20

Click here to load reader

BAB Ixzcdbkds

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dsfdsgdsgdsgds

Citation preview

Page 1: BAB Ixzcdbkds

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)

tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara

langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh

kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang sambungan

neuro muskular dan saraf autonom.1

Tetanus tersebar diseluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada

jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat populasi masyarakat yang

tidak kebal, tingkat pencemaran biologik lingkungan perternakan/pertanian dan

adanya luka pada kulit atau mukosa. Tetanus pada anak tersebar di seluruh dunia,

terutama pada daerah resiko tinggi dengan cangkupan imunisasi DPT yang

rendah. Angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi akibat perbedaan aktivitas

fisiknya.1

Walaupun tetanus dapat dicegah dengan imunisasi tetanus masih

merupakan penyakit yang membebani di seluruh dunia terutama di negara

beriklim tropis dan negara-negara sedang berkembang, sering terjadi di Brazil,

Filipina, Vietnam, Indonesia dan negara-negara di benua Asia.2

Walaupun WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus pada tahun

1995, tetanus tetap bersifat endemik pada negara-negara sedang berkembang dan

WHO memperkirakan kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus di seluruh

dunia pada tahun 1992, termasuk di dalamnya 580.000 kematian akibat tetanus

neonatorum, 210.000 Asia Tenggara dan 152.000 di Afrika. Penyakit ini jarang di

jumpai di negara-negara maju. Di Afrika Selatan , kira-kira terdapat 300 kasus

pertahun kira-kira 12-15 kasus dilaporkan terjadi tiap tahun di Inggris.2

Di Amerika Serikat sebagian besar kasus tetanus terjadi akibat trauma

akut, sperti luka tusuk, laserasi atau abrasi. Tetanus didapatkan akibat trauma

didalam rumah atau selama bertani, berkebun dan beraktivitas luar ruangan yang

1

Page 2: BAB Ixzcdbkds

lain. Trauma yang menyebabkan tetanus bisa berupa luka besar tapi dapat juga

berupa luka kecil, sehingga pasien tidak mencari pertolongan medis bahkan pada

beberapa kasus tidak dapat di identifikasi adanya trauma. Tetanus dapat

merupakan komplikasi penyakit kronis, seperti ulkus, abses dan gangren. Tetanus

juga dapat dikaitkan dengan luka bakar, infeksi telinga tengah, pembedahan,

aborsi dan persalinan. Pada beberapa pasien tidak dapat diidentifikasi adanya port

d’entree.2

Tabel 1. Jumlah Kasus Tetanus dan kematian di beberapa rumah sakit Propinsi di Indonesia1

Tahun RSCM RSHS RSWS RSK RSMH

kasus M% Kasus M% kasus M% kasus M% Kasus M%

1991 40 25,0 26 11,5 0 0 27 18,5 20 25,0

1992 36 19,4 19 21,0 22 31,8 33 12,1 14 14,3

1993 33 15,2 17 23,5 12 32,3 20 0 23 21,7

1994 15 6,7 19 15,7 10 50,0 11 0 13 7,6

1995 18 11,1 13 23,0 10 25,0 9 0 14 28,6

1996 11 9,1 10 20,0 8 0 9 11,1 7 42,9

Ket: RSCM=RS.Dr.Cipto Mangkusumo, Jakarta, RSHS=RS.Dr.Hasan Sadikin,

Bandung, RSWS=RS.Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Ujung pandang, RSK=RS. Dr.

Kariadi, Semarang.

BAB II

2

Page 3: BAB Ixzcdbkds

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya

tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein

yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. C. Tetani yang hidup anaerob,

berbentuk spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan

mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik. Toksin ini dapat menghancurkan sel

darah merah, merusak leukosit.2,3

2.2. Epidemiologi

Tetanus terjadi diseluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang

berkembang, tetapi insidennya sangat bervariasi. Bentuk yang paling sering,

tetanus neonatorum (umbilikus), membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi

setiap tahun karena ibu tidak terimunisasi; lebih dari 70% kematian ini terjadi

pada sekitar 10 negara Asia Dan afrika tropis. Lagipula, diperkirakan 15.000-

30.000 wanita yang tidak terimunisasi diseluruh dunia meninggal setiap tahunnya

karena tetanus ibu yang merupakan akibat dari infeksi dengan C. tetani luka

pascaabortus, pascapartus, atau pasca bedah. Sekitar 50 kasus tetanus dilaporkan

setiap tahun di Amerika Serikat, kebanyakan pada orang-orang umur 60 tahun

atau lebih tua, tetapi seusia anak belajar jalan dan kasus neonatus juga terjadi.4

Tetanus tersebar diseluruh dunia dengan angka kejadian tergantung pada

jumlah populasi masyarakat yang tidak kebal, tingkat populasi masyarakat yang

tidak kebal, tingkat pencemaran biologik lingkungan perternakan/pertanian dan

adanya luka pada kulit atau mukosa. Tetanus pada anak tersebar di seluruh dunia,

terutama pada daerah resiko tinggi dengan cangkupan imunisasi DPT yang

rendah. Angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi akibat perbedaan aktivitas

fisiknya.1

Walaupun tetanus dapat dicegah dengan imunisasi tetanus masih

merupakan penyakit yang membebani di seluruh dunia terutama di negara

3

Page 4: BAB Ixzcdbkds

beriklim tropis dan negara-negara sedang berkembang, sering terjadi di Brazil,

Filipina, Vietnam, Indonesia dan negara-negara di benua Asia.2

Walaupun WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus pada tahun

1995, tetanus tetap bersifat endemik pada negara-negara sedang berkembang dan

WHO memperkirakan kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus di seluruh

dunia pada tahun 1992, termasuk di dalamnya 580.000 kematian akibat tetanus

neonatorum, 210.000 Asia Tenggara dan 152.000 di Afrika. Penyakit ini jarang di

jumpai di negara-negara maju. Di Afrika Selatan , kira-kira terdapat 300 kasus

pertahun kira-kira 12-15 kasus dilaporkan terjadi tiap tahun di Inggris.2

Di Amerika Serikat sebagian besar kasus tetanus terjadi akibat trauma

akut, sperti luka tusuk, laserasi atau abrasi. Tetanus didapatkan akibat trauma

didalam rumah atau selama bertani, berkebun dan beraktivitas luar ruangan yang

lain. Trauma yang menyebabkan tetanus bisa berupa luka besar tapi dapat juga

berupa luka kecil, sehingga pasien tidak mencari pertolongan medis bahkan pada

beberapa kasus tidak dapat di identifikasi adanya trauma. Tetanus dapat

merupakan komplikasi penyakit kronis, seperti ulkus, abses dan gangren. Tetanus

juga dapat dikaitkan dengan luka bakar, infeksi telinga tengah, pembedahan,

aborsi dan persalinan. Pada beberapa pasien tidak dapat diidentifikasi adanya port

d’entree.2

Otitis media supuratif kronis merupakan salah satu bentuk port d’entree

dari C.tetani. otitis media supuratif kronis disebut juga dengan otitis media

perforata atau congek. Otitis media supuratif kronis ialah infeksi kronis di telinga

tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar terus menerus

atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.

Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media

supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi

kurang dari 2 bulan, disebut otitis media supuratif kronis.5

2.3. Etiologi

Tetanus disebabkan oleh basil gram positif, Clostridium tetani. Bakteri ini

terdapat dimana-mana, dengan habitat alamnya ditanah, tetapi dapat juga diisolasi

4

Page 5: BAB Ixzcdbkds

dari kotoran binatang peliharaan dan manusia. C. Tetani merupakan bakteri gram

positif berbentuk batang yang selalu bergerak, dan merupakan bakteri anaerob

obligat yang menghasilakan spora. Spora yang dihasilkan tidak berwarna,

berbentuk oval, menyerupai reket tenes atau paha ayam. Spora ini dapat bertahan

hidup bertahun-tahun dalam lingkungan tertentu, tahan terhadap sinar matahari

dan bersifat resisten terhadap berbagai desinfektan dan pendidihan selama 20

menit. Spora bakteri ini dihancurkan secara tidak sempurna dengan mendidihkan,

tetapi dapat dieliminasi dengan autoklav pada tekanan 1 atmosfir dan suhu 120 0C

selama 15 menit Sel yang terinfeksi oleh bakteri ini dengan mudah dapat

diinaktivasi dan bersifat sensitif terhadap antibiotik. Bakteri ini jarang dikultur

karena diagnosanya yang berdasarkan klinis. Clostridium tetani menghasilkan

efek-efek klinis melalui eksotoksin yang kuat. Tetanospasmin dihasilkan didalam

sel-sel yang terinfeksi dibawah kendali plasmin. Tetanospasmin ini merupakan

rantai polipeptida tunggal. Dengan autolisis, toksin rantai tunggal dilepaskan dan

terbelah untuk membentuk heterodimer yang terdiri dari rantai berat yang

memediasi pengikatnya dengan reseptor sel saraf dan masuknya ke dalam sel

sel,sedangkan rantai ringan berperan untuk memblokade pelepasan

neurotransamiter. Telah diketahui urutan genom dari Clostridium tetani. Struktur

asam amino dari dua toksin yang paling kuat yang pernah ditemukan yaitu toksin

botolinum dan toksin tetanus secara parsial bersifat homolog.2

2.4. Patogenesis

Sering terjadi kontaminasi luka oleh spora C. Tetani sendiri tidak

menimbulkan inflamasi dan port d’entree tetap tampak tenang tanpa tanda

inflamasi, kecuali apabila ada infeksi oleh mikroorganisme yang lain.2

Dalam kondisi anareob yang dijumpai pada jaringan nekritik dan

terinfeksi, basil tetanus mensekresi 2 macam toksin: tetanospasmin dan

tetanolisin. Tetanolisin mampu secara lokal merusak jaringan yang masih hidup

yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang

memungkinkan multiplikasi bakteri.2

5

Page 6: BAB Ixzcdbkds

Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat

motor endplate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang dan

menyebar keseluruh susunan saraf pusat, lebih banyak dianut dari pada lewat

pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik,

terutama serabut motor. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan fragmen C

toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan

internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ekstra aksonal dan menimbulkan

perubahan potensial membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin

esterase tidak aktif, sehingga kadar asetil kolin menjadi sangat tinggi pada sinaps

yang terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan

impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan

kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan timbul kejang, terutama pada otot

yang besar.1

Dampak toksin dari C.tetani sebagai berikut:1

1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan oleh

karena eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah

keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan

otot menjadi kaku.

2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada cerebral

ganglion diduga menyebabkan kekakuan dan kejang yang khas pada

tetanus

3. Dampak pada saraf autonom, terutama mengenai saraf simpatis dan

menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, hipertermi, hipotensi,

hipertensi, aritmia, heart block atau takikardi.

2.5. Diagnosis

Tetanus dikategorikan menjadi bentuk generalisata, neonatal (bentuk

generalisata pada anak-anak kurang dari setahun), local, dan cephalic (dimana tetanus

terlokalisasi pada regio kepala). Tetanus generalisata dan neonatal mempengaruhi

seluruh otot ditubuh dan menyebabkan terjadinya opistotonus (tulang belakang

melengkung kebelakang akibat kekakuan otot-otot ekstensor leher dan punggung) dan 6

Page 7: BAB Ixzcdbkds

dapat menyebabkan kegagalan respirasi dan kematian akibat kekakuan dan spasme

otot-otot pernapasan dan laring. Tetanus local dan cephalic hanya terhitung dalam

sejumlah kecil kasus; tetapi bentuk ini dapat berkembang menjadi bentuk

generalisata.6

Tergantung apakah bentuknya local/cephalic atau generalisata/neonatal,

tetanus umumnya bermanifestasi berupa trismus/lockjaw, risus sardonicus, disfagia,

leher kaku, kaku abdomen, dan opistotonus, hiperaktivitas otot-otot kepala, leher dan

pinggang. Anggota gerak biasanya tidak terlalu berpengaruh, tetapi pada opistotonus

lengkap bisa juga terdapat fleksi lengan dan ekstensi kaki, seperti pada posture

dekortikasi. Trismus adalah gejala awal yang paling sering dijumpai, baik pada

tetanus local/cephalic maupun tetanus generalisata/neonatal, tetapi penyakit ini dapat

tampil dengan cara yang telah dijelaskan diatas. Sebagai tambahan, nyeri otot

menyeluruh, paralisis flaccid focal, dan sekelompok gejala yang menggambarkan

pola inaktivasi neuronal yang tidak umum, seperti diplopia, nistagmus, dan vertigo

dapat muncul.6

2.5.1. Anamnesis 1

1. Apakah dijumpai luka tusuk, luka kecelakaan/patah tulang terbuka,

luka dengan nanah atau gigitan binatang

2. Apakah pernah keluar nanah dari telinga

3. Apakah menderita gigi berlobang

4. Apakah sudah pernah mendapat imunisasi DT atau TT kapan

imunisasi yang terakhir

5. Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau

spasme lokal dengan kejang yang pertama.

2.5.2. Pemeriksaan fisik 4

1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasem otot-otot

mastikatoris.

2. Kaku kuduk sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot erektor

trunki)

7

Page 8: BAB Ixzcdbkds

3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dari abdomen akut)

4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang terdapat di

kornu anterior

5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas), sudut

mulut tertarik ke luar dan bibir tertekan kuat pada gigi)

6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri

anggota badan sering merupakan gejala dini.

7. Spasme yang khas yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstermitas

inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan menggepal kuat.

Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten diselingi periode

relaksasi. Kemusian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa

nyeri. Kadang-kadang disertai dengan perdarahan intramuskular karena

kontraksi otot yang kuat.

8. Asfiksisa dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan

laring. Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretra. Fraktur

columna vetebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat

kuat.

9. Panas biasanya tidak tinggi dan terjadi pada stadium akhir.

10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian

tekanan cairan otak.

Menurut beratnya gejala dapat dibedakan 3 stadium: 4

1. Trismus ≥3 cm tanpa kejang tonik umum meski di rangsang

2. Trismus ≤3 cm dengan kejang tonik umum bila dirangsang

3. Trismus 1 cm dengan kejang tonik umum spontan

2.5.3. Pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas, liquor serebrospinal normal,

jumlah leukosit normat atau sedikit meningkat. Biakan kuman memerlukan

prosedur khusus untuk kuman anaerob. Selain mahal, hasil biakan yang positif

tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti.

8

Page 9: BAB Ixzcdbkds

2.6. Diagnosis Banding

Pada kasus yang samar perlu dipikirkan diagnosis banding:1

1. Meningitis, meningoensefalitis, ensefalitis. Pada ketiga diagnosi tersebut

tidak dijumpai trismus, risus sardonikus, dijumpai yang dijumpai

gangguan kesadaran dan kelainan liquor serebrospinal

2. Keracunan strihnin: minum tonikum terlalu banyak pada anak

3. Rabies: pada rabies dijumpai gejala hidrofobia dak kesukaran menelan,

sedangkan pada anamnesis diketahui digigit binatang pada waktu epidemi

4. Trismus oleh karena proses lokal, seperti mastoiditis, OMSK, abses

tonsilar, biasanya asimetris.

2.7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada tetanus terdiri dari pengobatan umum yang terdiri

dari kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga kelancaran jalan nafas, oksigenasi,

mengatasi kejang, perawatan luka atau port d’entree lain yang diduga seperti

karies dentis dan OMSK, sedangkan pengobatan khusus terdiri dari pemberian

antibiotik dan serum anti tetanus.1

2.7.1. Perawatan Umum1

1. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi

Pada hari pertama perlu pemberian cairan intravena sekaligus memberikan

obat-obatan dan bila hari ke 3 infus belum dapat dilepas sebaiknya

dipertimbangkan pemberian nutrisi secara parenteral. Setelah kejang

mereda dapat dipasang sonde lambung untuk makanan dan obatobatan

dengan perhatian khusus pada kemungkinan terjadinya spirasi.

2. Menjaga agar saluran nafas tetap bebas pada kasus yang berat perlu

trakeostomi

3. Memberikan tambahan O2 dengan sungkup masker

4. Mengurangi spasme dan mengatasi kejang

Diazepam efektif mengatasi spasem dan hipertonisitas tanpa menekan

pusat kortikal. Dosis diazepam yang direkomendasikan adalah 0,1-0,3

mg/kgbb dengan interval 2-4 jam sesuai gejala klinis dan dosis yang

direkomendasikan untuk usia < 2tahun adalah 8mg/kgbb/hari diberi oral

dalam dosis 2-3 mg setiap 3 jam. Kejang harus segera dihentikan dengan

9

Page 10: BAB Ixzcdbkds

pemberian diazepam 5 mg per rectal untuk BB <10 kg dan 10 mg per

rektal untuk anak >10 kg atau dosis diazepam intravena untuk anak 0,3

mg/kgbb/kali. Setelah kejang berhenti pemberian diazepan dilanjutkan

dengan dosis rumatan sesuai dengan keadaan klinis pasien. Alternatif lain,

untuk bayi diberi dosis initial 0,1-0,2 mg/kgbb iv untuk menghilangkan

spasme akut diikuti infuse kontinu 15-40 mg/kgbb/hari. Stelah 5-7 hari

dosis diazepam diturunkan bertahap 5-10 mg/hari dan dapat diberikan

melalui pipa orogastrik. Tanda klinis membaik bila tidak dijumpai lagi

kejang spontanbadan masih kaku, kesadaran membaik dan tidak dijumpai

gangguan pernafasan. Bila dosis maksimal diazepam telah tercapai namun

anak masih kejang atau mengalami spasme laring sebaiknya

pertimbangkan untuk dirawat diruang perawatan intensif sehingga otot

dapat dilumpuhkan dan mendapatkan bantuan pernafasan mekanik.

Apabila dengan terapi antikonvulsan dengan dosis rumatan telah

memberikan respon klinis yang diharapkan dosis di pertahankanslema 3-5

hari. Selanjutnya pengurangan dosis dilakukan bertahap ( berkisar antara

20% dari dosis setiap 2 hari.

Fenobarbital dan morfin dapat digunakan sebagai terapi tambahan jika

pasien dirawat seting intensive care unit karena resiko terjadi depresi

pernapasan

5. Jika karies dentis atau OMSK dicurigai sebagai port d’entree, maka

diperlukan konsultasi dengan dokter gigi/THT

2.7.2. Pengobatan Khusus1

1. Antibiotik

a. Lini pertama adalah metronidazol iv/oral dengan dosis inisial 15

mg/kgbb dilanjutkan dosis 30 mg/kgbb/hari dengan interval setiap

6 jam selama 7-10 hari. Metronidazol efektif untuk mengurangi

jumlah kuman C tetani bentuk vegetatif. Sebagai lini kedua dapat

diberi penisilin prokain 50.000-100.000/kgbb/hari selama 7-10 hari

jika terdapat hipersensitif terhadap penisilin dapat diberikan

tetrasiklin 50 mg/kgbb/hari(untuk anak berumur lebih dari 8 tahun)

10

Page 11: BAB Ixzcdbkds

b. Jika terjadi penyulit sepsis atau bronkopneumonia, diberikan

antibiotik yang sesuai.

2. Antiserum

Dosis ATS yang dianjurkan adalah 100.000 IU dengan 50.000 IU im dan

50.000 IU iv. Pemberian ATS harus hati-hati akan reaksi anafilakti. Pada

tetanus anak pemberian serum dapat disertai dengan imunisasi aktif DT

setelah anak pulang dari rumah sakit. Bila fasilitas tersedia dapat diberikan

HTIG (Human Tetanus Immune Globulin) 3000-6000 IU.

2.8. Pencegahan 4

1. Mencegah terjadi luka

2. Perawatan luka yang adekuat

3. Pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka

yaitu untuk memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah

terjadinya tetanus atau masa inkubasi di perpanjang atau bila terjadi

tetanus gejala nya ringan. Umumnya diberikan 1500 U intramuskular

dengan didahului oleh uji kulit dan mata

4. Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapatkan

imunisasi aktif pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS,

kemudian diulangi lagi dengan jarak waktu 1 bulan 2 kali berturut-turut.

5. Pemberian penisilin prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat

(dosis 50.000 U/kgbb/hari)

6. Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk

kekebalan secara aktif. Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama

vaksinasi terhadap pertusis dan difteri, dimulai pada umur 3 bulan.

Vaksinasi ulangan diberikan 1 tahun kemudian pada usia 5 tahun serta

selanjutnya setiap 5 tahun diberiukan hanya bersama toksoid difteria

(tanpa vaksin pertusis)

2.9. Prognosis

Dipengaruhi oleh berapa faktor dan akan buruk pada masa yunas yang

pendek (kurang dari 7 hari), usia yang sangat muda (neonatus) dan usia lanjut,

bila disertai frekuensi kejang yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi,

pengobatan yang terlambat, period of onset yang pendek (jarak antara trismus dan

11

Page 12: BAB Ixzcdbkds

timbul kejang) dan adanya komplikasi terutama spasme otot pernafasan dan

obstruksi saluran pernafasan.3

Mortalitas di Amerika Serikat dilaporkan 62% (masih tinggi). Di Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta didapatkan angka 80% untuk tetanus

neonatorum dan 30% untuk tetanus anak.3

BAB III

12

Page 13: BAB Ixzcdbkds

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya

tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein

yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. C. Tetani yang hidup anaerob,

berbentuk spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan

mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik. Toksin ini dapat menghancurkan sel

darah merah, merusak leukosit. Tetanus didapatkan akibat trauma didalam rumah

atau selama bertani, berkebun dan beraktivitas luar ruangan yang lain. Penegakan

diagnosa pada tetanus dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik

karna gejala klinis dari tetanus yang khas. Penanganan pasien tetanus dengan

segera dan sesuai dengan standar operasional prosedur maka akan meningkatkan

harapan hidup pasien dan mencegah terjadinya komplikasi.

13