Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A) Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh berupa deskripsi tema dan fakta cerita
(karakter, alur, penokohan, latar dan sudut) dalam cerpen “Bu Guru Cantik”
karya Hasta Indriyana. Dalam penelitian ini, akan mengkaji tiga cerpen yang
berjudul “Bu Guru Cantik”, “Catatan Harian Nyonya Evi, dan “Honor Cerita
Pendek”. Hasil penelitian tiap-tiap butir temuan data penelitian ditampilkan
dalam bentk tabel sebagai berikut.
1. Temuan Unsur Pembangun Cerpen
a) Cerpen “Bu Guru Cantik”
Cerita pendek yang berjudul “Bu Guru Cantik” menceritakan kisah
seorang guru yang mengajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam
cerita ini membahas realita kehidupan bebas seoarang anak SMP yang
mengalami permasalahan pribadi yang sangat rumit, yaitu murid yang hamil
diluar nikah. Permasalahan ini menjadi perhatian tersendiri bagi Bu Guru
Cantik, karena murid yang mengalami permasalah tersebut adalah murid
yang pintar dan anak dari keluarga berkecukupan (mapan). Adapun tema dan
fakta cerita yang terdapat dalam cerpen yang berjudul “Bu Guru Cantik”
ditunjukan pada Tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Unsur Pembangun Cerpen “Bu Guru Cantik”
No Unsur
Pembangun Penyajian data/Temuan Hal
1. Tema Tema cerita pergaulan bebas remaja.
25
2. Alur Cerita/Plot Dalam cerita ini, alur cerita terdiri dari
tiga tahap, yaitu sebagai berikut:
26
1. Tahap awal : mencerita suasana
Bu Guru Cantik mengajar di
dalam kelas.
2. Tahap tengah :
Drupadi meminta waktu
pada Bu guru Cantik untuk
menceritakan permasalahan
yang dihadapinya.
Drupadi menceritakan
bahwa dia sedang hamil
karena hubungannya
dengan pacara
Bu Guru Cantik berjanji
menyelesaikan permasalah
Drupadi
3. Tahap akhir
Bu guru cantik meminta
izin untuk tidak hadir dalam
satu hari di sekolah
Bu Guru cantik menemui
orang tua Sandewa.
39-40
42
44
45
56
47
3. Penokohan 1. Bu Guru Cantik memiliki
karakter baik, menyenankan,
perhatian, dan suka menolong
2. Drupadi memiliki karakter
pintar, manja dan simpati.
42, 45
40, 42
4. Latar/ Setting 1. Latat tempat
a) Sekolah
b) Kos Bu Guru Cantik
2. Latar Waktu
40
42
27
a) Siang hari disekolah
b) Sore Hari di Kosan Bu Gur
Cantik
c) Malam hari
3. Latar Situasi
a) Senang
b) Sedih
c) Mengecewakan
41
43
44
41
42
43
5. Sudut Pandang Pengarang menggunakan sudut
pandang persona pertama (Indriyana, )
tokoh Bu Guru Cantik berperan
sebagai tokoh utama yang menjadi
pelaku cerita. Karena pelaku juga
adalah pengisah, maka akhirnya
pengisah juga merupakan penutur
serba tahu tentang apa yang ada dalam
benak pelaku utama maupun sejumlah
pelaku lainnya, baik secara fisikal
maupun psikologis
42-48
b) Cerpen “Catatan Harian Nyonya Evi”
Cerita kedua yang dibahas dalam penelitian ini cerpen yang berjudul
“Catatan Harian Nyonya Evi”. Cerita ini merupakan bagian cerpen yang
terdapat dalam buku kumpulan cerpen “Bu Guru Cantik” karya Hasta
Indriyani. Cerita “Catatan Harian Nyonya Evi” menjelaskan perasaan cinta
seorang penulis terhadap tetangganya yang seorang janda muda, bu Guru Evi.
Bu Guru Evi merupakan seorang guru honorrer yang mengajar di desa Jawa
28
Tengah. Bu Guru Evi menjadi janda karena suaminya yang merupakan TNI
yang gugur ketika bekerja di Aceh.
Permasalahan yang diangkat dalam cerpen ini adalah perasaan cinta
seorang pria terhadap wanita yang suaminya telah meninggal dunia. Hal ini
mungkin dikarenakan si pria menghargai wanita yang sudah kehilangan
suami yang dicintainya. Adapun tema dan fakta cerita yang terdapat dalam
cerpen yang berjudul “Catatan Harian Nyonya Evi” ditunjukan pada Tabel
4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Unsur Pembangun Cerpen “Catatan Harian Nyonya Evi”
No Unsur
Pembangun Penyajian data/Temuan Hal
1. Tema Tema cerita perasaan cinta seorang pria
terhadap wanita yang suaminya telah
meninggal dunia.
107
2. Alur
Cerita/Plot
Dalam cerita ini, alur cerita terdiri dari tiga
tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap awal : Bu Guru Evi dan
tetanggannya Sueb yang
merupakan penulis lepas surat
kabar.
2. Tahap tengah :
Bu Guru Evi membaca tulisan
Sueb yang berupa cerita pendek
yang berjudul “Catatan Harian
Nyonya Evi”
Bu Guru evi merasa Sueb
menyukainya.
Bu Guru Evi teringat akan
101-
103
104
106
107
29
almarhum suaminya yang telah
meninggal dunia.
3. Tahap akhir
Bu guru Evi menjalani
kehidupan seperti biasa
meskipun dia mengetahui Sueb
menyukainya.
108
3. Penokohan 1. Bu Guru Evi memiliki karakter
pemalu, dan setia pada almarhum
suaminya
2. Sueb memiliki karakter ramah,
kurang sopan, pintar.
102,
107
102,
103
4. Latar/ Setting 1. Latat tempat
a) Rumah Sueb
b) Kontrakan Bu Guru Evi
c) Sekolah Bu Guru Evi
2. Latar Waktu
a) Pagi hari disekolah
b) Pagi hari di depan rumah Sueb
c) Sore hari di rumah Sueb
3. Latar Situasi
a) Senang
b) Sedih
102
103
104
104
102
102
102
104
5. Sudut Pandang Dalam cerpen ini menggunakan tokoh
utama sebagai tokoh sampingan. Dalam
sudut pandang ini, tokoh utama (bu guru
Evi) muncul bukan sebagai tokoh utama,
melainkan sebagai tokoh tambahan atau
first pesonal peripheral. Tokoh utama (bu
42-48
30
guru Evi) hadir untuk membawakan cerita
kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita
yang dikisahkan itu kemudian dibiarkan
untuk mengisahkan sendiri berbagai
pengalamannya. Tokoh cerita yang
dibiarkan berkisah sendiri itulah yang
kemudian menjadi tokoh utama, sebab
dialah yang lebih banyak tampil,
membawakan berbagai peristiwa,
tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-
tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama
habis, si utama (bu guru Evi) tambahan
tampil kembali, dan dialah kini yang
berkisah
c) Cerpen “Honor Cerita Pendek”
Cerpen ketiga yang akan dibahas adalah cerpen yang berjudul
“Honor Cerita pendek”. Dalam kisahnya, diceritakan pengalaman hidup
Wisanggeni yang merupakan guru honorer dan bekerja sebagai penulis
lepas surat kabar. Pada suatu hari Wisenggani mendapatkan undangan
pernikahan dari sahabatnya di Jakarta. Masalah muncul ketika
Wisanggeni tidak memiliki cukup uang untuk kesana, sementara gaji
honorer dan fee dari kerja sebagai penulis belum diterima. Pada cerita
digambarkan Wisanggeni yang tinggal di Yogyakarta berusaha
menghubungi pihak Koran Nasional, untuk mengetahui honor yang belum
diterimanya selama tiga bulan. Namun, selama proses komfirmasi honor
ke pihak Koran Nasional, Wisanggeni mendapat pelayanan yang tidak
menyenangkan. Pada akhir cerita Wisanggeni menjadi emosi dan
memarahi pihak Koran Nasional tentang birokrasi perusahaan yang rumit
dan tidak jelas.
31
Permasalahan yang diangkat dalam cerita ini adalah masalah
birokrasi yang begitu rumit dalam memberikan layanan kepada
masyarakat. Adapun tema dan fakta cerita yang terdapat dalam cerpen
yang berjudul “Honor Cerita Pendek” ditunjukan pada Tabel 4.3 dibawah
ini.
Tabel 4.3 Unsur Pembangun Cerpen “Honor Cerita Pendek”
No Unsur
Pembangun Penyajian data/Temuan Hal
1. Tema Tema cerita tentang administrasi yang
berbelit-belit dan mempersulit masyarakat.
44
2. Alur
Cerita/Plot
Dalam cerita ini, alur cerita terdiri dari tiga
tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap awal : menceritakan
Wisanggeni menghubungi pihak
Koran Nasional untuk mendapatkan
kejelasan pembayaran honornya
2. Tahap tengah :
Wisanggeni mendapatkan
nomor bagian Keuangan Koran
Nasional
Wisanggeni merasa kecewa
karena merasa dipermainkan
oleh pihak Koran Nasional
mengenai kejelasan Honornya.
3. Tahap akhir
Wisanggeni melakukan protes
atas pelayanan yang diberikan.
17-21
22-23
25
26
3. Penokohan 1. Wisanggeni memiliki karakter
pemalu, sabar, pintar
18, 22,
26
24
32
2. Bapak Herjuna memiliki karakter
teliti
4. Latar/ Setting 1. Latat tempat
a) Wartel
b) Rumah Kontrakan Wisanggeni
c) Kantor Koran Nasional
2. Latar Waktu
a) Pagi Hari
b) Siang
3. Latar Situasi
a) Senang
b) Binggung
c) Jengkel
d) Mengecewakan
e) Marah
17 26 24
24
21
18
22 24 25
26
5. Sudut
Pandang
Sudut pandang yang digunakan adalah
Orang pertama yang menjadi pelaku.
Dalam sudut pandang teknik ini, tokoh
utama mengisahkan berbagai peristiwa dan
tingkah laku yang dialaminya, baik yang
bersifat batiniah, dalam diri sendiri,
maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu
yang di luar dirinya. Tokoh utama menjadi
fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala
sesuatu yang di luar diri tokoh utama,
peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan
hanya jika berhubungan dengan dirinya, di
samping memiliki kebebasan untuk
memilih masalah-masalah yang akan
diceritakan.
42-48
33
2) Temuan Unsur Stilistika yang digunakan.
Kajian stilistika terhadap cerpen “Bu Guru Cantik” Karya Hasta Indriyana
berkaitan dengan unsur diksi, gaya kalimat, gaya wacana, dan citraan. Adapun hasil
pembahasan setiap unsuk stilistika dari tiga cerpen “Bu Guru Cantik” adalah sebagai
berikut.
a) Cerpen “Bu Guru Cantik”
Tabel 4.4 Unsur Stilistika Cerpen “Bu Guru Cantik”
No Stilistika Data Hal
1. Diksi “Saya, Bu.”
“Ya, tanggal berapa, Bisma?”
“Nah, Anak-anak, waktu kita sudah
hampir habis. Selesai sudah kita
mereview bab tentang sejarah
perjuangan kemerdekaan”
“Drupadi boleh curhatm Bu?”
“Ibu, kapan sihAyah pulang?”
“Sabar ya, Sayang, nanti kutanyakan
jadwal ayahmu,”
“jangan cuma ditanya dong, tapi
minta Ayah libur. Minggu kan
harusnya tidak bekerja, Ayah malah
sering tidak pulang. Ibu kadang
begitu.”
39
39
40
41
42
42
42
34
“Di rumah kan ada Paman Dursala.
Ada Bibi Kunti juga.”
“Berceritalah, jangan takut Ibu
marah.”
“Ibu akan memperjuangkan hak-hak
perempuan, kan?”
“Ya, aku akan menyelesaikan
masalahmu dengan baik, Drupadi...”
geramnya.
Hari itu, Bu Guru Cantik ulang tahun.
Sebuah roti tart berukuran sedang
yang di atasnya menancap lilin
berbentuk angka tiga dan sembilan
berwarna pink telah dipersiapkan
murid-murid dan disembunyikan di
lemari kelas.
43
44
44
47
47
2. Gaya Kalimat “Bagus sekali jawabanmu, Drupadi,”
puji Bu Guru. Kemudian
pandangannya disebar ke seluruh
ruangan.
40
3. Gaya Wacana Cantik remaja adalah sekuntum
bunga yang mekar di tengah kebun
subur.
Dan malam ini, peristiwa puluhan
42
47
35
tahun berlalu itu seperti datang lagi,
datang bagai badai yang menguras
keringat dinginnya.
4. Citraan “kenapa ibu menangis?” Cantik pun
bertanya ketika melihat mata ibunya
berkaca-kaca
Raut wajah Drupadi sedikit
menegang. Beberapa kali ia menelan
ludah mungkin meras seperti
tercekak, sulit mengeluarkan kata-
kata.
Malamnya, bu gur cantik cukup
bingung mengurai masalah yang
mmenimpa Drupadi. Dia heran,
mengapa bisa sepasang murid SMP
pacaran sampai terjadi peristiwa yang
mengarah pada hubungan kelamin.
43
44
44
b) Cerpen “Catatan Harian Nyonya Evi”
Tabel 4.6 Unsur Stilistika Cerpen “Catatan Harian Nyonya Evi”
No Stilistika Data Hal
1. Diksi “Selamat sore” sapaannya. Aku
tersenyum
“Beli roti, ya”
Bahasanya juga teratur seperti taman
depan rumahnya. Rapi dengan
penaataan sedikit njlimet.
102
102
102
36
Nyonya Evi, demikian dia
memanggilku. Tiga tahun selama ini
pun tak banyak yang kami obrolkan.
Cuma say hello.
“Nyonya Evi, aku mencintaimu”
“Maaf, aku belum bisa menerima
kata-kata itu saat ini.”
Kini aku disergap sepi. Kali ini aku
merasa sendiri. Ya Tuhan, inikah
cinta yang Kau anugrahkan?
104
106
106
107
2. Gaya Kalimat Bahasanya juga teratur seperti taman
depan rumahnya. Rapi dengan
penataan sedikit njilimet.
Suami tewas ditembak gerombolan
GAM, kami belum lama menikah.
Aku menjadi janda muda.
Aku seperti paranoid hebat. Segala
sesuatu kelihatan jahat di mataku.
Semua seperti ingin membunuhku di
mana pun, kapan pun.
“Nyonya Evi, aku lelaku dan kamu
perempuan. Cinta pun sederhana
seperti puisi yang butuh dibaca.
Cukup dimaknai bahwa keduannya
102
106
106
106
37
dalam tenteram dan keteduhan.”
Cerita itu mengali begitu rupa seperti
alir air di hilir menuju muara.
Tubuh itu penuh lubang peluru.
Bolong-bolong entah berapa
jumlanya. Remuk
107
107
3. Gaya Wacana Di depan mayat, waktu itu aku
berjanji dalam hati untuk tetap setia
sampai tua. Para pelayat tertunduk.
Wajah-wajah beku dalam cuaca yang
kaku.
Kini aku disergap sepi. Kali ini aku
merasa sendiri. Ya Tuhan, inikah
cinta yang Kau anugrahkan?
Tapi biar saja. Barangkali nanti
menjadi cerita lain di sela sepi
sendiriku
107
107
108
4. Citraan Kulit kuning dan rapi penampilannya.
Ini yang janggal, seperti tak pantas
menjadi seniman. Lebih cocok jadi
olahragawan, pengawai kontraktor,
atau pekerja perhotelan.
101
c)
38
d) Cerpen “Honor Cerita Pendek”
Tabel 4.7 Unsur Stilistika Cerpen “Honor Cerita Pendek”
No Stilistika Data Hal
1. Diksi “kamu harus datang. Bulan ini ada
‘libur bersama’, tiga hari.
Mantenanku ada di tengah-tengah
liburan itu.”
Ulemsdh sampai. Trims, sobat Ki
boleh tanya, kerja di mana calon
mertuamu?
“Mbak, nama saya Wisanggeni, mau
tanya tentang honor pembuatan
tulisan.”
“Pak, nama saya wisanggeni dari
Jogja. Ingin menanyakan honorarium
tulisan.”
“Ya, saya sendiri”
“Lho, apa maksud Bapak?”
“Pak Herjuna, Apakah koran Anda
tidak becus ngurus honorarium”
“Goblok sekali Anda!”
22
27
21
24
24
25
25
26
2. Gaya Kalimat Dari seberang, terdengar simfoni
Mozart mengalun. Bunyi tanda
terhubung membuat Wisanggeni
menari napas untuk bersiap-siap
berbicara
18
39
Sampai saat ini. Jika saja kantor
koran itu di Jogja, Wisanggeni pasti
menyarankan mendatanginya
langsung.
Kali ini Wisanggeni dalam kondisi
keuangan yang menipis. Dua teman
dekanya, seminggu lagi menikah,
maka ia wajib menyumbang.
20
21
3. Gaya Wacana Wasenggeni memandangi tarif
telepon yang tertera dalam kotak
telepon. Ia mengernyitkan dahi
sambil menghela napas dalam.
“Pakai pesawat! Apa kau sudah tidak
peduli dengan persahabatan kita,
Wis? Ingat, ini hari istimewa, Aku
juga ingin orang-orang istimewa
datang, ada di dekatku.”
Hasilnya sungguh mengecewakan
dirinya. Ia merasa dilempar ke sana
ke mari, seperti bola sepak.
22
23
24
4. Citraan Untuk waktu setengah jam ke depan.
Wisanggeni memilih menunggu di
wartel tersebut. Dikursi, ia membuka-
buka koran. Ia tidak membaca.
22
40
Hah, naik pesawat? Seperti apa ya
rasanya? Habis berapa duit?
Wisangeni bertanya-tanya dalam
hatinya.
23
3. Relevansi dengan Bahan Ajar di SMA
Sesuai dengan KI-KD (Kompetensi Inti - Kompetensi Dasar) di SMA
kelas X.
Kompetensi Dasar
3.18
Menganalisis isi dari minimal satu buku
fiksi dan satu buku nonfiksi yang sudah
dibaca.
Rahmanto (2004:27-33) menyatakan, dalam kesesuaian bahan ajar
pembelajaran sastra, ada tiga hal aspek yang tidak boleh dilupakan dalam
memilih bahan ajar sastra, yaitu. Aspek bahasa, aspek psikologi, dan latar
belakang budaya siswa.
a. Aspek Bahasa
Dalam aspek kebahasaan selain terdapat faktor-faktor juga ditentukan
sejumlah masalah. Faktor lain seperti penulisan yang dipakai pengarang,
kelompok pembaca, dan ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan.
b. Aspek Psikologi
Dalam memilih materi ajar sastra pada cerpen, mempunyai banyak
tahap-tahap yang harus diperhatikan. Pada tahap pertama, anak mulai
meninggalkan fantasi dan mengarah ke arah realitas. Meski pandangan
mereka masih sederhana sederhana tentang dunia ini masih sangat
sederhana.
c. Aspek Latar Belakang
Hampir semua karya sastra mempunyai latar belakang sendiri, karya
sastra meliputi faktor kehidupan manusia dan didaerah lingkungannya.
Seperti, geografi, mitologi, sejarah, legenda, kepercayaan, cara berpikir,
41
nilai-nilai masyarakat, seni, olah raga,moral, etika dan sebagainya.
Biasanya anak akan mudah tertarik pada karya-karya sastra dengan latar
belakang kehidupan mereka masing-masing.
B) Pembahasan
1. Pembahasan Unsur Pembentuk Cerita
a) Cerpen “Bu Guru Cantik”
1) Tema
Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa
dan detail sebuah cerita (Sugihastuti, 2007:36). Tema membuat cerita
lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak sehingga pada
bagian awal dan akhir akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan. Berikut
adalah pembahasan tema yang terdapat dalam kumpulan cerpen “Bu Guru
Cantik”.
Judul cerpen yang pertama dianalisis adalah cerpen yang berjudul
“Bu Guru Cantik”. Cerpen ini bertemakan pergaulan bebas remaja yang
masih duduk dibangku sekolah SMP. Dalam cerpen diceritakan Drupadi
mengalami permasalahan tentang kehidupannya, dimana dia hamil diluar
nikah. Dan Drupadi diancam oleh pacarnya untuk tetap melayani
hubungan seks pacarnya tersebut. Tema yang berkaitan dengan
permasalahan ini bisa dilihat dari kutipan cerpen berikut ini.
“Malamnya, Bu Guru Cantik cukup bingung mengurai masalah yang
menimpa Drupadi. Dia heran, mengapa bisa sepasang murid SMP
pacaran sampai terjadi peristiwa yang mengarah pada hubungan
kelamin, bahkan tidak hanya sekali saja. Peristiwa pun berlangsung di
rumah Drupadi ketika rumahnya sepi. Orangtuanya yang kelewat
sibuk membuka peluang anaknya berbuat hal-hal yang dilarang.
Pacarnya, Sadewa, murid SMP beda sekolah, malah sempat memotret
Drupadi yang setengah telanjang. Dan dipertemuan terakhirnya
dengan Sadewa, Drupadi bercerita bahwa Sadewa mengancam akan
menyebarkan foto-foto tersebut di internet kalau Drupadi tidak mau
diajak berhubungan kelamin. Drupadi tertekan dengan acaman.”
(Indriyana, 2016 : 44-45).
42
Berdasarkan kutipan diatas, menjelaskan tema cerita tentang
pergaulan anak remaja. Dimana seorang guru menjadi bingung memahami
masalah yang dihadapi oleh Drupadi. Anak yang pintar berada dilingkungan
yang bercukupan tapi tidak mendapatkan perhatian lebih dari orang tuannya.
Karena kesibukan kerja, anaknya menjadi leluarsa melakukan sesuatu hal
yang tidak mesti dilakukan oleh anak yang masih di bangku sekolah.
2) Alur Cerita/Plot
Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita.
Alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung pada secara
kasual saja. Peristiwa kasual merupakan peristiwa yang menyebabkan atau
menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena
akan berpengaruh pada keseluruhan karya Stanton (terjemahan Sugihastuti,
2007:26).
a. Tahap Awal
Pada tahap awal menceritakan suasana Bu Gur Cantik sedang
menanyakan beberapa pertanyaan di dalam kelas. Hal ini bisa dilihat dari
kutipan berikut ini.
“Saya, Bu”
“Ya, tanggal berapa, Bisma?”
“Tanggal 22 Desember 1928”
“Betul jawabmu, Bisma.” Bu Guru Cantik tersenyum senang atas
jawaban itu. Bu Guru menatap wajah murid-muridnya yang terdiam.
“Adakah yang tahu, mengapa kogres itu dilaksanakan?” (Indriyana,
2016 : 39)
“Bagus sekali jawabanmu, Drupadi,” puji Bu Guru. Kemudian
pandangannya disebar ke seluruh ruangan. Konsentrasi dan serius
melekat di raut muka anak didiknya.
“Nah, Anak-anak, waktu kita sudah hampir habis. Selesai sudah kita
mereview bab tentang sejarah perjuangan kemerdekaan,” kata Bu
Guru, sesaat setelah melirik jam dinding. Bel istirahat berbunyi tiga
detik kemudian.” (Indriyana, 2016 : 40)
43
Kutipan diatas menceritakan suasana awal cerita “Bu Guru Cantik”
dimana suasana digambarkan di dalam sebuah kelas. Seorang guru sedang
melakukan tanya jawab dengan murid-muridnya.
b. Tahap Tengah
Pada tahap tengah menceritakan Drupadi meminta waktu kepada Bu
Guru Cantik untuk menceritakan permasalahan yang dihadapinya. Pada tahap
tengah ini Bu Guru Cantik mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh
Drupadi dan berjanji untuk menyelesaiknnya. Hal ini bisa dilihat dari kutipan
berikut ini.
“Ada apa, Drupadi? Mau minta bocoran ulangan? Goda Bu Guru
Cantik ketika Drupadi mendatanginya di Kos, sore, sehari sebelum
ulangan berlangsung.
“Drupadi boleh curhat, Bu?” tanya murid yang cukup dekat
dengannya itu.
“Tentu saja boleh” (Indriyana, , 2016 : 42)
“Malamnya, Bu Guru Cantik cukup bingung mengurai masalah yang
menimpa Drupadi. Dia heran, mengapa bisa sepasang murid SMP
pacaran sampai terjadi peristiwa yang mengarah pada hubungan
kelamin, bahkan tidak hanya sekali saja. Peristiwa pun berlangsung di
rumah Drupadi ketika rumahnya sepi. Orangtuanya yang kelewat
sibuk membuka peluang anaknya berbuat hal-hal dilarang. Pacarnya,
Sadewa, murid SMP beda sekolah, malah sempat memotret Drupadi
yang setengah telanjang. Dan di pertemuan terakhirnya dengan
Sadewa, Drupadi bercerita bahwa Sadewa mengancam akan
menyebarkan foto-foto tersebut di internet kalau Drupadi tidak mau
diajak berhubungan kelamin. Drupadi tertekan dengan ancaman itu.”
(Indriyana, 2016 : 44-45)
Pada tahap tengah digambarkan seorang murid perempuan yang
bernama Drupadi menemui gurunya di Kos Bu Guru Cantik. Drupadi
menceritakan masalah yang dihadapinya. Karena saat ini drupadi sedang
hamil dan pacarnya Sadewa mengacam akan menyebarkan foto Drupadi jika
tidak mau diajak berhubungan kelamin. Permasalahan Drupadi membuat Bu
44
Guru Cantik menjadi bingung, kenapa seorang anak yang pintar dan berada di
keluarga yang berada bisa mengalami permasalah yang begitu rumit.
c. Tahap Akhir
Pada tahap akhir, Bu Guru Cantik tidak datang ke sekolah dan
meminta izin kepala sekolah karena ada urusan yang harus dia selesaikan
(yaitu permasalahan Drupadi).
3) Penokohan
Tokoh merupakan unsur fiksi yang menggerakan suatu cerita
karakter tokoh pada hakikatnya merupakan gambaran atau watak tokoh
dari suatu cerita. Karakter merupakan salah satu cara pengarang untuk
menuangkan emosi dan imaji. Berawal dari karakter maka akan terlihat
bagaimana sifat dan gambaran tokoh dari novel yang dibaca (Sugihastuti,
2007:3). Data-data mengenai karakter yang terdapat dalam tiga cerpen
karya Hasta Indriyana sebagai berikut.
Dalam cerpen “Bu Guru Cantik” terdiri dari dua tokoh, yaitu Bu
Guru Cantik dan Drupadi. Tokoh Bu Guru Cantik menjadi tokoh yang
sering muncul dan berhubungan dengan tokoh Drupadi. Bu Guru Cantik
memiliki karakter baik, menyenankan, perhatian, dan suka menolong. Hal
ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
“Ada apa, Drupadi? Mau minta bocoran ulangan? Goda Bu Guru
Cantik ketika Drupadi mendatanginya di Kos, sore, sehari sebelum
ulangan berlangsung.
“Drupadi boleh curhat, Bu?” tanya murid yang cukup dekat
dengannya itu.
“Tentu saja boleh” (Indriyana, , 2016 : 42)
Kutipan diatas menunjukan bahwa Bu Guru Cantik menunjukan
bahwa penokohan Bu Guru Cantik adalah baik dan menyenangkan.
Dimana Murid merasa nyaman berada dengan Bu Guru Cantik, bahkan
seorang murid tidak malu untuk curhat dengan Bu Guru Cantik. Sifat Gu
Guru Cantik tersebut juga tergambar dalam kutipan berikut ini.
45
“Tapi Ibu tidak marah kan kalau Druopadi cerita?”
“Berceritalah, jangan takut Ibu Marah”
“Tapi Drupadi malu”
“Anggaplah Ibu ini Sahabatmu” (Indriyana, 2016 : 44)
Bu Guru Cantik juga memiliki sifat yang perhatian dan sabar. Hal
ini ditunjukan pada kutipan berikut ini.
“Bu guru cantik adalah guru yang dekat dengan banyak murid karena
perhatian dan kesebarannya menghadapi anak-anaknya. Dia paham
bahwa sekolah tempatnya mengajar meminta guru-guru untuk selalu
bisa melayani keperluan-keperluan murid dan orangtuannya yang
berkaitan dengan pendidikan. Salah satu hal yang membuatnya
disenangi murid karena Bu Guru Cantik terbuka, bahkan menerima
kunjungan murid-murid atau orangtua murid di kosnya.” (Indriyana,
2016 : 43).
Tokoh kedua dalam cerpen “Bu Guru Cantik” adalah Drupadi.
Tokoh Drupadi merupakan murid perempuan yang memiliki karakter
pintar dan penakut. Hal ini bisa dilihat dari kutpan berikut ini.
“Kongres Perempuan digagaskan oleh kaum terpelajar perempuan
Indonesia. Tujuannya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.
Salah satu jalan yang ditempuh adalah usaha melepaskan diri dari
penjajahan Belenda. Kongres yang diketuai Sujatin Kartowijono
tersebut menghasilkan rumusan, antara lain membangkitkan
nasionalisme dan menyatukan gerkan perkumpulan perempuan yang
ada di Indonesia pada saat itu. (Indriyana, 2016 : 40)
Kutipan diatas menunjukan bahwa Drupadi adalah murid yang
pintar, dimana ia bisa menjelaskan jawab atas pertanyaan gurunya dengan
lugas dan tepat. Penokohan drupadi sebagai murid pintar juga terlihat
dalam kutipan berikut ini.
“Bu guru tahu bahwa Drupadi adalah seorang remaja pintar, anak dari
sebuah keluarga berkecukupan. Seraya menatap muridnya, dia
teringat masa-masa remajanya yang kurang lebih sama, tumbuh dalam
keluarga mapan mapan sehingga banyak hal tercukupi. Masa remaja
Bu Guru juga manja seperti Drupadi, ingin diperhatikan dan mudah
bersimpati.”(Indriyana, 2016 : 42)
46
Kutipan diatas mengambarkan tokoh Drupadi merupakan seorang
remaja yang pintar dan memiliki keluarga yang berkecukupan.
4) Latar/ Setting
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam
cerita, semua hal yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang
sedang berlangsung. Latar dapat berwujud dekor waktu-waktu tertentu (hari,
bulan, dan tahun), cuaca, atau stu periode sejarah. Meski secara tidak
langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang-
orang yang menjadi dekor dalam cerita Stanton (terjemahan Sugihastuti, 2007
: 35).
(a) Latar tempat
Latar tempat dalam cerpen ini diceritakan terjadi di dua lokasi,
yaitu sekolah dan Kos Guru Cantik. Berikut beberapa kutipan yang
menunjukan latar tempat dalam novel.
“Bagus sekali jawabanmu, Drupadi,” puji Bu Guru. Kemudian
pandangannya disebar ke seluruh ruangan. Konsentrasi dan serius
melekat di raut muka anak didiknya.
“Nah, Anak-anak, waktu kita sudah hampir habis. Selesai sudah kita
mereview bab tentang sejarah perjuangan kemerdekaan,” kata Bu
Guru, sesaat setelah melirik jam dinding. Bel istirahat berbunyi tiga
detik kemudian (Indriyana, 2016 : 40)
Kutipan diatas menunjukan bahwa tepat kejadian dalam cerita
terjadi di sekolah. Selain disekolah, latar tempat yang diceritakan dalam
cerpen “Bu Guru Cantik” adalah di Kos Bu Guru Cantik. Hal ini
dijelaskan dalam kutipan berikut ini.
“Dan sore itu, di kosnya, Bu Guru Cantik kedatangan salah satu
muridnya yang manja. Ditanyai begitu, dia serasa menjadi remaja
lagi. Tapi kali ini dia adalah seorang guru, seorang ibu bagi anak-anak
didiknya. Sekelebat gelora remajanya yang manja pun
dikibaskannya.” (Indriyana, 2016 : 43)
47
Kutipan diatas menunjukan bahwa latar dalam cerita berada di
tempat di Kos Bu Guru cantik. Dimana pada saat itu, di kos Bu Guru
kedatangan muridnya Drupadi.
(b) Latar Waktu
(1) Siang hari disekolah.
Latar waktu siang hari di sekolah ditunjukan dalam kutipan
berikut ini.
“Nah, Anak-anak, waktu kita sudah hampir habis. Selesai sudah kita
mereview bab tentang sejarah perjuangan kemerdekaan,” kata Bu
Guru, sesaat setelah melirik jam dinding. Bel istirahat berbunyi tiga
detik kemudian (Indriyana, 2016 : 40)
Kutipan diatas menunjukan bahwa waktu kejadian terjadi pada
siang hari sekitar jam 09.00-10.00. karena tergambarkan bahwa Bu Guru
Cantik sedang melihat jam dan beberapa detik lagi bel istirahat berbunyi.
(2) Sore Hari di Kosan Bu Guru Cantik
Latar waktu sore hari di Kosan Bu Guru Cantik ditunjukan dalam
kutipan berikut ini.
“Dan sore itu, di kosnya, Bu Guru Cantik kedatangan salah satu
muridnya yang manja. Ditanyai begitu, dia serasa menjadi remaja
lagi. Tapi kali ini dia adalah seorang guru, seorang ibu bagi anak-anak
didiknya. Sekelebat gelora remajanya yang manja pun dikibaskannya.
(Indriyana, 2016 : 43)
Pada kutipan diatas, tergambar jelas bahwa kejadian terjadi pada
waktu sore hari. Karena terdapat kata “Dan Sore itu,” artinya latar waktu
kejadian Drupadi menemui Bu Guru Cantik kosan adalah sore hari.
(3) Malam Hari di Kosan Bu Guru Cantik
Kutipan berikut ini menunjukan latar waktu kejadian terjadi pada
waktu malam hari di Kosan Bu Guru Cantik.
48
“Malamnya, Bu Guru Cantik cukup bingung mengurai masalah
yang menimpa Drupadi. Dia heran, mengapa bisa sepasang murid
SMP pacaran sampai terjadi peristiwa yang mengarah pada
hubungan kelamin, bahkan tidak hanya sekali saja. Peristiwa pun
berlangsung di rumah Drupadi ketika rumahnya sepi. Orangtuanya
yang kelewat sibuk membuka peluang anaknya berbuat hal-hal
dilarang. Pacarnya, Sadewa, murid SMP beda sekolah, malah
sempat memotret Drupadi yang setengah telanjang. Dan di
pertemuan terakhirnya dengan Sadewa, Drupadi bercerita bahwa
Sadewa mengancam akan menyebarkan foto-foto tersebut di
internet kalau Drupadi tidak mau diajak berhubungan kelamin.
Drupadi tertekan dengan ancaman itu.” (Indriyana, 2016 : 44-45)
Kutipan cerita diatas mengambarkan waktu kejadian di malam
hari, dimana Bu Guru Cantik tidak bisa tidur dan bingung memnguraikan
permasalahan yang dihadapi oleh Drupadi
(c) Latar Situasi
(1) Senang
Latar situasi senang ditunjukan dalam kutipan cerita sebagai
berikut :
“Saya, Bu”
“Ya, tanggal berapa, Bisma?”
“Tanggal 22 Desember 1928”
“Betul jawabmu, Bisma.” Bu Guru Cantik tersenyum senang
atas jawaban itu. Bu Guru menatap wajah murid-muridnya
yang terdiam. “Adakah yang tahu, mengapa kogres itu
dilaksanakan?” (Indriyana, 2016 : 39)
Kutipan diatas mengambarkan situasi senang, dimana Bu Guru
Cantik sedang tersenyum senang mendegar murid-muridnya bisa
menjawab pertanyaan dia dengan baik dan benar.
(2) Sedih
Latar situasi menyedihkan ditunjukan dalam kutipan cerita
berikut ini.
49
“Raut wajah Drupadi sedikit menenang. Beberapa kali ia
menelan ludah, mungkin merasarkan seperti tercekat, sulit
mengeluarkan kata-kata. Bu Guru Cantik mengelus kepala
Drupadi sebagaimana sering dilakukan ibunya duulu. Segelas
air mineral disodorkan kepadanya. Setelah meneguk sedikit
air, Drupadi pun bercerita, panjang seperti kereta menerabas
jalanan.” (Indriyana, 2016 : 44)
Kutipan diatas mengambarkan situasi yang sedih, hal ini
terjadi karena Drupadi ingin menceritakan permasalahnya kepada Bu
Guru Cantik. Namun, dia tidak bisa melakukannya karena menahan
kesedihan yang ada dalam dirinya.
(3) Mengecewakan
Latar kecewa ditunjukan oleh tokoh Bu Guru Cantik ketika
mendegar permasalahan yang dihadapi oleh Drupadi. Hal ini
ditunjukan dalam kutipan berikut ini.
“Bu Guru Cantik pun tidak bisa tidur malam itu, padahal jalan
keluar bagi masalah Drupadi sudah disusunnya; materi
ulangan sudah disiapkan jauh hari; dan kodisi tubuhnya juga
fit. Bukan itu yang membuatnya sulit tidur. Bu Guru Cantik
yang sabar ini, sore ketika mendegar cerita Drupadi,
sebenarnya dirinya juga turut merasa tersayat dan padan degup
di dadanya. Tapi mungkin karena terbiasa menghadapi
masalah, kesabaran dan ketenangan membuatnya mampu
mengendalikan emosi saat menyimak cerita Drupadi.”
(Indriyana, 2016 : 45)
Kutipan diatas mengambarkan situasi Bu Guru Cantik yang
merasa kecewa karena masalah yang dihadapi Drupadi. Anak didik
yang dipikir pintar dan sopan, ternyata melakukan hal yang tidak
harus dilakukan oleh anak seumuran Drupadi.
50
5) Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen yang berjudul “Bu Guru
Cantik” adalah sudut pandang persona pertama. Dimana Bu Guru Cantik
berperan menjadi tokoh utama yang mengetahu semua kisah dari tokoh
lainnya. Hal ini bisa dilihat dari kutipan berikut ini.
“Raut wajah Drupadi sedikit menenang. Beberapa kali ia menelan
ludah, mungkin merasarkan seperti tercekat, sulit mengeluarkan kata-
kata. Bu Guru Cantik mengelus kepala Drupadi sebagaimana sering
dilakukan ibunya duulu. Segelas air mineral disodorkan kepadanya.
Setelah meneguk sedikit air, Drupadi pun bercerita, panjang seperti
kereta menerabas jalanan.” (Indriyana, 2016 : 44)
“Bu Guru Cantik pun tidak bisa tidur malam itu, padahal jalan keluar
bagi masalah Drupadi sudah disusunnya; materi ulangan sudah
disiapkan jauh hari; dan kodisi tubuhnya juga fit. Bukan itu yang
membuatnya sulit tidur. Bu Guru Cantik yang sabar ini, sore ketika
mendegar cerita Drupadi, sebenarnya dirinya juga turut merasa
tersayat dan padan degup di dadanya. Tapi mungkin karena terbiasa
menghadapi masalah, kesabaran dan ketenangan membuatnya mampu
mengendalikan emosi saat menyimak cerita Drupadi.” (Indriyana,
2016 : 45)
Kutipan diatas mengabarkan bahwa sudut pandang cerita
menggunakan pesona pertama. Dimana Bu Guru Cantik sebagai tokoh utama
mengetahui semua hal yang berkaitan dengan permasalahan dalam cerita.
Pengalaman-pengalaman yang disampaikan oleh juru cerita sebagai tokoh
“aku” dalam cerita akan berkaitan dengan pengalaman pembaca. Pembaca
seolah-olah akan menjadi tokoh “aku” tersebut. Pembaca akan menerima
cerita sesuai dengan yang diketahui, didengar, dialami, dan dirasakan oleh
tokoh “aku” sebagai tokoh utama cerita.
51
b) Cerpen “Catatan harian Nyonya Evi”
(1) Tema
Cerpen kedua yang dianalisis adalah cerpen yang berjudul
“Catatan Harian Nyonya Evi”. Cerita ini bertema perasaan cinta seorang
pria terhadap wanita yang suaminya telah meninggal dunia. Hal ini bisa
dilihat dari kutipan cerpen berikut ini.
“Nyonya Evi, aku mencintaimu”
“Maaf, aku belum menerima kata-kata itu saat ini.”
“Cobalah, katakan ‘Aku mencintaimu’, kepadaku”
“Tak semudah itu. Tak segampang menulis bait puisi dalam catatan
harian.”
“Tapi, kumohon ingatlah kata-kataku. Aku yakin kamu pun mampu
mencintaiku”
“Sesederhana itukah cinta?”
“Nyonya Evi, aku lelaki dan kamu perempuan. Cinta pun sederhana
seperti puisi yang butuh dibaca. Cukup dimaknai bahwa keduanya
dalam tenteram dan keteduhan.”
“Tapi setidaknya masih ada waktu panjang untuk memahami kata-
kata itu.”
“Nyonya Evi, katakanlah sekali saja bahwa kamu mencintaiku”.
Demikian percakapan dalam cerpen itu. Aku berdesir Inikah teror.
...
Di depan mayat, waktu aku berjanji dalam hati untuk tetap setia
sampai tua. Para pelayat tertunduk. Wajah-wajah beku dalam cuaca
yang kaku. Dan pelupuk mataku mengalir air seperti pematang yang
tergenang hujan. Kelam, makin kelam dalam benam air mata.
(Indriyani, 2016 : 106-107).
Kutipan cerita diatas mengambarkan tema cerita tentang cinta
yang dipendam oleh seorang pria kepada seorang wanita. Pria tersebut
(Sueb) tidak merani mengutarakan secara langsung karena menghargai
Evi yang masih mencintai almarhum suaminya. Rasa cinta Evi kepada
suaminya digambarkan dalam kutipan cerita, dimana didepan mayat
suaminya Evi berjanji akan setiap sampai tua menjaga cintanya hanya
untuk suaminya.
52
(2) Alur Cerita/Plot
Dalam cerita ini, alur cerita terdiri dari tiga tahap, yaitu sebagai
berikut:
a) Tahap awal :
Pada tahap awal cerita ini membahas tetang Sueb yang merupakan
penulis lepas surat kabar dari pandangan Bu Guru Evi. Hal ini dapat dilihat
dari kutipan berikut ini.
“Kulit kuning dan rapi penampilannya. Ini yang janggal seperti ia tak
pantas menjadi seniman. Lebih cocok jadi olahragawan, pegawai
kontraktor, atau pekerja perhotelan.tapi katanya, ia penulis di media
massa. Entah, aku tak terlalu hobi membaca .”(Indriyana, 2016 : 101)
Tahap awal cerita, tokoh utama Evi mengambarkan tokoh sueb baik
dari sifat ataupun fisiknya. Dalam kutipan diatast terlihat bahwa Seub
merupakan tokoh yang rapi, berbadan tegap dan memiliki kepintaran untuk
menulis.
b) Tahap tengah :
Bu Guru Evi membaca tulisan Sueb yang berupa cerita pendek yang
berjudul “Catatan Harian Nyonya Evi” Hal ini diceritakan dalam kutipan
cerita berikut ini.
“Suatu ketika di sekolah tak ada jam mengajar, aku membuka-
buka koran. Di satu halaman, mataku tertuju pada satu judul
tulisan : “Catatan Harian Nyonyan Evi”. Mengelitik, karena Evi
adalah namaku. Aku pun membacanya. Sebuah cerita pendek di
rubrik budaya, yang ternyata penulisnya Sueb, laki-laki penyair
itu. Apakah cerpen itu untukku? Sementara ceritanya tak berbeda
dengan apa yang kualami. Seperti biografiku.” (Indriyana, 2016 :
104)
Setelah membaca cerpen yang dikarang oleh tokoh Sueb, Bu Guru
Evi teringat akan almarhum suaminya yang telah meninggal dunia. Hal
ini diceritakan dalam novel melalui kutipan berikut ini.
53
“Tiba-tiba aku teringat almarhum suami. Dalam sebuah ucapan
pelayatan militer wajah itu pasi seperti mengabarkan bahwa dunia
begitu pucat juga muram. Tubuh itu penuh lubang peluru. Bolong-
bolong entah berapa jumlahnya remuk.”
“Di depan mayat, waktu itu aku berjanji dalam hati untuk tetap
setia sampai tua. Para pelayat tertunduk. Wajah-wajah beku dalam
cuaca yang kaku. Dan pelupuk mataku mengalir air seperti
pematang yang tergenang hujan. Kelam. Makin kelam dalam
benam air mata.” (Indriyana, 2016 : 107)
Kutipan diatas mengambarkan Evi membaca artikel yang ditulis
Sueb di surat kabar. Dalam artikel itu, Sueb mengutarakan cintanya
kepada Evi. Namun, evi menolak karena dia merasa mencintai seseorang
tidak semudah seperti mengutarakannya. Pada bagian tengah juga
mengambarkan bahwa setelah membaca artikel tersebut, Evi teringat
dengan Almarhum Suaminya yang telah meninggal di medan peperangan.
c) Tahap akhir
Bu guru Evi menjalani kehidupan seperti biasa meskipun dia
mengetahui Sueb menyukainya. Hal ini digambarkan dalam kutipan
cerpen sebagai berikut.
“TIGA tahun sudah aku pindah kerja di kota kecamatan ini. Dan laki-
laki penyair itu masih suntuk menulis sesuatu di kamarnya. Kadang
mencuri pandang saat pagi-pagi kukenakan baju kerja di kamar ini.
Kadang memperhatikan dengan saksama ketika aku memeras
beberapa jemuran di belakang rumah. Tapi biar saja. Barangkali nanti
menjadi cerita di sela sepi sendiriku.” (Indriyana, 2016 : 108)
Dalam kutipan diatas, mengambarkan Sueb dan Evi masih hidup
berdampingan sebagai tetangga. Dan Sueb selalu memperhatikan Evi dari
belakang rumah, Bagi Evi perasaan yang dimiliki Sueb terhadap dirinya
hanya sebagai cerita di sela sepi hidupnya.
(3) Penokohan
Dalam cerpen yang berjudul “Catatan harian Nyonya Evi” karya
Indriyana hasta terdiri dari dua tokoh, yaitu Evi dan Sueb. Evi bekerja
sebagai seorang guru sedangkan Sueb memiliki profesi sebagai seorang
54
penulis. Evi dan Sueb tinggal berdekatan, dimana kontrakan Evi berapda
persis di sebelah rumah Sueb. Berikut ini adalah penokohan masing-masing
tokoh tersebut.
a) Bu Guru Evi
Ibu Guru Evi merupakan tokoh utama yang memiliki karakter
pemalu dan setia pada almarhum suaminya. Karakter pemalu ditunjukan
dalam kutipan berikut ini.
“Selamat sore,” sapanya. Aku tersenyum.
“Beli roti, ya”
Aku terdiam sejenak, kaget. Mungkin rautku merah padam waktu itu.
Seperti ia tahu, aku baru saja membeli pembalut di warung sebelah
(Indriyana, 2016 : 102)
Kutipan diatas menunjukan karakter Evu yang pemalu. Dimana
ketika disapa Sueb di sebuah warung, raut muka Evi menjadi merah
padam.
Karakter Evi juga digambarkan orang yang setia pada almarhum
suaminya. Hal ini ditunjukan dalam kutipan berikut ini.
“Di depan mayat, waktu itu aku berjanji dalam hati untuk tetap setia
sampai tua. Para pelayat tertunduk. Wajah-wajah beku dalam cuaca
yang kaku. Dan pelupuk mataku mengalir air seperti pematang yang
tergenang hujan. Kelam. Makin kelam dalam benam air mata.”
(Indriyana, 2016 : 107)
Kutipan diatas menunjukan kesetiaan Evi dengan almarhum
Suaminya yang meninggal di Aceh. Evi berjanji di depan mayat suaminya
untuk menjaga cintanya sampai masa tuanya hanya untuk suamina
b) Sueb
Tokoh Seub dalam cerita digambarkan memiliki karakter ramah,
kurang sopan, pintar. Hal ini ditunjukan dalam kutipan berikut ini.
“Mampirlah ke rumah pas aku tak kerja,” ajakku basa-basi.
55
“Tidak mengganggu?” Bicaranya pelan, terkesan santun dan lembut.
(Indriyana, 2016 : 102)
Kutipan diatas menunjukan bahwa Sueb adalah seorang laki-laki
yang menjaga bahasa dan sikapnya. Dimana pada saat ketemu Evi di
warung, Sueb berbicara dengan pelan, santun dan lembut.
“Kamarku berhadapan dengan kamarnya. Berjarak dua puluh meter
terpisah pagar hijau pohon teh-tehan setinggi pusar. Jendela itu ada
sekat-sekat vertikal. Lebar antarsekat sepuluh sentian, cukup buat
keluar masuk seekor kucing. Dulu pertama aku mendiami kontrakan
ini, di samping jendela kamarku adalah tempat untuk menjemur
pakaian-pakaianku. Tetapi kini kupindahkan di belakang rumah.
Pernah beberapa kali, waktu aku baru memeras jemuran, ia tampak
memperhatikan. Lama-lama aku malu sebab ada beberapa pakaian
dalam yang tak sepantasnya dilihat laki-laki. Malu, ia tampaknya
kerap menatap jemuranku. Aku seperti ditelanjangi.” (Indriyana, 2016
: 103)
Kutipan diatas mengambarkan bahwa Sueb juga memiliki sifat
yang kurang sopan dengan Evi. Pada kutipan tersebut diceritakan bahwa
Sueb sering mengintip Evi menjemur pakaian dalam. Hal tersebut
merupakan suatu sikap yang tidak pantas dilakukan oleh seorang laki-laki
terhadap wanita.
(4) Latar/ Setting
a) Latat tempat
(1) Rumah Sueb
Kutipan berikut ini menunjukan bahwa latar tempat dalam
cerita ada di rumah Sueb.
“Jam tujuh seperempat. Aku lewat. Di teras rumahnya, kulihat
dar celah-celah kerai, ia sedang membaca koran. Tidak lupa
rokok di tangan. Di atas meja kayu secangkir minuman.
Barangkali kopi. Dua stoples di dekatnya. Aku hampir hafal
kegiatannya. Beli koran, toko buku, kantor pos, warung,
taman, empang, dan satu lagi, suntuk menulis sesuatu di
kamar.”(Indriyana, 2016:102)
56
Kutipan diatas mengambarkan kejadian terjadi di Rumah
Sueb. Pada jam tujuh seperempat, Evi berada di depan rumah Sueb,
dimana terlihat Sueb sedang membaca koran sambil merokok dan
minum kopi.
(2) Kontrakan Bu Guru Evi
Latar tempat di kontrakan Bu Guru Evi ditunjukan melalui
kutipan cerita berikut ini.
“TIGA tahun sudah aku pindah kerja di kota kecamatan ini.
Dan laki-laki penyair itu masih suntuk menulis sesuatu di
kamarnya. Kadang mencuri pandang saat pagi-pagi kukenakan
baju kerja di kamar ini. Kadang memperhatikan dengan
saksama ketika aku memeras beberapa jemuran di belakang
rumah. Tapi biar saja. Barangkali nanti menjadi cerita di sela
sepi sendiriku.” (Indriyana, 2016 : 108)
Kutipan diatas menunjukan latar kejadian dalam novel terjadi
di kontrakan Evi. Hal ini ditunjukan dengan kalimat “Kadang mencuri
pandang saat pagi-pagi kukenakan baju kerja di kamar ini.”, kata
kamar ini yang terdapat dalam kalimat tersebut menunjukan latar
tempat di kontrakan Bu Guru Evi
(3) Sekolah Bu Guru Evi.
Latar tempat ketiga adalah di sekolah. Latar tempat di
sekolahan Ibu Guru Evi ditunjukan dalam kutipan berikut ini.
“Suatu ketika di sekolah tak ada jam mengajar, aku membuka-
buka koran. Di satu halaman, mataku tertuju pada satu judul
tulisan : “Catatan Harian Nyonyan Evi”. Mengelitik, karena
Evi adalah namaku. Aku pun membacanya. Sebuah cerita
pendek di rubrik budaya, yang ternyata penulisnya Sueb, laki-
laki penyair itu. Apakah cerpen itu untukku? Sementara
ceritanya tak berbeda dengan apa yang kualami. Seperti
biografiku.” (Indriyana, 2016 : 104)
57
Kutipan diatas mengambarkan kejadian terjadi di Kutipan
diatas menunjukan latar tempat kejadian di sekolah tempat Evi
mengajar. Hal ini dapat dilihat dari kalimat “Suatu ketika di sekolah”.
Kalimat tersebut menunjukan bahwa latar tempat kejadian terjadi di
sekolah ketika Evi tidak dalam waktu belajar mengajar.
b) Latar Waktu
(1) Pagi hari di depan rumah Sueb
Kutipan berikut ini menunjukan latar waktu kejadian dalam
cerita terjadi di pagi hari.
“Jam tujuh seperempat. Aku lewat. Di teras rumahnya, kulihat
dar celah-celah kerai, ia sedang membaca koran. Tidak lupa
rokok di tangan. Di atas meja kayu secangkir minuman.
Barangkali kopi. Dua stoples di dekatnya. Aku hampir hafal
kegiatannya. Beli koran, toko buku, kantor pos, warung,
taman, empang, dan satu lagi, suntuk menulis sesuatu di
kamar.” (Indriyana, 2016:102)
Kutipan diatas menunjukan waktu kejadi terjadi pada pagi
hari, tepatnya jam 07.15 pagi. Hal ini bisa dilihat dari kalimat “Jam
tujuh seperempat. Aku lewat. Di teras rumahnya, kulihat dar celah-
celah kerai, ia sedang membaca koran” Dalam kenyataan waktu
tersebut adalah waktu yang biasa dihabiskan untuk membaca koran
dan minum kopi.
(2) Sore hari di Warung
Latar waktu pada sore hari ditunjukan dalam kutipan berikut
ini.
“Selamat sore,” sapanya. Aku tersenyum.
“Beli roti, ya”
58
Aku terdiam sejenak, kaget. Mungkin rautku merah padam
waktu itu. Seperti ia tahu, aku baru saja membeli pembalut di
warung sebelah (Indriyana, 2016 : 102)
Kutipan diatas sangat jelas terlihat bahwa waktu kejadian
terjadi pada sore hari. Hal ini digambarkan ketika Sueb menyapa Evi
di sebuah warung dan mengucapkan salam “Selamat Sore”
c) Latar Situasi
(1) Senang
Latar situasi senang digambarkan dalam cerita melalui kutipan
berikut ini.
“Cerita itu mengalir begitu rupa seperti alir air di hilir menuju
muara. Aku hanyut. Unttuk siapa cerpen ini? Untukku?
Mungkin saja. Atau untuk nyonya Evi yang lain? Terhadapku,
Sueb biasa saja selama ini. Aku hafal kegiatannya : beli koran,
toko buku, kantor pos, taman, empang, dan satu lagi, suntuk
menulis sesuatu di kamar. Selebihnya cuma say hello. Basi
basi atau gurauan kecil di sela waktu luangku.” (Indriyana,
2016 : 107)
Kutipan cerita diatas mengambarkan latar situasi senang,
karena dalam kutipan tersebut tergambar Evi merasa hanyut membaca
cerita yang ditulis oleh Sueb. Kata “Aku hanyut” memiliki makna
orang yang larut dalam kesenangan karena melihat sesuai yang tidak
disangka-sangka.
(2) Sedih
Latar situasi sedih digambarkan ketika Evi teringkat dengan
Almarhum Suaminya. Kutipan berikut ini menunjukan kesedihan
yang dihadapi oleh Evi.
“Di depan mayat, waktu itu aku berjanji dalam hati untuk tetap
setia sampai tua. Para pelayat tertunduk. Wajah-wajah beku
59
dalam cuaca yang kaku. Dan pelupuk mataku mengalir air
seperti pematang yang tergenang hujan. Kelam. Makin kelam
dalam benam air mata.” (Indriyana, 2016 : 107)
Kutipan kalimat “Dan pelupuk mataku mengalir air seperti
pematang yang tergenang hujan.” menunjukan situasi sedih yang
dialami oleh tokoh utama. Dimana tokoh utama merasa sedih ketika
melihat mayat suami tercinta.
(5) Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen “Catatan Harian
Nyonya Evi” adalah tokoh utama sebagai tokoh sampingan. Dalam sudut
pandang ini, tokoh utama (bu guru Evi) muncul bukan sebagai tokoh utama,
melainkan sebagai tokoh tambahan atau first pesonal peripheral. Tokoh
utama (bu guru Evi) hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca,
sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian dibiarkan untuk
mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa kutipan berikut ini.
“Jam tujuh seperempat. Aku lewat. Di teras rumahnya, kulihat dar
celah-celah kerai, ia sedang membaca koran. Tidak lupa rokok di
tangan. Di atas meja kayu secangkir minuman. Barangkali kopi. Dua
stoples di dekatnya. Aku hampir hafal kegiatannya. Beli koran, toko
buku, kantor pos, warung, taman, empang, dan satu lagi, suntuk
menulis sesuatu di kamar.” (Indriyana, 2016:102)
“TIGA tahun sudah aku pindah kerja di kota kecamatan ini. Dan laki-
laki penyair itu masih suntuk menulis sesuatu di kamarnya. Kadang
mencuri pandang saat pagi-pagi kukenakan baju kerja di kamar ini.
Kadang memperhatikan dengan saksama ketika aku memeras
beberapa jemuran di belakang rumah. Tapi biar saja. Barangkali nanti
menjadi cerita di sela sepi sendiriku.” (Indriyana, 2016 : 108)
Beberapa kutipan diatas terlihat bahwa tokoh Evi hanya sebagai tokoh
utama yang menceritakan tokoh lain (dalam hal ini tokoh Sueb). Dengan
demikian tokoh utama hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap
60
berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Tokoh utama pada
umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
c) Cerpen “Honor Cerita Pendek”
1) Tema
Cerpen ketiga berjudul “Honor Cerita Pendek”, dalam cerita
tersebut bertemakan tentang seorang penulis yang dipusingkan dengan
administrasi yang berbelit-belit. Hal ini bisa dilihat dari kutipan cerpen
berikut ini.
“Begitulah pagi itu, Wisanggeni menelepon Koran Nasional berkali-
kali. Hasilnya sungguh mengeceawakan dirinya. Bagian Keuangan
merasa bahwa Bagian Redaksi kurang lengkap mengirim data. Bagian
Redaksi menuduh bagian Administrasi teledor. Sementara bagian
Administrasi bilang bahwa mekera sudah melakukan kerja dengan
baik, sehingga Bagian Keuanganlah yang melakukan kesalahan.
Sampai pada saatnya, Wisanggeni tidak bisa menahan amarahnya”
(Indriyana, 2016 : 25)
Kutipan diatas mengambarkan bagaimana permasalahan yang
dihadapi oleh tokoh utama. Ketika Wisanggeni menelepon Koran
Nasional, pihak koran saling melempar tanggung jawab. Hal ini membuat
Wisanggeni menjadi kesal dengan biroraksi yang tidak jelas.
2) Alur Cerita/Plot
Dalam cerita ini, alur cerita terdiri dari tiga tahap, yaitu sebagai
berikut:
a) Tahap awal
Awal cerita dalam cerpen ini menceritakan Wisanggeni
menghubungi pihak Koran Nasional untuk mendapatkan kejelasan
pembayaran honornya.
“Di sebuah wartel, Wisanggeni mencoba menelpon kantor sebuah
surat kabar yang beberapa waktu sebelumnya telah memauat
cerpennya. Tangan kirinya memegang telepon genggam yang
menyimpan nomor kontak koran tersebut. Ia pun mengikuti
61
perintah mesin penjawab. Ditekannya tanda pagar. Nada sibuk
jawabannya, sampai batas waktu menghubungi habis, sehingga
terkena beban biaya tampa terhubung operator.” (Indriyana, 2016:
17)
pada tahap awal diceritakan tokoh utama (Wisanggeni) sedang
berada di wartel. Tujuan Wisanggeni berada di lokasi tersebut adalah
untuk menghubungi pihak Koran Nasional mengenai honor yang belum
diterima.
b) Tahap tengah
Pada tahap tengah diceritakan Wisanggeni mendapatkan nomor
bagian Keuangan Koran Nasional. Hal ini ditunjukan dalam kutipan
berikut ini.
“Baik, Mbak. Terima kasih. Oya, nomor pesawat bagian
Keuangan berapa? Juga sekalian nama staf yang mengurusi
pembuatan honorarium.”
“Nomor pesawatnya 250. Namanya Bapak Herjuna.” (Indriyana,
2016: 21)
Pada tahap tengah terjadi konflik dimana Wisanggeni merasa
kecewa karena merasa dipermainkan oleh pihak Koran Nasional
mengenai kejelasan Honornya.
“Begini Bapak, Bagian Keuangan baru masuk nama Bapak. Judul,
nama, rubrik, tanggal pembuatan, dan nomor rekening belum
masuk di data kami. Kami belum bisa mengirimkan honorarium
saat ini.”
“Terus, bagaimana baiknya?”
“Jika Bapak ingin secepatnya honor itu dikirim, sebaiknyanya
Bapak sendiri yang menghubungi Bagian Redaksi untuk
kejelasannya.”
“Baik, Pak. Terima Kasih.”
Kutipan diatas menjelaskan ketika Wisanggeni menghubungi
bagian keuangan Koran Nasional. Pihak keuangan berkilah bahwa data
62
Wisanggeni baru diterima oleh bagian keuangan. Hal tersebut menjadi
alasan uang honor Wisanggeni belum bisa di kirim.
“Wisanggeni kembali mengenyitkan dahi seusai membayar di
kasir wartel. Sudah lumayan banyak duit untuk menghubungi
nomor Jakarta. Tapi, kata salah satu teman, honorarium tulisan di
Koran Nasional lumayan besar, tiga kali lebih dibandingkan
gajinya selama sebulan. Wisanggeni maklum akan hal ini.”
“Begitulah pagi itu, Wisanggeni menelepon Koran Nasional
berkali-kali. Hasilnya sungguh mengecewakan dirinya. Ia merasa
dilempar ke sana kemari, seperti bola sepak. Bagian Keuangan
merasa bahwa Bagian Redaksi kurang lengkap mengirim data.
Bagian Redaksi menuduh bagian Administrasi teledor. Sementara
bagian Administrasi bilang bahwa mekera sudah melakukan kerja
dengan baik, sehingga Bagian Keuanganlah yang melakukan
kesalahan. Sampai pada saatnya, Wisanggeni tidak bisa menahan
amarahnya” (Indriyana, 2016 : 25)
Kutipan diatas mengambarkan sikap wisanggeni yang menjadi
kecewa dengan ketidak jelasan honor dari pihak Koran Nasional.
Kekecewaan ini terjadi karena pihak Koran Nasional saling melempar
kesalahan mengenai honor Wisanggeni yang tidak di transfer.
c) Tahap akhir
Pada tahap akhir, menceritakan Wisanggeni marah kepada pihak
Koran Nasional karena tidak kejelasan tentang honor yang diterima. Pada
bagian akhir ini menunjukan Wisanggeni mengeluarkan kata-kata yang
tidak sopan pada pihak Koran Nasional. Berikut ini kutipan dalam cerpen
yang mengambarkan hal tersebut.
“Pak Herjuna, apakah koran Anda tidak becus ngrus honorarium?”
“Lho, apa maksud Bapak?”
“Saya sudah menelepon berkali-kali. Malah ditendang ke sana-
kemari. Interlokal. Bayarnya mahal”
“Bapak, saya hanya menjalankan tugas saya sesuai prosedur”
“Tidakkah cukup saya menyebutkan nama lengkap saya dan judul
tulisan saya? Bukankah di komputer Bapak sudah tertara data-data
penulis beserta kiriman honornya? Mengapa kerja antarbagian
sangat buruk?”
63
“Sabar, Pak, saya akan segera mengurusnya secepatnya.”
“Sampai kapan? Ingat, sudah tiga bulan. Hormati dong ilmu dan
pengetahuan seseorang. Jangan anggap remeh sebuah cerpen.”
“Cerpen atau tulisan?”
Suara dalam telepon membuat Wisanggeni semakin marah.
Rupanya, pertanyaan tadi ditangkap lain oleh Wisanggeni, bahwa
cerpen dianggap bukan hasil intelektualitas seseorang, bahkan staf
media massa yang besar dan berwibawa.
“Goblok sekali Anda!”
“Lho, Bapak maunya apa?” (Indriyana, 2016 : 25-26)
Pada akhir cerita, digambarkan Wisanggeni menjadi emosi
melihat sikap dari pihak Koran Nasional yang semakin tidak jelas.
Wisanggeni pada puncak amarahnya mengeluarkan kata-kata kasar
kepada pempinan Koran Nasioanl.
3) Penokohan
a) Wisanggeni
Tokoh utama Wisanggeni dalam cerpen ini digambarkan memiliki
karakter pemalu, sabar, dan mudah tersinggung. Hal ini ditunjukan dalam
beberapa kutipan cerpen sebagai berikut.
“Hah? Malu aku. Itu kan hal yang berbeda. Dia tahunya ya ngurus
keredaksian, sementara honor itu bagian keuangan.” (Indriyana,
2016:21)
Kutipan diatas menunjukan sikap Wisanggeni yang pemalu.
Dimana dalam kutipan diatas, mengambarkan perasaan malu Wisangeni
ketika disuruh menanyakan keberadaan honornya ke temannya yang
bekerja di Koran Nasional.
“Mungkin sedang banyak yang menelepon, maklum koran besar,
batin Wisanggeni. Ia lalu menunggu lima menit di luar boks
wartel. Sampai waktu yang dianggap cukup, Wisanggeni mencoba
meneleponnya kembali. Kali ini ia berhasil” (Indriyana, 2016 : 18)
64
Kutipan diatas menunjukan sikap Wisanggeni yang penyabar.
Pada saat koran nasional sulit dihubungi melalui telepon, Wisanggeni
tetap berpikir positif jika pihak Koran Nasional sedang sibuk dalam
bekerja.
“Sampai kapan? Ingat, sudah tiga bulan. Hormati dong ilmu dan
pengetahuan seseorang. Jangan anggap remeh sebuah cerpen.”
“Cerpen atau tulisan?”
Suara dalam telepon membuat Wisanggeni semakin marah.
Rupanya, pertanyaan tadi ditangkap lain oleh Wisanggeni, bahwa
cerpen dianggap bukan hasil intelektualitas seseorang, bahkan staf
media massa yang besar dan berwibawa. (Indriyana, 2016 : 26)
Kutipan diatas mengambarkan tokoh utama Wisanggeni yang
memiliki karakter mudah tersingung. Hal ini terlihat ketika pihak Koran
Nasioan menyampaikan perihal artikel yang di kirim ke pihak redaksi,
Wisanggeni lansung marah.
b) Bapak Herjuna
Tokoh kedua dalam cerpen “Honor Cerita Pendek” adalah Bapak
Herjuna yang memiliki karakter teliti. Hal ini ditunjukan dalam kutipan
berikut ini.
“Begini Bapak, Bagian Keuangan baru masuk nama Bapak. Judul,
nama, rubrik, tanggal pembuatan, dan nomor rekening belum
masuk di data kami. Kami belum bisa mengirimkan honorarium
saat ini.”
“Terus, bagaimana baiknya?”
“Jika Bapak ingin secepatnya honor itu dikirim, sebaiknyanya
Bapak sendiri yang menghubungi Bagian Redaksi untuk
kejelasannya.” (Indriyana, 2016 : 24)
Kutipan diatas mengambarkan bahwa tokoh Bapak Herjuna
memiliki karakter yang teliti. Hal ini bisa dilihat kutipan diatas, ketika
Wisanggeni menananyakan tentang honarriumnya Bapak Herjuna
langsung melihat data yang ada di komputer.
65
4) Latar/ Setting
a) Latat tempat
(1) Wartel
Latar tempat di wartel digambarkan dalam kutipan cerpen
berikut ini.
“Mungkin sedang banyak yang menelepon, maklum koran
besar, batin Wisanggeni. Ia lalu menunggu lima menit di luar
boks wartel. Sampai waktu yang dianggap cukup, Wisanggeni
mencoba meneleponnya kembali. Kali ini ia berhasil”
(Indriyana, 2016 : 18)
Kutipan diatas menunjukkan bahwa wisanggeni menunggu diluar
boks wartel mengantri untuk menelepone pihak Koran Nasioanal.
(2) Rumah Kontrakan Wisanggeni
Latar tempat di rumah kontrakan Wisanggeni digambarkan
dalam kutipan berikut ini.
“Dirumah kontrakan, Wisanggeni merebahkan tubuh di kursi
ruang tamu. Beberapa menjengkelkan pagi itu. Tidak habis
mengerti, mengapa bisa sampai demikian. Rasanya belum
pernah ia marah berlebihan. Ia menghela napas, Ya Tuhan,
hanya karena duit, yang mungkin tidak seberapa. Ia beranjak,
bermaksud mengambil segelas air putih.” (Indriyana, 2016 :
26-27)
Kutipan diatas menunjukan latar tempat terjadi di kontrakan
Wisanggeni. Hal ini ditunjukan dengan kalimat “Dirumah kontrakan”,
kata tersebut mempertegas kejadian selanjutnya setelah Wisaggeni
marah dengan pihak Koran Nasional adalah di rumah kontrakan
Wisanggeni.
(3) Kantor Koran Nasional
Latar tempat di kantor koran nasional dalam cerpen ditunjukan
melalui kutipan berikut ini.
66
“Koran Nasioanl, koran terdepan Indonesia, selamat pagi. Ada
yang bisa kami bantu?” Operator menyapa dengan kalimat
hafalan. (Indriyani, 2016 : 18)
Potongan kutipan cerpen diatas memperjelas kepada pembaca
bahwa tempat kejadian berlatar belakang di kontor Koran Nasional.
Hal ini terlihat pada saat operator menyapa Wisanggeni dengan
kalimat “Koran Nasioan”. Kata tersebut hanya digunakan oleh
karyawan ketika berada di kantor saat bertugas.
b) Latar Waktu
(1) Pagi Hari
Latar waktu pagi hari dibuktikan pada saat Wisanggeni
menelepon Koran Nasional pertama kali. Dimana terjadi percakapan
antara Wisanggeni dengan operator Koran Nasional. Berikut ini
menunjukan hal tersebut.
“Koran Nasioanl, koran terdepan Indonesia, selamat pagi. Ada
yang bisa kami bantu?” Operator menyapa dengan kalimat
hafalan.
“Selamat pagi, Mas. Saya Wisanggeni dari Jogja. Saya mau
tanya tentang honor pemuatan tulisan”. (Indriyani, 2016 : 18)
Kutipan diatas menunjukan bahwa kejadian terjadi pada pagi
hari. Hal ini terlihat dari kata sapaan yang digunakan oleh operator
Koran Nasional, yaitu menggunakan kalimat sapaan “selamat pagi”
(2) Siang
Waktu siang dalam cerpen digambarkan ketika Wisanggeni
pulang ke kontrakan setelah marah-marah pagi hari dengan Pihak
Koran Nasional. Berikut kutipan yang berhubungan dengan latar
waktu siang hari.
67
“Dirumah kontrakan, Wisanggeni merebahkan tubuh di kursi
ruang tamu. Beberapa menjengkelkan pagi itu. Tidak habis
mengerti, mengapa bisa sampai demikian. Rasanya belum
pernah ia marah berlebihan. Ia menghela napas, Ya Tuhan,
hanya karena duit, yang mungkin tidak seberapa. Ia beranjak,
bermaksu mengambil segelas air putih.” (Indriyana, 2016 : 26-
27)
Kutipan diatas menunjukan waktu kejadian adalah di waktu
siang hari. Dimana terdapat kalimat “Beberapa menjengkelkan pagi
itu.” kalimat tersebut secara tidak langsung mengarah kepada
pembaca bahwa Wisanggeni sedang beristirahat di siang hari sambil
memikirkan kejadian yang dialaminya pagi hari.
c) Latar Situasi
(1) Senang
Latar situasi senang dilihatkan dalam cerpen ketika
Wisanggeni berhasil menelepon Koran Nasional. Berikut kutipan
dalam cerpen.
“Mungkin sedang banyak yang menelepon, maklum koran
besar, batin Wisanggeni. Ia lalu menunggu lima menit di luar
boks wartel. Sampai waktu yang dianggap cukup, Wisanggeni
mencoba meneleponnya kembali. Kali ini ia berhasil.”
(Indriyana, 2016 : 18)
Kutipan diatas menunjukan bahwa Wisanggeni dalam kondisi
yang senang. Karena wisanggeni berhasil menghubungi pihak Koran
Nasional, walaupun sudah beberapa kali gagal dihubungi oleh
Wisanggeni.
(2) Binggung
Latar situasi binggung digambarkan ketika Wisanggeni
memikirkan mendapatkan uang karena seminggu lagi dua teman
dekatnya menikah. Berikut kutipan dalam cerpen.
68
“Kali ini Wisanggeni dalam kondisi keuangan yang menipis.
Dua teman dekatnya, seminggu lagi menikah, maka ia wajib
menyumbang. Bahkan satu diantaranya ia wajib datang di
pernikahannya di Jakarta. Sebelum tanggal 20 harus
membayar tagihan listrik dan air minum. Semuanya harus
dibayar dengan duit. Maka satu-satunya harapan adalah
menunggu honor tulisan di Koran Nasional itu datang, sebab
sisa gaji yang diperolehnya menjadi guru honorer hanya cukup
untuk makan dan bensin sebulan ke depan.” (Indriyana, 2016 :
21)
Kutipan diatas menunjukan bahwa Wisanggeni berada dalam
kondisi yang binggung. Karena tokoh utama senang menghadapi
tekanan dalam masalah keuangan yang semakin menipis.
Kebinggungan dipertambah dengan adanya undangan pernikahan dua
orang kawan, pembayaran tagihan listrik dan air minum.
(3) Mengecewakan
latar situasi mengecewakan dalam cerpen terjadi ketika
wisanggeni merasa dipermainkan oleh pihak Koran Nasional. Hal ini
ditunjukan melalui kutipan cerpen berikut ini.
“Begitulah pagi itu, Wisanggeni menelepon Koran Nasional
berkali-kali. Hasilnya sungguh mengecewakan dirinya. Ia merasa
dilempar ke sana kemari, seperti bola sepak. Bagian Keuangan
merasa bahwa Bagian Redaksi kurang lengkap mengirim data.
Bagian Redaksi menuduh bagian Administrasi teledor. Sementara
bagian Administrasi bilang bahwa mekera sudah melakukan kerja
dengan baik, sehingga Bagian Keuanganlah yang melakukan
kesalahan. Sampai pada saatnya, Wisanggeni tidak bisa menahan
amarahnya” (Indriyana, 2016 : 25).
Kutipan diatas menunjukan kondisi Wisanggeni yang sedang
kecewa. Hal ini terjadi karena Wisanggeni merasa dilempar sana-sini
ketika berusaha menelepon pihak koran Nasional untuk
mempertanyakan pembayaran honoriumnnya.
69
(4) Marah
latar situasi marah dalam cerpen terjadi ketika Wisanggeni
merasa apa yang dibuat berupa cerpen dianggap bukan hasil
intelektual seseorang. Hal ini tunjukan kutipan cerpen berikut ini.
“Suara dalam telepon membuat Wisanggeni semakin marah.
Rupanya, pertanyaan tadi ditangkap lain oleh Wisanggeni, bahwa
cerpen dianggap bukan hasil intelektualitas seseorang, bahkan staf
media massa yang besar dan berwibawa.
“Goblok sekali Anda!”
“Lho, Bapak maunya apa?” (Indriyana, 2016 : 25-26)
Kutipan diatas menjelaskan kondisi dimana Wisanggeni dalam
kondisi marah. Hal ini terlihat dari kalimat yang digunakan oleh
Wisanggeni, yaitu menggunakan kata-kata kasar seperita “Goblok
sekali Anda!”.
5) Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen “Honor Cerita Pendek”
karya Indriyana Hasta menggunakan tokoh utama sebagai objek penelitian.
Dalam sudut pandang teknik ini, tokoh utama (Wisanggeni mengisahkan
berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat
batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang
di luar dirinya. Berikut ini beberap kutipan yang berkaitan dengan tokoh
utama.
“Kali ini Wisanggeni dalam kondisi keuangan yang menipis. Dua
teman dekatnya, seminggu lagi menikah, maka ia wajib menyumbang.
Bahkan satu diantaranya ia wajib datang di pernikahannya di Jakarta.
Sebelum tanggal 20 harus membayar tagihan listrik dan air minum.
Semuanya harus dibayar dengan duit. Maka satu-satunya harapan
adalah menunggu honor tulisan di Koran Nasional itu datang, sebab
sisa gaji yang diperolehnya menjadi guru honorer hanya cukup untuk
makan dan bensin sebulan ke depan.” (Indriyana, 2016 : 21)
70
Suara dalam telepon membuat Wisanggeni semakin marah. Rupanya,
pertanyaan tadi ditangkap lain oleh Wisanggeni, bahwa cerpen
dianggap bukan hasil intelektualitas seseorang, bahkan staf media
massa yang besar dan berwibawa.
“Goblok sekali Anda!”
“Lho, Bapak maunya apa?” (Indriyana, 2016 : 25-26)
Kutipan diatas menunjukan bahwa sudut pandang yang digunakan
dalam cerpen “Honor Cerita Pendek” menggunakan sudut pandang orang
pertama. Sudut pandang orang pertama merupakan sudut pandang yang
menggunakan sudut pandang “Aku”. Pada sudut pandang ini, dalam cerita
“Honor Cerita Pendek” penulis seolah-olah menceritakan
pengalamanWisanggeni. Secara tidak langsung, penulis mengajak para
pembaca untuk terlibat ke dalam pusat kejadian yang dialami oleh
Wisanggeni. Penggunaan sudut pandang ini membuat para pembaca seolah-
olah seperti melihat, mendengar, dan merasakan secara langsung apa yang
diceritakan oleh penulis.
2. Pembahasan Unsur Stilistika yang digunakan.
Pada penelitian ini, cerpen akan diteliti unsur stilistika yang digunakan
dalam cerpen tersebut. Fokus dari kajian stilistika adalah bahasa yang digunakan
dalam sebuah cerpen. Bahasa sebagai media utama bagi karya sastra. Bahasa
sastra sebagai media ungkapan perasaan, pikiran, dan batin pengarang, dimana
berkaitan erat dengan gaya. Gaya bahasa merupakan cara pengarang memilih,
menata, dan menempatkan kata dalam susunan kalimat sehingga memiliki
pengaruh atau efek tertentu bagi pembaca.
a) Cerpen “Bu Guru Cantik”
1) Diksi
Diksi adalah pilihan kata, atau gaya berbicara yang digunakan
penulis, pembicara, atau karakter (Keraf, 2005:22-23). Diksi yang
digunakan saat berbicara yang terdapat dalam cerpen harus
71
dicocokkan dengan tujuan atau konteks pembicaraan. Berikut ini diksi
yang terdapat dalam Cerpen “Bu Guru Cantik”.
(a) Kosakata Asing
Pemakaian kosakata bahasa asing (Inggris) dalam teks cerpen
“Bu Guru Cantik” dirasakan lebih ilmiah daripada harus
menerjemahkannya dalam bahasa indonesia. Namun bisa saja
pemakaian kosakata bahasa asing tersebut hanya untuk menunjukkan
bahwa seseorang mengetahui istilah-istilah tersebut. Berikut ini
menunjukan beberapa kosakata bahasa asing yang digunakan.
“Nah, Anak-anak, waktu kita sudah hampir habis. Selesai sudah
kita mereview bab tentang sejarah perjuangan kemerdekaan”
(Indriyana, 2016 : 40)
“Hari itu, Bu Guru Cantik ulang tahun. Sebuah roti tart berukuran
sedang yang di atasnya menancap lilin berbentuk angka tiga dan
sembilan berwarna pink telah dipersiapkan murid-murid dan
disembunyikan di lemari kelas.” (Indriyana, 2016 : 47)
Penggunaan kosakata asing dalam cerpen “Bu Guru Cantik”
mengambarkan suatu tindakan atau benda yang tidak bisa dijelaskan
dengan bahasa indonesia. Seperti kata review dan tart, karena perintah
dan benda yang dimaksud lebih mudah dipahami dibandingkan
menggunakan bahasa indonesia.
(b) Kata Sapaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2018)
mendefinisikan kata sapaan adalah kata untuk saling merujuk dalam
pembicaraan dan yang berbeda-beda menurut sifat hubungan diantara
pembicara itu. Berikut ini beberapa kata sapaan yang terdapat dalam
cerpen “Bu Guru Cantik”.
“Drupadi boleh curhatm Bu?”
“Ibu, kapan sihAyah pulang?”
“Di rumah kan ada Paman Dursala. Ada Bibi Kunti juga.”
72
Kata sapaan yang digunakan dalam cerpen “Bu Guru Cantik”
lebih menjelaskan hubungan antara guru dengan murid dan hubungan
anak dengan orang tua dan kerabat-kerabatnya.
(c) Kata Seru
Menurut Kridalaksana (2001:84) mendefinisikan kata seru
adalah kata yang dipakai dengan tujuan mengawali seruan, bentuk
yang tak dapat diberi afiks, dan yang tidak memiliki ikatan sintaksis.
Berikut ini adalah kata seru yang terdapat dalam cerpen “Bu Guru
Cantik”.
“Ibu akan memperjuangkan hak-hak perempuan, kan?”
“Ya, aku akan menyelesaikan masalahmu dengan baik,
Drupadi...” geramnya.”
“jangan cuma ditanya dong, tapi minta Ayah libur. Minggu
kan harusnya tidak bekerja, Ayah malah sering tidak pulang.
Ibu kadang begitu.”
Pemakaian kata seru yang dicontohkan diatas menjadikan
suasana terasa sekali keakraban dalam situasi informal para tokoh
cerita dalam Cerpen “Bu Guru Cantik”. Kata seru kan, ya dan dong
memberikan makna untuk mempertegas tujaun dari pembicara.
(d) Kosakata Bahasa Indonesia
Kalimat-kalimat yang digunakan dalam Cerpen “Bu Guru
Cantik” memakai bahasa Indonesia. Namun demikan laksikal yang
muncul adalah kosakata yang mungkin jarang didegar penggunaannya
sehari-hari. Berikut salah satu contohnya.
...sekelabat gelora remajanya yang manja pun dikibaskannya
(Indriyana, 2016 : 43)
Pemakaian kosakata bahasa indonesia terdapat pada kata
sekelabat dan dikibaskannya. Pemakaian kosakata tersebut membuat
kalimat yang digunakannya menjadi lebih menarik.
73
2) Majas
Majas memiliki bermacam jenis yang jumlahnya relatif banyak,
bahkan tidak sedikit literatur dan orang yang memasukkan stile yang
bermain dengan struktur juga sebagai pemajasan (Nurgiyantoro.
2014:218). Berikut beberapa majas yang dianalisis.
(a) Simile
Sebuah simile membandingkan dua hal berbeda untuk
menciptakan makna baru. Dalam hal ini, pembaca dibuat sadar
secara eksplisit bahwa perbandingan terdapat dalam kalimat yang
dibuat karena penggunaan perbandingan yaitu “seperti”,
"layaknya" atau "sebagai". Berikut ini salah satu contoh simile
yang terdapat dalam Cerpen “Bu Guru Cantik”
“Ia ingin melawan, tapi tak kuasa. Rupanya, tangan
pamannya berpindah ke dadanya yang sudah seperti buah
yang ranum” (Indriyana, 2016 : 46)
Gaya bahasa simile dalam cerpen dipakai untuk
menggambarkan keadaan atau situasi secara mudah dan lengkap.
Gaya kalimat simile bisa dilihat dengan jelas karena menggunakan
kata perbandingan, dalam kalimat diatas menggunakan kata
“seperti”.
(b) Metafora.
Metafora adalah kiasan yang menggunakan satu hal untuk
mengartikan yang lain dan membuat perbandingan antara
keduanya. (Sumarlam, 2004:56). Berikut ini contoh metafora yang
terdapat dalam cerpen “Bu Guru Cantik”.
74
“Cantik remaja adalah sekuntum bunga yang mekar di
tangah kebun subur. “(Indriyana, 2016:42)
“Bu Guru cantik yang sabar ini, sore ketika mendengar
cerita Drupadi, sebenarnya dirinya juga turut merasa
tersayat dan panas-degup di dadanya.” (Indriyana, 2016 :
45)
Gaya bahasa metafora yang terdapat dalam kalimat diatas
bertujuan untuk menjelaskan sesuatu menjadi lebih sopan.
Kalimat “ sekuntum bunga yang mekar di tangah kebun subur”
memiliki makna bahwa masa remaja Bu Guru Cantik penuh
dengan kecukupan dan perhatian.
3) Gaya Wacana
Menurut Pradopo yang dikutip dalam Resnitriwati (2014)
menjelaskan bahwa Gaya wacana adalah bagian dari gaya bahasa
penggunaan lebih dari satu kalimat, baik dalam prosa, maupun puisi.
Gaya ini dapat berupa dua kalimat atau lebih, alinea, bait, keseluruhan
karya sastra, baik prosa, cerpen, novel, maupun keseluruhan satu puisi.
Berikut ini akan dipaparkan gaya wacana yang ditemukan dalam
cerpen “Bu Guru Cantik”.
(a) Klimaks
Klimaks merupakan gaya bahasa yang mengandung
urutan-urutan pikiran, dimana setiap kali semakin meningkat
kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya (Keraf, 2007
:124). Di bawah ini adalah beberapa gaya bahasa klimaks yang
ada dalam Cerpen “Bu Guru Cantik”.
“Bu Guru Cantik pun tidak bisa tidur malam itu, padahal
jalan keluar bagi masalah Drupadi sudah disusunnya;
materi ulangan sudah disiapkan jauh hari; dan kodisi
tubuhnya juga fit. Bukan itu yang membuatnya sulit tidur. Bu Guru Cantik yang sabar ini, sore ketika mendegar cerita
Drupadi, sebenarnya dirinya juga turut merasa tersayat dan
75
padan degup di dadanya. Tapi mungkin karena terbiasa
menghadapi masalah, kesabaran dan ketenangan membuatnya
mampu mengendalikan emosi saat menyimak cerita Drupadi”
(Indriyana, 2016 : 45)
Kutipan diatas merupakan gaya wacana klimaks yaitu
dengan memaparkan urutan kegiatan-kegiatan yang sudah
dilakukan oleh Bu Guru Cantik.
4) Citraan
Dalam sebuah karya sastra terdapat kalimat yang menggunakan
citraan. Ada beberapa jenis citraan yang terdapat pada sebuah karya sastra
antara lain : citraan penglihatan (visual), citraan pendengaran (auditit),
citraan taktil, citraan penciuman, citraan gerak, dan citraan
pengecapan/pencecapan. Berikut beberapa citraan yang ditemukan dalam
cerpen “Bu Guru Cantik”
(a) Citraan Penglihatan (visual)
Citraan penglihatan merupakan yaitu citraan yang
ditimbulkan oleh indera penglihat (mata) (Djoko, 2003). Berikut
ini salah satu contoh citraan penglihatan yang terdapat dalam
cerpen “Bu Guru Cantik”.
“Betul jawabanmu, Bisam.” Bu Guru Cantik tersenyum
senang atas jawaban itu. Bu guru menatap wajah murid-
murid yang terdiam. “Adakah yang tahu, mengapa kongres
itu dilaksanakan”. (Indriyana, 2016 : 39)
“Bagus sekali jawabanmu, Drupadi.” puji ibu Guru.
Kemudian pandangannya disebar ke seluruh ruangan.
(Indriyana, 2016: 40)
“Kenapa ibu menanggis?’ Cantik pun bertanya ketika
melihat mata ibunya berkaca-kaca (Indriyana, 2016 : 43)
76
Kutipan diatas merupakan citraan penglihatan yang
digunakan oleh penulis dalam cerpern “Bu Guru Cantik”. Hal ini
bisa dilihat penggunaan kata “menatap” dan “pandangannya”.
Kedua kata tersebut memiliki maksud untuk memberikan
gambaran kepada pembaca bahwa penulis mengajak pembaca
untuk menggunakan indra penglihatannya.
(b) Citraan Pendegaran
Citraan pendengaran, yaitu citraan yang ditimbulkan oleh
indera pendengar (telinga). Berikut ini citraan pendegaran yang
terdapat dalam cerpen “Bu Guru Cantik”.
“Tapi Ibu tidak marah kan kalau Drupadi cerita”
“Berceritalah, jangan takut Ibu marah” (Indriyana, 2016 :
45)
Kalimat diatas memiliki makna citraan pendegaran, hal ini
bisa dilihat dari makna yang tersirat menggunakan citraan
pendegaran. Dalam kutipan diatas, Drupadi ingin menceritakan
masalahnya kepada Ibu Guru Cantik, tapi dengan syarat Bu Guru
Cantik tidak akan marah ketika mendegarkan permasalah yang
dihadapi oleh Drupadi.
b) Cerpen “Catatan Harian Nyonya Evi”
1) Diksi
Adapun diksi-diksi yang terdapar dalam cerpen “Catatan Harian
Nyonya Evi” antara lain :
(a) Kata Sapaan
Menurut Kridalaksana (2001:191) memberikan pengertian kata
sapaan adalah kata yang dipakai pada situasi percakapan yang mungkin
berupa morfem, kata, atau frase yang dipergunakan untuk saling merujuk
dalam situasi percakapan dan yang berbeda menurut hubungan antara
77
pembicaranya. Berikut ini beberapa kata sapaan yang terdapat dalam
cerpen “Catatan Harian Nyonya Evi”.
“Selamat Sore,” sapanya. Aku tersenyum. (Indriyana, 2016 : 102)
Nyonya Evi, Aku mencintaimu” (Indriyana, 2016 : 106)
Kutipan diatas memberikan contoh kata sapaan yang digunakan
dalam cerpen “Catatan Harian Nyonya Evi”. Kata samaat pertama adalah
“Selamat Sore” daj kedua adalah “Nyonya”. Kata sapaan selamat sore
memiliki maksud untuk menyapa orang pada waktu sore hari. Sedangkan
kata “Nyonya” digunakan untuk memberikan sapaan secara halus pada
seorang wanita yang memiliki jabatan.
(b) Kata Seru.
MenurutEdi Subroto (2007:67) kata seru dapat digunakan
untuk mengungkapkan situasi tertentu. Berikut ini adalah
pemakaian kata seru dalam Cerpen “Catatan harian Nyonya Evi”
“Beli roti, ya” (Indriyana, 2016 : 102)
“Maaf, aku belum bisa menerima kata-kata itu saat ini”
(Indriyana, 2016 : 106)
Beberapa kata seru yang digunakan dalam cerpen ini
adalah kata “ya” dan “Maaf”. Kata “Ya” digunakan untuk
mempertegas maksud kalimat yang pertama. Sedangkan kata
“maaf” digunakan untuk memberikan kesan sopan dari sebuah
pernyataan.
2) Majas
Majas memiliki bermacam jenis yang jumlahnya relatif
banyak, bahkan tidak sedikit literatur dan orang yang memasukkan
78
stile yang bermain dengan struktur juga sebagai pemajasan
(Nurgiyantoro. 2014:218). Berikut beberapa majas yang dianalisis.
(a) Simile (Perbandingan)
Simile adalah pengungkapan dengan menggunakan
perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan
penghubung seperti layaknya, bagaikan, seperti, bagai. Di bawah ini
adalah beberapa analisis gaya bahasa perumpamaan (simile) dalam
dalam Cerpen “Bu Guru Cantik”.
“Nyonya Evi, aku lelaku dan kamu perempuan. Cinta pun
sederhana seperti puisi yang butuh dibaca. Cukup dimaknai
bahwa keduannya dalam tenteram dan keteduhan.” (Indriyana,
2016 : 106)
“Cerita itu mengali begitu rupa seperti alir air di hilir menuju
muara.”(Indriyana, 2016 : 107)
Dua buah kutipan cerpen diatas adalah simile, yaitu kalimat
perbandingan. Dalam kalimat tersebut yang menjadi penanda simile
adalah kata “seperti”, yang memiliki makna membandingkan kalimat
pertama dengan kalimat kedua.
(b) Majas Metafora
Metafora adalah bentuk kias yang paling sering dipakai, terjadi
bila kata yang satu dipakai untuk mengganti kata lain berdasarkan
kemiripan arti atau kontras, dipandang sebagai perumpamaan tetapi
tanpa menyebut dasar perbandingan atau partikel pembandingnya.
Berikut ini beberapa kalimat yang menggunakan majas metafora
dalam cerpen “Bu Guru Cantik”
“Bahasanya juga teratur seperti taman depan rumahnya. Rapi
dengan penataan sedikit njilimet.” (Indriyana, 2016 : 102)
Kutipan diatas menunjukan majas metafora yang digunakan
dalam cerpen “Catatan Harian Nyonya Evi”. Kalimat “seperti taman
79
depan rumahnya. Rapi dengan penataan sedikit njilimet.” memberikan
gambaran tentang tutur kata yang digunakan oleh Sueb.
3) Gaya Wacana
Menurut Pradopo yang dikutip dalam Resnitriwati (2014)
menjelaskan bahwa Gaya wacana adalah bagian dari gaya bahasa
penggunaan lebih dari satu kalimat, baik dalam prosa, maupun puisi.
Gaya ini dapat berupa dua kalimat atau lebih, alinea, bait, keseluruhan
karya sastra, baik prosa, cerpen, novel, maupun keseluruhan satu puisi.
Berikut ini beberapa gaya wacana yang digunakan dalam cerpen “Catatan
Harian Nyonya Evi”.
(a) Repetisi
Repetisi adalah gaya wacaana yang mengandung pengulangan
bunyi, suku kata, kata, frase ataupun bagian kalimat yang dianggap
penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai
(Keraf, 2005:127). Berikut ini salah satu repetisi yang terdapat dalam
cerpen “Catatan Harian Nyonya Evi”
“Tak semudah itu. Tak segampang menulis sebait puisi
dalam catatan harian.” (Indriyana, 2016 : 106
Kutipan diatas mengambarkan terjadi pengulangan makna kata
yang sama, yaitu pada kalimat “Tak semudah itu. Tak segampang”.
Kata “Tak Segampang” memberi penegasan pada kalimat
sebelumnya, yaitu tak semudah itu.
“Di depan mayat, waktu itu aku berjanji dalam hati untuk tetap
setia sampai tua. Para pelayat tertunduk. Wajah-wajah beku
dalam cuaca yang kaku.” (Indriyana, 2016 : 107)
Gaya wacana repetisi yang disampaikan penulis melalui kata-
kata “bagai badai yang menguras keringat dinginnya” dan “Wajah-
wajah beku dalam cuaca yang kaku” menimbulkan efek memelas dan
80
menyangatkan ketidak-berdayaan nasib tokoh utama dalam cerpen
ketika menghadapi permasalahan atau cobaan hidup.
4) Citraan
(a) Citraan Pelihatan
Citraan penglihatan adalah citraan yang terkait dengan
pengonkretan objek yang dapat dilihat oleh mata, objek yang dapat
dilihat secara visual (Nurgiyantoro, 2014:279). Berikut adalah kutipan
data yang menunjukkan adanya citraan pelihatan pada cerpen.
“Kulit kuning dan rapi penampilannya. Ini yang janggal,
seperti tak pantas menjadi seniman. Lebih cocok jadi
olahragawan, pengawai kontraktor, atau pekerja perhotelan.”
(Indriyani, 2016:101)
Kutipan diatas menunjukan citraan penglihatan yang terdapat
dalam Cerpen “Catatan Harian Nyonya Evi”. Dalam kutipan diatas
penulis menggunakan citraan penglihatan untuk mengambarkan sosok
dari Sueb. Dengan mengunakan citraan penglihatan, pembaca seolah-
olah bisa melihat fisik dari sueb yang kulit kuning dan selalu
berpenampilan rapi.
(b) Citraan Pendengaran
Citraan ini bertujuan untuk membuat pembaca seolah-olah
memdegar apa yang sedang dibicarakan oleh tokoh dalam cerita.
Berikut ini salah satu citraan pendegaran yang terdapat dalam Cerpan
“Catatan Harian Nyonya Evi”.
“Tidak menganggu?” Bicaranya pelan, terkesan santun dan
lembut. (Indriyana, 2016:102)
Kutipan cerpen diatas mengambarkan citraan pendengaran.
Dengan menggunakan citraan tersebut, pembaca seolah-olah
81
mendegar sapaan Sueb yang pelan, santun dan lembut ketika menyapa
Evi.
c) Cerpen “Honor Cerita Pendek”
1) Diksi
Diksi adalah pilihan kata yang tepat, baik dalam kata, frasa
maupun dalam kalimat untuk menyampaikan gagasan dan kemampuan
menemukan bentuk-bentuk yang sesuai dengan situasi sehingga
memperoleh efek tertentu. Pemakaian kosakata yang dipergunakan dalam
Cerpen “Bu Guru Cantik” Karya Indriyana Hasta sangat banyak jenisnya.
Penggunaan diksi atau pilihan kata yang banyak terdapat dalam cerpen ini
antara lain (1) kosakata bahasa asing, (2) kata sapaan, (3) kata-kata
bermakna kasar, dan (4) kata seru.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa diksi yang digunakan oleh
Indriyan Hasta (2016) dalam cerpen “Honor Cerita Pendek”.
(a) Kata Sapaan,
Kata sapaan merupakan kata untuk saling merujuk dalam
pembicaraan dan yang berbeda-beda menurut sifat hubungan di antara
pembicara itu. Berikut ini menunjukan beberapa kata sapaan yang
digunakan dalam cerpen ini.
“Mbak, nama saya Wisanggeni, mau tanya tentang honor
pembuatan tulisan.” (Indriyana, 2016 : 21)
“Pak, nama saya wisanggeni dari Jogja. Ingin menanyakan
honorarium tulisan.” (Indriyana, 2016 : 24)
Kutipan diatas menunjukan beberapa kata sapaan yang terdapat
dalam novel. Kata mbak diucapkan untuk menyapa wanita yang masih
muda. Sedangkan kata Pak digunakan untuk menyapa orang yang lebih
tua dari penyapa.
82
(b) Kata-kata bermakna kasar.
Kata-kata kasar adalah kata tidak sopan, keji berarti sangat rendah,
tidak sopan, dan kata-kata kotor berarti jorok, menjijikan, melanggar
kesusilaan. Berikut ini beberapa kata kasar yang digunakan dalam cerpen
“Bu Guru Cantik”.
“Pak Herjuna, Apakah koran Anda tidakbecus ngurus
honorarium” (Indriyana, 2016 : 25)
“Goblok sekali Anda!” (Indriyana, 2016 : 26)
Kata tidak becus dan goblok merupakan kata yang bermakna
kasar. Kata tidak becus bearti orang tersebut tidak bisa bekerja sesuai
dengan harapan. Sedangkan kata goblok mengandung makna orang yang
sangat bodoh.
(c) Kata Seru
Kata seru adalah kata atau frasa yang dipakai untuk mengawali
seruan, bentuk yang tak dapat diberi afiks dan yang tidak mempunyai
dukungan sintaksis dengan bentuk lain, dan dipakai untuk
mengungkapkan perasaan. Berikut ini menunjukan beberapa kata seru
yang digunakan dalam cerpen.
“Lho, apa maksud Bapak?” (Indriyana, 2016 : 25)
“Beli roti, ya” (Indriyana, 2016 : 102)
Kata Lho, Bapak, dan Ya merupakan kata seru yang digunakan
untuk mengungkapkan perasaan. Ungkapan perasaan tersebut tidak bisa
dijelaskan dengan kata-kata, maka digunakan kata seru. Kata seru lho
menyatakan keterkejutan atau keheranan terhadap sesuatu hal yang tidak
disangka-sangka. Sedangkan kata seru Ya menyatakan penegasan
terhadap kalimat sebelumnya.
83
2) Majas
Majas memiliki bermacam jenis yang jumlahnya relatif banyak,
bahkan tidak sedikit literatur dan orang yang memasukkan stile yang
bermain dengan struktur juga sebagai pemajasan (Nurgiyantoro.
2014:218). Berikut beberapa majas yang dianalisis.
(a) Simile
Dalam simile, perbandingan diungkapkan secara eksplisit
dengan menggunakan kata depan dan penghubung seperti, bagaikan,
layaknya. Berikut ini adalah simile yang terdapat dalam cerpen
“Honor Cerita Pendek”.
“Hasilnya sungguh mengecewakan dirinya. Ia merasa
dilempar ke sana ke mari, seperti bola sepak. “(Indriyana,
2016 : 25)
Kutipan diatas adalah simile karena menggunakan kata seperti
untuk memberi penegasan kalimat pertama sekaligus memberi analogi
maksud dari kalimat sebelumnya.
(b) Metefora
Menurut Keraf (2005:139) metafora merupakan analogi yang
membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang
singkat. Kutipan berikut ini menjelaskan metafora yang terdapat
dalam cerpen.
“Di Kursi, ia membuka buka koran. Ia tidak membaca.
Pikirannya melayang ke banyak hal.” (Indriyana, 2016 : 22)
“Pikirannya melayang” merupakan kalimat metafora karena
kata melayang digunakan untuk benda yang bisa terbang, tapi
digunakan pada benda yang tidak terlihat (pikiran).
3) Gaya Wacana
84
Menurut Pradopo yang dikutip dalam Resnitriwati (2014)
menjelaskan bahwa Gaya wacana adalah bagian dari gaya bahasa
penggunaan lebih dari satu kalimat, baik dalam prosa, maupun puisi.
Gaya ini dapat berupa dua kalimat atau lebih, alinea, bait, keseluruhan
karya sastra, baik prosa, cerpen, novel, maupun keseluruhan satu
puisi.
Adapun gaya wacana yang terdapat dalam cerpen “Honor
Cerita Pendek” adalah sebagai berikut.
(a) Klimaks
Berikut ini adalah gaya wacana dalam bentuk klimaks yang
terdapat dalam cerpen “Honor Cerita Pendek”.
“Ia pintar, tidak pilih-pilih dalam bergaul, dan taat
menjalankan agamanya. Berteman dari SD sampai SMA telah
cukup untuk mengenal wataknya” (Indriyana, 2016 : 23)
Kalimat “Berteman dari SD sampai SMA” adalah gaya
wacana klimaks, karena memberikan penjelasan bertingkat mulai dari
tingkat paling rendah (SD) sampai dengan tingkat paling tinggi
(SMA)
(b) Repetisi
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata, bagian
kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah
konteks yang sesuai (Sumarlam, 2004:35). berikut ini adalah repetisi
yang terdapat dalam cerpen “Honor Cerita Pendek”.
“Ya, ya, akan kuusahakan” (Indriyana, 2016 : 22)
Kutipan diatas adalah contoh repetisi yang terdapat dalam
cerpen “Honor Cerita Pendek”. Kata ‘Ya” yang diulang sebanyak dua
85
kali menunjukan penegsan dari pernyataan yang disampaikan oleh
pembicara.
4) Citraan
Berdasarkan analisis data ditemukan tujuh jeniscitraan yang
terdapat pada Cerpen “Bu Guru Cantik” karya Indryana Hasta, citra
pengedapan dan citra gerak.
(a) Citraan Pengecapan
Citraan pencecapan adalah citraan yang ditimbulkan oleh
pengalaman indera pencecapan dalam hal ini lidah. Berikut adalah
kutipan data yang menunjukkan adanya citraan pengecapan pada
cerpen.
Hah, naik pesawat? Seperti apa ya rasanya? Habis berapa
duit? Wisangeni bertanya-tanya dalam hatinya. (Indriyana,
2016:23)
Kutipan diatas menunjukan bahwa kata “rasanya’
menunjukan suatu pengecapan yang membuat pembaca berpikir
bagaimana rasanya menaiki pesawat.
(b) Citraan Gerak.
Citraan gerak adalah citraan yang menggambarkan sesuatu
yang seolaholah bergerak nyata. Berikut adalah kutipan data yang
menunjukkan adanya citraan gerak pada cerpen.
“Pakai pesawat! Apa kau sudah tidak peduli dengan
persahabatan kita, Wis? Ingat, ini hari istimewa, Aku juga
ingin orang-orang istimewa datang, ada di dekatku.”
(Indriyana, 2016:22).
Kutipan diatas adalah citraan gerakan yang terdapat dalam
Cerpen “Honor Cerita Pendek”. Dimana kalimat “ Aku juga ingin
orang-orang istimewa datang, ada di dekatku.” membuat pembaca
seolah-olah orang bergerak dekat dengan temannya Wisenggeni
86
(c) Citraan Pendengaran
Citraan pendengaran adalah citraan yang dihasilkan oleh indra
pendengaran. Berikut adalah kutipan data yang menunjukkan adanya
citraan pendengaran pada cerpen.
“Koran Nasioanl, koran terdepan Indonesia, selamat pagi. Ada
yang bisa kami bantu?” Operator menyapa dengan kalimat
hafalan. (Indriyana, 2016 : 18).
Dari kutipan diatas, mengambarkan operator Koran Nasional
menyapa penelepon. Hal tersebut kemudian membuat pembaca
seolah-olah mendegar percakapan.
Pada ketiga cerpen di atas menunjukkan bahwa:
a. Diksi lebih dominan ke kata sapaan, dengan alasan ketiga cerpen
mempunyai banyak sekali paragraf yang menunjukkan kata sapaan,
penulis ingin memberitahu ke pembacanya bahwa tiga cerpen diatas
mempunyai banyak sekali sapaan.
b. Gaya kalimat lebih dominan ke metafora, dengan alasan penulis ingin
memberitahu kepada pembaca untuk memperhatikan dengan berbagai
perbandingan dengan kata “seperti”.
c. Citraan lebih dominan ke penglihatan, dengan alasan penulis
mengajak pembacanya untuk melakukan dan memperhatikan bahwa
ketiga cerpen tersebut mempunyai banyak citraan penglihatan.
3. Relevansi KD Analisis Stilistika dalam Kumpulan Cerpen Bu
Guru Cantik karya Hasta Indriyana dengan Pembelajaran di
SMA.
Sesuai dengan KI-KD Kompetensi Inti-Kompetensi Dasar) di
SMA kelas X.
Kompetensi
Dasar
3.18
Menganalisis isi dari minimal satu buku fiksi dan
satu buku nonfiksi yang sudah dibaca.
87
1) Kesesuaian dengan bahan pengajaran sastra
a) Bahasa
Gaya bahasa, bahasa figuratif, majas, diksi, struktur kata,
dan citraan, adalah contoh aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan
dalam karya sastra sangat mempengaruhi pemahaman anak-anak
didik terhadap karya sastra, maka dari itu guru harus pandai dalam
memilih bahan ajar yang sesuai dengan jenjangnya.
Pada usia anak SMA, pemahaman mengenai aspek bahasa
seperti majas, diksi, gaya wacana, dan citraan akan berkembang
dengan baik, sehingga aspek kebahasaan pada anak SMA harus
lebih tinggi dibandingkan dengan aspek kebahasaan pada karya
sastra untuk SD dan SMP.
b) Aspek Psikologi
Dalam aspek psikologi ini anak sangat berpengaruh dalam
perkembangan. Hal yang dapat diperhatikan dalam aspek
perkembangan anak dijenjang SMA antara lain, mempunyai pola
pikir yang sudah abstrak, dan dapat menarik kesimpulan dari
sebuah masalah, mudah tertarik dengan soal-soal percintaan,
politik, kepercayaan, nilai moral, kritik sosial, kepribadian.
Pada kumpulan cerpen Bu Guru Cantik karya Hasta
Indriyana ada tiga cerpen yang dianalisis yang terdapat unsur
percintaan, politik, kepribadian. Oleh karena itu, kumpulan cerpen
Bu Guru Cantik karya Hasta Indriyana cocok dijadikan sebagai
bahan ajar di SMA.
c) Aspek Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya siswa mempengaruhi karya sastra yang
akan dijadikan sebagai bahan ajar di SMA. Misalnya sekolahan
terdapat didaerah Jawa Tengah dan di Yogyakarta. Dari kedua
daerah tersebut siswa lebih cocok dengan karya sastra yang
88
memiliki budaya jawa, sehingga siswa mudah memahami dan
tidak terlalu ribet untuk memahami karya sastra yang ada
didaerah tersebut. Kumpulan cerpen yang bisa digunakan sebagai
bahan ajar yaitu kumpulan cerpen Bu Guru Cantik karya Hasta
Indriyana. Kumpulan cerpen tersebut banyak menunjukkan
bahwa cerpen tersebut berada di Yogyakarta. Cerpen tersebut
juga bisa digunakan diluar Yogyakarta. Kumpulan cerpen
tersebut banyak menunjukkan bahwa cerpen tersebut berada di
Yogyakarta. Cerpen tersebut juga bisa digunakan diluar
Yogyakarta. Untuk itu kumpulan cerpen Bu Guru Cantik karya
Hasta Indriyana dapat digunakan sebagai bahan ajar di Klaten dan
sekitarnya, karena cerpen-cerpen karya Hasta Indriyana ini
banyak mengandung unsur perdesaan dan kehidupan di desa.
2) Kesesuaian materi dengan bahan ajar di SMA
Dalam KI-KD Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia. Kompetensi dasar 3.18 pada Sekolah Menengah Atas
(SMA) kelas X., menjelaskan bahwa siswa harus mampu
menganalisis kumpulan cerpen Bu Guru Cantik karya Hasta
Indriyana yang terdapat dalam tiga cerpen yaitu 1) Bu Guru cantik,
2) Catatan Harian Nyonya Evi, 3) Honor Cerita Pendek. Sehingga
siswa dapat mengemukakan strutur cerpen yang terdapat: tema, alur,
tokoh, latar, dan sudut pandang dan majas, gaya wacana, diksi, dan
citraan.
Dalam penelitian ini, bahwa tidak semua cerpen bisa dijadikan
sebagai bahan ajar. Hanya beberapa saja yang bisa dijadikan sebagai
bahan ajar di SMA dengan pertimbangan-pertimbangan yang sudah
dijabarkan.