kedua perbedaan persentase aktivitas
belajar terlihat signifikan dengan adanya diskusi dalam pembelajaran (lihat gambar
4.1). Keunggulan yang dimiliki e-learning dalam bentuk LMS memungkinkan guru
dan siswa untuk menggali kemampuan yang dimiliki.
Munir (2010) e-learning adalah proses belajar secara efektif yang dihasilkan
dengan caramenggabungkan penyampaian materi secara digital yang terdiri dari
57
dukungan dan layanan dalam belajar. E-learning merupakan kepanjangan dari
Elektronik Learning, merupakan salah satu metode baru dalam proses belajar
mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem
pembelajarannya. E-learning merupakan alasan dasar dan konsekuensi logis dari
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ICT. Jaya Kumar C. Koran
dalam penelitian Ririn Arisa, mendefinisikan e-learning sebagai sembarang
pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN,
WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi atau
bimbingan. E-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan
melalui media internet.
Darmawan (2014) terdapat tiga fungsi e-learning dalam kegiatan
pembelajaran di dalam kelas yaitu sebagai suplemen (tambahan) yang sifatnya
pilihan (opsional), pelengkap (komplemen) atau pengganti (substitusi). E-learning
berfungsi sebagai suplemen (tambahan) yaitu peserta didik mempunyai kebebasan
memilih apakah akan memanfaatkan materi e-learning atau tidak. E-learning
berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) yaitu materinya diprogramkan untuk
melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas.
Kegiatan dengan menggunakan e-learning dimungkinkan berkembangnya
fleksibilitas belajar yang tinggi. Artinya peserta didik dapat mengakses bahan-
bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang.
2. Perbedaan Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Antara Kelas
Kontrol dengan Kelas Eksperimen
Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir reflektif yang
berfokus pada pola pengambilan keputusan tentang apa yang harus diyakini dan
harus dilakukan. Kemampuan berpikir kritis dapat diukur dengan menggunakan
instrumenyang dikembangkan melalui aspek dan indikator berpikir kritis (Prayoga,
2013). Fisher (2008) mengemukakan bahwa berpikir kritis merupakan kompetensi
akademis yang mirip dengan membaca dan menulis. Oleh karena itu, ia
mendefinisikan berpikir kritis merupakan interpretasi dan evaluasi yang terampil
dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi. Dalam
pengukuran keterampilan berpikir kritis tes pilihan ganda beralasan digunakan dan
diimplementasikan pada materi system pernapasan pad manusia. Pilihan ganda ini
58
bukan hanya menuntut siswa mengetahui jawaban, tetapi siswa juga harus
mengetahui alasan dari jawaban tersebut. Dengan demikian dalam penskoran tes
pilihan ganda siswa diberi poin 2 untuk jawaban dan alasan yang tepat, 1 poin
untuk jawaban yang tepat dan alasan keliru, serta 0 apabila alasan tepat namun
jawaban salah serta kedua-duanya salah.
Kemampuan awal siswa dapat dilihat dari nilai rata-rata pretest yang telah
dianalisis dan diuji statistik. Grafik nilai rata-rata pretest (gambar 4.5) menunjukan
bahwa kemampuan awal siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak memiliki
perbedaan yang jauh. Dari hasil ini nilai kelas kontrol memperoleh rata-rata lebih
kecil sedangkan kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata lebih besar dari skor
maksimal. Pretest dilakukan sebelum diberikan perlakuan kepada masing-masing
kelas. Dalam hal ini setiap kelas belum mengalami proses pembelajaran secara
langsung dari peneliti sehingga kemampuan rata-rata yang dimiliki siswa antara
kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Dalam proses selanjutnya terdapat perbedaan kemampuan awal antara kelas
kontrol dan kelas eksperimen pada analisis kemampuan awal siswa pada setiap
indikator KBK. Berdasalkan hasil yang didapatkan dari pengolahan dan analisis
data pretest secara khusus untuk setiap indikator KBK menunjukan bahwa pada
indikator KBK-1 tidak dapat perbedaan kemampuan awal antara kelas kontrol dan
kelas eksperimen. Sedangkan pada indikator KBK yang lainya hanya terdapat
sedikit perbedaan kemampuan awal antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Tetapi hasil indikator KBK-4 pada kelas kontrol memperoleh nilai lebih tinggi
dibandingkan kelas eksperimen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa
kelas kontrol memiliki keunggulan dalam kemampuan awal pada semua aspek
yaknimengidentifikasi elemen-elemen dalam kasus yang dipikirkan, khususnya
alasan-alasan dan kesimpulan-kesimpulan, mengklarifikasi dan menginterpretasi
pernyataan-pernyataan dan gagasan-gagasan, mengevaluasi argumen-argumen yang
beragam jenisnya, menarik inferensi-inferensi, menghasilkan argumen-argumen.
Namun pada indikator KBK- 4 dengan aspek menarik inferensi-inferensi kelas
kontrol memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen.
Purwanto dalam Juanda (2016) tes merupakan alat ukur untuk proses
pengumpulan data dimana dalam memberikan respon atas pertanyaan dalam
instrument, peserta didorong untuk menunjukkan kemampuan maksimalnya. Astuti
59
(2015) kemampuan awal adalah kemampuan yang telah dipunyai oleh siswa
sebelum mengikuti pembelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal
merupakan prasyarat yang harus dimiliki peserta didik sebelum memasuki
pembelajaran berikutnya yang lebih tinggi.
Penerapan pembelajaran e-learning dalam bentuk LMS website dilakukan
pada kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 1 Astanajapura. Sedangkan kelas XI IPA 2
merupakan kelas kontrol dengan pembelajaran tanpa menggunakan e-
learningdalam bentuk LMS website. Berdasarkan hasil pengukuran kemampuan
rata-rata siswa setelah mengikuti pembelajaran (nilai posttest), nilai rata-rata
posttest kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol (grafik
4.7). Hasil ini kemudian dianalisis dengan uji statistik yang meliputi uji prasarat
dan uji hipotesis. Dari hasil uji hipotesis (table 4.2) data N-gain menunjukan
signifikansi sig. <0,05 sehingga H0 ditolak. Dengan demikian terdapat perbedaan
yang signifikan antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen pada kemampuan
rata-rata siswa setelah dilakukannya pembelajaran.
Penilaian terhadap kemampuan akhir dilakukan untuk mengukur seberapa
jauh tingkat pencapaian prestasi belajar selama mengikuti pembelajaran.
Keterampilan berpikir kritis yang dijadikan acuan sebagai hasil belajar dapat
dicapai lebih tinggi oleh kelas eksperimen dibandingkan dengan pencapaian kelas
kontrol. Dengan demikian penerapan e-learning dalam bentuk LMS website dalam
pembelajaran biologi dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa secara
signifikan.
Arsyad (2016) menjelaskan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam
proses belajar mengajar dapat meningkatkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran
pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses
pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Selain itu,
media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman,
menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data dan
memadatkan informasi.
Dalam e-learning LMS website terdapat video, teks dan gambar yang
memungkinkan penyajian data menjadi lebih konkrit sehingga mudah dipahami.
60
Kerucut pengalaman (cone of experience) yang dikemukakan oleh Edgar Dale
memberikan gambaran bahwa semakin konkret siswa mempelajari pelajaran, maka
semakin banyak pengalaman yang diperoleh siswa. Sebaliknya semakin abstrak
siswa mempelajari pelajaran, maka semakin sedikit pula pengalaman yang
diperolehnya.
Analisis kemampuan rata-rata siswa perindikator KBK setelah pembelajaran
dilakukan untuk mengetahui pada indikator mana terdapat perbedaan kemampuan
yang signifikan. Nilai rata-rata posttest untuk setiap indikator KBK dapat dilihat
pada gambar 4.6. nilai rata-rata posttest untuk indikator KBK-2 dan indikator KBK-
4.
Kemampuan awal siswa pada kelas kontrol untuk indikator KBK-4 lebih
unggul dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hal ini mempengaruhi pencapaian
kelas kontrol pada hasil posttest yang telah dilakukan. Menurut Sanjaya (2012)
proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan dan karakteristik siswa
yang berbeda-beda. Siswa akan mudah mempelajari bahan pelajaran apabila siswa
tersebut telah memiliki sejumlah kemampuan awal. Siswa akan mudah mempelajari
bahan pelajaran, apabila dalam sirinya terdapat kemampuan awal yang dibutuhkan.
Siswa yang memiliki kemampuan awal akan lebih siap dibandingkan dengan siswa
yang belum memiliki kemampuan awal.
Peningkatan keterampilan berpikir kritis dapat dilihat dari N-gain yang
diperoleh masing-masing kelas. N-gain untuk kelas kontrol lebih kecil dan N-gain
kelas eksperimen lebih besar. Kelas eksperimen memiliki N-gain lebih tinggi
dibandingkan kelas kontrol. Hai ini menunjukan peningkatan keterampilan berpikir
kritis siswa pada kelas eksperimen lebih unggul daripada peningkatan keterampilan
berpikir kritis siswa dikelas kontrol. Hasil uji hipotesis yang diperoleh dari uji
Independent Simple T test pada data N-gain secara umum (tabel 4.2). Karena nilai
sig.<0,05 maka H0 ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
peningkatan keterampilan berpikir kritis yang signifikan antara kelas kontrol
dengan kelas eksperimen.
Wahyuningsih dan Rakhmat (2017) penggunaan e-learning dalam
pembelajaran menurut riset-riset terbaru memberi dampak positif terhadap proses
dan hasil belajar. Penggunaan e-learning secara terencana dan terstruktur dapat
meningkatkan interaktivitas, kemandirian dan hasil belajar. E-learning dapat
61
digunakan untuk menyajikan bahan ajar sesuai dengan gaya belajar seseorang
secara visual, auditorial, dan kinetetik. E-learning juga baik digunakan untuk
membangun keterampilan berpikir seseorang yang meliputi berpikir kreatif, kritis
dan metakognisi. Pada prinsipnya e-learning tidak hanya sekedar media akan tetapi
di dalamnya terkandung metode dan sekumpulan strategi untuk memfasilitasi
manusia dalam belajar, baik secara individu maupun kelompok.
Analisis N-gain perindikator dilakukan guna mengetahui indikator KBK yang
memiliki perbedaan peningkatan signifikan atau bahkan tidak memiliki perbedaan
peningkatan KBK antara kelas kontrol dengan kelas eksperimen. Berdasarkan data
N-gain yang diperoleh untuk setiap indikator KBK (gambar 4.8) secara
keseluruhan N-gain kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas
kontrol. N-gain tertinggi kelas eksperimen terdapat pada indikator KBK-2,
sedangkan N-gain indikator KBK-1, KBK-3, KBK-4 dan KBK-5 lebih kecil. Pada
kelas kontrol N-gain tertinggi pada indikator KBK-3, sedangkan indikator KBK-1,
KBK-2, KBK-4 dan KBK-5 N-gain nya lebih kecil.
Uji hipotesis pada masing-masing N-gain indikator KBK dilakukan dengan
uji Independent simple T test dan uji Mann- Whitney U karena ada data yang
berdistribusi tidak normal. Hasil dari uji hipotesis untuk masing-masing indikator
pada data N-gain (tabel 4.3) menunjukan bahwa nilai signifikansi N-gain pada
indikator KBK-1 dan indikator KBK-5 nilai signifikansi keduanya menunjukan
nilai yang <0,05 sehingga H0 ditolak. Sedangkan hasil uji hipotesis untuk data N-
gain indikator KBK- 2, indikator KBK-3 dan indikator KBK-4 nilai signifikansi
>0,05 sehingga H0 diterima. Berdasarkan hasil uji hipotesis ini dapat disimpulkan
bahwa perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis yang signifikan terdapat
pada indikator KBK-1 dan indikator KBK-5 sedangkan untuk indikator KBK-2,
KBK-3 dan KBK-4 tidak terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berpikir
kritis yang signifikan.
Perbedaan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang ditinjau dari
masing-masing indikator KBK menunjukan hasil yang kurang signifikan. Hanya
pada indikator KBK-1 dan indikator KBK-5 perbedaan peningkatan KBK dapat
diterima. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa kurang
maksimalnya ketercapaian keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen
dipengaruhi oleh terbatasnya prasarana yang dimiliki siswa untuk memahami
62
materi secara lebih mendalam melalui e-learning LMS website. E-learning yang
dikembangkan peneliti bersifat online dan dapat dibuka dengan menggunakan
komputer, laptop, netbook, handphone. Menurut Desmita (2014) sumber belajar
berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa dapat memperoleh
pengalaman belajar. Berbagai pengalaman yang dirancang agar siswa dapat
mencapai tujuan khusus seperti yang telah dirumuskan. Pengalaman belajar harus
mendorong agar siswa aktif belajar baik secara fisik ataupun non-fisik. Adanya
fasilitas dalam pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar
sesuai dengan gaya belajarnya sendiri.
3. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Berbantuan E-Learning
Respon merupakan tanggapan yang diberikan seseorang terhadap stimulus
yang telah diberikan. Pengukuran respon siswa terhadap pembelajaran berbantuan
e-learning LMS website dalam pembelajaran biologi sangat penting diketahu
karena respon siswa terhadap e-learning ini dapat menjadi salah satu tolak ukur
dalam mengevaluasi e-learning dan penerapannya. Tujuan pemberian angket
adalah untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran yang telah
guru terapkan sebagai bahan evaluasi dan refleksi guru untuk dapat memberikan
yang lebih baik lagi dan lebih berkualitas kedepannya. Respon merupakan
tanggapan yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang telah diberikan
sehingga dapat diterima atau bahkan ditolak.
Pengukuran respon siswa terhadap pembelajaran biologi sangat penting
diketahui karena respon siswa terhadap pembelajaran berbantuan e-learning dapat
menjadi salah satu tolak ukur dalam mengembangkan pembelajaran yang baru
terhadap siswa agar ketika siswa telah selesai di jenjang pendidikannya siswa
memiliki sebuah pengetahuan. Data respon siswa hanya dibutuhkan pada kelas
eksperimen karena kelas kontrol tidak diberikan perlakuan berupa pembelajaran
berbantuan e-learning.
Angket yang digunakan tidak mencantumkan opsi ragu-ragu (R) atau opsi
tengah (netral). Opsi tersebut tidak digunakan dengan tujuan agar siswa tidak
terpengaruh untuk tidak memberikan pendapat yang berakibat tidak adanya respon
yang pasti, apakah menerima atau menolak. Sukardi (2008) yang menyatakan
bahwa ada kecenderungan seseorang atau responden memberikan pilihan jawaban
63
pada kategori tengah karena alasan kemanusiaan, seandainya responden memilih
pada kategori tengah maka peneliti tidak akan memperoleh informasi yang pasti.
Hasil penghitungan rata-rata persentase angket respon siswa per dimensi
dapat jelaskan bahwa respon siswa terhadap penerapan pembelajaran dan proses
pembelajaran berbantuan e-learning, dan hasil belajar dan peningkatan
keterampilan berpikir kritis siswa adalah kuat. Hasil perolehan data tersebut, secara
umum pembelajaran berbantuan e-learning ini diterima dengan baik oleh siswa.
Hasil dari persentase rata-rata siswa merasa tertarik terhadap pembelajaran biologi
berbantuan e-learning pada pokok bahasan sistem pernapasan pada manusia di
kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Astanajapura.
Dimensi proses yang digunakan dalam angket menggunakan indikator minat,
kemampuan menyampaikan kembali, keaktifan siswa dan motivasi. Sebagian besar
siswa memberikan respon bahwa pembelajaran berbantuan e-learning dapat
menumbuhkan minat serta motivasi dalam belajar, serta meningkatkan keaktifan
siswa dalam mengikuti pembelajaran dan kemampuan siswa dalam menyampaikan
kembali materi yang telah dipelajari meningkat. Dimensi hasil belajar dalam angket
menggunakan indikator pemahaman, wawasan, dan adanya peningkatan
keterampilan berpikir kritis.
Respon kuat yang diberikan siswa terhadap pembelajaran biologi berbasis e-
learning LMS website ini sesuai dengan pendapat Kemp & Dayton dalam Arsyad
(2016) yang mengatakan bahwa media dapat diasosiasikan sebagai penarik
perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan. Kejelasan dan
keruntunan pesan, daya tarik image yang berubah-ubah, penggunaan efek khusus
yang dapat menimbulkan keingintahuan menyebabkan siswa tertawa dan berpikir,
yang kesemuanya menunjukan bahwa media memiliki aspek motivasi dan
meningkatkan minat.
Darmawan (2014) E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik
dan materi pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dan
pendidikmaupun antara sesama peserta didik saling berbagi informasi atau
pendapat mengenai berbagai hal yang menyangkut pelajaran ataupun kebutuhan
pengembangan diri peserta didik. Pendidi.k dapat menempatkan bahan-bahan
belajar dan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di tempat tertentu
di dalam website untuk diakses oleh para peserta didik.
64
Hamalik dalam Arsyad (2016) mengemukakan bahwa pemakaian media
pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan
media pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat
itu. Di samping membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pengajaran juga
dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan
menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.
Dapat diketahui bahwa pembelajaran berbantuan e-learning menggunakan
website memberikan hal baru bagi siswa, menciptakan lingkungan belajar yang
menyenangkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplor
pengetahuannya didalam kelas, dengan demikian siswa termotivasi dalam
mengikuti pembelajaran dan merespon baik terhadap pembelajaran berbantuan e-
learning mengunakan website.