Upload
adhella-menur-naysilla
View
14
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
penatalaksanaan sindroma eisenmenger
Citation preview
BAB VI
PENATALAKSANAAN DAN PROGNOSIS SINDROMA EISENMENGER
6.1. Penatalaksanaan Sindroma Eisenmenger12
Gambar 6. Bagan algoritma manajemen sindroma Eisenmenger12
Penatalaksanaan pasien dengan sindroma Eisenmenger secara tradisional berfokus pada
terapi suportif, paliatif, dan transplantasi paru/ jantung-paru. Tata laksana medis hingga kini
bertujuan untuk menurunkan resistensi vaskuler pulmonal, pirau kanan ke kiri, sianosis,
morbiditas, dan mortalitas. Meskipun terapi farmakologi konvensional seperti digitalis,
diuretik, anti-aritmia, antikoagulan, suplementasi besi, dan terapi oksigen telah digunakan
secara empiris, tetapi tidak menunjukkan perubahan pada angka ketahanan hidupAdanya
perkembangan pengetahuan terkait patofisiologi sindroma Eisenmenger dan kesuksesan
terapi spesifik PAH telah memberikan harapan baru bagi pasien sindroma Eisenmenger.9
a. Terapi Medis Konvensional
Ca channel blocker (CCB) dianggap efektif menurunkan resistensi vaskuler pulmonal.
Namun, CCB tidak lagi direkomendasikan karena dapat menurunkan tekanan arterial
24
sistemik secara akut dan meningkatkan pirau kanan ke kiri yang dapat mengarah pada sinkop
dan sudden death.9
Gagal jantung kanan merupakan komplikasi potensial sindroma Eisenmenger sehingga
penggunaan digoxin dapat menguntungkan. Namun, tidak ada penelitian yang mendukung
pernyataan tersebut. Digoxin lebih bermanfaat dalam perannya sebagai anti-aritmia.9
Diuretik telah dikenal sebagai terapi kongestif tetapi berisiko memperburuk
hiperviskositas. Penggunaan diuretik harus hati-hati agar tidak menyebabkan peningkatan
hematokrit atau turunnya curah jantung.9
Penggunaan terapi oksigen jangka panjang hingga kini masih menjadi kontroversi.
Meskipun beberapa pasien (misal dengan hipoksemia intens, dispneu saat istirahat, dan
kehilangan kapasitas vital) bisa mendapatkan keuntungan dari terapi tersebut tetapi risiko
dan efek samping berupa desikasi mukosa nasal, epistaksis, gangguan tidur, dan lainnya
harus dipertimbangkan. Penggunaannya 12-15 jam/hari dikatakan dapat memperbaiki simtom
tetapi tidak berefek pada angka ketahanan hidup pasien. Pada penelitian terapi oksigen
nokturnal (nocturnal oxygen therapy; NOT) pada sindroma Eisenmenger juga tidak
menunjukkan keuntungan dalam variabel hematologi, kapasitas latihan, dan kualitas hidup
pasien.24,25
Penggunaan antikoagulan sistemik juga masih menjadi kontroversi karena kurangnya
data penelitian acak terkontrol. Kejadian tromboembolik pada sirkulasi pulmonal terjadi kira-
kira 20% pada pasien sindroma Eisenmenger, alasan tersebut menjadi dasar penggunaan
antikoagulan. Namun, pasien sindroma Eisenmenger juga berisiko mengalami komplikasi
perdarahan yang mematikan seperti hemoptisis akibat defisiensi faktor koagulasi, fibrinolisis
abnormal, trombositopenia, dan malfungsi platelet. Meskipun antikoagulan bermanfaat pada
pasien IPAH tetapi belum ada studi prospektif pada populasi sindroma Eisenmenger sehingga
tidak direkomendasikan penggunaannya. Baghetti et al. menyatakan penutupan perkutaneus
pembuluh darah dapat menjadi alternatif terapi potensial untuk tromboembolik pulmonal
kronik.24
Phlebotomi dengan pergantian isovolumik digunakan dalam manajemen sindrom
hiperviskositas terkait peningkatan produksi eritrosit. Efek samping paling serius dari
prosedur ini adalah anemia defisiensi besi berakibat mikrositosis dan memperberat
komplikasi trombotik. Hal yang harus diingat adalah hemoglobin dapat kurang dari 15 g/dl
tetapi harus lebih dari 18 g/dl. Phlebotomi direkomendasikan untuk pasien dengan
eritrositosis berat (hematokrit > 0,65) dan perdarahan diathesis yang akan melakukan
intervesi bedah baik kardiak maupun non kardiak untuk meningkatkan fungsi hemostasis dan
25
menurunkan komplikasi perdarahan perioperatif. Sekali phlebotomi tidak boleh melebihi
250-500 ml dan saat yang sama diganti dengan 750-1000 ml saline intravena. Jika tidak ada
perbaikan, anemia defisiensi besi harus dicurigai dan direkomendasikan pemberian ferrous
sulfat dosis rendah per oral (325 mg/hari). Terapi ferrous sulfat dihentikan ketika hematokrit
mulai naik, umumnya dalam 7-10 hari. 24
Gambar 7. Bagan penanganan eritrositosis9
b. Terapi Spesifik (disease targetting therapy; DTT)
Berbagai mediator vaskuler telah diteliti berkaitan dengan patofisiologi PAH seperti
prostasiklin, thromboxane A2, endothelin-1, dan nitric oxide (NO). Bukti lain juga
menyatakan adanya hubungan PAH terkait penyakit jantung kongenital dengan perubahan
ekspresi serotonin, kanal kalium pulmonal, dan transforming growth factor β serta
reseptornya. DTT telah terbukti sukses dalam terapi pasien IPAH. Penggunaan DTT pada
pasien sindroma Eisenmenger sangat menantang dan studi terkait prognosis jangka waktu
lama dengan titik akhir “time to clinical worsening” masih terus diteliti. Review yang
dilakukan Diller et al. menyimpulkan bahwa pasien sindroma Eisenmenger yang tidak
diterapi dengan DTT memiliki angka ketahanan hidup yang lebih buruk dengan rerata angka
mortalitas dalam 10 tahun antara 30-40%. DTT dengan potensi baik meliputi tiga kelas
vasodilator pulmonal dengan target proliferasi abnormal dan kontraksi otot polos merupakan
DTT yaitu prostanoid, antagonis reseptor endothel, dan inhibitor fofodiesterase-5. Infus
26
epoprostenol kontinyu juga dilaporkan dapat memperbaiki kelas fungsional, saturasi oksigen,
dan kapasitas latihan pada pasien sindroma Eisenmenger.26
Gambar 8. Target terapi berdasarkan patofisiologi pada vaskuler pulmonal26
Antagonis reseptor endothelin (Endothelin receptor antagonist; ERA)
Endothelin (ET) adalah vasokonstriktor kuat yang menunjukkan peningkatan
konsentrasi dalam serum dan jaringan paru pada pasien PAH. ET berperan dalam patogenesis
PAH dengan efek proliferasi, fibrosis, dan inflamasi. Bosentan adalah ERA yang memiliki
afinitas terhadap kedua reseptor endothelin (ETA dan ETB) dan dapat diberikan secara oral.
Bosentan sudah disetujui oleh FDA (Food and Drugs Administration) dan EMEA (European
Medicines Agency) sejak 2002 sebagai terapi PAH. Bosentan menunjukkan efek signifikan
dalam penurunan mPAP (mean pulmonary arterial pressure) dan ukuran hemodinamik lain,
serta memperlambat progresifitas hipertensi pulmonal. Pada studi didapatkan bukti perbaikan
proses remodelling, peningkatan fungsi ventrikel kanan, dan curah jantung. Studi
BREATHE-5 (Bosentan Randomized Trial of Endothelin Antagonist Therapy-5) melaporkan
bahwa bosentan mereduksi resistensi vaskuler pulmonal (pulmonal vascular resistency; PVR)
secara signifikan dan meningkatkan kapasitas latihan pada pasien dengan sindroma
27
Eisenmenger. Bosentan dapat ditoleransi dengan baik dan tidak menyebabkan efek samping
pada saturasi oksigen arterial sistemik. Terapi bosentan selama 16 minggu dibanding plasebo
terbukti mereduksi indeks PVR (-472,0 dyne.s.cm-5, p = 0,0383). mPAP menurun (-5,5
mmHg, p=0,0363), dan kapasitas latihan meningkat (53,1 m, p = 0,0079) pada pasien
sindroma Eisenmenger dengan kelas fungsional WHO III.24,26
Sitaxsentan, agen ERA selektif pada reseptor ETA terus dikembangkan dan telah
diterima oleh badan kesehatan Eropa. Sitaxsentan memiliki waktu paruh hingga 7 jam
sehingga dapat dikonsumsi sekali dalam sehari. Studi terbaru menyatakan bahwa sitaxsentan
memiliki TTCW lebih lama daripada bosentan pada pasien PAH. Review retrospektif dari 14
pasien dengan sindroma Eisenmenger yang diterapi dengan sitaxsentan selama 13 bulan
menunjukkan bukti perbaikan rasio PVR terhadap resistensi vaskuler sistemik tanpa risiko
penurunan saturasi oksigen saat istirahat secara signifikan. Sitaxsentan memiliki insidensi
toksisitas hepatik yang lebih rendah daripada bosentan tetapi berpengaruh dalam metabolisme
warfarin. 24,26
Ambrisentan juga merupakan agen ERA selektif pada reseptor ETA. Ambrisentan telah
diterima sebagai terapi PAH untuk pasien PAH dengan kelas fungsional WHO II dan III.
Pada studi AIRES (Ambrisentan in Pulmonary Arterial Hypertension, Randomised, Double-
blind, Placebo-Controlled , Multicenter, Efficacy), ambrisentan dilaporkan meningkatkan 6-
MWT setelah terapi 12 minggu. Efek samping yang dilaporkan berupa edema perifer dan
gagal jantung kongestif. Namun, penggunaan spesifik untuk pasien sindroma Eisenmenger
belum dilakukan. 24,26
Inhibitor fosfodiesterase-5
Sildenafil, vardenafil, dan tadalafil adalah inhibitor fosfodiesterase tipe-5 terbukti
efektif sebagai terapi hipertensi pulmonal dengan mekanisme mengurangi katabolisme cGMP
dan mencegah efek seluler yang dimediasi oleh nitric oxide (NO). Rekomendasi dosis oleh
FDA adalah 20 mg dan dikonsumsi tiga kali per hari. Pada studi prospektif pemakaian
sildenafil 6 bulan pada pasien sindroma Eisenmenger membuktikan adanya perbaikan
kapasitas latihan dan berkurangnya sianosis dengan efek samping minimal. Studi lingkup
kecil terapi inhibitor fosfodiesterase-5 baik sendiri maupun kombinasi dengan prostanoid
menunjukkan perbaikan kapasitas latihan, kelas fungsional, dan parameter hemodinamik
pada pasien sindroma Eisenmenger. Studi kohort dalam lingkup besar terkait terapi sildenafil
pada pasien sindroma Eisenmenger sedang diteliti oleh German Competence Network for
Congenital Heart Defects. Pada studi di India terkait efek tadalafil pada pasien sindroma
Eisenmenger dibuktikan saturasi oksigen dan kelas fungsional membaik setelah 12 minggu. 24
28
Prostaglandin (prostasiklin dan analog prostasiklin)
Prostasiklin (epoprostenol) bersifat sebagai vasodilator poten, anti-agregasi platelet,
dan anti-proliferatif. Obat tersebut telah dibuktikan efektif dalam peningkatan kapasitas
latihan, fungsi hemodinamik kardiopulmonal, dan klasifikasi fungsional WHO pada pasien
hipertensi pulmonal dengan administrasi infus kontinyu. Namun, terapi dengan epoprostenol
pada beberapa pasien dikaitkan dengan kejadian edema pulmonal akibat adanya pulmonary
veno-occlusive disease atau pulmonary capillary hemangiomatosis. 24,26
Studi yang meneliti efek infus epoprostenol kontinyu selama 3 bulan pada 8 pasien
sindroma Eisenmenger melaporkan adanya perbaikan signifikan dari kelas fungsional,
saturasi oksigen, dan kapasitas latihan, serta menurunkan PVR. Prostasiklin kontinyu juga
terbukti berperan sebagai terapi vasodilator pre-operatif yang potensial. Pada studi pasien
sindroma Eisenmenger dengan ASD menunjukkan perbaikan hemodinamik dengan
prostasiklin kontinyu sehingga dapat menjalani tindakan bedah korektif. Keamanan dari
prostanoid kontinyu menjadi isu penting terkait adanya peningkatan SVR dan PVR, reduksi
oksigen arterial, dan penggunaan kateter jangka lama. 24,26
Prostanoid inhalasi dan oral dipertimbangkan sebagai jalan keluar tetapi masih dalam
proses penelitian terkait penggunaannya pada pasien sindroma Eisenmenger. Pada studi
binatang, inhalasi iloprost menunjukkan reversibilitas remodelling vaskuler pada PAH.
Waktu paruh iloprost dalam serum 25 menit setelah inhalasi sehingga membutuhkan inhalasi
sebanyak 6-8 kali per hari. Treptostinil adalah analog prostasiklin stabil dengan waktu paruh
3 jam, tersedia untuk penggunaan subkutan dan intravena. Pada studi treptostinil subkutan
pada pasien PAH terkait penyakit jantung kongenital dilaporkan adanya perbaikan oada
kapasitas latihan, fungsi hemodinamik, dan klinis. Beraprost adalah analog prostasiklin oral
pertama yang diterima sebagai terapi IPAH hanya di Jepang tetapi tidak memiliki keuntungan
dalam terapi PAH terkait penyakit jantung kongenital. 24,26
DTT di masa mendatang
Studi pada hewan dengan PAH telah menunjukkan efek positif dari inhibitor of
phosphodiesterase-1, activation of soluble guanylate cyclase, dan gene transfer of angiogenic
factors. Perbaikan PAH dan pemanjangan angka ketahanan hidup juga dilaporkan pada studi
pre klinik pada hewan dengan penggunaan terapi gen yang menarget survivin (inhibitor
apoptosis). Imatinib, antagonis selektif platelet-derived growth factor receptor dilaporkan
efektif pada 1 pasien dengan kasus PAH familial. Terapi dengan peptida intestinal vasoaktif
juga masih dalam penelitian.26
c. Terapi Pembedahan
29
Transplantasi merupakan pilihan terapi akhir pada pasien dengan prognosis dan kualitas
hidup yang buruk. Transplantasi dapat berupa transplantasi jantung-paru, paru, atau paru
dengan memperbaiki defek intrakardiak sekaligus. Transplantasi paru memiliki beberapa
keuntungan lebih dibanding transplantasi jantung-paru yaitu donor organ lebih tersedia,
memperpendek waktu menunggu transplantasi, dan mencegah vaskulopati koroner transplan
serta penolakan allograft jantung. Transplantasi paru sekaligus perbaikan defek jantung dapat
menjadi pilihan terbaik pada pasien sindroma Eisenmenger dengan syarat fungsi sistolik
ventrikel kiri normal, tidak memiliki penyakit arteri koroner atau penyakit katup sisi kiri,
defek jantung tipe simpel (ASD, VSD, dan PDA), dan ejeksi fraksi ventrikel kanan lebih dari
0,10. Transplantasi paru tunggal berkaitan dengan reduksi kehilangan darah saat operasi,
mengurangi waktu iskemia allograft paru, dan penggunaan donor organ yang lebih baik.
Sedangkan transplantasi paru bilateral memiliki kelebihan berupa mismatch perfusi-ventilasi
lebih rendah, fungsi pulmonal dan pergantian gas lebih baik, serta kapasitas latihan lebih
baik. Pada tranplantasi paru tunggal lebih sering terjadi edema reperfusi setelah operasi.
Transplantasi paru bilateral lebih dipilih jika paru-paru pasien merupakan sumber infeksi
potensial (pneumonia berulang, fibrosis kistik, atau bronkiektasis).9,27
Pemilihan waktu pembedahan merupakan hal yang sulit karena angka ketahanan hidup
pasien sindroma Eisenmenger sulit diprediksi dan tidak ada stratifikasi risiko pada penyakit
ini. Median angka ketahanan hidup pasien sindroma Eisenmenger adalah 52,6 tahun.
Prediktor angka ketahanan hidup berupa kompleksitas penyakit jantung kongenital yang
mendasari, usia saat simtom muncul atau saat dirujuk ke pelayanan tersier, gejala gagal
jantung kanan, sinkop, kreatinin, aritmia atrial, kelas fungsional III dan IV, hipertrofi
ventrikel kanan, asam urat, tekanan atrium kanan tinggi, dan hipoksemia berat. Kontra
indikasi absolut untuk transplantasi jantung-paru atau paru adalah adanya infeksi aktif atau
kanker, perokok berat atau penyalahgunaan substansi tertentu, memiliki penyakit psikiatri,
penyakit sistemik berat (disfungsi renal, hepar, atau sistem syaraf pusat), obesitas morbid
atau kakeksia, dan usia lanjut (>60 tahun untuk transplantasi paru dan >50 tahun untuk
transplantasi jantung-paru). Kontra indikasi relatif meliputi ketergantungan terapi
glukokortikosteroid (>10 mg prednison/hari), riwayat sternotomi, torakotomi, atau
pleurodesis, ventilasi mekanik, osteoporosis berat atau abnormalitas skeletal, dan embolisme
pulmonal. Angka ketahanan hidup pasien sindroma Eisenmenger dengan transplantasi
jantung-paru 1 tahun sebesar 70-80%, 5 tahun sebesar 50-70%, dan 10 tahun sebesar 30-
50%.9,27,28
6.3. Rekomendasi Tata Laksana pada Sindroma Eisenmenger29
30
Kelas I
1. Pasien dengan sindroma Eisenmenger direkomendasikan menghindari aktivitas atau
paparan yang memiliki risiko morbiditas dan mortalitas tinggi yaitu,
a. Kehamilan
b. Dehidrasi
c. Latihan moderat sampai berat, terutama latihan isometrik
d. Paparan panas eksesif yang akut
e. Paparan kronik dataran tinggi (> 5000 kaki di atas permukaan laut)
f. Defisiensi besi
2. Pasien dengan sindroma Eisenmenger sebaiknya mendapatkan terapi untuk aritmia
dan infeksi.
3. Pasien dengan sindroma Eisenmenger sebaiknya memeriksakan hemoglobin, jumlah
platelet, cadangan besi, kreatinin, dan asam urat setiap setahun sekali.
4. Pasien dengan sindroma Eisenmenger sebaiknya diperiksa dengan oksimetri digital
baik dengan atau tanpa suplementasi terapi oksigen setiap setahun sekali. Adanya
hipoksemia oksigen-responsif harud menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
5. Eksklusi gelembung udara pada selang intravena direkomendasikan sebagai tindakan
esensial selama terapi.
6. Pasien menjalani tindakan pembedahan baik kardiak dan non kardiak hanya di pusat
pelayanan kesehatan dengan ahli yang sesuai. Jika dalam kondisi gawat darurat harus
dilakukan konsultasi pada ahli.
Kelas IIa
1. Semua medikasi untuk pasien dengan sindroma Eisenmenger harus melalui review
teliti terkait potensi perubahan tekanan darah sistemik, kondisi loading, pirau, dan
aliran darah atau fungsi ginjal dan hepar.
2. Terapi vasodilator pulmonal dapat bermanfaat untuk pasien dan dapat memperbaiki
kualitas hidup.
6.2. Prognosis Sindroma Eisenmenger
Prognosis pasien sindroma Eisenmenger secara substansial lebih baik daripada pasien
dengan kondisi terkait hipertensi pulmonal seperti hipertensi pulmonal idiopatik. Hal tersebut
dapat dikarenakan oleh fakta bahwa ventrikel subpulmonal telah terpapar tekanan tinggi sejak
lahir sehingga pasien sudah beradaptasi.12
31
Gambar 9. Survivalitas Kaplan-Meier pasien sindroma Eisenmenger dan hipertensi pulmonal primer12
Pasien dengan sindroma Eisenmenger memiliki angka ketahanan hidup 10 tahun
sebesar 80%, 15 tahun sebesar 77%, dan 25 tahun sebesar 42%. Usia harapan hidup pasien
sindroma Eisenmenger lebih rendah dibanding populasi normal. 75% pasien dengan
sindroma Eisenmenger dapat mencapai usia 30 tahun, 70% mencapai usia 40 tahun, dan 55%
mencapai usia 55 tahun. Rerata harapan hidup pasien dengan defek jantung simpel adalah
32,5 ± 14,6 tahun, pada defek jantung kompleks 25,8 ± 7,9 tahun. Prognosis sindroma ini
tidak bergantung pada lokasi defek intrakardiak. Variabel yang terkait dengan prognosis
buruk pada pasien sindroma Eisenmenger adalah sinkop, tekanan pengisian jantung kanan
yang meningkat, dan hipoksemia kronis (SaO2 sistemik < 85%).9
Kebanyakan pasien sindroma Eisenmenger meninggal karena sudden death yang sering
disebabkan oleh aritmia ventrikuler. Pada penelitian Niwa et al. didapatkan frekuensi sudden
death 63% disebabkan oleh perdarahan intrapulmonal masif, ruptur aneurisma trunkus
pulmonal, diseksi ascending aorta, ruptur arteri bronkhial, infark serebral vasospastik, dan tak
diketahui penyebabnya. Sedangkan penelitian Oechslin et al. didapatkan frekuensi sudden
death 25% disebabkan oleh artimia. Penyebab kematian lain yang sering ditemukan adalah
gagal jantung kongestif (25%), hemoptisis masif (15%), abses otak, thromboembolisme, dan
komplikasi kehamilan atau tindakan pembedahan nonkardiak. Penelitian Daliento et al.
menemukan kematian pasien sindroma Eisenmenger 29,5% disebabkan oleh sudden death,
22,9% disebabkan oleh gagal jantung, dan 11,4% disebabkan oleh hemoptisis masif. Pada
penelitian tersebut, faktor yang mempengaruhi deteriorasi kondisi pasien (dinilai dengan
indeks abilitas) adalah usia lanjut, defek jantung kompleks, kadar kreatinin serum tinggi,
disfungsi ventrikel kanan, dan tindakan pembedahan nonkardiak. Sedangkan studi Diller et
32
al. menyatakan bahwa prediktor mortalitas pasien sindroma Eisenmenger adalah kelas
fungsional WHO III-IV, tanda gagal jantung, riwayat aritmia klinis, durasi QRS dan interval
QTc yang lebih panjang, serta rendahnya albumin dan kalium serum. Studi yang
membandingkan pasien sindroma Eisenmenger dengan VSD (grup A), trunkus arteriosus
(grup B), dan jantung univentrikuler (grup C) dimana lama hidup paling pendek didapatkan
pada grup C. Pada studi untuk mengetahui angka ketahanan hidup dengan terapi DTT
(prostanoid, antagonis resesptor endothelin, dan inhibitor fosfodiesterase-5) disimpulkan
bahwa pasien sindroma Eisenmenger dengan terapi DTT memiliki risiko mortalitas yang
lebih rendah (C statistic = 0.80; hazard ratio, 0,16; 95% confidence interval, 0,04 – 0,71; P =
0,015).6,30,31,32
33