Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN PELAKSANAAN PENELITIAN
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan pra-
penelitian terlebih dahulu. Bogdan menyatakan (dalam Moleong,
2006), terdapat 6 tahap pra-lapangan dan ditambah dengan etika
penelitian yaitu :
a. Menyusun rancangan penelitian, meliputi penulisan bab 1
hingga bab 3 yang mencakup latar belakang, landasan teori dan
metode penelitian kemudian juga mempersiapkan alat
pengumpul data berupa penuntun wawancara (interview guide)
dan panduan observasi.
b. Memilih lapangan penelitian, sesuai dengan hasil survei yang
dilakukan oleh peneliti, maka peneliti menetapkan tempat
penelitian yakni di Jln. Onta Raya No 10 Semarang.
c. Pengurusan perijinan dilakukan peneliti dengan mengurus
perijinan dari Fakutas Psikologi dengan persetujuan dosen
pembimbing I dan pembimbing II serta dekan Fakultas
Psikologi. Kemudian peneliti pada keesokan harinya ditemani
kerabat mengunjungi pembina Yayasan Emas Indonesia.
Setelah diberikan izin kepada pembina yayasan peneliti
diberikan kesempatan untuk memulai wawancara disesuaikan
dengan jadwal partisipan. Sebelum pelaksanaan wawancara,
peneliti menjelaskan gambaran detail mengenai penelitian yang
akan dilakukan.
56
d. Menjajaki dan Menilai Lapangan dilakukan dengan maksud
untuk mengenal segala unsur lingkungan sosial, fisik Yayasan
Emas Indonesia serta cara pandang anak-anak yang hidup di
yayasan tersebut. Hal ini dilakukan dengan menghubungi salah
satu pembina yang selalu mengambil peran dalam yayasan
tersebut. Dengan begitu peneliti bisa cepat menyesuaikan diri
dengan keadaan setempat. Beruntungnya semua anak-anak
maupun pengurus bisa menerima peneliti.
e. Dalam hal ini, peneliti juga memilih dan memanfaatkan
informan untuk kepentingan penelitian ini.
f. Mempersiapkan perlengkapan penelitian, yang peneliti lakukan
dengan menyediakan alat-alat yang dibutuhkan selama proses
pengambilan data seperti alat tulis, buku catatan, handphone.
g. Mengetahui persoalan etika penelitian dengan memberitahukan
maksud dan tujuan penelitian secara terbuka pada pembina
yayasan serta fasilitator yang bekerja di yayasan emas
Indonesia.
B. PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian melakukan beberapa tahapan dalam pengumpulan
data, dimulai dengan mewawancarai anak-anak jalanan yang sesuai
dengan kriteria penelitian. Tujuan diadakan wawancara untuk
mendapatkan gambaran program resosialisasi serta sikap mereka
terhadap program resosialiasi yang diterapkan di Yayasan Emas
Indonesia. Observasi dilakukan saat wawancara, ditempat kerja
subjek serta aktivitas mereka saat berada di yayasan. Peneliti
57
mengawali dengan datang ke yayasan, membuat janji untuk
wawancara dan obsevasi.
Tabel 4.1 Jadwal pertemuan dengan subjek penelitian
Waktu Tempat Keterangan
Tanggal Jam
7-11-2013 18:05 WIB
9-11-2013 17:13 WIB
Ruang Tamu
Anak jalanan yang
memiliki latar
belakang menodong
dan memakai obat-
obatan (AM)
27-11-2013 14:32 WIB Ruang Pertemuan Anak jalanan yang
memiliki latar
belakang menodong
dan memakai obat-
obatan (IW)
Dalam pertemuan tersebut peneliti menjelaskan terlebih
dahulu mengenai maksud dan tujuan secara langsung perihal
pertemuan peneliti dengan pembina yayasan serta anak-anak
jalanan yang sesuai dengan kriteria penelitian dan kemudian
meminta kesediaan mereka untuk diwawancarai sekaligus
melakukan pengamatan langsung. Selanjutnya peneliti mulai
mewawancarai kedua subjek dan diteruskan dengan mewawancarai
fasilitator lainnya dalam hari yang berbeda. Setelah data yang
dikumpul dirasa cukup, peneliti mulai mengolah transkrip
wawancara (dalam bentuk soft copy) dan datang kembali ke
58
yayasan menunjukkan transkrip wawancara demi keperluan
member check. Kedua subjek menyetujui transkrip wawancara
yang sudah dibuat dan tidak berkeberatan untuk mencantumkannya
untuk lampiran skripsi ini. Selanjutnya peneliti meminta masing-
masing partisipan untuk menandatangani surat pernyataan bahwa
peneliti benar-benar telah melakukan wawancara serta observasi
dengan mereka. Kedua subjek juga tidak keberatan jika
menggunakan nama mereka pada surat pernyataan, maupun
menampilkan dokumentasi di skripsi peneliti.
C. ANALISIS DATA
Setelah semua data diperoleh, baik wawancara, observasi dan
foto, peneliti kemudian melakukan analisis data sesuai dengan
tahapan yang telah dirancangkan sebelumnya. Proses analisis data
diawali dengan pengetikkan transkrip wawancara yang peneliti
lakukan secara manual dengan mendengarkan hasil rekaman dan
mengetik kata perkata. Selanjutnya peneliti menambahkan kode
angka latin (1, 2, 3, 4, dst...) pada bagian kanan transkrip disetiap
barisnya agar memudahkan dalam proses analisis data.
Setelah proses pengetikan selesai, peneliti kemudian membaca
transkripsi wawancara dan hasil observasi berulang-ulang hingga
peneliti mampu menemukan alur dan juga menentukan tema-tema
serta makna dibalik setiap kalimat yang diungkapkan partisipan
penelitian secara verbal. Tema dan makna tersebut peneliti
tambahkan pada bagian kanan transkrip.
59
Agar memudahkan dalam merujuk, peneliti memberikan kode
sesuai dengan inisial nama masing-masing partisipan. Untuk
subjek pertama AM sedangkan subjek kedua IW. Selanjutnya
peneliti mengelompokkan data ke dalam aspek-aspek yang
digunakan dalam penelitian dan analisis. Adapun hasil pengkodean
berdasarkan masing-masing aspek dapat dilihat pada lampiran.
D. HASIL PENELITIAN I. Subjek I
a. Identitas dan Gambaran Umum Nama : AM
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Kristen Protestan
Anak ke- : 3 dari 5 bersaudara
Subjek berasal dari Tual tepatnya di Maluku Tengah.
Lahir pada 18 Mei 1997. Subjek berasal dari keluarga yang
kurang mampu, dan broken home. Orang tuanya bercerai
ketika subjek masih kecil. Ibunya menikah lagi sementara
ayahnya seorang diri dalam keadaan sakit-sakitan. Alasan
tersebut membuat subjek dan saudaranya lebih memilih
tinggal dengan ayah ketimbang dengan ibunya. Subjek
memiliki enam saudara namun kedua kaka tertuanya
meninggal di usia yang masih kecil dan akhirnya tinggal
empat orang. Subjek merupakan anak ketiga dari lima
bersaudara. Kaka pertama merintis usaha sendiri dengan
60
menjual alat-alat elektronik, kaka yang kedua tidak
melanjutkan sekolah dikarenakan biaya namun kegiatan
sehari-harinya merawat bunga dan menjaga ayah serta adik-
adiknya yang masih kecil.
Hubungan subjek dengan keluarganya tidaklah seperti
dulu dikarenakan keluarganya tinggal di pelosok-pelosok
sehingga subjek mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
Selesai sekolah subjek merantau ke Jogja dengan alasan akan
di sekolahkan oleh Omnya. Namun sampai di Jogja subjek
hanya disuruh merawat bunga. Ketika ia tinggal dengan
keluarga di Jogja, ia mengalami kekerasan baik verbal
maupun nonverbal dari omnya sendiri. Benar ataupun salah
pasti dimarahin atau dipukul. Kekerasan yang ia alami lantas
membuat ia akhirnya turun ke jalanan.
Kehidupan jalanan serta pengaruh teman-teman akhirnya
membuat subjek berperilaku kriminal seperti: menodong dan
memakai obat-obatan. Kegiatan menodong dan memakai
obat-obatan dilakukan hampir setiap hari. Gerbong Kereta
Api, Stasiun Poncol dan konser-konser merupakan tempat
subjek melakukan kegiatan tersebut. Diakui subjek bahwa
kegiatan menodong dan memakai obat-obatan sangat
berpengaruh baik maupun buruk bagi dirinya. Pengaruh baik
dari obat membuat subjek merasa diri jago, berani dan
memiliki kepercayaan dirinya saat berada di jalanan dalam
menghadapi polisi maupun masyarakat umum lainnya. Aksi
menodong subjek menghasilkan uang serta berbagai jenis
handphone. Sementara pengaruh buruk, seperti badan subjek
61
sering sakit-sakitan, sesak di dada sampai pernah di pukul
oleh masyarakat dan ditangkap oleh polisi.
Ketika subjek berada di jalan Johar saat itu juga,
Yayasan Emas Indonesia yang merupakan salah satu bagian
dalam mengentaskan anak jalanan sedang melakukan
kegiatan belajar mengajar bagi anak-anak jalanan. Subjek
merasa tertarik dan saat yang bersamaan subjek mengambil
keputusan untuk tinggal di yayasan. Pertama kali tinggal di
yayasan subjek masih merasa malu-malu ketika berinteraksi
dengan lingkungan yayasan namun seiring berjalannya waktu
subjek mulai akrab dengan teman-teman maupun kakak-
kakak yang berada di yayasan. Yayasan Emas Indonesia bagi
subjek secara pribadi adalah bagian dari keluarga. Kasih
sayang, kebaikan, perhatian yang ia tidak didapatkan dari
keluarganya sendiri, ia dapatkan di yayasan. Menurut salah
satu sumber yang merupakan orang terdekat subjek
menyatakan bahwa subjek itu anak yang penurut, rajin, tekun
dalam melakukan pekerjaannya namun terkadang subjek
menunjukan perilaku malu-malu. Dari proses kehidupan
yang dialami saat berada di yayasan membuat subjek ingin
sekali menjadi orang yang berguna bagi orang tuanya. Hal
tersebut terbukti dari pertanyaan subjek serta pembuktian
bahwa subjek sudah berubah. Saat ini subjek sedang
mengumpulkan uang agar ia bisa pulang dan membahagiakan
ayah tercinta.
62
b. Hasil Observasi 1. Laporan observasi selama wawancara
Wawancara dilaksanakan pada tanggal 7 & 8
November 2013 di ruangan Yayasan Emas Indonesia.
Hari itu subjek menggunakan kaos hitam, celana panjang
hitam serta topi berwarna hitam kuning. Saat dilakukan
wawancara subjek kelihatan cape dikarenakan subjek baru
pulang kerja. Secara keseluruhan ruangan yayasan
terdapat satu bangku serta satu meja, banyak tikar serta
terdapat lukisan-lukisan di dinding ruangan. Saat
wawancara peneliti dan subjek melantai dengan tikar.
Posisi duduk subjek dan peneliti cukup dekat. Awal
wawancara subjek kelihatan agak tegang dan banyak
berpikir tentang apa saja yang akan ditanyakan.
Ketika pertanyaan yang berhubungan dengan
keluarga subjek menjawab dengan suara yang agak pelan.
Selain itu, faktor kebisingan di jalan raya yang akhirnya
membuat peneliti mengalami sedikit kesulitan sehingga
peneliti meminta agar subjek mengulangi apa yang subjek
ucapkan dan semakin mendekatkan handphone di mulut
subjek. Sesekali saat menjawab pertanyaan, subjek
menggerakkan tangan, memainkan topi sebagai wujud
ekspresi non verbalnya. Selama wawancara nada suara
serta intonasi subjek naik turun. Ketika percakapan
mengenai kehidupan di jalanan nada suara subjek sedikit
keras saat ia menceritakan setiap kejadian-kejadian yang
ia alami di jalanan. Ekspresi muka yang begitu penuh
63
penyesalan subjek tunjukan saat menjelaskan bahwa
kehidupan jalanan membuat kehidupannya sangat tidak
karuan. Subjek kadang cenderung kurang menangkap
dalam menanggapi pertanyaan sehingga meminta peneliti
untuk menyederhanakan beberapa pertanyaan yang bagi
subjek sulit untuk dimengerti. Kadang-kadang subjek
menunjukkan ekspresi senang ketika ia menjelaskan
mengenai kehidupan di yayasan yang begitu penuh
dengan kasih sayang. Mendekati akhir wawancara, subjek
menunjukkan beberapa tanda-tanda kelelahan seperti
posisi duduk yang berubah, mulai mengelus-eluskan
wajah dan terkadang memakai topi kemudian melepaskan
topi dan sebagainya. Akhirnya peneliti memutuskan untuk
mengakhiri wawancara di malam hari tersebut.
2. Hasil observasi saat di yayasan
Selesai melaksanakan wawancara, peneliti tetap
mengamati subjek dengan alasan ingin melihat bagaimana
hubungan subjek dengan teman-teman di yayasan. Sehabis
wawancara subjek kembali dan berkumpul dengan teman-
teman di yayasan. Mereka bercanda sambil tertawa. Saat
sedang bercandagurau dengan teman-temannya, salah satu
temannya bercanda sambil memukul subjek. Subjekpun
melakukan hal yang sama. Namun mereka tetap dalam
keadaan bercanda. Saat yang bersamaan subjek mentraktir
semua anak-anak yayasan untuk bermain di pasar malam.
Subjekpun mengajak peneliti dan ia mengakui ini hasil
saat ia mengikuti syuting yang dilakukan oleh beberapa
64
orang yang berasal dari Jakarta. Tidak hanya mentraktir
semua anak-anak, iapun membagi uang buat beberapa
pembina yang tinggal di yayasan.
Hari semakin malam akhirnya peneliti memutuskan
untuk melanjutkan observasi pada keesokan harinya. Hari
esokpun tiba, saat peneliti berada di yayasan, subjek
masih di tempat kerja. Beberapa saat kemudian subjek
pulang lebih dulu dari hari biasanya. Ketika subjek tiba, ia
dalam keadaan mendorong sepeda sambil tersenyum. Hal
tersebut membuat peneliti penasaran dan peneliti mencoba
berbincang-bincang dengan subjek. Alasan subjek pulang
lebih cepat dari hari-hari biasanya sambil tersenyum
karena hari itu subjek telah menerima gaji dari hasil
kerjanya. Setelah selesai berbincang-bincang dengan
peneliti, subjek langsung ke belakang melihat hewan
peliharaannya. Kemudian ia masuk ke kamar dan
beberapa saat kemudian ia langsung bergabung dengan
teman-teman dan juga peneliti yang saat itu sedang
bercanda di ruang televisi.
Sorepun tiba, dari ruang televisi subjek dan teman-
temannya duduk di halaman belakang rumah sambil
bercanda-canda. Subjek dan teman-teman kebanyakan
menggunakan bahasa jawa sehingga membuat peneliti
sedikit tidak mengerti. Namun akhirnya peneliti
menanyakan dari teman subjek maksud dari perkataan
subjek dengan teman-temannya. Dari pengamatan peneliti
subjek adalah pribadi yang sangat penyanyang dan suka
65
bercanda. Terkadang dalam keadaan bercanda subjek
menggendong anak kecil dan bermain-main dengannya
sambil mencium pipinya dan memberikan beberapa
makanan kepadanya. Saat temannya sedang membutuhkan
bantuan, subjek langsung menolongnya. Namun ada satu
kebiasaan subjek yang kadang membuat jengkel teman-
temannya. Saat dimana ia bercanda dengan teman laki-
laki maupun perempuan tanpa memperdulikan mereka.
Ada satu kejadian dimana subjek bercanda dengan teman
perempuan sampai buat temannya marah namun ia tetap
bercanda sambil tertawa terbahak-bahak sampai akhirnya
ditegur oleh kaka yayasan barulah ia berhenti.
3. Hasil observasi di tempat kerja
Beberapa hari kemudian, peneliti melakukan
observasi di tempat kerja subjek. Saat peneliti tiba subjek
sedang bekerja. Didalam ruangan kerja selain subjek, ada
juga salah satu anak jalanan dan pemiliki usaha meja
belajar. Secara keseluruhan ruang kerja penuh dengan
meja-meja belajar yang siap untuk di jual serta bahan-
bahan dasar pembuatan meja belajar. Sesekali subjek
bercanda dengan temannya dan pemilik usaha tersebut
namun waktu subjek banyak di luangkan untuk
menyelesaikan meja belajar. Subjek mulai bekerja dari
jam 08.00 wib sampai 17.00 WIB dan waktu istirahatnya
berkisar jam 12.00 sampai 14.00 WIB. Dalam sehari
subjek harus bisa menyelesaikan 150 buah meja belajar.
Subjek benar-benar begitu konsen dan sangat telaten
66
dalam pembuatan meja belajar karena ketika terjadi
kesalahan akan menimbulkan sedikit kerugian. Saat waktu
istirahat tiba subjek mencoba untuk menggerakkan
seluruh bagian tubuhnya yang merupakan tanda bahwa
subjek merasa kelelahan. Makan siang pun tiba, subjek
berjalan menuju ruang makan, Setelah selesai makan
subjek bercakap-cakap dengan peneliti serta orang-orang
yang berada di tempat tersebut. Sembaring bercanda,
subjek terus melihat jam dinding. Hal tersebut
dilakukannya agar ia tidak lupa waktu untuk melanjutkan
pekerjaannya.
Waktu istirahatpun telah selesai, subjek melanjutkan
mengerjakan kerjaannya. Sesekali subjek kerja sambil
mendengarkan musik. Alasan ia mendengarkan musik
agar ia tidak cepat bosan walaupun dalam keadaan yang
sangat melelahkan. Ada beberapa kesalahan yang subjek
lakukan saat membuat meja belajar tapi subjek tetap santai
untuk memperbaiki kesalahan yang ia buat. Ketika subjek
sedang bekerja, tiba-tiba salah satu temannya kehabisan
mur dan mencoba mencari lagi di beberapa tempat. Pada
saat subjek mengetahuinya subjek menawarkan mur buat
temannya walaupun mur yang dimiliki subjek hanya
tinggal sedikit dan masih banyak meja belajar yang belum
diselesaikan. Hari semakin sore akhirnya peneliti
mengakhir proses observasi tersebut.
67
c. Analisis berdasarkan masing-masing aspek.
1. Komponen Kognitif. Aspek kognitif menjelaskan mengenai pemikiran
berupa fakta-fakta, pengetahuan, keyakinan subjek tentang
latar belakang menodong dan memakai obat-obatan
sampai menjalani program resosialisasi di Yayasan Emas
Indonesia. Pemikiran subjek meliputi kehidupan di
jalanan, kehidupan di Yayasan Emas Indonesia serta
aturan dan program yang diterapkan.
a. Pemahaman mengenai alasan serta kehidupan yang terjadi saat subjek turun ke jalanan.
Salah satu faktor anak turun ke jalanan adalah
menjadi korban kekerasan dalam keluarga. Pergi ke
jalanan dinilai sebagai upaya untuk melepaskan atau
menghindari tekanan yang dihadapi dalam keluarga.
Kekerasan dalam keluargapun dialami oleh subjek.
Dalam keadaan yang tidak terlalu paham mengenai
kehidupan di jalanan subjek tetap bersikeras untuk
turun ke jalanan untuk mencari kebebasan.
“...........Pas dari ambon ke sini diajak omku katanya mau disekolahin, padahal nyampe Cuma disuruh rawat bunga. Satu pot pecah dimarahin, dipukulin. Aku ga tahan akhirnya pergi dari rumah, naik bus aku ga tau kota seperti apa. Dari jogja ga tau naik bus tujuan mana nyatanya sampai di Semarang.” AM (13-26)
“Cari kebebasan ga betah kalau di jogja” AM (38-39)
68
“Pembina TL & A membenarkan bahwa subjek .........menjadi korban kekerasan sehingga ia turun ke jalanan. Ga tau kota seperti apa, subjek naik bus tiba-tiba sampai di pasar johar.
Pengaruh jalanan dan kawan-kawan di jalanan
membuat sikap dan perilaku subjek lambat-laun
menyesuaikan dengan kehidupan di jalanan. Semakin
lama di jalanan, semakin kuat pengaruh pada sikap dan
perilakunya. Hal tersebut akhirnya membuat subjek
berperilaku kriminal. Subjek mengakui bahwa awal ia
melakukan kegiatan menodong dan memakai obat-
obatan dipengaruhi oleh teman-temannya sampai
akhirnya subjek ketagihan. Bagi subjek kehidupan di
jalanan membuat hidupnya tidak karuan.
“Pas sampai semarang bergaulnya sama anak jalanan. Hidup sama anak jalanan hidupku ga karuan. Aku rokok, obat-obatan dan segala macam ta (aku) coba semua dan akhirnya ketagihan. Aku kerja dan nodong setiap hari untuk beli obat-obat akhirnya badanku rusak .” AM (26-36)
“Dari teman. Pertama dikasih teman, akhirnya ketagihan kemudian ditunjukin tempat jualannya. “ AM (98-102)
“Pembina TL juga membenarkan bahwa kegiatan subjek ketika di jalanan adalah ngemen dan nodong.
b. Pemahaman subjek mengenai kegiatan menodong dan memakai obat-obatan
Alasan-alasan berperilaku delinkuensi disebabkan
dari luas gerak ruang lingkup kehidupan manusia yang
sering berhubungan dan saling mempengaruhi serta
69
terkait antara yang satu dengan yang lain. Bisa berupa
lingkungan maupun teman. Selain itu, ada berbagai
alasan untuk tetap berperilaku delinkuensi karena
tuntutan kebutuhan maupun keinginan dalam
kelangsungan kehidupan di jalanan. Hal tersebut
dialami subjek mulai dari pengaruh teman, kebutuhan
dan keinginan yang sangat berdesak agar dapat
bertahan hidup saat di jalanan.
“Banyak si alasannya. Pertama, karena aku hidup sama orang yang tiap harinya ngobat, nodong bisa ga bisa harus tetap ikut. Pengaruh teman-teman juga. Kedua, aku nodong karena ga punya duit, pingin pegang dan punya duit, pingin pegang dan punya handphone. Ketiga, aku kalau ga make obat, aku ga bisa ngamen, ga bisa cari duit. Selain nodong aku ngamen juga.” AM (113-125)
“Soalnya malu kalo ngamen tanpa ngobat. Pengaruhnya aku berani dan merasa jago.“ AM (131-134)
c. Penilaian mengenai pengaruh kegiatan menodong dan
memakai obat-obatan pada diri subjek.
Penilaian terhadap pengaruh perilaku delinkuensi
bagi kehidupan anak jalanan sendiri akan sangat
berdampak bagi kehidupannya baik secara fisik
maupun secara sosial. Kondisi seperti ini akan
menimbulkan pengalaman yang sangat tidak
mengenakan. Bagi subjek keadaan yang dialami baik
buruk merupakan kehidupannya saat ia tinggal di
jalanan.
70
“Sangat berpengaruh. Buruk baik ada.” AM (217-218).
“Make obat dan nodong pernah ga pernah tapi waktu itu ada konser, aku di tangkep dikirain aku yang ketuanya. Padahal aku ga buat apa-apa. Pas di tangkep aku dipukulin sama polisi yang lainnya dan pas habis konser baru aku dibebasin. Pernah juga di tangkep saat nodong tapi hanya diamankan beberapa jam sesuai waktu tugas keamanaan polisi yang nangkep aku. Pengalaman buruk. Aku mabuk ketemu orang mabuk, empat orang naik motor terus mukulin aku. “AM (179-197)
“Buruknya kalau memakai obat-obatan badanku sakit-sakitan, dadaku mulai sesak, dan pernah di tangkep juga saat nodong. Baiknya aku merasa jago di jalanan karena ngobat. Nodong dapat uang, handphone.“ AM (220-228)
d. Pengetahuan subjek mengenai kegiatan menodong dan
memakai obat-obatan.
Pengetahuan subjek mengenai kegiatan menodong
meliputi alat-alat, tempat subjek bereaksi serta hasil-
hasil dari kegiatan tersebut. Selain itu, pengetahuan
subjek mengenai obat-obatan yang dikonsumsi
meliputi jenis-jenis obat, segi harga serta pengaruh dari
obat-obatan tersebut.
“Alat nodongnya pisau, biar ga kelihatan.” AM (64-65)
“Aku pernah dapat uang 1juta sama Handphone. “ AM (69-70)
“Di gerbong kereta api, Stasiun Poncol dan konser-konser “ AM (161-163)
71
“Aslinya obat penenang orang gila. Obat anjing dan digunakan untuk keseharian”.AM (74-77)
“Kalau penenang orang gila itu kasaran, kalau obat anjing itu jistro. Ada juga BI”. AM (79-82)
“BI ga tau jenis apa tapi sangat enak”. AM (84-85)
“Kalau BI ga bisa di kontrol emosi. Maunya kalau nyenggol dikit pasti mau dipukul. Ga takut sama siapapun. Kalau kasaran dan jistro ga terlalu hanya untuk penenang aja”.AM (89-95)
“Ada yang 5000 dapat 3 kasaran , ada yang 5000 dapat 30 butir jistro. Kalau 1nya mahal, ada 1 butir 25.000 itu BI”. AM (105-109)
e. Pendapat subjek mengenai kegiatan menodong dan memakai obat-obatan yang dihubungkan dengan perilaku delinkuensi.
Masalah delinkuensi anak jalanan merupakan
masalah yang sangat serius. Pada kondisi seperti ini
akan menimbulkan terganggunya keberfungsian sosial
anak. Selain itu, salah satu faktor munculnya kenakalan
anak karena pengaruh pergaulan teman sebaya.
Subjekpun mengalami hal yang sama, pengaruh teman,
serta kesenangan dalam memenuhi kebutuhan maupun
keinginan membuat subjek tetap berperilaku
delinkuensi.
”Itu karena pengaruh teman-teman, obat-obatan, dapat duit. Pokoknya enaklah.”AM (237-239)
72
f. Fakta-fakta mengenai keberadaan subjek di yayasan
emas Indonesia.
Penjangkauan kepada anak-anak yang masih
tinggal di jalanan merupakan salah satu langka proses
pembelajaran dalam penanganan anak jalanan seperti
kunjungan ke lapangan, menjalin hubungan dengan
mereka. Subjek merupakan salah satu anak jalanan
yang dijangkau langsung dari jalanan dan tinggal di
Yayasan Emas Indonesia.
“Awalnya aku belum benar. Aku ada di jalan johar dan aku ketemu sama orang benar. Terus di tempat aku tinggal di jalan johar, yayasan ini ada kegiatan pembelajaran untuk anak jalanan. terus di tanya “ kamu mau ga ke yayasan?” mau dan akhrnya aku di ajak. Pas di yayasan di tanya aku mau kerja apa sekolah, pokoknya terserah kamu. Aku pinginnya kerja. Aku kerja ya dimasukin kerja. Bos di tempat kerja udah anggap aku kaya anak sendiri. Aku dikasih uang, aku ke jalanan lagi beli obat ya kembali ke kegiatanku dulu di jalanan“. AM (292-313)
Saat anak-anak dijangkau dan tinggal di rumah
pengentasan, maka secara tidak langsung mereka harus
mengikuti sistem tempat dimana mereka tinggal.
Sistem tersebut meliputi aktivitas-aktivitas yang
diterapkan oleh rumah pengentasan yang merupakan
proses penanganan anak jalanan seperti
mengembangkan kemandirian secara pribadi. Selain
aktivitas, tujuan diadakan pembelajaran ketrampilan
agar anak-anak saat dientaskan mereka bisa hidup
mandiri dan produktif.
73
“Bersih-bersih, nganter anak-anak sekolah, aku pergi kerja, pulang bersih-bersih dan istirahat, ikut kegiatan ibadah, Belajar musik, ketrampilan-ketrampilan seperti buat meja belajar, buat sabun dan les komputer “AM (536-544)
“Pembina TL & A juga menjelaskan mengenai aktivitas di yayasan seperti..... doa pagi, bersih-bersih, yang sekolah ke sekolah, yang kerja pergi kerja. Kalau ada yang dirumah dibina kemudian makan siang, istrirahat, les, makan malam, belajar, tidur. .... dihari-hari tertentu ada jadwal ibadah.....
Berdasarkan hasil observasi aktivitas di yayasan sebagai berikut doa pagi, bersih-bersih, sekolah, kerja, turut hadir dalam kegiatan di luar, belajar, bina mental dan berdoa. Kemudian macam-macam ketrampilan yang dilaksanakan adalah les musik dan ketrampilan meja belajar.
g. Pemahaman subjek mengenai keputusan untuk kembali
lagi di jalanan.
Bebas, ngobat, nodong, minum, rokok, ngelem
merupakan kehidupan yang anak-anak jalani saat
tinggal di jalanan. Ketika mereka dijangkau dan tinggal
di rumah pengentasan yang begitu ketat dengan aturan
maka, hal tersebut akan bertabrakan dengan kebiasaan
mereka ketika di jalanan. Kondisi tersebut akhirnya
membuat mereka kembali lagi ke jalanan. Subjek
mengalami hal yang sama, tidak biasanya menjalani
sistem yayasan, tidak ada teman dan masih ingin
bermain lagi, membuat subjek berkeputusan untuk
balik lagi ke jalanan.
74
“Pernah. Sudah beberapa kali. Ga nyaman sama peraturannya. Tiap hari aku harus bangun tempo (pagi), bangun jam 5 harus berdoa, kegiatan banyak, belajar. Ya ga nyaman lebih baik di jalanan aja de. Ngapaian aja minum, roko sepuas-puasnya.” AM (394-403)
“Pembina TL & A membenarkan bahwa sudah beberapa kali subjek kembali ke jalanan karena ga betah dengan peraturan, bosan karena ga ada teman waktu pagi hari dan pingin maen lagi”
h. Pemahaman subjek untuk kembali ke yayasan dan akhirnya menetap sampai sekarang di Yayasan Emas Indonesia
Menjalani kehidupan di jalanan akan menimbulkan
pengalaman yang buruk serta hidup tidak karuan dan
sebagainya. Satu-satunya jalan agar mereka tidak lagi
mengalami kehidupan buruk di jalanan yaitu
meninggalkan kebiasaan di jalanan dan mau dibentuk
lebih baik lagi oleh pihak-pihak yang peduli terhadap
mereka misalnya tinggal di rumah singgah atau
yayasan peduli anak jalanan. Pengalaman buruk subjek
akhirnya membuatnya meninggalkan kehidupan
jalanan dan kembali lagi ke yayasan.
“Pengin berubah. Ga mau kaya dulu lagi, ngobat merusak badan. Waktu aku balik ke jalanan itu aku dipukulin padahal ga ada salah. Akhirnya aku balik ke yayasan dan tinggalkan semua kehidupan jalanan”.AM (417-425)
75
i. Pemahaman subjek mengenai masalah-masalah dengan
teman-teman di lingkungan kerja maupun lingkungan
yayasan.
Berada dalam suatu lingkungan baru dengan
berbagai macam perbedaan karakter tidak menutup
kemungkinan bahwa akan terjadi benturan antara satu
dengan yang lainnnya. Ada berbagai masalah yang
subjek alami dengan teman-temannya. Namun ketika
subjek merasa bersalah, ia akan langsung meminta
maaf. Ada rasa tanggung jawab dalam dirinya.
“Pernah. Teman-teman kerjaku anak jalanan semua, malah rusakin lagi. Ngasih obat dan pernah sekali kedapatan dan itupun semua teman-teman lari karena dipukulin karena ga punya jiwa bertaruh, mau punya masalah tapi ga bertanggung jawab dan aku juga mau lari tapi pikirku ya sudah aku salah akhrinya aku dipukulin.”AM (320-333)
“Aku pernah, Cuma sebentar to”.AM (525)
“Teman-Teman yayasan pada ngomong aja aku ko gini, aku ko gitu. Aku minta maaf karena aku rasa aku yang salah.” AM (528-532)
“Pembina TL & A membenarkan bahwa subjek pernah bermasalah dengan teman-teman yayasan. Masalahnya sepele, sering bercanda, dia ga tau bercandanya buat temannya tersinggung akhirnya berantem............
j. Gambaran subjek mengenai Yayasan Emas Indonesia
Saat subjek tinggal di yayasan, subjek memiliki
gambaran mengenai tersebut. Menurut subjek di
76
yayasan ia banyak memiliki hal-hal positif yang tidak
ia dapatkan ketika ia di jalanan.
“Di yayasan ini aku dapat masa depanku, belajar banyak. Di sini juga aku kenal Tuhan, diajarkan agar tidak ngobat dan nodong.” AM (444-449)
k. Penilaian subjek mengenai Yayasan Emas Indonesia.
Selain subjek memiliki gambaran, ia juga memiliki
penilaian mengenai Yayasan Emas Indonesia. Subjek
merasa aman ketika tinggal di yayasan serta ia
merasakan seperti hidup dengan sebuah keluarga yang
tidak ia dapatkan di rumahnya sendiri.
“Bagus, enak pokoknya serasa keluarga. aku merasa aman di sini.” AM (453-455)
“Pembina TL memiliki penilaian terhadap peran yayasan yang berdampak baik bagi anak-anak maupun pembina. Bagi pembina, kita punya pengetahuan tentang anak-anak dan bagi anak-anak sendiri, yang aku lihat mereka sudah benar-benar berubah..........
l. Pemahaman subjek mengenai pentingnya peran
Yayasan Emas Indonesia bagi masa depan dan
hubungan subjek dengan lingkungan masyarakat.
Peran sebuah yayasan atau rumah singgah dalam
penanganan anak jalanan yaitu membantu anak jalanan
menangani masalah mereka, membantu
mengembalikan sikap dan perilaku mereka sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat
serta mengembalikan fungsi sosial mereka dalam
77
masyarakat. Saat subjek tinggal di yayasan dan
menjalani setiap sistem yayasan, banyak sekali
perubahan yang ia alami secara pribadi maupun secara
sosial.
“Sangat berpengaruh karena aku pikirnya proses dan aku harus lakukan. Aku mulai punya pekerjaan, aku mulai berpikir untuk menabung agar bisa pulang ke ambon.” AM (472-478)
“Aku kan udah kerja, mendapat pengalaman di sini, aku mau dibawah ke ambon. Pengalamanku ta bawa biar dibagi masa teman-temanku.” AM (588-593)
“Ya. Dulunya aku sangat cuek, so jagoan ketika bertemu mereka. Dulunya aku hanya dengan teman-teman jalanan tapi sekarang aku mulai berani dan sekarang juga sudah dekat dengan mereka. Temanku bukan hanya sesama jalanan tapi juga masyarakat yang ada di sekitar yayasan dan tempat kerja aku.” AM (488-500)
“Pembina A membenarkan bahwa subjek sudah banyak perubahan. Sekarang sudah nurut kata-kata kaka pembina, dulu dia main belakang kalau kaka pembina keluar dia langsung lari ke jalanan sekarang tidak lagi. Dia mulai berpikir tentang omongan kita sampai akhirnya dia tidak lagi turun ke jalanan. Dia sudah bisa bersosialisasi dengan orang-orang sekitar.
“Pembina TL membenarkan bahwa subjek banyak sekali mengalami perbedaan dulu dan sekarang. ..... pertama kali datang dia masih labil, masih berontak. Dia sering keluar masuk. Terus dia ngomongnya belum lancar. Dia kalau dikasih pertanyaan susah loadingnya....baca tulis ga bisa sekali, sekarang sudah lumayan. Sekarang dia sudah tumbuh dewasa, lebih sayang sama adik-adiknya, suka memberi...... sudah
78
lumayan rajin. Sekarang dia sudah ga lagi nodong dan ngobat tapi rokok masih.
“Hal tersebut juga terlihat dari hasil observasi. Subjek pribadi yang penyayang, terkadang dalam keadaan bercanda, subjek menggendong anak kecil dan bermain dengannya sambil mencium pipinya. Subjek juga pribadi yang suka memberi, saat ia mendapatkan uang hasil syutingnya ia membagi uang buat para pembina serta mentraktir teman-temannya .....subjek adalah pribadi yang rajin. Selain itu proses interaksinya dengan masyarakat sekitar sudah lebih baik, tidak bersikap cuek dan bersikap apatis. Hal tersebut terlihat saat peneliti melakukan observasi di tempat kerjanya.
m. Pengetahuan subjek mengenai ajaran-ajaran yang
diterapkan oleh Yayasan Emas Indonesia
Saat anak jalanan berhasil dijangkau dari jalanan
dan tinggal di yayasan, maka langka selanjutnya adalah
anak-anak dibina untuk membentuk sikap dan perilaku
mereka sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat. Dalam pembinaan mental yang
dilaksanakan di Yayasan Emas Indonesia, banyak
sekali diajar mulai dari pembentukan karakter sampai
pada fungsi dan peran sosial mereka. Hal tersebut
merupakan bekal dikemudian hari ketika mereka sudah
dietaskan ke masyarakat.
“Banyak. Aku dibilangin kalau mau jadi orang sukses kamu harus belajar dari hal kecil seperti kebersihan diri, jujur supaya bisa di kasih kepercayaan. Di ajari tentang firman Tuhan, biar diberkati Tuhan caranya gimana. Aku diajarin cara sopan santun yang baik, contohnya kalau ada tamu ngomongnya harus kata-
79
kata yang sopan, kata-kata kasar ga boleh keluar, yang rusak-rusak di jalanan ga boleh bawah di sini. Tentang menabur, mengasihi orang. Kalau punya berkat kita harus berbagi dengan yang lain. Di ajari kalau ketemu hari salaman, harus berpakaian rapi. Aku diajarin berani tampil misalnya aku dulu aga malu kalau tampil-tampil tapi sekarang sudah berani, kadang dimarahin tapi marahnya benar buat kebaikan aku. Pokoknya aku rasa berubah total. “ AM (549-581)
“Pembina TL membenarkan bahwa bina mental seperti karakter building. Di bina mental ada pembelajaran firman Tuhan, etika sopan santun kepada orang lain. Kemudian bina perilaku misalnya ketika mereka di jalanan jarang pake sendal ya kasih tahu harus pake sendal, kalau makan pake sendok. Kita ajarkan mereka salam soalnya pertama kali mereka di sini seenakknya ga sopan sama orang lain. Diajarain tentang tujuan hidup agar mereka tahu tujuan hidup mereka di sini dan kedepannya mereka punya tujuan hidup.
“Pembina A juga membenarkan ajaran-ajaran yang diterapkan di yayasan misalnya membimbing mereka dengan tujuan merubah sikap dan mental mereka........ Pembina SVR juga membenarkan bahwa mereka diajarkan ketrampilan seperti ketrampilan meja belajar, musik dan ketrampilan temporer seperti buat sabun. Kemudian kalau ada kegiatan diajak biar mereka bisa bersosialisasi. Terus dibina mental seperti ngasih tahu mental dan sikap yang baik itu kaya gimana, sopan santun yang baik. Jadi dibina mental dan karakter mereka seperti itu. Jadi diharapkan ketika mereka bersosial di masyarakat mereka sudah mengikuti sistem sosial yang ada di masyarakat bukan sistem sosial mereka yang ngomong sembarangan.
80
n. Pemahaman subjek mengenai alasan meninggalkan kegiatan menodong dan memakai obat-obatan
Mengalami pengalaman buruk ketika di jalanan,
dianggap sampah masyarakat, membuat anak jalanan
kadang merasa tidak diterima ditengah-tengah
masyarakat. Namun berkat pihak-pihak yang peduli
pada anak jalanan, mereka dibina, dibentuk, dibekal
dengan berbagai ketrampilan membuat anak-anak
jalanan sudah dapat menjalankan keberfungsian
sosialnya secara baik dan telah dipandang oleh
masyarakat. Subjekpun mengalami hal seperti itu.
Masa lalunya saat dijalanan sangat memprihatinkan
namun saat ia berkeputusan untuk mau tinggal di
yayasan dan dibina akhirnya kehidupan masa sekarang
dia sudah selayaknya anak-anak pada umumnya.
“Pingin berubah, ga kaya dulu lagi ga ngobat biar ga rusak badan, ga dianggap sampah. Ya sekarang aku sudah teranggap. Ya kalau dulu ada masalah-masalah pasti dibilang anak sampah tapi sekarang orang juga senang karena aku sudah tobat”. AM (417-425)
“3 bulan aku bisa lepas. Puncaknyakan lagi khotba di bilangin kamu nerusin aja obat-obatanmu, kamu akan tau akibatnya. Terus aku masih obat-obat Akhirnya aku sakit, gatal-gatal, badanku panas dan akhirnya aku lepas. Aku merasa mereka sayang sama aku, di yayasan aku merasa seperti keluargaku sendiri. Masa depanku di sini dan juga apa yang mereka ajarkan memang benar. Semuanya buat aku berubah total.”AM (602-618)
81
Pembina TL membenarkan bahwa subjek tidak lagi menodong dan make obat. Ia berubah karena menjalani proses pembinaan di yayasan.
Berdasarkan hasil observasi, subjek sudah hidup selayak anak-anak pada umunya, hubunganya dengan lingkungan sudah membaik, tidak lagi menodong dan make obat. Sudah menuruti perkataan dari pembina, taat dan rajin mengikuti sistem yayasan.
Perubahan yang dialami subjek membuat ia
memiliki harapan bagi teman-temannya yang masih
hidup di jalanan agar mereka tidak lagi merusak
kehidupan mereka.
“Jangan mau untuk rusakin badan dengan make obat. Pengharapanku mereka bisa berubah. Setiap kita punya masa depan dan jangan mau rusak masa depan kita “AM (642-643)
2. Komponen Afektif
Aspek afektif merupakan keseluruhan perasaan atau
emosi dari subjek. Perasaan atau emosi dari kegiatan
menodong dan memakai obat-obatan sampai pada
kehidupan ketika subjek tinggal dan menjalani peraturan
serta program yang diterapkan oleh Yayasan Emas
Indonesia.
a. Kesan pertama kali turun ke jalanan
Kesan pertama bagi setiap anak saat turun ke jalanan
sangat bermacam-macam. Ada yang merasa takut karena
belum mengetahui tentang kehidupan jalanan, adapula
yang merasa senang karena bebas tidak ada yang
82
mengatur. Bagi subjek sendiri, ia sangat senang pertama
kali turun ke jalanan dikarenakan merasakan kebebasan.
“Waktu ke jalanan aku senang. Ooo ternyata di jalanan enak juga.” AM (138-140)
“Biasa-biasa aja si, ga takut sudah kenal sama yang lain terus pengaruh obat juga”. AM (144-146)
b. Perasaan subjek ketika melakukan kegiatan menodong
dan memakai obat-obatan
Takut dan gemetar adalah perasaan subjek pertama
kali menodong dan memakai obat-obatan. Bagi subjek
apa yang dia rasakan pertama kali menodong dan
memakai obat-obatan berbeda dengan waktu-waktu
berikutnya. Pengaruh obat serta teman-teman merupakan
alasan utama subjek berani melakukan semuanya itu.
“Aga gemetar tapi ketika melihat teman-teman pada berani dan di ajak akhirnya aku berani. “ AM (153-156)
“Biasa saja. Ga ada rasa takut habisnya sudah mabuk, pengaruh obat juga. Pokoknya harus beranilah” AM (169-172)
c. Perasaan subjek ketika mengalami pengalaman buruk
Kehidupan di jalanan yang tidak karuan akan
mengakibatkan subjek mengalami pengalaman buruk
seperti menghadapi orang mabuk dan berurusan dengan
pihak yang berwajib. Namun kejadian tersebut lantas
tidak membuat subjek takut malah subjek biasa-biasa
saja serta menunjukkan perilaku yang sangat menantang.
83
“Biasa aja soalnya udah pengaruh obat.” AM (201-202))
“ga takut, malah ajak brantem. Sudah pengaruh minuman dan obat juga”. AM (206-207)
d. Perasaan subjek ketika berinteraksi dengan masyarakat
luar yang menganggap buruk anak jalanan
Kehidupan anak jalanan tak lepas dari keberadaan
masyarakat sekitar karena masyarakat adalah pusat
penghasilan mereka. Selain itu, masyarakat merupakan
bagian dari pihak-pihak yang berperan penting dalam
penanganan anak jalanan namun terkadang masyarakat
selalu memandang anak jalanan sebagai sampah
masyarakat dan hubungan antara anak jalanan dan
masyarakat sangatlah bertentangan. Hal tersebut tidak
lantas membuat subjek takut malahan perasaan berani
dan menantang ia tunjukkan ketika berinteraksi dengan
masyarakat umum.
“Ga takut. Pernah aku dipukul sama mereka terus aku mukul balik karena sakit hati.” AM (282-285)
e. Perasaan subjek pertama kali tinggal di Yayasan Emas
Indonesia
Kehidupan anak-anak jalanan saat berada di jalanan
sangatlah bertolak belakang dengan nilai dan norma
pada umumnya. Melakukan perilaku delinkuensi
membuat mereka merasa diri hebat dan berani namun
tidak saat mereka masuk dan tinggal di yayasan. Rasa
84
malu yang subjek rasakan pertama kali tinggal di
yayasan karena ia berasal dari Ambon dan teman-teman
yang lain berasal dari Jawa tapi berjalannya waktu
akhirnya subjek mulai akrab dengan lingkungan
yayasan.
“Pertama kali aku masih malu tapi ko lama-lama aku sama teman-teman di sini cepat akrab akhirnya aku merasa nyama di sini.” AM (368-372)
“Malu soalnya banyak orang pada liatin aku semua, terus aku bukan orang sini, aku orang Ambon.” AM (374-377)
“Pembina TL membenarkan perasaan subjek pertama kali datang sangat malu, kaku karena di sini banyak jawa mana dia sendiri jadi minder Cuma lama kelamaan sudah biasa.
f. Perasaan subjek saat kembali lagi ke jalanan
Pertama kali tinggal di yayasan dan mengikuti
sistem yayasan adalah kegiatan yang sangat bertolak
belakang dengan kehidupan subjek saat tinggal di
jalanan. Hal tersebut membuat subjek memutuskan
untuk kembali lagi ke jalanan. Perasaan senang subjek
rasakan saat kembali ke jalanan dan melakukan apapun
yang ia inginkan.
“Pas lari kan aku lagi emosi, ga takutlah dicariin. Pokoknya lari aja, pas di jalanan aku udah senang, sampai jalanan aku udah bebas.” AM (408-413)
“Pembina TL membenarkan bahwa subjek sangat senang saat kembali ke jalanan karena dia bebas dan bisa make obat lagi.
85
g. Perasaan subjek saat berinteraksi dengan masyarakat
umum dalam hal ini ia tidak lagi menodong dan
memakai obat-obatan.
Subjek mengakui bahwa saat ia berinteraksi dengan
masyarakat umum dalam keadaan tidak lagi menodong
dan memakai obat-obatan merupakan sesuatu sangat
menyenangkan karena di satu sisi ia mulai diterima oleh
masyarakat dan memperluas ruang pergaulannya.
“Senang.” AM (510)
“Karena hidupku ga kaya dulu lagi. Dulu ketika ketemu aku, mereka bilangnya sampah jalanan, sekarang aku pas tinggal di yayasan dan tidak lagi kaya dulu, aku dihormati sebaliknya aku menghormati mereka. Aku sudah berubah.” AM (512-521)
“Pembina TL membenarkan bahwa subjek merasa senang ketika berinteraksi dengan masyarakat sekitar tapi terkadang ada rasa minder juga.
Berdasarkan hasil observasi saat subjek berinterkasi dengan masyarakat sekitar, subjek terlihat sangat terbiasa tanpa ada rasa canggung, ada rasa senang tergambar dari raut wajahnya saat ia bercanda gurau sambil tertawa terbahak-bahak.
h. Perasaan subjek ketika tidak lagi menodong dan
memakai obat-obatan
Terlepas dari kehidupan di jalanan dengan gaya
hidup yang bertentangan dengan nilai dan norma
masyarakat membuat kehidupan anak-anak yang
dulunya menjadi anak jalanan, sudah melaksanakan
86
keberfungsian sosialnya secara baik. Saat sudah diterima
di masyarakat dan tidak lagi dipandang sebelah mata
maka secara tidak langsung subjek sangat senang karena
baginya ia telah terlepas dari berbagai masalah.
“Senang, karena sudah terlepas dari masalah.” AM (638-639)
3. Komponen Konatif
Komponen konatif menyangkut kesiapan untuk
berperilaku atau kecenderungan untuk bertindak meliputi
kehidupan di jalanan sampai pada kehidupan di Yayasan
Emas Indonesia.
a. Bentuk interaksi subjek dengan lingkungan jalanan.
Biasanya anak-anak jalanan mempunyai komunitas-
komunitas yang disebut geng. Di dalam geng itu, anak
jalanan bersosialisasi dan mengembangkan pola relasi
sosial berdasarkan nilai dan norma yang berlaku dalam
komunitas mereka. Bagi subjek bentuk interaksi dalam
komunitasnya atau gengnya adalah anak buah tunduk pada
ketuanya.
“Ya anak buah tunduk, takut sama ketua. Pernah kita kerja 10 orang. Dapat handphone 8, mana dikasih hanya 1 handphone dan dikasih makan nasi to sama air putih. Aku bingung 7 handphone yang lain dikemanakan, ya pasrah aja.” AM (248-257)
87
b. Respons subjek ketika menghadapi atau berinteraksi
dengan lingkungan masyarakat yang menganggap buruk
kehidupan anak jalanan.
Kehidupan anak jalanan tak lepas dari keberadaan
masyarakat sekitar karena masyarakat adalah pusat
penghasilan mereka. Selain itu, masyarakat merupakan
bagian dari pihak-pihak yang berperan penting dalam
penanganan anak jalanan namun terkadang masyarakat
selalu memandang anak jalanan sebagai sampah
masyarakat dan hubungan antara anak jalanan dan
masyarakat sangatlah bertentangan. Perilaku yang selalu
ditunjukkan subjek saat berinterkasi dengan masyarakat
sekitar adalah perilaku yang menantang seperti merasa diri
jagoan.
“Kalau ketemu mereka kaya merasa jago. Kan kalau minum dan ngobat matanya merah jadi melotot nunjukin kepada mereka kaya orang jago gitu, jadi kalau brani ayo brantem.” AM (266-273)
c. Perilaku subjek pertama kali tinggal di Yayasan Emas
Indonesia
Kehidupan anak-anak jalanan saat berada di jalanan
sangatlah bertolak belakang dengan nilai dan norma pada
umumnya. Melakukan perilaku delinkuensi membuat
mereka merasa diri hebat dan berani namun tidak saat
mereka masuk dan tinggal di yayasan. Perilaku subjek
pertama kali tinggal di yayasan sangat gugup dan malu
begitu bertolak belakang dengan kehidupan saat ia di
88
jalanan. Selain itu, kebiasaannya di jalanan masih tetap
terbawah-bawah saat ia tinggal pertama kali di yayasan.
“Aga gugup, kalau mau ngomong apa tetap gugup. Aku mau ambil minum masih malu. Kan aku pingin minum tapi karena ada teman-temanku ga jadi, nanti tunggu sepi baru aku keluar. “ AM (341-348)
“Pembina TL juga menjelaskan bahwa pertama kali datang subjek masih labil sekali, masih memberontak........masih malas, sering tidur karena pengaruh obat.
“Masih make obat kalau nodong ga. Aku ngulangin terus tapi yayasan disini tetap sabar, ajarin aku ga boleh make, doain aku, nerima aku makanya aku mikir aku pingin kaya mereka, kaka-kaka di sini, walaupuan aku udah ngecewain mereka tapi mereka masih menerima aku, sayang sama aku”AM (353-364)
“Pembina TL & A juga membenarkan bahwa subjek pertama kali datang masih make obat ......
d. Perilaku yang ditunjukan pertama kali menjalani peraturan
serta program-program yang diterapkan oleh Yayasan
Emas Indonesia.
Saat anak jalanan tinggal di sebuah yayasan
pengentasan anak jalanan maka secara tidak langsung hal
tersebut begitu bertolak belakang dengan kehidupannya.
Akibatnya subjek bermalas-malasan sampai akhirnya
berkeputusan untuk kembali ke jalanan.
“Males bangat. Lebih enak hidup di jalanan. dijalanan bebas, ngapain aja ga ada yang larang” AM (385-389)
89
“Pembina TL membenarkan bahwa subjek sangat malas karena masih bleng pikirannya. Padahal sudah tertulis jadwalnya tapi harus diingat lagi karena masih pengaruh obat.
e. Perilaku yang di tunjukan saat subjek tinggal dan menetap
sampai sekarang di Yayasan Emas Indonesia.
Penerapan sistem kekeluargaan serta pembinaan nilai
dan norma masyarakat akan diterapkan dalam proses
pembinaan anak jalanan. Ketika penerapan tersebut
berhasil secara tidak langsung pembina telah berhasil
memenangkan hati anak-anak binaan. Hal tersebut
membuat subjek merasa betah dan merasakan suasana
kekeluargaan sehingga membuat subjek sampai sekarang
tinggal dan menetap di Yayasan Emas Indonesia.
“Sudah biasa, nyaman sudah kaya rumah sendiri.” AM (429-430)
“Kehidupan di sini serasa aku hidup dengan keluargaku sendiri. Di sini orangnya rama-rama ya walaupun kadang ngamuk-ngamuk tapi ga lama ko, langsung baikan.”AM (434-440)
“Terlihat dari hasil observasi, kehidupan subjek di yayasan sudah seperti tinggal dengan keluarganya sendiri.
f. Perilaku yang ditunjukan subjek sekarang dalam
mengikuti peraturan serta program-program yang
diterapkan Yayasan Emas Indonesia.
Dalam sebuah yayasan atau rumah singgah akan
menerapkan sistem dan peraturan bagi anak-anak binaan.
90
Pertama kali akan sangat bertolak belakang dengan
kehidupan mereka. Namun berjalannya waktu ketika
sudah melalui proses yang panjang maka mereka akan
terbiasa dengan sistem maupun peraturan yang diterapkan.
Subjekpun merasakan hal yang sama, seiring berjalannya
waktu subjek mulai terbiasa menjalankan sistem maupun
peraturan yang diterapkan Yayasan Emas Indonesia.
“Aku selalu ikut. Pokoknya rutinlah karena semua buat kebaikan ku juga” AM (462-465)
“Pembina A membenarkan bahwa sekarang sudah subjek taat dengan peraturan, pokoknya tata tertib dijalankan dengan baik”
Berdasarkan hasil observasi, subjek selalu mengikuti aturan, kegiatan, ketrampilan yang diterapkan yayasan. Selain itu, ia mulai menuruti kata-kata pembina ............
d. Kesimpulan subjek I
Penyebab subjek turun ke jalanan karena menjadi
korban kekerasan dalam keluarga. Pergi ke jalanan dinilai
sebagai upaya untuk melepaskan atau menghindari tekanan
yang dihadapi dalam keluarganya. Saat di jalanan subjek
bergaul dengan anak-anak jalanan. Pengaruh teman-teman
membuat subjek berperilaku delinkuensi seperti menodong
dan memakai obat-obatan. Perasaan yang dirasakan subjek
saat menodong dan memakai obatan sangat berbeda dengan
teman-temannya. Ia masih gemetar, takut namun melihat
teman-teman dan diajak akhirnya subjek berani. Kejadian
91
tersebut memperkuat sikap positif subjek terhadap perilaku
delinkuensi. Pengaruh obat-obatan dan hasil dari penodongan
membuat subjek tetap melakukan perilaku tersebut walaupun
ia tahu bahwa hal tersebut akan mengakibatkan hal negatif
pada dirinya seperti saat subjek dikroyok oleh orang mabuk
atau saat ia ditangkap oleh polisi.
Saat subjek sedang berada di tempat mangkringnya,
salah satu yayasan peduli anak jalanan sedang melakukan
penjangkauan. Subjek diajak untuk tinggal di yayasan dan
hal tersebut disetujui olehnya. Pertama kali datang subjek
langsung mendapat pekerjaan. Pekerjaannya berupa
pembuatan meja belajar yang merupakan bentuk ketrampilan
yang diterapkan oleh yayasan. Subjek masih sangat malu-
malu karena ia berasal dari Ambon membuat ia merasa
berbeda dari teman-teman yayasan yang semuanya berasal
dari Jawa. Subjekpun masih mengkonsumsi obat-obatan tapi
secara diam-diam. Pengaruh obat-obatan dan aturan yayasan
yang sangat bertolak belakang dengan kehidupan saat di
jalanan membuat subjek sangat bermalas-malasan dalam
menjalankan sistem yayasan. Sikap negatif terhadap
kehidupan di yayasan membuat subjek akhirnya
berkeputusan untuk kembali lagi ke jalanan. Mulai pertama
kali subjek lari dari yayasan sampai pada terakhir tahun 2012
terhitung sudah 5 kali subjek keluar masuk yayasan. Ada
berbagai alasan mulai dari tidak ada teman, tidak betah
dengan sistem yayasan serta pengaruh teman-teman.
92
Ketika ia kembali ke jalanan perasaannya sangat senang,
merasa bebas karena tidak ada aturan atau larangan. Subjek
kembali melakukan perilaku kriminal seperti kebiasaannya
saat di jalanan. Minum, mabuk, nodong, ngelem,
mengkonsumsi obat-obatan, senang-senang itulah
kegiatannya saat ia kembali ke jalanan. Namun diakui subjek
bahwa saat terakhir kali ia kembali ke jalanan, kehidupannya
semakin parah seperti saat ia mengkonsumsi obat-obatan
membuat ia kesakitan sampai hampir mati dan dipukul oleh
orang yang tidak di kenal padahal tidak ada salah apa-apa.
Kejadian tersebut menimbulkan sikap negatif subjek
terhadap kehidupan di jalanan dan ia memutuskan untuk
kembali ke yayasan. Pembina yayasan tetap menerima subjek
untuk tinggal di yayasan.
Subjek mengalami kesulitan menjalankan sistem
yayasan tetapi ada tekat yang kuat akhirnya subjek berhasil
walaupun masih sampai sekarang ia masih merokok. Baginya
semuanya merupakan proses untuk menjadi lebih baik lagi.
Subjek rutin menjalani sistem yayasan. Menurutnya Yayasan
Emas Indonesia merupakan bagian dari keluarganya. Di
yayasan ia merasakan kasih sayang yang tidak pernah ia
dapat di keluarganya. Mulai taat, merasa nyaman, mulai ada
perubahan hidup membentuk sikap positif subjek terhadap
pembinaan Yayasan Emas Indonesia. Menurut subjek ia
sangat senang meninggalkan kehidupan di jalanan yang
penuh dengan permasalahan dan memulai hidup yang bisa
berguna bagi orang tua dan sesama.
93
Saat ia dibentuk dan dibina di Yayasan Emas Indonesia
hubungan subjek dengan lingkungan mulai membaik, mulai
dipandang baik oleh masyarakat serta ia mempunyai cita-cita
untuk bisa pulang ke Ambon dan membahagiakan
keluarganya. Saat ini subjek merupakan bagian dari
pengentasan anak jalanan. Ia ditugaskan untuk melakukan
perekrutan di jalanan karena menurut salah satu pembina
bahwa subjek akan lebih mudah untuk menjangkau teman-
temannya yang dijalanan.
II. Subjek II a. Identitas dan Gambaran Umum Nama : IW
TTL : Semarang, 18 April 1997
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan terakhir :Tidak tamat SD (berhenti pada
kelas 4)
Agama : Kristen Protestan
Anak : Tunggal
IW berasal dari Semarang, lahir pada tanggal 18 April
1997. Subjek berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Sebelum ayahnya meninggal, orang tuanya berjualan di pasar
bulu. Namun semenjak Ayahnya meninggal karena
kecelakan di pasar bulu akhirnya Ibu subjek tidak lagi
berjualan disebabkan stres yang berkepanjangan akibat
insiden yang menimpah suaminya. Insiden itu terjadi saat
94
subjek berusia 6 tahun sehingga nenek dari keluarga Ibulah
yang menjaga subjek sejak kecil dan merawat Ibunya sampai
sekarang. Nenek juga yang menggantikan Ibu subjek
berjualan di Pasar Bulu.
Subjek pernah mengikuti sekolah dasar Namun,
terhenti di kelas 4. Alasannya karena ia tidak mendapatkan
uang saku. Bagi subjek sekolah tanpa uang saku adalah hal
yang paling tidak mengenakan karena harus melihat anak-
anak yang lain pada jajan. Alasan tersebut membuat subjek
akhirnya berhenti sekolah. Ketika berhenti sekolah dan
keadaan keluarga yang sedang susah, subjek pergi tinggal
bersama keluarganya di Salatiga, tepatnya di daerah Tingkir.
Subjek mengaku tidak betah tinggal di salatiga karena semua
saudaranya adalah perempuan. Ia paling tidak suka berteman
atau bermain dengan perempuan karena kalau nanti ada
masalah mau dipukul juga tidak enak.
Tidak punya teman dan merasa sepih adalah alasan
subjek turun ke jalanan. Jalanan adalah tempat subjek
melepaskan setiap beban yang dialami selama ini seperti ia
bisa mendapatkan uang dengan cara mengamen atau
menodong, mendapat banyak teman sehingga tidak kesepian
dan merasa bebas untuk melakukan apa saja karena tidak ada
yang mengatur. Kegiatan subjek di jalanan adalah
mengamen, menodong, make obat-obatan serta minum-
minuman keras. Diakui subjek bahwa kegiatan menodong
dan memakai obat-obatan sangat berpengaruh baik maupun
buruk. Pengaruh baik dari hasil nodong bisa mendapatkan
95
uang buat makan namun subjek mengakui bahwa uang
seperti itu tidak akan bertahan lama karena tidak halal.
Sementara pengaruh buruknya buat organ tubuh,
mempermalukan keluarga, alami pengalaman buruk di
jalanan seperti di tangkap dan dipenjarakan selama satu
minggu.
Awal kehidupan subjek di jalanan karena keinginan
sendiri sampai akhirnya kegiatan menodong dan memakai
obat-obatan menjadi kebiasaan ia saat hidup di jalanan.
Subjek merasa kehidupan di jalanan begitu menyenangkan
karena memiliki banyak teman dan tidak ada yang mengatur.
Sampai suatu saat subjek dia ajak oleh temannya untuk
tinggal di Yayasan Emas Indonesia. Perilaku subjek saat
tinggal di yayasan adalah perilaku yang tetap tunduk pada
otoriter walaupun ada keinginan untuk melanggar. Namun
bukan karena hal tersebut sehingga subjek lari atau kembali
ke jalanan, melainkan karena subjek merasa sepi dan tidak
mempunyai teman pada pagi hari. Subjek mengakui bahwa ia
merasa betah tinggal di yayasan karena ia mendapatkan kasih
sayang, ada masa depan. Namun ia sangat tidak tahan ketika
harus merasa sepi pada pagi hari dimana teman-temannya
pergi ke sekolah dan kerja.
Sudah beberapa kali subjek kembali ke jalanan hanya
karena merasa sepi dan ia kembali lagi ke yayasan karena
dijemput oleh pihak yayasan. Baginya ia tidak ingin lagi
kembali ke jalanan dan melakukan kegiatan yang akan
merusak masa depannya. Namun kadang keinginannya tidak
96
sesuai dengan kenyataan karena subjek terkadang terlalu
menyerah dengan keadaan yang ada seperti penjelasannya
yang menjelaskan bahwa ia ingin dipandang benar dan
berhasil dalam segala hal tapi ia tidak tahu juga kedepannya
seperti apa, kalau memang harus begitu lagi (turun ke
jalanan) ya mau gimana lagi. Saat ini subjek tinggal di
yayasan dengan mengikuti sistem yayasan serta membantu
pembina ketika dibutuhkan.
b. Hasil Observasi
1. Laporan observasi selama wawancara
Wawancara dilakukan pada tanggal 27 November
2013 di Yayasan Emas Indonesia tepatnya di ruangan les
komputer atau ruangan pertemuan. Hari ini subjek
memakai baju kaos abu-abu dan celana jeans pendek.
Secara keseluruhan ruang les komputer atau ruang
pertemuan sangat rapi. Komputer, buku-buku serta kursi
begitu tertata dengan rapi. Peneliti dan subjek memilih
melantai dengan karpet hijau selama melaksanakan proses
wawancara. Posisi duduk peneliti dan subjek cukup dekat
dikarenakan faktor bising dari jalan raya. Awal
wawancara subjek kelihatan santai namun terkadang
seperti banyak berpikir tentang apa saja yang akan di
tanyakan. Sampai akhirnya subjek menanyakan maksud
dan tujuan peneliti melakukan wawancara tersebut.
Subjek kadang cepat dalam menanggapi pertanyaan
yang dilontarkan peneliti tetapi terkadang juga subjek
97
menanyakan kembali maksud dari pertanyaan tersebut
yang akhirnya membuat peneliti mencoba
menyederhanakan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Ekspresi sedih subjek tunjukan saat ia menceritakan
tentang keluarganya seperti kematian Ayahnya dan
keadaan Ibunya yang sampai sekarang masih memikirkan
Ayahnya. Sesekali subjek menjawab pertanyaan dengan
beberapa kali mengganti posisi duduk dan menggerak-
gerakan badannya yang merupakan wujud ekspresi non
verbalnya.
Ada beberapa cerita yang subjek jelaskan sambil
tertawa dengan gerakan yang begitu lucu. Saat dimana ia
harus berteman dengan para wanita serta saat dimana
orang yang dia temanin malah sibuk dan subjek hanya
sendirian di yayasan pada waktu pagi. Terkadang subjek
menjawab pertanyaan sambil memukul pahanya,
menggeleng-gelengkan kepalanya saat menceritakan
betapa bosan dan sepinya ia diwaktu pagi karena tidak ada
teman. Mendekati akhir wawancara subjek mengulang
gerakannya yang beberapa kali menggantikan posisi
duduk serta melihat-lihat ke luar saat ada yang lewat.
Akhirnya peneliti memutuskan untuk mengakhiri
wawancara di sore hari tersebut.
2. Observasi di yayasan
Selesai pelaksanaan wawancara, subjek langsung ke
ruang nonton. Ia hanya duduk nonton sambil melihat-lihat
ke luar seperti berharap agar teman-temannya cepat
98
pulang sehingga ia tidak merasakan sepi dan bosan.
Sesekali ia mondar mandir ke belakang dan bermain
dengan hewan peliharaannya bersama beberapa anak kecil
yang ikut juga bermain. Kemudian ia balik lagi ke ruang
nonton dan duduk di tangga sambil melihat keluar
berharap teman-temannya cepat pulang.
Kadang ia bercanda dengan salah satu kaka binaan
dengan menggunakan bahasa jawa yang membuat peneliti
merasa tidak mengerti dengan maksud mereka. Tiba-tiba
anak-anak pulang dari sekolah, subjek menyapa mereka
dengan bercanda dan bercerita dengan beberapa teman-
temanya. Ekspresi subjek mulai menunjukan raut wajah
senang karena ia tidak merasa sepi dan bosan. Namun itu
tidak berlangsung lama karena beberapa teman dekatnya
harus mengikuti les musik yang diadakan oleh yayasan
bagi mereka. Sebenarnya subjeklah yang seharusnya
mengikuti les musik tersebut namun diganti oleh
temannya karena beberapa bulan kemarin subjek sempat
balik ke jalanan karena tidak tahan dengan kesepian serta
rasa bosan yang dialaminya.
Ketika teman-temannya mengikuti les musik subjek
masuk dan beristirahat di kamar. Beberapa jam kemudian
subjek bangun dan bergabung dengan teman-teman dan
peneliti di halaman belakang dalam keadaan wajah yang
masih ngantuk. Subjek masih diam ketika yang lain pada
bercanda, lama-kelamaan subjek mulai bercanda dengan
mereka. Merasa cape berdiri subjek langsung mencari
99
tempat untuk duduk namun ada salah satu bapa juga yang
berdiri akhirnya subjek merelakan kursinya untuk
diberikan kepada bapa tersebut. Subjek berdiri sambil
menggerakkan badannya. Makan malampun tiba, sebelum
makan subjek mandi dan bergabung dengan semua untuk
makan malam. Semua berkumpul namun subjek memilih
untuk duduk sendiri sambil menikmati makannya. Kadang
juga ia ikut ketawa ketika yang lain pada bercanda.
Waktupun semakin malam akhirnya peneliti pamit dan
mengakhiri observasi.
c. Analisis berdasarkan masing-masing aspek 1. Komponen kognitif
Aspek kognitif meliputi pemikiran berupa fakta-
fakta, pengetahuan keyakinan subjek tentang latar
belakang menodong dan memakai obat-obatan sampai
menjalani program resosialisasi di Yayasan Emas
Indonesia. Pemikiran subjek meliputi kehidupan di
jalanan, kegiatan menodong dan memakai obat-obatan,
kegiatan serta ajaran-ajaran yang diterapkan oleh Yayasan
Emas Indonesia.
a. Pemahaman mengenai alasan serta kehidupan yang
terjadi saat subjek turun ke jalanan
Salah satu faktor anak turun ke jalanan karena
ikut-ikutan teman, sekedar bersenang-senang dan
kumpul-kumpul bersama teman. Bagi kebanyakan anak
jalanan, hidup di jalanan sangat menyenangkan dan
100
melakukan apapun sesuka hati. Hal yang sama juga
dirasakan subjek, turun ke jalanan karena ingin mencari
kebebasan dan bisa punya teman dan berkumpul
bersama-sama mereka.
“ Pingin cari kebebasan. Kan dirumah ga ada temane, mau maen juga malas. Kalau di jalanan banyak temane. Ga da yang atur, bebas, dapat uang”. IW (15-20)
Keinginan sendiri untuk seperti teman-teman di
jalanan membuat sikap dan perilaku subjek lambat-laun
menyesuaikan dengan kehidupan di jalanan. Semakin
lama di jalanan, semakin kuat pengaruh pada sikap dan
perilakunya. Hal tersebut akhirnya membuat subjek
berperilaku kriminal.
“ keinginan sendiri, pertama patungan-patungan lama kelamaan enak sampai kecanduan “IW (129-134)
“ dulu si ngamen, terus ga ada uang, panas-panasan lebih baik ke tengah tugu muda, cari orang gitu to, dipukuli, dipalai, ditodong gitu biar dapat uang”. IW (115-)
b. Pemahaman subjek mengenai kegiatan menodong dan
memakai obat-obatan
Salah satu alasan anak-anak berperilaku
delinkuensi karena berbagai tuntutan kebutuhan
maupun keinginan dalam kelangsungan kehidupan di
jalanan. Subjek merasa perlu berperilaku delinkuensi
karena merasakan dirinya seperti jagoan jalanan serta
101
keinginan untuk mendapatkan uang secara instan dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya di jalanan.
“Alasannya si ya kalau di badan terasa enak enteng. Make obat-obatan mental kita besar dan mental penakutnya ga ada. Pokoknya kita berani, masalah apa saja kita berani. Alasan kalau nodong kalau kepepet. Dulu waktu pertama ga dapat uang dan kepepet tapi lama-kelamaan jadi kebiasaan. Daripada panas-panasan ngamen lebih baik tunggu malam nodong. Nodong paling dapat Rp 100.000.00 atau Rp 200.000.00. IW (110-123)
c. Penilaian mengenai pengaruh kegiatan menodong dan
memakai obat-obatan pada diri sebjek.
Penilaian terhadap pengaruh perilaku delinkuensi
bagi kehidupan anak jalanan sendiri akan sangat
berdampak bagi kehidupannya baik secara fisik
maupun secara sosial. Kondisi seperti ini akan
menimbulkan pengalaman yang sangat tidak
mengenakan. Bagi subjek keadaan yang dialami baik
buruk merupakan realita yang ia alami saat tinggal di
jalanan.
“Adanya ya buruk tapi sudah kecanduan udah suka kaya gitu gimana lagi.” IW (243-245)
“Buruknya kita sendiri buat organ kita ga baik, kalau kita nodong emang ga baik terpengaruh sama saudara kita atau orang tua kita kalau tahu anaknya nodong nanti pasti orang tua malu. Terus baiknya bisa makan tapi namanya uang kaya gitu ga akan lama. “IW (247-255)
“Kalau yang baik ngumpul sama teman, kan dirumah ga ada teman, rumah sepi. Ngumpul bareng, jalan
102
bareng main PS, main game online sama teman-teman, happy-happy ga ada yang larang” IW (209-214)
“kalau nodong ga tapi pernah karena pengaruh obat jadi berani. pernah bobol rumah, warung dan nyopet yang penting dapat uang ta lakuin. Pernah sekali ditanggkap waktu bobol rumah polisi. Terus orangnya tiba-tiba datang, teman ku berhasil kabur tapi aku ditangkap, dipukulin. IW (145-152)
d. Pengetahuan subjek mengenai obat-obatan, alat nodong
hasil nodong serta tempat-tempat umum dimana subjek
melakukan aksi tersebut.
Pengetahuan subjek mengenai kegiatan
menodong meliputi alat-alat, tempat subjek bereaksi
serta hasil-hasil dari kegiatan tersebut. Selain itu,
pengetahuan subjek mengenai obat-obatan yang
dikonsumsi meliputi jenis-jenis obat, segi harga serta
pengaruh dari obat-obatan tersebut.
.“ Sejenis trihek itu obat orang gila, kalau obat penenang lebih terkenalnya kasaran, jistro dan sama Bi” IW (69-72)
“kalau jistro Cuma Rp5000.00 atau Rp5500.00 itu pasarannya, tapi kalau trihek itu Rp18.000.00 kalau Bi itu yang paling enak harganya Rp22.000.00 atau 24.000.00” IW (99-104)
“tugu muda, simpang lima dan pasar-pasar” IW (180)
“ Gelati sama bang turik” IW (40) “ uang Rp100.000.00 atau Rp. 200.000.00 dan handphone” IW (120)
103
“Kalau jistro misalnya kita nelan paling dikit 5 itu ga terasa, kalau kita nela jistro itu kita harus nelan 20 atau 50 baru terasa. Kalau kasaran kalau 1 ga ngangkat(terasa),paling 5 butir. kalau trihek 10 butir baru ngangkat (teras). Kalau BI 1 butir sudah ngangkat(terasa). BI yang paling enak” IW (79-90)
e. Pendapat subjek mengenai kegiatan menodong dan
memakai obat-obatan yang dihubungakan dengan
perilaku delinkuensi.
Masalah delinkuensi anak jalanan merupakan
masalah yang sangat serius. Pada kondisi seperti ini
akan menimbulkan terganggunya keberfungsian sosial
anak. Bagi subjek walaupun menjadi masalah yang
serius dan mengakibatkan hal yang buruk baginya ia
tetap berperilaku delinkuensi karena dirinya merasa
seperti jagoan jalanan dan bisa mendapatkan uang
secara instan tanpa harus bersusah payah.
“Kalau itu si kita tetap lakuin soalnya merasa ga da yang berani Sama kita. Serasa jadi raja. Sudah biasa mukulin orang ya tetap pingin gitu terus, kaya ga punya rasa takut. Cita-citanya dulu pingin jadi profesor tapi ga sekolah dan hidup di jalanan ya jadi preman skalian aja. Pingin gitu. Pengaruh obat juga apalagi BI..” IW (262-273)
f. Fakta-fakta mengenai keberadaan subjek di yayasan
emas Indonesia.
Keberadaan subjek di yayasan karena diajakan
salah satu temannya yang juga adalah subjek dalam
penelitian ini. Temannya memilih untuk kembali ke
jalanan dan subjek tetap berada di yayasan.
104
Dulu di ajak teman. di ajak Angki. Waktu itu Angki mau kembali ke jalanan lagi terus aku pikir-pikir “ ya wes gini ki, kamu kembali lagi ke jalanan aku di sini. E ternyata dia kembali lagi ke sini, kan dulu masih bleng jadi keluar masuk gitu.” IW (348-356)
Ketika tinggal di yayasan, subjek tidak
melanjutkan sekolahnya karena surat-surat ataupun
ijasahnya terbakar. Akhirnya subjek memilih untuk
bekerja dengan AM yaitu membuat meja belajar.
Namun tiba-tiba subjek keluar dan tidak melanjutkan
pekerjaan tersebut sampai sekarang.
“Sudah telat dan semua rapot dan surat-surat yang lain sudah kebakar. Dulu rumahku kebakaran. Dulu kerja sama angki, terus gimana gitu aku keluar langsung ke jalanan”IW (406-412)
“ga enak sama suasananya” IW (414)
“Pembina TL juga membenarkan alasan subjek berhenti kerja......biasanya saat istirahat bosnya pergi, subjek tidur. Emang teman-temannya sengaja ga dibangunkan karena sudah beberapa kali seperti itu. Yang lain jengkel....... Bosnya pulang subjek kena marah akhirnya dia takut untuk balik kerja.
“Pembina A juga membenarkan bahwa subjek orangnya masalah karena kehidupan anak jalanan kurang suka kerja, mereka malas-malasan.
Saat anak-anak tinggal di rumah pengentasan,
Maka secara tidak langsung mereka harus mengikuti
sistem rumah pengentasan. Sistem tersebut meliputi
aktivitas-aktivitas yang diterapkan oleh rumah
pengentasan yang merupakan proses penanganan anak
105
jalanan seperti mengembangkan kemandirian secara
pribadi.
“Bantu bersih-bersih, ibadah ke greja, les keybord” IW (529-230)
“Pembina TL & A membenarkan bahwa sudah beberapa kali subjek kembali ke jalanan karena ga betah dengan peraturan, bosan karena ga ada teman waktu pagi hari dan pingin maen lagi”
g. Pemahaman subjek mengenai keputusan kembali lagi
ke jalanan
Bersenang-senang dan berkumpul-kumpul
bersama teman jalanan adalah kebiasaan subjek saat
hidup di jalanan. Namun tidak ketika tinggal di
yayasan karena teman-temannya sekolah dan bekerja.
Kejadian tersebut membuat subjek berkeputusan untuk
kembali lagi ke jalanan.
“......bosan” IW (400)
“ ... pagi ga ada teman. wong orang yang aku temanin malah kerja lah aku sendiri akhirnya bosan karena sepi.”IW (400-404)
“Pembina A membenarkan bahwa subjek cepat jenuh, dia berkeinginan untuk bebas karena dari kecil dia sudah bebas
“.....aku pinginnya di sini tapi ga ada teman, semua pada sibuk” IW (425-426)
“Pembina TL & A juga membenarkan bahwa subjek merasa kesepian, tidak punya teman waktu pagi........
106
“Terlihat dari hasil observasi, subjek sangat kesepian saat semua teman-teman pada ke sekolah dan kerja. Terkadang ia mondar mandiri........duduk sambil melihat ke luar dengan harapan teman-temannya segera pulang.
h. Pemahaman sujek untuk kembali ke yayasan dan
akhirnya menetap sampai sekarang
Menjalani kehidupan di jalanan akan
mengakibatkan pengalaman yang buruk serta hidup
tidak karuan dan sebagainya. Satu-satunya jalan agar
mereka tidak lagi mengalami kehidupan buruk di
jalanan yaitu meninggalkan kebiasaan di jalanan dan
mau dibentuk lebih baik oleh pihak-pihak yang peduli
terhadap mereka misalnya tinggal di rumah singgah
atau yayasan peduli anak jalanan. Subjek memutuskan
untuk kembali ke yayasan karena dijemput oleh
pembina serta mau untuk dibentuk lagi.
“di jemput sama kaka-kaka yayasan........” IW (424)
“Pembina TL membenarkan kadang balik sendiri. Terakhir ketemu dijalanan,.....kita ngomong dan dia ngerti itu salah, dia nangis, dia balik ke jalanan tapi kadang dia masih bingung. Kadang juga kita cari karena lia dia punya potensi yang bagus dan dia sudah membaik.
“pembina A membenarkan bahwa diajak dan dibujuk.
107
i. Pemahaman subjek mengenai masalah-masalah yang
dihadapi.
Berada dalam suatu lingkungan baru dengan
berbagai macam perbedaan karakter tidak menutup
kemungkinan bahwa akan terjadi benturan antara satu
dengan yang lainnya. Ada berbagai masalah yang
subjek alami dengan teman-temannya.
“ .... sama anak binaan gitu tapi sudah ga tinggal di sini. Aku di belakang, mau cuci baju, tempatnya sudah aku bersihin. Tiba-tiba dia datang di belakang dalam keadaan marah-marah sama anak-anak cewe. Terus tempat yang aku bersihin malah di injak. Aku sabar, aku bersihin lagi e malah di injak. Aku tetap sabar e malah dia ngamuk dan lewat sini lagi ya ta pukul. Kita di panggil sama kaka terus baikan lagi” IW (510-525)
“Pembina A membenarkan bahwa masalah karena bercanda doang
j. Gambaran dan penilaian mengenai yayasan emas
Indonesia
Kehidupan yang dilalui subjek di yayasan
membuat subjek memiliki gambaran secara pribadi
mengenai Yayasan tersebut.
“ yayasan ini keluarga aku. Masa depan aku disini, penghasilan dan kalau kerja mungkin lewat sini juga” IW (445-448)
Selain gambaran, subjek juga mempunyai
penilaian mengenai Yayasan Emas Indonesia. Menurut
subjek, yayasan tersebut berdampak baik bagi
108
kehidupannya Namun ada rasa bosan dan sepi saat pagi
hari
“ baik. memang dari aku enak di yayasan sini, Cuma pagi to karena bosannya yang aku ga kuat” IW (452-455)
k. Pemahaman mengenai peran penting Yayasan Emas
Indonesia bagi masa depan dan hubungan dengan
lingkungan masyarakat.
Peran sebuah yayasan atau rumah singgah dalam
penanganan anak jalanan yaitu membantu anak jalanan
menangani masalah mereka, membantu
mengembalikan sikap dan perilaku mereka sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat
serta mengembalikan fungsi sosial mereka dalam
masyarakat. Saat subjek tinggal di yayasan dan
menjalani setiap sistem yayasan, banyak sekali
perubahan yang ia alami baik secara pribadi maupun
secara sosial namun berdasarkan hasil observasi dan
triangulasi subjek masih sangat mudah terpengaruh.
“ Pengaruh bangat. Kalau peraturan di sini buat aku lebih baik daripada yang dulu. Misalnya ketrampilan atau pelatihan buat kedepannya aku”IW (475-480)
“Ya aku tetap cuek saja tapi sudah ga kaya dulu lagi. Ada orang ngomong jelek-jelekin gimana gitu pinginnya emosi tapi sekarang aku cuek aja. Berpengaruh Cuma pingin happy-happy jadi tidak terlalu memperhatikan. Ya kalau di sini orang-orang memandang aku di sini sudah bisa berubah,
109
memandangnya bagus. Pokoknya ikut yang baik aja.IW (485-497)
Berdasarkan hasil observasi beberapa minggu yang lalu subjek masih sempat turun ke jalanan dan mengkonsumsi minuman keras bersama teman-teman di jalanan.
Pembina A membenarkan bahwa subjek masih sangat labil masih perlu dimentor dan dibimbing.
l. Pengetahuan mengenai ajaran yang diterapkan oleh
yayasan emas Indonesia
Setelah anak-anak berhasil dijangkau dan tinggal
di yayasan, maka langka selanjutnya adalah anak-anak
dibina untuk membentuk sikap dan perilaku mereka
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat. Dalam pembinaan mental yang
dilaksanakan di Yayasan Emas Indonesia, banyak
sekali yang diajarkan mulai dari pembentukan karakter
sampai pada fungsi dan peran sosial mereka. Hal
tersebut merupakan bekal dikemudian hari ketika
mereka sudah dientaskan ke masyarakat.
“Mengenai diajarin harus tunduk sama otoritas ga boleh semena-mena, harus berubah artinya harus bisa berubah arah berperilaku kita. Jadi di sini belajar mempunyai harapan atau masa depan. Diajarin sopan santun, sikap dan tingkah laku yang baik misal e ga boleh lagi berperilaku buruk seperti di jalanan, nodong, nyuri, palakin orang. Sopan sama yang lebih tua. Jadi harus berubah lebih baik lagi. Diajarin semuanya tapi balik lagi ke kitanya. IW (533-549)
110
“Pembina TL membenarkan bahwa bina mental seperti karakter building. Di bina mental ada pembelajaran firman Tuhan, etika sopan santun kepada orang lain. Kemudian bina perilaku misalnya ketika mereka di jalanan jarang pake sendal ya kasih tahu harus pake sendal, kalau makan pake sendok. Kita ajarkan mereka salam soalnya pertama kali mereka di sini seenakknya ga sopan sama orang lain. Diajarain tentang tujuan hidup agar mereka tahu tujuan hidup mereka di sini dan kedepannya mereka punya tujuan hidup.
“Pembina A juga membenarkan ajaran-ajaran yang diterapkan di yayasan misalnya membimbing mereka dengan tujuan merubah sikap dan mental mereka........ Pembina SVR juga membenarkan bahwa mereka diajarkan ketrampilan seperti ketrampilan meja belajar, musik dan ketrampilan temporer seperti buat sabun. Kemudian kalau ada kegiatan diajak biar mereka bisa bersosialisasi. Terus dibina mental seperti ngasih tahu mental dan sikap yang baik itu kaya gimana, sopan santun yang baik. Jadi dibina mental dan karakter mereka seperti itu. Jadi diharapkan ketika mereka bersosial di masyarakat mereka sudah mengikuti sistem sosial yang ada di masyarakat bukan sistem sosial mereka yang ngomong sembarangan. “Mau bangat, yang penting ga sepi lagi waktu pagi”. IW (552-553)
“Semua pengurus sini. Ya ka Ayub, ka Sem, mba Tri, pa Heri, bu Indah, mas Kiman” IW (555-557)
m. Pemahaman mengenai alasan meninggalkan kegiatan
menodong dan memakai obat-obatan.
Mengalami pengalaman buruk ketika di jalanan,
dianggap sampah masyarakat, membuat anak jalanan
111
kadang tidak diterima di tengah-tengah masyarakat.
Namun berkat pihak-pihak yang peduli pada anak
jalanan, mereka dibina, dibentuk, dibekali dengan
berbagai ketrampilan membuat anak-anak jalanan
sudah dapat menjalankan keberfungsian sosialnya
secara baik dan telah dipandang baik oleh masyarakat.
Subjekpun mengalami hal seperti itu. Masa lalunya saat
di jalanan sangat memprihatinkan namun saat ia
berkeputusan untuk mau tinggal di yayasan dan dibina
akhirnya kehidupan masa sekarang sudah selayaknya
anak-anak pada umumnya.
“Karena sudah tinggal di yayasan, pingin dipandang benar dan pingin berhasil dalam segala hal. Tapi ga tau juga ke depan. Semua pilihan di aku. Ya ta lakuin aja semampunya.”IW (581-587)
“Pembina TL bahwa subjek mengalami perubahan ke arah yang baik lebih cepat tapi dia juga cepat terpengaruh dengan teman-teman diluar.
“Pembina A juga menegaskan bahwa subjek harus benar-benar dimentor dan dibimbing karena subjek masih sangat labil. Berdasarkan hasil observasi, subjek sudah hidup selayaknya anak-anak umumnya, hubungannya dengan lingkungan sudah membaik namun terkadang subjek masih mengkonsumsi minuman-minuman keras karena subjek masih sangat terpengaruh oleh teman-temannya.
Sedikit perubahan yang dialami subjek membuat
ia memiliki harapan bagi teman-temannya yang masih
di jalanan .
112
“Menjadi anak yang lebih baik lagi” IW (595)
“fasilitator (TL) membenarkan bahwa yudha orangnya baik.....
2. Komponen Afektif
Aspek afektif merupakan keseluruhan perasaan atau
emosi dari subjek. Perasaan atau emosi dari kegiatan
menodong dan memakai obat-obatan sampai pada
kehidupan ketika subjek tinggal dan menjalani peraturan
serta program yang diterapkan oleh Yayasan Emas
Indonesia.
a. Kesan pertama kali turun ke jalanan
Kesan pertama bagi setiap anak saat turun ke
jalanan sangat bermacam-macam. Ada yang merasa
takut karena belum mengetahui tentang kehidupan
jalanan, adapula yang merasa senang karena bebas
tidak ada yang mengatur. Bagi subjek sendiri ia sangat
takut saat turun ke jalanan karena belum terlalu
mengenal anak-anak jalanan yang lainnnya tapi
berjalannya waktu subjek sudah mulai terbiasa dan
sangat akrab dengan mereka.
“Ya pertama kali takut turun karena dulukan ga kenal sama teman-teman. dulu di jalanan ga punya teman hawanya ga enak kaya di rumah tapi lama-kelamaan kenal-kenal ternyata hidup di jalanan enak dan bebas. Selain itu belum bisa ngamen karena masih grogi”IW (137-146)
“Ya dulu pertama takut sama mereka aga gimana gitu, bercandanya selalu kasar. Lama-kelamaan sudah
113
biasa. Kita makan ya makan bareng. Tidur bareng-bareng ya sudah anggap saudara” IW (150-156)
b. Perasaan subjek ketika melakukan kegiatan menodong
dan memakai obat-obatan
Takut dan merasa kasihan kepada korban
adalah perasaan subjek pertama kali menodong dan
memakai obat-obatan. Namun karena kebutuhan dan
keinginan yang sangat mendesak serta pengaruh obat-
obatan membuat subjek berperilaku delinkuensi.
“Takut si kalau ada apa-apa gimana tapi sudah terlanjur” IW (169-171)
“Ya gimana ya. Sudah gitu juga. Aku malahan ga takut tapi ya perasaannya si pinginnya kasian sama korbannya. Pernah juga bayangin coba kalau aku yang ditodong gimana ya, ya mau gimana lagi sudah ga dapat uang, ga bisa ngapa-ngpain, ya lebih baik nodong. Juga sering mukulin kalau ga di kasih. Dulu takut tapi lama kelamaan sudah ga takut, yang lain bisa dan pengaruh obat jadi ga takut” IW (188-201)
c. Perasaan subjek ketika mengalami pengalaman buruk
Kehidupan di jalanan yang tidak karuan akan
mengakibatkan subjek mengalami pengalaman buruk
seperti ditangkap oleh polisi dan dimasukan penjara.
Kejadian tersebut membuat subjek merasa takut serta
merasa kesepian karena harus berada di dalam penjara.
“Awalnya si deg-degan, mau difonis berapa tahu-tahunya dipukulin sama di sel 1 minggu “ IW (227-230-)
114
“Ya sepi. Hari-hari rame tapi ko di sini sepi sendiri. Terus 1 hari aja sudah lama bangat” IW (232-235)
d. Perasaan subjek ketika berinteraksi dengan masyarakat
luar yang menganggap buruk anak jalanan
Kehidupan anak jalanan tidak lepas dari
keberadaan masyarakat sekitar karena masyarakat
adalah pusat penghasilan mereka. Selain itu,
masyarakat merupakan bagian dari pihak-pihak yang
berperan penting dalam penanganan anak jalanan.
Namun terkadang masyarakat selalu memandang anak
jalanan sebagai sampah masyarakat dan hubungan
antara anak jalanan dan masyarakat sangatlah
bertentangan. Hal tersebut tidak lantas membuat subjek
takut malahan perasaan berani dan menantang ia
tunjukkan ketika berinteraksi dengan mereka tetapi saat
polisi turun tangan maka subjek akan lari karena
ketakutan.
“Dulu si sudah kena obat juga jadi ga rasa apa-apa. Ga takut. Kalau mereka main sama polisi ya kita deg-degan dan lari” IW (339-343)
e. Perasaan subjek pertama kali tinggal di Yayasan Emas
Indonesia
Kehidupan anak-anak jalanan saat berada di
jalanan sangat bertolak belakang dengan nilai dan
norma pada umumnya. Melakukan perilaku delinkuensi
membuat mereka merasa diri hebat dan berani namun
tidak ketika subjek tinggal di yayasan. Malu dan takut
115
adalah perasaan subjek pertama kali tinggal di yayasan
tapi berjalannya waktu subjek mulai akrab dengan
lingkungan yayasan.
“Takut, malu, diam karena ga kenal sama yang di sini. Mau ngomong takut karena salah tapi lama-kelamaan sudah akrab” IW (379-383)
f. Perasaan subjek saat kembali lagi ke jalanan
Berkumpul dan bersenang-senang di jalanan
adalah salah satu faktor subjek turun ke jalanan. Hal
tersebut membuat subjek memilih kembali lagi ke
jalanan karena di yayasan subjek merasakan kesepian.
Kembali lagi ke jalanan membuat subjek sangat senang
bisa merasakan keramaian dan bersenang-senang.
“Senang bisa kumpul sama teman-teman walaupun lakuin hal yang ga benar, sudah gitu mau gimana lagi. IW (417-421)
Pembina TL membenarkan bahwa subjek sangat senang......
g. Perasaan subjek saat berinteraksi dengan masyarakat
umum dalam hal ini ia tidak lagi menodong dan
memakai obat-obatan.
Subjek mengakui bahwa saat ia berinteraksi
dengan masyarakat umum dal