Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
17
Bab Tiga
Metode Penelitian
Lokasi Penelitian
Kondisi Desa Batu Tunggal
Penelitian ini dilakukan di Desa Batu Tunggal Kabupaten
Lamandau, Kalimantan Tengah. Adapun pertimbangan atau alasan
yang mendasari pemilihan lokasi penelitian yaitu karena Desa Batu
Tunggal merupakan desa yang masih eksis mempertahankan kegiatan
ritus Manuba Ba Adat dan masih melakukan kegiatan ini setiap
tahunnya secara rutin sampai saat ini, dan juga karena kegiatan ritus
Manuba Ba Adat masih dikelola dengan baik secara adat.
Sumber : Data BPS tahun 2014, Kabupaten Lamandau Dalam Angka
Gambar 3.1. Peta Administrasi Kabupaten Lamandau
Secara geografis Desa Batu Tunggal berada di Kecamatan Bulik
Timur, Kabupaten Lamandau Kalimantan Tengah, dengan luas 105
km². Berdasarkan data BPS tahun 2014, penduduk Desa Batu Tunggal
18
berjumlah 911 jiwa. Masyarakat Desa Batu Tunggal mayoritas bekerja
sebagai petani, sisanya merupakan pedagang dan PNS. Mengenai
wilayah administrasi selengkapnya dapat dilihat pada peta wilayah
administrasi Kabupaten Lamandau.
Kondisi Sungai Yang Digunakan Untuk Ritus
Nama sungai yang digunakan dalam kegiatan ritus Manuba Ba Adat adalah sungai Bulik yang memiliki Panjang 45 km, Lebar 30
Meter dan Kedalaman 5 Meter1. Sungai masih difungsikan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti mandi, BAB, mencuci,
minum dan sebagai jalur transportasi.
Gambar sungai yang berada di Kecamatan Bulik dan juga
melewati Desa Batu Tunggal dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan peta
sungai yang digunakan dalam kegiatan ritus Manuba Ba Adat, mulai
dari hulu sungai di mana air tuba dikaramkan (Nanga Koring) sampai
Desa Batu Tunggal pada Gambar 3.3.
Sumber : Data Primer 2014
Gambar 3.2. Sungai Bulik
1 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamandau. Kecamatan Dalam Angka Tahun 2014. pdf
19
Sumber : Data BPS tahun 2009
Gambar 3.3. Peta Sungai Bulik
Berdasarkan gambar 3.3, maka dapat dilihat bahwa tanda
berwarna hijau menunjukkan panjang sungai yang digunakan dalam
kegiatan ritus Manuba Ba Adat. Kegiatan dimulai dari Desa Nanga
Koring sampai Desa Batu Tunggal. Dari 12 desa yang berada di
Kecamatan Bulik Timur, hanya 5 desa yang dilewati oleh akar tuba, hal
ini dikarenakan desa lainnya berada di hulu sungai.
Sumber Dan Pengumpulan Data
Sebelum penulis turun ke lapangan untuk mengumpulkan data,
penulis mencari informasi terlebih dahulu mengenai daerah-daerah
yang berada di Kabupaten Lamandau yang melakanakan ritus Manuba Ba Adat yang masih dikelola secara adat pada bulan September 2014.
20
Berdasarkan beberapa informasi yang didapatkan, penulis hanya
mendapatkan informasi bahwa daerah Desa Batu Tunggal yang
melakukan kegiatan ini. Berawal dari informasi tersebut maka penulis
dibantu oleh Bapak Artemon untuk mencari informasi lebih lanjut
mengenai jadwal pelaksanaan dari ritus Manuba Ba Adat yang akan
dilakukan di desa tersebut.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif. Data-data tersebut berupa data sekunder dan data primer.
Data primer diperoleh dari hasil observasi selama kegiatan ritus
berlangsung, data hasil wawancara2 dan dokumentasi berupa foto
narasumber dan foto pelaksanaan ritus Manuba Ba Adat, sedangkan
data sekunder diperoleh dari Dinas Perikanan, Biro Statistik, Bappeda,
internet dan beberapa kajian literatur.
Dalam penelitian kualitatif, informan kunci menjadi sangat
penting karena dari merekalah informasi dapat diperoleh dengan baik.
Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah para
tokoh adat seperti Manter Adat dan Damang. Dipilihnya tokoh adat
sebagai informan kunci dikarenakan bicara tentang segala informasi
tentang ritus dalam suatu komunitas adat, hanya bisa didapatkan secara
terperinci melalui kepala adat selaku pemimpin upacara. Penentuan
sumber informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode Snowball Sampling. Menurut Sugiyono (2001), Snowball Sampling adalah teknik pengumpulan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih teman-
temannya untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya sehingga jumlah
sampel semakin banyak. Untuk membatasi semakin banyaknya
informan penulis akan membatasi sampai mencapai titik jenuh dalam
mendapatkan data.
2 Proses wawancara dilakukan dua tahap, yaitu: tahap pertama, face to face ketika penulis masih berada di lapangan dan tahap kedua, menggunakan telepon genggam (Handphone) ketika penulis sudah tidak berada di lapangan. Hal ini dikarenakan ada beberapa kendala yang tidak memungkinkan penulis untuk turun ke lapangan. pada wawancara kedua penulis mewawancarai beberapa peserta yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ritus ini.
21
Dalam proses pengumpulan data, penulis melakukan proses
wawancara selama di lapangan yang dilaksanakan pada tanggal 26 – 29
September 2014, ketika Ritus Manuba Ba Adat dilaksanakan. Informan
pertama adalah Bapak Hoto. Wawancara dilakukan dirumahnya pada
tanggal 26 September 2014, sebelum berangkat ketempat di mana Ritus
Manuba Ba Adat dilaksanakan. Berdasarkan rekomendasi oleh Bapak
Hoto maka penulis mewawancarai Bapak Alexander Lauh yang
berprofesi sebagai Damang Bulik Timur. wawancara dilakukan
dirumah Bapak Hoto pada tanggal 27 September 2014. Wawancara
selanjutnya dengan Bapak Kota selaku Manter Adat yang ada di Desa
Batu Tunggal. Ketika melakukan proses wawancara penulis sudah
menjumpai data jenuh ketika mewawancarai Bapak Kota karena
informasi yang penulis dapatkan sangat terperinci dan lengkap
mengenai Ritus Manuba Ba Adat. Selanjutnya proses wawancara juga
masih dilakukan oleh penulis ketika penulis sudah tidak berada di
lapangan dan proses wawancara tersebut dilakukan dengan
menggunakan media telepon genggam (Handphone) dan masih melalui
Bapak Artemon. Proses wawancara ini dilakukan karena penulis masih
perlu mengkonfirmasi beberapa data, pelaksanaan wawancara dengan
menggunakan media telepon genggam (Handphone) dilakukan pada
bulan Mei 2015.
Untuk memperoleh data di lapangan, selain melakukan
observasi, wawancara dan dokumentasi, penulis juga menggunakan
teknik PRA (Participatory Rural Appraisal) untuk membantu penulis
dalam proses pengumpulan data. Tidak semua dalam teknik PRA
penulis praktekan dalam konteks penelitian yang dilakukan di Desa
Batu Tunggal. Menurut Nemarundwe dan Richards (2002), Partici-patory rural appraisal (PRA) atau memahami desa secara partisipastif
adalah pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat secara
bersama-sama mengekspresikan, menganalisis rea-litas hidup dan
kondisi mereka untuk merencanakan tindakan yang harus diambil,
untuk memantau dan mengevaluasi hasil. Inti dari PRA adalah suatu
pendekatan dan metode untuk mempelajari kondisi dan kehidupan
pedesaan dari, dengan dan oleh masyarakat desa (Champbers, 1996). Orientasi dari PRA adalah untuk memfasilitasi atau meningkatkan
22
kesadaran masyarakat dan kemampuan mereka untuk menangkap isu
dan persoalan. Konsep PRA juga sejalan dengan konsep dasar tentang
pembangunan berkelanjutan (Mitchell dan Setiawan, 2000).
PRA merupakan penyempurnaan dari Rapid Rural Appraisal (RRA) atau pemahaman desa secara tepat. Berikut merupakan tabel
yang berisi tentang latarbelakang, sejarah dan prinsip dari PRA, yaitu
Tabel. 3.1. Perbandingan antara RRA dan PRA
RRA PRA
Sejarah perkembangan
Akhir 1970-an dan 1980-an
Akhir 1980an, 1990an
Awal inovasi Kampus/universitas LSM
Pengguna pertamakali
Lembaga bantuan/donor dan universitas
LSM dan lembaga lapangan pemerintahan
Sumber utama pengetahuan
Pengetahuan masyarakat lokal
Kemampuan masyarakat lokal
Inovasi utama Metode Perilaku
Bentuk dominan Elicitif, Penggalian Memfasilitasi, partisipatif
Tujuan ideal jangka panjang
Belajar melalui orang luar Pemberdayaan masyarakat lokal
Hasil jangka panjang
Perencanaan, proyek dan publikasi
Keberlanjutan aksi lokal dan kelembagaan
Sumber : Nemarundwe dan Richards (dalam Champbell, 2002).
Dalam proses PRA perlu adanya partisipasi dari masyarakat
lokal untuk untuk menangkap isu dan persoalan yang berada di
lapangan. Menurut Nemarundwe dan Richards (2002), partisipasi
dalam konteks ini dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat lokal
dalam aksi kolektif untuk menetapkan dan melaksanakan agenda
mereka tanpa adanya inisiator dan fasilitator dari luar. Dalam konteks
ritus Manuba Ba Adat, PRA digunakan sebagai cara yang dipakai oleh
penulis untuk membantu melakukan proses pengambilan data di
lapangan. Penulis selaku bagian dari komunitas masyarakat Dayak
Tomun Lamandau melakukan penelitian didalam komunitas untuk
mempelajari kondisi dan kehidupan masyarakat.
Metode penggunaan PRA, menurut Chambers (1996) dibagi
menjadi beberapa metode pengumpulan data yang dikolaborasikan
23
dengan RRA. Metode di bawah ini merupakan metode PRA yang
digunakan oleh penulis selama proses penelitian lapangan, berdasarkan
metode PRA yang ditawarkan oleh Chambers, yaitu:
1. Pengumpulan data sekunder.
Berkas-berkas, laporan-laporan, peta, foto, artikel dan buku.
Dalam penelitian ini, data sekunder yang sudah dikumpulkan oleh
penulis selama melakukan proses penelitian adalah data dari Dinas
Perikanan, Biro Statistik, Data Bappeda, sumber internet dan
beberapa literatur yang mendukung.
2. Menentukan informan kunci.
Mereka yang ahli dibidang yang handak diteliti. Dalam penelitian
ini, informan kunci adalah tokoh masyarakat dan tokoh adat yang
berada di Desa Batu Tunggal.
3. Proses wawancara setengah/semi terstruktur.
Menurut Grandstaff dan Grandstaff (1987, dalam Chambers,
1996), proses wawancara semi struktur dianggap sebagai inti dari
metode RRA. Dengan menggunakan proses wawancara semi
struktur, dapat diperoleh Checklist tertulis maupun tidak tertulis,
tetapi selalu bersifat terbuka dan mengikuti hal yang tidak
diharapkan. Dalam melakukan proses wawancara, penulis
berpatok pada riset questions yang sudah disediakan sebelumnya
untuk memadu penulis dalam melakukan proses wawancara.
Akan tetapi setibanya di lapangan pertanyaan penelitian tersebut
berkembang sesuai dengan konteks di lapangan, tetapi tetap tidak
keluar dari tujuan awal.
4. Lintasan waktu
Mencari data dan mencatat kronologis kejadian yang diingat
dengan perkiraan data.
5. Analisis kecenderungan
Berisi tentang sejarah ekologis masyarakat. Perbedaan antara
kehidupan yang dahulu dengan yang sekarang.
24
6. Analisis mata pencaharian
Berisi tentang jenis mata pencaharian masyarakat yang nantinya
akan digunakan untuk melihat ketergantungan serta interaksi
masyarakat dengan lingkungannya.
7. Laporan tertulis
Laporan ini dibuat selama melakukan proses pengambilan data
dan setelah melakukan pengambilan data di lapangan.
Teknik Analisa Data
Proses menganalisis suatu data merupakan bagian yang amat
penting dalam sebuah metode penelitian ilmiah. Analisis data
merupakan bagian yang amat penting dalam metode penelitian ilmiah
dan alamiah, yaitu dengan menjawab tujuan dan permasalahan di atas
karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang
berguna memecahkan masalah penelitian. Dengan demikian menurut
Singarimbun dan Effendi, (1989), analisis data adalah proses
penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan. Sedangkan menurut Miles dan Huberman (1992
dalam Sugiyono 2009) dalam penelitian kualitatif, data yang ada
dianalisis dan disusun dalam wujud kata-kata ke dalam teks yang
diperluas. Ada tiga alur kegiatan analisis data yang terjadi secara
bersamaan (Miles dan Huberman, dalam Silalahi, 2010), yaitu:
Reduksi Data
Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis.
Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data dapat
diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstraksian dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Kegiatan melakukan
reduksi data dilakukan secara terus menerus selama masa pengumpulan
data.
25
Penyajian Data
Penyajian data yaitu sebagai sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat
dilakukan dalam berbagai jenis seperti matrik data, grafik, jaringan dan
bagan.
Menarik Kesimpulan Dan Verifikasi
Dalam penelitian kualitatif penarikan kesimpulan dapat
dilakukan berdasarkan catatan laporan di lapangan, setelah kesimpulan
didapat maka yang akan dilakukan kemudian adalah verifikasi.
Verifikasi adalah makna-makna yang muncul dari data yang harus diuji
kebenarannya dan kecocokannya.
Setelah melalui proses penelitian, maka akan diperoleh
berbagai macam informasi data dari berbagai kumpulan data tersebut
kemudian dilakukan sebuah tahapan ilmiah lainnya yaitu proses
analisis. Sebagaimana model penelitian kualitatif secara umum, akan
melalui berbagai macam proses, antara lain, pertama data-data yang
telah terhimpun dari lapangan, dibuat dalam bentuk transkrip. Dalam
pengalaman peneliti, untuk membuat transkrip ini dibutuhkan waktu
kurang lebih satu minggu.
Dalam konteks penelitian ini, tahapan teknik analisa data yang
dipakai oleh penulis, berdasarkan hasil temuan di lapangan adalah;
tahapan pertama, setelah selesai melakukan wawancara maka penulis
membuat transkrip hasil wawancara. Dalam membuat transkrip
wawancara, penulis membutuhkan waktu seminggu. Hal ini
dikarenakan keterbatasan penulis terhadap bahasa setempat, sehingga
penulis membutuhkan bantuan Bapak Artemon untuk
menterjemahkan hasil wawancara tersebut dari bahasa Dayak Tomun
Lamandau yang berada di Desa Batu Tunggal ke dalam Bahasa
Indonesia. Setelah penulis selesai mengerjakan transkrip wawancara
maka langkah selanjutnya adalah membuat matriks data. Matriks data
ini membantu penulis untuk melihat isu-isu strategis yang sesuai
dengan rumusan masalah penelitian, agar penulis bisa fokus dan sesuai
26
dengan tujuan awal. Tahapan ketiga, setelah penulis mendapatkan isu-
isu strategis maka langkah selanjutnya adalah melakukan penulisan dan
bimbingan.
Unit Amatan Dan Unit Analisa
Untuk mendukung penelitian ini, fokus penelitian diarahkan
untuk melihat unit amatan (unit of observation) dan unit analisa (unit of analysis). Unit amatan adalah unit di mana informasi dikumpulkan.
Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada unit amatan (unit of observation) pada masyarakat di Desa Batu Tunggal yang mengikuti
kegiatan Ritus Manuba Ba Adat.Masyarakat di Desa Batu Tunggal juga
merupakan bagian dari Masyarakat Dayak Tomun Lamandau yang
tinggal di sepanjang Sungai Bulik.
Unit analisa adalah unit di mana kesimpulan akan digunakan.
Unit analisa dalam penelitian ini adalah peran modal sosial dan praktik
merawat lingkungan dalam ritus Manuba Ba Adat.
Pengalaman Penelitian
Dalam proses penelitian ada banyak pengalaman yang tidak
terlupakan oleh penulis, Pengalaman-pengalaman itu antara lain,
sebagai berikut: pertama, pengalaman pertama peneliti untuk menaiki
perahu bermesin atau dalam bahasa daerah disebut perahu kelotok,
merupakan pengalaman yang sangat mendebarkan. Kedua, pengalaman
tidur di atas batu sungai yang sudah surut dan pada saat prosesi ritual
adat penulis sempat disuruh menari Nganjan bersama beberapa peserta
Manuba Ba Adat. Pengalaman menari Nganjan merupakan pengalaman
yang tidak akan pernah penulis lupakan karena keterbatasan penulis
terhadap gerakan tari tersebut yang membuat penulis akhirnya menari
dengan gaya bebas. Ketiga, meneliti sambil mencari ikan merupakan
pengalaman penelitian yang membuat penulis terpesona karena ketika
ada masyarakat yang mendapatkan ikan mereka akan memekik
sehingga sungai menjadi ramai karena banyaknya suara pekikan.
27
Untuk sampai pada tahapan turun lapangan, peneliti
membutuhkan waktu selama dua minggu untuk mencari informasi
mengenai desa yang akan melaksanakan kegiatan Manuba karena yang
akan penulis teliti adalah kegiatan Manuba Ba Adat yang dilakukan
berdasarkan kearifan lokal masyarakat serta dalam proses
pelaksanaannya ada aturan dan norma adat yang berlaku.
Berdasarkan fakta di lapangan, ada dua jenis kegiatan manuba
yang penulis bagi beradasarkan motif masyarakat yang melaku-kannya,
yaitu: Manuba Ba Adat, kegiatan tahunan yang dilakukan dengan motif
meminta hujan dan dalam proses pelaksanaannya kegiatan ritus ini
diatur oleh hukum adat. Kegiatan Manuba Ba Adat ini dilakukan oleh
komunitas adat. Manuba Ilegal, merupakan kegiatan meracun ikan
dengan motif hanya ingin mendapatkan ikan dan kegiatan ini hanya
dilakukan oleh 4-8 orang.
Dua minggu kemudian akhirnya penulis mendapatkan
informasi dari Bapak Artemon3 jika akan diadakan kegiatan Ritus
Manuba Ba Adat di Desa Batu Tunggal. Akhirnya pada tanggal 25
September 2014, penulis beserta Bapak Artemon menuju ke Desa Batu
Tunggal. Perjalanan menuju Desa tersebut dari rumah penulis melalui
jalan darat ±1,5 jam. Di Desa Batu Tunggal penulis tinggal dirumah
keluarga Bapak Hoto yang masih merupakan keluarga dari penulis.
Segala akomodasi, transportasi dan konsumsi selama penulis mengikuti
Ritus Manuba Ba Adat ditanggung oleh keluarga Bapak Hoto. Ritus
Manuba Ba Adat dilakukan selama tiga hari dua malam, yang dimulai
pada tanggal 26 – 29 September 2014.
Dalam melakukan penelitian penulis dihadapkan pada
beberapa kendala yang penulis alami di lapangan selama melakukan
penelitian di Desa Batu Tunggal, antara lain adalah kendala bahasa.
Penulis kesulitan ketika melakukan proses wawancara karena penulis
tidak menguasai bahasa daerah tersebut dan banyak istilah daerah yang
tidak dipahami penulis. Ketika hendak membuat hasil transkrip
3Merupakan penerjemah bahasa dan yang menemani penulis selama proses pengambilan data. Bapak Artemon memperoleh informasi tentang akan dilaksanakannya ritus Manuba Ba Adat dari Bapak Hoto.
28
wawancara, penulis juga mengalami kesulitan untuk menuliskan
bahasa daerah tersebut karena logat bahasa sangat susah bagi ditulis.
Strategi penulis untuk mengatasi kendala tersebut adalah
meminta Bapak Artemon sebagai penterjemah selama penulis
melakukan proses penelitian sampai membuat hasil transkrip
wawancara. Alasan penulis meminta bantuan beliau karena beliau
sangat memahami bahasa daerah, baik bahasa daerah yang diucapkan
maupun bahasa daerah yang ditulis.
Originalitas Penelitian
Originalitas penelitian berisi tentang topik penelitian yang
akan dilaksanakan benar-benar asli dan tidak merupakan hasil jiplakan
dari naskah atau karya penelitian orang lain, meskipun dalam beberapa
hal mempunyai kesamaan terutama yang berhubungan dengan metode
tetapi ada hal-hal lain dalam penelitian yang berbeda. Hal yang
berbeda inilah yang akan menunjukkan keaslian penelitian.
Banyak studi literatur yang membahas tentang kearifan lokal
yang ada di beberapa daerah Indonesia, di mana kearifan lokal tersebut
membantu masyarakat dalam mengelola alam sekitarnya, berikut
merupakan beberapa studi literatur yang digunakan oleh penulis
sebagai originalitas penelitian:
Yayasan Riak Bumi, dalam Buletin Suara Bekakak (Taman
Nasional Danau Sentarum edisi II April – Juni 2001)4, dalam buletin ini
diinformasikan bahwa sistem mencari ikan dengan menggunakan akar
tuba juga dilakukan oleh masyarakat Dayak Iban sebagai bagian dari
kebudayaan mereka. Kegiatan mencari ikan tersebut merupakan
kegiatan tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Iban sebelum mulai
berladang (Bumai) terutama pada musim kemarau. Masyarakat percaya
dengan Menuba akan menghalau segala macam hama penyakit
tanaman perusak padi dan tanaman lainnya yang berada di ladang.
4 http://www.riakbumi.or.id/download/sbedisi2.pdf, November 2014
29
Selama bertahun-tahun kegiatan Menuba dilakukan, tidak ada masalah
terhadap pola mencari ikan dengan sistem ini. Akan tetapi pada tahun
1997 ada masalah yang dihadapi oleh masyarakat Iban dalam hal
Menuba, banyak ikan yang mati karena ada yang meracun ikan dengan
menggunakan tuba yang dicampur dengan bahan kimia lainnya. Hal
ini menyebabkan kerusakan habitat ikan.
Riwut (2003), dalam tulisannya hanya memberikan informasi
dan tidak membahas mengenai Ritus Menuba secara rinci. Mursidin
(2012), mendeskripsikan tentang kearifan lokal masyarakat suku Bajo
di Desa Bungin Permai, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe
Selatan, seperti pengetahuan tentang gejala-gejala alam, pengetahuan
tentang perairan laut, keterampilan mengolah ikan, keterampilan
menganyam, pengetahuan tentang teknologi tradisional yaitu cara dan
alat yang digunakan untuk menangkap ikan. Salah satunya adalah
Mattuba yakni meracun ikan dengan menggunakan akar tuba.
Menurut orang Bajo racun tuba tidak membahayakan karena yang mati
hanya ikan yang berada dipermukaan saja. Hasil penelitian yang sudah
dilakukan oleh Mursidin, suku Bajo memiliki seperangkat kearifan
lokal baik sosial, maupun lingkungan. Bentuk-bentuk kearifan lokal
tersebut berupa Indigenous Knowledge, yakni pengetahuan dan
keterampilan yang diwariskan secara turun-temurun yang dapat
dijadikan modal untuk bertahan hidup. Suku Bajo juga memiliki etos
kerja yang tinggi dan mempunyai pengetahuan untuk merawat
lingkungan. Alasan penulis juga memasukan tentang kearifan lokal
masyarakat suku Bajo dikarenakan masyarakat Bajo mempunyai
pengetahuan yang sama dengan masyarakat Dayak mengenai cara
menangkap ikan dengan menggunakan akar tuba, walaupun sangat
disadari oleh penulis bahwa habitus yang dimiliki oleh masyarakat
suku Bajo sangat berbeda dengan habitus yang dimiliki oleh
masyarakat Dayak Tomun Lamandau.
Selanjutnya berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Renjaan dkk (2013), di Desa Ngilngof yang berada di Maluku Tenggara
tentang budaya Sasi Kelapa dan merupakan bagian dari kearifan lokal
mengenai konsep konservasi. Sasi merupakan sistem “larangan” yang
30
bersifat melindungi sesuatu atau hasil tertentu dalam batas waktu
tertentu dan diberlakukan dengan tanda tertentu dan mempunyai sifat
atau ketentuan hukum yang berlaku untuk umum. Sasi kelapa adalah
salah satu bagian dari sasi darat yang dilakukan pada sumberdaya alam
di darat. Sasi dimaksudkan untuk mengatur perilaku masyarakat dalam
memanfaatkan sumberdaya alam di sekitar mereka. Berdasarkan
temuan di lapangan oleh Renjaan dkk, budaya sasi dapat berjalan
dengan baik karena adanya partisipasi dan kesadaran masyarakat lokal
terhadap hubungan harmonis mereka terhadap alam, selain itu adanya
sanksi adat yang diberlakukan dan dipatuhi oleh masyarakat walaupun
hukum yang berlaku masih merupakan hukum lisan.
Sama dengan budaya sasi, berdasarkan penelitian Da Costa
(2010), masyarakat Timor Leste yang berada di Suco Lauhata Distrik
Liquica juga mempunyai kearifan lokal dalam mengelola lingkungan,
khususnya pengelolaan hutan. Kearifan lokal ini dikenal dengan
sebutan Tara Bandu, kearifan lokal Tara Bandu memberikan kontribusi
pada perbaikan lingkungan di daerah Suco Lauhata yaitu berkurangnya
kegiatan illegal logging. Dalam pelaksanaannya Tara Bandu memiliki
norma, larangan dan sangsi yang berlaku. Larangan tersebut berupa
perlunya menjaga hewan ternak dengan cara membuat kandang supaya
tidak merusak lingkungan sekitar, dan kebun serta ladang masyarakat
harus memiliki pagar, larangan menebang hutan sembarangan dan
sangsi yang diberikan berupa denda ringan dan denda berat tergantung
dari pelanggaran yang dilakukan. Dalam pelaksanaannya peran aktor
yaitu para tokoh adat, kabuleha (polisi hutan tradisional) dan
pemerintah, serta partisipasi dan komitmen masyarakat memberikan
kontribusi yang sangat berarti dalam berlangsungnya Tara Bandu. Tara
Bandu dapat dipahami sebagai hukum tradisional lingkungan yang
mengatur tentang interaksi antara manusia dengan sesama, manusia
dengan alam dan manusia dengan leluhur, sehingga revitalisasi
lingkungan dapat berjalan dengan baik di daerah Suco Lauhata.
31
Kerangka Pikir Penelitian
Masyarakat adat khususnya masyarakat Dayak Tomun
Lamandau yang berada di Desa Batu Tunggal, sejak dahulu mempunyai
hubungan timbal balik dengan alam, di mana alam menyediakan
kebutuhan masyarakat dan sebagai gantinya masyarakat akan
mengelola alam sehingga hubungan yang terjadi merupakan hubungan
yang saling menguntungkan. Menurut Syafa’at dkk (2008), pengalaman
berinteraksi dan beradaptasi secara erat dengan alam telah memberikan
pengetahuan yang mendalam bagi kelompok-kelompok masyarakat
adat dalam pengelolaan sumber daya alam lokalnya. Demikian halnya
dengan pengetahuan masyarakat adat Dayak mengenai pengelolaan
alam juga sudah tertuang dalam setiap kegiatan sehari-hari yang
mereka lakukan, seperti adanya sistem larangan/ pamali, adanya suatu
tempat yang dikeramatkan, memberikan sesaji dalam setiap kegiatan
adat yang dilakukan. Kesadaran dan pengetahuan lokal masyarakat
adat yang berada di Desa Batu Tunggal dalam mengelola lingkungan
juga tertuang dalam kegiatan ritus Manuba Ba Adat, di mana didukung
oleh modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat sehingga sampai saat
ini ritus Manuba Ba Adat dapat berjalan dan dikelola dengan baik.
Keberlanjutan dan eksistensi kegiatan ritus Manuba Ba Adat yang berada di Desa Batu Tunggal terlihat dalam masih dilaksana-
kannya kegiatan ini secara rutin setiap tahun. Hal ini berbeda dengan
beberapa daerah di Kabupaten Lamandau khususnya, di mana kegiatan
ritus Manuba Ba Adat sudah tidak berjalan dengan baik. Sehingga
berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melihat modal
sosial yang ada didalam komunitas ini sehingga kegiatan ritus bisa
berjalan dan dikelola dengan baik sampai saat ini dan mendeskripsikan
kontribusi dari kegiatan ritus Manuba Ba Adat terhadap pembangunan
berkelanjutan khususnya keberlanjutan ikan yang berada di Desa Batu
Tunggal. Kerangka pikir penelitian ini disajikan dalam bentuk bagan
yang dapat dilihat pada Gambar 3.4.
32
Gambar 3.4. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Sumber Daya Alam Masyarakat Dayak Tomun Lamandau
Ritus Manuba Ba Adat
Mendukung Keberlanjutan Ekologi
Modal Sosial