34
BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BERBASIS NILAI DI SMP A. Landasan Filosofi Pendidikan Kewargancgaraan Deskripsi kajian teoretis menjadi kerangka acuan dalam berpikir secara konseptual ' Conceptual Framework', mengkaji konsep pendidikan yang berisi fungsi dan tujuan pendidikan, isi pendidikan serta proses pendidikan yang dilaksanakan, senantiasa membutuhkan kajian pembahasan yang mendasar dan esensial secara filosofis. Pemahaman terhadap kebijakan pendidikan, diperlukannya suatu model pembelajaran alternatif yang berbasis nilai dalam mata pelajaran PKn yang termuat dalam materi pendidikan sebagai implementasi kurikulum 2004 (yang diuji-cobakan) pada SMP membutuhkan dasar pengetahuan yang menyeluruh dan mendalam melalui proses berfikir secara sistematis dan logis. Pemikiran secara menyeluruh dan mendalam dalam konteks demikian sering disebut dengan berfilsafat. Filsafat suatu metode berpikir reflektif, dan penelitian penalaran, perangkat masalah-masalah, seperangkat teori dan sistem berpikir. Sementara Kattsoff (1963) dalam bukunya "The Elements of Philosophy melengkapi pemahaman tentang filsafat adalah berpikir secara kritis, dalam bentuk sistematis, menghasilkan sesuatu yang runtut, berpikir secara rasional dan bersifat komprehensif. Filsafat merupakan pengetahuan untuk melihat sesuatu dalam perspektif bagaimana yang seharusnya (das sollen) yang berbeda dengan ilmu yang melihat 40

BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB n

KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BERBASIS NILAI DI SMP

A. Landasan Filosofi Pendidikan Kewargancgaraan

Deskripsi kajian teoretis menjadi kerangka acuan dalam berpikir secara

konseptual 'Conceptual Framework', mengkaji konsep pendidikan yang berisi

fungsi dan tujuan pendidikan, isi pendidikan serta proses pendidikan yang

dilaksanakan, senantiasa membutuhkan kajian pembahasan yang mendasar dan

esensial secara filosofis.

Pemahaman terhadap kebijakan pendidikan, diperlukannya suatu model

pembelajaran alternatif yang berbasis nilai dalam mata pelajaran PKn yang

termuat dalam materi pendidikan sebagai implementasi kurikulum 2004 (yang

diuji-cobakan) pada SMP membutuhkan dasar pengetahuan yang menyeluruh dan

mendalam melalui proses berfikir secara sistematis dan logis. Pemikiran secara

menyeluruh dan mendalam dalam konteks demikian sering disebut dengan

berfilsafat. Filsafat suatu metode berpikir reflektif, dan penelitian penalaran,

perangkat masalah-masalah, seperangkat teori dan sistem berpikir. Sementara

Kattsoff (1963) dalam bukunya "The Elements of Philosophy melengkapi

pemahaman tentang filsafat adalah berpikir secara kritis, dalam bentuk sistematis,

menghasilkan sesuatu yang runtut, berpikir secara rasional dan bersifat

komprehensif.

Filsafat merupakan pengetahuan untuk melihat sesuatu dalam perspektif

bagaimana yang seharusnya (das sollen) yang berbeda dengan ilmu yang melihat

40

Page 2: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Page 3: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

41

segala sesuatu secara objektif dalam perspektif sebagaimana adanya (das sein).

Pembahasan dalam filsafat mencakup segala permasalahan yang dihadapi manusia

dalam kehidupan, termasuk dalam masalah pendidikan yang disebut dengan

filsafat pendidikan. Dalam konteks filsafat pendidikan, kedudukan filsafat

berfungsi memberikan arah dan metodologi terhadap praktek pendidikan,

sebaliknya praktek pendidikan berfungsi memberikan bahan bagi pertimbangan

secara filosofis.

Hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan menurut pendapat

Brubacker (1950:19) ada empat hal yakni :

(a) Philosophy is primary and basic to an educational philosophy, (b) Philosophy is the flower not root of education, (c) Educational philosophy is an independent discipline which might benefit from contact with general philosophy, but this contact is not essential, (d) Philosophy and the theory of education is one.

Keterkaitan antara filsafat dengan filsafat pendidikan diiihat dari

pendekatan yang dilakukan menurut KneJler (1971:1), yaitu pendekatan

spekulatif, presknptif dan analitik.

Pendekatan spekulatif merupakan pemikiran secara sistematis tentang segala sesuatu yang ada berdasarkan dorongan daya manusia untuk melihat segala sesuatu secara keseluruhan. Pendekatan preskriptif merupakan pendekatan dalam rangka upaya menyusun standar ukuran tingkah laku, nilai dan lainnya termasuk dalam ukuran baik, burak, benar, salah. Sedangkan pendekatan analitik merupakan pendekatan yang berusaha mengenali makna dari sesuatu dengan mengadakan analisis bahasanya. (Bamadib, 1988:8-9).

Selain pendapat tersebut Kneller (1971:1) menyebutkan tentang filsafat

pendidikan dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan dalam ungkapan

"educational philosophy seeks to comprehend education in its entirety,

Page 4: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

42

interpreting it by means of general concepts that will guide our choice of

educational ends and policies". Ketiga pendekatan filsafat yang dikemukakan

diatas, apabila ditinjau dalam konteks filsafat pendidikan, maka pendidikan

dipandang sebagai upaya untuk mengembangkan kepribadian manusia, yang

didalamnya dibahas tentang nilai, etika manusia serta sikap manusia terhadap

suatu kebenaran. Pendidikan dipandang sebagai suatu hak dalam upaya

pengembangan pengetahuan bagi manusia

Manfaat filsafat pendidikan sebagaimana yang dikatakan Nasution (19S2)

bahwa, a) filsafat pendidikan dapat menentukan arah kemana anak-anak harus

dibawa Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan masyarakat untuk mendidik

anak-anak ke arah yang dicita-citakan masyarakat itu; b) dengan adanya tujuan

pendidikan (yang diwarnai oleh filsafat yang dianut), kita mendapat gambaran

yang jelas tentang hasil yang harus dicapai, individu yang bagaimanakah yang

harus kita hasilkan dengan usaha pendidikan lata; c) filsafat dan tujuan pendidikan

menentukan cara dan proses untuk mencapai tujuan itu; d) filsafat dan tujuan

pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan; e)

tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah

tujuan itu tercapai; f) tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi

kegiatan-kegiatan pendidikan. Kita lebih giat mengajar dan mendidik anak kalau

kita jelas melihat tujuannya

Dalam perspektif filsafat pendidikan, pandangan tersebut selanjutnya

dikembangkan menjadi teori pendidikan. Omstein dan Levine (1985:188-189)

Page 5: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

43

melihat kaitan antara filsafat pendidikan, teori pendidikan dan kurikulum dalam

bentuk matrik.

No. Philosophies and Theories of Education

Goal Curriculum

1. Realism: Perenialism To educate the rational person

Subject matter that is hierarchically arranged to cultivate the intellect (Great book, etc)

2. Idealism and Realism: Essentialism

To educate the useful and competent person

Basic education: reading, writing, arithmetic, history, english, science, foreign languages.

3. Pragmatism: Progressivism

To educate the individual according to his or her interests and needs

Activities and projects

4. Pragmatism: Reconstructionism

To reconstruct society

Social sciences used as recontructive tools.

Tabel 2.1. : Kaitan Filsafat Pendidikan, Teori Pendidikan dan Kurikulum. (Diadaptasi dari Ornstein dan Levine (1985)).

Orientasi pendidikan yang dikemukakan tersebut setidaknya dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok teori, yakni (1) menekankan pada sumber

daya manusia, (2) menekankan pada revitalisasi budaya dan (3) teori yang

menekankan pada rekonstruksionisme. (Bamadib, 1988). Progressivisme

termasuk pada kelompok teori sumber daya manusia, essensialisme dan

perennialisme termasuk pada teori revitalisasi budaya, sedangkan yang termasuk

dalam rekonstruksionisme adalah teori yang menekankan pada sekolah sebagai

bagian dari masyarakat.

Arah pendidikan dalam perspektif lain, dilihat dari filsafat pendidikan

dapat dikelompokkan menjadi empat aliran atau teori yang dikenal, yakni (a)

Page 6: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

44

pendidikan klasik, (b) pendidikan pribadi, (c) pendidikan teknologis, dan (d)

pendidikan interaksionis. (Sukmadinata, 1988:8-14).

Teori pendidikan klasik menurut Ornstein dan Levine (1985:193-198)

memandang bahwa seluruh pengetahuan, ide atau nilai-nilai telah ada dan

ditemukan sebelumnya, sehingga pendidikan berfungsi memelihara, melestarikan

dan meneruskan semua warisan budaya kepada generasi selanjutnya Isi dari

pendidikan merupakan aspek yang menjadi perhatian utama dibandingkan dengan

proses bagaimana mengajarkan isi pendidikan tersebut. Isi pendidikan bersumber

dari ilmu pengetahuan yang telah ada sebelumnya sebagai suatu disiplin sehingga

telah tersusun secara logis dan sistematis. Dengan demikian pada teori pendidikan

klasik, pendidikan lebih menekankan pada perkembangan segi intelektual

daripada segi emosional dan psikomotor. Terdapat setidaknya dua model teori dari

aliran ini, antara lain: perrenialisme dan essensialisme..

Perrenialisme dan essensialisme mendasarkan pada pandangan bahwa

masyarakat bersifat statis, sehingga penetapan bidang studi dan mata pelajaran

ditentukan bukan oleh kebutuhan masyarakat melainkan oleh kelompok ahli dan

diarahkan pada perkembangan kemampuan berfikir.

Perrenialisme mulai berkembang di Eropa dalam masyarakat aristokrasi

agraris yang berorientasi ke masa lampau dan kurang mementingkan tuntutan

masyarakat yang berkembang dinamis. Perrenialisme lebih menekankan pada

aspek kemanusiaan, pembentukan pribadi dan sifat-sifat mental, sehingga

berimplikasi pada penekanan isi pengajaran yang bersifat pendidikan umum (PU)

Page 7: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

General Education atau liberal art. Akibatnya model pengajaran eksp

simulasi menjadi lebih dominan.

Aliran perrenialisme merupakan paham filsafat pendidikan yarig"

menempatkan nilai pada supremasi kebenaran tertinggi yang bersumber dari

Tuhan. Karakteristik atau cara berpikirnya berakar dari filsafat realisme kaum

Gereja Aliran filsafat pendidikan ini mencoba membangun kembali cara berpikir

Abad Pertengahan yang meletakan keseimbangan antara moral dan intelektual

dalam konteks kesadaran spiritual.

Dengan menempatkan kebenaran supranatural sebagai sumber tertingi,

maka nilai dalam pandangan aliran perrenialisme selalu bersifat theosentris.

Harga nilai telah ditetapkan oleh Tuhan dan upaya manusia harus selalu diarahkan

pada tujuan pencapaian nilai yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Dalam mencapai

kebaikan dan kebenaran, manusia perlu berikhtiar. Ikhtiar manusia dipandang

sebagai usaha praktis yang berada dalam suasana hidup yang rasional namun tetap

terikat oleh kekuasaan pertama, yaitu Tuhan. Untuk itu suatu kemestian yang

perlu dialami manusia adalah mencoba memilih dan menentukan nilai secara

seimbang antara kebutuhan dirinya dengan apa yang diperintahkan Tuhan.

Ketika manusia mampu mencapai nilai-nilai teologis yang dirujukkan pada

kekuasaan Tuhan, maka ia akan sampai pada nilai universal. Nilai universal

bersifat tetap dan kebenarannya diakui oleh semua manusia, di manapun dan

kapanpun. Karena itu menurut aliran perrenialisme, penyadaran nilai dalam

pendidikan harus didasarkan pada nilai kebaikan dan nilai kebenaran yang

Page 8: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

46 S

bersumber dan wahyu dan hal itu dilakukan melalui proses penanaman nilai pada

, peserta didik.

Pendidikan menurut aliran perrenialisme bahwa kebenaran sebagai hal

yang konstan, abadi atau perennial, tujuan pendidikan memastikan bahwa para

peserta didik memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau gagasan-

gagasan besar yang tidak berubah, prinsip pendidikan perrenialisme secara umum

yakni, tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup, yakni untuk mencapai

kebijakan dan kebajikan. Pendidikan juga harus sama bagi semua orang,

dimanapun dan kapanpun ia berada, begitu pula tujuan pendidikan harus sama,

yaitu memperbaiki manusia sebagai manusia, Hut chin; Kneller (1971) "Afan may

very from society to society, ...but thefuction of man, is the same in every age and

every society, since it results from his nature as a man. The aims of educational

system can exist: it is to improve man as man "

Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia harus

menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya, sesuai dengan tujuan yang

ditentukan. Manusia adalah bebas, namun mereka harus belajar, untuk

memperhalus pikiran dan mengontrol seleranya Bila anak gagal dalam belajar,

guru tidak boleh dengan cepat meletakkan kesalahan pada lingkungan yang tidak

menyenangkan, atau pada rangkaian peristiwa psikologis yang tidak

menguntungkan. Guru harus mampu mengatasi semua gagasan tersebut, dengan

melakukan pendekatan secara intelektual yang sama bagi semua siswa. Tidak ada

anak yang diizinkan untuk menentukan pengalaman pendidikannya yang ia

inginkan.

Page 9: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

47

Robert M Hutchin (1971) merangkum tugas pendidikan adalah bahwa

dalam pendidikan mengandung mengajar, dalam mengajar mengandung

pengetahuan, dalam pengetahuan mengandung kebenaran, dalam kebenaran di

manapun tetap sama, maka pendidikan di manapun seharusnya sama.

Tugas pendidikan menurut filasafat perennialisme adalah memberikan

pengetahuan tentang kebenaran yang pasti, dan abadi. Kurikulum diorganisasi dan

ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa, dan ditujukan untuk melatih

aktivitas akal, untuk mengembangkan akal. Anak harus diberi pelajaran yang

pasti, yang akan memperkenalkannya dengan keabadian dunia. Peserta didik tidak

boleh dipaksa untuk mempelajari pelajaran yang tampaknya penting suatu saat

saja Begitu pula kepada anak jangan memberikan pelajaran yang hanya menarik

pada saat-saat tertentu yang khusus. Yang dipentingkan dalam kurikulum adalah

mata pelajaran "general éducationyang meliputi bahasa, sejarah, matematika,

•PA, filsafat dan seni, dan 3 R's (membaca, menulis, berhitung). Mata-mata

pelajaran tersebut merupakan esensi dari genaral éducation.

Seperti halnya Phénix (1956) mengungkapkan enam makna esensial dalam

general éducation, yakni 1) Empirik (ilmu pengetahuan tentang dunia fisik, benda

hidup) 2) Estetik ( seni musik, visual, gerak dan sastra); 3) Etik (moral-etika); 4)

Sinoptik (sgama, filfafat, sejarah); 5) Sinoetik (pengetahuan pribadi, kepribadian,

hubungan Aku-Tuhan); 6) Simbolik (Bahasa asli,matematika, bahasa simbol).

Pendidikan perrenialisme bukan merupakan peniruan dari hidup,

melainkan merupakan suatu persiapan untuk hidup. Sekolah tidak pernah menjadi

situasi kehidupan nyata Sekolah bagi peserta didik merupakan peraturan-

Page 10: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

48

peraturan yang artifisial, dimana ia berkenalan dengan hasil yang terbaik dari

warisan sosial budaya. Peserta didik diajak mempelajari karya-karya besar dalam

literatur, yang menyangkut sejarah, filsafat dan seni, begitu pula dalam literatur

yang berhubungan dengan kehidupan sosial, terutama politik dan ekonomi.

Ide pokok pemikiran perrenialisme adalah dalam menghadapi krisis

kebudayaan modem, seperti diuangkapkan Brameld (1955:34):

The one central belief upon which agreement among perrenialists is universal is that, if our sick culture and our still sicker education are to be restored to health, we shall need first to restore to their positions of prestige and guidance the greatenst "doctors" of all time. With their help, far more than with that of any others, we can hope to diagnose accurately our deep troubles and to construct a curative program that will prevent the chaos and death now threatening to devastate the earth.

Satu asas pusat kepercayaan yang disepakati penganut perennialisme

secara universal ialah, jika kebudayaan dan pendidikan kita sekarang

diumpamakan orang sakit, dan kita ingin mengembalikannya kepada bimbingan

"dokter" yang terbesar sepanjang sejarah. Dengan pertolongannya, kita akan dapat

berharap adanya diagnose yang tepat daripada gangguan-gangguan yang telah

sedemikian mendalam (parah) dan dapat membina rencana penyembuhan yang

mampu mencegah kematian yang sekarang mengancam untuk membinasakan

bumi (kebudayaan yang ada).

Penganut perennialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berpikir

mental discipline adalah salah satu kewajiban tertinggi dari belajar, atau

keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena belajar ini tidak saja

secara psikologis berpangkal pada kepercayaan tentang daya jiwa, potensi-potensi

Page 11: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

49

jiwa faculty-psychology, tetapi juga secara filosofis bersumber pada asas

hylomorphisme (potensialitas menuju aktualitas).

Essensialisme berkembangan di Amerika Serikat dalam masyarakat

industri. Pendidikan dalam pandangan essensialisme lebih menekankan pada

pengembangan ilmu (science), sehingga bersifat lebih pragmatis. Gerakan

pendidikan essensialisme yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari

gerakan progressivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan

budaya/sosial. Menurut essensialisme nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk

secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama

beratus tahun, dan didalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah

teruji dalam perjalanan waktu.

Dalam perspektif di atas, pendidikan diarahkan untuk mempersiapkan

generasi muda terjun ke dunia kerja dalam kehidupan sosial dengan orientasi masa

kini dan masa depan. Tujuan pendidikan menyampaikan warisan budaya dan

sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang tertahan

sepanjang waktu dan berharga untuk diketahui semua orang. Pengetahuan diikuti

oleh keterampilan, sikap dan nilai yang tepat, membentuk unsur inti (esensi) dari

sebuah pendidikan, dan pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik

yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan. Dengan demikian akan

berimplikasi pada bentuk pengajaran yang lebih diarahkan pada pembentukan

keterampilan. Maka tujuan utama pendidikan yang baik dalam pandangan

essensialisme adalah untuk (a) memperoleh pekerjaan yang lebih baik, (b) dapat

bekerja sama dengan orang lain dengan baik, dan (c) memperoleh penghasilan

Page 12: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

50

yang memadai. Pendidikan dipandang sebagai langkah meraih kesuksesan secara

ekonomis.

Pada awalnya model pendidikan progressivisme dibawa oleh Francis

Parker dari Eropa ke Amerika Serikat dan berkembang pesat melalui usaha John

Dewey yang menerapkan prinsip belajar learning by doing. Dalam pendidikan

progresivisme, peserta didik ditempatkan sebagai suatu kesatuan yang utuh, yang

memandang sama pentingnya antara perkembangan emosi dan sosial dengan

perkembangan intelektual, sehingga bentuk pengajaran berasal dari pengalaman

peserta didik sendiri yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhannya.

Progressivisme suatu gerakan pendidikan yang mengutamakan

penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang berpusat pada anak "child centere(f\

sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru

"teacher centered" atau bahan pelajaran "subject centered\ Tujuan pendidikan

secara keseluruhan adalah untuk melatih anak agar kelak dapat bekerja, bekerja

secara sistematis, mencintai pekeijaan, dan bekerja dengan otak dan hati.

Pendidikan berpusat pada anak, maka anak adalah unik karena memiliki harkat

dan martabat dalam pendidikan.

Dewey (1915) berpendapat bahwa 'perubahan' dan 'ketidaktepatan'

merupakan esensi dari realitas, dalam arti pendidikan selalu dalam proses

pengembangan, penekanannya adalah perkembangan individu, masyarakat dan

kebudayaan. Pendidikan harus siap memperbaharui metode, kebijaksanaannya,

berhubungan dengan perkembangan sains dan teknologi, serta perubahan

lingkungan. Kemudian kaum progresif sepakat dengan pandangan Dewey bahwa

Page 13: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

51

untuk menekankan pengalaman indera, belajar sambil bekeija, dan

mengembangkan intelegensi, sehingga anak dapat menemukan dan memecahkan

masalah yang dihadapi.

Esensi yang terkandung dalam filsafat progressisme menurut Brubacher

(1962:312) "Progress is naturalistic; it implies change. Change implies novelty.

And novelty lay's claim to being genuine rather than the révolution of an

anlecedently complété reality". Progesif (berkembang maju) adalah sifat alamiah,

kodrati dan itu berarti perubahan. Dan perubahan berarti suatu yang baru. Sesuatu

yang baru sungguh-sungguh merupakan keadaan yang nyata dan bukan sekedar

pengertian atas realita yang sebelumnya memang sudah demikian.

Model pendidikan romantik berasal dari pemikiran Jean Jacques Rousseau,

yang memandang bahwa pendidikan sebagai suatu proses alamiah dan individual

berupa usaha pengembangan kemampuan peserta didik melalui intensitas interaksi

dengan lingkungan. Dalam pandangan model pendidikan ini, pengalaman peserta

didik dianggap sebagai guru terbaik, sehingga menempatkan peserta didik untuk

giat belajar mandiri dan bebas mengembangkan keingintahuannya.

Teori teknologi pendidikan dalam perspektif pendidikan dipandang

berperan bagi proses transmisi informasi dalam bentuk informasi teknologi dan

pengetahuan. Arah pendidikan lebih menekankan pada masa kini dan masa depan,

sehingga implikasinya menempatkan pengalaman sebagai hal yang selalu berubah

selaras dengan perkembangan dan waktu. Dengan demikian, teori ini lebih

mengutamakan proses empiris yang senantiasa mendasarkan pada kepastian dan

Page 14: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

52

efisiensi. Akibatnya, yang dikembangkan dalam proses pendidikan adalah

keterampilan yang mengarah kepada kompetensi vokasional peserta didik.

Dalam perspektif teori pendidikan interaksional, pendidikan dipandang

sebagai suatu interaksi dua pihak antara peserta didik dengan pendidik secara

timbal balik, interaksi dengan bahan ajar, lingkungan dan dengan lainnya secara

dialogis.

Rekonstruksionisme berupaya membina suatu konsensus yang paling luas

dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.

Dalam kehidupan manusia harus menyesuaikan diri terhadap masyarakat

teknologi, apa yang diperlukan masyarakat yang memiliki perkembangan

teknologi yang cepat adalah rekonstruksi masyarakat dan pembentukan serta

perubahan tata dunia baru (Brameld, 1965:28). Demikian pula kedudukan filsafat,

pendidikan dan kurikulum diarahkan pada sekolah sebagai agen perubahan sosial

(Counts: 1956), sekolah akan betul-betul berperan apabila sekolah menjadi pusat

bangunan masyarakat baru secara keseluruhan, membasmi kemelaratan,

peperangan dan kesukuan (rasialisme). Pendidikan dapat menjalankan perannya

sebagai agen pembaharu dan rekonstruksi sosial.

Dalam pandangan rekonstruksionisme tentang pendidikan dan kurikulum

terdapat upaya untuk 'shaping the future' dan bukan hanya 'adjusting, mending or

reconstructing the existing conditions of the life of community\ seperti

dikemukakan oleh McNeil (1977:19):

Social reconstructionists are opposed to the notion that the curriculum shoul help students adjusts or fit the existing society. Instead, they conceive of curriculum as a vehicle for fostering critical discontent and

Page 15: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

53

for equipping learners with the skills needed for conceiving new goals and affecting social change.

Manusia, pendidikan dan pengetahuan menurut pandangan ahli pendidikan

bahwa rekonstruksionisme adalah:

Knowledge is constructed by humans. Knowledge is not a set of facts, concepts, or laws waiting to be discovered. It is not something that exists independent of knower. Humans create or construct knowledge as they attempt to bring meaning to their experience. Everything that we know, we have made. (Zahorik, 1995; Nurhadi, 2004: 45).

Ilmu/Pengetahuan dibangun oleh manusia, Ilmu/pengetahuan bukan serangkaian

fakta, konsep, atau hukum yang menunggu untuk ditemukan. Bukan sesuatu yang

langsung ada oleh si penemu. Manusialah yang menciptakan dan membangun

ilmu/pengetahuan sebagaimana mereka ujicobakan menjadi bermakna melalui

pengalaman meraka. Sesuatu yang mereka ketahui, dibuat oleh mereka.

Ilmu/pengetahuan dibangun, dimaknai dan digunakan dari manusia, oleh manusia,

untuk manusia, manusia yang memegang peranan utama dalam ilmu/pengatahuan

itu sendiri.

Pendapat di atas berkaitan dengan teori pendidikan pribadi (personalized

education) memandang bahwa yang menjadi perhatian utama dalam pendidikan

adalah peserta didik. Proses pendidikan dalam pandangan ini mendasarkan pada

asumsi bahwa setiap anak telah memiliki potensi untuk belajar berbuat dan

memecahkan suatu masalah serta berkembang secara alamiah sejak dilahirkan.

Dengan demikian, fungsi pendidikan yang utama adalah menciptakan lingkungan

yang kondusif bagi kebutuhan belajar peserta didik menuju ke arah yang lebih

baik. Aliran pendidikan ini adalah progressivisme dan romantik.

Page 16: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

54

Pandangan Dewey berkaitan dengan model teori pendidikan yang

dibangun memerlukan land asan filosofi pendidikan untuk memperkuat proses

pendidikan, yakni (1) untuk membangun 'intellegent reflective thinking' yaitu

progressivisme (dan romantik), (2) untuk mempribadikan pengalaman

kebudayaan yaitu essensialisme, (3) untuk menentukan tujuan pendidikan

berdasarkan tatanan nilai yaitu perrensialisme dan (4) untuk membangun ketiga

landasan filsafat tersebut diperlukan rekonstruksionisme dalam membangun

kebermaknaan pendidikan pada peserta didik dan proses pendidikan. Pendapat

yang sama dikatakan Brameld (1965:25)

The terms that are frequently applied to these major views are (I) essensialism, which is the educational philosophy concerned chiefly with the consevation of culture; (2) perrenialism, which centers its attention in the kind of educational guidence provided by the classical thought of ancient Greece and medieval Europe; (3) progressivism, which is the philosophy of liberal, experimental education; and (4) recontructionism, which believes that the contemporary crisis can be effectively attacked only by a radical educational policy and program ofaction.

Dasar filosofis rekonstruksionisme bersumber dari pragmatisme dan dasar

pemikiran kaum Neo-positivisme. Senada pendapat Dewey (1958:267-269) bahwa

Pragmatisme yang menganggap kenyataan sebagai dunia pengalaman, yang

diperoleh melalui pendnaan, yang kebenarannya terkandung pada kegunaannya

dalam masyarakat; Neo-positivisme adalah humanisme ilmiah, yang menghargai

harkat dan martabat manusia, dan mempunyai keyakinan teguh bahwa ilmu dapat

dipergunakan untuk membangun masyarakat masa depan.

Sintesa filsafat pendidikan progressivisme, essensialisme, perennialisme

menghasilkan filsafat rekonstruksionisme atau "A Restructured Philosophy of

Education" landasan filosofi pendidikan yang diperlukan dalam membangun

Page 17: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

55

paradigma pendidikan pada umumnya, dan khususnya paradigma model PKn

berbasis nilai ini. Hal ini memiliki beberapa alasan, yakni 1) mengambil kebaikan

dari berbagai filsafat pendidikan dari manapun asalnya; 2) menempatkan

kebudayaan nasional yang dilandasi keimanan (sesuai dengan Tujuan Pendidikan

Nasional UU no 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3); 3) menjadi

ide sentral pembangunan pendidikan; 4) menjadi suatu nilai filsafat "A Philosophy

ofValue"; 5) dapat menjadi CiA Philosophy of emis".

Brameld (1965:28) mengungkapkan pendapatnya tentang keunggulan

kedudukan filosofi rekonstruksionisme berkaitan dengan "A Philosophy ofValue"

atau suatu nilai dalam filsafat dan "A Philosophy of Crisis" atau suatu kiris dalam

filsafat melalui rangkaian kesatuan budaya dalam gambar sebagai berikut:

—Reconstruc——Progress— ->~ —Essential—-^—<r—Perrenial

Gambar 2.1 : Continuum of Culture (Diadop dari Brameld, 1965:28)

Gambar ini menjelaskan bahwa filosofi essensialisme dan perrenialisme

merupakan perpindahan yang utama dalam kontinum budaya menuju filosofi

progressivisme dan rekonstruksionisme merupakan inovator, rekonstruksionisme

merupakan filosofi yang membangun masa depan pendidikan melalui keunggulan

filosofi perrenialisme, essensialisme dan progressivisme.

Power (1982:171) mengemukakan aliran filsafat rekonstruksionisme

implikasi pendidikannya sebagai berikut: 1) Tema: pendidikan merupakan usaha

sosial, misi sekolah adalah untuk meningkatkan rekonstruksi sosial; 2) Tujuan

pendidikan: bertanggungjawab dalam menciptakan aturan sosial yang ideal.

Transmisi budaya adalah esensial dalam masyarakat yang majemuk; 3)

Page 18: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

56

kurikulum: tidak boleh didominasi oleh budaya mayoritas maupun oleh budaya

yang ditentukan atau disukai. Semua budaya dan nilai-nilai yang berhubungan

berhak untuk mendapatkan tempat dalam kurikulum; 4) kedudukan siswa: nilai-

nilai budaya siswa yang dibawa ke sekolah merupakan hal yang berharga.

Keluhuran dan tanggung jawab sosial ditingkatkan, manakala rasa hormat

diterima semua latar belakang budaya; 5) Metode: sebagai kelanjutan dari

pendidikan progresif, metode aktivitas dibenarkan (learning by doing), 6) Peranan

guru: harus menunjukkan rasa hormat yang sejati (ikhlas) terhadap semua budaya,

baik dalam memberi pelajaran maupun dalam hal lainnya Pelajaran sekolah harus

mewakili budaya masyarakat.

Paradigma rekonstruksionisme yang dipelopori oleh John Dewey,

memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang

berlangsung terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama

berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan

sosial di masyarakat. Perkembangan lebih lanjut dari 'rekonstruksionalisme

radikal', yang memandang pendidikan sebagai alat untuk membangun

masyarakat masa depan, melalui pembelajaran PKn hal ini sesuai dengan

kepentingan pembangunan bangsa dan negara serta sesuai dengan kehendak

dan cita-cita bangsa.

Berkaitan dengan pendidikan sebagai alat untuk membangun masyarakat

masa depan serta kepentingan pembangunan bangsa dan negara, bagi bangsa

Indonesia telah memiliki pandangan hidup yang dianut sebagai filosofi bangsa

dan dinamika sistem nilai atau budaya 'Pancasila', yang menjadi falsafah

Page 19: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

57

kenegaraan, yaitu bagian dari falsafah politik, lebih luas lagi mengenai sifat

hakiki, asal mula dan nilai dari negara Negara dan manusia di dalamnya dianggap

sebagai bagian dari alam semesta

Filosofi Pancasila sebagai soko guru kegiatan dasar manusia, merupakan

dasar negara dalam sistem kenegaraan Indonesia Dasar falsafah negara yang

paling sesuai dengan kondisi dan berakar pada kehidupan bangsa Indonesia yang

pada hakikatnya mengandung pandangan yang mengutamakan harmoni dalam

kehidupan masyarakat.

Pancasila memiliki fungsi filsafat, ideologi, hukum dan politik.

Kandungan filsafat dalam Pancasila bisa dilihat dengan pemikiran-pemikiran yang

ada dalam sila Pancasila Bahkan kandungan pemikiran dalam sila-sila itu

memiliki substansi yang sangat luas, mencakup berbagai cara dan etika kehidupan

masyarakat, serta selalu memperhatikan nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia

Filosofi Pancasila dalam pendidikan merupakan sualu hasil kecerdasan

pemikiran bangsa Indonesia, seperti yang dikatakan Mahbubani (2005 :xvi) bahwa

"mampukan bangsa Indonesia berpikir?, dengan tegas dapat dijawab "Bisa"

namun dengan syarat asal bangsa Indonesia bersatu dan bergotong royong.

Dengan alat pemersatunya yaitu filsafat dan ideologi Pancasila". Pancasila

mencerminkan nalar bangsa Indonesia yang digali dari bumi Indonesia atau dari

kebudayaan bangsa atau nilai-nilai budaya Indonesia yang berintikan harmoni dan

keseimbangan.

Filosofi Pancasila dalam pendidikan merupakan nilai dan keyakinan-

keyakinan filosofis yang menjiwai, mendasari dan memberikan identitas

Page 20: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

58

(karakteristik) suatu sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional Indenesia

dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila Visi dan misi tujuan

pendidikan nasional sebagai sistem, bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan,

pandangan hidup atau filosofi Pancasila yang dilaksanakan dalam berbagai sub-

sistem kehidupan nasional bangsa secara keseluruhan.

Memperhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi bangsa,

khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang pada

akhirnya menentukan eksistensi dan martabat bangsa, maka sistem pendidikan

nasional dan falsafah Pancasila seiring sejalan bagi tegaknya martabat dan

kepribadian bangsa, sekaligus pelestarian sistem kenegaraan Pancasila, falsafah

Pancasila dalam pendidikan merupakan aspek rokhaniah atau spiritual sistem

pendidikan nasional. Falsafah Pancasila menjadi asas dan wawasan yang

mendasar serta mengembangkan cita dan karsa nasional dalam membina watak

dan kepribadian bangsa, yakni melestarikan kepribadian dan martabat Pancasila

dalam subyek pribadi manusia Indonesia Subyek kepribadian manusia sebagai

perwujudan manusia Indonesia seutuhnya.

Filosofi Pancasila terkandung nilai-nilai yang mendasari pendidikan

bahkan semua kegiatan kehidupan masyarakat Indonesia dimana dinamika sistem

nilai terkandung di dalamnya sebagai landasan dan pandangan hidup bangsa

Indonesia, yakni nilai-nilai 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang

adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh

hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta; 5) Keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Page 21: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

59

Melalui kajian pemahaman falsafah Pancasila yang mendasari sistem

pendidikan nasional, dalam implementasi praksis pembelajaran di sekolah yang

tepat adalah pembelajaran berbasis nilai dalam PKn, dimana kajian materi PKn

merupakan petunjuk, pemahaman intemalisasi-personalisasi nilai serta bagaimana

praksis kehidupan menjadi 'manusia Indonesia seutuhnya' yang sehat baik

melalui proses kematangan mental spiritual yang utuh, mantap, matang yang akan

berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, maupun kehidupan berbangsa

dan bernegara yang harmoni.

B. Kedudukan Mata Pelajaran PKn dalam Perspektif Pendidikan Umum

Pendidikan umum atau pendidikan nilai adalah suatu proses dalam upaya

membantu siswa mengekspresikan nilai-nilai yang ada, melalui pengujian kritis,

sehingga peserta didik dimungkinkan untuk meningkatkan atau memperbaiki

kualitas berpikir serta perasaannya, proses tersebut adalah 1) identifikasi

(akulturasi) nilai-nilai personal dan nilai sosial; 2) Inquiiy rasional dan filosofis

terhadap inti nilai tersebut; 3) Respon afektif dan respon emotif terhadap inti nilai

tersebut, 4) pengambilan keputusan yang dihubungkan dengan inti nilai

berdasarkan respon-respon tersebut

Pendidikan umum mengupayakan seseorang memiliki bentuk kepribadian

yang utuh-mantap-matang-produktif atau lAll around people' dalam pengertian

seseorang yang paripurna-harmony atau 'Manusia Indonesia Seutuhnya'.

Kepribadian utuh-matang-mantap dan produktif dalam konteks kepribadian yang

terorganisir, terintegrasi, matang dan normal; aspek afektif, perkembangan

intelektual dan sosial volitional dalam pemahaman kajian nilai (agama, budaya,

Page 22: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

60

yang memayungi nilai kemanusiaan, nilai IPTEK, nilai politik, nilai seni, nilai

kesehatan dan nilai ekonomi) sebagai inti hidup dan filsafat.

Pendidikan berbasis nilai yang mencakup keseluruhan aspek sebagai

alternatif pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai

kebenaran, kebaikan dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat

dan pembiasaan bertindak yang konsisten PKn melalui materi atau bahan ajar

yang diberikan pada peserta didik, membawakan visi dan misi pendidikan

umum/pendidikan nilai pada peserta didik jenjang SMP di persekolahan, sesuai

dengan situasi dan kondisi pertimbangan pedagogik - psikologis - keilmuan,

sebagai implementasi kurikulum 2004.

Materi PKn dengan model pendidikan berbasis nilai ini melalui cara yang

sistematis dan sistemik merupakan upaya alternatif yang diperlukan peserta didik

dalam rangka siap menghadapi tantangan globalisasi, dinamika kehidupan kini

dan pada masa yang akan datang.

Dalam era globalisasi yang dipenuhi dengan persaingan ilmu pengetahuan

dan teknologi, pendidikan nilai melalui materi PKn diperlukan guna menangkal

kesemrawutan CChaos' - menurut John Briggs & David Peal), krisis multi

dimensi. Manusia memerlukan kematangan moral dan intelektual, kecerdasan

intelektual dalam mengkritisi berbagai wacana pemikiran yang muncul

kepermukaan, kematangan emosional untuk dapat hidup kooperatif sekaligus

kompetitif yang didasarkan atas jalinan sosial yang harmonis, kematangan

spiritual sebagai perwujudan ikatan transendental antara dirinya dengan sang

Page 23: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

pencipta. Kematangan tersebut dilatih, diajar dan dididik me

dengan model pendidikan berbasis nilai.

Harapan melalui Pendidikan Umum-Pendidikan Nilai melal

pelajaran PKn kelak mampu melahirkan Warga Negara Indonesia yang

'Seutuhnya', sebagaimana diungkapkan Cogan (1998) dalam Djahiri (2002:92),

sebagai warga negara yang memiliki sejumlah ciri utama, yakni

(l)Rasa kepribadian/jati diri mandiri (a sense of identity) baik sebagai insan ilahiah, sosial maupun kebangsaan; ciri mandiri ini bisa dilihat dari berbagai dimensi (geografi, etnis, agama), serta mampu menuju kehidupan yang globalistik; (2) rasa nikmat akan sejumlah haknya baik legal, polilical, socio-economical rights dan mampu menjalankan secara baik dan benar; (3) rasa tanggungjawab akan kewajiban-kewajiban {obligation) yang menjadi keharusannya, sehingga selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan publik dengan privat serta menjelmakan tangung jawab (,responsibility) menjadi kewajiban (obligation) dan tugas keharusan (,duties); (4) minat dan keterlibatan akan public affairs (kepentingan umum) sehingga siap, mau, dan mampu berpartisipasi secara aktif, kreatif, positif/konstruktif, dan demokratis; (5) kemampuan untuk menyerap/menerima nilai-nilai dasar kemasyarakatan (basic societal values); sehingga mampu menjalin dan membina keijasama, kejujuran, kedamaian, serta rasa cinta dan kebersamaan dalam mempersiapkan hari esok (Juturistic orientation).

Memaknai konsep pembelajaran PKn (pada SMP) di atas, yaitu

seyogyanya melakukan kegiatan dasar manusia 'Basic human activities\

dikaitkan dengan substansi-esensi kajian batang tubuh Pendidikan Umum

(Pendidikan Nilai) dalam disertasi ini diharapkan dapat memenuhi keseimbangan

antara konsep keimanan dan ketaqwaan dengan posisi ilmu pengetahuan dan

teknologi di era globalisasi dan dapat memenuhi tuntutan masyarakat, dengan

indikator (1) Landasan filosofi Pancasila dan filosofi pendidikan

'Rekonstruksionisme' yang berperan dalam memaknai pembangunan pro masa

depan dalam menjalani kehidupan melalui proses pendidikan; (2) Karakter

Page 24: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

62

pendidikan dalam PKn berbasis nilai yang inter-cross-trans disipliner; (3) bersifat

holistik/menyeluruh dipayungi nilai agama, (4) Pendidikan nilai berbudaya

Pancasila yang terintegrasi melalui PKN; (5) bertujuan agar peserta didik dapat

melakukan proses membuat keputusan dan memecahkan masalah 'Decision

making process & problem sotong'; (6) Kesatuan antara pengembangan kognitif-

afektif-psikomotor; (7) merupakan pengetahuan fungsional dalam memaknai

kehidupan; (8) dapat memenuhi 'tuntutan manusia abad 21* yang

direkomendasikan oleh UNESCO & Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional

sebagai kerangka kerja'Frame ofWork' dalam proses pendidikan.

C. Pendidikan Kewarganegaran dalam Kurikulum 2004 (yang diuji-cobakan)

1. Pendidikan Kewarganegaraan Pada SMP

Konsep 'Pendidikan' dalam arti luas berarti suatu proses untuk

mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang mencakup

pengetahuannya, nilai dan sikapnya, serta keterampilannya Pendidikan pada

hakikatnya akan mencakup kegiatan 'mendidik'; 'mengajar'; dan 'melatih'. Sikun

Pribadi (1981) berpendapat bahwa:

Mendidik, menunjukkan usaha yang lebih ditujukan pada pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketakwaan, dan lain-lain. Mengajar berarti memberi pelajaran tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan intelektual manusia Melatih merupakan suatu usaha untuk memberi sejumlah keterampilan tertentu, yang dilaksanakan secara berulang-ulang, sehingga akan teijadi suatu pembiasaan dalam bertindak.

Pendidikan menyangkut hati nurani, nilai-nilai, perasaan, pengetahuan dan

keterampilan. Dengan pendidikan manusia ingin berusaha untuk meningkatkan

Page 25: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

63

dan mengembangkan serta memperbaiki nilai-nilai, hati nuraninya, perasaannya,

pengetahuannya, dan keterampilannya

Konsep 'Kewarganegaraan' (Citizenship) berdasarkan Depdiknas (2002:7)

merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang

beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk

menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang

diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Chamim (2003 :ix) berpendapat Pendidikan Kewarganegaraan (Civic

Education), bagi bangsa Indonesia adalah menyangkut pengetahuan, sikap

mental, nilai-nilai, dan perilaku yang menjunjung tinggi demokrasi, sehingga

akan terwujud warga masyarakat yang demokratis dan mampu menjaga

persatuan dan integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat dan

sejahtera serta demokratis.

Best (1960) dalam Winataputra (2001:128) menjelaskan di USA sebagai

negara perintis pengembangan konsep dan paradigma Pendidikan

Kewarganegaraan "civic education" atau "citizenship educationmemaknai misi

dan isi materi tentang pemerintahan, yang berawal dari tahun 1880-an mulai

diperkenalkan Civtcs sebagai mata pelajaran di sekolah, kemudian pada tahun

1900-an civics dijadikan pengembangan keterampilan sosial dan kompetisi

warganegara Pada tahun yang sama 1900 mata pelajaran memuat tentang ide-ide

tentang karakter atau watak yang baik, kemudian mata pelajaran

Kewarganegaraan menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, dalam rangka

membentuk pendidikan watak atau karakter dan pendidikan etika dan kebajikan.

Page 26: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

64

Namun Chresore (1886) dalam Winataputra (2001:130) seorang ahli

pendidikan berpendapat bahwa untuk menggantikan mata pelajaran

Kewarganegaraan sebagai "ilmu kewarganegaraan" isinya mempelajari hubungan

antar individu dan antara individu dengan Negara. Kemudian pada tahun 1900-an

mata pelajaran Kewarganegaraan diisi dengan materi mengenai struktur

pemerintahan Negara bagian dan federal, sementara pada tahun 1920 mata

pelajaran Kewarganegaraan dijadikan bidang pengajaran yang lebih khusus yaitu

kewarganegaraan yang berkenaan dengan mata pencaharian, kemasyarakatan dan

perekonomian.

Pendapat lain seperti Dunn (1915) dalam Winataputra (2001:131)

mengembangkan gagasan mata pelajaran 'Kewarganegaraan Baru'

menitikberatkan pada kehidupan masyarakat. Sementara Dimond (1953)

mengemukakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai dua makna

(pengertian luas), yaitu: 1) Ide berkenaan dengan peran dan fungsi warga Negara

dalam kegiatan politik; 2) "Desirable personal quaiitiesn atau kualitas pribadi

yang didambakan dari negara dalam kegiatan sehari-hari.

Pemahaman istilah Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan

atau "Cwcs", "c/wc eduoation", "citizenship education" dapat kita telaah dalam

bagan berikut ini berdasarkan beberapa pendapat ahli pendidikan

Kewarganegaraan, yakni:

Page 27: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

65

CIVIC EDUCATION CITIZENSHIP EDUCATION

Cogan (1999:4): "...the foundation course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adults lives".

Suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga Negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya

Gross & Zeleny (1958:247): Berkenaan dengan pembahasan mengenai pemerintahan demokrasi dalam teori dan praktek

Mahoney (Somantri, 1972:8): Proses pendidikan yang mencakup proses pembelajaran semua mp, kegiatan siswa, proses administrasi dan pembinaan dalam upaya mengembangkan perilaku warga negara yang baik.

Allen (1960:11): Mp "civics" merupakan unsur yang paling utama dalam upaya mengembangkan wn yang baik.

Civics <£ Ch'ic Education: Tujuan utama mengembangkan siswa sebagai warganegara yang cerdas dan baik. (Chreshore;l886, Allen;1960, Somantri;1972, Winataputra;2001).

Cogan (1999:4): "...both these in-school experience as well as out-of school or non formal/informal learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the media, etc. which help to shape the totality of the citizen ".

Sebagai pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah seperti di rumah, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan, melalui media massa, dll yang berperan membantu proses pembentukan totalitas atau keutuhan warga Negara

Gross & Zeleny (1958:247): Berkenaan dengan keterlibatan dan partisipasi warga Negara dalam masyarakat.

NCSS (Somantri, 1972:9). Menekankan bahwa "citizenship Education" sesungguhnya mencakup "all positive influence coming from formal and informal educationsegala macam dampak yang datang baik dari pendidikan formal maupun informal.

Allen (1960:11) Lebih luas lagi, sebagai produk dari keseluruhan program pendidikan persekolahan.

Citizenship Education: Visi yang lebih luas untuk menunjukkan k'instruction effects" dan "nurturant effects" dari keseluruhan proses pendidikan terhadap pembentukan carakter individu sebagai warganegara yang cerdas dan baik. (Dimond; 1953, Gross n Zeleny; 1958, Allen; 1960, NCSS; 1972, Somantri;

Page 28: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

66

Winataputra (1978; 2001: 131): Civics: "w the study of government taught in the school. It is an area of learning dealing with how democratic government has been and should be carried out, and how purposefully with full responsibility(Kewarganegaraan sebagai suatu studi tentang pemerintahan yang dilaksanakan di sekolah yang merupakan mata pelajaran tentang bagaimana pemerintahan demokrasi dilaksanakan dan dikembangkan, serta bagaimana warganegara seyogyanya melaksanakan hak dan kewajibannya secara sadar dan penuh rasa tanggung jawab).

Civic/Citizenship Education "can be defined in two ways: 1) in the first sense, CE is an area of learning, primarily intended to develop knowledge attitudes, and skills so the students become "good" citizens, with learning experiences carejully selected and organized around the basic concepts of political science; 2) in another sense, CE as a by-product of variety of areas of learning undertaken in and out-of formal school setting as well as a by-product of a complex network of human interactions in daily activities concerned with the development of civic responsibility". ( 1). Merupakan program pembelajaran yang memiliki tujuan uatama mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga siswa menjadi wn yang baik, melalui pengalaman belajar yang dipilih dan diorganisasikan atas dasar konsep-konsep ilmu politik; 2). CE juga dinilai sebagai "nurturant effects" atau dampak pengiring dari berbagai mata pelajaran di dalam maupun di luar sekolah dan sebagai dampak pengiring dari interaksi antar manusia dalam

1972, Cogan & Derricott; 1998, Winataputra;2001).

Cogan (1998:13): » Konsep "a citizen" sebagai " a

constituent member of society" : anggota resmi suatu masyarakat.

' "A set of characteristics of being a citizenseperangkat karakter menjadi warga Negara

• Konsep yang menjadi inti dari studi ini: "The contribution of education to the development of those characteristics of being a citizen": Kontribusi atau dampak pendidikan terhadap pengembangan karakteristik yang menandai seorang warga Negara

• Pendidikan dalam pengertian luas: "...formal, meaning primary schooling; non-formal, meaning educational programmes which are outside the context of formal schooling, e.g, adult and contuining education programmes, special education for children and youth, etc, and informal, which consist of those learning acquired almost unconsciously in a variety of settings both in school and in school and the wider community"

Page 29: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

67

kehidupan sehari-hari, yang berkenaan dengan pengembangan tanggung jawab wn).

Civics: bersifat impersonal Civic Education: bersifat personal-pedagogis. Dalam praktek Civics merupakan konten utama dari civic education. Secara metaporis civics dapat dianggap sebagai muatannya, sedangkan civic education sebagai wahana atau kendaraannya

Tabel 2.2. : Istilah "Civics", "cmc éducation"citizenship éducation" (Diadop dari Winata putra, 2001:125-135)

Disimpulkan bahwa mata pelajaran PKn dapat diperoleh melalui proses

kegiatan belajar mengajar di sekolah, sedangkan Ilmu Kewarganegaraan dapat

diperoleh baik dari bangku sekolah maupun diluar lingkungan sekolah.

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki keterkaitan erat dengan

Pendidikan Nilai, dalam Pendidikan Nilai menyatukan perbagai permasalahan

yang menyangkut preferensi personal ke dalam satu kategori yang disebut nilai-

nilai yang dibatasi sebagai petunjuk umum untuk perilaku yang memberi batasan

langsung pada kehidupan atau "general guides to behavior which tend to give

direction to life" (Raths, 1966:26). Sementara PKn membawa misi dan berbicara

tentang nilai moral dan norma (aturan). Sebagaimana pendapat Djahiri (2004: 3)

mengatakan bahwa:

"Orang yang tidak mengenal perangkat tatanan nilai moral norma dan tidak/jarang dibelajarkan potensi afektualnya, sulit untuk diminta menjadi manusia bermoral. Visi Pendidikan nilai-Moral disamping membina, menegakkan dan mengembangkan perangkat tatanan NMNr luhur adalah juga pencerahan diri dan kehidupan manusia secara kaffah dan berakhlak mulia serta kehidupan masyarakat Madaniah (Civil Society)".

Page 30: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

68

PKn sebagai pusat Pendidikan Nilai, bukanlah sekedar

mentransmisikan isi nilai tertentu kepada peserta didik, akan tetapi dimaknai

sebagai upaya mengembangkan proses penilaian dalam diri seseorang,

semacam suatu keyakinan untuk memperkaya peserta didik dengan sesuatu

yang lebih 'krusial' dan 'fungsional', yaitu dengan proses meningkatkan

kemampuan mereka dalam memecahkan masalah, memecahkan dilema nilai-

nilainya secara mandiri, dengan dibekali pemahaman nilai-nilai yang menyangkut

"basic human activities'. Seperti pendapat Djahiri (2004: 4) bahwa sebagaimana

kualifikasi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003,

ditegaskan bahwa:

"Pendidikan Nilai-Moral-Norma (NMNr) membawakan misi: a) memelihara/melestarikan dan membina NMNr menjadi 5 sistem kehidupan (sistem nilai, sistem budaya, sistem sosial, sistem personal dan sistem organik) yang kait mengkait; b) mengklarifikasi dan merevitalisasi sub a. Sebagai "moral conduct" diri dan kehidupan manusia/masyarakat/ bangsa/ dunia dimana yang bersangkuta berada; c) memanusiakan (humanizing), membudayakan {civilizing) dan memberdayakan (iempowering) manusia dan kehidupannya secara utuh (kajfah) dan beradab (norm/value based) menuju insan/manusia bermoral (morally mature/healthy person) dan masyarakat bangsa berkepribadian; d) membina dan menegakkan "law and order" serta tatanan kehidupan yang manusiawi-demokratis-taat azas; e) khusus di negara Indonesia, disamping hal-hal di atas juga membawakan misi pembinaan dan pengembangan manusia/masyarakat/bangsa yang modern namun tetap berkepribadian Indonesia

Pendidikan nilai dalam PKn, berupaya menempatkan peserta didik

bagaimana berpikir secara ilmu kewarganegaraan, dimana pengajaran merupakan

prosesnya yang dilakukan secara langsung melalui suatu informasi, dan peserta

didik memiliki suatu kepercayaan diri ''self-evident /rai/Tdalam menentukan

dan membuat suatu keputusan secara bernilai.

Page 31: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Pembelajaran PKn yang merupakan inti dari pendidikan m

konsep awal 'social studies' pada tataran konseptual dan praksis, oleft Barfiflcl^ ^

(1977;1978) dikelompokkan dalam tiga tradisi pedagogis, yakniTTTffra """

Pengetahuan Sosial diajarkan sebagai 1) proses transmisi atau memindahkan

Pendidikan Kewarganegaraan "Citizenship transmission2) pengembangan

ilmu-ilmu sosial atau "Social Science, 3) dan sebagai cara berfikir kritis melalui

penemuan atau "Reflective inquiry.

Tradisi uCitizenship Transmission" merupakan tradisi tertua dari

Pendidikan IPS, yang isinya menekankan pada esensi mendapatkan pengetahuan

sebagaiuself-evident truth" atau kebenaran yang diyakini sendiri. Karena itu tugas

guru menurut tradisi ini, adalah menyampaikan pengetahuan yang telah diyakini

kebenarannya itu. Dengan cara kelangsungan hidup masyarakat diyakini dapat

dipertahankan.

Tradisi "iSocial Science" merupakan tradisi yang dimotori oleh para

sejarahwan dan ahli-ahli ilmu sosial dengan tujuan utama mengembangkan para

siswa agar dapat menguasai pengetahuan, keterampilan, dan metode dari disiplin

ilmu-ilmu social sebagai sarana untuk menjadi warganegara yang efektif.

Pendukung tradisi ini percaya bahwa setiap disiplin ilmu social memiliki

pendekatan khusus yang dapat melatih siswa untuk berpikir dan melihat dunia

sebagaimana adanya Tradisi ini tidak menekankan pada penguasaan fakta, tetapi

pada metode keija ahli ilmu social sebagai upaya memperkuat peranannya sebagai

warganegara.

Page 32: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

70

Tradisi "Reflective Inquiry, pada dasarnya menekankan pada upaya

melatih siswa agar dapat mengambil keputusan dalam konteks sosial politik, azas

demokrasi selalu menuntut warganegara untuk turut serta secara aktif dalam

proses pengambilan keputusan.

Sementara dalam memasuki abad ke 21 NCSS:1989 (NCSS,1989;

Winataputra (2001:138) menggariskan adanya lima tujuan utama Pendidikan IPS

yang erat kaitannya dengan Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembinaan nilai

yaitu mengembangkan tanggung jawab warga negara dan partisipasi warganegara

dalam rangka hidup bersama di tengah masyarakat, bangsa dan negara, yakni:

"1) Civic responsibility and civic participation; 2) Perspective on their own life experiences so they see themselves as part of larger human adventure in time and palce; 3) A critical understanding of the history, geography, economic, political, and social institutions, traditions, and values of the United States as expressed in both unity and diversity; 4) An understanding of other peoples and the unity and diversity of world history, geography, institutions, traditions, and values; 5) Critical attitudes and analytical perspective appropriate to analysis of human condition ".

Pengembangan sebuah Model Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Berbasis Nilai yang dikenal lebih jauh sebagai Pendidikan Kewarganegaraan

multidimensional, secara konseptual memiliki lima atribut pokok, seiring

pendapat Cogan (1998:2-3) bahwa "secara konseptual seorang warganegara

seyogyanya memiliki lima ciri utama yaitu: (1) jati diri; (2) kebebasan untuk

menikmati hak tertentu; (3) pemenuhan kewajiban-kewajiban terkait; (4) tingkat

minat dan keterlibatan dalam urusan publik; dan (5) pemilikan nilai-nilai dasar

kemasyarakatan".

Page 33: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

71

Berbeda dengan konsep NCSS tentang "Social Studies" versi tahun 1983,

dimana 'Civics' merupakan bagian di dalamnya, bahwa "Social studies" bertujuan

utama mata pelajaran yang mengembangkan siswa untuk menjadi warga negara

yang memiliki pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan yang memadai untuk

berperan serta dalam kehidupan demokrasi; Pembelajarannya menggunakan cara-

cara yang membengkitkan kesadaran pribadi kemasyarakatan, pengalaman

budaya, dan pengalaman pribadi siswa

Melalui Pendidikan Nilai dalam PKn menekankan pemaknaan dan

pemahaman hubungan antara manusia dengan masyarakat, hubungan manusia

dengan lingkungan pisiknya, kajian mengenai manusia dengan segala aspeknya

dalam sistem hidup bermasyarakat. Kajian ini dilakukan dalam bentuk pengajaran

di sekolah untuk menyiapkan anak didik menjadi warganegara yang baik,

berdasarkan nilai dan kaidah masyarakat yang berlaku. Dalam hal ini Fenton

(1967: 89) mengemukakan tiga tujuan utama PKn, yaitu (1) menyiapkan para

siswa untuk menjadi warga negara yang baik,- (2) membimbing peserta didik

untuk belajar bagaimana cara berpikir; (3) mempelajari kembali warisan budaya

bangsa

Sementara Clark (1973: 39) berpendapat bahwa titik berat PKn adalah

perkembangan individu yang dapat memahami lingkungan sosialnya, serta

manusia dengan kegiatan dan interaksi antara mereka Anak didik diharapkan agar

dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif dan dapat memberikan andil

dalam masyarakat, mempunyai tanggung jawab, tolong menolong dengan sesama

dan dapat mengembangkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakatnya Pendapat

Page 34: BAB n KAJIAN TEORETIS TENTANG PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

72

senada Nursid (1984:20) bahwa terbinanya warga negara yang akan datang yang

peka terhadap masalah-masalah sosial yang yang teijadi di masyarakat, memiliki

sikap mental yang positif terhadap segala ketimpangan yang teijadi, dan terampil

mengatasi masalah yang teijadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri

terutama yang menimpa kehidupan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan di atas maka difokuskan kepada penyediaan

pengalaman belajar yang akan membantu setiap siswa, seiring pendapat Alma

(2003:149-150) yakni:

(1) memahami bahwa lingkungan pisik menentukan bila dan bagaimana manusia hidup; (2) memahami bagaimana manusia berusaha menyesuaikan, mempergunakan, mengontrol, tenaga dan sumber daya lingkungan; (3) memahami bahwa perubahan adalah merupakan kondisi masyarakat yang selalu ada dan berkembang setiap waktu, mereka harus terlibat di dalamnya; (4) mengenal dan mengerti implikasi dari perkembangan saling ketergantungan manusia satu sama lain dan dengan bangsa lain di dunia; (5) menghargai dan mengerti persamaan semua ras-etnik, agama dan kebudayaan. Bias menempatkan diri dalam masyarakat yang pluralistic; (6) menghargai hak-hak individu orang lain; (7) mengerti dan menghargai warisan leluhur sebagai asset bangsa

Dengan demikian disimpulkan bahwa Pendidikan Nilai melalui PKn

diyakini perlu mengusung tujuan utama, yakni mengembangkan kompetensi

kewarganegaraan dan kualitas pribadi yang bernilai sebagai warganegara dan

budaya kewarganegaraan yang baik menuju terbentuknya kepribadian yang

mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan,

dan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa

kebangsaan dan cinta tanah air. (Pasal 37 Ayat (1) UU No. 20/2003).

Konsep Depdiknas (2002:7) tentang mata pelajaran PKn dalam kurikulum

uji coba 2004 diarahkan dan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga