Upload
ngoquynh
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB V
EVALUASI CAPAIAN
MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM MORAL ISLAM
A. Penyelenggaraan Kegiatan Pembelajaran PAI Sekolah Dasar di Kecamatan
Wonocolo Surabaya
1. Guru PAI lebih terkonsentrasi persoalan teoritis keilmuan yang bersifat kognitif
semata
Pada tahap studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di beberapa
sekolah di kecamatan Wonocolo Surabaya yang menjadi sampel penelitian
ditemukan pokok permasalahan yang menjadi sumber utama problematika
pendidikan agama Islam di sekolah selama ini. Dimana pembelajaran PAI hanya
difokuskan untuk pencapaian aspek kognitif atau nilai dalam bentuk angka dan
cenderung mengabaikan bagaimana peserta didik mencapai aspek afektif (sikap)
sehingga belajar PAI sebatas menghafal dan mencatat. Hal ini mengakibatkan
pelajaran PAI menjadi pelajaran teoritis bukan pengamalan atau penghayatan
terhadap nilai agama itu sendiri.
Menurut Adetayo, guru harus memperhatikan domain afektif peserta
didik karena hal ini akan memungkinkan peserta didik tidak hanya memperoleh
kompetensi akademis tetapi juga memperoleh keterampilan, sikap, nilai-nilai,
praktis dan keterampilan psikososial yang akan memungkinkan mereka
memperoleh manfaat dari pembelajaran.1 Sementara itu, Allen dan Friedman,
menjelaskan bahwa guru perlu mengajar domain afektif selain domain kognitif,
1Janet Oyebola Adetayo, “Assessing the Affective Behaviours in Learners”, Journal of Education and
Practice, Vol. 5, No. 16 (Juli, 2014), 8.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
135
tujuannya ialah untuk membantu siswa dalam mengembangkan nilai-nilai, etika,
dan estetika dalam dirinya.2
Terkait pernyataan tentang pengajaran aspek afektif yang diperoleh dari
para informan di lapangan, Enik Rusmiyati menyatakan ia jarang melakukan
tanya jawab tentang materi PAI kaitannya dengan konteks sosial peserta didik
karena pada kegiatan apersepsi ia selalu membuka pelajaran dengan menguji
kemampuan siswa mengingat kembali materi pembelajaran yang telah ia
sampaikan pada pertemuan sebelumnya (pengujian hanya sebatas aspek
kognitif/pengetahuan siswa).3 Sedangkan Imron Ghozali, menyatakan jarang
melakukan pengenalan konteks materi PAI kaitannya dengan pengalaman nyata
yang dialami siswa.4
Padahal menurut Ahmad Bahruddin, penting bagi seorang guru untuk
mendorong siswa supaya terlibat dalam menghubungkan konsep yang dipelajari
dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.5 Hal senada diungkapkan Imam
Setyawan, bahwa guru harus mampu menciptakan konsep belajar yang
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dalam penerapan sehari-hari.6
2Karen Neuman Allen and Bruce D. Friedman, “Affective learning: A taxonomy for teaching social work
values”, Journal of Social Work Values and Ethics, Vol. 7, No. 2 (Maret, 2010), 15. 3Enik Rusmiyati, Guru Pendidikan Agama Islam SDN Jemur Wonosari I/417 Surabaya, Wawancara,
Surabaya, 1 Desember 2015. 4Imron Ghozali, Guru Pendidikan Agama Islam SD Al-Azhar Syifa Budi Surabaya, Wawancara, Surabaya,
6 April 2016. 5Ahmad Bahruddin, Pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah, (Yogyakarta: LKiS, 2007), 7. 6Imam Setyawan, “Peran Keterampilan Belajar Kontekstual dan Kemampuan Empati Terhadap Adversity
Intelligence Pada Mahasiswa”, Jurnal Psikologi Undip, Vol. 9, No. 1 (April, 2011), 42.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
136
Untuk menjawab problem pembelajaran PAI yang dihadapi informan
guru di sekolah yang menjadi sampel penelitian, maka peneliti dalam
pengembangan Model Pembelajaran Quantum Moral Islam ini melakukan desain
dan pengembangan sintaks pembelajaran yang semula terfokus pada aspek
kognitif saja kepada tahap awal kegiatan pembelajaran dengan mengupayakan
pengenalan konteks. Pada tahap pengenalan konteks ini guru menggiring siswa
dengan melaksanakan lima hal, yaitu: pertama guru membuka pelajaran dengan
salam dan do’a, kedua guru melakukan tanya jawab tentang pengalaman nyata
yang dirasakan siswa, ketiga guru mengaitkan pengalaman siswa dengan materi
pembelajaran, keempat guru menciptakan kondisi kelas yang
menyenangkan/santai dan diliputi nuansa demokratis agar terjadi proses
pembelajaran yang bermakna, dan kelima guru memberikan kebebasan kepada
siswa untuk menyampaikan gagasan dalam berpendapat dan mengkonstruksi
pengetahuan secara mandiri serta melibatkan siswa lainnya dalam menjawab
pertanyaan dari kawannya.
Sedangkan Moh. Ridwan, terkait aspek afektif menyatakan jarang
mengupayakan pembelajaran PAI sebagai proses obyektivasi, internalisasi dan
eksternalisasi nilai afektif.7 Lepper, menyatakan bahwa obyektivasi, internalisasi
dan eksternalisasi berfungsi untuk menanamkan nilai-nilai moral terhadap diri
peserta didik, sehingga ia mampu berinteraksi dengan berbagai konteks sosial dan
bertahan terhadap segala tekanan atau konflik yang terjadi dalam lingkungan
7Moh. Ridwan, Guru Pendidikan Agama Islam SDN Jemur Wonosari III/526, Wawancara, Surabaya, 7
April 2016.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
137
sosial.8 Sementara itu, Kelman, menjelaskan bahwa obyektivasi, internalisasi dan
eksternalisasi mengacu pada proses menerima nilai-nilai dalam konteks sosial
budaya.9 Vygostky dalam Sri Wulandari, mengemukakan bahwa sikap
dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya dimana hal itu terjadi dalam dua tahap
yaitu pada tahap sosial atau antara pribadi dan tahap individual atau saat
internalisasi dalam diri.10
Maka dalam desain dan pengembangan sintaks Model Pembelajaran
Quantum Moral Islam, tahap kegiatan inti pembelajaran dimaksudkan untuk guru
dapat menggiring siswa pada kegiatan obyektivasi, internalisasi melalui kegiatan
saintifik, dan eksternalisasi. Pada tahap kedua guru menciptakan aktivitas belajar
siswa berupa: melihat, membaca, mendengar, atau memperhatikan tayangan.
Kegiatan pembelajaran pada tahap ini dilakukan dengan pendekatan saintifik
dengan upaya mengasah dhawq, s}hadr, fu’a>d dan lubb melalui aktivitas kalbu
siswa.
2. Dalam melaksanakan penilaian, guru PAI hanya fokus mengukur aspek kognitif
siswa saja
Hasil wawancara menunjukkan bahwa kecenderungan guru PAI dalam
penilaian terfokus hanya pada aspek koginif saja dan cenderung mengabaikan
penilaian autentik karena penilaian autentik dirasakan sangat susah untuk
diterapkan. Hambatan dalam penerapan penilain autentik ini disampaikan oleh
8M. R. Lepper, Social-control processes and the internalization of social values, (New York: Cambridge
University Press, 1983), 294. 9H. C. Kelman, “Compliance, identification, and internalization: Three processes of attitude change”,
Journal of Conflict Resolution, Vol. 2, No. 1 (Maret, 1958), 51. 10Sri Wulandari, “Teori Belajar Konstruktivis Piaget dan Vygotsky”, Indonesian Digital Journal of
Mathematics and Education, Vol. 2, No. 3 (2015), 196.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
138
Suqanan Ash. Shiddiq Guru Pendidikan Agama Islam di SD Kyai Ibrahim
Surabaya bahwa terlalu banyak rubrik penilaian dan tidak ada pendampingan baik
dari pengawas umum maupun pengawas agama.11 Di samping itu banyaknya
format penilaian yang disusun oleh guru, sebagian guru belum bisa merumuskan
ukuran untuk penilaian sikap itu seperti apa dan bagaimana deskripsi dari nilai itu
sendiri seperti yang disampaikan oleh Fatimatul Ulfah Guru Pendidikan Agama
Islam di SD Adinda Surabaya, beliau mengungkapkan bahwa yang menjadi
problem implementasi kurikulum 2013 adalah masih terkendala pada penilaian
aspek sikap.12
Padahal penilaian autentik adalah bentuk penilaian yang menghendaki
peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan
yang diperoleh dari pembelajaran dalam melakukan tugas pada situasi yang
sesungguhnya.13 Menurut Munir Chatib, penilaian autentik perlu dilakukan
terhadap keseluruhan kompetensi yang telah dipelajari siswa melalui kegiatan
pembelajaran.14
Untuk memberikan solusi terhadap kesulitan dan hambatan yang
dihadapi para informan di lapangan terkait penilaian aspek sikap (penilaian
autentik) dibuatlah intrumen evaluasi kuantum moral siswa. Dimana intrumen
tersebut merupakan artikulasi dari komponen perilaku yang baik: a. Moral
11Sukanan Ash. Shiddiq, S.Ag, Guru Pendidikan Agama Islam SD Kyai Ibrahim Surabaya, Wawancara,
Surabaya, 15 Maret 2016. 12Fatimatul Ulfah, Guru Pendidikan Agama Islam SD Adinda Surabaya, Wawancara, Surabaya, 12 April
2016. 13Lampiran Permendikbud No. 104 Pasal 1 Butir 2 Tahun 2014. 14Munir Chatib, Sekolahnya Manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelligence di Indonesia, (Bandung:
Kaifa, 2009), 77.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
139
knowing (pengetahuan tentang moral) mengetahui dan menerapkan berbagai nilai
moral: kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, tahu
batas, kemurnian, dan kesesuaian, b. moral feeling (perasaan tentang moral): setia,
dapat dipercaya, hormat, c. moral action (perbuatan/tindakan moral): cinta, kasih
sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil dan murah hati.15
3. Guru PAI masih terjebak dalam dualisme penggunaan KTSP dan Kurikulum 2013
Dualisme kurikulum yang diterapkan oleh guru PAI yang berada di
bawah naungan dispendik dan kemenag terjadi di beberapa sekolah dasar di
kecamatan Wonocolo Surabaya yang menjadi sampel penelitian pengembangan
Model Pembelajaran Quantum Moral Islam. Hal ini terjadi menurut Nur Aini
dalam rangka menyikapi Peraturan Mendikbud Nomor 160 Tahun 2014 yang
menyatakan pemberlakuan Kurikulum 2013 pada satuan pendidikan yang telah
melaksanakannya selama tiga semester. Sementara satuan pendidikan lain yang
baru menerapkannya satu semester atau sejak semester pertama 2014/2015
kembali ke Kurikulum KTSP mulai semester kedua 2014/2015.16
Menurut Bayyinah, dampak yang dirasakan guru PAI Sekolah Dasar di
kecamatan Wonocolo Surabaya dalam hal dualisme penerapan KTSP dengan
kurikulum 2013 adalah sering terjadi kesalahpahaman dalam menyusun silabus,
sehingga dalam penyusunan silabus tersebut hanya asal jadi dan sebatas formalitas
saja walaupun penyusunan silabus yang dibuat itu tidak ideal dan tidak sesuai
15Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2008), 7. 16Nur Aini, Kepala Sekolah SD Adinda Surabaya, Wawancara, Surabaya, 12 April 2016.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
140
dengan prosedur yang telah ditawarkan oleh unit lembaga terkait yang ada di
dispendik dan kemenag.17
Dari kegiatan observasi ditemukan persoalan yang berkaitan dengan
dualisme penerapan KTSP dengan kurikulum 2013 untuk mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam yakni rendahnya kemampuan guru dalam menyusun
program pembelajaran, hal ini seperti yang disampaikan oleh Harmiyati guru
Pendidikan Agama Islam SDN Margorejo I/403 beliau mengatakan bahwa
perangkat yang sudah disusun baru RPP itupun baru tahap percobaan.18
Hal ini diperkuat dengan hasil pengamatan peneliti dimana dari seluruh
guru Pendidikan Agama Islam yang ada di sekolah yang menerapkan KTSP dan
kurikulum 2013 belum ada yang memiliki perangkat pembelajaran secara lengkap
dan dari hasil dokumentasi yang peneliti lakukan didapatkan hanya RPP yang
dimiliki oleh guru. Keadaan ini selain berdampak terhadap guru dan sekolah, juga
berdampak terhadap peneliti ketika menentukan langkah desain Model
Pembelajaran pembelajaran Quantum Moral Islam pada Mata Pelajaran PAI
Sekolah Dasar di kecamatan Wonocolo Surabaya.
Maka dalam mendesain dan mengembangkan Model Pembelajaran
Quantum Moral Islam, peneliti menawarkan perangkat pembelajaran kepada para
informan untuk menggunakan RPP, Buku pedoman PAI untuk guru, Buku PAI
siswa yang sudah dikembangkan berlandaskan kurikulum 2013, kenapa
kurikulum 2013? Karena fokus penelitian pada penanaman moral, maka
17Bayyinah, Guru Pendidikan Agama Islam SD Taquma Surabaya, Wawancara, Surabaya, 8 April 2016. 18Harmiyati, Guru Pendidikan Agama Islam SDN Margorejo I/403 Surabaya, Wawancara, Surabaya, 25
Nopember 2016.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
141
kurikulum 2013 yang mencakup semua aspek seperti pengetahuan, sikap dan
keterampilan jika dibandingkan KTSP yang hanya terfokus pada aspek
pengetahuan saja.
B. Pengembangan Model Pembelajaran Quantum Moral Islam Pada Mata
Pelajaran PAI Sekolah Dasar di Kecamatan Wonocolo Surabaya
1. Pengertian Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
Model Pembelajaran Quantum Moral Islam adalah sebuah strategi
pembelajaran untuk melejitkan proses internalisasi nilai-nilai moral peserta
didik melalui aktivitas belajar dengan cara mengaitkan materi pembelajaran
dengan pengalaman nyata yang dialami siswa, sehingga siswa senantiasa
menerapkan tiga komponen karakter yang baik, yaitu: moral knowing
(pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral
action (perbuatan/tindakan moral), yang diperlukan agar mampu memahami,
merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai kebaikan.
Model Pembelajaran Quantum Moral Islam ini bertujuan untuk
mengasah fungsi emosi dari potensi kalbu (dhawq, s}hadr, fu’a>d dan lubb) melalui
aktivitas belajar siswa dengan menggunakan pendekatan saintifik, yang dimana
dari aktivitas belajar tersebut diharapkan mampu melejitkan proses internalisasi
nilai-nilai moral sehingga siswa mampu mentransformasinya dalam bentuk
tindakan, baik itu tindakan yang berdasarkan masalah maupun tindakan
berdasarkan emosi .
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
142
2. Konsep Dasar Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
Model Pembelajaran Quantum Moral Islam yang dikembangkan melalui
penelitian dan pengembangan ini didasarkan kepada kerangka normatif al-Qur’an
dan kerangka teoretik. Kerangka normatif al-Qur’an karena Model Pembelajaran
Quantum Moral Islam ini merupakan artikulasi dari:
a. Potensi kecerdasan emosi yang terdapat dalam al-Qur’an surat A<li ‘Imra>n ayat
159.
لك وا منم حوم ا غليظ المقلمب لنفض ولوم كنت فظ لت لهمم ن الله ة م فبما رحمفرم لهمم و تغم ف عنمهمم واسم فاعم انه الله م لع الله ت فتوكه ر فاذا عزمم مم
شاورمهمم ف المي ممتوك ١٥٩يب ال
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. A<li ‘Imra>n: 159).19
Artikulasi dari ayat 159 surat A<li ‘Imra>n mengerucut kepada potensi
kalbu yang sering dihubungkan dengan amarah atau emosi, cinta, dan
pengetahuan.20 Potensi kalbu memiliki peran paling penting dalam mengatur
kehidupan manusia, dan sangat erat kaitannya dengan dimensi emosi. Hati
mengatur dan mengendalikan potensi akal pikiran dan panca indra.21
19Imam Jalaluddin Al-Mahally dan Imam Jalaluddin As-suyutti, Tafsir Jalalain Berikut Asbab An-nujulnya,
Jilid 1 (Bandung: Sinar Baru, 1990), 44. 20Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence) Membentuk Kepribadian Yang
Bertanggung Jawab Profesional dan Berakhlak. (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 93. 21Eko Jalu Santoso, Heart Rovolution: Revolusi Hati Nurani, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007),
37.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
143
b. Potensi kecerdasan jasmani: pendengaran dan penglihatan (pendekatan
saintifik) & potensi hati (fu’a>d): hati (akal dan pikiran) yang terdapat dalam
al-Qur’an surat An-Nah}l ayat 78.
ع مم لمون شيئال وهجعل لكم السه هتكمم ل تعم ن بطون امه رجكم م اخم واللهكرون ٧٨ بمصر والفئدة لعلهكمم تشم والم
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan
hati nurani, agar kamu bersyukur” (QS. An-Nah}l: 78).22
Artikulasi dari surat An-Nah}l ayat 78 bahwa manusia memiliki
beragam potensi di antaranya: pertama potensi jasmani (potensi fisik dan
potensi sosial), kedua potensi hati (potensi akal pikiran dan potensi emosi).23
Potensi jasmani yang terdiri dari potensi fisik dan potensi sosial
membuat manusia memiliki kapasitas menyesuaikan diri dan mempengaruhi
orang lain. Kemampuan menyesuaikan diri dan mempengaruhi orang lain
didasari kemampuan belajarnya, baik dalam tataran pengetahuan maupun
keterampilan.24 Sedangkan potensi hati atau fu’a>d memberikan ruang untuk
akal, berpikir, bertafakur, memilih dan mengolah seluruh data yang masuk
dalam kalbu manusia, Sehingga, lahirlah ilmu pengetahuan yang bermuatan
moral.25
Potensi hati atau fu’a>d menangkap fenomena alam luar dan alam ini,
fu’a>d melihat berbagai alamat (tanda) yang kemudian menjadi ilmu untuk
22Jalaluddin As-suyutti, Tafsir Jalalain, 167. 23Fuad Nashori, Potensi-Potensi Manusia, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 89. 24Ibid., 89. 25Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, 97.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
144
mewujudkannya dalam bentuk amal. Pengawal fu’a>d adalah akal, pikir,
pendengaran, dan penglihatan (pendekatan saintifik), yang secara nyata
diuraikan secara sistematis di dalam al-Qur’an. Fungsi akal di dalam al-
Qur’an kata aql ditampilkan dalam bentuk kerja membantu fu’a>d untuk
menangkap seluruh fenomena yang bersifat lahir, wujud, dan nyata dengan
mendayagunakan fungsi indra penglihatan. Sedangkan, yang bersifat
perenungan, pemahaman mendalam terhadap hakikat yang bersifat gaib,
tidak nyata, dan tidak tampak dalam penglihatan diserahkan kepada potensi
pikir dengan mendayagunakan fungsi pendengaran.26
بمصر ع والم مم ي انشالكم السه كرون والفئدة وهو ٱله ا تشم ٧٨ لي ا مه“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran,
penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur” (QS. Al-Mu’minu>n:
78).27
Di dalam fu’a>d ada potensi melihat, menganalisis, merenung,
merangkum.28 Jadi, potensi hati atau fu’a>d mengerucut kepada pendekatan
saintifik dalam pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, maka proses
pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan harus dipandu dengan kaidah-
kaidah pendekatan saintifik. Karena pendekatan ini bercirikan penonjolan
dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan dan penjelasan
tentang suatu kebenaran.
26Ibid., 97. 27Jalaluddin As-suyutti, Tafsir Jalalain, 217. 28Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, 99.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
145
Kerangka teoretik Model Pembelajaran Quantum Moral Islam yang
terdiri dari:
a. Pembelajaran kuantum untuk melejitkan pembelajaran peserta didik dari
Bobbi De Porter dan Mike Hernacki.29
b. Potensi kecerdasan emosi (qalb, dhawq, s}hadr, fu’a>d dan lubb) dalam
pembentukan moral dari Muhammad ‘Ali> Al-Haki>m at-Tirmidzi>.30
c. Potensi kecerdasan jasmani: melihat, menganalisis, merenung, merangkum
yang mengerucut pada pendekatan saintifik.31
d. Prinsip obyektivasi, internalisasi, dan eksternalisasi dalam memperoleh
pengetahuan tentang nilai moral dan cara penerapannya dari Lev Vygotsky.32
e. Komponen karakter yang baik: moral knowing, moral feeling, dan moral
action dari Thomas Lickona.33
f. Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar
dan pendidikan menengah.
29Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan, terj. Alwiyah Abdurrahman (Bandung: Kaifa, 2011), 16. 30Muhammad ‘Ali> Al-Haki>m at-Tirmidzi>, Biarkan Hatimu Bicara! Mencerdaskan Dada, Hati, Fu’a>d, dan
Lubb, Terj. Fauzi Faisal Bahreisy (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), 7. 31Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, 99. 32Pemerolehan pengetahuan tentang nilai moral yang didapat siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang,
dan kemudian pada lingkup individu sebagai proses obyektivasi, internalisasi, dan eksternalisasi dalam: L.
Taylor, “Vygotskian Influence in Mathematics Education,with Particular Reference to Attitude
Development”, Focus on Learning Problems in Mathematics, Vol. 15, No. 2 & 3 (Spring & Summer
Edition, 1992), 4. 33Thomas Lickona, Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility,
(New York: Bantam Books, 1991), 51.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
146
3. Sintak Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
Tabel 5.1
Sintaks Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
Tahap Prosedur
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1. Kegiatan
Awal:
Pengenalan
Konteks
Kegiatan
pembuka:
Salam dan do’a
Tanya jawab
tentang
pengalaman
nyata
Mengkaitkan
pengalaman
siswa dengan
materi
pembelajaran
Menciptakan
kondisi kelas
yang
menyenangkan/
santai dan
diliputi nuansa
demokratis
Guru membuka
kegiatan
pembelajaran
dengan salam
dan do’a
Guru
mengajukan
pertanyaan
tentang
pengalaman dan
kehidupan nyata
yang dialami
siswa, missal: a)
perasaan siswa
ketika melihat
pengemis di
jalan pada saat
berangkat ke
sekolah, apakah
ada reaksi emosi
yang timbul,
seperti rasa
empati untuk
memberikan
sumbangan atau
tidak?, b)
perasaan siswa
ketika di rumah,
neneknya
meninggal dunia
sebelum
berangkat ke
sekolah dan
bagaimana
respon
temannya ketika
mendengar
kabar itu,
apakah ada
Siswa
menyampaikan
sharing
pengalaman
nyata kepada
guru tentang apa
yang dirasakan
dan dialami
Siswa
termotivasi,
merasa
bergairah dan
siap untuk
menerima
pembelajaran
Siswa bebas
menyampaikan
gagasan-
gagasan dalam
berpendapat
secara mandiri
Siswa
mengelola hasil
membaca
dengan daya
akal (persepsi).
Misal: siswa
membaca topik
tentang alam
semesta ciptaan
Allah SWT,
mengidentifikas
i dan bertanya
(questioning)
apa fungsi Allah
SWT
menciptakan
bumi?, siswa
akan mendapati
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
147
reaksi emosi
berempati untuk
menyampaikan
rasa bela
sungkawa?
Guru
mengaitkan
materi
pembelajaran
yang sudah
ataupun yang
akan dikaji
dengan
pengalaman dan
kehidupan nyata
yang dialami
siswa
Guru
memberikan
kebebasan
kepada siswa
untuk
menyampaikan
gagasan dalam
berpendapat dan
mengkonstruksi
pengetahuan
secara mandiri
Guru
melibatkan
siswa lainnya
dalam
menjawab
pertanyaan dari
kawannya
jawaban untuk
ditempati
manusia,
feedback dari
proses emosi
dhawq siswa
terhadap
persepsi akal
yakni sikap
pandai
bersyukur atas
karunia ciptaan
Allah SWT
Siswa
merasakan
pembelajaran
yang bermakna
2. Kegiatan inti:
obyektivasi,
internalisasi,
dan
eksternalisasi
Kegiatan
pembelajaran
pada tahap ini
dilakukan
dengan
pendekatan
saintifik dengan
upaya mengasah
dhawq, s}hadr,
fu’a>d dan lubb
Guru
menciptakan
aktivitas siswa
berupa: melihat,
membaca,
mendengar, atau
memperhatikan
tayangan
Siswa
menangkap
makna melalui
proses
pengamatan/obs
erving
(sensasi/obyekti
vasi) dari
aktivitas
melihat. Misal:
siswa melihat
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
148
melalui aktivitas
qalb siswa
gambar/poster
neraka akan
membuatnya
berekspresi
disertai gerak
sensorik seperti:
merasa takut,
khawatir dan
cemas (fungsi
emosi melalui
kerja dhawq)
Siswa menerima
informasi
(informing)
melalui kerja
s}hadr yang
terwujud dalam
aktivitas
mendengar
maka di sinilah
terjadi proses
internalisasi.
Misal: siswa
mendengar
bacaan ayat al-
Qur’an, maka
proses emosi
yang terjadi
dalam kerja
s}hadr siswa
akan merasakan
sensasi/ekspresi
kualitas tenang
dan damai
Siswa
menganalisis
(associating)
hubungan antara
apa yang ada
dalam tayangan
yang diputar
oleh guru terkait
bahan ajar
dengan
kehidupan
sehari-harinya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
149
Misal: siswa
menyaksikan
tayangan film
tentang kisah
keteladanan
Nabi
Muhammad
SAW, maka
proses emosi
dalam kerja
fu’a>d dan lubb
(internalisasi),
siswa
mengapresiasi
hikmah dalam
wujud perilaku
yang baik
Siswa
mengkomunikas
ikan
(communicating
) pesan/isyarat
keadaan dirinya
(emosi) setelah
melakukan
aktivitas
pembelajaran:
melihat,
membaca,
mendengarkan
dan
memperhatikan
tayangan
melalui
komunikasi
interpersonal
(proses
eksternalisasi)
3. Kegiatan
penutup
Kegiatan
Penutup
Guru
menginspirasi
siswa untuk
senantiasa
menerapkan tiga
komponen
karakter yang
baik, yaitu:
Siswa tidak
diliputi rasa
takut dalam
menyampaikan
pertanyaan
Siswa bersama
guru
menyepakati
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
150
moral knowing
(pengetahuan
tentang moral),
moral feeling
(perasaan
tentang moral),
dan moral
action
(perbuatan/tinda
kan moral),
yang diperlukan
agar mampu
memahami,
merasakan, dan
mengerjakan
nilai-nilai
kebaikan
Guru melakukan
kegiatan tindak
lanjut dalam
bentuk
pemberian tugas
Guru
menginformasik
an rencana
kegiatan
pembelajaran
untuk
pertemuan
berikutnya
tugas yang akan
dikerjakan
Siswa bersama
guru
menyepakati
rencana
kegiatan
pembelajaran
untuk
pertemuan
berikutnya
Model Pembelajaran Quantum Moral Islam yang terdiri dari tiga tahap
yaitu: pertama tahap kegiatan awal (pengenalan konteks), kedua tahap kegiatan
inti (obyektivasi, internalisasi, dan eksternalisasi), dan ketiga tahap kegiatan
penutup.
Tahap pertama adalah tahap kegiatan awal (pengenalan konteks). Pada
tahap ini guru menggiring siswa pada kegiatan pengenalan konteks dengan
melaksanakan lima hal, yaitu: pertama guru membuka pelajaran dengan salam dan
do’a, kedua guru melakukan tanya jawab tentang pengalaman nyata yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
151
dirasakan siswa, ketiga guru mengkaitkan pengalaman siswa dengan materi
pembelajaran, keempat guru menciptakan kondisi kelas yang
menyenangkan/santai dan diliputi nuansa demokratis agar terjadi proses
pembelajaran yang bermakna, dan kelima guru memberikan kebebasan kepada
siswa untuk menyampaikan gagasan dalam berpendapat dan mengkonstruksi
pengetahuan secara mandiri serta melibatkan siswa lainnya dalam menjawab
pertanyaan dari kawannya.
Tahap kedua, adalah tahap kegiatan inti dengan guru menggiring siswa
pada kegiatan obyektivasi, internalisasi, dan eksternalisasi. Dalam tahap kedua ini
guru menciptakan aktivitas belajar siswa berupa: melihat, membaca, mendengar,
atau memperhatikan tayangan. Kegiatan pembelajaran pada tahap ini dilakukan
dengan pendekatan saintifik dengan upaya mengasah dhawq, s}hadr, fu’a>d dan
lubb melalui aktivitas belajar siswa.
Tahap ketiga adalah tahap akhir, pada tahap ketiga ini guru menginspirasi
siswa untuk senantiasa menerapkan tiga komponen karakter yang baik, yaitu:
moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang
moral), dan moral action (perbuatan/tindakan moral), yang diperlukan agar
mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai kebaikan. Serta guru
melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas dan
menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.
4. Sistem Sosial Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
Adapun sistem sosial Model Pembelajaran Quantum Moral Islam, yaitu
sebagai berikut:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
152
a. Ruang kelas sebagai miniatur masyarakat
Menurut Damsar, ruang kelas bukan sekedar ruang fisik semata,
namun ia melampaui ini, yaitu mencakup juga ruang sosial dan budaya. Dalam
ruang kelas terdapat dinamika yang terjadi di dalamnya yang merupakan
gabungan dari individu-individu yang membentuk suatu kelompok sosial
yang teratur dan memiliki fungsi serta peran yang kompleks dalam
pendidikan.34
Ruang kelas merupakan miniatur dari kelompok yang lebih besar,
yaitu masyarakat. Sebab hubungan guru-siswa merupakan suatu interaksi
sosial, dimana dalam konsep persahabatan, hubungan guru-siswa
mengandung suatu tindakan timbal balik antara dua orang atau lebih melalui
suatu kontak dan komunikasi.35
b. Pendekatan interaksi
1) Guru sebagai mu’alimin
Halim dan Khairul, menyatakan bahwa umumnya konsep guru
menurut Islam boleh dijelaskan melalui pelbagai istilah seperti murabbi,
mu‘allim dan muaddib. Ketiga istilah pendidikan ini menekankan peranan
guru dalam aspek pembangunan akhlak dan diri.36
Para guru sangat dihargai dan diharapkan karena mereka bukan
saja berilmu tetapi juga harus memiliki kepribadian yang berlandaskan
34Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2015), cet. 3, 93. 35Ibid., 98. 36AB. Halim Tamuri dan Mohamad Khairul Azman Ajuhary, “Amalan Pengajaran Guru Pendidikan Islam
Berlandaskan Konsep Mu’allim”. Journal of Islam and Arabic Education, Vol. 2, No. 1 (Juli, 2010), 44.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
153
kepada nilai-nilai Islam dan harus memberikan contoh teladan yang baik
kepada siswa yang diajarinya.37
2) Guru harus memberikan perhatian kepada peserta didik
Janzarli, menjelaskan bahwa dalam proses ta’lim, seorang
mu’allim perlu memberikan perhatian terhadap kemampuan muridnya
dalam menerima ilmu dan pengajaran yang disampaikan.38
Ibnu Sina, juga berpendapat bahwa seorang guru perlu berpikiran
optimis, beragama, berakhlak, berwibawa, berpendirian tetap dan
menghargai murid. Guru perlu memberi perhatian yang mendalam kepada
aspek afektif dan bukan hanya menumpu dan mementingkan aspek
kognitif dan psikomotor saja.39
c. Struktur komunikasi
Komunikasi menjadi elemen penting dalam segala kegiatan di kelas
karena memungkinkan adanya pertukaran interaksi timbal balik antara warga
kelas. Selain itu, arti penting komunikasi dalam pencapaian tujuan belajar di
kelas adalah untuk mengkomunikasikan dan menyalurkan informasi dan
keterampilan. Konsekuensi logisnya, setiap kelas memerlukan adanya pola
alur komunikasi yang berjalan secara lancar dan efektif dari masing-masing
pihak.40
37John Mark Halstead, “Towards a Unified View of Islamic Education”, Islam and Christian Muslim
Relations, Vol. 6, No. 1 (Maret, 1995), 25. 38Riyadh Salleh Janzarli, Al-Usul al-Islamiah li al-tarbiah, (Makkah: Umm al-Qura University Press,
1991), 55. 39Ahmad Fuad Al-Ahwani, Al-Tarbiyyah fi al-Islam, (Mesir: Dar al-Ma’arif, t.th.) 40Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, 121.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
154
Dengan emosi, guru bersama siswa mengkomunikasikan apa yang
dia rasakan untuk ditanggapi secara serius, agar mendekat pada sikap dan
tindakan cinta kasih atau menjauh pada sikap dan tindakan benci agresif, atau
bahkan sekedar memberi sinyal-sinyal tertentu pada dirinya dan orang lain
yang ada di sekelilingnya. Dengan emosi pula mereka mampu memilih
tindakan yang sesuai dengan kondisi lingkungan sosial dimana mereka
berada.41
d. Pendekatan iklim sosio-emosional
Untuk menciptakan hubungan baik dengan siswa, guru perlu
menerapkan sikap-sikap yang efektif, yang termaktub dalam dua asumsi,42
sebagai berikut:
1) Iklim sosial dan emosional yang baik adalah dalam artian terdapat
hubungan interpersonal yang harmonis antara guru dengan guru, guru
dengan siswa, dan siswa dengan siswa, merupakan kondisi yang
memungkinkan berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif.
Asumsi ini mengharuskan seorang wali/guru kelas berusaha menyusun
program kelas dan pelaksanaanya yang didasari oleh hubungan manusiawi
(humanis) yang diwarnai sikap saling menghargai dan saling menghormati
antarpersonal di kelas. Setiap personal diberi kesempatan untuk ikut serta
dalam kegiatan kelas sesuai dengan kesempatan dan kemampuan masing-
masing, sehingga timbul suasana sosial dan emosional yang
41M. Darwis Hude, Emosi: Penjelajahan Religio-Pikologis Tentang Emosi Manusia di Dalam al-Qur’an,
(Jakarta: Erlangga, 2006), xiv. 42Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995),
181.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
155
menyenangkan pada setiap personal dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab masing-masing.
2) Iklim sosial emosional yang baik bergantung pada guru dalam usahanya
melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yang disadari dengan hubungan
manusiawi yang efektif. Dari asumsi ini berarti dalam pengelolaan kelas
seorang wali atau guru kelas harus berusaha mendorong guru-guru agar
mampu dan bersedia mewujudkan hubungan manusiawi yang penuh
saling pengertian, hormat-menghormati dan saling menghargai. Guru
harus didorong menjadi pelaksana yang berinisiatif dan kreatif serta selalu
terbuka pada kritik. Di samping itu, berarti guru harus mampu dan
bersedia mendengarkan pendapat, saran, gagasan, dan lain-lain dari siswa
sehingga pengelolaan kelas berlangsung dinamis.
5. Prinsip reaksi Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang menggambarkan
bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa. Dalam Model
Pembelajaran Quantum Moral Islam, peran guru adalah sebagai berikut:
a. Membangun ikatan emosional, yaitu melibatkan fungsi emosi pada kegiatan
awal pembelajaran melalui tanya jawab tentang pengalaman nyata (factual
experience) yang dirasakan atau dialami siswa.43 Dengan terciptanya kaitan
emosi antara siswa dan siswa, guru dan siswa, hasil pembelajaran akan lebih
43Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih Penting Dari IQ,
terj. T. Hermaya (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), cet. 17, 164.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
156
mendalam dan bermakna. Pembelajaran tidak sebatas pada belajar tentang dan
belajar tetapi juga bagaimana belajar menjadi.44
b. Menciptakan kondisi kelas yang menyenangkan/santai dan diliputi nuansa
demokratis, sehingga siswa bebas menyampaikan gagasan-gagasan dalam
berpendapat secara mandiri,45
c. Berperan sebagai pendamping, pembimbing, fasilitator dan motivator, bukan
menempatkan diri sebagai sumber pengetahuan utama bagi siswa,46
d. Menekankan pentingnya pendekatan saintifik untuk mencapai tujuan
pembelajaran sebagai upaya mengasah dhawq, s}hadr, fu’a>d dan lubb melalui
aktivitas qalb siswa, 47 termasuk upaya meningkatkan kuantum moral siswa,
dan
e. Menginspirasi siswa untuk senantiasa memberikan pertanyaan dan umpan
balik secara kontinyu,48 dengan harapan aktivitas menanya ini akan menjadi
kebiasaan dalam proses pembelajaran Model Pembelajaran Quantum Moral
Islam.
44Andrias Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar (On Becoming a Learner): Pemberdayaan Diri,
Transformasi Organisasi dan Masyarakat Lewat Proses Pembelajaran, (Jakarta: Kompas, 2004), cet. VII,
23. 45Bobbi Deporter, dkk. Quantum Teaching: Mempraktekkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas,
(Bandung: Kaifa, 2010), cet. 2, 31. 46Ibid., 32. 47Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, 99. 48Permendikbud No. 65 Tahun 2013, Standar Proses Pembelajaran Pendidikan Dasar, 8.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
157
6. Sistem Pendukung Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
a. Teknik-teknik Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
Adapun metode-metode pembelajaran yang dapat diadaptasikan
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam pengembangan
Model Pembelajaran Quantum Moral Islam ini antara lain sebagai berikut:
1) Metode take and give
Menurut Melvin L. Silberman, take and give secara bahasa
mempunyai arti mengambil dan memberi, maksud take and give dalam
proses pembelajaran adalah dimana siswa mengambil dan memberi
pelajaran pada siswa yang lainnya.49
Suatu mata pelajaran benar-benar dikuasai apabila peserta didik
mampu mengajarkan pada peserta lain. Mengajar teman sebaya
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari sesuatu
yang baik pada waktu yang sama saat ia menjadi narasumber bagi yang
lain.
Dalam melakukan metode take and give ini ada beberapa yang
langkah yang harus dilakukan oleh pendidik yaitu:
Siapkan kelas sebagaimana mestinya,
Jelaskan materi sesuai topik selama 15 menit,
Untuk memantapkan penguasaan peserta, tiap siswa diberi masing-
masing satu kartu untuk dipelajari (dihapal) kurang lebih 5 menit,
49Melvin L. Silberman, Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject, (Boston: Allyn and Bacon,
1996), 77.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
158
Semua siswa disuruh berdiri dan mencari pasangan untuk saling
menginformasikan materi sesuai kartu masing-masing. Tiap siswa
harus mencatat nama pasangannya pada kartu kontrol,
Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan
menerima materi masing-masing,
Untuk mengevaluasi keberhasilan, berikan siswa pertanyaan yang
sesuai dengan kartunya (kartu orang lain),
Strategi ini dapat dimodifikasikan sesuai keadaan, dan
Kesimpulan.
2) Metode examples non examples
Menurut Roestiyah, examples non examples adalah metode
pembelajaran yang mempersiapkan dan menggunakan gambar atau
diagram maupun tabel yang telah disesuaikan dengan materi bahan ajar
dan kompetensi dasar, sajian gambar ditempel atau memakai LCD/OHP,
dengan petunjuk guru siswa dapat mencermati sajian, melakukan diskusi
kelompok tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok,
bimbingan, penyimpulan, evaluasi, dan refleksi.50
Menurut Agus Suprijono, langkah-langkah metode pembelajaran
examples non examples, di antaranya:
Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Gambar-gambar yang digunakan tentunya merupakan
50Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 73.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
159
gambar yang relevan dengan materi yang dibahas sesuai dengan
Kompetensi Dasar.
Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui
LCD/OHP/In Focus. Pada tahap ini Guru dapat meminta bantuan
siswa untuk mempersiapkan gambar dan membentuk kelompok siswa.
Guru memberi petunjuk dan kesempatan kepada peserta didik untuk
memperhatikan/menganalisa gambar.
Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa
gambar tersebut dicatat pada kertas.
Tiap kelompok diberi kesempatan untuk membacakan hasil
diskusinya.
Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, guru mulai
menjelaskan materi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Guru dan peserta didik menyimpulkan materi sesuai dengan tujuan
pembelajaran.51
3) Metode poster comment
Menurut A. Fatah Yasin, metode poster comment merupakan
salah satu bagian dari strategi pembelajaran aktif atau active learning.
Metode ini sering juga disebut sebagai metode mengomentari gambar,
yakni suatu strategi yang digunakan pendidik dengan maksud mengajak
peserta didik untuk memunculkan ide apa yang terkandung dalam suatu
51Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),
125.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
160
gambar.52 Gambar tersebut tentu saja harus berkaitan dengan pencapaian
suatu kompetensi dalam pembelajaran.
Metode ini bertujuan untuk menstimulasi dan meningkatkan
kreatifitas dan mendorong penghayatan siswa terhadap suatu
permasalahan. Dalam metode ini siswa didorong untuk bisa
mengungkapkan pendapatnya secara lisan tentang gambar atau poster.
Metode ini memiliki prosedur sebagai berikut:
Pilihlah sebuah gambar atau poster yang ada kaitannya dengan topik
bahasan yang akan dibahas,
Mintalah siswa untuk mengamati terlebih dahulu gambar atau poster
tersebut,
Mintalah mereka untuk berdiskusi secara berkelompok, kemudian
mereka diminta memberikan komentar atau pendapat tentang gambar
atau poster tersebut, dan
Siswa diminta untuk memberikan solusi atau rekomendasi berkaitan
dengan gambar atau poster tersebut.
4) Metode talking stick
Metode pembelajaran talking stick berkembang dari
penelitian belajar kooperatif oleh Robert E. Slavin. Metode ini merupakan
suatu cara yang efektif untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu
mengaktifkan siswa. Dalam metode pembelajaran ini siswa dituntut
mandiri sehingga tidak bergantung pada siswa yang lainnya. Sehingga
52A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), 183.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
161
siswa harus mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan siswa
juga harus percaya diri dan yakin dalam menyelesaikan masalah.53
Suyatno, menyatakan bahwa ada beberapa langkah dari langkah
metode pembelajaran talking stick, yaitu sebagai berikut:
Guru menyiapkan sebuah tongkat.
Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan
mempelajari materi pada pegangan / paketnya.
Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, guru
mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu
guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat
tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian
besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari
guru.
Guru memberikan kesimpulan.54
b. Media-media pendukung Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
Media pembelajaran yang dapat diadaptasikan dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam pengembangan Model Pembelajaran
Quantum Moral Islam ini disesuaikan dengan kompetensi dasar, kompetensi
inti, dan tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
53Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice, (New Jersey: Prentice Hall,
1990), 55. 54Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pusaka, 2009), 124.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
162
1) Kartu kecil (flash card)
Penerapan media flash card pada pembelajaran PAI dengan
menggunakan kartu kecil yang berisi gambar, teks atau tanda simbol
menuntun siswa kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu.
Misalnya, dalam latihan memperlancar bacaan-bacaan sholat, gambar
setiap gerakan dalam sholat dibuat di atas flash card.55
2) Poster
Penerapan media poster pada pembelajaran PAI melalui gambar
kombinasi visual dari rancangan yang kuat, dengan warna, dan pesan
dapat menanamkan gagasan yang berarti di dalam ingatan peserta didik.56
3) Stick
Penerapan media stick pada pembelajaran PAI bertujuan
terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat yang diberikan dari
satu siswa kepada siswa yang lainnya pada saat guru menjelaskan materi
pelajaran dan selanjutnya mengajukan pertanyaan. Saat guru selesai
mengajukan pertanyaan, maka siswa yang sedang memegang tongkat
itulah yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Hal ini dilakukan hingga sebagian besar siswa berkesempatan
mendapat giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru.57
55Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), 119. 56Nana Sudjana, dkk, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2007), 68. 57Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009), 124.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
163
7. Dampak instruksional dan dampak pengiring Model Pembelajaran Quantum
Moral Islam
a. Dampak instruksional
Dampak pembelajaran yang diperoleh dari penerapan Model
Pembelajaran Quantum Moral Islam, yaitu sebagai berikut:
1) Kemampuan konstruksi pengetahuan
Siswa melakukan aktivitas menyampaikan gagasan dan
berinteraksi dalam sebuah sharing pengalaman nyata dengan keterlibatan
siswa lain sebagai peer learner. Dengan aktivitas semacam ini dan
dilaksanakan secara rutin, kemampuan siswa dalam konstruksi
pengetahuan secara mandiri akan meningkat.58
2) Keterampilan mengasah rasa empati
Siswa digiring pada proses pembelajaran yang menekankan
kepada pentingnya pendekatan saintifik untuk mencapai tujuan
pembelajaran sebagai upaya mengasah empati atau emosi melalui kerja
dhawq, s}hadr, fu’a>d dan lubb, qalb, termasuk upaya meningkatkan
kuantum moral siswa.59
3) Kemampuan berpikir kritis
Pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati
atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang
58Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar (On Becoming a Learner), 24. 59Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, 100.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
164
diamati (pertanyaan faktual). Dengan tujuan mengembangkan kreativitas,
rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk
pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.60
b. Dampak pengiring
Dampak pengiring yang diperoleh dari penerapan Model
Pembelajaran Quantum Moral Islam, yaitu sebagai berikut:
1) Kemandirian atau otonomi dalam belajar
Dalam proses pembelajaran Model Pembelajaran Quantum Moral
Islam, siswa tidak menerima pengetahuan secara pasif dari gurunya, tetapi
siswa berupaya mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Kondisi
semacam ini akan menumbuhkan kemandirian atau otonomi siswa dalam
belajar.61
2) Nilai moral
Pada pembelajaran terkandung nilai moral dalam aktivitas
belajar, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman dan
demokrasi dalam kegiatan pembelajaran terlihat ketika sharing
pengalaman nyata.62
60https://id.wikipedia.org/wiki/Pendekatan_saintifik (20 Februari 2016), 4. 61 Harefa, Menjadi Manusia Pembelajar (On Becoming a Learner), 24. 62 Ibid., 25.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
165
8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Model Pembelajaran Quantum Moral
Islam
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Satuan Pendidikan : SD/MI……………………………………..
Mata Pelajaran : PAI dan Budi Pekerti
Kelas / Semester : 5 /1
Materi Pokok : Cita-citaku Menjadi Anak Sa>lih
Alokasi Waktu : 8 Jam Pelajaran (4 pertemuan)
KOMPETENSI INTI
1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, empati, dan
percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar,
melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang
dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang
dijumpainya di rumah dan di sekolah
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam
karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan
dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak
mulia.
KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR
No. KOMPETENSI DASAR INDIKATOR PENCAPAIAN
KOMPETENSI
1.
2. 2.1Memiliki sikap jujur sebagai
implementasi dari
pemahaman QS. Al-Ahza>b:
23.
2.2 Memiliki perilaku hormat
dan patuh kepada orang
tua, dan guru dan sesama
anggota keluarga sebagai
implementasi dari
2.1.1Bersikap dan berperilaku jujur
2.2.1Bersikap dan berperilaku
hormat dan patuh kepada
orang tua, guru, dan sesama
anggota keluarga dalam
kehidupan sehari-hari.
2.5.1 Bersikap menghargai
pendapat dalam kehidupan
sehari-hari.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
166
pemahaman QS. Al-
Baqarah: 83.
2.5Memiliki sikap menghargai
pendapat sebagai
implementasi dari
pemahaman QS. Az-
Zumar: 18.
3.
4. 4.6 Mencontohkan sikap
menghargai pendapat
sebagai implementasi dari
pemahaman QS. Az-Zumar:
18.
4.6.1 Mencontohkan sikap
menghargai pendapat orang
lain
MATERI PEMBELAJARAN
Cita-citaku Menjadi Anak Sa>lih
1. Anak Sa>lih
2. Orang Jujur Disayang Allah
3. Hormat dan Patuh kepada Orang tua dan Guru
4. Indahnya Saling Menghargai
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
No. Kegiatan Waktu
1. Pendahuluan
Pengenalan Konteks
Pada tahap ini pembelajaran dimulai dengan:
Guru membuka kegiatan pembelajaran
dengan salam dan do’a
Guru mengajukan pertanyaan terkait
pengalaman dan kehidupan nyata yang
dialami siswa: tentang anak sa>lih, perilaku
jujur, hormat pada orang tua dan guru serta
menghargai pendapat orang lain;
Guru mengaitkan materi pembelajaran yang
sudah ataupun yang akan dikaji dengan
pengalaman dan kehidupan nyata yang
dialami siswa.
10 menit
2. Kegiatan Inti
Pertemuan ke 1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
167
No. Kegiatan Waktu
Anak sālih
Obyektivasi
Dalam kegiatan obyektivasi, guru:
Membaca materi tentang Anak Sālih
sebagaimana terdapat pada buku teks;
Siswa diberikan satu kartu untuk dipelajari
(dihapal) selama 5 menit tentang contoh
ciri-ciri Anak Sālih;
Internalisasi
Dalam kegiatan internalisasi, guru:
Meminta semua siswa berdiri dan mencari
teman pasangan untuk saling
menginformasikan materi tentang Anak
Sālih yang telah diterimanya. Tiap siswa
harus mencatat nama teman pasangannya
pada kartu yang sudah diberikan;
Demikian seterusnya sampai semua siswa
dapat saling memberi dan menerima materi
masing-masing tentang Anak Sālih;
Guru memberikan siswa pertanyaan yang
tidak sesuai dengan kartunya (kartu orang
lain).
Eksternalisasi
Dalam kegiatan eksternalisasi, guru:
Melaksanakan refleksi dengan
menginspirasi peserta didik untuk
senantiasa mencotohi perilaku anak sha>lih.
50 menit
3. Pertemuan ke 2
Orang Jujur Disayang Allah
Obyektivasi
Dalam kegiatan obyektivasi, guru:
Menempelkan gambar di papan atau
ditayangkan melalui OHP yang berkaitan
dengan perilaku jujur;
Memberi petunjuk dan memberi
kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan gambar tentang perilaku
kontradiktif yang berkaitan dengan perilaku
jujur;
Melalui kegiatan mengomentari gambar
secara berkelompok, kemudian mencatat
hasil di kertas;
Internalisasi
Dalam kegiatan internalisasi, guru:
50 menit
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
168
No. Kegiatan Waktu
Memberi kesempatan kepada tiap siswa
untuk membacakan hasil kerja
kelompoknya;
Mulai dari komentar/hasil kerja kelompok
siswa, guru mulai menjelaskan materi
tentang perilaku jujur sesuai tujuan yang
ingin dicapai.
Eksternalisasi
Dalam kegiatan eksternalisasi, guru:
Melaksanakan refleksi dengan
menginspirasi peserta didik untuk
senantiasa berperilaku jujur.
4. Pertemuan ke 3
Hormat dan Patuh kepada Orang tua dan Guru
Obyektivasi
Dalam kegiatan obyektivasi, siswa:
Diminta memperhatikan gambar atau
poster tentang sikap hormat dan patuh
kepada orang tua dan guru;
Memberikan komentar tentang perilaku
kontradiktif yang berkaitan dengan sikap
hormat dan patuh kepada orang tua dan guru;
Internalisasi
Dalam kegiatan internalisasi, guru:
Melibatkan siswa lainnya untuk
mengomentari tentang perilaku kontradikti;
Eksternalisasi
Dalam kegiatan eksternalisasi, guru:
Melaksanakan refleksi dengan
menginspirasi peserta didik untuk
senantiasa hormat dan patuh kepada orang
tua dan guru.
50 menit
5. Pertemuan ke 4
Indahnya Saling Menghargai
Obyektivasi
Dalam kegiatan obyektivasi, guru:
Menyampaikan materi pokok yang
berkaitan dengan menghargai pendapat
orang lain, kemudian memberikan
kesempatan para siswa untuk membaca dan
mempelajari materi pelajaran tentang
menghargai pendapat orang lain;
50 menit
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
169
No. Kegiatan Waktu
Siswa mengidentifikasi perilaku
kontradiktif dalam wacana yang berkaitan
dengan menghargai pendapat orang lain;
Setelah siswa selesai membaca materi
pelajaran dan mempelajari isinya, guru
mempersilahkan siswa untuk menutup isi
bacaan;
Internalisasi
Dalam kegiatan internalisasi, guru:
Mengambil tongkat dan memberikan
kepada salah satu siswa, setelah itu guru
memberi pertanyaan tentang perilaku
kontradiktif dan siswa yang memegang
tongkat tersebut harus menjawabnya,
demikian seterusnya sampai sebagian besar
siswa mendapat bagian untuk menjawab
setiap pertanyaan dari guru;
Siswa lain boleh membantu menjawab
pertanyaan jika temannya tidak bisa
menjawab pertanyaan;
Eksternalisasi
Dalam kegiatan eksternalisasi, guru:
Melaksanakan refleksi dengan
menginspirasi peserta didik untuk
senantiasa berperilaku menghargai orang
lain.
6. Penutup
a. Menginspirasi siswa untuk senantiasa
menerapkan komponen karakter yang baik;
b. Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pemberian tugas;
c. Menyampaikan rencana pembelajaran pada per-
temuan berikutnya.
10 menit
MODEL PEMBELAJARAN
Pendekatan : Pendekatan Saintifik (Scientific Approach)
Model : Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
Metode : - Take and Give,
- Example Non Example,
- Poster Comment
- Talking Stick
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
170
MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN 1. Media Pembelajaran
a. Kartu dengan ukuran 10 x 15 cm
b. Gambar / OHP
c. llustrasi poster / gambar
2. Sumber Belajar
Buku PAI dan Budi Pekerti PAI Kls V SD, Kemendikbud Jakarta, 2014,
Hal. 22-23
Mengetahui,
Kepala Sekolah
NIP
Surabaya, …………..2016
Guru Kelas/Mata Pelajaran
NIP
C. Efektivitas Model Pembelajaran Quantum Moral Islam Pada Mata Pelajaran
PAI Sekolah Dasar di Kecamatan Wonocolo Surabaya
Dari hasil implementasi Model Pembelajaran Quantum Moral Islam pada
Mata pelajaran PAI Sekolah Dasar di Kecamatan Wonocolo Surabaya menunjukkan
adanya keefektifan, ditunjukan dari hasil analisis berikut:
a. Efektivitas Model Pembelajaran Quantum Moral Islam respon pengguna/guru
Mengenai Keefektifan Model Pembelajaran Quantum Moral Islam yang
diimplementasikan pada pembelajaran PAI di 4 Sekolah Dasar yang menjadi SD
Kelompok Eksperimen (SD-KE), dengan jumlah 4 responden yang menggunakan
model tersebut, mempunyai skor teoretik antara 3 sampai 4. Sedangkan skor
empirik menyebar dari skor terendah 14 sampai dengan skor tertinggi 16, dengan
skor total yaitu 239, rata-rata 59,75. Interval penilaian 3,7. Dengan demikian skor
keseluruhan menunjukkan bahwa Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
respon pengguna/guru “Sangat Efektif”.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
171
b. Efektivitas Model Pembelajaran Quantum Moral Islam respon peserta didik
Mengenai Keefektifan Model Pembelajaran Quantum Moral Islam yang
diimplementasikan pada mata pelajaran PAI kelas 5 SD, dengan jumlah
responden yang menerima pembelajaran dengan model tersebut 40 orang siswa,
mempunyai skor teoretik 4. Sedangkan skor empirik menyebar dari skor terendah
130 sampai dengan skor tertinggi 149, dengan skor total yaitu 1386, rata-rata 95,2.
Interval penilaian 4. Dengan demikian skor keseluruhan menunjukkan bahwa
Model Pembelajaran Quantum Moral Islam menurut respon peserta didik “Sangat
Efektif”.
Distribusi frekuensi keefektifan Model Pembelajaran Quantum Moral
Islam menurut respon peserta didik, dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 5.2
Frekuensi keefektifan Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
menurut respon peserta didik
Frequenci Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Efektif
Sangat efektif
Total
7
33
40
16,7
78,6
95,2
17,5
82,5
100,0
17,5
100,0
c. Evaluasi kuantum moral peserta didik
Mengenai hasil evaluasi kuantum moral peserta didik akibat dari
pengaruh penerapan Model Pembelajaran Quantum Moral Islam terhadap 40
responden, mempunyai skor teoretik 3 sampai 4. Sedangkan skor empirik
menyebar dari skor terendah 123 sampai dengan skor tertinggi 145, dengan skor
total yaitu 2614, rata-rata 84,3. Interval penilaian 3,8. Dengan demikian skor
keseluruhan menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan “Sangat
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
172
Sesuai” dengan komponen karakter yang baik: a) moral knowing, b) moral
feeling, dan c) moral action.
Distribusi frekuensi kuantum moral peserta didik, dijelaskan pada tabel
berikut:
Tabel 5.3
Kuantum moral peserta didik
Frequenci Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Tidak sesuai
Sesuai
Sangat sesuai
Total
1
19
20
40
2,5
47,5
50,0
100,0
2,5
47,5
50,0
100,0
2,5
50,0
100,0
d. Uji coba kelas perlakuan dan kelas kontrol
Berdasarkan data analisis nilai posttest kelas perlakuan dan kelas kontrol,
dengan jumlah pertanyaan sebanyak 10 butir instrumen dengan penggunaan skala
pilihan jawaban skala empat (4 opsion), mempunyai skor teoretik antara 10
sampai 100. Sedangkan skor empirik menyebar dari skor terendah 40 sampai
dengan skor tertinggi 100, dengan skor keseluruhan antara kelas perlakuan dengan
kelas kontrol dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Nilai rata-rata mean kelas perlakuan yaitu x1 = 78.50. Sedangkan kelas
Kontrol yaitu x2 = 60.50
2. Nilai rata-rata Std. Deviation kelas perlakuan yaitu ˢ1 = 13.502. Sedangkan
kelas Kontrol yaitu ˢ2 = 12.184
3. Nilai rata-rata Chi square kelas perlakuan yaitu 1.250. Sedangkan kelas
Kontrol yaitu 6.500
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
173
4. Nilai rata-rata Asymp.Sig kelas perlakuan yaitu 0.870. Sedangkan kelas
Kontrol yaitu 0.165
Kelas perlakuan yang dibandingkan dengan kelas kontrol di atas
bertujuan untuk mendapatkan hasil beda, yang membuktikan bahwa produk
Model Pembelajaran Quantum Moral Islam ini lebih “Efektif” jika dibandingan
model konvensional.
D. Keunggulan dan Keterbatasan Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
pada Mata Pelajaran PAI Sekolah Dasar di Kecamatan Wonocolo Surabaya
a. Keunggulan Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
Pada saat penerapan Model Pembelajaran Quantum Moral Islam di
lapangan terhadap 4 orang guru sebagai pengguna yang telah dipilih menjadi
sampel penelitian di 4 SD Kelompok Eksperimen (SD-KE): yakni SDN
Margorejo I/403, SDN Jemur Wonosari I/417, SD Kyai Ibrahim Surabaya dan SD
Al-Azhar Syifa Budi Surabaya, diperoleh keunggulan Model Pembelajaran
Quantum Moral Islam sebagai berikut:
a. Membangun ikatan emosional antara guru dengan siswa
Keempat responden guru setuju bahwa dalam penerapan sintaks
Model Pembelajaran Quantum Moral Islam pada pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) terbangun ikatan emosional antara responden guru dengan
siswa, hal itu terlihat pada tahap pengenalan konteks, dimana guru mengaitkan
materi pembelajaran dengan pengalaman nyata yang dialami siswa.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
174
b. Memberikan motivasi kepada siswa, sehingga siswa merasa senang dan
bergairah untuk menerima pembelajaran
Metode pembelajaran (take and give, examples non examples, poster
comment dan talking stick), serta media pembelajaran (flash card, poster dan
stick) yang digunakan dalam Model Pembelajaran Quantum Moral Islam pada
mata pelajaran PAI, efektif memberikan motivasi belajar kepada siswa, hal itu
terlihat ketika proses pembelajaran berlangsung di 4 SD Kelompok Esperimen
(SD-KE), siswa terlihat senang, antusias, berpatisipasi aktif dalam menerima
pembelajaran PAI yang menggunakan model yang dimaksud.
c. Menanamkan nilai moral kepada siswa
Proses penanaman nilai moral kepada 40 responden siswa terjadi
pada tahap kedua sintaks Model Pembelajaran Quantum Moral Islam dimana
guru menggiring siswa kepada proses obyektivasi, internalisasi, dan
mengeksternalisasi nilai moral yang didapatkan dari kegiatan pembelajaran.
2. Keterbatasan Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
Selain memiliki keunggulan, Model Pembelajaran Quantum Moral Islam
juga memiliki keterbatasan sebagai berikut:
a. Sulit melakukan kontrol karena banyak faktor yang mempengaruhi
perkembangan sikap siswa
Guru-guru yang menggunakan Model Pembelajaran Quantum Moral
Islam cukup kesulitan melakukan penilaian terhadap domain afektif siswa, ini
diakibatkan karena 2 hal: pertama, mereka hanya terbiasa menilai domain
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
175
kognitif siswa, dan kedua, menurut mereka selain faktor guru perkembangan
moral ditentukan juga oleh faktor lain terutama faktor lingkungan.
b. Keberhasilan penanaman moral tidak bisa dievaluasi segera
Guru-guru yang menerapkan Model Pembelajaran Quantum Moral
Islam pada mata pelajaran PAI, cukup kesulitan mengidentifikasi keberhasilan
penanaman moral siswa karena hasil dapat dilihat pada rentang waktu yang
cukup panjang.