58
BAB II LANDASAN TEORI II.1 Sejarah Perpajakan di Indonesia Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah dikenakan pada masa kolonial. Tetapi pada masa kerajaan dahulu juga telah ada pungutan seperti pajak, pungutan seperti itu dipersembahkan kepada raja sebagai wujud rasa hormat dan upeti kepada raja, yang disampaikan rakyat di wilayah kerajaan maupun di wilayah jajahan, figur raja dalam hal ini dapat dipandang sebagai manifestasi dari kekuasaan tunggal kerajaan (Negara). Dengan adanya perkembangan dalam masyarakat telah mengubah sifat upeti (pemberian) yang semula dilakukan dengan cuma-cuma dan bersifat memaksa tersebut, kemudian dibuatlah suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Untuk memenuhi adanya unsur keadilan tersebut, maka rakyat diikut sertakan dalam membuat aturan- 11

thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

  • Upload
    buidat

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Sejarah Perpajakan di Indonesia

Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen telah dikenakan

pada masa kolonial. Tetapi pada masa kerajaan dahulu juga telah ada pungutan seperti

pajak, pungutan seperti itu dipersembahkan kepada raja sebagai wujud rasa hormat dan

upeti kepada raja, yang disampaikan rakyat di wilayah kerajaan maupun di wilayah

jajahan, figur raja dalam hal ini dapat dipandang sebagai manifestasi dari kekuasaan

tunggal kerajaan (Negara).

Dengan adanya perkembangan dalam masyarakat telah mengubah sifat upeti

(pemberian) yang semula dilakukan dengan cuma-cuma dan bersifat memaksa tersebut,

kemudian dibuatlah suatu aturan-aturan yang lebih baik agar sifatnya yang memaksa

tetap ada, namun unsur keadilan lebih diperhatikan. Untuk memenuhi adanya unsur

keadilan tersebut, maka rakyat diikut sertakan dalam membuat aturan-aturan dalam

pemungutan pajak, yang hasilnya nanti akan dikembalikan untuk kepentingan rakyat itu

sendiri.

Di Indonesia, sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup

banyak undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak. Akan tetapi, terlalu

banyaknya undang-undang yang dikeluarkan pada saat itu mengakibatkan masyarakat

mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, beberapa undang-undang yang

dibuat pada saat itu ternyata dalam perkembangannya tidak memenuhi rasa keadilan,

dan masih memuat unsur-unsur kolonial. Maka pada tahun 1983, Pemerintah besama-

sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat untuk melakukan reformasi undang-

1110

Page 2: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

undang perpajakan yang ada dengan mencabut semua undang-undang yang ada dan

mengundangkan 5 (lima) paket undang-undang perpajakan yang bersifat lebih mudah

dipelajari dan dipraktikkan serta tidak menimbulkan duplikasi dalam hal pemungutan

pajak dan unsur keadilan menjadi lebih diutamakan, bahkan sistem perpajakan yang

semula official assessment diubah menjadi self assessment. Kelima undang-undang

tersebut adalah :

1. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

2. UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (PPh).

3. UU No. 8 Tahun 1983 Tentang PPN dan PPnBM.

4. UU No. 12 Tahun 1985 Tentang PBB.

5. UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai (BM).

Dengan berkembangnya waktu, pemerintah akhirnya melakukan perubahan

dalam undang-undang. Perubahan ketiga undang-undang tersebut adalah :

1.UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No. 16 Tahun 2000 diubah dengan

UU No. 28 Tahun 2007, yang berlaku mulai 1 Januari 2008.

2.UU PPh No. 17 Tahun 2000 diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008, yang berlaku

mulai 1 Januari 2009.

3.UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Penjualan Atas Barang Mewah No.

18 Tahun 2000 diubah dengan UU. No. 42 Tahun 2009, Yang Berlaku Mulai 1 April

2010.

II.1.1 Pengertian Pajak

Menurut Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata

Cara Perpajakan, yang dimaksud dengan pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara

12

Page 3: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

II.1.2 Unsur - unsur Pajak

Dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian

pajak antara lain :

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan

ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan “pajak dan pungutan lain yang

bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dalam undang-undang”.

2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik yang ditujukan secara langsung.

3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah

dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak

tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

5. Adanya fungsi dalam mengisi kas Negara/ anggaran Negara yang diperlukan untuk

menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintah.

II.1.3 Jenis Pajak

Di lihat dari segi Lembaga Pemungut Pajak, jenis pajak di bagi menjadi 2 (dua)

jenis yaitu:

1. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Terdiri dari :

- Pajak Penghasilan

13

Page 4: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah

terakhir kali dengan UU No. 36 Tahun 2008.

- Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir dengan UU No. 42 Tahun

2009.

- Bea Materai

UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai.

2. Pajak Daerah (UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah),

antara lain :

- Pajak Provinsi, terdiri dari : Pajak kendaraan bermotor, Bea perolehan nama

kendaraan bermnotor, Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, Pajak rokok dan

Pajak air permukaan.

- Pajak Kabupaten/ Kota, terdiri dari : Pajak hotel, Pajak hiburan, Pajak reklame,

Pajak restoran, Pajak penerangan jalan, Pajak parkir, Pajak air tanah, Pajak

mineral bukan logam dan batuan, Pajak sarang burung walet, Pajak bumi dan

bangunan perdesaan dan perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan.

Dilihat dari segi administrative yuridis, pajak digolongkan menjadi 2 (dua) jenis,

yaitu :

1. Pajak Langsung, artinya pajak ini dipungut secara periodik, yakni dipungut secara

berulang-ulang dengan menggunakan penetapan sebagai dasarnya. Dan jika dilihat

dari segi ekonomis apabila beban pajak tidak dikenakan kewajiban atau diterapkan

14

Page 5: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

untuk membayar pajak dengan pihak yang benar-benar memikul pajak merupakan

pihak yang sama. Contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh).

2. Pajak Tidak Langsung, artinya pajak ini dipungut secara tidak berulang-ulang. Dan

dari segi ekonomis apabila pihak wajib dapat mengalihkan beban pajaknya kepada

pihak lain, atau dengan kata lain antara mereka yang wajib pajaknya kepada pihak

lain, dengan benar-benar memikul beban pajak itu merupakan pihak yang berbeda.

Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Berdasarkan titik tolak pemungutannya, pajak dibedakan menjadi 2 (dua) jenis,

yaitu :

1. Pajak Subjektif, merupakan pajak yang pengenaannya berpangkal pada diri orang

atau badan yang dikenai pajak (Wajib Pajak). Pajak ini dimulai dengan menetapkan

orangnya dan kemudian dicari syarat-syarat objektifnya. Contohnya, Pajak

Penghasilan (PPh)

2. Pajak Objektif, merupakan pajak yang pengenaannya berpangkal pada objek yang

dikenai pajak, dan untuk mengenakannya pajaknya harus dari subjek pajaknya

dahulu. Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

II.1.4 Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan bernegara. Di dalam

pelaksanaan pembangunan, pajak juga berperan penting karena pajak merupakan sumber

pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran

pembangunan. Berdasarkan hal tersebut, pajak mempunyai fungsi, yaitu:

1. Fungsi Budgetair (Penerimaan),

15

Page 6: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

Merupakan fungsi utama pajak dan fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dimana pajak

dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas Negara,

berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Jadi disini, pajak berfungsi

untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara.

2. Fungsi Regulerend (Mengatur),

Fungsi mengatur dan sebagainya dipergunakan pemerintah sebagai alat untuk

mencapai tujuan, dan sebagainya sebagai fungsi tambahan karena fungsi ini hanya

sebagai pelengkap dari fungsi utama pajak. Untuk mencapai tujuan tersebut, pajak

dipakai sebagai alat kebijakan.Misalnya, pajak atas minuman keras yang ditinggikan

untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

II.1.5 Teori Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa teori yang mendasari adanya pemungutan pajak atau

memberikan justifikasi pemberian hak kepada Negara untuk memungut pajak, yaitu:

1. Teori Asuransi,

Negara berhak memungut pajak dari penduduk karena teori ini Negara melindungi

semua rakyat dan rakyat membayar premi kepada Negara.

2. Teori Kepentingan,

Bahwa Negara berhak memungut pajak karena penduduk Negara tersebut mempunyai

kepentingan pada Negara, makin besar kepentingan penduduk kepada Negara maka

makin besar pula pajak yang harus dibayarnya kepada Negara.

3. Teori Daya Pikul,

Teori ini mengusulkan supaya didalam hal pemungutan pajak pemerintah

memperhatikan daya pikul wajib pajak.

16

Page 7: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

4. Teori Bakti,

Mengajarkan bahwa penduduk adalah bagian dari suatu Negara oleh karena itu

penduduk terikat pada Negara dan wajib membayar pajak kepada Negara dalam arti

berbakti pada Negara.

5. Teori Asas Daya Beli,

Justifikasi pemungutan pajak terletak pada akibat pemungutan pajak. Misalnya

tersedianya dana yang cukup untuk membiayai pengeluaran umum Negara, karena

akibat baik dari perhatian Negara pada masyarakat maka pemungutan pajak adalah juga

baik.

II.1.6 Asas Pemungutan Pajak

Asas pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2009) dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Asas Domisili (tempat tinggal)

Negara dimana Wajib Pajak tinggal berhak mengenakan pajak terhadap semua Wajib

Pajak. Siapa saja yang bertempat kediaman di Indonesia dikenakan pajak atas segala

penghasilan yang diperoleh di Indonesia, maupun diperolehnya di luar Indonesia.

2. Asas Sumber

Pengenaan pajak tergantung adanya sumber di suatu Negara. Siapapun yang menerima

penghasilan dari Indonesia, akan dikenakan pajak oleh Negara Indonesia, baik bagi

Wajib Pajak bertempat tinggal di Indonesia, maupun di luar negeri.

3. Asas Kebangsaan

Asas ini menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan suatu Negara, dimana

setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indoneisa diperlukan untuk membayar

pajak.

17

Page 8: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

II.1.7 Tata Cara Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel, yaitu:

1. Stelsel Nyata

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), pemungutan

dilakukan pada akhir tahun pajak setelah penghasilan sesungguhnya diketahui. Pajak

lebih realistis, tapi baru dapat dikenakan di akhir periode.

2. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur undang-undang.Tanpa

menunggu akhir tahun dan tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya.

3. Stelsel Campuran

Merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun

dihitung berdasarkan anggapan dan akhir tahun disesuaikan dengan keadaan yang

sebenarnya.

II.1.8 Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak, sistem yang digunakan menurut Mardiasmo (2009),

sebagai berikut:

1. Self Assessment System

Sistem ini diberlakukan di Indonesia. Wajib Pajak menghitung, menyetor, dan

melaporkan pajaknya sendiri. Intinya, pajak yang dipungut melalui usaha atau kerja dari

Wajib Pajak itu sendiri atau dengan kata lain Wajib Pajak sendirilah yang melakukan

pembayaran pajaknya.

18

Page 9: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

Di Indonesia, caranya seperti berikut : Wajib Pajak menghitung berapa besarnya

Pajak Penghasilan yang dia miliki, kemudian memungut besarnya pajak milikinya

tersebut, kemudian membayarkan ke Bank yang tunjuk sebagai penerima pembayaran

pajak. Hal yang paling penting adalah melaporkan pajaknya dengan media SPT (Surat

Pemberitahuan) ke Kantor Pajak.

2. Official Assessment System

Sistem ini memberlakukan pemungutan pajak yang dilakukan oleh fiskus

(petugas pemungut pajak). Dalam sistem ini, pemungutan pajak dilakukan oleh

pemerintah, jadi yang menghitung dan memungut besaran pajak dari masyarakat adalah

petugas negara atau dilakukan oleh pihak negara.

3. Withholding Tax System

Pemungutan dan pemotongan pajak dalam sistem ini dilakukan oleh pihak ketiga selain

negara dan Wajib Pajak sendiri. Contohnya, dapat kita lihat pada pemungutan Pajak

Penghasilan Orang Pribadi yang bekerja sebagai karyawan suatu perusahaan.

Perusahaan biasanya, BUMN akan memotong dan memungut pajak dari penghasilan

bulanan yang dimiliki pegawainya. Dalam hal ini, perusahaan sebagai pihak ketiga.

Sistem ini juga berlaku di Indoenesia terutama pada kantor-kantor BUMN.

II.1.9 Hukum Pajak

Peraturan pajak dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1. Hukum Pajak Formil

Mengatur tentang kewajiban dan hak Wajib Pajak. Meliputi bagaimana suatu

kewajiban ditunaikan, sanksi yang dikenakan apabila kewajiban tidak ditunaikan,

serta hal-hal mengenai hak Wajib Pajak.

19

Page 10: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

2. Hukum Pajak Materiil

Mengatur tentang hal-hal substantive pemungutan pajak. Meliputi siapa yang

dikenakan pajak (Subjek Pajak), atas apa ia dikenakan pajak (Objek Pajak), dan

berapa besarnya pajak yang dikenakan (Tarif Pajak).

II.2 Ventura Bersama (Joint Venture)

II.2.1 Pengertian Ventura Bersama (Joint Venture)

Berdasarkan PSAK Nomor 12, mendefinisikan “Ventura bersama sebagai

perjanjian kontraktual dimana dua atau lebih pihak menjalankan aktivitas ekonomi yang

tunduk pada pengendalian bersama”.

Joint Venture adalah suatu unit terpisah yang melibatkan dua atau lebih peserta

aktif yang dijadikan sebagai mitra. Joint Venture merupakan kerjasama pemerintah dan

swasta dimana tanggung jawab dan kepemilikan ditanggung bersama dalam hal

penyediaan struktur. Terkadang disebut sebagai aliansi strategis yang meliputi berbagai

mitra, termasuk organisasi nirlaba, sektor bisnis dan umum. Menurut Peter Mahmud,

Joint Venture merupakan suatu kontrak antara dua perusahaan untuk membentuk satu

perusahaan baru, dimana perusahaan baru inilah yang disebut dengan perusahaan Joint

Venture. Sedangkan pengertian lain, menurut Erman Rajagukguk, Joint Venture adalah

suatu kerjasama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional yang

didasarkan pada perjanjian. Jadi pengertian ini lebih condong pada Joint Venture yang

bersifat internasional.

Adanya pengertian Joint Venture dari kedua pendapat tersebut, bahwasanya Joint

Venture ialah suatu perjanjian, maka harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian

menurut ketentuan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Namun dalam pengaturan Joint

20

Page 11: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

Venture tersebut berada di luar KUH Perdata, karena Joint Venture termasuk ke dalam

perjanjian yang tidak bernama serta tidak diatur dalam KUH Perdata. Berdasarkan

pengertian dari kedua tokoh diatas, maka dapat kita ketahui adanya unsur-unsur yang

terdapat dalam Joint Venture, antara lain :

1. Kerjasama yang terjadi antar pemilik modal asing dan pemilik modal nasional.

2. Membentuk perusahaan baru antara perusahaan asing dan nasional.

3. Didasarkan pada suatu perjanjian atau kontraktual.

Meskipun banyaknya penyebutan yang digunakan dalam istilah lain dari bentuk

ventura bersama, namun semuanya sama-sama mengandung pengertian bahwa bentuk

aliansi ini merupakan suatu perikatan atau kerjasama antara dua badan atau lebih, untuk

menjalankan suatu aktivitas ekonomi yang terikat oleh suatu perjanjian kontraktual yang

membentuk suatu pengendalian bersama. Dengan pertimbangan bahwa istilah yang

digunakan untuk kerjasama bentuk model ini adalah ventura bersama, maka dalam

penulisan ini penulis menggunakan istilah “Ventura Bersama/ Joint Venture”, sementara

pihak yang berada dalam perikatan atau kerjasama disebut “Venturer”.

II.2.2 Ciri - ciri Umum Joint Venture

1. Dua atau lebih venture diikat oleh suatu perjanjian kontraktual (contractual

arrangement).

2. Perjanjian kontraktual tersebut menciptakan pengendalian bersama (joint control).

Walaupun suatu entitas hukum yang dikendalikan bersama (jointly controlled entity)

memenuhi definisi Joint Venture, akan tetapi perlakuan akuntansinya bagi para venturer

dan investor tidak diatur dalam PSAK No. 12.

21

Page 12: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

II.2.3 Perjanjian Kontraktual (Contractual Arrangement)

Keberadaan perjanjian kontraktual membedakan Joint Venturedengan investasi

dalam perusahaan asosiasi yang investornya mempunyai pengaruh signifikan (PSAK

No. 15 tentang Akuntansi Untuk Investasi Dalam Perusahaan Asosiasi). Aktivitas yang

tidak disertai dengan perjanjian kontraktual yang menciptakan pengendalian bersama

(joint control) bukan merupakan Joint Venturemenurut PSAK No. 12.

Perjanjian kontraktual dapat dinyatakan dengan berbagai cara, misalnya dengan

suatu kontrak antar para venturer. Apapun bentuknya, perjanjian kontraktual biasanya

tertulis dan mengatur hal-hal tertentu seperti:

a. Aktivitas, jangka waktu dan kewajiban pelaporan dari Joint Venture tersebut.

b. Penunjukan pengurus Joint Venture dan hak suara para venturer.

c. Partisipasi finansial masing-masing venturer.

d. Cara pembagian output, pendapatan, beban atau hasil usaha Joint Venture kepada

para venturer.

Perjanjian kontraktual menciptakan pengendalian bersama terhadap Joint

Venture.Persyaratan tersebut menghendaki agar tidak ada satupun venturer yang dapat

mengendalikan sendiri aktivitas tersebut.Perjanjian tersebut mengatur pengembilan

keputusan penting yang memerlukan persetujuan dari seluruh venturer dan pengambilan

keputusan yang cukup mendapat persetujuan mayoritas para venturer.

Perjanjian kontraktual tersebut dapat menunjuk salah satu venturer sebagai

operator atau manager Joint Venture.Operator tersebut tidak mengendalikan Joint

Venture, tetapi melaksanakan kebijakan keuangan dan operasi yang telah disetujui oleh

seluruh venturer sesuai dengan perjanjian kontraktual.

22

Page 13: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

II.2.4 Tujuan Pembentukan Ventura Bersama (Joint Venture)

Ventura bersama biasanya dibentuk dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang.

Ventura bersama (Joint Venture) semakin banyak digunakan karena adanya beberapa

manfaat yang bisa diperoleh oleh perusahaan, misalnya seperti:

- Memungkinkan perusahaan akan dapat memperbaiki komunikasi dan networking

- Memungkinkan perusahaan beroperasi secara global

- Dapat meminimalkan risiko.

Menurut Kathryb Rudie Harrigan, menyimpulkan tren makin meningkatnya

pemakaian Joint Venture terutama disebabkan oleh beberapa faktor:

- Kelangkaan sumber daya dalam lingkungan bisnis global,

- Semakin cepatnya perubahan teknologi,

- Meningkatnya kebutuhan modal,

- Semakin banyaknya pertanyaan tentang bagaimana memanage Joint Venture yang

paling efektif.

II.2.5 Persamaan Dan Perbedaan Antara Joint Operation Dan Joint Venture

Bila dilihat dari pengertian dari masing-masing bentuk kerjasama ini,

berdasarkan Surat Dirjen Pajak Nomor S-323/PJ.42/1989 tentang masalah perpajakan

bagi bentuk kerjasama operasi, mendefinisikan “Joint Operation sebagai kumpulan dua

badan atau lebih yang bergabung untuk menyelesaikan suatu proyek penggabungan yang

bersifat sementara sampai proyek tersebut selesai”. Sedangkan Menurut Peter Mahmud,

Joint Venture merupakan suatu kontrak antara dua perusahaan untuk membentuk satu

perusahaan baru, dimana perusahaan baru inilah yang disebut dengan perusahaan Joint

Venture.

23

Page 14: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

Meskipun banyaknya pengertian lain yang digunakan dalam bentuk ventura

bersama, namun semuanya sama-sama mengandung pengertian bahwa bentuk aliansi ini

merupakan suatu perikatan atau kerjasama antara dua badan atau lebih, untuk

menjalankan suatu aktivitas ekonomi yang terikat oleh suatu perjanjian kontraktual yang

membentuk suatu pengendalian bersama.

Dilihat dari penerapannya, bentuk penggabungan seperti ini bukanlah merupakan

Subjek Pajak dari pengenaan PPh Badan, namun penghasilan yang diperoleh atas bagi

hasil pada masing-masing badan yang bergabung tersebut sesuai dengan porsi atau

bagian pekerjaan atau penghasilan yang diterimanya, tetap merupakan Objek Pajak dan

dikenakan pada masing-masing badan yang menjadi anggota dalam menjalankan JO/ JV

tersebut. Meskipun macam bentuk penggabungan ini tidak dikenakan PPh Pasal 25 dan

PPh Pasal 29 di badan usahanya, tetapi mereka tetap diwajibkan memungut PPh Pasal

21/ 26, PPh Pasal 23, serta transaksi PPN atas setiap transaksi yang berkaitan dengan

penjualannya. Oleh karena itu bentuk penggabungan (Joint Operation dan Joint

Venture) ini harus memperoleh NPWP untuk tujuan administrasi dalam pemungutan

PPh dan PPN. Bentuk kerjasama ini tidak berkewajiabn untuk menyampaikan laporan

dan membayar PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29, namun diwajibkan memotong dan

memungut PPh Pasal 21/ 26, PPh Pasal 23 dan PPN, serta menyetorkan ke kas Negara

dan melaporkannya ke KPP.

II.2.6 Bentuk-bentuk Ventura Bersama (Joint Venture)

Dalam PSAK No. 12 Tentang Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama,

menyebutkan bahwa ventura bersama menggunakan banyak bentuk dan struktur yang

berbeda. Pernyataan ini dapat mengidentifikasikan 3 (tiga) jenis bentuk ventura bersama

24

Page 15: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

yaitu, pengendalian bersama operasi, pengendalian bersama aset, dan pengendalian

bersama entitas. Yang secara umum dijelaskan sebagai, dan memenuhi definisi dari

ventura bersama. Karakteristik umum seluruh ventura bersama adalah sebagai berikut:

- Dua atau lebih venturer terikat oleh suatu perjanjian kontraktual.

- Perjanjian kontraktual tersebut membentuk pengendalian bersama.

1. Pengendalian Bersama Operasi (Jointly Controlled Operation)

Dalam pengendalian bersama operasi (PBO), terdapat beberapa karakteristik, yaitu :

a. Pemanfaatan aset dan sumber daya lainnya dari para venturer dan tidak

memerlukan pembentukan suatu PT, firma, atau badan usaha lain ataupun

pengelolaan keuangan yang terlepas dari venturer.

b. Masing-masing venturer menggunakan aktiva tetapnya.

c. Perjanjian biasanya mengatur cara pembagian pendapatan dan beban bersama.

d. Setiap venturer membukukan dan menyajikan dalam laporan keuangan masing-

masing, yaitu :

- Aktiva yang dikendalikan sendiri dan kewajiban yang ditanggung sendiri.

- Beban yang terjadi dari aktivitas sendiri dan bagian atas pendapatan bersama

atas penjualan.

e. Laporan keuangan tersendiri untuk Joint Venturewajib disusun apabila jumlah

material dan proyek bersifat jangka panjang.

Contoh dari PBO adalah apabila dua atau lebih venturer menggabungkan operasi,

sumber daya dan keahliannya dalam rangka memproduksi, memasarkan dan

mendistribusikan bersama suatu produk tertentu, misalnya pesawat terbang. Proses

produksi komponen pesawat tertentu dilakukan oleh masing-masing venturer. Setiap

venturer memikul biayanya sendiri dan memperoleh bagian dari hasil penjualan pesawat

25

Page 16: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

terbang, sesuai dengan cara pembagian yang telah disepakati dalam perjanjain

kontraktual.

Sehubungan dengan bagian partisipasi (interest) venturer pada PBO, setiap

venturer membukukan dan menyajikan dalam laporan keuangan masing-masing :

a. Aktiva yang dikendalikan sendiri dan kewajiban yang timbul atas aktivitasnya

sendiri, dan

b. Beban (expenses) yang terjadi atas aktivitasnya sendiri dan bagiannya (its share) atas

pendapatan bersama dari penjualan barang dan jasa oleh Joint Venture tersebut.

Laporan keuangan tersendiri untuk Joint Venture wajib disusun apabila

jumlahnya material dan proyek kerjasama diselesaikan dalam jangka panjang. Jenis,

bentuk dan isi laporan keuangan disesuaikan dengan kebutuhan venturer dan perjanjian

kontraktual.

2. Pengendalian Bersama Asset (Jointly Controlled Assets)

Karakteristik dalam pengendalian bersama aset (PBA), yaitu :

a. Para venturer melakukan pengendalian bersama dan kepemilikan besama atas

aset yang diserahkan oleh venturer, atau dibeli untuk kegiatan Joint Venture.

b. Aset tersebut digunakan untuk menghasilkan keuntungan bagi para venturer.

c. Masing-masing venturer dapat mengambil bagiannya atas output yang dihasilkan

oleh aset tersebut, berikut bagian atas beban yang terjadi.

d. Dalam pelaksanaan Joint Venture seperti ini, tidak perlu didirikan suatu PT,

firma, atau badan usaha lain.

e. Setiap venturer dalam PBA membukukan dan menyajikan :

- Bagiannya atas aset yang dikendalikan bersama,

26

Page 17: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

- Kewajiban yang menjadi tanggung jawab sendiri,

- Bagiannya atas kewajiban bersama,

- Bagiannya atas output dan beban bersama,

- Beban yang menjadi tanggungan sendiri.

Banyak aktivitas dalam industri penambangan minyak, gas dan mineral yang

dilaksanakan melalui PBA misalnya, beberapa perusahaan minyak dapat mengendalikan

dan mengoperasikan bersama saluran minyak (oil pipeline). Masing-masing venturer

menggunakan saluran tersebut untuk mengangkut produknya dan memikul bagiannya

atas beban pengoperasian saluran tersebut dalam proporsi yang telah disepakati. Contoh

lain pengendalian bersama aset adalah bila dua perusahaan mengendalikan bersama

suatu properti, masing-masing venturer mendapat bagian atas pendapatan sewa dan

memikul bagiannya atas beban yang terjadi.

Sehubungan dengan bagian partisipasi (interest) venturer dalam pengendalian

bersama aset, setiap venturer membukukan dan menyajikan dalam laporan keuangannya

masing-masing:

a. Bagiannya (share) atas asset yang dikendalikan bersama, diklasifikasikan menurut

sifat dari aset tersebut, bukan sebagai investasi. Sebagai contoh bagiannya atas

saluran minyak diklasifikasikan sebagai aktiva tetap.

b. Setiap kewajiban yang menjadi tanggungannya sendiri, misalnya pinjaman bank

yang digunakan untuk membiayai partisipasinya pada Joint Venture.

c. Bagiannya (share) atas setiap kewajiban bersama yang ditanggung bersama oleh

para venturer sehubungan dengan Joint Venture.

d. Bagiannya (share) atas output Joint Venture,dan bagiannya atas beban bersama yang

terjadi pada Joint Venture tersebut, dan

27

Page 18: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

e. Beban yang menjadi tanggungannya sendiri sehubungan dengan partisipasinya

dalam Joint Venture, misalnya bunga atas pinjaman bank yang digunakan untuk

membiayai partisipasinya pada Joint Venture.

Perlakuan akuntansi PBA mencerminkan substansi dan realitas ekonomi dan

bentuk formal Joint Venture. Pembukuan tersendiri untuk Joint Venture tersebut dapat

dibatasi misalnya pada beban bersama yang terjadi, yang akhirnya harus ditanggung

bersama oleh para venturer sesuai dengan pembagian yang telah disepakati. Laporan

keuangan tersendiri wajib disusun untuk Joint Venture tersebut apabila jumlahnya

material dan proyek kerjasama diselesaikan dalam jangka panjang. Jenis, bentuk, dan isi

laporan keuangan disesuaikan dengan kebutuhan venturer dan perjanjian kontraktual.

3. Pengendalian Bersama Entitas (Jointly Controlled Entity)

Pengendalian bersama entitas adalah ventura bersama yang melibatkan pendirian

suatu perseroan terbatas, persekutuan atau entitas lainnya yang mana setiap venturer

mempunyai bagian partisipasi. Entitas tersebut beroperasi seperti entitas lainnya, namun

didukung dengan adanya perjanjian kontraktual antar venturer yang menjadi dasar dari

pengendalian bersama atas ektivitas ekonomi entitas.

Untuk mengakui partisipasinya dalam PBE, venturer dapat menggunakan metode

akuntansi konsolidasi atau metode ekuitas. Pada metode konsolidasi proporsional,

venturer mengakui dan menyajikan setiap bagiannya atas aset, liabilitas, penghasilan dan

beban dari PBE dengan cara menggabungkannya satu persatu unsur yang serupa dalam

laporan keuangan venturer, atau melaporkannya sebagai unsur baris terpisah.

Sedangkan pada metode ekuitas, venturer mengakui bagian partisipasi dalam PBE

yang pada awalnya dicatat sebesar harga perolehan dan selanjutnya disesuaikan untuk

28

Page 19: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

perubahan setelah perolehan atas aset neto dari PBE. Pengakuan laba atau rugi venturer

sebesar bagian venturer atas laba atau rugi dari pengendalian bersama entitas. Metode

ekuitas tidak lagi digunakan jika venturer berhenti memiliki pengendalian bersama atas,

atau berhenti memiliki pengaruh signifikan dalam pengendalian bersama entitas.

II.2.7 Pengertian Pengusaha Kena Pajak Pada Ventura Bersama (Joint Venture)

Dalam Pasal 1 Angka 15 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, menyebutkan

bahwa pengusaha kena pajak (PKP) mengandung pengertian sebagai berikut:

- Pengusaha (Perusahaan) yang tidak termasuk Pengusaha Kecil yang menyerahkan

Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak,

- Pengusaha yang memenuhi syarat ini, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak sebelum melakukan penyerahan BKP/ JKP,

- Pengusaha kecil yang menyerahkan BKP/ JKP, dan memilih menjadi Pengusaha

Kena Pajak

- Pengusaha kecil diberikan pilihan untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak atau tidak

menjadi Pengusaha Kena Pajak. Artinya, hukumnya tidak wajib.

Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000, menyebutkan bahwa, yang termasuk

Pengusaha Kena Pajak yaitu :

a. Pengsuaha yang baru berniat akan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/ Jasa

Kena Pajak (dalam tahap pra operasi/ belum berproduksi komersial), artinya

perusahaan tersebut belum memulai usahanya, tetapi dari kegiatan persiapan yang

dilakukan seperti pembelian barang modal atau bahan baku dapat diketahui bahwa

Pengusaha ini berniat akan melakukan panyerahan Barang Kena Pajak/ Jasa Kena

Pajak.

29

Page 20: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

b. Bentuk kerjasama operasi (Joint Operation/ Joint Venture) yang melakukan

penyerahan Barang Kena Pajak/ Jasa Kena Pajak. Apabila Joint Operation/ Joint

Venture tersebut hanya merupakan alat koordinasi, sedangkan transaksi penyerahan

BKP/ JKP tetap dilakukan sendiri-sendiri oleh peserta Joint Operation/ Joint

Venture, maka Joint Operation/ Joint Venture tersebut tidak perlu dikukuhkan

menjadi Pengusaha Kena Pajak. Tetapi apabila Joint Operation/ Joint

Venturedianggap seolah-olah merupakan entitas terpisah dari perusahaan

anggotanya, maka Joint Operation/ Joint Venture tersebut dapat dikukuhkan

menjadi Pengusaha Kena Pajak.

II.2.8 Kewajiban Perusahaan Joint Venture Sebagai Pemotong Pajak

Kewajiban-kewajiban perusahaan Joint Venture) sebagai pemotong/ pemungut

pajakdapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak ini muncul pada saat Joint Venturemelakukan pembayaran atau pengakuan

biaya sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilaukan oleh orang

pribadi dalam negeri. Berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor

36 Tahun 2008, tariff pajak yang berlaku menurut ketentuan dalam Pasal 21 Undang-

undang Pajak Penghasilan adalah :

1). Orang Pribadi

- Sampai dengan Rp50.000.000,00 sebesar 5%

- Di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp250.000.000,00 sebesar 15%

- Di atas Rp250.000.000,00 sampai dengan Rp500.000.000,00 sebesar 25%

- Di atas Rp500.000.000,00 sebesar 30%

30

Page 21: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

2). Badan dan Bentuk Usaha Tetap

- Sampai dengan Rp50.000.000,00 sebesar 10%

- Di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan Rp100.000.000,00 sebesar 15%

- Di atas Rp100.000.000,00 sebesar 30%.

2. Pajak Penghasilan Pasal 23

Muncul pada saat Joint Venture melakukan pembayaran atau pengakuan biaya atas

bunga, dividen, royalty, dan sewa atas penggunaan harta dan modal, serta pembayaran

atau pengakuan biaya sehubungan dengan hadiah dan penghargaan, jasa teknik, jasa

managemen dan jasa lain yang dilakukan oleh Subjek Pajak Badan Dalam Negeri.

Atas penghasilan berupa deviden, bunga (termasuk premium dan diskonto), imbalan

karena jaminan pengembalian utang, royalti, hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya

akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto.

Atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (kecuali sewa

dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan), serta atas

imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa

konsultan, dan jasa lainnya akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari

jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

Mengenai jasa lain yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sesuai dengan

Undang-undang 36/ 2008. Dengan diterbitkannya PMK-244/PMK.03/2008 tanggal 31

Desember tentang jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf C

Undang-undang Pajak Penghasilan. Pada tahun 2009, pasal 23 mempunyai dua macam

tarif. Karena sebelum tahun 2009, tarif pasal 23 hanya terdiri dari satu tarif 15% (dari

bruto maupun netto), dan sekarang tarif pasal 23 terdiri dari 2% dan 15% dari jumlah

31

Page 22: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

bruto. Oleh karena itu, Peraturan Menteri Keuangan hanya menjelaskan jenis jasa lain

yang dimaksud dalam pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan, tanpa mencantumkan

perkiraan penghasilan netto seperti aturan PPh Pasal 23 terdahulu. Apabila ada jasa yang

tidak tercantum, maka jasa tersebut tidak akan menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23.

Seperti jasa konstruksi misalnya, maka atas Jasa Konstruksi tidak dipotong PPh Pasal

23, melainkan dikenakan pemotongan PPh Pasal 4 Ayat (2).

3. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)

PPh pasal 4 ayat (2) menyebutkan bahwa, atas penghasilan berupa bunga deposito

dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya

di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta

penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pajak penghasilan yang dikenakan terhadap objek pajak penghasilan PPh Pasal 4

ayat (2) hanya sekali dikenakan dan tidak perlu dihitung lagi dengan tarif pajak Pasal 17

Undang-undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Apabila wajib pajak

atas penghasilannya telah dipotong final, maka :

1. Atas penghasilan tersebut tidak perlu dihitung lagi dalam SPT Tahunan (Badan atau

Orang Pribadi), hanya dilaporkan saja. Sehingga, apabila seluruh penghasilannya

merupakan penghasilan bersifat final, maka tidak ada PPh terutang atau SPT Nihil.

2. Apabila PPh yang bersifat final dipotong pihak lain, maka berhak meminta bukti

pemotongannya.

3. Yang menjadi objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final, antara lain :

32

Page 23: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

a. Penghasilan berupa bunga deposito/ tabungan, diskonto SBI dan Jasa Giro (Pasal 4

Ayat (2) huruf a Undang-undang PPh Jo Peraturan Pemerintah No. 131 Tahun 2000 Jo

KMK 51/ KMK. 04/ 2001.

b. Bunga obligasi dan surat utang Negara, Pasal 4 Ayat (2) huruf a Undang-undang PPh

Jo Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2009.

c. Bunga simpanan anggota yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi

orang pribadi, (Pasal 4 Ayat (2) huruf a dan Pasal 17 (7) Jo Peraturan Pemerintah No. 15

Tahun 2009.

d. Penghasilan berupa hadiah undian, (Pasal 4 ayat (2) huruf b Undang-undang PPh Jo

Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 2000.

e. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, dan transaksi penjualan saham

atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh

perusahaan modal ventura (PP Nomor 4 Tahun 1995).

f. Penghasilan dari transaksi pengalihan Hak Atas Tanah dan/ atau Bangunan (harta

berupa tanah dan/ atau bangunan dan usaha real estate), dalam Pasal 4 Ayat (2) huruf d

Undang-undang PPh jo Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2008.

g. Persewaan tanah dan/ atau bangunan, dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996

jo Peraturan Pemerintah No. 05 Tahun 2012.

Sehubungan dengan telah diberlakukannya beberapa ketentuan tentang

pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu yang dikenakan secara final,

sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-03/PJ.33/1998 Tentang

Pengenaan Sanksi Bagi Wajib Pajak Yang Tidak Memenuhi Kewajiban Pph Final.

Maka, diberikan penegasan mengenai pengenaan sanksi bagi wajib pajak yang tidak

memenuhi kewajiban memungut/ memotong atau membayar PPh Final.

33

Page 24: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

4. PPN dan PPnBM

Ketentuan PPN dan PPnBM pada perusahaan Joint Venture adalah sebgai berikut :

1) Joint Venture dianggap sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) jika penutupan

kontrak dengan pihak lain dilakukan atas namaJoint Venture. Pajak Masukan dpaat

dikreditkan terhadap Pajak Keluaran Joint Venture apabila dalam faktur pajaknya

mencantumkan nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Joint Venture

yang bersangkutan.

2) Apabila penutupan kontrak dengan pihak lain secara nyata dilakukan oleh masing-

masing anggota, sedangkan Joint Venture hanya sebagai koordinator dan secara

nyata tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/ atau Jasa Kena

Pajak (JKP) kepada pihak lain, maka masing-masing anggota merupakan Pengusaha

Kena Pajak (PKP). Pajak Masukan dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran

anggota apabila faktur pajaknya mencantumkan nama, alamat dan NPWP Joint

Venture tidak dapat dikreditkan oleh anggota.

3) Dalam hal Joint Venture menunjuk leader, maka apabila atas jasa yang diberikan

oleh leader kepada anggota diterima pembayaran imbalan, maka atas pembayaran

tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 PP No. 28 Tahun 1988 jo.

Pengumuman Dirjen Pajak No. PENG-139/ PJ. 63/ 1989, terutang PPN.

Pada Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2012, untuk penyerahan Jasa Kena

Pajak, ditegaskan bahwa Penyerahan Jasa Kena Pajak terutang Pajak Pertambahan Nilai

jika dilakukan di dalam daerah pabean meskipun JKP tersebut nantinya akan

dimanfaatkan di luar daerah pabean. Penyerahan BKP/JKP untuk pemakaian sendiri baik

34

Page 25: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

untuk tujuan produktif maupun tujuan konsumtif termasuk dalam pengertian penyerahan

yang terutang PPN.Namun PPN tidak dipungut khusus untuk pemakaian sendiri

BKP/JKP untuk tujuan produktif, kecuali pemakaian sendiri yang digunakan untuk

melakukan penyerahan yang tidak terutang PPN atau mendapat fasilitas dibebaskan dari

pengenaan PPN.

Telah diundangkan pada tanggal 3 Januari 2012 peraturan Pemerintah Nomor 1

tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42

Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983

Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah.

        Beberapa hal yang baru adalah, penjelasan lebih mendalam tentang tanggung

jawab renteng. Pembeli BKP/ JKP baru ‘tidak dapat’ dikenakan tanggung jawab renteng

jika tidak dapat membuktikan bahwa dia telah membayar PPN dan/ atau PPnBM kepada

penjual atau jika PPN dan/ atau PPnBM tersebut dapat ditagih kepada penjual.

        Jika kedua syarat tersebut tidak dapat dipenuhi maka pembeli BKP/ JKP dapat

ditagih PPN dan/atau PPnBM dengan menggunakan ketetapan pajak. PP Nomor 1

Tahun 2012 juga menghapus PP Nomor 144 Tahun 2000, sehingga jenis BKP/JKP serta

kriteria dan/ atau rincian BKP/ JKP akan ditetapkan melalui Peraturan Menteri

Keuangan dengan batasan sesuai Pasal 4A UU PPN.

35

Page 26: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

II.2.9 Pembagian Bentuk Joint Venture

Secara umum, Joint Venture dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu :

1). Administrative Joint Venture, sering disebut sebagai Kerjasama Operasi dan 2). Non

Administrative Joint Venture. Dari segi permodalan, Joint Venture tidak terbagi atas

saham. Modal kerja Joint Venture berupa kelebihan kemampuan dari masing-masing

anggotanya yang dapat berupa : kemampuan penguasaan teknologi, financial support

yang kuat, spesialisasi keahlian, atau bahkan fasilitas penugasan semata.

1). Administrative Joint Venture

Dalam tipe Joint Venture ini, kontrak dengan pihak pemberi kerja atau Project Owner

ditanda tangani atas nama Joint Venture. Dalam hal ini Joint Venture dianggap seolah-

olah merupakan entitas tersendiri terpisah dari perusahaan para anggotanya. Tanggung

jawab pekerjaan terhadap pemilik proyek berada pada entitas Joint Venture, bukan pada

masing-masing anggota Joint Venture. Masalah pembagian modal kerja atau pembagian

proyek, pengadaan peralatan, tenaga kerja, biaya bersama (joint cost) serta pembagian

hasil (profit sharing) sehubungan dengan pelaksanaan proyek didasarkan pda porsi

pekerjaan (scope of work) masing-masing yang disepakati dalam sebuah Joint Venture

Agreement.

2). Non-Administrative Joint Venture

Joint Venture dengan tipe ini dalam prakteknya di kalangan pengusaha jasa konstruksi

sering disebut dengan konsorsium. Di mana kontrak dengan pihak Project Owner di buat

langsung atas nama masing-masing perusahaan anggota. Dalam hal ini hanya bersifat

sebagai alat koordinasi.Tanggung jawab pekerjaan terhadap Project Owner berada pada

masing-masing anggota.

36

Page 27: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

II.2.10 Pentingnya Perjanjian Joint Venture

Perjanjian Joint Venture ini tidak mengakibatkan perubahan struktural pada

masing-masing pihak, sehingga mereka masih memiliki hak-hak mereka sebagai

pebisnis namun tetap mempunyai tanggung jawab. Dan perjanjian tersebut merupakan

perjanjian kerjasama yang didasarkan sepenuhnya pada kontrak. Setiap pihak yang

bergabung dalam perjanjian bisnis akan mendapat bagiannya masing-masing atas

keuntungan yang diperoleh dalam bisnis, dan juga akan mendapatkan bagian mereka

ketika terdapat sumber keuntungan lainnya seperti, pengembalian pajak dan sebagainya.

Kecuali Joint Venture tersebut bergerak dalam perusahaan/ organisasi nirlaba yang tidak

mengharapkan keuntungan semata.

Perjanjian Joint Venture ini sangat baik dilakukan bagi organisasi/ perusahaan

yang memerlukan rekan bisnis atau rekan kerja untuk menangani sebuah proyek secara

bersama-sama dalam jangka waktu tertentu. Jadi, dapat dikatakan bahwa perjanjian Joint

Venture akan sangat tepat untuk mereka yang memerlukan kerjasama yang sesaat atau

tidak untuk selamanya, ataupun dalam jangka panjang.

Selain itu, sangat penting untuk mengamankan kontrak dari pemutusan secara

sepihak. Jika ini tidak diatur secara lengkap, kemungkinan akan terjadi salah satu pihak

secara diam-diam atau terang-terangan tidak melanjutkan kontrak atau memutuskan

kontrak, sehingga proyek pendirian perusahaan akan terganggu. Harus diatur secara

tegas bagaimana cara pemutusan kontrak, dan apakah dimungkinkan pemutusan secara

sepihak, dan apakah konsekuensinya jika terjadi pihak yang memutuskan secara sepihak.

Oleh karena itu, selain mekanisme atau proses yang jelas tentang pemutusan

kontrak, harus pula diatur konsekuensinya, atau kompensasi tertentu jika terjadi

pemutusan sepihak.

37

Page 28: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

II.2.11 Isi Perjanjian Joint Venture

Terdapat beberapa hal tentang perjanjian Joint Venture dalam

melakasanakan suatu proyek/ bisnis dalam kerjasama, antara lain :

1. Jumlah detail tentang semua pihak yang bergabung dalam kesepakatan perjanjian,

serta nama-nama para anggota. Semua data tersebut harus didokumentasikan sebagai

syarat administrasi dan mengandung kekuatan hukum, sebagai antisipasi atas

kemungkinan terburuk dalam kelangsungan kerjasama.

2. Dokumen atas perjanjian Joint Venture tentang tujuan diadakannya kerjasama

tersebut serta point-point persetujuan lainnya.

3. Perjanjian yang membahas kontribusi semua pihak dalam pelaksanaan kerjasama

bisnis.

4. Perjanjian Joint Venture yang membahas tentang kepemilikan modal masing-masing

pihak serta kesepakatan pembagian hasil, sehingga pembagian hasil yang dicapai

dapat dilakukan dengan seadil-adilnya.

5. Perjanjian Joint Venture yang membahas tentang manajemen bisnis tersebut, serta

peran masing-masing pihak dalam pelaksanaan bisnis.

6. Hasil dari pembahasan tentang hak atas kekayaan intelektual juga harus dilampirkan

dengan lengkap pada perjanjian Joint Venturetersebut.

7. Ketentuan tentang tugas dan kedudukan semua individu dalam Joint Venture

tersebut juga harus dibahas sebelumnya, dan dicantumkan di dalam perjanjian Joint

Venture. Hal ini dapat mendukung pelaksanaan bisnis dengan baik dan tercapainya

sistem manajemen yang baik.

8. Perjanjian Joint Venture tentang penulisan laporan pertanggung jawaban masing-

masing pihak.

38

Page 29: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

Perjanjian Joint Venture merupakan sebuah keharusan untuk lancarnya pelaksanaan

kerja sama bisnis antar anggota Joint Venture. Hal ini juga dibicarakan oleh semua

anggota/ pihak yang akan bergabung dalam bisnis Joint Venture ini, sehingga

keselarasan dapat tercapai untuk mencapai sebuah kesuksesan.

II.2.12 Kebijakan Umum Di Bidang Perpajakan Atas Perusahaan Joint Venture

Untuk dapat menjalankan kebijakan perpajakan dengan baik, suatu perusahaan

harus dapat memahami ketentuan perpajakan yang ada (menyangkut hak dan

kewajibannya), disesuaikan dengan karakteristik usaha yang dijalankan. Berdasarkan

pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), bahwa subjek PPh terdiri

dari Orang Pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

yang berhak, Badan dan Badan Usaha Tetap (BUT).

Walaupun bentuk kerjasama ini bukan merupakan Subjek Pajak, namun ia tetap

berkewajiban untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Berdasarkan Surat

Dirjen Pajak Nomor : S-323/PJ.42/1989 dinyatakan bahwa pemberian NPWP kepada

bentuk ventura bersama (Joint Venture) semata-mata hanya untuk keperluan

pemotongan/ pemungutan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26 dan PPN atas

transaksi yang dilakukan atas nama ventura bersama.

II.2.13 Kewajiban Perpajakan Perusahaan Dan Kewajiban Para Pihak

Perusahaan Joint Venture

Walaupun penghasilan yang diterima atau diperoleh Joint Venture merupakan

penghasilan sehubungan dengan menjalankan kegiatan usaha untuk melakukan

pekerjaan bebas, Joint Venture tidak mempunyai kewajiban PPh Pasal 25 dan PPh Pasal

39

Page 30: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

29, karena Joint Venture bukan merupakan subjek pajak penghasilan. Subjek pajak

(pihak penanggung pajak) adalah para venturer, sehingga kewajiban PPh Pasal 25 dan

Pasal 29 tetap melekat pada venturer. Laba atau rugi Joint Venture dialokasikan/

didistribusikan kepada para venturer sesuai dengan bagian partisipasi masing-masing,

untuk kemudian dicatat sebagai penghasilan/ kerugian dari Joint Venture, dan

digabungkan dengan penghasilan lainnya pada tahun pajak yangsama dari venturer yang

bersangkutan dalam rangka perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pajak

Penghasilan Pasal 29.

Laba atau rugi Joint Venture yang didistribusikan kepada para venturer

merupakan laba atau rugi fiskal. Dalam penyusunan laporan laba/ rugi fiskal diperlukan

adanya perlakuan yang tepat berdasarkan Prinsip Akuntansi yang berlaku umum, dan

peraturan perpajakan yang berlaku atas dua unsur utama lapaoran laba/ rugi, yaitu

pendapatan dan biaya.

Dalam halnya mengenai kewajiban para pihak dalam perusahaan, di

mana kontrak Joint Venture melibatkan lebih dari satu pihak yang berjanji untuk

mendirikan sebuah perusahaan. Dengan demikian,akan muncul sejumlah hak dan

kewajiban para pihak. Kontrak Joint Venture harus jelas menguraikan kewajiban-

kewajiban masing-masing pihak selama pendirian perusahaan. Misalnya, pihak mana

yang mengurus perjanjian, pengurusan lahan, dan sebagainya. Dan yang lebih penting

adalah mengenai beban biaya pengurusan kewajiban kepada siapa dibebankan.

Sering terjadi perselisihan mengenai tanggung jawab atas biaya yang sudah

dikeluarkan, manakala ternyata perusahaan Joint Venture gagal didirikan. Oleh karena

itu, kontrak Joint Venture harus mengantisipasi hal tersebut. Jika perlu disertai dengan

ketentuan ganti rugi jika ada pihak yang gagal melaksanakan kewajibannya.

40

Page 31: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

II.2.14 Perlakuan Perpajakan Atas Ventura Bersama (Joint Venture)

A. Status Subyek dan Wajib Pajak

Secara eksplisit, bentuk Joint Venture tidak termasuk dalam pengertian subjek

pajak badan. Hal ini dipertegas dengan rulling yang pernah dikeluarkan oleh pihak

Direktorat Jendral Pajak (DJP) Nomor SE-44/PJ./1994 Tanggal 24 Oktober 1994 yang

menyebutkan bahwa Joint Venture bukan subjek PPh Badan. Penegasan terakhir

mengenai posisi DJP ini dapat dibaca juga pada private ruling yang dikeluarkan oleh

pihak DJP melalui suratnya dengan Nomor: S-823/PJ.312/2002 tertanggal 24 Oktober

2002.

Meski demikian, merefer pada ketentuan Pasal 1 a UU KUP Nomor 16/2000 dan

Pasal 1 (2) huruf 1 UU PPN Nomor 18/2000, Joint Venture termasuk dalam ketegori

sebagai Wajib Pajak yang ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk

pemungut atau pemotong pajak tertentu dan pengusaha kena pajak (PKP) yang

melakukan penyerahan barang/ jasa kena pajak.

Sehingga apabila Joint Venture telah memiliki NPWP, dengan statusnya bukan

sebagai objek pajak PPh badan, maka tidak ada kewajiban bagi Joint Venture untuk

melaporkan SPT 1771 karena bagian profit didistribusikan kepada para anggotanya

(dilaporkan dalam SPT PPh Badan anggota). Registrasi NPWP untuk Joint Venture,

lebih banyak ditujukan untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan di bidang

withholding income taxes dan PPN.

B. Kewajiban Withholding Income Taxes (PPh 4 Ayat 2 final, 21, 22, 23,26)

Secara garis besar, kewajiban withholding income taxes Joint Venture terkait

dengan pola atau bentuk Joint Venture yang dilakukan. Apabila seluruh transaksi antara

41

Page 32: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

Joint Venture dengan pihka ketiga (khususnya subkontraktor) dilakukan atas nama Joint

Venture, maka Joint Venture berkewajiban untuk melakukan withholding (pemotongan/

pemungutan) atas pembayaran-pembayaran tersebut. Misalnya, apabila penyewaan

gedung kantor dilakukan atas nama Joint Venture kepada pemilik, maka kewajiban PPh

Pasal 4 Ayat 2 (final) sebesar 10% berada di tangan Joint Venture. Begitu pula jika Joint

Venture membayar gaji/ upah kepada karyawannya, maka Joint Venture terutang PPh

21/ 26. Lebih jauh, apabila pihak Joint Venture melakukan pembayaran bunga dan jasa-

jasa sebagaimana diatur dalam Keputusan DJP No.KEP-305/2001, maka Joint Venture

terutang PPh Pasal 23.

Dalam hal masing-masing anggota Joint Venture yang berkewajiban untuk

membayarkan sewa gedung, gaji/ upah, bunga dan jasa-jasa lain tersebut, maka Joint

Venture tidak terutang withholding income taxes PPh Pasal 4 Ayat 2 (final), PPh 21/ 26,

dan PPh 23. Kewajiban withholding income taxes akan menjadi tanggung jawab masing-

masing anggota Joint Venture.

Apabila Joint Venture memperoleh penghasilan yang merupakan objek PPh

Pasal 23, mengacu pada ketentuan Surat Edaran DJP Nomor SE-44/PJ./1994, maka

pemotongan PPh Pasal 23 oleh pemilik proyek dapat dilakukan dengan cara :

1). Pengajuan splitting/ pemecahan dan overbooking/ pemindahbukuan bukti

pemotongan PPh Pasal 23 atas nama Joint Venture kepada para anggotanya di KPP,

tempat Joint Venture terdaftar/ berkedudukan, untuk kemudian diklaim sebagi kredit

pajak dalam SPT PPh badan para anggota Joint Venture. Hal ini dilakukan pada kasus

pemotongan PPh Pasal 23 oleh pemilik proyek yang telah terlanjur dilakukan atas nama

Joint Venture.

42

Page 33: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

2). Pemilik proyek membuat bukti pemotongan PPh Pasal 23 atas nama Joint Venture

dengan qq anggota (NPWP anggota Joint Venture) dengan menyebutkan jumlah pajak

porsi masing-masing anggota Joint Venture. Ini dapat diterapkan apabila pemotongan

Pasal 23 belum dibukukan.

C. Kewajiban PPN dan PPnBM

1). Apabila seluruh transaksi dengan pihak lain secara nyata dilakukan atas nama

Joint Venture, maka wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP. Konsekuansinya, Joint

Venture berkewajiban untuk menerbitkan faktur pajak atas setiap billing yang timbul

akibat penyerahan BKP/ JKP dan melaporkan SPM PPN setiap bulannya. Perlu

diperhatikan di sini mengenai PPN masukan yang dapat diklaim oleh Joint Venture

dalam SPM yang dilaporkannya. Joint Venture hanya diperkenankan untuk

mengkreditkan PPN masukan sepanjang faktur pajak dengan jelas ditunjukan atas

NPWP Joint Venture. Setiap faktur pajak yang ditujukan dan atas nama anggota, tidak

dapat dikreditkan oleh Joint Venture sebagai PPN masukan.

2). Sebaliknya, jika transaksi dengan pihak lain secara faktual dilakukan atas nama

masing-masing anggota Joint Venture (Joint Venture hanya bertindak sebagai

koordinator dan tidak memiliki kewenangan untuk bertransaksi), maka setiap anggota

Joint Venture berkewajiban untuk dikukuhkan sebagai PKP, dan kewajiban penerbitan

faktur pajak dan pelaporan SPM ada pada anggota Joint Venture. PPN masukan yang

ditujukan untuk dan atas nama Joint Venture tidak dapat dikreditkan dengan PPN

keluaran para anggota Joint Venture. Dalam hal Joint Venture menunjuk Joint Venture

leader/ coordinator, setiap pembayaran imbalan jasa yang diberikan oleh leader/

coordinator kepada anggota lainnya, tetap terutang PPN.

43

Page 34: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

D. Aspek Perpajakan Lainnya

1). Apabila salah satu anggota Joint Venture adalah WPLN, maka yang

bersangkutan dianggap memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

Konsekuensinya, atas pembagian laba Joint Venture akan terkena pajak tambahan

berupa PPh Pasal 26 Ayat 4.

2). Apabila Joint Venture menganut konsepsi KSF, dapat terjadi Joint Venture tidak

menyelenggarakan pembukuan, karena pencatatan dilakukan oleh masing-masing

anggota. Oleh karena itu, tiap-tiap anggota Joint Venture bertanggung jawab sepenuhnya

atas konsekuensi perpajakan yang menyangkut bagiannya, termasuk tanggung jawab

perpajakannya saat dilakukan pemeriksaan pajak (tax audit).

Sebaliknya, jika konsepsi KSO yang dianut, maka Joint Venture berkewajiban

menyelenggarakan pembukuan dan menyusun laporan keuangan berdasarkan dokumen,

catatan dan supporting data yang relevan, untuk mengetahui pembagian laba yang akan

didistribusikan kepada anggota Joint Venture. Terkait dengan masa daluwarsa

perpajakan dan periode kewajiban penyimpanan dokumen pembukuan, sebagai dasar

penghitungan pajak terutang selama 10 tahun, tanggung jawab melayani pemerintah

fiskus dalam hal dilakukan pemeriksaan pajak akan menjadi masalah jika Joint Venture

bubar.

II.2.15 Pembubaran Perusahaan Joint Venture

Pembubaran perusahaan Joint Venture diatur dalam kontrak Joint Venture,

yang berisikan tentang tata cara pembubaran, likuidasi, dan konsekuensi hukumnya bagi

para pihak, juga konsekuensi terhadap pihak ketiga, termasuk karyawan, yang harus

44

Page 35: thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2Doc/2011-2-00344-AK Bab2001.doc · Web viewPemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi

dipenuhi oleh para pihak atau perusahaan Joint Venture yang terbentuk. Masalah

pembubaran Joint Venturejuga diatur dalam anggaran dasar perusahaan Joint Venture,

tetapi lebih baik jika dalam kontrak Joint Venturejuga diatur secara lebih lengkap.

Isi dari pernyataan pembubaran perusahaan Joint Venture, antara lain :

1. Perusahaan Joint Venture bubar, karena :

a. Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir,

b. Tujuan perusahaan telah tercapai atau tidak tercapai,

c. Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan alasan :

1. Perusahaan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan,

2. Tidak mampu membayar hutangnya setelah dinyatakan pailit, atau

3. Harta kekayaan perusahaan tidak cukup untuk melunasi hutangnya setelah

pernyataan pailit dicabut.

2. Apabila perusahaan bubar sebagaimana diatur dalam angka (1) huruf a dan huruf b,

Pembina menunjuk likuidator untuk membereskan kakayaan perusahaan.

3. Apabila tidak ditunjuk likuidator, maka pengurus bertindak sebagai likuidator.

4. Pembubaran perusahaan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rapat Pembina yang

dihadiri paling sedikit ¾ (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina dan disetujui

paling sedikit ¾ (tiga per empat) dari seluruh jumlah naggota Pembina yang hadir.

45