Upload
tranduong
View
226
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
153
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pemaparan hasil penelitian ini diawali dengan deskripsi mengenai kondisi
empirik berbagai model pelatihan dalam penyiapan tenaga kerja baby sitter di
Kota Bandung dan berbagai kondisi yang ada mengenai baby sitter dan
kompetensi yang ada. Deskripsi dan analisis berbagai kondisi yang berkaitan
dengan penyiapan tenaga kerja baby sitter serta permasalahan yang disajikan,
memberikan gambaran tentang prakondisi yang menjadi dasar pijakan dalam
pengembangan model yang dikembangkan. Selanjutnya sesuai dengan inti
permasalahan, penelitian ini menyajikan uraian tentang model pelatihan in-service
berbasis kompetensi bagi baby sitter.
Hasil penelitian ini memaparkan pula kajian mengenai implementasi model
pelatihan in-service yang secara konseptual dan empirik dapat meningkatkan
kompetensi baby sitter sehingga memungkinkan pencapaian profesionalisme baby
sitter. Uraian selanjutnya diakhiri dengan penyajian evaluasi pelatihan mengenai
keefektifan pelatihan yang dilaksanakan.
Secara keseluruhan, hasil temuan penelitian ini dikemukakan dalam uraian
berikut.
154
1. Kondisi Empirik model-model pelatihan bagi penyiapan tenaga kerja
baby sitter pada lembaga dan profesionalisme baby sitter
a. Data lembaga penyalur tenaga kerja baby sitter di Kota Bandung
Baby sitter merupakan salah satu tenaga kerja yang saat ini menjadi
kebutuhan masyarakat. Lembaga kursus dan pelatihan yang ada di kota Bandung,
beberapa ada yang memfokuskan pada penyiapan dan penyaluran tenaga kerja
baby sitter, namun lebih banyak yang bersatu dengan pengadaan tenaga pembantu
rumah tangga (PRT), satpam, pengasuh orang tua, dan supir. Berbagai lembaga
kursus yang ada, beberapa sudah memiliki ijin dari Dinas Tenaga Kerja berkenaan
dengan ketenagakerjaan, namun kenyataannya bahwa bagi lembaga kursus pun
diharuskan terdaftar secara resmi di dinas pendidikan setempat, khususnya di kota
bandung.
Berdasarkan kajian data berbagai lembaga yang ada pada daftar lembaga
kursus pada dinas pendidikan dan data lembaga penyalur tenaga kerja baby sitter
pada dinas tenaga kerja, dianalisa bahwa daftar lembaga yang ada tidaklah sama,
artinya ada lembaga yang terdaftar pada dinas tenaga kerja, tapi tidak terdaftar
pada dinas pendidikan, begitu pula sebaliknya. Hanya ada sedikit sekali lembaga
yang secara lengkap terdaftar baik pada pendataan di dinas pendidikan maupun
dinas tenaga kerja. Hasil wawancara dan observasi pada lembaga yang terdaftar
pada dua lembaga, mereka mengeluh cukup kebingungan kemana harus
menginduk dan laporan kegiatan haruslan dilaporkan pada dua dinas sekaligus.
Temuan lain didapatkan bahwa pada beberapa lembaga penyalur tenaga kerja pun
ada yang ada di bawah naungan dinas sosial. Lembaga-lembaga tersebut
155
menginduk pada dinas sosial, khususnya dalam pelayanan sosial untuk penyaluran
tenaga pembantu rumah tangga namun menyiapkan pula tenaga untuk baby sitter.
Lembaga-lembaga dengan label penyaluran tenaga kerja, salah satunya baby
sitter, yang sempat didatangi mengaku telah melaksanakan pelatihan bagi tenaga
kerjanya tersebut, dengan berbagai model pelatihan yang dapat mereka lakukan.
Hampir dipastikan bahwa control dan pelayanan dari dinas pendidikan, dinas
penyaluran tenaga kerja dan dinas sosial belumlah maksimal. Hal ini dapat
dibuktikan dengan beragamnya pelatihan, materi dan waktu pelaksanaan
khususnya standar kompetensi yang menjadi acuan dari setiap lembaga.
b. Deskripsi Model Pelatihan Baby sitter yang diselenggarakan lembaga
Proses pelatihan di beberapa lembaga seperti di Muslimah Center Daarut
Tauhiid, Bina Mandiri Dago, dan Yayasan Widia Rejeki Tama Kiaracondong
memiliki syarat untuk menjadi warga belajar pada kursus baby sitter umumnya
melalui proses seleksi seperti lulusan SMP/SMA atau usia antara 17 s.d. 35
tahun, mengikuti psikotest dan wawancara yang berkaitan dengan motivasi dan
komitmen serta tes kesehatan. Jika lembaga kursus baby sitter bersifat islami,
seperti Lembaga Muslimah Center Daarut Tauhiid, tes seleksi ditambah tes baca
tulis Al Qur’an, sedangkan jika bersifat kristiani tes seleksi ditambah dengan tes
kerohanian kristiani, dan tidak ada seleksi tambahan seperti di lembaga Bina
Mandiri Dago dan Yayasan Widia Rejeki Tama.
Setelah melalui proses seleksi warga belajar dapat mengikuti pendidikan
keterampilan baby sitter. Lamanya pendidikan/pelatihan baby sitter setiap
penyelenggara kursus tidaklah sama, ada yang selama 1 bulan hingga 2 bulan, ada
156
yang 3 bulan dan ada juga yang sampai 6 bulan maupun setahun. Sebagian besar
warga belajar belajar selama pelatihan tinggal di asrama tapi ada pula yang tidak
bertempat tinggal di asrama.
Tidak ada tingkatan level/tingkat dalam pelatihan/kursus baby sitter;
Penjejangan karir baby sitter ditentukan oleh lama dan pengalaman bekerja,
lamanya/sesi tatap muka berdasarkan kesepakatan instruktur dengan lembaga
yang bersangkutan sehingga terdapat perbedaan antara lembaga yang satu dengan
lembaga yang lain. Kompetensi instruktur sangat beragam, ada yang berprofesi
sebagai psikolog, perawat, dokter, guru TK juga mantan baby sitter senior.
Demikian juga dengan mata pelatihan kursus yang merupakan program
kurikulum, antara tempat penyelenggara kursus tidaklah sama. Umumnya materi
pelatihan yang diberikan sesuai dengan kompetensi lulusan baby sitter yang
diharapkan. Pada umumnya materi pelatihan mengacu pada :
1) Kelompok dasar (motivasi kerja, etika, kepribadian, karakter lingkungan/
pengguna jasa).
2) Kelompok Inti (penekanannya pada profesi baby sitter, seperti
perkembangan, perawatan, pengasuhan, penyakit, gizi dan kesehatan,
permainan dan bermain bayi dan balita serta tugas- tugas baby sitter).
3) Kelompok penunjang (spesialisasi) seperti terapi pijat bayi, bahasa
(inggris/arab) dan komputer.
4) Praktek Lapangan (Magang)
Berikut ini merupakan gambaran model pelatihan dari beberapa lembaga
kursus yang ada di kota Bandung, sebagai berikut:
157
Tabel 4.1
Karakteristik Model Pelatihan di Tiga Lembaga
Karakteristik Muslimah Center DT
Bina Mandiri Dago
Yayasan Widia Rejeki Tama
Kiaracondong Tujuan pelatihan
Pelatihan baby sitter yang dilaksanakan memiliki tujuan utama yaitu pemberdayaan masyarakat dhuafa. Sehingga yang menjadi prioritas peserta adalah peserta yang memiliki keterangan tidak mampu.
Penyediaan tenaga kerja baby sitter yang memiliki keahlian tertentu
Penyediaan tenaga kerja baby sitter yang memiliki keahlian tertentu
Kurikulum Penekanan pada muatan agama dan membangun karakter baby sitter
Materi kesehatan, perawatan anak secara umum.
Materi kesehatan dan perawatan anak secara umum
Materi Materi Orientasi (4 hari) � Ekspektasi
(harapan diri) � Motivasi � Pengenalan
program baby sitter � Pengenalan
Lingkungan � Pembiasaan Olah
Fisik � Muhasabah
Materi Pelatihan (1 bln) � Materi Diniyah � Materi
Profesi/Keperawatan
� Materi Kesehatan
Kelompok Umum � Tumbuh
kembang anak � Komunikasi
dengan anak
Kelompok Inti � Registrasi bayi-
balita untuk usia 0-5 tahun
� Kegawatdaruratan anak
� Perawatan bayi lahir normal
� Perawatan bayi sehat 1 – 5 tahun
� Gizi dan diet bayi balita
� Praktek
� Kepribadian � Etika dan
perilaku � Komunikasi � Kematangan
emosi dan motivasi kerja
� Legal aspek � Manajemen
Rumah Tangga � K3
(Keselamatan dan Keamanan kerja)
� Pendidikan Anak usia dini
� Fasilitatoran belajar dan bermain anak
� Membuat
158
pada Anak � Materi Kreativitas � Materi Pengetahuan
Dasar tentang Gizi dan Makanan Balita
� Materi Psikologi � Materi Motivasi Materi Praktek � Praktek langsung di
laboratorium � Magang Materi Pembiasaan � Sholat Qiyamul
Lail � Shaum Senin-
Kamis � Tilawah dan Tahfiz
Qur’an � Hafalan Doa
Harian
Kelompok Penunjang � Terapi pijat bayi � Teknik
pembuatan makanan tambahan balita
� Etika profesi dan motivasi kerja
variasi menu bergizi dan hygine untuk anak
� Magang
Waktu 3-4 bulan Fleksibel disesuaikan dengan kemampuan calon tenaga baby sitter. Apabila sudah punya anak, sebagian besar bisa lebih cepat karena sudah paham, ataupun yang sudah pernah bekerja memegang anak. Pelatihan dapat dilaksanakan mulai dari 1 minggu sampai maksimal 3 minggu. Umumnya dilaksanakan 2 minggu 3 minggu
1 minggu-2 minggu
Biaya 2 juta/orang, biaya dari DPU (peserta gratis)
1.000.000/orang, biaya dibayar individual dan bisa dicicil dari penghasilan yang
1.000.000/orang, biaya dibayar individu, dapat dicicil dari penghasilan yang
159
akan diterima kemudian
akan diterima kemudian
Kualifikasi staf
- Fasilitator : Santri di pesantren
- Terstruktur dan melibatkan kepanitian khusus
- Fasilitator : 1 staf
- Dikelola oleh satu orang pemilik yayasan dan dukungan 1 staf
- Staf front office sekaligus menjadi fasilitator peserta di asrama
- Staf yang membantu 2 orang
Pengelola Pelatihan yang dilaksanakan adalah sepenuhnya dikelola oleh lembaga Muslimah Center Daarut Tauhiid, dengan koordinasi dalam pendanaan dan rekruitmen dengan lembaga DPU serta penyaluran tenaga kerja dilaksanakan oleh lembaga GSP (Global Service Providers).
1 orang pemilik dan manajemen sederhana, yayasan milik pribadi
Manajemen, yayasan milik pribadi
Nara Sumber - Pemateri berasal dari STIKES, UPI, dsb
- Pemateri : 1 bidan/Perawat yang disewa secara pribadi
- Pemateri dilaksanakan pada pelatihan tertentu, peserta ditempatkan di satu rumah selama menunggu datang klien
Usia peserta pelatihan
Usia 18-35 tahun, jumlah 20-30 orang
Usia 18 ke atas Jumlah bisa terlaksana dengan ada 2-4 orang, tergantung situasi
Usia 18 ke atas Jumlah bisa terlaksana dengan 2-4 orang, tergantung situasi
160
Strategi pelatihan
Diasramakan selama 2-3 bulan di wilayah pesantren
Di rumah pemilik yayasan
Di tempatkan di satu rumah yang khusus menampung tenaga yang siap disalurkan
Pendekatan Pelatihan
- Orientasi motivasi
- Pembiasaan ibadah sholat dan shaum juga tahajud dalam lingkup asrama
- Magang di panti asuhan, rumah sakit dan rumah-rumah keluarga
- Materi disampaikan dan didemonstrasikan oleh satu orang bidan/perawat dari sebuah lembaga
- Magang di panti asuhan
Pelatihan dilakukan di sebuah tempat khusus dalam waktu khusus selama 2 minggu Materi umum perawatan dan kesehatan anak
Rekruitmen - Sosialisasi melalui media radio dan jemput langsung dengan menempatkan informasi melalui cabang-cabang lembaga DPU (Dompet Peduli Umat) di berbagai wilayah yang tersebar di Indonesia diantaranya Bandung, Jakarta, Kuningan.
- Membuka layanan pendaftaran dengan menentukan beberapa persyaratan (usia 16-35, tidak menikah, ikatan kerja, bersedia ikut pelatihan, dll) berbagai tes psikotes, tes fisik, tes pengetahuan dasar
Menempatkan staf perwakilan lembaga di daerah-daerah seperti : Jawa tengah untuk menjaring tenaga kerja yang mau bekerja menjadi seorang baby sitter Menerima langsung pengajuan dari perorangan calon tenaga kerja, atas informasi dari rekan lain yang pernah atau sudah bekerja melalui penyaluran lembaga Bina Mandiri
Menempatkan staf perwakilan lembaga di daerah-daerah seperti : Jawa tengah untuk menjaring tenaga kerja yang mau bekerja menjadi seorang baby sitter
161
c. Kondisi ketenagaan baby sitter yang ada di masyarakat
Ketenagaan baby sitter atau pengasuh anak menjadi kebutuhan masyarakat
di kota yang saat ini tidak terelakkan lagi. Semakin meningkatnya jumlah ibu
bekerja di luar rumah, menjadikan anak yang masih balita haruslah mendapatkan
pengasuhan dari seseorang pengganti ibu. Kenyataan yang ada di masyarakat kota
pada khususnya, ketenagaan pengasuhan anak di rumah ini dilakukan oleh
pengasuh yang mungkin saja adalah neneknya, keluarga lain, bahkan mengadakan
tenaga pengasuh anak, baik yang berasal dari lembaga, maupun tenaga pengasuh
anak yang asalnya merupakan pembantu rumah tangga.
Kondisi empirik yang ada bahwa jasa tenaga pengasuh anak di rumah atau
baby sitter dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu :
1) Baby sitter/pengasuh anak yang berasal dari pihak keluarga sendiri (nenek,
ua, bibi, dll)
2) Baby sitter/pengasuh anak yang berasal dari lembaga penyalur tenaga kerja
baby sitter
3) Baby sitter/pengasuh anak yang berasal dari pembantu rumah tangga yang
dialih fungsikan sebagai pengasuh anak plus
4) Baby sitter/pengasuh anak yang sengaja diambil oleh keluarga dari tempat
asalnya untuk fokus mengurus anak, dengan pola didikan yang langsung
didapatkan dari keluarga
Berbagai kondisi yang ada ini merupakan kenyataan yang perlu kita sikapi
dan tanggapi secara jernih. Artinya kebutuhan yang besar di masyarakat akan jasa
162
kepengurusan anak dirumah sebagai pengganti orang tua harus menjadi perhatian
khusus dari peneliti.
d. Profesionalisme baby sitter
Berbagai karakteristik asal dari tenaga baby sitter/pengasuh anak,
memberikan asumsi bahwa umumnya tenaga kerja baby sitter memberikan jasa
kepengasuhan sesuai dengan pengalaman yang diterimanya, bukan berdasarkan
sebuah proses pembelajaran yang secara khusus diberikan. Artinya dapat
dikatakan bahwa tenaga kerja yang berasal dari lembaga seharusnya memiliki
tingkat kompetensi lebih tinggi dibandingkan pengasuh anak/baby sitter yang
tidak melalui lembaga. Meskipun pertanyaan selanjutnya adalah standar
kompetensi seperti apa yang seharusnya dimiliki oleh tenaga pengasuh anak/baby
sitter.
Dalam hal ini, diungkapkan data hasil penelitian melalui FGD (Forum
Group Discussion) dengan baby sitter yang bekerja melalui sebuah lembaga,
wawancara dengan lembaga penyalur tenaga kerja dan berbagai kritik yang sering
diterima oleh lembaga mengenai kemampuan dan kondisi baby sitter yang telah
bekerja.
Berdasarkan data yang didapatkan berdasarkan hasil forum grup dengan
sekelompok baby sitter yang berasal dari lembaga, secara umum, baby sitter di
lapangan mendapatkan cukup banyak permasalahan, khususnya dalam hal
penyesuaian dengan keluarga dan yang paling utama adalah dalam interaksinya
dengan anak. Harapan dari baby sitter bahwa mereka menginginkan apabila ada
kumpulan selanjutnya, dapat diberikan materi-materi untuk meningkatkan
163
pengetahuan serta keterampilan mereka. Beberapa materi tersebut adalah
berkenaan dengan cara yang baik dalam mengurus, membimbing dan menghadapi
anak, diantaranya :
1) Materi mengenai cara cepat disukai dan memahami anak
2) Materi mengajarkan kebiasaan yang baik pada anak
3) Materi mengenai kreatifitas dan inisiatif baby sitter
4) Materi cara menghadapi kritik dari mitra dan lingkungan
5) Materi mengenai komunikasi dalam memberitahu apabila anak itu salah
6) Materi tentang menu makanan anak sesuai usia
Adapun hasil wawancara dengan keluarga dan informasi yang didapatkan
dari penyalur tenaga kerja baby sitter, terkadang ada beberapa kritikan dan saran
yang masuk mengenai baby sitter yang mereka salurkan. Meskipun keluarga
pengguna jasa pun mengungkapkan tingkat pengharapan pada baby sitter yang
tidak terlalu muluk, dengan keberadaan tenaga baby sitter dengan usia muda,
tingkat pendidikan SMP dan belum berpengalaman, namun pada prinsipnya
standar minimal baby sitter yang ada diharapkan, diantaranya : 1) memiliki
kebersihan diri, 2) kerapihan, 3) bisa menyesuaikan diri dengan anak dan
keluarga, 4) mampu mengurus kebutuhan anak seperti susu, makan dan pakaian
anak dengan baik, dan 5) dapat menjadi penghubung antara orang tua dan anak,
khususnya mendengarkan kebutuhan anak ketika orang tuanya tidak ada.
Dari standar minimal yang diharapkan keluarga tersebut, ada pula beberapa
komplain yang disampaikan sekaitan dengan performance kerja baby sitter yang
didapatkan dari data komplain kepada penyalur tenaga kerja dan juga dari hasil
164
wawancara serta angket. Beberapa masukan tersebut diantaranya adalah : 1)
Kurangnya kebersihan badan, bau badan dan penampilan tidak rapi; 2) Tidak
cekatan dalam mengatur waktu, artinya lambat, 3) Tidak siap ketika dikritik
majikan; 4) Ada yang belum mengetahui tentang manajemen penyiapan ASI; 5)
Beberapa menyerah ketika anak tidak mau makan; 6) Ada yang kurang sopan
kepada keluarga sehingga kurang keterampilan mengenal dan memahami mitra; 7)
Kurang dalam membujuk anak dan mengetahui kesenangan anak; 8) Kurang
kreatif dan inisiatif baby sitter kepada anak; 9) Masih perlu diingatkan untuk
memasak makanan anak dan mencuci botol hygienis; 10) Kurang mengetahui
dalam menyusun menu makanan menarik untuk balita; 11) Ada yang belum
memahami cara merawat pakaian anak; 12) Ada yang sikap dan perilakunya juga
bahasa yang belum memberi contoh serta mengajarkan kebiasaan baik pada anak;
13) Ada yang belum bisa menjaga kebersihan diri dan lingkungan; 14) Kurang
interaksi dalam mengajak anak bermain yang mendidik. Kenyataan akan
kemampuan dan kompetensi baby sitter tersebut didapatkan dari hasil wawancara
dengan 3 lembaga penyalur tenaga kerja di kota bandung, forum grup mengenai
curhat baby sitter dan ungkapan beberapa keluarga pengguna jasa yang
menggunakan jasa baby sitter.
Temuan dari hasil studi pendahuluan mengenai kebutuhan kompetensi di
lapangan pada jasa tenaga kerja baby sitter tersebut dapat dipahami karena
memang belum tertanganinya dengan baik penyelenggaraan pelatihan yang ada.
Pada beberapa lembaga yang peneliti datangi seperti Bina Mandiri Dago dan
Yayasan Widia Rejeki Tama Kiara Condong, penilaian akan kompetensi calon
165
tenaga baby sitter yang dilaksanakan lembaga pelatihan, hanya dengan melihat
latar belakang tenaga kerja. Bagi calon tenaga kerja yang misalnya mengaku
pernah mempunyai anak, maka dia hanya menjalani serangkaian tes yang
dilakukan oleh pengelola. Tes yang dilakukan diantaranya dengan melihat
simulasi cara menggendong boneka bayi, memandikan, memakaikan baju, dan
sebagainya. Bahkan penentuan waktu pelatihan yang akan dilaksanakan lebih
kepada “feeling” dari pengelola pelatihan saja. Pelatihan seperti di atas tentunya
sangat instan dan hanya berbasiskan pada kebutuhan pengguna jasa semata yang
sifatnya sangat mendesak.
Hasil studi tersebut dan beberapa data yang ada maka pada umumnya dapat
diambil kesimpulan bahwa dengan model-model pelatihan yang telah dilakukan
serta ketidakjelasan standar kompetensi yang menjadi acuan lembaga-lembaga
tersebut maka tentunya tenaga kerja baby sitter yang dihasilkan tidak akan
optimal. Artinya tenaga kerja yang ada dan telah bekerja tersebut belum
profesional. Hal ini menjadi temuan peneliti dan menjadi titik awal peneliti dalam
mengembangkan model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam
meningkatkan profesionalisme baby sitter.
e. Kondisi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk
bidang kerja baby sitter
Permasalahan mengenai kompetensi apa yang menjadi patokan dari profesi
baby sitter pada dasarnya secara tertulis sudah diatur dalam draft SKKNI (Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), namun dalam pelaksanaannya setiap
lembaga kursus yang menyelenggarakan pelatihan baby sitter dapat menggunakan
166
standar pelatihan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan kompetensi yang ingin
dicapai, dengan masa pelatihan yang berbeda dan materi yang juga berbeda dalam
variasinya, sesuai dengan visi dan misi lembaga masing-masing. Hal ini menjadi
permasalahan ketika pelatihan baby sitter yang dilaksanakan ternyata berada di
bawah standar bahkan tidak memiliki standar pelaksanaan. Meskipun ada
beberapa pelatihan baby sitter yang cukup baik melaksanakan, namun tidak
sedikit pula pelatihan yang hanya sekedarnya melatih tenaga kerja baby sitter
untuk sekedar mencari keuntungan semata.
Kompetensi bidang kerja baby sitter menurut SKKNI (Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia) meliputi 3 kompetensi yaitu unit kompetensi umum,
unit kompetensi inti serta Kelompok Unit Kompetensi Khusus. Untuk bidang
kerja baby sitter tingkat pemula, apabila dianalisa, pada prinsipnya elemen-
elemen kompetensi yang ada lebih memfokuskan pada perawatan anak secara
fisik, dan kurang menekankan pada prinsip-prinsip perkembangan, perawatan dan
pendidikan anak usia dini. (Lampiran) Adapun selayaknya dan menurut hemat
peneliti bahwa pengasuhan pada anak usia dini seharusnya lebih pada bagaimana
“early attachment” yang dapat mengembangkan dan menstimulasi anak usia dini
sehingga pertumbuhan dan perkembangan berbagai aspek potensial dalam diri
dapat berkembang dengan baik.
Fungsi dan peran baby sitter di keluarga adalah menjadi partner dari orang
tua dalam kepengasuhan sekaligus pendidikan anak usia dini ketika mereka
bekerja. Pada akhirnya, meskipun tetap akan berbeda dengan sentuhan orang tua,
baby sitter berperan sebagai orang tua pengganti sementara. Seperti yang
167
dilaporkan dalam sebuah penelitian aspek kunci dari kualitas pengasuhan adalah
kemampuan dari pengasuh untuk membangun hubungan dengan anak dan
sentuhan rasa aman bagi anak (Rush, 2006). Fenomena ini menunjukkan perlu ada
upaya serius dari berbagai pihak khususnya pemerintah untuk bersikap tegas dan
mengatur terselenggaranya pelayanan terhadap anak, khususnya mengenai jasa
ketenagaan baby sitter atau pengasuh anak di rumah, agar dapat sesuai dengan
prinsip-prinsip yang sesuai dengan perkembangan, pengasuhan dan pendidikan
anak usia dini.
2. Model konseptual pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk
meningkatkan profesionalisme baby sitter
a. Hasil Analisa SWOT dari kondisi empirik
Telaah lingkungan internal dan eksternal, sekaitan dengan kondisi empirik
yang telah teridentifikasi adalah dapat dilihat dapat matriks berikut ini:
Tabel 4.2 Identifikasi Lingkungan Strategik Model-model Pelatihan Baby sitter
ASPEK INTERNAL EKSTERNAL
KEKUATAN (STRENGTH) PELUANG (OPPORTUNITIES)
Ketenagaan
1. Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja.
2. Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluarga-keluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri
1. Tenaga kerja baby sitter yang ada dan telah bekerja membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di tempat bekerja
2. Standar gaji baby sitter terhitung relatifcukup besar dibandingkan dengan pembantu rumah biasa
168
Kelembagaan
3. Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada pelayanan bagi anak usia dini, menajdikan lembaga pelatihan yang ada dapat menjadi penyedia jasa baby sitter yang profesional
3. Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan pendidikan anak
4. Komitmen yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam tataran keluarga
Sumber daya (Sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan financial)
4. Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi dalam asrama di lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu calon pengguna jasa.
5. Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak
6. Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga.
Kurikulum dan prosedur
5. Pada umumnya memiliki masing-masing kurikulum mengenai penyiapan tenaga kerja baby sitter
7. Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman, serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat digunakan
Jejaring kemitraaan
6. Keluarga pengguna jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga baby sitter
8. Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan kerjasama termasuk dengan pihak keluarga
9. Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan program
ASPEK KELEMAHAN (WEAKNESS)
TANTANGAN/ANCAMAN (THREAT)
Ketenagaan
1. Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan penghargaan yang sepadan.
2. Kompetensi baby sitter belum memuaskan pengguna jasa
1. Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan tindakan amoral kepada anak asuhannya
Kelembagaan
3. Kurangnya pengawasan dan ketegasan serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga –lembaga penyalur tenaga kerja
4. Lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan nasional
2. Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercauaan masyarakat pada jasa baby sitter
Sumber daya (Sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan finansial)
5. Sumber daya manusia yang ahli sangat terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang berkualitas
3. Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan masyarakat yang ada
169
Kurikulum dan prosedur
6. Setiap lembaga memiliki kurikulum yang bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama
7. Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan.
8. Kurikulum yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada pengasuhan non-fisik anak.
9. Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan mereka melalui program pelatihan
4. Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain.
Jejaring kemitraaan
10. Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk lembaga penyedia jasa baby sitter)
11. Belum ada kerjasama dengan mitra perguruan tinggi
5. Lembaga sertifikasi profesi baby sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang dikembangkan
(Sumber format: Akdon, 2009)
Kesimpulan analisis faktor internal (KAFI) dan kesimpulan analisis faktor
eksternal (KAFE) merupakan daftar prioritas faktor lingkungan, baik internal
maupun eksternal serta dampaknya terhadap model pelatihan yang harus disusun.
Berikut ini adalah hasil kesimpulan analisis faktor internal (KAFI):
Tabel 4.3 Kesimpulan Analisis Faktor Internal (KAFI)
NO. FAKTOR-FAKTOR INTERNAL
STRATEGIK BOBOT RATING SKOR KESIMPULAN
(PRIORITAS) 1 2 3 4 5 6
1. 2. 3. 4.
KEKUATAN Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja. Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluarga-keluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada pelayanan bagi anak usia dini, menjadikan lembaga pelatihan yang ada dapat menjadi penyedia jasa baby sitter yang professional Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi dalam asrama di
0,12
0,05
0,10
0,04
3 2 3 2
0,36
0,10
0,30
0,08
1
4 2 6
170
5. 6.
lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu calon pengguna jasa. Pada umumnya memiliki masing-masing kurikulum mengenai penyiapan tenaga kerja baby sitter Keluarga pengguna jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga baby sitter
0,05
0,06
2 2
0,10
0,12
5 3
Jumlah faktor kekuatan 0,42 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
KELEMAHAN Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan penghargaan yang sepadan. Kompetensi baby sitter belum memuaskan pengguna jasa Kurangnya pengawasan dan ketegasan serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga –lembaga penyalur tenaga kerja (Lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan nasional Sumber daya manusia yang ahli sangat terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang berkualitas Setiap lembaga memiliki kurikulum yang bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan. Kurikulum yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada pengasuhan non-fisik anak. Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan mereka melalui program pelatihan Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk
0.04
0.10
0.07
0,04
0,06
0.09
0,07
0.05
0,03
3
3
2 2 3 3 3 3 2
0,12
0,30
0,14
0,08
0,18
0,27
0,21
0,15
0,06
7 1 6 8 4 2 3 5 9
171
10.
lembaga penyedia jasa baby sitter) Belum ada kerjasama dengan mitra perguruan tinggi
0,03
2
0,06
10
Jumlah faktor kelemahan 0,58 Jumlah total faktor internal 100% (Sumber format: Akdon, 2009)
Berikut ini adalah hasil kesimpulan analisis faktor eksternal (KAFE), yaitu :
Tabel 4.4 Kesimpulan Analisis Faktor Eksternal (KAFE)
NO. FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL
STRATEGIK BOBOT RATING SKOR KESIMPULAN
(PRIORITAS) 1 2 3 4 5 6
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
PELUANG Tenaga kerja baby sitter yang ada dan telah bekerja membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di tempat bekerja Standar gaji baby sitter terhitung relative cukup besar dibandingkan dengan pembantu rumah biasa Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan pendidikan anak Komitmen yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam tataran keluarga Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga. Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman, serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat digunakan Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan kerjasama termasuk dengan pihak keluarga Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan program
0,16
0,06
0,07
0,06
0,08
0,07
0,09
0,04
0,05
3 2
3
3 3 3 3 2 2
0,48
0,12
0,21
0,18
0,24
0,21
0,27
0,08
0,10
1 7
4
6 3 5 2 9 8
Jumlah faktor kesempatan
0,68
172
1. 2. 3. 4. 5.
TANTANGAN Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan tindakan amoral kepada anak asuhannya Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada jasa baby sitter Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan masyarakat yang ada Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain. Lembaga sertifikasi profesi baby sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang dikembangkan
0.05
0.06
0.07
0.09
0.05
3
3 2 3 3
0,15
0,18
0,14
0.27
0,15
3 2 5
1 4
Jumlah faktor tantangan 0,32 Jumlah total faktor eksternal 100%
Model pelatihan yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah hasil dari
analisis dari SWOT (Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Tantangan) yang
dilakukan maka peneliti. Berdasarkan data penelitian mengenai kondisi empirik
berbagai model pelatihan pada lembaga yang ada, maka menurut matriks analisa
SWOT dapat ditunjukkan dengan tabel sebagai berikut:
173
Strength (Kekuatan)
1. Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja.
2. Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada pelayanan bagi anak usia dini, menjadikan lembaga pelatihan yang ada dapat menjadi penyedia jasa baby sitter yang professional
3. Keluarga pengguna jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga baby sitter
4. Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluarga-keluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri
5. Pada umumnya memiliki masing-masing kurikulum mengenai penyiapan tenaga kerja baby sitter
6. Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi dalam asrama di lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu calon pengguna jasa.
Weakness (Kelemahan)
1. Kompetensi baby sitter belum memuaskan pengguna jasa
2. Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan.
3. Kurikulum yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada pengasuhan non-fisik anak.
4. Setiap lembaga memiliki kurikulum yang bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama
5. Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan mereka melalui program pelatihan
6. Kurangnya pengawasan dan ketegasan serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga –lembaga penyalur tenaga kerja (Lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan nasional
7. Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan penghargaan yang sepadan.
8. Sumber daya manusia yang ahli sangat terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang berkualitas
9. Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk lembaga penyedia jasa baby sitter)
10. Belum ada kerjasama dengan mitra perguruan tinggi
Opportunity (Peluang)
1. Tenaga kerja baby sitter yang ada dan
telah bekerja membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di tempat bekerja
2. Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman, serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat digunakan
3. Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak
4. Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan pendidikan anak
5. Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga.
S.O
1. Tenaga baby sitter yang telah bekerja masih perlu ditingkatkan kompetensinya.
2. Pelatihan dengan pendekatan berbasis masalah melalui individual learning perlu dilakukan untuk menjadikan baby sitter professional.
3. Pelibatan tenaga lain (perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, juga keahlian lainnya) perlu dilibatkan dalam membangun kompetensi di pelatihan baby sitter professional
W.O
1. Baby sitter yang belum dapat menunjukkan kompetensi professional membutuhkan dukungan pelatihan in-service
2. Standar kompetensi yang menjadi kebutuhan pengguna jasa perlu dibangun menjadi basis dari pelatihan
3. Standar kompetensi dan kurikulum yang dibangun, harus memperhatikan anak secara holistik, tidak hanya aspek fisik namun
INTERNAL
EKSTERNAL
174
6. Komitmen yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam tataran keluarga
7. Standar gaji baby sitter terhitung relative cukup besar dibandingkan dengan pembantu rumah biasa
8. Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan program
9. Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan kerjasama termasuk dengan pihak keluarga
4. Sarana dan prasarana yang ada, termasuk keluarga pengguna jasa dijadikan tempat berlatih sekaligus bekerja baby sitter
5. Perlu ada upaya negosiasi dengan pemerintah untuk mulai memperhatikan jasa pengasuhan anak di rumah.
juga non-fisik anak 4. Perlu dibangun sosialisasi
dan program yang didukung pemerintah mengenai jasa kepengurusan anak di rumah sehingga menjadi sebuah bidang kerja yang diinginkan.
5. Lembaga pelatihan dan pemerintah harus terkoordinasi dan dapat saling bekerja sama dalam melayani masyarakat dan kepentingan anak usia dini
Threath
(Tantangan)
1. Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain.
2. Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada jasa baby sitter
3. Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan tindakan amoral kepada anak asuhannya
4. Lembaga sertifikasi profesi baby sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang dikembangkan
5. Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan masyarakat yang ada
S.T
1. Kebutuhan masyarakat yang besar akan jasa baby sitter, harus didampingi oleh pemerintah dalam penetapan standar, prosedur dan metode pelatihan juga dukungan biaya dalam lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pelatihan
2. Tingginya perhatian pemerintah dan internasional pada pendidikan anak, menjadi kesempatan bagi industri sektor penyedia jasa pengasuhan anak di rumah untuk melakukan pembenahan diri.
3. Penilaian LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) untuk bidang kerja baby sitter perlu dikuatkan dengan penetapan standar kompetensi yang disepakati bersama
W.T
1. Pihak pengelola pelatihan dan keluarga pengguna jasa dapat bekerja sama untuk melaksanakan program pembinaan melalui pelatihan on the job dalam meningkatkan kompetensi baby sitter yang telah bekerja dengan pola koordinasi yang diatur dengan baik
2. Standar kompetensi kerja bagi baby sitter harus diatur mekanisme dan sosialisasinya agar menjadi milik dari seluruh penyelenggara pelatihan dan asesor penilai
3. Berbagai pihak, pemerintah, perguruan tinggi dan industri penyedia jasa tenaga kerja baby sitter harus bekerja sama dalam mewujudkan profesionalisme baby sitter
Bagan 4.1 Matriks SWOT Keterhubungan Antar Faktor
(Sumber: Salusu J dan Kearns, dalam Akdon, 2009)
175
Dari analisis SWOT tersebut maka dapat ditentukan berbagai strategi yang
dimungkinkan harus dilaksanakan dalam menghadapi berbagai kondisi empirik,
baik kondisi lingkungan internal, maupun eksternal, khususnya sekaitan dengan
model pelatihan yang harus dimunculkan. Strategi-strategi sesuai dengan kondisi
dan analisis SWOT tersebut adalah sebagai berikut:
S.O (Strategi kekuatan untuk menghadapi peluang)
1. Tenaga baby sitter yang telah bekerja masih perlu ditingkatkan
kompetensinya.
2. Pelatihan dengan pendekatan berbasis masalah melalui individual learning
perlu dilakukan untuk menjadikan baby sitter professional.
3. Pelibatan tenaga lain (perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, juga
keahlian lainnya) perlu dilibatkan dalam membangun kompetensi di pelatihan
baby sitter professional
4. Sarana dan prasarana yang ada, termasuk keluarga pengguna jasa dijadikan
tempat berlatih sekaligus bekerja baby sitter
5. Perlu ada upaya negosiasi dengan pemerintah untuk mulai memperhatikan
jasa pengasuhan anak di rumah.
W.O (Strategi tanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang)
1. Baby sitter yang belum dapat menunjukkan kompetensi professional
membutuhkan dukungan pelatihan in-service
2. Standar kompetensi yang menjadi kebutuhan pengguna jasa perlu dibangun
menjadi basis dari pelatihan
176
3. Standar kompetensi dan kurikulum yang dibangun, harus memperhatikan
anak secara holistik, tidak hanya aspek fisik namun juga non-fisik anak
4. Perlu dibangun sosialisasi dan program yang didukung pemerintah mengenai
jasa kepengurusan anak di rumah sehingga menjadi sebuah bidang kerja yang
diinginkan.
5. Lembaga pelatihan dan pemerintah harus terkoordinasi dan dapat saling
bekerja sama dalam melayani masyarakat dan kepentingan anak usia dini
S.T (Strategi pakai kekuatan untuk menghindari ancaman)
1. Kebutuhan masyarakat yang besar akan jasa baby sitter, harus didampingi
oleh pemerintah dalam penetapan standar, prosedur dan metode pelatihan
juga dukungan biaya dalam lembaga-lembaga yang menyelenggarakan
pelatihan
2. Tingginya perhatian pemerintah dan internasional pada pendidikan anak,
menjadi kesempatan bagi industri sektor penyedia jasa pengasuhan anak di
rumah untuk melakukan pembenahan diri.
3. Penilaian LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) untuk bidang kerja baby sitter
perlu dikuatkan dengan penetapan standar kompetensi yang disepakati
bersama
W.T (Strategi perkecil kelemahan dan hindari ancaman)
1. Pihak pengelola pelatihan dan keluarga pengguna jasa dapat bekerja sama
untuk melaksanakan program pembinaan melalui pelatihan on the job dalam
177
meningkatkan kompetensi baby sitter yang telah bekerja dengan pola
koordinasi yang diatur dengan baik
2. Standar kompetensi kerja bagi baby sitter harus diatur mekanisme dan
sosialisasinya agar menjadi milik dari seluruh penyelenggara pelatihan dan
asesor penilai
3. Berbagai pihak, pemerintah, perguruan tinggi dan industri penyedia jasa
tenaga kerja baby sitter harus bekerja sama dalam mewujudkan
profesionalisme baby sitter
Strategi-strategi tersebut selanjutnya akan dituangkan dalam bentuk program,
yang dalam penelitian ini, program yang akan dilakukan adalah dengan menyusun
model pelatihan yang diharapkan menjadi kebutuhan sesuai dengan kondisi
empirik yang ada.
b. Deskripsi Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi
Model ini diawali dengan membuat rancangan model konseptual sebagai
kerangka dasar dari model yang hendak disusun ke dalam model yang lebih
operasional dalam pelaksanaan uji coba model. Model yang dikembangkan ini
lahir dari analisis SWOT dari kondisi empirik mengenai kondisi penyelenggaraan
pelatihan bagi ketersediaan tenaga kerja baby sitter/pengasuh anak dalam lingkup
rumah tersebut diatas.
Adapun mengenai ketenagaan baby sitter yang bekerja di masyarakat
tersebut dapat meliputi baby sitter yang berasal dari lembaga pelatihan dan
penyaluran tenaga kerja baby sitter dan juga baby sitter/pengasuh yang mandiri.
Tenaga kerja baby sitter yang telah melalui pelatihan pun, setelah dilakukan
178
identifikasi dan kebutuhan kompetensi di beberapa keluarga yang mengambil dari
lembaga ternyata masih membutuhkan peningkatan kompetensi. Begitu pula
dengan baby sitter/pengasuh anak yang langsung memberikan pengasuhan dan
berinteraksi dengan anak tanpa melalui pelatihan yang memadai, khususnya
dalam kompetensi yang sesuai dengan prinsip perkembangan, perawatan dan
pendidikan anak usia dini, akan menjadi sasaran dari model ini.
Model pelatihan ini, dilakukan untuk baby sitter yang sedang bekerja di
keluarga, yang dengan dukungan keluarga diijinkan untuk dapat mengikuti
pelatihan. Pelaksanaan pelatihan ini akan dilakukan dalam dua setting, yaitu
setting belajar kelompok dan setting belajar mandiri, yaitu dilakukan di rumah
tempat ia bekerja di keluarga pengguna jasa. Model ini diharapkan dapat
meningkatkan profesionalisme baby sitter, dengan adanya penguasaan
kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan untuk bidang tenaga kerja tersebut.
Keterbatasan peneliti dalam waktu dan tenaga juga biaya, menjadikan model
pelatihan yang akan menjadi prioritas dikembangkan adalah pelatihan in-service
bagi baby sitter yang memfokuskan pada unit kompetensi mendukung
perkembangan anak (KOMPA).
Menurut Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan (2006) serta
beberapa sumber yang ada bahwa pengukuran kompetensi dapat dilihat dari
penguasaan dari aspek pengetahuan, keterampilan serta sikap dan nilai-nilai yang
sesuai dengan tujuan dari kompetensi tersebut. Sehingga untuk unit KOMPA
(Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak), pelatihan yang dilakukan
bertujuan agar baby sitter yang dilatih memahami, mampu dan terampil dalam
179
mengasuh anak yang dapat mendukung perkembangan anak sesuai dengan
usianya.
Adapun profesionalisme baby sitter dapat terbangun, apabila baby sitter
secara bertahap dapat memenuhi keseluruhan standar kompetensi yang
dikembangkan. Untuk dapat tercapainya profesionalisme tersebut, baby sitter
yang telah memenuhi unit kompetensi tertentu, dapat terus mengikuti program
pelatihan dalam pengembangan unit kompetensi yang lain, sehingga pemenuhan
kompetensinya menjadi lengkap dan dapat dikatakan sebagai baby sitter
professional. Masukan lain dalam sebuah proses ini dibutuhkan, yang diantaranya
adalah berupa dukungan yang terus menerus dari keluarga pengguna jasa,
kelembagaan sertifikasi dan penetapan standar yang kredibel di masyarakat,
sehingga ini dapat tercapai pada akhirnya.
Berdasarkan pemikiran diatas, komponen model yang dikembangkan dalam
pelatihan in-service ini meliputi rasional model, tujuan, pengembangan standar
kompetensi, sasaran, prinsip penerapan, deskripsi sebagai berikut :
1) Rasional Model
Model yang dikembangkan ini diawali dengan membuat rancangan model
konseptual yang berisi kerangka dasar dari model. Rancangan model konseptual
ini kemudian akan melalui proses validasi ahli dan ujicobakan di lapangan
sehingga menjadi sebuah model yang dapat digunakan secara luas. Model
pelatihan ini merupakan pengembangan dari model pelatihan yang berorientasi
dalam pencapaian kompetensi dalam bidang kerja tertentu, khususnya dalam
model ini dikembangkan pelatihan untuk kompetensi di bidang kerja baby sitter.
180
Model ini mencoba mengembangkan 2 hal utama, yaitu pertama,
mengembangkan standar kompetensi bagi baby sitter yang secara ideal dapat
dijadikan patokan dalam pelatihan dan kedua, mengembangkan model pelatihan
in-service yang tepat bagi tenaga kerja baby sitter yang sudah bekerja di keluarga-
keluarga pengguna jasa.
Pengembangan standar kompetensi mix ini dilakukan dengan melakukan
kompilasi antara standar kompetensi kerja nasional (SKKNI) untuk bidang kerja
baby sitter dan standar kompetensi yang berlaku dan diakui secara internasional.
Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil analisa dan berbagai masukan dari
berbagai lembaga penyelenggara pelatihan baby sitter, mereka menganggap
standar yang ada, dianggap belum memadai dan mewakili kebutuhan yang ada di
masyarakat serta kebutuhan secara idealnya tata cara kepengasuhan pada anak.
Standar yang ada pada tingkat nasional yaitu draft SKKNI untuk bidang kerja
baby sitter pemula terlihat masih hanya mementingkan aspek fisik anak seperti
memberi makan anak, memandikan, dan sebagainya tanpa menyebutkan berbagai
sikap yang tepat untuk memperhatikan berbagai aspek perkembangan, pendidikan
dan perawatan anak yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Standar kompetensi mix yang dikembangkan ini kemudian disesuaikan
dengan kondisi empirik masyarakat pengguna jasa di Indonesia serta kebutuhan
kompetensi baby sitter di lapangan sehingga standar kompetensi yang digunakan
dalam pelatihan menjadi sesuai harapan masyarakat.
Model pelatihan in-service berbasis kompetensi ini mengutamakan pada
peningkatan kompetensi tenaga kerja baby sitter dalam upaya untuk
181
meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa untuk bidang kepengasuhan anak
di rumah. Secara konseptual model pelatihan ini ditujukan pada baby sitter yang
telah bekerja di bidang kerja tersebut, dengan dukungan orang tua pengguna jasa.
Untuk selanjutnya pelatihan yang dilaksanakan lebih mengutamakan pada
pencapaian kompetensi yang diharapkan khususnya dalam bidang kerja yang
memang menjadi kebutuhan dari baby sitter tersebut dalam upaya untuk
meningkatkan pelayanannya pada pengguna jasa.
Adapun secara bagan, model konseptual pelatihan in-service berbasis
kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter tersebut adalah
sebagai berikut :
Bagan 4.2 Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi Dalam
Meningkatkan Profesionalisme Baby sitter
PERANGKAT
PENDUKUNG
- Tim pelatihan
(Tutor,
Fasilitator,
Panitia)
- Waktu
- Uang
- Materi
pembelajaran
- Peralatan
- Teknologi
- Partner
(Lembaga
Penyalur
Tenaga Baby
sitter),
penyandang
dana, pengambil
keputusan dan
kebijakan.
PROSES PELATIHAN
PEMBELAJAR
AN
KELOMPOK
(Off the job)
PEMBELAJAR
AN
INDIVIDUAL
(on the job)
RAW
INPUT
BABY
SITTER
YANG
SUDAH
BEKERJA
Pre-
Test
OUTPUT
MENING
KAT
UNIT
KOMPA
KOMPETENSI YANG DIJADIKAN STANDAR
DALAM PELATIHAN
Belum
tercapai
IMPACT
BABY
SITTER
PROFESI
ONAL
MASUKAN
LAIN
DUKUNGAN
KELUARGA
PENGGUNA
JASA
Post
Test
Experential
Learning
Problem Based
Learning
182
2) Tujuan
Model pelatihan ini memiliki tujuan untuk meningkatkan performance baby
sitter di dunia kerja sesuai kompetensi yang menjadi tuntutan pekerjaan sehingga
profesionalisme baby sitter dapat tercapai. Keterbatasan penelitian menjadikan
fokus utama dalam pengembangan penelitian ini adalah dalam meningkatkan unit
kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA).
3) Sasaran
Kelompok sasaran dari model pelatihan in-service ini adalah baby sitter
yang sudah bekerja di keluarga pengguna jasa dan mendapatkan dukungan dari
keluarga yang mempekerjakannya. Baby sitter yang berasal dari lembaga penyalur
tenaga kerja, maka peran dan dukungan lembaga penyalur tenaga kerja menjadi
cukup penting. Artinya lembaga tersebut menjadi institusi yang memberikan
rekomendasi serta membuka jalur komunikasi dengan keluarga pengguna jasa.
Sedangkan baby sitter yang berasal dari mandiri, pendekatan dilakukan kepada
keluarga pengguna jasa.
Adapun mengenai kelompok sasaran, yaitu baby sitter yang sudah bekerja
di keluarga tersebut meliputi karakteristik yang beragam berdasarkan kriteria-
kriteria :
a) Lama bekerja dan pengalaman bekerja
b) Usia
c) Latar belakang pendidikan
d) Dasar pengetahuan dan keterampilan serta motivasi bekerja
183
Beragamnya sasaran dalam lingkup pekerjaan baby sitter tersebut,
membutuhkan pemahaman akan kondisi sasaran. Sasaran yang terdiri dari
pendidikan orang dewasa, membutuhkan penyesuaian pembelajaran berdasarkan
prinsip-prinsip orang dewasa.
Untuk model ini, sasaran yang dapat mengikuti pelatihan in-service meliputi
kriteria :
a) Berusia 18-36 tahun
b) Jenis kelamin perempuan
c) Pendidikan minimal Sekolah Dasar
d) Sudah bekerja sebagai baby sitter, minimal 1 tahun
e) Bersedia mengikuti pelatihan dan mau meningkatkan kompetensi kerja
f) Mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengikuti pelatihan
4) Prinsip Penerapan
Prinsip penerapan model yang dilakukan adalah :
a) Prinsip pembelajaran mastery learning yang berorientasi pada pencapaian
kompetensi, yang artinya pencapaian dalam aspek pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai yang sesuai dengan acuan yang ada
b) Pembelajaran berbasis masalah (PBL/Problem Based Learning), artinya
materi diawali dengan memunculkan dan mendiskusikan masalah serta
problem solving dari permasalahan yang sudah dialami.
c) Pembelajaran aktif dan menyenangkan, artinya digunakan strategi pelatihan
yang efektif dan efisien serta andragogis.
184
d) Pembelajaran berbasis pengalaman (EBL/Experential Based Learning)
menjadi prinsip pembelajaran. Artinya dengan melaksanakan on the job
training menjadikan pelatihan dan pembelajaran dilakukan dengan
mengalami langsung apa yang harus dilakukan. Peserta akan mendapatkan
fasilitasi dari fasilitator dengan memberikan pengalaman langsung di tempat
bekerja
e) Individual learning, artinya dalam pelatihan setting kelas, peserta pelatihan
dibekali oleh tutor berbagai pengetahuan dan pemahaman mengenai
kompetensi yang harus dimiliki, dan dalam pengembangannya, peserta
dibekali dengan tugas-tugas mandiri yang harus dilakukan di lapangan,
dengan fasilitasi di tempat bekerja.
5) Pengembangan Standar Kompetensi
Model pelatihan ini adalah berbasis kompetensi, artinya pelatihan yang
dilaksanakan mengacu pada pencapaian pada standar kompetensi yang sudah
ditetapkan dan ditentukan sesuai dengan bidang kerja dan keterampilan,
pengetahuan, sikap dan nilai yang dibutuhkan untuk lingkup pekerjaan tersebut.
Standar kompetensi yang digunakan adalah berdasarkan standar kompetensi mix
antara standar kompetensi internasional, yaitu certificate III bidang kerja baby
sitter, assissten childcare, out of scholl yang digunakan di Australia, SKKNI
(Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) dan Standar Pendidikan Anak
Usia Dini dalam Permendiknas no. 58 tahun 2009. Standar kompetensi mix
tersebut terdiri dari 13 unit kompetensi inti yang menjadi ukuran profesionalisme
seorang baby sitter.
185
Keterbatasan peneliti dalam mengembangkan seluruh unit kompetensi,
menjadikan model pelatihan in-service pada penelitian focus pada pengembangan
salah satu unit kompetensi yaitu unit kompetensi mendukung perkembangan anak
(KOMPA). Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter yang
dilaksanakan ini diharapkan dapat meningkat kompetensi baby sitter dalam unit
kompetensi mendukung perkembangan anak (unit KOMPA) yang akan
mendukung dalam pencapaian profesionalisme baby sitter.
6) Pengelolaan Pembelajaran
a) Perencanaan
Pengelolaan pembelajaran memiliki langkah-langkah yang dimulai dari
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Davis dalam Syafraruddin (2005)
menjelaskan bahwa “Perencanaan pembelajaran adalah pekerjaan yang dilakukan
oleh seorang tutor untuk merumuskan tujuan pembelajaran”.
Ada sembilan prinsip dalam membangun program pelatihan yang
profesional bagi pekerjanya, yaitu : 1)Mengetahui kekuatan dan kelemahan
peserta pelatihan yang berkaitan dengan motivasi untuk belajar dan mendesain
pelatihan untuk tujuan tersebut; 2) Tujuan pembelajaran berkaitan dengan tujuan
organisasi dan menunjukkan bagaimana pembelajaran sangat penting bagi
kesuksesan peserta dan organisasi.; 3) Menjelaskan tujuan dan arah program
dengan jelas sejak awal pelatihan; 4) Melibatkan peserta pelatihan lebih awal,
sehingga memaksimalkan perhatian, harapan dan memori; 5) Menggunakan
aktivitas pembelajaran yang sistematis, secara logis berkaitan dengan tahapan
186
pembelajarannya sehingga peserta pelatihan menguasai tahapan yang lebih rendah
dalam pembelajaran sebelum bergerak menuju level yang lebih tinggi;
6)Menggunakan variasi metode pelatihan; 7) Menggunakan pekerjaan yang
realistik atau materi pelatihan yang relevan dengan kehidupan; 8)Mengikuti
peserta dan bekerja bersama-sama dan berbagi pengalaman; 9)Menunjukkan
balikan yang jelas dan memberikan dukungan penuh untuk menumbuhkan
penilaian diri (Rae, 1997).
Untuk dapat menghasilkan pembelajaran yang efektif, perencanaan
pembelajaran dalam pelatihan, melalui tahapan-tahapan sebagai berikut yaitu : 1)
Analisis kebutuhan, dimana pada tahapan ini, melibatkan perbandingan apa yang
ada dan apa yang diharapkan dengan menyusun intervensi dalam pelatihan; 2)
Analisis situasi, yang pada tahapan ini melibatkan penilaian dari peserta pelatihan
dan analisa sumber yang tersedia untuk desain dan mengimplementasikan
pelatihan; 3) Penentuan pekerjaan dan analisis tugas. Pada tahapan ini melibatkan
mengidentifikasi keterampilan dan pengetahuan yang harus dibangun untuk
menunjukan kompetensi dari suatu pekerjaan; 4) Spesifikasi tujuan dari tingkah
laku, dimana menulis standar penampilan yang terukur dan menspesifikasikan
kondisi dimana penampilan akan terlihat; 5) Menseleksi, mendesain dan
memproduksi materi pelatihan. Pada tahapan ini melibatkan menyeleksi,
mendesain dan memproduksi metode dan media yang akan digunakan dalam
program pelatihan; 5)Menseleksi, mendesain dan memproduksi materi evaluasi,
yaitu meliputi menyeleksi, mendesain dan memproduksi instrumen yang
digunakan dalam menentukan tujuan tingkah laku yang sudah dicapai.
187
Berbagai komponen yang harus dipersiapkan meliputi komponen
kelembagaan, sosialisasi program pada keluarga pengguna jasa, pemateri,
fasilitator, tempat, sarana prasarana, waktu, biaya, termasuk strategi dan metode
pembelajaran dalam pelatihan dan instrumen evaluasi program.
b) Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran dalam model pelatihan ini, membutuhkan
kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak yang terlihat. Berbagai pihak yang
menentukan keberhasilan program ini adalah baby sitter, keluarga pengguna jasa
tempat baby sitter bekerja, lembaga penyalur tenaga kerja, kesiapan tutor dan
fasilitator, sarana prasarana, serta berbagai hal lain yang ikut mempengaruhi
pelaksanaan program.
Pelaksanaan program membutuhkan adanya 3 K yaitu Komunikasi,
koordinasi dan kontrol yang baik dari berbagai pihak yang terlibat. Untuk
mendukung itu perlu diadakan semacam panduan-panduan yang akan
mengkoordinasikan, mengkomunikasikan dan mengontrol pelaksanaan program
pelatihan ini. Panduan yang perlu dipersiapkan dalam mengatur pelaksanaan
program adalah panduan bagi tutor, panduan bagi fasilitator, skenario
pembelajaran dalam pelatihan, dan daftar media pembelajaran yang dibutuhkan
dalam pelatihan.
c) Evaluasi
Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
dan menilai proses implementasi pelatihan secara keseluruhan juga menilai
kegiatan evaluasi itu sendiri (Systemic evaluation approach). Hasil dari evaluasi
188
ini dapat menjadi umpan balik untuk perbaikan dan penyempurnaan program
pelatihan yang dilaksanakan, baik dalam pengembangan komponen-komponen
kurikulum maupun untuk penentu kebijakan dalam pengambilan keputusan.
Model ini mengembangkan evaluasi berbasiskan pada kompetensi yang
sudah dikembangkan untuk menilai keberhasilan pencapaian hasil pembelajaran
dalam pelatihan, melalui tes unjuk kinerja maupun tes tertulis. Selain dari pada
itu, instrumen lain yang digunakan untuk melihat proses pembelajaran, baik
melalui penilai peserta pelatihan terhadap tutor dan fasilitator, partisipasi peserta
dalam pembelajaran serta penilaian peserta dan tutor terhadap pelaksanaan
pelatihan secara umum. Sehingga evaluasi dilakukan pada tiga titik waktu, yaitu :
evaluasi sebelum pelatihan, evaluasi pada saat pelatihan dan evaluasi setelah
pelatihan dilaksanakan. Keseluruhan evaluasi itu ditujukan untuk menilai
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
7) Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum pelatihan berbasis kompetensi, tentunya akan mengacu
pada kompetensi atau tujuan yang ingin dicapai. Struktur kurikulum berbasis
kompetensi yang dilaksanakan untuk unit kompetensi mendukung perkembangan
anak (unit KOMPA) meliputi 8 elemen kompetensi yang terdiri dari pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Berikut adalah elemen kompetensi yang
menjadi tujuan dari pelatihan untuk unit KOMPA, sebagai berikut : (1)
Mendukung perkembangan anak dalam kelompok usia yang sesuai; (2)
Mendukung perkembangan fisik anak sesuai kelompok usia yang sesuai; (3)
Mendukung perkembangan sosial anak sesuai dengan kelompok usia yang sesuai;
189
(4) Mendukung perkembangan emosi dan psikologi anak pada usia yang sesuai;
(5) Mendukung perkembangan bahasa anak untuk kelompok usia yang sesuai; (6)
Mendukung perkembangan kreatif anak sesuai dengan tingkat usia yang sesuai;
(7) Mendukung perkembangan kognitif sesuai dengan kelompok usia yang sesuai;
(8) Mendukung perkembangan spiritual dan keagamaan sesuai dengan kelompok
usia yang sesuai
8) Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan cara atau sistem penyampaian isi
kurikulum dalam usaha dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Keberhasilan dalam pembelajaran banyak ditentukan oleh strategi pembelajaran
dalam pelatihan yang dilaksanakan oleh tutor, maupun fasilitator.
Pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada model pelatihan in-service
berbasis kompetensi ini menyesuaikan dengan prinsip penerapan yang telah
diungkapkan sebelumnya bahwa berupa pembelajaran tuntas (mastery learning),
pembelajaran aktif dengan pembelajaran berbasiskan masalah dan pembelajaran
berbasis pengalaman. Setting pelatihan yang dilaksanakan meliputi :
a) Setting kelas dengan pembelajaran kelompok (off the job training)
Pembelajaran di kelas dalam bentuk kelompok dilaksanakan dengan
bimbingan dari tutor. Teknik yang dilaksanakan menggunakan teknik
pembelajaran berbasis masalah. Artinya peserta pelatihan diberikan sejumlah
pertanyaan yang menggugah berbagai permasalahan yang dialaminya dalam
pekerjaan. Permasalahan tersebut kemudian menjadi awal dari diskusi, simulasi
190
dan pemahaman lebih lanjut mengenai solusi permasalahan. Tutor memfasilitasi,
membimbing untuk menemukan, dan menegaskan apa yang harus dilakukan
dalam menghadapi permasalahan.
b) Setting di tempat bekerja (on the job training)/OJT dengan pembelajaran
individual
Pelatihan dengan pendekatan pelatihan dalam setting di tempat bekerja,
dilakukan di rumah keluarga pengguna jasa tempat ia bekerja. Proses
pembelajaran mengikuti modul dan tugas-tugas yang telah disusun. Setting
pelatihan ini melibatkan peran fasilitator untuk memfasilitasi jalannya pelatihan di
tempat bekerja. Pendekatan pelatihan ini dapat meningkatkan pemahaman baby
sitter akan kompetensi seperti apa yang harus dilakukan sebagai hasil
pembelajaran kelompok dalam kelas, yang kemudian langsung dilaksanakan
dalam setting di tempat bekerja.
9) Tenaga Tutor dan Fasilitator Pelatihan
Tutor memiliki peran utama dalam memberikan fasilitasi dalam pelatihan di
setting kelompok dalam kelas. Kriteria tutor adalah seorang praktisi yang
memahami masalah yang berkaitan dengan materi untuk pencapaian unit
kompetensi yang dikembangkan. Sedangkan fasilitator memiliki tugas membantu
dan memfasilitasi peserta baby sitter di tempat bekerjanya sendiri, yaitu di
keluarga asal tempat baby sitter bekerja.
Tutor adalah tenaga yang menjadi nara sumber dalam pelatihan untuk
menyampaikan materi umum mengenai unit kompetensi mendukung
perkembangan anak. Kriteria tutor adalah berasal dari tenaga edukatif yang
191
memiliki pemahaman dan pengalaman yang mumpuni di bidang yang sesuai
dengan materi dan kompetensi yang akan dibangun. Fasilitator adalah tenaga yang
merupakan bagian dari model pelatihan, yang sudah terseleksi, sesuai kriteria dan
sebelumnya mendapatkan pelatihan. Fasilitator adalah tenaga yang memiliki
kriteria tertentu, khususnya memahami masalah yang berkaitan dengan materi unit
KOMPA (Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak) dan sudah menjadi
praktisi di bidang pekerjaan pendidikan anak usia dini, serta memiliki
keterampilan sebagai seorang fasilitator.
10) Metode Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dalam pelatihan yang dilakukan melalui off the
job dan on the job training, menjadikan pelatihan dilakukan dengan dua setting
tempat. Pembelajaran pada off the job dilakukan melalui metode pembelajaran
ceramah, diskusi, kerja kelompok dan demonstrasi. Pada prinsipnya pelatihan
dapat menggali pengalaman dan pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran selanjutnya dilakukan pembelajaran yang dilakukan secara
individual melalui fasilitasi di tempat bekerja yaitu di keluarga (on the job).
Pendekatan ini mendasari pelatihan yang untuk sebuah bentuk pembelajaran
mastery/ketuntasan. Pembelajaran mastery dalam pelatihan ini menggunakan
pembelajaran individual dengan penggunakan modul serta tugas-tugas mandiri
yang akan mengarahkan peserta sehingga memudahkan peserta mencapai hasil
belajar, sesuai dengan standar kompetensi yang diharapkan dalam program
pelatihan. Metode pembelajaran yang dilakukan dalam setting on the job
dilakukan menggunakan metode demonstrasi, diskusi dan penugasan individual.
192
11) Bahan dan Media Belajar
a) Bahan Belajar
Bahan belajar yang digunakan adalah berbagai sumber belajar yang
berkaitan dengan pencapaian kompetensi yang menjadi standar. Standar
kompetensi dan kriteria unjuk kerja yang ada menjadi patokan peserta dalam
mencari bahan pendalaman materi dari berbagai sumber yang tersedia, maupun
sumber yang direferensikan dalam pelatihan.
b) Media Belajar
Media belajar yang digunakan dalam pelatihan dibagi menjadi dua setting
pembelajaran, yaitu setting pembelajaran kelompok dan setting pembelajaran
individual di tempat kerja. Media pembelajaran di kelas yaitu dengan
menggunakan berbagai media yang mendukung terjadinya proses pembelajaran
yang aktif dan menyenangkan melalui simulasi serta menggunakan pendekatan
pembelajaran berbasis masalah . Berbagai media yang digunakan seperti : flip
chart, papan tulis, infocus, kartu game, alat simulasi, dsb.
Media pembelajaran yang digunakan di tempat bekerja yaitu dengan
menggunakan peralatan yang memungkinkan peserta pelatihan mengkreasikan
hasil pengetahuan dan pemahaman di kelas serta arahan dari fasilitator di
lapangan tempat bekerja. Tempat bekerja yang digunakan adalah dalam lingkup
keluarga tempat baby sitter tersebut bekerja.
c) Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran yang dilakukan dalam model ini adalah
menggunakan systemic evaluation approach (Bramley, 1996), artinya keefektifan
193
dari model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan
profesionalisme baby sitter ini akan dievaluasi secara keseluruhan.
Salah satu pengujian yang dilakukan untuk menguji keefektifan pelatihan
secara keseluruhan yaitu dengan melakukan pengujian dengan melaksanakan tes,
yaitu dengan menyelenggarakan pre-test dan post test sebelum dan sesudah
pelatihan, juga observasi dalam lingkup tempat bekerja pada saat sebelum dan
sesudah pelatihan melalui format tes unjuk kerja dalam pekerjaan. Tes yang
diberikan adalah berupa tes tertulis dan tes unjuk kerja yang akan dilakukan
penilaiannya oleh orang penilai yaitu penilai dari luar dan penilai dari keluarga
pengguna jasa.
Selain itu penilaian secara proses akan menggunakan instrumen observasi
dan wawancara dalam pelaksanaan dan penyampaian materi dari tutor kepada
peserta pelatihan dan dari fasilitator terhadap peserta di tempat bekerja, juga hasil
forum grup peserta pelatihan mengenai penilaian pada penyelenggaraan pelatihan
secara umum Sebagai tambahan data, dilakukan pula penilaian proses terhadap
aspek partisipasi peserta pelatihan dalam pembelajaran di dalam setting kelompok
maupun setting individual di tempat bekerja di keluarga.
c. Validasi Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi
Tahapan yang dilakukan setelah rancangan konseptual disusun adalah
dengan melakukan validasi, dimana untuk mendapatkan model akhir, model
konseptual tersebut masih membutuhkan perbaikan, penyempurnaan, penajaman
dan pemantapan dengan mendengarkan masukan dan pandangan dari pakar
194
pendidikan luar sekolah dan pakar pelatihan serta praktisi di bidang sesuai dengan
kompetensi mendukung perkembangan anak.
Pada tahap selanjutnya, dilakukan pula diskusi dengan pengelola pelatihan
baby sitter, keluarga pengguna jasa dan baby sitter yang akan terlibat dalam
model pelatihan ini. Diskusi dilakukan dengan memberikan rancangan model
konseptual model untuk mendapatkan perbaikan, penyempurnaan, penajaman dan
pemantapan. Diskusi dengan pihak keluarga pengguna jasa dilakukan dengan
diadakan wawancara dan sosialisasi kesediaan untuk terlibat beserta berbagai
konsekwensinya, kemungkinannya dan kelayakterapannya di keluarga. Diskusi
dengan baby sitter pun dilakukan dengan wawancara dalam ketertarikan dan
kelayakannya untuk semakin mempertegas model yang harus dijalankan.
Berbagai masukan yang didapatkan dari diskusi dengan para pakar dan
praktisi tersebut selanjutnya dikompilasikan untuk menghasilkan rancangan
model yang terbaik. Dalam penelitian ini dilakukan dua tahapan pengujian
validasi, yaitu teoritik dan empirik. Berikut beberapa masukan penting yang
didapatkan dari berbagai nara sumber.
1) Penilaian ahli terhadap model konseptual
Model konseptual yang disusun, mendapatkan berbagai masukan dari para
ahli di bidang kepelatihan, Masukan yang diberikan diantaranya adalah :
a) Model ini dianggap cukup inovatif dan menantang untuk dapat dilakukan
karena ada kebutuhan masyarakat untuk peningkatan kompetensi tenaga
pengasuh anak/baby sitter
195
b) Model ini dianggap cukup menantang karena ada upaya untuk melakukan
intervensi kepada keluarga, yang secara konsep dikatakan bahwa keluarga
adalah sebuah lembaga yang tidak mudah untuk diintervensi.
c) Sekaitan dengan gambar keseluruhan model konseptual pelatihan in-service
berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme baby sitter yang
kurang tegas dalam menunjukkan 2 setting pelatihan yang dilakukan.
Masukan yang di dapat adalah sekaitan dengan mempertegas pada gambar
model mengenai setting pelatihan yang dilaksanakan, termasuk diantaranya
penonjolan setting keluarga di dalam model ini.
d) Model pelatihan ini harus memiliki berbagai panduan yang sekiranya dapat
menjadi pegangan bagi yang ingin dapat melaksanakan lebih lanjut,
khususnya yang berkaitan dengan panduan bagi fasilitator.
e) Model ini perlu dilengkapi dengan dibuat penegasan dan panduan mengenai
kriteria fasilitator seperti apa yang dapat secara efektif memfasilitasi pelatihan
in-service ini.
f) Standar kompetensi mix yang dikembangkan, dianggap sangat kompleks
sehingga disarankan untuk memilih satu kompetensi yang dianggap prioritas
untuk penelitian ini.
g) Sekaitan dengan pemilihan satu unit kompetensi dengan penamaan unit
KOMPA (Unit Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak), sangat baik
dirasa tepat serta cukup baik. Pemilihan kompetensi yang menjadi prioritas
yaitu unit KOMPA dalam penelitian ini dianggap sesuai dengan kebutuhan
yang ada di masyarakat.
196
h) Pola model yang meliputi berbagai karakteristik serta panduan yang jelas,
akan menjadikan hasil penelitian sehingga keutuhan model ini dapat
terbangun.
i) Model pelatihan, khususnya dalam penunjukkan peran tutor dan fasilitator
pada model pelatihan, hendaknya diperjelas dengan mencantumkan posisi
tutor dan fasilitator pada gambar sehingga dapat tergambarkan bahwa ada
peran tutor dan fasilitator dengan setting pelatihan yang berbeda untuk
memberikan pelatihan dan fasilitasi pada baby sitter.
j) Penggunaan bahasa standar dalam standar kompetensi hendaknya harus
dipahami oleh penilai, dengan diperjelas sub indicator
k) Format unjuk kerja baby sitter sebaiknya tidak hanya pilihan ya dan tidak,
namun ada pilihan lain, bahkan paparan deskriptif yang akan memperjelas
sudah sampai tahap mana kompetensi baby sitter tersebut.
l) Konsep yang dikembangkan masih perlu dieksplorasi, khususnya mengenai
pendekatan pembelajaran yang berbasis masalah dan pembelajaran melalui
pengalaman.
Berdasarkan hasil masukan dari tim ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
dalam model ini beberapa aspek yang perlu diperkuat adalah sekaitan dengan (1)
visualisasi model; (2) sosialisasi program pada mitra lembaga pelatihan dan
keluarga yang bertahap; (3) proses dan alur pelatihan serta pendekatan pada
keluarga; (4) penyiapan dan berbagai penyiapan fasilitator dalam model pelatihan;
(5) bahan belajar dan penyiapan media yang tepat.
197
Berdasarkan berbagai masukan dari nara sumber, model konseptual
pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme
baby sitter ini dilakukan beberapa perbaikan dan penyempurnaan terutama
berkaitan dengan kejelasan alur dan visualisasi model, instrumen unjuk kerja, dan
skenario untuk sosialisasi program, penyiapan fasilitator dengan berbagai
panduannya yang perlu diperjelas juga bahan belajar yang sesuai.
2) Penilaian praktisi terhadap desain model konseptual
Penilaian praktisi terhadap model ini dilakukan oleh praktisi lembaga
pelatihan dan penyalur tenaga kerja. Beberapa masukan untuk model ini
diantaranya adalah (1) pelatihan yang dilaksanakan di keluarga memerlukan
negosiasi yang cukup intens serta komunikasi serta kepercayaan yang baik; (2)
Dalam tataran implementasi perlu adanya surat rekomendasi dari lembaga
penyalur tenaga kerja, agar mempermudah akses masuk ke keluarga; (3) model ini
cukup menantang untuk bisa dilakukan, dengan adanya dukungan ada pada
lembaga apabila membutuhkan bantuan dan dukungan lebih lanjut.
3) Tanggapan keluarga pengguna jasa baby sitter terhadap model
konseptual
Pendapat beberapa keluarga mengenai model pelatihan yang akan
dilaksanakan, menjadi penentu bagaimana model pelatihan ini dapat dilaksanakan
lebih lanjut. Hal ini terjadi karena keluarga memiliki karakteristik yang unik dan
menetukan apakah program ini dapat terlaksana dengan baik atau tidak. Beberapa
masukan yang diberikan oleh keluarga adalah : (1) diharapkan tempat pelatihan
198
adalah tempat yang mudah dijangkau oleh baby sitter apabila ingin diajak untuk
pelatihan; (2) waktu pelatihan hendaknya bisa menyesuaikan dengan jadwal cuti
mereka; (3) waktu pelatihan bisa diefektifkan agar tidak terlalu lama
meninggalkan tempat bekerja; (4) mempertanyakan bagaimana penilaian unjuk
kerja dilakukan dan mungkin ke depan dapat digunakan kamera tersembunyi. Dari
beberapa masukan, pada dasarnya, mereka cukup tertarik dengan model ini dan
ingin bisa berpartisipasi bahkan memberi dukungan terlaksananya program ini.
4) Tanggapan peserta pelatihan terhadap model konseptual
Calon peserta pelatihan yaitu baby sitter pada dasarnya senang dan
menyetujui apabila ada pelatihan yang akan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap mereka. Peningkatkan pengetahuan dan keterampilan
mereka dirasakan penting untuk ditingkatkan, dikarenakan permasalahan di
lapangan kerja yang cukup menyita energi mereka. Mereka siap mengikuti
pelatihan dengan syaratnya adalah mereka diijinkan oleh keluarga pengguna jasa.
Dari berbagai masukan dari berbagai sumber mengenai model pelatihan,
melalui proses validasi model konseptual, maka dilakukan berbagai perubahan
yang dibutuhkan. Pada dasarnya terjadi beberapa perubahan yang ditunjukkan
dalam bagan kerangka model konseptual. Perubahan yang cukup nyata khususnya
terjadi pada bagan komponen perangkat pendukung, bentuk bagan penegasan
pada output pelatihan dan penegasan dalam alur panah dalam pelatihan yang
terjadi.
Bagan visualisasi model konseptual revisi, dapat diperhatikan dalam bagan
sebagai berikut :
199
Bagan 4.3 Model Konseptual (Hasil Validasi) Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi
dalam Meningkatkan Profesionalisme Baby sitter
3. Deskripsi Model Konseptual yang dikembangkan
Berdasarkan kajian dan elaborasi berbagai masukan yang didapatkan dari
para nara sumber, maka model pelatihan in-service berbasis kompetensi dapat
dideskripsikan sebagai berikut :
a. Rasional Pengembangan Model
Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter ini
dibangun sekaitan dengan permasalahan kebutuhan dan fenomena penyiapan
ketenagaan pengasuh anak/baby sitter di rumah yang belum seluruhnya optimal
PERANGKAT
PENDUKUNG
- Waktu
- Uang
- Materi
pembelajaran
- Peralatan
- Teknologi
- Partner
(Lembaga
Penyalur
Tenaga Baby
sitter),
penyandang
dana, pengambil
keputusan dan
kebijakan.
- Penyiapan tim
pelatih (tutor
dan fasilitator)
melalui
rekruitmen dan
pelatihan
PROSES PELATIHAN
PEMBELAJAR
AN
KELOMPOK
DI KELAS
(Off the job)
TUTOR
PEMBELAJAR
AN
INDIVIDUAL
DI KELUARGA
(on the job)
FASILI
TATOR
RAW
INPUT
BABY
SITTER
YANG
SUDAH
BEKERJA
Pre-
Test
KOMPETENSI YANG DIJADIKAN STANDAR DALAM
PELATIHAN
Belum
tercapai
IMPACT
BABY
SITTER
PROFESI
ONAL
MASUKAN
LAIN
DUKUNG
AN
KELUAR
GA
PENGGU
NA JASA
Post
Test
Pembelajaran
Berbasis Pengalaman
Pembelajaran
Berbasis Masalah
OUTPUT
MENING
KAT
UNIT
KOMPA
200
dan memadai. Hasil studi pendahuluan dan penelitian terbatas pada beberapa
lembaga serta kondisi empirik akan kebutuhan tenaga ini, membuat peneliti
tergerak untuk dapat membuat model pelatihan bagi baby sitter yang sudah dan
sedang bekerja di keluarga, sehingga mereka dapat meningkat pengetahuan,
keterampilan dan sikapnya. Model pelatihan ini dibuat sangat fleksibel dan
menjadi mitra keluarga dalam membina baby sitter dalam melakukan pekerjaan
pengasuhan pada anak mereka.
Belum memenuhinya standar kompetensi yang dapat memayungi tenaga
kerja baby sitter secara diakui penuh, menantang peneliti untuk mengembangkan
standar kompetensi bagi baby sitter/pengasuh yang sesuai dengan prinsip-prinsip
perkembangan, perawatan dan pendidikan anak usia dini. Untuk kepentingan
tersebut maka dibangun standar kompetensi mix, yang diharapkan dapat secara
holistik mampu memenuhi kebutuhan kompetensi kerja dan tugas seorang tenaga
kerja baby sitter/pengasuh anak.
Kegiatan pembelajaran dalam pelatihan ini bersifat aktif dan berbasis pada
masalah serta melalui pengalaman langsung. Artinya baby sitter yang dilatih akan
secara langsung aktif terlibat dalam pembelajaran, bahkan mereka akan
melakukan penyusunan program kerja sesuai tuntutan kompetensi yang harus
dicapai secara individual dengan fasilitasi oleh fasilitator.
Peran fasilitator adalah menjadi ujung tombak dari model pelatihan yang
harus dibangun juga sampai titik mana peran seorang fasilitator dan harus seperti
apa. Model ini mensyaratkan adanya peran seorang fasilitator yang sangat penting
dalam menentukan apakah pelatihan ini akan efektif ataupun tidak.
201
b. Tujuan Pengembangan Model Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi
Tujuan yang ingin dicapai dalam rancangan model konseptual yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini adalah meliputi tujuan yang meliputi hasil
jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Tujuan jangka pendek yang dilakukan penelitian ini adalah meningkatnya
unit KOMPA (kompetensi mendukung perkembangan anak) bagi baby sitter yang
mengikuti pelatihan.
Adapun untuk jangka menengah, yaitu diharapkan baby sitter memiliki
dukungan dan kesempatan yang terbuka dari keluarga pengguna jasa untuk terus
dapat mengikuti pelatihan secara bertahap hingga mencapai 13 unit kompetensi
yang menjadi tujuan.
Pada jangka panjang, harapan model ini dapat menjadikan tenaga pengasuh
anak dirumah yaitu baby sitter menjadi professional yaitu baby sitter mitra
keluarga dalam jasa kepengasuhan anak yang handal dan terpercaya.
c. Ruang lingkup
Ruang lingkup pengembangan :
1) Sasaran terdiri atas perempuan berjumlah 10 orang baby sitter yang
memegang 10 anak, dalam 8 keluarga pengguna jasa.
2) Aspek-aspek yang dikembangkan terdiri dari pengelolaan pelatihan yang
meliputi perencanaan program, pelaksanaan program dan evaluasi program
untuk mencapai tujuan sesuai standar kompetensi yang dibangun.
3) Kompetensi yang dituju oleh peserta focus pada unit kompetensi mendukung
perkembangan anak (KOMPA).
202
4) Profesionalisme dapat terbangun apabila baby sitter dapat memenuhi standar
kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dalam dunia kerjanya. Unit
KOMPA menjadi satu unit kompetensi yang harus dikuasai apabila ingin
dianggap sebagai baby sitter professional.
d. Strategi Pengembangan
Strategi pengembangan model pelatihan ini dilakukan melalui beberapa
tahapan, yang diawali dengan identifikasi kondisi empirik di lapangan sekaitan
dengan kebutuhan dari keluarga serta stake holders yaitu lembaga-lembaga
pelatihan baby sitter dan penyalur tenaga kerja akan model pelatihan in-service
berbasis kompetensi. Model pelatihan ini dibangun melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut :
1) Identifikasi standar kompetensi
Dalam mengidentifikasi standar kompetensi untuk tenaga baby sitter
dilakukan upaya pengkajian terhadap draft Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI) untuk baby sitter pemula, pencarian berbagai draft standar
kompetensi untuk baby sitter yang diakui internasional, melakukan validasi
bahasa dari standar kompetensi certificate III yang digunakan di Australia, dan
mengkaji standar pendidikan Anak Usia Dini dalam Permendiknas no.58 tahun
2009. (terlampir)
2) Pengembangan standar kompetensi mix dari draft SKKNI, standar
internasional dan standar pendidikan anak usia dini
203
Pada tahap ini dilakukan upaya penyusunan standar kompetensi mix yang
merupakan penggabungan dari standar kompetensi yang ada (terlampir). Berikut
adalah kompilasi dari standar kompetensi yang dikembangkan, yaitu :
a) Mengidentifikasi dan merespon anak-anak yang beresiko
b) Memastikan kesehatan dan keselamatan anak
SKKNI : Menjaga kebersihan bayi sebelum dan / atau sesudah bayi makan
dan minum, Menjaga bayi dari gangguan hewan piaraan, Menjauhkan bayi
dari benda atau / zat berbahaya,
Permendiknas no. 58/2009 : Memahami layanan dasar kesehatan dan
kebersihan anak, Terampil dalam melakukan perawatan kebersihan anak.
c) Memberikan perawatan kepada anak-anak
SKKNI : Menjaga bayi saat ibu bayi keluar rumah, Melayani kebutuhan susu
dan makan bayi secara periodik, Menggendong dan memangku bayi dengan
kasih sayang, Menidurkan bayi pada tempat tidur bayi
d) Memberikan kontribusi bagi pemberian makanan dengan gizi seimbang
dengan cara yang aman dan higinis
Permendiknas no. 58/2009: Memahami pola makan dan kebutuhan gizi
masing-masing anak
e) Bekerja dalam lingkup hukum dan etika yang relevan
SKKNI : Membekali diri tentang kondisi kerja dan resiko kerja, Membekali
diri tentang remitansi, dokumen diri, perjalanan dan perjanjian kerja.
204
f) Mendukung perkembangan anak
Permendiknas no. 58/2009: Memahami peran pengasuhan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak.
g) Melakukan interaksi yang efektif dengan anak-anak
SKKNI : Mengendalikan emosi diri.
Permendiknas no. 58/2009 : Berperilaku sabar, tenang, ceria, penuh
perhatian, serta melindungi anak, Memiliki kepekaan dan humoris dalam
menyikapi perilaku anak, Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa,
arif, dan bertanggung jawab, Berpenampilan rapi, bersih, dan sehat.
h) Memberi pengalaman untuk bermain dan belajar anak
SKKNI : Menemani dan menjaga bayi bermain
Permendiknas no. 58/2009 : Terampil bermain dan berkomunikasi secara
verbal dan non verbal dengan anak, Terampil merawat kebersihan fasilitas
bermain anak
i) Mengembangkan pemahaman atas minat dan kebutuhan anak
Permendiknas no. 58/2009 : Mengenali dan mengatasi ketidaknyamanan
anak, Menyayangi anak secara tulus
j) Menerapkan pertolongan pertama
k) Memberikan kontribusi dalam proses OHS/K3 (Keselamatan dan
Keamanan Kerja)
SKKNI : Menerapkan prosedur K3 di rumah tangga
l) Bekerja secara efektif dengan keluarga untuk merawat anak-anak mereka
205
SKKNI : Melakukan komunikasi dengan ibu bayi / orang tua bayi dan anggota
keluarga bayi.
Permendiknas no. 58/2009 : Berperilaku santun, menghargai, dan hormat
kepada orang tua anak
m) Bekerja secara efektif dengan klien dan rekan kerja yang berlatar budaya
beragam
Hasil kompilasi ketiga standar kompetensi tersebut dapat diperhatikan,
bahwa standar kompetensi yang ada pada standar internasional (certificate III
yang diakui di Australia) sementara ini, unit kompetensi intinya, sifatnya lebih
umum dan mencakup beberapa standar yang disebutkan di standar pendidikan
anak usia dini dalam Permendiknas No. 58 tahun 2009, maupun standar
kompetensi kerja Indonesia (SKKNI) untuk bidang kerja baby sitter. Hal tersebut
menunjukkan bahwa secara cakupan maka standar internasional dalam
kepengsuhan anak yang ada, sudah melingkupi standar yang ada di Indonesia dan
bahkan masih ada beberapa unit kompetensi yang ada pada standar internasional
yang masih belum terwakili.
Berdasarkan hasil analisa dan kompilasi, maka standar kompetensi mix
dalam model pelatihan ini meliputi standar kompetensi mix yang menjadi basis
kompetensi pelatihan ini terdiri dari 13 unit kompetensi, yaitu : 1)
Mengidentifikasi dan merespon anak-anak yang beresiko; 2) Memastikan
kesehatan dan keamanan anak; 3) Memberikan perawatan kepada anak-anak; 4)
Memberikan kontribusi bagi pemberian makanan dengan gizi seimbang dengan
cara yang aman dan higinis; 5) Bekerja dalam lingkup hukum dan etika yang
206
relevan; 6) Mendukung perkembangan anak; 7) Melakukan interaksi yang efektif
dengan anak-anak; 8) Memberi pengalaman untuk bermain dan belajar anak; 9)
Mengembangkan pemahaman atas minat dan kebutuhan anak; 10) Menerapkan
pertolongan pertama; 11) Memberikan kontribusi dalam proses OHS/K3
(Keselamatan dan Keamanan Kerja); 12) Bekerja secara efektif dengan keluarga
untuk merawat anak-anak mereka; 13) Bekerja secara efektif dengan klien dan
rekan kerja yang berlatar budaya beragam
3) Validasi standar kompetensi mix
Tahapan selanjutnya adalah melakukan diskusi dan validasi dengan ahli
mengenai standar kompetensi yang dibangun. Validasi standar kompetensi mix
melalui diskusi dengan pakar praktisi, yaitu sebagai ahli terapis untuk
perkembangan anak, memberikan validasinya terhadap standar kompetensi yang
ada. Beliau menyatakan bahwa standar kompetensi ini dirasa cukup komprehensif
untuk kompetensi seorang pengasuh anak, hanya perlu penyesuaian apakah
memang unit tersebut menjadi kebutuhan masyarakat.
Kegiatan validasi standar kompetensi mix pun dilakukan dengan akademisi
di bidang program studi pendidikan dasar yang mengatakan bahwa standar
kompetensi ini sangat komprehensif dan sangat kompleks. Beliau mengatakan
selayaknya ini menjadi payung penelitian yang akan membawahi beberapa kajian
lainnya. Beliau pun menyarankan agar fokus pada satu unit kompetensi yang
menjadi prioritas kebutuhan mendesak masyarakat untuk meningkatkan
kompetensi baby sitter tersebut. Sehingga secara bertahap dapat meningkatkan
profesionalisme baby sitter.
207
Berdasarkan berbagai kajian dan pembahasan mengenai standar kompetensi
mix tersebut, maka peneliti melakukan pula identifikasi kebutuhan masyarakat
akan kompetensi baby sitter yang menjadi prioritas dibutuhkan. Identifikasi
kebutuhan ini adalah untuk semakin memperkuat peneliti dalam menentukan
kompetensi yang memang dibutuhkan dan menjadi prioritas dari lingkup kerja
baby sitter. Identifikasi dilakukan pada berbagai stakeholders seperti pengguna
jasa dan baby sitter juga pemangku kebijakan dan kelembagaan.
4) Identifikasi kebutuhan kompetensi baby sitter
Pada tahap ini, diadakan forum grup discussion dengan baby sitter dengan
fasilitasi dari lembaga penyalur tenaga baby sitter, dilakukan wawancara dengan
lembaga penyalur tenaga kerja baby sitter, lembaga penyalur tenaga kerja baby
sitter, dan keluarga pengguna jasa. (Terlampir).
Hasil angket dan pemilihan prioritas unit kompetensi, pada dasarnya
keluarga pengguna jasa sangat mendambakan seorang baby sitter yang memiliki
kreatifitas dalam melakukan aktivitas dengan anak dan sikap yang penuh kasih
sayang serta perhatian pada anak yang diasuh. Sikap ini akan menjadikan
hubungan komunikasi dengan anak berjalan lancar sehingga anak menjadi merasa
bahagia dan senang tetapi tetap dalam proporsi yang tepat. Sehingga berdasarkan
hasil identifikasi kebutuhan kompetensi dengan menggunakan teknik wawancara
dan angket dalam menetukan urutan prioritas standar kompetensi mix, maka
hasilnya adalah dimana ada 3 unit kompetensi prioritas dari 13 unit kompetensi
yang ada yang menjadi kebutuhan dari masyarakat. Unit kompetensi prioritas
menurut kacamata masyarakat adalah unit kompetensi mendukung perkembangan
208
anak, unit kompetensi memberikan perawatan pada anak, dan unit kompetensi
pengembangan pemahaman akan kebutuhan anak. Ketiga unit kompetensi ini
pada akhirnya menjadi perhatian peneliti untuk selanjutnya dilakukan pengkajian
lebih lanjut
5) Analisis kebutuhan kompetensi yang akan dikembangkan dan pengembangan
standar kompetensi serta kurikulum dan bahan ajar untuk model pelatihan in-
service.
Pada tahap ini dilakukan analisa mendalam mengenai hasil kebutuhan
kompetensi dari masyarakat dan dibandingkan dengan standar kompetensi mix
yang telah disusun. Hasil analisa tersebut menghasilkan standar kompetensi serta
unit kompetensi yang akan digunakan yang kemudian dibuat kurikulum untuk
pelatihannya. Proses ini diikuti dengan kegiatan validasi standar kompetensi dari
pakar pendidikan anak usia dini untuk unit kompetensi yang dikembangkan.
Dari 13 unit kompetensi yang dikembangkan, telah didapatkan 3
kompetensi prioritas yang menjadi kebutuhan masyarakat. Namun dengan adanya
diskusi dan validasi dengan ahli, maka disarankan untuk dapat lebih fokus pada
satu unit kompetensi saja. Fokus utama dalam pengembangan model ini akan
lebih dahulu mengembangkan unit kompetensi mendukung perkembangan anak
(unit KOMPA), yang meliputi 8 elemen kompetensi. Alasan pemilihan fokus
kompetensi ini adalah karena unit ini adalah yang paling utama dan pertama
dalam kaitannya dengan tugas kepengurusan dan berhubungan dengan anak.
Adapun unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA)
meliputi elemen-elemen kompetensi : 1) Mendukung perkembangan anak dalam
209
kelompok usia yang sesuai; 2) Mendukung perkembangan fisik anak sesuai
kelompok usia yang sesuai; 3) Mendukung perkembangan sosial anak sesuai
dengan kelompok usia yang sesuai; 4) Mendukung perkembangan emosi dan
psikologi anak pada usia yang sama; 5) Mendukung perkembangan bahasa anak
untuk kelompok usia yang sesuai; 6) Mendukung perkembangan kreatif anak
sesuai dengan tingkat usia yang sesuai; 7) Mendukung perkembangan kognitif
sesuai dengan kelompok usia yang sesuai; 8) Mendukung perkembangan spiritual
dan keagamaan sesuai dengan kelompok usia yang sesuai.
Unit kompetensi mendukung perkembangan anak yang meliputi 8 elemen
kompetensi untuk selanjutnya dijabarkan dalam bentuk indicator capaian baik
dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai.
Berikut adalah struktur kurikulum untuk unit kompetensi mendukung
perkembangan anak (KOMPA), yaitu:
Tabel 4.5 Struktur Kurikulum
Unit Kompetensi Mendukung Perkembangan Anak (KOMPA)
Elemen Kompetensi
Pengetahuan Keterampilan Kriteria Unjuk Kerja
Jumlah JP
1. Mendukung perkembangan anak dalam kelompok usia yang sesuai
Mengetahui pola perkembangan anak dan perbedaan-perbedaan kemampuan anak pada tingkat usia yang berbeda
Mampu memberikan fasilitatoran yang tepat dan membangun sesuai tingkat perkembangan anak sehingga anak terbangun kemandiriannya
- Memberikan dorongan pada setiap anak sesuai tingkatan usianya. - Menggunakan bahasa dengan tepat dalam kompleksitas bahasa dan kehangatannya - Menunjukkan komunikasi yang relevan dengan ketertarikan dan kapabilitas anak
8 JP
210
- Menunjukkan harapan pada tingkah laku anak yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. - Menunjukkan strategi dan pengelolaan tingkah laku pengasuhan yang tepat dengan tingkat pemahaman anak - Menunjukkan intensitas fasilitatoran yang disesuaikan dengan kemampuan dari perkembangan anak. - Menunjukkan tipe fasilitatoran pada anak untuk meningkatkan perkembangan akan kemandirian anak - Menunkukkan komunikasi yang respek pada anak, merespon anak dan mengikuti anak
c) Mendukung perkembangan fisik anak sesuai kelompok usia yang sesuai
Mengetahui pola perkembangan fisik anak Mengetahui cara menstimulasi perkembangan fisik anak yang tepat
mampu menyediakan pengalaman yang tepat melalui kegiatan rutin dalam permainan, stimulasi alat mainan dan peralatan lain yang tepat dalam mendukung perkembangan fisik anak
- Menunjukkan aktivitas rutin harian yang dijadikan kesempatan untuk melatih dan mempraktekkan keterampilan/skill fisik anak dalam kegiatan rutin sehari-hari - Menunjukkan aktivitas menggunakan peralatan bermain dan mainan untuk membangun keterampilan/skill fisik anak
8JP
211
d) Mendukung perkembangan sosial anak sesuai dengan kelompok usia yang sesuai.
Mengetahui bagaimana mendukung anak dalam membangun persahabatan dengan teman dan mengetahui cara memberi pemahaman pada anak akan aturan di masyarakat/ lingkungan sekitar
mampu mengkondisikan interaksi anak pada lingkup satu teman, interaksi dengan lingkup kelompok kecil dan interaksi dengan lingkup kelompok besar
- Mengikuti bersama anak berbagai kegiatan dan acara-acara yang secara budaya dilakukan di lingkungan masyarakat - Menyediakan kesempatan untuk interaksi dengan satu teman, interaksi dengan kelompok kecil dan interaksi dengan kelompok lebih besar. - Menunjukkan cara komunikasi yang tepat sehingga dapat menjadi model yang baik untuk anak. - Memberikan pemahaman akan perbedaan, melalui penilaian dan respek ketika dalam berbicara mengenai anak dan dengan anak.
8JP
e) Mendukung perkembangan emosi dan psikologi anak pada usia yang sama
Mengetahui tentang pengembangan konsep diri, percaya diri, dan mengatasi emosi anak
mampu menyediakan kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan dan menunjukan perhatian pribadi
- Memberikan kesempatan pada individu anak dan kelompok anak untuk dapat mengambil keputusan selama ada pada lingkungan yang aman - Menunjukkan usaha dan upaya menghargai, mendukung dan mengapresiasi anak. - Menunjukkan perhatian penuh pada anak - Menunjukkan perhatian pada perasaan anak dengan
8JP
212
merespon secara terbuka dan penuh respek
f) Mendukung perkembangan bahasa anak untuk kelompok usia yang sesuai
Mengetahui mengenai pola perkembangan bahasa dapat terbentuk/terbangun pada anak
mampu berinteraksi melalui berbahasa yang tepat dengan anak dan menyediakan pengalaman yang tepat untuk perkembangan bahasa anak
- Memberikan dukungan pada anak untuk dapat mengekspresikan diri secara verbal/lisan - Memberikan pengalaman-pengalaman agar anak dapat mengungkapkan berbagai bentuk-bentuk bahasa.
8JP
g) Mendukung perkembangan kreatif anak sesuai dengan tingkat usia yang sesuai.
Mengetahui pentingnya kreativitas dan mengetahui cara menyediakan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitas
mampu memberikan fasilitatoran dalam bermain dalam imaginasi, drama, melukis, menggambar, bermain malam (playdough), menari, musik, puisi dan menulis komposisi lagu.
- Memberikan berbagai kesempatan pada anak untuk menggunakan seluruh rasa mereka - Memberikan dukungan pada anak-anak untuk mengekspresikan imajinasi dan kreativitas dalam interaksi bermain mereka - Memberikan berbagai pengalaman yang mendukung anak agar dapat mengeksplorasi dan mengekspresikan diri. - Menyediakan sumber peralatan dan alat yang tepat sehingga dapat memudahkan anak mengembangkan aktivitas kreatif.
8JP
h) Mendukung perkembangan kognitif sesuai dengan kelompok usia yang sesuai
Mengetahui bagaimana kognisi dapat terbentuk
mampu menyediakan pengalaman dan pengkondisian untuk memberi dukungan
- Memberikan lingkungan dan kesempatan-kesempatan agar dapat memberikan stimulasi perkembangan
8JP
213
lingkungan untuk stimulasi dalam perkembangan kognisi anak
kognitif - Memberikan dukungan agar anak dapat mengeksplorasi dan menyelesaikan permasalahan dengan peralatan dan pengalaman mereka yang beraneka ragam.
i) Mendukung perkembangan spiritual dan keagamaan sesuai dengan kelompok usia yang sesuai
Mengetahui pentingnya penanaman spiritual/keagamaan pada anak sejak dini
Mampu menyediakan pengalaman dan pengkondisian untuk memberi dukungan lingkungan untuk stimulasi dalam perkembangan spiritual dan keagamaan anak
- Mendukung keluarga dalam melaksanakan ritual keagamaan secara proporsional
- Memperkenalkann anak pada ciptaan Tuhan
- Mendukung anak untuk melakukan kegiatan berdoa
- Mengarahkan anak untuk melatih melaksanakan ritual keagamaan sesuai agamanya
8 JP
Adapun untuk jumlah Jam Pelajaran untuk unit KOMPA (Kompetensi
Mendukung Perkembangan Anak) adalah : 13 JP (elemen perkembangan anak
secara umum) + 8 JP (7 elemen kompetensi) = 69 JP. Jumlah tersebut meliputi
kegiatan pelatihan dengan tutor dengan pembelajaran kelompok dengan setting
kelas dan kegiatan pelatihan dengan fasilitasi dari fasilitator di tempat bekerja
Dari susunan struktur kurikulum dengan elemen kompetensi dan indikator
ketercapaiannya, maka dirumuskan materi dan bahan ajar yang akan disampaikan
dalam model pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk baby sitter.
(terlampir)
214
6) Penyusunan model konseptual pelatihan in-service berbasis kompetensi
Pada tahap ini mulailah dilakukan penentuan model pelatihan yang akan
dilakukan serta standar kompetensi yang akan dijadikan basis uji coba pelatihan.
Hasil validasi dari pakar pelatihan dan perkembangan anak maka untuk penelitian
ini unit kompetensi yang akan menjadi fokus adalah pelatihan untuk
meningkatkan kompetensi untuk unit KOMPA (Kompetensi Mendukung
Perkembangan Anak) yang selanjutnya diikuti dengan kegiatan pengembangan
kurikulum dan standar kompetensi untuk unit KOMPA serta instrumen unjuk
kerja.
Berdasarkan kerangka model konseptual di atas dapat dijelaskan aspek-
aspek komponen pelatihan dalam pengelolaan program pelatihan dan
pendekatannya dalam model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby
sitter, dimana perencanaan pelatihan dilakukan melalui beberapa tahap program.
Program yang dilaksanakan meliputi program penyiapan perangkat pendukung,
pelaksanaan model pelatihan, dan evaluasi program pelatihan. Adapun program
yang meliputi penyiapan perangkat pendukung meliputi kegiatan-kegiatan :
(1) Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter,
(2) Program sosialisasi dan rekruitmen tutor
(3) Program sosialisasi dan rekruitmen fasilitator
(4) Program TOF (Training of Facilitator)
Adapun program dalam rangka proses pelatihan yang dilakukan adalah :
(1) Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas (off
the job training)
215
(2) Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran
individual di tempat bekerja (on the job training)
Untuk tahapan perencanaan dari setiap program yang merupakan bagian
dari model pelatihan in-service berbasis kompetensi ini, maka dilakukan kegiatan
perencanaan program yang meliputi :
a. Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter, tutor, dan fasilitator
Keterlaksanaan program ini dilakukan melalui berbagai perencanaan diantaranya :
1) Seleksi calon fasilitator baby sitter dengan metode psikotest dan wawancara
(lampiran); 2) Merekrut calon peserta pelatihan, dengan menjalin kemitraan pada
lembaga penyalur baby sitter untuk memperoleh data baby sitter; 3) Perijinan
pada keluarga tempat baby sitter bekerja untuk mengikutsertakan baby sitter
dalam pelatihan in-service berbasis kompetensi dengan menyertakan surat
keterangan dari lembaga penyalur baby sitter.
b. Program sosialisasi dan rekruitmen tutor
Program penyiapan komponen utama seperti penyiapan tenaga tutor, materi dan
bahan ajar (baik untuk TOF maupun pelatihan in-service baby sitter), dan
instrumen evaluasi program (keseluruhan program). Dalam program ini, yang
dilakukan adalah : 1) Menyusun kurikulum, silabus, dan RPP pelatihan untuk
TOF dan pelatihan baby sitter (lampiran); 2) Menyusun panduan bagi tutor dan
fasilitator; 3) Menyusun instrumen evaluasi
c. Program sosialisasi dan rekruitmen fasilitator
Program penyiapan komponen utama seperti penyiapan tenaga fasilitator, materi
dan bahan ajar (untuk pelatihan in-service), dan instrumen evaluasi program
216
(keseluruhan program). Dalam program ini, yang dilakukan adalah : 1) Menyusun
kurikulum, silabus, dan RPP pelatihan baby sitter (lampiran); 2) Menyusun
panduan bagi tutor dan fasilitator; 3) Menyusun instrumen evaluasi
d. Program TOF (Training of Facilitator)
1) Menyusun jadwal pelatihan Training of Trainer (TOT) bagi calon fasilitator
(lampiran); 2) Menyiapkan kelengkapan administrasi seperti daftar hadir, data
lengkap, dll; 3) Menyiapkan scenario pembelajaran yang detail; 4)Menyiapkan
sarana dan prasarana pendukung; 5) Menyusun jadwal latihan fasilitasi di
keluarga sebagai uji coba awal
Adapun program yang berkenaan dengan proses pelatihan, dilakukan
berbagai penyiapan dalam mengembangan program-program yang meliputi :
a. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas (off
the job training)
Penyiapan sarana dan prasarana pendukung, 2)format kehadiran, 3) Media
pelatihan, 4) Materi
b. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran
individual di tempat bekerja (on the job training)
Perijinan dari keluarga pengguna jasa; 2) penyiapan format-format yang
dibutuhkan; 3) Penyiapan denah lokasi
217
4. Implementasi model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam
meningkatkan profesionalisme baby sitter
Implementasi uji coba model pelatihan in-service berbasis kompetensi
dilaksanakan mulai bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011. Dalam
kurun waktu tersebut, melalui uji coba yang dilaksanakan, model konseptual yang
disusun telah mengalami pengembangan secara operasional. Pelaksanaan uji coba
model pelatihan ini dilakukan pada 10 orang baby sitter yang telah bekerja
keluarga dengan memberikan pengasuhan pada 10 anak usia dini. Pelaksanaan
ujicoba ini pun dapat terlaksana berkat dukungan dari 8 keluarga yang menjadi
pengguna jasa dari 10 orang baby sitter tersebut. Uji coba ini dilakukan di kota
Bandung.
Adapun dalam pelaksanaan model pelatihan in-service berbasis kompetensi
ini meliputi beberapa program yaitu meliputi program penyiapan perangkat
pendukung, dan program proses pelaksanaan model pelatihan. Adapun program
yang meliputi penyiapan perangkat pendukung meliputi kegiatan-kegiatan :
a. Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter,
b. Program rekruitmen tutor
c. Program rekruitmen tenaga fasilitator
d. Program penyiapan tenaga fasilitator melalui TOF (training of facilitator)
Adapun program dalam rangka proses pelatihan yang dilakukan adalah :
a. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas (off
the job training)
218
b. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran
individual di tempat bekerja (on the job training)
Setiap program yang dilaksanakan, merupakan bagian dari model pelatihan
in-service berbasis kompetensi untuk meningkatkan profesionalisme baby sitter.
Program-program yang dijalankan tersebut masing-masing meliputi tahapan
persiapan, tahapan pelaksanaan dan tahapan evaluasi.
Deskripsi kegiatan pada setiap tahapan dalam program-program tersebut
dijelaskan dalam uraian berikut ini :
a. Program sosialisasi dan rekruitmen baby sitter yang meliputi tahapan :
1) Perencanaan
Pada tahapan perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah :
a) Menentukan persyaratan baby sitter yang dapat diikutsertakan di dalam
pelatihan in-service berbasis kompetensi
Adapun yang menjadi persyaratan peserta pelatihan ini adalah baby
sitter/pengasuh yang memenuhi kriteria di bawah ini, yaitu : (1) usia : 17 – 40
tahun; (2) pengalaman bekerja dengan anak minimal 1 tahun; (3) jenis
Kelamin perempuan; (4) tingkat pendidikan minimal SD; (5) sedang bekerja
di keluarga dan mengasuh anak.
Penentuan persyaratan ini diambil untuk dapat memudahkan pelaksanaan
pelatihan dan kesesuaian dengan syarat minimal sehingga keefektifan
pelatihan dapat terukur.
219
b) Menentukan lembaga pelatihan baby sitter dan penyalur tenaga kerja serta
keluarga yang dapat menjadi mitra dalam penyusunan model pelatihan in-
service.
Pengambilan sampel dan penentuan keluarga serta lembaga asal tidak dibatasi
dengan persyaratan apapun, namun lebih kepada faktor ketermudahan dan
keterjangkauan dalam melakukan koordinasi dan kemudahan akses dalam
pelaksanaan pelatihan.
c) Koordinasi penelitian yang dilakukan dengan lembaga penyalur tenaga kerja
dan keluarga pengguna jasa
Pada tahap ini, dipersiapkan berbagai hal yang berkaitan dengan rancangan
pelaksanaan pelatihan mengenai berbagai komponen pelatihan yang akan
dilaksankan.Hal tersebut meliputi waktu, jadwal, Materi/kurikulum, pemateri,
pengelola, dll
2) Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a) Dalam penentuan lembaga pelatihan, dari beberapa lembaga yang ada di kota
Bandung, maka ditentukan tiga lembaga yang dapat menjadi mitra dalam
menjembatani antara peneliti dan keluarga pengguna jasa. Lembaga tersebut
memberikan data-data alamat dan telepon keluarga yang bisa dihubungi, yang
menurut lembaga, dapat kooperatif dan akan tertarik dengan pelatihan ini. Alat
yang digunakan peneliti dalam tahapan pendekatan kepada keluarga adalah
dengan memberikan surat tugas. Surat tugas menunjukkan bahwa lembaga
memiliki kerjasama dalam mengembangkan pelatihan in-service berbasis
220
kompetensi dengan lembaga penyalur tenaga kerja. Adapun lembaga yang
menjadi mitra peneliti dalam penelitian ini adalah LPK Bina Mandiri Dago,
Muslimah Center Yayasan Daarut Tauhiid, dan Yayasan Mutiara Bandung.
b) Langkah selanjutnya adalah peneliti menentukan baby sitter yang akan
mengikuti pelatihan berdasarkan ijin dan dukungan dari keluarga pengguna
jasa baby sitter. Dalam hal ini, peneliti langsung mendatangi keluarga
pengguna jasa untuk dapat memberikan informasi rencana penelitian sekaligus
melakukan wawancara sekaitan dengan kompetensi baby sitter yang bekerja di
keluarga pengguna jasa. Baby sitter yang diijinkan oleh keluarga pengguna
jasa inilah yang selanjutnya yang akan menjadi subjek penelitian. Pemilihan
keluarga dilakukan berdasarkan data yang didapatkan dari lembaga pelatihan
baby sitter dan penyalur tenaga kerja maupun informasi yang sifatnya umum
mengenai data keluarga.
c) Informasi lain mengenai kesediaan beberapa keluarga untuk mengikut
sertakan baby sitternya yang merupakan bukan dari lembaga, pada akhirnya
ditindaklanjuti oleh peneliti karena memang fenomena yang ada, jumlah baby
sitter yang tidak dari lembaga lebih mendominasi pasar tenaga kerja baby
sitter yang ada.
d) Dalam memberikan advokasi dan undangan untuk mengikuti pelatihan peneliti
melakukan negosiasi serta melakukan pendekatan dengan keluarga-keluarga
tersebut. Peneliti mendapatkan informasi mengenai sifat dan karakter keluarga
pengguna jasa dari pengelola lembaga penyaluran tenaga kerja sehingga dalam
221
melakukan negosiasi dan penyampaian informasi, dilakukan sesuai dengan
kebutuhan yang ada.
e) Berdasarkan hasil rekruitmen dan advokasi serta berbagai pendekatan yang
dilakukan, maka didapatkan peserta sebanyak 10 orang baby sitter yang
mengasuh dan menjaga 10 anak usia dini, pada 8 keluarga pengguna jasa. Dari
10 baby sitter yang menjadi subjek penelitian dalam model pelatihan in-
service berbasis kompetensi ini, 4 orang baby sitter diantaranya adalah baby
sitter yang berasal dari lembaga. Sedangkan sisanya 6 orang adalah baby sitter
yang bukan dari lembaga.
Berikut adalah daftar baby sitter dan keluarga yang menjadi subjek
penelitian sebagai berikut :
Tabel 4.6 Penyebaran Subjek Penelitian
No Nama Baby sitter
Usia Baby sitter
Tingkat Pendidik
an
Asal Baby sitter
Alamat Keluarga Pengguna
Jasa/Pekerjaan
Usia anak yang
diasuh 1 SS 18 thn
SMP LPK Bina
Mandiri Jl. Bengawan Bandung/Kadivre POS V Indonesia
18 Bulan
2 US 19 thn MTs Muslimah Center Daarut Tauhiid
Jl. Kota Mas Raya /Dokter
24 Bulan
3 YI 17 thn SMP Muslimah Center Daarut Tauhiid
Perumahan Bojong Koneng Makmur Timur /IT Perusahaan Swasta
36 Bulan
4 DJ 36 thn SMP Yayasan Mutiara
Jl. Pakar Permai Bandung/Dokter Spesialis Bedah Jantung
7 Bulan
5 SKh 18 thn SMP Mandiri Jl. Pakar Permai VII/6 Bandung/ Dokter Spesialis Bedah Jantung
48 Bulan
222
6 JJ
28 thn SD Mandiri Jl. Jati Indah Bandung/Dosen UNPAD
18 Bulan
7 EN 31 thn SMP Mandiri Jl. Cisaranten Kulon Bandung/TNI
30 Bulan
8 SH 17 thn SMP Mandiri Venus Barat Bandung/Swasta
36 Bulan
9 CH 18 thn SMP Mandiri Jl. Jati Indah Bandung/Dosen UNPAD
18 Bulan
10 Ptr 17 thn SMP Mandiri Jl.Idiadimaja Bandung/Swasta
48 bulan
f) Koordinasi dengan lembaga pelatihan dan khususnya dengan keluarga
dilakukan dengan memberikan beberapa informasi yang berkaitan dengan
program pelatihan yang akan dilaksanakan. Adapun informasi yang diberikan
oleh lembaga pelatihan adalah berkaitan dengan hal-hal dibawah ini, yaitu :
(1)Waktu pelaksanaan pelatihan; (2) Materi Pelatihan; (3) Lamanya pelatihan;
(4) Metode pelatihan; (5) Jadwal pelatihan.
3) Evaluasi
Kegiatan sosialisasi dan rekruitmen baby sitter membutuhkan waktu yang
cukup intensif. Artinya, pendekatan yang dilakukan dari satu keluarga ke keluarga
lain. Pola pendekatan yang dilakukan harus sesuai dengan fleksibilitas keluarga
yang dihadapi. Penjabaran mengenai program yang akan dilaksanakan secara jelas
dan dapat dipertanggungjawabkan, menjadi kunci berhasilnya ajakan pada
keluarga.
Pada umumnya, keluarga-keluarga yang didatangi, sangat tertarik dengan
model pelatihan dan ingin mengikutsertakan baby sitternya dalam program.
Kendala mengenai kesanggupan waktu menjadi kendala yang perlu disikapi
223
secara arif dan fleksibel. Penyesuaian waktu dan solusi terhadap permasalahan ini
menjadi salah satu masukan yang berarti dan menjadi bagian dari pengembangan
model pelatihan ini.
b. Program Rekruitmen tutor
Model pelatihan ini menempatkan posisi nara sumber yang dilakukan oleh
tutor. Adapun dalam kegiatan ini, dilakukan tahapan :
1) Perencanaan.
Pada tahap ini dilakukan beberapa hal, yaitu :
a) Menentukan panduan dan kriteria tutor
Tutor dalam pengertiannya disebut juga sebagai seorang pembimbing suatu
kegiatan pembelajaran dan berfungsi sebagai penentu arah serta model dari
pendidikan yang akan dilaksanakan dalam suatu kegiatan belajar mengajar yang
bersumber dari kemauan atau permintaan dari warga belajar itu sendiri. Sehingga
dengan adanya tutor keberhasilan proses pembelajaran sangat tergantung dari
keterampilan serta kecakapan seorang tutor menjadi seorang fasilitator dalam
proses belajar.
Adapun yang menjadi kualifikasi dari tutor adalah Sarjana Pendidikan
minimal S1, sehat, dan memiliki beberapa kompetensi yang dipersyaratkan, yaitu
memiliki kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi
pedagogik, dan kompetensi sosial. Adapun yang menjadi tugas yang menjadi
bagian keahliannya adalah (1) mampu mengidentifikasi perkembangan anak asuh
peserta pelatihan dengan mengacu pada standar tingkat pencapaian perkembangan
anak sesuai kelompok usia (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58
224
Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini); (2) mampu
memberikan materi tentang pengasuhan anak yang menunjang pada
perkembangan sesuai dengan usia; (3) mampu menyusun silabus pelatihan sesuai
dengan kurikulum pelatihan yang telah ditentukan oleh penyelenggara; (4) mampu
mengembangkan rencana pembelajaran sesuai dengan usia perkembangan anak
asuh peserta pelatihan saat itu; (5) mampu mengelola kegiatan pelatihan secara
menarik agar peserta pelatihan tidak jenuh; (6) mampu menjalin komunikasi yang
baik dengan peserta secara langsung maupun tidak langsung (media elektronik
misalnya : telepon, pesan singkat).
b) Merencanakan program seleksi tutor
Program seleksi tutor dilakukan dengan melakukan rekruitmen dan
pengumuman melalui brosur dan penyebaran informasi dalam lingkup lembaga
tertentu yang berkaitan dengan kompetensi tutor yang dibutuhkan, dalam hal ini
adalah tutor yang memiliki keahlian dan mampu menyampaiakn materi yang
berkaitan dengan unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA).
Program seleksi tutor lebih pada melihat curriculum vitae dan porto folio
yang ada serta melalui kegiatan wawancara mendalam dalam menimba
pengalaman yang sudah dilakukan oleh calon tutor. Kegiatan seleksi tutor ini
didasarkan pula pada berbagai informasi dan masukan yang menunjukkan bahwa
tutor tersebut memang berkompeten dalam memberikan materi dan
pembimbingan dalam peningkatan unit KOMPA.
225
2) Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan beberapa hal yaitu :
a) Menyebarkan informasi dan rekruitmen tutor
Kegiatan ini dilakukan dengan menyebarkan informasi yang seluas-luasnya
mengenai kebutuhan tutor untuk pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk
unit kompetensi mendukung perkembangan anak bagi baby sitter. Pada tahapan
ini, calon tutor yang memenuhi kriteria dipersilakan untuk melampirkan
curriculum vitae yang tersedia dan menyerahkan pada panitia penyelenggara.
b) Melaksanakan seleksi tutor dan penentuan tutor
Seleksi tutor dilaksanakan sebagai bagian dari pemenuhan perangkat yang
sangat penting dalam pelaksanaan pelatihan. Seleksi dilakukan melalui
pemeriksaan berkas-berkas curriculum vitae dan porto folio yang ada serta
melakukan wawancara mendalam dengan calon tutor. Berbagai masukan dan
diskusi dalam pemilihan pun dilakukan dengan pihak yang berkompetensi seperti
para ahli terkait.
3) Evaluasi
Kegiatan seleksi tutor pada prinsipnya berjalan dengan lancar dan
memberikan masukan bahwa tutor yang dilibatkan sebaiknya selain memiliki
pemahaman dalam materi mengenai peran pengasuhan anak dalam mendukung
perkembangan anak, juga tutor memiliki dasar-dasar pemahaman dalam mendidik
orang dewasa (andragogy) sehingga materi yang disampaikan dapat menjadi
efektif diterima dan efektif dalam penyampaiannya.
226
c. Program Rekruitmen fasilitator
1) Perencanaan
Program rekruitmen fasilitator adalah bagian yang paling penting dalam
penelitian ini. Hal ini dirasakan penting karena fasilitator akan menjadi ujung
tombak dari program pelatihan yang dilaksanakan. Fasilitator akan menjadi
seseorang yang langsung bersentuhan dan berinteraksi dengan peserta pelatihan
yaitu baby sitter, stake holders yaitu keluarga pengguna jasa dan juga anak yang
diasuh serta masyarakat lain sebagai bagian dari keluarga tersebut. Pentingnya
peran dari seorang fasilitator dalam pelatihan ini, maka dalam proses perencanaan,
dilakukan persiapan dari beberapa hal seperti :
a) Pola rekruitmen yang meliputi sasaran sosialisasi program untuk penerimaan
calon fasilitator
Dalam kaitan dengan sasaran fasilitator, maka ditetapkan area sasaran untuk
calon peserta seleksi fasilitator adalah wilayah yang dekat dengan kompetensi
yang dikembangkan yaitu unit kompetensi mendukung perkembangan anak (unit
KOMPA). Diantaranya yang menjadi sasaran awal adalah tenaga praktisi di
Yayasan Surya Kanti, praktisi pengajar anak usia dini, praktisi yang menggeluti
bidang kepengasuhan anak usia dini, yang juga memenuhi syarat administrasi
minimal sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
b) Penyusunan panduan fasilitator
Panduan fasilitator yang disusun, mengacu pada standar minimal seorang
fasilitator yang disesuaikan dengan kebutuhan dari pelatihan in-service berbasis
kompetensi. (Terlampir)
227
c) Penyusunan tim penyeleksi
Tim penyeleksi fasilitator dalam model pelatihan ini, terdiri dari tim ahli
dalam kepelatihan, tutor pelatihan, dan pengelola. Tim penyeleksi tersebut
melakukan diskusi dan kesepakatan untuk menentukan berbagai pola seleksi, isi
materi untuk seleksi, metode dan alur seleksi sehingga ada kesepahaman
mengenai pola dan kriteria fasilitator yang diharapkan.
d) Penyusunan instrumen penyeleksian fasilitator
Kegiatan seleksi mengacu pada panduan fasilitator dan syarat minimal
seorang fasilitator untuk pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk fokus
pada unit kompetensi mendukung perkembangan anak. Beberapa instrumen yang
disusun adalah:
- Soal tertulis esai (terlampir)
- Instrument psikotest terdiri dari soal pilihan ganda yang mengacu pada
kualifikasi yang dibutuhkan sebagai fasilitator pelatihan. (terlampir)
- Pedoman wawancara adalah pengembangan dari psikotest untuk memperkuat
jawaban psikotest yang sulit diukur dari jawaban psikotes.(terlampir)
- Wawancara (terlampir)
- Praktek
e) Menyiapkan administrasi; profil calon fasilitator, daftar hadir seleksi
Untuk tertib administrasi, maka profil calon fasilitator dan daftar hadir
seleksi harus disiapkan lebih dahulu. Profil fasilitator digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam proses wawancara.
228
f) Penyusunan agenda seleksi fasilitator
Dalam tahapan ini dilakukan penyusunan agenda seleksi untuk fasilitator.
Adapun yang menjadi susunan agenda kegiatan tersebut disusun ke dalam run
down kegiatan seleksi fasilitator untuk pelatihan in-service berbasis kompetensi
untuk baby sitter, sebagai berikut :
Tabel 4.7 Agenda Kegiatan
Penyiapan Fasilitator Pelatihan Baby sitter
NO KEGIATAN WAKTU PENANGGUNG JAWAB
1 Sosialisasi program seleksi fasilitator dengan kriteria yang dibutuhkan
April 2011 Penyelenggara
2 Penyebaran syarat lamaran untuk menjadi calon fasilitator
Mei 2011 Penyelenggara
3 Penentuan batas waktu penerimaan berkas
20 Juni 2011 Penyelenggara
4 Penentuan waktu seleksi fasilitator
20 Juni 2011 Penyelenggara
5 Koordinasi dengan tim seleksi fasilitator
15 Juni 2011 Penyelenggara
6 Pelaksanaan seleksi 23 Juni 2011 Penyelenggara 7 Pengolahan hasil
seleksi dan pengumuman
24-30 Juni 2010 Penyelenggara
8 Pelatihan fasilitator 5-7 Juli 2011 Penyelenggara
2) Pelaksanaan
Seleksi calon fasilitator dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu pengisian
soal tes tertulis esai, mengerjakan psikotest, dan wawancara serta praktek. Teknis
penyelenggaraan, untuk mengefektifkan waktu maka peserta yang sedang
229
mengerjakan soal esai, kemudian berdasarkan daftar hadir dilakukan pemanggilan
untuk melakukan wawancara. Wawancara dilakukan oleh tim penyeleksi yaitu
ketua pelaksana pelatihan dibantu oleh satu orang panitia dan panitia pengawas.
a) Agenda kegiatan seleksi
Penetapan fasilitator yang memenuhi kriteria seluruhnya dipanggil. Adapun
dalam seleksi ini, dari sekitar 15 orang peserta seleksi, maka ada 5 orang yang
bersedia melaksanakan tugas sebagai fasilitator. Penetapan fasilitator ditentukan
oleh tim penilai berdasarkan kualifikasi yang dibutuhkan, sehingga penyelenggara
pelatihan menetapkan lima orang fasilitator. Berikut adalah agenda kegiatan
seleksi, sebagai berikut :
Tabel 4.8 Agenda Kegiatan
Seleksi Fasilitator Pelatihan Baby sitter
WAKTU KEGIATAN TEMPAT PENANGGUNG JAWAB
09.00 – 09.30 Mengisi daftar hadir
Kelas Penyelenggara
09.30 – 10.30 Pembukaan Kelas Penyelenggara 10.30 – 12.00 Tes tertulis Kelas Penyelenggara
12.00 – 13.00 Ishola Mushola Penyelenggara
13.00-15.00 wawancara Kelas Penyelenggara
15.30 Penutupan Kelas Penyelenggara
b) Materi wawancara dan praktek
Materi wawancara dan praktek yang dilakukan dalam proses seleksi
fasilitator, yaitu : (1) Kesesuaian riwayat hidup secara lisan (latar belakang
keluarga, asal dan pekerjaan kegiatan saat ini, kegiatan pelatihan yang pernah
diikuti, pendidikan terakhir); (2) Komitmen waktu pada kegiatan fasilitasi; (3)
230
Keminatan pada anak; (4) Mengungkapkan pengalaman selama ini dengan anak-
anak dan berbagai kasus menarik; (5) Pemahaman pendekatan andragogis; (6)
Pemahaman karakter dari fasilitator. Dalam hal ini tim penilai hendaknya
memperhatikan calon fasilitator dengan mengobservasi beberapa hal berkaitan
dengan yang ada dibawah ini, yaitu sikap dan akhlak (cara bersalaman-
kepercayaan diri, cara duduk, cara menatap, gerak-gerik/bahasa tubuh,
penampilan/pakaian, sopan santun bersikap), cara berkomunikasi (gaya bahasa,
intonasi, memaksakan ide pribadi, demokratis); (7) Praktek, dimana dalam
tahapan ini peserta seleksi diminta untuk mempraktekkan cara memberikan
fasilitasi kepada baby sitter, dengan situasi diandaikan mereka sedang berada di
rumah keluarga bersama baby sitter, menghadapi kondisi tertentu. Seleksi praktek
ini telah meliputi berbagai hal yang utamannya berkaitan dengan keterampilan
dan kemampuan memfasilitasi, pemahaman andragogis, dan karakter yang
diharapkan sebagai fasilitator. Mengenai stimulasi pertanyaan yang diberikan
kepada fasilitator diantaranya diantaranya : (a) Menurut anda, pengasuhan untuk
mendukung perkembangan anak seperti apa yang tidak tepat diberikan baby sitter
kepada anak?; (b) Coba praktekkan/mensimulasikan cara anda mengarahkan baby
sitter yang kurang tepat dalam memberikan pengasuhan.
3) Evaluasi
Pada umumnya kegiatan seleksi fasilitator berjalan dengan baik dan lancar.
Kegiatan seleksi dengan jumlah peserta seleksi sekitar 15 orang dalam 1 hari
dirasakan cukup padat. Sehingga apabila kemudian jumlah peserta melebihi
231
jumlah tersebut, hendaknya dipertimbangkan penambahan jumlah penilai ataupun
jumlah hari penyeleksian.
d. Program penyiapan tenaga fasilitator melalui TOF (Training of Facilitator)
1) Perencanaan
Program ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan seleksi calon fasilitator.
Penyelenggaraan pelatihan untuk fasilitator ini dilakukan setelah pelaksanaan
seleksi. Fasilitator yang diundang dalam kegiatan tersebut adalah fasilitator yang
dianggap telah lulus seleksi untuk fasilitator yang telah dilaksanakan.
Pelaksanaan pelatihan untuk fasilitator dilakukan pada fasilitator yang telah
lulus seleksi dan dianggap telah siap menjadi fasilitator. TOF (Training of
Facilitator) adalah pelatihan yang dilaksanakan bagi fasilitator pelatihan baby
sitter. Pada umumnya kegiatan ini memiliki tujuan untuk menyiapkan tenaga
fasilittor yang dapat memfasilitasi baby sitter di tempat bekerja yaitu di keluarga.
Fasilitator yang melakukan tugas di keluarga diharapkan memiliki pemahaman
dan kemampuan dalam: a) Memahami perkembangan anak; b) Memahami
bagaimana memperlakukan anak; c) Mampu berkomunikasi dengan orang lain
secara luwes dan fleksibel; d) Mampu mendidik orang dewasa; e) Memahami
instrumen penilaian yang akan dikerjakan; f) Sopan santun dan dapat dipercaya;
g) Mampu berkomunikasi tepat dengan keluarga.
Program pelatihan untuk fasilitator ini meliputi kegiatan pelatihan yang
bersifat teori dan praktek. Hal ini mengandung makna bahwa para fasilitator
terpilih tersebut akan mendapatkan pelatihan dengan pendekatan pelatihan aktif
melalui kegiatan diskusi, demonstrasi dan eksplorasi suatu topik. Kegiatan
232
tersebut kemudian dilanjutkan dengan latihan praktek fasilitasi dalam
memfasilitasi baby sitter di keluarga. Dalam tahapan persiapan beberapa yang
dipersiapkan, yaitu :
a) Menyusun kurikulum, silabus, dan RPP pelatihan (terlampir)
b) Menyusun jadwal pelatihan Training of Facilitator (TOF) bagi calon
fasilitator
c) Menyiapkan sarana prasarana keluarga yang akan dijadikan tempat berlatih
praktek fasilitator
d) Menyiapkan kelengkapan administrasi seperti daftar hadir.
2) Pelaksanaan
Pelaksanaan TOF dilakukan dalam dua metode pelatihan, yaitu pelatihan
yang sifatnya kelas dan pelatihan yang sifatnya melalui latihan praktek.
Pelaksanaan pelatihan di kelas dilakukan dengan metode ceramah, diskusi, dan
demonstrasi selama 1 hari penuh. Sedangkan kegiatan latihan praktek dilakukan
langsung di rumah keluarga yang dijadikan tempat berlatih.
Kegiatan praktek dari pelatihan untuk fasilitator dilaksanakan dalam rangka
untuk dapat mengkondisikan kesiapan fasilitator dalam menghadapi situasi rumah
dan keluarga sebenarnya. Fasilitator dibekali dengan instrument yang akan
digunakan pada arena yang nanti akan dihadapi. Kesempatan ini dijadikan pula
sebagai arena peneliti melakukan ujicoba instrument sehingga untuk selanjutnya
instrumen teruji validitas dan reliabilitasnya.
Berikut ini adalah hasil-hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan
tersebut, yaitu:
233
a) Profil peserta fasilitator yang memenuhi panggilan dan telah lulus seleksi
Tabel 4.9 Profil Peserta Fasilitator
No Nama Fasilitator Pendidikan
Terakhir Pekerjaan Pengalaman
1 F Dju SMA (sedang kuliah)
Guru Tk dan Penanggung Jawab Program
1998-2003 di AJB Bumi Putera 1999-sekarang mengajar di TK
2 F YK SMA Guru TK / Tutor PAUD)
Tutor PAUD Tutor Keaksaraan Fungsional(KF)
3 F IJ D3-KA STMIK Bandung
Guru PAUD Az-zahra Aisyiyah 2
Guru SMA Negeri 6 Bandung Guru TK Saipullah Administrasi kontraktor Imanuel Bandung
4 F CH SPG Tutor Tutor PAUD Tutor Keaksaraan Fungsional Tutor Kesetaraan
5 F SA SMA Pengajar Tutor PAUD Tutor Keaksaraan Fungsional Tutor Kesetaraan Pengajar Privat
234
b) Pelatihan fasilitator di kelas
Kegiatan ini dilaksanakan melalui kegiatan orientasi 1 hari, yang
dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 1011. Adapun mengenai materi yang
disampaikan adalah berkaitan dengan (1) materi umum pertumbuhan dan
perkembangan anak; (2) materi stimulasi perkembangan anak dalam lingkup
perawatan anak di rumah; (3) materi peran dan tugas fasilitator di keluarga dalam
memfasilitasi baby sitter serta etika fasilitasi di keluarga; (4) materi pembahasan
instrumen fasilitasi baby sitter di lapangan. (Jadwal terlampir)
c) Pelatihan fasilitator praktek di keluarga
Kegiatan praktek dalam pelatihan untuk fasilitator merupakan kelanjutan
dari kegiatan orientasi dan pelatihan yang dilaksanakan di kelas. Tujuan dari
pelatihan praktek untuk fasilitator di keluarga tersebut adalah : (1) Melatih situasi
fasilitasi dalam rumah; (2) Melatih komunikasi dengan keluarga; (3) Melatih
penerapan instrumen penilaian; (4) Melatih kegiatan fasilitasi pada baby
sitter/pengasuh untuk mengikuti sesuai materi dalam mendukung perkembangan
anak.
Pelaksanaan pelatihan praktek ini dilakukan secara individual oleh masing-
masing fasilitator. Mereka diberikan jadwal selama 5 jam untuk dapat hadir di
keluarga dan melakukan latihan fasilitasi. Dalam persiapan sebelum latihan
praktek, fasilitator dibekali dengan prosedur tahapan yang harus dilaksanakan dan
instrument yang harus dikerjakan dalam fasilitasi. Adapun tahapan yang harus
dilakukan adalah : (1) Memperkenalkan diri kepada keluarga sebagai fasilitator
untuk baby sitter/pengasuh; (2) Mengenali aktivitas baby sitter/pengasuh sehari-
235
hari; (3) Memperhatikan apa yang dilakukan baby sitter/pengasuh, mengacu pada
instrumen penilaian; (4) Memberikan penilaian yang dilakukan baby sitter dan
membuat catatan yang diperlukan (dilakukan sesaat sesudah fasilitasi agar tidak
menimbulkan kecurigaan); (5) Memberikan pendampingan sesuai materi stimulasi
mendukung perkembangan
3) Evaluasi
Kegiatan pelatihan untuk fasilitator pada umumnya secara proses berjalan
dengan baik dan lancar. Masa orientasi dan pelatihan di kelas selama 1 hari
dirasakan cukup karena pada dasarnya peserta fasilitator telah memiliki
pemahaman dasar mengenai isi materi fasilitasi. Kegiatan pelatihan lebih kepada
memberikan penguatan dengan melakukan diskusi, demonstrasi dan melakukan
eksplorasi kasus-kasus. Fokus utama dalam kegiatan pelatihan di kelas adalah
memberikan pemahaman pada peran dan tugas sebagai fasilitator di keluarga.
Kegiatan pelatihan praktek di keluarga, sangat membantu peserta fasilitator
dalam memberikan pemahaman dan pengalaman yang menyeluruh sebagai bekal
fasilitator melakukan tugas yang sebenarnya kemudian. Uji coba sekaligus latihan
praktek ini diketahui manfaatnya melalui kegiatan evaluasi fasilitasi. Hasil
evaluasi dari pengalaman peserta fasilitator, memberikan masukan dan perbaikan
dalam pola implementasi fasilitasi yang kemudian dilaksanakan. Adapun masukan
dari hasil pengalaman latihan praktek fasilitasi dari peserta fasilitator, adalah : a)
Penguatan bahwa sangat pentingnya memahami data base keluarga yang akan
dikunjungi, sehingga sebelum hadir di tempat fasilitasi/keluarga, fasilitator telah
memahami kondisi keluarga pengguna jasa, baby sitter/pengasuh anak, dan anak
236
yang diasuhnya; b) Keluarga sebaiknya mengetahui mengenai profil dan latar
belakang dari fasilitator yang akan memfasilitasi baby sitter di rumahnya; c)
Fasilitator harus memiliki persiapan dan kesiapan dalam pemahaman mengenai
standar perkembangan anak sesuai dengan usia anak yang akan difasilitasi, sesuai
dengan perkembangan usia anak; d) Target utama pada kedatangan pertama
adalah perkenalan diri dan saling mengenal secara sosial dan emosi, targetnya
adalah ada rasa aman, nyaman, dan bisa memebri manfaat pada keluarga; e)
Target lain dalam pertemuan pertama adalah mengidentifikasi pola keseharian
anak dan jam rutin anak per hari; f) Perlu dilakukan identifikasi bersama-sama
secara partisipatif dengan baby sitter dalam mengenal tingkat perkembangan
anak, sebagai sarana memperkenalkan baby sitter mengenai unit kompetensi
KOMPA; g) Identifikasi tersebut dilakukan dengan alamiah dan tidak
mencurigakan serta alamiah sesuai dengan situasi kondisi dan dengan melakukan
permainan dengan anak, artinya dilakukan secara informal; h) Suasana dalam
pertemuan pertama, hindari mengeluarkan kertas dan menulis serta alat perekam
lainnya, pendataan dilakukan sesaat setelah fasilitasi di luar rumah keluarga; i)
Fasilitasi harus diupayakan dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta
bersahabat, seolah-olah kita adalah tamu yang datang ke rumah tersebut; j) Waktu
kedatangan pertama di rumah, tidak terlalu lama, berikan kesan yang baik dan
menyenangkan pada pertemuan pertama (2-3 jam sudah cukup); (k) Penilaian
terhadap kinerja baby sitter sesuai standar, dilakukan tidak di hadapan keluarga
dan baby sitter.
237
Hasil kegiatan evaluasi dari kegiatan dan pengalaman dalam latihan kerja
tersebut menjadi masukan yang sangat berharga dalam pengembangan model
implementasi pelatihan in-service yang akan dilaksanakan yang kemudian
menjadi panduan fasilitasi di keluarga yang harus dijalankan oleh fasilitator di
lapangan keluarga yang sebenarnya.
e. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting kelompok di kelas
(off the job training)
1) Perencanaan
Ruang lingkup pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter
dalam setting kelompok di kelas ini dilaksanakan bagi baby sitter. Adapun
mengenai materi yang disampaikan adalah sekaitan dan mencakup unit
kompetensi mendukung perkembangan anak dalam pengasuhan anak dalam
mencapai tugas perkembangan berdasarkan kelompok usia.
Adapun materi pelatihan diarahkan pada pengertian perkembangan anak dan
cara pemberian stimulus pada setiap aspek perkembangan anak yaitu aspek fisik
(motorik kasar dan halus), kognitif, bahasa, sosial emosional.
Tujuan pelatihan yang dilaksanakan, secara umum adalah untuk
meningkatkan kompetensi baby sitter dalam menjalankan pekerjaannya sehingga
menjadi baby sitter professional dan juga bekal dalam meningkatkan
kesejahteraan hidup.
Sedangkan yang menjadi tujuan khusus adalah menjadikan baby sitter
mampu untuk : 1) mengidentifikasi kebutuhan perkembangan anak; 2) merancang
program pengasuhan harian, mingguan, bulanan dalam membantu anak dalam
238
mencapai standar perkembangan anak; 3) memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam
melaksanakan rancangan program yang telah disusun, sesuai dengan situasi dan
kondisi pada saat pengasuhan; 4) menilai tingkat pencapaian perkembangan anak
asuh.
2) Pelaksanaan
Pelatihan Baby sitter dalam setting kelas dalam kelimpok ini dilaksanakan
di Daarul Muthmainnah pada hari sabtu tanggal 9 Juli 2011. Peserta pelatihan
terdiri baby sitter yang berasal dari berbagai lembaga penyalur baby sitter maupun
mandiri yang berjumlah 10 orang dan fasilitator yang berjumlah 5 orang. Tempat
bekerja baby sitter berasal dari keluarga menengah ke atas, dimana rata-rata
orangtua anak sibuk karena pekerjaannya. Sebelum pelatihan dimulai, peserta
melakukan registrasi terlebih dahulu dengan mengisi daftar hadir dan mengisi
format biodata diri dan format biodata keluarga yang menjadi tempatnya bekerja.
Pelatihan dimulai dengan melakukan ice breaking yang dipimpin oleh Teh
Hani yang berasal dari pelatihan Daarut Tauhiid di departemen Santri Siap Guna
(SSG DT). Peserta diminta untuk membuat lingkaran dan melakukan perkenalan
terlebih dahulu, baik dari panitia, pemateri, fasilitator dan baby sitter. Perkenalan
dilakukan dengan menyebutkan nama, asal dan menyanyikan lagu untuk anak-
anak dengan menggunakan gayanya masing-masing. Setiap peserta diminta untuk
menghafalkan nama dan asal dari masing-masing peserta. Setelah peserta
diberikan lembaran kerja “3 menit” yang diberikan oleh pemateri yang berisi
tentang soal yang menanyakan kebiasaan sehari-hari. Peserta diberi waktu 3 menit
untuk mengerjakannya. Kemudian peserta diberikan ice breaking melempar
239
gulungan kertas kecil kedalam aqua gelas yang ada di depan mereka. kegiatan
tersebut bertujuan untuk melihat seberapa besar usaha kita untuk mencapai tujuan
yang kita inginkan dalam hidup. Peserta mulai melempar satu demi satu gulungan
kertas yang dimilikinya ke dalam gelas plastik yang ada di depannya sambil
mengucapkan keinginannya.
Setelah semua peserta merasa refresh dan semangat untuk mengikuti
pelatihan tersebut, barulah teh Hani menyampaikan materi tentang motivasi
menjadi seorang baby sitter atau pengasuh anak. Pada materi yang disampaikan
oleh teh hani tediri dari cara mengembangkan diri sebagai baby sitter yang
memiliki kemampuan diri dalam memotivasi dirinya.
Sebelum dilanjutkannya materi yang kedua, pemateri kedua meminta
peserta mengisi lembaran pre test tentang kemampuan kognitif peserta dalam
memahami perkembangan dan pertumbuhan anak yang mereka asuh. soal
dikerjakan pada saat istirahat untuk persiapan materi ke dua selama 15 menit.
Selanjutnya adalah materi ke dua tentang aspek perkembangan yang
dimiliki oleh anak usia dini. Peserta diberikan simulasi otak kanan dan otak kiri
dengan menggunakan jari kelingking dan jari jempol. Materi stimulasi pada anak
ini dibedakan berdasarkan usia anak kemudian pemateri melakukan metode brain
storming tentang aktivitas sehari-hari anak asuh mereka. Menganalisis tentang
semua aktivitas anak, dari mulai bangun tidur sampai dengan tidur kembali. Dan
mengklasifikasi anak berdasarkan usia.
Peserta dibagi kelompok dengan jumlah tiap kelompok 5 orang dan mereka
memilih usia anak asuh mereka. Satu persatu diminta memperagakan dan
240
mendemonstrasikan aktivitas yang dilakukan sehari-hari bersama anak asuhnya.
Untuk memudahkan proses demonstrasi, maka disiapkan anak yang menjadi
model untuk memudahkan peragaan.
Panitia membagikan kertas rancangan unjuk kerja baby sitter yang
didampingi oleh fasilitator untuk merencanakan program stimulasi yang akan
dilakukan. Pemateri menjelaskan tugas peserta, kemudian peserta mengisi bagian
kosong dalam rancangan unjuk kerja. Hasil peserta digabung dan didiskusikan
bersama. Pemateri memberi masukan jika masih ada yang belum terisi. Pelatihan
ditutup dengan makan malam bersama dan melakukan wawancara mendalam
kepada peserta (2 orang fasilitator dan 2 orang baby sitter). Wawancara dilakukan
untuk mengetahui kesan dan pesan untuk pelatihan tersebut.
3) Evaluasi
Kegiatan evaluasi dari pelatihan kepada baby sitter didapatkan dari peserta
baby sitter, peserta fasilitator, dan tutor. Adapun yang menjadi masukan dari
kegiatan pelatihan ini pada dasarnya adalah kegiatan berjalan dengan baik dan
lancar. Kesan dan pesan selama mengikuti pelatihan, umumnya mereka
mendapatkan tambahan pengetahuan yang juga dibuktikan dari hasil tes yang
dilakukan. Selain itu, dengan metoda pelatihan yang variatif, berupa diskusi,
permainan, demonstrasi dan kelompok kerja, dirasakan pelatihan sangat
menyenangkan dan tidak membosankan.
241
f. Program pelatihan in-service baby sitter dalam setting pembelajaran
individual di tempat bekerja (on the job training)
1) Perencanaan
Pelatihan in-service berbasis kompetensi di tempat bekerja dilaksanakan di
keluarga tempat baby sitter bekerja dengan fasilitasi dari fasilitator. Untuk
terlaksananya kegiatan ini, maka disusun berbagai hal yang berkaitan dengan :
a) Menyusun materi dan bahan ajar
Materi yang diberikan adalah meliputi materi-materi yang berkaitan dengan
unit kompetensi mendukung perkembangan anak, yang sudah lebih
dioperasionalkan dengan situasi kondisi pekerjaan di rumah. Dalam kaitan dengan
ini, peserta difasilitasi untuk dapat menyusun kegiatan harian dalam
pengurusannya dengan anak dan dibantu untuk dapat memberikan stimulasi
kepada anak asuhannya sesuai dengan kebutuhan dalam mengembangkan
perkembangan anak. Standar aspek perkembangan anak yang digunakan sebagai
patokan adalah yang ada pada permendiknas no. 58 tahun 2009. (Terlampir)
Kompetensi yang diharapkan ada pada baby sitter adalah ditunjukkan
dengan unjuk kerja dengan patokan standar kompetensi dalam unit mendukung
perkembangan anak yang telah disusun dan menjadi acuan dari pelatihan
ini.(Terlampir)
b) Menyusun skenario pelatihan on the job
Skenario pelatihan on the job disusun untuk dapat memberikan arahan
kepada fasilitator mengenai kegiatan apa yang harus dilakukan di lapangan.
242
Berikut adalah skenario pelatihan on the job yang menjadi arahan bagi fasilitator,
dalam melaksanakan kegiatan fasilitasi di keluarga, yaitu :
Tabel 4.10 Skenario Fasilitasi Baby sitter
oleh Fasilitator di Tempat Kerja
NO TAHAPAN KEGIATAN KETERANGAN 1. Persiapan
sebelum berangkat
a. Data base keluarga (orang tua, anak, baby sitter)
Profil keluarga
b. Menyiapkan pemahaman dan pengetahuan tentang aspek perkembangan sesuai dengan usia anak yang akan didatangi
Instrumen penilaian perkembangan anak
c. Penampilan fasilitator yang meyakinkan
� Pakaian sopan � Pakaian rapi
d. ID Card (kartu pengenal) � Profil fasilitator dan surat pengantar
e. Jadwal fasilitasi dan kejelasan alamat serta denah tempat tinggal
� Jadwal dan denah alamat yang jelas
2. Identifikasi a. Membuat kondisi nyaman dengan keluarga
� Membangun komunikasi yang baik � Memahami keinginan keluarga � Mengikuti pola pengasuhan (untuk
sementara) � Bersikap ramah � Tidak menggurui � Terbuka � Prinsip : Aku aman bagimu, aku
bermanfaat bagimu, aku menyenangkan bagimu
b. Mengidentifikasi tahapan perkembangan anak dengan mencobakan beberapa stimulasi
� Menggunakan instrumen penilaian perkembangan anak (terlampir), namun tidak mengeluarkan kertas sedikitpun
c. Mengidentifikasi pola keseharian anak (aktivitas anak)-cukup dihafalkan, diingat-ingat
� Jadwal bangun, mandi, makan, main, tidur
� Kebiasaan anak
d. Mengidentifikasi sikap baby sitter
� Bagaimana pengasuhan yang biasa dilakukan baby sitter
e. Mengidentifikasi stimulasi yang sudah dilakukan oleh baby sitter
� Stimulasi apa yang sudah dilakukan baby sitter?
f. Mengidentifikasi pengetahuan baby sitter (tumbuh kembang
� Apakah baby sitter mengetahui aspek perkembangan anak?
243
anak dan aspek-aspek perkembangan)
� Apakah baby sitter mengetahui kebutuhan anak sesuai usianya?
Segera mencatat hasil identifikasi, tanpa dilihat keluarga dan baby sitter
a. Menganalisis permasalahan (perkembangan anak, sikap baby sitter dan stimulasi yang sudah atau belum dilakukan)
� Apa saja kekurangan baby sitter? � Apa saja kesalahan yang dilakukan
baby sitter?
b. Merancang program fasilitasi sesuai masalah dan kebutuhan baby sitter
� Apa saja yang harus dilatihkan pada baby sitter?
� Bagaimana cara memberi pemahaman dan contoh pada baby sitter?
� Jadwal memberikan pelatihan c. Menyampaikan program kepada
keluarga
2. Fasilitasi pertama
a. Melaksanakan program pada baby sitter, mencontohkan apa yang harus dilakukan
b. Mengamati baby sitter melaksanakan apa yang menjadi program
c. Menilai aktivitas baby sitter sesuai instrument
Instrument penilaian baby sitter (terlampir)
3. Fasilitasi kedua
a. Melaksanakan program pada baby sitter, mencontohkan apa yang harus dilakukan
b. Mengamati baby sitter melaksanakan apa yang menjadi program
c. Menilai aktivitas baby sitter sesuai instrument
4. Fasilitasi ketiga
a. Melaksanakan program pada baby sitter, mencontohkan apa yang harus dilakukan
b. Mengamati baby sitter melaksanakan apa yang menjadi program
c. Menilai aktivitas baby sitter sesuai instrument
c) Menyusun instrumen penilaian baby sitter
Instrumen penilaian baby sitter yang digunakan adalah : (1) instrumen
dalam bentuk check list unjuk kerja baby sitter sesuai dengan standar kompetensi
244
untuk unit mendukung perkembangan anak. (Terlampir); (2) Ketercapaian dalam
upaya mencobakan stimulasi kepada anak asuhan, dengan demonstrasi dari
fasilitator; (3) Ketercapaian perkembangan anak sesuai dengan patokan
(Meskipun ini tidak menjadi ukuran yang utama).
d) Menyusun jadwal kegiatan fasilitasi dan pembagian tugas fasilitator pada
keluarga
Dalam menyusun jadwal kegiatan fasilitasi, dilakukan beberapa pengaturan
yang dianggap menajdi penting dan krusial dalam penentuan fasilitator siapa,
dimana dan kepada siapa. Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah jarak
tempuh dari fasilitator pada alamat keluarga pengguna jasa tempat baby sitter
bekerja. Pertimbangan yang lain adalah dalam hal karakter fasilitator dan
kesesuaian dengan karakter baby sitter yang akan dilatih. Kegiatan pelatihan di
kelas, memungkinkan penyelenggara mengenal lebih jauh dan menentukan jadwal
agar kegiatan pelatihan dapat berjalan dengan lancar. Kegiatan pelatihan on the
job kepada baby sitter yang dilakukan di rumah keluarga tempat baby sitter
tersebut bekerja di pengguna jasa, meliputi pengaturan sebagai berikut :
245
Tabel 4.11 Jadwal Fasilitasi kepada Baby sitter di keluarga
Nama Fasilitator
Nama Baby sitter
Asal Baby sitter
Alamat Keluarga Pengguna
Jasa/Pekerjaan
Usia anak yang diasu
h
Waktu Fasilitasi
I II III IV
F Dj SS LPK Bina
Mandiri
Jl. Bengawan Bandung/Kadivre POS V Indonesia
18 Bulan
Juli minggu
ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke-IV
Agts minggu
ke-I F YK US Muslima
h Center Daarut Tauhiid
Jl. Kota Mas Raya /Dokter
24 Bulan
Juli minggu
ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu
ke I
F Dj YI Muslimah Center Daarut Tauhiid
Perumahan Bojong Koneng Makmur Timur /IT Perusahaan Swasta
36 Bulan
Juli minggu
ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu
ke I
F SA DJ Yayasan Mutiara
Jl. Pakar Permai Bandung/Dokter Spesialis Bedah Jantung
7 Bulan
Juli minggu
ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu
ke I
F S A SKh Mandiri Jl. Pakar Permai Bandung/ Dokter Spesialis Bedah Jantung
48 Bulan
Juli minggu
ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu
ke I
F CH Ju
Mandiri Jl. Jati Indah Bandung/Dosen UNPAD
18 Bulan
Juli minggu
ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu
ke I F YK EN Mandiri Jl. Cisaranten
Kulon Bandung/TNI
30 Bulan
Juli minggu
ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu
ke I F IJ SH Mandiri Venus Barat
Bandung/Swasta 36
Bulan Juli
minggu ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu
ke I F CH CH Mandiri Jl. Jati Indah
Bandung/Dosen UNPAD
18 Bulan
Juli minggu
ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu
ke I F IJ Ptr Mandiri Jl.Idiadimaja
Bandung/Swasta 48
Bulan Juli
minggu ke-II
Juli minggu ke-III
Juli minggu ke IV
Agts minggu
ke I
246
e) Menyusun instrumen evaluasi program
Keseluruhan program hendaknya dapat terevaluasi. Dalam hal ini perlu
disusun mengenai : (1) pedoman wawancara kepada keluarga pengguna jasa
mengenai peran dan kinerja dari fasilitator dan memfasilitasi pembelajaran
(terlampir); (2) pedoman wawancara kepada peserta baby sitter mengenai kesan
dan pesan dalam mengikuti fasilitasi dari fasilitator (terlampir); (3) pedoman
wawancara kepada keluarga pengguna jasa, baby sitter dan fasilitator mengenai
kesan dan pesan serta masukan bagi kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan.
(terlampir)
2) Pelaksanaan
Pelaksanaan pelatihan in-service berbasis kompetensi untuk meningkatkan
profesionalisme baby sitter, dilakukan melalui pendekatan off the job dan atau on
the job training. Kegiatan on the job training, dilakukan oleh peserta pelatihan
(baby sitter) dalam lingkup tempat bekerja yang dalam hal ini adalah tempat
rumah keluarga tempat masing-masing bekerja. Berikut ini disajikan kegiatan
pelatihan on the job yang difasilitasi oleh fasilitator terhadap baby sitter di tempat
bekerja. (terlampir)
3) Evaluasi
Evaluasi dalam pelaksanaan pelatihan on the job training, dilakukan baik
dalam proses maupun melihat hasil yang dicapai oleh peserta pelatihan. Evaluasi
dilakukan oleh fasilitator dan juga user yaitu keluarga pengguna jasa. Evaluasi
proses dilakukan melalui wawancara dan juga dilakukan tes uji penampilan dalam
tiga fase berdasarkan standar kompetensi yang ada.
247
Hasil evaluasi pada setiap fase pada setiap baby sitter dan keluarga adalah
sebagai berikut :
a) Nama baby sitter : Cu
Nama Fasilitator : F CH
Hasil evaluasi didapatkan berupa identifikasi awal situasi dan kondisi serta
peran dan tugas baby sitter di rumah keluarga Ibu R, yaitu dikarenakan
ibunya adalah pengusaha, maka waktu bekerja disesuaikan dengan kondisi
anak. Artinya pola pengasuhan secara keseluruhan tetap didapatkan dari
kedua orang tua. Adapun apabila ibu harus keluar tumah, anak yang kembar
tersebut dan berusia 7 bulan tersebut, mengikuti program ibu. Diidentifikasi
bahwa anak dan baby sitter lebih sering berada di luar rumah daripada di
dalam rumah, yaitu mengikuti aktivitas ibu ke kantor. Baby sitter bertugas
hanya pada proses memandikan, makan dan tidur saja, tetap tetap
mendapatkan pengawasan dan arahan dari ibu. Harapan awal orang tua dalam
mengikuti program ini adalah diharapkan baby sitternya dapat semakin
kreatif sehingga dapat menambah pintar anak asuhnya. Orang tua ingin
anaknya pintar bahasa inggris, tetapi baby sitter tidak bisa berbahasa inggris
sehingga dimotivasi terus untuk terus belajar
Hasil identifikasi dan wawancara dengan baby sitter yang bersangkutan, dia
sangat senang bisa diikutkan dengan program ini, meskipun memang baby
sitter merasa tidak nyaman dan tertekan dengan permintaan orang tua untuk
penggunaan bahasa inggris. Baby sitter merasa tidak bisa mengasuh anak
dengan benar
248
Tantangan yang ada di keluarga ini, pada awalnya ibu R sangat tertutup dan
kurang terlalu merespon program yang ada, namun fasilitator terus berusaha
membuka komunikasi dengan pihak keluarga. Usaha ini masih terus
berlangsung dan akan terus ditingkatkan untuk menambah perhatian dan
kepercayaan dari orang tua.
Pada akhir fase pelaksanaan program, orang tua sangat senang dan merasa
ada peningkatan pada kedua anaknya. Baby sitter pun merasa lebih percaya
diri untuk dapat memberikan stimulasi pada anak yang diasuhnya. Rasa
kebanggaan dan puas kedua orang tua ini, ditunjukkan dengan memberikan
cindera mata pada fasilitator dan undangan untuk bisa datang pada saat lain
untuk memberikan program serupa.
b) Nama baby sitter : US
Nama Fasilitator : F YK
Hasil identifikasi awal, bahwa terlihat bahwa baby sitter kurang memberikan
stimulasi untuk mendukung perkembangan anak, anak terlihat ada masalah
dalam makan (makan 1,5 jam). Identifikasi menunjukkan bahwa anak perlu
ditingkatkan dalam perkembangan bahasa.
Hasil identifikasi akan kebutuhan pada aspek meningkatkan stimulasi dalam
perkembangan bahasa, menjadikan program disusun dalam rangka
meningkatkan perkembangan bahasa anak. Hal ini dilakukan dengan
mengarahkan dan membantu baby sitter semakin intens dalam mengajak anak
berkomunikasi, bernyanyi, bercerita dan berbicara.
249
Di akhir kegiatan, baby sitter sudah mulai dapat melakukan stimulasinya
sendiri meskipun masih harus dibantu. Tanggapan dari keluarga pengguna
jasa, dia merasakan baby sitternya mendapatkan banyak masukan yang
berharga. Memang dirasa ucu tidak terlalu bermasalah, hanya perlu
ditingkatkan sisi kreativitasnya dalam memberikan permainan dan mengajak
anak bermain. Sehingga peningkatan akan baby sitter dirasa cukup memadai.
Hasil wawancara dengan keluarga, fasilitator harus lebih ditingkatkan dalam
kemampuan berkomunikasinya. Baby sitter dan orang tua merasa kurang bisa
berkomunikasi dengan baik, meskipun tahu bahwa yang disampaikannya
adalah hal yang baik.
c) Nama baby sitter : EN
Nama Fasilitator : F YK
Hasil evaluasi awal, fasilitator menilai bahwa baby sitter cukup tegas dalam
memberikan aturan kepada anak, namun kurang konsisten. Artinya anak yang
berusia 2,5 tahun ada kalanya diminta membereskan mainannya sendiri, namun
pada saat yang lain dia lupa dan tidak menerapkannya. Perkembangan anak
asuh sudah cukup baik, hanya perlu ditingkatkan dalam perkembangan
kognitif, berupa warna-warna, meskipun belum pada batas akhir usia.
Keluarga sangat terbuka, baby sitter diperlakukan sebagai anggota keluarga
sendiri. Beban yang diberikan kepada baby sitter cukup berat dengan tugas
yang tidak hanya mengurus anak namun juga kegiatan rumah sehari-hari
lainnya. Meskipun memang pengaturan waktunya disesuaikan dengan jadwal
tidur dan istirahat anak ketika tugas rumah dilakukan.
250
Pada akhir fase, baby sitter sudah memahami apa yang harus dilakukan dalam
memberikan stimulasi kognitif kepada anak. Anak diajak untuk mengobservasi
warna benda yang ada di sekelilingnya dan memberikan pemahaman konsep
warna. Keluarga berpendapat bahwa terjadi peningkatan yang luar biasa pada
baby sitter. Gaya bahasa dan cara memilih bahasa yang digunakan serta
kelembutan, mulai ditingkatkan dibalik ketegasannya. Anak menjadi lebih
nyaman dan senang bermain dengan baby sitter. Anak terlihat semakin
berkembang dalam sisi perkembangan kognitifnya.
d) Nama baby sitter : Ju
Nama Fasilitator : F CH
Hasil evaluasi didapatkan berupa identifikasi awal situasi dan kondisi serta
peran dan tugas baby sitter di rumah keluarga Ibu R, yaitu dikarenakan
ibunya adalah pengusaha, maka waktu bekerja disesuaikan dengan kondisi
anak. Artinya pola pengasuhan secara keseluruhan tetap didapatkan dari
kedua orang tua. Adapun apabila ibu harus keluar tumah, anak yang kembar
tersebut dan berusia 7 bulan tersebut, mengikuti program ibu. Diidentifikasi
bahwa anak dan baby sitter lebih sering berada di luar rumah daripada di
dalam rumah, yaitu mengikuti aktivitas ibu ke kantor. Baby sitter bertugas
hanya pada proses memandikan, makan dan tidur saja, tetap tetap
mendapatkan pengawasan dan arahan dari ibu. Harapan awal orang tua dalam
mengikuti program ini adalah diharapkan baby sitternya dapat semakin
kreatif sehingga dapat menambah pintar anak asuhnya. Orang tua ingin
251
anaknya pintar bahasa inggris, tetapi baby sitter tidak bisa berbahasa inggris
sehingga dimotivasi terus untuk terus belajar
Hasil identifikasi dan wawancata dengan baby sitter yang bersangkutan, dia
sangat senang bisa diikutkan dengan program ini, meskipun memang baby
sitter merasa tidak nyaman dan tertekan dengan permintaan orang tua untuk
penggunaan bahasa inggris. Baby sitter merasa tidak bisa mengasuh anak
dengan benar
Tantangan yang ada di keluarga ini, pada awalnya ibu R sangat tertutup dan
kurang terlalu merespon program yang ada, namun fasilitator terus berusaha
membuka komunikasi dengan pihak keluarga. Usaha ini masih terus
berlangsung dan akan terus ditingkatkan untuk menambah perhatian dan
kepercayaan dari orang tua.
Pada akhir fase pelaksanaan program, orang tua sangat senang dan merasa
ada peningkatan pada kedua anaknya. Baby sitter pun merasa lebih percaya
diri untuk dapat memberikan stimulasi pada anak yang diasuhnya. Rasa
kebanggaan dan puas pengguna jasa ditunjukkan dengan memberikan cindera
mata pada fasilitator dan undangan untuk bisa datang pada saat lain untuk
memberikan program serupa.
e) Nama baby sitter : SS
Nama Fasilitator : F Dju
Hasil identifikasi awal, baby sitter memiliki tugas yang cukup berat, terutama
setelah pukul 1 siang, karena 2 kakaknya datang, sehingga ia dibebani dengan
3 anak yang tergolong manja. SS mengasuh 3 anak (2,5 tahun, kelas 1 SD dan
252
4 SD). Pola didik keluarga, sepenuhnya diserahkan pada baby sitter. Ibu dari
anak ada di rumah, namun sibuk dengan kegiatan sebagai istri dari pejabat di
kantor sehingga tidak memiliki waktu khusus dengan anak. Perkembangan
anak terlihat sangat mengkhawatirkan terutama dalam sisi perkembangan
sosial dan emosi. Pada usianya, dia belum mampu buang air besar dan kecil di
kamar mandi. Tidak ada teguran dari orang tua agar anak mandiri. Nilai
agama pun terlihat kurang dimiliki oleh baby sitter dan tidak ada budaya
penanaman nilai yang terlihat di keluarga.
Program disusun untuk bagaimana baby sitter dapat memberikan stimulasi
untuk meningkatkan kemandirian anak, sosialisasi dan emosi anak. Namun
dalam pelaksanaan program tidak seluruhnya mulus dapat dilaksanakan.
Meskipun begitu baby sitter terlihat ada upaya peningkatan kemampuan
dengan pemahaman setelah mengikuti pelatihan. Pengguna jasa lebih sering
tidak ada di rumah, namun pada prinsipnya keluarga sangat senang dan
mendukung program ini. Keluarga khususnya ibu sangat terbuka dan
memberikan keleluasaan fasilitator untuk dapat memberikan arahan pada baby
sitter.
Hasil evaluasi akhir terlihat ada perkembangan bahasa pada anak asuh. Anak
tertarik dengan media untuk melakukan stimulus mengembangkan
perkembangan anak. Baby sitter yang awalnya malas mengeluarkan mainan
pada saat waktu main anak, dengan motivasi dan dukungan, ternyata anak
sangat menikmati permainan yang ada.
253
f) Nama baby sitter : YI
Nama Fasilitator : F Dju
Hasil identifikasi awal terlihat bahwa baby sitter sangat pasif sekali, artinya
dia kurang kreatif dan sangat pendiam. Dukungan keluarga dan orang tua
dalam program ini sangat besar. Baby sitter didukung untuk terus mengikuti
program dengan baik. Perkembangan anak, cukup baik, artinya anaknya
kreatif dan cerdas, terlihat pula banyakntya sarana dan media belajar dan
bermain anak seperti buku dan mainan yang lengkap.
Program disusun untuk dapat meningkatkan keaktifan dan bahasa baby sitter
kepada anak. Anak yang aktif dan cerdas, akan sangat baik bila didukung
dengan pengasuh yang juga mendukung kemajuan anak. Perkembangan sosial
emosi dan kemandirian masih harus ditingkatkan dengan kenyataan bahwa
anak belum mau buang air besar di kamar mandi. Berbagai upaya dilakukan
untuk dapat memotivasi anak melakukannya. Kekurangan baby sitter yang
lain adalah dia kurang memberikan pembiasaan kebersihan dan kerapihan,
terkadang langsung tidur setelah main ke luar rumah, tanpa cuci kaki dulu.
Baby sitter menyadari kekurangannya diantaranya kurang kreatif, kurang
komunikasi dengan anak dan perlu ilmu dan pembiasaan pada saat makan
anak agar tidak sambil berjalan karena jika makan sedang duduk sebenarnya
bisa.
Pada akhir kegiatan dan evaluasi didapatkan bahwa baby sitter sangat senang
bisa mendapatkan bimbingan langsung. Karakter yang pendiam dan kaku,
dengan adanya masukan dia ebrsaha untuk bisa bekerja lebih baik lagi dengan
254
anak. Terlihat oleh orang tua bahwa sudah ada upaya upaya dari baby sitter
untuk dapat mengajak anak lebih kreatif, mengajak makan di dalam rumah,
membiasakan buang air besar di kamar mandi, dan lebih sering mengajak anak
mengobrol.
g) Nama baby sitter : DJ
Nama Fasilitator : F SA
Hasil identifikasi awal, baby sitter sudah cukup berpengalaman kerja.
Dukungan dari keluarga yang cukup baik, sangat menyambut program ini.
Hasil identifikasi awal, ditemukan bahwa perkembangan anak pada dasarnya
sudah cukup berkembang, namun perlu ada dukungan lebih lanjut dalam
stimulasi pada perkembangan fisik anak. Kesibukan ibu sebagai dokter anak,
menjadikan tidak ada kesempatan beliau untuk melihat proses fasilitasi.
Namun dalam satu kesempatan, ibu dari anak asuh mengikuti program
pelatihan dan ikut mendengarkan arahan dari fasilitator serta stimulasi yang
diberikan kepada anak.
Proses pelatihan berjalan dengan baik, dan baby sitter semakin merasa ingin
tahu pada materi yang disampaiakan oleh fasilitator. Baby sitter semakin aktif
bertanya dan mencoba berbagai materi stimulus yang diberikan. Anak abisha
yang masih berusia 7 bulan, distimulasi agar mulai mau merangkak dan
duduk.
Di akhir fase, hasil evaluasi menunjukkan bahwa baby sitter, sangat baik
perkembangannya, artinya dengan dukungan usia dan tingkat kematangannya,
materi stimulasi dapat diterima dengan mudah dan ada keinginan untuk
255
mempraktekannya. Orang tua pun merasa senang dan puas dalam program
pelatihan yang dilaksanakan.
h) Nama baby sitter : SKh
Nama Fasilitator : F SA
Hasil identifikasi awal, sambutan keluarga sangat terbuka dalam pelaksaan
pelatihan bagi baby sitter ini. Bahkan orang tua berharap baby sitternya dapat
meningkat kemampuannya karena dirasakan dia masih sangat hijau dan
kurang pengalaman. Anak yang berusia 4 tahun, terlihat masuh belum mampu
mandiri, yang terlihat masih menggunakan pampers, tidak bisa berganti
pakaian sendiri dan tidak mau mencoba makan sendiri. Kedala dalam proses
pelatihan adalah baby sitter dan anak yang sudah sekolah, lebih sering di luar
rumah, sehingga intensitas lamanya pertemuan menjadi kurang maksimal.
Meskipun begitu baby sitter sangat bersemangat untuk belajar dan bertanya.
Pada akhir fase pelatihan, terlihat bahwa baby sitter sudah lebih percaya diri
dalam melakukan dampingan dan pengasuhan pada anak. Baby sitter menjadi
lebih paham pada aspek perkembangan anak dan memiliki alternatif cara dan
stimulasi yang dapat dilakukan untuk dapat mendukung perkembangan anak.
i) Nama baby sitter : Ptr
Nama Fasilitator : F IJ
Hasil evaluasi pada fase awal, baby sitter yang dilatih masih sangat muda dan
belum berpengalaman. Dia mengasuh anak usia 4 tahun. Dalam melihat
perkembangan anak, memang anak sudah memiliki tingkat perkembangan
256
yang cukup sesuai dengan standar perkembangan yang ada, namun terkadang
dalam sisi sosial emosinya masih harus dibangun.
Program pelatihan yang dirancang lebih mengarah pada bagaimana baby
sitter dapat memberikan stimulasi dalam mendukung sosial emosi anak,
khususnya dikarenakan anak cukup ekstrim mengungkapkan tangisannya
apabila ada permasalahan. Dukungan keluarga yang sangat baik, membuat
fasilitator sangat leluasa memberikan arahan dan masukan pada baby sitter.
Baby sitter pun semangat mengikuti program.
Pada akhir fase, baby siiter sudah lebih matang dan memiliki kepercayaan diri
dalam memberikan pengasuhan pada anak. Anak asuh pun terlihat lebih
tenang dan tidak terlalu beremosi apabila menemukan permasalahan.
j) Nama baby sitter : SH
Nama Fasilitator : F IJ
Hasil evaluasi pada fase awal, diketahui bahwa baby sitter ini masih sangat
muda dan belum berpengalaman. Baby sitter belum sepenuhnya diberikan
tanggung jawab mengasuh anak yang berusia 3,5 tahun. Ibu anak baru
memiliki adik bayi sehingga intensitas ibu di rumah sangat tinggi, meskipun
perhatiannya sudah tertuju pada adik bayi. Perkembangan anak pada dasarnya
sudah cukup baik, namun pada masa ini dia harus diberikan pemahaman akan
hadirnya adik yang baru.
Program disusun untuk memberikan stimulasi dalam bahasa, kreatifitas dan
kognitif anak sehingga pada akhirnya baby sitter diajak untuk sejak awal
memahami seluruh aspek perkembangan anak. Metoda pemberian pelatihan
257
dengan dukungan keluarga yang sangat baik, memungkinkan dilakukan
semacam kuliah pengantar awal dalam aspek perkembangan anak. Selanjutnya
pola contoh dan suri tauladan dari fasilitator, sert arahan dan dukungan
dilakukan pada baby sitter
Pelaksanaan pelatihan, sepenuhnya diikuti pula oleh orang tua atau ibu anak
yang memang ada selalu di sekitar pelatihan. Tanggapan keluarga dan orang
tua pada akhir pelatihan, adalah dirasakan kegiatan ini sangat baik dan
bermanfaat juga termasuk bagi orang tua. Harapannya adalah kegiatan serupa
bisa terus dilakukan dan ditingkatkan intensitas waktunya sehingga bisa lebih
lama dari 1 bulan.
Berdasarkan hasil evaluasi keseluruhan maka, dalam pengembangan
program ini, tahapan yang dilakukan fasilitator setelah fase awal ke fase
selanjutnya secara umum adalah :
a) Mengevaluasi hasil identifikasi awal mengenai pola keseharian anak, sikap
baby sitter, pengetahuan baby sitter, dan unjuk kerja yang dilakukan baby
sitter.
b) Menyusun hasil evaluasi dan deteksi perkembangan anak, serta sikap dan
pengetahuan serta unjuk kerja baby sitter
c) Menyusun solusi dari permasalahan dan kekurangan yang ada, dengan
menyajikan program stimulasi yang menarik dan dapat dilakukan di rumah
tersebut.
d) Program yang ditawarkan tersebut, akan dikomunikasikan kepada keluarga
untuk selanjutnya dapat diterapkan pada pertemuan selanjutnya
258
Fase selanjutnya, pada umumnya dilakukan dengan :
a) Bina suasana dan refreshing perkenalan dengan seluruh anggota rumah
b) Mulai memberikan arahan dengan memberi contoh pada baby sitter
c) Mendiskusikan berbagai hal mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak
d) Baby sitter dimotivasi untuk juga mencoba melakukan stimulasi dan sikap
serta komunikasi yang tepat sesuai arahan program
e) Melakukan penilaian secara tidak terbuka, mengenai upaya dan kesulitan
baby sitter dalam melakukan program serta evaluasi pelaksanaan
pendampingan secara umum
f) Catatan yang harus dilakukan baby sitter di rumah kepada anak menjadi
catatan program di rumah tersebut untuk mengisi kekurangan yang ada
g) Perubahan dilakukan secara bertahap.
5. Efektivitas model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam
meningkatkan profesionalisme baby sitter
Implementasi model pelatihan telah dilaksanakan dalam beberapa tahapan
program yang dilaksanakan. Adapun untuk mengetahui keefektifan dari pelatihan,
dilakukan pula uji efektifitas untuk mengetahui keefektifan model pelatihan in-
service berbasis kompetensi untuk meningkatkan profesionalisme baby sitter. Uji
efektivitas dalam satu kelompok ini dilakukan melalui pengujian berulang/time
series desain.
Pelatihan yang dilakukan dalam kurun waktu dua bulan ini, dibagi menjadi
tiga fase dalam penilaian. Untuk dapat mengukur keefektifan model pelatihan ini
maka uji efektivitas yang dilakukan meliputi dua tahap analisis, yaitu pertama,
259
melalui analisis korelasi antara variabel X dan variabel Y pada setiap fase dan
kedua, analisis korelasi hasil pelatihan antar fase.
Untuk analisa pertama yaitu dengan analisa korelasi pada setiap fase
pelatihan dilakukan dengan analisis korelasi antara variabel bebas (persepsi
mengenai model pelatihan in-service berbasis kompetensi) dan variable terikat
(profesionalisme baby sitter) sedangkan analisis kedua, dilakukan dengan melihat
uji beda hasil pelatihan yaitu profesionalisme baby sitter (variabel Y) antar fase.
a. Hasil Skor variabel X dan variabel Y
Proses pengumpulan data tentang persepsi peserta pelatihan terhadap
pelaksanaan model pelatihan in-service berbasis kompetensi (variabel X)
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.12 Persepsi Terhadap Model Pelatihan
No Peserta X1 X2 X3 1 DD 55 57 64 2 EN 63 65 65 3 US 59 60 62 4 YI 54 59 64 5 SKh 53 57 62 6 Ju 55 55 60 7 SS 54 58 54 8 SN 52 54 63 9 CH 51 57 62 10 Ptr 53 52 57
RATA-RATA 54.90 57.40 61.30
Tabel di atas menunjukkan perolehan skor mengenai persepsi baby sitter
terhadap model pelatihan yang mengalami peningkatan dari setiap fase pelatihan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Peningkatan Persepsi terhadap M
Selanjutnya adalah mengukur variabel
selama proses pelatihan. Namun untuk melihat kompetensi awal
sebelum mengikuti pelatihan, peneliti melakukan pre
Y0 , kemudian test pertama setelah pelatihan disebut Y
Adapun perolehan data sebagai berikut :
No 1 DD2 EN 3 US4 YI 5 SKh 6 Ju
7 SS
8 SN
9 CH
10 Ptr
RATA
Bagan 4.4 Peningkatan Persepsi terhadap Model Pelatihan
tnya adalah mengukur variabel Y yaitu profesionalisme
selama proses pelatihan. Namun untuk melihat kompetensi awal
sebelum mengikuti pelatihan, peneliti melakukan pre-test yang hasilnya disebut
test pertama setelah pelatihan disebut Y1,selanjutnya Y
Adapun perolehan data sebagai berikut :
Tabel 4.13 Profesionalisme Baby sitter
Peserta Y0 Y1 Y2 Y3
D 75.75 76.75 77.00 80N 75.75 77.50 78.00 81.25S 76.50 82.00 83.00 86.25
YI 66.75 69.75 71.25 80Kh 66.25 68.50 68.75 73.75
Ju 57.50 61.00 57.50 72.5SS 64.50 65.75 66.50 70.75SN 63.75 66.00 66.75 74.75CH 53.75 58.75 60.50 68.5
tr 60.75 62.00 62.75 67.75RATA-RATA 66.13 68.80 69.20 75.55
260
profesionalisme baby sitter
selama proses pelatihan. Namun untuk melihat kompetensi awal baby sitter
test yang hasilnya disebut
,selanjutnya Y2, dan Y3.
Y3 80
81.25 86.25
80 73.75 72.5 70.75 74.75 68.5 67.75 75.55
Terlihat adanya peningkatan rata
sudah termasuk dengan fase nol yaitu hasil pre
dapat dilihat pada gambar
Peningkatan profesionalisme
b. Uji efektifitas model dalam setiap fase
Berdasarkan data tersebut maka dilakukan
melihat korelasi antara persepsi
kompetensi (variabel X
setiap fase, mulai dari fase pertama, fase kedua dan fase ketiga. Pengkodean untuk
fase pertama adalah X
sedangkan untuk fase ketiga adalah X
variabel y dihitung menggunakan
aplikasi SPSS 17.0. Perhitungan yang dilakukan menghasilkan perolehan data
sebagai berikut :
Terlihat adanya peningkatan rata-rata skor peserta selama empat fase
sudah termasuk dengan fase nol yaitu hasil pre-test. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Bagan 4.5 Peningkatan profesionalisme Baby sitter
efektifitas model dalam setiap fase
Berdasarkan data tersebut maka dilakukan uji efektivitas model dengan
melihat korelasi antara persepsi mengenai model pelatihan in-
variabel X) dengan profesionalisme baby sitter (variabel Y
setiap fase, mulai dari fase pertama, fase kedua dan fase ketiga. Pengkodean untuk
fase pertama adalah X1 dengan Y1, untuk fase kedua yaitu X2
fase ketiga adalah X3 dengan Y3, Korelasi antara
menggunakan rumus Spearmen Brown dengan
. Perhitungan yang dilakukan menghasilkan perolehan data
261
rata skor peserta selama empat fase
test. Untuk lebih jelasnya maka
s model dengan
-service berbasis
variabel Y) dari
setiap fase, mulai dari fase pertama, fase kedua dan fase ketiga. Pengkodean untuk
dengan Y2, dan
antara variabel x dan
dengan menggunakan
. Perhitungan yang dilakukan menghasilkan perolehan data
262
1) Fase 1 : Perolehan analisis statistik dalam korelasi antara persepsi mengenai
model pelatihan dan profesionalisme baby sitter (Analisis Korelasi X1
dengan Y1)
Correlations
X1 Y1
Spearman's rho X1 Correlation Coefficient 1.000 .679*
Sig. (2-tailed) . .031
N 10 10
Y1 Correlation Coefficient .679* 1.000
Sig. (2-tailed) .031 .
N 10 10
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Nilai sig (2-tailed) sebesar 0,031 adalah < 0.05 maka data tersebut
memiliki korelasi yang siginifikan. Dimana berdasarkan penghitungan data di atas
diperoleh nilai sig (2-tailed) yaitu 0,031<0,05 maka X1 memiliki korelasi yang
signifikan terhadap Y1 dengan besar korelasinya adalah sebesar 0,679.
2) Fase 2 : Perolehan analisis statistik dalam korelasi antara persepsi mengenai
model pelatihan dan profesionalisme baby sitter (Analisis korelasi X2 dengan
Y2 )
263
Correlations
X2 Y2
Spearman's rho X2 Correlation Coefficient 1.000 .706*
Sig. (2-tailed) . .023
N 10 10
Y2 Correlation Coefficient .706* 1.000
Sig. (2-tailed) .023 .
N 10 10
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Melihat hasil tersebut maka dihasilkan nilai sig (2-tailed) < 0.05, yaitu
0,023<0,05. Artinya bahwa X2 memiliki korelasi yang signifikan terhadap Y2.
Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi
mengenai model pelatihan in-service berbasis kompetensi pada fase kedua (X2)
dengan profesionalisme baby sitter pada fase kedua (Y2), dengan besar koefisien
korelasi sebesar 0,706.
3) Fase 3 : Perolehan analisis statistik dalam korelasi antara persepsi mengenai
model pelatihan dan profesionalisme baby sitter (Analisis Korelasi X3
dengan Y3)
264
Correlations
X3 Y3
Spearman's rho X3 Correlation Coefficient
1.000 .728*
Sig. (2-tailed) . .017
N 10 10
Y3 Correlation Coefficient
.728* 1.000
Sig. (2-tailed) .017 .
N 10 10
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Melihat hasil tersebut maka dihasilkan nilai sig (2-tailed) < 0.05 artinya data
tersebut memiliki korelasi yang siginifikan, berdasarkan penghitungan data di atas
diperoleh nilai sig (2-tailed) yaitu 0,017<0,05. Artinya bahwa X3 memiliki
korelasi yang signifikan terhadap Y3. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara persepsi mengenai model pelatihan in-service
berbasis kompetensi pada fase ketiga (X3) dengan profesionalisme baby sitter
pada fase ketiga (Y3), dengan besar koefisien korelasi sebesar 0,728.
c. Uji efektifitas model dengan uji beda antar fase
Uji keefektifan kedua adalah dengan melakukan uji beda dari
profesionalisme baby sitter antar fase. Analisis uji beda antar fase dihitung dengan
menggunakan tes non parametrik dengan distribusi bebas karena jumlah
responden kurang dari 30 orang, sehingga menggunakan friedman test.
265
Data perolehan hasil tes dari mulai pre-tes, tes pada fase satu, tes pada fase
dua, dan tes pada fase tiga untuk 10 orang peserta pelatihan, diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 4.14 Profesionalisme Baby sitter
No Peserta Y0 Y1 Y2 Y3 1 DD 75.75 76.75 77.00 80 2 EN 75.75 77.50 78.00 81.25 3 US 76.50 82.00 83.00 86.25 4 YI 66.75 69.75 71.25 80 5 SKh 66.25 68.50 68.75 73.75 6 Ju 57.50 61.00 57.50 72.5 7 SS 64.50 65.75 66.50 70.75 8 SN 63.75 66.00 66.75 74.75 9 CH 53.75 58.75 60.50 68.5
10 Ptr 60.75 62.00 62.75 67.75 RATA-RATA 66.13 68.80 69.20 75.55
Berdasarkan data yang ada, dihitung dengan menggunakan SPSS 17.0
diketahui hasil sebagai berikut :
Friedman Test
Ranks
Mean Rank
pretest 1.05
satu 2.10
dua 2.85
tiga 4.00
266
Test Statisticsa
N 10
Chi-Square 28.091
Df 3
Asymp. Sig. .000
Interpretasi hasil pengolahan data adalah sebagai berikut :
1) Data variabel Y adalah signifikan jika nilai sig (2-tailed)<0,05.
2) Data variabel Y adalah tidak signifikan jika nilai sig (2-tailed)>0,05.
Berdasarkan hasil pengolahan data melalui friedman test yang dilakukan
atas hasil capaian kompetensi dalam tiap fase, dihasilkan data chi-square sebesar
28.091 dan nilai probabilitas 0,00 (lebih kecil dari 0,05), sehingga kesimpulannya
adalah bahwa data-data tersebut memiliki perbedaan yang signifikan antar fase.
Berdasarkan data capaian kompetensi yang menunjukkan profesionalisme
baby sitter pada beberapa fase tersebut maka dihasilkan bahwa mean rank dari
pre-test sebesar 1,05, tes fase satu sebesar 2,10, tes fase dua sebesar 2,85, tes fase
tiga sebesar 4,0. Maka dapat dikatakan terdapat perbedaan yang positif dari pretest
sampai fase akhir dari model pelatihan yang dilaksanakan, artinya ada
peningkatan capaian sehingga pelatihan ini dapat dikatakan efektif.
Berdasarkan hasil implementasi model yang telah dilaksanakan, maka
dihasilkan beberapa perubahan dari bagan model konseptual sebelumnya menjadi
bagan visualisasi model implementasi sebagai berikut :
267
Bagan 4.6 Model Akhir Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi
Dalam Meningkatkan Profesionalisme Baby sitter
B. Pembahasan
Model pelatihan ini dapat terbentuk dan terlaksana atas dukungan dan
proses pendalaman yang cukup intens. Peneliti melakukan berbagai diskusi
dengan beberapa ahli dalam dunia pendidikan dan pelatihan, ahli dalam
perkembangan anak, praktisi pelatihan, keluarga, baby sitter/pengasuh, juga
rekan-rekan kolega yang sama-sama berkecimpung di dunia pendidikan luar
sekolah. Hambatan dan tantangan tentunya sangat banyak dan beragam. Penelitian
PROSES PELATIHAN
PERANGKAT
PENDUKUNG
- Waktu
- Uang
- Materi
pembelajaran
- Peralatan
- Teknologi
- Partner
(Lembaga
Penyalur
Tenaga Baby
sitter),
penyandang
dana, pengambil
keputusan dan
kebijakan.
- Penyiapan tim
pelatih (tutor
dan fasilitator)
melalui
rekruitmen dan
pelatihan
RAW
INPUT
BABY
SITTER
YANG
SUDAH
BEKERJA
Pre-
Test
Belum
tercapai
IMPACT
BABY
SITTER
PROFESI
ONAL
MASUKAN
LAIN
DUKUNG
AN
KELUAR
GA
PENGGU
NA JASA
Post
Test
Pembelajaran
Berbasis Pengalaman
Pembelajaran
Berbasis Masalah
OUTPUT
MENING
KAT
UNIT
KOMPA
KOMPETENSI UNIT KOMPA (KOMPETENSI
MENDUKUNG PERKEMBANGAN ANAK) YANG
DIJADIKAN STANDAR DALAM PELATIHAN
PEMBELAJAR
AN
KELOMPOK
DI KELAS
(Off the job)
TUTOR
PEMBELAJAR
AN
INDIVIDUAL
DI KELUARGA
(on the job)
FASILI
TATOR
268
ini berawal dari mulai bulan Juli 2010 sampai dengan masa akhir implementasi
model pelatihan di bulan Agustus 2011.
Pada rentang waktu tersebut, pada bulan Agustus 2010 sampai dengan
November 2010, peneliti mendapat kesempatan mengikuti program Sandwich-like
di University of Sydney, Australia. Bekal pengalaman dan referensi yang dibawa
dari sana menjadi bahan diskusi dengan promotor, co-promotor dan anggota untuk
terus dilakukan kajian dalam menghasilkan model ini. Pada akhirnya, dengan
upaya penekunan dan keyakinan yang tidak berhenti, implementasi model dapat
terlaksana mulai persiapan di bulan Maret 2011 dan berakhir di bulan Agustus
2011.
Peneliti berusaha mengkaji lebih dalam mengenai model pelatihan yang
tepat dan efektif dalam menghasilkan tenaga pengasuh anak di rumah khususnya
baby sitter. Tantangan yang cukup beragam, mulai dari keterbatasan waktu baby
sitter, keterbukaan keluarga, dan berbagai pendekatan dan komunikasi dalam
penyelenggaraan pelatihan, juga penyiapan fasilitator yang efektif, menjadi kajian
peneliti.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa anak usia dini adalah tonggak
utama pembangunan sumber daya manusia. Di samping itu, keluarga merupakan
institusi dan lembaga pertama yang utama bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Keyakinan ini menjadi dasar peneliti bahwa kepengurusan anak di dalam
rumah di keluarga adalah menjadi pilar penting dalam pembentukan manusia.
Perhatian ini membawa semangat bagi peneliti untuk melakukan peningkatan
269
kemampuan pada tenaga kerja baby sitter yang saat ini sedang bekerja di keluarga
melalui model pelatihan ini.
Untuk dapat melengkapi kajian yang sebelumnya telah disampaikan, dalam
bagian pembahasan ini akan disampaikan uraian mengenai beberapa hal yang
berkaitan dengan kondisi empiris model-model pelatihan bagi penyiapan tenaga
kerja baby sitter dan kompetensi baby sitter yang ada, model konseptual,
implementasi dan uji efektivitas model. Hasil analisis peneliti ini merupakan
berbagai kajian dari hasil kondisi empiris yang terjadi yang dihubungkan dengan
berbagai dukungan kajian teoritis. Berikut disampaikan pembahasan dalam
pokok-pokok bahasan sebagai berikut :
1. Kondisi Empirik model-model pelatihan bagi penyiapan tenaga kerja
baby sitter dan profesionalisme baby sitter
Model Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi bagi baby sitter terbentuk
setelah melalui berbagai kajian dari kondisi empirik yang terjadi. Studi
pendahuluan dilakukan pada beberapa lembaga pelatihan untuk baby sitter yang
ada di kota Bandung dan juga berdasarkan hasil kajian dokumen yang terkait
dengan penyelenggaraan pelatihan baby sitter di beberapa lembaga di Jawa Barat.
Berdasarkan studi pendahuluan melalui kondisi empirik yang disampaikan
diatas mengenai kondisi ketenagaan baby sitter di Indonesia serta standar
kompetensi yang berlaku dan kompetensi baby sitter yang ada, maka dilakukan
analisa SWOT. Berikut merupakan paparan identifikasi dari SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity and Threat) yang terjadi dalam lingkup permasalahan ini
sebagai berikut :
270
a. Kekuatan, meliputi : 1) Kebutuhan pasar tenaga kerja di kota besar akan jasa
baby sitter yang besar, dengan meningkatnya tingkat wanita bekerja; 2)
Tingginya tingkat pemahaman orang tua dan perhatian pemerintah pada
pelayanan bagi anak usia dini, menjadikan lembaga pelatihan yang ada dapat
menjadi penyedia jasa baby sitter yang professional; 3) Keluarga pengguna
jasa menjadi stake holders sekaligus jaringan pemasaran akan jasa tenaga
baby sitter; 4) Tenaga kerja baby sitter sudah tersebar bekerja di keluarga-
keluarga melalui penyaluran dari yayasan, lembaga kursus, maupun mandiri;
5) Pada umumnya memiliki masing-masing kurikulum mengenai penyiapan
tenaga kerja baby sitter; 6) Pada umumnya baby sitter telah dapat difasilitasi
dalam asrama di lembaga pelatihan selama masa pelatihan dan menunggu
calon pengguna jasa.
b. Kelemahan, meliputi : 1) Kompetensi baby sitter belum memuaskan
pengguna jasa; 2) Belum digunakannya draft standar kompetensi kerja bagi
tenaga baby sitter sebagai patokan bagi lembaga pelatihan; 3) Kurikulum
yang umumnya diberikan sebatas pada pengasuhan fisik anak, belum kepada
pengasuhan non-fisik anak; 4) Setiap lembaga memiliki kurikulum yang
bervariasi tanpa menggunakan standar kompetensi yang diakui bersama; 5)
Belum ada program pembinaan bagi baby sitter untuk mengetahui kesulitan
mereka melalui program pelatihan; 6) Kurangnya pengawasan dan ketegasan
serta koordinasi dari pemerintah pada lembaga –lembaga penyalur tenaga
kerja (Lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja dan sosial serta lembaga
pelatihan, berada pada jalur komando yang berbeda tanpa koordinasi, yaitu
271
dinas sosial, dinas tenaga kerja dan transmigrasi serta kementrian pendidikan
nasional; 7) Lemahnya minat para penganguran calon tenaga kerja akan
pekerjaan di bidang jasa baby sitter, karena kurangnya sosialisasi dan
penghargaan yang sepadan; 8) Sumber daya manusia yang ahli sangat
terbatas dalam memberikan dukungan pada penyelenggaraan pelatihan yang
berkualitas; 9) Kurang terkoordinasinya lembaga pelatihan dalam kedinasan
yang pasti (ada dinas tenaga kerja, dinas pendidikan dan dinas sosial untuk
lembaga penyedia jasa baby sitter); 10) Belum ada kerjasama dengan mitra
perguruan tinggi
c. Peluang, meliputi : 1) Tenaga kerja baby sitter yang ada dan telah bekerja
membutuhkan dukungan dan bantuan dalam peningkatan kompetensinya di
tempat bekerja; 2) Pendekatan pelatihan berbasis masalah dan pengalaman,
serta pelatihan yang sifatnya mastery melalui individual learning dapat
digunakan; 3) Tenaga perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, dan tenaga
pengajar untuk mendukung kompetensi baby sitter tersedia cukup banyak; 4)
Mulai tingginya pemahaman orang tua akan pentingnya pengurusan dan
pendidikan anak; 5) Sarana dan prasarana yang ada dapat digunakan untuk
tempat berlatih bagi baby sitter, termasuk di rumah keluarga; 6) Komitmen
yang tinggi dari internasional dan pemerintah Indonesia dalam pelayanan bagi
anak usia dini perlu disosialisasikan perhatian pada anak usia dini dalam
tataran keluarga; 7) Standar gaji baby sitter terhitung relative cukup besar
dibandingkan dengan pembantu rumah biasa; 8) Lembaga pelatihan dapat
bekerja sama dengan mitra perguruan tinggi dalam mengembangkan
272
program; 9) Lembaga pelatihan dapat saling bertukar informasi dan
kerjasama termasuk dengan pihak keluarga
d. Tantangan, meliputi : 1) Pelatihan dengan melakukan pembinaan pada baby
sitter di keluarga tidak dapat dilakukan secara sepihak, artinya perlu ada
upaya negosiasi yang baik antara pihak pelaksana pelatihan dengan keluarga
khususnya dalam penentuan waktu pelatihan serta berbagai kondisi yang lain;
2) Menjamurnya lembaga pelatihan penyedia jasa baby sitter tanpa
pengawasan yang jelas dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada jasa
baby sitter; 3) Ditemukannya beberapa oknum baby sitter yang melakukan
tindakan amoral kepada anak asuhannya; 4) Lembaga sertifikasi profesi baby
sitter belum memiliki pengakuan khususnya dalam standar kompetensi yang
dikembangkan; 5) Terbatasnya dukungan dana dan sarana prasarana untuk
penyediaan jasa pengasuh anak di rumah, dapat menghambat kebutuhan
masyarakat yang ada
Hasil identifikasi dari berbagai potensi tersebut diatas, dilakukan analisa
SWOT yang pada akhirnya melahirkan strategi-strategi untuk model pelatihan
yang dibangun. Berbagai strategi yang didapatkan adalah sebagai berikut :
a. Tenaga baby sitter yang telah bekerja masih perlu ditingkatkan kompetensinya.
b. Pelatihan dengan pendekatan berbasis masalah melalui individual learning
perlu dilakukan untuk menjadikan baby sitter professional.
c. Pelibatan tenaga lain (perawat, praktisi pendidikan anak usia dini, juga
keahlian lainnya) perlu dilibatkan dalam membangun kompetensi di pelatihan
baby sitter professional
273
d. Sarana dan prasarana yang ada, termasuk keluarga pengguna jasa dijadikan
tempat berlatih sekaligus bekerja baby sitter
e. Perlu ada upaya negosiasi dengan pemerintah untuk mulai memperhatikan jasa
pengasuhan anak di rumah.
f. Baby sitter yang belum dapat menunjukkan kompetensi professional
membutuhkan dukungan pelatihan in-service
g. Standar kompetensi yang menjadi kebutuhan pengguna jasa perlu dibangun
menjadi basis dari pelatihan
h. Standar kompetensi dan kurikulum yang dibangun, harus memperhatikan anak
secara holistik, tidak hanya aspek fisik namun juga non-fisik anak
i. Perlu dibangun sosialisasi dan program yang didukung pemerintah mengenai
jasa kepengurusan anak di rumah sehingga menjadi sebuah bidang kerja yang
diinginkan.
j. Lembaga pelatihan dan pemerintah harus terkoordinasi dan dapat saling
bekerja sama dalam melayani masyarakat dan kepentingan anak usia dini
k. Kebutuhan masyarakat yang besar akan jasa baby sitter, harus didampingi oleh
pemerintah dalam penetapan standar, prosedur dan metode pelatihan juga
dukungan biaya dalam lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pelatihan
l. Tingginya perhatian pemerintah dan internasional pada pendidikan anak,
menjadi kesempatan bagi industri sektor penyedia jasa pengasuhan anak di
rumah untuk melakukan pembenahan diri.
m. Penilaian LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) untuk bidang kerja baby sitter
perlu dikuatkan dengan penetapan standar kompetensi yang disepakati bersama
274
n. Pihak pengelola pelatihan dan keluarga pengguna jasa dapat bekerja sama
untuk melaksanakan program pembinaan melalui pelatihan on the job dalam
meningkatkan kompetensi baby sitter yang telah bekerja dengan pola
koordinasi yang diatur dengan baik
o. Standar kompetensi kerja bagi baby sitter harus diatur mekanisme dan
sosialisasinya agar menjadi milik dari seluruh penyelenggara pelatihan dan
asesor penilai
p. Berbagai pihak, pemerintah, perguruan tinggi dan industri penyedia jasa tenaga
kerja baby sitter harus bekerja sama dalam mewujudkan profesionalisme baby
sitter
Strategi-strategi tersebut di atas, untuk selanjutnya menjadi bagian yang
menyatu dengan model pelatihan yang dibangun, sesuai dengan konteks yang
dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan dalam peningkatan kemampuan
kerja baby sitter.
2. Model Konseptual Pelatihan In-service Berbasis Kompetensi dalam
meningkatkan profesionalisme baby sitter
Model pelatihan bagi baby sitter ini dikarenakan bagi baby sitter yang
sudah bekerja, maka dikatakan sebagai model pelatihan in-service. Kompetensi
sebagai inti dari target capaian sesuai dengan standar yang dibangun, maka model
pelatihan in-service ini berbasis kompetensi.
Tujuan dari pelatihan ini secara keseluruhan adalah meningkatkan
profesionalisme baby sitter, artinya pengasuh anak dapat diakui profesinya
275
sebagai sesuatu yang sangat penting bagi pembangunan sumber daya manusia dan
masa depan bangsa Indonesia ada pada baby sitter sebagai mitra keluarga dalam
memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak, khususnya anak usia dini dengan
masa golden age dalam lingkup rumah.
Tahap pengembangan meliputi desain model konseptual mengenai model
pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter, validasi desain model,
perbaikan desain model, uji coba pemakaian dan revisi model kembali. Pada
tahap awal, pengembangan model pelatihan dikaji berdasarkan kebutuhan
lapangan dan berbagai kajian teoritis dan konseptual. Model pelatihan yang telah
tersusun secara konseptual kemudian mendapatkan masukan dan tanggapan dari
stakeholders, diantaranya praktisi lembaga pelatihan terkait, baby sitter melalui
forum diskusi, para akademisi dan ahli di bidang pelatihan serta bidang
pendidikan anak usia dini.
Model konseptual ini tentunya mendapatkan tanggapan dan saran yang
sangat bermakna bagi perbaikan model konseptual. Para akademisi memberikan
beberapa masukan sekaitan dengan alur pelatihan, penggunaan istilah asing,
proses pelatihan dan berbagai komponen dalam program yang perlu
disempurnakan.
Adapun masukan dari para praktisi dan penyelenggara pelatihan lebih
memberikan komentar mengenai berbagai hal yang terkait dengan proses
penyelenggaraan pelatihan, diantaranya adalah mengenai berbagai tantangan
dalam merekrut dan mendapatkan ijin untuk kegiatan pelatihan.
276
Berbagai masukan yang ada menjadi bahan bagi revisi model konseptual
sehingga dapat dirancang dan dipikirkan berbagai hal sekaitan dengan pola model
secara gambar dan juga antisipasi penyelenggaraan program yang akan
dilaksanakan. Pada prinsipnya adalah model konseptual pelatihan in-service
berbasis kompetensi bagi baby sitter dapat menjadi salah satu alternatif program
dan model pelatihan yang dapat dilaksanakan dalam lingkup yang menjadi fokus
sasaran penelitian.
Desain model konseptual dari pelatihan in-service berbasis kompetensi ini
melalui proses yang cukup panjang yaitu melalui tahapan pengelolaan pelatihan.
Konsep pengelolaan pelatihan secara umum menurut Djudju Sudjana, meliputi
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. (Sudjana,
1998:186). Adapun dalam pelatihan berbasis kompetensi, mensyaratkan adanya
standar kompetensi yang menjadi acuan. Menurut Zainudin Arif (1990:75) model
pelatihan yang berorientasi pada kompetensi diawali dengan pengumpulan
informasi mengenai standar kompetensi baby sitter dan kompetensi baby sitter
yang ada dengan melibatkan stake holders, yaitu lembaga pelatihan yang melatih
dan menyalurkan baby sitter serta dukungan keluarga pengguna jasa baby sitter.
Untuk menyusun rancangan model pelatihan ini, dilakukan berbagai tahapan
sebagai berikut yaitu :
a. Melakukan identifikasi dan pengumpulan informasi mengenai standar
kompetensi baby sitter yang ideal dan kebutuhan kompetensi yang ada, dari
keluarga pengguna jasa serta baby sitter yang bekerja di keluarga.
277
b. Melakukan penyusunan tujuan pelatihan yang akan dilaksanakan yang
meliputi kompetensi yang akan dituju yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai.
c. Menyusun kurikulum pelatihan, yang melingkupi berbagai komponennya
seperti tujuan yaitu kompetensi dan kriteria unjuk kerja, silabus dan rpp,
materi, media, metode, alokasi waktu dan evaluasi pembelajaran.
d. Melakukan penyiapan delivery system program pelatihan, dimulai dari
sosialisasi kepada lembaga/stake holders yang berkaitan dan akan dilibatkan
dalam pelaksanaan uji coba pelatihan in-service bagi baby sitter, pendekatan
kepada keluarga yang menggunakan jasa baby sitter atas referensi dari
lembaga penyalur, pendekatan kepada baby sitter yang sedang bekerja
melalui berbagai cara.
e. Melakukan persiapan delivery system dalam pembelajaran, yang dilakukan
dengan melakukan koordinasi dengan tutor mengenai strategi pembelajaran
dalam pelatihan sampai pada penyusunan skenario pembelajaran, melakukan
pelatihan untuk fasilitator, menyusun panduan bagi tutor dan fasilitator
f. Melakukan persiapan untuk evaluasi dan uji coba keefektifan model,
dilakukan dengan menyiapkan berbagai format evaluasi, mulai dari format tes
tulisan, format panduan observasi dan panduan wawancara yang sesuai untuk
penyelenggaraan pelatihan.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan mengenai sebuah sistem
pelatihan in-service berbasis kompetensi yang komprehensif menurut Rycus
(2000) dapat dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :
278
a. Mendefinisikan target peserta pelatihan, yang dalam penelitian ini
mengandung makna menyusun, melakukan validasi dan menetapkan standar
kompetensi yang akan menjadi acuan.
b. Melakukan analisis tugas dalam pekerjaan
Tujuan utama dari pelatihan inservice berbasis kompetensi adalah
mendukung ketercapaian “praktek terbaik”, sehingga penting sekali untuk
mendefinisikan dan menggabungkan baik standar unjuk kerja yang
merefleksikan “best practice” dan aktivitas-aktivitas pekerjaan yang penting
untuk membutuhkan “best practice” tersebut. Best practice ini digali melalui
identifikasi kebutuhan kompetensi yang dilakukan oleh peneliti. Hasil dari
penelusuran ini menghasilkan kejelasan akan kebutuhan praktis dari
pengguna jasa juga baby sitter mengenai kompetensi yang benar-benar
dibutuhkan dan menjadi prioritas.
c. Membangun Kompetensi-kompetensi
Kompetensi adalah seperangkat elemen-elemen yang terdiri dari pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkan dalam mengefektifkan penampilan dari
sebuah tugas pekerjaan. Seseorang yang kompeten memiliki kemampuan dari
pengetahuan dan keterampilan yang menjadi syarat untuk pemenuhan
penampilan dalam pekerjaannya.
Untuk memenuhi ini disusun kompetensi berdasarkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap serta nilai yang harus ditunjukkan oleh baby sitter
yang telah dilatih. Karakteristik dari pelatihan in-service berbasis kompetensi
adalah bahwa kumpulan kompetensi-kompetensi menunjukkan semua
279
komponen-komponen dari sistem pelatihan termasuk penilaian kebutuhan
pelatihan individual, identifikasi dan seleksi kurikulum pelatihan, penilaian
dan seleksi pelatih, pengembangan perencanaan pelatihan, dan aktivitas
pembelajaran. Hal ini menjadikan peneliti sangat serius dalam membangun
kompetensi yang akan dijadikan acuan sampai pada format penilaian serta
kurikulum yang harus disusun. Hasil pekerjaan ini dituangkan dalam format
penilaian unjuk kerja, struktur kurikulum, sub indikator capaian, jadwal dan
berbagai format lainnya untuk mendukung proses perencanaan dalam
pelatihan. (terlampir)
d. Penilaian kebutuhan pelatihan individu (Individual Training Need
Assessment/ITNA)
Pada tataran ini, dibutuhkan pula identifikasi kebutuhan secara individu dari
masing-masing peserta pelatihan. Peneliti melakukan kajian dan pendekatan
secara khusus dengan pihak keluarga pengguna jasa untuk dapat menggali
apa yang menjadi inti permasalahan dari tenaga kerja tersebut. Identifikasi ini
termasuk digali dari sisi peserta pelatihan yaitu baby sitter mengenai berbagai
hal yang berkaitan dengan permasalahan, kesulitan, ketidakpahaman, dsb.
Tujuannya adalah dapat memetakan kondisi real serta kebutuhan secara
individu sehingga diharapkan pelatihan dapat menjawab apa yang menjadi
kebutuhan praktisnya tersebut dalam menjalankan pekerjaan.
e. Identifikasi dan Pemilihan kurikulum
Kurikulum adalah menjadi jantungnya pelatihan sehingga kegiatan ini dapat
dilaksanakan dengan baik. Unit kompetensi mendukung perkembangan anak
280
(KOMPA) ditetapkan sebagai unit kompetensi yang akan dikembangkan.
Penyusunan materi, metoda dan media serta evaluasi pelatihan mengacu pada
tujuan pembelajaran berupa kompetensi yang telah disusun sebelumnya.
f. Mengembangkan perencanaan pelatihan
Pada tahapan ini, dilakukan berbagai persiapan sekalitan dengan delivery
system dalam pelatihan yang akan dirancang. Persiapan ini dimuali dari
persiapan sosialisasi, rekruitmen peserta, penyiapan berbagai perangkat
pelatihan seperti tutor dan fasilitator, sampai pada persiapan sarana dan
prasarana pelatihan, bahkan berbagai instrument untuk memandu dan menilai
pelatihan menjadi kajian peneliti.
g. Menyelenggarakan Pelatihan
Penyelenggaraan pelatihan merupakan puncak pelaksanaan model ini.
Pelaksanaan pelatihan dalam model ini tidaklah langsung diselenggarakan,
namun karena model perlu dilakukan melalui beberapa kali uji coba, maka
peneliti melakukan semacam uji coba terbatas dari model pelatihan in-service
berbasis kompetensi bagi baby sitter ini dalam tataran yang mikro.
Maksudnya adalah untuk mengujicobakan berbagai perangkat yang ada dan
telah dipersiapkan.
h. Mengimplementasikan aktivitas pembelajaran/Transfer of Learning
Aktivitas pembelajaran dalam pelatihan berbasis kompetensi ini
menggunakan pendekatan mastery learning dan experiential learning.
Pendekatan ini mengandung makna bahwa aktivitas pembelajaran adalah
menjadi aktif dalam pembelajaran, dimana peserta benar-benar melaksanakan
281
pelatihan secara langsung dengan mengalami dan dilakukan drill atau latihan
secara terus menerus sampai dapat terkuasainya kompetensi tersebut.
Peningkatan dalam capaian kompetensi, diasumsikan sebagai sebuah proses
menjadi lebih baik yang menjadi ukuran bahwa pelatihan ini dapat dikatakan
efektif dan dapat dikembangkan lebih lanjut.
i. Melakukan evaluasi dan balikan
Kegiatan evaluasi dan balikan dalam penelitian ini dilaksanakan dalam 3 fase.
Artinya pada setiap fase dilakukan evaluasi baik mengenai proses
pelatihannya maupun hasil capaian kompetensi dari peserta pelatihan. Fase
dalam pelatihan ini mengikuti patokan per-minggu.
Elemen-elemen di dalam sebuah sistem pelatihan in-service berbasis
kompetensi yang disampaikan dalam Rycus (2000) sejalan dengan apa yang
disampaikan pada kajian disertasi Weatherman (1976). Berbagai sumber tersebut
menekankan bahwa dalam penyelenggaraan pelatihan in-service, akan mengalami
beberapa tahapan penting yang meliputi berbagai hal di bawah ini, yaitu :
a. Menilai kebutuhan kompetensi, tahapan ini meliputi deskripsi pekerjaan
bersamaan dengan analisis kenyataan secara lokal dan nasional.
b. Memspesifikasikan kompetensi, tahapan ini meliputi menyusun pernyataan
kompetensi dan memberikan laporan dilapangan sejauh mana pentingnya
kompetensi ini dalam pekerjaan
c. Menjelaskan komponen-komponen kompetensi, tahapan ini ditentukan
elemen kompetensi, urutan dan kriteria unjuk kerja sebagai performance yang
harus ditunjukkan dalam pekerjaan
282
d. Mengidentifikasi prosedur pencapaian kompetensinya, dimana pada tahapan
ini ditentukan isi, metode, materi dari program pelatihan.
e. Membangun penilaian, meliputi proses menspesifikkan kriteria dan ukuran
dari kompetensi yang akan dilihat/dinilai. Ini adalah tahapan yang paling
penting dalam mendesain program pelatihan berbasis kompetensi.
Hambatan dan tantangan yang ada dalam pelaksanaan penelitian dan uji
coba model ini dijadikan kesempatan bagi peneliti untuk dapat dipelajari
mengenai berbagai hal yang belum dipahami. Uji coba pemakaian model
pelatihan pun dilakukan dalam rangka mencobakan model pelatihan in-service ini,
sekaligus pula uji coba instrumen yang akan digunakan dalam skala uji coba
pelatihan yang lebih luas. Berbagai hal yang perlu diperbaiki untuk dapat
sempurnanya pelatihan ini dilakukan agar dapat menghasilkan hasil yang optimal.
3. Implementasi model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam
meningkatkan profesionalisme baby sitter
Model pelatihan ini dapat menggunakan pendekatan mastery learning.
Dalam pendekatan ini, beberapa variabel yang digunakan oleh pendidik yaitu : 1)
variabel petunjuk; 2) penguatan, 3) partisipasi siswa, 4) umpan balik dan 5)
koreksi. Variabel-variabel tersebut digambarkan oleh Bloom sebagai kegiatan
mengajar yang berkualitas. Menurut teori ini, jika fitur pengenalan terhadap siswa
(aspek kognitif dan afektif siswa) yang terkait dengan kegiatan mengajar adalah
positif dilakukan, maka hasil belajar akan mencapai tingkat yang tinggi. Dengan
283
hasil yang tinggi tersebut maka perbedaan antara para siswa akan berada di
tingkat minimum (Sever, 1997:55).
Model pelatihan ini menggunakan cara-cara yang menjadi variable dalam
pendekatan mastery learning tersebut, dimana yang dilakukan adalah 1) variable
petunjuknya adalah target capaian kompetensi yang jelas dan terperinci secara
jelas. Perangkat ini menjadi kejelasan tujuan dan petunjuk yang dapat diikuti,
disertai modul pelatihan yang sederhana dan jelas; 2) penguatan dilakukan secara
intens, karena pelatihan dilakukan langsung di tempat bekerja baby sitter; 3)
partisipasi peserta pelatihan ditunjukkan dengan kegiatan pelatihan on the job
yang mana peserta memang melakukan aktivitas pekerjaaan disana; 4) umpan
balik dalam model pelatihan ini dilakukan dalam tiap kali dilakukan kegiatan
fasilitasi oleh fasilitator. Berbagai masukan dan saran serta pertanyaan dari
kesulitan dalam program pelatihan yang dilaksanakan dapat langsung ditanyakan
pada fasilitator. Peserta pelatihan dapat menanyakan segala kesulitan dan
permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan dan dapat langsung ditunjukkan
cara menyelesaikannya; 5) koreksi dalam model pelatihan ini tentu saja dapat
dengan mudah dan langsung diberikan oleh fasilitator pelatihan, sesuai dengan
apa yang perlu dikoreksi. Pelatihan yang dilakukan evaluasi proses secara fase
per-minggu sangat memungkinkan koreksi secara umum per fase pun dapat
dilakukan.
Pendekatan mastery learning ini apabila dilakukan dalam sebuah pelatihan,
menurut (Mulyasa, 2002:97) maka meliputi beberapa persyaratan, yaitu :
284
a. Secara jelas menyebutkan tujuan yang mewakili maksud kursus; maksudnya
dalam penelitian ini telah dilakukan penetapan tujuan dari pelatihan melalui
penetapan standar kompetensi yang akan dituju.
b. Kurikulum dibagi menjadi unit-unit pembelajaran yang relatif kecil, masing-
masing unit terdiri dari tujuan dan penilaian sendiri; Penelitian ini telah
menyusun standar kompetensi yang dapat dijadikan acuan, namun
keterbatasan penelitian akan waktu, tenaga dan biaya, maka atas dukungan
berbagai pihak, fokus penelitian lebih pada satuunit kompetensi yaitu unit
kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA).
c. Bahan pembelajaran bahan dan strategi pengajaran diidentifikasi, meliputi
pengajaran, model, praktek, evaluasi formatif, mengajar kembali, penguatan,
dan termasuk evaluasi sumatif;
d. Setiap unit diawali dengan tes diagnostik singkat, atau penilaian formatif;
e. Hasil tes formatif digunakan untuk memberikan instruksi tambahan, atau
kegiatan korektif untuk membantu pelajar mengatasi masalah.
Dikatakan juga bahwa pengembangan kurikulum, mastery learning tidak
berfokus pada konten, namun pada proses untuk menguasai itu. Hal ini
menjadikan peneliti mengumpulkan berbagai bahan materi berdasarkan berbagai
sumber yang ada, dan dilakukan proses pelatihan yang sangat fleksibel. Fasilitator
sebagai salah satu sumber belajar, modul yang ada, lembar tugas yang disiapkan
serta penilaian kompetensi, menjadi alat yang digunakan untuk mendukung
tercapainya kompetensi serta penggalian materi pelatihan yang disiapkan.
285
Pendekatan ini dikombinasikan pula dengan pendekatan pembelajaran
melalui pengalaman yang menurut Andresen, Boud & Cohen dalam Folley
(2000:103), EBL didasarkan pada seperangkat asumsi tentang belajar dari
pengalaman. Seperangkat asumsi yang diidentifikasi oleh Boud et al. (1993:87)
yaitu: 1) Pengalaman adalah dasar dan stimulus untuk belajar; 2) Pembelajar aktif
membangun pengalaman mereka sendiri; 3) Peserta didik adalah proses holistik;
4) Belajar dikonstruksi secara sosial dan kultural; 5) Belajar dipengaruhi oleh
konteks sosioemosional di mana ia terjadi. Model pelatihan ini menggunakan
setting di kelas dan juga setting di tempat bekerja yaitu di rumah keluarga tempat
bekerja. Peneliti menggunakan asumsi yang digunakan oleh Boud et al, bahwa
pengalaman adalah menjadi dasar dan stimulus untuk belajar artinya pengalaman
yang telah dialami oleh baby sitter dalam dunia pekerjaannya menjadi dasar dari
apa yang akan mereka pelajari di dalam pelatihan. Pelatihan di kelas,
menggunakan teknik refleksi dari apa yang telah mereka alami di dunia pekerjaan
untuk dapat digali apa yang perlu diperbaiki dan apa yang harus ditingkatkan.
Khususnya dalam unit KOMPA, baby sitter diajak untuk merefleksikan, cara
pengasuhan seperti apa yang mereka lakukan kemudian dibukakan mengenai
berbagai hal yang selayaknya dilakukan dalam kepengasuhan kepada anak.
Peserta pelatihan diharapkan dapat merefleksikan kegiatan sehari-hari mereka
dengan format yang ada, untuk dikaji apa yang perlu ditingkatkan dari kegiatan
pengasuhan yang telah mereka lakukan.
Pembelajaran melalui pengalaman menuntut tiga faktor yang masing-
masing dapat beroperasi, pada tingkat tertentu, yaitu :
286
a. Keterlibatan seluruh orang, baik dalam kecerdasan, perasaan dan indera.
Misalnya, dalam pembelajaran melalui permainan peran (role plays) dan
permainan, proses bermain atau bertindak yang biasanya melibatkan
pemikiran, beberapa atau lain melibatkan indera dan berbagai perasaan.
Belajar terjadi melalui semua kegiatan ini. Kegiatan ini dilakukan dalam
pelatihan dalam setting kelas. Peserta pelatihan dilibatkan dalam berbagai
permainan untuk memotivasi belajar mereka, bahkan mereka dilibatkan untuk
mendemonstrasikan berbagai tindakan yang harus dilakukan dalam
kepengasuhan pada anak asuhnya dengan menggunakan anak sebagai
“boneka” dalam bermain peran tersebut.
b. Pengakuan dan menggunakan secara aktif semua pengalaman hidup
pembelajar yang relevan dan pengalaman belajar. Dimana belajar baru akan
bisa berhubungan dengan pengalaman pribadi, artinya diturunkan dan
diintegrasikan ke dalam nilai-nilai pemahaman dari pembelajar. Untuk factor
ini, peserta baby sitter diberikan kesempatan untuk merefleksikan berbagai
pengalaman yang telah dihadapi. Untuk baby sitter yang hanya mengikuti
pelatihan di tempat bekerja, kegiatan ini dilakukan di tempat bekerja, dengan
juga merefleksikan kegiatan-kegiatan sehari-hari yang dilakukan kepada
anak. Artinya baby sitter merefleksikan agenda jadwal anak sehari-hari secara
tertulis, sehingga dapat terlihat pada jam mana saja stimulasi untuk
mendukung perkembangan anak pada aspek mana dan pada saat mana, dapat
dilakukan.
287
c. Refleksi yang berkelanjutan pada pengalaman sebelumnya dalam rangka
untuk menambah dan mengubah menjadi pemahaman yang lebih dalam. Hal
ini dilakukan dalam model pelatihan ini dengan adanya kesempatan untuk
melakukan refleksi dalam pelatihan pada setiap fase pelatihan yang
dilakukan.
Pendekatan lain yang digunakan untuk melengkapi pendekatan mastery
learning dalam penelitian ini maka digunakan pula pola pendekatan dari
pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Gagasan utama dari
Problem based Learning (PBL) adalah bahwa titik awal untuk belajar harus dari
suatu permasalahan, pertanyaan atau teka-teki yang dengan hal tersebut warga
belajar berkeinginan untuk memecahkannya. (Boud & Felletti 1991).
Penelitian ini memenuhi pendekatan tersebut dengan melaksanakannya pada
model pelatihan yang khususnya dilaksanakan dalam setting kelas. Kegiatan yang
dilaksanakan dalam pelatihan tersebut diantaranya dengan melaksanakan
permainan puzzle yang pada akkhirnya menjadi teka-teki yang menganalogikan
permasalahan dalam mengurus anak. Metode ini digunakan dalam pelatihan untuk
memunculkan rasa rekreatif, rasa keingintahuan, bahkan motivasi untuk terus
menggali apa yang dijadikan permasalahan tersebut.
Model pelatihan in-service ini pun ditujukan bagi peserta pelatihan yang
memang baby sitter/pengasuh yang sedang bekerja di keluarga pengguna jasa.
Tentunya potensi yang dimiliki adalah mereka hadir dalam pelatihan dengan
segudang permasalahan dan berbagai teka-teki kehidupan dalam kepengasuhan
anak yang ingin diketahui jalan keluarnya. Potensi ini menjadi prasyarat awal
288
dalam pembelajaran berbasis masalah sehingga pendekatan yang dapat dilakukan
menjadi sangat ideal dan memungkinkan untuk dapat dilaksanakan.
Berdasarkan kajian, maka beberapa prinsip yang mendasari pembelajaran
berbasis masalah menurut Barrows dan Tamlyn dalam Boud (1985:14), yaitu : 1)
Masalah diangkat saat pertama dalam urutan belajar, sebelum ada persiapan atau
belajar telah terjadi; 2) Situasi permasalahan disajikan kepada peserta pelatihan
persis seperti yang ada dalam kenyataan; 3) Peserta pelatihan bekerja dengan
permasalahan yang diangkat, dengan cara yang memungkinkannya meningkatkan
kemampuan dengan berbagai alasan dan menantang dengan menerapkan
pengetahuan serta mengevaluasi sesuai dengan tingkatan belajar dari warga
belajar tersebut; 4) Keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh melalui
pembelajaran dengan masalah tersebut, diterapkan kembali ke masalah, untuk
mengevaluasi efektivitas pembelajaran dan untuk memperkuat hasil belajar; 5)
Pembelajaran yang terjadi dalam penyelesaian masalah dan dalam proses
pembelajaran mandiri (individual learning) dirangkum dan diintegrasikan ke
dalam pengetahuan dan keterampilan peserta pelatihan yang telah terbentuk.
Model pelatihan in-service berbasis kompetensi ini dilaksanakan melalui
pelatihan dalam setting kelas secara berkelompok dengan bimbingan tutor, juga
dilakukan dalam setting di tempat kerja secara individual dengan bimbingan dari
fasilitator. Kategori pelatihan di tempat bekerja dapat digolongkan kepada
pelatihan melalui OJT (On the job training). Berdasarkan konsep yang ada bahwa
untuk dapat melaksanakan OJT dengan sukses, ada beberapa tantangan yang besar
yaitu:
289
a. Waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan program, dimana harus ada
ahli yang berpengalaman dalam pekerjaan tersebut dalam mempersiapkan
program. Beberapa persiapan yang dilakukan yaitu persiapannya pada materi
pembelajaran, membangun keterampilan dalam menjelaskan program,
beradaptasi dengan gaya belajar individu, menyiapkan evaluasi dan
bekerjasama dengan peserta pelatihan. Persiapan program ini dilakukan pada
tahap perencanaan program dengan mengadakan tukar pikiran dengan tim
tutor dan fasilitator yang akan dilibatkan di dalam proses pelatihan. Persiapan
program dirancang secara partisipatif untuk dapat menggali dan
mengembangkan program inti.
b. Hilangnya waktu dalam mempersiapkan ini, menjadikan harus melepaskan
pekerjaan yang biasa dilakukan. Hal ini terjadi, dimana tutor yang telah
terpilih untuk dilibatkan dalam program juga fasilitator yang juga merupakan
praktisi yang sedang mengenyam dunia pendidikan pun harus meluangkan
waktu mereka secara khusus untuk dapat berdiskusi dan mengembangkan
program (Piskurich, 2000:20).
Desain dan tahapan dalam OJT dilakukan oleh desainer pelatihan dan expert
dalam materi tersebut. Dalam hal ini yang menjadi desainer pelatihan adalah
peneliti sendiri sedangkan expert dalam materi tersebut, peneliti melibatkan ahli
yang berkaitan dengan unit kompetensi yang dikembangkan, yaitu pedagog dari
surya kanti, akademisi pendidikan anak usia dini, dan praktisi serta akademisi di
bidang pelatihan. Ada dua hal esensial yang harus dibangun oleh pendesain
program, yaitu :
290
a. Petunjuk/panduan untuk pelatih/fasilitator/pendamping, yang berisi panduan
mengenai tugas dan peran tutor dan fasilitator yang terlibat di dalam pelatihan
dengan model ini.
b. Petunjuk/panduan untuk peserta pelatihan, yang berisi mengenai arahan bagi
baby sitter sebagai peserta pelatihan sekaitan dengan pelaksanaan pelatihan.
Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter melalui
pendekatan dengan setting di tempat bekerja ini melibatkan fasilitator. Adapun
pemilihan fasilitator melalui proses seleksi dan pembekalan serta pelatihan yang
harus memadai. Prasyarat awal dari fasilitator yang terlibat adalah mengikuti
karakteristik sebagai berikut : 1) Paling utama dan pertama adalah pengetahuan
yang mendalam pada subjek tersebut artinya materi pelatihan harus sangat jelas
dan mudah untuk dipahami dan dilakukan. Berkaitan dengan materi pelatihan,
untuk unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA), maka
fasilitator adalah para praktisi yang juga berpendidikan di bidang ranah
pendidikan anak usia dini. (tutor PAUD yang telah berpengalaman dan memiliki
wawasan keilmuan yang memadai); 2) Kesungguhan dari pelatih dalam
menjalankannya, dimana pelatihan memakan waktu dan tenaga juga emosi. Hal
yang juga penting adalah dalam saat pemilihan pelatih juga harus bijaksana dan
tepat. Berkaitan dengan ini, peneliti menerapkan sistem komitmen bersama untuk
membangun kesuksesan bersama. Artinya kegiatan yang berbasis pada kesuksesan
bersama menjadikan komitmen akan waktu, emosi, pikiran dan perasaan dapat
dilaksanakan.
291
Model pelatihan ini melaksanakan TOF (Training of Facilitator) dalam
rangka penyiapan fasilitator bagi pelatihan di tempat bekerja. Proses
penyiapannya tidak hanya dalam tataran pemahaman materi dan proses pelatihan.
Peneliti melakukan uji coba dan latihan secara praktek bagi fasilitator yang akan
dilibatkan dalam pelatihan yang sesungguhnya. Syarat utama dari pelatihan
dengan model on the job training adalah penguasaan dalam metode pembelajaran
sesuai dengan prinsip pembelajaran orang dewasa. Hal ini dikaitkan dengan
tempat fasilitator akan memberikan fasilitasi ke keluarga. Artinya seorang
fasilitator yang telah memiliki keahlian dalam pembelajaran orang dewasa, prinsip
andragogisnya ini akan dengan efektif diterapkan untuk menghadapi orang tua
dalam keluarga sebagai pemilik rumah dan pengguna jasa, juga pada baby sitter.
Prinsip andragogis dari fasilitator pun perlu diimbangi dengan pemahaman
akan konsep keluarga dan karakteristik orang tua. Adapun apabila ditinjau dari
ciri-ciri orang tua, bagaimana sikap orang tua terhadap anaknya tergantung pada
beberapa faktor seperti :
a. Tingkat pendidikan dan status sosial
Pada beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa orang
tua dengan tingkat pendidikan dan status sosial ekonomi rendah lebih
cenderung ke sikap menuruti dan membiarkan saja. Sedangkan orang tua
yang tingkat pendidikan dan status ekonomi lebih tinggi lebih cenderung ke
sikap pendidikan yang menekankan pada disiplin dan tuntutan terhadap
prestasi. Orang yang berpendidikan rendah, tingkat informasi dan
pengetahuan yang dimiliki akan terbatas. Dalam hal pengasuhan anak yang
292
berkaitan juga dengan hal pendidikan, orang yang berpendidikan tinggi akan
mempunyai wawasan yang luas tentang makna pendidikan bagi anak.
Sehingga mereka mengetahui fungsi aktivitas belajar, orang yang
berpendidikan tinggi akan menyediakan situasi, sarana dan melatih anak
untuk menentukan tujuan hari depannya dan selalu mendorong anak untuk
belajar. Karena mengetahui fungsi pendidikan dan fungsi belajar maka orang
tua akan memberikan perhatian yang besar dalam bentuk keterlibatan orang
tua terhadap aktivitas anak dalam belajar seperti penyediaan fasilitas belajar,
mengingatkan, memberi pujian atau teguran. Pemahaman ini dalam beberapa
sampel keluarga yang lebih cenderung memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi, maka pemahaman akan hal tersebut menjadi dasar untuk berpijak dan
berbuat lebih lanjut.
b. Hubungan suami istri
Jika hubungan suami istri hangat serta serasi, maka sikap mereka terhadap
anak lebih menunjukkan sikap yang pengertian dan toleransi.
c. Jumlah anak dalam keluarga
Pada keluarga dengan satu anak, orang tua lebih cenderung untuk memberi
perhatian lebih pada anak dan cenderung menuntut banyak pada anak.
d. Kepribadian orang tua
Kepribadian orang tua tidak dapat lepas dari bagaimana orang tua itu dulu
diasuh oleh orang tuanya. Banyak orang tua yang berlaku keras dalam
pendidikan anaknya karena dulupun mereka mendapat perlakuan yang keras
dari orang tuanya.
293
e. Pengalaman orang tua
Bagaimana pengaruh orang tua terhadap perkembangan perilaku dan
kepribadian anaknya ditentukan oleh sikap, perilaku dan kepribadian orang
tua. Perilaku orang tua terhadap anaknya ditentukan oleh sikapnya terhadap
pengasuhan anak yang juga merupakan aspek dari struktur kepribadiannya.
Kepribadian orang tua mempunyai dampak tehadap situasi psikologis dalam
suatu keluarga dan terhadap perkembangan kepribadian anak.
Keterampilan lain yang harus dimiliki oleh pelatih/fasilitator adalah
keterampilan one and one. Keterampilan tersebut berkaitan dengan keterampilan
menyelesaikan permasalahan (George M. Piskurich, 2000:121-130). Beberapa
tahapan keterampilan yang dilakukan adalah keterampilan dalam 1)
merencanakan; 2) mempersiapkan; dan 3) mempresentasikan. Hal ini menjadi
penting sekali di dalam model ini karena yang terjadi adalah dimana setiap
fasilitator bertugas dalam secara individu membantu peserta pelatihan baby sitter
di tempat kerjanya untuk dapat meningkat kompetensinya dalam unit KOMPA.
Untuk memenuhi target capaian sesuai dengan standar kompetensi,
fasilitator perlu secara kreatif mampu merencanakan, mempersiapkan dan
mempresentasikan sesuai dengan kebutuhan belajar setiap individu. Sebagai
panduan, peneliti mempersiapkan format-format identifikasi untuk fasilitator agar
dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar dari baby sitter tersebut. (terlampir).
Fasilitator diharapkan benar-benar harus mampu mengidentifikasi sampai dapat
dirancang materi stimulasi seperti apa yang harus dilakukan oleh baby sitter
kepada anak asuhnya.
294
Adapun secara proses pengajaran untuk memperhatikan urutan
pembelajaran, dalam pelatihan ini menggunakan metode teknik pengajaran
pekerjaan/Job Instruction Technique (JIT). JIT menggunakan strategi behavioral
dengan fokus pada pengembangan keterampilan. JIT meliputi empat tahapan, :
Gold, L. Job Instruction: Four Steps to Success. Training and Development
Journal (September 1981:28-32) dalam Blanchard & Thacker, 2007:244), yaitu :
a. Prepare-Persiapan. Pada tahapan ini wilayah pembelajaran yang dituju adalah
memunculkan atensi dan motivasi dari peserta pelatihan. Hal yang dilakukan
adalah merinci pekerjaan, mempersiapkan rencana pembelajaran dan
melibatkan peserta pelatihan.
b. Present-Menampilkan. Pada tahapan ini yang dilakukan adalah mengatakan,
menunjukkan, mendemonstrasikan, dan menjelaskan. Tujuannya adalah untuk
menghasilkan penyimpanan dalam kode-kode symbol dan organisasi kognitif.
c. Try Out-Menguji coba. Pada tahapan ini, diberikan kesempatan peserta
pelatihan untuk bertanya mengenai pekerjaan yang harus dilakukan, meminta
fasilitator untuk menjelaskan bagaimana hal itu bisa dilakukan, kemudian
peserta pelatihan dibiarkan untuk melakukan pekerjaan tersebut, memberikan
masukan positif maupun negatif. Pada akhirnya fasilitator membiarkan peserta
untuk melatihkan apa yang sudah dikomentari. Tujuan tahapan ini adalah untuk
penyimpanan dalam pengulangan simbolis dan reproduksi tingkah laku.
d. Follow up-Mengikuti untuk melakukan pengecekan, artinya dalam tahapan ini
diharapkan dapat menghasilkan pola tingkah laku yang diinginkan dalam
pekerjaan tersebut. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengecekan kemajuan
295
secara rutin dan bertahap, mengatakan pada peserta pelatihan bahwa apabila
ada kesulitan dapat menemui siapa, dan secara rutin dilakukan pengecekan
akan kemajuan dari peserta pelatihan.
4. Efektivitas model pelatihan in-service berbasis kompetensi dalam
meningkatkan profesionalisme baby sitter
Efektivitas model pelatihan in-service berbasis kompetensi memiliki
pengaruh yang signifikan pada peningkatan unit kompetensi mendukung
perkembangan anak (KOMPA). Keterbatasan peneliti dalam mengkaji unit
kompetensi yang lain, karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, menjadikan
focus penelitian pada satu unit. Harapan peneliti dari capaian keefektifan model
pelatihan dalam mengembangkan unit KOMPA, menjadi asumsi dasar bahwa
model pelatihan ini dapat efektif dalam mengembangkan unit kompetensi yang
lain. Melihat pola dan tahapan yang telah ditemukan dalam model pelatihan ini,
tentunya menjadi pijakan dasar yang cukup kuat bagi pengembangan lebih lanjut.
Tinjauan efektifitas tersebut di atas, tentunya dikatakan memiliki signifikasi
dalam pengaruh dari model tanpa mengesampingkan faktor-faktor lain yang juga
pasti berpengaruh di dalamnya. Kajian hasil skor dari variabel persepsi model
pelatihan dan variabel tingkat capaian kompetensi, menunjukkan hasil yang
efektif meningkat dalam beberapa fase waktu pengukuran. Namun tidak dapat
dipungkiri tentunya berbagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses
penilaian dan pemunculan skor akan menjadi salah satu hambatan keajegan dari
data yang ada. Meskipun juga untuk memperkecil kesalahan, peneliti berusaha
296
bahwa penilaian terhadap hasil capaian kompetensi baby sitter, tidak hanya
dilakukan oleh fasilitator namun yang paling utama adalah penilaian dari keluarga
pengguna jasa. Pengambilan keputusan tersebut berdasarkan pada apa yang
disampaikan oleh (Wolf, 1995:2) bahwa ada tiga komponen dari penilaian
berbasis kompetensi yang sangat penting yaitu: a) dalam penilaian yang berbasis
kompetensi sangat mengutamakan hasil yang terlihat nyata dan hasil yang dapat
diyakini oleh penilai memang ditunjukkan oleh peserta; b) transparansi dan
kejelasan dari aspek yang menjadi ukuran ketercapaian, menjadi sangat utama
dalam penilaian berbasis kompetensi; c) untuk menghindari subjektivitas
penilaian maka penilaian dapat dilakukan oleh pihak ketiga dengan mengacu pada
standar dan ukuran yang sangat jelas.
Untuk dapat mengkaji keefektifan pelatihan pun, lebih lanjut peneliti
melakukan kajian secara kualitatif melalui wawancara mendalam kepada pihak
keluarga dan melakukan diskusi mendalam dengan baby sitter pasca pelatihan.
Hasil yang didapatkan pun ternyata bisa lebih dalam lagi membedah apa yang
sebenarnya terjadi di dalam proses pelatihan, serta menghasilkan temuan-temuan
untuk penghalusan model pelatihan lebih lanjut. Diskusi mendalam dengan
keluarga pengguna jasa, pada umumnya mereka merasakan manfaat dari
terlaksananya pelatihan ini. Peningkatan dalam kemampuan baby sitter,
khususnya pada tampilan baby sitter yang lebih bersemangat dan memiliki
program yang jelas dalam memberikan pengasuhan pada anak. Pengetahuan dan
pemahaman yang meningkat dalam berbagai aspek perkembangan anak, membuat
baby sitter bisa lebih memahami keinginan dan kebutuhan anak.
297
Hasil diskusi dengan orang tua pengguna jasa yang lain, didapatkan bahwa
terlihat baby sitter menjadi lebih percaya diri dalam bermain dengan anak asuh.
Mereka mulai lebih kreatif menyodorkan mainan dan mengajak anak
berkomunikasi secara intens kepada anak. Hasilnya adalah anak menjadi senang
dan bisa lebih kooperatif dengan baby sitternya. Pengakuan lain dari baby sitter
digali bahwa ia merasa setelah mengikuti pelatihan, menjadi lebih tahu apa
kemauan anak. Anak menjadi tidak sulit untuk dipahami ketika kita mengetahui
apa yang dibutuhkannya dan mengetahui bagaimana mestimulasi untuk
mendukung perkembangan anak.
Hasil kompetensi yang diukur, melalui penetapan standar kompetensi mix,
pada dasarnya telah mengikuti capaian ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotor (taksonomi Bloom) dan definisi kompetensi pun memang seharusnya
meliputi penentuan pengetahuan, keterampilan, sikap dan bahkan nilai-nilai yang
sesuai dengan bidang kerjanya. Berdasarkan Gonczi et al., (1993;. Hager dan
Beckett, 1995, Gonczi, 2004 dalam (Foley, 2000; Tennant, 2006) kompetensi
harus dipandang secara terpadu dan holistik, dengan memfokuskan pada aplikasi
dalam konteks tertentu, dari atribut-atribut yang ada pada seorang individu
(pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai).
Profesionalisme baby sitter dalam penelitian ini difokuskan pada
penguasaan pada unit kompetensi mendukung perkembangan anak (KOMPA),
dalam arti bahwa baby sitter yang telah dilatih akan menunjukkan kompetensinya
dalam : a) Mengetahui pola perkembangan anak dan perbedaan-perbedaan
kemampuan anak pada tingkat usia yang berbeda serta mampu memberikan
298
pendampingan yang tepat dan membangun sesuai tingkat perkembangan anak
sehingga anak terbangun kemandiriannya; b) Mengetahui pola perkembangan
fisik anak serta mampu menyediakan pengalaman yang tepat melalui kegiatan
rutin dalam permainan, stimulasi alat mainan dan peralatan lain yang tepat dalam
mendukung perkembangan fisik anak; c) Mengetahui bagaimana mendukung anak
dalam membangun persahabatan dengan teman, cara memberi pemahaman pada
anak akan aturan di masyarakat/lingkungan sekitar serta mampu mengkondisikan
interaksi anak pada lingkup satu teman, interaksi dengan lingkup kelompok kecil
dan interaksi dengan lingkup kelompok besar; d) Mengetahui tentang
pengembangan konsep diri, percaya diri, dan mengatasi emosi anak serta mampu
menyediakan kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan dan menunjukan
perhatian pribadi; e) Mengetahui bagaimana bahasa dapat terbentuk /terbangun
pada anak sehingga mampu berinteraksi melalui berbahasa yang tepat dengan
anak dan menyediakan pengalaman yang tepat untuk perkembangan bahasa anak;
f) Mengetahui pentingnya kreativitas dan mengetahui cara menyediakan
kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitas dengan memberikan
pendampingan dalam bermain dalam imaginasi, drama, melukis, menggambar,
bermain malam (playdough), menari, musik, puisi dan menulis komposisi lagu; g)
Mengetahui bagaimana kognisi dapat terbentuk dan mampu menyediakan
pengalaman dan pengkondisian untuk memberi dukungan lingkungan untuk
stimulasi dalam perkembangan kognisi anak; h) Mengetahui pentingnya
menanamkan pemahaman agama/spiritual sejak dini dan mampu menciptakan
lingkungan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
299
Model pelatihan in-service berbasis kompetensi bagi baby sitter ini pada
akhirnya dapat menunjukkan keefektifannya dalam meningkatkan profesionalisme
baby sitter. Artinya seorang pengasuh anak atau baby sitter yang telah mengikuti
pelatihan ini, dalam melakukan interaksi dengan anak yang menjadi asuhannya
telah memiliki kompetensi profesional dalam unit kompetensi mendukung
perkembangan anak.