Upload
phungnguyet
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kabupaten Banyumas adalah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Terletak
diantara garis bujur 108˚27’15” dan diantara garis Lintang Selatan 7˚15’05”
sampai 7˚37’10” yang berada di belahan selatan garis khatulistiwa. Jumlah
penduduk di wilayah Kabupaten Banyumas sekitar 1.795.844 Jiwa. Luas wilayah
Kabupaten Banyumas sekitar 1.327,60 kilometer persegi atau setara
dengan132.759,56 hektar dengan keadaan wilayah antara daratan dan
pegunungan. Iklim di Kabupaten Banyumas tropis basah, hal ini dipengaruhi oleh
letaknya di lereng pegunungan yang jauh dari pesisir pantai. Suhu udaranya
berkisar antara 21,4 °C - 30,9 °C. Kabupaten Banyumas terdiri atas 27 kecamatan,
yang dibagi lagi atas sejumlah 301 desa dan 30 kelurahan. Salah satu kecamatan
di Banyumas adalah Kecamatan Pekuncen.
Kecamatan Pekuncen termasuk wilayah Kabupaten Banyumas, Provinsi
Jawa Tengah yang merupakan daerah subur dengan curah hujan yang cukup
tinggi, sehingga daerah ini dapat menjadi sentra pertanian yang handal. Lahan
pertaniannya menghasilkan padi, palawija, kol, cabai, ketimun, dan buncis.
Pekuncen juga sebagai sentral industri rumah tangga seperti penghasil gula
kelapa. Pekuncen berkembang pesat dan tidak sedikit pula para investor baik lokal
maupun asing yang menanamkan modal.
Luas wilayah Kecamatan Pekuncen mencapai 92,7 kilometer persegi.
Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Pekuncen sekitar 66.105 Jiwa.
Kecamatan Pekuncen memiliki relief pegunungan dengan ketinggian antara 500-
1200 meter dari permukaan laut. Kemiringan lereng di Kecamatan Pekuncen
didominasi oleh kelas lereng menengah sampai curam yaitu kemiringan lereng
antara 8-25 persen. Salah satu pemicu terjadinya longsor adalah curah hujan yang
tinggi. Kecamatan Pekuncen memiliki curah hujan tertinggi rata-rata yaitu sekitar
221 milimeter, dengan curah hujan tahunan setinggi 2.648 milimeter dengan
jumlah hari hujan sebanyak 266 hari. Kecamatan Pekuncen terdiri dari 16 desa
salah satunya adalah Desa Tumiyang.
Secara administratif Desa Tumiyang termasuk dalam wilayah Kecamatan
Pekuncen Kabupaten Banyumas, termasuk di daerah barat Kabupaten Banyumas.
Jumlah penduduk pada bulan Desember tahun 2017 memiliki 2.003 Kepala
Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk 6.200 orang yang terdiri dari 3.168
orang laki-laki dan 3.032 orang perempuan. Mata pencaharian sebagian besar
keluarga di Desa Tumiyang adalah buruh tani. Usaha tani yang dilakukan oleh
masyarakat desa Tumiyang masih sebatas ditanami padi dan dikerjakan secara
konvensional.
Desa Tumiyang memiliki konfigurasi berupa perbukitan dan dataran
dengan ketinggian 400 - 600 meter di atas permukaan laut, sehingga tergolong
dataran sedang dan sebagian perbukitan, sehingga bersuhu sedang, di desa
Tumiyang sebagian tanahnya adalah berupa tegalan, tanah darat dan sawah. Iklim
di Desa Tumiyang memiliki curah hujan rata-rata 2.500 milimeter dengan suhu
antara 24-27˚C.
Desa Tumiyang terdiri atas 3 dusun yaitu dusun I berada digrumbul
Tumiyang Desa, Jurangmangu dan Tumiyang Udik, dusun II (dua) digrumbul
Karangmiri, Dukuh anyar dan Kutiyang, dan dusun III (tiga) meliputi grumbul
Tumiyang Dukuh, Cilongok, Dukuh Mingklik, Kebon Cikal dan Pelumbungan.
Desa Tumiyang terdiri dari 8 RW/33 RT.
Luas wilayah desa Tumiyang adalah 696.665 Hektar dengan batas-batas
desa sebagai berikut:
Sebelah utara : Hutan Lindung Negara
Sebelah Barat : Desa Glempang dan Pasiraman Kecamatan Pekuncen
Sebelah selatan : Desa Candinegara dan Cikembulan Kecamatan Pekuncen
Sebelah Timur : Desa Karangtengah Kecamatan Cilongok.
4.1.2 Gambaran Umum Peternakan Sapi Perah di Pekuncen
Sub sektor pertanian yang cukup berkembang pesat di Kecamatan
Pekuncen adalah sub sektor peternakan dan produk turunannya berada pada
wilayah Desa Tumiyang. Ternak yang dipelihara oleh penduduk di Desa
Tumiyang terdiri dari ternak unggas, ternak kecil, hingga ternak besar. Sektor
peternakan di Desa Tumiyang dapat menjadi pemasok kebutuhan akan protein
hewani. Jenis ternak beserta populasi dapat dilihat di Tabel 2.
Tabel 2. Data Populasi Ternak di Desa Tumiyang
No Ternak Jumlah (Ekor)
1
2
3
4
5
6
Sapi Perah
Kerbau
Kambing
Ayam Negeri
Ayam Kampung
Bebek
366
10
205
9.000
1.465
100
(Sumber: Data Profil Desa Tumiyang, 2017)
Sapi perah merupakan ternak yang sedang dikembangkan di Desa
Tumiyang dengan skala kepemilikan kecil dan sistem pemeliharaaan yang masih
tradisional. Sebagian besar peternak sapi perah tergabung ke dalam Koperasi
Peternak Satria. Terdapat beberapa kelompok salah satunya yaitu Kelompok
Lestari. Merupakan daerah perbukitan dan dataran dengan ketinggian 400-600
mdpl, sehingga tergolong dataran sedang dan sebagian perbukitan, memiliki curah
hujan rata-rata 2.500 milimeter dengan suhu antara 24 – 27˚C. Kondisi tersebut
cocok dan sesuai dengan persyaratan iklim ternak sapi perah Fresian Holstein
adalah dengan suhu udara 15-21˚C dengan ketinggian 700-1000 mdpl dan
kelembaban diatas 55% (Dasuki, 1983).
4.1.3 Gambaran Umum Petugas Inseminator di Pekuncen
Objek dalam penelitian ini adalah petugas inseminator yang bertugas di
Kelompok Lestari dan merupakan karyawan dari Koperasi Peternak Satria di
Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas. Berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan
Kerbau Bunting disebutkan Inseminator adalah petugas yang telah dididik dan
lulus dalam latihan keterampilan khusus untuk melakukan IB (Kementerian
Pertanian, 2016). Berdasarkan hasil penelitian terdapat dua petugas inseminator
yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Petugas Inseminator di Kelompok Lestari, Kecamatan Pekuncen
No Nama Petugas Jabatan Wilayah kerja
1
2
Indarmawan
Kholil
Petugas Inseminator
Petugas Inseminator
Koperasi Peternak Satria
Koperasi Peternak Satria
Jenis pelayanan yang diberikan oleh petugas inseminator pada Kelompok
Lestari, meliputi Penanganan IB, pemeriksaan kebuntingan (PKB) dan, pelayanan
medik ternak. Persyaratan untuk menjadi petugas inseminator adalah: a.)
Pendidikan minimal SMU atau sederajat, b) telah lulus pelatihan IB, c) memenuhi
kualifikasi serta d) memiliki Surat Ijin Melakukan Inseminasi Buatan (SIM) yang
dikeluarkan oleh Dinas yang menangani fungsi peternakan dan kesehatan hewan
provinsi setempat.
Masa berlaku SIM adalah selama 4 (empat) tahun dan dapat diperpanjang
saat masa berlaku habis. Perpanjangan SIM tersebut dapat dilakukan setelah yang
bersangkutan menunjukkan catatan keberhasilan inseminasi buatan 4 tahun
terakhir. Adapun Surat Ijin Melakukan Inseminasi Buatan (SIM) diberikan untuk
petugas inseminasi buatan yaitu SIM-I untuk petugas Inseminator.
4.2 Keadaan Umum Koperasi Peternak Satria
Usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Banyumas berawal dari
penyebaran bibit sapi perah jenis Fresian Holstein (FH), oleh proyek
pengembangan sapi perah bantuan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), melalui
kontrak atau perjanjian di Kabupaten Banyumas tahun 1987. Untuk melindungi
dan mengembangkan usahanya, proyek pengembangan sapi perah Bantuan MEE
membentuk Koperasi Primer, dengan nama Koperasi Sapi Perah Rakyat
Banyumas “SUPRABA” yang disahkan pada tanggal 31 Oktober 1987 dengan
nomor 1096/BH/VI.
Koperasi tersebut semakin berkembang dari tahun ke tahun sehingga
muncul untuk membuka usaha baru yaitu usaha pembesaran pedet betina. Setelah
melalui pembahasan di tingkat pusat, maka Dirjen Peternakan dan Dirjen Bina
Usaha Koperasi pusat Jakarta, menugaskan kepada Koperasi “SUPRABA” untuk
meningkatkan kualitas pedet keturunan sapi perah eks impor untuk mengurangi
impor sapi perah dari luar negeri. Dengan tugas baru mengelola usaha pembesaran
pedet tersebut maka pada RAT tahun 1989 taggal 8 Maret 1990, Koperasi
SUPRABA ditingkatkan statusnya dari primer ke sekunder dengan nama Koperasi
Jasa Usaha bersama KJUB “SUPRABA TT” dengan badan hukum Koperasi
Nomor 11304/BH/VI, tanggal 31 Maret 1990.
Perkembangan selanjutnya sesuai dengan kondisi usaha yang ada maka
pada tanggal 16 November 1996, “KJUB SUPRABA TT” membubarkan diri dan
membentuk Koperasi Primer dengan nama Koperasi Peternak Satria “PESAT”
kabupaten Banyumas dengan badan hukum Nomor:
12999/BH/KWK.11/1/97 tanggal 30 Januari 1997. Koperasi PESAT Merupakan
satu-satunya koperasi yang berbasis agribisnis usaha peternakan sapi perah di
wilayah Kabupaten Banyumas, berfungsi sebagai lembaga ekonomi mempunyai
kegiatan yang berhubungan langsung dengan kepentingan ekonomi para
anggotanya. Tujuan didirikannya Koperasi “PESAT” adalah sebagai wadah usaha
para peternak sapi perah yang ada di wilayah Banyumas, dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan kehidupannya.
Koperasi Peternak Satria terletak di Jalan Raya Karangkemiri kilometer 6,
Desa Karangkemiri, Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas, tepi jalan
dari kota Purwokerto menuju arah Tegal. Koperasi Peternak Satria berdiri di areal
tanah seluas satu hektar terdiri dari bangunan kantor pusat, pabrik pengolahan
susu, laboratorium, ruang rapat, gudang bahan baku, garasi, dan gardu jaga.
Secara keseluruhan jumlah anggota yang tergabung dalam Koperasi Peternak
Satria pada tahun 2016 berjumlah sebanyak 217 orang dan populasi ternak yang
terdapat di Koperasi Peternak Satria berjumlah sebanyak 872 ekor.
Susunan kepengurusan dan pengawasan Koperasi Pesat masa bakti 2016-
2018 sebagai berikut:
Pengurus : 1. Seno (Ketua)
2. Naslam (Sekretaris)
3. Carsiwan (Bendahara)
Pengawas : 1. Soewarto WS (Ketua)
2. Daryanto (Anggota)
3. Khabib (Anggota)
4.3 Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini merupakan peternak sapi perah yang
pernah dan masih menggunakan jasa dari petugas inseminator. Responden yang
dijadikan sampel sebanyak 30 orang dan termasuk dalam anggota Kelompok
Lestari di Kecamatan Pekuncen. Karakteristik responden tersebut dibagi ke dalam
4 karakteristik, yaitu umur, tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non-
formal, dan pengalaman peternak.
4.3.1 Umur Responden
Berdasarkan Badan Pusat Statistik kelompok usia produktif berada pada
rentang usia 15 hingga 64 tahun, sedangkan apabila kurang atau lebih dari usia
tersebut maka tergolong sebagai usia tidak produktif (BPS, 2016). Umur
responden bervariasi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Umur Responden
No Umur Responden Jumlah
Orang %
1
2
3
<15
15-50
>50
0
20
10
0,00
66,67
33,33
Jumlah 30 100,00
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden
sebagian besar termasuk dalam usia yang bervariasi antara 15-50 tahun (66,67%).
Hasil persentase tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar peternak termasuk
dalam golongan usia produktif. Hal ini mengindikasikan bahwa responden yang
tergabung dalam Kelompok Lestari memiliki potensi tenaga kerja yang besar
dalam mengelola usaha peternakannya.
4.3.2 Tingkat Pendidikan Formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang dilaksanakan secara
formal dalam suatu lembaga pendidikan formal. Pendidikan formal bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan penyesuaian diri peternak dalam kehidupan
sehari-hari maupun terhadap kemampuan menangkap perkembangan teknologi
dan informasi-informasi baru tentang peternakan khususnya berkaitan mengenai
IB. Hal tersebut dapat terlihat dari penerimaan peternak terhadap adanya
kemajuan di bidang IB yang dapat memberikan kemudahan dalam penerapan
dalam usaha peternakannya. Tingkat pendidikan formal responden dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Formal
No Pendidikan Formal Jumlah
Orang %
1
2
3
4
SD
SMP
SMA
Sarjana
19
8
2
1
63,33
26,66
6,66
3,33
Jumlah 30 100,00
Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal responden berkisar
antara SD hingga Sarjana, namun sebagian besar responden hanya lulusan
Sekolah Dasar (63,33%), dengan demikian karakteristik pendidikan formal
responden masih tergolong dalam kategori rendah. Kondisi tersebut kurang
menguntungkan karena dapat menjadi penghambat bagi peternak terhadap
penerimaan informasi dan pola berpikir berkaitan dengan IB, karena pendidikan
formal sangat berpengaruh terhadap cara berpikir seseorang. Semakin tinggi
tingkat pendidikan peternak maka tatalaksana pemeliharaan makin baik karena
peternak dapat mengadopsi inovasi dan merubah cara berfikir serta cara
pemecahan masalah lebih matang (Murtiyeni dan Yulistiani, 2005).
Tingkat pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap penilaian
untuk petugas inseminator. Peternak dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
pada umumnya lebih peka terhadap kebutuhan dan kondisi ternaknya, sehingga
semakin tinggi pula produktivitas yang dihasilkan dari ternaknya. Oleh karena itu,
dengan semakin tingginya pendidikan formal peternak maka diharapkan mampu
menekan keterbatasan yang dimiliki dan kinerja usaha peternakan yang dijalankan
semakin berkembang khususnya mengenai IB.
4.3.3 Tingkat Pendidikan Non-Formal
Pendidikan non formal adalah komunikasi yang terarah di luar sekolah
untuk memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai
dengan tingkat usia dan kebutuhan hidup, bertujuan mengembangkan tingkat
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang berguna dalam lingkungan keluarga,
pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya (Soelaiman. dkk, 1981).
Kegiatan pendidikan non formal seperti pelatihan dan penyuluhan yang pernah
diikuti responden dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Non-formal
No Pendidikan Non-Formal Jumlah
Orang %
1
2
Mengikuti
Tidak Mengikuti
18
12
60,00
40,00
Jumlah 30 100,00
Tabel 6 menunjukkan bahwa responden yang mengikuti pendidikan non-
formal pada kategori sedang (60%). Terdapat beberapa peternak yang tidak
mengikuti pelatihan dan penyuluhan, hal itu disebabkan peternak tersebut
merupakan peternak yang baru bergabung dengan koperasi. Pendidikan non-
formal yang diikuti peternak yaitu pelatihan dan penyuluhan dalam bidang
peternakan seperti cara pemberian pakan, pengolahan pakan, cara pemerahan, cara
mendeteksi birahi, penanggulangan penyakit, pembuatan silase dan pembuatan
pupuk kompos. Pelatihan dan penyuluhan tersebut diselenggarakan oleh dinas
peternakan setempat. Kondisi tersebut menyebabkan informasi atau program yang
berkaitan dengan bidang peternakan khususnya mengenai IB dapat tersampaikan
kepada peternak.
4.3.4 Pengalaman Beternak
Semakin lama peternak menekuni dan bergelut di bidang peternakan, maka
semakin terampil. Pengalaman ini di dapatkan dari hasil lapangan selama peternak
memelihara ternak maupun pengalaman secara turun-temurun (Hartono, 1999).
Pengalaman beternak responden bervariasi antara 1-20 tahun dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Pengalaman Beternak
No Pengalaman Beternak (Tahun) Jumlah
Orang %
1
2
3
<5
5-10
>10
2
5
23
6,66
16,66
76,66
Jumlah 30 100,00
Tabel 7 menunjukkan bahwa pengalaman beternak sebagian besar
responden cukup lama yakni lebih dari 10 tahun (76,66%). Peternak dengan
pengalaman beternak cukup lama diindikasikan memiliki kemampuan yang lebih
baik, kemampuan tersebut berupa pengetahuan dan keterampilan dalam tata
laksana pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Margono dan Asngari
(1969) Menyebutkan bahwa peternak yang pengalaman beternaknya cukup lama
akan lebih mudah diberi pengertian. Hasil penelitian di lapangan tidak ditemukan
pengaruh seperti yang diharapkan, hal ini disebabkan peternak mengikuti
kebiasaan-kebiasaan lama secara turun-temurun.
4.4 Kinerja Petugas Inseminator
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam startegic planning suatu organisasi
(Mahsun, 2006). Kinerja petugas inseminator merupakan bagian penting pada
usaha peternakan sapi perah karena melalui pelayanan yang diberikan dapat
menentukan keberhasilan kebuntingan khususnya berkaitan dengan IB. Terdapat
beberapa aspek pelayanan kepada peternak, yaitu: 1) Kualitas, 2) Kuantitas, 3)
Pelaksanaan tugas, 4) Tanggung jawab. Tingkat kinerja petugas inseminator dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Kinerja Petugas Inseminator
No Sub Variabel Kategori
Tinggi Sedang Rendah
1
2
3
4
Kualitas
Kuantitas
Pelaksanaan Tugas
Tanggung Jawab
Tingkat Kinerja
…%...
40,00
26,67
26,67
53,33
46,67
…%...
60,00
70,00
73,33
46,67
53,33
…%...
0,00
3,33
0,00
0,00
0,00
Tabel 8 menunjukkan bahwa penilaian terhadap petugas inseminator yang
bertugas di Kelompok Lestari secara umum menurut sebagian besar responden
dalam penelitian ini menyatakan kinerja dari petugas inseminator pada kategori
sedang (53,33%) yang dilihat dari beberapa sub variabel seperti kualitas,
kuantitas, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab (lampiran 3). Responden menilai
petugas inseminator di Kelompok Lestari dapat mengatasi permasalahan
khususnya yang berkaitan dengan IB dalam hal penanganan ternak saat
melakukan IB maupun keberhasilan melakukan IB dari ternak tersebut yang
menunjukkan bahwa kualitas, kuantitas, pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
dari petugas inseminator sudah sesuai harapan dari peternak. Hal tersebut sesuai
dengan pernyataan Luthans (2005) Kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu
yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan
pekerjaan.
4.4.1 Kualitas Kerja
Kualitas kerja merupakan hal penting dari suatu kinerja seseorang karena
dapat menunjukkan ketelitian, kerapian dan keterkaitan hasil kerja dengan tidak
mengabaikan kapasitas pekerjaan. Tingkat kualitas kerja petugas inseminator pada
penelitian ini ditinjau dari berbagai indikator yaitu, ketepatan pemeriksaan awal
diagnosa birahi akseptor, ketepatan waktu dalam pelaksanaan IB, serta sarana dan
prasarana yang dimiliki petugas inseminator. Tingkat kualitas kerja petugas
inseminator dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Tingkat Kualitas Kerja Petugas Inseminator
No Indikator Kategori
Tinggi Sedang Rendah
1
2
3
Ketepatan pemeriksaan awal
Ketepatan waktu IB
Sarana dan Prasarana
Kualitas Kerja
…%...
63,33
80,00
23,33
60,00
…%...
36,67
20,00
76,67
40,00
…%...
0,00
0,00
0,00
0,00
Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai tingkat
kualitas kerja dari petugas inseminator termasuk pada kategori tinggi (60,00%)
dilihat dari beberapa indikator (Lampiran 4). Petugas inseminator telah
melaksanakan IB sesuai dengan kebutuhan peternak dan dalam waktu yang tepat
sehingga berpengaruh terhadap tingkat kualitas kerja, hal itu dapat dilihat dari
indikator ketepatan pemeriksaan awal akseptor pada kategori tinggi (63,33%) dan
waktu dalam pelaksanaan IB pada kategori tinggi (80,00%). Selain itu sarana dan
prasarana seperti inseminator gun dan semen beku yang dimiliki petugas pun
sudah cukup lengkap dan memadai sehingga menunjang pekerjaan yang dilakukan
oleh petugas inseminator.
Kondisi tersebut menandakan bahwa kualitas kerja dari petugas
inseminator sudah memenuhi harapan peternak. Tingkat kualitas kerja yang tinggi
akan mempengaruhi kinerja dalam penanganan IB dan memberikan dampak
positif bagi kemajuan usaha peternakan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Bernardine & Russell (1998) menyatakan bahwa tingkat kualitas adalah proses
melaksanakan kegiatan dengan cara yang ideal dan sesuai atau menyelesaikan
sesuatu dengan tujuan yang ditetapkan.
4.4.2 Kuantitas Kerja
Kuantitas kerja menunjukkan banyaknya jumlah pekerjaan yang dilakukan
dalam suatu waktu sehingga efisiensi dan efektivitas dapat terlaksana sesuai
tujuan. Tingkat kuantitas kerja petugas inseminator dalam penelitian ini ditinjau
dari dua indikator yaitu, respon terhadap laporan peternak dan frekuensi
penggunaan jasa oleh peternak. Tingkat kuantitas kerja dapat dilihat pada Tabel
10.
Tabel 10. Tingkat Kuantitas Kerja Petugas Inseminator
No Indikator Kategori
Tinggi Sedang Rendah
1
2
Respon Terhadap Laporan
Frekuensi Penggunaan Jasa
Kuantitas Kerja
…%...
10,00
23,33
26,67
…%...
86,67
76,67
70,00
…%...
3,33
0,00
3,33
Tabel 10 menunjukkan bahwa kuantitas kerja dari petugas inseminator
pada kategori sedang (70,00%) dilihat dari dua indikator (Lampiran 5). Penilaian
responden terhadap laporan peternak sebagian besar responden menyatakan dalam
kategori sedang (86,67%) disebabkan peternak tidak merasa kesulitan untuk
menghubungi petugas inseminator. Penilaian responden terhadap frekuensi
penggunaan jasa petugas inseminator dalam satu bulan sebagian besar responden
menyatakan dalam kategori sedang (76,67) hal tersebut dikarenakan peternak
hanya menggunakan jasa dari petugas inseminator sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan dari ternak mereka saja seperti penanganan IB dan pemeriksaan
kebuntingan.
Sebagian besar responden yang menilai kuantitas kerja dari petugas
inseminator relatif sedang disebabkan oleh keadaan peternakan yang cukup baik
dan ternak jarang mengalami kegagalan IB, selain itu masih banyak peternak yang
memiliki populasi ternak kecil atau sedikit sehingga petugas inseminator di
Kelompok Lestari memiliki tingkat kuantitas kerja yang sedang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bernardine dan Russell (1998) Kuantitas merupakan besaran
yang dihasilkan, dalam bentuk nilai uang (biaya), sejumlah unit atau sejumlah
kegiatan yang diselesaikan.
4.4.3 Pelaksanaan Tugas
Pelaksanaan tugas meliputi pemahaman tugas, kemampuan bekerja sama,
pengalaman, efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan sumber daya, keahlian
dalam menjalankan tugas, inisiatif serta kepedulian terhadap tugas. Pelaksanaan
tugas oleh petugas inseminator di Kelompok Lestari ditinjau dari beberapa
indikator yaitu, keberhasilan petugas inseminator dalam melakukan IB,
pemahaman wewenang tugas dalam melaksanakan IB, dan keahlian inseminator
dalam melaksanakan IB. tingkat pelaksanaan tugas dari petugas inseminator dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Tingkat Pelaksanaan Tugas Petugas Inseminator
No Indikator Kategori
Tinggi Sedang Rendah
1
2
3
Keberhasilan IB
Pemahaman Wewenang
Keahlian Inseminator
Pelaksanaan Tugas
…%...
56,67
10
56,67
26,67
…%...
43,33
46,67
43,33
73,33
…%...
0,00
43,33
0,00
0,00
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan
tingkat pelaksanaan tugas inseminator pada kategori sedang (73,33%) dilihat dari
beberapa indikator (Lampiran 6). Penilaian mengenai keberhasilan petugas
inseminator dalam melakukan IB sebagian besar responden menyatakan pada
kategori sedang (43,33%) hal ini menunjukkan bahwa petugas sudah memenuhi
harapan dari peternak dalam memberikan pelayanan IB. Penilaian mengenai
pemahaman wewenang tugas petugas inseminator dalam melaksanakan IB
sebagian besar responden menyatakan pada kategori sedang (46,67%) hal ini
terlihat dari cara petugas melakukan tindakan yang dilakukan sudah sesuai
prosedur dan melakukan penanganan IB secara baik dan benar. Penilaian
mengenai keahlian petugas inseminator dalam melaksanakan IB responden
menyatakan pada kategori sedang (43,33%) karena peternak menilai petugas
inseminator memiliki keterampilan dan keahlian yang mumpuni dalam melakukan
penanganan IB pada ternaknya.
Kondisi diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas inseminator dalam
memberikan pelayanan sudah cukup mumpuni dan memenuhi harapan dari
peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2009) Untuk mencapai
tujuan kinerja karyawan maka dapat dinilai dari tiga hal, meliputi: penilaian harus
mempunyai hubungan dengan pekerjaan, adanya standar pelaksanaan kerja, dan
praktis (mudah dipahami atau dimengerti oleh karyawan).
4.4.4 Tanggung Jawab
Tanggung jawab menunjukan seberapa besar pekerja dalam menerima dan
melaksanakan pekerjaannya, mempertanggung jawabkan hasil kerja dan perilaku
kerjanya setiap hari. Tanggung jawab kerja dari petugas inseminator di Kelompok
Lestari ditinjau dari dua indikator yaitu, melakukan pengawasan selama masa IB
dan Persediaan semen beku. Tingkat tanggung jawab dari petugas dapat dilihat
pada Tabel 12.
Tabel 12. Tingkat Tanggung Jawab Petugas Inseminator
No Indikator Kategori
Tinggi Sedang Rendah
1
2
Pengawasan selama IB
Persediaan semen beku
Tanggung Jawab
…%...
43,33
23,33
53,33
…%...
66,67
76,67
46,67
…%...
0,00
0,00
0,00
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan
tingkat tanggung jawab dari petugas inseminator termasuk pada kategori tinggi
(53,33%) dilihat dari beberapa indikator (Lampiran 7). Penilaian mengenai
petugas inseminator melakukan pengawasan selama masa IB sebagian responden
menyatakan pada kategori tinggi (43,33%) hal ini dikarenakan peternak menilai
petugas inseminator menunjukkan tanggung jawabnya dengan melakukan
pengawasan berupa pencatatan terhadap ternak yang ditangani sehingga
menunjukkan perkembangan positif. Penilaian mengenai persediaan semen beku
sebagian besar peternak menyatakan pada kategori tinggi (23,33%) disebabkan
petugas tidak selalu memberikan informasi terhadap code bath semen beku yang
digunakan namun ketersediaan semen beku yang diperlukan saat melakukan IB
selalu tersedia sehingga memberikan dampak positif terhadap keberlangsungan
usaha peternakan.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa petugas inseminator dinilai mampu
dalam menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya sehingga memberikan dampak
positif bagi keberlangsungan usaha peternakan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sastrohadiwiryo (2002) Tanggug jawab adalah kesanggupan seorang tenaga kerja
dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan
sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani mengambil resiko atas keputusan
yang telah diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.
4.5 Kepercayaan Peternak
Kepercayaan menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang
timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, jadi kepercayaan juga berkaitan
dengan teori modal sosial. Trust merupakan sikap saling mempercayai di
masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi
pada peningkatan modal sosial (Fukuyama, 2001). Kepercayaan antara peternak
terhadap petugas inseminator terbangun selama peternak menggunakan jasa dari
petugas inseminator. Hasil penelitian Meliana dan Setiawan (2013) menyatakan
bahwa kunci untuk membangun kepercayaan konsumen yaitu dengan pendekatan.
Kedekatan ini memiliki 3 titik tolak yaitu kedekatan fisik, kedekatan intelektual
dan kedekatan emosional. Tingkat kepercayaan peternak terhadap petugas
inseminator dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Tingkat Kepercayaan Peternak terhadap Petugas Inseminator
No Sub Variabel Kategori
Tinggi Sedang Rendah
1
2
3
Kedekatan Fisik
Kedekatan Intelektual
Kedekatan Emosional
Tingkat Kepercayaan Peternak
…%...
83,33
30,00
83,33
26,67
…%...
16,67
70,00
16,67
73,33
…%...
0,00
0,00
0,00
0,00
Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai tingkat
kepercayaan terhadap petugas inseminator pada kategori sedang (73,33%) dilihat
dari masing-masing sub variabel (Lampiran 8). Penilaian responden terhadap
kedekatan fisik sebagian besar responden menyatakan pada kategori sedang
(16,67%) dilihat dari tindakan dan cara petugas membangun komunikasi dengan
peternak dengan melakukan konsultasi maupun bimbingan secara langsung
kepada peternak berkaitan dengan IB. Penilaian kedekatan intelektual terhadap
petugas inseminator sebagian besar responden menyatakan pada kategori sedang
(70,00%) hal tersebut dilihat dari kepuasan dari peternak atas hasil kerja petugas
inseminator dan juga timbal balik dari peternak kepada petugas inseminator cukup
baik. Pada penilaian mengenai kedekatan emosional terhadap petugas inseminator
sebagian besar responden menyatakan pada kategori sedang (16,67%) peternak
mempercayai petugas inseminator dalam penanganan ternaknya dan menunjukkan
sikap saling menghargai antar keduanya.
Kepercayaan peternak merupakan keyakinan yang dimiliki dalam sebuah
hubungan antara peternak terhadap petugas inseminator sehingga kepuasan dapat
terwujud sesuai harapan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Robbins (2006)
Menyebutkan bahwa kepercayaan adalah ekspresi atau pengharapan positif
kepada orang lain tanpa melalui kata-kata.
4.5.1 Kedekatan Fisik
Kedekatan fisik memperlihatkan kedekatan peternak dengan petugas
inseminator sehingga petugas inseminator mampu membangun komunikasi
dengan peternak. Kedekatan fisik antara peternak dengan petugas inseminator
ditinjau dari dua indikator yaitu, tindakan dari peternak dan cara petugas
membangun komunikasi. Tingkat kedekatan fisik antara peternak dengan petugas
inseminator dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Tingkat Kedekatan Fisik dengan Petugas Inseminator
No Indikator Kategori
Tinggi Sedang Rendah
1
2
Tindakan dari Peternak
Cara Petugas Membangun Komunikasi
Kedekatan Fisik
…%...
80,00
16,67
83,33
…%...
20,00
83,33
16,67
…%...
0,00
0,00
0,00
Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkat kedekatan fisik antara peternak
dengan petugas inseminator termasuk pada kategori tinggi (83,33%) dilihat dari
dua indikator (Lampiran 9). Penilaian mengenai tindakan dari peternak terhadap
petugas inseminator sebagian besar responden menyatakan pada kategori tinggi
(80,00%) hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan jasa petugas inseminator oleh
peternak berupa penanganan IB dan konsultasi mengenai IB memiliki respon yang
positif kepada peternak sehingga pelayanan petugas inseminator dapat dinyatakan
baik. Penilaian cara petugas membangun komunikasi pada kategori tinggi
(16,67%) hal tersebut disebabkan oleh peternak mengakui bahwa petugas
inseminator berupaya memberikan pengetahuan dan pemahaman secara langsung
maupun tidak untuk menambah pengetahuan peternak berkaitan dengan IB seperti
cara mendeteksi birahi pada sapi perah, waktu yang tepat dalam melakukan IB,
dan peralatan yang digunakan saat melakukan IB.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kedekatan fisik antara peternak
dengan petugas inseminator telah terjalin dengan baik. Hal tersebut dapat
berdampak positif terhadap peternak karena peternak tidak mengalami kesulitan
dalam memahami informasi dari petugas inseminator dan mampu melaksanakan
anjuran dari petugas inseminator dengan baik sehingga pelayanan berjalan sesuai
harapan. Kondisi fisik merupakan salah satu hal penting dalam suatu hubungan
timbal balik karena dapat membangun kepercayaan dan mengetahui tingkat
kepercayaan yang diberikan kepada petugas inseminator dalam hal ini adalah
pelayanan terhadap penanganan IB. Hal ini sesuai dengan pendapat Duffy (2005)
hal lain yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menjalin hubungan dengan
orang lain adalah kedekatan secara fisik, kesamaan minat, karakter dan nilai-nilai.
4.5.2 Kedekatan Intelektual
Kedekatan intelektual juga perlu diterapkan supaya kepercayaan tidak
hanya pada permukaan saja tetapi semakin mendalam ke pikiran. Kedekatan
intelektual antara peternak dengan petugas inseminator ditinjau dari dua indikator
yaitu kepuasan dari peternak dan timbal balik dari peternak. Tingkat kedekatan
intelektual antara peternak dengan petugas inseminator dapat dilihat pada Tabel
15.
Tabel 15. Tingkat Kedekatan Intelektual dengan Petugas Inseminator
No Indikator Kategori
Tinggi Sedang Rendah
1
2
Kepuasan dari Peternak
Timbal Balik dari Peternak
Kedekatan Intelektual
…%...
20,00
16,67
30,00
…%...
80,00
83,33
70,00
…%...
0,00
0,00
0,00
Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkat kedekatan intelektual antara
peternak dengan petugas inseminator pada kategori sedang (70,00%) dilihat dari
dua indikator (Lampiran 10). Penilaian mengenai kepuasan peternak terhadap
pelayanan petugas inseminator sebagian responden menyatakan pada kategori
sedang (80,00%) hal tersebut terlihat dari peternak yang merasa puas karena
ternaknya menunjukkan hasil yang positif (bunting) setelah mendapatkan
penganan dari petugas inseminator dan peternak tidak merasa keberatan
memberikan timbal balik yang sesuai kepada petugas inseminator terhadap
pelayanan yang telah diberikan berupa memberikan uang tambahan kepada
petugas inseminator, hal itu dapat dilihat dari penilaian timbal balik peternak
kepada petugas inseminator termasuk pada kategori sedang (83,33%).
Kondisi di atas menunjukkan bahwa kedekatan intelektual antara peternak
dengan petugas inseminator termasuk dalam kategori sedang atau dapat dikatakan
cukup baik. Kedekatan intelektual merupakan salah satu indikator penting dalam
suatu hubungan timbal balik karena dapat membangun kepercayaan dan
mengetahui seberapa besar kepercayaan yang diberikan peternak terhadap petugas
inseminator. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Meliana dan Setiawan (2013)
Kedekatan fisik saja ternyata belum lengkap dalam membangun kepercayaan
konsumen. Kedekatan intelektual perlu diterapkan juga agar kepercayaan tidak
hanya pada permukaan saja, tapi juga bisa meraih ke pikiran.
4.5.3 Kedekatan Emosional
Kedekatan emosional sangat penting untuk dipertahankan selain dari
kedekatan fisik dan intelektual karena kedekatan emosional yang membuka kunci
kepercayaan. Kedekatan emosional meliputi rasa saling percaya dan ketulusan
untuk saling menghargai. Kedekatan emosional membuka kunci kepercayaan.
Kedekatan emosional antara peternak dengan petugas inseminator ditinjau dari
dua indikator yaitu, rasa saling percaya dan ketulusan untuk saling menghargai.
Tingkat kedekatan emosional antara peternak dengan petugas dapat dilihat pada
Tabel 16.
Tabel 16. Tingkat Kedekatan Emosional dengan Petugas Inseminator
No Indikator Kategori
Tinggi Sedang Rendah
1
2
Rasa saling percaya
Ketulusan saling menghargai
Kedekatan Emosional
…%...
66,67
40,00
83,33
…%...
33,33
60,00
16,67
…%...
0,00
0,00
0,00
Tabel 16 menunjukkan bahwa tingkat kedekatan emosional yang terjalin
antara peternak dengan petugas inseminator termasuk pada kategori tinggi
(83,33%) dilihat dari dua indikator (Lampiran 11). Penilaian mengenai rasa saling
percaya antara peternak dengan petugas inseminator sebagian responden
menyatakan pada kategori tinggi (66,67%) hal tersebut menunjukkan bahwa
peternak merasa nyaman menyerahkan penanganan ternaknya kepada petugas
inseminator dan petugas selalu bersikap ramah dalam memberikan pelayanan IB
kepada peternak. Penilaian mengenai ketulusan untuk saling menghargai antara
peternak dengan petugas inseminator sebagian besar responden menyatakan pada
kategori tinggi (40,00%) hal tersebut disebabkan petugas melakukan tugasnya
secara professional dan tanggap terhadap permintaan dari peternak dan peternak
pun jarang menyampaikan keluhan kepada petugas inseminator jika ada
ketidakpuasan, apabila ada keluhan pun peternak menyampaikannya secara sopan.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Jhonson (2004) Kedekatan emosional
diartikan sebagai apresiasi individu dan keinginan berhubungan dengan siapa saja
yang menurut mereka dekat dan tertarik secara emosional.
4.6 Hubungan antara Kinerja Petugas Inseminator dengan Tingkat
Kepercayaan Peternak
Berdasarkan hasil rekapitulasi dari pembahasan mengenai kinerja petugas
inseminator dan tingkat kepercayaan peternak maka dapat disebutkan sebagai
berikut, Kinerja petugas inseminator merupakan bagian penting pada usaha
peternakan sapi perah karena melalui pelayanan yang diberikan dapat menentukan
keberhasilan kebuntingan khususnya berkaitan dengan IB. Terdapat beberapa
aspek pelayanan kepada peternak, yaitu: 1) Kualitas, 2) Kuantitas, 3) Pelaksanaan
tugas, 4) Tanggung jawab. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian
terhadap petugas inseminator yang bertugas di Kelompok Lestari secara umum
menurut sebagian besar responden dalam penelitian ini menyatakan kinerja dari
petugas inseminator pada kategori sedang (53,33%). Hal ini menunjukkan kinerja
petugas inseminator dapat dikatakan cukup.
Kualitas kerja, menunjukkan ketelitian, kerapian dan keterkaitan hasil
kerja dengan tidak mengabaikan kapasitas pekerjaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar responden menilai tingkat kualitas kerja dari
petugas inseminator termasuk pada kategori tinggi (60,00%) hal ini menandakan
bahwa kualitas kerja dari petugas inseminator sudah memenuhi harapan peternak.
Kuantitas kerja menunjukkan banyaknya jumlah pekerjaan yang dilakukan dalam
suatu waktu sehingga efisiensi dan efektivitas dapat terlaksana sesuai tujuan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kuantitas kerja petugas inseminator pada kategori
sedang (70,00%) hal ini disebabkan oleh keadaan peternakan yang cukup baik dan
ternak jarang mengalami kegagalan IB, selain itu masih banyak peternak yang
memiliki populasi ternak kecil atau sedikit.
Pelaksanaan tugas meliputi pemahaman tugas, kemampuan bekerja sama,
pengalaman, efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan sumber daya, keahlian
dalam menjalankan tugas, inisiatif serta kepedulian terhadap tugas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan tingkat
pelaksanaan tugas inseminator pada kategori sedang (73,33%) hal ini
menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas inseminator dalam memberikan pelayanan
sudah cukup mumpuni dan memenuhi harapan dari peternak. Tanggung Jawab
menunjukan seberapa besar pekerja dalam menerima dan melaksanakan
pekerjaannya, mempertanggung jawabkan hasil kerja dan perilaku kerjanya setiap
hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan
tingkat tanggung jawab dari petugas inseminator termasuk pada kategori tinggi
(53,33%) hal ini menunjukkan bahwa petugas inseminator dinilai mampu dalam
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya sehingga memberikan dampak positif
bagi keberlangsungan usaha peternakan.
Kepercayaan menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang
timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, jadi kepercayaan juga berkaitan
dengan teori modal sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden menilai tingkat kepercayaan terhadap petugas inseminator pada
kategori sedang (73,33%) hal ini disebabkan peternak mempercayai petugas
inseminator dalam penanganan ternaknya dan menunjukkan sikap saling
menghargai antar keduanya. Kedekatan fisik memperlihatkan kedekatan peternak
dengan petugas inseminator sehingga petugas inseminator mampu membangun
komunikasi dengan peternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
kedekatan fisik antara peternak dengan petugas inseminator termasuk pada
kategori tinggi (83,33%) hal ini menunjukkan bahwa kedekatan fisik antara
peternak dengan petugas inseminator telah terjalin dengan baik. Hal tersebut dapat
berdampak positif terhadap peternak.
Kedekatan Intelektual, perlu diterapkan supaya kepercayaan tidak hanya
pada permukaan saja tetapi semakin mendalam ke pikiran. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat kedekatan intelektual antara peternak dengan petugas
inseminator pada kategori sedang (70,00%) hal tersebut terlihat dari peternak yang
merasa puas karena ternaknya menunjukkan hasil yang positif (bunting) setelah
mendapatkan penganan dari petugas inseminator dan peternak tidak merasa
keberatan memberikan timbal balik yang sesuai kepada petugas inseminator
terhadap pelayanan yang telah diberikan berupa memberikan uang tambahan
kepada petugas inseminator. Kedekatan emosional sangat penting untuk
dipertahankan selain dari kedekatan fisik dan intelektual karena kedekatan
emosional yang membuka kunci kepercayaan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tingkat kedekatan emosional yang terjalin antara peternak dengan petugas
inseminator termasuk pada kategori tinggi (83,33%) hal tersebut menunjukkan
bahwa peternak merasa nyaman menyerahkan penanganan ternaknya kepada
petugas inseminator dan petugas selalu bersikap ramah dalam memberikan
pelayanan IB kepada peternak.
Berdasarkan hasil dari perhitungan korelasi Rank Spearman (rs)
menggunakan aplikasi SPSS diperoleh nilai Present value (Pv) 0,012 pada tingkat
signifikansi 0,05. Jika nilai Pv < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara kinerja petugas inseminator dengan tingkat kepercayaan peternak
Kelompok Lestari. Nilai koefisien korelasi (rs) hubungan antara kinerja petugas
inseminator dengan tingkat kepercayaan peternak sapi perah di Kelompok Lestari
adalah sebesar 0,410 (Lampiran 12). Berpedoman pada aturan Guilford maka nilai
korelasi tersebut menandakan bahwa hubungan antara kinerja petugas inseminator
dengan tingkat kepercayaan peternak adalah searah (positif) dan, termasuk dalam
kategori tingkat hubungan sedang.
Secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan
antara kinerja petugas inseminator dengan tingkat kepercayaan peternak dalam
kategori tingkat hubungan sedang atau cukup kuat sehingga dapat dikatakan baik
atau tidaknya kinerja dari petugas inseminator akan mempengaruhi tingkat
kepercayaan peternak terhadap kinerja petugas inseminator.