36
68 BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS Pada bab ini membahas tentang hasil penelitian, pembahasan dan analisis 2 variabel yaitu Contextual Teaching Learning dan Karakter Kristiani. Dalam 2 variabel tersebut ada beberapa pokok bahasan. Adapun pokok bahasan tersebut meliputi mengexplor permasalahan pemahaman tentang Karakter Kristiani dalam diri siswa Sekolah Menengah Pertama, mendiskripsikan pelaksanaan model Contextual Teaching Learning berkaitan dengan karakter Kristiani dan keefektifan model CTL dalam meningkatkan karakter Kristiani siswa Sekolah Menengah Pertama. A. Hasil Penelitian, deskripsi dan analisa permasalahan pemahaman tentang karakter Kristiani dalam diri siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Surakarta Munculnya penyimpangan perilaku siswa Sekolah Menengah Pertama merupakan tanda-tanda dari lunturnya sebuah karakter dalam diri siswa. Jika dicermati karakter bukanlah sebuah sikap yang muncul secara tiba- tiba, melainkan dibutuhkan sebuah proses yang lama dan berkelanjutan. Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi kehidupan siswa Sekolah Menengah Pertama. Dengan adanya karakter yang kuat dalam diri siswa maka hal itu juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku. Apalagi sebagai siswa Kristen, hendaknya juga mampu mendasari hidupnya dan

BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

68

BAB IV

HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS

Pada bab ini membahas tentang hasil penelitian, pembahasan dan analisis 2

variabel yaitu Contextual Teaching Learning dan Karakter Kristiani. Dalam 2

variabel tersebut ada beberapa pokok bahasan. Adapun pokok bahasan tersebut

meliputi mengexplor permasalahan pemahaman tentang Karakter Kristiani dalam

diri siswa Sekolah Menengah Pertama, mendiskripsikan pelaksanaan model

Contextual Teaching Learning berkaitan dengan karakter Kristiani dan

keefektifan model CTL dalam meningkatkan karakter Kristiani siswa Sekolah

Menengah Pertama.

A. Hasil Penelitian, deskripsi dan analisa permasalahan pemahaman tentang

karakter Kristiani dalam diri siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 4

Surakarta

Munculnya penyimpangan perilaku siswa Sekolah Menengah Pertama

merupakan tanda-tanda dari lunturnya sebuah karakter dalam diri siswa.

Jika dicermati karakter bukanlah sebuah sikap yang muncul secara tiba-

tiba, melainkan dibutuhkan sebuah proses yang lama dan berkelanjutan.

Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi kehidupan siswa

Sekolah Menengah Pertama. Dengan adanya karakter yang kuat dalam diri

siswa maka hal itu juga akan mempengaruhi sikap dan perilaku. Apalagi

sebagai siswa Kristen, hendaknya juga mampu mendasari hidupnya dan

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

69

memunculkan sikap maupun perilaku yang sesuai dengan karakter

Kristiani. Karakter Kristiani yang dimaksud disini adalah kasih, kejujuran,

tanggungjawab, dan kekedisiplinanan. Memang jika secara segi psikologi,

siswa Sekolah Menegah Pertama masuk ke dalam fase remaja. Secara

konseptual dalam buku psikologi perkembangan Erikson juga menguraikan:

bagaimana pencarian identitas ini mempengaruhi perilaku remaja faseremaja merupakan sebuah fase atau masa peralihan dan masa mencariidentitas diri. Menurut Erikson, identitas yang dicari remaja berupa usahauntuk menjelaskan siapa dirinya, perannya dalam masyarakat.1

Berdasarkan pemahaman tentang karakter kristiani dalam diri siswa Sekolah

Menengah Pertama, maka hal itu menggambarkan adanya ketidakmampuan dan

belum pahamnya siswa akan makna dan essensi dari karakter Kristiani yaitu

kasih, kejujuran, kekedisiplinanan dan tanggungjawab. Adapun indikator yang

terdapat di dalamnya adalah penerapan kasih dalam hidup siswa, perilaku yang

jujur ketika melaksanakan kewajiban, ketaatan terhadap tata tertib yang ada, serta

sikap maupun perilaku tanggungjawab ketika menjalankan tugas dari guru.

Berdasarkan dari diskripsi tersebut maka dapat disajikan melalui tabel 4.1 berikut

ini:

1 Op.cit. Hal 208

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

70

Tabel 4.1

Karakter Kristiani dalam diri siswa Sekolah Menengah Pertamaberdasar hasil pre test

No ASPEK INDIKATOR PRESENTASE PRETEST

REKAPITULASI RERATA

1 Kasih penerapan kasih dalam hidup siswa40,00

Kasih

40,55 %41,00

2. Kejujuran perilaku yang jujur ketika melaksanakankewajiban, 45,00

Kejujuran

41,38 %34,5041,0044,50

3 Kedisiplinan ketaatan terhadap tata tertib yang ada38,00

Kedisiplinan

32,25%32,50

4 Tanggung Jawab sikap maupun perilaku tanggungjawab ketikamenjalankan tugas dari guru 46,00

Tanggungjawab

44,25 %42,50

KASIH = 40,55 %

KEJUJURAN = 41,38 %

KEDISIPLINAN = 32,25 %

TANGGUNGJAWAB = 44,25 %

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

71

Dari data tabel tersebut, permasalahan karakter Kristiani dalam diri siswa Sekolah

Menengah Pertama terletak pada ketidakmampuan dan belum memahaminya aspek-

aspek yang ada dalam karakter Kristiani yaitu kasih, kejujuran, kedisiplinan dan

tanggungjawab. Hal itu dapat dideskripsikan sebagai berikut:

a. Kasih

Dari hasil statistik tabel 4.1, dapat dilihat bahwa prosentase rerata untuk aspek

kasih 40,50%. Prosentase tersebut merupakan hasil statistik yang rendah. Hal itu

memiliki arti bahwa siswa belum sepenuhnya mampu memahami dan menerapkan

makna kasih secara nyata di dalam hidupnya. Permasalahan itu muncul disebabkan

karena kurangnya keteladanan atau permodelan dalam keluarga dan sekolah, serta

kurangnya kesadaran dalam diri siswa akan pentingnya proses di dalam

pembelajaran.

Rendahnya karakter kasih dalam diri siswa juga dapat dilihat dari hasil dengan

menggunakan teknik Focus Discussion Group terutama responden yang berinisial J

mengungkapkan bahwa:

“Kasih merupakan sikap yang perlu dikembangkan, sebab denganmenerapkan kasih maka kita juga ikut membantu teman. Contohnya ketika adateman yang kesulitan ketika mengerjakan ulangan, maka sikap saya mencobamembantu dia agar bisa mengerjakan.”

Bagi guru Pendidikan Agama Kristen yang mengajar di SMPN 4 Surakarta,

rendahnya karakter Kasih dalam diri siswa disebabkan kurang pemahaman tentang

arti kasih yang sesungguhnya. Dari permasalahan tersebut siswa seringkali

memunculkan sikap kasih yang kurang tepat dan itu membuat makna dari kasih

menjadi kabur.

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

72

b. Kejujuran

Pada table 4.1 menyatakan bahwa prosentase rerata Karakter Kristiani aspek

kejujuran adalah 41,38%. Rendahnya karakter kristiani yaitu kejujuran

disebabkan karena belum pahamnya siswa akan kejujuran dan aplikasinya di

dalam kehidupan siswa.

Secara hasil kualitatif dengan teknik FGD yang dilakukan peneliti kepada

siswa yang berinisial K didapatkan hasil bahwa “kejujuran merupakan sikap yang

harus dilakukan. Tetapi dalam pelaksanaannya harus melihat situasi dan kondisi.

Jika tidak memungkinkan maka saya akan mencoba untuk tidak jujur. Semua

dilakukan untuk mencari aman.” Menurut guru yang mengajar disitu sikap jujur

belum mampu dimunculkan oleh siswa secara konsisten/terus-menerus. Masih

banyak siswa yang ketika ulangan membuka buku atau meminta jawaban kepada

teman. Sikap jujur dalam diri siswa belum sepenuhnya bisa diterapkan. Hal itu

terjadi karena kurang memahami manfaat dari hidup jujur dan belum memahami

aplikasi dari sikap jujur dalam hidup sehari-hari.

c. Kedisiplinan

Karakter disiplin belum mampu diterapkan dalam diri siswa. Hal itu dapat

terlihat dari table 4.1. Dari hasil statistik tersebut prosentase rerata32,25%. Hasil

di atas menunjukkan rendahnya karakter Kristiani yaitu kedisiplinan dalam diri

siswa. Hal itu disebabkan karena kurang adanya kesadaran akan pentingnya

kedisiplinan dalam siswa. Selain itu belum adanya pemahaman siswa akan makna

dari kedisiplinan.

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

73

Dari hasil dengan teknik FGD yang dilakukan terutama terhadap siswa

yang berinisial D, didapatkan bahwa kedisiplinan yang dilaksanakan di sekolah

belum mencapai pada tujuan yang diinginkan. Hal itu disebabkan karena belum

adanya kesadaran dalam diri siswa akan makna dan manfaat dari hidup disiplin.

Dari permasalahan yang ada itulah menyebabkan karakter kedisiplinan belum bisa

dilakukan secara baik.” Kedisiplinan belum secara menyeluruh diterapkan oleh

siswa. Masih ada siswa yang mencoba melanggar peraturan yang mereka

munculkan melalui sikap yang datang terlambat, tidak memakai seragam sesuai

aturan dan tidak masuk sekolah tanpa ijin. Hal itu berdasarkan hasil pengamatan

dari salah satu guru yang dirangkum oleh peneliti melalui wawancara.

d. Tanggungjawab

Berdasarkan hasil statistik, seperti yang ada padatable 4.1 yang

menjelaskan bahwa hasil prosentase rerata karakter tanggungjawab adalah

44,25%. Hasil statistik diatas menunjukkan rendahnya tanggungjawab dalam diri

siswa.

berdasarkan hasil kualitatif dengan teknik FGD yang dilakukan peneliti

terutama kepada siswa berinisial B didapatkan bahwa akhir-akhir ini rasa

tanggungjawab dalam diri siswa mengalami penurunan. Hal itu disebabkan karena

kurang adanya kesadaran akan pentingnya dari sikap tanggungjawab serta

ketidaktahuan akan manfaat dari tanggung jawab. Rendahnya tanggungjawab

dalam diri siswa disebabkan karena sikap siswa yang mulai acuh tak acuh

terhadap tugas yang diberikan serta kurangnya keteladanan dalam diri siswa.

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

74

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, peneliti

menginterpretasikan dan menganalisa dengan melihat secara obyektif di lapangan

sebagai berikut:

Permasalahan pemahaman tentang karakter Kristiani adalah akar dari masalah

yang ada. Munculnya permasalahan pemahaman akan Karakter Kristiani dalam diri

siswa disebabkan karena siswa belum memiliki pemahaman akan makna dan

penerapan karakter Kristiani dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya

permasalahan pemahaman tersebut, membuat siswa tidak mampu untuk memahami

karakter Kristiani secara tepat. Permasalahan pemahaman yang ada dalam diri

siswa itu disebabkan oleh karena beberapa faktor yaitu faktor internal dan

eksternal.

Satu, faktor internal itu meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan apa

yang ada dalam diri siswa itu sendiri. Faktor internal ini meliputi kondisi, fisik atau

psikis dari dari siswa yang mengalami perkembangan. Misalnya rasa malas,

keragu-raguan dalam diri siswa, ketidakmauan untuk berusaha, rasa acuh tak acuh

dan keterbatasan pengetahuan mereka akan sesuatu hal. Menurut Papalia dan Old

ada tiga aspek perkembangan yaitu perkembangan fisik, perkembangan kognitif

dan perkembangan kepribadian serta sosial.2 Dari perkembangan tersebut membuat

siswa SMP yang memasuki masa remaja sering mengalami permasalahan

pemahaman akan makna dan aplikasi dari karakter Kristiani.

Faktor kedua yaitu faktor eksternal. Faktor eksternal yang dimaksud di sini

adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor eksternal ini yang ikut

mempengaruhi disini seperti pergaulan siswa, lingkungan dan keluarga tempat

2http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

75

mereka tinggal, teman sebaya, pendidikan yang mereka terima baik pendidikan

formal maupun informal. Menurut Joseph bahwa sebagian besar remaja

menginginkan seseorang yang dapat dipercaya, seseorang yang dapat diajak bicara,

seorang yang dapat diandalkan.3 Faktor-faktor tersebut diatas ikut mempengaruhi

munculnya permasalahan pemahaman dalam diri siswa.

Permasalahan pemahaman ini juga disebabkan oleh psikologi dari siswa. Jika

dilihat secara psikologis siswa Sekolah Menengah Pertama masuk dalam masa

remaja. Dimana masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak

menuju kemasa dewasa, masa untuk mencari jati diri, dan ketidakstabilan dalam

emosinya. Dalam masa peralihan ini remaja termasuk di dalamnya siswa SMP

mengalami banyak pergejolakan dalam hatinya. Mereka banyak mengalami

pergejolakan baik secara psikisnya maupun secara fisiknya. Dari pergejolakan dan

keadaan secara psikologis inilah yang mempengaruhi dan menimbulkan adanya

permasalahan pemahaman akan Karakter Kristiani. Adapun karakter kristiani yang

mengalami permasalahan pemahaman meliputi:

a. Kasih

Karakter Kasih ini belum mampu dipahami dengan benar oleh siswa. Hal

itu disebabkan karena adanya permasalahan pemahaman dalam diri siswa.

Mereka menganggap bahwa kasih itu dapat diwujudkan dengan berbagai

cara. Hal itu berdampak pada sikap mereka yang seringkali memakai cara dan

jalan yang salah untuk mewujudkan kasih. Seperti membantu teman saat

ulangan, membantu teman memetik buah mangga tanpa ijin. Semua itu

mereka lakukan karena mereka ingin menunjukkan kasih kepada sesamanya.

3Elizabeth B. Hurlock.Psikologi Perkembangan. (Jakarta:Erlangga, 1980).Hal 215

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

76

Padahal cara yang mereka lakukan salah. Munculnya permasalahan

pemahaman tentang kasih juga disebabkan karena kurang adanya keteladanan

atau permodelan dari guru atau orang tua. Menurut Wina Sanjaya permodelan

adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh

yang dapat ditiru oleh setiap siswa.4 Sedangkan menurut Sanjaya, konsep

masyarakat belajar (learning comunity) dalam CTL hasil pembelajaran

diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain, teman, antar kelompok,

sumber lain dan bukan hanya guru.5 Melalui permodelan/keteladanan tersebut

dapat membantu siswa di dalam memahami makna kasih. Menurut Malcolm

Kasih Kristen memiliki arti yaitu:

”memberi diri kepada orang lain. Kasih berarti kesediaan untukmengorbankan diri sendiri untuk orang lain seperti Kristusmengorbankan diriNya untuk kita. Kasih Kristen diberikan tanpa pamrih,tidak menuntut balasan dan tidak berdasarkan keinginan untuk menerimasesuatu dari orang yang dikasihi.”6

Dari hasil statistik, FGD dan observasi yang ada maka penullis

menganalisa dan menginterpretasi bahwa rendahnya karakter Kristiani yaitu

Kasih disebabkan karena kurangnya pemahaman akan makna kasih,

keteladanan dalam diri siswa dan dalam proses pembelajaran kurang adanya

relasi dengan lingkungan. Sebuah pembelajaran tanpa adanya relasi dengan

lingkungan sekitar dan keteladanan dari pendidik maka siswa akan

mengalami kesulitan dalam memahami dan mengaplikasikan karakter

4 Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. (jkarat:Bumi Aksara,2009).Hal 267

5 Ibid. Hal 268

6 Malcolm Brown.Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-Faktor Didalamnya. (Jakarta:BPK GunungMulia,2006).Hal 205

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

77

Kristiani yaitu Kasih di dalam kehidupan mereka. Itulah wujud dari

permasalahan pemahaman dalam diri siswa berkaitan dengan Karakter

Kristiani yaitu Kasih.

b. Kejujuran

Karakter Kristiani kejujuran belum bisa diterapkan dengan benar. Karena

siswa belum mampu membedakan makna kejujuran dengan tepat. Hal itu

disebabkan karena adanya permasalahan pemahaman dalam diri siswa.

Mereka menganggap bahwa jika dalam hidup selalu menerapkan kejujuran

maka lama kelamaan tidak punya teman. Menurut Tesaurus Bahasa

Indonesia jujur berarti ”andal, benar, bersih, lurus. Sedangkan kejujuran

adalah integritas, kelurusan hari, ketulusan, kepolosan.”7 Secara Alkitabiah

jujur memiliki arti seperti yang tertulis dalam Matius 5:37 yaitu “Jika ya,

hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak. Apa

yang lebih daripada itu berasal dari si jahat”.8

Dari hasil statistik, teori dan FGD maka dapat disimpulkan bahwa

kejujuran merupakan sebuah integritas dan kebenaran yang membutuhkan

suatu keseimbangan antara apa yang dipikirkan, diucapkan dan dilakukan

sama. Untuk dapat meningkatkan karakter Kristiani yaitu kejujuran

dibutuhkan adanya sikap kritis dalam diri siswa. Tanpa adanya sikap kritis

dalam diri siswa yang diwujudkan dengan bertanya dan sikap ingin tahu,

maka makna dan aplikasi dari karakter kejujuran akan sulit untuk dipahami.

7 Eko Endarmoko.Tesaurus Bahasa Indonesia. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007).Hal 278

8 LAI.Alkitab.(Jakarta:LAI,2012).Hal 5

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

78

Dari argument itulah memberikan bukti bahwa masih terjadi permasalahan

pemahaman akan karakter Kristiani yaitu kejujuran.

c. Kedisplinan

Karakter Kristiani kedisiplinan belum bisa diterapkan dengan benar.

Siswa masih bersikap seenaknya sendiri dan masih ada siswa yang

menganggap bahwa sikap disiplin bisa diupayakan ketika mereka dewasa. Hal

itu disebabkan adanya permasalahan pemahaman dalam diri siswa. Mereka

menganggap bahwa hidup disiplin hanya dilakukan ketika ada guru yang

mengawasi saja. Menurut Suradinata, kedisiplinan pada dasarnya mencakup

pelajaran, patuh, taat, kesetiaan, hormat kepada ketentuan/peraturan/norma

yang berlaku.9

Berdasarkan hasil statistik, teori dan FGD maka dapat diambil

kesimpulan bahwa rendahnya karakter kedisiplinan disebabkan karena

kurangnya pemahaman siswa akan hakekat dan manfaat dari hidup disiplin.

Hal itu dapat dilihat dari sikap siswa yang masih seenaknya sendiri dalam

mengikuti pembelajaran, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, memakai

seragam sekolah tidak rapi, makan di dalam kelas dan sering tidak masuk

kelas. Sikap-sikap tersebut memberikan pemahaman bahwa karakter

kedisiplinan belum bisa dimengerti dalam hidup siswa. Dari argument itulah

memberikan bukti bahwa masih terjadi permasalahan pemahaman akan

karakter Kristiani yaitu kedisiplinan.

9Ermaya Suradinata.. Manajemen Sumber Daya Manusia.(Bandung: CV Ramadhan,1996).Hal 150

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

79

d. Tanggungjawab

Sikap tanggungjawab belum bisa dipahami oleh siswa secara benar. Hal

itu terjadi karena mereka menganggap bahwa tanggungjawab sesuatu hal yang

sulit dilakukan. Mereka juga memiliki anggapan bahwa tanggungjawab adalah

sikap yang tidak begitu penting dalam hidup mereka. Hal itu merupakan akibat

dari permasalahan pemahaman mereka akan makna dan pentingnya

tanggungjawab. Secara umum (KBBI) tanggungjawab adalah keadaan wajib

menanggung segala sesuatunya atau sikap mau menerima tugas dengan

segala konsekuensinya kemudian melakukannya dengan setia.10

Dari hal diatas maka peneliti menyimpulkan dan menganalisa bahwa

permasalahan pemahaman yang dialami oleh siswa mengakibatkan dan

menimbulkan sikap yang negatif dalam diri mereka. Permasalahan pemahaman

akan aspek-aspek karakter Kristiani juga membuat mereka menjadi siswa yang

berkepribadian yang negatif. Adapun sikap negatif yang sering dimunculkan

oleh siswa karena ketidak pahaman akan makna dan aplikasi dari karakter

yaitu sikap yang mudah menyerah, sering berkata kotor, berbohong kepada

orang tua atau guru, sering membolos, sering menolak jika mendapat tugas dan

terlambat dalam masuk kelas maupun mengumpulkan tugas. Sikap-sikap

tersebut membuktikan akibat dari permasalahan pemahaman tentang karakter

Kristiani dalam diri siswa.

10 Kelompok Kerja PAK-PGI.Cermin Remaja 3 Hidup yang Berubah.(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2011).Hal2

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

80

B. Hasil Penelitian, diskripsi dan analisa pelaksanaan model Contextual Teaching

Learning

Model CTL merupakan suatu model pembelajaran yang dapat diterapkan oleh

seorang pendidik dalam menyampaikan Pendidikan Agama Kristen kepada siswa.

Melalui model CTL ini, diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami dan

meningkatkan karakter di dalam diri siswa. Karakter yang ditekankan disini adalah

karakter Kristiani. Dalam melaksanakan model pembelajaran CTL dibutuhkan

kesiapkan, ketrampilan, inovasi dan kemampuan dari seorang pendidikan. Sebab

model pembelajaran CTL memiliki definisi seperti yang dipaparkan oleh Johnson,

Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan model yang dapat digunakan

untuk mengefektifkan dan menyukseskan pendidikan karakter di sekolah

sekaligus menciptakan suasana belajar yang lebih bermakna.11 Menurut Victor

CTL yaitu Contextual Teaching and Learning (CTL) is a concept that helps

teacher relate subject matter to real-world situations.12

Dalam pelaksanaannya, model pembelajaran CTL memiliki beberapa

komponen. Menurut Taniredja, ada tujuh komponen utama dalam model

pembelajaran CTL yaitu (1) kontruksivisme (constructivisme), (2) bertanya

(questioning), (3) menemukan (inquiry), (4) masyarakat belajar (learning

community), (5) permodelan (modeling), (6) refleksi dan (7) penilaian

sebenarnya.13 Menurut R. G. Berns and P. M. Erickson CTL adalah:

11 Johnson. E. Contextual Teaching & Learning. Bandung: Mizan, 2007). Hal 64

12 Victoria Voelker.Contextual Teaching and Learning a Primer for Effective.(USA:Phi Delta KappaEducational Foundation, 2002).Page 2

13 Taniredja, T, dkk. Model Model Pembelajaran Inovatif.(Bandung Alfabeta, 2011). Hal 49

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

81

“Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learningthat helps teachers relate subject matter content to real world situations; andotivates students to make connections between knowledge and its applicationsto their lives as family members, citizens, and workers; and engage in the hardwork that learning requires.”14

Dari penjelasan teori diatas, kemudian penulis mencoba untuk melihat

bagaimana pelaksanaan model pembelajaran CTLdi Sekolah Menengah Pertama

Negeri 4 Surakarta. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, maka

didapatkan hasil bahwa model pembelajaran Contextual Teaching Learning belum

maksimal dilakukan. Hal itu dapat dilihat dan dicermati dari aspek-aspek dalam

model pembelajaran CTL yang belum diperhatikan maupun dilakukan oleh

pendidik. Aspek model pembelajaran CTL tersebut adalah:

a. Konstruksivisme

Dalam Model pembelajaran CTL kontruksivisme merupakan salah satu

aspek yang memiliki peran penting. Melalui kontruksivisme ini, guru mengajak

siswa untuk mampu membangun pemahaman berdasarkan dari pengamatan dan

pengalaman yang mereka dapat dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Wakasek kurikulum, sebelum dilakukan sosialisasi dan

pembekalan kepada para guru akan kurikulum 2013 dengan model CTL maka

pelaksanaan model pembelajaran CTL dalam aspek kontruksivisme belum

sepenuhnya dilakukan oleh guru. Maksudnya disini bahwa aspek kontruksivisme

ini baru dilaksanakan oleh beberapa guru. Hal itu disebabkan karena keterbatasan

waktu yang ada serta kurang adanya kreatif dalam diri guru. Setelah dilakukan

14 R. G. Berns and P. M. Erickson, "Contextual Teaching and Learning: Preparing Students for the NewEconomy", The Highlight Zone: Research @ Work No. 5,2001. Retrieved June 8, 2007 from:http://www.nccte.org/publications/infosynthesis/highlightzone/highlight05/highlight05-CTL.pdf

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

82

sosialisasi, para guru sudah memiliki pandangan yang jelas sehingga mereka dapat

mengaplikasikan aspek ini dalam proses pembelajaran yang berlangsung.

b. Menemukan

Aspek menemukan merupakan aspek kedua dalam model pembelajaran

CTL. Menurut Wakasek kurikulum aspek menemukan ini sangat mendukung

dalam membantu anak untuk mengasah otak dan pribadi mereka. Melalui aspek

menemukan ini anak diajak untuk tidak selalu menerima materi dari pengulasan

yang diberikan guru, melainkan mereka diajak untuk menggali dari kehidupan

mereka masing-masing. Hal itu dimaksud untuk mengajak siswa berfikir kritis

terhadap segala sesuatu.

Dari hasil observasi dan wawancara yang ada maka dapat diinterpretasikan

bahwa model pembelajaran CTL setelah diterapkan dalam Pendidikan Agama

Kristen dapat membantu siswa untuk menggali dan mencari pengetahuan melalui

pergaulan dan ketrampilan yang siswa miliki. Dengan kata lain bahwa aspek

menemukan dalam model pembelajaran ini membantu siswa dalam berkreasi dan

berelasi. Melalui aspek ini siswa menjadi aktif, sebab pembelajaran tidak berfokus

kepada guru saja. Siswa juga diajak untuk bisa mengembangkan talenta yang ada

dalam diri mereka sehingga dapat membantu dalam meningkatkan karakter

Kristiani yang ada dalam dirinya

c. Bertanya

Dalam pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, aspek bertanya sudah

diterapkan dalam proses pembalajaran Pendidikan Agama Kristen. Hal itu terlihat

pada gambar 3.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

83

Gambar 3. Keadaan siswa ketika mengikuti Pendidikan Agama Kristen

Keterangan Gambar:Pada gambar diatas dapat dideskripsikan bahwa ada salah satu siswa yangmeminta informasi karena ada materi yang belum dia pahami.

Dari hal diatas, maka aspek bertanya juga berperan dalam pelaksanaan model

pembelajaran CTL. Melalui aspek ini anak menjadi lebih paham akan materi yang

belum mereka pahami. Hal ini dapat dikatakan bahwa model pembelajaran CTL

setelah diterapkan dalam Pendidikan Agama Kristen dapat mengasah pikiran

siswa dan mengajak siswa untuk mampu bersikap kritis terhadap sesuatu hal.

Sehingga dengan sikap kritis dan rasa ingin tau yang tinggi dapat membantu siswa

dalam mengembangkan dirinya secara utuh.

d. Proses Belajar

Proses belajar merupakan aspek dari model pembelajaran CTL. Dimana

dalam proses belajar ini mengajak siswa untuk memiliki kemampuan dan

ketrampilan didalam menggabungkan antara pengetahuan dan pengalaman yang

ada. Dalam proses belajar ini, anak diminta untuk kreatif, kritis dan peka terhadap

lingkungan sekitar mereka. Selain itu guru memiliki peran sebagai fasilitator atau

tempat konsultasi ketika siswa mengalami kesulitan. Aspek proses belajar ini

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

84

sudah diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di SMP Negeri

4 Surakarta. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 4. dibawah ini:

Gambar 4. Sosiodrama kelas 7A dalam Pembelajaran pendidikan Agama Kristen

Keterangan Gambar: merupakan pelaksanaan sosiodrama dalam prosespembelajaran Pendidikan Agama Kristen dengan tujuan untukmengkontestualisasikan materi kedalam kehidupan sehari-hari.

Dalam hal ini melalui sosidrama yang dilakukan oleh siswa, maka mereka

mampu untuk memahami materi yang mereka terima. Melalui sosidrama ini,

siswa diajak untuk bisa mengembakan kreativitas, keberanian, tanggungjawab dan

percaya diri sehingga semuanya ini dapat membantu siswa dalam meningkatkan

karakter Kristiani yang ada dalam dirinya.

e. Permodelan

Permodelan atau teladan dibutuhkan dalam meningkatkan karakter Kristiani

siswa Sekolah Menengah Pertama. Melalui permodelan atau teladan ini, dapat

membantu siswa dalam mengaplikasikan sebuah karakter kristiani dalam hidup

mereka. Hal itu sudah dilaksanakan oleh guru-guru yang ada di SMPN 4

Surakarta. Menurut guru Pendidikan Agama Kristen, permodelan atau teladan

merupakan hal yang penting dalam membantu siswa untuk mengembangkan dan

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

85

meningkatkan karakternya. Melalui permodelan tersebut para guru bisa

memberikan contoh yang baik, karakter kristiani untuk bisa diterapkan dalam

hidup para siswa. Seperti ada pepatah yang mengatakan “guru iku digugu lan

ditiru.” Mengacu dari hal itu maka sebagai seorang guru harus mampu menjadi

teladan dan permodelan bagi para siswa. Dengan cara itulah maka dapat

membantu siswa dalam meningkatkan dan mengembangkan karakter mereka

terkhusus karakter Kristiani.

f. Refleksi

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan

cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang

telah dilaluinya. Dalam proses pembelajaran dengan CTL, setiap akhir proses

pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau

mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.

Hal ini dapat dikatakan bahwa model pembelajaran CTL setelah diterapkan

dalam Pendidikan Agama Kristen dapat membantu anak dalam merefleksi materi

yang mereka terima dalam kehidupan mereka masing-masing. Sehingga melalui

itu siswa dapat menemukan jati dirinya dengan tepat.

g. Penilaian Nyata

Dalam pelaksanaan model pembelajaran CTL seorang pendidik memberikan

nilai bukan hanya berdasarkan nilai akhir ketika ulangan melainkan juga harus

memperhatikan sikap dan perilaku siswa ketika mengikuti pembelajaran. Jadi

dalam hal ini penilaian nyata dilakukan bukan berdasar dari kedekatan siswa

dengan guru atau hanya berdasar pada hasil test saja melainkan berdasarkan pada

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

86

keseluruhan kehidupan dan proses yang dilakukan oleh siswa ketika mereka

menerima pelajaran dan ketika mereka berelasi dengan sesama.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, peneliti

menginterpretasikan dan menganalisa dengan melihat secara obyektif di lapangan

sebagai berikut:

Model Pembelajaran CTL adalam model pembelajaran yang diterapkan

dengan cara menggabungkan materi yang ada dengan keadaan dan lingkungan

sekitar. Melalui model pembelajaran CTL membantu siswa dan guru untuk

bersikap kritis dan mampu untuk mengkaitkan antara materi yang mereka terima

dengan lingkungan sekitar. Pada model pembelajaran ini juga membantu di dalam

menangani permasalahan pemahaman dalam diri siswa. Dalam model

pembelajaran CTL terdapat beberapa aspek di dalamnya yaitu:

a. Konstruksivisme

Aspek dalam model pembelajaran CTL yang membangun dan menyusun

pengetahuan baru dengan cara mengajak siswa untuk kreatif, inovatif dan

aktif. Dalam memahami suatu materi tidak hanya dengan cara menghafal saja

melainkan siswa diajak untuk bisa mengkonstruksikan dengan pengalaman

yang ada dalam hidup dan dirinya. Menurut Sanjaya konstruksivisme adalah

proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif

siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruksivisme, pengetahuan itu

memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi dari dalam diri seseorang.15

Berdasarkan data dan teori yang ada maka penulis dapat

menginterpretasikan melalui pembahasan bahwa model pembelajaran CTL

15 Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. (jkarat:Bumi Aksara,2009) Hal 264

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

87

setelah diterapkan dalam Pendidikan Agama Kristen dapat membantu siswa

dalam menghubungkan antara pengalaman pribadinya dengan materi yang dia

terima. Dengan kata lain bahwa aspek kontruksivisme dalam model

pembelajaran ini membantu siswa. Misalnya dalam pembelajaran Pendidikan

Agama Kristen siswa diajak melakukan pengamatan diluar kelas. Setelah

mengadakan pengamatan siswa diminta untuk menganalisis hasil pengamatan

tersebut dan menuliskan di buku mereka. Dari model pembelajaran itu dapat

membantu siswa untuk membangun sebuah pengetahuan dengan berdasar

pada pengalaman yang ada. Contohnya ketika pada materi pertobatan siswa

diminta untuk menceritakan pengalaman yang pernah mereka alami, kemudian

di tuliskan diselembar kertas. Hal ini bertujuan untuk melatih siswa dalam

ketrampilan mereka untuk menggabungkan materi dengan pengalaman

mereka.

b. Menemukan

Menemukan merupakan suatu proses pembelajaran yang mengajak siswa

untuk bisa kritis di dalam menghadapi sesuatu hal. Menurut Sanjaya Inquiry

adalah “proses pembelajaran yang didasarkan dari pencarian dan penemuan

melalui proses berfikir secara sistematis dan dilakukan melalui beberapa

langkah yaitu merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan

data, menguji hipotesis dan membuat kesimpulan.”16

Dalam aspek ini, siswa diajak untuk memiliki kemampuan menemukan

pemahaman, makna dari pengetahuan atau materi yang mereka terima. Melalui

aspek ini mengajak siswa untuk bisa meningkatkan ketrampilan dalam

16 Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. (Jakarata:Bumi Aksara,2009).Hal 265

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

88

mengelola pengetahuan yang mereka dapat berdasarkan fakta yang ada di

lingkungan. Contohnya siswa diminta melakukan pengamatan dilingkungan

mereka berada berkaitan dengan sikap hidup orang yang mengasihi.

Mengasihi disini bisa dengan saudara, teman atau orang tua. Kemudian hal itu

ditulis dibuku untuk dipresentasikan.

c. Bertanya

Aspek bertanya merupakan aspek yang mengajak dan mengasah daya

pikir siswa dalam menanggapi sesuatu hal yang mereka jumpai dalam

kehidupan sehari-hari. Menurut Mulyasa ada 6 ketrampilan bertanya dalam

kegiatan pembelajaran yaitu pertanyaan yang jelas dan singkat, memberi

acuan, memusatkan perhatian, member giliran dan menyebarkan pertanyaan,

pemberian kesempatan berfikir, dan pemberian tuntunan.17 Melalui aspek ini

mengajak siswa untuk mampu berfikir lebih mendalam akan sesuatu hal yang

telah mereka terima, sehingga mereka bisa mempertanggungjawabkannya.

Misalnya ketika guru menjelaskan suatu materi kemudian ada salah satu siswa

yang bertanya. Hal itu menunjukkan bahwa ada rasa ingin tahu dalam diri

siswa yang dimunculkan melalui sikap yang mau bertanya.

d. Masyarakat belajar

Model pembelajaran Contextual Teaching Learning mengajak siswa

dan pendidik untuk bisa menghubungkan dan menjalin relasi dengan

masyarakat sekitar. Dengan kata lain bahwa tujuan dari Pendidikan Agama

Kristen dapat tercapai, jika dalam proses belajar mengajar siswa mampu

17 Enco Mulyasa. Menjadi Guru Profesional. (Bandung:Rosda Karya,2009).Hal 70

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

89

menghubungkan serta menerapkan ilmunya di dalam kehidupan mereka.

Menurut Muslich konsep masyarakat belajar dalam CTL adalah:

“hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan oranglain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharingantar teman, antar kelompok, dan antar yang tahu kepada yang tidaktahu, baik di dalam maupun di luar kelas.”18

Contohya guru memberikan sebuah study kasus kepada siswa secara

tentang masyarakat majemuk, kemudian siswa diminta untuk memberikan

solusi terhadap kasus yang mereka terima dengan membahasnya secara

berkelompok. Melalui relasi yang dijalin tersebut, maka dapat membantu

siswa untuk memunculkan dan meningkatkan karakter Kristiani dalam semua

aspek kehidupan mereka.

e. Permodelan

Dalam model pembelajaran CTL, permodelan memiliki peran yang

penting dalam proses pembelajaran. Menurut Wina Sanjaya, permodelan

adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh

yang dapat ditiru oleh setiap siswa.19 Melalui permodelan ini mengajak siswa

untuk mampu memahami lebih nyata akan suatu materi pembelajaran yang

mereka terima. Aspek permodelan ini membantu siswa bisa memahami

sesuatu hal secara nyata. Pemodelan dapat diwujudkan melalui demonstrasi,

pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Guru memberi model

tentang bagaimana cara belajar. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan

18 Mansur Muslich. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. (Jakarta:BumiAksara,2009). Hal 46

19 Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. (Jakarata:Bumi Aksara,2009) Hal 267

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

90

satu-satunya model, akan tetapi model dapat dirancang dengan melibatkan

siswa atau juga dapat dari luar

f. Refleksi

Aspek refleksi membantu siswa di dalam merenungkan materi

pembelajaran yang telah mereka terima. Menurut Wina Sanjaya, refleksi

adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara

mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang

telah dilaluinya. Dalam proses pembelajaran dengan CTL, setiap akhir proses

pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung

atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.20 Melalui refleksi ini

mengajak siswa untuk mampu menilai diri mereka sendiri yang kemudian

digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki diri mereka sendiri.

g. Penilaian Nyata

Penilaian nyata disini merupaka aspek dalam CTL yang berfungsi untuk

memberikan apresiasi berupa nilai kepada siswa yang mampu memahami

dan melakukan apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran. Menurut

Muslich penilaian autentik adalah:

“proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaranatau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaranperkembangan pengalaman belajar siswa perlu diketahui oleh guru setiap saatagar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yangbenar.”21

20 Ibid. hal 268

21 Mansur Muslich. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. (Jakarta:BumiAksara,2009). Hal 47

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

91

Penilaian nyata disini tidak hanya berupa nilai ketika mereka mengikuti test

melainkan juga dapat melalui nilai ketika mereka bersikap dalam mengikuti

pembelajaran.

C. Hasil Penelitian, diskripsi dan analisa keefektifan model pembelajaran CTL

melalui Pendidikan Agama Kristen untuk meningkatkan karakter Kristiani

Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Surakarta

Pada hakekatnya, model pembelajaran CTL efektif untuk meningkatkan

karakter siswa Sekolah Menengah Pertama. Dalam model pembelajaran ini siswa

tidak hanya diasah pengetahuannya saja, melainkan juga diajak untuk bisa

mengkombinasikan dan menghubungkan antara pengalaman pribadi, ketrampilan

yang dimiliki, pergaulan mereka dengan materi yang diterima ketika mengikuti

pembelajaran. Dengan dilaksanakannya dan diterapkannya model pembelajaran

CTL ini, maka siswa dapat lebih mudah memahami, menerima dan melakukan apa

yang menjadi tujuan dari Pendidikan Agama Kristen yang mereka terima. Selain itu

juga efektif untuk meningkatkan karakter Kristiani siswa Sekolah Menengah

Pertama, menjadi lebih baik.

Sebelum dilakukan pengujian statistik perbedaan peningkatan pretest-posttest

model pembelajaran CTL efektif meningkatkan Karakter Kristiani perlu dipenuhi

syarat normalitas, homogenitas data dan uji beda dua rata-rata yang kemudian

dediskripsikan sebagai berikut:

a. Uji Normalitas Data Pretest-Posttest

Adapun rumusan hipotesis pengujian normalitas data sebagai berikut.

Ho: Data berdistribusi normal model pembelajaran CTL untuk meningkatkan

Karakter Kristiani

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

92

H1 : Data tidak berdistribusi normal pembelajaran CTL untuk meningkatkan

Karakter Kristiani.

Dengan menggunakan α = 0,05 (5%), Ho diterima jika α< (nilai sig) dan

sebaliknya jika α> (nilai sig) maka H1 diterima.

Tabel 4.2Uji Normalitas Data Pretest-Posttest Model Pembelajaran CTL untuk

meningkatkan Karakter Kristiani

No ASPEK Kolmogorov-

SmirnovShapiro-Wilk

Keputusan

Signifikan Signifikan

1 KasihPretest 0,200 0, 474 Normal

Posttest 0, 200 0, 220 Normal

2 KejujuranPretest 0,200 0, 267 Normal

Posttest 0, 058 0, 075 Normal

3 KedisiplinanPretest 0,200 0, 143 Normal

Posttest 0, 200 0, 512 Normal

4 TanggungjawabPretest 0, 073 0, 220 Normal

Posttest 0, 200 0, 306 Normal

Tabel 4.2 memperlihatkan data berdistribusi secara normal untuk data pretest-posttest model pembelajaran CTL untuk meningkatkan Karkater Kristiani yangmeliputi kejujuran, kasih, kedisiplinan, tanggungjawab.

Hal ini ditunjukan dengan semua nilai signifikan lebih besar dari 0,05 baik dengan

uji Kolmogorov-Smirnov maupun Shapiro-Wilk, sehingga dibuat keputusan

menerima Ho dan menolak H1 yang berarti data berdistribusi normal.

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

93

b. Uji Homogenitas DataPretest-Posttest

Untuk menguji homogenitas data didefinisikan hipotesis sebagai berikut:

Ho : Data memiliki varians sama (homogen) model pembelajaran CTL dan Karakter

Kristiani.

H1 : Data tidak memiliki varians sama (tidak homogen) model pembelajaran CTL dan

Karakter Kristiani.

Dengan menggunakan α = 0,05 (5%), Ho diterima jika α< (nilai sig) dan

sebaliknya jika α> (nilai sig) maka H1 diterima.

Tabel 4.3Uji Homogenitas DataPretest-Posttest Model Pembelajaran CTLuntuk

meningkatkan karakter Kristiani

No Perkembangan &

Dimensi Spiritual

Kelompok Levene

statisticSignifikan

Keputusan

1 Kasih Pre Test-post test 0,135 0,715 Homogen

2 Kejujuran Pre Test-post test 0,798 0,456 Homogen

3 Kedisiplinan Pre Test-post test 2,108 0,133 Homogen

4 Tanggungjawab Pre Test-post test 0,386 0,682 Homogen

Tabel 4.3 memperlihatkan semua data hasil pengujian homogen, pada modelpembelajaran CTLuntuk meningkatkan karakter Kristiani, yaitu Kasih, kejujuran,kedisiplinan dan tanggungjawab.

Hal ini ditunjukan dengan nilai signifikan (Levene Sig) lebih besar dari 0,05,

sehingga dibuat keputusan menerima Ho dan menolak H1 yang berarti data

memiliki varians yang sama (homogen).

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

94

c. Peningkatan Uji beda Dua Rata-Rata Pretest-Posttest pada model pembelajaran

CTL untuk meningkatkan Karakter Kristiani

Penggunaan uji beda dua rata-rata dilakukan untuk membandingkan apakah ada

perbedaan peningkatan karakter Kristiani dengan model pembelajaran CTL.

Ho :Tidak terdapat perbedaan peningkatan karakter Kristiani dengan model

pembelajaran CTL.

H1: Ada perbedaan peningkatan karakter Kristiani dengan model pembelajaran

CTL

Adapun kriteria pengujian adalah, jika α< (nilai sig) maka Ho diterima dan

sebaliknya jika α> (nilai sig) maka H1diterima.

Berikut ini disajikan hasil uji beda dua rata-rata (paired sample test), yang dapat

dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini:

Tabel 4.4Rekapitulasi Hasil Ujibeda Dua Rata-RataPretest-Posttest peningkatan karakter

Kristiani dengan model pembelajaran CTLNo Perkembangan &

Dimensi SpiritualKelompok

Mean dfThitung

Ttabel

Sig(2-

tailed)1 Kasih Pre Test- Post Test 1,420 49 11,685 1,684 0,000

2 Kejujuran Pre Test- Post Test 4,280 49 26,614 1,684 0,000

3 Kedisiplinan Pre Test- Post Test 2,600 49 17,513 1,684 0,000

4 Tanggungjawab Pre Test- Post Test 1,580 49 14,732 1,684 0,000

Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa pre-post untuk permasalahan peningkatanKarakter Kristiani yang meliputi Kasih, kejujuran, kedisiplinan dantanggungjawab, nilai thitung> ttabel atau dilihat nilai α = 0,05> sig (0,000), berartimenerima H1 dan menolak Ho.

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

95

Dengan itu, ada perbedaan peningkatan karakter Kristiani pada penerapan model

pembelajaran CTL. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Kasih. Dalam table 4.7 memperlihatkan nilai thitung (11,685)> ttabel (1,684) atau dilihat nilai

α = 0,05> sig (0,000), berarti menerima H1 dan menolak Ho. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa model pembelajaran CTL dapat meningkatkan karakter

Kristiani yaitu kasih.

2) Kejujuran. Pada poin kejujuran ini, memperlihatkan nilai-nilai thitung (26,614) > ttabel

(1,684) atau dilihat nilai α = 0,05> sig (0,000), berarti menerima H1 dan menolak Ho.

Dengan demikian, karakter Kristiani yaitu kejujuran dapat ditingkatkan melalui

model pembelajaran CTL.

3) Kedisiplinan. Hasil pre-post pada point kedisiplinanyang ditampilkan dalam table

4.7 memperlihatkan nilai thitung (17,513)> ttabel (1,684) atau dilihat nilai α = 0,05> sig

(0,000), berarti menerima H1 dan menolak Ho. Hal ini menunjukkan bahwa

penerapan model pembelajaran CTL dapat meningkatkan karakter Kristiani dalam

hal kedisiplinan.

4) Tanggungjawab. Nilai tanggungjawab pada table 4.7 memperlihatkan nilai thitung

(14,735)> ttabel (1,684) atau dilihat nilai α = 0,05> sig (0,000), berarti menerima H1 dan

menolak Ho. Hal tersebut mengindikasikan bahwa model pembelajaran CTLefektif

untuk meningkatkan karakter siswa dalam hal tanggungjawab.

Berdasarkan hasil uji normalitas, homogenitas dan uji du rata-rata maka pada point

berikutnya akan dibahas perbedaan peningkatan Pretest-Posttest pelaksanaan model

pembelajaran Contextual Teaching Learning untuk meningkatkan Karakter Kristiani

siswa SMPN 4 Surakarta. Perbedaan peningkatan tersebut digambarkan melalui tabel

4.5 sebagai berikut:

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

96

Tabel 4.5

Karakter Kristiani dalam diri siswa Sekolah Menengah Pertama berdasar hasil pre test dan post test

No ASPEK INDIKATOR PRESENTASEPRE TEST

REKAPITULASIRERATA

PRESENTASEPOST TEST

REKAPITULASIRERATA

1 Kasih penerapan kasih dalam hidupsiswa

40,00 Kasih

40,55 %

81,50 Kasih

80,25 %41,00 79,00

2. Kejujuran perilaku yang jujur ketikamelaksanakan kewajiban,

45,00 Kejujuran

41,38 %

82,00 Kejujuran

88,38 %34,50 85,50

41,00 86,00

44,50 80,00

3 Kedisiplinan ketaatan terhadap tata tertibyang ada

38,00 Kedisiplinan

32,25%

75,00 Kedisiplinan

81,50%32,50 88,00

4 Tanggung Jawab sikap maupun perilakutanggungjawab ketikamenjalankan tugas dari guru

46,00Tanggungjawab

44,25 %

87,50 Tanggungjawab

85,50 %42,50

83,50

KASIH = 40,55 % KASIH = 80,25 %KEJUJURAN = 41,38 % KEJUJURAN = 88,38 %

KEDISIPLINAN = 32,25 % KEDISIPLINAN = 81,50 %TANGGUNGJAWAB = 44,25 % TANGGUNGJAWAB = 85,50 %

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

97

Dari data tabel tersebut, permasalahan karakter Kristiani dalam diri siswa Sekolah

Menengah Pertama terletak pada ketidakmampuan dan belum memahaminya aspek-aspek yang

ada dalam karakter Kristiani yaitu kasih, kejujuran, kedisiplinan dan tanggungjawab. Hal itu

dapat dideskripsikan sebagai berikut:

a. Kasih

Pada hasil statistik tabel 4.5, menunjukkan peningkatan dalam diri siswa yaitu

semula presentase rerata 40,55% menjadi 80,25%. Secara hasil kualitatif dengan teknik

FGD yang dilakukan oleh peneliti terutama terhadap siswa yang berinisial J diperoleh hasil

bahwa:

“melalui model pembelajaran CTL yang diterapkan dalam Pendidikan AgamaKristen membuat mereka dapat memahami materi yang disampaikan oleh guru termasuk didalamnya makna dari kasih. Melalui model pembelajaran CTL saya lebih suka karenadapat mengkaitkan dengan kehidupan sehari-hari.”

Jika dilihat dari nilai thitung (11,685) > ttabel (1,684) atau dilihat nilai α = 0,05 > sig (0,000),

maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa melalui model pembelajaran CTL

membawa siswa mampu mewujudkan sikap kasih kepada Allah melalui berbuat baik

kepada sesamanya. Kasih yang dijadikan dasar adalah kasih agape, kasih yang tulus dan

tanpa pamrih. Hal itu memiliki arti bahwa melalui aspek yang ada dalam model

pembelajaran CTL yaitu keteladanan mampu membantu siswa untuk memahami,

mewujudkan karakter Kristiani yaitu Kasih.

Mengacu dari hasil penelitian di atas maka penulis menginterpretasikan bahwa

Karakter Kristiani yaitu Kasih mengalami peningkatan dikarenakan, pelaksanaan dan

penerapan model pembelajaran CTL dalam Pendidikan Agama Kristen. Hal itu

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

98

memberikan bukti bahwa model pembelajaran CTL melalui aspek permodelan mampu

membantu anak dalam memahami makna dan mewujudkan sikap kasih dalam hidup

mereka. Sikap dan wujud dari Kasih itu misalnya mengampuni orang yang pernah

menyakiti kita, peduli kepada sesama yang menderita, tidak membedakan dalam keluarga.

b. Kejujuran

Penerapan model pembelajaran CTL memberi manfaat bagi pembentukan karakter

Kristiani siswa Sekolah Menegah Pertama. Hal itu dapat dilihat pada tabel 4.5 yang

menyatakan bahwa sebelum diterapkannya model pembelajaran CTL aspek kejujuran

dalam Karakter Kristiani belum sepenuhnya bisa dipahami dan dilakukan oleh siswa. Hal

itu dapat terlihat dari hasil statistik yang semula 41,38% menjadi 88,38%. Dari hasil

statistik menunjukkanadanya peningkatan secara signifikan antara sebelum diterapkannya

CTL dengan sesudah diterapkannya CTL. Secara kualitatif dengan teknik FGD yang telah

dilaksanakan oleh peneliti terhadap siswa beinisial D di dapatkan hasil bahwa:

“kejujuran merupakan hal yang harus diupayakan dalam diri siswa. Sebab tanpaadanya kejujuran dalam diri siswa, maka dapat dijamin hidup mereka akan dihantui olehrasa bersalah serta ketakutan. Melalui model pembelajaran CTL ini saya merasa senang danenak dalam menerima pembelajaran, karena disitu saya bisa menggabungkan antarapengalaman saya dengan materi yang saya dapat.”

Pada hasil nilai thitung (26,614) > ttabel (1,684) atau dilihat nilai α = 0,05> sig (0,000).

Maksudnya disini adalah melalui model pembelajaran CTL membawa siswa bisa

memahami kejujuran dengan cara yang benar. Dari hasil penelitian dan FGD maka penulis

menginterpretasikan bahwa melalui penerapan model pembelajaran CTLsiswa mampu

memahami kejujuran dan mengaplikasikan dalam hidup mereka yaitu melalui sikap hidup

yang tidak mencontek ketika ulangan, membayarkan uang SPP serta berani berkata “ya”

jika itu memang benar dan “tidak” jika itu memang bukan suatu kebenaran.

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

99

c. Kedisiplinan

Pada tabel 4.5 dideskripsikan adanya peningkatan dalam diri siswa berkaitan

dengan pelaksanaan dan penerapan model pembelajaran CTL. Hal itu bisa dilihat dari hasil

statistik bahwa dari hasil semula 32,25% menjadi 81,50%. Dari hasil wawancara

menunjukkan bahwa sikap kedisiplinan mengalami peningkatan. Hal itu disebabkan karena

siswa telah memahami dengan benar makna dari kedisiplinan. Karakter kedisiplinan dalam

diri siswa mampu membawa siswa kepada pribadi yang berkarakter serta membantu

mereka dalam mencapai kesuksesan.

Dilihat nilai thitung (17,513)> ttabel (1,684) atau dilihat nilai α = 0,05> sig (0,000). Dari

hasil diatas maka dapat diartikan bahwa penerapan model pembelajaran CTL efektif dalam

meningkatkan karakter Kristiani siswa. Hasil kualitatif dengan teknik FGD yang dilakukan

peneliti terhadap siswa berinisial K menyatakan bahwa:

“saya suka dengan pelaksanaan model CTL ini, karena bisa membantu saya untuklebih berfikir semestinya. Artinya saya bisa melihat contoh-contoh nyata dalam hidup yangkemudian dikaitkan dengan materi yang ada. Jadi saya tahu apa yang benar dan salah, apayang harus dilakukan dan dihindari.”

Dari hasil statistik, wawancara dan teori maka penulis menginterpretasikan bahwa

melalui model pembelajaran CTL efektif dalam meningkatkan karakter Kristiani siswa

SMPN 4 Surakarta. Karakter Kristiani disini yaitu kedisiplinan. Kedisiplinan disini dapat

mengacu pada kedisiplinan secara fisik maupun rohani. Kedisiplinan fisik misalnya

memakai seragam sesuai aturan, masuk kelas tepat waktu, mengumpulkan tugas sesuai

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

100

deadline yang diberikan. Kedisiplinan rohani misalnya mampu mengatur waktu untuk

melakukan saat teduh, doa keluarga dan persekutuan.

d. Tanggungjawab

Hasil statistik pada tabel 4.5 menjelaskan bahwa ada peningkatan hasil semula

44,25% menjadi 85,50%. Menurut hasil dengan teknik FGD yang dilakukan peneliti

terhadap siswa berinisial B didapatkan bahwa:

“akhir-akhir ini rasa tanggungjawab dalam diri kami mengalami peningkatan. Halitu disebabkan karena kami sudah memahami makna dan aplikasi yang tepat tentangtanggungjawab.Melalui model CTL ini membuat saya merasa nyaman dan enjoy dalammengikuti Pendidikan Agama Kristen, sebab model CTL ini kreatif dan nyata dalam hidupsehari-hari.”

Dari hasil uji normalitas, homogenitas dan uji dua rata-rata di dapatkan hasil nilai

thitung (14,735)> ttabel (1,684) atau dilihat nilai α = 0,05> sig (0,000). Hal ini membutikan bahwa

melalui model pembelajaran CTLmampu mengajak siswa mewujudkan tanggungjawab

dalam melaksanakan tugas. Keefektivan model pembelajaran CTL bagi peningkatan

karakter Kristiani yaitu tangggungjawab dapat dilihat dari gambar 5.

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

101

Gambar 5. Kegiatan ibadah pagi

Keterangan gambar: menjelaskan tentang tanggungjawab yang diterapkan siswadalam memimpin pujian ketika Ibadah pagi, yang diikuti oleh semua siswa yangberagama Kristen pada setiap hari.

Tanggungjawab siswa mampu dimunculkan ketika mereka menerima tugas untuk

memimpin pujian. Mereka melaksanankan dengan penuh kesungguhan hati dan tidak

menggerutu. Sikap tanggungjawab itu muncul karena siswa sudah memahami akan makna

dan manfaat dari tanggungjawab bagi hidup mereka.

Dari data diatas, maka penulis menginterpretasikan bahwa model pembelajaran CTL

mampu meningkatkan Karakter Kristiani yaitu tanggungjawab. Melalui model pembelajaran

CTL siswa mampu memahami makna dari tanggungjawab dan aplikasinya dalam kehidupan

sehari-hari. Misalnya ketika diberi tugas memimpin pujian, membawakan renungan dapat

dilaksanakan dengan baik dan tidak menggerutu.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, peneliti menginterpretasikan dan

menganalisa dengan melihat secara obyektif di lapangan sebagai berikut:

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

102

Dari hasil penelitian baik secara kuantitatif maupun kualitatif maka peneliti

menganalisa bahwa ketika model pembelajaran CTL ini diterapkan secara efektif maka

dapat meningkatkan karakter Kristiani siswa SMPN 4 Surakarta. Keefektifan tersebut

terlihat dari sikap siswa dalam memaknai dan melakukan karakter Kristiani dalam hidup

mereka. Hal ini berarti bahwa model pembelajaran CTL dapat diterima siswa dan membuat

siswa lebih mengerti akan materi pembelajaran yang mereka terima sehingga mereka dapat

mengaplikasikan di dalam hidupnya. Melalui model pembelajaran CTL ini juga membantu

siswa dalam mengatasi permasalahan pemahaman akan makna dan aplikasi dari karakter

Kristiani.

Sebelum dilaksanakan dan diterapkannya model pembelajaran CTL ini masih banyak

siswa yang mengalami permasalahan pemahaman akan makna dan aplikasi dari karakter

Kristiani. Hal itu dimunculkan dengan sikap dan perilaku siswa yang masih sering

melanggar aturan dan norma yang ada. Pelanggaran yang sering dilakukan oleh misalnya

mencontek ketika ulangan, membolos sekolah, menolak ketika diberi tugas memimpin

pujian, berkata kotor, membantu siswa ketika ulangan dan tidak mengikuti pelajaran dengan

baik. Siswa mengalami permasalahan pemahaman karena mereka masih mengalami

kebingungan dan tidak tahu isi dari materi yang mereka terima. Dari permasalahan tersebut

maka peneliti, melakukan penelitian terhadap model pembelajaran CTL. Dengan penerapan

dan pelaksanaan model pembelajaran CTL yang terdiri dari 7 aspek yaitu kontruksivisme,

menemukan, bertanya, masyarakat belajar, permodelan, dan penilaian nyata ternyata efektif

dalam meningkatkan karakter Kristiani siswa SMPN 4 Surakarta. Hal itu dapat dilihat

melalui hasil statistik yang menunjukkan peningkatan serta hasil FGD terhadap siswa yang

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS dan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12373/4/T2_752013006_BAB IV... · Selain itu, karakter juga memiliki sumbangsih bagi

103

menyatakan bahwa mereka senang dan nyaman dengan model pembelajaran CTl. Mereka

juga bisa lebih nyata dalam memahami materi pelajaran yang mereka terima.

Keefektivan model pembelajaran CTL juga dapat dilihat dari hasil obeservasi yang

menyatakan bahwa melalui model pembelajaran ini sikap dan perilaku siswa mengalami

peningkatan. Perubahan dan peningkatan sikap serta perilaku siswa dapat dimunculkan

melalui sikap yang bersedia menerima tugas dari guru yaitu untuk memimpin pujian dapat

dilakukan dengan kesungguhan hati, mengumpulkan tugas tepat waktu, mengikuti proses

pembelajaran pendidikan Agama Kristen dengan tertib, mengikuti ibadah pagi secara rutin,

serta tidak berkata kotor kepada teman.

Sikap-sikap diatas membuktikan bahwa mereka sudah bisa membedakan manakah hal

yang harus dilakukan dan dihindari. Siswa juga sudah mampu mewujudkan sikap kasih

dengan benar, menerapkan sikap disiplin yaitu dengan datang tepat waktu, mengikuti

kebaktian serta berani untuk menjadi pemimpin pujian serta membawakan renungan. Hal itu

menunjukkan dan membuktikan bahwa model pembelajaran CTL efektif dalam

meningkatkan karakter Kristiani siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Surakarta.