37
33 Bab Empat Ritus Manuba Ba Adat Sebelum penulis membahas tentang Ritus Manuba Ba Adat secara mendalam maka penulis akan menunjukkan data hasil observasi yang penulis lakukan selama kegiatan penelitian. Penulis menemukan ada dua jenis kegiatan Manuba berdasarkan motif masyarakat yang mendasari mereka untuk melakukan kegiatan ini, yaitu: 1. Manuba Ba Adat Manuba Ba Adat adalah rentetan acara yang dilakukan setelah masyarakat selesai menanam padi di ladang atau dalam bahasa lokal biasa disebut ritual Menugal di Huma 1 . Masyarakat percaya bahwa jika selesai Menugal dan belum melakukan Manuba Ba Adat maka rentetan dari ritus ini belum selesai. Manuba Ba Adat bagi masyarakat mempunyai makna meminta hujan kepada dewata 2 . Dalam pelaksanaannya kegiatan ritus Manuba Ba Adat dilakukan berdasarkan norma dan aturan yang telah diatur secara adat. Dalam pelaksanaannya ada ritual yang harus dilakukan dan akar tuba yang dipakai tidak menggunakan bahan kimia tambahan. Dalam pelaksananaannya kegiatan ini diikuti oleh ± 4 desa yang turut berpartisipasi. Kegiatan ini dilakukan di sungai besar. 2. Manuba Ilegal Manuba Ilegal adalah kegiatan Manuba yang biasanya dilakukan oleh masyarakat di mana dalam pelaksanaannya tidak ada kordinasi yang jelas dan pesertanya juga hanya ± sekitar 4-8 orang saja. Kegiatan ini biasanya dilakukan spontan dan masyarakat biasanya hanya fokus pada mencari ikan. Akar tuba 1 Ritual ini biasanya dilakukan sebelum masyarakat mempersiapkan ladang atau Huma dan ritual Manuba Ba Adat merupakan ritual penutup dari rentetan acara menugal. 2 Hasil wawancara dengan Bp. Alexander Lauh, selaku Damang Bulik Timur (58 Tahun) pada tanggal 25 September 2014)

Bab Empat Ritus Manuba Ba Adat - UKSW...dari bambu (3 ruas bambu), 5 buah bendera yang di pasang disekeliling balai, 3 pasangan lawan jenis untuk menari nganjan, 7 kali mengelilingi

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

  • 33

    Bab Empat

    Ritus Manuba Ba Adat

    Sebelum penulis membahas tentang Ritus Manuba Ba Adat secara mendalam maka penulis akan menunjukkan data hasil observasi

    yang penulis lakukan selama kegiatan penelitian. Penulis menemukan

    ada dua jenis kegiatan Manuba berdasarkan motif masyarakat yang mendasari mereka untuk melakukan kegiatan ini, yaitu:

    1. Manuba Ba Adat

    Manuba Ba Adat adalah rentetan acara yang dilakukan setelah masyarakat selesai menanam padi di ladang atau dalam

    bahasa lokal biasa disebut ritual Menugal di Huma1. Masyarakat percaya bahwa jika selesai Menugal dan belum melakukan Manuba Ba Adat maka rentetan dari ritus ini belum selesai. Manuba Ba Adat bagi masyarakat mempunyai makna meminta hujan kepada dewata2. Dalam pelaksanaannya kegiatan ritus

    Manuba Ba Adat dilakukan berdasarkan norma dan aturan yang telah diatur secara adat. Dalam pelaksanaannya ada ritual yang

    harus dilakukan dan akar tuba yang dipakai tidak menggunakan

    bahan kimia tambahan. Dalam pelaksananaannya kegiatan ini

    diikuti oleh ± 4 desa yang turut berpartisipasi. Kegiatan ini

    dilakukan di sungai besar.

    2. Manuba Ilegal

    Manuba Ilegal adalah kegiatan Manuba yang biasanya dilakukan oleh masyarakat di mana dalam pelaksanaannya tidak

    ada kordinasi yang jelas dan pesertanya juga hanya ± sekitar 4-8

    orang saja. Kegiatan ini biasanya dilakukan spontan dan

    masyarakat biasanya hanya fokus pada mencari ikan. Akar tuba

    1Ritual ini biasanya dilakukan sebelum masyarakat mempersiapkan ladang atau Huma dan ritual Manuba Ba Adat merupakan ritual penutup dari rentetan acara menugal. 2Hasil wawancara dengan Bp. Alexander Lauh, selaku Damang Bulik Timur (58 Tahun) pada tanggal 25 September 2014)

  • 34

    yang dipakai biasanya dicampur dengan bahan kimia lainnya

    seperti racun hama, petisida, tiodan, potas dan decis. Kegiatan ini

    biasanya dilakukan di danau atau kolam. Masyarakat yang ikut

    serta dalam Manuba ilegal ini biasanya adalah masyarakat pendatang dan juga beberapa masyarakat lokal yang sudah tidak

    begitu memahami tentang pengetahuan lokal dan adat istiadat

    mereka.

    Sejarah Ekologi Masyarakat Dayak Tomun Lamandau

    Masyarakat Dayak Tomun Lamandau memiliki sejarah ekologi

    yang sama dengan masyarakat Dayak secara umum. Menurut Bapak

    Kota, ketergantungan mereka terhadap sungai dan hutan menjadi ciri

    khas masyarakat Dayak khususnya masyarakat Dayak Tomun

    Lamandau, hal ini terlihat dalam kegiatan mereka sehari-hari seperti

    masih menggunakan kayu untuk memasak dan masih bergantung

    penuh terhadap sungai, seperti digunakan untuk mencuci, mandi, BAB

    dan jalur transportasi. Berikut merupakan kutipan wawancara dengan

    Bapak Kota.

    “Sampai saat ini hutan dan sungai selalu memberikan yang kami butuhkan, sehingga kami harus merawat dan menjaganya. Kami masih memasak menggunakan kayu dan untuk mandi, untuk air minum dan untuk ke ladang kami masih memanfaatkan sungai”

    Sebelum membahas lebih jauh, penulis hendak memaparkan

    terlebih dahulu mengenai pembagian alam menurut masyarakat Dayak.

    Menurut Riwut (2003), alam menurut masyarakat Dayak dibagi

    menjadi tiga, yaitu:

    a. Alam atas

    Alam atas ini adalah Kayangan. Masyarakat Dayak percaya bahwa

    alam atas merupakan tempat dari Tahta Kuasa Ranying atau

  • 35

    Sanghiang3. Menurut kepercayaan masyarakat Dayak, dari bumi menuju Tahta Kuasa Ranying harus melewati tujuh langit dan empat puluh susunan embun.

    b. Pantai danum kalunen (bumi)

    Bagi masyarakat Dayak, bumi merupakan tempat kehidupan

    sementara, di mana manusia harus berbuat baik.

    c. Alam bawah

    Alam bawah sadar merupakan dunia yang berada di bawah tanah

    dan di bawah air. Masyarakat Dayak percaya bahwa salah satu

    penghuni alam bawah tanah adalah Kalue Tunggal Tusoh (penguasa tumbuh-tumbuhan). Bentuk penghormatan dari masyarakat

    terhadap penguasa tumbuh-tumbuhan ini adalah dengan cara

    memberikan sesaji atau sesajen yang biasanya digantung di dahan

    pohon.

    Pola interaksi masyarakat Dayak, khususnya masyarakat Dayak

    Tomun Lamandau dalam berinteraksi dengan alam tidak terlepas dari

    filosofi masyarakat adat yang menganggap alam sebagai bagian dari

    kehidupannya yang harus dijaga dan dirawat. Hal tersebut terjadi

    bukan tanpa sebab karena masyarakat Dayak Tomun Lamandau dalam

    kehidupan sehari-hari sangat bergantung terhadap alamnya.

    Ketergantungan ini terlihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti

    mengandalkan hasil hutan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari dan

    menggunakan sungai untuk mencuci, mandi, untuk air minum dan

    jalur transportasi.

    Guna menghormati dan menjaga alamnya, dalam setiap

    kegiatan adat maupun kegiatan sehari-hari, masyarakat Dayak Tomun

    Lamandau selalu menganggap alam khususnya hutan mempunyai

    kekuatan yang sakral sehingga mereka akan memberikan sesaji baik

    yang diberikan untuk alam maupun untuk Dewata. Sesaji yang

    diberikan melambangkan hubungan baik antara masyarakat dengan

    3 Merupakan sebutan Tuhan oleh masyarakat Dayak. Di beberapa daerah di Kalimantan sebutan Tuhan berbeda-beda tergantung suku.

  • 36

    alamnya. Kepercayaan mereka terhadap makhluk halus penunggu

    hutan membuat beberapa hutan masih terjaga dengan baik.

    Berdasarkan wawancara dengan Bapak Kota, beliau mengatakan bahwa

    hutan memilik arti yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat

    Dayak Tomun Lamandau yang berada di Desa Batu Tunggal karena

    telah menyediakan kebutuhan mereka sehingga hutan harus dirawat

    agar sesuai dengan kebutuhan generasi yang akan datang.

    Menurut Samsoedin dan Sukiman (2010), masyarakat suku

    Dayak yang telah hidup secara turun temurun dengan lingkungannya

    pada dasarnya memiliki pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan

    tersendiri dalam pengelolaan sumberdaya alam. Hubungan simbiosis

    yang erat dengan alam sekitarnya dari generasi ke generasi ini pada

    akhirnya melahirkan kearifan dan teknologi tradisional tersendiri yang

    unik dan spesifik yang tidak terduplikasi dan diketemukan di tempat

    lain.

    Sejarah Ritus Manuba Ba Adat

    Sejarah ritus Manuba Ba Adat pada umumnya merupakan warisan leluhur atau peninggalan nenek moyang yang dipraktekan

    secara turun menurun dari generasi ke generasi hingga sekarang. Tidak

    ada catatan tentang ritus Manuba Ba Adat karena masyarakat Dayak pada jaman dahulu masih mengenal tradisi tutur, di mana setiap tradisi

    atau kebudayaan dan pengetahuan hanya diceritakan dan

    diberitahukan dari mulut kemulut dari satu generasi yang tua ke

    generasi yang lebih muda. Pada jaman dahulu, hampir seluruh pelosok

    Kalimantan mengenal sistem Manuba Ba Adat dan mempraktekannya di desa masing-masing dengan istilah yang berbeda sesuai dengan

    bahasa daerah masing-masing. Akan tetapi sejak dikeluarkannya UU

    No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, masyarakat sudah mulai

    meninggalkan kebiasaan ini dikarenakan ketakutan mereka terhadap

    sangsi yang diberikan oleh pemerintah, selain itu faktor sudah

    memudarnya budaya tutur membuat kaum muda masyarakat Dayak

    sudah tidak begitu bisa memaknai arti yang terkandung dibalik

  • 37

    kegiatan dari kegiatan ritus ini. Akan tetapi walaupun demikian, Desa

    Batu Tunggal sampai saat ini masih mempertahankan kegiatan dari

    ritus ini, hal ini dikarenakan masyarakat masih memiliki komitmen

    bersama untuk menjaga kebudayaan ini. Berikut merupakan kutipan

    wawancara dengan Bapak Kota:

    “Di Lamandau sudah banyak yang tidak mempraktikan ritus Manuba Ba Adat. Masyarakat adat takut terhadap sangsi yang diberikan karena menggunakan akar tuba. Di Batu Tunggal, ritus ini masih dapat berjalan dengan baik karena adanya komitmen kami untuk tetap menjaga warisan nenek moyang”

    Peralatan Yang Digunakan Dalam Ritus Manuba Ba Adat

    Dalam kegiatan ritus Manuba Ba Adat ada beberapa peralatan yang digunakan oleh masyarakat adat dalam menunjang pelaksanaan

    kegiatan ritus ini. Dalam beberapa perlengkapan mempunyai simbol

    dan makna tertentu bagi masyarakat Dayak Tomun Lamandau yang

    berada di Desa Batu tunggal, sehingga penulis berusaha untuk

    memaparkanya berdasarkan hasil wawancara. Peralatan yang diguna-

    kan oleh masyarakat dalam kegiatan ritus Manuba Ba Adat, oleh penulis dibagi menjadi enam bagian, yaitu:

    a. Perlengkapan untuk berkemah

    Perlengkapan untuk berkemah atau mendirikan tenda di

    Korangan biasanya dibawa sendiri oleh para peserta yang akan

    mengikuti kegiatan ritus Manuba Ba Adat, seperti: tenda, tikar untuk alas tidur, bambu dan kayu. Biasanya batang bambu dan kayu tersebut

    diambil oleh masyarakat di sekitar kegiatan ritus Manuba Ba Adat atau di sepanjang aliran air yang terdapat pohon bambu atau kayu. Biasanya

    masyarakat akan mengambil bambu dan kayu sesuai dengan

    kebutuhan, jika ternyata bambu dan kayu yang diambil tersebut

    berlebih maka mereka akan memberikan bambu tersebut kepada

    peserta lainnya yang belum mempunyai bambu dan kayu untuk

  • 38

    membangun tenda. Kegiatan membuat tenda ini pun biasanya

    dilakukan secara gotong royong.

    b. Perlengkapan konsumsi

    Segala bentuk perlengkapan konsumsi akan dibawa secara

    mandiri oleh semua peserta ritus Manuba Ba Adat. Perlengkapan konsumsi tersebut terdiri dari peralatan memasak mulai dari kompor

    minyak, minyak tanah, beras, minyak goreng, pisau atau parang, piring, gelas dll. Jika ada masyarakat yang memerlukan bantuan yang

    berhubungan dengan konsumsi maka masyarakat atau peserta yang

    lain akan membantu, mulai dari meminjamkan atau memberi yang

    diperlukan. Di bawah ini merupakan gambar perlengkapan konsumsi

    yang dibawa oleh peserta dari ritus Manuba Ba Adat:

    Sumber: Data Primer 2014

    Gambar 4.1. Perlengkapan Konsumsi Peserta Ritus

    c. Perlengkapan untuk Balai dan Pantar

    Selain perlengkapan konsumsi, perlengkapan lain yang wajib

    untuk dipersiapkan adalah perlengkapan untuk membuat Balai dan Pantar karena tanpa adanya dua hal tersebut maka kegiatan dari ritus

  • 39

    ini akan menjadi kurang sempurna. Untuk Balai, yang harus diper-siapkan adalah bambu4, kain sarung maupun kain panjang5, bendera6.

    Tiang pantar yang harus dipakai dalam kegiatan ritus ini harus berjumlah ganjil seperti 3 (tiga), 5 (lima) dan 7 (tujuh). Masyarakat

    percaya jika tiang pantar yang dipakai melebihi ketentuan yang sudah ada maka mereka percaya bahwa mereka akan dianggap mengutuk

    Dewata. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Kota, beliau

    mengatakan bahwa angka-angka tersebut terlihat dalam jumlah

    peralatan yang dipakai dalam kegiatan ritus. Jika tidak menggunakan

    angka-angka yang sudah ditentukan maka masyarakat akan mengalami

    musibah. Berikut kutipan wawancaranya;

    “Dalam ritus Manuba Ba Adat harus menggunakan menggunakan angka 3, 5, 7. Contohnya jumlah tiang pantar yang akan didirikan (3 tiang), jumlah perahu daun7 (kehilipan) yang akan dihanyutkan (7 perahu), jumlah gelas dari bambu (3 ruas bambu), 5 buah bendera yang dipasang disekeliling balai, 3 pasangan lawan jenis untuk menari nganjan, 7 kali mengelilingi pantar dalam menari nganjan dan 7 tingkatan tangga yang diletakkan di depan balai. Angka ganjil tersebut dipercaya merupakan angka yang memang harus digunakan. Masyarakat percaya jika angka yang digunakan tidak sesuai maka akan mendapat musibah”.

    Menurut Daeng (2008), makna angka yang selalu digunakan

    oleh masyarakat adat selalu mempertimbangkan makna simboliknya.

    Seperti angka 2 (dua) dan angka 3 (tiga), 5 (lima), 7 (tujuh), masing-

    masing angka tersebut mempunyai makna tersendiri. Angka 2 (dua)

    dan angka 3 (tiga) dipakai sebagai tanda keselarasan, angka 5 (lima)

    4 Fungsi dari bambu adalah untuk membangun kerangka balai dan tangga yang diletakan dibagian depan balai. Masyarakat percaya jika balai dibuat dari bambu maka doa mereka akan cepat tercapai. 5 Kain ini berfungsi untuk menutup balai. Untuk atap dan dinding balai. 6 Bendera yang digunakan berjumlah 5 warna, yaitu warna kuning, bendera merah putih dan tiga kain batik dengan motif dan warna yang berbeda. Kain kuning bagi masyarakat melambangkan sesuatu yang sakral. Bendera merah putih dipakai sebagai simbol pengakuan mereka terhadap bangsa ini dan kain batik digunakan sebagai pelengkap tanda. Bendera bermakna sebagai tanda yang diberikan masyarakat kepada dewata bahwa sedang ada acara dan balai sudah didirikan, sehingga dewata yang dipanggil sudah bisa datang. 7 Daun yang digunakan adalah daun Sensabag’ng.

  • 40

    dipakai sebagai simbol rejeki dan angka 7 (tujuh) mempunyai makna

    kesempurnaan tertinggi dan penggenapan. Seperti halnya masyarakat

    Dayak Tomun Lamandau, angka-angka tersebut mempunyai makna

    keselarasan, simbol rejeki dan makna kesempurnaan, walaupun masya-

    rakat tidak menyadari makna dari simbol angka yang mereka gunakan.

    Dalam kegiatan ritus Manuba Ba Adat yang dilakukan di Desa Batu Tunggal, tiang pantar yang dipakai berjumlah tiga buah tiang. Tiang pantar yang akan dipakai harus merupakan batang kayu yang sudah lama terendam di dalam air dan berada di sungai dalam waktu

    yang lama. Makna dari tiang pantar yang terendam ini adalah supaya ikan yang kena air tuba tersebut akan mengambang di atas air. Di

    bawah ini merupakan gambar dari balai dan tiang pantar yang ada dalam kegiatan ritus Manuba Ba Adat di Desa Batu Tunggal;

    Sumber : Data Primer, 2014

    Gambar 4.2. Balai Dan Tiang Pantar

    d. Perlengkapan musik dan tarian

    Alat musik yang digunakan adalah alat musik tradisional

    masyarakat Dayak Tomun Lamandau seperti Gong. Akan tetapi ada

    juga alat musik yang dibuat oleh masyarakat dari kayu yang dipotong

    dan ketika dipukul alat musik tersebut menghasilkan nada yang

    bervariasi.

    Berikut merupakan gambar alat musik yang dipakai dalam

    kegiatan ritus Manuba Ba Adat. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa

  • 41

    beberapa masyarakat sedang memainkan alat musik. Alat musik ini

    digunakan untuk mengiringi tarian nganjan dan beigal.

    Sumber: Data Primer, 2014

    Gambar 4.3. Masyarakat Sedang Memainkan Alat Musik

    e. Perlengkapan untuk sesaji

    Untuk membuat sesaji yang akan diletakan di bagian depan dan

    belakang balai memerlukan: bambu yang sudah diserut halus, kemudian dianyam membentuk segiempat, ayam satu ekor8, tuak9,

    lomang/ ketan yang dimasak didalam bambu10 dan dupa. Berikut

    merupakan gambar dari sesaji, lomang dan dupa yang dipakai dalam

    kegiatan ritus Manuba Ba Adat, yaitu: angka 1 merupakan gambar dari dupa yang akan dibakar dalam kegiatan ritus ini. Angka 2 (gambar

    bagian kiri) merupakan gambar dari lomang yang sudah masak. Angka

    3 (gambar bagian kanan), merupakan gambar dari sesaji dan tuak

    8 Ayam didapat dari hasil iuran masyarakat. Biasanya masyarakat akan memberi sejumlah uang kepada panitian ritus kemudian uang tersebut akan digunakan demi kepentingan ritus, salah satunya adalah membeli ayam untuk sesaji. 9 Tuak biasanya didapat dari iuran masyarakat. Masyarakat akan memberi kepada panitia atau langsung kepada manter adat ketika acara berlangsung. Biasanya masyarakat akan memberi tuak secara sukarela sesuai dengan kemampuannya. 10 Seperti halnya dengan perlengkapan sesaji lainnya, lomang juga merupakan iuran langsung dari masyarakat.

  • 42

    Sumber : Data Primer 2014

    Gambar 4.4. Sesaji, Lomang dan Dupa

    Lomang biasanya dimasak oleh ibu-ibu yang ikut berpartisipasi

    dalam kegiatan ritus Manuba Ba Adat. Lomang berisi beras ketan yang diberi santan. Berikut merupakan gambar di mana ibu Hotto sedang

    memasak lomang yang ditemani oleh saudara dan ibunya.

    Sumber: Data Primer, 2014

    Gambar 4.5. Membakar Lomang

  • 43

    f. Perlengkapan untuk Lumpag’ng

    Perlengkapan yang digunakan untuk kegiatan Lumpag’ng, oleh penulis dibagi menjadi dua berdasarkan kegiatan Lumpag’ng, yaitu:

    Lumpag’ng dalam prosesi ritus Manugal Dalam kegiatan ini beberapa perlengkapan yang diperlukan

    adalah tuak, perlengkapan pepinangan (buah pinang, daun sirih,

    tembakau, kapur dll) dan ruas bambu yang digunakan sebagai

    gelas berjumlah 7 ruas.

    Sumber : Data Primer 2014

    Keterangan : Tanda panah merah untuk gambar pepinangan dan tanda

    panah hijau untuk gambar tuak.

    Gambar 4.6. Tuak Dan Pepinangan

    Sumber : Data Primer 2014

    Gambar 4.7. Ruas Bambu (Lumpag’ng Sempolah)

  • 44

    Lumpag’ng dalam prosesi ritus Manuba Ba Adat

    Perlengkapan yang diperlukan untuk Lumpag’ng dalam prosesi ritus Manuba Ba Adat adalah akar tuba, tuak, pepinangan, tiang pantar, peralatan untuk tarian nganjan dan beigal, kayu yang sudah dibentuk seperti pemukul bola kasti gunanya untuk

    mencacah akar tuba dan daun sensabag’ng untuk perahu kehilipan.

    Sumber : Data Primer 2014

    Gambar 4.8 Kayu Pencacah Akar Tuba

    g. Perlengkapan untuk mencari ikan

    Perlengkapan untuk mencari ikan biasanya dipersiapkan sendiri

    oleh masyarakat yang ikut ritus Manuba Ba Adat, seperti tangu’ dan tembulig’ng.

    Pada gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa masyarakat

    memegang bambu panjang. Bambu panjang tersebut merupakan

    tembulig’ng yang di mana di bagian ujung bambu tersebut terdapat mata tombak yang berfungsi untuk menombak ikan dan bagian ujung

    yang tidak ada mata tombak, biasanya oleh masyarakat digunakan

    untuk mengayuh atau mendorong perahu secara perlahan.

  • 45

    Sumber : Data Primer 2014

    Gambar 4.9. Tangu’

    Sumber : Data Primer 2014

    Gambar 4.10. Tembulig’ng

    Jenis Ikan Di Desa Batu Tunggal

    Ikan yang akan dibahas adalah hanya jenis ikan yang

    ditemukan dalam kegiatan Manuba Ba Adat di Desa Batu Tunggal. Jenis ikan yang ditemukan adalah Ikan barakas, ikan banta, ikan salap/

    tengadak, ikan lampam, ikan jalujung, ikan baung putih/ kanuri, ikan

    puhing/rengawan, ikan kalabau, ikan saluang sungai, ikan buntal

    kelapa dan ikan lais. Data mengenai jenis ikan akan disajikan melalui

  • 46

    Tabel 4.1 dan gambar mengenai jenis-jenis ikan yang berada di Desa

    Batu Tunggal akan disajikan melalui Gambar 4.11.

    Tabel 4.1. Jenis Ikan Di Desa Batu Tunggal

    Sumber : Data diolah Tahun 2015

    Baung Putih (Mystus baramensis) Puhing/Regawan (Cyclocheilichthys repason)

    Lampam (Puntius rhomboocellatus) Salap/Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii)

    NO Suku Jenis Nama Lokal

    1 Bagridae Mystus baramensis Baung Putih/ Kanuri

    2 Cyprinidae Barbonymus schwanenfeldii Salap/ Tengadak

    Cyclocheilichthys repasson Puhing/ Rengawan

    Osteochilus kelabau Kalabau

    O. triporos Banta

    Puntius rhomboocellatus Lampam

    Rasbora maculate Saluang Sungai

    3 Hemiramphidae Hemirhampodon chrysopunctatus

    Jalujung

    4 Siluridae Kryptopterus macrocephalus Lais

    5 Tetraodontidae Tetraodon reticularis Buntal Kelapa

    6 - - Barakas

  • 47

    Banta (O. triporos) Kalabau (O. kelabau)

    Saluang Sungei (Rasbora maculata) Buntal kelapa (Tetraodon reticularis)

    Jajulung (Hemirhampodon chrysopunctatus) Lais (Kryptopterus macrocephalus)

    Sumber : Data Bappeda Tahun 2012

    Gambar 4.11. Ikan Hasil Manuba Ba Adat Di Desa Batu Tunggal

    Prosesi Ritus Manuba Ba Adat

    Manuba Ba Adat merupakan rentetan acara menugal di Huma. Berdasarkan wawancara dengan Bapak. Alexander Lauh (58 Tahun),

    Masyarakat percaya bahwa jika selesai Menugal dan belum melakukan Manuba Ba Adat maka rentetan dari ritus ini belum selesai. Manuba Ba Adat bagi masyarakat mempunyai makna meminta hujan kepada dewata setelah mereka Manugal. Seperti dituturkan oleh Bapak Alexander Lauh (58 Tahun), dalam wawancara yang penulis kutip di

    bawah ini:

    “Manuba Ba Adat merupakan ritual adat yang mempunyai makna meminta hujan kepada Dewata karena Ritual Manuba Ba Adat merupakan rentetan dari acara Menugal

  • 48

    (menanam padi) di Huma (ladang). Kami percaya jika selesai Menugal dan belum melaksanakan ritual Manuba Ba Adat maka rentetan dari ritus Menugal belum selesai”

    Sebelum membahas tentang Manuba Ba Adat maka akan dibahas terlebih dahulu prosesi Manugal di Huma. Prosesi Manugal masih dilakukan sampai sekarang karena masih banyak masyakat

    Dayak yang mempunyai mata pencaharian sebagai petani khususnya di

    Desa Batu Tunggal, walaupun juga ada beberapa masyarakat yang

    bekerja sebagai Guru, Berdagang dan bekerja di pemerintahan.

    Menurut Nurcahyani (2003), ada beberapa tahap yang dikenal

    oleh masyarakat Dayak mengenai pengelolaan lahan tempat Manugal. Sebelum membahas lebih jauh maka perlu dipahami terlebih dahulu

    bahwa sistem pertanian di Kalimantan sampai saat ini masih dilakukan

    secara tradisional. Pengelolaan lahan masih menggunakan tenaga

    manusia dan hasilnyapun masih bergantung pada kesuburan alami dari

    tanah. Untuk membuka lahan baru, masyarakat Dayak masih memakai

    cara-cara tradisional, memperhatikan tanda-tanda alam dan

    mendengarkan berbagai jenis bunyi burung yang dipergunakan sebagai

    petunjuk. Pembukaan lahan tersebut akan dibatalkan jika ditemukan

    tanda-tanda yang tidak baik seperti batu asah dikerumuni oleh semut,

    ada orang yang meninggal dan melalui mimpi. Namun ada ketentuan

    yang yang menjadi kebiasaan apabila ladang tersebut sudah digunakan

    selama turun temurun maka ketika akan memulai menanam

    masyarakat akan melakukan upacara adat.

    Secara keseluruhan siklus penanaman padi atau berladang

    biasanya dimulai pada bulan Mei sampai pada bulan Januari. Pertama-

    tama orang akan mencari lokasi yang akan dijadikan tempat berladang.

    Langkah selanjutnya adalah melakukan pembersihan lahan yang akan

    ditanami dengan menggunakan dua tahap, Pertama, menebas lahan untuk membersihkan semak-semak dan pepohonan yang kecil. Kedua, langkah selanjutnya adalah menebang pohon yang besar setelah itu

    penggarapan ladang akan dihentikan sementara waktu selama kurang

    lebih dua minggu supaya semua pohon dan semak-semak tersebut

    menjadi kering dan mudah untuk dibakar. Bulan Agustus adalah

  • 49

    musim membakar lahan dan pada bulan September adalah musim

    Manugal atau menanam benih padi di ladang.

    Kegiatan Manugal biasanya dilaksanakan di tengah ladang, akan tetapi dalam prosesi Manuba Ba Adat, kegiatan Manugal akan dilakukan lagi di atas batu-batu di mana prosesi doa-doa dilaksanakan.

    Kegiatan Manugal yang dilaksanakan dalam ritual Manuba Ba Adat hanya berupa simbol yang menyatakan bahwa ritual ini tidak bisa lepas

    dari rentetan dari kegiatan Manugal. Berikut merupakan prosesi ritus Manugal yang dilaksanakan berdasarkan wawancara dengan Bapak Alexander Lauh, yaitu:

    1. Lumpag’ng11 Pabuagkan Acara ini artinya berdoa supaya ladang menjadi subur dan

    menghasikan padi yang banyak.

    2. Lumpag’ng Karatika Karatika artinya adalah waktu. Yang dimaksud dengan Karantika

    dalam konteks ini adalah waktu menugal12, ngoja’13, mehobag’ng14.

    Arti dari prosesi ini adalah telah tibanya saat bagi masyarakat

    untuk mulai melakukan segala kegiatan di ladang.

    3. Lumpag’ng Sakonyang Dalam acaranya ini masyarakat memberikan sesaji yang diberikan

    kepada Syang Hiang Sori Duwata Padi, maksud dari acara ini adalah masyarakat percaya mereka harus membuat kenyang

    dewata padi supaya padi mereka diberkahi. Mereka percaya

    sebelum mereka kenyang (memanen padi) mereka harus membuat

    dewata kenyang dahulu.

    4. Lumpag’ng Tugal & Kangkag’ng Artinya dalam acaranya diberitahukan aturan yang harus dipatuhi

    di mana pihak laki-laki harus memegang tugal (alat untuk

    membuat lobang ditanah yang nantinya akan ditanami bibit padi)

    11Kata Lumpag’ng merupakan prosesi doa-doa yang dipanjatkan. 12 Menanam padi 13 Doa mengurus padi di ladang 14Mendirikan satu tempat pemujaan di ladang.

  • 50

    dan perempuan melangkahi lubang tukal untuk menanam dan

    perempuan yang harus menyemai bibit padi atau memasukan

    bibit padi kelubang bibit yang sudah dibuat (kangkag’ng).

    5. Lumpag’ng sempolah Lumpag’ng dibelah menjadi 4, sebelum dibelah ada doa yang

    dipanjatkan “meanhi nendayan’tkan ka lomhag’ng coru’, Bukit

    natai”15

    6. Lumpag’ng tuntug’ng “tuntug’kam pehonha’ pehiri, Behuma ulih padi, bejolu ulih lau’,

    Bebungkug’ng bosar, beruas dalap’m, bebatag’ng pipih, bedaut’n

    lumhah, bebigi’ muras berisi gerantug’ng hempodu sorah”16

    Setelah prosesi ritus Manugal selesai maka selanjutnya acara Ritus Manuba Ba Adat bisa dilaksanakan. Berikut akan dijelaskan proses pelaksanaan Ritus Manuba Ba Adat yang telah dilaksanakan di Desa Batu Tunggal, berdasarkan wawancara dengan Bapak Kota, selaku

    Manter Adat Desa Batu Tunggal.

    1. Persiapan (Hari Pertama)

    Persiapan yang dilakukan oleh masyarakat adalah membentuk

    panitia yang diketuai oleh ketua adat, panitianya terdiri dari ketua-

    ketua RT (Rukun Tetangga). Selain itu yang harus dipersiapkan adalah

    tuak yang dikumpulkan secara swadaya dan sukarela, sesaji, hewan

    kurban, alat musik, bambu untuk mempersiapkan balai dan tempat

    sesaji, kayu yang akan digunakan sebagai tiang Pantar, kain dan

    selendang yang akan digunakan untuk menari, bendera dan kain yang

    akan dipasang di balai.

    Pada hari pertama masyarakat berbondong-bondong menuju

    tempat ritual adat yang akan dilakukan di sungai. Masyarakat

    menggunakan sampan dan perahu bermotor untuk menuju ketempat

    15 Arti dari doa ini adalah di manapun menanam padi maka hasilnya akan tetap bagus 16 Arti dari doa ini adalah apa yang diinginkan akan terkabul.

  • 51

    ritual tersebut. Tempat yang akan dilaksanakannya prosesi ritual

    Manuba Ba Adat adalah Korangan Garig’ng17.

    Sumber: Data primer Tahun 2014

    Gambar 4.12. Persiapan Menuju Korangan Garig’ng18

    Sesampainya di Korangan Garig’ng masyarakat mulai mencari bambu dan kayu untuk membuat tenda sebagai tempat bernaung

    masyarakat yang akan bermalam dan panitia juga mulai

    mempersiapkan balai dan tiang pantar yang akan digunakan untuk

    prosesi yang akan dilakukan pada malam hari.

    Sumber: Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.13. Masyarakat Memasang Tenda Dan Panitia Membuat Balai

    17Korangan artinya adalah daerah sungai yang mengering dan membentuk dataran kering. 18Bapak Artemon dan Keluarga Bapak Hoto

  • 52

    Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa masyarakat sedang

    memasang tenda dan beberapa panitia sedang menganyam dan

    menyerut bambu yang akan digunakan untuk membuat balai.

    Pada malam pertama di sungai, prosesi adat dimulai pada pukul

    7 malam. Acaranya adalah memanjatkan doa-doa19, melakukan

    musyawarah untuk menentukan batas air tuba, berapa akar tuba yang

    telah dikumpulkan dan berapa orang yang menghadiri kegiatan

    Manuba. Mendirikan tiang pantar dan menari nganjan20. Selain itu juga ada doa-doa (Lumpag’ng) yang dilaksanakan di atas Korangan Garig’ng. Ketika acara doa-doa (Lumpag’ng) dilaksanakan masyarakat secara sukarela memberikan tuak kepada mereka yang ikut dalam prosesi ini,

    biasanya yang ikut adalah panitia dan orang-orang yang telah dituakan

    di kampung tersebut, sedangkan masyarakat yang lain hanya

    mengikuti didekat mereka yang berkumpul tersebut dengan

    membentuk kelompok sendiri. Berikut merupakan prosesi acara doa-

    doa (Lumpag’ng):

    a) Lumpag’ng haup’m pakat

    Dalam kegiatan ini kepala adat dan para tetua-tetua kampung

    melaksanakan musyawarah untuk menentukan berapa akar tuba

    yang akan digunakan, menentukan batas air dan jumlah undangan.

    Kegiatan ini dilaksanakan pada malam hari. Kesepakatan yang

    dihasilkan adalah masing-masing peserta Manuba Ba Adat diwajibkan membawa akar tuba seberat 1 mengkolag’ng per kepala keluarga atau per perahu. Satu mengkolag’ng sama dengan ¼ kg. Batas air yang akan kena air tuba ditentukan mulai dari daerah

    Nanga Koring, di mana posisi daerah ini berada di bagian hulu

    sungai dan maksimal berakhir di desa bagian hilir yaitu Desa Nanga

    19Lumpag’ng 20Tari Nganjan merupakan tarian yang dilakukan pada malam hari. Tarian ini dilakukan di atas Korangan Garig’ng, tarian ini diikuti oleh tiga pasang penari yang mengelilingi tiang pantar. Fungsi dari tarian ini adalah untuk meminta hujan dengan cara membuat “marah” dewata karena dalam kepercayaan masyarakat Dayak Tomun Lamandau jika ada keluarga yang mempunyai status sosial yang berbeda menari bersama maka akan ada “tulah”. Misalnya keponakan perempuan menari dengan pamannya, anak laki-laki menari dengan ibunya dll.

  • 53

    Kemujan. Gambar mengenai kegiatan Lumpag’ng haup’m pakat

    disajikan dalam gambar berikut.

    Sumber: Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.14. Lumpag’ng Haup’m Pakat

    b) Lumpag’ng pegoyap’, pegayah kebabas kalukar

    Acara ini mempersiapkan ritual mencari tuba dihutan atau di babas

    atau bekas ladang, akan tetapi masyarakat di Desa Batu Tunggal

    biasanya sudah tidak mecari akar tuba lagi karena beberapa masyarakat

    sudah membudidayakan tanaman ini. Kegiatan mencari akar tuba

    dilakukan di ladang masing-masing, akan tetapi Lumpag’ng pegoyap’,

    pegayah kebabas kalukar dilaksanakan di Korangan Garig’ng yang berada di daerah Nangakoring.

    c) Lumpag’ng pecabut’an

    Adalah ritual mencabut akar tuba. walaupun kegiatan

    membaca doa-doa (Lumpag’ng) tersebut dilaksanakan di Korangan Garig’ng tetapi simbol dari ritual Lumpag’ng pecabut’an tetap dilaksanakan yang diwujudkan dalam bentuk doa-doa yang

    disampaikan.

  • 54

    d) Lumpag’ng pangumpulan

    Merupakan ritual mengumpulkan akar tuba. Kegiatan

    mengumpulkan tuba ini dilaksanakan di Korangan Garig’ng. Panitia memberitahukan kepada peserta untuk mengumpulkan akar tuba yang

    mereka miliki kepanitia. Setiap perahu diwajibkan untuk memberikan

    akar tuba minimal sebesar 1 mengkolag’ng atau sama dengan 2 kg akar tuba yang belum dicacah. Dalam kegiatan ritus Manuba Ba Adat, akar tuba yang telah dikumpulkan ± sebanyak 2000 mengkolag’ng atau 2 ton21.Masyarakat yang diwajibkan untuk memberikan akar tuba adalah hanya masyarakat yang berada di Desa Batu Tunggal karena mereka

    merupakan tuan rumah di mana acara tersebut dilaksanakan.

    Berhubung tidak semua peserta berada dalam satu tempat yang sama

    untuk bermalam, maka cara yang digunakan oleh panitia adalah

    mendatangi dengan cara berperahu beberapa tempat baik di hilir

    maupun di hulu sungai yang menjadi tempat bermalam masyarakat

    atau tempat masyarakat mendirikan tenda. Acara ini dilaksanakan pada

    malam hari sebelum Manuba. Akar tuba yang sudah dikumpulkan oleh masyarakat dapat dilihat pada Gambar 4.15.

    Sumber: Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.15. Akar Tuba yang Sudah Dikumpulkan

    21 Kegiatan ritus Manuba Ba Adat diikuti oleh ±200 perahu. Masing-masing perahu memberi akar tuba minimal 1 mengkolag’ng. Akan tetapi satu perahu biasanya mengumpulkan akar tuba maksimal sebanyak 5 mengkolag’ng.

  • 55

    e) Lumpag’ng turut’n kakoragkan

    Merupakan ritual turun ke batu-batu yang telah mengering di

    sungai di mana acara akan dilaksanakan. Semua masyarakat harus ikut

    turun dan berpartisipasi. Dalam kegiatan ini dilakukan beberapa ritual

    seperti memoles akar tuba dengan darah yang diambil dari jengger

    ayam hitam (sengkolan akar tuba), mendirikan tiang pantar dan menari Nganjan yang mengelilingi akar tuba yang sudah diletakkan di sekeliling tiang pantar. Dalam prosesi mendirikan tiang pantar tidak sembarangan, ada doa-doa yang dipanjatkan dan tiang pantar harus didirikan mulai dari tiang yang berada ditengah, kemudian tiang yang

    berada di sebelah kanan dan selanjutnya tiang yang berada di sebelah

    kiri. Tiang pantar juga harus diambil dari batang kayu yang sudah lama

    terendam di dalam air, masyarakat percaya dan meyakini jika tiang

    pantar diambil dari kayu yang sudah lama terendam maka ikan yang

    akan mengambang atau timbul kepermukaan. Jumlah tiang pantar yang dipakai dalam ritual Manuba Ba Adat adalah tiga batang.

    Acara ini adalah acara terakhir yang dilakukan masyarakat sebelum

    menyambut datangnya hari puncak di mana acara Manuba Ba Adat dilaksanakan. Pada malam ini kegiatan dilaksanakan sampai jam satu

    malam. Setelah acara ini selesai maka masing-masing orang akan

    mengambil akar tuba yang sudah selesai dikelilingi dan diberi doa,

    supaya akar tuba tersebut tidak tertukar dengan yang lain biasanya

    masyarakat akan memberikan tanda pada akar tuba yang mereka

    kumpulkan seperti memberi nama dan membedakan jenis ikatan.

    Sesudah mengikuti segala rangkaian kegiatan ini para tetua adat dan

    masyarakat beristirahat untuk mempersiapkan acara keesokan harinya.

    2. Puncak Acara (Hari Kedua)

    Masyarakat bangun di pagi hari sekitar jam empat pagi untuk

    mempersiapkan acara puncak dari ritual Manuba Ba Adat. Para ibu-ibu juga sudah bangun untuk mempersiapkan komsumsi untuk satu hari

    ini karena pada hari ini segala kegiatan Manuba Ba Adat dilaksanakan

  • 56

    di atas perahu. Masyarakat akan mampir kepinggir sungai hanya untuk

    membersihkan ikan atau untuk makan dan beristirahat sejenak.

    Sebelum berangkat untuk melaksanakan puncak acara Manuba Ba Adat, ada beberapa prosesi doa-doa (Lumpag’ng) yang dilakukan, yaitu:

    a. Lumpag’ng pencaca’an

    Kegiatan pertama yang dilakukan adalah acara memukul akar

    tuba. Memukul akar tuba dilakukan oleh para bapak, kegiatan ini

    dilaksanakan sekitar jam empat pagi. Alat yang digunakan oleh

    masyarakat untuk memukul akar tuba berasal dari batang pohon yang

    sudah dibentuk seperti pemukul bola kasti. Batang kayu tersebut bisa

    didapat disekitar sungai. Kegiatan memukul akar tuba tersebut

    dilaksanakan sampai akar tuba yang dimiliki habis. Kegiatan mencacah

    akar tuba dilakukan dua kali, Pertama, ketika masyarakat masih berada di koragkan dan belum turun ke sungai. Kedua, ketika masyarakat sudah berada di hulu sungai sebelum kegiatan mengkaramkan perahu.

    Gambar mengenai kegiatan mencacah akar tuba di koragkan sebelum

    turun ke sungai dapat dilihat pada gambar di bawah yang merupakan

    gambar masyarakat sedang mencacah akar tuba di hulu sungai.

    Sumber: Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.16. Mencacah Akar Tuba Di Koragkan

  • 57

    Sumber : Data Primer 2014

    Gambar 4.17. Mencacah Akar Tuba Di Hulu Sungai

    Setelah kegiatan mencacah akar tuba di koragkan selesai acara selanjutnya adalah masyarakat berkumpul kembali didekat balai untuk melanjutkan acara doa-doa (Lumpag’ng) sebelum masyarakat menuju

    hulu sungai guna mengaramkan akar tuba.

    b. Lumpag’ng peibut’an

    Yang dimaksud dengan peibut’an adalah mengambil ikan yang

    kena air tuba. Acara doa-doa ini dilakukan secara formalitas di atas

    karang walaupun nantinya kegiatan peibut’an akan dilakukan

    masyarakat di hari ketiga atau pada akhir acara Manuba Ba Adat. Doa yang dipanjatkan oleh ketua adat adalah

    “syang hiang sori duwata padi sama tengkalap, arut, sedurian, dilag’ng, batag’ng kawa, lamanhau, belanti’an, kopal kumpul, lunhug’ng lungku ka batu tungal sabuah. Supaya babungkug’ng bosar beurat dalap’m, bebatag’ng pipih bedaut’n lumhah, batunhut’n lobat babigi muras”.

    Artinya adalah “di mana pun dewata berada yang telah disebutkan dibeberapa daerah tadi harus berkumpul di Desa Batu Tunggal, supaya bersama-sama datang untuk mengabulkan

  • 58

    doa agar ladang yang sudah ditanam tersebut menghasilkan padi dan rejeki yang melimpah”.

    c. Lumpag’ng pamuntau’an

    Dalam prosesi lumpag’ng pamuntau’an dilakukan acara beigal22 yang dilakukan oleh para tetua-tetua dan acara menghanyutkan tujuh

    perahu dari daun yang didalamnya juga diletakan beras, garam, rokok

    dan pinang atau dalam bahasa daerah disebut Kehilipan, fungsi dari perlengkapan yang diletakan di atas kehilipan adalah untuk perbekalan hama selama diperjalanan dan fungsi dari menghanyutkan daun

    sensabag’ng adalah dipercaya dan diyakini untuk mengusir dan menghanyutkan segala macam hama padi dan mengembalikan hama

    tersebut ketempat asalnya. Mereka percaya ketika mereka meracun

    sungai, mereka tidak membunuh ikan tetapi meracun segala hama

    padi. Doa yang dipanjatkan adalah

    “muntaua’an hulat lumus ponsi’ kaum’p gola’ mehinig’ng menanguh kahuma katonga, ka tokam’p kahayam’p, laritam kajawa, kajuhur, kalaut loyaran, ka buluh miyang, didalap’m rua putih beduri, pisag’ng babanir, lonsat’n babulu”.

    Sumber : Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.18. Lumpag’ng Pamuntau’an

    22Fungsi dari tarian ini sama seperti tari nganjan yaitu tarian memanggil hujan bedanya adalah yang harus menarikan tarian ini harus mereka yang sudah dituakan.

  • 59

    Pada prosesi acara Lumpag’ng Pamuntau’an di atas terlihat

    bahwa ada daun yang berada di tengah-tengah para tetua adat, daun

    tersebut akan dihanyutkan ke sungai. Masyarakat meyakini bahwa

    menghanyutkan ketujuh daun sensabag’ng yang dimaknai sebagai perahu oleh masyarakat untuk menghanyutkan hama padi dan

    mengembalikan hama ketempat asalnya. Gambar 4.19, merupakan

    gambar perahu dari daun sensabag’ng (kehilipan) yang akan dihanyutkan ke sungai.

    Sumber: Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.19. Perahu Dari Daun Sensabag’ng (kehilipan)

    Sebelum kehilipan dihanyutkan para tetua atau yang dituakan akan melakukan tarian beigal. Beigal ini adalah tarian yang akan mengelilingi balai sebanyak tujuh kali dan diselingi dengan meneguk

    tuak yang dituangkan oleh panitia yang telah ditentukan. Jumlah

    penari adalah dua pasang penari yang berlainan jenis kelamin.

    Pada tarian beigal yang dilakukan pada prosesi Manuba Ba Adat, yang harus menarikan tarian ini adalah mereka yang sudah dianggap dituakan karena tarian ini merupakan tarian penghormatan

    kepada dewata, seperti pada Gambar 4.20. Sesudah tarian beigal selesai

    ditarikan maka acara selanjutnya adalah menghanyutkan daun

    sensabag’ng, akan tetapi sebelum menghanyutkan ketujuh daun

    sensabag’ng tersebut maka yang harus dilakukan adalah acara doa-doa

    dan meneteskan tuak kedalam sungai sebanyak tujuh kali.

  • 60

    Sumber: Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.20. Tarian Beigal

    Sesudah itu ketujuh daun tersebut akan dihanyutkan satu

    persatu dengan diiringi doa dan setiap daun akan dilempar dengan batu

    sampai perahu tersebut tenggelam dan hanyut, makna dari pelemparan

    batu ini adalah supaya hama tersebut tidak akan kembali lagi dan

    biasanya ketika batu mengenai perahu dan perahu sensabag’ng tersebut

    tenggelam maka masyarakat akan bersorak sorai penuh kegembiraan,

    hal ini karena mereka bersukacita karena hama tersebut telah hanyut

    dan tenggelam.

    Sumber: Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.21. Menghanyutkan Daun Sensabag’ng (Kehilipan)

  • 61

    Sesudah acara ini selesai acara selanjutnya adalah menuju hulu

    sungai di mana akar tuba akan dikaramkan. Tempat di mana akar tuba

    akan dikaramkan biasanya adalah bagian hulu sungai yang airnya

    dalam. Ketika sudah sampai di hulu sungai yang sudah ditentukan

    maka masing-masing perahu akan mencari posisi yang dianggap

    strategis untuk menangkap ikan. Sebelumnya ketika sampai perahu-

    perahu tersebut akan menepi dan memukul akar tuba kembali,

    kemudian akar tuba tersebut diperas ke perahu dan dicampur dengan

    air (lihat gambar 4.23). Ampas dari akar tuba tidak boleh dibuang akan

    tetapi harus dibawa ke ladang untuk dibakar. Sesudah semua perahu

    terisi dengan air tuba maka masing-masing perahu akan dijampi23 dan

    dikasih bunga tuba24.

    Perahu yang sudah selesai dijampi akan menggunakan tanda

    Plus atau tanda tambah (+) di bagian pinggir perahu. Masyarakat biasa

    menyebut tanda tersebut dengan tanda salib. Fungsi dari jampi-jampi

    tersebut adalah supaya perahu tersebut akan mendapatkan ikan yang

    banyak dan air tuba yang berada di dalam perahu akan menjadi

    berkasiat. Gambar mengenai perahu yang sudah dijampi dapat dilihat

    pada Gambar 4.22 (bagian atas), sedangkan Gambar 4.22 pada bagian

    bawah terlihat bahwa panitia adat sedang memberi atau memotongkan

    beberapa serpihan dari kayu atau yang biasa oleh masyarakat diberi

    nama bunga tuba. Serpihan ini akan disebar di dalam perahu yang ada

    air tubanya sebelum perahu dikaramkan. dan fungsi dari daun tuba

    adalah sebagai penanda sampai di mana air tuba tersebut hanyut.

    Simbol ini merupakan simbol yang sudah sangat dipahami oleh

    masyarakat adat.

    23Menandai perahu yang membawa air tuba dengan tanda plus (+) yang diletakkan disebelah kanan perahu bagian depan. Arti dari tanda ini juga supaya perahu yang ada air tubanya tersebut menjadi berfungsi dan perahu tersebut akan diberkati dengan mendapatkan ikan yang melimpah. 24Bunga tuba disini adalah serpihan dari batang kayu yang dipakai sebagai penanda sampai di mana air tuba tersebut hanyut.

  • 62

    Sumber: Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.22. Perahu Yang Dijampi Dan Bunga Tuba

    Pada gambar 4.23, merupakan gambar dari kegiatan memeras

    akar tuba yang sudah dipukul kedalam perahu. Dalam gambar tersebut

    terlihat bahwa Bapak Hoto sedang memeras akar tuba yang sudah

    dicacah atau dipukul kedalam perahu, sehingga terlihat warna dari

    akar tuba yang lihat seperti air susu.

    Sumber: Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.23. Bapak Hotto Sedang Memeras Akar Tuba ke Dalam Perahu

  • 63

    Sebelum masyarakat mengkaramkan air tuba, panitia mema-

    sang tali jontang yaitu tali pembatas antara peserta yang berada dihulu dan peserta yang berada dihilir sungai. Tali ini terbuat dari rotan yang

    dipasang menyeberangi sungai. Selama tali jontang ini belum dilepas

    maka acara mengaramkan akar tuba tidak akan dilaksanakan dan

    masyarakat juga dilarang untuk meyebrangi tali ini. Walaupun tidak

    ada sangsi adat yang diberikan semua peserta mengikuti aturan ini

    dengan tertib. Setelah tali jontang tersebut dilepaskan maka tiba

    saatnya masyarakat untuk mengkaramkan air tubanya. Pengkaraman

    air tuba ini dilakukan dari perahu yang berada di hulu sungai

    kemudian menjalar kesetiap perahu yang berada di hilirnya.

    Pada jaman dahulu, kegiatan mengkaramkan perahu yang

    berisi air tuba benar-benar dilakukan dengan cara mengkaramkan atau

    menenggelamkan perahu, akan tetapi sekarang kegiatan mengkaram-

    kan perahu hanya berupa simbolis saja karena berdasarkan fakta di

    lapangan tidak semua perahu dikaramkan. Hal ini disebabkan perahu

    yang ikut serta dalam kegiatan Manuba Ba Adat mayoritas merupakan perahu bermotor yang berukuran besar sehingga akan sangat berat jika

    dikaramkan. Untuk mensiasati hal tersebut maka dalam prosesi

    mengkaramkan akar tuba, biasanya masyarakat hanya menimba air

    tuba yang ada di dalam perahu dengan menggunakan gayung.

    Berikut merupakan gambar masyarakat sedang menimba air

    tuba yang berada di dalam perahu (gambar 4.24, bagian atas) dan pada

    gambar 4.24 (bagian bawah), terlihat beberapa pemuda yang juga

    merupakan peserta dari Manuba Ba Adat sedang mengkaramkan perahu miliknya. Masyarakat yang “mengkaramkan” dengan cara

    menimba merupakan masyarakat yang menggunakan perahu bermesin,

    sedangkan masyarakat yang benar-benar mengkaramkan perahunya

    merupakan masyarakat yang tidak menggunakan perahu bermesin.

  • 64

    Sumber : Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.24. Mengkaramkan Perahu Yang Berisi Air Tuba

    Bagian yang paling menarik adalah ketika masyarakat mulai

    menangkap ikan. Satu hal yang penting siapa yang menemukan ikan

    pertama harus bersorak dan memberikan ikan tersebut ke kepala adat.

    Berdasarkan wawancara dengan Bapak Hotto, rentang waktu antara

    dikaramkannya air tuba ke dalam sungai dengan efek samping yang

    dirasakan oleh ikan sehingga ikan tersebut akan menjadi mabuk adalah

    ±10-15 menit dan ikan yang pertama kali didapat adalah ikan kalabau.

    Setiap masyarakat yang mendapatkan ikan akan bersorak

    dengan riuhnya sehingga ketika semua mendapatkan ikan maka

    suasana di sungai akan sangat ramai oleh sorakan peserta. Bagian yang

    paling seru adalah ketika masyarakat akan berebutan untuk

    menangkap ikan yang mabuk. Alat yang digunakan oleh masyarakat

    untuk menangkap ikan adalah Kalau dan Seropa’g, akan tetapi ada juga masyarakat yang menangkap ikan dengan menggunakan tangan

    kosong. Ikan hasil Manuba Ba Adat ini tidak akan terbuang sia-sia karena masyarakat akan menyisir sepanjang aliran sungai atau

    memasang Pukat atau Menyuar supaya ikan tidak busuk. Beberapa

  • 65

    masyarakat ada yang tidak tidur pada malam hari setelah Manuba Ba Adat karena menyuar.

    Dalam pembagian ikan pun terlihat adil bagi masyarakat.

    Apabila ada yang melihat timbul di permukaan sungai, tetapi orang

    lain yang mendapatkannya, maka orang yang mendapatkan ikan itulah

    yang berhak secara sah dan hal tersebut tidak menghasilkan komplain.

    Konsep adil yang dimiliki oleh masyarakat Dayak Tomun Lamandau

    perihal kepemilikan ikan yang didapatkan merupakan hasil dari

    kesepakatan bersama yang sudah dilakukan secara turun temurun dan

    dalam konteks sekarang, hal ini tidak menimbulkan konflik antara

    masyarakat. Kegiatan menuba ini dilakukan masyarakat seharian

    penuh, bahkan untuk beberapa peserta mereka akan melanjutkan

    kegiatan menyisir sungai sampai keesokan harinya.

    Sumber : Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.25. Masyarakat Sedang Mencari Ikan

    d. Akhir Upacara (Hari Ketiga)

    Pada hari ketiga ini beberapa masyarakat masih melakukan

    penyisiran disepanjang aliran sungai di mana air tuba tersebut akan

    lewat. Untuk beberapa masyarakat yang merasa sudah cukup

    mendapatkan ikan, biasanya mereka akan pulang atau bermalam di

    sepanjang batu yang berada di pinggir sungai.

  • 66

    Ikan yang didapat oleh masyarakat biasanya akan dibersihkan

    dan diolah sebagai ikan asin, diasap atau dimasak seperti dibakar,

    digoreng atau disayur. Berdasarkan hasil wawancara dan hasil

    observasi, jenis ikan yang didapat adalah ikan barakas, ikan banta, ikan

    salap/ tengadak, ikan lampam, ikan jalujung, ikan baung putih/ kanuri,

    ikan puhing/rengawan, ikan kalabau, ikan saluang sungai, ikan buntal

    kelapa dan ikan lais.

    Pada hari ketiga ini tidak terdapat ikan yang mengambang

    karena mati di sepanjang aliran sungai. Bahkan beberapa ikan hasil

    pukat masyarakat masih toning25. Masyarakat yakin bahwa ketika air tuba telah hanyut ke hilir maka masih ada beberapa ikan yang tidak

    terkena dampak dari air tuba ini. Masyarakat akan menggunakan

    sungai untuk beraktivitas kembali tiga hari setelah acara menuba

    dilakukan. Pengetahuan ini diturunkan secara turun temurun oleh

    nenek moyang mereka.

    Pada gambar di bawah ini terlihat beberapa pemuda sedang

    menyisir sepanjang sungai untuk menangkap ikan yang timbul karena

    mabuk.

    Sumber : Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.26. Masyarakat Sedang Menyisir Sungai

    Setelah kegiatan ritus Manuba Ba Adat selesai maka masyarakat akan pulang ke rumah masing-masing. Berdasarkan

    25Yang dimaksud dengan Toning adalah ikan tersebut masih aktif dan kuat.

  • 67

    observasi pada kegiatan ritus Manuba Ba Adat yang dilakukan pada tahun 2014, setelah masyarakat selesai melaksanakan kegiatan ini maka

    hujan turun dengan sangat deras. Akan tetapi berdasarkan wawancara

    dengan Bapak Hotto, beliau mengatakan bahwa pernah juga hujan

    turun pada hari kedua dari prosesi ritus Manuba Ba Adat. Sehingga masyarakat akhirnya pulang dan tidak sempat untuk mengkaramkan

    air tuba keesokan harinya. Walaupun begitu, menurut beliau

    masyarakat percaya bahwa Dewata telah mengabulkan doa mereka

    lebih cepat.

    Ketika hujan turun dengan sangat lebatnya yang dalam bahasa

    daerah disebut dengan hujan nyari26 maka masyarakat dilarang untuk ke sungai dikarenakan hujan deras tersebut akan menyebabkan

    kecelakaan seperti tenggelam di sungai karena terpeleset. Guna

    memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat biasanya menggunakan

    air sumur.

    Batas Air Yang Kena Akar Tuba

    Dalam menentukan batas air sungai yang akan terkena air tuba

    dilakukan dalam kegiatan lumpag’ng haup’m pakat, di mana dalam kegiatan ini akan disepakati berapa jumlah maksimal akar tuba yang

    akan dikumpulkan, menentukan luas area larangan, menentukan batas

    air sungai yang akan digunakan baik bagian hulu sungai maupun

    bagian hilir sungai, jumlah undangan yang akan berpartisipasi dalam

    kegiatan ritus ini. Batas area sungai yang terkena air tuba adalah hulu

    sungai yang berada di Desa Nanga Koring dan bagian hilirnya minimal

    sampai daerah Desa Batu Tunggal dan maksimal sampai daerah Desa

    Nanga kemujan. Larangan yang diberikan oleh manter adat kepada

    mayarakat yang ikut berpartisipasi adalah dilarang bicara kotor, buang

    air kecil, tidak boleh mencampur akar tuba dengan bahan kimia dan

    tidak boleh meludah kedalam air. Batas area larangan adalah sepanjang

    sungai yang digunakan dalam prosesi ritus Manuba Ba Adat.

    26 Di mana hujan turun dengan sangat lebat disertai dengan angin kencang.

  • 68

    Pengalaman yang terjadi dalam kegiatan ritus tersebut

    mengenai larangan yang sudah ditentukan sama dengan pengetahuan

    lokal masyarakat di Desa Lamalera Lembata NTT. Di mana masyarakat

    Desa Lamalera Lembata mempunyai larangan yang diberikan dalam

    aktivitas berburu ikan paus, seperti harus didahului dengan doa, tidak

    boleh berkata kasar, berkata jorok, tidak boleh ada dendam dan

    permusuhan. Menurut Keraf (2002), pengetahuan lokal yang dimiliki

    oleh masyarakat Desa Lamalera Lembata mengenai larangan tersebut

    tidak bisa dijelaskan secara rasional mengenai hubungan antara jika

    larangan tersebut diabaikan maka masyarakat akan gagal menangkap

    ikan paus. Begitu pula dengan pengetahuan lokal yang dimiliki oleh

    masyarakat Dayak Tomun lamandau. Sejalan dengan pemikiran keraf

    (2002), semua aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat adat mengenai

    larangan tersebut hanya bisa dipahami dalam kerangka kearifan lokal

    masyarakat adat bahwa aktivitas yang dilakukan adalah implementasi

    dan perwujudan kearifan tradisional masyarakat adat tentang interaksi

    antara manusia dengan alam. Lebih lanjut keraf menekankan bahwa

    aktivitas tersebut hanya bisa dipahami dalam konteks aktivitas moral.

    Pengenalan Tentang Akar Tuba

    Dalam kegiatan Manuba Ba Adat, masyarakat Dayak Tomun Lamandau di Desa Batu Tunggal menggunakan tiga jenis tamanan tuba.

    Masyarakat di Desa Batu Tunggal menyebutnya dengan nama Akar

    Tuba Todug’ng27, Kempadi28 dan Kansag’ng29

    Tuba dalam bahasa ilmiah disebut Derris elliptica. Tuba merupakan jenis tumbuhan yang biasanya digunakan sebagai peracun

    ikan dan insektisida. Akar tanaman tuba memiliki kandungan

    rotenone, sejenis racun kuat untuk ikan dan serangga. Tuba juga sering

    27Akar tuba jenis ini memiliki ciri-ciri seperti akar. Biasanya tanaman ini tumbuh merambat (Gambar 3, bagian sebelah bawah). 28Tuba jenis ini memiliki ciri-ciri seperti umbi keladi atau talas dan juga memiliki duri yang sangat tajam (Gambar 3, bagian kiri). 29Tuba jenis ini memiliki ciri khas di mana akarnya memiliki duri tetapi tidak tajam (Gambar 3, bagian kanan).

  • 69

    disebut sebagai akar tuba dan dalam bahasa Inggris biasa disebut Derris Root atau tuba root30.

    Tuba memiliki kandungan zat yang beracun yang terdapat di

    dalam akar tuba. Zat beracun terpenting yang terkandung pada akar

    tuba adalah rotenon (C23

    H22

    O6) yang secara kimiawi digolongkan ke

    dalam kelompok flavonoid. Zat-zat beracun yang terkandung lainnya

    adalah deguelin, tefrosin dan toksikarol, tetapi daya racunnya tidak

    sekuat rotenon (Adharini, 2008). Rotenon adalah racun kuat bagi

    serangga dan ikan. Menurut Sugianto (1984), akar tuba digunakan

    untuk menangkap ikan sedangkan akar yang telah dikeringkan dapat

    digunakan sebagai insektisida. Gambar mengenai akar tuba dapat

    dilihat pada Gambar 4.27.

    Sumber : Data Primer Tahun 2014

    Gambar 4.27. Akar Tuba

    30http://alamendah.org/2010/01/12/tuba-tumbuhan-peracun-ikan-dan-serangga/ comment-page-9/

    http://alamendah.org/2010/01/12/tuba-tumbuhan-peracun-ikan-dan-serangga/%20comment-page-9/http://alamendah.org/2010/01/12/tuba-tumbuhan-peracun-ikan-dan-serangga/%20comment-page-9/