Upload
vuongnga
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Permasalahan
Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki
beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya.
Salah satunya adalah adat budaya Batak Sumatra Utara. Adat budaya Batak ini
juga masih dikategorikan sebagai Batak Karo, Toba, Simalungun, Pakpak,
Mandailing, dan Angkola. Kebudayaan masyarakat Batak Toba meliputi:
kesenian, adat istiadat yang di dalamnya terdapat upacara adat. Nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam kebudayaan tersebut pada akhirnya menjadikan
kebudayaan itu terus berkembang, namun tetap dilaksanakan dan dilestarikan.
Kehidupan adalah suatu proses dalam menjalani beberapa tahapan peristiwa,
dimulai dengan peristiwa kelahiran dan diakhiri dengan peristiwa kematian.
Setiap peristiwa biasanya membutuhkan proses perayaan yang dikenal dengan
istilah upacara. Upacara menjadi bagian yang dianggap penting dalam
perkembangan kehidupan manusia dari suatu keadaan menuju keadaan yang lain.
Hal inilah yang kemudian menjadi suatu landasan mengapa manusia memiliki
peran sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia membutuhkan
orang lain untuk mampu melewati setiap peristiwa dalam kehidupannya, termasuk
dalam peristiwa pernikahan.
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
Upacara pernikahan pada umumnya akan dijumpai dalam kehidupan orang
yang berlainan jenis, yakni kehidupan bersama guna mewujudkan rumah tangga
sebagai suami-istri demi meneruskan keturunan. Pelaksanaan upacara pernikahan
biasanya harus berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak yang ingin
membina rumah tangga baru. Bukan hanya antara keduanya, tetapi juga akan
melibatkan keluarga dari keduanya.
Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting walaupun tidak menjadi
suatu keharusan bagi setiap individu. Pernikahan bagi masyarakat yang berbudaya
tidak hanya sekedar meneruskan naluri para leluhur secara terus-menerus untuk
membentuk suatu keluarga dalam ikatan resmi antara laki-laki dan perempuan,
tetapi juga memiliki arti yang sangat luas bagi kepentingan manusia itu sendiri
serta lingkungannya. Upacara pernikahan memiliki ragam dan variasi antar
bangsa, suku satu dengan yang lain dalam suatu bangsa, agama, budaya, maupun
kelas sosial. Namun, pengesahan secara hukum suatu pernikahan hanya akan
terjadi ketika dokumentasi tertulis yang mencatat pernikahan ditandatangani.
Undang-undang pernikahan Indonesia tahun 1974 menyebutkan bahwa
pernikahan adalah ikatan lahir dan batin seorang laki-laki dan perempuan sebagai
suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga dan rumah tangga yang
berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Wikipedia, 2013).
Adat dan upacara pernikahan pada dasarnya akan tetap ada dalam
masyarakat berbudaya, walau dalam batas ruang dan waku akan senantiasa
mengalami perubahan. Akan tetapi, perubahan tersebut akan selalu menjadi unsur
budaya yang dihayati terus-menerus, karena adat dan upacara pernikahan
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
mengatur dan mengukuhkan suatu bentuk hubungan antar manusia yang berlainan
jenis dalam masyarakat.
Pernikahan Adat memiliki tata cara yang telah ada dan disepakati dalam
masyarakat. Tata cara yang telah disepakati tentu memiliki makna dan nilai-nilai
tertentu sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Masyarakat Batak misalnya, terdiri dari berbagai macam sub-suku yang
berdomisili di wilayah Sumatra Utara jika dilihat menurut tanah kelahirannya, di
antaranya Toba, Karo, Mandailing-Angkola, Simalungun, Pakpak, Samosir,
Humbang, dan Padang Lawas. Secara umum etnis Batak lebih dikenal dengan 4
(empat) sub-suku yakni Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Mandailing, dan
Batak Karo. Setiap adat dari masing-masing sub-suku tidak semua sama, sebab
setiap sub-suku tersebut memiliki tata cara, bahasa, bahkan lagu yang berbeda,
termasuk perbedaan tata cara pernikahan Adat (Wikipedia, 2013).
Pernikahan Adat dalam masyarakat Batak Toba adalah salah satu mata
rantai kehidupan yang tata pelaksanaanya melalui hukum-hukum adat yang sudah
melekat dari dulu hingga saat ini dan hal tersebut berasal dari para leluhur
masyarakat Batak Toba. Pernikahan Adat Batak Toba mengandung nilai sakral,
yang disertai dengan perlengkapannya. Kesakralan pernikahan Adat Batak Toba
terlihat ketika adanya pengorbanan bagi parboru (pihak mempelai perempuan),
karena pihak mempelai perempuan berkorban memberikan satu nyawa manusia
yakni anak perempuannya kepada pihak paranak (pihak mempelai laki-laki).
Balasannya, kemudian pihak laki-laki juga harus menghargai besannya dengan
mengorbankan atau mempersembahkan satu nyawa juga yakni seekor hewan (sapi
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
atau kerbau), yang nantinya akan dijadikan santapan (makanan adat) dalam ulaon
unjuk-unjuk atau adat pernikahan tersebut. Bukti bahwa makanan tersebut adalah
hewan yang dikorbankan secara utuh, maka pihak laki-laki harus menyerahkan
bagian-bagian tertentu dari hewan tersebut (kepala, leher, rusuk melingkar,
pangkal paha, bagian bokong dengan ekor yang masih melekat, hati, jantung, dll)
(Vergouwen, 2004: 229).
Salah satu rangkaian dalam upacara pernikahan Adat Batak Toba
dinamakan Mangulosi atau dalam bahasa Indonesia berarti “Memberikan Ulos”.
Mangulosi berarti memberikan Ulos kepada pengantin dan pihak keluarga
pengantin laki-laki oleh pihak keluarga pengantin perempuan. Ulos dalam
upacara Pernikahan Adat Batak Toba merupakan perlengkapan yang wajib ada
dan Mangulosi adalah bagian penting pelaksanaan Upacara Adat Pernikahan
Batak Toba (Sihombing, 2000: 43).
”Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang melambangkan
ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan
orang lain, seperti yang tercantum dalam filsafat Batak Toba yang berbunyi: „Ijuk
pangihot ni hodang‟(Sihombing, 1977:42).
Masyarakat Batak Toba belakangan ini banyak sekali yang melangsungkan
pernikahan tanpa adanya Upacara Adat atau yang disebut dengan Pernikahan Adat
dan otomatis pengantin tidak akan melangsungkan salah satu bagian dari upacara
adat yakni Mangulosi. Akibatnya, banyak pasangan suami-istri yang sudah sah
secara kenegaraan bahkan gereja, tidak bisa mengikuti acara adat dalam
lingkungan bermasyarakat karena dianggap belum beradat. Hal inilah yang
kemudian menggelitik bagi penulis dan berusaha untuk mencoba mencari apa
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
makna di balik Mangulosi sehingga dianggap penting bagi masyarakat Batak
Toba.
Mangulosi sebagai salah satu prosesi dalam pernikahan Adat Batak Toba
memiliki ketentuan dan keunikan tersendiri. Keunikan ketentuan Mangulosi serta
Ulos pada saat upacara pernikahan Adat Batak Toba bukan hanya dilihat dari satu
dimensi saja, tetapi dapat dilihat dari berbagi dimensi, sebab di dalamnya sarat
akan makna. Nilai-nilai dan makna yang terkandung dalam proses Mangulosi
serta Ulos menjadi penting untuk diteliti mengingat hal inilah yang menjadikan
prosesi Mangulosi tetap dipertahankan dari dulu hingga kini pada saat upacara
pernikahan Adat. Prosesi Mangulosi menjadi penting untuk diteliti dengan
menggunakan pendekatan aksiologi agar terungkap apa nilai dan makna di balik
prosesi tersebut sehingga tetap dipertahankan hingga saat ini dan tetap menjadi
salah satu rangkaian yang sangat penting dalam upacara pernikahan Adat Batak
Toba.
Penelitian ini mengandung harapan untuk mampu mendeskripsikan nilai-
nilai dibalik Mangulosi dalam upacara pernikahan Batak Toba, sehingga
masyarakat akan lebih menghayati dan mengerti nilai-nilai di balik Mangulosi
sebagai bagian terpenting dalam upacara penikahan Adat Batak Toba. Penelitian
ini akan membangkitkan kebanggaan nasional masyarakat termasuk generasi
muda di daerah Batak Toba secara khusus, dan Indonesia secara umum, terhadap
kebudayaan sendiri.
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diajukan perumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prosesi dan ketentuan Mangulosi dalam upacara pernikahan
Adat Batak Toba?
2. Apa konsep filsafat nilai?
3. Apa nilai-nilai yang terkandung dalam Mangulosi pada upacara
pernikahan Adat Batak Toba?
3. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran peneliti, telah ditemukan beberapa penelitian dalam
format skripsi, thesis, dan buku yang membahas tentang pernikahan Adat Batak
Toba, namum di sini penulis berusaha untuk menjelaskan dimensi aksiologis dari
pemberian Ulos atau Mangulosi sebagai salah satu bagian dari proses pelaksanaan
upacara pada saat pernikahan adat Batak Toba. Penelitian tentang adat umumnya
telah banyak dilakukan, demikian halnya dengan karya-karya filsafat yang
berhubungan dengan filsafat nilai (aksiologi). Beberapa tulisan yang mengkaji
tentang pernikahan adat Batak dan Ulos memang sudah ada, seperti:
a. Makna Sosial dan Simbolik Seni Kerajinan Tenun Ulos Batak Toba
di Sumatera Utara oleh Granal Rudiyanto 2001, Fakultas Ilmu
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
Budaya Universitas Gadjah Mada. Tesis ini membahas tentang
makna dari simbol-simbol yang ada pada tenun Ulos Batak Toba.
b. Tata Cara Perkawinan Batak Toba oleh Muhammad Haris 2003,
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Tugas akhir ini
membahas tentang urutan-urutan dalam pelaksanaan upacara
pernikahan adat masyarakat Batak Toba.
c. Perkawinan Adat Dalihan Na Tolu oleh Richard Sinaga 2007. Buku
ini membahas tentang makna dan tujuan acara serta bagaimana
seharusnya rangkaian kegiatan pernikahan adat Batak Toba tersebut
dilaksanakan.
d. Tinjauan Estetika Terhadap Prosesi Pernikahan Adat Batak Toba
oleh Yudi Marito Adityapratama Nainggolan 2010, Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas tentang prosesi
pernikahan sekaligus pakaian pernikahan Adat Batak Toba dengan
menggunakan pendekatan estetika. Skripsi ini mencoba menjawab
rumusan masalah, diantaranya: (a) bagaimana prosesi dan tata cara
dalam upacara pernikahan Adat Batak Toba?, (b) bagaimana budaya
adat pada masyarakat Batak Toba?, dan (c) apa nilai-nilai estetis
yang terdapat dalam upacara pernikahan adat Batak Toba?
e. Peranan Dalihan Na Tolu dalam Hukum Perkawinan Masyarakat
Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak di
Kecamatan Balige) oleh Doni Boy Faisal Panjaitan 2010, Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara. Skipsi ini membahas tentang
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
Dalihan Na Tolu sebagai bagian dari pernikahan Adat Batak Toba
dengan pendekatan hukum adat. Skripsi ini menjawab rumusan
masalah, diantaranya: (a) bagaimana peranan Dalihan Na Tolu
dalam proses pelaksanaan perkawinan Adat Batak Toba?, (b)
bagaimana peranan Dalihan Na Tolu sebagai mediator bagi
penyelesaian permasalahan dalam perkawinan Adat Batak Toba?
f. Fungsi dan Makna Wacana “Mangulosi” Pada Upacara
Perkawinan Batak Toba; Kajian Pragmatik oleh Aspiner Panjaitan
2010, Fakultas Sastra Universitas Sumtera Utara. Skripsi ini
membahas wacana dalam Mangulosi dengan menggunakan
pendekatan pragmatik. Skripsi ini juga mencoba menjawab rumusan
masalah, sebagai berikut: (a) fungsi wacana “Mangulosi” pada
upacara perkawinan Batak Toba, dan (b) makna wacana
“Mangulosi” pada upacara perkawinan Batak Toba.
g. Perkawinan Adat Batak di daerah Padang Sidimpuan, Sumatera
Utara; Kajian Fenomenologis oleh Hardianto Ritonga 2011,
Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Brahim,
Malang. Skripsi ini membahas tentang salah satu fenomena
pernikahan yang terjadi di daerah Batak dengan menggunakan sudut
pandang fenomenologi. Skripsi ini tentu menjawab rumusan
masalah, sebagai berikut: (a) bagaimana prosesi perkawinan Adat
Batak di daerah Padang Sidimpuan?, (b) apa konsekuensi bagi
pelaku pernikahan semarga dalam Adat Batak di daerah Padang
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
Sidimpuan?, dan (c) bagaimana analisis hukum Islam terhadap
larangan pernikahan semarga dalam Adat Batak?
h. Ruang dan Ritual Adat Pernikahan Suku Batak Toba oleh Yulia
Vonny Sinaga 2012, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Rumusan masalah dalam skripsi ini, diantaranya: (a) bagaimana
ritual adat mempengaruhi setting dan kualitas ruang pada upacara
pernikahan?, (b) bagaimana pula setting dan kualitas ruang yang
terbentuk mempengaruhi kualitas ritualnya?
i. Tenun Tradisional Ulos Dalam Perspektif Aksiologi Teknologi oleh
Stepanus Sipahutar 2012, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah
Mada. Rumusan masalah dalam skripsi, diantaranya: (a)
bagaimanakah pengaruh teknologi dalam perkembangan Ulos?, (b)
aksiologi teknologi apakah yang terkandung dalam tenun Ulos
tradisional?, dan (c) bagaimanakah cara tenun Ulos tradisional
menjaga nilai-nilai filosofis Ulos?
Penelitian ini akan berfokus pada hal-hal yang berhubungan dengan prosesi
Mangulosi dalam upacara pernikahan Adat Batak Toba, yang kemudian dianalisis
dengan menggunakan pendekatan filsafat nilai (aksiologi). Oleh karena itu,
penulis kemudian berani menyatakan bahwa penelitian filsafat ini benar-benar asli
dan dapat dipertanggungjawabkan.
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
4. Manfaat Penelitian
Penelitian kefilsafatan ini diharapkan mampu memberikan manfaat:
a. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah inventarisasi penganalisaan
baru terhadap Mangulosi dan Ulos sebagai bagian dari kegiatan upacara
pernikahan adat Batak Toba, serta memperluas wawasan tentang adat
istiadat masyarakat di Indonesia yang memang beraneka ragam. Penelitian
ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan pernikahan adat Batak Toba
yang nantinya diharapkan dapat menjadi salah satu bahan guna penelitian-
penelitian selanjutnya tentang pernikahan Adat Batak Toba dan secara
khusus tentang Mangulosi.
b. Bagi Ilmu Filsafat
Penelitian ini diharapkan mampu menambah inventarisasi analisa baru
nterhadap filsafat nilai dan juga Mangulosi sebagai salah satu kebudayaan
yang ada di Indonesia. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pemahaman baru bagi mahasiswa fakultas filsafat tentang kaitan antara
filsafat nilai dan kebudayaan yang ada di masyarakat. Penelitian ni juga
diharapkan mampu mendorong mahasiswa fakultas filsafat untuk
mengadakan penelitian lanjutan terhadap budaya di Indonesia secara
umum, dan Mangulosi secara khusus dari sudut pandang ilmu filsafat
selain aksiologi, sehingga ilmu filsafat akan terus berkembang.
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
c. Bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara
Penelitian ini bertolak dari realitas yang ada dalam masyarakat,
bangsa dan negara, mengingat banyak sekali adat-istiadat di Indonesia
yang pada akhirnya diklaim oleh negara luar karena kekurangpahaman
masyarakat terhadap budayanya sendiri. Oleh karena itu, besar harapan
penulis penelitian ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa
dan negara yang telah menginspirasi penulis. Manfaat tersebut dapat
berupa banyak hal, salah satunya dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman kepada masyarakat Indonesia bahwa ada begitu banyak adat
istiadat dalam masyarakat Indonesia dan dalam adat itu pun ada banyak
hal-hal yang mungkin terlihat sepele dan kecil namun sebenarnya memiliki
nilai-nilai yang sangat perlu untuk diperhatikan dan dilestarikan.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini sebagai sebuah penelitian ilmiah tentu bertujuan untuk
menjawab persoalan dalam rumusan masalah, yakni:
1. Memaparkan tentang prosesi ketentuan Mangulosi dalam upacara
pernikahan Batak Toba.
2. Mendeskripsikan tentang filsafat nilai.
3. Menganalisis nilai-nilai Mangulosi dalam upacara pernikahan adat
Batak Toba.
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
C. Tinjauan Pustaka
Pernikahan sebagai bagian dari kebudayaan merupakan salah satu peristiwa
penting dalam sejarah kehidupan hampir setiap orang sekaligus sebagai jawaban
bagi masalah kekosongan eksistensial manusia. Pernikahan yang terdapat pada
masing-masing daerah tentu memiliki keagungan, keunikan, dan keindahan
tersendiri. Secara adat pernikahan boleh jadi pernikahan merupakan urusan
kekerabatan, kekeluargaan, persekutuan, martabat, dan sekaligus merupakan
urusan pribadi, tergantung pada tata susunan masyarakat yang bersangkutan.
Pernikahan adat merupakan peristiwa penting dalam suatu masyarakat sebab
merupakan sumber tempat berputarnya seluruh hidup (Fisher, 1976: 88).
Salah satu upacara penting dalam masyarakat Batak Toba adalah upacara
Pernikahan Adat. Pernikahan bagi orang Batak bukan hanya sekedar persoalan
pribadi antara kedua mempelai ataupun orang tua dan saudara masing-masing
mempelai, namun sekaligus juga ikatan marga dari anggota mempelai laki-laki
dan perempuan. Pernikahan bagi suku Batak akan memunculkan suatu ikatan
yang kekal diantara keluarga besar dari kedua belah pihak mempelai. Pernikahan
dari sepasang mempelai akan mengikat erat begitu banyak manusia, sehingga
menyangkut bukan hanya dua insan calon suami istri, tetapi juga Dalihan Na Tolu
dari masing-masing kedua mempelai (Faisal, 2010: 1).
Dalihan Na Tolu merupakan pemilihan tungku masak berkaki tiga sebagai
lambang pengibaratan tatanan sosial kemasyarakatan orang Batak. Ketiga kaki
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
tungku tersebut melambangkan struktur sosial masyarakat Batak, yaitu kelompok
Dongan Tubu, kelompok Hula-hula, dan kelompok Boru. Nama setiap kelompok
juga mengisyaratkan fungsi sosial setiap kelompok. Dengan demikian satu dari
kaki tungku merepresentasikan kelompok dan fungsi Dongan tubu yaitu orang
yang satu marga dengan fungsi kepada sesama. Kaki kedua merepresentasikan
kelompok dan fungsi Hula-hula, yaitu kumpulan beragam marga asal para istri
dari orang semarga. Kaki ketiga merepresentasikan kelompok dan fungsi Boru,
yaitu kumpulan beragam marga asal suami dari perempuan semarga. Ketiga
struktur dan fungsi sosial tersebut adalah dasar berpijak dan tonggak penopang
(pilar) dari pergaulan hidup masyarakat Batak termasuk dalam upacara pernikahan
Adat Batak Toba (Faisal, 2010: 12).
Etnis Batak Toba sebagaimana halnya dengan etnis yang lain mempunyai
tata cara pernikahan yang khas, namun pada prinsipnya adalah sama. Upacara
pernikahan adat Batak Toba dilalui dengan tahapan seperti upacara sebelum
nikah, upacara pada saat nikah, dan upacara setelah nikah. Sampai sekarang ini,
sifat pernikahan pada masyarakat Batak Toba masih sangat terlihat dan selalu
berusaha untuk dipertahankan (Vergouwen, 2004: 197).
Salah satu bagian terpenting pada saat upacara pernikahan adat Batak Toba
adalah pemberian Ulos atau Mangulosi. Mangulosi menjadi salah satu rangkaian
kegiatan pada saat upacara pernikahan adat Batak Toba sekaligus menjadi puncak
dari rangkaian acara pernikahan tersebut. Mangulosi berarti memberikan Ulos
kepada pihak keluarga mempelai pria oleh pihak keluarga mempelai wanita
dengan jumlah Ulos yang sudah didiskusikan terlebih dahulu oleh keluarga kedua
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
mempelai. Khusus untuk pihak penerima Ulos dengan jumlah yang telah
disepakati terlebih dahulu akan ditentukan oleh keluarga dari pihak mempelai pria
(Vergouwen, 2004: 60).
Kain Ulos dianggap sebagai pengikat kasih sayang, seperti yang tertulis
dalam filsafat Batak dalam buku T. M Sihombing yang mengatakan:
“Sebuah filsafat Batak berbunyi: „Ijuk pangihot ni hodang, Ulos pangihot ni
holong‟ (ijuk ialah pengikat pelepah pada batangnya dan Ulos adalah pengikat
kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya)” (Sihombing, 1977: 42).
Ulos dianggap sebagai “selimut jiwa atau ruh” yang diyakini sebagai salah
satu sarana penyelamat. Ulos hanya akan memiliki arti penting dan sebagai tanda
kasih sayang atau penyelamat apabila penyerahan atau pemberian Ulos kepada
seseorang dilakukan melalui upacara adat, dalam hal ini termasuk upacara adat
pernikahan Batak Toba. Apabila kain Ulos diperoleh dengan cara membeli di toko
atau pun diperoleh dari teman biasa, maka Ulos tidak akan mempunyai nilai apa-
apa, dan hanya sekedar kain biasa.
Tinjauan pustaka ini juga akan memaparkan beberapa penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya yang tentunya memiliki hubungan dengan objek material
penelitian. Penelitian yang hampir sama dengan yang akan dilakukan oleh peneliti
yakni tentang wacana “Mangulosi” pada saat pernikahan adat Batak Toba yang
dilakukan oleh Aspiner Panjaitan tahun 2010, dengan judul Fungsi dan Makna
Wacana “Mangulosi” Pada Upacara Perkawinan Batak Toba; Kajian
Pragmatik. Hasil yang diperoleh dari penelitian berupa uraian mengenai makna
dan fungsi wacana Mangulosi serta uraian tentang bentuk prinsip kerjasama dalam
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
tindak tutur pada saat wacana Mangulosi pada saat perkawinan Batak Toba
(Aspiner, 2010: 241-242). Penelitian ini tentu berbeda dengan penelitian yang
akan dilakukan selanjutnya mengingat penetian ini berfokus pada wacana dalam
pemberian Ulos dan menggunakan kajian pragmatik sebagai pangkal berfikir
dalam penelitiannya. Namun terlepas dari hal tersebut, penelitian ini tentu sangat
memberikan informasi yang mendukung terhadap penelitian yang akan dilakukan
selanjutnya.
Penelitian selanjutnya tentang tradisi pernikahan adat Batak Toba juga
dilakukan oleh Muhammad Haris tahun 2003, dengan judul Tata Cara
Perkawinan Batak Toba. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa dalam
perkawinan Adat Batak Toba dipersiapkan jauh sebelum upacaranya
dilangsungkan. Untuk sampai pada upacara perkawinan, ada sejumlah tahapan
yang harus dilalui. Tahapan-tahapan ini dimulai dari perkenalan antara laki-laki
dan perempuan, sampai dengan pengaturan tempat, jadwal, biaya pelaksanaan,
sampai pada pihak yang akan diundang. Semua tahapan ini diputuskan
berdasarkan musyawarah antara kedua belah pihak dengan prinsip kekeluargaan
dan semangat kebersamaan. Setiap tahapan ini mengandung makna tersendiri bagi
masyarakat Batak Toba dan menunjukkan adanya aturan dalam masyarakat Batak
Toba. Jika urutan tahap-tahap dalam Tradisi Perkawinan Adat Batak Toba ini
dibuat dalam bentuk bagan, maka didapati bagan sebagai berikut (Haris, 2003) :
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
Gambar 1.1 Proses Upacara Pernikahan Adat Batak Toba
Penelitian tentang pernikahan adat Batak Toba yang dilakukan oleh Yulia
Vonny Sinaga tahun 2012, dengan judul Ruang dan Ritual Adat Pernikahan Suku
Batak Toba juga memberikan informasi tambahan terhadap penelitian selanjutnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan membahas pengaruh ritual adat
Batak Toba dalam penataan ruang pada saat upacara pernikahan adat Batak Toba
dan sekaligus berupaya mengangkat nilai-nilai budaya pada aspek desain ruang di
era modernisasi melalui pemeliharaan warisan kebudayaan. Hasil yang diperoleh
dari penelitian ini bahwa dalam upacara pernikahan Adat Batak Toba,
beragamnya ritual membentuk ruang ritual yang berbeda-beda sehingga setting
memiliki peran untuk dapat mengakomodasikan seluruh ruang ritual. Setting
Perkenalan Muda-mudi
Maningkir Tangga ni
Boru
Martandang
Pertunangan
Marhusip
Pemberkatan Gereja/
Melangsungkan
Perkawinan secara Islam
Upacara Peresmian
Perkawinan
Marhata Sinamot
Pengutusan Domu-domu
Paulak Limbas
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
tersebut secara tidak langsung mengarahkan manusia yang terlibat untuk
menjalankan ritual dengan setting dan orientasi yang tercipta. Hal tersebut
menciptakan interaksi sosial dan perilaku tiap individu, baik sebagai pelaku
maupun pengamat ritual. Interaksi yang muncul pun akhirnya mempengaruhi
pemaknaan ritual yang berlangsung (Yulia, 2012: 65-66).
Penelitian lain juga tentang proses pernikahan adat Batak Toba yang
dilakukan oleh Yudi Marito Adityapratama Nainggolan tahun 2010, dengan judul
Tinjauan Estetis Terhadap Prosesi Adat Batak Toba. Penelitian ini bertujuan
untuk menghubungkan prosesi upacara pernikahan Batak Toba secara keseluruhan
dengan estetika (filsafat keindahan). Hasil penelitian ini diperoleh bahwa dalam
prosesi pernikahan Batak Toba baik itu pra pernikahan, pada saat pernikahan dan
setelah pernikahan, serta busana pengantin mengandung nilai-nilai estetis yang
mencakup pengertian keindahan yang memiliki kualitas pokok terkandung
keindahan bentuk (visual) maupun keindahan isi (makna) (Yudi, 2010: 84).
Penelitian tentang fenomena pernikahan adat Batak yang terjadi di salah
satu daerah di Sumatera Utara juga dilakukan oleh Hardianto Ritonga tahun 2011,
dengan judul Perkawinan Adat Batak di Daerah Padang Sidimpuan, Sumatera
Utara (Kajian Fenomenologis). Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana
analisis Hukum Islam terhadap fenomena pernikahan semarga di daerah Padang
Sidimpuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan semarga yang
terjadi di daerah Padang Sidimpuan masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu,
walaupun dalam agama Islam hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah, tetapi
pelaku yang dengan sadar melakukan pernikahan semarga harus merombak marga
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
pengantin wanita dengan marga ibu dari pengantin pria agar tutur sapa yang
semestinya tidak menjadi rusak ataupun tumpang tindih (Hardianto, 2011: 112).
Penelitian tentang peranan Dalihan Na Tolu sebagai falsafah hidup
masyarakat Batak Toba pada saat pernikahan adat yang dilakukan oleh Doni Boy
Faisal Panjaitan tahun 2010, dengan judul Peranan Dalihan Na Tolu Dalam
Hukum Perkawinan Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat
Batak di Kecamatan Balige). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan
Dalihan Na Tolu dalam hukum perkawinan masyarakat Batak Toba agar tidak
terjadi kasus seperti yang ada di Padang Sidimpuan yakni pernikahan semarga.
Penelitian ini juga berusaha melihat peranan Dalihan Na Tolu dalam
menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam pernikahan Adat Batak Toba.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa peranan Dalihan Na Tolu dalam
hukum perkawinan masyarakat Batak Toba adalah suatu hal yang tidak dapat
dipisahkan selama melangsungkan acara perkawinan Adat yang sah menurut
tradisi orang Batak. Selain itu, Dalihan Na Tolu dianggap memiliki peran di
dalam tatanan sosial kemasyarakatan dari masyarakat Batak Toba, sehingga dalam
penyelesaian masalah, Lembaga Dalihan Na Tolu memiliki penan sebagai unsur
dan motor penggerak dari penyelesaian permasalahan itu sendiri jika terjadi
konflik (Doni, 2010: 80).
Penelitian tentang Ulos sebagai perlengkapan terpenting dalam upacara adat
Batak Toba, termasuk dalam upacara pernikahan adat juga telah dilakukan oleh
Granal Rudiyanto tahun 2001 dengan judul Makna Sosial dan Simbolik Kerajinan
Tenun Ulos Batak Toba di Sumatra Utara; Kontinuitas dan Perubahannya.
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengeksplisitkan secara jelas konsepsi-
konsepsi yang masih implisit dari setiap makna simbolik motif hias Ulos dalam
hidup masyarakat setempat, dengan cara melakukan interpretasi jenis-jenis Ulos
dan mengelompokkan menurut kebutuhannya. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa motif hias Ulos memiliki nilai estetis yang tercipta dari adanya kesatuan
motif yang bersekutu dalam asas-asas yakni asas kesatuan organis, asas tema, asas
keseimbangan, asas tata jenjang, asas kerumitan dan asas kesungguhan, dan
keenam asas tersebut bukan merupakan hierarki karena masing-masing asas
memiliki kemampuan memancarkan nilai estetis. Makna simbolik motif Ulos
bukan diinterpretasikan secara terpisah, tetapi secara menyeluruh atau totalitas
menjadikan sebutan Ulos tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan makna
pemberian Ulos. Nama Ulos akan diambil dari jenis motif yang ada padanya, cara
tenunnya, corak yang mendominasi dan tujuan pemberiannya (Granal, 2001).
Secara garis besar penelitian tentang pernikahan adat Batak Toba sudah
banyak dibahas, baik itu tentang prosesi secara keseluruhan, tatanan ruang dan
ritual pada saat upacara pernikahan, tentang salah satu perlengkapan yang sangat
penting yakni Ulos, bahkan juga tentang Mangulosi. Penelitian-penelitian yang
sudah ada sebelumnya belum ada yang mengkaji tentang prosesi Mangulosi dari
sudut pandang aksiologis. Dengan demikian, dalam penelitian ini peneliti hanya
akan berfokus pada saat upacara pernikahan, secara khusus pada saat prosesi
Mangulosi dalam upacara pernikahan adat Batak Toba dan menggunakan
aksiologi sebagai kerangka berfikir.
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
D. Landasan Teori
Istilah aksiologi secara etimologis merupakan kata sifat dari kata aksiologi
yang sama artinya dengan axiology yang berasal dari kata axios yang berarti nilai
dan logos yang berarti ilmu. Axiology berasal dari kata Yunani; axios yang berarti
layak, pantas dan logos berarti ilmu, studi mengenai. Pengertian lain menjelaskan
bahwa aksiologi merupakan analisis nilai-nilai yang bertujuan untuk membatasi
arti, ciri-ciri, asal, tipe, kriteria dan status epistemologi nilai-nilai. Ada pula
pengertian lain yang mengatakan bahwa aksiologi adalah studi yang menyangkut
teori umum tentang nilai atau suatu studi yang menyangkut segala yang bernilai
(Bagus, 2005: 33).
Aksiologi adalah istilah baru untuk teori nilai, penelusuran sifat-sifat
dasarnya dan kedudukan metafisisnya. Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha untuk menyelidiki hakikat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut
pandang kefilsafatan (Kattsoff, 2004: 319). Aksiologi adalah filsafat nilai yaitu
cabang filsafat yang membahas tentang nilai sampai pada hakikatnya, atau telaah
nilai dari segi filsafat sampai pada hakikatnya.
Tentang dasar nilai serta tempat-tempat nilai tersebut di alam adalah faktor
penting dalam teori nilai. Hasil perenungan tentang masalah nilai tidak akan
mungkin bisa dilepaskan dari masalah dunia fisik dan dunia non fisik atau dunia
ideal. Dunia ideal adalah dunia esensi, konsep, hubungan, yakni yang bisa
disamakan dengan objek ideal (Frondizi, 2007: 4).
Kattsoff mengatakan bahwa terdapat banyak cabang pengetahuan yang
bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti ekonomi,
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
estetika, etika, filsafat, agama, dan epistemologi. Epistemologi bersangkutan
dengan masalah kebenaran. Etika bersangkutan dengan masalah kebaikan (dalam
arti kesusilaan), dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan (Kattsoff,
2004: 319). Sesuatu dianggap bernilai karena mengandung nilai atau
menggambarkan suatu nilai. Dapat dikatakan perkataan “nilai” mempunyai
macam makna sebagai berikut:
a. Mengandung nilai (artinya, berguna);
b. Merupakan nilai (artinya, “baik” atau “benar” atau “indah”);
c. Mempunyai nilai (artinya, merupakan objek keinginan, mempunyai
kualitas yang dapatmenyebabkan orang yang dapat mengambil
sikap “menyetujui”, atau mempunyai sifat nilai tertentu);
d. Memberi nilai (artinya, menanggapi sesuatu sebagai hal yang
diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu)
(Kattsoff, 2004: 324).
Frondizi mengutip pendapat Scheler, menunjukkan urutan atau tabel
hierarkis nilai, yaitu pertama, nampak pada tingkatan yang terendah nilai
“kenikmatan” dan “ketidaknikmatan”. Kedua nilai vital yang tidak tergantung dan
tidak dapat direduksi dengan kenikmatan dan ketidaknikmatan. Ketiga, kawasan
nilai spriritual. Kehadiran nilai spiritual mengakibatkan nilai vital maupun nilai
kenikmatan harus dikorbankan. Di atas nilai spriritual terletak kelompok nilai
yang keempat sekaligus yang terakhir yaitu nilai kekudusan dan nilai profan. Nilai
religius tidak dapat direduksi menjadi nilai spritual, dan memiliki keberadaan
khas yang menyatakan diri kepada manusia dalam berbagai objek yang hadir
untuk manusia sebagai yang mutlak. Karena nilai pada umumnya tidak
bergantung pada benda atau bentuk historis, maka Scheler mengatakan nilai
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
religius sama sekali bersifat independen dalam kaitannya segala sesuatu yang
sejak semula dipandang suci dalam perjalanan sejarah (Frondizi, 2007: 137-139).
Notonagoro (dalam Jirzanah, 2009: 47-48) pun membagi nilai menjadi tiga
bagian, yakni:
1. Nilai Material, yakni segala sesuatu yang bermanfaat bagi unsur
manusia;
2. Nilai Vital, yakni segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia
untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas;
3. Nilai Kerohanian, yakni segala sesuatu yang berguna bagi rohani
mansia. Nilai kerohanian ini kemudian dibagi menjadi 4 jenis,
diantaranya:
a. Nilai Kebenaran atau Kenyataan, yang bersumber pada akal
manusia (rasio, budi, cipta)
b. Nilai Keindahan, yang bersumber pada rasa manusia,
c. Nilai Kebaikan atau Nilai Moral, yang bersumber pada unsur
kehendak atau kemauan manusia (will, karsa, ethic),
d. Nilai Religius, yang merupakan nilai ke-Tuhan-an,
kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius
bersumber pada kepercayaan atau keyaknan manusia.
Nicholas Rescher dalam buku Introduction to Value Theory juga
menyebutkan ada beberapa klasifikasi dalam nilai, sebagai berikut :
1. Klasifikasi berdasarkan pengakuan nilai,
2. Klasifikasi berdasarkan objek yang dipermasalahkan,
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
3. Klasifikasi berdasarkan sifat keuntungan atau manfaat yang
dipermasalahkan,
4. Klasifikasi berdasarkan tujuan persoalan atau pembahasan,
5. Klasifikasi berdasarkan hubungan antara pengakuan nilai dengan
pengakuan anggapan manfaat, dan
6. Klasifikasi berdasarkan hubungan antara nilai itu sendiri yang
menunjang hal lain sebagai nilai dapat dipandang secara sistematis
sebagai bagian dari nilai yang lain (Rescher, 1969: 13-19).
Beberapa bidang dalam filsafat nilai, diantaranya: Nilai Estetis, Nilai Etis
dan Nilai Religius. Nilai etis membahas tentang baik buruknya tingkah laku
manusia, sedangkan nilai estetis berbicara tentang indah tidaknya sesuatu. Nilai
estetis ditujukan untuk karya seni manusia atau alam semesta demi menemukan
ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah. Nilai estetis
memiliki keterkaitan dengan kedalaman rasa dan kehalusan budi, yang kemudian
melahirkan kesantunan, kearifan, kebahagiaan, dan kemaslahatan juga kesusilaan
yang tinggi (Sachari, 2002: 38). Nilai religius menjadi dasar bagi perbuatan
manusia yang ditujukan kepada Tuhan. Tuhan sebagai sumber nilai, karena “diri
Tuhan” memancarkan nilai-nilai. Nilai yang berasal dari Tuhan bersifat absolut
mutlak, walaupun manusia tidak menilainya, tetapi nilai ketuhanan itu tetap ada
sehingga nilai ketuhanan merupakan yang tertinggi derajatnya. Berkaitan dengan
hal tersebut bahwa:
“nilai kekudusan sebagai nilai yang mempunyai derajat tertinggi, sifatnya
universal. Satu-satunya yang mungkin memberikan data nilai universal
adalah kekudusan yang mengatasi dan menciptakan manusia juga
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
universum, tidak terikat oleh ruang dan waktu, karena itu sifatnya mutlak.
Tuhan menurunkan nilai-nilai itu dengan wahyuNya dalam Agama, karena
agama berasal dari Tuhan itu mengandung nilai-nilai universal” (Gazalba,
1963: 5).
E. METODE PENELITIAN
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, maka penelitian perlu
menggunakan sebuah metode. Penelitian ini akan disusun mulai dari awal sampai
pada akhir secara bertahap.
1. Bahan dan materi penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan unsur materi penelitian yakni studi
kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dalam rangka membahas objek
material dari penelitian yakni Mangulosi pada saat pernikahan Adat Masyarakat
Batak Toba, dengan menggunakan objek formal Filsafat Nilai. Bahan dan materi
penelusuruan kepustakaan akan diperoleh melalui buku atau tulisan yang
berkaitan dengan upacara pernikahan Batak Toba dan Mangulosi. Wawancara
juga akan dilakukan demi mendapatkan informasi yang bertujuan untuk
mendukung teori yang menyangkut tentang Mangulosi pada saat upacara
pernikahan adat Batak Toba. Penelitian kepustakaan yang dilakukan akan
dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu kepustakaan primer dan kepustakaan
sekunder.
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
25
a) Pustaka Primer
i. Pustaka tentang objek material
Kepustakaan primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan
objek material penelitian, diantaranya buku “Masyarakat dan
Hukum Adat Batak Toba” karya J.C Vergouwen, buku “Jambar
Hata: Dongan Tu Ulaon Adat” karangan T.M. Sihombing (Ompu
ni Marhulalan), dan “Perkawinan Adat Dalihan Na Tolu” karya
Richard Sinaga.
ii. Pustaka tentang objek formal
Kepustakaan primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan
objek formal penelitian, diantaranya buku buku “Pengantar
Filsafat Nilai” karya Risieri Frondizi, buku “Elements of
Philosophy” karya Louis O. Kattsoff, dan buku “Introduction to
Value Theory” karya Nicholas Rescher.
b) Pustaka Sekunder
Kepustakaan sekunder berupa tulisan yang berhubungan dengan
tema tulisan yakni tulisan-tulisan buku maupun artikel internet
yang berhubungan dengan objek formal penelitian, maupun yang
berhubungan dengan objek material penelitian, yang digunakan
peneliti sebagai bahan pelengkap dan tambahan atau bahan tersier.
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
26
2. Jalan penelitian
Adapun langkah yang diambil oleh peneliti dalam penelitian ini berjalan
berdasarkan tahap demi tahap yakni sebagai berikut:
a. Inventarisasi atau pengumpulan data,
Pada tahapan pertama ini dilakukan dengan mengumpulkan data sebanyak
mungkin baik pustaka maupun lapangan atau wawancara yang tentunya
berkaitan dengan tema penelitian.
b. Pengklasifikasian dan pengolahan data
Setelah mengumpulkan data baik pustaka maupun dilapangan sebagai
bahan pendukung, tahapan selanjutnya adalah memisahkan data penelitian
primer atau data sekunder. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah arus
berfikir peneliti.
c. Penyusunan penelitian
Setelah melakukan pengolahan data, tahapan berikutnya adalah
penyususnan penelitian berupa laporan yang sistematis. Data yang sudah
terkumpul dan diklasifikasi akan dianalisa sehingga menghasilkan laopran
yang sistematis. Tidak lupa juga dalam tahapan ini peneliti akan
memberikan argumentsi atau pemikiran kritis atas permasalahan yang
diangkat dalam penelitian.
3. Analisis Hasil
Penelitian ini menggunakan model penelitian kepustakaan dengan
menggunakan metode hermeneutik, adapun unsur metodis penelitian yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut (Bakker dan Zubair, 1990: 109-112) :
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
27
a. Deskripsi, yakni memaparkan seluruh data penelitian baik pustaka maupun
lapangan dan dilihat dari beberapat aspek, dalam hal ini data terkait objek
formal dan objek material penelitian.
b. Interpretasi, yakni penulis berusaha memberikan pandangan terhadap
dimensi aksiologis yang terkandung dalam kegiatan Mangulosi pada saat
upacara pernikahan adat Batak Toba.
c. Holistika, yakni penulis menganalisis kegiatan Mangulosi pada saat
upacara pernikahan adat Batak Toba. Unsur holistika ini juga bertujuan
agar dapat diketahui kelebihan dalam konsepsi filosofis dari Mangulosi,
sehingga mampu mencapai ke benaran yang utuh
F. Hasil yang Dicapai
Sebagai suatu penelitian ilmiah, penelitian ini mampu untuk menjawab
persoalan dalam rumusan masalah. Penelitian ini diharapkan mampu
mendeskripsikan tentang proses dan ketentuan yang berlaku dalam upacara
pernikahan adat Batak Toba, juga mendeskripsikan tentang konsep filsafat nilai.
Selain itu dalam penelitian ini juga akan di uraikan terkait analisi dari filsafat nilai
terhadap proses Mangulosi dalam upacara pernikahan adat Batak Toba sehingga
dapat diketahui nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam proses Mangulosi
tersebut hingga akhirnya sampai saat ini masih tetap dipertahkan oleh masyarakat
Batak Toba. Secara khusus juga melalui penelitian ini akan diperoleh analisis
kritis dari peneliti terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam proses Mangulosi
pada upacara pernikahan adat Batak Toba.
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
28
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari penelitian yang berjudul, Dimensi Aksiologis
Pada Pemberian Ulos Saat Upacara Pernikahan Adat Batak Toba, ini terdiri dari
lima bab, dengan perincian masing-masing sebagai berikut:
BAB I berisi tentang pendahuluan yang terdiri atas latar belakang
dilakukannya penelitian ini, rumusan masalah yang hendak dijawab, keaslian dari
penelitian ini, manfaat dan tujuan dari penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,
metode penelitian yang digunakan, hasil yang diperoleh dan sistematika
penelitian.
BAB II berisi tentang objek formal penelitian meliputi pengertian aksiologi,
klasifikasi dalam akiologi dan kaitan aksiologi dengan budaya.
BAB III berisi tentang deskripsi singkat prosesi pada saat pernikahan adat
dan Mangulosi Batak Toba.
BAB IV merupakan inti dari penelitian ini. Bab ini akan berisi uraian
analisis objek material dengan objek formal penelitian.
BAB V adalah penutup. Bab ini berisi kesimpulan yang menunjukkan
jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang diungkapkan dalam rumusan
masalah dan sekaligus juga berisi saran bagi kemungkinan penelitian lanjutan
berkaitan dengan pemberian Ulos pada saat upacara pernikahan adat Batak Toba.
DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/