Bab IV Tekanan Formasi

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    1/20

    BAB IV

    TEKANAN FORMASI

    Pori-pori formasi yang di bor memiliki tekanan yang disebut dengan tekanan formasi

    (Formation Pressure). Pada perencanaan dan pelaksanaan operasi pemboran, tekanan formasi

    akan mempengaruhi desain casing, berat lumpur pemboran (mud weight ) dan berpengaruhi

    terhadap kemungkinan pipa kejepit (stuck pipe), hole instability  dan masalah well control . Penting

     juga untuk mendeteksi zona-zona bertekanan tinggi yang beresiko menyebabkan terjadinya

    blow-out .

    Selain tekanan formasi, diperlukan juga data tentang tekanan rekah ( fracture) formasi atau

    batuan. Karena  fracture  dapat menyebabkan terjadinya loss  atau masuk dan hilangnya lumpur

    pemboran kedalam formasi atau batuan. Dan juga  fracture  mendatangkan resiko terhadap

    masuknya influx dari formasi yang bisa menyebabkan blowout .

    Tekanan formasi dan tekanan rekah merupakan dua data penting dalam mendisain sumur

    dan pelaksanaan operasi pemboran. Tekanan didalam lubang sumur harus lebih besar dari

    tekanan formasi, namun tekanan dalam lubang tersebut tidak boleh lebih besar dari tekanan

    rekah. Tekanan di dalam lubang sumur itu didapat dari kolom lumpur pemboran yang dikenal

    dengan tekanan hidrostatik.

    Jika tekanan hidrostatik lebih kecil dari tekanan formasi maka fluida dari formasi akan

    masuk ke lubang sumur dan bisa menyebabkan kick  dan blowout , sedangkan jika tekanan formasi

    lebih besar dari tekanan rekah formasi atau batuan tersebut, maka bisa menyebabkan loss atau

    hilangnya lumpur pemboran kedalam formasi.

    Gambar 4.1 Tekanan Formasi dan Tekanan Rekah pada Casing Setting Depth Selection 

       P   e   t   r   o   s    k   i    l    l

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    2/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  44 

    Pada saat pengeboran, kolom lumpur pemboran akan memberikan tekanan hidrostatik.

    Jika tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan formasi maka disebut dengan kondisi

    overbalance. Sedangkan jika tekanan hidrostatik lebih kecil dari tekanan formasi maka disebut

    dengan kondisi underbalance. Strategi pengeboran overbalance atau underbalance akan berbeda

    dalam pemakaian berat lumpur, peralatan dan teknik pengeborannya.

    I.  Tekanan Formasi Normal

    Tekanan formasi (Formation Pressure  atau  Formation Pore Pressure) adalah besarnya

    tekanan yang diberikan cairan yang mengisi rongga formasi, secara hidrostatis untuk keadaan

    normal sama dengan tekanan kolom cairan yang ada dalam dasar formasi sampai ke permukaan.

    Bila isi dari kolom yang terisi berbeda fluida nya, maka besarnya tekanan hidrostatiknya

    pun berbeda. Gradien tekanan formasi sebesar 0.433 psi/ft untuk air tawar dengan berat jenis

    8.33 ppg (lb/gal), dan 0.465 psi/ft untuk air asin (80,000 ppm salt content) dengan berat jenis 9 

    ppg (lb/gal), yang merupakan gradien tekanan normal karena biasanya fluida pada pori formasi

    berisi garam atau dikenal sebagai brine.

    Untuk tekanan formasi yang nilai nya diatas atau dibawah gradien tersebut (0.465 ft/gal)

    disebut sebagai tekanan abnormal dan subnormal (abnormal and subnormal pressure).

    Tekanan overburden terjadi akibat berat dari matriks batuan dan fluida yang yang mengisi

    rongga batuan tersebut yang berada diatas suatu batuan. Secara umum, gradien tekanan

    overburden diasumsikan sebesar 1 psi/ft dengan berat jenis 19.23 lb/gal.

    Penentuan tekanan formasi bisa dilakukan dari analisa Wireline Formation Test log atau

    dari data pengujian formasi Drill Stem Test (DST).

    Gambar 4.2 Berat Lumpur dan Gradien Tekanan Pori

       H   e

       r   i   o   t   W   a   t   t    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    3/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  45 

    II.  Tekanan Formasi Abnormal

    Tekanan abnormal terjadi karena tidak adanya komunikasi tekanan secara bebas akibat

    sealing atau perangkap, sehingga tekanan tidak cepat terdistribusi untuk kembali menuju kondisi

    tekanan normalnya. Mekanisme terjadinya sealing telah ada sebelum tekanan abnormal

    terbentuk dan menetap.

    Asal Mula Pembentukan Tekanan Formasi Abnormal

    1.  Proses Kompaksi Sedimen

    Gambar 4.3 Tekanan Abnormal Akibat Proses Kompaksi

    Pada Gambar 4.3, proses kompaksi terjadi jika sedimentasi lapisan berikutnya diendapkan

    di atas lapisan yang pertama. Pertambahan berat batuan di atasnya dapat menyebabkan

    berkurangnya volume pori batuan. Setiap batuan akan mengalami proses kompaksi yang berbeda

    dengan bertambahnya kedalaman, ada yang mengalami proses kompaksi normal ada pula yang

    abnormal. Tekanan abnormal berkaitan dengan sekat (seal) yang mungkin terbentuk dalam

    periode sedimentasi, kompaksi, atau tersekatnya fluida di dalam suatu lapisan yang dibatasi oleh

    lapisan yang permeabilitasnya sangat rendah.

    Gambar 4.4 Pengaruh Tekanan Overburden pada Kompaksi Normal terhadap Besarnya Porositas

       N   e   a    l   A    d   a   m   s    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

       N   e   a    l   A    d   a   m   s    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    4/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  46 

    Pada Gambar 4.4 dapat dilihat kompaksi normal. Volume pori mengecil akibat dari

    pertambahan berat beban di atasnya yang mengakibatkan fluida yang ada di dalam ruang pori

    terdorong keluar dan mengalir ke segala arah menuju formasi disekitarnya. Sehingga berat batuan

    diatasnya akan ditahan oleh partikel-partikel sedimen. Kompaksi normal umumnya menghasilkan

    suatu gradien tekanan formasi yang normal.

    Kompaksi abnormal akan terjadi jika pertambahan berat beban di atasnya tidakmenyebabkan berkurangnya ruang pori. Ruang pori tidak mengecil karena air yang berada di

    dalamnya tidak bisa terdorong keluar. Tersumbatnya air di dalam ruang pori disebabkan karena

    formasi itu terperangkap di dalam formasi yang mempunyai permeabilitas sangat kecil (struktur

    lensa).

    Gambar 4.5 Pengaruh Kompaksi terhadap Besarnya Tekanan Fluida Formasi 

    Proses kompaksi abnormal umumnya terjadi pada formasi shale, terutama jika terdapat

    lapisan pasir yang terperangkap di dalamnya. Pertambahan berat beban di atasnya tidak hanya

    ditahan oleh partikel-partikel sedimen, tetapi ditahan juga oleh air formasi yang terperangkap

    dalam ruang pori. Hal ini menyebabkan tekanan pori formasi menjadi tinggi dan gradien

    tekanannya melebihi gradien tekanan formasi normal.

    Ruang pori yang tidak mengecil pada daerah transisi yang berupa lapisan shale

    menyebabkan perubahan massa jenis shale tersebut. Pada kompaksi normal makin dalam suatu

    sedimen shale terendapkan, makin kecil volume keseluruhan dan makin kompak, sehingga massa

     jenisnya membesar sesuai kedalaman. Pada kompaksi abnormal porositas tidak mengecil, karena

    adanya air formasi yang terjebak di dalamnya, sehingga bulk volume tidak mengecil. Hal inimenyebabkan massa jenis shale mengecil, dan sewaktu dilakukan pemboran massa jenis shale

    ditentukan berdasarkan dari serpih pemboran (cutting), dan hasil ini diplot untuk setiap interval

    kedalaman tertentu.

    Neal Adams/ Drilling Engineering

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    5/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  47  

    Gambar 4.6 Penyimpangan Harga Densitas Shale terhadap Kedalaman

    Penyimpangan dari arah normal yang merupakan arah kompaksi normal menandakan

    bahwa formasi yang ditembus mempunyai tekanan tinggi atau abnormal,

    2.  Sistem Sumur Artesis

    Formasi water-bearing yang menerus akan mengantarkan tekanan hidrostastatik ke dasar

    struktur. Seperti pada gambar dibawah, ketika pada kedalaman 1000 ft dibawah rig ditemuitekanan 13.5 ppg EMW (702 psi) akibat pengaruh dari sistem artesis formasi water bearing.

    Kondisi sangat berbeda ketika memakai asumsi tekanan normal dibawah rig yang didapat 9 ppg,

    dengan :

    0.052 x 9 lb/gal x 1000 ft = 468 psi.

    Note : Rumus tekanan hidrostatik harus dihapal P = 0.052 x Berat Fluida lb/ft x kedalaman ft

    Gambar 4.7 Tekanan Abnormal Akibat Sistem Air Artesis 

       N   e   a    l   A    d   a   m   s    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

       N   e   a    l   A    d   a   m   s    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    6/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  48 

    3.  Uplift (Erosi dan Pengangkatan)

    Tekanan normal pada kedalaman tertentu bisa berubah menjadi abnormal ketika ada

    tektonik yang mengangkat sebagian formasi yang sealing. Karena adanya sealing maka tekanan

    formasi yang abnormal tersebut tidak bisa menjadi normal dengan melepas tekanan nya ke

    formasi lain selama masa geologi nya.

    Gambar 4.8 Tekanan Abnormal Akibat Adanya Erosi dan Pengangkatan 

    4.  Lapisan Garam

    Lapaisan garam merupakan penyebab tekanan formasi mendekati overburden. Jika

    dibandingkan, shale lebih semipermeable sedangkan lapisan garam impermeable,dan bersifat

    plastik, meneruskan beban overburden ke formasi dibawahnya.

    Gambar 4.9 Pengaruh Adanya Lapisan Garam Terhadap Overburden Stress 

       N   e   a    l   A    d   a   m   s    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

       N   e   a    l   A    d   a   m   s    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    7/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  49 

    5.  Salt Dome atau Kubah Garam

    Sifat plastik garam yang bisa bergerak ke atas akan mengakibatkan formasi dangkal diatas

    menjadi terdesak dan terkompaksi, sehingga bias menyebabkan tekanan yang tingi pada formasi

    yang dangkal tersebut.

    Gambar 4.10 Pengaruh Salt Dome terhadap Besarnya Tekanan Abnormal 

    6.  Perbedaan Densitas Fluida Formasi

    Perbedaan densitas fluida formasi antara zona permeability nya berhubungan dapat

    menyebabkan tekanan abnormal. Seperti pada contoh dibawah pada zona yang memiliki sealing

    diatas dan saling terkoneksi permeability nya.

    Gambar 4.11 Pengaruh Perbedaan Densitas Fluida Formasi Terhadap Abnormal Pressure 

       N   e   a    l   A    d   a   m   s    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

       N   e   a    l   A    d   a   m   s    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    8/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  50 

    7.  Fluid Migration Effect

    Aliran fluida dari reservoir yang lebih dalam ke formasi yang dangkal dapat menyebabkan

    tekanan abnormal pada formasi dangkal tersebut. Kondisi formasi dangkal yang tekanannya

    menjadi abnormal ini dikenal dengan charging. Aliran tersebut bisa terjadi secara natural atau

    melalui kondisi buatan seperti pada gambar 4.2. Blowout  saat pengeboran beresiko terjadi ketika

    tidak ada antisipasi terhadap kemungkinan formasi yang mengalami charging, terutama padalapangan-lapangan tua.

    Gambar 4.12 Upward Fluid Migration yang Menyebabkan Abnormal Pressure pada Shallow Formations

       B   o   u   r   g   o   y   n   e    /   A   p   p    l   i   e    d   D   r

       i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    9/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  51 

    III. Tekanan Formasi Subnormal

    Asal Mula Pembentukan Tekanan Formasi subnormal

    1. 

    Depletion

    Formasi yang hidrokarbon dan air nya sudah lama diproduksikan akan mengalami

    penurunan tekanan secara natural. Biasa nya pengeboran sumur pengembangan pada reservoiryang sudah lama diproduksikan akan menghadapi tantangan ketika tekanan sumur yang di bor

    sangat rendah sehingga bereresiko kendala operasi loss.

    2.  Thermal Expansion

    Jika fluida pada pori bisa ekspansi pada temperature tinggi maka density akan menurun,

    dan tekanan juga akan menurun.

    3.  Formation Foreshortening

    Selama proses kompresi, ada lapisan formasi yang melengkung ke atas dan ada yangkebawah. Lapisan yang ditengah harus mengisi rongga,yang ada sehingga menyebabkan tekanan

    lapisan yang subnormal. Sedangkan bagian atas dan bawah bisa menyebabkan overpressure.

    Gambar 4.13 Formation Foreshortening

    4.  Precipitation

    Pada daerah yang kering atau gersang (seperti di timur tengah) permukaan air tanah bisa

     jadi berada ratusan feet dibawah permukaan, sehingga akan mengurangi tekanan hidrostatik.

    5. 

    Potentiometric Surface

    Mekanisme ini tergantung relief structural formasi dan bisa menghasilkan zona subnormal

    dan juga zona overpressure. Potentiometric surface merupakan permukaan imajiner ketinggian

    air dari tempat yang terkurung, yang muncul pada sumur yang di bor. Potentiometric surface bisa

    ribuan feet di atas dan dibawah permukaan tanah.

    Gambar 4.14 Efek Potentiometric Surface terhadap Permukaan Tanah menyebabkan Over dan Subnormal Pressure

    Heriot Watt/ Drilling Engineering

    Heriot Watt/ Drilling Engineering

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    10/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  52 

    6.  Epeirogenic Movements

    Perubahan elevasi bisa menyebabkan tekanan abnormal pada formasi secara lateral

    namun sealing. Jika singkapan tersebut naik maka akan menyebabkan overpressure, namun jika

    singkapannya turun maka akan menyebabkan pressure subnormal.

    Gambar 4.15 Dua potentiometric surface pada dua reservoir A dan B

    Antara zona tekanan normal dan zona overpressure disebut dengan zona transisi.

    Gambar 4.16 Zona Transisi dari Tekanan Normal ke Overpressure (Abnormal)

       H   e   r   i   o   t   W   a   t   t    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e

       e   r   i   n   g

    Heriot Watt/ Drilling Engineering

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    11/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  53 

    IV. Prediksi dan Deteksi Tekanan Abnormal

    Prediksi tekanan dapat dilakukan sebelum pengeboran, selama pengeboran, dan juga

    setelah pengeboran, dengan teknik dan cara yang berbeda.

    1. Before Drilling1.

     

    Seismic Data

    2. 

    Geology Studies

    3.  Off-Set Well Data

    a.  IADC Report

    b.  Mud Logger Report

    c. 

    Drilling Fluid Report

    2. While Drilling

    •  Shale Density

    •  Gas Reading

    •  Drill Cutting

    • 

    Flow Line Temperature•  D – Exponential

    3. After Drilling

    1.  Shale Resistivity Log

    2.  Sonic Log

    3.  Repeat Formation Test - RFT

    4. 

    Formation Test – DST

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    12/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  54 

    Gambar 4.17 Parameter Dalam Prediksi dan Deteksi Tekanan Formasi

    Setelah sumur selesai, wireline logging dapat digunakan untuk mengukur tekanan

    abnormal, seperti :a.  Resistivity, conductivity log

    b. 

    Sonic log

    c. 

    Density log

    d.  Neutron porosity log

    e.  Gamma ray, spectrometer

    f.  Velocity survey or checkshot

    g. 

    Vertical seismic profile

    Penyimpangan trend line dari beberapa logging ditunjukan pada gambar berikut :

       H   e   r   i   o   t   W   a   t   t    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    13/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  55 

    Gambar 4.18 Metoda Skematik Respons Wireline Logging

    1. 

    Penentuan Tekanan Formasi Dengan Metoda Hottman dan Johnson Berdasarkan DataResistivity Log

    Prosedur Penentuan adalah :

    1. 

    Kecenderungan atau trend normal didapat dari hasil ploting resistivity shale versus

    kedalaman pada kertas semilog.

    2.  Tentukan pada kedalaman berapa harga resistivity shale menyimpang dari trend

    normal.

    3. 

    Tentukan rasio shale normal dengan resistivity shale yang mengalami penyimpangan

    (observasi).

    4.  Dengan menggunakan Gambar 4.20 dan hasil langkah ketiga dapat ditentukan

    besarnya gradien tekanan formasi (FPG).

    5. 

    Tentukan besarnya tekanan formasi dengan mengalikan hasil langkah ke empatterhadap kedalaman.

    Gambar 4.19 Hubungan Observed Shale Resistivity Terhadap Kedalaman 

       H   e   r   i   o   t   W   a   t   t    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

       N   e   a    l   A    d   a   m   s    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    14/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  56 

    Gambar 4.20 Hubungan Antara Ratio Shale Resistivity (Normal dan Observasi) dengan FPG

    2.  Perkiraan Tekanan Formasi Dengan Metoda Hottman dan Johnson Berdasarkan Data-

    Data Acoustic Log

    1. 

    Ploting data acoustic log shale versus kedalaman pada kertas grafik semilog.

    2. 

    Hubungan titik-titik langkah pertama sehingga didapat kurva linier (normal trend).

    3.  Puncak dari daerah formasi yang bertekanan abnormal ditandai dengan dimulainya

    penyimpangan arah garis lurus tersebut (abnormal trend).

    4.  Tentukan penyimpangan waktu interval trasit, yaitu dengan mengurangi trend kurva

    abnormal dengan normalnya.

    Gambar 4.21 Hubungan Antara Travel Time Versus Kedalaman

    5.  Tentukan besarnya gradien tekanan formasi berdasarkan data langkah ke empat

    dengan Gambar 4.22

    6. 

    Tentukan tekanan formasi dengan perkalian FPG dengan kedalaman.

       N   e   a    l   A    d   a   m   s    /   D   r   i    l    l   i   n   g   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g

    Neal Adams/ Drilling Engineering

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    15/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  57  

    Gambar 4.22 Hubungan Antara Differensial Travel Time Versus FPG 

    3.  Pengukuran Langsung Tekanan Formasi

    Data Repeat Formation Tester (RFT)

    RFT merupakan alat wireline untuk mengukur tekanan formasi dan mengambil sample

    fluida formasi.

    -  Data Drill Stem Test (DST)

    DST merupakan salah metoda pengetesan tekanan dan fluida formasi.

    4.  D Exponent

    Deteksi tekanan formasi yang lebih besar dari pada gradien hidrostatik formasi normal

    (0,465 psi/ft atau 9 ppg berat lumpur) salah satu nya dengan metoda D eksponent dengan

    menggunakan parameter-parameter saat pengeboran.

     

      

     

     

     

     

     

     xB

    WOB RPM 

     ROP 

    610

    .12log

    .60

    log

     

    (4-1)

    dimana:

    d = d-exponent

    ROP = laju pemboran (ft/hr)

    WOB = weight on bit (lbs)

    RPM = kecepatan putar (rpm)

    B = diameter bit (inch)

    Neal Adams/ Drilling Engineering

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    16/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  58 

    Persamaan (4-1) kemudian dimodifikasikan, dengan memasukkan pengaruh densitas

    lumpur, menjadi:

     

      

     

     ECD

     NPP d d 

    corr   (4-2)

    dimana:

    dcorr = d-exponent terkoreksi

    NPP = gradien tekanan formasi normal (» 9 ppg)

    ECD = berat lumpur pada saat sirkulasi, ppg

    Jika harga dcorr diplot terhadap kedalaman, akan menunjukkan peningkatan secara linier

     jika tekanan pori formasi normal, akan tetapi akan berkurang secara tajam jika laju pemboran

    meningkat akibat peningkatan tekanan pori formasi.

    Sebagai contoh, dapat digunakan data-data yang terdapat pada tabel 4-1 berikut.

    Tabel 4-1 Data Tekanan Formasi dan d-exponent

    Plot antara laju pemboran terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 4.23, dimana

    terdapat penurunan laju pemboran dari 100 ft/hr pada kedalaman 6000 ft menjadi kurang dari 20

    ft/hr pada kedalaman 12800 ft.

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    17/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  59 

    Gambar 4.23 Laju Pemboran vs Kedalaman

    Dari data laju pemboran, RPM, WOB, diameter bit, dapat dihitung besarnya d-exponent

    pada tiap kedalaman dengan menggunakan persamaan (4-1). Dengan memasukkan data densitas

    lumpur yang digunakan, diasumsikan bahwa densitas lumpur normal (NPP) adalah 9 ppg,

    dilakukan perhitungan d-exponent terkoreksi menggunakan persamaan 4-2. Hasil perhitungan d-

    exponent terkoreksi kemudian diplot terhadap kedalaman, seperti yang terlihat pada Gambar

    4.24.

    Pada Gambar 4.24 tersebut terlihat harga dcorr meningkat secara linier hingga kedalaman

    10500 ft dan kemudian menurun secara tajam. Dari kenyataan tersebut, dapat ditarik suatu garislurus yang melewati titik-titik dcorr sebelum kedalaman 10500 ft dan garis tersebut dinamakan

    garis d-exponent normal (dnormal) dengan kemiringan garis adalah 0,000038, sehingga garis

    tersebut mempunyai persamaan garis sebagai berikut:

    dnormal = 0.000038 x depth + 1.23

    Untuk menentukan besarnya tekanan pori formasi dapat digunakan persamaan berikut:

     

      

     

    corr 

    normal 

    n

    d G P    (4-3)

    dimana:

    P = tekanan pori formasi ekivalen, ppg EMW

    Gn = gradien hidrostatik normal, 9 ppg

    Plot antara tekanan pori formasi terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 4.25.

    Neal Adams/ Drilling Engineering

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    18/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  60 

    Gambar 4.24 D-Exponent Terkoreksi vs Kedalaman

    Gambar 4.25. Tekanan Pori vs Kedalaman

    Neal Adams/ Drilling Engineering

    Neal Adams/ Drilling Engineering

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    19/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I - STT Migas Balikpapan  61 

    V.  Tekanan Rekah

    Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatik maksimum yang dapat ditahan formasi tanpa

    menyebabkan terjadinya pecah pada formasi tersebut. Besarnya gradien tekanan rekah

    dipengaruhi oleh besarnya tekanan overburden, tekanan formasi dan kondisi kekuatan batuan.

    Mengetahui gradien tekanan rekah sangat berguna ketika meneliti kekuatan dasar casing,sedangkan bila gradien tekanan rekah tidak diketahui maka akan mendapat kesukaran dalam

    pekerjaan penyemenan dan penyelubungan sumur.

    Prediksi gradient rekah sangat penting dalam disain sumur. Pada perencanaan

    pengeboran, gradient rekah dihitung dari data offset well. Jika data offset well tidak tersedia

    maka gradient rekah di prediksi dengan berbagai metoda yang diajukan beberapa ahli. Metoda

    yang banyak digunakan adalah Hubbert and Willis method .

    Metoda yang umum digunakan untuk mendapatkan gradient tekanan rekah adalah Leak-

    Off Test. Selain LOT, dikenal juga Formation Integrity Test (FIT), yang pada prinsipnya sama,

    dengan memberikan tekanan dengan memompa lumpur secara bertahap sampai terlihat tanda-

    tanda mulai pecah, yaitu ditunjukkan dengan kenaikan tekanan terus menerus kemudian tiba-tiba

    turun.

    LOT dilakukan sampai formasi mulai pecah, biasanya dilakukan pada sumur- sumur

    eksplorasi, sedangkan FIT biasanya dilakukan pada sumur development namun tidak sampai

    pecah (karena nilai tekanan rekah nya sudah diperkirakan dari data sumur offset yang pernah

    dilakukan LOT).

    LOT dan FIT dilakukan dibawah setiap casing shoe. Tekanan yang didapat lalu di konversi

    ke EMW (Equivalent Mud Weight) untuk menentukan nilai maksimal MW sebagai primary well

    control untuk pengeboran section berikutnya.

    Gambar 4.26 Grafik Leak-Off Test

    Maksimum MW =

     

    =

     

    Atau dengan formula

    EM = MW +

      (4.4)

    biasanya dipakai safety factor 0.5 ppg dengan pengurangan pada maksimum MW.

       H   u   s   s   e   n

       R   a    b   i   a    /   W   e    l    l   E   n   g   i   n   e   e   r   i   n   g   a   n    d   C   o   n   s   t   r   u   c   t   i   o   n

  • 8/18/2019 Bab IV Tekanan Formasi

    20/20

    Tekanan Formasi  

    Teknik Pemboran I STT Migas Balikpapan 62

    Contoh :

    Saat LOT, di permukaan didapatkan tekanan sebesar 940 psi ketika formasi mulai rekah. Casing

    shoe pada kedalaman 5010 ft TVD dengan berat lumpur (MW) untuk pengujian LOT 10.2 ppg.

    Berapa berat lumpur maksimum yang sanggup di tahan formasi untuk pengeboran selanjutnya?

    Jawab :

    Maksimum Tekanan pada shoe saat LOT

    = Tekanan hidrostatik lumpur + Tekanan LOT di permukaan

    = (0.052 x 10.2 ppg x 5010 ft) + 940 psi

    = 3597 psi

    Maksimum MW yang sanggup ditahan pada kedalamaman ini =

    P = 0.052 x MW x TVD

    MW =

     

    =

     

    = 13.8 ppg

    Dikurangi safety factor 0.5 ppg, maka maksimum MW = 13.3 ppg.

    DAFTAR PUSTAKA

    1.  Neal Adams, "Drilling Engineering", Penn Well Publishing Company, Tulsa-Oklahoma, 1985

    2.  Wolfgang F. Prassl, “Drilling Engineering”, Curtin University of Technology 

    3. 

    Rudi Rubiandini RS, Bahan Kuliah Teknik Pemboran, 2009

    4. 

    Heriot Watt, Drilling Engineering

    5.  Hussen Rabia, Well Engineering and Construction