Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IV
PEREMPUAN PEMANDU KARAOKE
Bab empat akan lebih dibahas mengenai asal usul Sarirejo dan aktor yang
ada di dalam Sarirejo. Sarirejo sendiri bagi warga kota Salatiga dan sekitarnya
lebih di kenal dengan nama Sembir. Sebenarnya nama Sembir dapat muncul
karena pengertian warga sekitar saat membedakan daerah Sarirejo dan daerah
Sembir. Pada bab empat akan dibahas juga aktor-aktor yang berperan di dalamnya
dan yang berperan penting di dalam penelitian yaitu pemandu karaoke (PK).
Pemandu karaoke dipilih menjadi key study karena mayoritas pemandu karaoke di
Sarirejo adalah perempuan, kemudian bab empat akan berfokus pada modal apa
saja yang dimiliki perempuan sebagai pemandu karaoke. Kemudian peneliti akan
menjelaskan habitus seperti apa yang dibangun oleh aktor-aktor yang berpengaruh
di Sarirejo termasuk pemandu karaoke.
4.1 Kilas Balik Sarirejo
Sarirejo merupakan salah satu desa yang ada di kota Salatiga provinsi
Jawa Tengah. Secara juridisformal, kota Salatiga terbentuk sejak diberlakukannya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kota-Kota Kecil dalam lingkungan propinsi Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Jawa Barat. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1992 tentang
perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan Kabupaten
Daerah Tingkat II Semarang (Lembaran Negara Indonesia Nomor 3500).
Secara astronomi terletak antara 110.27’.56,81” - 110.32’.4,64” Bujur
Timur dan terletak di antara 007.17’ dan 007.17’.23” Lintang Selatan, secara
morfologis berada di daerah cekungan, kaki gunung Merbabu diantara gunung-
gunung kecil antara lain Gajahmungkur, Telomoyo dan Payung Rong, secara
administrasi dikelilingi wilayah kabupaten Semarang antara lain :
1. Sebelah Utara : Kecamatan Pabelan (Desa Pabelan dan Desa Pejaten)
dan Kecamatan Tuntang (Desa Kesongo, Desa Watuagung);
29
2. Sebelah Selatan : Kecamatan Getasan (Desa Sumogawe, Desa
Samirono dan Desa Jetak) dan Kecamatan Tengaran (Desa Patemon
dan Desa Karangduren);
3. Sebelah Barat : Kecamatan Tuntang (Desa Candirejo, Desa Jombor,
Desa Sraten dan Desa Gedangan) dan Kecamatan Getasan (Desa
Polobogo);
4. Sebelah Timur : Kecamatan Pabelan (Desa Ujung-Ujung, Desa
Sukoharjo dan Desa Glawan) dan Kecamatan Tengaran (Desa Bener,
Desa Tegal Waton dan Desa Nyamat).
Kota Salatiga merupakan perlintasa dua kota besar di Jawa Tengah, yaitu
Semarang dan Surakarta. Kota Salatiga juga perlintasan dari Jawa Timur ke
Semarang dan Jawa Barat sehingga transportasi darat melalui Salatiga cukup
ramai. Salatiga berjarak 100 km dari Yogyakarta, 57 km dari Semarang, dan 53
km dari Surakarta, serta secara administratif kota Salatiga mempunyai 4
kecamatan dan 22 kelurahan, dengan jumlah RT sebanyak 1.044 dan RW
sebanyak 199 padaa tahun 2010.
Tabel 4.1. menyajikan data tentang luas wilayah kota Salatiga menurut kecamatan
dan keluahan.
Tabel 4.1.
Luas Wilayah Kota Salatiga
Menurut Kecamatan dan Kelurahan Tahun 2010
No. WILAYAH LUAS JUMLAH
(ha) % RW RT
1 KECAMATAN SIDOREJO
Kelurahan Blotongan
Kelurahan Sidorejo Lor
Kelurahan Salatiga
Kelurahan Bugel
Kelurahan Kauman Kidul
Kelurahan Pulutan
1.623,72
423,80
271,60
202,00
294,37
195,85
237,10
28,61 59
15
14
12
6
7
5
297
70
87
78
20
23
19
30
2 KECAMATAN TINGKIR
Kelurahan Kutowinangun
Kelurahan Gendongan
Kelurahan Kalibening
Kelurahan Sidorejo Kidul
Kelurahan Tingkir Lor
Kelurahan Tingkir Tengah
1.054,85
293,75
68,90
99,59
277,50
177,30
137,80
18,58 48
41
5
3
8
8
10
279
151
37
9
28
23
31
3 KECAMATAN
ARGOMULYO
Kelurahan Noborejo
Kelurahan Ledok
Kelurahan Tegalrejo
Kelurahan Kumpulrejo
Kelurahan Randuacir
Kelurahan Cebongan
1.852,69
332,20
187,33
188,43
629,03
377,60
138,10
32,63 56
10
13
9
10
8
6
251
35
63
55
42
34
22
4 KECAMAN SIDOMUKTI
Kelurahan Kecandran
Kelurahan Dukuh
Kelurahan mangunsari
Kelurahan Kalicacing
1.145,85
399,20
377,15
290,77
78,73
20,18 36
6
9
14
7
217
23
68
87
39
JUMLAH 5,678,11 100,00 199 1,044
Sumber : Salatiga Dalam Angka 2010
Kota Salatiga merupakan salah satu kota yang berhawa cukup sejuk, hal
ini karena secara geomorfologi wilayah kota Salatiga berada di daerah kaki
gunung Merbabu dan gunung-gunung kecil antara lain Gajahmungkur, Telomoyo
dan Payung Rong, dengan ketinggian wilayah berada di kisaran 450-825 meter di
atas permukaan laut. Hal ini menjadi salah satu faktor yang membuat Salatiga
nyaman sebagai daerah tujuan wisata lokal dan memiliki potensi yang sangat
strategis untuk berperan sebagai kota transit, kota pendidikn dan pusat
pengumpulan serta pengolahan produksi pertanian dari kabupaten di sekitarnya.
31
Sebenarnya tujuan penataan ruang kota Salatiga adalah mewujudkan kota
Salatiga sebagai pusat pendidikan dan olahraga di kawasan Kendal-Ungaran-
Semarang-Salatiga-Purwodadi (Kedungsapur) yang berkelanjutan di dukung
sektor perdagangan dan jasa yang berwawasan lingkungan sesuai dengan
Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Salatiga tahun 2010-2030.
Sedangkan kelurahan Sidorejo Lor di Kecamatan Sidorejo sendiri yang
merupakan letak desa Sarirejo menjadi sub pusat pelayanan kota. Sub pusat ini
terbagi menjadi beberapa tempat salah satunya tadi kelurahan Sidorejo Lor dan
yang lain kelurahan Mangunsari di kecamatan Sidomukti, kelurahan Randuacir di
kecamatan Argomulyo dan kelurahan Sidorejo Kidul di kecamatan Tingkir.
Kemudian kelurahan Sidorejo Lor di kecamatan Sidorejo dijadikan sebagai pusat
pengembangan pendidikan tinggi dan pariwisata. Salah satu pariwisata di
kelurahan Sidorejo Lor berada di desa Sarirejo, yaitu tempat wisata karaoke.
Saat ini memang di Sarirejo menjadi salah satu tempat pariwisata di kota
Salatiga yang bergerak di bidang hiburan karaoke. Sarirejo sendiri lebih dikenal
banyak orang dengan nama Sembir. Itu karena Sembir nama sebuah desa yang
ada di sebelah desa Sarirejo. Sembir sendiri menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang berarti tepi atau pinggir1. Sehingga Sarirejo lebih dikenal banyak
orang dengan sebutan Sembir.
Pada awalnya Sarirejo merupakan salah satu tempat lokalisasi di Jawa
Tengah khususnya kota Salatiga. Salah satu tokoh yang terkenal di Sarirejo adalah
Pak Samad. Beliau adalah pionir pendiri tempat lokalisasi di Sarirejo. Tidak
begitu diketahui asal-usul pendiri Sarirejo tersebut, akan tetapi namanya cukup
melegenda bagi kalangan orang-orang dewasa di kota Salatiga khususnya pria
dewasa2. Akan tetapi seiring berkembangnya jaman, Sarirejo berubah konsep
menjadi tempat wisata karaoke. Perubahan konsep tersebut disebabkan karena
pemerintah akan menata kembali wilayah Sarirejo menjadi tempat wisata yang
lebih baik. Salah satu aktivis di Sarirejo yang bergerak bersama LSM Tegar di 1http://kbbi.web.id/sembir 2http://inisalatiga.wordpress.com/2010/11/19/pak-samad-the-legend/
32
bidang kesehatan juga mengatakan hal mengenai perubahan konsep tersebut, yaitu
Alfred Lehurliana:
“Sebenarnya itu masih digodog3 dari pemerintah daerah dan dinas
pariwisata mbak. Apakah nantinya Sarirejo tetap menjadi lokalisasi, atau
ditutup atau justru berubah menjadi tempat wisata karaoke. Nah,
keputusannya bulan Oktober. Tapi warga sendiri sudah membiasakan diri
dengan merubah daerah mereka menjadi kawasan wisata karaoke, namun
tidak menutup kemungkinan masih dilakukan sistem lokalisasi tadi, hanya
saja ditutupi dengan tempat karaoke itu”.
Berubahnya konsep penataan ruang Sarirejo yang dulunya tempat
lokalisasi berubah menjadi tempat wisata karaoke sebenarnya masih menjadi
perdebatan di kalangan pemerintah.Namun, bagi warga Sarirejo sendiri mereka
sudah mengantisipasi keadaan tersebut dengan merubah menjadi tempat lokalisasi
tersebut secara terselubung, yaitu dengan dalih tempat wisata karaoke.
Sedangkan jumlah penduduk di Sidorejo Lor sendiri berjumlah 14.281
jiwa dengan luas kelurahan 2.716 km2, kepadatan per km2 5.2584. Mayoritas
penduduk RW 09, desa Sarirejo, kelurahan Sidorejo Lor merupakan pendatang
yang bertujuan untuk bekerja di Sarirejo dan kebanyakan perempuan. Sebelum
Sarirejo berubah konsep menjadi kawasan wisata karaoke dan masih menjadi
tempat lokalisasi, perempuan-perempuan yang merupakan pendatang ini bekerja
untuk menjajakan tubuhnya kepada pelanggan. Mereka juga disebut sebagai
Pekerja Seks Komersial (PSK), akan tetapi semenjak berubah konsep PSK ini
tidak mau lagi disebut PSK, mereka lebih memilih disebut Pemandu Karaoke
(PK).
Atas dasar anggaran kebutuhan yang semakin meningkat, akhirnya para
PK ini memilih bekerja di Sarirejo sebagai pemandu karaoke. Konstruksi yang
dibangun oleh kapitalisme kepada kaum hawa dapat dikatakan sangat sukses.
3 Istilah bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia matang 4Sumber: Sensus Penduduk 2010, BPS Salatiga
33
Perempuan-perempuan berlomba-lomba untuk bisa memenuhi kebutuhannya
menjadi wanita yang cantik. Dalam konsep kapitalis, perempuan yang cantik
digambarkan kurus, tinggi, kulit putih, rambut panjang lurus. Seperti pada tahun
1990-an bahwa tubuh ideal adalah tubuh muda kurus semampai, yang
terpersonifikasi dalam model Kate Moss. Materialisme dan kekuatan berpakaian
masyarakat kelas atas-yang gemerlap dan kompetitif tahun 80-an-dibuang dalam
lingkungan ‘kemurnian’ awal 90-an. (Carson, 2010:148-149).
Para PK berpikir bahwa jika mereka ingin memenuhi kebutuhan mereka
pribadi yang memerlukan pengeluaran yang tidak sedikit mereka harus bekerja
lebih keras lagi. Sehingga tidak menutup kemungkinan kalau PK-PK selain
menjadi pemandu karaoke, mereka juga masih melayani jasa berhubungan seksual
untuk para pelanggannya. Seperti yang diungkapkan salah seorang PK bahwa dia
bekerja tidak hanya menjadi pemandu karaoke, tapi mereka juga mendapatkan
perlakuan yang tidak sopan dari para pelanggannya:
“Kebetulan mbak. Saya pikir cafe yang hanya buat minum saja. Gak
taunya cafe plus-plus. Itu pun saya dan teman saya dijebak dengan orang
yang sama. Kebetulan mbak. Ya kadang ada laki-laki yang mau pegang-
pegang tubuh kita gitu mbak. Makannya aku juga ngerasa kecewa. Habis
butuh uangnya buat biaya kuliah sih mbak.”
Dalam hal ini, perempuan di nomor duakan. Sehingga informasi-informasi
penting seputar pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dana keahlian perempuan
pun menjadi diabaikan. Karena kenyataannya tidak semua pelanggan hanya mau
di temani bernyanyi saja. Terkadang pelanggan juga meminta untuk berhubungan
seksual dengan para PK. Karena biaya kebutuhan yang semakin meningkat juga
serta pendidikan dan bekal keahlian yang kurang juga membuat perempuan-
perempuan PK tersebut bekerja di Sarirejo.
34
4.2 Modal Yang Menjadi Habitus Perempuan Sarirejo
Mayoritas perempuan PK yang ada di Sarirejo adalah seorang pendatang.
Sebenarnya modal apa yang diperlukan perempuan untuk bekerja sebagai PK?
Sehingga perempuan-perempuan berbondong-bondong untuk bekerja di luar
daerah tempat tinggal mereka, yang hanya bekerja sebagai pemandu karaoke.
“Magelang. Saya di sini tinggal di mess mbak. Tempatnya di belakang
saya kerja. Di belakang karaoke aora situ mbak.” (Lilis, 20th)
“Kalau saya udah hampir satu tahun mbak. Saya di sini ngekos mbak. Di
amazone karaoke itu mbak kerja saya, nah tempat tinggal saya di dekat
situ. Semarang mbak.” (Aya, 21th)
Meskipun antara PK satu dengan PK yang lain memiliki latar belakang asal
tempat tinggal yang berbeda-beda namun mereka dapat menjadi partner5 dalam
bekerja, mereka juga cepat dalam hal berinteraksi antara satu dengan yang lain.
Dalam proses interaksi dengan pihak luar itu, terbentuklah ranah, jaringan relasi
posisi-posisi objektif.
Ranah sendiri merupakan metafora yang digunakan Bourdieu untuk
menggambarkan kondisi masyarakat yang terstruktur dan dinamis dengan daya-
daya yang dikandungnya. Dasar metaforaa itu dijelaskan oleh Bourdieu dalam
wawancara pribadi dengan Cheleen Mahar (1985) sebagai berikut:
Untuk memberikan gambaran kepada Anda, kita dapat membayangkan
masyarakat sebagai semacam sistem ranah, sehingga Anda harus berpikir
dari sudut pandang sebuah sistem dan relasi-relasi. Sistem ranah (yang
terdapat dalam ruang sosial) hampir dapat dibayangkan, secara sederhana,
sebagai sebuah sistem planet, karena ruang sosial benar-benar merupakan
suatu ranah integral. Setiap ranah memiliki struktur dan daya-dayanya 5 Rekan kerja dalam bahasa Inggris.
35
sendiri, serta ditempatkan dalam suatu ranah yang lebih besar yang juga
memiliki kekuatan, strukturnya sendiri dan seterusnya. Seiring
perkembangannya, sistem ranah merangkai sebuah ranah yanga lebih
besar.
Ranah mengisi ruang sosial. Istilah ruang sosial mengacu pada keseluruhan
konsepsi tentang dunia sosial. Ruang sosial sendiri disini adalah RW 09 desa
Sarirejo kota Salatiga. Konsep ini menganalogikan realitas sosial sebagai sebuah
ruang dan pemahamannya menggunakan pendekatan topologi. Dalam hal ini,
ruang sosial dapat dikonsepsi sebagai terdiri dari beragam ranah memiliki
sejumlah hubungan terhadap satu sama lainnya, serta sejumlah titik kontak. Ruang
sosial individu dikaitkan melalui waktu (trajektori kehidupan) dengan serangkaian
ranah tempat orang-orang berebut berbagai bentuk modal6.
Modal pengalaman kerja yang dimiliki setiap PK juga merupakan salah
satu alasan kalau perempuan memilih bekerja sebagai PK dibanding buruh.
Bahkan perempuan yang tingkat pendidikannya rendah, mereka hanya
mempunyai kesempatan bekerja bermodalkan tubuhnya. Tubuh bagi seorang PK
merupakan alat mereka untuk berpolitik. Politik yang dimaksudkan disini adalah
untuk mencari keuntungan bagi PK sendiri. Tingkat pendidikan PK yang rendah
menuntut perempuan-perempuan ini akhirnya menggunakan tubuhnya sebagai
modal untuk mendapatkan keuntungan. Menurut salah satu PK bernama Nia yang
berasal dari Purwokerto, yang pada zaman sekarang dapat dikatakan tingkat
pendidikannya rendah:
“SMP mbak.”
“Karena saya dari keluarga kurang mampu, jadi saya mau cari kerja untuk
memenuhi kebutuhan saya. Dulu sih saya kerja di toko pakaian di
Purwokerto. Tapi karena saya dikasih tau kerja disini enak dan gak susah
ya sudah saya kerja disini. Baru dua tahun sih mbak.”
6 Mahar, Cheleen. 2009. “(HabitusxModal)+Ranah=Praktik”. Yogyakarta: Jalasutra
36
Selain modal pengalaman, pendidikan dan status, maka modal tubuh juga
digunakan para pemandu karaoke untuk melancarkan pekerjaannya. Seperti yang
dialami salah seorang pemandu karaoke berikut:
“Saya pikir cafe yang hanya buat minum saja. Gak taunya cafe plus-plus.
Itu pun saya dan teman saya dijebak dengan orang yang sama. Kebetulan
mbak. Ya kadang ada laki-laki yang mau pegang-pegang tubuh kita gitu
mbak. Makannya aku juga ngerasa kecewa. Habis butuh uangnya buat
biaya kuliah sih mbak.”
Dalam ruang sosial ini, individu dengan habitus-nya berhubungan dengan
individu lain dan berbagai realitas sosial yang menghasilkan tindakan-tindakan
sesuai dengan ranah dan modal yang dimilikinya. Maka dengan keadaan Sarirejo
yang dahulunya tempat lokalisasi, kemudian sekarang berubah konsep menjadi
tempat wisata karaoke belum lama ini, habitus yang dimiliki masyarakatanya atau
setiap aktor yang ada di Sarirejo belum berubah. Sehingga bagi PK,modal
tubuhlah yang seharusnya mereka pakai untuk bekerja. Para PK akhirnya
menggunakan upah kerjanya untuk mempercantik tubuhnya agar para PK dapat
bersaing di ranah yang tersedia.
“Kalau saya sebulan bisa lebih mbak, soalnya saya juga mesti beli make
up. Itu make up saya setiap bulan beli lho mbak, apa lagi saya pakainya
merek ines. Jadi memang mahal. Ya paling gak sebulan dua juta.”
Sedangkan menurut Ibid:
Modal simbolik – suatu bentuk modal ekonomi fisikal yang telah
mengalami transformasi dan, karenanya, telah tersamarkan –
menghasilkan efeknya yang tepat sepanjang, dan hanya hanya sepanjang,
menyembunyikan fakta bahwa ia tampil dalam bentuk-bentuk modal
‘material’ yang adalah, pada hakikatnya, sumber efek-efeknya juga.
37
(Ibid.: 183)
Kekuasaan sistem simbolik dan dominasi yang diimplikasikan sistem tersebut
pada konstruksi realitas, memiliki arti yang sangat penting dalam karya Bourdieu.
Baginya bentuk-bentuk simbolik, seperti bahasa, kode-kode pakaian, dan postur
tubuh, merupakan hal penting, bukan hanya untuk memahami fungsi kognitif
simbol-simbol. Kemudian suatu modal ekonomi serta modal tubuh yang dimiliki
pemandu karaoke mulai dipakai, maka akan membentuk suatu modal simbolik
juga. Pada kenyataannya seorang pemandu karaoke memang membutuhkan modal
utama mereka untuk bekerja yaitu tubuhnya.
Sehingga, bagi Bourdieu, definisi modal ini sangat luas dan mencakup hal-
hal material (yang dapat memiliki nilai simbolik) dan berbagai atribut ‘yang tak
tersentuh’, namun memiliki signifikansi secara kultural, misalnya prestise, status,
dan otoritas (yang dirujuk sebagai modal simbolik), serta modal budaya (yang
didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi) (Bourdieu,
1986a). Modal budaya dapat mencakup rentangan luas properti, seperti seni,
pendidikan dan bentuk-bentuk bahasa. Modal budaya juga dimiliki setiap individu
termasuk perempuan PK. Bahwa, para PK menggunakan media massa untuk
mengakses berita-berita atau informasi yang sedang marak diperbincangkan.
Berbagai macam bentuk informasi yang dikemas sedemikian rupa, sehingga para
PK dapat memperoleh berita seputar pemilu juga. Seperti yang diungkapkan
perempuan PK yang ada di Sarirejo:
“Walah, boro-boro dikasih tahu mbak. Bahas soal pemilu aja tidak.
Kemarin itu malah bahas soal kita yang harus libur pas pemilu, jadi kita
rugi. Karena tidak dapat penghasilan sehari. Ya paling saya tahu kabar soal
pemilu itu dari TV atau baca berita di internet mbak.” (Ami, 25th)
Tahun 2014 bagi negara Indonesia merupakan tahun politik. Tahun 2014 juga
dilaksanakan pemilihan umum (pemilu). Pemilu sendiri dirayakan oleh semua
warga Indonesia tanpa terkecuali perempuan PK. Habitus yang terbentuk pada
38
masyarakat terpinggirkan seperti PK, akhirnya berpengaruh pada keputusan yang
diambil. Kebiasaan yang dilakukan masyarakat terpinggirkan dipicu dari modal
yang dimilikinya tidak sama dengan masyarakat yang terpandang. Seperti para PK
yang hanya memiliki modal tubuh serta modal budaya yang terbatas seperti
pendidikan.
“Kemarin itu saya gak7 dapat pendidikan politik itu mbak. Dan saya juga
gak ada usaha apa-apa. Karena saya juga gak tertarik soal politik. Lagian
malas mbak kalau terlalu mikirin kayak gituan.”
Pemilu sendiri memiliki beberapa tahapan atau proses salah satunya adalah
pendidikan politik yang diberikan kepada semua warga Indonesia seputar pemilu.
Meskipun tingkat pendidikan perempuan PK mayoritas hanya sampai sekolah
menengah pertama (SMP), tetapi dengan perkembangan gadget yang semakin
maju di era modern ini, maka tidak memungkiri bahwa setiap individu pasti bisa
mendapatkan informasi dari televisi, handphone, komputer, radio dan lain
sebagainya mengenai berita pemilu. Sehingga modal budaya di era modern ini
dalam bidang pendidikan, memiliki berbagai macam pilihan sarana untuk
memperoleh informasi atau pengetahuan.
Namun bagi perempuan yang memiliki modal khususnya modal ekonomi
dan modal simbolik yang cukup kuat, maka perempuan tersebut tidak hanya
mampu mendapatkan pekerjaan yang status sosialnya tinggi dari pada PK, tetapi
mereka juga mampu mendapatkan penghasilan yang lebih banyak. Dalam hal ini,
perempuan yang menjadi seorang calon legislatif (caleg) harus memiliki kedua
modal tersebut agar mereka mampu bertahan di dunia politik. Kemudian hasil
wawancara dari peneliti lain menyebutkan bahwa sejak keputusan Mahkamah
Konstitusi melegalkan sistem baru, para caleg perempuan mengikuti instruksi
partainya untuk bekerjasama dengan koleganya laki-laki di setiap dapil untuk
memastikan kemenangan kursi bagi partainya, bukan untuk individu. Sejak
keputusan itu diterapkan pada awal 2009, kompetisi bebas antar caleg tidak bisa 7 Dalam bahasa Indonesia artinya tidak
39
40
dihindari. Maka bagi kandidat yang bertarung dalam dua pemilu, perubahan
sistem tersebut diakui oleh mereka telah menyulitkan untuk memenangkan kursi,
terutama makin mahalnya pengeluaran biaya kampanye. Bagi Bourdieu, modal
berperan sebagai sebuah relasi sosial yang terdapat di dalam suatu sistem
pertukaran, dan istilah ini diperluas ‘pada segala bentuk barang-baik materil
maupun simbol, tanpa perbedaan-yang mempresentasikan dirinya sebagai sesuatu
yang jarang dan layak untuk dicari dalam sebuah formasi sosial tertentu’ (1977:
178). Seperti yang disampaikan oleh Eva berikut ini:
“Pengalaman saya di tahun 2004 lebih mudah dibandingkan tahun 2009.
[di tahun 2004] saya adalah anggota baru. Karena adanya peringkat dalam nomor,
maka biaya politiknya sangat rendah. Saat itu, kami [berada di nomor urut atas]
bertemu untuk [menentukan] Eva ambil [dapil] ini dan Pramono [salah satu elite
PDIP] ambil daerah lainnya. Orientasi kami adalah memperoleh suara. Saya
menghabiskan Rp. 225 juta, dimana RP.75 juta saya serahkan kepada partai dan
sisanya saya pergunakan untuk kampanye saya. Saya mendapat 36.000 suara.”