Upload
hoangkiet
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Penelitian
1. Gambaran umum lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang. RW
IV ini terdiri dari 10 RT dengan jumlah lansia keseluruhan sebesar 102
lansia dan yang aktif memeriksakan diri di Posbindu Bumi Asri sebanyak
51 orang. Hasil laporan Posbindu lansia yang menderita hipertensi
sebanyak 16 orang sehingga dalam penelitian ini yang dijadikan
responden penelitian adalah sebanyak 35 responden yaitu lansia yang
tidak menderita hipertensi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 4-6
Bulan April 2014, dengan mendatangi langsung ke rumah-rumah
responden.
2. Karakteristik responden penelitian
a. Umur responden
Tabel 4.1
Deskripsi Responden Berdasarkan Umur lansia di Posbindu Bumi Asri
RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Keterangan Mean Median Min Maksimum SD
Umur 64,63 64 60 77 3,76
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa umur responden rata-
rata 64,63 tahun dengan median sebesar 64 tahun. Umur termuda
adalah 60 tahun dan umur tertua adalah 77 tahun dengan standar
deviasi sebesar 3,76. Kategori umur selajutnya disajikan sebagai
berikut:
44
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Umur lansia di Posbindu Bumi
Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Umur Frekuensi Persentase (%)
Elderly (60-74 tahun)
Old (75-90 tahun)
34
1
97,1
2,9
Jumlah 35 100
Kategori usia lanjut berdasarkan Mubarak dkk (2006)
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa umur respoden sebagian
besar adalah kelompok elderly sebanyak 34 orang (97,1%), dan
yang kelompok umur old sebanyak 1 orang (2,9%).
b. Jenis kelamin responden
Tabel 4.3
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin lansia di Posbindu
Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki
Perempuan
12
23
34,3
65,7
Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa jenis kelamin respoden
sebagian besar adalah perempuan dengan jumlah 23 orang (65,7%),
dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 12 orang (34,3%).
B. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Persepsi Kerentanan
Tabel 4.4
Deskripsi Responden Berdasarkan persepsi kerentanan lansia di
Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Keterangan Mean Median Min Maksimum SD
Persepsi kerentanan 36,51 36 29 43 3,45
45
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa skor rata-rata persepsi
kerentanan adalah 36,51 dengan median 36. Skor terendah adalah 29
dan skor tertinggi adalah 43. Standar deviasi berada pada angka 3,45.
Hasil uji kenormalan ditemukan bahwa persepsi kerentanan tidak
berdistribusi normal dengan nilai p sebesar 0,010 (< 0,05) sehingga
pengkategorian data didasarkan pada nilai median.
Tabel 4.5
Distribusi frekuensi Berdasarkan persepsi kerentanan lansia di
Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Persepsi kerentanan Frekuensi Persentase (%)
Tidak baik
Baik
10
25
28,6
71,4
Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebagian besar respoden
memiliki persepsi kerentanan yang baik yaitu sebanyak 25 orang
(71,4%), yang memiliki persepsi kerentanan yang tidak baik sebanyak
10 orang (28,6%). Berdasarka hasil jawaban pada tiap item pertanyaan
disajikan sebagai berikut:
Tabel 4.6
Distribusi frekuensi tiap item pernyataan pada persepsi kerentanan
lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
No Pernyataan Tidak baik Baik
n % n %
1 Hipertensi dapat menyerang siapa saja 4 11,4 31 88,6
2 Semakin tua akan rentan dengan Hipertensi 1 2,9 34 97,1
3 Faktor penyebab hipertensi salah satunya adalah usia 4 11,4 31 88,6
4 Aktivitas fisik yang rendah menjadi perangsang
timbulnya hipertensi 5 14,3 30 85,7
5 Kurang olah raga dapat menyebabkan penyakit
Hipertensi 13 37,1 22 62,8
6 Porsi makan yang besar penyebab penimbunan lemak
yang menyebabkan hipertensi 1 2,9 34 97,1
7 Mengurangi makanan yang berlemak dapat
mengendalikan penyakit hipertensi 4 11,4 31 88,6
8 Badan yang gemuk pertanda orang sehat 34 97,1 1 2,9
9 Kelebihan berat badan menjadi salah satu penyebab
hipertensi 4 11,4 31 88,6
10 Rasa pusing bukan pertanda penyakit hipertensi 5 14,3 30 85,7
46
No Pernyataan Tidak baik Baik
n % n %
11 Gejala hipertensi ditunjukkan dengan sering sakit
kepala, cepat capek dan lesu
13 37,1 22 62,8
12 Makanan yang asin penyebab meningkatnya tekanan
darah
2 5,7 33 94,3
Persepsi kerentanan yang baik tersebut ditunjukkan dari pernyataan
semakin tua akan rentan dengan hipertensi sebanyak 97,1%
responden, pernyataan tentang upaya mengurangi makanan berlemak
untuk mencegah hipertensi sebanyak 97,1% responden dan pernyataan
tentang menghindari makanan yang asin agar tidak menyebabkan
peningkatan tekanan darah sebanyak 94,3% responden.
b. Persepsi Keparahan
Tabel 4.7
Deskripsi Responden Berdasarkan persepsi keparahan lansia di
Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Keterangan Mean Median Min Maksimum SD
Persepsi keparahan 35,23 35 30 44 3,42
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa skor rata-rata persepsi
keparahan adalah 35,23 median 35. Skor terendah adalah 30 dan skor
tertinggi adalah 44. Standar deviasi berada pada angka 3,42. Hasil uji
kenormalan ditemukan bahwa persepsi keparahan tidak berdistribusi
normal dengan nilai p sebesar 0,001 (< 0,05) sehingga pengkategorian
data didasarkan pada nilai median.
Tabel 4.8
Distribusi frekuensi Berdasarkan persepsi keparahan lansia di
Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Persepsi keparahan Frekuensi Persentase (%)
Tidak baik
Baik
21
14
60,0
40,0
Jumlah 35 100
47
Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa sebagian besar respoden
memiliki persepsi keparahan yang tidak baik yaitu sebanyak 21 orang
(60,0%), yang memiliki persepsi keparahan yang baik sebanyak 14
orang (40,0%). Berdasarkan hasil jawaban pada tiap item pertanyaan
disajikan sebagai berikut:
Tabel 4.9
Distribusi frekuensi tiap item pernyataan pada persepsi keparahan
lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
No Pernyataan Tidak baik Baik
n % n %
1. Hipertensi yang berat dapat menyebabkan stroke 0 0 35 100
2 Hipertensi berat menyebabkan komplikasi dengan
penyakit jantung 6 17,1 29 82,9
3 Kurang berolah raga dapat menyebabkan hipertensi
bertambah parah 0 0 35 100
4 Aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan
penimbunan lemak sehingga dapat menimbulka
hipertensi 2 5,7 33 94,3
5. Mengkonsumsi ikan laut yang diawetkan dapat
memperparah hipertensi 4 11,4 31 88,6
6. Menghindari stress merupakan salah satu upaya
mengendalikan penyakit hipertensi 1 2,9 34 97,1
7. Usia yang tua bukan penghalang untuk ikut berfikir
keras mencukupi kebutuhan keluarga 0 0 35 100
8. Menambahkan garam pada makanan dapat
menambah kenikmatan 6 17,1 29 82,9
9. Hipertensi yang parah hanya menyebabkan pusing
saja 0 0 35 100
10 Tidak mengkonsumsi makanan yang diawetkan
untuk menjaga tekanan darah 2 5,7 33 94,3
11 Mendekatkan diri kepada Tuhan untuk menghindari
stress 2 5,7 33 94,3
Persepsi keparahan yang tidak baik tersebut ditunjukkan dari
pernyataan tidak ada kekhawatiran terhadap penyakit hipertensi
karena hipertensi yang parah hanya menimbulkan rasa pusing saja
sebanyak 100% responden. Pernyataan tentang usia yang tua bukan
penghalang untuk ikut berfikir keras mencukupi kebutuhan keluarga
sebanyak 100% responden, dan pernyataan menambahkan garam pada
makanan dapat menambah kenikmatan sebanyak 82,9% responden.
48
c. Persepsi manfaat
Tabel 4.10
Deskripsi Responden Berdasarkan persepsi manfaat lansia di Posbindu
Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Keterangan Mean Median Min Maksimum SD
Persepsi manfaat 34 33 30 43 3,19
Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa skor rata-rata persepsi
manfaat adalah 34 dengan median 33. Skor terendah adalah 30 dan
skor tertinggi adalah 43. Standar deviasi berada pada angka 3,19.
Hasil uji kenormalan ditemukan bahwa persepsi manfaat tidak
berdistribusi normal dengan nilai p sebesar 0,000 (< 0,05) sehingga
pengkategorian data didasarkan pada nilai median.
Tabel 4.11
Distribusi frekuensi Berdasarkan persepsi manfaat lansia di Posbindu
Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Persepsi manfaat Frekuensi Persentase (%)
Tidak baik
Baik
20
15
57,1
42,9
Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa sebagian besar respoden
memiliki persepsi manfaat yang tidak baik yaitu sebanyak 20 orang
(57,1%), yang memiliki persepsi manfaat yang baik sebanyak 15
orang (42,9%). Berdasarkan hasil jawaban pada tiap item pertanyaan
disajikan sebagai berikut:
Tabel 4.12
Distribusi frekuensi tiap item pernyataan pada persepsi manfaat lansia
di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
No Pernyataan Tidak baik Bak
n % n %
1 Melakukan diet untuk mengendalikan penyakit
hipertensi 0 0 35 100
2 Menghindari makanan asin dapat mengontrol
hipertensi 0 0 35 100
49
No Pernyataan Tidak baik Bak
n % n %
3 Olah raga dapat menjaga kebugaran penderita
hipertensi
4 11,4 31 88,5
4 Lansia tidak perlu beraktifitas fisik 2 5,7 33 94,3
5 Hipertensi dapat dikendalikan melalui terapi obat 5 14,3 30 85,7
6 Hipertensi tidak perlu diobati 5 14,3 30 85,7
7 Hipertensi yang terkendali tidak akan menyebabkan
komplikasi
0 0 35 100
8 Banyak makan sayur dan buah dapat mengontrol
tekanan darah
0 0 35 100
9 Sari buah kalengan dapat menggantikan fungsi buah
yang sebenarnya
4 11,4 31 88,5
10 Makan yang banyak untuk menambah kekuatan
tubuh
2 5,7 33 94,3
11 Menghentikan kebiasaan buruk untuk menjaga
tekanan darah
1 2,9 34 97,1
Persepsi manfaat yang tidak baik ditunjukkan pada pernyataan lansia
tidak perlu beraktifitas fisik sebanyak 94,3% responden, 85,7%
responden menyatakan hipertensi tidak perlu diobati dan 88,5%
responden menganggap sari buah kalengan dapat menggantikan fungsi
buah yang sebenarnya.
d. Persepsi Hambatan
Tabel 4.13
Deskripsi Responden Berdasarkan persepsi hambatan lansia di
Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Keterangan Mean Median Min Maksimum SD
Persepsi hambatan 35,06 35 27 43 3,43
Berdasarkan Tabel 4.13 dapat diketahui bahwa skor rata-rata persepsi
hambatan adalah 35,06 dengan median 35. Skor terendah adalah 27
dan skor tertinggi adalah 43. Standar deviasi berada pada angka 3,43.
Hasil uji kenormalan ditemukan bahwa persepsi hambatan
berdistribusi normal dengan nilai p sebesar 0,361 (> 0,05) sehingga
pengkategorian data didasarkan pada nilai mean.
50
Tabel 4.14
Distribusi frekuensi Berdasarkan persepsi hambatan lansia di
Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Persepsi hambatan Frekuensi Persentase (%)
Tidak baik
Baik
19
16
54,3
45,7
Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa sebagian besar respoden
memiliki persepsi hambatan yang tidak baik yaitu sebanyak 19 orang
(54,3%), yang memiliki persepsi hambatan yang baik sebanyak 16
orang (45,7%). Berdasarkan hasil jawaban pada tiap item pertanyaan
disajikan sebagai berikut:
Tabel 4.15
Distribusi frekuensi tiap item pernyataan pada persepsi hambatan
lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
No Pernyataan Tidak baik Baik
n % n %
1 Jauhnya pelayanan kesehatan menghambat lansia
untuk memeriksakan penyakit hipertensi 2 5,7 33 94,3
2 Posyandu lansia membantu saya untuk memeriksa
kesehatan secara rutin 3 8,6 32 91,5
3 Kondisi perekonomian keluarga yang kurang
menyebabkan saya tidak dapat memeriksakan
penyakit saya 8 22,9 27 77,1
4 Tenaga kesehatan di Posyandu masih kurang
sehingga tidak dapat memberikn pelayanan
maksimal 6 17,1 29 82,9
5 Badan yang lemas membuat saya malas berolah
raga 6 17,2 29 82,8
6 Dinginya udara pagi menyebabkan saya malas
berolah raga 10 28,6 25 71,4
7 Keluarga tidak peduli dengan penyakit saya
sehingga saya merasa putus asa 2 5,7 33 94,3
8 Perhatian keluarga membuat saya tetap
bersemangat 3 8,6 32 91,5
9 Mudahnya transportasi membuat saya rajin
memeriksakan diri di pelayanan kesehatan 8 22,9 27 77,1
10 Saya tidak punya kendaraan untuk pergi ke tempat
pelayanan kesehatan sendiri 6 17,1 29 82,9
11 Usia yang sudah tua digunakan untuk bermalas-
malasan saja di rumah 6 17,2 29 82,8
12 Berjalan kaki ke tempat pelayanan kesehatan yang
jauh membuat saya kecapekan 9 25,7 26 74,3
51
Persepsi hambatan yang tidak baik ditunjukkan dari pernyataan
jauhnya pelayanan kesehatan menghambat lansia untuk memeriksakan
penyakit hipertensi sebanyak 94,3% responden, 77,1% menyatakan
kondisi perekonomian keluarga yang kurang menyebabkan tidak dapat
memeriksakan penyakitnya, dan 82,8% merasa malas berolah raga
karena dinginnya udara pagi.
e. Upaya pencegahan hipertensi
Tabel 4.16
Deskripsi Responden Berdasarkan upaya pencegahan hipertensi pada
lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Keterangan Mean Median Min Maksimum SD
Upaya pencegahan 13,23 13 8 17 2,49
Berdasarkan Tabel 4.16 dapat diketahui bahwa skor rata-rata upaya
pencegahan hipertensi adalah 13,23 dengan median 13. Skor terendah
adalah 8 dan skor tertinggi adalah 17 dengan standar deviasi berada
pada angka 2,49. Hasil uji kenormalan ditemukan bahwa upaya
pencegahan tidak berdistribusi normal dengan nilai p sebesar 0,046
(<0,05) sehingga pengkategorian data didasarkan pada nilai median.
Berdasarkan distribusi frekuensi dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 4.17
Distribusi frekuensi Berdasarkan upaya pencegahan hipertensi lansia
di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Upaya pencegahan Frekuensi Persentase (%)
Tidak baik
Baik
21
14
60,0
40,0
Jumlah 35 100
Berdasarkan tabel 4.17 diketahui bahwa sebagian besar upaya
pencegahan hipertensi respoden dalam kategori tidak baik yaitu
sebanyak 21 orang (60,0%) dan yang baik sebanyak 14 orang (40,0%).
52
Tabel 4.18
Distribusi frekuensi tiap item pernyataan pada persepsi hambatan
lansia di Posbindu Bumi Asri RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
No Pernyataan Dilakukan Tidak
dilakukan
n % n %
1 Saya mengurangi porsi makan terutama nasi 33 94.3 2 5.7
2 Saya mengkonsumsi makanan lain pengganti
nasi 33 94.3 2 5.7
3 Saya banyak makan sayur 28 80.0 7 20.0
4 Saya banyak makan buah 14 40.0 21 60.0
5 Saya berusaha mengurangi berat badan saya
agar menjadi ideal 34 97.1 1 2.9
6 Saya diet ketat untuk mengurangi berat
badan 30 85.7 5 14.3
7 Saya tidak makan makanan asin 17 48.6 18 51.4
8 Saya sudah tidak lagi makan daging 27 77.1 8 22.9
9 Saya berolah raga dengan teratur agar tubuh
saya bugar 33 94.3 2 5.7
10 Saya melakukan aktifitas fisik di rumah agar
selalu berkeringat 33 94.3 2 5.7
11 Saya tidak mengkonsumsi makanan kalengan 28 80.0 7 20.0
12 Saya tidak makan makanan yang dawetkan 14 40.0 21 60.0
13 Saya menghentikan kebiasaan merokok
untuk mengontrol tekanan darah saya 34 97.1 1 2.9
14 Saya tidak berkumpul dengan orang-orang
yang merokok 30 85.7 5 14.3
15 Saya menjaga pikiran saya dari stres 17 48.6 18 51.4
16 Saya membuat hidup saya menjadi santai 27 77.1 8 22.9
17 Saya taat dalam beribadah agar hidup
menjadi tenang 31 88.6 4 11.4
Upaya pencegahan yang tidak baik ditunjukkan dari pernyataan saya
banyak makan buah sebanyak 60% responden tidak melakukan,
pernyataan saya tidak makan makanan yang diawetkan sebanyak 60%
responden tidak melakukan, pernyataan saya menjaga pikiran saya
dari stres sebanyak 51,4% responden tidak melakukan dan pernyataan
saya tidak makan makanan asin sebanyak 51,4% responden tidak
melakukan.
53
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan presepsi kerentanan dengan upaya pencegahan hiptensi
pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank
Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,604 dengan
nilai p sebesar 0,000 (nilai p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada
hubungan yang bermakna antara persepsi kerentanan dengan upaya
pencegahan hipertensi pada lansia. Berdasarkan nilai korelasi sebesar
0,6043 tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang kuat.
Berdasarkan diagram scater plot dapat diketahui bahwa titik-titik
merupakan sebaran dari data sedangkan garis merupakan garis linier,
hasil penelitian ditemukan bahwa kemiringan garis linier bergerak dari
bawah ke atas yang menunjukkan adanya hubungan yang positif
antara kedua variabel. Artinya apabila persepsi kerentanan meningkat
maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga
meningkat.
r = 0,604 p = 0,000
Grafik 4.1
Hubungan persepsi kerentanan dengan upaya pencegahan hipertensi
54
Tabel 4.19
Hasil tabulasi silang antara persepsi kerentanan dengan upaya
pencegahan hipertensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto
Semarang Persepsi
kerentanan
Upaya pencegahan
Total % Tidak
baik
% Baik %
Tidak baik
Baik
9
12
90,0
48,0
1
13
10,0
52,0
10
25
100
100
Jumlah 21 60,0 14 40,0 35 100
Berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa persepsi
kerentanan yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak
baik yaitu sebanyak 90,0% dan yang persepsi kerentanannya baik
sebagian besar upaya pencegahan juga baik (52,0%).
b. Hubungan presepsi keparahan dengan upaya pencegahan hiptensi pada
lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Grafik 4.2
Hubungan persepsi keparahan dengan upaya pencegahan hipertensi
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank
Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,689 dengan
r = 0,689 p = 0,000
55
nilai p sebesar 0,000 (nilai p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada
hubungan yang bermakna antara persepsi keparahan dengan upaya
pencegahan hipertensi pada lansia. Berdasarkan nilai korelasi sebesar
0,689 tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang kuat.
Berdasarkan diagram scater plot dapat diketahui bahwa titik-titik
merupakan sebaran dari data sedangkan garis merupakan garis linier,
hasil penelitian ditemukan bahwa kemiringan garis linier bergerak dari
bawah ke atas yang menunjukkan adanya hubungan yang positif
antara kedua variabel. Artinya apabila persepsi keparahan meningkat
maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga
meningkat.
Tabel 4.20
Hasil tabulasi silang antara persepsi keparahan dengan upaya
pencegahan hipertensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto
Semarang Persepsi
keparahan
Upaya pencegahan
Total % Tidak
baik
% Baik %
Tidak baik
Baik
15
6
71,4
42,9
6
8
28,6
57,1
21
14
100
100
Jumlah 21 60,0 14 40,0 35 100
Berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa persepsi
keparahan yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak
baik yaitu sebanyak 71,4% dan yang persepsi kerentanannya baik
sebagian besar upaya pencegahan juga baik (57,1%).
56
c. Hubungan presepsi manfaat dengan upaya pencegahan hiptensi pada
lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Grafik 4.3
Hubungan persepsi manfaat dengan upaya pencegahan hipertensi
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank
Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,493 dengan
nilai p sebesar 0,003 (nilai p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada
hubungan yang bermakna antara persepsi manfaat dengan upaya
pencegahan hipertensi. Berdasarkan nilai korelasi sebesar 0,493
tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang kuat.
Berdasarkan diagram scater plot dapat diketahui bahwa titik-titik
merupakan sebaran dari data sedangkan garis merupakan garis linier,
hasil penelitian ditemukan bahwa kemiringan garis linier bergerak dari
bawah ke atas yang menunjukkan adanya hubungan yang positif
antara kedua variabel. Artinya apabila persepsi manfaat meningkat
maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga
meningkat.
r = 0,493 p = 0,003
57
Tabel 4.21
Hasil tabulasi silang antara persepsi manfaat dengan upaya
pencegahan hipertensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto
Semarang Persepsi
manfaat
Upaya pencegahan
Total % Tidak
baik
% Baik %
Tidak baik
Baik
16
5
80,0
33,3
4
10
20,0
66,7
20
15
100
100
Jumlah 21 60,0 14 40,0 35 100
Berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa persepsi manfaat
yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak baik yaitu
sebanyak 80,0% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar
upaya pencegahan juga baik (66,7%).
d. Hubungan presepsi hambatan dengan upaya pencegahan hiptensi pada
lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto Semarang
Grafik 4.4
Hubungan persepsi hambatan dengan upaya pencegahan hipertensi
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Product
Moment didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,460 dengan nilai
r = 0,460 p = 0,005
58
p sebesar 0,005 (nilai p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada
hubungan yang bermakna antara persepsi hambatan dengan upaya
pencegahan hipertensi. Berdasarkan nilai korelasi sebesar 0,460
tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang kuat.
Berdasarkan diagram scater plot dapat diketahui bahwa titik-titik
merupakan sebaran dari data sedangkan garis merupakan garis linier,
hasil penelitian ditemukan bahwa kemiringan garis linier bergerak dari
bawah ke atas yang menunjukkan adanya hubungan yang positif
antara kedua variabel. Artinya apabila persepsi hambatan meningkat
maka ada kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga
meningkat.
Tabel 4.22
Hasil tabulasi silang antara persepsi hambatan dengan upaya
pencegahan hipertensi pada lansia di RW IV Kelurahan Sambiroto
Semarang Persepsi
hambatan
Upaya pencegahan
Total % Tidak
baik
% Baik %
Tidak baik
Baik
12
9
63,2
56,2
7
7
36,8
43,8
19
16
100
100
Jumlah 21 60,0 14 40,0 35 100
Berdasarkan hasil tabulasi silang didapatkan bahwa persepsi hambatan
yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak baik yaitu
sebanyak 63,2% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar
upaya pencegahan tidak baik (56,2%).
59
C. Pembahasan
1. Analisis Univariat
a. Persepsi kerentanan
Hasil penelitian diketahui bahwa skor rata-rata persepsi kerentanan
adalah 36,51 dengan skor terendah adalah 29 dan skor tertinggi adalah
43. Berdasarkan kategorinya didapatkan bahwa sebagian besar
respoden memiliki persepsi kerentanan yang baik yaitu sebanyak 25
orang (71,4%), yang memiliki persepsi kerentanan yang tidak baik
sebanyak 10 orang (28,6%). Persepsi kerentanan yang baik merupakan
bentuk kewaspadaan responden terhadap penyakit yang dihadapi
sehingga menimbulkan rasa kehati-hatian dalam menjaga dan
mengelola agar tidak terserang penyakit hipertensi yang biasanya
banyak diderita oleh lansia.
Berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner persepsi kerentanan yang
baik meliputi semakin tua akan rentan dengan hipertensi sebanyak
97,1% responden, pernyataan tentang upaya mengurangi makanan
berlemak untuk mencegah hipertensi sebanyak 97,1% responden dan
pernyataan tentang menghindari makanan yang asin agar tidak
menyebabkan peningkatan tekanan darah sebanyak 94,3% responden.
Hal ini menunjukkan bahwa responden sadar bahwa di usianya yang
semakin tua maka dirinya akan rentang dengan berbagai penyakit
termasuk penyakit hipertensi.
Hasil penelitian juga masih menemukan persepsi kerentanan dalam
kategori tidak baik. Persepsi kerentanan yang tidak baik berdasarkan
hasil jawaban kusioner meliputi kekurangpahaman responden bahwa
gejala hipertensi dapat ditunjukkan dengan sering sakit kepala, cepat
capek dan lesu serta kurangnya melalukan olah raga untuk
menghindari penyakit hipertensi. Hal ini dapat dipahami karena
dengan usia yang semakin tua responden menganggap bahwa
60
kemampuan fisiknya telah melemah sehingga badan akan mudah
capek dan terasa lesu serta ada keengganan untuk melakukan olah raga
secar rutin.
Sesuai dengan teori tentang HBM bahwa persepsi kerentanan
merupakan penilaian individu mengenai kerentanan mereka terhadap
suatu penyakit. Seseorang dapat bertindak untuk mengobati atau
mencegah suatu penyakit, maka dirinya harus menyadari bahwa
dirinya rentan (susceptible) terhadap penyakit tersebut. Dengan kata
lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul
bila seseorang telah merasakan bahwa dirinya rentan terhadap
penyakit tersebut. Misalnya mempunyai riwayat penyakit tertentu
dalam keluarga, seperti hipertensi, diabetes atau penyakit jantung dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2012) menemukan bahwa
menemukan bahwa sebagian besar responden merasa rentan terhadap
suatu penyakit yaitu sebanyak 58,8%. Berdasarkan perasaan rentan
terhadap penyakit ini maka responden penelitian berupaya untuk
melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti berpendapat bahwa
persepsi kerentanan yang tidak baik dapat menyebabkan responden
tidak mempunyai program dalam pencegah penyakit hipertensi. Lansia
merasa bahwa dirinya bukanlah termasuk kelompok umur yang rentan
terhadap penyakit hipertensi sehingga lansia cenderung mengabaikan
penerapan pola hidup sehat seperti menerapkan pola makan, kurang
olah raga dan sebagainya yang dapat menyebabkan resiko penyakit
hipertensi.
61
b. Persepsi keparahan
Hasil penelitian ini diketahui bahwa skor rata-rata persepsi keparahan
adalah 35,23 dengan skor terendah adalah 30 dan skor tertinggi adalah
44. Berdasarkan kategorinya didapatkan bahwa sebagian besar
respoden memiliki persepsi keparahan yang tidak baik yaitu sebanyak
21 orang (60,0%), yang memiliki persepsi keparahan yang baik
sebanyak 14 orang (40,0%). Persepsi keparahan ini merupakan
perasaan individu lansia tentang tingkat keparahan penyakit hipertensi,
memalui persepsi keparahan yang baik maka responden dapat
melakukan antisipasi cara mencegah terhadap penyakitnya hipertensi.
Berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner, persepsi keparahan yang
tidak baik tersebut ditunjukkan dari pernyataan tidak ada kekhawatiran
terhadap penyakit hipertensi karena hipertensi yang parah hanya
menimbulkan rasa pusing saja sebanyak 100% responden. Pernyataan
tentang usia yang tua bukan penghalang untuk ikut berfikir keras
mencukupi kebutuhan keluarga sebanyak 100% responden, dan
pernyataan menambahkan garam pada makanan dapat menambah
kenikmatan sebanyak 82,9% responden
Persepsi keparahan menimbulkan suatu pertanyaan dari dalam
individu sendiri apakah suatu penyakit atau sakit yang diderita dapat
menyebabkan kematian da berakibat buruk. Persepsi keparahan ini
penilaian individu mengenai seberapa parah dari suatu penyakit dan
konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut. Kondisi ini
kemudian akan memicu upaya individu untuk mencari pengobatan dan
tindakan pencegahan penyakit yang didorong oleh keseriusan penyakit
tersebut terhadap individu (Kozier, 2011).
62
Penelitian yang dilakukan oleh Marno (2012) menemukan bahwa
sebagian besar responden penelitian memiliki persepsi keparahan yang
tidak baik yaitu sebesar 63,3%. Persepsi keparahan yang tidak baik ini
dapat dipahami karena dalam penelitian ini responden penelitian
belum menderita hipertensi sehingga belum ada kekhawatiran yang
kuat terhadap terjadinya komplikasi dari penyakit tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti berpendapat bahwa
persepsi keparahan merupakan perasaan individu tentang keparahan
penyakitnya dimana penyakit hipertensi ini dapat menyebabkan
komplikasi terhadap penyakit lain. Lansia yang merasakan bahaya
penyakit hipertensi dan adanya rasa ketakutan terhadap keparahan
penyakit itu sendiri maka ada upaya yang keras dari lansia untuk
melakukan pencegahan dengan baik.
c. Persepsi manfaat
Hasil penelitian mendapatkan bahwa skor rata-rata persepsi manfaat
adalah 34 dengan skor terendah adalah 30 dan skor tertinggi adalah
43. Berdasarkan kategorinya diketahui bahwa sebagian besar respoden
memiliki persepsi manfaat yang tidak baik yaitu sebanyak 20 orang
(57,1%), yang memiliki persepsi manfaat yang baik sebanyak 15
orang (42,9%). Hal ini menunjukkan bahwa responden penelitian
merasakan tentang manfaat dari upaya pencegahan hipertensi dengan
baik. Pengelolaan terhadap upaya pencegahan hipertensi yang baik
dapat dirasakan dengan tingkat kesehatan lansia yang hingga saat
dilakukannya penelitian ini tidak menderita hipertensi.
Hasil penelitian juga menemukan adanya persepsi manfaat yang tidak
baik cukup besar yaitu 57,1%. Hasil jawaban dari kuesioner
menunjukkan bahwa persepsi manfaat yang tidak baik ditunjukkan
pada pernyataan lansia tidak perlu beraktifitas fisik sebanyak 94,3%
63
responden, 85,7% responden menyatakan hipertensi tidak perlu
diobati dan 88,5% responden menganggap sari buah kalengan dapat
menggantikan fungsi buah yang sebenarnya. Hasil ini menunjukkan
bahwa responden tidak merasakan manfaat dari berberapa pernyataan
di atas. Aktivitas fisik dengan berolah raga dapat membantu lansia
mencegah hipertensi serta menghindari makanan-makanan yang sudah
diawetkan walaupun itu berbentuk sari buah maka dapat menghindari
penyakit hipertensi.
Persepsi manfaat merupakan penilaian individu mengenai keuntungan
yang didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan
dan persepsi rintangan adalah penilaian individu mengenai besar
hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang
disarankan, seperti hambatan finansial, fisik, dan psikososial. Hal ini
berkaitan dengan adanya suatu hambatan yang dirasakan oleh
individu untuk mendapatkan kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2009) menemukan bahwa
pada persepsi manfaat sebagian besar responden (71,4%) mempunyai
tingkat persepsi manfaat pencegahan penyakit katagori rendah dan
28,6 % dalam katagori tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti berpendapat bahwa
responden kurang menyadari tentang pentingnya pencegahan
hipertensi sehingga persepsinya terhadap manfaat pencegahan
hipertensi menjadi rendah dan cenderung mengabaikan berbagai
upaya yang dapat mencegah timbullnya penyakit hipertensi.
d. Persepsi hambatan
Hasil penelitian diketahui bahwa skor rata-rata persepsi hambatan
adalah 35,06 dengan skor terendah adalah 27 dan skor tertinggi adalah
64
43. Berdasarkan kategorinya menunjukkan bahwa sebagian besar
respoden memiliki persepsi hambatan yang tidak baik yaitu sebanyak
19 orang (54,3%), yang memiliki persepsi hambatan yang baik
sebanyak 16 orang (45,7%). Hal ini menunjukkan bahwa responden
penelitian mampu mempersepsikan hambatan untuk dapat melakukan
pencegahan hipertensi dengan baik, artinya responden dapat
mengelola hambatan yang merintangi dirinya untuk mencegah
penyakit hipertensi sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
mencegah penyakit hipertensi tetap berjalan dengan baik.
Hasil jawaban kuesioner ditemukan persepsi hambatan yang tidak baik
ditunjukkan dari pernyataan jauhnya pelayanan kesehatan
menghambat lansia untuk memeriksakan penyakit hipertensi sebanyak
94,3% responden, 77,1% menyatakan kondisi perekonomian keluarga
yang kurang menyebabkan tidak dapat memeriksakan penyakitnya,
dan 82,8% merasa malas berolah raga karena dinginnya udara pagi.
Hal ini mengindikasikan bahwa faktor jarak yang jauh serta kondisi
perekonomian keluarga menjadi kendala bagi lansia untuk
memeriksakan kesehatannya.
Persepsi hambatan juga masih menemukan yang tidak baik cukup
besar yaitu sebesar 54,3%. Persepsi hambatan yang tidak baik tersebut
dapat berupa jauhnya pelayanan kesehatan menghambat lansia untuk
memeriksakan penyakit hipertensi, kondisi perekonomian keluarga
yang kurang menyebabkan tidak dapat memeriksakan penyakitnya,
dan merasa malas berolah raga karena dinginnya udara pagi. Hal ini
menunjukkan bahwa responden mempunyai banyak kendala dan
hambatan dalam upaya mencegah penyakit hipertensi oleh lansia.
Responden tidak mampu mengatasi berbagai hambatan dan kendala
yang ada selama proses pencegahan terhadap penyakit hipertensi.
65
Persepsi hambatan merupakan aspek negatif yang terdapat pada suatu
tindakan kesehatan tertentu, yang mungkin menjadi penghalang untuk
melakukan perilaku pencegahan penyakit, misalya rasa malu, takut,
rasa sakit (Odgen, 1996).
Hasil penelitian Marno (2012) menemukan bahwa sebagian besar
respoden memiliki persepsi hambatan yang tidak baik yaitu sebanyak
56,7%. Hal ini menunjukkan bahwa responden penelitian tidak
mampu mempersepsikan hambatan yang dapat digunakan untuk
melakukan pengelolaan terhadap suatu penyakit dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti berpendapat bahwa
persepsi hambatan yang dianggap sebagai penghalang untuk
melakukan perilaku pencegahan penyakit hipertensi banyak ditemukan
pada permasalahan jauhnya jarak lokasi pelayanan kesehatan serta
keterbatasan ekonomi keluarga.
e. Upaya pencegahan hipertensi
Hasil penelitian didapatkan bahwa skor rata-rata upaya pencegahan
hipertensi adalah 13,23 dengan skor terendah adalah 8 dan skor
tertinggi adalah 17. Berdasarkan kategorinya menunjukkan bahwa
sebagian besar upaya pencegahan hipternsi oleh respoden dalam
kategori tidak baik yaitu sebanyak 21 orang (60,0%) dan yang baik
sebanyak 14 orang (40,0%). Hal ini menunjukkan bahwa responden
penelitian dapat melakukan upaya pencegahan hipetensi dengan
berbagai cara pencegahan seperti menjaga pola makan,
memperbanyak makan sayur dan buah, mengurangi berat badan, tidak
merokok, berolah raga dan tindakan-tindakan pencegahan lainnya.
Upaya pencegahan yang tidak baik ditunjukkan dari pernyataan saya
banyak makan buah sebanyak 60% responden tidak melakukan,
66
pernyataan saya tidak makan makanan yang diawetkan sebanyak 60%
responden tidak melakukan, pernyataan saya menjaga pikiran saya
dari stres sebanyak 51,4% responden tidak melakukan dan pernyataan
saya tidak makan makanan asin sebanyak 51,4% responden tidak
melakukan.
Upaya pencegahan penyakit hipertensi merupakan upaya untuk
meminimalisir faktor-faktor resiko penyebab hipertensi yang meliputi
mengatasi obesitas, mengurangi asupan garam, diet rendah lemak,
menciptakan keadaan rileks atau manajemen stres, melakukan olah
raga teratur dan berhenti merokok (Depkes RI, 2006).
Penelitian yang dilakukan Budisetio (2010) menemukan bahwa
pencegahan hipertensi kurang dapat dilakukan dan sebagian besar
responden lebih banyak yang melakukan upaya pengobatan.
Pencegahan terhadap hipertensi seharusnya merupakan kepanjangan
alami dari pengobatan yang sangat penting.
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti berpendapat bahwa upaya
pencegahan yang tidak baik ini merupakan implementasi dari semua
aktivitas yang merupakan pantangan seperti pola makan yang tidak
baik, merokok, banyak mengkonsumsi garam dapur, kurangnya
aktivitas fisik dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa responden
penelitian masih melakukan atau mengkonsumsi beberapa jenis
mekanan yang memang seharusnya dihindari untuk mencegah
terserang penyakit hipertensi.
67
2. Analisis bivariat
a. Hubungan presepsi kerentanan dengan upaya pencegahan
hipertensi pada lansia
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank
Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,604 dengan
nilai p sebesar 0,000 (p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada
hubungan yang bermakna antara persepsi kerentanan dengan upaya
pencegahan hipertensi pada lansia. Hubungan kedua variable adalah
positif yaitu apabila persepsi kerentanan meningkat maka ada
kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga meningkat.
Berdasarkan nilai korelasi tersebut menunjukkan tingkat hubungan
yang cukup kuat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
persepsi kerentanan yang tidak baik sebagian besar upaya
pencegahannya tidak baik yaitu sebanyak 90,0% dan yang persepsi
kerentanannya baik sebagian besar upaya pencegahan juga baik
(52,0%).
Persepsi kerentanan ini lebih menitikberatkan pada seseorang yang
bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, yaitu dalam
hal ini adalah lansia yang telah memahami atau merasakan bahwa
dirinya rentan terhadap penyakit hipertensi. Dengan kata lain, suatu
tindakan pencegahan suatu penyakit akan timbul bila seseorang telah
merasakan bahwa dirinya rentan terhadap penyakit tersebut. Persepsi
kerentanan ini timbul sebagai akibat dari kesadaran individu bahwa
dirinya rentan terhadap suatu penyakit. Bentuk perilaku ini sebagai
upaya untuk mengantisipasi kerentanan penyakit hipertensi
diwujudkan dalam bentuk berbagai perilaku yang dapat mencegah
penyakit hipertensi.
Kesiapan individu dipengaruhi oleh persepsi tentang kerentanan
terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil
68
kerentanan terhadap penyakit dan adanya kepercayaan bahwa
perubahan perilaku akan memberikan keuntungan. Seseorang merasa
perlu melakukan tindakan pengobatan ketika dirinya telah menerima
kerentanan suatu penyakit dan menganggap hal itu serius. Keyakinan
terhadap sesuatu yang dianggap menguntungkan akan merangsang
seseorang melakukan tindakan untuk memperoleh keuntungan tersebut
(Notoatmodjo, 2007).
Penelitian Marno (2012) menemukan bahwa persepsi kerentanan
berhubungan secara signifkan terhadap praktik diet sebagai upaya
pencegahan penyakit diabetes. Persepsi kerentanan yang baik maka
akan menimbulkan praktik pencegahan yang baik pula dan sebaliknya.
b. Hubungan presepsi keparahan dengan upaya pencegahan
hipertensi pada lansia
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank
Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,689 dengan
nilai p sebesar 0,000 (p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada
hubungan yang bermakna antara persepsi keparahan dengan upaya
pencegahan hipertensi. Bentuk hubungan kedua variabel adalah positif
yaitu apabila persepsi keparahan meningkat maka ada kecenderungan
upaya pencegahan hipertensi juga meningkat. Berdasarkan nilai
korelasi tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang cukup kuat.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persepsi keparahan
yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak baik yaitu
sebanyak 71,4% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar
upaya pencegahan juga baik (57,1%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kumboyono, Supriati, dan Roesardhyati (2011) menemukan bahwa
terdapat hubungan yang kuat antara persepsi keparahan penyakit
69
dengan kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi. Responden
dalam penelitian ini berpersepsi bahwa penyakit hipertensi merupakan
penyakit yang parah, sehingga responden merasa bahwa dirinya harus
segera melakukan tindakan pengobatan. Hal ini yang mendorong
pasien untuk mematuhi pengobatan yang telah diberikan kepadanya
oleh tenaga kesehatan.
Persepsi keparahan ini didasarkan pada tindakan individu untuk
mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh
keseriusan penyakit tersebut terhadap individu. Penyakit hipertensi
yang belum menunjukkan gejala keparahan dianggap sebagai suatu
penyakit yang biasa karena gejala dan komplikasinya berlangsung
lama. Namun demikian bagi lansia yang memahami tentang bahaya
penyakit hipertensi yang tidak dapat disembuhkan harus mewaspadai
tentang keparahan penyakit ini dimana penyakit ini hanya dapat
dikontrol.
Sesuai dengan pendapat Thalacker (2011) bahwa jika seseorang
memiliki persepsi parah terhadap penyakit hipertensi, maka seseorang
tersebut akan lebih cenderung untuk mengubah gaya hidup menjadi
lebih baik dan mengikuti pengobatan yang direkomendasikan oleh
tenaga kesehatan. Gaya hidup yang diubah meliputi berhenti merokok,
mengurangi stress, meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi berat
badan berlebih dan mengurangi sodium dan lemak hewani dalam diet
yang telah diakui oleh program tenaga kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti berpendapat bahwa
persepsi terhadap keparahan penyakit hipertensi dapat meningkatkan
rasa kepatuhan bagi penderita untuk melakukan pengelolaan dengan
salah satu caranya adalah dengan melakukan pencegahan terhadap
penyakit hipertensi. Hal ini terutama bagi responden yang telah
70
merasakan lamanya penyakit ini dan ditambah dengan adanya
komplikasi penyakit maka keinginan untuk dapat tetap sehat akan
dilakukan dengan berbagai upaya termasuk sangat berhati-hati dengan
pola makannya.
c. Hubungan presepsi manfaat dengan upaya pencegahan hipertensi
pada lansia
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank
Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,493 dengan
nilai p sebesar 0,003 (p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada
hubungan yang bermakna antara persepsi manfaat dengan upaya
pencegahan hipertensi. Bentuk hubungan kedua variabel adalah positif
yaitu apabila persepsi manfaat meningkat maka ada kecenderungan
upaya pencegahan hipertensi juga meningkat. Berdasarkan nilai
korelasi tersebut menunjukkan tingkat hubungan yang cukup.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persepsi manfaat yang
tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak baik yaitu
sebanyak 80,0% dan yang persepsi kerentanannya baik sebagian besar
upaya pencegahan juga baik (66,7%).
Persepsi manfaat ini dapat dijelaskan bahwa individu yang merasa
dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang dianggap gawat (serius),
maka akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan
tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang
ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. (Notoatmodjo, 2007).
Hal senada juga dikemukakan oleh Odgen (1996) bahwa persepsi
manfaat ini mengacu pada keyakinan individu mengenai keefektifan
suatu tindakan dalam mengurangi ancaman yang ditimbulkan oleh
suatu penyakit.
71
Hasil penelitian Marno (2012) menemukan bahwa persepsi manfaat
berhubungan secara signifikan terhadap praktik diet dalam
pencegahan diabetes. Persepsi manfaat yang baik yang ditunjukkan
dengan perilaku diet yang patuh maka berpengaruh terhadap praktik
diet itu sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka peneliti berpendapat bahwa
persepsi manfaat dari tindakan lebih menentukan daripada rintangan-
rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan tindakan
tersebut. Seperti halnya dengan penderita hipertensi yang memahami
bahwa dirinya rentan terkena penyakit hipertensi maka ada upaya
untuk melakukan tindakan yang dapat mencegahnya. Tindakan itu
sendiri adalah berupa kepatuhan terhadap diet, olah raga, dan
pemeriksaan secara rutin walaupun dalam melakukan tindakan
pencegahan ini banyak sekali rintangan yang dihadapi, namun dengan
memahami manfaat pentingnya upaya pencegahan maka rintangan-
rintangan tersebut menjadi terkalahkan.
d. Hubungan presepsi hambatan dengan upaya pencegahan
hipertensi pada lansia
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan korelasi Rank
Spearman didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,460 dengan
nilai p sebesar 0,005 (p< 0,05), sehingga dapat dinyatakan ada
hubungan yang bermakna antara persepsi hambatan dengan upaya
pencegahan hipertensi pada lansia. Bentuk hubungan kedua variabel
adalah positif yaitu apabila persepsi hambatan meningkat maka ada
kecenderungan upaya pencegahan hipertensi juga meningkat.
Berdasarkan nilai korelasi tersebut menunjukkan tingkat hubungan
yang cukup. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persepsi
hambatan yang tidak baik sebagian besar upaya pencegahannya tidak
72
baik yaitu sebanyak 63,2% dan yang persepsi kerentanannya baik
sebagian besar upaya pencegahan tidak baik (56,2%).
Persepsi hambatan ini merupakan penilaian individu mengenai besar
hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang
disarankan, seperti hambatan finansial, fisik, dan psikososial. Hal ini
berkaitan dengan adanya hambatan-hambatan yang dirasakan oleh
individu untuk mendapatkan kesehatan. Persepsi hambatan merupakan
bentuk terakhir dari teori HBM yaitu merupakan persepsi terhadap
hambatan yang akan dihadapi dari tindakan atau perilaku kesehatan.
Suatu tindakan bisa saja tidak diambil oleh seseorang, meskipun
individu tersebut percaya terhadap keuntungan mengambil tindakan
tersebut. Hal ini bisa saja disebabkan oleh hambatan. Hambatan
mengacu pada karakteristik dari pengukuran sebuah pencegahan
seperti merepotkan, mahal, tidak menyenangkan atau bahkan
menyakitkan. Karakteristik ini dapat menyebabkan individu menjauh
dari tindakan yang diinginkan untuk dilaksanakan (Notoatmodjo,
2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Marno (2012) menemukan bahwa
persepsi hambatan berhubungan secara bermakan dengan praktik diet
sebagai upaya pencegahan penyakit diabetes. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi persepsi seseorang tentang hambatan yang
dihadapi maka dapat mempengaruhi tindakan yang akan
dilakukannya.
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti berpendapat bahwa lansia
dalam melakukan pencegahan hipertensi akan menemui hambatan
yang besar karena banyak faktor yang mempengaruhi atau
menghambat tindakan lansia untuk melakukan pencegahan hipertensi
seperti kebiasaan merokok, selera makan yang lebih suka rasa asin,
73
malas untuk berolah raga dan sebagainya, serta jauhnya jarak
pelayanan kesehatan dan faktor ekonomi. Sehingga kuncinya adalah
bagaimana penderita mampu mempersepsikan hambatan ini dengan
baik sehingga timbul kepatuhan yang tinggi terhadap upaya
pencegahan hipertensi.
D. Keterbatasan penelitian
Keterbatasan penelitian ini terletak pada adanya kendala di lapangan bahwa
responden yang telah berusia lanjut cukup sulit untuk dijadikan partisipan
dalam penelitian ini karena kurang terciptanya komunikasi yang efektif.
Kendala lain adalah responden yang digunakan adalah lansia yang aktif di
Posbindu sementara yang tidak aktif tidak dapat digunakan sebagai responden
penelitian sehingga tidak dapat memberikan gambaran lebih jelas terhadap
kondisi responden secara keseluruhan.
E. Implikasi Keperawatan
Hasil penelitian ini memberikan tambahan informasi dan mendukung
penelitian dan teori yang sudah ada yaitu hubungan persepsi lansia terhadap
upaya pencegahan penyakit hipertensi. Hasil penelitian menemukan bahwa
sebagian besar persepsi lansia dalam kategori tidak baik dan hanya persepsi
kerentanan yang baik. Bila dikaitkan dengan pelayanan keperawatan, maka
diharapkan perawat komunitas dapat melakukan pendampingan terhadap
lansia yang berpotensi terkena hipertensi dengan memberikan pelayanan
kesehatan serta memberikan informasi terhadap lansia secara langsung
berkaitan dengan upaya-upaya pencegahan penyakit hipertensi.
Berkaitan dengan persepi keparahan, manfaat dan hambatan kategorinya tidak
baik karena lansia yang menjadi responden penelitian tidak menderita
hpertensi sehingga masih memiliki persepsi yang negatif, oleh karena itu
institusi keperawatan dapat bekerja sama dengan posbindu dalam upaya
74
peningkatan pengetahuan lansia sehingga ada kesadaran dari para lansia untuk
melakukan tindakan pencegahan terhadap penyakit hipertensi, dengan
memahami secara benar baik berkaitan dengan tingkat keparahan, manfaat dan
hambatan yang ditemukan selama proses pencegahan terhadap penyakit
hipertensi.
75