76
Bab VI Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal VI-1 NK RAPBN 2009 BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, PENGELOLAAN UTANG, DAN RISIKO FISKAL 6.1. Pembiayaan Defisit Anggaran Sasaran kebijakan fiskal ditetapkan secara konsisten berdasarkan pada target ekonomi makro yang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan kondisi terkini disusun kebijakan operasional untuk mencapai target-target yang hendak dicapai tersebut. Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan difokuskan pada kebijakan umum yang hendak ditempuh oleh Pemerintah dan prioritas-prioritas kegiatan yang hendak dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga untuk mendorong sasaran makro dimaksud, yang diterjemahkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah dan diwujudkan melalui rencana belanja negara. Rencana belanja disusun dengan memperhatikan kemampuan Pemerintah untuk menghimpun seluruh potensi penerimaan negara. Dalam hal terjadi kekurangan akibat belanja negara melampaui penerimaan negara, maka Pemerintah harus mencari sumber-sumber pembiayaan defisit. Pencarian sumber pembiayaan tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu memperhitungkan seluruh kewajiban Pemerintah di sisi pembiayaan yang mengikat dan tidak mungkin ditangguhkan. Agar kesinambungan fiskal tetap terjaga, maka besarnya sasaran defisit ditetapkan pada tingkat yang terkendali dalam jangka panjang. Penyusunan perkiraan penerimaan, pemilihan kegiatan prioritas, dan penentuan sumber pembiayaan dalam hal terjadi defisit, merupakan proses yang dinamis dan diperhitungkan secara cermat hingga dicapai suatu keseimbangan dan kombinasi yang optimal diantara ketiga komponen tersebut, sehingga APBN dapat secara obyektif mencerminkan upaya pencapaian target. Dalam penentuan besaran pembiayaan defisit dan identifikasi sumber-sumber pembiayaan, Pemerintah harus senantiasa mempertimbangkan batasan-batasan risiko yang dihadapi karena besaran defisit yang tidak terkendali dapat mengganggu kesinambungan fiskal. Indikator kesinambungan fiskal antara lain dapat diukur dari rasio defisit terhadap kemampuan perekonomian secara keseluruhan (rasio defisit terhadap PDB) yang berada pada tingkat yang cukup terkendali. Di samping itu, kesinambungan fiskal juga ditunjukkan oleh rasio besarnya jumlah utang terhadap kemampuan perekonomian secara nasional (rasio utang terhadap PDB) yang harus menunjukkan penurunan. Rasio utang menjadi indikator yang lazim digunakan untuk mengukur kesinambungan fiskal mengingat utang sebagai sumber pembiayaan defisit pada waktu yang telah diperjanjikan harus dibayar kembali. Dengan demikian, apabila kemampuan utang untuk menutup defisit dan kemampuan membayar kembali tidak diperhitungkan, dikhawatirkan dapat menganggu fungsi kebijakan fiskal dalam mendorong perekonomian dan menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi.

BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

  • Upload
    dobao

  • View
    226

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-1NK RAPBN 2009

BAB VI

PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN,PENGELOLAAN UTANG, DAN RISIKO FISKAL

6.1. Pembiayaan Defisit Anggaran

Sasaran kebijakan fiskal ditetapkan secara konsisten berdasarkan pada target ekonomi makroyang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu. Selanjutnya, dengan mempertimbangkankondisi terkini disusun kebijakan operasional untuk mencapai target-target yang hendakdicapai tersebut. Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnyadibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan difokuskan padakebijakan umum yang hendak ditempuh oleh Pemerintah dan prioritas-prioritas kegiatanyang hendak dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga untuk mendorong sasaranmakro dimaksud, yang diterjemahkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah dan diwujudkanmelalui rencana belanja negara. Rencana belanja disusun dengan memperhatikankemampuan Pemerintah untuk menghimpun seluruh potensi penerimaan negara. Dalamhal terjadi kekurangan akibat belanja negara melampaui penerimaan negara, makaPemerintah harus mencari sumber-sumber pembiayaan defisit. Pencarian sumberpembiayaan tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu memperhitungkan seluruh kewajibanPemerintah di sisi pembiayaan yang mengikat dan tidak mungkin ditangguhkan. Agarkesinambungan fiskal tetap terjaga, maka besarnya sasaran defisit ditetapkan pada tingkatyang terkendali dalam jangka panjang. Penyusunan perkiraan penerimaan, pemilihankegiatan prioritas, dan penentuan sumber pembiayaan dalam hal terjadi defisit, merupakanproses yang dinamis dan diperhitungkan secara cermat hingga dicapai suatu keseimbangandan kombinasi yang optimal diantara ketiga komponen tersebut, sehingga APBN dapat secaraobyektif mencerminkan upaya pencapaian target.

Dalam penentuan besaran pembiayaan defisit dan identifikasi sumber-sumber pembiayaan,Pemerintah harus senantiasa mempertimbangkan batasan-batasan risiko yang dihadapikarena besaran defisit yang tidak terkendali dapat mengganggu kesinambungan fiskal.Indikator kesinambungan fiskal antara lain dapat diukur dari rasio defisit terhadapkemampuan perekonomian secara keseluruhan (rasio defisit terhadap PDB) yang beradapada tingkat yang cukup terkendali. Di samping itu, kesinambungan fiskal juga ditunjukkanoleh rasio besarnya jumlah utang terhadap kemampuan perekonomian secara nasional (rasioutang terhadap PDB) yang harus menunjukkan penurunan. Rasio utang menjadi indikatoryang lazim digunakan untuk mengukur kesinambungan fiskal mengingat utang sebagaisumber pembiayaan defisit pada waktu yang telah diperjanjikan harus dibayar kembali.Dengan demikian, apabila kemampuan utang untuk menutup defisit dan kemampuanmembayar kembali tidak diperhitungkan, dikhawatirkan dapat menganggu fungsi kebijakanfiskal dalam mendorong perekonomian dan menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi.

Page 2: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-2 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

6.1.1. Kebijakan Umum dan Kebutuhan Pembiayaan

Kebijakan umum pembiayaan anggaran sebagai sasaran kebijakan fiskal yang ditetapkanoleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunjukkanarah kebijakan defisit. Kebijakan pembiayaan defisit APBN, dalam kurun waktu delapantahun terakhir menunjukkan pergeseran kebijakan yang cukup signifikan, terutamaditunjukkan oleh trend penggunaan sumber pembiayaan defisit yang dilakukan. Pemilihanterhadap sumber pembiayaan tersebut merefleksikan ketersediaan sumber pembiayaan yangsemula berasal dari nonutang, seperti penjualan aset, privatisasi BUMN, menjadi berasaldari utang.

Dalam beberapa tahun terakhir ini juga muncul beberapa kebutuhan pengeluaranpembiayaan dengan jumlah yang cenderung meningkat. Pengeluaran pembiayaan tersebutperlu dilakukan terutama untuk investasi pemerintah pada kegiatan pembangunaninfrastruktur yang melibatkan peran swasta dalam kerangka kerja sama (public privatepartnership, PPP), penjaminan terhadap kewajiban PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN)untuk menambah kapasitas dalam menjalankan fungsi publik, dan penyertaan modal negarapada BUMN sektor-sektor tertentu.

Dari waktu ke waktu, arah kebijakan defisit anggaran dapat mengalami perubahan prioritas,dari konsolidasi fiskal menjadi stimulus fiskal maupun sebaliknya, tergantung dari kondisikeuangan dan prioritas rencana kerja pemerintah. Arah kebijakan defisit melalui konsolidasifiskal telah dilakukan Pemerintah pada tahun 2001- 2005, yang ditunjukkan oleh penurunandefisit dari sebesar 2,4 persen terhadap PDB pada tahun 2001 menjadi 0,5 persen terhadapPDB pada tahun 2005. Pada tahun 2006, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi,arah kebijakan defisit mengalami perubahan orientasi menjadi stimulus fiskal melaluipeningkatan target defisit menjadi 0,9 persen terhadap PDB. Pada tahun 2007, stimulusfiskal kembali dilanjutkan melalui peningkatan defisit menjadi 1,5 persen terhadap PDBwalaupun dalam realisasinya hanya mencapai 1,3 persen terhadap PDB. Meskipun terjadipenurunan defisit dalam realisasi tahun 2007 tersebut, namun realisasi pertumbuhanekonomi yang dicapai relatif sesuai dengan target yang ditetapkan semula yaitu 6,3 persenterhadap PDB.

Pada APBN tahun 2008, defisit tetap diarahkan untuk stimulus fiskal sebesar 1,6 persenterhadap PDB dalam mendukung pencapaian target pembangunan ekonomi nasional jangkapanjang. Penetapan defisit ini akan tetap dijaga pada tingkat yang masih dapat memberikanpeluang bagi Pemerintah untuk secara kredibel mempertahankan stabilitas ekonomi makroguna menjaga momentum peningkatan kinerja perekonomian dalam jangka panjang.Penetapan defisit tersebut disusun berdasarkan proyeksi kondisi makro ekonomi yangmengacu pada kondisi paruh pertama tahun 2007 yang masih relatif stabil. Namun dalamperkembangan selanjutnya, perubahan ekonomi dunia menunjukkan tanda-tandapelambatan yang dipicu oleh krisis subprime mortgage dan kecenderungan peningkatanharga komoditi dunia terutama minyak, yang memicu peningkatan ekspektasi inflasi baikdi tingkat global maupun lokal. Perubahan tersebut secara cukup signifikan telahmempengaruhi asumsi makro yang telah ditetapkan semula sehingga mendorongPemerintah untuk melakukan perubahan APBN. Tidak sebagaimana biasanya, Pemerintahdan DPR telah melakukan perubahan APBN pada awal triwulan kedua. Perubahan cukupbesar terjadi di dalam APBN-P tahun 2008 yang melonggarkan defisit anggaran hingga

Page 3: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-3NK RAPBN 2009

menjadi sebesar 2,1 persen terhadap PDB untuk mengakomodir perkembangan kondisiekonomi. Peningkatan defisit tersebut berdampak pada penambahan pembiayaan yangterutama akan dibiayai dari utang, baik dalam bentuk pinjaman luar negeri melalui pinjamanprogram, maupun penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Sebagaimana tahunsebelumnya, dalam tahun 2008, Pemerintah masih memiliki beberapa sumber pembiayaananggaran dari nonutang yaitu melalui rekening Pemerintah, privatisasi Badan Usaha MilikNegara (BUMN), dan penjualan aset negara melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PTPPA) dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Namun dalam kapasitas untukmembiayai defisit, sumber-sumber tersebut tidak cukup memadai, mengingat adanyakebutuhan pembiayaan nonutang yang juga harus dipenuhi, seperti untuk penyertaan modalnegara, pembiayaan infrastuktur dan penjaminan Pemerintah, serta adanya kebutuhanuntuk menjaga rekening pemerintah berada pada tingkat yang aman pada akhir tahununtuk membiayai kebutuhan awal tahun anggaran yang akan datang. Untuk itu,pembiayaan utang secara neto diharapkan dapat memenuhi seluruh kekurangan pembiayaantersebut. Dari kebutuhan pembiayaan defisit sebesar 2,1 persen terhadap PDB, maka jumlahpembiayaan bersih utang (neto) yang harus dilakukan dalam tahun 2008 mencapai sebesar2,3 persen.

Perkembangan pembiayaan anggaran sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 disajikandalam Tabel VI.1 berikut ini.

Nominal % PDB Nominal % PDB Nominal % PDB Nominal % PDB Nominal % PDB

A. Pendapatan Negara dan Hibah 403,4 17,8 495,2 17,8 638,0 19,1 707,8 17,9 895,0 20,0

B. Belanja Negara 427,2 18,9 509,6 18,3 667,1 20,0 757,6 19,1 989,5 22,1

diantaranya:- Pembayaran Bunga Utang 62,5 2,8 65,2 2,3 79,1 2,4 79,8 2,0 94,8 2,1

+ Utang Dalam Negeri 39,6 1,7 42,6 1,5 54,1 1,6 54,1 1,4 65,8 1,5+ Utang Luar Negeri 22,9 1,0 22,6 0,8 25,0 0,7 25,7 0,7 29,0 0,6

- Belanja Modal 61,5 2,7 32,9 1,2 55,0 1,6 64,3 1,6 95,4 2,1

C. Surplus/(Defisit) Anggaran -23,8 -1,1 -14,4 -0,5 -29,1 -0,9 -49,8 -1,3 -94,5 -2,1

D. Pembiayaan 20,8 0,9 11,1 0,4 29,4 0,9 42,5 1,1 94,5 2,1

I. Non Utang 42,0 1,9 -1,2 0,0 20,0 0,6 9,1 0,2 -10,2 -0,2

1. Perbankan Dalam Negeri 22,7 1,0 -2,6 -0,1 18,9 0,6 8,4 0,2 -11,7 -0,3

2. Non Perbankan Dalam Negeri 19,3 0,9 1,4 0,0 1,1 0,0 0,7 0,0 1,5 0,0a. Privatisasi (neto) 3,5 0,2 0,0 0,0 0,4 0,0 0,3 0,0 0,5 0,0

- Penerimaan 3,5 0,2 0,0 0,0 2,4 0,1 3,0 0,1 0,5 0,0- PMN 0,0 0,0 0,0 0,0 -2,0 -0,1 -2,7 -0,1 0,0 0,0

b. Penjualan Aset 15,8 0,7 6,6 0,2 2,7 0,1 2,4 0,1 3,9 0,1c. PMN/Dukungan Infrastruktur *) 0,0 0,0 -5,2 -0,2 -2,0 -0,1 -2,0 -0,1 -2,8 -0,1

II. Utang -21,2 -0,9 12,3 0,4 9,4 0,3 33,3 0,8 104,7 2,3

1. Utang Dalam Negeri -2,1 -0,1 -2,3 -0,1 17,5 0,5 43,6 1,1 73,9 1,6a. SBN Dalam Negeri (neto) -2,1 -0,1 -2,3 -0,1 17,5 0,5 43,6 1,1 73,9 1,6

2. Utang Luar Negeri -19,1 -0,8 14,6 0,5 -8,1 -0,2 -10,3 -0,3 30,8 0,7a. SBN Luar Negeri (neto) 9,0 0,4 24,9 0,9 18,5 0,6 13,6 0,3 43,9 1,0b. Pinjaman Luar Negeri (neto) -28,1 -1,2 -10,3 -0,4 -26,6 -0,8 -23,9 -0,6 -13,1 -0,3

- Penarikan Pinjaman 18,4 0,8 26,8 1,0 26,1 0,8 34,1 0,9 48,1 1,1+ Pinjaman Program 5,1 0,2 12,3 0,4 13,6 0,4 19,6 0,5 26,4 0,6+ Pinjaman Proyek 13,4 0,6 14,6 0,5 12,5 0,4 14,5 0,4 21,8 0,5

- Pembayaran Cicilan Pokok -46,5 -2,1 -37,1 -1,3 -52,7 -1,6 -57,9 -1,5 -61,3 -1,4

E. Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan -3,0 -0,1 -3,3 -0,1 0,3 0,0 -7,4 -0,2 0,0 0,0

*) Tahun 2005 merupakan PMN. Mulai tahun 2006 merupakan dana dukungan infrastruktur.Sumber: Departemen Keuangan

2008(APBN-P)

3.957,4 4.484,4

Tabel VI.1

Perkembangan Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun 2004 - 2008(triliun rupiah)

Uraian2004

(LKPP)2005

(LKPP)2006

(LKPP)2007

(LKPP)

PDB (triliun rupiah) 2.261,7 2.785,0 3.338,2

Page 4: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-4 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Pada tahun anggaran 2009, ditengah kondisi ekonomi dunia yang masih penuhketidakpastian, kebijakan defisit anggaran lebih diarahkan untuk konsolidasi fiskal dengantetap mempertahankan adanya stimulus bagi perekonomian. Defisit pada tahun 2009direncanakan sebesar 1,5 persen terhadap PDB, lebih rendah 0,6 persen dibandingkan targetdefisit pada perubahan APBN tahun 2008. Penurunan defisit tersebut sejalan dengan:(1) upaya-upaya untuk meningkatkan penerimaan negara, (2) upaya penurunan belanjasubsidi terutama melalui pengendalian konsumsi BBM bersubsidi dan listrik, dan (3) upayauntuk membagi beban yang dihadapi antara Pemerintah pusat dan daerah melaluireformulasi dana perimbangan yang lebih adil.

Defisit yang mencapai 1,5 persen terhadap PDB tersebut, sebagaimana kecenderunganbeberapa tahun terakhir, akan lebih banyak dipenuhi dari utang terutama penerbitan suratberharga. Dalam tahun 2009, pembiayaan nonutang secara neto akan lebih bersifatpengeluaran pembiayaan, mengingat semakin terbatasnya sumber pembiayaan yang berasaldari penjualan aset. Sementara dari privatisasi BUMN, terdapat kebutuhan yang sangatbesar untuk melakukan restrukturisasi BUMN, sehingga penerimaan pembiayaan yangdiperoleh dari privatisasi BUMN secara neto tidak dapat memberikan kontribusi padapembiayaan defisit APBN tahun 2009, namun sebaliknya berdampak pada peningkatanpengeluaran pembiayaan. Kebutuhan untuk penyertaan investasi dalam kerangka PPP dandianggarkannya dana kontinjensi untuk pemberian jaminan terhadap proyekketenagalistrikan berbahan bakar batubara 10.000 MW, juga telah mengakibatkan adanyakebutuhan pengeluaran di sisi pembiayaan. Sebagai hasil akhirnya pembiayaan melaluiutang secara neto diperkirakan mencapai 1,5 persen terhadap PDB, atau relatif sama dengankebutuhan pembiayaan defisit.

Pembiayaan melalui utang tersebut akan dilakukan baik secara tunai untuk keperluan umummaupun merupakan pinjaman yang terkait dengan kegiatan tertentu yang dilaksanakanoleh kementerian negara/lembaga. Pinjaman kegiatan (pinjaman proyek) pada dasarnyamerupakan sumber pembiayaan yang earmarked dengan belanja negara, sehingga tidakdapat secara serta merta digunakan untuk memenuhi pembiayaan umum (generalfinancing) dari APBN. Dari sumber utang, alternatif pembiayaan yang dapat digunakanuntuk berbagai keperluan umum APBN yang tersedia adalah pinjaman program danpenerbitan surat berharga negara. Dalam menentukan besarnya pinjaman dan penerbitansurat berharga negara yang dapat dilakukan, Pemerintah memperhitungkan seluruh aspekyang menentukan dapat tidaknya jumlah utang tersebut dilakukan. Pinjaman programdiperhitungkan dengan melakukan penjajakan terhadap kemampuan pemberi pinjaman,konsistensi dengan kebijakan jangka menengah pemberian pinjaman yang telah dibahasantara Pemerintah dengan lender, dan kesesuaian dengan matriks kebijakan (policy matrix)yang dipersyaratkan. Sementara, pembiayaan melalui penerbitan SBN, akan tetapdiprioritaskan dari sumber dalam negeri. Untuk mengakomodir kebutuhan pembiayaanyang meningkat, penerbitan dapat dilakukan di pasar internasional. Perhitungan terhadappenerbitan surat berharga di pasar internasional dilakukan tidak saja melihat pada kebutuhanpembiayaan semata-mata, namun secara lebih luas juga mempertimbangkan kondisi pasar,biaya dan risiko, karena akan berakibat pada kerentanan Indonesia terhadap faktor eksternal(external vulnerability). Secara normatif, guna mengurangi risiko terhadap faktor eksternalpembiayaan melalui utang yang diperoleh dari sumber-sumber di pasar internasional dalamkerangka fiskal perlu memperhitungkan sisi kewajiban dalam valuta asing sehingga terjadinatural hedging.

Page 5: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-5NK RAPBN 2009

Berdasarkan kebijakan pembiayaan yang telah berjalan pada tahun-tahun sebelumnya,pada masa mendatang sumber pembiayaan anggaran masih akan tetap diprioritaskan padapenerbitan SBN khususnya SBN rupiah di pasar domestik dengan pertimbangan utama:(i) semakin terbatasnya sumber pembiayaan defisit dari nonutang; (ii) semakin beragamnyainstrumen surat berharga negara termasuk diantaranya Surat Berharga Syariah Negara(SBSN); (iii) mengurangi exposure pinjaman luar negeri guna mengurangi risiko nilaitukar (exchange rate risk). Jumlah penerbitan SBN akan tetap didasarkan pada kebutuhanuntuk pembiayaan, dengan mempertimbangkan daya serap pasar dan kapasitas Pemerintahdalam mengelola tambahan utang secara efisien. Prioritas penerbitan SBN rupiah jugadidasari pada pertimbangan strategis lainnya yang sangat terkait dengan peranan instrumentersebut dalam pengelolaan ekonomi makro (fiskal dan moneter), pengelolaan keuangan negarabaik pengelolaan utang maupun pengelolaan kas, pertumbuhan industri keuangan domestik,serta pengembangan pasar uang dan pasar modal domestik yang sehat (sounds) secaramenyeluruh. Penggunaan SBN pada prinsipnya memiliki beberapa manfaat yang satusama lain saling mendukung yaitu: (i) sebagai instrumen fiskal, SBN mempunyai beragamvariasi instrumen yang dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan yang tepat, baikdari sisi biaya maupun profil risiko; (ii) sebagai instrumen moneter, SBN dapat digunakandalam melakukan operasi pasar terbuka (open market operation) oleh otoritas moneter.Hal ini lazim dilakukan di banyak negara terutama dengan menggunakan surat berhargajangka pendek yang diperdagangkan di pasar sekunder atau dengan melakukan transaksisurat berharga untuk dibeli kembali (REPO); (iii) sebagai instrumen untuk pengelolaanportofolio utang negara, misalnya dalam rangka reprofiling struktur jatuh tempo SBNmaupun refinancing pinjaman komersial luar negeri dalam rangka mengoptimalkanporsi SBN dalam struktur portofolio utang negara; (iv) adanya pasar sekunder SBN yanglikuid sehingga menghasilkan benchmark yield curve yang diperlukan sebagai referensiharga wajar suatu aset finansial, yang dapat memberi dampak semakin berkembangnyapasar modal secara keseluruhan; dan (v) sebagai instrumen dalam pengelolaan kas negara.

Strategi pembiayaan melalui utang yang diimplementasikan secara terkoordinasi olehberbagai otoritas akan dapat mendukung pencapaian pengelolaan fiskal secara hati-hati(prudent), kebijakan moneter yang kredibel, pasar keuangan yang dalam dan likuid (deepand liquid financial market), dan pengelolaan utang yang sehat (sound) serta pengelolaankas negara yang efisien. Apabila pada suatu saat APBN mengalami surplus dan pembiayaanmelalui utang tidak lagi diperlukan, maka penerbitan SBN akan tetap dilakukan untuktujuan-tujuan tertentu, misalnya pengembangan pasar keuangan dalam pembentukanbenchmark, pengelolaan portofolio utang termasuk perubahan struktur portofolio danrefinancing utang yang jatuh tempo, dan pengelolaan kas negara.

Sebagai konsekuensi dari penggunaan SBN sebagai instrumen pembiayaan akanmenyebabkan semakin tingginya exposure risiko pasar dalam pengelolaan APBN. Olehkarena itu, dalam pengelolaan utang diperlukan penerapan disiplin pasar secara konsistenagar proses pengambilan keputusan dapat berlangsung secara hati-hati, cepat, tepat, dan efisiendengan memperhatikan penerapan prinsip-prinsip tatakelola yang baik (good governanceprinciples).

Kebijakan pembiayaan yang ditetapkan, mempengaruhi kebutuhan pembiayaan dimanajumlah kebutuhan pembiayaan ditentukan berdasarkan besaran target defisit, kebutuhaninvestasi pemerintah, dan refinancing utang. Pada tahun anggaran 2009, target defisit

Page 6: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-6 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

ditetapkan 1,5 persen terhadap PDB atau sebesar Rp79,4 triliun, yang akan bersumberdari utang sebesar Rp81,1 triliun, sedangkan nonutang secara neto mengalamipengeluaran pembiayaan sebesar Rp1,7 triliun. Dalam pembiayaan utang tersebut telahdiperhitungkan pembayaran pokok utang luar negeri yang jatuh tempo sebesar Rp59,6 triliundan SBN jatuh tempo diperkirakan Rp56,7 triliun.

6.1.2. Sumber Pembiayaan

Pembiayaan Melalui Nonutang Tahun 2005 - 2008

Pembiayaan anggaran yang bersumber dari nonutang pada tahun anggaran 2005-2008secara umum terdiri atas dua sumber, yaitu (i) perbankan dalam negeri yang berasal darisetoran Rekening Dana Investasi (RDI) dan pelunasan piutang negara; dan (ii) non-perbankan dalam negeri yang berasal dari penerimaan privatisasi BUMN, penjualan aset,dan dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN.

Pembiayaan Melalui Rekening Dana Investasi dan Rekening PembangunanDaerah

Sejak tahun 2005 sampai tahun 2008, Rekening Dana Investasi (RDI) dan RekeningPembangunan Daerah (RPD) telah mempunyai peran dalam struktur APBN yaitu berfungsisebagai penerimaan dalam negeri dan pembiayaan. Penerimaan dalam negeri dimasukkankedalam kelompok penerimaan PNBP lainnya yaitu pelunasan piutang nonbendahara.Sedangkan untuk pembiayaan dikelompokkan ke dalam pembiayaan dalam negeri. Posisisaldo RDI dan RPD dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 dan perkiraan tahun 2008dapat dilihat pada Tabel VI.2.

Pada tahun 2005 penggunaan rekeningRDI untuk pembiayaan defisit APBNmencapai Rp7,2 triliun atau 58,4 persenterhadap saldo 2005 dan tahun 2006mencapai Rp2,0 triliun atau 34,9 persenterhadap saldo awal tahun 2006 sertapada tahun 2007 mencapai Rp4,0 triliunatau 93,8 persen saldo awal dari tahun2007. Tahun 2008 diperkirakan saldorekening RDI yang digunakanpembiayaan defisit sebesar Rp0,3 triliunatau 66,3 persen terhadap saldo awaltahun 2008.

Besar kecilnya sumber pembiayaan yang berasal dari RDI/RPD sangat dipengaruhi olehkebijakan pengelolaan penerusan pinjaman maupun kebijakan terkait dengan pengelolaanRDI/RPD. Kebijakan pengelolaan penerusan pinjaman luar negeri memperhatikan prioritaspembangunan berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah. Sebagai pedomandalam melakukan penerusan pinjaman telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 2Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah sertaPenerusan Pinjaman. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tersebut

a. Akumulasi saldo awal tahun 12,2 5,7 4,3 0,5 0,5

b. Penerimaan tahun berjalan 9,7 7,9 8,6 8,6 8,6

c. Pengeluaran tahun berjalan 16,2 9,4 12,4 9,0 9,0

1. Setoran APBN untuk PNBP 8,0 7,4 7,9 8,3 8,3

2. Setoran APBN untuk

Pembiayaan anggaran dari RDI 7,2 2,0 4,0 0,3 0,3

3. Pengeluaran lainnya

(Jasa Bank Penata Usaha,

Pinjaman RDI/RPD) 1,0 0,1 0,6 0,4 0,4

d. Akumulasi saldo akhir tahun

(a + b - c) 5,7 4,3 0,6 0,0 0,0

Sumber: Departemen Keuangan

PerkiraanRealisasi

Tabel VI.2

Posisi Saldo RDI – RPD Tahun 2005 - 2008(triliun rupiah)

Uraian 2005 2006 2007

2008

APBN-P

Page 7: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-7NK RAPBN 2009

ditegaskan bahwa yang berhak menerima penerusan pinjaman yaitu BUMN dan PemerintahDaerah (Pemda). Selanjutnya khusus untuk mengatur tata cara pemberian pinjaman kepadadaerah dari pemerintah yang bersumber dari luar negeri melalui skema penerusan pinjamantelah dibuat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/KMK.010/2006 tentang Tata CaraPemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Luar Negeri.

Sementara itu, kebijakan yang terkait dengan pengelolaan RDI/RPD, diantaranya dapatdilihat dari upaya melakukan optimalisasi piutang negara yang bersumber dari tagihankewajiban terhadap penerusan pinjaman luar negeri telah dilakukan program restrukturisasipinjaman. Pada tahun ini telah diupayakan restrukturisasi piutang Perusahaan Daerah AirMinum (PDAM) dan BUMN. Proses restrukturisasi RDI/RPD/SLA untuk PDAM telahditerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 107/PMK.06/2005 dan PeraturanDirektur Jenderal Perbendaharaan Nomor 53/PB/2006 sebagai dasar pelaksanaannyadengan tahapan penjadwalan ulang, perubahan persyaratan, dan penghapusan. Untuk saatini sudah ada beberapa PDAM yang menyatakan keinginannya untuk ikut serta dalamprogram restrukturisasi ini.

Adapun untuk pelaksanaan restrukturisasi BUMN telah diterbitkan Peraturan MenteriKeuangan Nomor 17/PMK.05/2007 tanggal 19 Februari 2007 dengan tahapan penjadwalanulang, perubahan persyaratan, penyertaan modal negara dan penghapusan dan PeraturanDirektur Jenderal Perbendaharaan Nomor 31/PB/2007 tentang Petunjuk Teknis PenyelesaianPiutang Negara yang Bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman (NPPP) danPerjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/PerseroanTerbatas.

Untuk melakukan proses restrukturisasi tersebut Pemerintah telah membentuk KomitePenyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari NPPP dan Perjanjian Pinjaman RDIpada BUMN/Perseroan Terbatas (Komite) melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor356/KMK.05/2007. Dengan adanya mekanisme Komite, maka penyelesaian piutang negaradiharapkan dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan prinsip kehati-hatian serta lebihmenjamin terselenggaranya tata kelola keuangan negara yang baik, akuntabel, dantransparan. Selain itu, penyelesaian piutang negara juga mempertimbangkan rencana jangkapanjang pengelolaan BUMN sebagaimana tertuang dalam master plan Kementerian NegaraBUMN.

Pembiayaan Melalui Penjualan Aset

Pemerintah menyerahkelolakan aset negara eks BPPN kepada PT Perusahaan PengelolaAset (PPA) (Persero) berdasarkan Perjanjian Pengelolaan Aset yang ditandatangani padatanggal 24 Maret 2004. Aset negara yang diserahkelolakan kepada PT PPA (Persero)memiliki karakteristik yang khusus berupa sifat penguasaan sementara oleh negara. Denganpenguasaan sementara tersebut, maka tujuan dari pengelolaan aset negara oleh PT PPA(Persero) adalah mengembalikan aset-aset tersebut ke pasar melalui proses penjualan yangtransparan, akuntabel, dan wajar.

Dalam rangka pengelolaan aset negara tersebut, PT PPA (Persero) melakukan kegiatanpenagihan, restrukturisasi, peningkatan nilai aset, dan penjualan. Dengan kegiatan-kegiatantersebut, PT PPA (Persero) telah memperoleh pengembalian penerimaan negara yang cukupsignifikan guna memberikan kontribusi bagi APBN. Data sumber pembiayaan yang berasaldari hasil pengelolaan PT PPA (Persero) dapat dilihat pada Grafik VI.1.

Page 8: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-8 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Sebagaimana terlihat pada grafiktersebut, kontribusi sumber pembiayaanyang berasal dari PT PPA (Persero)semakin berkurang. Jika pada tahun2005 kontribusinya mencapai Rp6,6triliun maka pada tahun 2008 PT PPA(Persero) hanya ditargetkan sebesarRp3,0 triliun dari total target penjualanaset pada tahun 2008 sebesar Rp3,85triliun. Pengurangan ini sejalan denganmakin berkurangnya aset yang dikelola

oleh PT PPA (Persero). Setelah pelaksanaan pengelolaan (divestasi) aset tahun 2005-2007maka sisa aset yang masih dikelola oleh PT PPA (Persero) di awal tahun 2008 sebagianbesar, berupa aset hak tagih (kredit), aset properti dan aset saham nonbank. Dengan kondisitersebut, PT PPA (Persero) berupaya melakukan optimalisasi penerimaan Hasil PengelolaanAset dengan melakukan divestasi aset-aset saham nonbank dan properti serta melakukanpenagihan/penyelesaian terhadap aset hak tagih.

Pembiayaan Melalui Privatisasi BUMN

Sumber pembiayaan APBN selama ini sebagian berasal dari hasil privatisasi BUMN.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara,pengertian privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya,kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesarmanfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas kepemilikan saham olehmasyarakat. Sebagian dari dana yang diperoleh dari privatisasi (melalui divestasi) digunakansebagai salah satu sumber pembiayaan APBN. Sumber pembiayaan yang berasal dariprivatisasi dapat dilihat pada Grafik VI.2.

Dari grafik di samping dapat dilihatsumber pembiayaan melalui privatisasicenderung mengalami peningkatan daritahun ke tahun, selama periode 2006sampai dengan 2008 peningkatannyarata-rata mencapai 46,8 persen pertahun. Peningkatan ini sangatdipengaruhi oleh kebijakan pemerintahdalam pengelolaan BUMN. Dimanapeningkatan target sumber pembiayaanmelalui privatisasi senantiasa dilakukandengan tetap memperhatikankepentingan jangka panjang pemerintah untuk mengembangkan BUMN sebagai entitasbisnis yang sehat dengan tatakelola yang baik (well-governed), sehingga dapat berperansebagai agent of development secara optimal.

Privatisasi sebagai salah satu bentuk restrukturisasi, dilakukan bukan hanya dalam rangkamemperolah dana segar, melainkan juga untuk menumbuhkan budaya korporasi danprofesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasan berdasarkanprinsip-prinsip tatakelola perusahaan yang baik. Privatisasi tidak lagi diartikan secara sempit

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

2005 2006 2007 2008

(Tri

liu

n R

p)

Grafik VI.1Penjualan Aset Program Restrukturisasi Perbankan

2005 - 2008

Sumber: Departemen Keuangan

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

2006 2007 2008

(Tri

liu

nn

Rp

)

Grafik VI.2Sumber Pembiayaan yang Berasal dari Privatisasi

2005 - 2008

Sumber: Departemen Keuangan

Page 9: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-9NK RAPBN 2009

sebagai penjualan saham pemerintah semata ke pihak nonpemerintah, tetapi dilakukansebagai upaya untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk di dalamnya adalahpeningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan danmanajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMNyang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik sertapengembangan pasar modal domestik (privatisasi diupayakan dilakukan melalui initial publicoffering/IPO).

Dalam periode 1991-2007, upaya privatisasi BUMN telah menghasilkan Rp25,9 triliun danUS$653 sebagai setoran bagi pemerintah dan Rp12,2 triliun bagi perusahaan, yang dilakukanmelalui initial public offering (IPO), strategic sales (SS), placement, secondary offering (SO),dan employee management buy out (EMBO). Hingga tahun 2008, BUMN yang tercatat dipasar modal sebanyak 14 BUMN.

Program privatisasi tahun 2008 dilakukan berdasarkan keputusan Komite Privatisasi NomorKEP-04/M.EKON/01/2008 tanggal 31 Januari 2008 dan rekomendasi Menteri KeuanganNomor S-41/MK.06/2008 tanggal 30 Januari 2008 yang menyetujui untuk melakukanprivatisasi terhadap 44 BUMN, yang antara lain dari sektor pekerjaan umum, perkebunan,industri dan keuangan. Dari jumlah ini, sebanyak 38 perusahaan dengan kepemilikan negaramayoritas dan 6 perusahaan dengan kepemilikan negara minoritas. Privatisasi BUMN yangtelah disetujui oleh DPR adalah PT Atmindo, PT Intirub, PT Prasidha Pamunah LimbahIndustri, PT Jakarta International Hotel Development, Tbk, PT Kertas Blabak, dan PT KertasBasuki Rahmat. Sedangkan sisanya masih menunggu konsultasi dan persetujuan dari DPR.

Di samping dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam pengelolaan BUMN, sumberpembiayaan yang berasal dari privatisasi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Hal inimisalnya nampak pada perubahan target sumber pembiayaan yang berasal dari privatisasipada tahun 2008. Kecenderungan kenaikan harga minyak serta beberapa komoditi pentingpada perekonomian global yang terjadi sejak semester kedua tahun 2007. Kenaikan inidisebabkan oleh tidak hanya faktor fundamental yaitu: sisi permintaan dan penawaran,namun juga oleh faktor nonfundamental misalnya faktor geopolitik dan perubahan alirandana dari pasar keuangan ke pasar komoditi yang telah menciptakan ketidakpastian danpada akhirnya meningkatkan kekhawatiran investor akan keamanan portofolio investasinya.Kekhawatiran ini telah menyebabkan investor mengalihkan dananya pada instrumen-instrumen yang relatif aman dan menghindari instrumen investasi yang berasal dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kondisi pasar keuangan yang tidak kondusif inikemudian menjadi salah satu alasan pemerintah untuk mengubah target penerimaanprivatisasi dari Rp1,5 triliun pada APBN menjadi hanya Rp0,5 triliun pada APBN-P 2008.

Dana Investasi Pemerintah dan Restrukturisasi BUMN

Perkembangan Dana Investasi Pemerintah dan Restrukturisasi BUMN selama periode 2005-2008 dapat dilihat pada Grafik VI.3.

Dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN terdiri dari beberapa komponen,diantaranya, dana yang dialokasikan untuk investasi pemerintah yang mengacu kepadaUndang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, penyertaan modalnegara, dana restrukturisasi BUMN, dan dana kontinjensi untuk PT PLN. Pada setiap tahunanggaran tidak semua jenis alokasi ini ada pada dana investasi pemerintah.

Page 10: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-10 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Investasi Pemerintah. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang PerbendaharaanNegara mengamanat-kan pemerintah untuk melakukan investasi jangka panjang dengantujuan untuk memberikan manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan manfaat lainnya. Investasijangka panjang tersebut merupakan wujud dari peran pemerintah dalam rangka memajukan

kesejahteraan umum sebagaimanadimuat dalam Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kebijakan investasi yang dilakukan olehpemerintah mengacu kepada PeraturanPemerintah Nomor 1 Tahun 2008tentang Investasi Pemerintah sebagaipenjabaran dari Pasal 41 ayat (3)Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004tentang Perbendaharaan Negara.Investasi pemerintah yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah ini meliputi investasi jangka panjang nonpermanen yang terdiri daripembelian surat berharga, dalam bentuk saham dan surat utang, dan investasi langsung.Investasi langsung tersebut adalah investasi langsung jangka panjang yang bersifatnonpermanen dengan cara pola kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalampenyediaan infrastruktur dan noninfrastruktur.

Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah telah mengalokasikan dana dukunganinfrastruktur pada tahun anggaran 2006 dan 2007 masing masing Rp2,0 triliun. Mengingatdana investasi dimaksud berbunyi dana dukungan infrastruktur, Pemerintah menyalurkandana pada investasi bidang infrastruktur dengan tujuan untuk mempercepat pembangunaninfrastruktur di Indonesia diantaranya pembiayaan pembebasan lahan jalan tol dan sisanyaditempatkan pada instrumen jangka pendek untuk mengoptimalkan return, mengingatpelaksanaan mandat untuk pembentukan Joint Investment Company terutama di bidanginfrastruktur, saat ini masih dalam proses penyelesaian.

Pada tahun anggaran 2008 telah dialokasikan Rp2,8 triliun dengan peruntukan yang telahdisesuaikan dengan peraturan yang mengatur tentang investasi pemerintah, yaitu sebagai“Dana Investasi”. Dana ini kemudian dialokasikan untuk kegiatan dana infrastruktur,restrukturisasi BUMN dan pencadangan penjaminan listrik.

Penyertaan Modal Negara (PMN) dan Restrukturisasi BUMN. Alokasi PMN didalam APBN mengalami fluktuasi sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pengelelolaanBUMN serta kinerja BUMN itu sendiri. Pada tahun 2005 dana yang dialokasikan untukPMN sebesar Rp5,2 triliun, sebagian besar dana ini dialokasikan untuk pendirian dua institusibaru yaitu lembaga yang didirikan untuk melakukan penjaminan atas simpanan danamasyarakat yang ada diperbankan dan perusahaan yang bergerak dibidang pengembanganpendanaan perumahan. Sementara itu pada tahun 2006 dan 2007 kebijakan penyertaanmodal kembali dipergunakan untuk memberikan tambahan modal bagi beberapa BUMN.Sedangkan pada tahun 2008 Pemerintah tidak mengalokasikan dana untuk PMN.

Dana Kontinjensi untuk PT PLN. Dana ini merupakan dana cadangan yang dialokasikanPemerintah untuk mengantisipasi risiko fiskal yang bersumber dari jaminan penuh yang

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

2005 2006 2007 2008

(Tri

liu

n R

p)

Grafik VI.3Dana Investasi Pemerintah dan Restrukturisasi BUMN

2005 - 2008

Investasi Pemerintah Penyertaan Modal Negara

Dana Restrukturisasi BUMN Dana Kontijensi untuk PLN

Sumber: Departemen Keuangan

Page 11: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-11NK RAPBN 2009

diberikan oleh pemerintah kepada PT PLN dalam rangka pelaksanaan Proyek PembangunanPembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW. Pada tahun 2008, dana yang dialokasikan untukdana kontinjensi ini sebesar Rp323,1 miliar.

Pembiayaan Melalui Nonutang Tahun 2009

Pembiayaan anggaran yang bersumber dari nonutang pada tahun anggaran 2009 secaraumum terdiri atas dua sumber, yaitu: (i) perbankan dalam negeri yang berasal dari setoranrekening dana investasi (RDI) dan pelunasan piutang negara, dan (ii) nonperbankan dalamnegeri yang berasal dari penerimaan privatisasi BUMN, penjualan aset, dan dana investasipemerintah dan restrukturisasi BUMN.

Rekening Dana Investasi. Padaprinsipnya, seluruh saldo yang terdapatdalam RDI akan disetorkan ke APBN dalamrangka membantu pengelolaan keuangannegara. Dalam RAPBN 2009, setoran RDIyang masuk dalam kategori PNBPdirencanakan sebesar Rp1,5 triliun (65persen dari total RDI tahun 2009) dansetoran RDI yang masuk sebagaipembiayaan direncanakan sebesar Rp0,7triliun atau 26 persen dari total RDI tahun2009.

Pembiayaan Melalui Penjualan Aset.Sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan,PT PPA (Persero) akan berakhir masatugasnya pada bulan Februari 2009. Terkaitdengan pengakhiran masa tugas tersebut,pemerintah dan DPR meminta PT PPA(Persero) untuk mempersiapkan dan

menempuh langkah pengakhiran bersama-sama dengan Departemen Keuangan danKementerian Negara BUMN dalam rangka mempertanggungjawabkan pengelolaan aseteks BPPN oleh PT PPA secara transparan dan akuntabel.

Oleh karena itu, PT PPA (Persero) telah melakukan persiapan pengakhiran tugas perusahaandan berkoordinasi dengan instansi terkait,antara lain:

• Berkoordinasi secara intensif denganDepartemen Keuangan, denganmelaksanakan proses transfer of assetdan transfer of knowledge yang saat inimasih berlangsung, sehinggadirencanakan pada bulan September2008 aset negara yang dikelola PT PPAsudah dapat dikembalikan seluruhnyakepada Menteri Keuangan.

2009

Perk.Real.

A. 8,6 8,6 2,4

I. Penerimaan Pengembalian Pinjamanyang bersumber dari RDI 0,9 0,9 0,2

II. Penerimaan Pengembalian Pinjaman yangbersumber dari Pinjaman PembangunanDaerah 0,0 0,0 0,0

III. Penerimaan Pengembalian Pinjamanyang bersumber dari Subsidiary Loan Agreement (SLA) 7,6 7,6 2,1

B. 0,4 0,4 0,2

I. Pengeluaran RDI 0,3 0,3 0,0a. Pemberian/pencairan

Pinjaman RDI 0,2 0,2 0,0b. Pencairan Jasa Bank SLA 0,1 0,1 0,1

II. Pemberian/Pencairan Pinjaman RPD 0,1 0,1 0,1

C. Surplus/Net (A - B) 8,2 8,2 2,2

D. Perkiraan Saldo Lebih Tahun Sebelumnya 0,5 0,5 0,0

E. Total Saldo 8,6 8,6 2,2

F. Setoran ke APBN dalam rangka PNBP 8,3 8,3 1,5

G. Setoran Pembiayaan Dalam Negeri dari RDI 0,3 0,3 0,7

H. Total Setoran (F + G) 8,6 8,6 2,2

Sumber: Departemen Keuangan

Penerimaan

Pengeluaran

Tabel VI.3

Proyeksi Penerimaan dan Pengeluaran RDI dan RPD, 2008 - 2009(triliun rupiah)

Uraian

2008

APBN-P RAPBN

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

2008 (APBN-P) 2008 (Perk. Real.) RAPBN 2009

(Tri

liu

n R

p)

Grafik VI.4Penjualan Aset Program Restrukturisasi Perbankan

Sumber: Departemen Keuangan

Page 12: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-12 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

• Persiapan internal terkait dengan proses kearsipan, dokumentasi pelaporanpertanggungjawaban, dan persiapan lainnya.

Dengan kondisi tersebut di atas, selama masa peralihan dari PT PPA ke Pemerintah c.q.Departemen Keuangan, pada tahun 2009 Pemerintah masih mentargetkan untukmemperoleh penerimaan sebesar Rp565,0 miliar yang berasal dari penjualan aset, yangakan diperoleh diantaranya dari hasil penagihan aset kredit yang saat ini diserahkanpengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

Privatisasi. Kebijakan privatisasi tahun2009 diarahkan bukan semata-matauntuk pemenuhan pembiayaan APBN,tetapi lebih diutamakan untukmendukung pengembangan perusahaandengan metode utama melaluipenawaran umum di pasar modal. Disamping itu juga untuk lebih mendorongpenerapan prinsip-prinsip good corporategovernance. Privatisasi yang dilakukantidak melalui metode penawaran umumlewat pasar modal, akan dilakukandengan sangat selektif dan hati-hati. Metode ini terutama digunakan untuk BUMN-BUMNyang memerlukan pendanaan yang tidak diperoleh/dipenuhi dari pasar modal dan/ataupemerintah serta memerlukan peningkatan kompetensi teknis, manajemen dan pemasaran.Pada tahun anggaran 2009 Pemerintah menargetkan penerimaan dari hasil privatisasiBUMN sebesar Rp1,0 triliun.

Dana Investasi Pemerintah dan Restrukturisasi BUMN

Dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN terdiri dari beberapa komponen,diantaranya, dana yang dialokasikan untuk investasi pemerintah yang mengacu kepadaUndang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, penyertaan modal negara, dana restrukturisasiBUMN, dan dana kontijensi untuk PLN. Pada setiap tahun anggaran tidak semua jenisalokasi ini ada pada dana investasi pemerintah.

Dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN yang akan dialokasikan untuk tahunanggaran 2009 dapat dilihat pada Grafik VI.6.

Investasi Pemerintah. Padatahun anggaran 2009, rencanakebijakan investasi pemerintahmasih menitikberatkan pada bidanginfrastruktur baik melalui pola publicprivate partnership maupunnonpublic private partnership.Prioritas infrastruktur yang akandibiayai di antaranya adalahinfrastruktur jalan (khususnya jalantol), ketenagalistrikan, transportasi,dan energi.

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

(Tri

liu

n R

p)

2008 (APBN-P) 2008 (Perk. Real.) RAPBN 2009

Grafik VI.6Dana Investasi Pemerintah dan Restrukturisasi BUMN

Inv estasi Pemerintah Peny ertaan Modal Negara

Dana Restrukturisasi BUMN Dana Kontijensi untuk PLNSu m ber: Depa rt em en Keu a n ga n

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

(Tri

liu

n R

p)

2008 (APBN-P) 2008 (Perk. Real.) RAPBN 2009

Grafik VI.5Sumber Pembiayaan yang Berasal dari Privatisasi

Sumber: Departemen Keuangan

Page 13: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-13NK RAPBN 2009

Khusus untuk infrastruktur jalan tol, difokuskan untuk mewujudkan rencana pembangunanjalan tol Trans Jawa dan ruas lain di luar Trans Jawa sesuai prioritas yang disampaikanoleh BPJT. Sampai dengan 2008, untuk tambahan dana bergulir dalam rangka pengadaantanah bagi jalan tol diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp3,7 triliun dari totalkebutuhan dana sebesar Rp11,5 triliun. Selain untuk mendukung ketersediaan dana untukpengadaan tanah bagi jalan tol, pengelolaan investasi direncanakan mempunyai portofolioinvestasi lain dalam bentuk investasi langsung, baik melalui penyertaan modal maupunpemberian pinjaman.

Untuk membiayai kebijakan investasi tersebut pada tahun anggaran 2009 Pemerintahmerencanakan kembali untuk mengalokasikan sebagian dana APBN untuk dana investasipemerintah sebesar Rp1,0 triliun.

Penyertaan Modal Negara (PMN) dan Restrukturisasi BUMN. Pada prinsipnyapemerintah tidak merencanakan tambahan PMN melalui APBN pada tahun 2009. Meskipuntahun 2009 tidak ada usulan pemberian PMN melalui mekanisme APBN, Pemerintah akanmelaksanakan kebijakan PMN sebagai berikut:

1. Tambahan PMN akan dilakukan melalui percepatan penyelesaian Bantuan Pemerintahyang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) menjadi ekuitas BUMN.

BPYBDS adalah proyek Pemerintah yang didanai oleh APBN (DIPA Departemen Teknis)yang telah diserahterimakan kepada BUMN. Saat ini aset tersebut dioperasikan olehBUMN untuk mendukung kegiatan operasional BUMN, serta tercatat dalam neracaBUMN, namun belum ada penetapan status dari proyek pemerintah tersebut kepadaBUMN.

2. Tambahan PMN dilakukan melalui percepatan penyelesaian restrukturisasi utang RDI/SLA dengan mekanisme konversi utang menjadi ekuitas (debt to equity swap).

3. Penyehatan dan pengembangan usaha BUMN dilakukan melalui pemanfaatan danarestrukturisasi dalam bentuk pemberian pinjaman bergulir yang telah tersedia pada posdana investasi pemerintah.

Pada tahun 2009 direncanakan anggaran PMN dan restrukturisasi BUMN sebesar Rp11,1triliun. Dari jumlah ini, sebesar Rp9,1 triliun diperuntukkan sebagai PMN untuk Pertamina.Timbulnya PMN ini terkait dengan hasil rekonsiliasi utang piutang Pertamina dan pemerintahsebagai dasar penetapan neraca awal Pertamina tahun 2003 sebagaimana tercantum dalamKeputusan Menteri Keuangan Nomor 23/KMK.06/2008 tanggal 30 Januari 2008 tentangPenetapan Neraca Pembuka Pertamina per 17 September 2003. Dari hasil rekonsiliasi tersebutterlihat bahwa Pemerintah mempunyai piutang terhadap Pertamina sebesar Rp9,1 triliun,yang selanjutnya piutang ini dikembalikan kepada Pertamina sebagai PMN. Sedangkananggaran sebesar Rp1,0 triliun akan digunakan untuk mendukung program restrukturisasiBUMN. Dana restrukturisasi ini diberikan dalam bentuk pemberian pinjaman bergulir kepadaBUMN.

Sementara itu dalam rangka melaksanakan amanat Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun2008 tentang Fokus Kebijakan Ekonomi tahun 2008–2009, dibutuhkan pendirian danpengoperasian lembaga penjaminan infrastruktur (guarantee fund). Lembaga pejaminanini didirikan untuk mendorong keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur.Tujuan utama dari didirikannya guarantee fund ini adalah untuk memberikan kemudahan

Page 14: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-14 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

bagi proyek infrastruktur dalam mencapai pembiayaan (financial close) dan memperolehbiaya modal (cost of capital) yang terbaik melalui peningkatan kelayakan memperoleh kredit(creditworthiness) dari proyek infrastruktur tersebut.

Keterlibatan pendanaan pemerintah dalam pendirian lembaga tersebut diwujudkan dalambentuk penempatan penyertaan modal negara (PMN) sebagai modal awal untukpendiriannya. Untuk itu pada tahun anggaran 2009 Pemerintah merencanakanmengalokasikan dana sebesar Rp1,0 triliun.

Dana Kontinjensi untuk PT PLN. Pada tahun anggaran 2009, Pemerintah akanmengalokasikan dana kontinjensi sebesar Rp1,0 triliun, atau meningkat tiga kali lipat daritahun sebelumnya. Jumlah ini didasarkan pada estimasi kewajiban PLN yang akan jatuhtempo pada tahun 2009. Pemerintah memperkirakan kewajiban PLN kepada kreditur padatahun 2009 masih terbatas pada kewajiban pembayaran bunga atas seluruh pinjaman yangdiperoleh pada tahun 2008. Meningkatnya dana k0ntinjensi ini sejalan dengan makinmeningkatnya jumlah kredit yang telah ditandatangani oleh PLN.

Pembiayaan Melalui Utang

Secara garis besar sumber pembiayaan melalui utang berasal dari utang dalam negeri danutang luar negeri. Komponen utang dalam negeri berupa penerbitan Surat Berharga Negara(SBN) neto di pasar domestik, baik surat berharga konvensional maupun surat berhargaberbasis syariah. Dalam tahun 2009 terbuka alternatif bagi Pemerintah untuk melakukanpinjaman dalam negeri, yang dapat digunakan untuk pembiayaan kegiatan. Sedangkankomponen utang luar negeri terdiri dari penerbitan SBN valas, baik surat berhargakonvensional maupun surat berharga berbasis syariah, dan penarikan pinjaman luar negeri.Pada masing-masing kelompok tersebut diperhitungkan juga jumlah pembayaran pokokyang jatuh tempo, baik sebagai cicilan bagi pinjaman luar negeri maupun pelunasan(redemption) bagi SBN di pasar dalam negeri.

Penerbitan SBN di pasar domestik direncanakan berasal dari penerbitan Obligasi Negara(ON) dengan jangka waktu lebih dari satu tahun, maupun surat perbendaharaan negara(SPN) dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun. Saat ini di pasar dalam negeri, ONyang diterbitkan mencakup ON dengan tingkat bunga tetap (fixed rate), tingkat bungamengambang (variable rate), ON tanpa kupon, dan Obligasi Negara Ritel (ORI). Tenoruntuk ON tanpa kupon dan ORI adalah antara 2-5 tahun, sedangkan FR dapat mencapai30 tahun. Di pasar domestik, sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008tentang Surat Berharga Syariah Negara, Pemerintah dapat menerbitkan Surat BerhargaSyariah Negara (SBSN), yang dapat diterbitkan dalam berbagai struktur kontrak (akad)antara lain sewa hak atas aset (ijarah), kerjasama penyediaan modal (mudarabah),kerjasama penggabungan modal (musyarakah) dan jual beli aset sebagai obyek pembiayaan(istishna’). Pengembangan instrumen pembiayaan berbasis syariah ini dilakukan sebagaibagian dari upaya pengembangan instrumen utang, perluasan basis investor, danpeningkatan kapasitas pembiayaan. Dalam tahap awal, Pemerintah akan lebihmemprioritaskan pembiayaan dengan kontrak al-ijarah (sewa-menyewa) yangmensyaratkan adanya underlying asset. Walaupun terbuka untuk melakukan transaksipenerbitan dengan akad mudarabah, musyarakah dan istisna’, namun ketiga instrumentersebut akan digunakan bila seluruh prakondisi, persyaratan dan infrastruktur peraturanyang mendukung telah tersedia.

Page 15: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-15NK RAPBN 2009

Di pasar internasional, penerbitan SBN direncanakan berasal dari penerbitan Obligasi Negaravalas dan SBSN valas. Berkenaan dengan obligasi negara valas konvensional, terbukakemungkinan untuk menerbitkan dalam mata uang selain USD seperti Euro atau Yen.Penerbitan SBN valas dalam mata uang selain USD tersebut dapat dilakukan sepanjangpersyaratannya memungkinkan untuk dipenuhi, namun sudah barang tentu setelahmemperhitungkan biaya, risiko, dan pertimbangan lainnya. Dalam hal penerbitan SBN valasdilakukan dalam mata uang USD, walaupun Pemerintah sudah menjadi penerbit yang cukupreguler (frequent issuer), namun penerbitan untuk investor Amerika, akan tetap ditawarkanhanya kepada investor institusi (qualified institutional buyer, QIB), dan belummenerbitkannya secara public offering. Struktur penerbitan SBSN di pasar internasional,sama halnya dengan di pasar domestik, akan dilakukan dengan akad al-ijarah.

Pada tahun 2009, Pemerintah memiliki satu alternatif pembiayaan yang berasal daripinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri merupakan pinjaman untuk pembiayaankegiatan (proyek) yang memenuhi persyaratan tertentu berupa kegiatan pembangunaninfrastruktur yang menjadi prioritas kementerian negara/lembaga untuk memanfaatkanindustri dalam negeri. Pinjaman dalam negeri pada prinsipnya dapat bersumber dari BUMNPerbankan dalam negeri dan Pemerintah Daerah. Pinjaman dalam negeri dilakukanterutama untuk mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman komersial luar negeri danmendorong substitusi komoditas industri dalam negeri.

Pinjaman luar negeri meliputi penarikan pinjaman program, yaitu pinjaman luar negeridalam valuta asing yang dapat dikonversikan ke rupiah dan digunakan untuk membiayaikegiatan umum atau belanja pemerintah, dan pinjaman proyek yaitu pinjaman luar negeriyang penggunaannya sudah melekat pada (earmark dengan) kegiatan tertentu Pemerintahyang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Dalam realisasi pencairannya,pinjaman program akan dilakukan setelah persyaratan yang tertuang dalam perjanjianpinjaman dipenuhi, misalnya dalam bentuk policy matrix atau trigger policy. Pada tahun2009 pinjaman program direncanakan bersumber dari Asian Development Bank (ADB),World Bank, Jepang melalui JBIC, dan Perancis melalui Agence Française de Développement(AFD). Sejak tahun 2008, World Bank memberikan pinjaman program yang bersifatpenggantian pembiayaan kegiatan (refinance), dimana persyaratan pencairan dari pinjamanprogram adalah telah dilaksanakannya suatu kegiatan tertentu yang telah disepakati sebagaiprasyarat (trigger).

Pinjaman proyek selain digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan tertentu padakementerian negara/lembaga, juga akan digunakan untuk penerusan pinjaman kepadaBUMN atau Pemerintah Daerah. Pinjaman proyek selain diperoleh dari lembaga keuanganmultilateral maupun bilateral (diantaranya ADB, World Bank, Islamic Development Bank(IDB), JBIC, Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW)) juga dapat diperoleh dari lembagakeuangan komersial. Dilihat dari persyaratannya, pinjaman proyek dapat bersifatconcessional, non concessional, dan komersial. Porsi pinjaman komersial luar negeri secarabertahap akan semakin dikurangi dan pengadaannya akan dilakukan secara selektif, yaituhanya untuk pembiayaan pengadaan barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.Dalam hal pembiayaan pengadaan barang, Pemerintah mempunyai diskresi untukmenentukan alternatif sumber pembiayaan yang paling efisien dengan risiko yang minimal.Pinjaman dari multilateral dan bilateral diupayakan untuk semaksimal mungkin memilikipersyaratan yang lunak (concessional) dengan tingkat bunga rendah dan jangka waktu

Page 16: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-16 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

panjang. Pada kenyataannya, seiring dengan perbaikan rating dan fundamental ekonomi,Indonesia akan makin sulit untuk memperoleh pinjaman lunak dari luar negeri, terutamayang berasal dari lembaga pinjaman multilateral. Sejak tahun 2008 Indonesia tidak lagidapat memperoleh pinjaman dari World Bank, Asian Development Bank dan IslamicDevelopment Bank yang memiliki term lunak (concessional), mengingat tingkat pendapatanperkapita Indonesia dalam standard lembaga multilateral tersebut masuk kategori negaraberpenghasilan menengah. Sebagai konsekuensi terhadap kondisi ini, maka pinjaman luarnegeri yang dilakukan, harus dimanfaatkan pada sektor dan kegiatan pembangunan yangproduktif dan investasi yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

6.1.3 Struktur Pembiayaan Nonutang

Struktur pembiayaan anggaran yang bersumber dari nonutang pada tahun anggaran 2009direncanakan melalui dua sumber:

1. Perbankan dalam negeri, yang berasal dari setoran rekening dana investasi (RDI) danpelunasan piutang negara yang ada pada Pertamina sebesar Rp9,8 triliun.

2. Non perbankan dalam negeri yang berasal dari:a. Penerimaan privatisasi BUMN direncanakan sebesar Rp1,0 triliun;b. Penjualan aset direncanakan sebesar Rp565,0 miliar;c. Dana investasi pemerintah dan restrukturisasi BUMN direncanakan sebesar negatif

Rp13,1 triliun, yang akan dialokasikan untuk:i. Investasi pemerintah

sebesar Rp1,0 triliunii. Penyertaan modal negara

dan restrukturisasi BUMNdirencanakan sebesarRp11,1 triliun

iii. Dana kontinjensi untukPT PLN (Persero) di-rencanakan sebesar Rp1,0triliun.

Postur dari struktur pembiayaannonutang untuk tahun anggaran 2009disajikan pada Tabel VI.4.

6.1.4. Struktur Pembiayaan Utang

Struktur pembiayaan yang berasal dari utang pada tahun 2009 direncanakan melalui:

1. Pembiayaan Utang Dalam Negeri, yang terdiri dari:

a. Penerbitan Surat Berharga Negara dalam negeri neto sebesar Rp58,3 triliun yang berasaldari penerbitan SBN yang terdiri dari Obligasi Negara, SPN dan Surat Berharga SyariahNegara (SBSN) di pasar domestik;

b. Penarikan pinjaman dalam negeri, dalam RAPBN belum direncanakan mengingatbelum ada kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun 2009 memenuhi syarat danketentuan untuk dapat dibiayai dengan pinjaman dalam negeri.

PerkiraanRealisasi

Pembiayaan Nonutang -10,2 -0,2 -10,2 -0,2 -1,8 0,0

1. Perbankan Dalam Negeri -11,7 -0,3 -11,7 -0,2 9,8 0,2

a. Rekening Dana Investasi (RDI) 0,3 0,0 0,3 0,0 0,7 0,0

b. Pelunasan Piutang Negara 0,0 0,0 0,0 0,0 9,1 0,2

c. Rekening Pemerintah -12,0 -0,3 -12,0 -0,3 0,0 0,0

2. Nonperbankan Dalam Negeri 1,5 0,0 1,5 0,0 -11,6 -0,2a. Penjualan Aset 3,9 0,1 3,9 0,1 0,6 0,0b. Privatisasi 0,5 0,0 0,5 0,0 1,0 0,0c. Dana Investasi Pemerintah dan

Restrukturisasi BUMN -2,8 -0,1 -2,8 -0,1 -13,1 0,2

Sumber: Departemen Keuangan

% PDB

Tabel VI.4

Struktur Pembiayaan Nonutang RAPBN 2009(triliun rupiah)

Uraian

2008 2009

APBN-P % PDB % PDB RAPBN

Page 17: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-17NK RAPBN 2009

2. Pembiayaan Utang Luar Negeri, yang terdiri dari:

a. Penerbitan Surat Berharga Negara valuta asing (valas) sebesar Rp36,4 triliun yangberasal dari penerbitan SBN dan SBSN di pasar internasional;

b. Penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp46,0 triliun yang berasal dari penarikanpinjaman program sebesar Rp21,2 triliun dan pinjaman proyek sebesar Rp24,9 triliun;

c. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp59,6 triliun.

Secara neto pembiayaan yangbersumber dari utang dalam tahun2009 direncanakan akan mencapaiRp81,1 triliun. Struktur pembiaya-an utang disajikan dalam TabelVI.5. berikut.

Mengikuti ketentuan Pasal 7 ayat2 Undang-Undang Nomor 24Tahun 2002 tentang Surat UtangNegara, target pembiayaan melaluiSurat Berharga Negara (SBN) tiaptahun disajikan dalam jumlahtambahan nilai bersih (neto). Halini terutama dimaksudkan untukmemberikan keleluasaan kepadaPemerintah agar dapat menerbitkan dan/atau membeli kembali utang baik untukpengelolaan portofolio dan risiko maupun untuk pengembangan pasar serta mengakomodasidinamika yang terjadi di pasar keuangan. Secara bruto (gross) berapapun jumlahnya,Pemerintah dapat menerbitkan SBN sepanjang jumlah neto SBN yang diterbitkan selamatahun 2009 tidak melampaui jumlah maksimal yang telah mendapatkan persetujuan DPRdengan tetap memperhatikan tingkat biaya dan risiko yang terkendali. Persetujuan DPRtersebut hanya terbatas pada jumlah tambahan nilai bersih penerbitan SBN tanpa melihatrincian jumlah dan jenis instrumen utangnya. Hal ini salah satunya bertujuan untukmemberikan fleksibilitas bagi Pemerintah dalam menentukan komposisi jumlah dan jenisinstrumen utang yang akan diterbitkan, dengan tetap memperhatikan kondisi pasar. Padaakhir tahun Pemerintah akan melaporkan dan mempertanggungjawabkan pada DPR secaralebih terinci hasil penerbitan untuk pembiayaan yang telah dilakukan, termasuk kegiatanpengelolaan portofolio utang.

Pada masa mendatang Pemerintah memandang fleksibilitas pembiayaan yang disetujui olehDPR tidak hanya diberlakukan pada pembiayaan SBN neto, akan tetapi hal ini jugadiberlakukan terhadap tambahan nilai bersih pembiayaan utang secara keseluruhanmengingat pembiayaan melalui utang yang semakin dominan. Untuk itu, diperlukan suatutingkat fleksibilitas dalam penggunaan instrumen utang, baik surat berharga maupunpinjaman, sepanjang kebutuhan pembiayaan dapat dipenuhi pada biaya dan risiko yangterkendali. Dengan demikian Pemerintah dapat melakukan pemilihan sumber secara lebihtepat, dengan memperhitungkan dan membandingkan efisiensi biaya dan minimalisasi risikosehingga pada akhirnya pengelolaan utang dapat dilakukan secara optimal dalammengakomodasi perkembangan kondisi ekonomi makro dan pasar keuangan yang dinamis.

Jumlah % PDB

Pembiayaan Utang (neto) 81,1 1,5

1. Utang Dalam Negeri (neto): 58,3 1,1

a. Penerbitan SBN Dalam Negeri neto 58,3 1,1

2. Utang Luar Negeri (neto): 22,8 0,4a. Penerbitan SBN Luar Negeri 36,4 0,7

b. Pinjaman Luar Negeri (neto) -13,6 -0,3

i. Penarikan Pinjaman 46,0 0,9

- Pinjaman Program 21,2 0,4

- Pinjaman Proyek 24,9 0,5

ii. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri -59,6 -1,1

Sumber: Departemen Keuangan

(triliun rupiah)

UraianRAPBN 2009

Tabel VI.5Struktur Pembiayaan Utang RAPBN 2009

Page 18: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-18 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

6.1.5. Tren Pembiayaan Anggaran

Dalam kurun waktu 2004-2008 pembiayaan defisit menunjukkan pola yang konsistendimana pembiayan nonutang menunjukkan pola yang menurun bahkan negatif, sebaliknyapembiayaan yang bersumber dari utang (neto) meningkat secara signifikan, bahkanpembiayaan melalui penerbitan surat berharga neto jauh melampaui kebutuhan pembiayaandefisit. Hal ini menunjukkan adanya suatu kecenderungan pergeseran pola pembiayaanyang mengarah pada market financing. Tren perkembangan pembiayaan defisit dapat dilihatpada Grafik VI.7 berikut.

Pada tahun 2004 pembiayaan nonutang (neto) masih dapat memenuhi seluruh kebutuhanpembiayaan defisit. Dari kebutuhan untuk pembiayaan defisit sebesar Rp20,8 triliun,pembiayaan dari nonutang mencapai Rp42,0 triliun. Ini berarti bahwa kebutuhan untukmembayar kembali utang (neto) dapat dipenuhi dari sumber nonutang. Kondisi ini berubahpada tahun 2005 dan selanjutnya, seiring dengan makin berkurangnya jumlah asetrestrukturisasi perbankan dan makin rendahnya jumlah saldo rekening pemerintah yangdiakumulasikan dari kelebihan dana tunai akhir tahun anggaran sebelumnya yang dapatdigunakan sebagai sumber pembiayaan. Sejak tahun 2005, terjadi pergeseran sumberpembiayaan ke utang, dimana dari kebutuhan pembiayaan defisit sebesar Rp11,1 triliun,seluruhnya dipenuhi dari sumber utang, bahkan sebagian dari sumber utang, yaitu sebesarRp1,2 triliun, digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran pembiayaan nonutangkarena adanya kebutuhan untuk dana investasi dukungan infrastruktur. Dalam tahun 2005kebutuhan untuk dukungan infrastruktur mencapai Rp5,2 triliun. Pola ini terus berlanjut,bahkan dengan peningkatan yang cukup signifikan. Peningkatan ini ditunjukkan oleh jumlahutang neto yang meningkat dari Rp12,3 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp33,3 triliunpada tahun 2007 dan meningkat menjadi Rp104,7 triliun atau lebih dari tiga kali lipat padatahun 2008.

Grafik VI.7Perkembangan Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun 2004 - 2008

6,9

22,6

36,0

57,8

91,6

117,8

(10,3)

(26,6) (23,9)(16,7)

42,0

20,0

(28,1)

(13,1)

(1,2)

15,6

(1,6)(10,2)

1,1

0,5

1,31,7

0,9

2,1

-40-30-20-10

0102030405060708090

100110120

2004 2005 2006* 2007** 2008*** 2008****

(Tri

liu

n R

p)

-2,0-1,5-1,0-0,50,00,51,01,52,02,53,03,54,04,55,05,56,0

(% P

DB

)

SBN - neto Pinjaman LN - neto Nonutang - neto Defisit APBN, % thd. PDB (RHS)

Tambahan Utang - neto, % thd. PDB (RHS)

Sumber: Departemen Keuangan

Catatan:* Angka Sementara *** Berdasarkan angka APBN 2008** Angka Sangat Sementara **** Berdasarkan angka APBN-P 2008

Page 19: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-19NK RAPBN 2009

Di dalam pembiayaan utang sendiri terdapat pola yang konsisten, dimana utang dalambentuk pinjaman (non market debt) menunjukkan pola negatif atau menurun. Sementarautang yang berasal dari surat berharga (market debt) terus meningkat dan menjadi sumberuntuk pembayaran kembali (refinancing) pinjaman dan pemenuhan kebutuhan defisit.

Di sisi sumber penerbitan SBN, pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 penerbitan dipasar valuta asing masih relatif memainkan peran yang besar dibanding penerbitan (neto)di pasar domestik. Baru mulai tahun 2006, penerbitan neto di pasar domestik menunjukkanpeningkatan yang berarti. Sebagai gambaran, kebutuhan pembiayaan surat berharga netotahun 2004 dan 2005 masing-masing mencapai Rp6,9 triliun dan Rp22,6 triliun, dimanadalam dua tahun tersebut seluruh surat berharga yang jatuh tempo adalah surat berhargadi pasar domestik, sementara penerbitan di pasar internasional pada tahun 2004-2005,masing-masing mencapai Rp9,0 triliun dan Rp24,5 triliun. Penerbitan di pasar internasionalyang lebih tinggi ini dilakukan karena daya serap di pasar domestik masih sangat terbatas.Hal ini mengingat perbankan yang secara alamiah merupakan pemegang surat berhargapada saat itu, lebih banyak melakukan pelepasan kepemilikan (penjualan) dan adanya krisislikuiditas di pasar domestik sebagai akibat dari terjadinya krisis di industri reksadana. Padatahun-tahun selanjutnya terjadi pergeseran, dimana penerbitan neto di pasar domestik jauhmelampaui penerbitan di pasar valuta asing. Kondisi ini selain didukung oleh likuiditas dipasar domestik, juga didukung oleh partisipasi investor asing untuk berinvestasi di SBNrupiah dan munculnya tipe investor baru yaitu investor ritel di pasar domestik. Adanyapergeseran sebagaimana diilustrasikan di atas menunjukkan bahwa daya serap pasar dandinamika pasar merupakan faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan strategipembiayaan melalui utang. Di samping itu terdapat faktor lain yang tetap diperhatikandalam penentuan strategi seperti pemenuhan kebutuhan pembiayaan pada biaya minimaldan risiko yang dapat ditolerir dan pencapaian struktur portofolio utang yang optimal dalamjangka panjang.

Dalam pinjaman luar negeri (non market debt) juga terjadi kecenderungan peningkatanpada pinjaman program. Pada tahun 2004, jumlah pinjaman program yang ditarik dandigunakan sebagai sumber pembiayaan mencapai Rp5,1 triliun (ekuivalen dengan USD400juta). Jumlah tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp12,3 triliun (ekuivalendengan USD993 juta) dan Rp13,6 triliun (ekuivalen dengan USD1.300 juta) selama tahun2005-2006. Pada tahun 2008 diperkirakan jumlah pinjaman program yang dapat ditarikmencapai USD2,750 juta, jumlah ini merupakan jumlah tertinggi yang pernah dilakukansampai saat ini.

6.1.6. Implikasi Pembiayaan terhadap Kesinambungan Fiskal

Konsep kesinambungan fiskal secara umum mengandung pengertian akan suatu kondisidimana struktur APBN secara dinamis mampu menjalankan fungsi sebagai katalisator danstabilisator perekonomian serta mampu memenuhi berbagai kebutuhan belanja ataukewajiban secara aman dalam jangka panjang. Indikator ketahanan fiskal ditunjukkan olehrasio defisit APBN terhadap PDB yang berada pada tingkat yang relatif rendah atau cenderungmenurun dan dapat dikelola (manageable). Kondisi tersebut disertai pula dengan semakinmenurunnya rasio kewajiban jangka panjang terhadap PDB.

Page 20: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-20 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Pembiayaan yang bersumber dari nonutang bukanlah sumber pembiayaan yang bersifatpermanen yang dalam jangka panjang dapat terus menerus digunakan, mengingat sumberpembiayaan tersebut memiliki batas. Sementara sumber pembiayaan yang berasal dari utang,merupakan sumber yang dapat terus menerus dimanfaatkan, namun dengan kompensasitertentu dalam bentuk biaya dan risiko yang dihadapi.

Kecenderungan peningkatan sumber pembiayaan dari utang yang makin besar akanmembawa konsekuensi langsung pada pengelolaan fiskal Pemerintah. Konsekuensi tersebutantara lain:

pertama, adanya kebutuhan yang makin besar terhadap alokasi belanja untuk pembayaranbunga atas utang. Secara nominal dari waktu ke waktu jumlah biaya utang yang harusdibayarkan terus menunjukan adanya peningkatan. Dalam tahun 2004 jumlah bunga yangharus dibayarkan mencapai Rp62,5 triliun. Jumlah tersebut meningkat tajam menjadi Rp79,1triliun pada tahun 2006, dan berlanjut sehingga dalam tahun 2008 diperkirakan mencapaiRp94,8 triliun (APBN-P 2008). Agar peningkatan biaya utang tersebut tidak mengurangiperan fiskal sebagai katalisator, maka secara relatif biaya tersebut harus menunjukkanpenurunan. Penurunan tersebut dapat ditunjukkan dari rasio pembayaran bunga terhadappenerimaan negara, atau rasio pembayaran bunga terhadap belanja negara. Rasio tersebutharus terus diupayakan untuk menurun. Penurunan rasio belanja bunga yang jugadiimbangi dengan penurunan rasio belanja mengikat lainnya (nondiscretionary) sepertisubsidi dan belanja rutin operasional, akan memberikan ruang yang cukup bagi Pemerintahuntuk adanya kontribusi fiskal terhadap pemenuhan investasi publik yang makin besar dandiharapkan dapat menjadi stimulus bagi pertumbuhan ekonomi;

kedua, mengingat makin besarnya peran utang terutama yang bersumber dari pasar, danmakin menurunnya tingkat kelunakan (concessionality) pinjaman yang bersumber darilembaga multilateral dan bilateral, maka APBN dan pengelolaan fiskal cukup rentan terhadapdinamika pasar. Beberapa variabel yang dapat mempengaruhi kinerja fiskal antara lainadalah nilai tukar, tingkat bunga baik domestik maupun internasional, inflasi dan ekspektasiterhadap inflasi, serta likuiditas dan sentimen pasar. Pergerakan variabel-variabel tersebutakan dapat memberikan tekanan pada fiskal baik pada biaya yang harus ditanggung apabilatingkat bunga meningkat, pelemahan nilai tukar dari mata uang pinjaman yang outstanding,dan kenaikan inflasi yang mendorong kenaikan suku bunga. Ekspektasi terhadap inflasi,yang walaupun belum terjadi, dapat memberikan tekanan yang besar pada fiskal terutamakarena ekspektasi inflasi dapat mendorong meningkatnya kurva imbal hasil (yield curve)yang akan mengakibatkan terjadinya price-in yang ditunjukkan oleh peningkatan bungaterhadap pinjaman/penerbitan baru SBN;

ketiga, makin sulitnya memperoleh pinjaman yang memiliki tingkat kelunakan yang tinggimaka mendorong Pemerintah mencari dari sumber pasar modal, baik untuk menutup defisitmaupun membayar kembali utang (refinancing). Kebutuhan refinancing yang makin besarharus diimbangi dengan kapasitas pasar yang memadai untuk meng-absorbsi atau sebaliknyajumlah kebutuhan pembiayaan harus mampu mempertimbangkan kapasitas pasar, terutamabila pasar dalam negeri menjadi tujuan utama. Dengan demikian, untuk mengimbangikebutuhan pembiayaan maka pengembangan pasar modal dan pasar keuangan, yang diiringidengan peningkatan kapasitas dan pembangunan industri keuangan, termasuk ketersediaaninfrastruktur yang mendukung merupakan suatu keharusan. Hal ini dimaksudkan agarterjadi pasar keuangan yang cukup sehat, dalam dan likuid.

Page 21: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-21NK RAPBN 2009

keempat, biaya utang yang meningkat dan harus dibayar tepat pada waktunya, interaksipasar yang cukup intens karena tuntutan kebutuhan pembiayaan sehingga penerbitan harusdilakukan sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan dimaksud dan pada saat yangsama harus menjaga keseimbangan ketersediaan SBN di pasar termasuk untuk dilakukannyarefinancing utang, memberi konsekuensi diperlukannya pengelolaan kas yang makin baik.Kehandalan proyeksi arus kas, optimalisasi biaya pengelolaan kas (opportunity cost) jugamerupakan faktor yang menentukan kontribusi pembiayaan terhadap kesinambungan fiskal.

Seluruh hal tersebut menjadi pertimbangan Pemerintah untuk menjaga terjadinyakesinambungan fiskal dalam pemenuhan kebutuhan pembiayaan. Dalamoperasionalisasinya, diperlukan pengelolaan utang dan pengelolaan kas yang efisien, yangterkoordinasi dengan baik yang mampu menjamin ketersediaan kebutuhan pembiayaansecara tepat waktu, dengan biaya yang minimal.

Dominannya peran pembiayaan utang melalui SBN memerlukan pengelolaan utang yangmemadai dan diimbangi dengan upaya pengembangan kapasitas pasar SBN yang optimal.Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka penggunaan utang sebagai sumber pembiayaanyang semakin besar akan berakibat, antara lain, pada: (i) terjadinya crowding-out bilakapasitas permintaan (demand) pasar modal domestik belum mampu untuk menyerapseluruh penawaran (supply) SBN baik untuk tambahan pembiayaan maupun untukkebutuhan refinancing utang yang jatuh tempo. Hal ini dapat menyebabkan kenaikan biayautang (imbal hasil/yield) atau penurunan harga pasar SBN. Bagi korporasi, tingginya supplySBN dan kenaikan imbal hasil SBN berdampak pada meningkatnya kesulitan dalam mencarisumber pembiayaan dari pasar modal dan meningkatnya imbal hasil yang diminta investorobligasi korporasi, karena SBN menjadi referensi pembentukan harga obligasi korporasiterutama yang memiliki peringkat kredit lebih rendah dari SBN; (ii) pasar SBN menjadirentan terhadap terjadinya pembalikan modal bila terjadi turbulensi di pasar keuangan.Keterbukaan pasar modal Indonesia di satu sisi memberikan keuntungan karena akanmenciptakan likuiditas dan kompetisi, serta menunjukkan tingkat kepercayaan investor padaIndonesia. Namun dalam kondisi pasar yang kurang stabil, investor asing yang memilikikemampuan lebih luas dalam membaca situasi pasar, dan kemampuan untuk memindahkanserta mengubah penempatan portofolio, akan lebih mudah melakukan pembalikan(reversal). Pembalikan ini apabila belum didukung oleh basis investor dalam negeri yangkuat akan berakibat pada penurunan kinerja pasar obligasi. Sampai dengan akhir semesterI 2008 jumlah investasi yang dilakukan oleh investor asing pada SBN mencapai lebih dariRp94 triliun atau 18,0 persen dari total SBN yang dapat diperdagangkan; dan (iii) apabilaterjadi peningkatan supply, dan pasar tidak mampu lagi untuk meng-absorbsi atau pasarmeminta premi yang lebih besar, dapat mendorong munculnya persepsi publik yang negatifterhadap kapasitas Pemerintah untuk membayar utang, yang akan tercermin dalamsovereign credit rating RI.

6.2. Strategi Pengelolaan Utang

Pengelolaan utang dilakukan dengan tujuan agar dalam jangka panjang dapat dicapai biayautang yang minimal dengan tingkat risiko yang terkendali, memerlukan strategi yang terarahdan mampu digunakan sebagai pengukuran kinerja. Secara garis besar, strategi yangditetapkan oleh Pemerintah mengarah pada tujuan pengelolaan utang yang dapat:

Page 22: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-22 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

(i) menjamin terpenuhinya kebutuhan pembiayaan secara efisien dan mendukungkesinambungan fiskal; (ii) menjaga agar pengelolaan dilakukan secara efektif, efisien,transparan dan akuntabel sehingga dapat menjaga prinsip kehati-hatian dalam pengelolaanutang terutama untuk meminimalkan risiko; dan (iii) mengembangkan upaya-upaya agarpinjaman yang sudah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai jadwal dan sesuai denganperkiraan biaya.

Dalam penyusunan strategi utang, Pemerintah akan memperhatikan dan memasukanberbagai faktor baik eksternal maupun internal yang secara langsung maupun tidak langsungmenjadi bahan pertimbangan yang akan mempengaruhi strategi yang ditempuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi yang ditempuh antara lain adalah: (i) posisi dan strukturutang saat ini, (ii) kebutuhan pembiayaan yang harus dipenuhi, (iii) daya dukung operasionaldalam pengelolaan utang, (iv) kondisi pasar baik global maupun domestik, (v) aturan-aturanyang mendukung baik terkait dengan instrumen, aturan pasar dan aturan yang mengaturinvestor dan investasi, dan lain-lain, (vi) status kemajuan dari beberapa hal terkait denganpengelolaan utang seperti komitmen utang, rencana penarikan utang, perjanjian penundaanutang, dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut bersifat dinamis dan berkembang, yang perludirespon secara periodik dengan meninjau kembali strategi dan membuat penyesuaianterhadap strategi tersebut agar tetap berada pada upaya untuk pencapaian tujuan.

Dalam lima tahun terakhir, meskipun secara persentase terhadap PDB utang menunjukkanbesaran yang cenderung semakin menurun, namun secara nominal jumlah utangPemerintah terus mengalami peningkatan. Peningkatan nominal utang dipengaruhi oleh:(i) penambahan utang neto , dan (ii) perubahan berbagai nilai tukar dari utang yang dimiliki.Kecenderungan peningkatan pembiayaan melalui utang sudah barang tentu akan secaranominal meningkatkan jumlah utang pemerintah. Kebutuhan pembiayaan yang bersumberdari utang neto yang meningkat telah berakibat pada peningkatan outstanding utang dariRp1.294,8 triliun pada tahun 2004 dan secara gradual meningkat menjadi Rp1.465,1 triliunpada bulan Juni 2008. Walaupun terjadi peningkatan dalam posisi utang, namun secararelatif rasio utang terhadap PDB mengalami penurunan. Penurunan ini juga diimbangidengan penurunan komposisi utang dalam valuta asing dari 50 persen pada akhir tahun2004 menjadi 47 persen pada akhir tahun 2007. Masalah yang masih dihadapi saat iniadalah pada struktur jatuh tempo, yang masih cukup tinggi hingga beberapa tahun ke depan.

Dengan melihat kondisi portofolio, pengelolaan utang akan lebih diarahkan untukmenyeimbangkan struktur utang baik dari sisi komposisi nilai tukar, maupun dari sisi strukturjatuh temponya. Pemenuhan kebutuhan pembiayaan akan diarahkan pada tujuan tersebutsecara konsisten dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi. Melihat kondisitersebut, dalam upaya menyeimbangkan struktur portofolio, maka pemenuhan kebutuhanpembiayaan yang dapat menambah posisi (outstanding) utang, diupayakan semaksimalmungkin diperoleh dari sumber-sumber dalam negeri. Dari sisi struktur jatuh tempo, denganmelihat kondisi saat ini, tambahan kebutuhan pembiayaan akan semaksimal mungkindiupayakan dapat dipenuhi dari utang dengan tenor yang panjang. Keseimbangan dalamstruktur tersebut akan dilakukan dengan tetap memperhatikan biaya yang diperlukan agarefisensi pengelolaan utang dapat dicapai.

Dalam konteks pengelolaan SBN, upaya yang dapat mendukung pencapaian strukturportofolio dilakukan dengan: (i) memperkaya jenis instrumen yang mampu mendukungkebutuhan investasi dari kelompok investor yang beragam, (ii) mendukung pembangunan

Page 23: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-23NK RAPBN 2009

infrastruktur pasar yang dapat mendukung aktivitas dan likuditas perdagangan dan efisiensipasar, dan (iii) menganalisis potensi permintaan secara lebih cermat dan memanfaatkansetiap momentum pasar yang terbuka yang sejalan dengan pencapaian tujuan pengelolaan.Momentum pasar yang terbuka diantaranya dapat dimanfaatkan untuk melakukanpenukaran utang (debt switch) dalam rangka restrukturisasi utang jatuh tempo.

Dalam konteks pengelolaan pinjaman luar negeri, pencapaian struktur portofolio untukpembiayaan melalui pinjaman saat ini baru dilakukan dengan melihat pilihan yang terbukadan dapat dinegosiasikan terutama terkait dengan tingkat kelunakan (concessionality)pinjaman, pilihan jenis bunga yang tersedia, pilihan nilai tukar yang ditawarkan, pilihanpola pelunasan, atau pilihan lain misalnya konversi nilai tukar. Dalam hal pinjaman kegiatan(project loan), upaya untuk mempercepat penarikan dengan menerapkan readiness criteriayang tegas juga akan sangat mendukung upaya pencapaian efisiensi pengelolaan utang.Sementara, untuk pinjaman yang sudah outstanding, pengelolaan portofolio dapat dilakukandengan upaya restrukturisasi pinjaman, penyederhanaan komposite nilai tukar terutamauntuk pinjaman dalam nilai tukar Special Drawing Rights (SDR), dan memanfaatkantawaran yang sekiranya favourable seperti melakukan debt swap dengan lender.

6.2.1. Gambaran Umum

Sampai dengan akhir semester I tahun 2008 jumlah sementara utang negara mencapaiUSD158,82 miliar atau ekuivalen Rp1.465,1 triliun, yang terdiri atas pinjaman luar negerisebesar USD63,17 miliar (ekuivalen dengan Rp582,7 triliun) dan Surat Berharga NegaraRupiah sebesar Rp779,0 triliun dan surat berharga dalam valuta asing USD11,2 miliar(ekuivalen Rp103,3 triliun).

Selama kurun waktu 2004 – 2008 baik dalam nilai ekuivalen USD maupun rupiah, jumlahutang menunjukkan kenaikan sebagai akibat meningkatnya pembiayaan defisit melaluiutang. Pelemahan USD terhadap beberapa mata uang dunia seperti JPY dan EUR, akhir-akhir ini, juga memberikan dampak pada jumlah ekuivalen pinjaman Indonesia yang matauang pinjamannya (original currency) berdenominasi JPY dan EUR. Dampak tersebutterlihat pada saat pinjaman dalam original currency tersebut dikonversi menjadi USD danRupiah, yang berkontribusi pada peningkatan nilai rupiah utang Pemerintah. Dalam nilaiekuivalen rupiah, selama tahun 2007 sampai dengan semester I 2008 jumlah pinjamanluar negeri meningkat. Hal ini akibat apresiasi mata uang JPY, EUR, dan GBP terhadapUSD, masing-masing sebesar 5,12 persen, 7,99 persen dan 0,30 persen. Pengaruh apresiasiJPY, terhadap outstanding sangat signifikan mengingat sekitar 40 persen dari pinjamanluar negeri Indonesia adalah dalam bentuk JPY.

Kecenderungan lain yang nampak dalam kurun waktu tersebut adalah terjadinya pergeserankomposisi instrumen utang. Persentase utang melalui pinjaman luar negeri (nonmarketdebt) mengalami kecenderungan penurunan pada periode 2004-2008 sebagai dampak darisemakin menurunnya kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri, disampingkarena negative net additional external loans, akibat jumlah pinjaman yang jatuh tempojauh melampaui jumlah pinjaman baru yang dilakukan.

Pada periode yang sama, tahun 2004 - 2007, instrumen utang melalui pasar (SBN) mengalamipeningkatan baik dari nilai maupun persentase terhadap total utang. Hal tersebut sejalan dengan

Page 24: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-24 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

peningkatan penggunaan SBNsebagai sumber utama pembiayaandefisit APBN secara terus menerus.Secara persentase, peningkatanpenerbitan SBN berdenominasi valaslebih tinggi dibanding SBNberdenominasi Rupiah, meskipunporsi outstanding SBNberdenominasi Rupiah masih sangatdominan dibanding total SBN. Darigambaran ini juga nampak bahwapinjaman luar negeri yang jatuhtempo di-refinance dengan pinjamanyang bersumber dari penerbitanvaluta asing, sehingga terjadi naturalhedging dalam pengelolaan utang.

Dari sisi struktur mata uang utang Indonesia, nampak bahwa sebagian besar pinjaman yangberdenominasi valuta asing cukup terkonsentrasi pada 4 (empat) mata uang utama yaitu JPY,USD, EUR, dan GBP. Oleh karena itu posisi utang equivalen yang dinilai dalam rupiah, sangatsensitif terhadap pergerakan keempat mata uang tersebut. Sementara, kurang dari 5 persen daritotal utang Indonesia menggunakan denominasi 11 valuta asing lainya seperti Australia dollar,Korea Won, China Reminbi, SDR dan lain-lain. Walaupun terdapat kerentanan terhadappergerakan nilai tukar, konsentrasi pada beberapa mata uang tersebut sedikit banyakmemudahkan untuk pengelolaan utang, terutama dalam mengelola risiko nilai tukar.

Hal yang perlu dicermati adalahpeningkatan komposisi utangpemerintah dalam denominasi USD,yang meningkat cukup tinggiterutama pada tahun 2005, 2007 danposisi sampai dengan semester I2008. Kecenderungan meningkatnyaporsi USD ini terutama disebabkanpenerbitan SBN berdenominasi USDdalam jumlah yang cukup signifikan.Sejak tahun 2005 penerbitan SBNdalam valuta asing rata-ratamencapai jumlah di atas USD2,0miliar per tahunnya, sehingga

pembayaran kembali pinjaman luar negeri tidak diikuti dengan penurunan utang dalam USD.

Secara keseluruhan, apabila dilihat dari komposisi utang menurut nilai tukar (rupiah danvaluta asing) menunjukkan adanya pergeseran dari utang dalam valuta asing ke utangdalam rupiah. Hal ini sejalan dengan stategi yang ditempuh untuk secara bertahapmengurangi utang dalam valuta asing.

Walaupun peningkatan nilai nominal utang yang terjadi selama kurun waktu lima tahunterakhir cukup tinggi, namun peningkatan tersebut masih berada pada tingkat yang relatif

2004 2005 2006 + 2007 ++ 2008 +++

a. Pinjaman Luar Negeri 68,10 63,09 62,02 62,25 63,17

1. Bilateral 46,01 42,16 41,07 41,03 42,12

2. Multilateral 19,46 18,78 18,84 19,05 18,80

3. Komersial 2,17 1,82 2,01 2,08 2,15

4. Supplier 0,29 0,17 0,11 0,08 0,09

5. Obligasi 0,17 0,17 - - 0,00

b. Surat Utang Negara 71,28 70,89 82,34 85,26 95,65

1. Denominasi Valuta Asing 1,00 3,50 5,50 7,00 11,20

2. Denominasi Rupiah 70,28 67,39 76,84 78,26 84,45

139,38 133,98 144,36 147,51 158,82

Sumber: Departemen KeuanganCatatan:+ Angka Sementara++ Angka Sangat Sementara+++ Angka Sangat Sangat Sementara Per Juni 2008

Jumlah Utang Pemerintah

Tabel VI.6

Perkembangan Posisi Utang Pemerintah Tahun 2004 - Juni 2008(miliar USD)

2004 2005 2006 + 2007 ++ 2008 +++

EUR 101.526 93.297 92.146 98.914 100.799

GBP 13.433 12.734 12.359 12.043 11.263

JPY 283.750 265.678 232.390 244.374 247.998

USD 180.824 220.122 218.320 240.957 271.963

Rupiah 652.905 658.671 693.118 737.126 778.370

Lain-Lain 62.406 66.551 53.825 56.001 54.711

1.294.844 1.317.052 1.302.157 1.389.415 1.465.105

Sumber: Departemen Keuangan

Catatan:+ Angka Sementara++ Angka Sangat Sementara+++ Angka Sangat Sangat Sementara Per Juni 2008

Jumlah

Tabel VI.7

Perkembangan Komposisi Utang Pemerintah Berdasarkan Mata Uang(miliar rupiah)

Mata UangTahun

Page 25: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-25NK RAPBN 2009

aman, bila dilihat dari ketahanan fiskal, yang ditunjukkan oleh rasio utang terhadap PDByang secara konsisten menunjukkan penurunan, sebagaimana nampak dalam Grafik VI.8.Dalam tahun 2004 rasio utang masih berada pada tingkat 56 persen terhadap PDB. Dalamkurun waktu empat tahun, hingga akhir tahun 2008, rasio utang terhadap PDB diperkirakanakan turun hingga level 33 persen terhadap PDB. Peningkatan utang secara nominal, yangdiimbangi dengan penurunan rasio utang terhadap PDB, tingkat pertumbuhan ekonomi

yang stabil, nilai tukar yangrelatif stabil dan inflasi sertatingkat bunga yang terkendali,memberikan indikasi bahwaperekonomian masih cukupkuat memenuhi kewajiban atasutang. Diperkirakan pada akhirtahun 2009 rasio utangterhadap PDB akan semakinmenurun hingga berada padalevel di bawah 30 persenterhadap PDB.

Dari posisi utang sebagaimana nampak dalam Grafik VI.9, bahwa sampai dengan 5 tahunkedepan kewajiban untuk membayar kembali utang sesuai jatuh temponya cukup tinggi rata-rata sekitar Rp89,2 triliun per tahun. Melihat pada kondisi tersebut, maka dalam 5 tahun kedepan risiko pembayaran kembali utang (refinancing) relatif tinggi. Bagian terbesar dari utangyang harus dibayarkan adalah utang dalam valuta asing, sehingga kerentanan terhadap nilaitukar dapat menambah beban pembayaran kembali pokok utang. Tingginya refinancing inijuga menambah tantangan pada pengelolaan utang mengingat utang yang jatuh tempomerupakan pinjaman yang berasal dari non-market. Melihat tren pembiayaan melalui utang,dimana SBN menyediakan sumber bagi pembiayaan kembali utang luar negeri, maka kapasitaspengelolaan, kapasitas pasar, kinerja perekonomian harus mendukung agar risiko yang adadapat dikelola dengan baik.

Salah satu langkah yang dapatdiambil dalam pengelolaanutang saat ini dalammengendalikan risiko refinancingtersebut antara lain melakukanpengurangan (smoothing-out)jumlah utang pada periodepuncak melalui pertukaran utang(debt switch), dalam hal terdapatkelebihan dana tunai tahunberjalan dapat dilakukanpembelian kembali (buyback)

untuk mengurangi pokok utang yang jatuh tempo dalam jangka pendek, dan mengimbangidengan penerbitan SBN dengan jangka panjang. Di sisi pinjaman luar negeri, semaksimalmungkin akan diupayakan untuk melakukan negosiasi terhadap masa tenggang (grace period)terutama untuk pinjaman baru, sehingga pembayaran cicilan pokok akan melampaui periodekritis tersebut, apabila tersedia kemungkinan dapat dilakukan pemilihan metode amortisasi

57 %

47 %39%

35 % 33%

-5%

5%

1 5%

25%

35%

45%

55%

65%

200 4 2005 * 20 06** 20 07 *** 2008****

Grafik VI.8Perkem bangan Rasio Utang terh adap PDB T ahun 200 4 - 2008

Ca ta ta n:* An gka Sem en ta ra * ** A ngka Sa n ga t Sa n ga t Sem e nt a ra** A ngka Sa n ga t Se men t a ra **** Proy eksi Berdasarkan A PBN-P 2 00 8

S um b e r : D e pa rt e m e n Ke ua ng a n

0102030405060708090

100110120130140150

(Tri

liu

n R

p)

Grafik VI.9Profil Jatuh Tempo Utang

Rupiah Mata Uang Asing

Sumber: Departemen Keuangan

Page 26: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-26 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

terhadap pinjaman baru, dan melakukan kajian atas tawaran untuk merestrukturisasi utang,atau melakukan pengurangan utang melalui debt swap.

Di samping terekspos dengan pergerakan nilai tukar, posisi portofolio utang saat ini jugacukup terekspos dengan pergerakan tingkat bunga. Sekitar 24,9 persen dari utang pemerintahmemiliki bunga mengambang (floating), yang menggunakan berbagai referensi bunga pasar,seperti SBI untuk utang dalam negeri, LIBOR, EURIBOR atau referensi lain yangdisesuaikan kembali (reset) secara periodik. Adanya utang yang secara periodik di-reset sesuaidengan suku bunga referensi ini mengakibatkan adanya risiko tingkat bunga dalampengelolaan utang. Apabila kondisi (environment) tingkat bunga cenderung menurun makaakan menguntungkan Indonesia dan begitupun sebaliknya. Dengan kata lain, utang yangmenggunakan referensi tingkat bunga mengambang, pada tingkat tertentu memberikanketidakpastian (uncertainty) bagi Pemerintah dalam memperkirakan besarnya kewajiban.Namun demikian, tidak berarti utang dengan tingkat bunga tetap akan memberikan bebanyang lebih rendah bagi Pemerintah. Utang yang diterbitkan atau disepakati dengan tingkatbunga tetap ketika environment tingkat bunga tinggi, dapat memberikan biaya yang lebihmahal, terutama ketika environment tingkat bunga bergerak cenderung menurun.

Melihat kenyataan tersebut, penerbitan surat berharga atau pengadaan pinjaman dengantingkat bunga tetap masih merupakan strategi yang hendak ditempuh. Dalam kaitannyadengan penerbitan SBN, penerbitan surat berharga dengan tingkat bunga tetap akan menjadiprioritas, mengingat imbal hasil SBN dengan suku bunga tetap yang dapat diperdagangkandi pasar sekunder akan menjadi referensi pasar bagi pembentukan harga (benchmark).

Pada masa yang akan datang, agar pengelolaan utang dapat dilakukan secara efisien, perluditempuh mekanisme untuk melakukan praktik lindung nilai (hedging) terhadap kewajibanportofolio utang pemerintah. Praktik tersebut dapat dilakukan melalui transaksi pertukaran(swap) maupun kontrak pembelian forward terutama untuk memberikan kepastian terhadapkewajiban utang dalam valuta asing. Swap dapat dilakukan terutama dengan interest rateswap, yaitu dalam kondisi suku bunga yang volatile dan menuju pada peningkatan dapatdilakukan pertukaran antara kewajiban utang dengan tingkat bunga mengambang denganpelaku pasar yang memiliki kewajiban dengan tingkat bunga tetap dengan biaya (swaprate) tertentu, dan sebaliknya.

Dalam pengelolaan utang, selainmempertimbangkan kondisiportofolio dan risiko utangpemerintah, hal lain yang perludiperhatikan adalah pengukuranketahanan fiskal melalui efisiensiutang baik dari sisi pengelolaannyamaupun penggunaannya. Beberapaindikator ketahanan fiskal yangdapat digunakan selainperkembangan rasio terhadap PDB,

adalah rasio pembayaran pokok dan bunga terhadap PDB, rasio pembayaran bunga terhadappenerimaan negara dan rasio pembayaran bunga terhadap belanja negara.

Fixed Variable Nominal(miliar Rp) (miliar Rp) (miliar Rp)

Jangka pendek: sampai 3 tahun 224.299 107.056 331.354 22,62

Jangka menengah: 4 sampai 10 tahun 396.114 174.793 570.907 38,97

Jangka panjang: di atas 10 tahun 478.629 84.215 562.844 38,42

1.099.041 366.063 1.465.105 100,00

Sumber: Departemen Keuangan

Jumlah

Tabel VI.8

Komposisi Utang Pemerintah berdasarkan Kelompok Bunga dan TenorJuni 2008, Angka Sementara

Tenor

Jenis Bunga Total

%

Page 27: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-27NK RAPBN 2009

Parameter untuk mengukur kapasitas perekonomian untuk membayar kembali utang (debtcapacity) tanpa menggangu ketahanan perekonomian adalah rasio pembayaran pokok danbunga utang terhadap PDB. Rasio kewajiban utang terhadap PDB menjadi indikator atas relatifefisiennya utang yang dilakukan. Dengan demikian, semakin rendah rasio kewajiban terhadap

PDB, maka penurunan manfaat yangseharusnya diterima saat ini akibat telahdigunakan dimasa lalu menjadi relatifrendah. Semakin rendah rasio kewajibanutang terhadap PDB, menunjukkansemakin efisien utang yang dilakukan.Dalam perkembangannya, selama 5 tahunterakhir, rasio ini menunjukkan adanyatingkat yang relatif konsisten dari tahun ketahun, yaitu berada sekitar 4,7 persenterhadap PDB.

Indikator lainnya adalah rasio pembayaran kewajiban utang terhadap penerimaan negara danterhadap belanja negara. Semakin rendah rasio pembayaran kewajiban utang terhadappenerimaan negara dan terhadap belanja negara maka ketahanan fiskal, dalam kaitannya denganutang, akan semakin baik. Semakin rendah rasio, menunjukkan bahwa kemampuan penerimaannegara untuk memenuhi keperluan yang lain selain utang akan semakin besar, sehingga fungsi

kebijakan fiskal sebagai pendorongpertumbuhan ekonomi dapat lebihdimaksimalkan. Dalam beberapa tahunterakhir walaupun relatif kecil, rasiotersebut cenderung menunjukkanpenurunan. Hal ini berarti bahwa ruanguntuk kebijakan fiskal Pemerintahmemberikan stimulus dan melakukaninvestasi publik akan makin besar, terlebihbila diikuti dengan penurunan belanjapemerintah untuk subsidi ataunondiscretionary expenditures lainnya.

6.2.2. Pelaksanaan Pengelolaan Utang Tahun 2004 - 2008

Dalam mencapai tujuan pengelolaan utang, kebijakan pengelolaan utang berpedoman padaUndang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur bahwajumlah kumulatif pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidak melebihi 60persen terhadap PDB tahun bersangkutan. Kebijakan pengelolaan utang dalam jangkapanjang, berpedoman juga pada: (i) penurunan rasio utang terhadap PDB secara bertahapyang dilakukan dengan mempertahankan stabilitas ekonomi makro sekaligus mendorongpertumbuhan ekonomi, (ii) penetapan target tambahan utang bersih maksimal (maximumadditional debt) terhadap PDB dengan kisaran kurang lebih 1 persen, dan (iii) pengurangansecara bertahap ketergantungan pada pinjaman luar negeri. Dalam rangka mencapai tujuanjangka panjang pengelolaan utang diperlukan beberapa upaya strategis melalui:(1) pengurangan utang negara melalui pelunasan tunai secara bertahap; (2) prioritas

5,8%

4,6% 4,7 % 4,5% 4,4%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

2004 2005 2006 2007 2008*

Grafik VI.10Rasio Realisasi Pembayaran Bunga Utang dan Pokok Utang

terhadap PDB 2004 - 2008

Catatan:* Proy eksi realisasi berdasarkan APBN-P 2008

Su m ber : Depa rt em en Keu an ga n

33,2%

31,4%

25,7%

25,0%

24,7%

23,5%

25,4%

23,7%

22,0%

19,8

%

0%

5 %

1 0%

1 5 %

2 0%

2 5 %

3 0%

3 5 %

4 0%

2004 2005 2006 2007 2008*

Grafik VI.11Rasio Realisasi Pembayaran Bunga Utang dan Pokok Utang

terhadap Penerimaan dan Belanja Negara 2004 - 2008

Thd Penerimaan

Thd PengeluaranCatatan:* Proy eksi Realisasi Berdasarkan APBN-P 2008

Su m ber: Depa rt em en

Page 28: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-28 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

penerbitan/pengadaan utang dalam mata uang Rupiah; (3) peningkatan porsi utang negaradengan bunga tetap; (4) mengutamakan pengadaan/penerbitan utang negara dengan tenoryang relatif panjang; (5) mengupayakan penyederhanaan struktur portofolio utang negara.

Pengelolaan utang pemerintah secara umum dilakukan terhadap SBN dan pinjamanpemerintah. Pengelolaan SBN meliputi aspek pengelolaan portofolio SBN dan aspekpengembangan pasar SBN untuk meningkatkan kedalaman dan likuiditas pasar sekunder.Sedangkan pengelolaan pinjaman meliputi aspek pengelolaan portofolio dan peningkatankualitas pengelolaan pinjaman.

Dalam pengelolaan utang, kebijakan yang dijalankan Pemerintah selama ini mencakupupaya-upaya untuk melakukan diversifikasi instrumen dan upaya untuk meminimalkanrisiko-risiko yang ada (risiko nilai tukar, risiko pembiayaan kembali, risiko tingkat bunga,risiko operasional, dan lain-lain), diantaranya melalui: (1) memprioritaskan penerbitan/pengadaan utang dalam mata uang rupiah, (2) meningkatkan porsi utang negara denganbunga tetap (fixed rate), dan (3) mengutamakan utang berjangka waktu relatif panjang.

6.2.2.1. Realisasi Pembiayaan dan Pengelolaan Utang Tahun 2004 - 2007

Dalam kurun waktu 2004 – 2007 realisasi pembiayaan utang neto menunjukkanpeningkatan dari sebesar negatif Rp21,2 triliun, atau terjadi pengeluaran utang neto (netdebt payment) pada tahun 2004 menjadi sebesar Rp33,3 triliun pada tahun 2007.Peningkatan tersebut terutama terjadi pada SBN, karena sejak tahun 2005, penerbitan SBNjuga berperan sebagai instrumen pembiayaan bagi pembayaran kembali utang (refinancing)bagi pinjaman luar negeri. Secara bertahap penerbitan SBN neto meningkat dari Rp6,9 triliunpada tahun 2004 menjadi Rp57,2 triliun pada tahun 2007, atau hampir sepuluh kali lipat.Sementara pinjaman luar negeri secara konsisten menunjukkan penurunan secara rata-rata selama empat tahun tersebut sekitar Rp22 triliun per tahun.

Dalam kurun waktu 2004 - 2007 jumlah surat berharga yang telah diterbitkan mencapaiRp240,6 triliun yang terdiri dari penerbitan di pasar domestik sebesar Rp175,1 triliun dansebesar Rp65,5triliun (ekuivalen USD7 miliar) diterbitkan di pasar internasional. Sementarajumlah surat berharga yang dilunasi, baik karena jatuh tempo atau dibeli kembali (buyback) mencapai Rp117,7 triliun. Seluruh surat berharga yang dilunasi tersebut merupakansurat berharga yang diterbitkan di dalam negeri, dan sebagian diantaranya yaitu Rp16,8triliun adalah surat berharga yang tidak dapat diperdagangkan yang diterbitkan kepadaBank Indonesia. Dengan demikian, secara neto pembiayaan SBN yang telah dilakukan sejaktahun 2004 sampai dengan tahun 2007 mencapai Rp121,2 triliun.

Di pasar domestik jumlah surat berharga yang diterbitkan dari tahun ke tahun menunjukkanpeningkatan. Dalam tahun 2004 dan 2005 penerbitan di pasar domestik secara netomenunjukkan jumlah yang negatif. Hal ini mengingat jumlah surat berharga yang jatuhtempo di pasar domestik jauh lebih besar dari pada yang diterbitkan, sementara kapasitaspasar dalam negeri dalam me-refinance seluruh surat berharga yang jatuh tempo belummencukupi. Kapasitas pasar yang terbatas ini terjadi karena banyak bank yang semulamemegang SUN hasil obligasi rekap mulai menjual di pasar sekunder karena akanmenambah kapasitas dalam memberikan pinjaman. Penjualan oleh bank di pasar sekundertersebut di-absorbsi oleh tipe investor yang lain seperti reksadana, asuransi, dana pensiun,bahkan oleh individu. Dalam tahun 2006 - 2007, penerbitan di pasar domestik menunjukkan

Page 29: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-29NK RAPBN 2009

jumlah neto yang positif karena adanya tambahan kebutuhan penerbitan, yang didukungoleh diversifikasi instrumen (penerbitan ORI), dan peningkatan basis investor terutamapartisipasi investor asing. Peningkatan partisipasi oleh asing ini terutama didukung olehenvironment interest rate dunia yang rendah dan likuiditas pasar dunia yang cukup tinggi.

Di pasar internasional, sejak tahun 2004 pemerintah mulai menerbitkan SUN, dengan jumlahyang memadai untuk digunakan sebagai referensi (benchmark size) yaitu USD1,0 miliar.Penerbitan di pasar internasional ini tidak semata-mata didasari oleh kebutuhan pembiayaan,namun juga sebagai upaya penciptaan referensi harga (benchmark pricing) untuk suratberharga yang diterbitkan oleh perusahaan Indonesia atau aset-aset keuangan Indonesia.Secara bertahap jumlah penerbitan meningkat, berturut-turut USD2,5 miliar di tahun 2005,USD1,5 miliar di tahun 2006 dan USD2,0 miliar di tahun 2007. Peningkatan ini bukansepenuhnya menunjukkan indikasi adanya ketergantungan sumber pembiayaan terutamauntuk me-refinance pinjaman luar negeri atau mengisi gap kebutuhan pembiayaan dalamvaluta asing, namun juga sebagai alternatif sumber pembiayaan agar tidak terjadi crowding-out effect di pasar dalam negeri. Walaupun demikian, pemerintah akan tetap memperhatikandan menjaga upaya-upaya untuk menurunkan pembiayaan utang secara keseluruhan yangbersumber dari luar negeri, yang ditunjukkan oleh tetap terjadinya pengurangan pembiayaanutang luar negeri neto (net declining external debt), agar tidak menambah kerentanan faktorexternal dalam utang pemerintah (external vulnerability).

Dari sisi tenor, SBN yang diterbitkan selama horizon waktu tersebut terdapat perbaikanyang cukup mendasar. Bila dalam tahun 2004, SBN yang dapat diterima dengan baik olehpasar domestik mempunyai tenor terpanjang sampai dengan sepuluh tahun, maka secarabertahap, dalam tahun 2005 pemerintah dapat menerbitkan dengan tenor sampai dengan15 tahun, selanjutnya pada tahun 2006 hingga 20 tahun. Di tahun 2007, bahkan pemerintahdapat menerbitkan SBN di pasar domestik dengan tenor 30 tahun. Dari pengalaman dalammenerbitkan surat berharga sebagai sumber pembiayaan, banyak negara memerlukan waktuyang cukup lama untuk bisa menerbitkan surat berharga yang bisa dianggap sangat panjang(super long tenor), dan sangat jarang yang dapat menerbitkan dalam waktu kurang darisatu dekade sejak mulai berkembangnya surat berharga. Walaupun ada beberapa negarayang dalam sejarah penerbitannya mampu menerbitkan surat berharga hingga 50 tahundan surat berharga tanpa batas tenor (perpetual), namun tenor 30 tahun dianggap sebagaitenor yang paling panjang yang diterbitkan oleh suatu negara (sovereign) sebagai sumberpembiayaan permanennya. Di pasar internasional, sejak penerbitan perdana (debut) obligasiinternasional pada tahun 2004, upaya untuk mengurangi refinancing risk secara konsistendilakukan. Penerbitan di pasar internasional diupayakan agar semaksimal mungkin dilakukandengan tenor lebih dari 10 tahun. Di tahun 2005, pemerintah bahkan dapat menerbitkansurat berharga dengan tenor 30 tahun. Dari komposisi tenor, surat berharga yang diterbitkandengan tenor panjang, jauh lebih mendapat sambutan. Hal ini terjadi karena cukup tingginyaminat investor jangka panjang (real asset) seperti asuransi dan dana pensiun yang memilikiprofil kewajiban jangka panjang.

Dari sisi instrumen yang telah diterbitkan, dari waktu ke waktu pemerintah berupaya untukdapat menjaring (tapping) jumlah investor yang makin banyak dengan diversifikasi yanglebih luas. Upaya tersebut tidak semata-mata dilakukan dengan melakukan diversifikasitenor yang sesuai dengan preferensi berbagai jenis investor, namun juga dilakukan dengandiversifikasi instrumen yang diterbitkan. Selama tahun 2004-2007, instrumen SUN yang

Page 30: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-30 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

paling banyak diterbitkan adalah obligasi jangka panjang dengan tingkat bunga tetap, yangsecara bruto mencapai sekitar Rp141,3 triliun. Instrumen ini merupakan instrumen yangpaling lazim ditransaksikan, mengingat instrumen ini memberikan return (yield) yangmencerminkan ekspektasi pasar. Di tahun 2006 pemerintah juga mulai menerbitkan SBNyang di pasar perdana hanya bisa dibeli oleh investor ritel (ORI). Penerbitan instrumen inidisamping untuk menumbuhkan investment society di kalangan individu, juga dimaksudkansebagai upaya untuk menjaring tipe investor perorangan yang dapat membeli obligasi dalamjumlah yang lebih kecil sesuai dengan keputusan investasinya. Obligasi ini memberikankupon secara bulanan dengan tingkat bunga tetap sampai dengan jatuh tempo. Dari tahunke tahun minat investor individu untuk melakukan investasi pada surat berharga negaramenunjukkan peningkatan. Walaupun di pasar sekunder obligasi ini dapat dibeli oleh investorinstitusi, namun secara keseluruhan sekitar 40-50 persen investor individu masih tetapbertahan untuk memegangnya.

Dalam rangka pengelolaan portofolio, selama tahun 2004-2006 pemerintah telah melakukanbeberapa tindakan antara lain dengan melakukan penukaran utang (switching), pembeliankembali sebelum jatuh tempo (buyback) dan restrukturisasi utang. Switching dilakukandengan menukar SBN yang mempunyai jatuh tempo jangka pendek dengan SBN denganjatuh tempo yang lebih panjang melalui mekanisme pasar. Switching dilakukan dalam rangkamengurangi risiko pembiayaan kembali terutama untuk jangka pendek, sampai dengantiga tahun ke depan. Switching dengan mekanisme pasar untuk pertama kalinya dilakukanpada tahun 2005. Selama tiga tahun sejak tahun 2005, jumlah SBN yang berhasil ditukarmencapai Rp52,6 triliun, dengan menukar SBN yang akan jatuh tempo dalam 2-5 tahun kedepan, dengan SBN yang akan jatuh tempo antara 10 sampai dengan 20 tahun ke depan.Dalam melakukan switching, pemerintah akan mempertimbangkan kondisi pasar dan minatpelaku pasar untuk berpartisipasi. Hal ini dimaksudkan agar tujuan switching dapat dicapaidan dilakukan pada biaya yang wajar. Buyback dilakukan oleh pemerintah untuk beberapatujuan diantaranya mengurangi refinancing risk dengan mengurangi outstanding dari SBNyang jatuh tempo pendek (1-2 tahun) dan menjaga stabilitas pasar ketika pasar surat utangmengalami kelesuan. Selama empat tahun sejak 2004, jumlah pembelian kembali yangpernah dilakukan mencapai Rp10,0 triliun. Masih rendahnya pembelian kembali yangdilakukan karena keterbatasan sumber dana tunai pemerintah untuk operasi tersebut. Secaraideal, dalam konsep utang neto, seharusnya pemerintah dapat melakukan buyback terutamauntuk stabilitas pasar dengan cara menerbitkan jumlah yang cukup besar ketika pasar cukupliquid, dan melakukan stabilitas pasar ketika terdapat kecenderungan kelesuan pasar. Baikswitching maupun buyback untuk tujuan pengembangan pasar juga dapat dilakukan denganmenerbitkan obligasi yang dapat menjadi benchmark dan aktif ditransaksikan (on the run)dengan obligasi yang tidak aktif (off the run) dalam rangka meningkatkan likuiditas pasar.

Terkait dengan restrukturisasi, pemerintah melakukan restrukturisasi surat utang kepadabank Indonesia, pada tahun 2006. Surat utang yang direstrukturisasi adalah SU-002/MK/1998 dan SU-004/MK/1999 yang amortisasi pembayarannya akan berakhir pada tahun2018. Restrukturisasi kedua SU dimaksud dilakukan terhadap tingkat bunga dan jangkawaktu pembayarannya. Bunga SU yang semula 3 persen dari pokok yang diindeksasi terhadapinflasi, direstruktur sehingga masing-masing menjadi 1 persen dan 3 persen dari pokok tanpaindeksasi. Jangka waktu pembayaran, direstruktur dari semula amortisasi dibayar tunaisecara prorata sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2018, menjadi amortisasi secaraeksponensial yang dapat dibayar baik secara tunai atau dengan surat berharga sejak tahun

Page 31: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-31NK RAPBN 2009

2009 hingga tahun 2025. Disamping itu, pemerintah juga menerbitkan SU-007/MK/2006untuk membayar tunggakan atas bunga dan indeksasi SU-002 dan SU-004 yang seharusnyadibayar sejak tahun 1999 sebesar Rp54,9 triliun.

Selama tahun 2004-2008, Pemerintah melakukan beberapa inisiasi pasar yang dapatmendukung pengembangan pasar surat berharga pemerintah. Hal tersebut dilakukan denganmenerbitkan surat berharga secara reguler (regular issuance) melalui penyusunan kalenderpenerbitan. Mulai tahun 2004, kalender penerbitan disampaikan tiga bulan di depan, danterhitung sejak tahun 2006 kalender penerbitan diumumkan sejak awal tahun, untukpenerbitan selama satu tahun. Dalam rangka mencakup jenis investor yang lebih luas denganhorison investasi yang lebih beragam, sejak tahun 2005 pemerintah melakukan penerbitandengan seri yang berbeda untuk setiap kali penerbitan (multi trance issuance atau dualissuance). Sejak tahun 2007, dalam rangka memastikan daya serap di pasar primer danmeningkatkan likuiditas di pasar sekunder, pemerintah memperkenalkan sistem dealer utama(primary dealer). Dealer utama terdiri dari pelaku pasar yang memiliki persyaratan tertentudan berkomitmen untuk melakukan market making terhadap SBN.

Di sisi pinjaman luar negeri, selama tahun 2004-2007 pemenuhan defisit pembiayaan yangdilakukan melalui penarikan pinjaman program mencapai Rp50,5 triliun atau ekuivalendengan USD4,5 miliar. Dari tahun ke tahun, pembiayaan yang bersumber dari pinjamanprogram menunjukkan kecenderungan yang meningkat, dari USD400 juta pada tahun 2004meningkat menjadi USD993 juta pada tahun 2005, dan USD1.300 juta tahun 2006. Padatahun 2007, terjadi peningkatan pinjaman program yang cukup tinggi lebih dari 60 persendari tahun sebelumnya, yaitu mencapai USD2.100 juta termasuk didalamnya USD200 jutadalam bentuk pembiayaan tunai dari Islamic Development Bank (IDB). Pinjaman tersebutterutama berasal dari 3 lender besar, yaitu ADB, Bank Dunia dan JBIC. Selama kurun waktutersebut terdapat beberapa pinjaman yang karena pemenuhan policy matrix-nya tidak dapatdipenuhi, maka diputuskan untuk dibatalkan. Kekurangsesuaian antara perencanaan danrealisasi juga terjadi karena perubahan kebijakan pemberi pinjaman terutama terkait denganjumlah pinjaman yang dapat disediakan (lending limit), serta perubahan/penundaan realisasipenarikan seperti yang terjadi pada tahun 2007 pada I-DPL 1 dari Bank Dunia yang realisasipenarikannya terjadi pada tahun 2008. Perbandingan antara perencanaan dengan realisasipenarikan pinjaman program dapat diikuti dalam Tabel VI.9 berikut.

Realisasi penarikan pinjamanproyek sangat terkait danditentukan oleh perkembangankemajuan pelaksanaankegiatan yang dibiayainya.Berbeda dengan penarikanpinjaman program, penarikanpinjaman proyek biasanya

dilakukan lebih dari satu kali (multi trances) mengingat sebagian besar pinjaman proyekdigunakan untuk membiayai kegiatan dengan tahun jamak (multi years) dan atau kegiatanyang tersebar di berbagai daerah. Besarnya penarikan pinjaman proyek dalam satu tahunanggaran ditentukan oleh rencana penarikan (disbursement plan) yang jumlahnya disesuaikandengan kebutuhan pelaksanaan kegiatan. Realisasi penarikan pinjaman luar negeri secarakeseluruhan dibandingkan dengan rencana penarikan dalam APBN tahun 2004 – 2007 dapatdisajikan dalam Grafik VI.12.

Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi

1 World Bank 300 300 400 400 600 600 800 600

2 ADB 200 100 500 500 600 600 900 900

3 JBIC - - 92,8 92,8 100 100 400 400

500 400 993 993 1.300 1.300 2.100 1.900

Sumber: Departemen Keuangan

2007

Jumlah

Tabel VI.9Rencana dan Realisasi Pinjaman Program 2004 - 2007

(juta USD)

No Lender2004 2005 2006

Page 32: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-32 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Dalam grafik tersebut terlihat bahwarealisasi penarikan pinjaman pada tahun2004 – 2007 belum sebanding denganrencana/pagu yang ditetapkan dalamAPBN/APBN-P. Persentase realisasipenarikan pinjaman yang tertinggi terjadipada tahun 2004 mencapai 85 persen daritarget yang ditetapkan dalam APBN,sedangkan yang terendah pada tahun2006 hanya mencapai 70 persen daritarget. Hal ini mengindikasikan bahwakebijakan pemerintah dalam menetapkan

defisit sebagai stimulus fiskal belum dapat sepenuhnya direalisasikan oleh Kementerian/Lembaga yang kegiatannya dibiayai dengan pinjaman proyek. Adapun beberapa faktor yangmenyebabkan belum dapat dipenuhinya target penarikan pinjaman tersebut antara lain: (i)adanya kelambatan dalam pelaksanaan kegiatan khususnya bagi pinjaman-pinjaman barumisalnya belum dipenuhinya berbagai persyaratan administratif pada saat penuangan dalamdokumen anggaran, (ii) terdapat kecenderungan pelaksanaan kegiatan tidak sesuai denganrencana (target) awal, sebagaimana tertuang dalam desain proyek, yang akan berpengaruhterhadap realisasi penarikan dana, dan (iii) kegiatan tertentu yang telah direncanakan tidakdapat dilakukan tepat waktu karena memerlukan proses pengadaan barang denganspesifikasi khusus sehingga memerlukan waktu yang relatif lama.

Secara keseluruhan selama tahun 2004-2007, pengelolaan utang memerlukan biayaterutama untuk pembayaran bunga dan biaya administrasi kepada pemberi pinjaman terkaitdengan pengelolaan utang sebesar Rp286,6 triliun atau rata-rata Rp71,6 triliun per tahun.Biaya tersebut relatif berfluktuasi yang dipengaruhi oleh pergerakan tingkat bunga pasar,pergerakan nilai tukar, dan jumlah kebutuhan pembiayaan. Secara proporsi, sekitar 70 persenrealisasi pembayaran bunga dan biaya digunakan untuk utang dalam negeri. Hal inimengingat sebagian besar instrumen utang dalam negeri menggunakan commercial/marketrate, sedang pinjaman luar negeri yang outstanding sebagian besar dalam pinjaman lunak(concessional) yang diperoleh di masa lalu. Secara keseluruhan pengelolaan utang tahun2004-2008 dapat diikuti dalam Tabel VI.10.

6.2.2.2. Realisasi dan Proyeksi Pembiayaan Utang Tahun 2008

Pada paruh kedua tahun 2007 dan awal tahun 2008 terjadi perubahan situasi perekonomiandunia yang berpengaruh kepada perekonomian domestik. Hal ini membuat Pemerintahperlu melakukan penyesuaian kebijakan fiskal tahun 2008 yang telah ditetapkan pada akhir2007. Sebagian besar komponen dalam APBN mengalami perubahan dan penyesuaian yangjuga berdampak pada perubahan struktur pembiayaan. Akibat kenaikan defisit APBN dariRp73,3 triliun (1,7 persen terhadap PDB) menjadi Rp94,5 triliun (2,1 persen terhadap PDB)dalam APBN-P, pembiayaan melalui utang (neto) juga meningkat dari Rp74,9 triliun menjadiRp104,7 triliun atau 39 persen. Dalam jumlah kenaikan pembiayaan tersebut Rp12,0 triliundiantaranya akan digunakan untuk kepentingan pengelolaan kas dalam memenuhikebutuhan APBN pada awal tahun anggaran 2009. Pembiayaan dari SBN akan dipenuhibaik dari pasar dalam negeri maupun pasar internasional, dengan prioritas pasar dalamnegeri dan berjangka waktu (tenor) panjang. Hingga semester I tahun 2008 realisasi

Grafik VI.12Rencana dan Realisasi Penarikan Pinjaman Luar Negeri

2004 - 2007

3,1 5,111,3 12,3 12,1 13,6

19,0 19,6

3,8

1 8,6 1 3,4

24,314,6

25,5

12,5

23,214,5 14,5

6,119,6

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

AP

BN

-P

Rea

lisa

si

AP

BN

-P

Rea

lisa

si

AP

BN

-P

Rea

lisa

si

AP

BN

-P

Rea

lisa

si

AP

BN

-P

Rea

lisa

siSe

m I

2004 2005 2006 2007 2008

T ahun

(Tri

liu

n R

p)

Pinjaman Program Pinjaman Proy ekSumber: Departemen Keuangan

Page 33: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-33NK RAPBN 2009

pembiayaan bersih utang mencapai Rp63,1 triliun atau 60,3 persen dari sasaran pembiayaanutang yang ditetapkan dalam APBN-P 2008. Realisasi pembiayaan bersih utang tersebut berasaldari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp81.6 triliun dan penarikan pinjaman luar negeri sebesarRp9,9 triliun dan dikurangi pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri yang jatuh temposampai bulan Juni 2008 sebesar Rp28,5 triliun. Dengan demikian sampai dengan semester Itahun 2008, realisasi penerbitan SBN (neto), penarikan pinjaman luar negeri, dan pembayaranpokok pinjaman yang jatuh tempo apabila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan sebagaimanadalam APBN-P 2008 masing-masing mencapai 69,3 persen, 20,6 persen dan 46,5 persen.

Pembiayaan dari penerbitan SBN (neto) sampai dengan bulan Juni 2008 tersebut berasaldari total penerbitan sebesar Rp96.9 triliun dan pelunasan pokok SBN jatuh tempo sertapembelian kembali SBN sebelum jatuh tempo sebesar Rp15,3 triliun. Dari jumlah penerbitantersebut, Rp39,3 triliun (40,6 persen) diantaranya diterbitkan di pasar internasional. Di pasardalam negeri, SBN yang telah diterbitkan meliputi SBN yang ditawarkan pada investor institusimaupun investor individu, yang selama ini dikenal dengan Obligasi Negara Retail (ORI).SBN yang diterbitkan terutama untuk investor institusi diantaranya dalam bentuk instrumenjangka pendek dengan bunga diskonto, yaitu Surat Perbendaharaan Negara, dan instrumenjangka panjang yang meliputi obligasi dengan tingkat bunga tetap (FR), obligasi dengantingkat bunga mengambang (VR) dan obligasi tanpa kupon (zero coupon, ZC). PenerbitanVR untuk kepentingan pembiayaan merupakan penerbitan yang pertama kali dilakukan,dalam jumlah yang sesuai dengan permintaan dan daya serap pasar.

Sementara itu, untuk mengurangi beban pembayaran bunga dan penerbitan gross SBNdalam tahun 2008 akibat besarnya tambahan pembiayaan melalui SBN (neto), Panja DPRmeminta Pemerintah dan Bank Indonesia melakukan pembahasan moratorium kewajibanpembayaran bunga dan cicilan pokok surat utang kepada Bank Indonesia. Bunga yangdimoratorium adalah bunga SU-002, SU-004 dan SU-007 dengan total sebesar Rp1,87 triliun,sedangkan cicilan pokok utang yang dimoratorium adalah pokok SU-007 sebesar Rp1,2

Pembayaran Bunga Utang 62.485,6 65.199,6 79.082,6 79.806,4 45.248,3i. Dalam Negeri 39.553,6 42.600,0 54.908,3 54.079,4 31.080,0ii. Luar Negeri 22.932,0 22.599,6 24.174,3 25.727,0 14.168,3

Pembiayaan -21.186,8 12.302,7 9.419,0 33.319,8 63.073,7

a. SBN (neto) 6.870,4 22.574,7 35.985,5 57.172,2 81.620,1i. Penerbitan 32.326,8 47.030,9 61.045,6 99.954,7 95.668,6

Dalam Negeri : 23.365,7 22.540,0 42.578,7 86.379,7 56.355,8Luar Negeri : 8.961,1 24.490,9 18.466,9 13.575,0 39.312,8 - Obligasi Negara Bunga Tetap 8.961,1 24.490,9 18.466,9 13.575,0 39.312,8 Equivalent dalam juta USD 1.000,0 2.500,0 2.000,0 1.500,0 4.200,0

ii. Pembayaran pokok jatuh tempo -23.075,5 -19.692,2 -25.142,0 -39.786,9 -13.038,0iii. Pembelian Kembali -1.962,0 -5.158,0 -47,3 -2.859,0 -2.007,0iv. Penerimaan (pengeluaran) Utang Bunga -418,9 394,1 129,2 -136,6 996,5

b. Pinjaman Luar Negeri (neto) -28.057,2 -10.272,0 -26.566,5 -23.852,4 -18.546,4i. Penarikan Pinjaman Luar Negeri 18.433,9 26.840,4 26.114,6 34.070,1 9.910,0

Pinjaman Program 5.058,5 12.264,8 13.579,6 19.607,5 3.842,8Pinjaman Program eq. Juta USD 400,0 992,8 1.300,0 2.100,0 400,0Pinjaman Proyek 13.375,4 14.575,6 12.535,0 14.462,6 6.067,2

ii. Pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri 46.491,1 37.112,4 52.681,1 57.922,5 28.456,4

Catatan:Pembiayaan Utang -21.186,8 12.302,7 9.419,0 33.319,8 63.073,7

i. Utang Luar Negeri (neto) -19.096,1 14.218,9 -8.099,6 -10.277,4 20.766,4ii. Utang Dalam Negeri (neto) -2.090,7 -1.916,1 17.518,6 43.597,2 42.307,3

Penukaran Utang (debt switching) 0,0 5.673,0 31.179,0 15.782,0 146,0

Penerbitan SU-007 pengganti tunggakan bunga & pokok 0,0 0,0 54.862,2 0,0 0,0

Sumber: Departemen Keuangan

2007LKPP

Semester I 2008

Tabel VI.10

Pengelolaan Utang Tahun 2004 - 2008(miliar rupiah)

Uraian

Realisasi

2004LKPP

2005LKPP

2006LKPP

Page 34: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-34 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

triliun. Pemerintah merencanakan akan membayar kewajiban bunga dan cicilan pokoksurat utang yang dimoratorium tersebut pada tahun 2009. Selain moratorium pembayarankewajiban, Panja DPR juga meminta agar dilakukan restrukturisasi tingkat bunga SU-002,SU-004 dan SU-007 menjadi sebesar 0,1 persen sebagaimana tingkat bunga SRBI-001.Pembahasan mengenai moratorium dan restrukturisasi tingkat bunga SU-002, SU-004 danSU-007 saat ini sedang dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia.

Dalam tahun 2008, Pemerintah tetap semaksimal mungkin mengupayakan penerbitan yangberasal dari sumber dalam negeri, dengan tetap mempertimbangkan dan menghitungkapasitas daya serap pasar dalam negeri serta mendukung pengembangan pasar suratberharga secara berkesinambungan. Dengan melihat cukup besarnya kebutuhan pembiayaanyang bersumber dari utang, di sisi lain kondisi perekonomian dan pasar keuangan belummenunjukkan tanda-tanda perbaikan, maka Pemerintah harus berhati-hati dalam menyusunstrategi penerbitannya. Berbagai faktor yang harus dipertimbangkan dalam penerbitan antaralain waktu penerbitan, jenis instrumen, dan jumlah yang diterbitkan. Hal tersebut haruspula didukung dengan kemampuan dalam menganalisa kondisi pasar surat berharga. Terkaitdengan waktu dan jumlah surat berharga yang diterbitkan, Pemerintah menerapkan strategifront loading issuance yaitu dengan menerbitkan surat berharga, baik di pasar domestikmaupun internasional, dalam jumlah lebih besar pada awal-awal tahun anggaran. Alasanutama dilakukan front loading adalah untuk: (i) memanfaatkan likuiditas yang besar padaawal tahun sehingga yield penerbitan relatif lebih rendah; (ii) menghindari beban penerbitanterkonsentrasi pada akhir tahun anggaran sehingga berpotensi terjadinya corneringmengingat target gross issuance yang besar; dan (iii) mengantisipasi ketidakpastian kondisipasar keuangan global dan domestik.

Berdasarkan hasil analisis yang cukup mendalam, Pemerintah memandang bahwa kondisipasar dalam negeri kurang dapat mendukung pencapaian kebutuhan pembiayaan sampaidengan akhir tahun anggaran. Hal ini membuat Pemerintah mengambil langkah untukmelakukan penerbitan SUN di pasar internasional lebih banyak dan lebih cepat. Dalamsemester I 2008, Pemerintah melakukan penerbitan di pasar internasional sebanyak duakali, yang dilakukan pada bulan Januari 2008 untuk memanfaatkan likuiditas di pasarkeuangan yang masih relatif besar pada awal tahun dan pada bulan Juni dalam rangkamengantisipasi kondisi pasar finansial dunia yang belum menunjukkan perbaikan. Penerbitankedua dilakukan setelah adanya keputusan untuk melakukan penyesuaian APBN yangberdampak pada penyesuaian kebutuhan pembiayaan. Dari jumlah yang telah diterbitkandi pasar internasional, hampir seluruhnya merupakan surat berharga dengan jangka waktulebih dari 10 tahun, bahkan lebih dari 50 persen diantaranya memiliki jatuh tempo sampaidengan 30 tahun.

Apabila diasumsikan seluruh kebutuhan pembiayaan yang bersumber dari SBN dapatdipenuhi sesuai dengan target dan memperhitungkan realisasi penerbitan SBN (neto) sampaibulan Juni 2008, maka sampai dengan akhir tahun 2008 masih dibutuhkan penerbitanSBN (neto) sebesar Rp36,2 triliun. Jumlah ini telah memperhitungkan kebutuhan penerbitanSBN untuk menambah SAL sebesar maksimal Rp12,0 triliun. Selain itu, apabilamemperhitungkan SBN yang jatuh tempo sampai dengan akhir 2008 sebesar Rp24,9 triliun,maka masih harus dilakukan penerbitan SBN secara gross sebesar Rp61,1 triliun.

Sementara itu, pembiayaan dari penarikan pinjaman luar negeri, sekitar 55 persen akandipenuhi dari pinjaman program. Pinjaman program sebagian besar akan berasal dari World

Page 35: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-35NK RAPBN 2009

Bank terutama untuk Development Program Loan IV (DPL-IV) dan Infrastructure DPL(IDPL). Dalam tahun 2008 juga dilakukan pinjaman program dengan tipe/sifat refinancing,yakni BOS KITA (Bantuan Operasional Sekolah – Knowledge Improvement forTransparency and Accountability). BOS-KITA akan dilaksanakan dalam 2 tahun (2008dan 2009), dimana untuk tahun 2008 pinjaman akan dicairkan segera setelah negosiasi,sementara untuk pencairan kedua (tahun 2009) akan dilaksanakan setelah improvementterhadap pelaksanaan BOS sebagaimana disepakati telah dipenuhi. Selanjutnya, ADB disamping memberikan pinjaman program co-financing dengan Bank Dunia dan JBICmelalui development policy support, juga akan memberikan pinjaman program untukreformasi kebijakan infrastruktur, dan reformasi governance untuk pengelolaan keuangandaerah. Sedangkan Jepang memberikan pinjaman sebagai co-financing dari DPL-IV, danpinjaman program yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup (Cool Earth ProgramLoan). Dalam tahun 2008, untuk pertama kalinya Perancis melalui Agence Française deDéveloppement (AFD) memberikan pinjaman program sebagai co-financing terhadap CoolEarth program loan yang diinisiasi oleh Jepang.

Sampai dengan semester I 2008, realisasi penarikan pinjaman mencapai sebesar Rp9,9 triliunyang terdiri dari penarikan pinjaman proyek sebesar Rp6,1 triliun dan penarikan pinjamanprogram Rp3,8 triliun. Sedangkan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sampaidengan bulan Juni 2008 telah mencapai Rp28,5 triliun. Jumlah pembayaran cicilan pokoktersebut merupakan 46,5 persen dari jumlah yang diperkirakan akan dibayar kembali dalamtahun 2008. Rendahnya realisasi penarikan pinjaman luar negeri sampai dengan akhirsemester I tersebut disebabkan antara lain karena pengadaan barang dan jasa masih dalamproses pelaksanaan terutama untuk kegiatan yang dibiayai dengan pinjaman proyek.Sedangkan pinjaman program sebagian besar dalam tahapan pemenuhan policy matrixoleh kementerian negara/lembaga. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya,penarikan pinjaman luar negeri sebagian besar dilakukan pada semester II.

Sebagai konsekuensi dari perubahan kondisi makro ekonomi dan kebutuhan pembiayaantahun 2008, menyebabkan pembayaran bunga juga mengalami penyesuaian. Perubahanpada asumsi nilai tukar berdampak pada pembayaran bunga utang luar negeri dan suratberharga yang diterbitkan di pasar internasional. Sementara pergerakan bunga baik di dalamdan luar negeri akan sangat berpengaruh pada utang yang memiliki tingkat bungamengambang. Pergerakan tingkat bunga juga berakibat pada peningkatan perkiraan bungayang harus diberikan pada SBN yang akan diterbitkan. Dalam tahun 2008, pembayaranbunga utang diperkirakan akan mencapai Rp94,8 triliun atau meningkat 3,8 persen dibandingperkiraan dalam APBN semula. Jumlah tersebut diperlukan untuk membayar bunga utangdalam negeri sebesar Rp65,8 triliun (70 persen dari total) dan utang luar negeri sebesarRp29,0 triliun (30 persen).

6.2.3. Proyeksi Pembiayaan dan Pengelolaan Utang Tahun 2009

Dalam tahun 2009 proyeksi pembiayaan disusun berdasarkan beberapa asumsi yang relevanbagi pengelolaan utang yaitu defisit sebesar 1,5 persen terhadap PDB, inflasi 6,5 persen, SBI(3 bulan) rata-rata 8,5 persen. Setelah memperhitungkan besarnya kebutuhan di sisipembiayaan dan jumlah pembiayaan yang bersumber dari nonutang, maka pembiayaan

Page 36: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-36 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

anggaran yang berasal dari utang direncanakan adalah sebesar Rp81,1 triliun (1,5 persendari PDB). Jumlah tersebut akan berasal dari penerbitan SBN neto sebesar Rp94,7 triliunatau sebesar 1,8 persen terhadap PDB dan pinjaman luar negeri neto sebesar negatif Rp13,6triliun atau negatif 0,3 persen terhadap PDB. Pembiayaan dari SBN neto akan diperolehbaik dari penerbitan di pasar dalam negeri, maupun penerbitan di pasar internasional. Darisisi jangka waktu, dapat berupa SBN jangka pendek maupun jangka panjang, sedangkandari strukturnya dapat berupa SBN konvensional maupun SBN berbasis syariah (SBSN).Sedangkan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman sepenuhnya direncanakan berasaldari pinjaman luar negeri. Penarikan pinjaman luar negeri direncanakan mencapai Rp46,0triliun atau 0,9 persen terhadap PDB yang akan berasal dari pinjaman program sebesarRp21,2 triliun atau ekuivalen dengan USD2,3 miliar dan pinjaman proyek sebesar Rp24,9triliun.

Pembiayaan yang bersumber dari utang (neto) tersebut mengalami penurunan Rp23,5 triliundibanding pembiayaan utang APBN-P 2008. Penurunan yang cukup signifikan tersebutmengindikasikan bahwa utang hanya akan dilakukan untuk keperluan tertentu dan hanyaakan dilakukan sesuai kebutuhan. Di sisi pinjaman luar negeri, jumlah neto pembiayaanutang yang akan dilakukan di tahun 2009 tidak berbeda dengan tahun 2008, yaitu sekitarnegatif Rp13 triliun, yang artinya pada tahun tersebut porsi outstanding pinjaman luar negeriakan secara neto menurun. Dalam nilai valuta asing, penurunan tersebut tidak akan setara,mengingat adanya fluktuasi antar nilai tukar.

Di sisi SBN akan terjadi penurunan penerbitan neto sebesar Rp23,1 triliun. Walaupun terjadipenurunan yang signifikan, namun penerbitan di pasar domestik akan tetap diprioritaskandan secara neto diperkirakan tidak jauh berbeda dengan penerbitan di tahun 2008. Penurunandalam neto penerbitan SBN tersebut akan dikompensasi melalui penurunan jumlahpenerbitan di pasar valuta asing. Apabila penerbitan pada tahun 2008 diperkirakan sekitarUSD5 miliar, maka di tahun 2009 diharapkan akan berkurang menjadi berkisar antaraUSD2,5 miliar–USD3,0 miliar. Dalam penerbitan SBN, walaupun secara neto akan terjadipenurunan yang cukup tajam, namun secara bruto diperkirakan hanya akan terjadi sedikitpenurunan dibanding tahun sebelumnya, mengingat dalam tahun 2009, jumlah SBN yangakan jatuh tempo jauh lebih besar. Hal ini terjadi sebagai akibat dari rencana pembayarankewajiban pokok atas SU-007 yang pernah dimoratorium tahun 2008 sebesar Rp1,2 triliun,di samping pembayaran kewajiban atas SU lainnya kepada BI, sesuai jadwal yang disepakati.

Dalam tahun 2009 direncanakan akan ditarik pinjaman program sebesar Rp21,2 triliun,lebih rendah dibandingkan dengan APBN-P tahun 2008 sebesar Rp26,4 triliun (USD2,9miliar). Penurunan tersebut terjadi karena turunnya kebutuhan pembiayaan dan adanyapenyesuaian dengan lending program dari lender. Untuk tahun 2009, pinjaman programmasih akan tetap bersumber dari Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), JapanInternational Cooperation Agency (JICA) sebagai tindak lanjut dari proses reorganisasi diJapan Bank for International Cooperation (JBIC), dan Agence Française de Développement(AFD, Perancis). Di sisi penarikan pinjaman proyek, dalam tahun 2009 direncanakan akanmencapai Rp24,9 triliun atau 0,5 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut berarti mengalamipeningkatan kurang lebih Rp3,1 triliun jika dibandingkan dengan target APBN-P tahun2008 sebesar Rp21,8 triliun. Pinjaman proyek tersebut akan digunakan untuk membiayaiberbagai proyek yang tersebar di berbagai kementerian negara/lembaga yang sumberpembiayaannya berasal dari lembaga multilateral (ADB, World Bank, dan IDB), kreditur

Page 37: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-37NK RAPBN 2009

bilateral (diantaranya JBIC, KfW), dan lembaga pemberi pinjaman komersial luar negeridan pemberi pinjaman dalam negeri.

Dengan melihat kebutuhan pembiayaan dalam tahun 2009 yang berasal dari utang netosebesar Rp81,1 triliun, dan kondisi struktur portofolio utang saat ini, maka di tahun 2009diperlukan pengalokasian anggaran untuk membayar biaya utang dalam bentuk pembayaranbunga utang sebesar Rp109,3 triliun rupiah (2,1 persen terhadap PDB). Sekitar 70 persendari total alokasi bunga tersebut akan digunakan untuk membiayai pembayaran bungautang dalam negeri, yaitu sebesar Rp76,0 triliun. Sedangkan sekitar 30 persennya, akandigunakan untuk membiayai utang luar negeri. Tingginya kebutuhan pembayaran bungautang dalam negeri tersebut karena dalam tahun 2009 Pemerintah akan melunasi kewajibanterhadap bunga SU-002, SU-004 dan SU-007 yang sempat ditunda pembayarannya dalamtahun 2008 sebesar Rp1,9 triliun. Di samping itu, peningkatan kebutuhan pembayaran bungautang dalam negeri juga terjadi karena jumlah penerbitan yang dilakukan pada tahun 2008cukup tinggi dan disertai pula dengan relatif tingginya penetapan bunga (kupon), akibatkondisi pasar keuangan yang belum stabil. Antisipasi masih belum stabilnya kondisi pasarkeuangan di tahun 2009, juga berdampak pada tingginya perkiraan kebutuhan pembayaranbunga utang dalam negeri.

6.2.3.1. Strategi Pengelolaan dan Faktor-Faktor yang Menentukan Pembiayaan Utang Tahun 2009

Pada tahun 2009 jenis instrumen surat berharga yang digunakan Pemerintah menjadisemakin beragam, terutama setelah instrumen Surat Berharga Syariah Negara menjadisalah satu instrumen pembiayaan. Instrumen ini masih perlu terus dikembangkanmengingat peluangnya masih sangat terbuka. Saat ini baru satu instrumen yaitu al-ijarahyang akan digunakan Pemerintah. Sementara menurut aturan Undang-Undang Nomor 19tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, masih terdapat tiga instrumen lainnyayang tersedia diantaranya musyarakah, mudarabah, dan istisna’. Dari sisi pinjaman,instrumen pinjaman dalam negeri saat ini juga dapat menjadi salah satu alternatifpembiayaan bagi kegiatan-kegiatan tertentu. Instrumen pinjaman dalam negeri inidimaksudkan untuk mengurangi eksposur risiko nilai tukar, mengingat pinjaman akandilakukan dalam mata uang Rupiah. Pemerintah dapat memperoleh pinjaman dalam negeridari BUMN sesuai bidang tugasnya, dan/atau Pemerintah Daerah, dalam hal mengalamisurplus dan hendak menempatkan dananya dengan meminjamkan pada Pemerintah Pusat.

Sejak tahun 2008, Indonesia telah dinyatakan oleh beberapa lender tidak layak lagimemperoleh pinjaman lunak, mengingat Indonesia telah masuk dalam kategori low middleincome country. Sebagai konsekuensinya dalam memenuhi defisit pembiayaan APBN kedepan, Indonesia akan memperoleh dari sumber-sumber keuangan dengan perhitungantingkat bunga dengan basis pasar (market base). Dengan demikian, untuk saat ini perbedaanbiaya efektif antara pinjaman dalam bentuk surat berharga atau pinjaman dalam bentukpembiayaan kegiatan menjadi semakin sempit.

Menghadapi situasi dan kondisi yang terjadi akhir-akhir ini dan dengan mempertimbangkanfaktor internal maupun eksternal, maka beberapa langkah strategis perlu dipertimbangkandan dilakukan dalam pelaksanaan pengelolaan utang.

Page 38: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-38 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

A. Strategi pengelolaan SBN (SUN dan SBSN)

1. Memaksimalkan penerbitan SBN domestik dengan keseimbangan antara tenor danjenis instrumen, yang dilakukan dengan mempertimbangkan antara kebutuhaninvestor dan tingkat risiko atau biaya yang wajar bagi portofolio Pemerintah.Penerbitan di pasar domestik juga dimaksudkan untuk meningkatkan likuiditas dankedalaman pasar dalam negeri;

2. Penerbitan SBN valas akan dilakukan dalam jumlah yang terukur denganmempertimbangkan daya serap pasar SBN domestik. Penerbitan di pasarinternasional juga dilakukan sebagai upaya menghindari crowding out effect di pasarkeuangan domestik;

3. Terus dilakukan upaya-upaya untuk perluasan dan pemupukan basis investor melaluipenyempurnaan fitur instrumen, komunikasi investor, edukasi investor terutamainvestor ritel;

4. Terus melanjutkan upaya restrukturisasi profil jatuh tempo portofolio SBN terutamahingga lima tahun ke depan melalui buyback dan debt switching;

5. Meningkatkan likuiditas dan daya serap pasar SBN melalui diversifikasi instrumen,pengelolaan benchmark, dan peningkatan infrastruktur pendukung;

6. Meningkatkan koordinasi dan kualitas komunikasi dengan pemangku kepentinganseperti Bank Indonesia, regulator pasar modal dan industri, primary dealers/investors, dan self regulatory organization lainnya yang berperan dalam pengelolaanutang dan pengembangan pasar surat berharga.

Koordinasi dengan Bank Indonesia dimaksudkan untuk melihat implikasi moneterdari penerbitan Surat Utang Negara secara timbal balik, agar keselarasan antarakebijakan fiskal, termasuk manajemen utang, dan kebijakan moneter dapat tercapai.

Komunikasi yang berkualitas secara berkelanjutan dengan primary dealers (PD)dan investor perlu dilakukan mengingat PD merupakan jembatan utama antarapenerbit dengan investor yang dapat memberikan umpan balik terhadap kebijakanyang diambil sehingga terdapat keseimbangan manfaat (equal benefit) antaraPemerintah sebagai penerbit dengan investor. Dealer utama di pasar perdana sangatberperan dalam menjamin berhasilnya lelang yang dilakukan, sedangkan di pasarsekunder sebagai penggerak pasar/market makers untuk menjaga likuiditas denganmelakukan kuotasi harga dua arah (two-way prices) sebagai sarana terjadinyapembentukan harga yang transparan dan efisien.

7. Pengkajian penerapan transaksi derivatif untuk kepentingan lindung nilai (hedging).

B. Faktor-faktor yang menentukan pembiayaan melalui SBN:

1. Daya serap pasar SBN, perlu dipertimbangkan agar tidak terjadi crowding out dipasar dalam negeri yang dapat berdampak pada naiknya biaya utang yangditanggung. Faktor yang mempengaruhi daya serap pasar terutama adalah kapasitasindustri keuangan di dalam negeri yang merupakan sisi permintaan dari surat berhargadan preferensi investasi dari investor domestik terhadap instrumen SBN.

Page 39: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-39NK RAPBN 2009

2. Indikator makro perekonomian nasional

a. Nilai tukar, yang akan mempengaruhi seberapa besar minat investor asingterhadap instrumen domestik, dan seberapa besar nilai penerbitan dipasar valutaasing;

b. Inflasi dan ekspektasi terhadap inflasi, karena secara langsung akan berpengaruhterhadap biaya penerbitan SBN serta perkiraan minat beli. Dalam beberapa tahunterakhir pergerakan imbal hasil SBN bergerak searah dengan ekspektasi inflasi;

c. Harga minyak dunia dan arahkebijakan subsidi. Dalam tahunterakhir kenaikan harga minyakmemberikan andil cukup besarterhadap peningkatan defisitakibat peningkatan subsidi.Peningkatan kebutuhan pem-biayaan yang tidak diikutipeningkatan sumber pembiaya-an nonutang telah mendorongpeningkatan pembiayaan utang,yang sumber utamanya adalahpenerbitan SBN.

3. Identifikasi aset milik negara sebagai underlying penerbitan SBSN terutama SBSNdengan struktur Ijarah, baik dari sisi jenis maupun nilainya.

C. Strategi Pengelolaan Pinjaman

1. Mengupayakan pinjaman dengan persyaratan yang wajar, yaitu persyaratanpinjaman yang sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia, dengan melakukan:(i) identifikasi karakteristik dan spesialisasi masing-masing pemberi pinjaman,(ii) peningkatan kualitas analisa terhadap tawaran persyaratan pinjaman, dan (iii)peningkatan kualitas proses pengadaan pinjaman dari sejak perencanaan danpemilihan kegiatan yang dapat dibiayai dari pinjaman, negosiasi pinjaman, tahappelaksanaan kegiatan sampai dengan tahap evaluasi;

2. Memanfaatkan semaksimal mungkin tawaran untuk melakukan restrukturisasiportofolio pinjaman luar negeri melalui: (i) konversi tingkat bunga pinjaman multilateral,dan (ii) konversi nilai tukar, yang didasari dengan analisis kondisi portofolio;

3. Mengupayakan peningkatan kualitas negosiasi pinjaman untuk efektifitaspelaksanaan kegiatan yang dapat difokuskan melalui: (i) percepatan waktupenyelesaian penyusunan perjanjian pinjaman dengan tetap menjaga kualitas hasilnegosiasi, dan (ii) peningkatan koordinasi dan komunikasi antara unit-unit internalPemerintah yang terlibat dalam proses bisnis pengelolaan utang untuk pembiayaankegiatan.

Peningkatan kualitas negosiasi secara optimal untuk mendukung efektifitaspelaksanaan dapat terjadi bila ada: (i) pemilihan kegiatan yang disesuaikan denganprioritas kebutuhan Pemerintah, dan (ii) peningkatan pemenuhan kriteria kesiapan

Grafik VI.13 Pergerakan Subsidi, Defisit, SBN, dan Harga Minyak

0

50

100

150

200

250

2004 2005 2006 2007 2008 (APBN)

2008(APBN-P)

(Tri

liu

n R

p)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

(USD

/Bar

el)

Subsidi Defisit SBN Neto ICP (RHS)

Page 40: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-40 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

kegiatan untuk mengurangi terjadinya pembatalan (cancellation) dan ataupeningkatan biaya pinjaman dalam bentuk commitment fee;

4. Peningkatan ketepatan waktu penyerapan/penarikan pinjaman dengan semaksimalmungkin meningkatkan penelitian terhadap kriteria kesiapan kegiatan. Upaya yangdapat ditempuh adalah dengan memastikan tidak terjadinya: (i) kelambatanpemenuhan dokumen pengefektifan pinjaman, (ii) kelambatan proses pengadaanbarang/jasa, (iii) kekurangsiapan pelaksana kegiatan, dan (iv) penyesuaian/perubahan desain pelaksanaan kegiatan untuk pinjaman yang sudah berjalan;

5. Mengoptimalkan pinjaman program yang sudah tersedia untuk membiayai defisit,dengan menegosiasikan prasyarat (trigger) pencairan dana yang dapat diperkirakanpencapaiannya, baik dari sisi kualitas untuk mendukung tata kelola kepemerintahan(governance) dan dari sisi waktu;

6. Mengoptimalkan pemanfaatan tawaran untuk melakukan pengurangan pinjamanluar negeri melalui debt to development swap.

D. Faktor-faktor yang menentukan besarnya pembiayaan melalui pinjaman

1. Rencana penarikan (disbursement plan), baik untuk pinjaman baru maupunkelanjutan dari pinjaman untuk pembiayaan multi-years project. Ketepatan jumlahrencana penarikan akan sangat mendukung pencapaian target pembiayaan APBN.Secara ideal seharusnya rencana penarikan dapat menggambarkan kesiapan kegiatandan perkiraan kemajuan kegiatan.

2. Ketersediaan matrik kebijakan (policy matrix) sebagai dasar pemberian pinjamanprogram.

3. Batas pinjaman yang dapat diberikan oleh lender dan kebijakan pemberian pinjaman.Mengingat proses pemberian pinjaman terutama pinjaman kegiatan memerlukanwaktu yang tidak pendek, maka dalam praktiknya lender, baik multilateral maupunbilateral, telah menyusun perencanaan pemberian pinjaman. Perencanaan tersebutpada umumnya bersifat jangka menengah dan dapat disesuaikan dari waktu kewaktu. Perencanaan tersebut dapat menjadi pedoman bagi Pemerintah untuk melihatseberapa besar pinjaman yang dapat dilakukan dan disesuaikan dengan prioritaskegiatan. Dokumen perencanaan tersebut merupakan dokumen yang disusun lenderdengan mengakomodasi masukan Pemerintah, sehingga dapat diselaraskan antarakebutuhan jangka menengah Pemerintah dan kapasitas lender dalam memberipinjaman.

6.2.3.2. Isu, Tantangan dan Dinamika Pengelolaan Utang

1. Kondisi Pasar SBN Dalam Negeri

Sistem keuangan global merupakan suatu sistem yang terintegrasi, sedemikian sehinggagejolak pasar keuangan eksternal dapat berpengaruh pada pasar keuangan domestik,termasuk pasar SBN domestik. Krisis subprime mortgage yang berawal dari Amerika Serikatpada pertengahan 2007, berakibat pada besarnya kerugian yang dialami oleh beberapainstitusi keuangan terkemuka di dunia. Kondisi ini mengakibatkan perlunya suntikan modal

Page 41: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-41NK RAPBN 2009

baru yang pada akhirnya menimbulkan keringnya likuiditas (liquidity crunch) di pasarkeuangan dunia. Dalam kondisi tersebut, umumnya pelaku pasar global melepas sebagianrisky assets dan beralih kepada riskfree assets (flight to quality). Hal ini selanjutnya akanberpengaruh terhadap penurunan harga risky assets, karena meningkatnya risk premiumyang diminta oleh investor, yang ditunjukkan oleh peningkatan yield. Mengingat ratingIndonesia yang masih berada pada non-investment grade, maka SBN dapat dipandangsebagai risky asset. Pasar keuangan domestik khususnya pasar obligasi yang didominasioleh investor asing juga ikut merasakan dampak tersebut, yang ditandai denganmeningkatnya yield curve dan menurunnya transaksi perdagangan SBN domestik.

Grafik VI.14

Perkembangan Yield Curve dan Rata-rata Perdagangan Harian

Pasar SBN domestik pada semester I 2008 mengalami tekanan yang cukup besar akibat:(i) dampak krisis subprime mortgage terhadap pasar Indonesia masih belum sepenuhnyamereda, (ii) meningkatnya ekspektasi kenaikan inflasi 2008 akibat kenaikan harga minyakdunia yang diterjemahkan pelaku pasar dalam peningkatan yield curve, dan(iii) kekhawatiran oversupply SBN di tahun 2008 akibat peningkatan defisit. Penurunanharga selama semester I 2008 mencapai 1.486 bps sampai dengan 1.979 bps atau terdapatkenaikan yield seri benchmark sebesar 286 bps sampai dengan 400 bps. Selain itu, volumeperdagangan harian di pasar sekunder mengalami penurunan dari Rp5,9 triliun denganfrekuensi per hari mencapai 232 transaksi di tahun 2007 menjadi Rp4,3 triliun denganfrekuensi per hari 156 transaksi. Di pasar perdana, tekanan ini ditunjukkan oleh relatifturunnya total bid yang masuk dengan tawaran yield yang meningkat cukup signifikandibandingkan tahun 2007.

Pelaku pasar mengkhawatirkan oversupply SBN akibat besarnya kebutuhan pembiayaanAPBN yang terjadi bersamaan dengan situasi pasar keuangan yang cenderung melemah(bearish) dan masih terbatasnya daya serap pasar domestik akibat rendahnya penambahanaset kelolaan industri keuangan untuk ditempatkan pada SBN serta turunnya risk limituntuk pembelian SBN pada beberapa pelaku pasar. Selain itu pelaku pasar juga telahmenyesuaikan harga SBN dengan ekspektasi kenaikan inflasi tahun 2008 sebagai akibat:(i) meningkatnya inflasi global, (ii) naiknya harga minyak yang mencapai rekor hargatertinggi (USD146 per barrel), (iii) naiknya harga komoditi primer lainnya seperti beras dancrude palm oil, dan (iv) antisipasi dampak kenaikan harga BBM domestik. Selain itu, faktorberkurangnya kepercayaan investor akan keamanan kondisi fiskal karena belum adanyapenyesuaian harga BBM turut menekan harga SBN dengan cukup dalam. Dalam rangka

6,5

7,0

7,5

8,0

8,5

9,0

9,5

10,0

10,5

11,0

11,5

12,0

12,5

13,0

13,5

14,0

14,5

1y 2y 3y 4y 5y 6y 7y 8y 9y 10y 15y 20y 30y

29-Jun'07 29-Jun'07 30-Jan'08 28-Mar'08 30-Jun'08

-

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J

2006 2007 2008

-

30

60

90

120

150

180

210

240

270

300

330

360

Volume (miliar rupiah) Frekuensi - RHS

Page 42: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-42 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

menjaga stabilitas pasar SBN, berbagai langkah kebijakan dilakukan untuk meningkatkankepercayaan pelaku pasar SBN. Kebijakan yang ditempuh diantaranya ialah melakukankomunikasi yang aktif baik kepada Dealer Utama (Primary Dealers), maupun kepada parainvestor dan analis; melaksanakan pembelian kembali SBN; dan mengurangi tekanan supplydi pasar domestik dengan melihat kesempatan untuk menerbitkan Obligasi Negara di pasarvaluta asing. Pelaku pasar umumnya memberikan respon positif dengan kebijakan antisipatifPemerintah dalam merespon gejolak pasar SBN yang ada.

Meskipun pasar SBN domestik tertekan, minat beli investor khususnya asing atas SBNdomestik masih cukup besar bahkan menunjukkan kecenderungan meningkat. Hal iniditunjukkan dengan meningkatnya porsi pembelian SBN oleh investor asing, baik di pasarprimer maupun di pasar sekunder. Sebagai gambaran, selama tahun 2008 sampai dengansemester I kepemilikan oleh investor asing menunjukkan peningkatan dari semula Rp78,2triliun (16,4 persen dari total) pada bulan Desember 2007 menjadi menjadi Rp94,1 triliun(18,1 persen dari total) pada akhir semester I 2008 atau naik Rp15,9 triliun. Sekitar 60 persendari porsi kepemilikan asing adalah untuk SBN jangka menengah dan jangka panjang (diatas 5 tahun). Posisi kepemilikan asing pada SBN domestik tetap perlu diwaspadai, karenadengan tidak adanya pembatasan aliran modal asing, investor asing dapat sewaktu-waktumelepaskan kepemilikannya pada waktu bersamaan (sudden reversal) sehinggadikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas pasar SBN maupun sistem keuangan domestik.

Peningkatan minat investor asing disebabkan oleh menariknya yield SBN domestik, yangtercermin dengan lebarnya interest rate differential dengan Fed Fund Rate. Selain itu, beberapasentimen positif lainnya ialah adanya kebijakan pengelolaan fiskal termasuk pengelolaanutang yang prudent, kebijakan moneter yang credible, dan membaiknya faktor fundamentaldalam jangka panjang.

Bank 72.02% 72.44% 64.27% 61.04% 57.57% 56.88% 56.23% 54.80% 52.32%

Bank BUMN Rekap 39.78% 38.64% 36.48% 34.78% 32.71% 32.55% 32.38% 31.14% 29.54%

Bank Swasta Rekap 23.83% 21.35% 19.29% 17.56% 17.09% 16.02% 15.20% 14.68% 14.03%

Bank Non Rekap 8.12% 11.45% 7.83% 7.64% 6.91% 7.25% 7.40% 7.70% 7.43%

BPD 0.30% 0.99% 0.66% 1.07% 0.86% 1.06% 1.25% 1.27% 1.32%

Institusi Pemerintah 0.00% 2.63% 1.80% 2.47% 3.07% 3.07% 3.11% 2.98% 3.08%

Bank Indonesia 0.00% 2.63% 1.80% 2.47% 3.07% 3.07% 3.11% 2.98% 3.08%

Departemen Keuangan 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%

Non-Bank 27.98% 24.93% 33.93% 36.48% 39.36% 40.05% 40.66% 42.22% 44.60%

Reksadana 13.52% 2.28% 5.12% 5.14% 5.46% 4.92% 5.51% 5.56% 5.95%

Asuransi 6.78% 8.08% 8.37% 8.22% 8.03% 8.73% 9.10% 8.92% 9.11%

Asing 2.69% 7.78% 13.12% 14.50% 17.98% 16.85% 16.36% 16.20% 18.09%

Dana Pensiun 4.11% 5.51% 5.51% 5.43% 5.17% 5.17% 5.34% 5.30% 5.49%

Sekuritas 0.11% 0.12% 0.24% 0.19% 0.09% 0.16% 0.06% 0.13% 0.15%

Lain-lain 0.77% 1.17% 1.58% 3.00% 2.63% 4.22% 4.29% 6.11% 5.81%

Jumlah 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Jumlah (triliun Rp) 399.30 399.84 418.75 438.82 454.82 472.41 477.75 498.40 520.23

Sumber: Departemen Keuangan

Sep-07 Dec'07 Mar-08 Jun-08

Tabel VI.11

Kepemilikan SUN

Des'04 Des'05 Des'06 Mar-07 Jun-07

Page 43: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-43NK RAPBN 2009

Bagi investor domestik, suksesnya penerbitan global bond pada Juni 2008, turut berperandalam mengurangi kekhawatiran oversupply SBN di pasar domestik. Selain itu, disahkannyaUndang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara yangmemungkinkan Pemerintah untuk menerbitkan instrumen syariah di pasar domestikmaupun internasional dan upaya Pemerintah untuk menjangkau investor berbasis syariahjuga turut mengurangi kekhawatiran tersebut.

2. Pengelolaan Risiko Melalui Kontrak Lindung Nilai (Hedging)

Derivatif adalah suatu kontrak yang menggunakan instrumen keuangan sebagai underlying(dasar), sehingga nilai kontraknya ditentukan oleh perubahan nilai aset yang menjadi underlying-nya. Kontrak derivatif dapat dilakukan untuk dua tujuan yang berbeda, yaitu (i) sebagai carauntuk memperoleh keuntungan yang lebih besar (return enhancement); dan (ii) sebagai carauntuk lindung nilai baik terhadap aset maupun kewajiban dari perubahan yang terjadi di pasar.Terdapat berbagai jenis instrumen derivatif yang kontraknya dilakukan melalui bursa maupundi luar bursa (over the counter, OTC), antara lain swap, forward, futures, dan option.

Penggunaan instrumen derivatif dalam pengelolaan utang digunakan untuk memitigasirisiko pasar yaitu risiko fluktuasi tingkat bunga dan nilai tukar valuta asing. Kontrak yanglazim dilakukan oleh pengelola utang adalah forward, swap dan/atau option.

Bagi pengelola utang, instrumen derivatif tersebut memiliki beberapa kegunaan antara lain:

• Sebagai mekanisme lindung nilai untuk memberikan kepastian besarnya biaya utangpada tingkat yang telah direncanakan

Besarnya pembayaran pokok dan bunga utang yang direncanakan dalam APBN disusunberdasarkan asumsi tingkat bunga dan nilai tukar atas nominal pokok yang diperkirakansesuai jadwal pembayaran. Dalam realisasinya, tingkat bunga dan nilai tukar dapatberubah mengikuti fluktuasi pasar. Perubahan tersebut dapat menjadi sangat ekstrem,dan apabila terjadi pergerakan tingkat bunga yang naik atau nilai tukar yang melemah,maka kewajiban pembayaran pokok dan bunga akan meningkat mengikuti pergerakantersebut. Untuk mengurangi risiko tersebut, Pemerintah dapat melakukan kontrakforward dan atau membeli option.

• Mengelola biaya dan risiko portofolio utang

Untuk mencapai komposisi portofolio utang yang optimal dari sisi biaya dan risiko(benchmark portfolio) dari kondisi portofolio yang ada saat ini, pengelola utang dapatmelakukannya dengan menggunakan instrumen derivative swap. Dalam hal diperlukanoptimalisasi portofolio utang dari sisi komposisi tingkat bunga, maka pengelola utangdapat melakukan transaksi swap tingkat bunga (interest rate swap). Sedangkan dalamhal diperlukan optimalisasi portofolio utang dari sisi komposisi mata uang, maka pengelolautang dapat melakukan transaksi swap mata uang (currency swap).

• Untuk menyesuaikan penerbitan utang dengan permintaan pasar.

Dengan menggunakan instrumen derivatif dapat dipisahkan antara kepentingan strategipenerbitan untuk menyesuaikan dengan pasar, dengan kebutuhan pengelolaan portofolioutang. Sebagai contoh Pemerintah dapat menerbitkan SUN berbunga variabel sesuaikeinginan pasar. Namun untuk kepentingan pengelolaan portofolio dalam rangkamengurangi risiko tingkat bunga, Pemerintah dapat menggunakan instrumen derivatifswap tingkat bunga.

Page 44: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-44 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Perlu disadari bahwa penggunaan instrumen derivatif akan menuntut Pemerintahmencermati dan memperhatikan semua faktor yang akan mempengaruhi pergerakan pasar.Dalam pelaksanaannya, penggunaan instrumen derivatif tentunya perlu didasarkan padasebuah sistem hukum, norma dan nilai yang berlaku umum baik domestik maupuninternasional. Untuk itu Pemerintah perlu melakukan kajian terhadap penggunaan perjanjianyang mendasari pengesahan semua bentuk transaksi derivatif yang dikeluarkan oleh ISDA(International Swaps and Derivative Association) yang disebut ISDA Master Agreement.

Perjanjian ini memuat berbagai hal penting yang harus dipersiapkan secara matang olehPemerintah, seperti jumlah nominal yang disetujui, jangka waktu pelaksanaan, jangka waktupenghitungan, jadwal pelaksanaan, biaya-biaya, metode perhitungan, konfirmasi transaksidan lain-lain.

Dalam menghadapi situasi pasar domestik dan global yang semakin susah ditebak dan adanyaglobalisasi pasar yang menyebabkan pengaruh kondisi suatu negara akan mempengaruhipasar di negara lain, maka penggunaan instrumen derivatif dalam pengelolaan utang menjadisemakin penting. Untuk itu, saat ini tengah dipersiapkan landasan hukum transaksi derivatifoleh Pemerintah, termasuk sistem penganggaran dan sistem akuntansinya.

3. Penetapan Batas Maksimum Pinjaman Sebagai Bagian dari PengelolaanPortofolio dan Risiko Utang

Tujuan utama dari pengelolaan utang pemerintah adalah memenuhi pembiayaan defisitAPBN dari sumber-sumber pembiayaan dengan memperhatikan struktur portofolio utangyang optimal, sehingga diperoleh biaya utang yang rendah dengan tingkat risiko yangterkendali. Komposisi portofolio utang yang optimal dapat dicapai melalui berbagai cara, diantaranya dengan analisis komposisi pembiayaan utang yang optimal antara sekuritasdengan non sekuritas. Salah satu hasil dari analisis tersebut dituangkan dalam bentuk batasmaksimum pinjaman (luar negeri maupun dalam negeri) untuk periode tertentu. Batasmaksimum pinjaman merupakan jumlah maksimum pembiayaan APBN melalui pinjaman,dan sudah mempertimbangkan kebutuhan portofolio utang dan ketersediaan sumberpinjaman pada tingkat biaya yang wajar.

Batas maksimum pinjaman dapat digunakan oleh perencana kegiatan untuk merencanakankegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman Pemerintah setiap tahunnya. Bagi pengelolautang, batas maksimum pinjaman merupakan target pembiayaan yang harus dipenuhimelalui pinjaman dan harus dicari dari sumber-sumber pinjaman dengan terms and conditionyang wajar/menguntungkan. Dengan demikian, batas maksimum pinjaman diharapkandapat membantu pemisahan fungsi perencanaan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman danfungsi pembiayaan itu sendiri, sedemikian rupa sehingga masing-masing fungsi dapatberjalan lebih efektif dan efisien.

Dalam menetapkan batas maksimum pinjaman, Pemerintah akan mempertimbangkan hal-hal berikut:1. Garis besar kebijakan pembangunan pemerintah yang dituangkan dalam RPJM;2. Kapasitas meminjam, yang terdiri dari:

a. Assessment jumlah pinjaman yang mendukung kesinambungan fiskal:i. memperhitungkan kemampuan pembayaran kembali;ii. memperhitungkan rencana penyerapan pinjaman dari pinjaman yang telah ada.

b. Ketersediaan sumber pinjaman dengan terms and condition yang wajar.3. Analisis portofolio utang yang optimal.

Page 45: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-45NK RAPBN 2009

Saat ini Pemerintah tengah menyiapkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, agar dapat mencakupmekanisme batas maksimum pinjaman sebagaimana dijelaskan di atas. Pemerintahmemperkirakan mekanisme ini baru mulai diterapkan pada tahun anggaran 2010, setelahdilakukannya revisi PP tersebut dan disiapkannya standard operating procedure (SOP) sertamekanisme kerja antara perencana anggaran, perencana kegiatan dan perencanapembiayaan.

4. Cool Earth Program Loan

Isu pemanasan global sebagai akibat dari terjadinya efek rumah kaca, penggunaan emisikarbon yang meningkat, berkurangnya hutan hujan tropis, dan lain-lain telah mengemukaselama lebih dari satu dekade terakhir. Pemanasan global menyebabkan kenaikan suhupermukaan bumi, kenaikan permukaan air laut dan adanya perubahan cuaca yang berpotensimengakibatkan bencana alam. Mempertimbangkan berbagai konsekuensi yang terjadi akibatpemanasan global tersebut, berbagai upaya dilakukan negara-negara dunia. Selama kurunwaktu 10 tahun terakhir telah disusun kesepakatan untuk mengurangi laju pemanasanglobal diantaranya melalui Kyoto Protocol dan terakhir pada tahun 2007 melalui Bali RoadMap. Dalam merespon hal tersebut, Pemerintah Indonesia turut berpartisipasi diantaranyamelalui penyusunan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup (environtmentalmanagement).

• Latar Belakang Dukungan Jepang terkait Cool Earth Program untukIndonesia

Pada bulan Agustus 2007, Pemerintah RI dan Jepang telah menyepakati kerjasamadalam rangka penanganan masalah perubahan iklim, lingkungan hidup dan energi.Dalam pembicaraan tingkat tinggi antara Indonesia dan Jepang bulan Desember 2007yang lalu, telah dimulai diskusi awal untuk merumuskan “Cool Earth Program Loan”.

• Tujuan Program Loan

Selain dalam rangka pembiayaan defisit APBN, tujuan program loan itu sendiri adalahuntuk menjalankan reformasi kebijakan yang terkait dengan isu-isu pengelolaanlingkungan hidup berdasarkan pada kerangka kerja Rencana Aksi Nasional yang disusunoleh Pemerintah Indonesia. Diharapkan pinjaman program tersebut dapat mendorongkebijakan pembangunan yang ramah lingkungan seperti antara lain pembangunan hutantanaman pada lahan hutan yang rusak, rehabilitasi areal bekas kebakaran, rehabilitasihutan mangrove dan hutan gambut, perlindungan terhadap forest reserve yang rawanperambahan, dan perlindungan terhadap hutan yang rawan kebakaran dan perambahan.

• Skim Program Loan

Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang secara secara bersama-sama akanmerumuskan rencana aksi/matrik kebijakan (policy matrix) terkait dengan pengelolaanlingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dalam kerangkawaktu yang ditetapkan. Namun demikian, pada prinsipnya, policy matrix tersebutdirumuskan dan dilaksanakan berdasarkan pada “ownership” Pemerintah Indonesia

Page 46: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-46 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

sendiri. Selama pelaksanaan program loan tersebut, kedua negara akan melaksanakanmonitoring terhadap pelaksanaan policy matrix tersebut.

Program loan terkait dengan pengelolaan lingkungan tersebut akan dilaksanakan selama3 tahun (2007-2009). Pencapaian terhadap action plan akan dikonfirmasikan oleh keduanegara, yang selanjutnya akan menjadi dasar bagi Pemerintah Indonesia untukmengusulkan Cool Earth Program Loan yang akan dibiayai melalui Japanese ODALoan. Dana pinjaman program loan tersebut akan disediakan oleh Japan Bank forInternational Cooperation dan realisasi pencairan dananya akan secara langsungditampung dalam rekening Pemerintah Indonesia.

Pada tahun pertama (2008), pelaksanaan disbursement atas pinjaman program ini akandirealisasikan berdasarkan pemenuhan/pencapaian atas rencana aksi 2007. Adapunindikasi total pinjaman yang akan dicairkan oleh Pemerintah Jepang yang melaluiJapanese ODA Loan pada tahun 2008 ini mencapai USD300 juta. Selain itu, dalamrangka Cool Earth Program Loan tersebut, Pemerintah Perancis melalui Agence Françaisede Développement (AFD) akan berpartisipasi untuk pembiayaan program loan tersebut(co-financing) mencapai USD150-200 juta.

• Outline Policy Matrix untuk Cool Earth Program Loan

Secara umum, policy matrix mencakup 3 area, yaitu mitigation, adaptation dan cross-cutting issue. Untuk area mitigation antara lain menitikberatkan pada konservasi hutandan penghijauan, penghematan energi dan renewable energy. Area adaptation antaralain menitikberatkan pada sumber daya air seperti watershed management, penyediaanair dan sanitasi serta pertanian. Sedangkan untuk area cross-cutting issues antara lainmenitikberatkan pada structure arrangement yang dilaksanakan Pemerintah Indonesiayang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup, clean development mechanism, co-benefit dan fiscal incentive.

5. Keterbatasan Alternatif Pinjaman Murah

Pinjaman lunak pada dasarnya merupakan pinjaman yang memiliki persyaratan (termsand conditions) lebih rendah dari pinjaman yang ada di pasar keuangan pada umumnya.Terms and conditions pinjaman lunak biasanya memiliki tenor dan tenggang waktu (graceperiod) yang lebih panjang, tingkat bunga di bawah tingkat bunga pasar dan biaya lainnyayang sangat ringan. Berdasarkan definisi yang disusun oleh Organization of EconomicCooperation and Development (OECD), sebuah pinjaman dapat dikategorikan sebagaipinjaman lunak apabila memiliki tingkat kelunakan (grant element) sebesar minimal 35persen Pengukuran tingkat kelunakan dari suatu pinjaman, dihitung sebagai selisih antaraface value (jumlah pinjaman) dengan nilai sekarang (present value) dari kewajibanpembayaran pinjaman (termasuk biaya-biaya yang dikenakan) yang harus dibayar olehpeminjam yang dinyatakan sebagai persentase dari face value pinjaman. Menurut konvensi(DAC-OECD), untuk menghitung present value digunakan discount rate 10 persen.

Pinjaman lunak ini biasanya disediakan oleh beberapa lender, diantaranya: (i) lembagamultilateral dimana Indonesia menjadi salah satu anggotanya dan biasanya dikategorikansebagai concessional loan, sebagai contoh Bank Dunia memiliki International DevelopmentAssistance (IDA) dan ADB memiliki Asian Development Fund (ADF); (ii) lembaga keuangan

Page 47: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-47NK RAPBN 2009

bilateral misalnya Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan Kreditanstalt fürWiederaufbau (KfW) memiliki pinjaman lunak yang dikategorikan sebagai OfficialDevelopment Assistance (ODA); dan (iii) negara-negara kreditur tertentu yang menyediakanpinjaman lunak.

Dalam pelaksanaannya, tidak semua kegiatan Pemerintah dapat dibiayai dengan pinjamanlunak, mengingat pemberi pinjaman mempunyai alasan, tujuan, dan kriteria-kriteria tertentudalam penyediaan pinjaman lunak. Bagi lembaga keuangan multilateral dan bilateral,pinjaman lunak utamanya diberikan kepada negara-negara yang masuk dalam kategorilow income countries dan digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negaratersebut. Selain itu, beberapa pemberi pinjaman menyediakan pinjaman lunak bagipembiayaan sektor-sektor tertentu seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, danlingkungan. Bagi sektor pertahanan dan keamanan, khususnya untuk pengadaan alutsistaTNI, dan dalam upaya meningkatkan hubungan kerja sama bilateral yang salingmenguntungkan, beberapa negara memberikan pinjaman lunak, akan tetapi hal tersebutmasih relatif sedikit (baik dilihat dari sisi jumlah pemberi pinjaman maupun nilai nominalpinjaman tersebut) jika dibandingkan dengan kebutuhan di sektor pertahanan dan keamanan.

Pinjaman dengan terms lunak (concessional) ditujukan utamanya bagi negara-negara yangberpendapatan rendah (low income countries). Indonesia saat ini tergolong sebagai negarayang per kapita income-nya melampaui batas maksimum yang dipersyaratkan oleh pemberipinjaman. Sebagai contoh, Bank Dunia menetapkan batas per kapita income-nya sebuahnegara untuk dapat menerima pinjaman dengan terms lunak yang berasal dari InternationalDevelopment Assistance (IDA) sebesar maksimum USD1.095. Dengan demikian, Indonesiasudah tidak layak lagi (tidak eligible) memperoleh pinjaman dengan terms lunak khususnyadari lembaga multilateral. Pada tahun 2009, beberapa pemberi pinjaman akanmempersyaratkan tingkat bunga sesuai kondisi pasar yaitu LIBOR+margin.

Bagi beberapa negara kreditur, pinjaman lunak ini diberikan dalam konteks kerjasamabilateral dan dapat dikombinasikan dengan pinjaman komersial dalam bentuk pinjamancampuran (mixed credit/loan). Dalam pinjaman campuran terms and condition telahdisesuaikan dengan policy pemberi pinjaman dan ditawarkan kepada negara peminjam.Bentuk-bentuk policy tersebut selain menyediakan dana pinjaman lunak bagi pembiayaankegiatan tertentu juga dapat berbentuk pengurangan/penghapusan tingkat bunga (subsidibunga pinjaman), maupun pengurangan/penghapusan biaya-biaya lain.

6. Restrukturisasi Utang

Restrukturisasi utang dilakukan baik pada utang yang sifatnya sekuritas (instrumen SuratBerharga Negara) maupun nonsekuritas (pinjaman pemerintah). Pada intinya restrukturisasiutang dilakukan untuk memperoleh terms and condition (misalnya: tingkat bunga dan jangkawaktu utang) yang lebih favorable sesuai analisis biaya dan risiko.

Berkenaan dengan pinjaman, proses restrukturisasi dilakukan melalui berbagai macambentuk, antara lain melalui moratorium yang mencakup penundaan pembayaran kembalipinjaman serta perpanjangan jangka waktu pinjaman, dan konversi persyaratan pinjamanyang di dalamnya mencakup perubahan tingkat suku bunga, perubahan mata uang, ataupunperubahan metode pembayaran kembali pinjaman.

Page 48: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-48 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Restrukturisasi utang dalam bentuk pinjaman pada tahap awal dilakukan denganmemanfaatkan tawaran konversi terhadap perubahan tingkat suku bunga dan mata uangpinjaman, khususnya dari lembaga keuangan multilateral seperti Bank Dunia dan ADB.Sedangkan pada tahap selanjutnya akan dikaji kemungkinan konversi terhadap metodepembayaran kembali pinjaman dan bentuk-bentuk konversi lainnya.

Konversi tingkat suku bunga dan mata uang pinjaman, dari lembaga keuangan multilateralseperti Bank Dunia dan ADB akan menyelaraskan persyaratan pinjaman dengan kondisipasar, sehingga diperoleh pinjaman dengan terms and condition yang market based. Hal iniakan mempermudah Pemerintah dalam pengelolaan portofolio pinjaman, melaluipemanfaatan instrumen-instrumen keuangan yang semakin berkembang di pasar.

Sementara itu, restrukturisasi utang dalam bentuk Surat Berharga Negara dapat dilakukandengan metode pertukaran dan pembelian kembali obligasi sebelum jatuh tempo. Pertukaranobligasi atau debt switching umumnya dilakukan dengan dua alasan utama, yaitu:

(i) memperbaiki struktur jatuh tempo pokok SBN, oleh karena itu sering juga disebut sebagaidebt reprofiling/maturity profile smoothening.

Dalam kondisi tertentu, misalnya kondisi pasar yang tidak mendukung, programpenerbitan SBN dimungkinkan untuk menyesuaikan dengan kehendak pelaku pasarmisalnya menerbitkan Obligasi Negara (ON) berbunga tetap jangka pendek atau ONberbunga mengambang. Kondisi ini membuat durasi portofolio utang menjadi lebihpendek sehingga meningkatkan risiko refinancing. Oleh karena itu, untuk mengurangirisiko tersebut, saat kondisi pasar sudah membaik, dapat dilakukan program debtswitching untuk menukar ON jangka pendek dengan ON jangka panjang.

(ii) meningkatkan likuiditas pasar sekunder SBN.

Debt switching juga diperlukan dalam rangka menarik ON yang kurang likuid danmenggantinya dengan menerbitkan ON yang lebih likuid. ON dapat menjadi kuranglikuid jika terjadi antara lain: (i) kuponnya tinggi sehingga investor lebih senangmenahannya dalam portofolionya, (ii) size-nya relatif kecil, sehingga kurang supplyuntuk diperdagangkan, (iii) struktur kepemilikan seri tersebut terkonsentrasi pada sedikitinvestor, atau investor yang tipenya hold-to-maturity, dan (iv) ON yang sudah lamaditerbitkan, dan tidak direncanakan untuk dilakukan reopening (sudah tidak lagi menjadibenchmark).

Transaksi penukaran/debt switching dilakukan secara one-to-one (jumlah unit yangditarik sama dengan yang diterbitkan), sehingga tidak ada dampak langsung terhadapnet additional debt, sedangkan selisih harga diselesaikan secara tunai.

Untuk mekanisme restrukturisasi utang melalui pembelian kembali (cash buyback),pelaksanaannya di lapangan dilakukan secara terbatas, mengingat terbatasnya kondisikeuangan pemerintah. Dalam beberapa kasus, sumber dana untuk cash buyback dapatberasal dari penerbitan SBN pada tahun berjalan. Namun sesuai konsep SBN neto, halini berarti meningkatkan jumlah penerbitan SBN untuk menjaga agar SBN neto tetap.Dalam kondisi pasar SBN yang masih belum berkembang, pembelian kembali SBN secaratunai dengan sumber dana dari penerbitan SBN, dilakukan secara terbatas.

Page 49: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-49NK RAPBN 2009

Boks VI.1

Berbagai Instrumen Surat Berharga NegaraSebagai Sumber Pembiayaan Saat Ini

Surat Berharga Negara:

1. SUN (Surat Utang Negara):

Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam matauang Rupiah maupun valuta asing (valas) yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknyaoleh negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.

SUN dibagi menjadi dua yaitu:

a. ON (Obligasi Negara):

SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/ataudengan pembayaran bunga secara diskonto. Obligasi Negara dikelompokkan dalamdua denominasi yaitu:

ON Valas: Obligasi Negara yang diterbitkan dalam mata uang asing.ON Rupiah: Obligasi Negara dalam mata uang Rupiah.

o ON dengan kupon:

VR (Variable Rate): Obligasi Negara Rupiah yang diterbitkan denganbunga mengambang dengan referensi tingkat suku bunga SBI 3 bulan dandibayarkan setiap tiga bulan.

FR (Fixed Rate): Obligasi Negara dengan tingkat bunga tetap yang saat initerdiri dari beberapa jenis:

• FR Reg (Fixed Rate Regular): Obligasi Negara berdenominasi Rupiahyang diterbitkan dengan tingkat suku bunga tetap, yang dibayarkansetiap enam bulan.

• ORI (Obligasi Negara Ritel): Obligasi Negara yang diterbitkan dengantingkat bunga tetap yang pembayaran kuponnya dilaksanakan setiapbulan. Penjualan ORI di pasar perdana hanya diperuntukkan kepadainvestor individu.

o ON Tanpa Kupon (pembayaran bunga secara diskonto):

ZCB (Zero Coupon Bond): Obligasi Negara yang pembayaran kuponnyasecara diskonto. Investor memperoleh keuntungan dari selisih harga beli (atdiscount) dengan nilai nominal saat jatuh tempo, atau saat dijual sebelumjatuh tempo.

VR

Surat Berharga Negara (SBN) (dapat diperdagangkan)

SUN SBSN

SPN ON

ON – Valas ON – RP

FR

FR - Reguler ORI

ZCB

SBSN Ritel

SBSN Jk. Panjang SBSN Jk. Pendek

SBSN terkait Proyek

SBSN - Reguler

ON dengan Kupon

ON tanpa Kupon

Page 50: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-50 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

b. SPN (Surat Perbendaharaan Negara):

SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaranbunga secara diskonto.

2. SBSN (Surat Berharga Syariah Negara)

Secara umum struktur SBSN serupa dengan SUN, dimana menurut tenornya SBSN dapatditerbitkan dengan jangka waktu jatuh tempo lebih dari satu tahun (jangka panjang) ataujangka waktu jatuh tempo sampai dengan satu tahun. Sedangkan menurut imbal hasilnyadapat ditetapkan sesuai kesepakatan sejak awal, dapat bersifat tetap (fixed) ataumengambang (floating). Berdasarkan denominasinya, SBSN dapat diterbitkan dalamRupiah maupun dalam valas.

Hal pokok yang membedakan antara SUN dengan SBSN adalah tujuan penerbitan danteknik perikatan/perjanjian penerbitannya. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24Tahun 2002, SUN hanya dapat diterbitkan untuk pembiayaan defisit APBN danpengelolaan portofolio utang. Sementara itu, berdasarkan ketentuan Undang-UndangNomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, SBSN juga dapat diterbitkanuntuk membiayai pembangunan proyek, khususnya proyek-proyek dalam rangkapercepatan pembangunan infrastruktur, selain untuk membiayai APBN, baik pembiayaansecara umum maupun pembiayaan cash mismatch.

Adapun menurut jenis akad yang dapat digunakannya SBSN dapat dibedakan/didasarkanpada akad:

a. Ijarah

SBSN yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Ijarah dimana satu pihakatau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepadapihak lain berdasarkan harga dan periode yang telah disepakati.

b. Mudharabah

SBSN yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah dimana suatupihak menyediakan modal (rab al-maal) dan pihak lain menyediakan tenaga dankeahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut dibagi berdasarkanperbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggungsepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.

c. Musyarakah

SBSN yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah dimana duapihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru,mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai usaha. Keuntungan maupunkerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modalmasing-masing pihak.

d. Istisna’

SBSN yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istisna’ dimana para pihakmenyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu barang. Adapun harga, waktupenyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu.

Sampai dengan semester I tahun 2008 belum ada SBSN yang diterbitkan. Direncanakanpada semester II tahun 2008 akan diterbitkan SBSN yang menggunakan akad Ijarah, baikdi pasar dalam negeri maupun internasional.

Page 51: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-51NK RAPBN 2009

Boks VI.2Perpajakan Surat Berharga Negara

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, Surat UtangNegara (SUN) merupakan instrumen yang digunakan untuk pembiayaan defisit APBN,pengelolaan kas, dan pengelolaan portofolio utang. SUN yang diterbitkan oleh Pemerintahterdiri atas: (i) Obligasi Negara dan (ii) Surat Perbendaharaan Negara (SPN). Obligasi negarayang telah diterbitkan Pemerintah merupakan obligasi yang memiliki jatuh tempo lebih dari1 (satu) tahun, seperti obligasi seri fixed rate (FR), obligasi seri variable rate (VR), obligasizero coupon (ZC) dan obligasi negara ritel (ORI), sedangkan SPN merupakan obligasi yangmemiliki jatuh tempo kurang dari 1 (satu) tahun.

Sebagai instrumen investasi yang memberikan tambahan nilai (return), investasi pada SuratUtang Negara merupakan obyek pajak. Perlakuan perpajakan atas instrumen tersebut telahdiatur dengan 2 (dua) peraturan Pemerintah, yaitu (i) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun2002 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di Bursa Efek; dan (ii) Peraturan Pemerintah Nomor 11Tahun 2006 tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara, yangselanjutnya telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008.

Pada dasarnya kedua Peraturan Pemerintah tersebut mengatur beberapa hal terkait denganobyek pemungutan, waktu pemungutan, tarif pajak penghasilan yang dikenakan bagi wajibpajak, wajib pungut pajak dan pengecualian terhadap wajib pajak, yaitu:

1 . Pajak penghasilan dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak dalam bentukpenghasilan bunga atau diskonto surat berharga negara, baik yang diperdagangkanmaupun dilaporkan perdagangannya di bursa efek. Pemotongan pajak penghasilantersebut bersifat final, dengan ketentuan:

a. Atas bunga Obligasi dengan kupon (interest bearing bond) dihitung dari jumlah brutobunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi;

b. Atas diskonto obligasi dengan kupon dihitung dari selisih lebih harga jual atau nilainominal di atas harga perolehan obligasi (capital gain), tidak termasuk bunga berjalan(accrued interest);

c . Sedangkan terhadap diskonto SPN dihitung dari selisih lebih antara:

i. Nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdanaatau di Pasar Sekunder; atau

ii. Harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau diPasar Sekunder.

2. Tarif pajak penghasilan final bagi wajib pajak yang berkedudukan di dalam negeri atauberbadan usaha tetap (BUT) ditetapkan sebesar 20 persen. Sedangkan bagi wajib pajakpenduduk atau yang berkedudukan diluar negeri ditetapkan sebesar 20 persen atau tarifdikenakan sesuai dengan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yangberlaku;

3. Pemungutan terhadap pajak penghasilan tersebut dilakukan oleh:

a. Penerbit (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayar. Hal inidilakukan atas bunga, diskonto obligasi yang diterima pemegang obligasi dengankupon pada saat jatuh tempo bunga/obligasi, dan diskonto yang diterima pemegangobligasi tanpa bunga dan SPN saat jatuh tempo; atau

Page 52: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-52 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

b. Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara maupun selaku pembeli,atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi dan diskontoSPN yang diterima di pasar sekunder.

4. Pengecualian pemotongan PPh final ini hanya jika penerima bunga dan diskonto obligasi/diskonto SPN berasal dari (i) bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeridi Indonesia; (ii) dana pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan olehMenteri Keuangan; (iii) reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal danLembaga Keuangan, selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan ataupemberian izin usaha.

Pemerintah juga membebaskan para investor obligasi berdenominasi valuta asing dari kewajibanmembayar Pajak Penghasilan atau PPh final atas bunga obligasinya sesuai ketentuan PP 6tahun 2002. Langkah ini dilakukan agar obligasi internasional Pemerintah setara denganobligasi internasional negara lain. Pembebasan PPh tersebut, sudah dikenal sebagai praktikyang lazim dilakukan di antara penerbit obligasi internasional. Kebijakan ini dilakukan mengingatadanya ketidakmampuan sistem dalam agen pembayar (fiscal agent problem) untuk melakukanperlakuan yang khusus atau berbeda-beda diantara berbagai kelompok investor atau individualinvestor, atau karena berlakunya peraturan pengenaan pajak berganda (P3B/tax treaty) untuktransaksi lintas batas (cross border transaction). Pembebasan atas pajak ini tidak serta mertamenghilangkan kewajiban investor penerima penghasilan untuk tidak membayar kewajibannya.Investor harus memasukkan kedalam perhitungan pajaknya sesuai ketentuan domisili investor.Dalam hal investor merupakan wajib pajak tetap Indonesia, maka harus memasukkannya dalamperhitungan pajak tahunannya (PPh tahunan). Sebagai kompensasi atas tidak dipungutnyapajak sesuai dengan ketentuan PP 6 tahun 2002, Pemerintah harus menganggarkan pajakditanggung Pemerintah dalam APBN setiap tahunnya.

Selain SBN yang konvensional, Pemerintah berencana menerbitkan instrumen SBN baru yangberprinsip syariah. SBN tersebut sesuai dengan Undang-Undang nomor 19 tahun 2008 dikenalsebagai Sukuk Negara atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Perlakuan perpajakan atastransaksi SBSN, terutama PPh atas diskonto dan imbal hasil akan mengikuti aturan yang berlakuuntuk obligasi negara. Adapun atas transaksi underlying asset, tidak dikenakan pungutanpajak.

Boks VI.3

Officially Supported Export Credit

Officially Supported Export Credit atau Kredit Ekspor Resmi merupakan pinjaman atau kredityang ditujukan untuk membiayai ekspor barang dan/atau jasa dengan dukungan lembaga kreditekspor resmi (official export credit agency/official ECA) yang dapat bertindak sebagai penjamin(guarantor) dan/atau penyedia dana pembiayaan. Bagi negara-negara yang sedangberkembang, kredit ekspor menjadi alat untuk pembelian barang-barang impor yang diperlukan,sedangkan bagi negara-negara pengekspor, digunakan untuk mempromosikan ekspornya.Dalam prakteknya, negara-negara yang menggunakan kredit ekspor untuk mendorongekspornya telah menjadikan kredit ekspor sebagai elemen pendanaan yang strategis di dalampersaingan perdagangan internasional antarnegara.

Mengingat sebagian besar negara pengekspor tergabung dalam Organization of EconomicCooperation and Development (OECD), dengan adanya peran kredit ekspor yang sangat strategis

Page 53: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-53NK RAPBN 2009

tersebut, maka persyaratan official supported export credit yang ditawarkan oleh negara-negara pengekspor mengacu pada kesepakatan OECD (OECD Consensus atau OECD Arrangement)yang dituangkan dalam OECD Guidelines (Arrangement on Guidelines for Officially SupportedExport Credits).

Salah satu persyaratan yang diatur dalam OECD Consensus adalah pemberian kredit dengantingkat suku bunga tetap (fixed interest rates) yang mengacu pada Commercial Interest ReferenceRates (CIRRs). Dalam skema ini, sumber pendanaan untuk impor dapat berasal dari bank-bankkomersial, sementara negara pengekspor memberikan kompensasi kepada bank-bank tersebutatas perbedaan antara suku bunga pasar dengan tingkat bunga tetap yang berlaku pada saat kreditekspor diberikan kepada negara pengimpor, termasuk margin yang disepakati.

Keberadaan official ECA sebagai lembaga penjamin kredit ekspor dimaksud pada dasarnya ditujukanuntuk mengurangi risiko yang timbul akibat transaksi ekspor, antara lain seperti kemungkinanpinjaman tidak terbayar (risk of non-payment), dan risiko politik (political risk). Untuk itu, OECDConsensus juga mengatur minimum premium benchmark yang digunakan oleh official ECA untukmeng-cover risiko yang timbul tersebut.

Selain itu OECD Consensus juga mengatur tentang barang-barang modal yang dapat diimpor melaluikredit ekspor, yang pada umumnya mengecualikan barang modal untuk keperluan militer dankomoditi pertanian, baik dalam bentuk buyer’s credit maupun supplier’s credit. Adapun jangkawaktu pinjaman melalui fasilitas kredit ekspor ini umumnya dalam rentang 2 hingga 12 tahun,dengan pemberian fasilitas pinjaman mencakup maksimum 85 persen dari nilai kontrak pembelianbarang dan/atau jasa.

Boks VI.4Debt Swap

Debt swap pada dasarnya merupakan pertukaran antara utang yang harus dibayarkan kepadapemberi pinjaman (lender) dengan dana yang harus dikeluarkan oleh penerima pinjaman(borrower) untuk membiayai suatu program. Beberapa sektor yang paling diminati oleh negaradonor dalam pemberian debt swap adalah di sektor pendidikan, kesehatan, perumahan, danlingkungan.

Debt swap merupakan program yang menguntungkan bagi Pemerintah, mengingat bahwa danayang seharusnya merupakan kewajiban yang harus dibayarkan kepada Lender, dialihkan untukmembiayai kegiatan/proyek tertentu di dalam negeri. Di samping itu, program debt swap tidakdiikuti dengan persyaratan tambahan berupa ikatan politik atau ekonomi. Bagi Lender, pemberiandebt swap merupakan bentuk kepedulian negara-negara maju untuk ikut berpartisipasi dalammengurangi kemiskinan dan dampak lingkungan melalui peningkatan ketahanan pangan,perumahan, pendidikan, dan pemeliharaan lingkungan hidup.

Dalam pelaksanaannya, saat ini terdapat 4 negara yang memberikan komitmen pemberian debtswap kepada Indonesia dan telah menandatangani MoU yaitu Jerman, Italia, Perancis, dan Inggris.Namun demikian, baru 2 negara yaitu Italia dan Jerman yang merealisasikan MoU tersebut melaluiimplementasi debt swap dalam berbagai kegiatan.

Pelaksanaan debt swap dengan Italia dilakukan melalui mekanisme penyediaan dana untukmembiayai program tertentu di dalam negeri senilai 100 persen dari komitmen debt swap.

Page 54: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-54 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Dengan demikian terdapat debt redirection yaitu langkah pengalihan dana yang semuladitujukan untuk pembayaran kewajiban pinjaman menjadi pembiayaan kegiatan. Programdebt swap dengan Italia tersebut ditujukan untuk membiayai program pengurangankemiskinan dan produksi pangan, serta pembangunan perumahan di Propinsi NAD dan Nias,dengan nilai EUR5,7 juta dan USD24,2 juta.

Pelaksanaan debt swap dengan Pemerintah Jerman telah dilakukan dalam berbagai tahapdan kegiatan. Sedikit berbeda dengan proses debt swap Pemerintah Italia, mekanisme yangditerapkan dalam debt swap dengan Pemerintah Jerman ini adalah melalui pertukaranpembayaran kewajiban pinjaman dengan penyediaan dana untuk membiayai programtertentu di dalam negeri senilai 50 persen dari komitmen debt swap, sehingga melaluimekanisme tersebut terdapat pengurangan nilai utang (debt reduction) sebesar 50 persen.Beberapa program debt swap yang sudah dan/atau sedang dilaksanakan dengan PemerintahJerman diantaranya:

1. Debt for Education Swap I

Debt for Education Swap I ditujukan untuk mendukung program Pemerintah Indonesia dalammeningkatkan mutu pendidikan Indonesia pada jenjang Sekolah Dasar. Program senilaiEUR25,6 juta tersebut dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan lokasiproyek tersebar dalam 17 Propinsi.

2. Debt for Education Swap II

Debt for Education Swap II ditujukan untuk: (i) menyediakan akses terhadap pendidikanyang berkualitas bagi anak-anak kecil di daerah terpencil dan (ii) meningkatkan kondisi sosialekonomi sekolah dan kelompok target lain yang berada di Indonesia Bagian Timur. Programsenilai EUR23 juta tersebut dilaksanakan dalam periode 2004 – 2007 di 10 Propinsi diIndonesia Bagian Timur.

3. Debt for Nature Swap III

Debt for Nature Swap dilakukan dalam 2 tahap, dimana tahap I senilai EUR12,5 juta yangdilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan program untuk meningkatkan kapasitasUKM yang bergerak di bidang lingkungan hidup agar dapat mengelola sumber daya dan limbahsehingga tercapai efisiensi produksi. Sedangkan untuk tahap II senilai EUR12,5 juta ditujukanuntuk meningkatkan kapasitas Taman Nasional dalam pengelolaan hutan lindung di daerahrawan. Program ini dilakukan oleh Departemen Kehutanan sebagai executing agency, denganrencana kegiatan dilakukan dalam 2007 – 2010.

4. Debt for Education Swap IV

Debt for Education Swap IV senilai EUR 20 juta dimaksudkan untuk merehabilitasi bangunanSD dan SLTP yang rusak akibat gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah, dengan periodekegiatan dilaksanakan pada 2006 - 2013.

5. Debt Swap V through Global Fund to Fight AIDS, Tubercolusis, and Malaria(GFATM)

Pemerintah Jerman memberikan fasilitas debt swap atas utang Pemerintah Indonesia sebesarEUR50 juta melalui GFATM dengan syarat Pemerintah Indonesia mentransfer dana sebesarEUR25 juta kepada Global Fund. Adapun mekanisme pelaksanaannya adalah sebagaiberikut:

– Penyaluran dana kepada Global Fund dianggap sebagai pembayaran cicilan utang kepadaKfW atas utang yang diatur dalam rescheduling (Consolidation Agreement tanggal 22

Page 55: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-55NK RAPBN 2009

November 2000). Pembayaran dana ditujukan kepada IBRD selaku Trustee untuk GlobalFund sebesar EUR25 juta dengan cara membayar EUR5 juta per tahun selama lima tahundari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012.

– Selanjutnya, dana tersebut disalurkan kembali oleh Global Fund melalui hibah kepadaPemerintah Indonesia untuk membiayai kegiatan dalam rangka pemberantasan AIDS,Tuberculosis dan Malaria di Indonesia.

– Schedule pembayaran yang baru merupakan pengurangan jumlah cicilan yang dilakukanterhadap jadwal cicilan terdekat (bukan mengurangi cicilan secara prorata).

Selain program-program di atas, saat ini Pemerintah sedang mempersiapkan proses debt swapmelalui program Tropical Forest Conservation Act (TFCA) dengan Pemerintah Amerika Serikat.Indonesia telah dinyatakan eligible untuk menukarkan utangnya sebesar USD19,6 juta dengankewajiban untuk membiayai kegiatan konservasi dan perlindungan hutan tropis di Indonesia.Melalui program ini, Pemerintah mengharapkan bahwa dalam jangka panjang lebih banyak lagipihak-pihak lain yang mempunyai kepedulian terhadap lingkungan hidup dan ikut sertaberpartisipasi, sehingga dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya melalui pelestarianlingkungan.

6.3 Risiko Fiskal

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), minyak bumi mempunyaiperanan yang cukup besar. Dari sisi penerimaan negara, khususnya untuk penerimaannegara bukan pajak, minyak bumi masih memberikan sumbangan penerimaan paling besar.Namun dari sisi belanja, minyak bumi juga merupakan sumber pengeluaran yang palingbesar terutama dalam rangka subsidi energi. Sebagaimana dimaklumi bahwa dewasa iniIndonesia telah menjadi net importir sehingga perubahan harga minyak di pasaraninternasional memiliki sensitivitas yang sangat tinggi terhadap APBN.

Harga minyak dunia dewasa ini cenderung mengalami kenaikan. Perkembangan hargaminyak dunia dipengaruhi oleh tingginya demand atas energi dari negara-negara denganpertumbuhan ekonomi yang tinggi seperti China dan India, sementara pertumbuhan supplyrelatif rendah. Pertumbuhan supply minyak mentah dewasa ini hanya berkisar 1 persen pertahun, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan energi untuk pertumbuhan ekonomidunia yang berkisar antara 3-4 persen, akibatnya harga minyak dunia cenderung meningkat.

Dalam waktu yang bersamaan, di Amerika Serikat (AS) terjadi krisis perumahan (subprimemortgage) yang membawa dampak pada pelemahan nilai tukar mata uang dolar AS terhadapbeberapa mata uang internasional. Krisis subprime mortgage juga membawa dampak lebihjauh sehingga menyebabkan timbulnya gejolak di pasar keuangan AS dan diperkirakan akanmemperlambat laju pertumbuhan ekonomi AS di tahun 2008.

Dalam era globalisasi saat ini dan melihat signifikannya pengaruh perekonomian AS padaperekonomian dunia, maka adanya gejolak perekonomian di AS tersebut akan berimbaspada pasar keuangan negara-negara di dunia. Hal ini ditandai antara lain terjadinyaperubahan kepemilikan institusi keuangan dunia pasca subprime. Menurunnyaperekonomian AS juga berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.Pelemahan nilai tukar mata uang dolar AS diduga juga berdampak pada peta investasi.

Page 56: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-56 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Investor di bursa cenderung mengalihkan investasinya dan memilih minyak sebagai lahanmenciptakan yield sehingga menaikkan harga minyak. Kondisi lainnya yang terjadi di pasardunia adalah trend meningkatnya harga komoditas primer, terutama pangan, seperti crudepalm oil (CPO), beras, dan kedelai yang akhirnya menimbulkan tekanan inflasi pada negara-negara pengimpor komoditas primer tersebut.

Pada tahun 2009 trend kenaikan harga minyak dunia diperkirakan masih akan berlangsung.Sementara itu dampak negatif perubahan ekonomi global terhadap perkembanganperekonomian di dalam negeri juga masih akan terjadi, baik di pasar keuangan, ekonomimakro, maupun besaran APBN tahun 2009.

6.3.1. Sensitivitas Asumsi Ekonomi Makro

Dalam penyusunan RAPBN, indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasarpenyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia(SBI) 3 bulan, nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP), dan lifting minyak. Indikator-indikator tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadiacuan bagi penghitungan besaran-besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN.Apabila realisasi variabel-variabel tersebut berbeda dengan asumsinya, maka besaran-besaranpendapatan, belanja dan pembiayaan dalam APBN juga akan ikut berubah. Atas dasar itu, variasiindikator ekonomi makro merupakan salah satu faktor risiko dalam APBN.

Tabel VI.12 menunjukkan selisihantara perkiraan awal besaran-besaran asumsi makro yangdigunakan dalam penyusunanRAPBN dan realisasinya untuk tahun2005-2008. Selisih tersebutmengakibatkan terjadinya perbedaanantara target defisit denganrealisasinya. Apabila realisasi defisitmelebihi target defisit yang ditetapkandalam RAPBN, maka hal tersebutmerupakan risiko fiskal yang harusdicarikan sumber pembiayaannya.

Risiko fiskal akibat variasi asumsiekonomi makro dapat digambarkan dalam bentuk analisis sensitivitas parsial terhadap angkabaseline defisit dalam RAPBN. Analisis sensitivitas parsial digunakan untuk melihat dampakperubahan atas satu variabel asumsi ekonomi makro dengan mengasumsikan variabel asumsiekonomi makro yang lain tidak berubah (ceteris paribus).

Pertumbuhan ekonomi mem-pengaruhi besaran APBN, baik pada sisi pendapatan maupunbelanja negara. Pada sisi pendapatan negara, pertumbuhan ekonomi antara lain akanmempengaruhi penerimaan pajak terutama PPh dan PPN. Pada sisi belanja negara,pertumbuhan ekonomi antara lain mempengaruhi besaran nilai Dana Perimbangan dalamanggaran belanja ke daerah sebagai akibat perubahan pada penerimaan pajak. Untuk RAPBN2009, apabila pencapaian pertumbuhan ekonomi lebih rendah 0,1 persen dari angka yang

No Uraian

1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 0,20 -0,70 0,00 -0,402. Tingkat Inflasi (%) 11,60 -1,40 -0,50 0,503. Tingkat Bunga SBI 3 Bulan (%) 2,60 2,20 -0,50 0,004. Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) 12,85 -8,45 -2,69 0,005. Harga Minyak ICP (US$/barel) 27,80 6,80 -3,00 35,006. Lifting Minyak (juta barel per hari) -0,10 -0,10 0,05 -0,107

7. Konsumsi BBM (ribu kiloliter) n.a. -79 421 3.449

Sumber: Departemen Keuangan

Keterangan:* Angka positif menunjukkan realisasi lebih tinggi daripada anggaran. Untuk nilai tukar, angka positif menunjukkan depresiasi.** Merupakan selisih antara APBN 2008 dan APBN-P 2008.

Tabel VI.12Selisih Antara Asumsi Makroekonomi dan Realisasinya *

2005 2006 2007 2008 **

Page 57: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-57NK RAPBN 2009

diasumsikan, maka tambahan defisit APBN diperkirakan akan berada pada kisaran Rp0,46triliun sampai dengan Rp0,54 triliun.

Inflasi mempengaruhi besaran APBN, baik pada sisi pendapatan maupun belanja negara.Pada sisi pendapatan negara, inflasi antara lain akan mempengaruhi penerimaan pajakterutama PPh dan PPN. Pada sisi belanja negara, inflasi antara lain mempengaruhi besarannilai belanja Pemerintah Pusat dan Dana Perimbangan dalam anggaran belanja ke daerahsebagai akibat perubahan pada penerimaan pajak. Untuk RAPBN 2009, apabila angka inflasilebih tinggi 0,1 persen dari angka yang diasumsikan, maka penurunan defisit APBNdiperkirakan akan berada pada kisaran Rp0,46 triliun sampai dengan Rp0,54 triliun.

Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat memiliki dampak pada semuasisi APBN, baik pendapatan, belanja, maupun pembiayaan. Pada sisi pendapatan negara,depresiasi nilai tukar rupiah antara lain akan mempengaruhi penerimaan minyak dan gasbumi (migas) dalam denominasi dolar Amerika Serikat serta PPh Migas dan PPN. Pada sisibelanja negara, yang akan terpengaruh antara lain adalah: (i) belanja dalam mata uangasing; (ii) pembayaran bunga utang luar negeri; (iii) subsidi BBM dan listrik; dan (iv) belanjake daerah dalam bentuk dana bagi hasil migas. Sedangkan pada sisi pembiayaan, yangakan terkena dampaknya adalah: (i) pinjaman luar negeri baik pinjaman program maupunpinjaman proyek; (ii) pembayaran cicilan pokok utang luar negeri; dan (iii) privatisasi danpenjualan aset program restrukturisasi perbankan yang dilakukan dalam mata uang asing.Untuk RAPBN 2009, apabila nilai tukar rupiah rata-rata per tahun terdepresiasi sebesarRp100 dari angka yang diasumsikan, maka tambahan defisit APBN diperkirakan akan beradapada kisaran Rp0,6 triliun sampai dengan Rp0,8 triliun.

Tingkat suku bunga yang dijadikan asumsi penyusunan APBN adalah tingkat suku bungaSBI 3 bulan. Perubahan tingkat suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan hanya akan berdampakpada sisi belanja. Dalam hal ini, peningkatan tingkat suku bunga SBI 3 bulan berakibatpada peningkatan pembayaran bunga utang domestik. Untuk RAPBN 2009, apabila tingkatsuku bunga SBI 3 bulan lebih tinggi 0,25 persen dari angka yang diasumsikan, maka tambahandefisit APBN diperkirakan akan berada pada kisaran Rp0,3 triliun sampai dengan Rp0,5 triliun.

Harga minyak ICP mempengaruhi APBN pada sisi pendapatan dan belanja negara. Padasisi pendapatan negara, kenaikan harga minyak ICP antara lain akan mengakibatkankenaikan pendapatan dari kontrak production sharing (KPS) minyak dan gas melalui PNBP.Peningkatan harga minyak dunia juga akan meningkatkan pendapatan dari PPh Migas danpenerimaan lainnya. Pada sisi belanja negara, peningkatan harga minyak ICP antara lainakan meningkatkan belanja subsidi BBM dan dana bagi hasil ke daerah. Untuk RAPBN2009, apabila rata-rata harga minyak ICP lebih tinggi US$1 per barel dari angka yangdiasumsikan, maka tambahan defisit APBN diperkirakan akan berada pada kisaran Rp0,4triliun sampai dengan Rp0,6 triliun.

Penurunan lifting minyak domestik juga akan mempengaruhi APBN pada sisi pendapatandan sisi belanja negara. Pada sisi pendapatan, penurunan lifting minyak domestik akanmenurunkan PPh Migas dan PNBP migas. Sementara pada sisi belanja negara, penurunanlifting minyak domestik akan menurunkan dana bagi hasil ke daerah. Untuk RAPBN 2009,apabila realisasi lifting minyak domestik lebih rendah 10.000 barel per hari dari yangdiasumsikan, maka tambahan defisit APBN diperkirakan akan berada pada kisaran Rp1,46triliun sampai dengan Rp1,54 triliun.

Page 58: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-58 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Boks VI.5

Pengaruh Harga Minyak Dunia terhadap APBN

Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah terhadap Pendapatan Negara

Salah satu faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap perubahan APBN, baik pendapatannegara maupun belanja negara adalah perkembangan harga minyak mentah Indonesia di pasarinternasional atau Indonesia Crude Oil Price (ICP).

Perubahan harga minyak mentah akan berpengaruh terhadap pendapatan negara, baikpenerimaan SDA migas dan PPh migas, maupun PNBP lainnya yang berasal dari pendapatanminyak mentah DMO (Domestic Market Obligation). Penerimaan yang disebut terakhir inibersifat kontijensi (contingency), karena penerimaan ini bisa menjadi nihil, apabila harga jualminyak mentah DMO tersebut sama dengan harga beli pemerintah atau harga minyak mentahDMO milik Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dibeli oleh pemerintah dengan harga ICP.

Secara umum, persentase penerimaannegara dari sektor migas terhadap totalpenerimaan negara menunjukkan trendmeningkat, rata-rata terendah tahun2007 sebesar 25,0 persen dan tertinggitahun 2008 sebesar 33,4 persen.Rendahnya penerimaan negara darisektor migas pada tahun 2007disebabkan oleh menurunnyapenerimaan SDA minyak bumi dariRp125,1 triliun tahun 2006 (audited)menjadi Rp93,6 triliun tahun 2007(audited).

Variabel lain yang berpengaruh terhadap besaran defisit adalah volume konsumsi BBMdomestik. RAPBN 2009 mengasumsikan konsumsi BBM domestik untuk tahun 2009 sebesar38,9 juta kiloliter yang terdiri atas konsumsi premium sebesar 18,62 juta kiloliter, konsumsiminyak tanah sebesar 8,29 juta kiloliter, dan konsumsi solar sebesar 11,99 juta kiloliter.Peningkatan konsumsi BBM domestik rata-rata sebesar 0,5 juta kiloliter untuk setiap jenis BBM

berpotensi menambah defisit RAPBN2009 pada kisaran Rp2,8 sampaidengan Rp3,01 triliun.

Dari analisis sensitivitas di atas makabesaran risiko fiskal, berupatambahan defisit, yang berpotensimuncul dari variasi asumsi-asumsimakroekonomi yang digunakanuntuk menyusun RAPBN 2009 dapatdigambarkan dalam Tabel VI.13.

1. Pertumbuhan ekonomi (%) - 0,1 6,2 0,46 s.d. 0,54

2. Tingkat inflasi (%) + 0,1 6,5 - 0,46 s.d. - 0,54

3. Rata-rata Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) + 100 9.100 0,6 s.d. 0,8

4. Suku bunga SBI-3 bulan (%) + 0,25 8,5 0,3 s.d o,5

5. Harga minyak ICP (US$/barel) + 1 130 0,4 s.d. 0,6

6. Lifting minyak (juta barel/hari) - 0,01 0,950 1,46 s.d. 1,54

7. Konsumsi BBM domestik (juta kiloliter) + 0,5 38,9 2,8 s.d. 3,01

Sumber: Departemen KeuanganKeterangan:*) Asumsi defisit RAPBN Tahun 2009 = Rp79,4 triliun

Tabel VI.13Sensitivitas Asumsi Ekonomi Makro terhadap Defisit APBN

No UraianSatuan

Perubahan Asumsi

2009 *)

Asumsi

Potensi Tambahan Defisit

(Triliun Rp)

0

50

1 00

1 50

2 00

250

3 00

350

(Tri

liu

n R

p)

2003 2004 2005 2006 2007 2008

Perkembangan Realisasi Penerimaan Negara Sektor Migas

PPh Migas SDA Migas PNBP Lainny a (DMO)

* SDA untuk tahun 2004 - 2006 termasuk di dalam ny a m iny ak bumi, gas alam, pertam bangan umum, kehutanan, dan perikanan.

Sumber: Departemen Keuangan

Page 59: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-59NK RAPBN 2009

Dengan asumsi faktor-faktor lainnya tetap (ceteris paribus), maka setiap USD1 per barelperubahan harga minyak mentah Indonesia (ICP) di pasar internasional, akan berpotensimemberikan dampak netto terhadap pendapatan negara, baik penerimaan SDA migas maupunPNBP lainnya yang bersumber dari pendapatan minyak mentah DMO sebesar Rp2,8 triliuns.d. Rp2,9 triliun (0,054 s.d. 0,055 persen PDB). Jumlah ini diperkirakan berasal daripenerimaan PPh Migas sebesar Rp0,66 triliun, penerimaan SDA migas sekitar Rp2,1 triliuns.d. Rp2,2 triliun, dan PNBP lainnya yang bersumber dari pendapatan minyak mentah DMOsekitar Rp0,1 triliun.

Dampak Perubahan Harga Minyak Mentah (ICP) terhadap Belanja Negara

Selain berpengaruh terhadap sisi pendapatan negara, fluktuasi perubahan harga minyakmentah Indonesia juga mempengaruhi perubahan pos-pos belanja dalam APBN, yaitu subsidiBBM dan subsidi listrik pada belanja pemerintah pusat, serta dana bagi hasil pada belanja kedaerah.

Untuk sisi belanja negara, porsipengeluaran terbesar berasal dariSubsidi BBM. Subsidi BBMmenyumbang pengeluaran negaraterbesar pada tahun 2008 sebesar59,6 persen atau Rp180,3 triliun,turun dibandingkan tahun 2003 yangpersentasenya mencapai 88,9 persenatau Rp30,0 triliun (dengan asumsisubsidi Dana Bagi Hasil ke daerah padatahun 2003 tidak dimasukkan).

Subsidi BBM sangat terpengaruh olehfluktuasi perubahan harga minyak

mentah Indonesia, mengingat sebagian besar biaya produksi BBM dari operator subsidi BBMmerupakan biaya untuk pengadaan minyak mentah, yang harganya mengikuti tingkat hargadi pasar internasional. Dengan demikian, apabila harga BBM bersubsidi tidak disesuaikandengan perkembangan harga pasar, maka dengan penerapan pola public service obligation(PSO), dimana subsidi BBM merupakan selisih antara harga patokan (harga MOPS + alpha),sebagai harga jual operator BBM (PT Pertamina), dengan harga jual BBM bersubsidi yangtelah ditetapkan pemerintah, setiap terjadi perubahan ICP akan menyebabkan beban subsidiBBM berubah dengan arah yang sama dengan perubahan selisih harga tersebut.

Sebagai gambaran, dalam RAPBN tahun 2009, dengan asumsi berbagai variabel dan faktor-faktor lainnya tetap, seperti nilai tukar rupiah dan volume konsumsi BBM, maka setiapperubahan ICP sebesar US$1 per barel, diperkirakan menyebabkan perubahan beban subsidiBBM sekitar Rp2,5 triliun s.d. Rp2,6 triliun.

Kenaikan ICP juga dapat meningkatkan subsidi BBM melalui kenaikan konsumsi BBMbersubsidi. Kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan disparitas harga domestikdengan harga internasional. Disparitas harga BBM yang terlalu besar dapat memicu kenaikankonsumsi BBM bersubsidi melalui, potensi penyelundupan BBM, pencampuran BBMbersubsidi dengan non subsidi dan beralihnya masyarakat pengguna BBM non subsidi keBBM bersubsidi. Ketiga Faktor ini dapat mendorong makin tingginya konsumsi BBMbersubsidi, dengan demikian akan menyebabkan kenaikan subsidi BBM. Sebaliknya jika hargaminyak dunia, maka disparitas harga akan semakin mengecil. Disparitas harga yang semakin

0

50

100

150

200

250

300

350

(Tri

liu

n R

p)

2003 2004 2005 2006 2007 2008

Perkembangan Realisasi Belanja Negara Sektor Migas

Subsidi BBM Subsidi Listr ik Dana Bagi Hasil *

Sumber: Departemen Keuangan

* SDA untuk tahun 2 004-2 006 term asuk di dalamny a miny ak bum i, gas alam , pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan.

Page 60: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-60 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

kecil diharapkan dapat mencegah ketiga hal di atas, sehingga konsumsi BBM bersubsidi dapatrelatif terkendali sebagaimana yang diasumsikan di dalam APBN.

Selain subsidi BBM, perubahan ICP juga akan mempengaruhi perubahan beban subsidi listrik.Hal ini di samping karena sebagian pembangkit listrik milik PLN masih menggunakan bahanbakar minyak (tahun 2009 diperkirakan sekitar 24,8 persen dari total gWh yang diproduksi),juga karena harga beli BBM oleh PLN merupakan harga BBM nonsubsidi (yang sama denganharga BBM di pasar), yang perkembangannya sangat dipengaruhi oleh perubahan harga minyakmentah di pasar internasional. Karena itu, setiap perubahan harga minyak mentah sangat sensitifterhadap perubahan biaya pokok produksi (BPP) listrik, dan apabila tarif dasar listrik (TDL)ditetapkan tidak berubah, maka beban subsidi listrik yang merupakan selisih antara TDL denganBPP, juga akan mengalami perubahan, searah dengan perubahan harga minyak mentah. Dalamtahun 2009, apabila berbagai variabel dan faktor-faktor yang lain dianggap tetap, maka setiapperubahan harga minyak mentah sebesar US$1,0 per barel, diperkirakan akan berpengaruhpada perubahan beban subsidi listrik sekitar Rp0,4 triliun s.d. Rp0,5 triliun.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa setiap perubahan harga minyak mentah (ICP) sebesarUS$1 per barel (ceteris paribus) akan berpotensi mengakibatkan perubahan belanja pemerintahpusat (yaitu subsidi BBM dan Subsidi Listrik) pada RAPBN 2009 sekitar Rp2,8 triliun s.d. Rp3,0triliun.

Sementara itu, perubahan ICP yang menyebabkan perubahan pada sisi penerimaan negara darisektor migas, juga akan berpengaruh terhadap besaran alokasi belanja ke daerah. Dalam prosespenyusunan RAPBN, komponen belanja ke daerah yang dipengaruhi secara langsung olehperubahan ICP adalah Dana Bagi Hasil (DBH). Pada DBH, perubahan ICP akan berpengaruhterhadap besaran alokasi DBH penerimaan sektor pertambangan minyak bumi dan gas alam.Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perimbangan keuanganantara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, DBH disalurkan berdasarkan realisasipenerimaan tahun berjalan. Karena itu, setiap perubahan pada penerimaan sumber daya alamminyak bumi dan gas alam akibat perubahan ICP, akan menyebabkan perubahan pada alokasiDBH dari penerimaan sektor pertambangan minyak bumi dan gas alam. Berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan tersebut, bagian daerah atas penerimaan minyak bumi dan gasalam masing-masing ditetapkan sebesar 15 persen dan 30 persen, sedangkan khusus untukProvinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua, sejalan dengan ketentuan perundang-undanganmengenai otonomi khusus, bagian daerah dari penerimaan minyak bumi dan gas alam ditetapkansebesar 70 persen dari total penerimaan migas setelah dikurangi dengan pajak.

Sebagai gambaran, setiap perubahan asumsi harga minyak mentah sebesar US$1 per barel denganasumsi faktor-faktor lainnya tetap (ceteris paribus), diperkirakan berakibat pada perubahanbelanja daerah (DBH Migas) sebesar Rp0,4 triliun s.d. Rp0,5 triliun.

Dengan berbagai perkembangan sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat diketahui bahwa setiapperubahan harga minyak sebesar US$1,0 per barel (ceteris paribus) diperkirakan akan berakibatpada perubahan belanja negara dalam RAPBN 2009 sebesar Rp3,3 triliun s.d. Rp3,5 triliun.

Dampak Netto Perubahan Harga Minyak Mentah (ICP) terhadap RAPBN 2009

Mengingat setiap US$1 per barel perubahan harga minyak mentah Indonesia (ICP) di pasarinternasional, diperkirakan akan memberikan dampak terhadap perubahan pendapatan negarasebesar Rp2,8 triliun s.d. Rp2,9 triliun (0,054 s.d. 0,056 persen PDB), dan berakibat padaperubahan belanja negara sebesar Rp3,3 triliun s.d. Rp3,5 triliun (0,062 s.d. 0,065 persenPDB), maka dapat disimpulkan bahwa setiap US$1 per barel perubahan ICP pada RAPBN 2009akan memberikan dampak netto negatif terhadap perubahan defisit sebesar Rp0,4 triliun s.d.Rp0,6 triliun (0,008 s.d 0,011 persen terhadap PDB).

Page 61: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-61NK RAPBN 2009

6.3.2. Risiko Utang Pemerintah

Salah satu aspek pengelolaan risiko fiskal adalah pengelolaan risiko utang pemerintah.Pengelolaan risiko utang pemerintah sangat mempengaruhi kesinambungan fiskalpemerintah pada tahun berjalan dan masa yang akan datang. Pengelolaan risiko utangpemerintah adalah bagian yang tak terpisahkan dari pengelolaan utang pemerintah.

Risiko yang dihadapi dalam pengelolaan risiko utang pemerintah dapat muncul darilingkungan eksternal maupun internal organisasi pengelola utang. Risiko-risiko dimaksudantara lain: (i) risiko keuangan yaitu risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar, dan risikorefinancing, dan (ii) risiko operasional. Berbagai jenis risiko tersebut memiliki dampaklangsung terhadap efisiensi dan efektifitas pengelolaan utang secara keseluruhan.

Kondisi risiko keuangan portofolioutang pemerintah terus membaiksejalan dengan semakin baiknyapengelolaan risiko utangpemerintah yang merupakanbagian integral dari strategipengelolaan utang pemerintah.Perkembangan risiko utangpemerintah dapat dilihat padaTabel VI.14 berikut ini.

Sebagaimana ditunjukkan padaTabel VI.14 tentang indikatorrisiko portofolio utang tahun 2006- 2009, risiko tingkat bungadiperkirakan akan menurun seiringdengan upaya pemerintah untukmengurangi porsi utang dengantingkat bunga mengambangdengan menerbitkan obligasinegara seri fixed rate. Hal ininampak dari proyeksi menurunnyaproporsi utang dengan tingkatbunga mengambang terhadap totalportofolio utang, dari realisasi

sementara sebesar 27,35 persen pada akhir 2007 menjadi 23,36 persen pada akhir 2009.Indikator lain, misalnya rasio porsi utang yang rentan terhadap perubahan suku bunga(interest rate fixing) juga mengalami penurunan dari 30,97 persen tahun 2007 dandiproyeksikan menjadi 26,3 persen pada tahun 2009.

Dengan demikian, dalam jangka panjang exposure risiko utang terhadap volatilitas sukubunga pasar semakin menurun. Sementara itu risiko nilai tukar menunjukkan adanyaperbaikan yang ditunjukkan oleh rasio utang valas terhadap PDB yang turun dari 16,43persen tahun 2007 menjadi 12,88 persen proyeksi 2009, dan rasio utang valas terhadap totalutang yang turun dari 46,94 persen tahun 2007 menjadi 46,11 persen pada akhir 2007.

2006 2007 2008 2009

Risiko Tingkat bunga

VR Debt Proportion 28,63% 27,35% 25,12% 23,36%Refixing Rate 32,59% 30,97% 28,40% 26,30%Time to Refix 8,4 tahun 7,7 tahun 6,67 tahun 6,84 tahun

Risiko Mata Uang

Rasio Utang Valas thd PDB 18,81% 16,43% 14,86% 12,88%Rasio Utang Valas thd. Total Utang 48,77% 46,94% 47,00% 46,11%

Komposisi Utang Valas

USD 35,80% 37,12% 42,63% 46,05%JPY 38,15% 37,52% 37,89% 37,76%EURO 7,38% 15,03% 10,91% 9,14%Others 19,77% 11,33% 9,57% 7,05%

Risiko Refinancing

Utang yang jatuh tempodalam 1 tahun

Nominal (Miliar Rp) 80.322,36 90.066,34 85.699,31 101.609,96 Persentase 6,17% 6,75% 6,19% 6,30%Utang RupiahNominal (Miliar Rp) 26.080,54 37.274,74 31. 954, 35 41.967,06 Persentase 3,76% 5,05% 3,84% 4,13%Utang Valas Nominal (Miliar Rp) 54.750,70 59.658,60 53.744,96 59.642,90 Persentase 8,91% 8,65% 8,50% 9,96%

Average To Maturity (ATM)Total Debt 9,09 tahun 9,31 tahun 8,74 tahun 8,66 tahun

ATM SUN Rupiah 9,41 tahun 9,95 tahun 10,48 tahun 11,02 tahunATM FX debt 8,75 tahun 8,56 tahun 6,70 tahun 5,67 tahun

Sumber: Departemen Keuangan

Tabel VI.14Indikator Risiko Portofolio Utang Tahun 2006 – 2009

Page 62: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-62 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Turunnya rasio-rasio tersebut menunjukkan risiko nilai tukar semakin berkurang. Risikorefinancing akan sedikit meningkat akibat semakin besarnya pinjaman luar negeri (PLN)yang mendekati jatuh tempo (mature), sebagaimana ditunjukkan oleh rata-rata jatuh tempoPLN (ATM PLN) yang turun dari 8,56 tahun pada akhir 2007 menjadi 5,67 tahun proyeksiakhir 2009. Meningkatnya risiko refinancing PLN diimbangi oleh semakin berkurangnyarisiko refinancing SUN, sebagaimana ditunjukkan oleh ATM SUN yang meningkat dari9,95 tahun pada 2007 menjadi 11,02 tahun untuk proyeksi 2009.

Berdasarkan proyeksi utang yang jatuh tempo pada tahun 2009 akan melewati angka Rp100triliun dengan memperhitungkan adanya penerbitan surat perbendaharaan negara yangmemiliki maturity di bawah 1 tahun pada semester ke II tahun 2008, sedangkan jumlahoutstanding utang diperkirakan akan mencapai Rp1.614,04 triliun, yang terdiri dari SUNsebesar Rp1.015,4 triliun dan PLN sebesar Rp598,7 triliun.

Upaya perbaikan tingkat risiko utang di atas dilakukan dengan strategi antara lain:

- Mengutamakan penerbitan/penarikan utang yang memiliki jenis bunga tetap (FixedRate) untuk mengurangi risiko tingkat bunga, selain itu juga melalui konversi utangyang memiliki bunga mengambang atau variabel menjadi berbunga tetap.

- Mengutamakan penerbitan surat utang di pasar domestik dengan mata uang rupiahdengan memperhitungkan daya serap pasar.

- Pemilihan jenis mata uang valas dalam penarikan/penerbitan utang denganmempertimbangkan tingkat volatilitas nilai tukar terhadap rupiah.

- Mengupayakan penarikan utang baru dengan term and condition yang lebih baik diantaranya mengurangi pengenaan komitmen fee untuk komitmen utang yang belumdicairkan.

- Terus dilakukan operasi pembelian kembali (buy back) dan penukaran (switching) untukpengelolaan portofolio dan risiko Surat Berharga Negara.

- Melakukan monitoring penarikan utang yang efektif, sehingga komitmen utang yangtidak efisien untuk diteruskan dapat segera ditutup.

- Selain strategi tersebut di atas juga sedang dikaji pengelolaan utang secara aktifdengan menggunakan instrumen financial derivative dalam rangka hedging.

Pengelolaan Risiko Operasional

Upaya yang dilakukan Pemerintah untuk mengendalikan risiko operasional dalampengelolaan utang antara lain dengan:

- Mengembangkan dan melaksanakan standar prosedur pengelolaan utang, baik untukinternal unit pengelola utang maupun terkait dengan mekanisme hubungan antara unitpengelola utang dengan stakeholders;

- Menegakkan kode etik pegawai unit pengelola utang;

- Meningkatkan kompetensi pegawai unit pengelola utang;

- Mengembangkan sistem teknologi informasi yang mendukung pelaksanaan kegiatanpengelolaan utang secara efektif, efisien, aman, transparan, dan akuntabel; serta

- Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundangan yang terkait denganpengelolaan utang, sebagai landasan hukum untuk melaksanakan pengelolaan utangsecara transparan, aman, akuntabel, dan bertanggung jawab.

Page 63: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-63NK RAPBN 2009

6.3.3. Proyek Pembangunan Infrastruktur

Risiko fiskal yang terkait dengan proyek pembangunan infrastruktur berasal dari dukungan/jaminan yang diberikan oleh Pemerintah terhadap beberapa proyek, yaitu Proyek PercepatanPembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW, Proyek Pembangunan Jalan TolTrans Jawa, Proyek Pembangunan Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road II (JORR II), danProyek Pembangunan Monorail Jakarta.

6.3.3.1. Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik 10.000 MW

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 86Tahun 2006 sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2007,Pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk jaminan penuh terhadap pembayarankewajiban PT PLN (Persero) kepada kreditur perbankan yang menyediakan pendanaan/kredit untuk proyek-proyek pembangunan pembangkit tenaga listrik (10.000 MW)sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 71 tersebut. Penjaminan inidimaksudkan untuk meningkatkan kelayakan PT PLN (persero) dalam memperoleh kredit(creditworthiness) dan sekaligus menurunkan biaya modal proyek.

Hal ini diharapkan akan mempercepatpenyelesaian Proyek PercepatanPembangunan Pembangkit Tenaga Listrik10.000 MW sehingga masalah kekuranganpasokan listrik dapat teratasi. Terkait denganupaya untuk menghindari terulangnyakekurangan pasokan listrik, saat iniPemerintah tengah merencanakanpembangunan pembangkit tenaga listrik10.000 MW tahap II. Proyek 10.000 MWtahap II diharapkan dapat dimulai prosesnyapada tahun 2009 dengan skema jaminanpemerintah seperti halnya pada proyek 10.000MW yang saat ini sedang memasuki tahappenyelesaian.

Nilai investasi keseluruhan proyek 10.000 MWdiperkirakan sekitar Rp99,4 triliun, denganrincian Rp73,5 triliun untuk pembangkit danRp25,9 triliun untuk transmisi. Sekitar 85 persenkebutuhan dana proyek pembangkit dantransmisi dipenuhi melalui pembiayaan kreditperbankan baik dari dalam maupun luar negeri.Nilai pinjaman yang diperoleh PT PLN (Persero)sampai akhir tahun 2008 diperkirakan sebesar

Rp84,5 triliun. Hingga Juni 2008, sumber pembiayaan yang telah diperoleh (ditandatanganidan ditetapkan pemenang lelang) dapat dilihat pada Tabel VI.15.

1 Labuan 2 x 315 1.188,6 288,6

2 Indramayu 3 x 330 1.272,9 592,2

3 Rembang 2 x 315 1.911,5 -

4 Suralaya 1 x 625 735,4 284,3

5 Paiton 1 x 660 600,6 330,8

6 Pacitan 2 x 315 1.045,9 -

7 Teluk Naga 3 x 315 1.606,6 -

8 Pelabuhan Ratu 3 x 350 1.874,3 -

9 Lampung 2 x 100 459,9 -

10 Sumatera Utara 2 x 200 780,8 -

11 NTB 2 x 25 273,8 -

12 Gorontalo 2 x 25 264,8 -

13 Sulawesi Utara 2 x 25 304,5 -

14 Kepulauan Riau 2 x 7 71,2 -

15 NTT 2 x 7 73,2 -

16 Sulawesi Tenggara 2 x 10 97,1 -

17 Kalimantan Tengah 2 x 60 413,9 -

7.078 12.975,0 1.495,9

Sumber: Departemen Keuangan

Jumlah

Tabel VI.15

No Proyek PLTUKapasitas Nilai Pinjaman

Posisi Perolehan Pembiayaan Proyek PembangkitTenaga Listrik 10.000 MW

(s.d. Juli 2008)

(MW) (miliar Rp) (juta USD)

Page 64: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-64 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Risiko fiskal dengan adanya jaminan pemerintah (full guarantee) ialah ketika PT PLN (Persero)tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur secara tepat waktu, dan oleh karenanyapemerintah wajib memenuhi kewajiban tersebut. Pemenuhan kewajiban pemerintah tersebutdilaksanakan melalui mekanisme APBN. Beberapa faktor risiko yang dapat mengurangikemampuan PT PLN (Persero) dalam memenuhi kewajiban kepada kreditur secara tepatwaktu antara lain: pertumbuhan penjualan energi listrik yang tinggi, tarif, fluktuasi nilaitukar, kenaikan harga BBM, peningkatan biaya pemeliharaan mesin, serta kekuranganpasokan batubara.

Kewajiban PT PLN (Persero) kepada kreditur pada tahun 2009 masih terbatas pada kewajibanpembayaran bunga atas pinjaman. Bila seluruh kebutuhan pembiayaan dapat diperolehpada tahun 2008 maka Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran guna mengantisipasirisiko fiskal atas kewajiban PT PLN (Persero) dalam pembayaran bunga kredit tersebut sebesarRp1,0 triliun. Peningkatan alokasi anggaran risiko ini dikarenakan atas dua pertimbanganutama. Pertama, peningkatan kewajiban pembayaran bunga di tahun ini karena pencairankredit di tahun 2009 diperkirakan meningkat hingga 2/3 (dua pertiga) dari total pinjamanyang telah diperoleh. Kedua, probability atau kemungkinan terjadinya default PT PLN(Persero) diperkirakan juga meningkat akibat fluktuasi harga minyak dan batubara.Mengingat hal tersebut dapat berdampak pada kinerja keuangan/cash flow PT PLN (Persero)dua tahun terakhir.

6.3.3.2. Proyek Pembangunan Jalan Tol

Risiko fiskal pada proyek pembangunan jalan tol berasal dari dukungan pemerintah dalammenanggung sebagian dari kelebihan biaya pengadaan tanah sebagai akibat adanya kenaikanharga pada saat pembebasan lahan. Sebanyak 28 proyek pembangunan jalan tol mendapatdukungan dimaksud, diantaranya adalah proyek-proyek Jalan Tol Trans Jawa dan JakartaOuter Ring Road II (JORR II).

Pemberian dukungan Pemerintah atas kenaikan biaya pengadaan tanah pada 28 ruas jalantol dimaksudkan untuk mendorong percepatan pembangunan jalan tol yang tersendat. Halmana disebabkan oleh permasalahan kenaikan harga dalam pembebasan tanah yang akandigunakan dalam pembangunan jalan tol. Di samping itu, dukungan juga dimaksudkanuntuk menjaga tingkat kelayakan finansial dari proyek jalan tol sehingga diharapkan investorsegera menyelesaikan pembangunannya.

Pemberian dukungan pemerintah dimaksud akan dialokasikan dalam jangka waktu 3 (tiga)tahun anggaran yakni tahun 2008 hingga tahun 2010 dengan total nilai dukungan sebesarRp4,89 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp2,0 triliun akan dialokasikan pada tahun 2009.Mengingat jangka waktu tersebut, kiranya dukungan pemerintah ini bersifat temporer. Arahkebijakan mendatang untuk percepatan pembangunan jalan tol, risiko land capping akanditanggulangi dengan melakukan penyediaan lahan terlebih dahulu oleh kementerian negara/lembaga.

Atas dukungan tersebut, Pemerintah menetapkan suatu kebijakan dimana Badan UsahaJalan Tol (BUJT) diminta untuk mengembalikan dukungan yang diperolehnya apabilatingkat pengembalian proyek yang didapat BUJT lebih tinggi dari tingkat pengembalianyang direncanakan dalam perjanjian pengusahaan jalan tol (PPJT). Kebijakan ini akandiberlakukan setelah BUJT mencapai periode pengembalian atas investasi mereka.

Page 65: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-65NK RAPBN 2009

6.3.3.3. Proyek Pembangunan Monorail Jakarta

Proyek infrastruktur lain yang juga mendapat dukungan pemerintah adalah ProyekPembangunan Monorail Jakarta (green line dan blue line). Dukungan pemerintah diberikandalam bentuk pemberian jaminan untuk menutup kekurangan (shortfall) atas batasminimum penumpang (ridership) sebesar 160.000 penumpang per hari. Nilai jaminanmaksimum sebesar US$11,25 juta per tahun selama lima tahun, terhitung sejak proyek tersebutberoperasi secara komersial dengan kemampuan angkut sebesar 270.000 penumpang per hari.Jaminan berlaku efektif sejak tanggal 15 Maret 2007 untuk jangka waktu 36 bulan. Apabilaketentuan dimaksud tidak dapat dipenuhi, maka berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan(PMK) Nomor 30/PMK.02/2007 pemberian jaminan dinyatakan batal dan tidak berlaku.

Sampai pertengahan tahun 2008, investor Proyek Pembangunan Monorail Jakarta belumberhasil mendapatkan fasilitas pembiayaan (financial close) sesuai dengan perjanjianperjasama yang telah ditandatangani bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Terkaitdengan hal tersebut, terdapat kemungkinan proyek ini akan ditinjau kembali oleh pihak-pihakterkait. Mengingat hal tersebut, untuk tahun 2009 diperkirakan belum ada risiko fiskal terkaitdengan proyek ini karena proyek monorail belum beroperasi pada tahun 2009 mendatang.

6.3.3.4. Pendirian Guarantee Fund untuk Infrastruktur

Sebagaimana telah diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentangFokus Kebijakan Ekonomi tahun 2008–2009, maka pendirian dan pengoperasian lembagapenjaminan infrastruktur (guarantee fund) dibutuhkan untuk mendorong keterlibatan sektorswasta dalam pembangunan infrastruktur. Pendirian lembaga ini, merupakan kebijakanjangka panjang dalam mengembangkan tatanan kelembagaan sektor keuangan agar lebihmampu mendukung pembangunan infrastruktur. Di masa yang akan datang, proyek-proyekinfrastruktur yang dipersiapkan sesuai peraturan perundang-undangan dapat memperolehfasilitas penjaminan dari lembaga ini.

Tujuan utama dari didirikannya guarantee fund ini adalah untuk memberikan kemudahanbagi proyek infrastruktur dalam mencapai pembiayaan (financial close) dan memperolehbiaya modal (cost of capital) yang terbaik melalui peningkatan kelayakan memperoleh kredit(creditworthiness) dari proyek infrastruktur tersebut.

Bagi keuangan negara, keberadaan guarantee fund akan mendorong pengelolaan kewajibankontinjen yang lebih transparan dan akuntabel. Keberadaan guarantee fund diharapkandapat meningkatkan kualitas pengelolaan risiko fiskal terutama atas risiko-risiko yang dijaminPemerintah terhadap proyek-proyek infrastruktur sebagaimana diatur dalam PeraturanPresiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha DalamPenyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.01/2006 tentangPetunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko atas Penyediaan Infrastruktur.Meskipun demikian, hal tersebut tidak berarti menghilangkan sama sekali exposure risikofiskal dari proyek infrastruktur karena guarantee fund dapat mengajukan penggantian(recourse) kepada Pemerintah terhadap klaim yang dibayarkan.

Keterlibatan pendanaan pemerintah dalam pendirian lembaga tersebut diwujudkan dalambentuk penempatan penyertaan modal negara (PMN) sebagai modal awal untukpendiriannya. Untuk itu pada tahun anggaran 2009 Pemerintah merencanakanmengalokasikan dana sebesar Rp1,0 triliun. Dengan jumlah PMN tersebut, porsi kepemilikanpemerintah dalam lembaga ini mencapai 100 persen.

Page 66: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-66 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

6.3.4. Risiko Badan Usaha Milik Negara (BUMN): Sensitivitas Perubahan Harga Minyak, Nilai Tukar, dan Suku Bunga terhadap Risiko Fiskal BUMN

Perubahan harga minyak, nilai tukar, dan suku bunga akan menimbulkan dampak padakinerja keuangan BUMN yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kontribusi BUMNterhadap APBN. Penurunan kontribusi ini merupakan bagian dari risiko fiskal yang bersumberdari BUMN. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh perubahan tersebut Pemerintah telahmelakukan pengujian sensitivitas atau macro stress test dengan menggunakan beberapaindikator risiko fiskal yang meliputi: (i) kontribusi bersih BUMN terhadap APBN; (ii) utangbersih BUMN; dan (iii) kebutuhan pembiayaan bruto BUMN. Simulasi ini dilakukan sebagaiupaya untuk dapat mengidentifikasi secara dini risiko fiskal yang bersumber dari BUMN,sehingga kesinambungan APBN dapat lebih terjaga.

Simulasi macro stress testdilakukan pada PT Pertamina, PTPLN, PT PGN, PT Telkom, PTPELNI, PT KAI, dan PT PUSRI.Pengujian ini dilakukan secaraparsial dan baseline berdasarkankinerja keuangan ketujuh BUMNpada tahun 2007. Hasil macrostress test menunjukkan bahwakenaikan nilai tukar, harga minyakdan tingkat bunga mengakibatkankontribusi bersih BUMN terhadapAPBN tahun 2009 semakin negatif.Sebagai contoh, pada saat hargaminyak meningkat sebesar USD20per barel maka arus kas dariPemerintah ke BUMN jugameningkat antara Rp1.350,9 miliarsampai dengan Rp1.375,7 miliar.Kenaikan ini terutama disebabkanoleh kenaikan subsidi minyak danlistrik yang diberikan melalui PTPertamina dan PT PLN.

Kenaikan ketiga variabel makro ini juga meningkatkan kebutuhan pembiayaan bruto BUMN.Sebagai contoh, pada saat nilai tukar rupiah terhadap USD mengalami depresiasi sebesar 20persen menyebabkan kebutuhan pembiayaan bruto BUMN tahun 2009 meningkat antaraRp106,72 s.d. 107,9 miliar agar BUMN tetap tumbuh. Terkait hal ini terdapat beberapaBUMN yang mengalami kesulitan dalam mencari sumber-sumber pembiayaan tanpamendapatkan dukungan Pemerintah.

Pada aspek total utang bersih BUMN, kenaikan ketiga variabel makro tersebut juga semakinmemperlebar selisih antara total kewajiban BUMN dengan aktiva lancar yang dimiliki

Kontribusi Bersih BUMN terhadap APBN

No VariabelSatuan

PerubahanDampak

1 Nilai tukar (Rp/USD1) 20% -1.350,9 s.d. -1.375,7 miliar

2 Harga minyak internasional USD20 per barel -1.355,9 s.d. -1.370,7 miliar

3 Tingkat bunga 3% -1.362,6 s.d. -1.364,1 miliar

Total Utang Bersih BUMN

No VariabelSatuan

PerubahanDampak

1 Nilai tukar (Rp/USD1) 20% -774,3 s.d. -756,9 miliar

2 Harga minyak internasional USD20 per barel -765,8 s.d. -765,3 miliar

3 Tingkat bunga 3% -765,6 s.d. -765,5 miliar

Kebutuhan Pembiayaan Bruto BUMN

No VariabelSatuan

PerubahanDampak

1 Nilai tukar (Rp/USD1) 20% 100,23 s.d. 114,34 miliar

2 Harga minyak internasional USD20 per barel 106,72 s.d. 107,85 miliar

3 Tingkat bunga 3% 107,24 s.d. 107,32 miliar

Sumber: Departemen Keuangan

Tabel VI.16

Sensitivitas Perubahan Nilai Tukar, Harga Minyak dan Tingkat Bunga terhadap Risiko Fiskal BUMN Tahun 2009

Page 67: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-67NK RAPBN 2009

BUMN. Depresiasi nilai tukar rupiahterhadap USD sebesar 20 persen padatahun 2009 berpotensi menurunkankemampuan aktiva lancar terhadap totalkewajiban antara Rp774,3 s.d. Rp756,9miliar.

Uji sensitivitas juga menunjukkan bahwadepresiasi nilai tukar rupiah terhadapUS$ mempunyai dampak yang cukupsignifikan terhadap risiko fiskal BUMN

selain kenaikan harga minyak dan tingkat bunga. Besarnya pengaruh depresiasi inidisebabkan tingginya denominasi dolar Amerika Serikat dalam aktivitas operasional BUMNdan komposisi utang BUMN. Sebagai contoh, utang PT PLN dalam mata uang asing padatahun 2007 mencapai sekitar 71,54 persen dari total utang.

Terkait dengan uraian tersebut di atas, berikut ini disajikan hasil pengujian sensitivitas macrostress test risiko fiskal BUMN dan kinerja beberapa BUMN serta potensi risiko fiskal yangditimbulkannya pada Boks VI.6. Sedangkan untuk risiko fiskal terkait dengan PSO berikutini disajikan pada Boks VI.7 dan Boks VI.8. Untuk risiko fiskal terkait dengan PMN disajikanpada Boks VI.9 dan Boks VI.10.

0

20

40

60

80

100

120

140

2003 2004 2005 2006 2007 2008 *

(Tri

liu

n R

p)

Grafik VI.15Perkembangan Kontribusi BUMN Terhadap APBN, 2003-2008

Dividen Pajak Privatisasi Total

* Target APBN-P 2008

Sumber: Departemen Keuangan

Boks VI.6

Macro Stress Test Risiko Fiskal BUMN

Macro Stress Test Kenaikan Harga Minyak, Depresiasi Nilai Tukar danKenaikan Suku Bunga Terhadap Risiko Fiskal BUMN

Perubahan harga minyak, nilai tukar, dan suku bunga akan menimbulkan dampak pada kinerjakeuangan BUMN yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kontribusi BUMN terhadap APBN.Penurunan kontribusi ini merupakan bagian dari risiko fiskal yang bersumber dari BUMN. Untukmengetahui sampai seberapa jauh perubahan nilai tukar, harga minyak dan suku bunga akanmempengaruhi risiko fiskal BUMN perlu dilakukan pengujian sensitivitas atau macro stress test.

Macro stress test merupakan simulasi yang dilakukan dengan asumsi rupiah akan terdepresiasiterhadap US$, harga minyak melonjak dan suku bunga naik. Selanjutnya perubahan ini akanmengubah parameter kinerja keuangan BUMN dan indikator risiko fiskal BUMN. Pengujianmacro stress test dilakukan atas proyeksi risiko fiskal BUMN tahun 2008 s.d. 2010 secaraparsial maupun keseluruhan. Sampel pengujian meliputi beberapa BUMN nonkeuangan yangmempunyai hubungan paling signifikan dengan APBN yang mewakili sektor energi,pertambangan, telekomunikasi, pupuk dan transportasi.

Page 68: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-68 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Indikator Risiko Fiskal PT PLN

(triliun Rp) PT Pertamina

(triliun Rp) PT Pusri

(triliun Rp) PT Pelni

(miliar Rp) PT Kereta Api

(miliar Rp) 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010

Depresiasi rupiah terhadap US$ (20%)

Perubahan kontribusi bersih terhadap APBN -15,4 -16,9 -50,3 -52,4 -4,7 -3,7 0 0 -25 -29 Perubahan utang bersih 42,7 59,6 -6,0 0 -2,5 -3,9 0 0 104 148 Perubahan kebutuhan pembiayaan 30,9 48,2 0 0 0 0 0 0 49 50

Kenaikan suku bunga (3%) Perubahan kontribusi bersih terhadap APBN -3,2 -4,5 -5,0 -4,1 0 0 -3 -3 Perubahan utang bersih 0 0 -2,3 -3,8 0 0 9 14 Perubahan kebutuhan pembiayaan 0 0 0 0 0 0 6 6

Kenaikan harga minyak (US$ 20)

Perubahan kontribusi bersih terhadap APBN -11,6 -8,9 -48,7 -48,5 -4,7 -3,7 -382 -382 -4 -7 Perubahan utang bersih 0 0 -3,9 0 -2,5 -3,9 -239 -418 26 54 Perubahan kebutuhan pembiayaan 1,0 0,7 0 0 0 0 0 0 20 33

Risiko Fiskal PT PLN, PT Pertamina, PT Pusri, PT Pelni, dan PT Kereta Api

Boks VI.7

PT Pertamina (Persero)

Pada periode 2005-2007, Pertamina mencatatpeningkatan pada besaran net income dan jugakecenderungan peningkatan pada rasio return onassets. Hanya saja, rasio utang-modal jugamengalami peningkatan, yang berarti bahwapeningkatan aktiva lebih banyak bersumber dariutang daripada modal sendiri. Pertaminamerupakan salah satu BUMN penyumbang pajakdan dividen terbesar.

Pada periode 2006-2008, tidak ada penambahan PMN untuk Pertamina. Demikian juga dalamtahun 2009 tidak ada usulan penambahan PMN yang diajukan oleh Pertamina.

Dalam kerangka PSO, Pertamina mengembanpenugasan Pemerintah untuk menyediakanBBM kepada masyarakat. Sehubungandengan PSO tersebut, Pertamina menerimasubsidi dari Pemerintah sebagai penggantiselisih harga penjualan BBM PSO.

(Triliun Rp)

Keterangan

Total Aktiva 196,8 206,1 253,6

Total Kewajiban 73 81,8 109,3

Hak Minoritas 1,1 1,5 1,7

Total Ekuitas 122,7 122,8 142,6

Laba Bersih 16,5 19 24,5

Return on investment 8,36% 9,23% 9,65%

Debt to Equity Ratio 59,51% 66,60% 76,66%

Sumber: Kementerian Negara BUMN (diolah)

2005 2006 2007

(Triliun Rp)

Tahun Subsidi Keterangan

2005 95,6 LKPP 2005 (audited)

2006 64,2 LKPP 2006 (audited)

2007 83,8 LKPP 2007 (audited)

2008 180,3 Perkiraan realisasi

Sumber : Kementerian Negara BUMN (diolah)

Page 69: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-69NK RAPBN 2009

Boks VI.8

PT PLN (Persero)

Pada periode 2005-2007 PT PLN mengalami kerugian yang cukup besar walaupun sempatmenurun pada tahun 2006. Selama periode tersebut jumlah utang PT PLN juga meningkatcukup besar.

Kondisi debt equity ratio yang cukup besar(99,85 persen) mengakibatkan beban PT PLNsemakin berat sehingga diperlukan upaya PTPLN untuk mengurangi beban utang ini. Salahsatu pilihan yang akan dipertimbangkan adalahprivatisasi pembangkit PT PLN yangdiharapkan dapat memperkuat pendanaan PTPLN dan pada saat bersamaan akanmemberikan keleluasaan PT PLN untuk

melakukan investasi pembangunan pembangkit tenaga listrik baru tanpa jaminan pemerintah.

Pada periode 2004-2006, tidak ada penambahanPMN untuk PT PLN. Demikian juga dalam tahun2007 dan 2008 tidak ada usulan penambahan PMNyang diajukan oleh PT PLN.

Dalam kerangka PSO, PT PLN mengembanpenugasan Pemerintah untuk menyediakan energilistrik dengan harga yang terjangkau bagimasyarakat umum. Sehubungan dengan PSO tersebut, PT PLN menerima subsidi dari Pemerintahsebagai pengganti selisih harga penjualan listrik PSO.

(Triliun Rp)

Keterangan

Total Aktiva 220,8 247,9 272,5Total Kewajiban 81,1 108,1 136,1Hak Minoritas - - -Total Ekuitas 139,8 139,8 136,4Laba Bersih -4,9 -1,9 -5,7Return on Investment -2,23% -0,78% -2,09%Debt to Equity Ratio 58,02% 77,29% 99,85%

Sumber: Kementerian Negara BUMN (diolah)

2005 2006 2007

Boks VI.9

PT Askrindo

Askrindo merupakan salah satu perusahaan yang ditugaskan untuk kegiatan pemberdayaanusaha kecil, menengah, dan koperasi (UKMK) sebagaimana tertuang dalam Instruksi PresidenNomor 6 Tahun 2007 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi.

Secara umum kinerja keuangan dari PT Askrindoadalah sebagai berikut:

Modal dasar PT Askrindo saat ini sebesar Rp500miliar, sementara modal disetor sebesar Rp1,25triliun, dengan kepemilikan Bank Indonesiasebesar Rp220 miliar (17,6 persen) danPemerintah c.q. Departemen Keuangan sebesarRp1,03 triliun (82,4 persen). Salah satu bidangusahanya adalah memberikan jaminan kredit bagiUMKM. Perkembangan kegiatan penjaminandapat dilihat pada tabel di samping.

(Miliar Rp)

Keterangan

Total Aktiva 864,1 907,2 1.793,3

Total Kewajiban 63,6 55,2 65,5

Total Ekuitas 800,5 852,0 1.727,9

Laba Bersih 78,6 87,3 48,7

Return on Investment 9,09% 9,62% 2,72%

Debt to Equity Ratio 7,94% 6,48% 3,79%

Sumber: PT Askrindo (data diolah)

2005 2006 2007

Keterangan

Jumlah Debitor 215.073 273.143 300.044

Plafon Peminjaman (Rp triliun) 12,0 14,1 16,6

Klaim (Rp miliar) 66,2 49,9 68,4

Sumber: PT Askrindo

2006 20072005

(Triliun Rp)

Tahun Subsidi Keterangan

2005 8,9 LKPP 2007 (audited)

2006 30,4 LKPP 2007 (audited)

2007 33,1 LKPP 2007 (audited)

2008 88,4 Perkiraan realisasi

Sumber: Kementerian Negara BUMN (data diolah)

Page 70: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-70 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

6.3.5. Sektor Keuangan

Risiko fiskal yang terkait dengan sektor keuangan diantaranya bersumber dari Bank Indonesiadan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

6.3.5.1. Bank Indonesia

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimanatelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 diatur bahwa modal BankIndonesia sekurang-kurangnya harus Rp2 triliun. Dalam hal terjadi risiko atas pelaksanaantugas dan wewenang Bank Indonesia yang mengakibatkan modal tersebut menjadi kurangdari Rp2 triliun, maka Pemerintah wajib menutup kekurangan dimaksud yang dilaksanakansetelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Bank Indonesia mengenaiPenyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) serta hubungan keuanganPemerintah dan Bank Indonesia, disepakati bahwa Pemerintah membayar charge kepadaBank Indonesia apabila rasio modal terhadap kewajiban moneter Bank Indonesia kurangdari 3 persen. Sebaliknya apabila rasio modal terhadap kewajiban moneter Bank Indonesiamencapai di atas 10 persen, maka kelebihan di atas 10 persen tersebut menjadi bagianPemerintah. Data historis rasio modal Bank Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan 2007serta proyeksi untuk 2008 dan 2009 dapat dilihat pada Grafik VI.16.

Boks VI.10

Perum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo)

Sejak tanggal 1 Juli 2008 nama Perum Sarana Pengembangan Usaha (Perum SPU)berubah menjadi Perum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo) berdasarkanPP Nomor 1 tahun 2008 tanggal 19 Mei 2008. Perum Jamkrindo bertugasmenyelenggarakan kegiatan usaha di bidang penjaminan kredit bagi Usaha Mikro,

Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, sertaKoperasi (UMKMK), termasuk kegiatanpenjaminan kredit perorangan, jasakonsultasi dan jasa manajemen kepadaUMKMK.

Secara umum kinerja keuangan dari PerumJaminan Kredit Indonesia (PerumJamkrindo) adalah sebagai berikut.

Perum Jamkrindo merupakan salah satuperusahaan yang diminta oleh DPR untuklebih berperan dalam pengembanganUMKM, khususnya dalam penjaminankredit UMKM. Untuk meningkatkan

kapasitas penjaminan, dalam tahun 2007, Perum Jamkrindo menerima dana PMNsebesar Rp600 miliar.

(Miliar Rp)

Keterangan

Total Aktiva 402,0 442,0 1.126,0

Total Ekuitas 271,0 295,0 945,6

Laba Bersih 27,0 34,0 58,6

Return on Asset 6,72% 7,69% 5,2%

Return on Equity 9,96% 11,53% 6,2%

Sumber: Perum Jamkrindo

2005 2006 2007

Keterangan 2005 2006 2007

Outstanding Penjaminan (Rp miliar) 14.249,0 22.157,0 33.985,9

Klaim (Rp miliar) 54,0 76,0 73,7

Jumlah KUKM (unit) 209.080 255.089 313.151

Sumber: Perum Jamkrindo

Page 71: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-71NK RAPBN 2009

Dari grafik di samping dapat dilihat padatahun 2008 dan 2009 diperkirakan akanterjadi penurunan rasio modal BankIndonesia dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2008 dan2009 rasio modal diperkirakan masing-masing sebesar 7,60 persen dan 5,54persen. Penurunan ini diantaranyadisebabkan oleh peningkatan biayapengendalian moneter untuk menjagastabilitas ekonomi makro yang menjaditugas Bank Indonesia. Berdasarkan

perkiraan di atas, Pemerintah tidak perlu menganggarkan dana charge untuk Bank Indonesiapada RAPBN Tahun 2009.

6.3.5.2. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga PenjaminSimpanan, modal awal LPS ditetapkan sekurang-kurangnya Rp4,0 triliun dan sebesar-besarnya Rp8,0 triliun. Dalam hal modal LPS kurang dari modal awal, Pemerintah denganpersetujuan DPR akan menutup kekurangan tersebut. Tabel VI.17 menggambarkan posisipermodalan LPS untuk tahun 2006 dan 2007, serta proyeksinya untuk tahun 2008 dan 2009.

Simpanan layak bayar atau jumlahklaim yang harus dibayar LPSdalam tahun 2009 tidak dapatdiestimasi karena bank yangberada dalam pengawasan khususBank Indonesia pada akhir tahun2008 atau yang dicabut izinusahanya dalam tahun 2009 jugatidak dapat diestimasi. Dengandemikian, kemungkinanPemerintah harus menyediakandana charge untuk LPS juga belumdapat ditentukan.

6.3.6. Program Pensiun dan Tunjangan Hari Tua (THT) Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Sumber risiko fiskal yang berasal dari program pensiun PNS diantaranya berasal dari sharingpembayaran pensiun antara APBN dan PT Taspen yang jumlahnya secara signifikanmeningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun anggaran 2008 Pemerintah telah menetapkansharing pembayaran pensiun antara APBN dan PT Taspen sebesar 91 : 9. Pada tahun 2009Pemerintah merencanakan untuk memperbaiki sharing APBN dalam pembayaran pensiun,sesuai dengan rencana pengembalian pola pendanaan pensiun secara bertahap menjadi 100persen beban APBN. Estimasi beban APBN untuk pembayaran manfaat pensiun periode2009-2012 dapat dilihat pada Grafik VI.17.

10,35

12,36

8,04 7 ,60

5,54

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

1 2,00

1 4,00

(Per

sen

)

2005 2006 2007 2008 2009

Grafik VI.16Rasio Modal dengan Kewajian Moneter Bank

Indonesia

Sumber: Bank Indonesia

No

1 Dana Simpanan yang Dijamin 819.124 512.184,3 484.622,9 539.288,3

2 Modal yang Dimiliki (Ekuitas) 5.573,8 6.951,9 8.446,0 **)

3 a. Simpanan Layak Bayar 9,4 7,0 248,0 **)

b. Realisasi Pembayaran Klaim 8,6 6,6 248,0 **)

4 Cadangan Penjaminan 1.259,0 2.361,6 3.556,8 **)

Sumber: LPS

Keterangan:*) Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan LPS Tahun 2008.**) Tidak dapat diestimasi.

Tabel VI.17Kinerja Keuangan LPS

(miliar rupiah)

Keterangan 2006 2007 2008 *) 2009

Page 72: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-72 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

Dari grafik di samping dapat dilihatkebijakan perubahan sharing dari 91persen menjadi 100 persen pada tahun2009 berpotensi meningkatkanpengeluaran Pemerintah dari Rp37,2triliun menjadi Rp40,8 triliun ataumeningkat sekitar 9,7 persen.

Dengan terus meningkatnya bebanAPBN untuk pembayaran pensiun dansesuai dengan Undang-Undang Nomor11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawaidan Pensiun Janda/Duda Pegawai,

Pemerintah perlu membentuk suatu Dana Pensiun dan menerapkan sistem fully fundeddalam program pensiun PNS, yaitu Pemerintah sebagai pemberi kerja bersama-sama PNSmemupuk dana untuk dikelola oleh suatu Dana Pensiun sehingga pembayaran pensiun dikemudian hari tidak akan membebani APBN. Konsekuensinya, Pemerintah melalui APBNperlu menyediakan dana awal yang cukup besar untuk menunjang penerapan sistem fullyfunded.

Adapun untuk program THT, beberapa kebijakan Pemerintah, antara lain kenaikan gajipokok PNS dan perubahan formula perhitungan manfaat, menimbulkan risiko pada APBNterkait dengan kekurangan pendanaan Pemerintah (unfunded liability), dengan rinciansebagai berikut:

a. Perubahan formula perhitungan manfaat THT pada tahun 2004

PT Taspen mencatat adanya kekurangan pendanaan pemerintah sebesar Rp1,97 triliun.Untuk kewajiban ini, Pemerintah mulai tahun 2005 mencicil sebesar Rp250,2 miliarper tahun. Pada tahun anggaran 2008 Pemerintah mengalokasikan dana sebesarRp500,2 miliar. Besarnya cicilan pembayaran kekurangan pendanaan ini akan disesuikandengan kemampuan keuangan negara.

b. Akibat adanya kenaikan gaji pokok PNS pada tahun 2001, 2003, dan 2007, PT Taspenmencatat adanya kekurangan pendanaan pemerintah dalam program THT sebesar Rp1,9triliun.

c. Kenaikan gaji PNS pada tahun 2008 sebesar 20 persen

PT Taspen mencatat adanya kenaikan kekurangan pendanaan sebesar Rp2,5 triliun.

6.3.7. Desentralisasi Fiskal

Kebijakan desentralisasi fiskal dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terwujudnyakesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran sertamasyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem NegaraKesatuan Republik Indonesia. Dengan berjalannya waktu, pelaksanaan kebijakan ini telahberhasil mendorong perkembangan pembangunan daerah yang mengalami pemekaran.

Namun demikian, kebijakan desentralisasi fiskal perlu didukung dengan tersedianya SDMyang mampu menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah yang baik dan benar. Tanpa

Grafik VI.17Estim asi Pem bay aran Manfaat Pensiun y ang Menjadi

Beban APBN

0

1 0

2 0

3 0

40

50

60

7 0

(Tri

liu

n R

p)

91 % beban APBN 37 ,2 42,4 47 ,9 54,2

1 00% beban APBN 40,8 46,5 52,7 59,6

2009 201 0 2 01 1 201 2

Sumber: Departemen Keuangan, diolah

Page 73: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-73NK RAPBN 2009

dukungan tersebut, kebijakan ini dapat menimbulkan risiko yang berdampak tidak hanyapada keuangan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Beberapa sumber risiko fiskal yang terkait dengan desentralisasi fiskal diantaranya: (i) pemekarandaerah, (ii) hold harmless, dan (iii) alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam.

6.3.7.1. Pemekaran Daerah

Penambahan daerah otonom baru memiliki dampak terhadap APBN yaitu pada (i) DanaAlokasi Umum (DAU); (ii) Dana Alokasi Khusus (DAK); dan (iii) kebutuhan pada instansivertikal. Jumlah daerah otonom baru sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 telahmengalami penambahan sebanyak 31 daerah. Tabel VI.18 berikut menunjukkanperkembangan jumlah daerah otonom baru tahun 2005 sampai dengan tahun 2008.

Setiap penambahan daerahotonom baru mengakibatkanmenurunnya alokasi riil DAU bagidaerah otonom lainnya. Apabilakebijakan hold harmless masihdipertahankan, penurunan alokasiDAU tersebut memberikonsekuensi kepada APBN untukmenyediakan Dana Penyesuaian.

Sarana dan prasarana pemerintahan di daerah sangat dibutuhkan oleh daerah otonom baru.Mulai tahun 2003, Pemerintah telah mengalokasikan sejumlah dana pada DAK untuk bidangprasarana pemerintahan guna mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahandaerah pemekaran. Adapun yang menerima dana ini adalah daerah yang terkena dampakpemekaran (daerah otonom baru dan daerah induk). Sejak tahun 2003 sampai dengan2008, DAK bidang prasarana pemerintahan ini dialokasikan dengan kisaran Rp3,3 miliar–Rp4,3 miliar kepada tiap daerah penerima. Pemerintah diperkirakan membutuhkan danadengan kisaran yang sama untuk tiap penambahan daerah baru.

Dengan berjalannya waktu, pelaksanaan kebijakan ini telah berhasil mendorongperkembangan pembangunan daerah yang mengalami pemekaran. Namun demikian,kebijakan desentralisasi fiskal perlu didukung dengan tersedianya sumber daya manusiayang mampu menyelenggarakan keuangan daerah serta sistem administrasi yang baik danbenar. Tanpa dukungan tersebut, kebijakan ini dapat menimbulkan risiko yang berdampakpada keuangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Konsekuensi lain dari pemekaran daerah terhadap keuangan negara adalah penambahankantor-kantor untuk instansi vertikal guna melakukan kegiatan pemerintahan yangmerupakan kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah Pusat, antara lain: pertahanan;keamanan; agama; kehakiman; dan keuangan. Dengan dibukanya kantor-kantor tersebut,Pemerintah Pusat harus menyediakan dana untuk sarana dan prasarana gedung kantor,belanja pegawai, dan belanja operasional lainnya. Berdasarkan data RKA-KL tahun 2005-2008, jumlah dana APBN yang dialokasikan kepada daerah otonom baru berkisar antaraRp6,3 triliun-Rp14,0 triliun). Berdasarkan data RKA-KL tahun 2008, jumlah dana APBNyang dialokasikan untuk kebutuhan instansi vertikal pada daerah otonom baru adalah sebesarRp14,0 triliun.

Daerah 2005 2006 2007 2008 Jumlah

Provinsi - - - - 7

Kabupaten - - 21 6 153

Kota - - 4 - 19

Jumlah - - 25 6 179

Sumber : Departemen Keuangan

Tabel VI.18Perkembangan Daerah Otonom Baru Tahun 2005 s.d. 2008

Page 74: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-74 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

6.3.7.2. Hold Harmless

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara PemerintahPusat dan Pemerintahan Daerah mengatur bahwa pemberian dana alokasi umum (DAU)ke daerah dilakukan berdasarkan suatu formula tertentu. Lebih lanjut disebutkan bahwaformula ini digunakan mulai tahun anggaran 2006, akan tetapi sampai dengan tahunanggaran 2007 alokasi DAU yang diberlakukan untuk masing-masing daerah ditetapkantidak lebih kecil dari tahun anggaran 2005. Apabila DAU untuk provinsi tertentu lebih kecildari tahun anggaran 2005, kepada provinsi yang bersangkutan dialokasikan danapenyesuaian yang besarnya sesuai dengan kemampuan dan perekonomian negara, kebijakanini dikenal sebagai hold harmless.

Pada tahun 2008 kebijakan hold harmeless telah dikurangi, meskipun belum seratus persendihapuskan. Pemerintah masih mengalokasikan dana penyesuaian DAU sejumlah Rp271,7miliar untuk menutup DAU bagi daerah yang mengalami penurunan DAU sebesar 75 persenatau lebih dibandingkan dengan DAU tahun 2007.

Pada tahun 2009 Pemerintah berencana untuk murni tidak memberlakukan kebijakan holdharmlesss yang berarti DAU untuk tiap daerah dialokasikan murni berdasarkan formula.Keberhasilan penerapan formula murni ini sangat ditentukan oleh political will PemerintahPusat, Pemerintah Daerah, serta DPR RI dalam upaya mengoptimalkan alokasi DAU bagikepentingan seluruh daerah. Kesamaan political will antara tiga pihak ini diharapkan dapatmengurangi potensi bertambahnya beban APBN 2009.

6.3.7.3. Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, DanaBagi Hasil (DBH) disalurkan berdasarkan realisasi penerimaan tahun berjalan. Oleh karenaitu, selama tahun anggaran berjalan terdapat potensi perbedaan antara DBH yangdianggarkan (alokasi) dalam APBN atau APBN-P dengan realisasi.

Apabila perhitungan realisasi DBH suatudaerah lebih tinggi daripada alokasi,Pemerintah harus mentransfer selisihdana tersebut ke daerah yangbersangkutan. Berdasarkan data tahun2000 s.d. 2007, rata-rata selisih DBHalokasi dengan realisasi adalah sebesar -3,05 persen (tanda minus berarti realisasilebih tinggi daripada alokasi) dan selisihtersebut berkisar antara negatif Rp5,3triliun s.d. Rp2,9 triliun (lihat GrafikVI.18).

0

10

20

30

40

50

60

7 0

(Tri

liu

n R

p)

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Grafik VI.18Selisih antara Alokasi dengan Realisasi *

2000 - 2007

Alokasi ke Daerah (Anggaran) Realisasi ke daerah *

* Realisasi berdasarkan transfer kas pada KPPN

Sumber: Departemen Keuangan

Page 75: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VIPembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

VI-75NK RAPBN 2009

6.3.8. Tuntutan Hukum kepada Pemerintah

Pihak ketiga mengajukan tuntutan hukum kepada Pemerintah melalui pengadilan antaralain dalam kasus pengadaan listrik swasta (Independent Power Producers/IPPs) dan BadanPenyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Masalah listrik swasta, diselesaikan melalui tigapola dalam penyelesaian sengketa, yaitu (i) closed-out atau penghentian kontrak denganbeberapa disertai pemberian kompensasi (7 kontrak); (ii) renegosiasi terms and conditionskontrak (17 kontrak); dan (iii) ajudikasi atau arbitrase-litigasi (3 kontrak, yaitu PLTP Dieng,PLTP Patuha, dan PLTP Karaha Bodas).

Tidak terdapat lagi risiko fiskal yang terkait dengan kasus PLTP Dieng, PLTP Patuha danPLTP Karaha Bodas. Sengketa atas kontrak PLTP Dieng dan PLTP Patuha telah dapatdiselesaikan melalui settlement agreement dengan Overseas Private Investment Corporation(OPIC) selaku perusahaan asuransi dari kedua proyek tersebut. Sesuai settlement agreement,Pemerintah berkewajiban membayar cicilan dengan jadual yang ditentukan. Pemerintahselalu mengalokasikan anggaran untuk pembayaran cicilan tersebut setiap tahun anggaran.Sedangkan untuk kasus PLTP Karaha Bodas, Arbitrase telah memberikan putusan final dansejumlah dana pada beberapa trusts accounts di New York pada tahun 2006 telah dieksekusiuntuk memenuhi seluruh putusan arbitrase tersebut.

Dalam sengketa yang terkait dengan kegiatan BPPN, jumlah perkara yang ditangani hinggasaat ini adalah 494 perkara terdiri dari 432 Perkara Perdata (termasuk 20 perkara baru), 30Perkara Niaga (termasuk 1 perkara baru), 7 Perkara Tata Usaha Negara (PTUN), 1 PerkaraPidana dan 24 Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS). Beberapa perkara yangmewajibkan Pemerintah membayar dan yang berpotensi membayar adalah sebagai berikut:

a. Perkara yang mewajibkan Pemerintah membayar (perkara yang sudah memilikikekuatan hukum tetap) adalah sebesar Rp12,2 miliar dan US$104,7 juta. Dengan rinciansebesar Rp7,6 miliar sudah dibayar kepada satu pemilik dana, Rp240 juta masih dalamproses pembayaran terhadap satu pemilik dana. Sementara itu sebesar Rp4,4 miliardan US$104,7 juta belum dibayar terhadap dua pemilik dana.

b. Sedangkan perkara yang berpotensi Pemerintah membayar (perkara masih dalam prosesdi pengadilan) adalah 18 perkara dengan nilai sebesar Rp915,4 miliar dan US$38,2 juta.

6.3.9. Keanggotaan pada Organisasi dan Lembaga Keuangan Internasional

Keanggotaan Indonesia pada organisasi dan lembaga keuangan internasional dapatmenimbulkan risiko fiskal terkait dengan adanya komitmen Pemerintah untuk memberikankontribusi dan penyertaan modal kepada organisasi-organisasi atau lembaga keuanganinternasional tersebut.

Untuk tahun 2009, diperkirakan jumlah dana yang harus dipersiapkan oleh Pemerintahuntuk membayar kontribusi dan penyertaan modal kepada organisasi internasional (OI)dan lembaga keuangan internasional (LKI) adalah sebesar Rp582,4 miliar. Kontribusi kepadaOI disalurkan melalui DIPA Departemen Luar Negeri sebagaimana diatur dalam KeppresNomor 64/1999 dengan jumlah sebesar Rp300 miliar. Dalam hal trust fund dan penyertaan

Page 76: BAB VI PEMBIAYAAN DEFISIT ANGGARAN, … BAB VI.pdf · Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan

Bab VI

VI-76 NK RAPBN 2009

Pembiayaan Defisit Anggaran, Pengelolaan Utang, dan Risiko Fiskal

modal pada OI dan LKI, danadialokasikan pada DIPA DepartemenKeuangan dan mencapai nilai sebesarRp282,4 miliar dengan rinciansebagaimana tertera pada TabelVI.19.

6.3.10. Bencana Alam

Indonesia merupakan negara yangwilayahnya memiliki kondisigeografis, geologis, hidrologis, dandemografis yang memungkinkanterjadinya bencana, baik yangdisebabkan oleh faktor alam, faktor nonalam maupun faktor manusia yang menyebabkantimbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan maupun kerugian harta benda.Berdasarkan data tahun 2007 beberapa bencana yang mengancam wilayah Indonesiadiantaranya adalah banjir, banjir dan tanah longsor, gunung berapi serta bencana lainnyasebagaimana dapat dilihat pada Grafik VI.19 berikut ini.

Dasar hukum penanggulangan bencanamengacu kepada UU Nomor 24 Tahun2007 tentang Penanggulangan Bencana.Berdasarkan undang-undang tersebuttanggung jawab Peme-rintah dalampenyelenggaraan penanggulanganbencana diantara-nya perlindunganmasyarakat dari dampak bencana,pemulihan kondisi dari dampak bencanadan pengalokasian anggaran penang-gulangan bencana dalam APBN.Anggaran tersebut diperuntukan untukkegiatan-kegiatan tahap prabencana,saat tanggap darurat bencana, danpascabencana.

Untuk tahun 2007, Pemerintahmengalokasikan dana kontinjensi untukpenanggulangan bencana sebesar Rp2,7triliun. Dari anggaran tersebut, 99 persentelah direalisasi antara lain untukpenanganan gempa di Manggarai,Bengkulu, Sumatera Barat dansekitarnya serta banjir di Morowali danGorontalo.

Sedangkan untuk tahun 2008, Pemerintah mengalokasikan dana kontinjensi bencanasebesar Rp3,0 triliun. Untuk tahun 2009, Pemerintah mengusulkan dana kontinjensi bencanasebesar Rp3,0 triliun, sama dengan tahun anggaran sebelumnya.

Organisasi/LembagaKeuangan Internasional

1 IDB (Islamic Development Bank) 123,2 Sudah ada tagihan2 IBRD (International Bank for

Reconstruction and Development) 105,0 Perkiraan3 IFAD (International Fund for

Agricultural Development) 18,2 Untuk pembayaran cicilan III4 ADB (Asian Development Bank) 25,0 Pencairan promisory notes

5 ASEAN Animal Health Trust Fund 0,5 Jumlahnya tetap hingga 20126 Common Fund for Commodities (CFC) 0,5 Perkiraan7 USAID 10,0 Berdasarkan pembayaran

tahun sebelumnya

282,4 Jumlah

Tabel VI.19

Perkiraan Kontribusi Berupa Trust Fund dan PenyertaanModal Pemerintah pada Organisasi/Lembaga Keuangan Internasional

Tahun 2009

NoJumlah

Keterangan(miliar Rp)

Grafik VI.19Kejadian Bencana di Indonesia Tahun 2007

1 5 23 9 %

7 52 0% 5 6

1 5 %

4 51 2 %

2 98 %

1 23 %6

2 %41 %

Banjir Angin TopanTanah Longsor Banjir dan Tanah LongsorGelom bang Pasang/Abrasi Gem pa Bum iKegagalan Teknologi Letusan Gunung Berapi

0

500

1 .000

1 .500

2.000

2 .500

3.000

3 .500

(Mil

iar

Rp

)

2004 2005 2 006 2007 2008 2009 *

Grafik VI.20Dana Penanggulangan Bencana Alam 2004-2009

Pagu Realisasi

Sumber: Departemen Keuangan

* Untuk tahun 2009 merupakan angka y ang diusulkan pemerintah.