13
58 BAB V KONSEP PERANCANGAN 5.1 Konsep Perancangan 5.1.1 Konsep Makro Karawitan Community House & Homestay sebagai sarana pertukaran budaya dengan menekankan prinsip arsitektur vernakular yang ramah lingkungan Tujuan utama dari perancangan Karawitan Community House & Homestay ini adalah menjadikannya sebagai area pusat beraktivitas warga desa. Warga desa diharapkan mau menghabiskan waktunya untuk berkumpul, berdiskusi dan bermain bersama di Community House daripada di rumah masing-masing. Aktivitas kelompok-kelompok seni lokal, terutama kelompok seni Karawitan juga akan dipusatkan di sini. Mereka dapat berlatih, tampil, dan mengajarkan ilmunya kepada warga dan tamu-tamu wisata yang berkunjung. Dengan lokasinya yang berada di salah satu desa wisata bernama Desa Kebonagung, fungsi bangunan juga perlu diarahkan untuk memenuhi kepentingan wisata. Sebuah Homestay disediakan sebagai hunian dan tempat beristirahat para tamu yang berlibur ke desa Kebonagung ini. Metode Homestay dipilih karena output disain diharapkan mampu mendekatkan tamu/turis dengan warga dan pemilik bangunan. Fungsi Homestay dan Community House yang saling mendukung tentu akan sangat baik jika diintegrasikan di dalam satu kawasan, sehingga selain warga bisa berkumpul bersama, warga juga dapat berinteraksi dengan turis-turis yang datang ke desa ini. Diagram 5.1 Diagram Konsep Makro Sumber : Analisis Pribadi

BAB V KONSEP PERANCANGAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113610/potongan/S1-2013... · kumpulan rumah-rumah penduduk yang ... selalu berlimpah di Indonesia

  • Upload
    vandiep

  • View
    223

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

58

BAB V

KONSEP PERANCANGAN

5.1 Konsep Perancangan

5.1.1 Konsep Makro

Karawitan Community House & Homestay sebagai sarana pertukaran budaya

dengan menekankan prinsip arsitektur vernakular yang ramah lingkungan

Tujuan utama dari perancangan Karawitan Community House & Homestay ini

adalah menjadikannya sebagai area pusat beraktivitas warga desa. Warga desa

diharapkan mau menghabiskan waktunya untuk berkumpul, berdiskusi dan bermain

bersama di Community House daripada di rumah masing-masing. Aktivitas

kelompok-kelompok seni lokal, terutama kelompok seni Karawitan juga akan

dipusatkan di sini. Mereka dapat berlatih, tampil, dan mengajarkan ilmunya kepada

warga dan tamu-tamu wisata yang berkunjung.

Dengan lokasinya yang berada di salah satu desa wisata bernama Desa

Kebonagung, fungsi bangunan juga perlu diarahkan untuk memenuhi kepentingan

wisata. Sebuah Homestay disediakan sebagai hunian dan tempat beristirahat para

tamu yang berlibur ke desa Kebonagung ini. Metode Homestay dipilih karena output

disain diharapkan mampu mendekatkan tamu/turis dengan warga dan pemilik

bangunan. Fungsi Homestay dan Community House yang saling mendukung tentu

akan sangat baik jika diintegrasikan di dalam satu kawasan, sehingga selain warga

bisa berkumpul bersama, warga juga dapat berinteraksi dengan turis-turis yang

datang ke desa ini.

Diagram 5.1 Diagram Konsep Makro

Sumber : Analisis Pribadi

59

5.1.2 Konsep Mikro

Penekanan prinsip arsitektur vernakular diterapkan karena adanya keinginan

untuk menciptakan bangunan yang mampu berbaur dengan lingkungannya. Konotasi

berbaur yang dimaksud di sini adalah bahwa disain tidak akan terlihat asing di

lingkungannya namun justru mampu berkomunikasi dengan bangunan yang

mengelilinginya. Hal ini dilakukan dengan cara memanfaatkan material lokal,

menggunakan teknik pembangunan tradisional dan mengikuti bentuk dari bangunan-

bangunan yang ada.

Dengan kondisi iklim Desa Kebonagung yang tropis, diterapkan gaya

arsitektur tropis agar disain mampu merespon cuaca dan iklim di sekitarnya.

Pemaksimalan passive ventilation(ventilasi pasif) sebagai sistem penghawaan

bangunan berguna untuk memaksimalkan penghawaan alami dari luar menuju ke

dalam bangunan. Vegetasi yang mengelilingi massa juga bisa berperan sebagai

penyaring hawa panas yang masuk ke dalam bangunan agar nantinya udara akan

terasa sejuk jika sudah masuk ke dalam bangunan.

5.2 Konsep Filosofis

Pandangan beberapa arsitek masa kini dalam merespon alam sebagai

konteks disain masih keliru. Disain yang dihasilkan seolah-olah memisahkan diri dari

Diagram 5.2 Diagram Konsep Mikro

Sumber : Analisis Pribadi

60

lingkungannya. Para pengguna bangunan terkesan diisolasikan dari dunia luar

sehingga mereka tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.

Bangunan-bangunan seperti ini pada ujungnya akan boros energi dan tidak ramah

lingkungan. Prinsip ini seharusnya diubah karena arsitektur bukanlah sebuah dinding

pembatas namun justru menjadi sebuah tali penghubung antara manusia dengan

alam. Hal ini dilakukan karena manusia dan alam memiliki hubungan simbiosis

mutualisme yang tidak mungkin untuk dipisahkan

5.3 Konsep Pengembangan

5.3.1 Konsep Bentuk & Ruang

Dengan kondisi eksisting tapak berupa sawah, massa yang dikembangkan

akan dibuat lebih tinggi dari level tanah dan menggunakan sistem panggung. Hal ini

bertujuan untuk mencegah air naik ke permukaan lantai dan memberi pengalaman

ruang yang lebih terbuka dengan lingkungannya

Kemudian, dalam merespon kondisi tapak yang berada di tengah-tengah

pemukiman, massa yang dikembangkan bukan berupa massa solid yang besar,

melainkan massa-massa kecil yang terpecah-pecah dengan fungsi yang berbeda-

Diagram 5.3 Skema Prinsip yang Tidak Benar

Sumber : Analisis Pribadi

Diagram 5.4 Skema Prinsip yang Benar

Sumber : Analisis Pribadi

61

beda pula. Hal ini bertujuan agar keluaran disain tidak terlihat kontras dengan

lingkungannya tapi justru mengikuti pola bangunan setempat dan terlihat seperti

kumpulan rumah-rumah penduduk yang saling berkomunikasi.

Gambar 5.1 Ide Gubahan Bentuk Massa

Sumber : Analisis Pribadi

Gambar 5.2 Referensi Bentuk & Ruang

Sumber : http://www.archdaily.com/415838/bes-pavilion-h-and-p-architects/

62

Selain dari ide yang diciptakan dengan merespon lingkungan, karakteristik

Rumah Tradisional Jawa juga mempengaruhi bentuk dan ruang yang akan

dihasilkan. Susunan Kepala Badan dan Kaki merupakan salah satu prinsip yang

diterapkan dalam menentukan gubahan massa.

5.3.2 Konsep Tata Ruang

Konsep tata ruang yang dihasilkan di dalam tapak akan dipengaruhi oleh 3

pengguna utama bangunan, yaitu; masyarakat, wisatawan, dan kelompok Seni

Karawitan. Walaupun 3 tipe pengguna ini memiliki kebutuhan ruang yang berbeda-

beda, aktivitas mereka harus dapat diikat ke dalam satu fungsi ruang. Ruang

Gambar 5.3 Thon-mun Community House

Sumber : http://architizer.com/projects/thon-mun-community-centre/#.VuboDqUj_fg.pinterest

Gambar 5.4 Prinsip Kepala, Badan dan kaki

Sumber : Revitalisasi Kawasan Pusaka Kotagede: Pedoman Pelestarian Bagi Pemilik Rumah, p.47

63

komunal utama yang berada di tengah-tengah tapak merupakan ruang serbaguna

yang bersifat fleksibel, di mana sewaktu-waktu bisa digunakan untuk berkumpul,

melaksanakan pertunjukan kesenian, ataupun saat tidak digunakan, ruang ini bisa

dipakai untuk sekedar menongkrong. Fungsi Homestay yang bersifat cukup privat

akan diletakkan di bagian utara tapak agar tidak bisa diakses oleh khalayak umum.

5.3.3 Konsep Program Ruang

Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, program ruang dihasilkan

berdasarkan zonasi pengguna utama bangunan, yaitu masyarakat, wisatawan, dan

kelompok Seni Karawitan. Zonasi dan kebutuhan ruang yang dihasilkan akan

ditampilkan pada diagram berikut.

Gambar 5.5 Konsep Zonasi

Sumber : Analisis Pribadi

64

No Jenis

Ruang

Kebutuhan Ruang Kapasitas Kebutuha

n Luas

Minimum

Total

1 Akses

umum

Ruang Diskusi Anak-

anak

20 orang 3 m2 60 m2

Dewasa/

Umum

40 orang 3 m2 80 m2

Panggung

Terbuka

50 orang 3 m2 150 m2

Kafetaria 20 orang 2 m2 40 m2

Ruang Tamu 5 orang 3 m2 15 m2

Ruang

Informasi/Touri

st Information

Centre

1 unit 8 m2 8 m2

Total 353 m2

Sirkulasi 70 m2

Total Area 423 m2

2 Akses

Homestay

Tamu Kamar

Tidur

20 orang 2 m2 40 m2

Kamar

Mandi

3 unit 4 m2 12 m2

Ruang

Tamu

5 orang 3 m2 15 m2

Pemilik Kamar

Tidur

Utama

2 orang 3 m2 6 m2

Kamar

Mandi

Utama

1 unit 6 m2 6 m2

65

Ruang

Keluarga

4 orang 2 m2 8 m2

Total 87 m2

Sirkulasi 17 m2

Total Area 104 m2

3 Pengelola

&

Kelompok

Seni

Ruang

Pengelola &

Arsip

1 unit 8 m2 8 m2

Kooperasi

Desa

1 unit 8 m2 8 m2

Ruang Latihan 1 unit 15 m2 15 m2

Gudang

Peralatan

1 unit 10 m2 10 m2

Total 41 m2

Sirkulasi 8 m2

Total Area 49 m2

4 Servis Toilet 2 unit 4 m2 8 m2

Gudang 1 unit 10 m2 10 m2

Pantry & Dapur 1 unit 8 m2 8 m2

Total 26 m2

Sirkulasi 5 m2

Total Area 31 m2

TOTAL AREA BANGUNAN 607 m2

LUAS LANSEKAP : 4173 m2

LUAS SITE : 4780 m2

KDB : 12, 6%

Tabel 5.1 Tabel Organisasi Ruang

Sumber : Analisis Pribadi

66

5.3.4 Konsep Material

Penekanan prinsip arsitektur vernakular juga akan berpengaruh pada

pemilihan material yang digunakan sebagai komponen bangunan. Material yang

digunakan adalah material lokal yang ramah lingkungan dan tidak menimbukan

dampak buruk terhadap lingkungannya. Sebagai komponen struktur, kayu kelapa

dipilih karena kekuatannya yang sudah teruji dan banyak ditemukan di daerah

Bantul. Kemudian pada bagian fasad dan interior bangunan digunakan material

roster tanah liat yang juga mudah ditemukan di kawasan Imogiri. Pemilihan bambu

sebagai elemen struktur dan material fasad juga dilakukan karena jumlahnya yang

selalu berlimpah di Indonesia membuatnya sangat mudah didapat dan tidak merusak

lingkungan.

Tidak hanya menggunakan material alami lokal sekitar, material bangunan

konvensional seperti beton, batu-bata, dan genteng juga akan digunakan agar disain

yang dihasilkan dapat tampil berbeda namun tetap menyatu dengan bangunan di

sekitarnya

Gambar 5.6 : Material yang digunakan

Sumber : Analisis Pribadi

67

5.3.5 Konsep Sirkulasi

Sirkulasi yang digunakan menggunakan sistem radial untuk menghubungi

massa-massa yang ada di dalam tapak. Sirkulasi akan mengelilingi massa-massa

dari bagian luar namun juga membentuk koridor-koridor penghubung antar massa

agar tercipta koneksi antar ruang. Untuk fungsi ruang yang bersifat lebih privat,

seperti rumah pemilik dan homestay akan diletakkan di bagian utara tapak agar lebih

sulit untuk diakses para warga desa.

Sedangkan dari sisi luar tapak akan direncanakan sebuah sirkulasi yang

berusaha untuk mengundang para petani yang bekerja di ladang untuk datang ke

tempat ini. Pendopo-pendopo kecil di sisi terluar tapak akan diletakkan agar para

petani yang bekerja di ladang mau memanfaatkan tempat ini untuk berisitrahat.

Dengan menciptakan keterbukaan terhadap lingkungan luar, disain diharap mampu

mengundang para warga desa untuk masuk ke dalamnya.

5.3.6 Konsep Lansekap

Disain lansekap diharapkan mampu mempertahankan kondisi eksisting alam

dan tidak melakukan banyak perubahan di dalamnya. Hal ini dilakukan karena

adanya keinginan untuk menjaga dan memelihara alam. Penimbunan sawah akan

sangat diminimalisasikan agar tidak merusak citra suasana pertanian. Massa-massa

yang dibentuk juga tidak akan mendominasi lingkungannya, namun justru

Gambar 5.7: Kiri : Sirkulasi Masyarakat Desa, Kanan : Sirkulasi Tamu yang menginap

Sumber : Analisis Pribadi

68

memanfaatkan alam sebagai elemen pendukung disain. Penambahan Vegetasi dan

memasukkan ladang sawah ke dalam tapak bertujuan untuk mendekatkan manusia

dengan lingkungannya. Alam akan dijadikan sebagai latar, dan bangunan akan

dijadikan sebagai objek utama.

5.3.7 Konsep Sistem Struktur

Kombinasi penggunaan material organik dan material buatan di dalam

bangunan harus menggunakan teknik khusus agar terbentuk ikatan struktur yang

stabil. Material organik seperti bambu akan diikat dengan metode rajut, dan material

buatan seperti beton akan tetap dipasang menggunakan metode konvensional.

Teknik-teknik sambungan struktur juga akan menggunakan teknik sambungan lokal

sehingga warga dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Selain dari pemilihan material organik dan anorganik, sistem struktur juga

mengadaptasi bentuk struktur arsitektur tradisional jawa. Dengan lokasi bangunan

berada di daerah Yogyakarta yang kental dengan adat Jawa, nilai vernakular juga

dapat diangkat dengan menerapkan prinsip sistem struktur bangunan Joglo.

Bangunan Joglo yang khas dengan struktur Tumpangsari akan menjadi bagian dari

keseluruhan sistem struktur yang akan digunakan terhadap berbagai massa

bangunan yang berada di tapak.

Gambar 5.8 Referensi Struktur

Sumber : http://www.archdaily.com/774826/hay-hay-restaurant-and-bar-vo-trong-nghia-

architects?ad_medium=widget&ad_name=more-from-office-article-show

69

5.3.8 Konsep Sistem Penghawaan dan Pencahayaan

Dengan keinginan untuk menciptakan bangunan yang ramah lingkungan,

disain diharapkan mampu meminimalisir dampak buruk yang dihasilkan oleh

bangunan itu sendiri. Energi listrik diusahakan untuk dikurangi penggunaannya di

siang hari sehingga bangunan tidak boros energi. Penggunaan ventilasi pasif

tentunya sangat menghemat energi yang dikeluarkan bangunan karena sistem

penghawaan dan pencahayaan akan dimaksimalkan melalui potensi alam yang ada

di sekitar lokasi. Alat pendingin ruangan (Air Conditioning) juga diusahakan untuk

tidak digunakan, karena selain menambah biaya pembangunan, penggunaan AC

tidak baik untuk menjaga keberlangsungan lingkungan (sustainability)

.

Gambar 5.9 Thnoun School

http://architizer.com/projects/thnouh-school/media/1350512/

Gambar 5.10 Thnoun School

http://architizer.com/projects/thnouh-school/media/1350512/

70

Sistem penghawaan alami yang diterapkan juga diadaptasi dari sistem

pengudaraan alami rumah-rumah tradisional Jawa. Beberapa faktor yang

mempengaruhi Penghawaan dan pencahayaan di antaranya:

1. Penggunaan bahan bangunan alami pada beberapa bagan struktur,

seperti penggunaan bambu ataupun kayu.

2. Keberadaan Vegetasi serta ruang-ruang terbuka antar bangunan

3. Tritisan, selain memberi perlindungan terhadap air hujan juga memberi

perlindungan terhadap sinar matahari.

Gambar 5.11 Penghawaan Alami Pada Rumah Tradisional Jawa

Sumber : Revitalisasi Kawasan Pusaka Kotagede: Pedoman Pelestarian Bagi Pemilik Rumah, p.47