14
46 VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya program pemerintah yang bekerjasama dengan PT MEDCO untuk mengembangkan padi organik dengan metode SRI (System of Rice Intensification). Metode ini merupakan teknik budidaya yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengolahan lahan, tanaman dan air. Pengembangan usaha tani padi konvensional di desa Jambenengggang sudah dimulai sejak diberlakukannya revolusi hijau atau di Indonesia dikenal dengan gerakan BIMAS. Sebelum era revolusi hijau dimulai, petani padi di desa Jambenenggang dalam bercocok tanam sudah menggunakan pupuk kandang atau kompos dan pestisida sebagai inputnya. Namun, akibat semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan yang terjadi pada waktu itu maka pemerintah menetapkan program revolusi hijau yang menggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida) sebagai input produksi dengan tujuan agar produktivitas padi meningkat dan akhirnya kebutuhan akan pangan dimasyarakat dapat terpenuhi. Hal ini dilakukan agar dihasilkan beras dalam jumlah yang besar namun dalam waktu yang relatif singkat. Analisis sistem usaha tani dilakukan dengan cara membandingkan keragaan usaha tani yang dilakukan oleh petani di desa Jambenenggang, baik petani padi SRI maupun petani padi konvensional. Usaha tani ini dianalisis dengan cara mengidentifikasi penggunaan sumberdaya (input) hingga output yang

BAB VI Analisis Biaya Usaha

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB VI Analisis Biaya Usaha

46 

 

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa

Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

program pemerintah yang bekerjasama dengan PT MEDCO untuk

mengembangkan padi organik dengan metode SRI (System of Rice

Intensification). Metode ini merupakan teknik budidaya yang intensif dan efisien

dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengolahan lahan,

tanaman dan air.

Pengembangan usaha tani padi konvensional di desa Jambenengggang

sudah dimulai sejak diberlakukannya revolusi hijau atau di Indonesia dikenal

dengan gerakan BIMAS. Sebelum era revolusi hijau dimulai, petani padi di desa

Jambenenggang dalam bercocok tanam sudah menggunakan pupuk kandang atau

kompos dan pestisida sebagai inputnya. Namun, akibat semakin meningkatnya

kebutuhan akan pangan yang terjadi pada waktu itu maka pemerintah menetapkan

program revolusi hijau yang menggunakan bahan kimia (pupuk dan pestisida)

sebagai input produksi dengan tujuan agar produktivitas padi meningkat dan

akhirnya kebutuhan akan pangan dimasyarakat dapat terpenuhi. Hal ini dilakukan

agar dihasilkan beras dalam jumlah yang besar namun dalam waktu yang relatif

singkat.

Analisis sistem usaha tani dilakukan dengan cara membandingkan

keragaan usaha tani yang dilakukan oleh petani di desa Jambenenggang, baik

petani padi SRI maupun petani padi konvensional. Usaha tani ini dianalisis

dengan cara mengidentifikasi penggunaan sumberdaya (input) hingga output yang

Page 2: BAB VI Analisis Biaya Usaha

47 

 

dihasilkan. Kemudian analisis akan dilanjutkan dengan menghitung tingkat

pendapatan masing-masing usaha tani, baik usaha tani padi metode SRI maupun

padi metode konvensional.

6.1 Penggunaan Input Produksi

  Dalam menghitung biaya usaha tani, terlebih dahulu dianalisis penggunaan

input produksi petani. Pada penelitian ini input produksi yang dianalisis adalah

benih,pupuk, pestisida dan tenaga kerja.

6.1.1 Benih

Pada usaha tani padi sawah metode SRI ini, benih yang digunakan oleh

petani responden adalah varietas Sinta Nur, karena varietas ini memiliki

keunggulan dan cocok untuk sistem usaha tani metode SRI. Salah satu

keunggulan dari varietas Sinta Nur ini adalah tahan terhadap hama dan penyakit

terutama hama wereng coklat dan penyakit hawar daun. Hal ini sangat diperlukan

karena dalam sistem usaha tani padi metode SRI ini input yang digunakan

merupakan input organik, sehingga hama ataupun penyakit akan mudah untuk

menyerang tanaman.

Varietas Sinta Nur juga memiliki keunggulan lain yakni dalam produksi

anakannya cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan varietas yang lain

(Lampiran 5). Hal ini juga sangat diperlukan dalam usaha tani padi sawah metode

SRI karena pada saat penanaman bibit yang ditanam hanya satu rumpun, sehingga

diperlukan anakan yang produktif untuk menghasilkan malai padi yang banyak.

Varietas sinta Nur memiliki umur tanam 115-125 hari dengan potensi hasil

mencapai 7 ton/ha. Anakan produktif sekitar 16-20 batang. Sintanur memiliki

Page 3: BAB VI Analisis Biaya Usaha

48 

 

tekstur nasi pulen. Varietas ini baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah

sampai 550 m diatas permukaan laut.

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 9, kebutuhan benih total rata-

rata yang digunakan petani padi SRI setiap musim tanam sebesar 34,01 kg.

Jumlah tersebut jauh berbeda dimana petani padi konvensional total rata-rata

menggunakan benih sebesar 95,39 kg. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa

usaha tani padi SRI dapat menghemat penggunaan benih total rata-rata sebesar

61,38 kg, atau mengurangi biaya pembelian benih sebesar Rp 368.260,- dengan

harga rata-rata Rp 6.000,-/kg. Perbedaan jumlah kebutuhan benih SRI dan

konvensional cukup signifikan, hal ini disebabkan karena pada dasarnya usaha

tani metode SRI tidak membutuhkan banyak benih, karena pada prinsipnya

metode SRI menggunakan satu benih untuk satu lobang tanaman padi.

Perhitungan besarnya jumlah benih dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 9.Perbandingan Penggunaan Benih Padi SRI dan Padi Konvensional (Kg/Ha) di Desa Jambenenggang,kabupaten Sukabumi Jawa Barat

Penggunaan Benih SRI Penggunaan Benih Konvensional

Luas Lahan (Ha) Benih (Kg) Luas Lahan (Ha) Benih (Kg)0,16 2 0,12 240,5 10 0,10 100,4 5 0,15 100,04 2 0,35 100,5 7 0,10 100,5 7 0,3 150,3 30 0,15 150,15 5 0,06 71,2 7 0,22 150,08 3 0,16 100,07 3 0,15 150,25 10 0,10 10

1 6 0,08 100,12 5 0.07 10

1 10 0,08 50,12 5 0,12 15

Page 4: BAB VI Analisis Biaya Usaha

49 

 

0,1 5 0,05 60,09 5 0,25 100,1 5 0,10 100,07 3 0,05 5

Rata-Rata Total Benih (Kg) 34,01 95,39

Harga Benih (Rp) 6000 6000Biaya Total Rata-Rata Benih (Rp) 204.060 572.340

Selisih Biaya (Rp) 368.260

Sumber :Data primer diolah

6.1.2 Pupuk

Berdasarkan hasil wawancara, petani SRI tidak seluruhnya menggunakan

pupuk organik, ada sebagian petani yang menggunakan pupuk kimia, walaupun

proporsinya sangat kecil dibandingkan dengan pupuk organik. Pada petani

Konvensional hampir semua menggunakan pupuk kimia dan proporsinya sangat

besar dibandingkan dengan pupuk organik. Pada usaha tani padi SRI, pupuk yang

digunakan oleh petani organik untuk membudidayakan tanamannya adalah

dengan menggunakan pupuk kompos atau pupuk kandang.

Pupuk kompos ini dibuat dari berbagai campuran bahan organik yang

terdapat di alam, seperti pupuk kandang (kotoran hewan), sekam bakar, arang

bambu, daun-daunan hijau, sampah dapur, dan bahan lainnya yang berasal dari

hasil limbah pengolahan produk ternak yang kemudian didekomposisikan.

Definisi pupuk organik dalam International for Standardization (ISO) adalah

bahan organik atau bahan karbon yang ditambahkan ke dalam tanah secara

spesifik sebagai unsur hara yang mengandung nitrogen dari tumbuhan atau hewan

(Sutanto, 2006). Pada umumnya pupuk diberikan dengan cara sebar atau ditabur

melalui daun dengan cara disemprot.

Page 5: BAB VI Analisis Biaya Usaha

50 

 

Pupuk kompos yang digunakan petani padi organik SRI rata-rata adalah

2.127. 407 kg/ha dengan harga rata-rata adalah Rp. 635,00/kg. Petani masih

memanfaatkan bahan-bahan organik yang tersedia dilingkungan mereka. Untuk

mendapatkan pupuk ini, petani dapat membuatnya sendiri atau membeli di toko-

toko sarana tani yang ada di kota Sukabumi. Selain menggunakan pupuk kompos,

petani padi SRI pun menggunakan pupuk daun sebagai pupuk pelengkap, yaitu

menggunakan mikroorganisme lokal (MOL). Hal ini dilakukan petani untuk

menambah jumlah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. MOL ini digunakan

dengan cara disemprotkan menggunakan handsprayer.

Umumnya MOL dibuat sendiri oleh petani karena menggunakan bahan-

bahan organik yang mudah ditemukan di lingkungan. Berdasarkan data yang

diperoleh pada Tabel 10 dapat dikaji, bahwa kebutuhan MOL yang digunakan

rata-rata sebesar 15,96 lt/ha. Penggunaan MOL tidak memiliki rekomendasi

khusus, apabila petani akan menggunakan MOL lebih banyak dari dosis yang

telah ditetapkan itu lebih bagus, karena jumlah unsur hara yang dibutuhkan oleh

tanaman jadi lebih tercukupi.

Selain itu, tidak ada efek samping yang ditimbulkan apabila penggunaan

MOL melebihi dosis yang dianjurkan, karena pupuk ini terbuat dari bahan

organik. Namun, takaran yang dianjurkan yaitu 50:50, artinya setengah bagian

MOL dicampur dengan setengah bagian air. Dari segi biaya, petani padi SRI

mengeluarkan rata-rata Rp 4.770,-/Ha. Untuk melihat lebih jelas dapat dilihat dari

tabel dibawah ini.

Page 6: BAB VI Analisis Biaya Usaha

51 

 

Tabel 10. Kebutuhan akan MOL yang digunakan petani padi SRI di desa Jambenenggang, kec Kebon Pedes, Kab Sukabumi 2011

No Luas Lahan (Ha)

Jumlah Mol (Liter) Nilai (Rp) Pupuk

Organik (Kg) Nilai (Rp)

1 0,16 10 100000 300 225000

2 0,50 5 50000 150 112500

3 0,40 2 20000 700 490000

4 0,04 0.25 0 20 0

5 0,50 30 25000 350 262500

6 0,50 5 60000 700 490000

7 0,30 4 40000 2000 600000

8 0,15 5 50000 300 225000

9 1,20 15 75000 1500 600000

10 0,08 12 0 50 0

11 0,07 0.5 0 50 0

12 0,25 1 10000 75 56250

13 1,00 0 0 7000 2800000

14 0,12 0.5 5000 15 11250

15 1,00 1 10000 150 105000

16 0,12 0 0 50 35000

17 0,10 0.5 5000 100 70000

18 0,09 0 0 50 35000

19 0,10 0 0 700 70000

20 0,07 16 64000 700 490000

Jumlah 6,75 206.75 514000 14360 6677500

Rata2 penggunaan MOL

206,75/6,75 =30,63

Liter/Ha 718 kg/Ha

Biaya rata2 yang dikeluarkan

Rp.25.700 ,- Rp.502.600,-

Sumber : Data primer diolah

Penggunaan pupuk kimia dalam usaha tani padi konvensional biasanya

menggunakan pupuk standar yaitu pupuk urea, KCL, NPK dan TSP. Berdasarkan

data yang diperoleh pada Tabel 11, didapatkan bahwa rata-rata penggunaan pupuk

Page 7: BAB VI Analisis Biaya Usaha

52 

 

Urea sebesar 26,23 kg/Ha dengan biaya rata-rata yg dikeluarkan Rp 2500/kg,

penggunaan Pupuk KCL sebesar 6,83 Kg/Ha dengan Biaya Rata2 yang

dikeluarkan Rp 1800/kg, penggunaan pupuk NPK sebesar 3,5 kg/Ha dengan biaya

rata-rata yang dikeluarkan Rp 3000/kg. Rata-rata penggunaan pupuk TSP sebesar

16,43 kg/Ha dengan biaya rata-rata Rp 2500/kg.

Tabel 11. Rata-rata Penggunaan Pupuk Kimia petani Konvensional di desa Jambenenggang, kec Kebon Pedes, Kab Sukabumi 2011

Sumber : Data primer diolah

Berdasarkan Tabel 11 di atas, dapat dianalisis bahwa Biaya total dari

pupuk Urea yang dikeluarkan petani konvensional di desa Jambenenggang

sebesar Rp 65.575/Ha, nilai biaya pupuk KCl sebesar Rp 12.294/Ha, nilai biaya

pupuk NPK Rp 10.500/Ha dan pupuk TSP Rp 41.075/Ha. Biaya pupuk

merupakan bagian dari biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani.

6.1.3 Pestisida

Dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit pada usaha tani SRI

tidak menggunakan pestisida kimia. Hal ini dikarenakan dapat berpengaruh

terhadap kualitas beras yang dihasilkan, untuk itu pengendalian hama dan

penyakit para petani SRI melakukannya dengan cara pengendalian fisik dan

penyemprotan dengan menggunakan handsprayer. Pengendalian fisik dilakukan

Pupuk Urea Pupuk KCL Pupuk NPK Pupuk TSP Jumlah

Jumlah (Kg) 185,78 55,46 34,38 94,25 369,87

Harga (Rp/Kg) 2.500 1.800 3.000 2.500 9.800

Biaya (Rp) 464.460 99.836 103.152 235.647 903.095

Page 8: BAB VI Analisis Biaya Usaha

53 

 

dengan cara mencabut gulma yang berada dilahan dan pematang sawah,

sedangkan penyemprotan hama dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati

yang biasanya dibuat sendiri. Seringkali petani melakukan tindakan pengendalian

bersamaan dengan saat penyemprotan MOL dilakukan (pupuk daun), karena

dalam komposisi MOL terkadang dicampurkan bahan-bahan organik seperti

gadung, daun nimba, dan lain-lain yang dapat mengendalikan hama. Hal ini

dilakukan agar kondisi lahan bersih dari gulma yang biasanya dijadikan oleh

hama dan penyakit sebagai tempat bersemayam.

Petani padi konvensional dalam melakukan pengendalian hama dan

penyakitnya menggunakan pestisida kima. Pestisida yang digunakan oleh petani

konvensional terdiri dari dua jenis yakni berdasarkan cara aplikasinya yaitu

pestisida padat dan pestisida cair. Pada pestisida padat yang digunakan antara

lain, yaitu pestisida dengan merek dagang Furadam. Sedangkan pestisida cair

yang digunakan petani padi konvensional seluruhnya dalam bentuk formula cair

dengan seperti Pirtako,Obat eceng, Allika spontan, Pilia,Skor. Petani biasanya

melakukan penyemprotan pestisida bila terdapat serangan hama atau penyakit

pada tanaman, namun pada beberapa petani tetap melakukan penyemprotan

meskipun tidak terdapat serangan hama sebagai tindakan pencegahan. Hal serupa

juga dilakukan dengan cara menaburkan furadam. Rata-rata penggunaan furadam

yang dilakukan petani adalah sebesar 1.82 kg/ha. Berdasarkan data yang

diperoleh, penggunaan pestisida cair yang digunakan petani yaitu Allika 11,67 %,

Skor 5.83%, Pillia 40.87 %, Pirtakol 40.87 %, Obat eceng 0.58 %,Spontan 0.14

%. Pada Tabel bawah ini dapat dilihat beberapa jenis obat-obatan yang digunakan

petani Konvensional.

Page 9: BAB VI Analisis Biaya Usaha

54 

 

Tabel 12. Jenis Obat-Obatan Pada Usaha tani Padi Konvensional di Desa Jambenenngang, Kec. Kebon Pedes, Kab. Sukabumi untuk Musim Tanam (MT) Periode Januari-Maret 2011 Per Hektar

Sumber : Data primer (diolah)

6.1.4 Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki

pengaruh besar terhadap biaya usaha tani. Oleh karena itu dalam penggunaannya

petani harus memperhitungkannya. Kebutuhan tenaga kerja yang digunakan

petani berasal dari tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar

keluarga (TKLK). Kebutuhan tenaga kerja dalam satu musim tanam yang

digunakan petani baik usaha tani padi SRI maupun padi konvensional di desa

Jambenenggang pada umumnya relatif sama. Namun kebutuhan tenaga kerja pada

beberapa kegiatan dalam usaha tani padi SRI dengan padi konvensional berbeda.

Penggunaan tenaga kerja pada kedua jenis usaha tani di desa Jambenenggang

dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

No Jenis Obatan Satuan Penggunaan per Ha

Persentase (%)

Pestisida Cair

1 Allika ml 9,13 11,67

2 Skor ml 4,56 5,83

3 Pilia ml 31,96 40,87

4 Pirtako ml 31,96 40,87

5 Obat Eceng ml 0,45 0,58

6 Spontan ml 0,11 0,14

Pestisida Padat

1 Furadam Kg 1,82 100

Page 10: BAB VI Analisis Biaya Usaha

55 

 

Tabel 13. Perbandingan Kebutuhan Tenaga Kerja pada Usaha tani Padi Metode SRI dan Usaha tani Padi Konvensional di Desa Jambenenggang, Kec. Kebon Pedes, Kab. Sukabumi Tahun 2011 (HOK/Ha)

No Kegiatan Metode SRI Metode Konvensional

Kebutuhan (HOK) (%) Kebutuhan

(HOK) (%)

1 Pengolahan Tanah 153 20.90 117 27,70

2 Penyiapan Media 25 3.41 30 7,10

3 Menaplak 32 4.37 15 3,55

4 Menanam tandur 138 18.80 78 18,48

5 Penyiangan 90 12.20 58 13,70

6 Penyulaman 39 5.32 0 0

7 Pemupukan 30 4.09 16 3,79

8 Penyemprotan 45 6.14 10 2,36

9 Pembersihan Pematang 41 5.60 30 7,10

10 Panen 139 18.90 68 16,11

Total 732 100.00 422 100.00

Δ KK = TKSri – TKKonvensional = 732 - 422 = 310 HOK Sumber : Data primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 13 di atas memperlihatkan perbandingan kebutuhan

tenaga kerja metode SRI lebih banyak dibandingkan dengan usaha tani metode

konvensional. Proporsi kebutuhan tenaga kerja untuk kedua jenis usaha tani

tersebut paling besar dialokasikan pada kegiatan pengolahan tanah, menanam

tandur, penyiangan, dan panen. Pada usaha tani SRI, sebanyak 20.9 %

dialokasikan untuk pengolahan tanah, kemudian diikuti oleh kegiatan menanam

tandur sebesar 18.8 %, kegiatan penyiangan sebesar 12.2 % dan kegiatan panen

sebesar 18.9 %.

Pada usaha tani padi konvensional membutuhkan tenaga kerja jauh lebih

sedikit dibandingkan dengan usaha tani metode SRI. Penggunaan jumlah tenaga

Page 11: BAB VI Analisis Biaya Usaha

56 

 

kerja dimasing-masing usaha tani terlihat perbedaan yang cukup besar, yakni pada

kegiatan pengolahan tanah, menanam tandur, penyiangan, dan penyemprotan.

Pada kegiatan pengolahan tanah kebutuhan tenaga kerja usaha tani SRI lebih

banyak dibandingkan usaha tani konvensional, hal ini disebabkan karena pada

proses pengolahan tanah sawah yang diusahakan dengan metode SRI

membutuhkan tahapan pengolahan yang lebih banyak dibandingkan dengan

konvensional, karena pada prinsipnya usaha tani metode SRI tidak menggunakan

pupuk kimia sehingga dibutuhkan pembajakan tanah yang lebih banyak yang

bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Penggunaan tenaga kerja yang

dibutuhkan pada dua proses lainnya yaitu penyiangan dan penyemprotan lebih

banyak digunakan pada usaha tani padi sawah metode SRI, hal ini disebabkan

karena tanaman padi dengan menggunakan SRI merupakan tanaman organik

sehingga sangat mudah untuk terserang hama tanaman, hal ini menyebabkan

proses penyiangan pada usaha tani SRI lebih banyak dibandingkan dengan

konvensional. Kedua kegiatan tersebut memerlukan tambahan tenaga kerja lebih

banyak karena proses penyemprotan MOL pada usaha tani padi metode SRI

dilakukan sebanyak empat kali jika dibandingkan dengan proses penyemprotan

yang dilakukan pada usaha tani padi konvensional yang dilakukan sebanyak dua

kali pada setiap musim tanam. Pada kegiatan penyemprotan membutuhkan 45

HOK dan penyiangan membutuhkan tenaga kerja sebesar 90 HOK jika

dibandingkan dengan usaha tani konvensional yang membutuhkan tenaga kerja

untuk penyemprotan sebanyak 7 HOK dan tenaga kerja untuk penyiangan

sebanyak 58 HOK.

Page 12: BAB VI Analisis Biaya Usaha

57 

 

Upah yang diterima buruh tani di desa Jembenenggang, baik pada usaha

tani padi SRI maupun padi konvensional pada umumnya adalah sama. Kisaran

upah yang berlaku sekitar Rp 15.000,00 – Rp 25.000,00 untuk hari kerja pria dan

Rp 10.000,00 – Rp 15.000,00 untuk hari kerja wanita. Berdasarkan Tabel di atas

dapat dianalisis perubahan kesempatan kerja secara keseluruhan yang terjadi

sebanyak 310 HOK, yang berarti bahwa penggunaan tenaga kerja sistem

usahatani metode SRI lebih banyak 310 HOK dibandingkan dengan sistem

usahatani konvensional.

6.2 Output Usaha tani

Output dalam usaha tani padi yakni berupa gabah. Gabah adalah bulir padi

yang telah dirontokkan melalui kegiatan panen. Gabah yang diterima petani di

lahan atau gabah yang belum mendapat perlakuan pengeringan disebut gabah

kering panen (GKP). Sementara gabah yang telah dikeringkan disebut gabah

kering giling (GKG). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani, terjadi

kehilangan bobot GKP yang disebabkan oleh proses penjemuran adalah sekitar 15

%, dengan kata lain bobot GKG lebih rendah 15 % dari bobot GKP. Adapun jenis

gabah yang sering dijual oleh petani di desa Jambenenggang biasanya adalah

GKP. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa total gabah kering

panen (GKP) yang dihasilkan petani SRI dengan luas lahan rata-rata 0,3375 Ha

sebesar 39.785 kg, sedangkan total gabah kering panen (GKP) yang dihasilkan

petani konvensional dengan luas lahan rata-rata 0,146 Ha sebesar 21.350 kg.

Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui dan dikaji perbandingan

produksi (GKP) rata-rata yang dihasilkan petani SRI dengan petani

Konvensional. Produksi rata-rata petani SRI sebesar 1989,25 kg, sedangkan

Page 13: BAB VI Analisis Biaya Usaha

58 

 

produksi rata-rata yang dihasilkan petani konvensional sebesar 1.067,5 kg.

Berdasarkan informasi dianalisis bahwa hasil produksi petani dengan

menggunakan metode SRI lebih tinggi dibandingkan dengan hasil produksi yang

diusahaakan petani konvensional. Selain dari segi produksi, harga jual GKP padi

SRI lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual GKP padi konvensional. Untuk

harga jual GKP padi SRI sebesar Rp 2.800,00 /Kg, sedangkan harga jual GKP

padi konvensional sebesar Rp 2.500,00 /Kg. Data produksi di atas dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 14 .Perbandingan Produktivitas Padi Metode SRI dan Padi Konvensional di Desa Jambenenggang, Kec. Kebon Pedes, Kab. Sukabumi Periode Januari-April 2011

Sumber : Data primer (diolah)

6.3 Penggunaan Air untuk Produksi

Kondisi desa Jambenennggang, sumber air pertanian yang dimanfaatkan

oleh warga berasal dari sungai disekitar desa yang dibuat menjadi irigasi

sederhana. Namun ada beberapa kelompok tani yang hanya memanfaatkan air

hujan untuk mengairi sawahnya. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dianalisis

perbandingan penggunaan air yang digunakan antara petani yang menggunakan

metode SRI dengan petani yang menggunakan metode konvensional. Jumlah

kebutuhan air untuk sawah yang menggunakan metode SRI dengan metode

konvensional sangat berbeda. Kebutuhan air untuk metode SRI membutuhkan

Jenis Usahatani Luas Rata-rata (Ha)

GKP Total (Kg)

GKP Rata-Rata (Kg)

Produktivitas GKP (Kg/Ha)

Metode SRI 0,33 39.785 1.989,25 5.894,07

Konvensional 0,13 21.350 1.067.50 4.402,17

Page 14: BAB VI Analisis Biaya Usaha

59 

 

1500 m3 per musim tanam untuk pengolahan tanah dan untuk pertumbuhan

tanaman membutuhkan air 6000 m3 per musim tanam. Kebutuhan air untuk sawah

yang menggunakan metode konvensional membutuhkan 1500 m3 per musim

tanam untuk pengolahan tanah dan 1000 m3 untuk pertumbuhan tanaman.

Tabel 15. Perbandingan Kebutuhan air Padi Sawah Metode SRI dengan

Konvensional

Metode Pengolahan (m3) Pertumbuhan (m3) Kebutuhan Total (m3)

Padi SRI 1500 6000 7500

Padi Konvensional 1500 10000 11500Sumber : Balitbang Pertanian