13
70 BAB IV TEORI DAN ANALISA PEMBERDAYAAN, STRATEGI ADAPTASI, KETAHANAN KELUARGA GPIB JEMAAT ANUGERAH JUATA LAUT, TARAKAN A. Ketahanan Keluarga Temuan penelitian menunjukkan bahwa ketahanan keluarga jemaat gereja Juata Laut Tarakan termasuk cukup baik. Dari 30 indikator yang terpenuhi ada 25, yakni: (1) perkawinan suami-istri legal; (2) kelahiran anak legal; (3) keluarga utuh, tinggal bersama dalam ikatan keluarga; (4) makan tiga kali sehari untuk semua anggota keluarga; (5) tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit akut/kronis atau cacat; (6) tidak ada anggota keluarga yang menderita masalah gizi; (7) rumah yang ditempati memiliki ruang tidur terpisah/ada sekat antara orangtua dan anak; (8) keluarga mempunyai kepemilikan rumah; (9) Suami dan/atau istri mempunyai penghasilan tetap per bulan minimal UMR; (10) Suami dan/atau istri memiliki pekerjaan tetap dengan pendapatan berapa saja; (11) Keluarga mampu membayar pengeluaran untuk kebutuhan listrik; (12) Keluarga mampu membayar pengeluaran untuk pendidikan anak minimal hingga tingkat SMP; (13) Tidak ada anak yang Drop Out dari sekolah; (14) Anggota keluarga yang berusia 15 tahun ke atas minimal berpendidikan SMP; (15) Tidak pernah terjadi kekerasan antar orang tua-anak; (16) Tidak ada anggota keluarga yang terlibat masalah pelanggaran hukum; (17) Anak diberikan

BAB IV TEORI DAN ANALISA PEMBERDAYAAN, STRATEGI ADAPTASI ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13358/4/T2_752016203_BAB IV... · Anggota keluarga berpartisipasi dalam kegiatan

Embed Size (px)

Citation preview

70

BAB IV

TEORI DAN ANALISA

PEMBERDAYAAN, STRATEGI ADAPTASI, KETAHANAN KELUARGA

GPIB JEMAAT ANUGERAH JUATA LAUT, TARAKAN

A. Ketahanan Keluarga

Temuan penelitian menunjukkan bahwa ketahanan keluarga jemaat

gereja Juata Laut Tarakan termasuk cukup baik. Dari 30 indikator yang

terpenuhi ada 25, yakni: (1) perkawinan suami-istri legal; (2) kelahiran anak

legal; (3) keluarga utuh, tinggal bersama dalam ikatan keluarga; (4) makan

tiga kali sehari untuk semua anggota keluarga; (5) tidak ada anggota keluarga

yang menderita penyakit akut/kronis atau cacat; (6) tidak ada anggota

keluarga yang menderita masalah gizi; (7) rumah yang ditempati memiliki

ruang tidur terpisah/ada sekat antara orangtua dan anak; (8) keluarga

mempunyai kepemilikan rumah; (9) Suami dan/atau istri mempunyai

penghasilan tetap per bulan minimal UMR; (10) Suami dan/atau istri

memiliki pekerjaan tetap dengan pendapatan berapa saja; (11) Keluarga

mampu membayar pengeluaran untuk kebutuhan listrik; (12) Keluarga

mampu membayar pengeluaran untuk pendidikan anak minimal hingga

tingkat SMP; (13) Tidak ada anak yang Drop Out dari sekolah; (14) Anggota

keluarga yang berusia 15 tahun ke atas minimal berpendidikan SMP; (15)

Tidak pernah terjadi kekerasan antar orang tua-anak; (16) Tidak ada anggota

keluarga yang terlibat masalah pelanggaran hukum; (17) Anak diberikan

71

kesempatan untuk mengemukakan pendapat; (18) Suami-istri saling

menghargai dan menyayangi; (19) Anggota keluarga merawat/peduli kepada

orangtua lansia; (20) Anggota keluarga berkomunikasi dengan baik, termasuk

dengan keluarga besarnya; (21) Suami dan/atau istri melakukan kegiatan

agama secara rutin; (22) Ayah mengalokasikan waktu bersama anak; (23) Ibu

mengalokasikan waktu bersama anak; (24) Ayah dan Ibu berbagi peran

dengan baik bagi keluarga yang masih utuh; dan (25) pengelolaan keuangan

dilakukan bersama suami dan istri secara transparan bagi keluarga yang

masih utuh.

Terpenuhinya sebagian besar indikator ketahanan keluarga

sebagaimana dikemukakan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak Republik Indonesia tersebut berarti ketahanan keluarga

jemaat gereja Juata Laut Tarakan sudah sesuai dengan ketahanan keluarga

menurut UU Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan

dan Pembangunan Keluarga, yang berarti adanya keuletan dan ketangguhan

serta memiliki kemampuan fisik secara materiil guna hidup mandiri dan

mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam

meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.1

Indikator yang kurang terpenuhi secara utuh adalah: (1) jumlah

kepemilikan tabungan yang kebanyakan belum sampai 3 kali UMR; (2)

kepemilikan asuransi kesehatan yang semuanya belum memilikinya kecuali

BPJS; (3) seringnya suami bertengkar dengan istri meskipun secara lesan; (4)

1 Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga

72

Anggota keluarga berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan; dan

(5) sebagian tidak merencanakan jumlah anak sebagaimana yang dikehendaki

pemerintah melalui program KB dua anak cukup.

B. Strategi Adaptasi

Temuan penelitian menunjukkan bahwa jemaat GPIB Anugerah Juata

Laut Tarakan memiliki kemampuan beradaptasi yang cukup baik dalam

memenuhi tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga. Adaptasi mereka dilakukan

dengan bekerja sebagai buruh tambak udang, penjual sayur keliling,

membuka toko, rumah makan dan warung kopi, serta jasa menjahit dan

boutique. Dalam diri mereka ada jiwa keuletan usaha, bersyukur atas

pekerjaan dan rezeki yang telah mereka terima sekeluarga, tidak pernah lupa

berdoa pada Tuhan untuk kelancaran pekerjaannya. Rajinnya mereka bersama

istri ke gereja setiap hari Minggu menyebabkan jiwanya tenang, bersyukur

atas apa yang telah diterimanya, dan selalu ingat Tuhan yang maha kuasa.

Demikian halnya bagi jemaat yang sudah janda, mereka rajin ke gereja dan

rajin menjalankan usahanya hingga anak-anak mereka kuliah di perguruan

tinggi. Tidak dijumpai jemaat gereja yang keadaan ekonominya sangat

memprihatinkan akibat tidak menemukan pekerjaan. Pekerjaan apa pun

mereka lakukan asalkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama dan

hukum yang berlaku.

Dilihat dari jenis usaha dan pekerjaan mereka yang tidak terlalu

membutuhkan pendidikan khusus mencerminkan bahwa strategi adaptasi

mereka sesuai dengan tingkat pendidikan mereka yang maksimal hanya

73

lulusan SMA. Denganmodal pendidikan seperti itu, maka wajar jika mereka

mayoritas bekerja pada jenis pekerjaan yang banyak mengandalkan tenaga

pisik, bukan pikiran. Selain itu lingkungan sekitar menunjang mereka untuk

bekerja sebagai buruh tambak udang. Hal ini sesuai temuan penelitian

Nurlaili (2012)2 yang meneliti “Strategi Adaptasi Nelayan Bajo Menghadapi

Perubahan Iklim: Studi Nelayan Bajo di Kabupaten Sikka, Flores, Nusa

Tenggara Timur.” Hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan yang

erat antara perubahan iklim dengan strategi adaptasi masyarakat melalui

konstruksi pengetahuan dan pengembangan teknologi penangkapan ikan.

Artinya, strategi adaptasi seseorang dipengaruhi oleh tuntutan internal (yakni

kebutuhan hidup) dan eksternalnya, yang dalam konteks penelitian Nurlaili

adalah perubahan iklim.

Kemampuan strategi adaptasi jemaat GPIB Anugerah Juata Laut

Tarakan yang sangat bergantung pada lingkungan alam, yaitu lingkungan

tambak udang, sejalan dengan temuan Niken Sakuntaladewi & Sylviani

(2014)3 yang menunjukkan bahwa kerentanan masyarakat banyak

dipengaruhi oleh: 1) keterbukaan yaitu kondisi iklim; 2) sensitivitas, meliputi

ketergantungan masyarakat terhadap jenis penghasilan yang sensitif iklim,

lokasi sumber penghasilan yang dekat dengan sumber bencana dan rusaknya

lingkungan biofisik; 3) kapasitas adaptasi, meliputi perbaikan lingkungan

biofisik, variasi sumber penghasilan, ekstensifikasi lahan usaha, penerapan

teknologi pertanian dan perikanan, penyesuaian jadwal kegiatan usaha dengan

2 Nurlaili. “Strategi Adaptasi ....,” 602 3 Niken Sakuntaladewi & Sylviani “Kerentanan dan Upaya Adaptasi ....., 281 - 293

74

prakiraan musim, alih profesi, tetap pada kegiatan lama dan berharap pada

keuntungan, kuatnya kelembagaan masyarakat, bantuan atau program

pembangunan desa dan pendampingan yang intensif.

Kemampuan strategi adaptasi jemaat GPIB Anugerah Juata Laut

Tarakan yang sangat bergantung pada lingkungan tambak udang juga sejalan

dengan temuan Devita Elfira (2013)4 yang meneliti “Strategi Adaptasi

Transmigran Jawa di Sungai Beremas: Studi Etnosains Sistem Pengetahuan

Bertahan Hidup.” Temuan penelitiannya bahwa alasan transmigran Jawa

masih bertahan di Sungai Beremas adalah karena mereka yakin dengan masa

depan mereka di daerah baru itu akan lebih baik dari pada kondisi yang

mereka alami di daerah asal. Prinsip “sinten ingkang ndamel ngangge, sinten

ingkang nanem ngunduh” merupakan keyakinan untuk selalu berusaha dan

tekun mengolah lahan di Sungai Beremas, karena mereka merasa yakin

bahwa masa depan petani di Sungai Beremas akan lebih baik dari pada

sekarang. Sistem pengetahuan dan strategi adaptasi lingkungan alam yang

dikembangkan transmigran Jawa di Sungai Beremas adalah sebagai berikut:

pertama, menanam tanaman yang bisa dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan

sehari-hari dengan tujuan untuk menghemat pengeluaran terhadap kebutuhan

makanan, merekonstruksi lahan tidak subur menjadi lahan produktif,

membuka lahan datar menjadi sawah dengan tujuan agar mereka tidak

membeli beras, dan menjadikan jagung sebagai makan pokok di samping

beras. Kesemua itu bertujuan untuk mengurangi konsumsi beras. Kedua,

4 Devita Elfira. “Strategi Adaptasi Transmigran Jawa di Sungai Beremas.....

75

memelihara binatang ternak sapi milik orang dusun (orang Siulak) dan

memelihara ayam milik sendiri secara tradisional. Ketiga, menjadi kuli kebun

upahan pada masyarakat Jawa yang tinggal di Kayu Aro dan menjadi kuli

sawah bagi masyarakat Siulak, serta merantau ke Muaro Bungo, Tebo,

Bangko dengan menjadi kuli sawit pada masyarakat Jawa yang tinggal di

sana. Intinya, temuan Devita Elfira (2013) tersebut mempertegas bahwa

strategi adaptasi dipengaruhi oleh lingkungan alam sekitar.

C. Pemberdayaan Jemaat Gereja

Temuan penelitian menunjukkan bahwa gereja telah merealisasikan

program diakonianya dengan memberdayakan jemaatnya. Bentuk

pemberdayaan disesuaikan dengan strategi adaptasi kebanyakan jemaatnya,

yaitu peningkatan keterampilan pengelolaan tambak udang karena mayoritas

jemaat bekerja sebagai buruh tambak udang dan pembinaan usaha kecil-

menengah (UKM) bagi jemaat yang mempunyai usaha kecil. Tekniknya

diawali analisis kebutuhan, penyusunan program pemberdayaan, pelaksanaan,

evaluasi dan tindak lanjut. Analisis kebutuhan dilakukan dengan cara pihak

gereja meminta pendapat jemaat kegiatan pemberdayaan apa yang sekiranya

sangat dibutuhkan jemaat. Program pemberdayaan disusun bersama antara

gereja dan mitra kerja, yakni pemilik tambak udang yang bersedia

bekerjasama dalam program pemberdayaan ini dan pihak BRI. Pelaksanaan

kegiatan sedapatnya dilakukan sesuai program. Evaluasi tidak dilakukan

secara tertulis melainkan dengan praktek langsung. Sedangkan tindak lanjut

dilakukan oleh gereja dengan mengupayakan agar jemaat yang belum

76

mendapat kesempatan kerja sebagai buruh tambak udang mendapat

kesempatan kerja. Selain itu bagi jemaat yang memiliki usaha kecil dan

membutuhkan bantuan pinjaman dana, gereja mengupayakan bekerjasama

dengan BRI agar dapat memberi kredit tanpa jaminan.

Pemberdayaan jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan ini sejalan

dengan temuan Marthen Nainupu (2014)5 yang meneliti “Pelayanan Gereja

Kepada Orang Miskin”. Resume temuannya bahwa masalah paling pelik dan

paling tua yang tak mudah diselesaikan secara tuntas adalah masalah

kemiskinan, sebagaimana yang kita simak dari pengalaman pada jaman

Alkitab (jaman kuno) dan sampai dengan era yang kita sebut sebagai era

paska modern inipun masalah kemiskinan belum dapat terselesaikan dengan

tuntas. Berbagai kebijakan dan program baik dari pemerintah maupun gereja

sudah dilakukan, tetapi masalah orang miskin masih tetap saja ada di antara

kita. Meskipun demikian, gereja tidak pernah berhenti dari upaya-upaya

menolong dan melayani orang-orang miskin. Di sinilah gereja hadir dalam

upaya untuk menolong dan memberdayakan orang miskin. Upaya gereja

untuk menolong orang miskin sudah dilakukan dengan berbagai model, mulai

dari model karitatif yang sangat tradisional, reformatif maupun transformatif.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Nugroho (2015)6 tentang

“CU Abdi Rahayu dan Efektifitas Diakonia Gereja Paroki Marganingsih

Kalasan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif Credit

5 Marthen Nainupu “Pelayanan Gereja Kepada Orang Miskin”. Jurnal Theologi Aletheia

(Vol.16 No.7, September 2014), 70-92 6Andreas Nugroho. “Credit Union Abdi Rahayu dan Efektifitas Diakonia Gereja Paroki

Marganingsih Kalasan”. JURNAL TEOLOGI, Volume 04, Nomor 01, Mei

77

Union Abdi Rahayu mewujudkan diakonia Paroki Marganingsih, Kalasan,

Yogyakarta. Subyek penelitian adalah pelayanan CU Abdi Rahayu yang

diukur dalam beberapa hal, yaitu: pendidikan keuangan, alasan tabungan,

bentuk tabungan, kemudahan meminjam, tujuan meminjam, disiplin

simpanan wajib, bantuan dalam menggunakan uang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Credit Union Abdi Rahayu

mampu mewujudkan beberapa elemen Diakonia dari Paroki Marganingsih,

Kalasan. Penelitian ini juga menunjukkan sikap solidaritas antar anggotanya

sebagai manifestasi nyata cinta sesama.

Upaya-upaya untuk menolong orang miskin akan dapat dilakukan

dengan lebih baik dan sungguh-sungguh memberdayakan mereka ialah

dengan mengikut-sertakan mereka sebagai subjek, sebab mereka sendiri

merupakan suatu kekuatan yang besar untuk melakukan perubahan untuk

memperbaiki keadaan mereka. Di samping itu pelayanan gereja kepada orang

miskin harus berbasis pada data, terutama data mengenai potensi atau

kekuatan-kekuatan gereja serta melakukan suatu koordinasi yang baik dan

terpadu agar semua warga gereja diikut-sertakan dalam keprihatian ini. Untuk

maksud tersebut maka gereja perlu membuat keputusan pastoral atau

kebijakan kepedulian kepada orang miskin yang dapat dijadikan panduan bagi

semua bagian pelayanan dari gereja.

Peningkatan ekonomi akibat program pemberdayaan jemaat dalam

penelitian ini sejalan dengan tujuan pemberdayaan menurut Todaro yang

mengemukakan bahwa tujuan pemberdayaan dalam bidang ekonomi adalah

78

agar kelompok sasaran dapat mengelola usahanya, kemudian memasarkan

dan membentuk siklus pemasaran yang relatif stabil.7 Kegiatan pemberdayaan

yang ada diharapkan dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan

pendapatan mereka dalam mensejahterakan kehidupan perekonomian mereka.

Kebebasan yang diberikan kepada warga bukanlah kebebasan yang tanpa

batas, namun kebebasan tersebut masih membutuhkan stimulus dari luar yang

disebut stimuli eksternal. Stimulus ini bersifat mendorong dan merangsang

tumbuh dan berkembangnya potensi serta energi internal.8 Biddle

merekomendasi enam tahap untuk mendorong tumbuhnya kompetensi

masyarakat:9

1. Exploratory: tahap ini berisi kegitan-kegiatan untuk memahami kondisi,

situasi dan potensi masyarakatnya. Dalam tahap ini juga diusahakan

memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk berkomunikasi

dengan masyarakat pada tahap selanjutnya.

2. Organizational: tahap ini berisi kegiatan untuk menentukan media yang

dapat digunakan sebagai sasaran pertemuan dan diskusi antara petugas

dengan masyarakat ataupun antara sesama warga masyarakat.

3. Discussional (diskusi): tahap ini berisi kegiatan diskusi antarwarga

masyarakat tentang inventarisasi masalah serta kemungkinan

pemecahannya, membuat keputusan mengenai kegiatan bersama yang

akan dilaksanakan dan membuat rencana pelaksanaannya.

7 Michael Todaro, Economic development ...... 22. 8 Soetomo, Pemberdayaan .... 9 Christenson, James A & Jerry Robinson, Community Development in Prespective,

dalam Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011),

153-155.

79

4. Action (kegiatan): tahap ini berisi pelaksanaan kegiatan yang sudah

diputuskan bersama, serta melaporkan dan mengevaluasi hasilnya.

5. New Project: tahap ini mengulang kegiatan diskusi untuk menentukan

masalah apa yang sebaiknya digarap pada prioritas berikutnya, kemudian

membuat rencana dan melaksanakannya dengan memerhatikan

pengalaman pelaksanaan sebelumnya.

6. Continuation: dalam tahap ini mekanisme pelaksanaan pembangunan

berdasar prakarsa masyarakat dianggap sudah melembaga. Dengan

demikian, petugas lapangan dapat meninggalkan masyarakat yang

bersangkutan. Walaupun intervensi dari luar sudah dihentikan,

kesinambungan proses pembangunan diharapkan tetap berjalan.

D. Respon Jemaat terhadap Program Pemberdayaan

Temuan penelitian menunjukkan bahwa program pemberdayaan jemaat

yang dilakukan GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan terbukti direspon sangat

positif oleh jemaat karena dapat meningkatkan strategi adaptasi mereka,

khususnya peserta pemberdayaan. Sebab melalui program pemberdayaan

pengetahuan kerja, sikap kerja, dan keterampilan kerja semakin meningkat.

Bagi jemaat pemilik usaha kecil bahkan mendapat pinjaman modal tanpa

jaminan dari BRI melalui paket KUR.

Meningkatnya strategi adaptasi tersebut berdampak pada meningkatnya

ketahanan keluarga jemaat. Terbukti dari 30 indikator ketahanan keluarga 25

indikator di antaranya dapat dipenuhi oleh jemaat gereja, yang berarti setelah

pemberdayaan terbukti tingkat ketahanan keluarga jemaat cukup baik.

80

Dari seluruh penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa data yang

diperoleh melalui penelitian di Jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan

merupakan pengembangan teori diakonia untuk pemberdayaan Jemaat GPIB

tersebut. Demikian pula dengan teori strategi adaptasi untuk ketahanan

keluarga.

Gereja adalah bagian dari masyarakat, dan tidak terlepas dari

pergumulan-pergumulan dunia yang sudah disebutkan di atas. Demikian pula

Jemaat GPIB “Anugerah” Juata Laut Tarakan dipanggil untuk turut serta

bergumul dalam menghadapi permasalahan-permasalahan warganya sebagai

bagian dalam karya penyelamatan Allah. Bentuk-bentuk karya penyelamatan

Allah di dunia dapat kita temukan baik dalam Perjanjian Lama maupun

Perjanjian Baru melalui berbagai peristiwa sejarah, dan semangat

penyelamatan inilah yang masih kita teruskan sampai dengan saat ini. Situasi

dan persoalan dalam karya penyelamatan Allah yang diceritakan dalam Alkitab

memiliki banyak cerita yang berbeda-beda, sama seperti situasi dan persoalan

di masa kini yang bervariasi. Namun ada satu hal yang tetap dalam setiap

waktu yaitu hubungan antara Allah dengan manusia dan hubungan antara

manusia dengan manusia yang dinyatakan melalui karya dan perbuatan. Maka

dari itu gereja pada masa kini perlu bergumul dengan panggilan gereja untuk

berkarya dan melayani di tengah situasi kemiskinan dan penderitaan yang

demikian parah melalui salah satu tugas panggilan gereja yaitu diakonia.

Dengan adanya diakonia, maka gereja akan selalu berperan aktif untuk

peduli dan sadar terhadap dunia sekitarnya khususnya warga jemaatnya.

81

Pengembangan strategi adaptasi yang dilakukan sesuai dengan potensi

yang ada merupakan sebuah upaya atau tindakan terencana yang dilakukan

oleh individu atau kelompok untuk dapat menanggulangi masalah yang

dihadapi dengan keadaan lingkungan fisik sekitar dengan tujuan memenuhi

kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Strategi adaptasi yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah berbagai tindakan ataupun pemikiran

yang dilakukan oleh Jemaat GPIB Anugerah Juata Laut Tarakan dalam

kaitannya memenuhi ekonomi dan keburuhan hidupnya sehari-hari sebagai

buruh tambak udang.

Ketahanan keluarga merupakan aspek dasar dalam menghadapi

berbagai permasalahan dan pe ngaruh baik internal maupun eksternal. Dengan

kuatnya ketahanan keluarga, maka anggota keluarga akan terhindar dari

ketegangan, konflik bahkan perceraian sehingga fungsi keluarga dapat berjalan

sebagaimana mestinya hingga tercapai tujuan dibangunnya keluarga dimana

masing- masing individu dapat beraktualisasi untuk mengembangkan potensi

pribadi secara optimal. Sebagai core of society, kuatnya ketahanan keluarga

secara kolektif akan membangun ketahanan wilayah. Dengan adanya penelitian

ini pada akhirnya akan menunjukkan bahwa (a) kondisi Ketahanan keluarga di

lokasi penelitian masih termasuk dalam katagori harmonis dalam situasi

berlangsungnya aktivitas sebagai buruh tambak udang. (b) terwujudnya satu

konsep tentang strategi peningkatan ketahanan keluarga dalam upaya

mendukung tercapainya ketahanan wilayah, sehingga pengaruh yang datang

82

tidak mengganggu stabilitas wilayah yang berdampak pada degradasi kualitas

wilayah tetapi bahkan menciptakan kreatifitas dalam mengantisipasinya.