Upload
doannhi
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB V
ANALISIS & PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan analisis dan pembahasan penelitian. Teknik analisis
yang digunakan adalah analisis wacana model Teun A Van Dijk. Menurut Van
Dijk penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks
semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi, yang dalam hal ini
adalah praktik produksi media. Pemahaman akan produksi teks pada akhirnya
akan memperoleh pengetahuan mengapa teks bisa demikian, disini Van Dijk juga
melihat bagaimana tatanan sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada
dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang
membentuk, dan berpengaruh terhadap teks-teks tertentu. Lewat analisis wacana,
bukan hanya mengetahui isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu
disampaikan. Lewat kata, perasa, kalimat, metafora macam apa suatu berita
disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut,
analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks
(Eriyanto, 2001:15).
5.1 Dimensi Teks
Menurut Littlejohn (Eriyanto,2001:226) antara bagian teks dalam model
Van Dijk dilihat saling mendukung, dan mengandung arti yang koheren satu sama
lain, karena semua teks dipandang Van Dijk mempunyai suatu aturan yang dapat
dilihat sebagai suatu piramida. Prinsip ini untuk mengamati bagaimana suatu teks
terbangun lewat elemen-elemen yang lebih kecil. Berikut akan diuraikan satu
persatu elemen wacana Van Dijk tersebut berkaitan dengan berita Metro Realitas
edisi 07/07/2014.
Tabel. 5.1.1
Elemen Wacana Van Dijk pada berita Metro Realitas Edisi 07/07/2014
Struktur Wacana
Elemen Temuan
Struktur Makro Tema/Topik Mengenai dilema akan nasib
warga/petani di kawasan terkait,
dilema bagi mereka akan kepemilikan
49 bidang tanah yang berada
dikawasan seluas 350 hektar yang
tanah tersebut telah dibebaskan oleh
PT. SAMP.
Sub topik muncul bersama dengan
kemunculan pembawa acara karena
mengacu pada setiap pertanyaan dari
pembawa acara (lihat adegan
2,13,32,42 di tabel 4.1)
Superstruktur
(Skematik)
Skema/Alur
Pendahuluan (lead): Alur dalam
teks, diawali dengan menampilkan
beberapa cuplikan kejadian di Teluk
Jambe Karawang Jabar yang
direkam oleh Metro Realitas
(adegan 1&2).
Isi : Setelah adegan tersebut muncul
pembawa acara dengan
mengucapkankan tentang tanah
sengketa, tanah bersurat sah bisa
diakui oleh pihak lain atas nama
hukum. Lalu setelah itu
narator/voice over muncul, dengan
mengungkapkan pernyataan yang
menunjang apa yang telah dikatakan
oleh pembawa acara, yang didukung
dengan gambar video yang
ditampilkan, hasil wawancara
dengan pihak-pihak yang dikaitkan
serta dilanjutkan dengan
menampilkan kegelisahan,
kebingungan, keteakutan dan
ketertindasan warga akan peristiwa
yang terjadi. (adegan 3-41).
Penutup : yang pada akhirnya
dimunculkan kembali pembawa
acara yang menarasikan tentang
nasib warga dan bagaimana
keadilan bagi warga. (adegan 42).
Keseluruhan dapat dilihat dalam
tabel 4.1 tentang narasi video berita
Metro Realitas edisi 07/07/2014
Struktur Mikro
(Semantik)
Latar
Banyak menampilkan latar terkait
petani/warga yang melakukan aksi
penolakan, kebingungan serta
ketertindasan mereka akibat dilema
mereka di tanah sengketa.
Detil
Terlihat pada setiap pertanyan pembawa
acara yang setelah itu dijawab oleh voice
over, dan ditunjang dengan visualisasi,
terkait dengan dilema warga di tanah
sengketa.
Kebenaran eksplisit: (1) berkaitan
dengan bukti hak milik sah dan
bukti pembayaran pajak yang
dilakukan petani/warga terhadap
Maksud
lahan mereka (adegan 16). (2)Warga
dianggap sebagai sebuah ancaman
(adegan 7). (3) Ketakutan warga
untuk kembali meladang (adegan
20-21). (4) Kesengsaraan akibat
lahan warga dirampas (adegan 38) .
(5) Warga akan tetap berusaha
menolak eksekusi(adegan 33-35).
(6) Tidak ada tempat untuk warga
berlindung dari tindak ketidakadilan
(adegan 41).
Kebenaran implisit :(1) PT.SAMP
menjadi pemilik sah atas tanah yang
di sengketakan (adegan 11&18).
Pra-anggapan
Pra-anggapan dari berita terlihat di awal
berita yang memunculkan pembawa
acara dengan kurang lebih
menyatakantentang ‘tanah bisa berpindah
tangan dalam sekejap atas nama hukum,
belum lagi tanah bersurat sah, dan
warga/petani terancam kehilangan
sumber penghidupan (adegan 2).
Nominalisasi Pada adegan 3,8,12,18,33,38 :
muncul kata 350 hektar
Pada adekan 5 : muncul kata 7000
personil.
Bentuk kalimat Pada adegan pembawa acara
ataupun adegan yang memunculkan
voice over (VO) banyak
menggunakan kalimat pasif.
Struktur Mikro
(Sintaksis)
Koherensi
Pada adegan 2 (perbawa acara)
berkaitan dengan adegan VO
(3,5,8,12,14,16,18).
Pada adegan 3 (perbawa acara)
berkaitan dengan adegan VO
(20,22,26,28).
Pada adegan 32 (perbawa acara)
berkaitan dengan adegan VO
(33,34,38,40).
Kata ganti Pembawa acara kerap menggunakan
kata ganti mereka untuk menyebut
warga/petani.
Struktur Mikro
(Stilistik) Leksikon
Pada adegan 2,3,18,20,32 : kata
sengketa.
Pada adegan 2 : kata terancam.
Pada adegan 5: kata menghadapi.
Pada adegan 3,8,12,16,20,33,34 :
kata eksekusi.
Pada adegan 22 : kelompok penjaga.
Pada adegan 32 : aksi represif.
Pada adegan 38 : kata penguasaan
paksa, kesengsaraan dan terpaksa.
Pada setiap adegan bumper in dan memunculkan judul, dimana tulisan’ Ditanah Sengketa’ pada judul tersebut merupakan huruf kapital dan berwarna merah.
Pada setiap pembawa acara muncul
Struktur Mikro(Retoris)
Grafis : di ambil dari berbagai angle yang juga menampilkan sebuah background, seolah berada di sebuah tempat/ruangan yang sudah tidak berpenghuni, memiliki retakan di tembok, remang-remang.
Pada adegan 8 : memunculkan gambar tiga desa yang berada dipinggir jalan tol Jakarta-Cikampek.
Pada adegan 18 : memunculkan sebuah plakat/patok yang bertulis “tanah sah milik PT. Sumber Air Mas Pratama”.
Pada adegan 41: pada akhir adegan ini, saat akhir dari wawancara memberikan efek pudar pada gambar yang seolah televisi yang rusak.
Metafora
Pada adegan 2 : berkaitan dengan kata sekejap.
Pda adegan 12 : berkaitan dengan kata berkali-kali yang mengacu
pada perlawanan/penolakan warga. Pada adegan 14: berkaitan dengan
kata berpuluh-puluh dan tetesan air mata dan darah.
EkspresiTerlihat pada ekspresi wajah dari
pembawa acara yang cukup datar, cukup tegas dan tenang, selayaknya seorang
pencerita/narator yang bijak.
Kemudian supaya tabel diatas menjadi lebih jelas lagi, akan dijelaskan
kembali menurut urutan struktur wacana dalam dimensi teks. Pada bagian topik,
berita Metro Realitas mengedapankan tema “Dilema Petani di tanah Sengketa”,
yang dimana dilema tesebut ditampakan dalam beberapa adegan.Lalu apabila
menurut KBBI, dilema merupakan situasi sulit yg mengharuskan orang
menentukan pilihan antara dua kemungkinan yg sama-sama tidak menyenangkan
atau tidak menguntungkan . Berdasarkan penjelasan tentang dilema berkaitan
dengan situasi sulit untuk menentukan suatu pilihan guna menentukan pilihan
yang tidak menyenangkan, setelah itu yang dinampakan dalam berita merupakan
keadaan/kondisi yang merujuk pada kesengsaraan bagi warga, lalu wujud
kesengsaraan berupa :
Wujud kesengsaraan pertama berkaitan dengan tindakan untuk warga tetap
menolak eksekusi lahan maka akan membuat mereka berhadapan dengan
personil bersenjata yang identik dengan berlangsungnya kekerasan fisik.
Wujud kesengsaraan kedua ialah apabila warga tidak melakukan penolakan
dengan menunjukkan bukti-bukti sah atas tanah yang akan dieksekusi, maka
mereka harus menyerahkan tanah tersebut, yang mengakibatkan mereka
kehilangan ladang/lahan garapan/mata pencaharian sehingga membuat
mereka mengalami kesulitan dan kebingungan dalam memenuhi kebutuhan
hidup mereka sehari-hari.
Jadi dari pernjelasan tersebut dapat dilihat bahwa dilema yang dimaksudkan
dalam berita Metro Realitas edisi 07/07/2014 ialah mengenai pilihan yang
ditentukan warga akan mengarahkan mereka pada kesengsaraan akibat mereka
berada di tanah sengketa.
Lalu kemudian mengenai skema/alur, agar mempermudah pemahaman
alur dibagi menjadi bagian pendahuluan, isi dan penutup. Pada bagian
pendahuluan berkaitan dengan diawali dengan prolog yang menampilkan
beberapa cuplikan kejadian yang direkam oleh tim Realitas. Lalu memasuki
bagian isi dimulai dengan adegan pembawa acara memberikan sedikit narasi yang
kemudian diakhiri dengan kata tanya, yang kemudian diikuti adegan-adegan yang
muncul (adegan3-41), untuk menjawab setiap pertanyaan dari pembawa acara
yang muncul dengan memunculkan suara voice over dan dibumbui dengan uraian
fakta, hasil wawancara serta visualisasi dari kedua hal tersebut, yang merujuk
pada menampilkan kegelisahan, kebingungan, ketakutan dan ketertindasan warga
akan peristiwa yang terjadi. Dan pada bagian penutup menampilkan kembali
adegan pembawa acara (adegan 42), dengan menarasikan tentang nasib warga dan
bagaimana keadilan bagi warga.
Pada bagian semantik berhubungan dengan makna yang ingin ditekankan
oleh berita terkait dengan latar, detil, maksud, pra-anggapan dan nominalisasi.
Maka apabila diuraikan secara runtut menjadi :
Latar : menampilkan dari sisi petani/warga yang melakukan aksi
penolakan, kebingungan serta ketertindasan mereka. Dan mengenai
bagaimana mereka hidup sehari-hari, dan hal-hal yang mungkin terjadi
apabila mereka kehilangan ladang mereka. Hal tersebut berkaitan dengan
apa yang diucapkan oleh pembawa acara yang kemudian dijawab oleh
voice over bersamaan dengan dimunculnya gambar terkait oleh itu.
Detil : kontrol terhadap informasi, terlihat pada setiap kata tanya yang
diucapkan oleh pembawa acara dibagian akhir dalam empat adegan yang
memunculkannya, yang kemudian dijawab oleh voice over berbarengan
dengan dinampaknya adegan-adegan terkait kata-kata voice over .
Maksud : informasi yang diuraikan secara eksplisit dan jelas yang berguna
untuk menonjokan kebenaran ialah Kebenaran eksplisit: (1) berkaitan
dengan bukti hak milik sah dan bukti pembayaran pajak yang dilakukan
petani/warga terhadap lahan mereka (adegan 16). (2) Warga dianggap
sebagai sebuah ancaman (adegan 7). (3) Ketakutan warga untuk kembali
meladang (adegan 20-21). (4) Kesengsaraan akibat lahan warga dirampas
(adegan 38). (5) Warga akan tetap berusaha menolak eksekusi(adegan 33-
35). (6) Tidak ada tempat untuk warga berlindung dari tindak ketidakadilan
(adegan 41). Kemudian informasi yang merugikan akan diuraikan secara
implisit, dan tersembunyi karena bertolak belakang dengan versi
“kebenaran” Metro Realitas ialah PT.SAMP menjadi pemilik sah atas tanah
yang disengketakan (adegan 11&18). Yang sebenarnya diperkuat dengan
hasil wawancara bersama bagian hukum dari PT.SAMP, yang menyatakan
akan ada uang pembayaran ganti rugi lahan atau dibahasakan sebagai uang
‘kerohiman’ (adegan 36).
Pra-anggapan : terlihat di akhir berita yang memunculkan pembawa acara
yang kurang lebih menyimpulkan dalam bentuk pertanyaan mengenai
keadilan bagi rakyat kecil dengan mempertanyakan kemampuan hukum di
Indonesia apabila dihadapkan dengan kekuasaan pihak pemodal (adegan
42).
Nominalisasi : berkaitan dengan pengelompokan yang dilakukan oleh
wartawan, cenderung muncul dan dipertegas dengan menyatakan jumlah
terkait dengan bilangan, terdapat di adegan 3,8,12,18,33,38 menggunakan
kata 350 hektar menunjukan tanah yang bermasalah. Lalu pada adegan ke-5
menggunakan kata 7000 personil, merujuk pada jumlah personil yang
mengalami bentrok dengan warga.
Dari penjabaran tersebut dapat terlihat makna dari berita Metro Realitas
07/07/2014. Berita Metro Realitas tersebut menunjukkan makna bahwa para
warga/petani sedang mengalami penindasan, baik berupa keputusan pengadilan
yang memenangkan pihak PT.SAMP, ataupun dari pihak eksekutor (polisi) yang
memperlakukan warga sebagai ancaman dan menebar ketakutan bagi warga. Serta
ada makna tersembunyi yang bisa dilihat, yaitu mengenai apa yang dilakukan
warga yang berwujud aksi penolakan dan perlawanan tersebut merupakan suatu
hal yang benar karena warga memiliki bukti sah akan tanah dan warga telah
membayar pajak dengan rutin (kebenaran versi Metro Realitas).
Mengenai struktur sintaktis, memiliki elemen bentuk kalimat, koherensi
dan kata ganti. Sehingga apa bila diuraikan menjadi :
Bentuk kalimat : bentuk yang muncul baik dari pembawa acara ataupun
narator merupakan bentuk kalimat pasif karena Metro Realitas berusaha
menceritakan keadaan/kondisi para warga Teluk Jambe melalui kata-kata
pembawa acara dan voice over sehingga mengarah pada kalimat pasif yang
dimana seseorang menjadi obyek pernyataannya.
Koherensi : pertalaian antar kalimat yang muncul ialah serupa percakapan
(tanya-jawab) antara pembawa acara dan voice over, yang dikemas seperti
orang yang sedang menceritakan suatu peristiwa dan mencoba
menggambarkan mengenai fakta yang ada.
Koherensi kondisional :tentang kalimat hubung sebagai penjelas, dan anak
kalimat adalah cermin dari kepentingan komunikator (Metro Realitas),
sebab bisa memberi keterangan yang baik atau buruk terhadap suatu
pernyataan. Hal tersebut bisa dilihat pada banyak adegan yang melibatkan
pembawa acara dan voice over.
Koherensi pembeda : bagaimanaperistiwa atau fakta dibedakan.peristiwa
dapat dibuat seolah-olah bertentangan atau kontras. Dalam berita ini
koherensi pembeda mungkin terdapat dalam adegan 8 menyangkut
pernyataan voice over ”sebenarnya penolakan ini bukan tanpa dukungan
pemerintah daerah”. Jadi VO menyatakan sebenarnya pememerintah tidak
akan melakukan eksekusi lahan, yang dimana hal tersebut di perkuat
dengan hasil wawancara terhadap pak Sukarya, namun kenyataaanya
eksekusi lahan tersebut tetap berjalan dan mengakibatkan bentrokan.
Kata ganti : kata ganti yang sering muncul ialah kata ‘mereka’. Dari kata
tersebut bisa terlihat bahwa posisi Metro Realitas ialah sebagai pencerita
yang menceritakan sebuah kejadian/peristiwa dari sudut pandang orang
ketiga yang ‘memungkinkan’ dianggap objektif.
Pengingkaran : menunjukkan seolah wartawan menyetujui sesuatu,
padahal ia tidak setuju dengan memberikan argumentasi atau fakta yang
menyangkal persetujuannya tersebut. Berhubungan dengan kepemilikan
sah tanah oleh PT. SAMP (adegan 18), yang kemudian ditampilkan pula
dalam adegan yang sama sama bahwa sebagian pengadilan juga
memenagkan warga atas kepemilikan 49 bidang tanah.
Lalu pada elemen leksikon, secara ideologis, pilihan kata yang dipakai
menunjukkan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas.
Dalam bagian ini akan banyak mengambil arti kata dari Kamus Bersar Bahasa
Indonesia (KBBI) supaya bisa mendapatkan arti kata yang lebih objektif. Kembali
mengenai pemilihan kata secara ideologis, akan diuraikan sebagai berikut :
Pada adegan 2,3,18,20,32 : kata sengketa, berarti sesuatu yg menyebabkan
perbedaan pendapat; pertengkaran; perbantahan;(2)pertikaian;
perselisihan . Dari arti tersebut dapat dipahami bahwa kata sengketa berarti
pertengkaran/pertikaian yang mengesankan pada akan adanya korban.
Maka yang dinampakan sebagai korban ialah awarga/petani.
Pada adegan 2 : kata terancam.berarti diancam oleh; (2) dalam keadaan
bahaya. Yang berasal dari kata dasar ancam yang memiliki arti
menyatakan maksud (niat, rencana) untuk melakukan sesuatu yg
merugikan, menyulitkan, menyusahkan, atau mencelakakan pihak lain .
Melalui arti itu dapat disimpulkan mengenai makna terancam, yang kata
tersebut mengandung suatu kondisi dimana seseorang/kelompok dalam
keadaan bahaya akibat ada pihak lain yang berusaha atau memiliki niat
untuk merugikan/menyulitkan seseorang/kelompok tersebut. Sehingga
yang dinampakan dalam keadaan bahaya atau dirugikan aadalah para
petani/warga yang harus kehilangan lahan mereka.
Pada adegan 5: kata menghadapi, mempunyai arti berhadapan dng: anak
itu sedang (2) bertemu muka dng; berjumpa dng; (3) menjumpai;
mengalami (bahaya, musibah, kesulitan, dsb; (4) melawan; bertanding
dng; (5) menyambut . Dapat dipahami apabila menurut konteks adegan
maka kata menjadi ialah melawan atau bertanding sehingga dalam
pemakaian kata tersebut mengidentikan bahwa pihak polisi eksukutor
dilapangan melawan para warga, yang tentu hasilnya bisa dilihat dengan
jelas pihak polisi yang menang. Sebab mereka merupakan alat negara,
memiliki wewenang dan persiapan yang sistematis termasuk didalamnya
ialah perlengkapan dan persenjataan.
Pada adegan 3,8,12,16,20,33,34 : kata eksekusi, memiliki makna
pelaksanaan putusan hakim; pelaksanaan hukuman badan peradilan,
khususnya hukuman mati’ (2)penjualan harta orang karena berdasarkan
penyitaan . Jadi dapat diartikan pelaksanaan hukuman berdasarkan putusan
dari hakim. Maka pemilihan kata tersebut merujuk pada warga/petani
sebagai sebuah pihak yang bersalah, yang dilain sisi padahal petani/warga
memiliki surat sah akan tanah. Dari hal itu dapat disyaratkan akan
ketertindasan petani/warga yang telah memiliki surat sah namun dianggap
sebagai pihak yang bersalah oleh hakim.
Pada adegan 22 : kelompok penjaga. Kelompok berarti kumpulan (tt
orang, binatang, dsb); 2 golongan (tt profesi, aliran, lapisan masyarakat,
dsb) . Sedangkan penjaga adalah orang yg bertugas menjaga . Lalu apabila
kedua arti tersebut digabungkan, kelompok penjaga merupakan kumpulan
orang yang bertugas menjaga. Dalam adegan tersebut bukan pihak
kepolisian yang dirujuk, melainkan sekumpulan orang yang memakai
seragam keamanan, keadaan tersebut berkaitan dengan pertanyaan dari
pembawa acara tentang keterlibatan kelompok preman . Akan tetapi
pertanyaan itu tidak terjawab dengan jelas mengenai keterlibatan
kelompok preman sebab dari beberapa hasil wawancara yang ditampilkan
di adegan itu tidak ada yang menyatakan keberadaan kelompok itu. Jika
kembali mengenai kasus dari berita-berita tanah air perebutan lahan yang
melibatkan pemodal biasanya melibatkan pihak preman juga, seperti kasus
di Mesuji. Kemudian dari pemilihan kata kelompok penjaga, memungkin
bahwa pihak Metro Realitas berusaha untuk menambahkan kadar tentang
kesengsaraan dan penindasan yang di alami warga/petani.
Pada adegan 32 : aksi represif. Kata aksi berarti gerakan atau tindakan .
Sedangkan kata ekspresif bermakna bersifat represi (menekan,
mengekang, menahan, atau menindas) . Sehingga apabila kedua kata
tersebut digabungkan, memiliki arti tindakan yang bersifat
menekan/menindas. Jadi kata tersebut dipilih bersangkutan dengan aksi-
aksi dari pihak pemerintah, melalui eksekutor (polisi) lahan yang
memperlakukan warga yang menolak eksekusi dengan perbuatan yang
menekan ataupun menindas dengan membubarkan paksa warga yang
menghalangi kegiatan tersebut dan sehingga memberikan ketakutan
kepada warga/pertani yang akan kembali meladang di tanah mereka.
Pada adegan 38 : kata penguasaan paksa. Pada adegan ini kata penguasaan
berarti proses, cara, perbuatan menguasai . Setelah itu kata paksa ialah
mengerjakan sesuatu yg diharuskan walaupun tidak mau; (2)kekerasan;
perkosaan . Jadi apabila disatukan menjadi sebuah proses menguasai yang
dalam prakteknya melibatkan kekerasan. Sehingga pemilihan kata dalam
adegan ini bertujuan untuk menampilkan sebuah kekerasan dalam upaya
penguasaan lahan, yang didalam prakteknya melibatkan pengadilan dan
kepolisian.
Pada adegan 38 : kata kesengsaraan. Berarti perihal yang berkaitan dengan
sengsara, kemudian sengsara sendiri adalah kesulitan dan kesusahan
hidup; penderitaan .Kata ini ditampilkan dalam kalimat kedua setelah
“penguasaan paksa” yang menampakan efek dari kata tersebut.
Pada adegan 38 : kata terpaksa. Kata tepaksa yang memiliki akar kata
‘paksa’ diberi imbuhan ter- maka menjadi berbuat di luar kemauan sendiri
krn terdesak oleh keadaan; mau tidak mau harus; tidak boleh tidak .
Penampilan kata terpaksa muncul setelah pemakaian kata “kesengsaraan”,
dan merujuk pada warga/petani yang kehilangan mata pencahariannya atau
mau tidak mau mereka kehilangan lahannya.
Jadi pada adegan 38 apabila diringkas maka penggunakanketiga kata
tersebut sangat berkaitan mulai dari praktek, efek dan kondisi yang
melekat pada warga/petani.
Maka pada bagian leksikon, terkait dengan pemilihan kata secara ideologis jika
disimpulkan ialah tak terlepas dari ideologi partai NASDEM yang memiliki Ketua
Umum Surya Paloh, yang dimana sosok tersebut dikenal pemilik Metro Tv.
Ideologi NASDEM yang menyangkut dengan apa yang mereka sebut restorasi,
mengacu pada mandat untuk menjadikan manusia Indonesa yang adil, makmur,
dan sejahtera, merdeka sebagai negara, merdeka sebagai rakyat.
Sehingga ideologi yang tampak dalam berita Metro Realitas edisi 07/07/2014,
iyalah mengenai bagaimana mereka membenarkan apa yang dilakukan warga,
dalam bentuk penolakan eksekusi karena mereka memiliki bukti sah atas tanah.
Jadi Pihak Metro Realitas lebih condong membela warga serta menceritakan
kesengsaraan mereka akibat perlakuan tidak adil dari pengadilan dan perlakuan
tidak kekerasan oleh pihak kepolisian yang kedua tersebut merupakan bagian
lembaga/alat dari negara.
Pada bagian retoris, terbagi dalam elemen grafis, metafora dan ekspresi.
Lalu jika diuraikan menjadi :
Grafis : Pada setiap adegan bumper in dan memunculkan judul, dimana
tulisan’ Ditanah Sengketa’ pada judul tersebut merupakan huruf kapital
dan berwarna merah sehingga mengesankan darah, perlawanan,
kesengsaraan, penindasan dan derita. Lalu ada setiap pembawa acara
muncul, di ambil dari berbagai angle/sudut yang juga menampilkan
sebuah background, seolah berada di sebuah tempat/ruangan yang sudah
tidak berpenghuni, memiliki retakan di tembok, remang-remang
mengidentikan sebuah tempat yang suram tidak layak ditinggali dan
seperti tempat yang menyimpan kenangan buruk. Yang memungkinkan
keterkaitan penekanan dengan nama Realitas, sehingga penekanan ini
menunjukan bahwa realitas yang ada sekarang merupakan bagian
kenangan buruk dan hal suram sehingga setiap isu yang diangkat terkait
hal tersebut.
Setelah itu adegan 8, memunculkan gambar tiga desa yang berada
dipinggir jalan tol Jakarta-Cikampek, penekanan yang ingin disampaikan
berkaitan dengan beberapa aksi warga pada 2013 yang sempat menutup
jalan tol.
Pada adegan 18, memunculkan sebuah plakat/patok yang bertulis
“tanah sah milik PT. Sumber Air Mas Pratama”. Hal tersebut menekankan
kepada keputusan Mahkamah Agung yang telah memenangkan PT.SAMP
dan merebut secara paksa tanah warga.
Lalu Pada adegan 41, pada akhir adegan ini, saat akhir dari
wawancara memberikan efek pudar pada gambar yang seolah televisi yang
rusak. Sehingga penekanan mengenai warga yang mencari perlindungan
lain akibat tindakan aparat yang begitu merugikan warga.
Metafora : pada adegan 2, berkaitan dengan kata sekejap, yang berasal dari
kata kejap yang berarti kedip/sekedipan . Sehingga penekanan terasa jelas
bersangkutan dengan cepatnya para warga kehilangan tanahnya tanpa
warga bisa berbuat sesuatu yang berarti akan tanah sah yang mereka
miliki.
Dalam adegan 12, berkaitan dengan kata berkali-kali yang
mengacu pada perlawanan/penolakan warga. Menunjukan penekanan
mengenai banyaknya atapun berbagai upaya yang dilakukan warga untuk
menolak hasil dari pengadilan.
Pada adegan 14, berkaitan dengan kata berpuluh-puluh dan tetesan
air mata dan darah.Kata berpuluh-puluh mengacu pada lamanya lahan
yang petani garap. Seharusnya sudah cukup menggunakan kata “sudah
lama”, yang diubah menjadi bentuk bilangan yang terkesan sangat-sangat
lama. Lalu kata tetesan air mata dan darah, berhubungan dengan sebuah
perjuangan dan identik dengan bentuk kepedihan dan kesengsaraan.
Ekpresi : terlihat pada ekspresi wajah dari pembawa acara yang cukup
datar, cukup tegas dan tenang, selayaknya seorang pencerita/narator yang
bijak dan terkesan objektif dikarenakan pembawa acara seolah-olah
sendang bercerita yang berhubungan dengan kemasan dari berita, disajikan
dengan sudut pandang orang ketiga.
5.2 Dimensi Kognisi Sosial
Analisis wacana van Dijk tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena
struktur wacana itu sendiri menunjukan atau menandakan sejumlah makna,
pendapat dan ideologi. Dalam pandangan van Dijk, kognisi sosial merupakan
suatu hal penting dalam memahami proses produksi berita (Eriyanto 2001:266).
Namun dalam penelitian ini memiliki keterbatasan yang berkaitan dengan data
dan informasi tentang proses produksi berita, karena peneliti tidak memiliki akses
untuk melakukan wawancara kepada redaktur atau team Metro Realitas sehingga
dalam analisis kognisi sosial akan cenderung lebih interpretatif berdasarkan
konteks yang melekat dalam berita Metro Realitas edisi 07/07/2014. Kemudian
melalui dimensi kognisi sosial ini, peneliti menganalisis bagaimana kognisi dari
komunikator dalam memahami seseorang atau sebuah peristiwa tertentu yang
akan ditulis kedalam sebuah teks. Dalam penelitian ini, yang menjadi
komunikator adalah Metro Realitas.
Dengan melihat secara utuh berita Metro Realitas edisi 07/07/2014 yang
disusun secara sistematis berkaitan dengan ucapan pembawa acara yang diakhiri
dengan sebuah kalimat tanya, dan dijawab/dilanjutkan dengan perkataan voice
overyang bersamaan dengan ditampilkannya berbagai adegan dan hasil
wawancara yang menunjang perkataan dari voice over. Lalu berita dengan tema
dilema petani ditanah sengketa tersebut apabila dilihat pola dari alur pendahuluan,
isi, dan penutup (skema), pertama, banyak memunculkan sosok atau figur Narkim
(warga), baik hasil wawancara darinya ataupun gambaran kehidupan seharinya.
Yang ditambahi dengan wawancara dari warga lain seperti pak Aca, Umar dan
Sukarya. Kedua, kemudian dari pihak yang mendukung warga yaitu Amandaus
yang mendampingi warga (hukum) dan Hilal yang merupakan Ketua Serikat Tani
Karawang. Dan semua tokoh tersebut membicarakan tentang kekerasan hingga
penindasan terjadi, kekhawatiran mereka akan kelangsungan kehidupan mereka,
dan permintaan mereka pada pemerintah bersangkutan dengan alasan mereka
melakukan penolakan. Lalu dari penjabaran tersebut bentuk kekerasan dikontruksi
kan oleh Metro Realitas, dengan menyusun setiap adegan yang di imbuhi
perkataan voice over yang dimana ditampilkan melalui bentuk ketidakadilan dari
pengadilan dan secara eksplisit ditampilkan oleh perlakuan polisi terhadap para
warga yang melakukan aksi penolakan terhadap eksekusi lahan. Sehingga
memunculkan pesan bahwa negara yang diwakili pengadilan dan kepolisian pada
saat melakukan eksekusi lahan menunjukan tindak ketidakadilan yang diwarnai
dengan segala bentuk kekerasan yang diterima warga sehingga menimbulkan
bentuk-bentuk penindasan dan kesengsaraan bagi warga terkait dengan
kelangsungan hidup mereka.
Lalu pemberitaan tersebut menunjukan letak posisi dari Metro Realitas,
dimana tim Realitas memposisikan dirinya seolah-olah sebagai pencerita/narator
yang bijak dan objektif, namun jika dilihat secara mendalam melalui dimensi teks
dan kognisi sosial, tim Realitas cenderung membenarkan/membela warga Teluk
Jambe Karawang. Serta hal tersebut di perkuat di adegan terakhir tentang
penyimpulan informasi yang mempertanyakan mengenai mampukah hukum
memberikan keadilan pada rakyat kecil apabila dihadapkan dengan pemodal.
Sehingga seluruh hal tersebut terkait dengan misi Metro Realitas berhubungan
dengan investigasi secara mendalam terhadap sebuah tragedi , dengan penyajian
informasi yang lebih aktual dan faktual, tanpa ada yang ditutup-tutupi.
5.3 Dimensi Analisis Sosial
Untuk melihat proses produksi dan reproduksi wacana dalam masyarakat,
van Dijk menawarkan analisis sosial yang menguraikan bagaimana kelompok
dominan membentuk wacana yang sesuai dengan kebutuhan dan bisa menopang
dominasi serta kekuasaannya. Menurut van Dijk, ada tiga hal yang dilihat dalam
analisis sosial, yaitu praktik kekuasaan, dominasi dan akses (Eriyanto 271-274).
Dalam berita Metro Realitas terlihat ada bentuk keperpihakan kepada
warga/petani yang berada di kawasan Teluk Jambe Karawang. Yang merupakan
perwujudan ideologis dari restorasi NASDEM dan partai tersebut merupakan
salah satu partai pendukung calon CAPRES 2 yaitu JOKOWI-JK yang
berlawanan dengan CAPRES 1 PRABOWO-HATTA yang didukung oleh
presiden SBY yang juga merupakan Ketua Umum Demokrat. Dan sejarah dari
Prabowo yang terlibat pelanggaran HAM dengan supremasi kemiliteran. Serta
berita ini muncul pada 07/07/2014, yang berarti dua hari sebelum pencoblosan
untuk PEMILU 2014 berlangsung, sehingga pembentukan realitas yang nampak,
ialah menggiring opini dan kesadaran masyarakat akan kemungkinan hal akan
terjadi apabila Prabowo menjadi Presiden, karena sangat bersangkutan dengan
kemiliteran yang indentik dengan kekerasan. Dan dari hal itu mengisyartkan
mengenai kembalinya era Orde Baru, karena Prabowo juga memiliki hubungan
kekerabatan/kedekatan dengan Soeharto. Selain itu berita ini membangun
kesadaran lain akan ketidakadilan pemerintah dan bentuk kekerasan yang
dilakukan dibawah pimpinan SBY.
5.3.1 Praktik Kekuasaan
Kekuasaan didefinisikan sebagai kepemilikan yang dimiliki suatu
kelompok untuk mengontrol kelompok lain. Kekuasaan umumnya didasarkan
pada kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai, seperti uang, status, dan
pengetahuan. Selain kontrol langsung dan bersifat fisik, kekuasaan juga bisa
berbentuk persuasif, yakni tindakan seseorang yang secara tidak langsung
mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan,
sikap dan pengetahuan (Eriyanto, 2001: 271-272). Surya Paloh selaku pemilik
Metro Tv dan ketua umum dari NASDEM yang mendukung CAPRES 2
JOKOWI-JK. Maka kekuasaan yang jelas terlihat ialah kekuasaan yang berbentuk
persuasif, hal itu di perkuat dengan salah satu fungsi media yaitu untuk
mempersuasi (to persuade). Melalui penayangan berita Metro Realitas “Dilema
Petani Di Tanah Sengketa”, ditayangkan pada tanggal 07/07/2014 tepat sebelum
PEMILU 2014 berlangsung, yang menunjukan kesan buruk pemerintahan dengan
menampilkan kekerasan dan penindasan yang dialami warga akibat ketidakadilan.
Dan dimana pemerintahan tersebut dibawah SBY yang mendukung Prabowo,
untuk membangun ataupun mengkontruksi sebuah pandangankepada khalayak
ramai mengenai apa yang akan terjadi apabila Prabowo menjadi Presiden
nantinya.
5.3.2 Dominasi
Dominasi lebih melihat mengenai penyalahgunaan kekuasaan, dominasi
direproduksi lewat pemberian akses khusus terhadap sumber-sumber sosial secara
diskriminatif. Dominasi juga direproduksi dengan melegitimasi akses tertentu
lewat bentuk-bentuk kontrol pikiran yang manipulatif dan cara lain agar kelompok
yang didominasi bisa menerima keadaan tersebut secara suka rela (Eriyanto,
2001: 273). Lalu pihak yang terdominasi ialah khalayak yang diterpa oleh berita
tersebut, khalayak yang terdominasi tersebut mungkin tidak sadar bahwa mereka
secara suka rela telah menanamkan dipikiran mereka mengenai kekerasan yang
berada di bawah pemerintahan SBY dan kekerasan yang mungkin akan terjadi
apabila Prabowo menjadi Presiden.
5.3.3. Akses
Analisis Wacana van Dijk memberi perhatian yang besar pada akses.
Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besr dibandingkan dengan kelompok
yang tidak berkuasa, oleh karena itu mereka yang lebih berkuasa mempunyai
kesempatan lebih besar untuk mempunyai akses pada media dan kesempatan lebih
besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak (Eriyanto, 2001: 274), apalagi
dalam penelitian ini obyek studi memiliki hubungan yang erat dengan salah satu
media yang sudah besar di Indonesia. Akses yang lebih besar bukan hanya
memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran khalayak lebih besar, tetapi
juga menentukan topik pada isi wacana apa yang disebarkan. NASDEM yang
diketuai Surya Paloh yang menjadi salah satu tim sukses JOKOWI-JK termasuk
didalam kategori ini, Surya Paloh memiliki akses pada media Metro TV sehingga
lebih memiliki kesempatan untuk mempengaruhi khalayak/audience terkait
dukungannya terhadap JOKOWI-JK sehingga sangat menguntungkan. Dengan
menampilkan kekerasan dan penindasan terhadap warga, akibat ketidakadilan
yang bermuara pada pemerintahan SBY dan terkait bahwa SBY juga mendukung
Prabowo Subiyanto sehingga memunculkan indikasi gambaran mengenai bentuk
pemerintahan macam apa yang yang berjalan apabila Prabowo menjadi Presiden.
Dari banyak penjelasan pada dimensi teks, kognisi sosial dan analisis
sosial dapat disimpulkan mengenai wacana yang berusaha di sampaikan dan di
sebarkan Oleh Metro Realitas edisi 07/07/2014, ialah bentuk ketidakadilan dari
pengadilan yang terkait dengan pemerintahan SBY, dengan memenangkan
PT.SAMP atas tanah seluas 350 hektar yang didalam kawasan tersebut terdapat
tanah milik warga dengan bukti sah. Yang mengakibatkan munculnya kekerasan
dan penindasan terhadap warga Teluk Jambe Karawang karena eksekusi paksa
yang dilakukan kepolisian selaku wakil pengadilan. Dan berkaitan dengan
dukungan Metro Tv kepada JOKOWI-JK, yang mencoba menanamkan
pandangan akan sebuah realitas yang mungkin terjadi apabila Prabowo menjadi
penguasa.
5.4. Keterkaitan Kekerasan Negara dalam Wacana Metro Realitas edisi
07/07/2014
Pada bagian ini akan menjabarkan tentang keterkaitan wacana dengan
kekerasan negara yang dibantu dengan teori akar kekerasan Erich Fromm dan
kemudian dikaitkan dengan tipologi kekeran Johan Galtung guna menjawab
rumusan masalah mengenai keterkaitan kekerasan negara dengan wacana yang
disebarkan oleh Metro Realitas edisi07/07/214. Pada mulanya akan ditilik
mengenai akar kekekerasan, yang berhubungan erat dengan penyebab kekerasan
yang muncul. Kekerasan disini dilihat dari sudut pandang, pihak
negara/pemerintah yang dimana dimunculkan dalam berita dengan penampilan
yang diwakilkan oleh pihak eksekutor/polisi.
5.4.1 Akar Kekerasan
Pihak kepolisian selaku eksukutor ataupun wakil dari pengadilan pada saat
dilapangan yang merupakan alat bagi negara untuk memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat dan Bitner menyebutkan bahwa apabila hukum bertujuan
untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat, diantaranya melawan kejahatan.
Dan akhirnya polisi yang akan menentukan secara konkrit apa yang disebut
sebagai penegakan ketertiban (Satjipto Rahardjo, 2009:117). Serta polisi
merupakan berbentuk lembaga yang berada di dalam sistem kenegaraan .
Kemduian polisi juga mengenal bentuk kekerasan, yakni kekerasan legal dan
kekerasan ilegal. Kekerasan legal adalah tindakan atau rangkaian tindakan dari
atau oleh aparat penegak hukum untuk dan atas nama kepentingan penegakan
hukum, dan dilakukan sesuai dengan ketentuan atau prosedur hukum yang
langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan akibat pada fisik, psikis,
sosial, dan moral seseorang atau sekelompok orang. Sementara, kekerasan ilegal
ialah tindakan atau serangkaian tindakan seseorang atau sekelompok orang yang
langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan akibat pada fisik, psikis,
sosial, dan moral seseorang atau sekelompok orang lainnya, dan tindakan itu
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang tidak memiliki hak dan
kewenangan . Kemudian apabila dilihat dengan akar kekerasan Erich Fromm yang
membagi antara agresi lunak dan agresi jahat, maka :
Agresi Lunak : bersifat spontan namun reaktif dan defensif bertujuan
menghilangkan ancaman, baik dengan menghindari maupun dengan
menghancurkan sumbernya, Dalam berita yang menampilkan polisi
sebegai eksekutor tergolong dalam faktor agresi penegasan diri, agresi
defensif dan agresi kompromis. Agresi penegasan diri nampak pada saat
mereka membubarkan paksa warga yang menghalangi tanpa ada rasa ragu
atau segan dalam melakukannya. Agresi defensif terkait dengan tujuan
kedatangan polisi di TKP, dan nampak ketika para polisi mempertahankan
diri guna kelangsungan hidup mereka saat terjadi bentrokan dengan warga,
dan kemudian mereka membangun tenda-tenda darurat untuk menjaga
lahan eksekusi guna mengamankan situasi. Serta jika mereka dapat
menyelesaikan eksekusi tersebut hingga akhir, maka mereka akan
meninggalkan tempat itu. Lalu agresi kompromis, terkait dengan
pergerakan polisi yang didasari oleh instruksi-instruksi dari atasan mereka,
karena kemiliteran ataupun polisi di didik untuk menaati perintah bukan
untuk mempertanyakan perintah.
Agesi jahat. Jika melihat agresi jahat yang mengacu pada tindakan polisi
dalam wacana berita Realitas pada edisi 07/07/2014, bersangkutan dengan
bagaimana kekejaman polisi ditampilkan dengan melakukan pemukulan,
pengusiran paksa dan menyemprotkan water cannon terhadap warga yang
menghalangi proses eksekusi karena warga dianggap sebagai sebuah
ancaman, dan selain itu mereka juga merusak tatanan kehidupan sosial
yang ada dengan mengeksekusi lahan seluas 350 hektar yang di dalamnya
ada tanah sah milik warga.Bisa dikatakan merusak tatanan sosial karena
warga akan kehilangan lahan dan perkerjaanya bahkan mungkin tempat
tinggalnya, sehingga budaya ataupun adat di daerah itu akan hilang
bersama hilangnya warga.
Lalu yang bisa disimpulkan adalah, akar dari kekerasan polisi ialah menuruti
perintah dari atasan mereka, dimana atasan mereka juga mendapatkan
instruksi dari pihak pengadilan guna mengeksekusi lahan seluas 350 hektar.
Yang dilaksanakan dengan mengedapankan agresi penegasan diri dan agresi
difensif guna meredam situasi, atau menguasai situasi dengan menebar
kekejaman yang mewujud pada penindasan dan ketakukan warga akan
mereka, yang mencapai taraf merusak tatanan sosial warga Teluk Jambe
Karawang.
5.4.2. Kekerasan Negara
Negara merupakan suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah
(governed) oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga
negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangan melalui penguasaan
(kontrol) yang dimonopoli dari kekuasaan yang sah. Keterkaitan polisi dan
negara dapat dilihat di bagian sebelumnya. Yang bisa dipahami bahwa polisi
merupakan alat bagi negara dalam menjalankan kepentinganya, dimana dalam
berita Realitas edisi 07/07/2014, eksekusi yang terjadi merupakan mandat dari
pengadilan melalui putusan Mahkamah Agung. Sehingga campur tangan
negara sangat kental dalam tragedi kekerasan dan penindasan yang dialami
warga Teluk Jambe Karawang. Johan Galtung memandang kekerasan negara
yang dibagi dalam kekerasan langsung, kekerasan struktural, dan kekerasan
kultural. Ketiga kekerasan tersebut bisa saling berkaitan antara kekerasan
langsung menjadi sebuah peristiwa, kekerasan struktural adalah sebuah proses,
sedangkan kekerasan kultural adalah sebuah sesuatu yang bersifat permanen.
Dan apabila wacana berita Realitas 07/07/2014 dilihat dengan tipologi
tersebut maka :
Kekerasan langsung : yang mewujud dalam sebuah perilaku, terlihat
dengan apa yang dilakukan polisi terhadap warga, bentuk-bentuk
intimidasi ataupun penindasan yang sangat merugikan warga, baik
dalam perlakuan pembubaran paksa dan atau intimidasi yang berupa
penjagaan ketat di lahan yang bersangkutan hingga warga ketakutan
untuk kembali meladang.
Kekerasan Struktural :mewujud dalam struktur, bersangkutan dengan
bagaimana polisi melakukan eksekusi yang mendapatkan mandat yang
berupa keputusan Mahkamah Agung ,yang merupakan badan
kehakiman tertingi, yang sangat lekat dengan kenegaraan.
Kekerasan Kultural : mewujud dalam sikap, terkait dan berhubungan
dengan tindakan polisi tentang bagaimana mereka di didik dan dilatih
untuk menghadapi ancaman yang muncul pada saat mereka melakukan
tugasnya.
Sehingga dari ulasan diatas bisa dipahami bahwa wacana berita Metro
Realitas terkait dengan kekerasan negara nampak pada susunan tipologi dalam
bagian kekerasan struktural. Yang dimana dalam hal itu menampilkan campur
tangan pemerintahan dalam tragedi tersebut dan memperlihatkan tentang
bagaimana polisi bertindak dan atas mandat dari siapa mereka memiliki
wewenang untuk melakukan eksekusi lahan seluas 350 hektar di Teluk Jambe
Karawang.