35
48 BAB IV PEMBAHAS AN IV.1. Analisis Kebijakan Kredit PT Tirta Varia Intipratama IV.1.1. Analisis Kebijakan Penjualan Kredit Penjualan merupakan kegiatan operasional perusahaan di mana dengan ini perusahaan memperoleh pendapatannya. Dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan dapat memenuhi sumber dana bagi kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Oleh karena itu perusahaan harus berusaha untuk meningkatkan volume penjualan dan meningkatkan pendapatan. Kegiatan penjualan sendiri dapat dibagi menjadi dua macam yaitu, penjualan secara tunai atau secara kredit. Pada umumnya perusahaan lebih menyukai penjualan secara tunai karena dengan penjualan secara tunai perusahaan dapat langsung menerima kas yang ada untuk digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan. Berbeda dengan perusahaaan, pelanggan lebih menyukai penjualan secara kredit karena dengan pembelian secara kredit pelanggan dapat menunda pembayaran terhadap barang yang telah dibeli dan dananya pun dapat digunakan untuk keperluan yang lebih penting. Salah satu kebijakan kredit yang dilakukan perusahaan adalah bila mana pelanggan terlambat melakukan pembayaran lebih dari 1 (satu) bulan setelah tanggal jatuh tempo atas invoice yang telah diserahkan dari perusahaan, maka perusahaan akan menghentikan pengiriman air minum kepada pelanggan sampai pelanggan bersedia untuk menyelesaikan pembayaran. Hal ini akan menjadi permasalahan bagi perusahaan karena pelanggan akan pelanggan dapat beralih kepada perusahaan atau distributor lain dalam hal pembelian barang.

BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Kebijakan Kredit PT Tirta ...thesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-2-00042-ak bab 4.pdf · dari penjualan barang kepada pelanggan umumnya diakui disaat

  • Upload
    vulien

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

48

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1. Analisis Kebijakan Kredit PT Tirta Varia Intipratama

IV.1.1. Analisis Kebijakan Penjualan Kredit

Penjualan merupakan kegiatan operasional perusahaan di mana dengan ini

perusahaan memperoleh pendapatannya. Dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan

dapat memenuhi sumber dana bagi kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Oleh

karena itu perusahaan harus berusaha untuk meningkatkan volume penjualan dan

meningkatkan pendapatan. Kegiatan penjualan sendiri dapat dibagi menjadi dua macam

yaitu, penjualan secara tunai atau secara kredit.

Pada umumnya perusahaan lebih menyukai penjualan secara tunai karena dengan

penjualan secara tunai perusahaan dapat langsung menerima kas yang ada untuk

digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan. Berbeda dengan perusahaaan,

pelanggan lebih menyukai penjualan secara kredit karena dengan pembelian secara

kredit pelanggan dapat menunda pembayaran terhadap barang yang telah dibeli dan

dananya pun dapat digunakan untuk keperluan yang lebih penting.

Salah satu kebijakan kredit yang dilakukan perusahaan adalah bila mana

pelanggan terlambat melakukan pembayaran lebih dari 1 (satu) bulan setelah tanggal

jatuh tempo atas invoice yang telah diserahkan dari perusahaan, maka perusahaan akan

menghentikan pengiriman air minum kepada pelanggan sampai pelanggan bersedia

untuk menyelesaikan pembayaran. Hal ini akan menjadi permasalahan bagi perusahaan

karena pelanggan akan pelanggan dapat beralih kepada perusahaan atau distributor lain

dalam hal pembelian barang.

49

Dalam penjualan secara tunai maka bagian finance mencatat dibuku penerimaan

kas dan membuat bukti penerimaan kas dengan melampirkan bukti pendukung seperti

foto copy faktur penjualan. Sedangkan dalam penjualan secara kredit, perusahaan

memberikan jangka waktu pelunasan atas pembelian barang yang dilakukan oleh

pelanggan. Dalam hal ini, perusahaan akan menerima pembayaran saat jatuh tempo

waktu yang ditentukan sebelumnya. PT Tirta Varia Intipratama melakukan penjualan

baik secara tunai maupun kredit.

Dalam melakukan penjualan secara kredit, perusahaan sebagai penjual

memberikan jangka waktu tertentu dalam melunasi pembayarannya. Jangka waktu

tertentu merupakan syarat kredit (credit term) atau syarat pembayaran yang ditetapkan

oleh perusahaan dalam rangka penjualan secara kredit kepada pelanggannya. Jangka

waktu pembayaran yang ditentukan oleh PT Tirta Varia Intipratama adalah selama 30

(tiga puluh) hari setelah kwitansi tagihan / Invoice diterima oleh pihak pembeli. Saat ini

perusahaan sedang mempertimbangkan perubahan jangka waktu pembayaran menjadi

60 hari setelah kwitansi tagihan / Invoice diterima oleh pihak pembeli..

Kebijakan perusahan dengan memberikan tenggang waktu pembayaran atau

kredit kepada pelanggan dalam hal pembayaran dimana hal tersebut dilakukan supaya

pelanggan lebih terikat atau tidak beralih kepada perusahaan atau distributor lain dalam

hal pembelian barang.

1. Surat Pesanan Pembelian (Purchase Order)

Penerimaan pesanan pembelian dari pelanggan kepada bagian penjualan sebagai awal

dari proses penjualan. Dimana dalam pesanan pembelian memuat tentang data

pelanggan, uraian barang, jumlah barang. Oleh karena harga barang sudah ditentukan

50

diawal berlangganan maka untuk harga hanya untuk memastikan saja sewaktu-waktu

ada perubahan karena adanya promosi atau diskon.

2. Memo Persetujuan Kredit.

Bagian kredit membuat memo persetujuan kredit dengan pengecekan atau penelitian

terhadap status piutang pelanggan. Dengan pertimbangan-pertimbangan atau asumsi

lain sehingga bagian kredit dapat mengambil keputusan dan tidak salah dalam

memberikan kredit kepada pelanggan yang tidak mampu atau tidak layak dalam

melakukan pembayaran. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya

keterlambatan pembayaran piutang yang cukup lama.

3. Pemrosesan DO (Delivery Order)

bagian pemrosesan DO (Delivery Order) akan menandatangani surat pesanan

pembelian setelah mendapat persetujuan dari bagian kredit. Hal ini merupakan

persetujuan atau kesepakatan transaksi pembelian. Atas dasar surat pesanan

pembelian dan memo persetujuan kredit kemudian membuat surat DO (Delivery

Order) atau memo permintaan barang kepada bagian gudang yang memuat tanggal,

uraian barang, dan jumlah barang. Dengan adanya DO tersebut kemudian bagian

gudang membuat surat jalan dan menyiapkan barang yang telah diorder sesuai

dengan DO dan surat jalan untuk proses pengiriman barang. Dengan diterimanya

berkas pengiriman barang maka akan dibuat faktur penjualan.

Ketatnya kebijakan kredit perusahaan dan jangka waktu pembayaran yang

ditentukan perusahaan akan mengakibatkan pelanggan beralih ke distributor lain. Maka

sebaiknya perusahaan mengubah kebijakan kredit nya dengan memperpanjang jangka

waktu pembayaran dari 30 hari menjadi 60 hari setelah kwitansi tagihan / Invoice

diterima oleh pihak pembeli. Perusahaan harus lebih selektif dalam penilaian calon

51

pelanggan untuk pemberian kredit agar peluang tidak tertagihnya piutang dapat

diminimalisir.

IV.1.2. Pengakuan dan Pelaporan Piutang PT Tirta Varia Intipratama

1. Pengakuan Piutang

Pengakuan piutang usaha berkaitan dengan pengakuan pendapatan. Oleh karena

pendapatan pada umumnya dicatat ketika kas terealisasikan, maka piutang yang berasal

dari penjualan barang kepada pelanggan umumnya diakui disaat penjualan tersebut telah

selesai dilaksanakan. Pengakuan piutang untuk pelanggan yang belum teregistrasi,

setelah pelanggan melakukan pememesanan barang dan mengajukan pinjaman maka

bagian penjualan akan mengirim data pelanggan ke supervisor cabang untuk diberikan

pinjaman. Kemudian supervisor cabang akan melakukan peninjauan kondisi dan

kegiatan usaha pelanggan. Jika sesuai dengan kriteria perusahan maka supervisor akan

membuat MOU. Piutang dagang diakui setelah MOU dibuat oleh perusahaan dan

disetujui oleh pelanggan. Untuk pelanggan yang telah teregistrasi pengakuan piutang

yang berkaitan dengan pengakuan pendapatan pada PT Tirta Varia Intipratama dimulai

pada saat pelanggan memesan barang dagangan ke bagian penjualan dan telah ditanda

tangani oleh supervisor penjualan dan atas dasar memo persetujuan tersebut dari bagian

kredit, dan dikeluarkan DO (Delivery order) oleh bagian pemrosesan DO dan surat jalan

oleh bagian gudang kepada bagian pengiriman untuk proses pengiriman barang. Setelah

selesai melakukan pengiriman barang berkas pengiriman barang diserahkan ke bagian

gudang yang kemudian diserahkan ke bagian administrasi untuk dilakukan pembuatan

faktur penjualan atau invoice. Adapun faktur penjualan tersebut sebagai bukti memulai

proses penjualan secara kredit yang menimbulkan piutang bagi perusahaan.

52

2. Pelaporan Piutang

Piutang yang dilaporkan pada neraca menurut PT Tirta Varia Intipratama sebagai

berikut :

PT TIRTA VARIA INTIPRATAMA NERACA

PER 31 JULI 2007

A K T I V A K E W A J I B A N DAN E K U I T A S

AKTIVA LANCAR Rp KEWAJIBAN LANCAR Rp

Kas

93.745.591 Hutang Usaha

815.487.087

Bank

293.068.682 Hutang Bank

391.666.667

Piutang Usaha

191.390.843 Hutang Leasing

337.392.601

Piutang Lain-lain

16.798.500 Biaya YMH Dibayar

22.282.150

Persediaan

196.549.182 Hutang Pajak

41.129.338

Biaya Dibayar Dimuka

51.786.611

Uang Muka Pembelian

4.166.667

Jumlah Aktiva Lancar

847.506.076 Jumlah Kewajiban Lancar

1.607.957.843

AKTIVA TIDAK LANCAR EKUITAS

Aktiva Tetap Bersih

1.071.480.294 Modal Saham

41.666.667

Laba/Rugi Tahun-tahun Lalu

189.954.694

Laba/Rugi Tahun Berjalan

79.407.166

Jumlah Aktiva Tidak Lancar

1.071.480.294 Jumlah Ekuitas

311.028.527

JUMLAH AKTIVA 1.918.986.370 JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS

1.918.986.370

Sumber : Departemen Accounting PT TVIP

Dengan mengacu kepada laporan neraca di atas, bahwa total piutang yang dilaporkan

sebesar Rp 191.390.843 ,- menurut PT Tirta Varia Intipratama adalah total piutang bruto

dengan tidak adanya cadangan piutang tak tertagih. Jika kemungkinan suatu saat terjadi

piutang tak tertagih, misalnya salah satu pelanggan dinyatakan pailit atau tidak dapat

memenuhi kewajibannya dalam melunasi hutang-hutangnya kepada PT. Tirta Varia

Intipratama maka perusahaan akan melaporkan piutang dengan metode penghapusan

langsung. Perusahaan mendebet rekening beban piutang tak tertagih dan mengkredit

53

rekening piutang sebesar jumlah piutang yang tidak tertagih. Dengan demikian saldo

piutang tak tertagih tersebut telah dihapus dari catatan perusahaan.

IV.1.3. Standar Kredit

Dalam memberikan kredit, perusahaan harus melakukan penilaian terlebih

dahulu kepada konsumennya. Penilaian tersebut dimaksudkan untuk menentukan layak

tidaknya konsumen untuk diberi fasilitas kredit dari perusahaan. Penilaian ini hanya

dilakukan kepada pelanggan yang dikategorikan star outlet yaitu pelanggan yang

memesan barang lebih dari 200 gallon setiap harinya. Penilaian pemberian kredit

kepada pelanggan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara lain: (a) character.

Dalam hal ini perusahaan menilai bagaimana karakter, kesadaran moril, maupun

kemauan seorang pelanggan dalam memenuhi kewajibannya dalam melunasi hutangnya

yang telah jatuh tempo. Informasi seperti ini dapat didapat melalui pihak ketiga yang

pernah bekerja sama dengan pelanggan sebelumnya, keterangan yang didapat ini tentu

akan lebih baik daripada bertanya langsung kepada pelanggan. Disamping itu nama baik

dan reputasi pelanggan juga dapat dilihat.

Penilaian selanjutnya yang dilakukan adalah (b) capacity. Perusahaan menilai hal

ini dengan melihat sejarah pembayaran yang pernah dilakukan oleh pelanggan. Hal ini

dapat dilakukan pada pelanggan yang telah lama menjalin hubungan dengan perusahaan.

Sedangkan untuk pelanggan baru perusahaan dapat melakukan pengamatan atau

observasi terhadap kemampuan konsumen untuk membayar, seperti melihat jumlah

penghasilan yang mampu diperoleh pelanggan apakah cukup memadai dalam memenuhi

kewajibannya kepada perusahaan.

Selanjutnya pertimbangan yang dilihat dari pelanggan dalam menjalin hubungan

dalam penjualan kredit, yaitu (c) capital. Perusahaan harus melakukan survey terlebih

54

dahulu mengenai kondisi perusahaan dan kegiatan usaha pelanggan. (d) collateral.

Perusahaan menilai apakah aset yang dimiliki oleh pelanggan sebanding dengan kredit

yang diberikan oleh perusahaan. Penilaian terakhir yang dipertimbangkan adalah (e)

condition of economy, merupakan pertimbangan yang dilakukan oleh perusahaan dengan

melihat kondisi perekonomian secara umum. Kondisi perekonomian ini dilihat dari segi

yang dapat mempengaruhi kemampuan pelanggan dalam melunasi hutangnya, misalnya

tingkat inflasi, tingkat suku bunga, perubahan kebijakan pemerintah, dan lain-lain.

Usaha-usaha yang dilakukan di atas merupakan usaha perusahaan dengan

maksud meminimalkan seminimal mungkin resiko akan tidak tertagihnya piutang.

Dengan penilaian di atas perusahaan sudah cukup untuk menentukan layak tidaknya

seorang pelanggan diberikan fasilitas kredit.

IV.1.4. Syarat Kredit

Syarat penjualan atau syarat kredit menjelaskan kewajiban pembayaran pembeli.

Adapun syarat kredit yang ditetapkan oleh perusahaan adalah 30 hari. Dalam

menetapkan syarat kredit perusahaan harus mempertimbangkan 5 (lima) faktor pokok

yang mempengaruhi penentuan syarat kredit, yaitu :

a. Sifat Ekonomi Produk

PT Tirta Varia Intipratama dalam hal ini memperdagangkan produk minuman.

Dan berdasarkan sifat produk yang tahan lama (yang umumnya lebih dari satu

tahun) maka perusahaan menentapkan persyaratan kredit 30 hari.

b. Kendala Penjual

Perusahaan saat ini sedang berusaha untuk merebut peluang pasar yang ada dalam

menghadapi persaingan dengan industri minuman lain, sehingga perusahaan

memutuskan untuk memberi jangka waktu kredit kepada pelanggannya selama 30 hari.

55

c. Kondisi Pembeli

Kebanyakan pelanggan atau pembeli menginginkan pembelian secara kredit

dan dengan persyaratan kredit yang cukup lama.

d. Periode Kredit

Memperpanjang jangka waklu kredit dapat meningkatkan penjualan, tetapi

menimbulkan biaya-biaya tertentu karena dana yang tertanam dalam piutang. Oleh

karena itu perusahaan menetapkan jangka waktu kredit 30 hari.

Didalam melakukan aktivitas penjualan kreditnya, PT Tirta Varia Intipratama

menetapkan persyaratan kredit dengan batas waktu pembayaran 30 hari. Dalam

persyaratan kredit perusahaan tidak menetapkan potongan tunai untuk merangsang

pelanggan dalam melakukan pembelian secara kredit dalam jumlah besar.

Jangka waktu kredit yang diberikan oleh perusahaan yaitu 30 hari ternyata tidak

cukup, pelanggan masih saja melampaui batas waktu yang telah ditentukan. Untuk itu

perusahaan akan menerapkan usulan kebijakan kredit baru yaitu memperpanjang

jangka waktu kredit menjadi 60 hari dengan potongan tunai sebesar 2% dan periode

diskon 20 hari.

Jika perusahaan menaikkan potongan tunainya menjadi 2% dengan jangka waktu

kredit 60 hari dan periode diskonto 20 hari maka suku bunga efektifnya bisa mencapai

19% dan pelanggan akan memanfaatkan potongan tunai yang ditawarkan perusahaan.

Berikut pcrhitungannya :

2% 360

-------- x ---------- = 18%

100 % 60 - 20

maka suku bunga efektifnya = (1 +0,18/9)9 – 1 = 19%

56

Beban biaya bunga ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata suku

bunga bank komersil tahun 2009 yang berkisar 15%. Sehingga pelanggan akan tertarik

untuk mengambil potongan tunai ini karena menguntungkan bagi pelanggan dan juga

mendorong pelanggan untuk melakukan pcmbayaran hutangnya lebih cepat kepada

perusahaan sehingga menguntungkan bagi perusahaan.

e. Potongan Tunai

PT Tirta Varia Intipratama tidak memberikan potongan tunai bagi pelanggan yang

membayar tunai atau pelanggan potensial. PT Tirta Varia Intipratama akan membuat

kebijakan baru dengan memberikan potongan tunai sebanyak 2% bagi pelanggan yang

membayar tunai. Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong pelanggan agar membeli

secara tunai atau membayar lebih cepat.

Berdasarkan hasil yang telah ditentukan, dapat dikatakan bahwa penentuan

syarat kredit PT Tirta Varia Intipratama cukup baik karena telah mempertimbangkan 5

(lima) faktor pokok yang mempengaruhi penentuan syarat kredit.

Credit term yang akan ditetapkan perusahaan dalam melakukan penjualan kredit

adalah 60 hari dan potongan tunai sebesar 2% akan diberikan kepada pelanggan yang

membayar tunai dengan periode diskonto 20 hari.

Jika pelanggan tidak mengambil potongan tunai tersebut, maka pelanggan secara

tidak langsung akan dikenakan bunga sebesar :

2% 360

------- x -------- = 18%

100% 60-20

Dengan syarat 2%, net 60 hari, maka diskon bisa dianggap bunga yang harus

dibayar atas dana yang digunakan selama 40 hari (60 - 20). Dengan demikian setiap

57

tahun terdapat 9 (360/40) periode suku bunga, sehingga apabila dihitung untuk periode

1 tahun akan diperoleh biaya suku bunga efektif atas kredit barang dagangan tersebut

adalah sebagai berikut :

Suku bunga efektif = (1 +0,18/9)9 – 1 = 19%

Jadi besarnya bunga yang dibebankan perusahaan kepada pelanggan yang tidak

memanfaatkan potongan tunai adalah sebesar 19%. Oleh karena suku bunga efektif

19% lebih besar daripada suku bunga bank 15,37% maka pelanggan akan lebih

memilih untuk mengambil potongan tunai tersebut. Jadi potongan tunai yang diberikan

perusahaan akan memberikan keuntungan bagi pelanggan karena perusahaan memiliki

suku bunga efektif yang lebih tinggi dari suku bunga di bank maka pelanggan akan

memanfaatkan potongan tunai yang ditawarkan oleh perusahaan.

Tabel 4.1 : Suku Bunga Pinjaman Bank Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Rata - rata

14,85 % 15,53% 15,73% 15,37% Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan tabel rata-rata suku bunga pinjaman bank yaitu 15,37%. Jika

pelanggan yang tidak memanfaatkan potongan tunai yang akan diberikan perusahaan,

besar bunga yang dibebankan perusahaan kepada pelanggan adalah 19% lebih

besar dari rata-rata suku bunga pinjaman bank adalah 15,37%, maka pelanggan

akan memilih untuk mengambil potongan tunai. Jadi potongan tunai yang ditawarkan

perusahaan akan menguntungkan pelanggan dan juga mendorong pelanggan untuk

melakukan pembayaran hutangnya lebih cepat kepada perusahaan sehingga

menguntungkan perusahaan

58

IV.1.5. Kebijakan Penagihan

Kebijakan Penagihan atas piutang dagang ditetapkan perusahaan agar tidak

terjadi masalah seperti kredit macet sebagai akibat tidak tertagihnya piutang dan adanya

penunggakan pembayaran piutang selama tiap bulan dari para konsumen. Prosedur dan

sistem penagihan terhadap piutang dagang yang ditetapkan oleh perusahaan sebagai

berikut:

a. Konsumen setuju untuk melakukan pembayaran produk yang sudah diterima,

selambat-lambatnya dalam waktu 30 ( tiga puluh ) hari setelah kwitansi tagihan /

Invoice dari perusahaan diterima oleh pelanggan.

b. Tagihan / Invoice dikirim pada awal bulan untuk penagihan atas pengiriman bulan

sebelumnya.

c. Bila mana Konsumen terlambat melakukan pembayaran lebih dari 1 (satu) bulan

setelah tanggal jatuh tempo atas invoice yang telah diserahkan dari perusahaan,

maka perusahaan akan menghentikan pengiriman air minum AQUA kepada

konsumen sampai konsumen bersedia untuk menyelesaikan pembayaran.

IV.2. Analisis Pengendalian dan Pengawasan Kebijakan Piutang Dagang

Pengendalian piutang dagang adalah proses evaluasi atas kebijakan kredit yang

telah dijalankan, khususnya pemantauan apabila terjadi perubahan pola pembayaran

pada pelanggan. Misalnya, pelanggan yang semula tergolong patuh dalam membayar

kini mulai terlambat membayar kewajibannya.

Untuk menjaga langkah pembayaran dari para pelanggan, pada umumnya

perusahaan harus mengawasi perkiraan-perkiraan yang belum dibayar. Pertama kali,

sebuah perusahaan secara normal harus menjaga rata-rata periode penagihan piutang

59

(average collection period). Kemudian perusahaan membuat daftar pengelompokan

piutang berdasarkan umur (aging schedule) yang merupakan faktor utama untuk

mengawasi piutang.

IV.4.1. Perputaran Piutang dan Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang

(a) Account Receivable Turnover (Perputaran Piutang)

Pelunasan piutang usaha dari pelanggan tentu akan menjadi sumber dana yang

akan digunakan bagi kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan dapat melakukan

kontrol atas piutang usaha dengan menghitung account receivable turnover. Kegunaan

dari rasio ini adalah untuk menilai seberapa besar jumlah dana atau modal perusahaan

yang ditanamkan dalam piutang usaha.

Account receivable turnover menunjukkan berapa kali piutang usaha dapat

berputar dalam setahun. Perhitungan Account receivable turnover pada PT Tirta Varia

Intipratama adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2 : Account Receivable Turnover tahun 2007-2009 2007 2008 2009

Penjualan 11.313.196.476

11.878.856.300

12.591.587.678

Piutang Usaha 191.390.843

313.494.527

658.170.220

Account Receivable Turnover 59,11

37,89

19,13

Account Receivable Turnover 2007 = 11.313.196.476 191.390.843

= 59,11 Account Receivable Turnover 2008 = 11.313.196.476 191.390.843

60

= 37,89

Account Receivable Turnover 2009 = 11.313.196.476 191.390.843

= 19,13

Dari hasil perhitungan Account Receivable Turnover di atas, dapat dilihat bahwa

perputaran piutang pada tahun 2007 sebanyak 59,11 kali, tahun 2008 sebanyak 37,89

kali dan tahun 2009 sebanyak 19,13 kali. Ini berarti pada tahun 2007 dana yang tertanam

dalam piutang lebih sedikit jika dibandingkan tahun-tahun sesudahnya (tahun 2008 dan

2009. Sedangkan perputaran piutang yang paling lambat terjadi pada tahun 2009 yaitu

sebanyak 19,13 kali, ini berarti terjadi kelebihan investasi. Tahun 2008 perputaran

menurun sebanyak 37,89 kali, tahun 2009 menurun sebanyak 19,13 kali.

Hasil perhitungan account receivable turnover selama tiga tahun yaitu tahun

2007-2009 dapat dikatakan, kebijakan kredit perusahaan kurang baik. Hal ini disebabkan

terjadinya peningkatan dana yang tertanam dalam piutang.

(b) Average Collection Period ( Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang )

Avarage collection period merupakan ukuran termudah untuk mengamati arus

penagihan piutang usaha dari pelanggan. Metode ini digunakan untuk mengetahui

periode rata - rata untuk mengumpulkan piutang, semakin singkat periode pengumpulan

piutang yang dilakukan oleh perusahaan rnaka akan semakin baik.

Tabel 4.3 : Average Collection Period tahun 2007-2009 2007 2008 2009 360 360 360

Account Receivable Turnover 59,11

37,89

19,13

Average Collection Period 6 hari 10 hari 19 hari

61

Average Collection Period 2007 = 360 x 191.390.843 11.313.196.476

= 6 hari

Average Collection Period 2008 = 360 x 313.494.527 11.878.856.300

= 10 hari

Average Collection Period 2009 = 360 x 658.170.220 12.591.587.678

= 19 hari

Dari hasil perhitungan pada tahun 2007 average collection period yaitu 6 hari

berarti 24 hari lebih cepat dari batas terakhir yang ditetapkan yaitu 30 hari atau 1 bulan .

Pada tahun 2008 average collection period yaitu 10 hari berarti 20 hari lebih cepat dari

batas terakhir yang ditetapkan yaitu 30 hari atau 1 bulan. Pada tahun 2009 average

collection period yaitu 19 hari berarti 11 hari lebih cepat dari batas terakhir yang

ditetapkan 30 hari atau 1 bulan. Meningkatnya Average collection period menunjukkan

pelanggan makin lambat membayar kewajibannya yang dapat dijadikan indikator awal

kemungkinan timbulnya piutang tidak tertagih atau kredit macet.

IV.4.2. Aging Schedule (Skedul Umur Piutang)

Skedul umur piutang merupakan suatu laporan yang dikembangkan dari buku

besar piutang perusahaan dimana dalam laporan tersebut dapat dilihat lamanya suatu

piutang jatuh tempo. Berikut ini akan dibahas skedul umur piutang perusahaan selama 3

(tiga) tahun, yaitu 2007,2008, dan 2009.

62

Tabel 4.4

PT Tirta Varia Intipratama

Ringkasan Aging Schedule

Tahun 2007

(Dalam Rupiah)

Kelompok Umur Jumlah Piutang Presentase Piutang

Belum Jatuh Tempo 88.277.540 46,12 %

Jatuh Tempo

1-30 Hari 34.412.180 17,99 %

31-60 Hari 5.795.250 3,03 %

61- 90 Hari 26.770.735 13,99 %

91- 180 Hari 15.609.054 8,15 %

181- 365 Hari 20.526.084 10,72 %

Jumlah

191.390.843 100% Sumber : Departemen accounting PT TVIP

Pada tahun 2007 jumlah piutang usaha yang belum jatuh tempo sebesar Rp

88.277.540 atau 46,12 %. Sedangkan jumlah piutang usaha yang belum tertagih

(menunggak) yaitu sebesar Rp 103.113.303 atau 53,88 % yaitu pada kelompok umur 1-

30 hari sebesar Rp 34.412.180 atau 17,99%. Pada kelompok umur 31 - 60 hari sebesar

Rp 5.795.250 atau 3,03 %. Pada kelompok umur 61 – 90 hari sebesar Rp 26.770.735

atau 13,99 % . Pada kelompok umur 91 - 180 hari sebesar Rp 15.609.054 atau 8,15 %.

Pada kelompok umur 181-365 hari sebesar Rp 20.526.084 atau 10,72 %.

63

Tabel 4.5

PT Tirta Varia Intipratama

Ringkasan Aging Schedule

Tahun 2008

(Dalam Rupiah)

Kelompok Umur Jumlah Piutang Presentase Piutang

Belum Jatuh Tempo 92..845.720 29.62%

Jatuh Tempo

1-30 Hari 22.073.257 7.04%

31-60 Hari 20.315.922 4.75%

61- 90 Hari 31.249.855 9.97%

91- 180 Hari 9.040.756 2.88%

181- 365 Hari 143.396.952 45.74%

Jumlah 313.494.527 100.00% Sumber : Departemen accounting PT TVIP

Jumlah piutang usaha yang belum jatuh tempo sebesar Rp 92.845.720 atau

29,62 %. Sedangkan jumlah piutang usaha yang belum tertagih (menunggak) yaitu

sebesar Rp 220.648.807 atau 70,38 % yaitu pada kelompok umur 1-30 hari sebesar Rp

22.073.257 atau 7,04%. Pada kelompok umur 31 - 60 hari sebesar Rp 20.315.922 atau

4,75%. Pada kelompok umur 61 – 90 hari sebesar Rp 31.249.855 atau 9,97% . Pada

kelompok umur 91 - 180 hari sebesar Rp 9.040.756 atau 2,88%. Pada kelompok umur

181-365 hari sebesar Rp 143.396.952 atau 45,74%.

64

Tabel 4.6

PT Tirta Varia Intipratama

Ringkasan Aging Schedule

Tahun 2009

(Dalam Rupiah)

Kelompok Umur Jumlah Piutang Presentase Piutang

Belum Jatuh Tempo 97.275.234 14,78 %

Jatuh Tempo

1-30 Hari 331.772.200 50,40 %

31-60 Hari 20.315.922 3 %

61- 90 Hari 3.177.272 0,48 %

91- 180 Hari 57.372 0.0087 %

181- 365 Hari 205.572.200 31,23 %

Jumlah 658.170.200 100 % Sumber : Departemen accounting PT TVIP

Jumlah piutang usaha yang belum jatuh tempo sebesar Rp 97.275.234 atau

14,78%. Sedangkan jumlah piutang usaha yang belum tertagih (menunggak) yaitu

sebesar Rp 560.894.966 atau 85,22% yaitu pada kelompok umur 1-30 hari sebesar Rp

331.772.200 atau 50,40%. Pada kelompok umur 31 - 60 hari sebesar Rp 20.315.922

atau 3%. Pada kelompok umur 61 – 90 hari sebesar Rp 57.372 atau 0,0087% . Pada

kelompok umur 91 - 180 hari sebesar Rp 205.572.200 atau 31,23%. Pada kelompok

umur 181-365 hari sebesar Rp 205.572.200 atau 31,23%.

65

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa total piutang jatuh tempo tahun

2007 mengalami peningkatkan dibandingkan dengan total piutang jatuh tempo tahun

2008 yaitu dari Rp. 103.113.303 menjadi Rp. 220.648.807. Dengan membandingkan

piutang jatuh tempo tahun 2007 dan 2008, dapat dilihat persentase umur piutang 1-30

hari mengalami penurunan yaitu 17,99% menjadi 7.04%, persentase umur piutang 31-

60 hari mengalami kenaikan yaitu dari 3,03% menjadi 4,75%. Sedangkan persentase

umur piutang 61-90 hari mengalami penurunan, yaitu dari 13,99% menjadi 9,97%.

Persentase umur piutang 91-180 hari mengalami penurunan yaitu dari 8,15% menjadi

2,88% dan persentase unur piutang 181-365 mengalami kenaikan dari 10,72% menjadi

45,74%. Hal ini menunjukkan kemampuan konsumen untuk membayar pada waktunya

menjadi kurang baik.

Total piutang jatuh tempo tahun 2008 mengalami peningkatkan dibandingkan

dengan total piutang jatuh tempo tahun 2009 yaitu dari Rp. 220.648.807 menjadi Rp.

560.894.966. Dengan membandingkan piutang jatuh tempo tahun 2008 dan 2009, dapat

dilihat persentase umur piutang 1-30 hari mengalami kenaikan yaitu 7,04% menjadi

50,40%. Persentase umur piutang 31-60 hari mengalami penurunan yaitu dari 4,75%

menjadi 3%. Sedangkan persentase umur piutang 61-90 hari mengalami penurunan,

yaitu dari 9,97% menjadi 0,48%. Persentase umur piutang 91-180 hari mengalami

penurunan yaitu dari 2,88% menjadi 0,0087% dan persentase unur piutang 181-365

mengalami kenaikan dari 45,74% menjadi 31,23%. Semakin kecil persentase piutang

66

IV.3. Analisis Hubungan Rasio Aktivitas, Likuiditas, dan Profitabilitas

Sehubungan dengan Pengendalian Piutang Pada PT Tirta Varia Intipratama

IV.3.1. Analisis Rasio Likuiditas PT Tirta Varia Intipratama

Pada umumnya penambahan jumlah piutang dagang pada sisi aktiva akan

dianggap sebagai peningkatan harta perusahaan. Hal ini dianggap sebagai suatu indikasi

yang baik. Tetapi pada kenyataannya besarnya piutang tidak selalu mengindikasikan hal

yang positif karena semakin meningkatnya piutang dagang maka semakin besar dana

perusahaan yang tertanam di dalam piutang dagang tersebut. Meskipun jumlah piutang

perusahaan kurang dari 10% dari total penjualan, namun perusahaan membutuhkan dana

bagi operasionalnya. Peningkatan piutang dagang dapat dikatakan bermanfaat bagi

perusahaan dengan catatan piutang dagang tersebut dapat ditagih tepat pada waktunya

dan dalam jumlah yang sesuai. Jika di dalam piutang dagang terdapat piutang tidak

tertagih maka jumlah piutang dagang tersebut tidak mencerminkan indikasi yang baik

karena perusahaan tidak dapat mengkonversi piutang tersebut menjadi kas.

PT Tirta Varia Intipratama mempunyai permasalahan dalam pengendalian

piutangnya di mana terdapat jumlah piutang dagang yang telah lewat jatuh tempo. Hal

ini dapat dilihat dari schedule umur piutang perusahaan. Piutang yang telah jatuh tempo

ini berpengaruh pada perusahaan karena piutang dagang merupakan salah satu dari

modal kerja perusahaan. Jika perusahaan sulit mengkonversi piutang tersebut menjadi

kas, maka akan menyebabkan likuiditas perusahaan terganggu. Untuk mengetahui

kondisi likuiditas perusahaan, maka dilakukan analisis mengenai rasio likuiditas. Rasio-

rasio yang digunakan antara lain:

67

(a) Rasio Lancar (Current Ratio)

Rasio lancar menunjukkan sampai sejauh mana tagihan-tagihan jangka pendek

(jatuh tempo kurang dari satu tahun) dari para kreditor dapat dipenuhi dengan aktiva

yang diharapkan akan dikonversi menjadi uang tunai dalam waktu dekat.

Tabel 4.7 : Hasil Perhitungan Current Ratio tahun 2007-2009 2007 2008 2009 Aktiva Lancar 847.506.076 1.292.350.956 1.722.628.428 Kewajiban Lancar 1.607.957.843 2.427.120.021 2.994.339.285 Current Ratio 0,52 0,53 0,58

Tahun 2007, rasio lancar sebesar 0,52 artinya setiap Rp. 1 kewajiban lancar

dijamin dengan 0,52 aktiva lancar. Pada tahun 2008 rasio lancar mengalami peningkatan

yang artinya setiap Rp. 1 kewajiban lancar dijamin dengan 0,53 aktiva lancar. Pada

tahun 2009 rasio lancar mengalami peningkatan yang artinya setiap Rp. 1 kewajiban

lancar dijamin dengan 0,58 aktiva lancar.

Peningkatan current ratio ini berarti menunjukkan semakin bertambahnya

kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya yang berjangka waktu kurang dari

satu tahun. Secara umum likuiditas perusahaan masih kurang baik karena mempunyai

nilai kurang dari satu. Rasio lancar ini tidak sepenuhnya menjadi gambaran likuiditas

perusahaan. Dibutuhkan analisis rasio lain untuk menilai likuiditas perusahaan.

(b) Rasio Cepat (Quick Ratio)

Rasio cepat merupakan ukuran penting untuk mengetahui kemampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya tanpa memperhitungkan

persediaan. Persediaan tidak dimasukkan karena persediaan merupakan unsur aktiva

lancar yang tidak likuid dan seringkali merupakan kerugian jika terjadi likuidasi.

68

Tabel 4.8 : Quick Ratio tahun 2007-2009 2007 2008 2009

Aktiva Lancar - Persediaan 650.956.894 3.391.171.322 4.429.823.977

Kewajiban Lancar 1.607.957.843 2.427.120.021 2.994.339.285

Quick Ratio 0,40 1,40 1,48

Quick ratio 2007 = 847.506.076 - 196.549.182 1.607.957.843

= 0,40

Quick ratio 2008 = 1.292.350.956 – 328.301.664 2.427.120.021

= 1,40

Quick ratio 2009 = 1.722.628.428 – 287.145.285 2.994.339.285

= 1,48

Dari hasil perhitungan quick ratio perusahaan pada tahun 2007 adalah 0,40. Pada

tahun 2008 adalah 1,40 dan pada tahun 2009 adalah 1,48. Quick ratio perusahaan pada

tahun 2007 tergolong rendah karena nilai rasionya kurang dari satu mengindikasikan

bahwa kewajiban lancar perusahaan tidak mampu ditutupi. Pada tahun 2008 dan 2009,

perusahaan memiliki rasio cepat lebih dari satu yang berarti perusahaan mempunyai

cukup aktiva cepat (aktiva lancar-persediaan) untuk menutupi kewajiban lancarnya bila

terjadi kondisi yang mengharuskan untuk membayar seluruh kewajiban lancarnya.

(c) Cash Ratio

Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan sesungguhnya untuk memenuhi

hutang-hutangnya tepat pada waktunya. Semakin tinggi cash ratio maka semakin tingi

69

pula kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendeknya dengan kas

yang dimiliki.

Tabel 4.9 : Cash ratio tahun 2007-2009 2007 2008 2009

Kas 93.745.591 221.606.409 332.569.166

Kewajiban Lancar 1.607.957.843 2.427.120.021 2.994.339.285 Cash Ratio 2007 = __ 93.745.591__ 1.607.957.843

= 0.06

Cash Ratio 2007 = __ 221.606.409__ 2.427.120.021

= 0.09

Cash Ratio 2007 = _ 332.569.166__ 2.994.339.285

= 0.11

Dari perhitungan diatas cash ratio perusahaan pada tahun 2007 sebesar 0,06.

Artinya setiap Rp 1 kewajiban lancar perusahaan dapat dijamin dengan Rp 0,06 kas.

Pada tahun 2008 cash ratio sebesar 0,09. Artinya setiap Rp 1 kewajiban lancar

perusahaan dapat dijamin dengan 0,09 kas. Pada tahun 2009 cash ratio sebesar 0,11.

Artinya setiap Rp 1 kewajiban lancar perusahaan dapat dijamin dengan 0,11 kas. Cash

ratio perusahaan masih rendah karena nilai rasio yang kurang dari 1. Kenaikan rasio ini

terjadi karena adanya kenaikan kas pada tahun 2008 dan 2009.

70

IV.3.2. Analisis Rasio Profitabilitas PT Tirta Varia Intipratama

Umumnya setiap perusahaan berusaha untuk memperoleh laba yang setinggi-

tingginya Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui penjualan

secara kredit, karena dengan adanya penjualan kredit diharapkan perusahaan dapat

menaikkan kuantitas penjualannya, yang merupakan salah satu faktor pemicu naiknya

laba perusahaan. Namun tidak semua peningkatan laba disertai peningkatan

profitabilitas karena tingkat profitabilitas ini harus dilihat dari dua sisi, yaitu dari segi

laba dan dari segi modal yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut.

Berikut ini adalah rasio-rasio yang digunakan untuk menggambarkan tingkat

profitabilitas perusahaan:

1. Gross Profit Margin

Gross profit margin menunjukkan berapa besar keuntungan kotor yang diperoleh

dari penjulan produk. Perhitungan Gross profit margin pada PT Tirta Varia Intipratama

adalah sebagai berikut.

Tabel 4.10 : Gross Profit Margin tahun 2007-2009 2007 2008 2009

Laba Kotor 2.262.639.295 2.355.771.260 2.735.125.447

Penjualan 11.313.196.476

11.878.856.300

12.591.587.678

Gross Profit Margin 20% 19,83%

21,72%

Tahun 2007, perusahaan mempunyai rasio 20%. Hal ini berarti bahwa dari penjualan

sebesar Rp 1 perusahaan memperoleh laba kotor sebesar Rp 0,20. Pada tahun 2008 rasio

gross profit margin mengalami penurunan menjadi 19,83% yang artinya dari penjualan

sebesar Rp.1, perusahaan memperoleh laba kotor sebesar Rp 0.19. Pada tahun 2009 rasio

71

lancar mengalami peningkatan menjadi 21,72% yang artinya dari penjualan sebesar Rp.

1, perusahaan memperoleh laba kotor sebesar Rp 0.21.

2. Net Profit Margin

Net profit margin menunjukkan berapa besar keuntungan bersih yang

diperoleh perusahaan. Perhitungan net profit margin pada PT Tirta Varia Intipratama

adalah sebagai berikut.

Tabel 4.11 : Net Profit Margin tahun 2007-2009 2007 2008 2009

Laba Bersih 79.407.166

120.931.384

192.789.599

Penjualan 11.313.196.476

11.878.856.300

12.591.587.678

Net Profit Margin 0.70% 1,01%

1,53%

Tahun 2007 perusahaan mempunyai rasio sebesar 0,70%. Hal itu berarti bahwa

dari penjualan sebesar Rp 1, perusahaan memperoleh laba bersih sebesar Rp 0,007. Pada

tahun 2008 rasio net profit margin mengalami peningkatan menjadi 1,01% yang artinya

dari penjualan sebesar Rp 1, perusahaaan memperoleh laba bersih sebesar Rp 0,01. Pada

tahun 2009 net profit margin mengalami peningkatan menjadi 1,53% yang artinya dari

penjualan sebesar Rp 1, perusahaaan memperoleh laba bersih sebesar Rp 0,0153.

3. Return on Investment

Return on investment mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba

bersih pada tingkat aset yang tertentu. Perhitungan Return on investment pada PT Tirta

Varia Intipratama adalah sebagai berikut.

72

Tabel 4.12 : Return on Investment tahun 2007-2009 2007 2008 2009

Laba Bersih 79.407.166

120.931.384

192.789.599

Total Aktiva 1.918.986.370

2.810.257.235

3.497.951.188

Return on Investment 4,14%

4,30%

5,51%

Pada tahun 2007 perusahaan mempunyai rasio 4,13%. Hal itu berarti bahwa

perusahaan mampu mengelola setiap aset Rp 1 untuk menghasilkan keuntungan sebesar

Rp 0,04 atau 4,14%. Pada tahun 2008 return on investment mengalami peningkatan

menjadi 4,30% yang berarti perusahaan mampu mengelola setiap aset Rp 1 untuk

menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,04 atau 4,30%. Pada tahun 2009 return on

investment mengalami peningkatan menjadi 5,51% yang berarti perusahaan mampu

mengelola setiap aset Rp 1 untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,055 atau

5,51%.

4. Return on Equity

Return on equity mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih

berdasarkan modal tertentu. Angka yang tinggi pada rasio ini menunjukkan tingkat

profitabilitas yang tinggi.

Tabel 4.13 : Return on Equity tahun 2007-2009 2007 2008 2009

Laba Bersih 79.407.166

120.931.384

192.789.599

Total Ekuitas 311.028.527

383.137.714

503.611.903

Return on Equity 25,53%

31,56%

38,28%

73

Tahun 2007 perusahaan mempunyai rasio 25,53%, hal itu berarti bahwa

perusahaan mampu mengelola modal sendiri sebesar Rp 1 untuk menghasilkan

keuntungan sebesar Rp 0,26 atau 25,53%. Pada tahun 2008 return on equity perusahaan

meningkat menjadi 31,56% yang artinya perusahaan mampu mengelola modal sendiri

sebesar Rp 1 untuk menghasilkan keuntungan sebesar Rp 0,32 atau 31,56%. Pada tahun

2009 return on equity perusahaan meningkat menjadi 38,28% yang artinya perusahaan

mampu mengelola modal sendiri sebesar Rp 1 untuk menghasilkan keuntungan sebesar

Rp 0,38 atau 38,28%.

Dari rasio-rasio di atas menunjukkan bahwa profitabilitas atau kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan laba mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal

ini dapat dilihat dengan meningkatnya net profit margin yaitu dengan pertambahan

penjualan lebih besar dibandingkan pertambahan total biaya dari periode 2007-2009.

Begitu juga dengan return on investment dan return on equity mengalami peningkatan

dari periode 2007-2009.

Untuk mengetahui tingkat profitabilitas perusahaan juga dapat diketahui dengan

melihat rentabilitas ekonomis dari perusahaan. Rentabilitas ekonomis adalah

Perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang digunakan

untuk menghasilkan laba tersebut dan dinyatakan dalam persentase. Modal yang

dipergunakan hanyalah modal yang bekerja di dalam perusahaan. Dengan demikian

modal yang ditanamkan dalam perusahaan lain atau modal yang ditanam didalam efek

tidak diperhitungkan dalam menghitung rentabilitas ekonomis. Demikian pula laba yang

diperhitungkan hanyalah laba yang berasal dari operasi perusahaan, yaitu laba usaha

sebelum pajak (EBIT). Berikut ini akan dihitung rentabilitas ekonomis PT Tirta Varia

Intipratama

74

Tabel 4.14 : Rentabilitas Ekonomis PT Tirta Varia Intipratama

Periode 2007, 2008 dan 2009

Keterangan Tahun 2007 2008 2009

(1) Laba Usaha (2) Total aset (3) RE

183.339.904 1.918.986.370

9,55%

230.463.743 2.810.257.235

8,2%

311.128.331 3.497.951.188

8,89%

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa walaupun secara nominal jumlah penjualan

meningkat (yang memicu peningkatan laba usaha atau EBIT) dari tahun ke tahun,

namun profitabilitas atau kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba justru

menurun selama periode 2007 - 2008 dan mengalami peningkatan kembali pada periode

2008 - 2009. Penurunan ini disebabkan karena laba yang dihasilkan tersebut berasal dari

penggunaan aktiva yang besar, dan peningkatan laba usaha tidak proporsional dengan

peningkatan aktiva selama periode tahun 2007 dan 2008.

a. Peningkatan laba usaha dari tahun 2007 ke tahun 2008 sebesar 47.123.839 atau

sebesar 25,70% sedangkan peningkatan aktiva usaha untuk menghasilkan laba

tersebut sebesar 891.270.865 atau 46,44%.

b. Peningkatan laba usaha dari tahun 2008 ke tahun 2009 sebesar 80.664.588 atau 35%

sedangkan peningkatan aktiva untuk usaha sebesar 687.693.953 atau 24,47%.

Dari analisis tersebut selama tahun 2007 - 2008 perusahaan belum menggunakan

aktivanya secara efisien karena persentase naiknya laba lebih kecil dibandingkan

persentase kenaikan aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Hal ini

antara lain disebabkan ketidakmampuan perusahaan dalam menekan biaya operasional,

lama dan besarnya modal yang tertanam dalam piutang sehingga tidak dapat digunakan

75

secara optimal untuk kegiatan operasi perusahaan. Sedangkan selama tahun 2008 – 2009

perusahaan telah menggunakan aktivanya secara efisien karena persentase naiknya lebih

besar dibandingkan persentase kenaikan aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba

tersebut. Dengan demikian pengaruh kebijakan piutang usaha terhadap profitabilitas

perusahaan adalah bahwa meningkatnya penjualan kredit dan piutang usaha tidak

menjamin peningkatan profitabilitas perusahaan karena jika piutang yang timbul akibat

penjualan kredit tersebut tidak diolah dengan baik maka persentase aktiva yang tertanam

dalam piutang akan besar sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk

meningkatkan laba perusahaan

IV.3.3. Analisis Rasio Aktivitas PT Tirta Varia Intipratama

Rasio aktivitas menunjukkan bagaimana sumber daya telah digunakan secara optimal.

Rasio aktivitas juga menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam keseluruhan

aktiva berputar dalam suatu periode tertentu. Perputaran persediaan, perputaran piutang

atau adanya saldo kas yang terlalu besar dapat mengakibatkan penurunan penjualan

sehingga laba tidak maksimal. Kemampuan perusahaan untuk mengelola aktiva secara

tepat akan memaksimalkan laba.

(a) Inventory Turnover

Inventory Turnover menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam

persediaan barang untuk berputar dalam suatu periode. Perhitungan inventory turnover

pada PT Tirta Varia Intipratama adalah sebagai berikut.

Tabel 4.15 : Inventory Turnover tahun 2007-2009 2007 2008 2009

Harga Pokok Penjualan 9.050.557.181 9.523.085.040 9.856.462.231

Persediaan 196.549182 328.301.664 287.145.746

Inventory Turnover 46.05 29.01 34.33

76

Inventory Turnover 2007 = 9.050.557.181

196.549.182

= 46,05

Inventory Turnover 2007 = 9.050.557.181

196.549.182

= 29,01

Inventory Turnover 2007 = 9.050.557.181

196.549.182

= 34,33 Nilai inventory turnover tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 17,04 pada

tahun 2008. Hal ini berarti perusahaan tidak efektif dalam mengelola persediaan. Pada

tahun 2009 terjadi peningkatan nilai inventory turnover sebesar 5,32. Hal ini berarti

terjadi peningkatan dalam mengelola persediaan. Umumnya dana yang tertanam dalam

inventory cukup besar sehingga jika perputarannya lambat maka akan mempengaruhi

likuiditas perusahaan.

(b) Total Asset Turnonver

Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola aset untuk

menghasilkan penjualan. Secara umum, semakin besar rasio ini, akan semakin bagus

hasilnya karena rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mengelola aset.

77

Tabel 4.16 : Total Asset Turnover tahun 2007-2009 2007 2008 2009

Penjualan 11.313.196.476

11.878.856.300

12.591.587.678

Total Aktiva 1.918.986.370

2.810.257.235

3.497.951.188

Total Asset Turnover 5,90

4,23

3,60

Tahun 2007 perusahaan mempunyai rasio 5,90x, hal itu berarti bahwa

perusahaan mampu memutar setiap aset Rp 1,00 sebanyak 5,90 kali dalam penjualan.

Tahun 2008 perusahaan mempunyai rasio 4,23x, hal itu berarti bahwa perusahaan

mampu memutar setiap aset Rp 1,00 sebanyak 4.23 kali dalam penjualan. Tahun 2009

perusahaan mempunyai rasio 3,60x, hal itu berarti bahwa perusahaan mampu memutar

setiap aset Rp 1,00 sebanyak 3,60 kali dalam penjualan.

IV.3.4. Analisis Hubungan Rasio Aktivitas, Likuiditas dan Profitabilitas dengan

pengendalian piutang dagang pada PT Tirta Varia Intipratama

Pengendalian piutang usaha yang baik dapat memperoleh kesempatan untuk

mendapatkan uang tunai. Dengan bertambahnya uang tunai maka aktiva lancar akan

bertambah, sehingga likuiditas perusahaan akan naik. Berikut ini akan disajikan analisis

hubungan pengendalian piutang usaha dengan likuiditas, profitabilitas dan aktivitas PT

Tirta Varia Intipratama untuk periode 2007, 2008, dan 2009.

a. Periode 2007

Berdasarkan analisis umur piutang usaha maka pada periode 2007 dari jumlah

piutang usaha sebesar Rp. 191.390.843 jumlah piutang usaha yang belum jatuh tempo

sebesar Rp 88.277.540 sedangkan jumlah piutang usaha yang belum tertagih

(menunggak) yaitu sebesar Rp 103.113.303. Dengan tingkat rata-rata periode

pengumpulan piutang usaha 6 hari, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata periode

78

pengumpulan piutang usaha lebih cepat 24 hari dari waktu kebijakan yang ditetapkan

perusahaan yaitu 30 hari atau 1 bulan dengan tingkat perputaran piutang sebanyak 59x.

Dengan saldo piutang usaha dan rata-rata periode pengumpulan dan perputaran piutang

seperti di atas maka diperoleh current ratio sebesar 52% dan quick ratio sebesar 40%,

hal ini berarti tingkat likuiditas perusahaan berada dalam keadaan kurang sehat (dibawah

150%). Sedangkan untuk ROI diperoleh sebesar 4,14% hal ini berarti tingkat

profitabilitas perusahaan masih berada dalam keadaan kurang sehat (dibawah 12%).

Apabila dilihat dari analisis rasio, tingkat likuiditas perusahaan berada dalam

keadaan kurang sehat karena di bawah 150%. Jika dilihat dari piutang usaha itu sendiri

memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap likuiditas perusahaan. Hal ini

ditunjukkan dengan sedikit piutang yang belum terbayar (menunggak) dan cepatnya

periode pengumpulan dan perputaran piutang.

b. Periode 2008

Pada periode 2008 jumlah piutang usaha sebesar Rp. 313.494.527. Hal ini mengalami

peningkatan sebesar 63,80% dari tahun 2007. Berdasarkan analisis umur piutang jumlah

piutang usaha yang belum jatuh tempo sebesar Rp 92.845.720. Sedangkan jumlah

piutang usaha yang belum tertagih (menunggak) yaitu sebesar Rp 220.648.807.

Diperoleh tingkat rata-rata periode pengumpulan piutang usaha lebih cepat sebanyak 20

dari waktu kebijakan yang ditetapkan perusahaan yaitu 30 hari atau 1 bulan, lebih

lambat 4 hari dari tahun sebelumnya. Tingkat perputaran piutang sebesar 38x

(mengalami penurunan dari tahun sebelumnya). Hal ini menunjukkan kurang efektifnya

cara pengumpulan piutang serta semakin lamanya modal terikat pada piutang sehingga

akan mempengaruhi tingkat likuiditas. Namun dengan posisi saldo piutang usaha dan

rata-rata periode pengumpulan piutang seperti di atas justru terdapat peningkatan rasio

79

keuangan dari tahun sebelumnya antara lain: current ratio sebesar 53% dan quick ratio

sebesar 140%. Hal ini berarti tingkat likuiditas masih berada dalam keadaan kurang

sehat (di bawah 150%). Sedangkan untuk ROI diperoleh sebesar 5,51% hal ini berarti

tingkat profitabilitas perusahaan masih berada dalam keadaan kurang sehat (dibawah

12%). Total asset turnover pada tahun 2008 diperoleh sebesar 4,23x menurun bila

dibandingkan dengan total asset turnover pada tahun 2007 sebesar 5,90x. Hal ini

disebabkan bertambahnya penjualan lebih kecil daripada bertambahnya total aktiva.

Menurunnya kecepatan peredaran total asset turnover mengindikasikan lambatnya

pertumbuhan Return on Investment.

Dilihat dari analisis rasio, tingkat likuiditas dan profitabilitas perusahaan berada

dalam keadaan kurang sehat karena di bawah 150% dan 12%. Tapi apabila dilihat dari

piutang usaha itu sendiri memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap likuiditas

perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya piutang yang belum terbayar

(menunggak) dan cepatnya periode pengumpulan dan perputaran piutang. Tapi di tahun

2008 ini piutang yang menunggak lebih besar dan pengumpulan serta perputaran piutang

lebih lambat dari tahun 2007.

c. Periode 2009

Pada periode 2009 jumlah piutang usaha sebesar Rp. 658.170.220 terjadi peningkatan

110% dari tahun 2008. Berdasarkan analisis umur piutang jumlah piutang usaha yang

belum jatuh tempo sebesar Rp 97.275.234. Sedangkan jumlah piutang usaha yang belum

tertagih (menunggak) yaitu sebesar Rp 560.894.966. Diperoleh tingkat rata-rata periode

pengumpulan piutang usaha seperti di atas berdasarkan kriteria yang ada menunjukkan

bahwa rata-rata periode pengumpulan piutang usaha lebih cepat sebanyak 11 hari dari

waktu kebijakan yang ditetapkan perusahaan yang 30 hari atau 1 bulan lebih lambat 9

80

hari dari tahun 2008, tingkat perputaran piutang sebesar 19x, Hal ini menunjukkan

kurang efektifnya cara pengumpulan piutang serta semakin lamanya modal terikat pada

piutang sehingga akan mempengaruhi tingkat likuiditas. Dengan posisi saldo piutang

dan rata-rata periode pengumpulan piutang seperti diatas terdapat peningkatan rasio

keuangan dari tahun sebelumnya antara lain current ratio sebesar 58% dan quick ratio

sebesar 148%. Hal ini berarti tingkat likuiditas berada dalam keadaan kurang sehat (di

bawah 150%). Sedangkan untuk ROI diperoleh sebesar 5,51% hal ini berarti tingkat

profitabilitas perusahaan masih berada dalam keadaan kurang sehat (dibawah 12%).

Total asset turnover pada tahun 2008 diperoleh sebesar 3,60x menurun bila

dibandingkan dengan total asset turnover pada tahun 2007 sebesar 4,23x. Hal ini

disebabkan bertambahnya penjualan lebih kecil daripada bertambahnya total aktiva.

Menurunnya kecepatan peredaran total asset turnover mengindikasikan lambatnya

pertumbuhan Return on Investment.

Dilihat dari analisis rasio, adanya kenaikan likuiditas perusahaan yang

menggambarkan bahwa perusahaan keadaan kurang sehat karena tingkat likuiditas di

bawah 150%. Begitu juga dilihat dari piutang itu sendiri memberikan kontribusi yang

kecil terhadap likuiditas perusahaan. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya

piutang yang belum terbayar (menunggak) dan lambatnya periode pengumpulan data

dan perputaran piutang.

IV.4. Evaluasi Perubahan Kebijakan Piutang Dagang dengan Metode Sartoris-Hill

atau Net Present Value

PT Tirta Varia Intipratama dalam usahanya meningkatkan volume penjualan ingin

melakukan perubahan dalam kebijakan kredit. Oleh karena itu perusahaan perlu

81

menganalisa kebijakan kredit saat ini dan kebijakan yang direncanakan dengan

menggunakan metode Sartoris - Hill untuk mengetahui kebijakan kredit mana yang lebih

baik dijalankan oleh perusahaan dalam mengoptimalkan volume penjualan.

Tabel 4.17

Kebijakan Kredit saat ini dan kebijakan kredit yang diusulkan

PT Tirta Varia Intipratama

Kebijakan Kredit saat ini Kebijakan Kredit yang diusulkan

Harga jual / unit ( P0) = Rp. 11.000

Biaya / unit (C0) = Rp. 8.250

Penjualan harian (Q0) = 11 unit

Persentase piutang ragu~ragu (b0) = 0 %

Rata-rata waktu pencairan piutang (t0) =

30 hari

Tingkat Bunga (K0) = 18 %/360 = 0,0005

Persentase modal kerja yang lain (W0) = 15%

Harga jual /unit (P1) = Rp. 11.000

Biaya / unit (C1) = Rp. 8.250

Penjualan harian (Q1) = 15 unit

Persentase piutang ragu-ragu (b1) = 0 %

Rata-rata waktu pencairan piutang (t1) =

60 hari

Tingkat Bunga (K1) = 18 %/360 = 0,0005

Persentase modal kerja yang lain (W1) = 15 %

P0Q0(1 – b0) P0Q0 NPV0 = ------------------ - C0Q0 – w -P0Q0 - ---------- (1 + k)t0 (1 + k)t0

11.000(11) (1 – 0) 11.000(11) = ------------------------ - 8.250(11) – 0,15 11.000(11) - --------------- (1+0,0005)30 (1+0,0005)30

= 119.198,99 – 90.750 – 0,15 (121.000 – 119.198,99)

= 119.198,99 – 90.750 – 270,15

= Rp. 28.178,84

82

P1Q1(1 – b1) P1Q1 NPV1 = ------------------ - C1Q1 – w -P1Q1 - ---------- (1 + k)t1 (1 + k)t1

11.000(15) (1 – 0) 11.000(1,5) = --------------------------- - 8.250(15) – 0,15 11.000(15) - ---------------- (1+0,0005)60 (1+0,0005)60

= 160.124,71 – 123.750 – 0,15 (165.000 – 160.124,71)

= 160.124,71 – 123.750 – 731,29

= Rp. 35.643,41

Berdasarkan analisa Net Present Value di atas, dapat dilihat bahwa Net Present

Value dari kebijakan kredit yang direncanakan (NPV1) lebih besar daripada Net Present

Value dari kebijakan kredit yang sekarang sudah dijalankan (NPV0) yaitu sebesar Rp.

28.178,84, jika dibandingkan Net Present Value dari kebijakan saat ini (NPV0) yaitu

sebesar Rp. 35.643,41. Kebijakan kredit yang direncanakan perusahaan dalam usahanya

melakukan perubahan kebijakan kredit layak untuk dijalankan dan dapat meningkatkan

volume penjualan.

Jadi berdasarkan analisa kebijakan kredit ini, kebijakan kredit yang diusulkan

layak dijalankan oleh PT Tirta Varia Intipratama. Apabila perusahaan menjalankan

kebijakan yang diusulkan, maka perusahaan tidak mengalami kerugian, karcna Net

Present Valuenya positif, yaitu sebesar Rp. 35.643,41.