167
i Babak Terakhir

Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

  • Upload
    dinhbao

  • View
    229

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

i

Babak Terakhir

Page 2: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

ii

Page 3: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

iii

Babak Terakhir

Melissa Octavianti

Page 4: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

iv

Babak Terakhir

Penulis : Melissa Octavianti

Editor : Melissa Octavianti

Proofreader : Melissa Octavianti

Penata letak : Melissa Octavianti

Desainer sampul : Hans Adriel

Redaksi:

MeMedia

Jalan Tomang Raya No. 28

Jakarta Barat 11760

Telp. (021) 55542518, ext. 111, 112, 113

Faks. (021) 545 6789

Email: [email protected]

Website: www.memedia.com

Cetakan pertama, 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang

Melissa Octavianti

Babak Terakhir/Melissa Octavianti; editor, Melissa Octavianti‒cet. 1‒ Jakarta: MeMedia,

2015

vii + 159 hlm; 14.8 × 21 cm

ISBN 979-781-640-8

1. Novel I. Judul

II. Melissa Octavianti

Page 5: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

v

Setelah berbulan-bulan bergumul dengan naskah novel ini,

akhirnya novel ini selesai juga :”)

Pertama-tama, saya mau mengucapkan syukur kepada

Tuhan yang Mahakuasa karena atas rahmat dan

pertolongan-Nya sajalah saya dapat dimampukan untuk

menyelesaikan novel perdana ini. Tanpa bimbingan dan

hikmat yang diberikan-Nya, novel ini takkan selesai dengan

baik.

Lalu, kepada kedua orangtua dan adik saya yang senantiasa

menyemangati saya dalam proses pembuatan novel ini.

Semangat itu memang tidak diucapkan melalui perkataan,

namun perhatian dan sorot mata kalian sudah cukup

memberikanku semangat.

Page 6: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

vi

Saya juga mau berterima kasih kepada Ibu Wa Ode Wulan

Ratnaningsih selaku dosen pembimbing mata kuliah Creative

Writing yang memberikan saya ‘tugas’ ini. Tanpa ‘tugas’ dari

Ibu, saya nggak yakin akan menyelesaikan satu novel pun

dalam hidup saya. Meski berat, namun tugas ini meyakinkan

saya bahwa saya mampu untuk menyelesaikan sebuah novel.

Terima kasih banyak, Bu!

Tak lupa, saya juga mengucapkan terima kasih kepada Hans

Adriel yang tabah dan betah dijadikan tempat curhatan,

tempat nabung ide, tempat ngolah ide, dan terutama atas

desain cover novel ini! Banyak ide novel ini yang dihasilkan

dari obrolan kita. Untuk itu, makasih banyak yaaaa!

Selain itu, saya juga ingin mengucapkan banyak terima kasih

kepada kak Ika Natassa sebagai salah satu penulis Indonesia

favorit saya. Novel-novel kakak banyak membantu saya

dalam pengembangan novel ini dan saya secara pribadi

belajar untuk berpikir lebih, terutama dalam hal hubungan.

Meski saya belum berumah tangga, novel Kakak membuat

Page 7: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

vii

saya lebih dewasa dalam berpikir. Saya menunggu novel

Kakak berikutnya!

Terakhir, kepada seluruh teman-teman saya yang turut

membantu dalam proses kreatif novel ini baik secara

langsung ataupun tidak langsung, saya sungguh

mengucapkan banyak terima kasih. Masukan dan saran

kalian memiliki arti yang sangat teramat penting bagi proses

penulisan novel ini.

Sekian ucapan terima kasih dari saya, selamat membaca dan

selamat berimajinasi!

Salam,

Melissa Octavianti

Page 8: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

viii

Page 9: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

#1

Andai Kita Tak Bertemu

Kay

Hari ini hujan deras melanda Jakarta. Aku melihat Pak

Supri, supirku, mulai terlihat sedikit mengantuk saat

mengantarku ke apartemen dari bandara. Aku mengerti, wajar

saja ia mengantuk. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul satu

dini hari. Pak Supri pasti ingin secepatnya pulang untuk

bertemu dengan istrinya yang pasti menungguinya di ruang

tamu. Pak Supri sungguh beruntung mempunyai istri yang

perhatian dan rela menungguinya hingga selarut ini.

Page 10: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Sedangkan aku harus menyapa gelapnya apartemen kami saat

aku tiba.

Setibanya aku di apartemen, suasana apartemenku gelap

dan hening. Ah, Ale belum pulang. Aku berkata dalam hati

sambil berjalan menuju kamar mandi dan membilas tubuhku

yang sudah lelah oleh segala macam meeting yang sudah

kulakukan di London selama seminggu kemarin. Haruskah aku

menunggu Ale pulang? Apakah yang akan ia lakukan bila ia

ada di posisiku? Aku merenungkan jawabannya sesaat lalu

melangkah menuju kamar tidur kami. Kamar tidurku.

Aku menyukai bandara. Bukan, aku mencintai bandara.

Tempat orang bertemu kembali dengan orang terkasih, tempat

seseorang harus rela melepas kepergian orang terkasihnya

untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat

orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate

untuk mengejar pesawat, melihat kegirangan dan keceriaan

anak-anak yang diajak berlibur dengan orang tuanya, melihat

pasangan bahagia yang merencanakan hal-hal menyenangkan

Page 11: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

yang mereka akan lakukan selama bulan madu, juga melihat

orang-orang yang melintasi lantai bandara seorang diri tanpa

kehadiran orang yang menunggunya. Bandara seperti yin dan

yang, dimana kegembiraan dan kesedihan berada di tempat

yang sama. Namun, sejak dua tahun yang lalu, bandara

mempunyai arti yang lebih spesial untukku.

Hari itu aku sedang sial. Aku dijadwalkan penerbangan

pukul sepuluh malam untuk menemui klien di Jepang, namun

di saat waktu sudah menunjukkan pukul tujuh, bos-ku tidak

tampak akan menyudahi meeting ini segera. Kalau kaya gini

mah bakalan ketinggalan pesawat, gerutuku dalam hati.

Bosku, yang sebenarnya tahu mengenai jadwalku, sepertinya

melihat gelagatku yang sudah gelisah melihat jam tanganku

sedari tadi. Beliau pun menyudahi meeting tersebut, langsung

mendatangiku dan berkata, ”Pokoknya kamu harus bisa

mendapatkan konfirmasi dari nasabah ini ya, Kayla. Yang kali

ini benar-benar penting.”. Aku hanya tersenyum sebisaku

menanggapi perkataan beliau dan sesegera mungkin menuju

lobi untuk memanggil sopirku dan melaju ke bandara.

Jalanan di Jakarta sepertinya ingin menambahkan

kesialanku malam itu. Jalan raya yang kulewati untuk menuju

jalan tol sangat padat, dan saat aku memasuki jalan tol, ternyata

ada kecelakaan mobil sehingga menyebabkan kemacetan yang

membuatku sakit kepala. Waktu sudah menunjukan pukul 9

Page 12: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

kurang saat aku tiba di bandara Soekarno Hatta. Orang-orang

yang melihatku waktu itu mungkin berpikir aku adalah orang

gila yang baru melarikan diri dari Rumah Sakit Jiwa terdekat

karena rambutku sudah tidak karuan, pakaianku lusuh sehabis

seharian meeting sana sini dan aku berlari-lari ke gate tempat

aku menaiki pesawat. Untung saja aku sudah menyuruh Rina,

anak buahku untuk men-check-in-kan tiket serta bagasiku tadi

siang. Aku akhirnya menaiki pesawat dan menduduki kursi

tempat dudukku. Di sebelahku, ternyata duduk seorang anak

kecil berusia sekitar sepuluh tahun yang sedang memainkan

mainan pesawat-pesawatannya. Semoga anak ini nggak nangis

atau ngerengek-rengek selama perjalanan, doaku dalam hati

sambil mencari keberadaan orang tua anak ini. Melihat tidak

ada orang tua yang melihat ke arah anak ini, aku pun

memutuskan bahwa mungkin anak ini sudah terbiasa duduk

terpisah dengan orang tuanya dan aku pun memejamkan

mataku untuk beristirahat.

Ternyata kesialan masih belum mau meninggalkanku.

Sesaat setelah pesawat terbang, anak kecil di sebelahku

mulai menangis dan berteriak-teriak karena telinganya sakit.

Aku pun memanggil pramugari terdekat untuk menanyakan

keberadaan orang tua anak ini. Sesaat setelah itu, seorang

wanita berusia kira-kira empat puluh tahunan menghampiri

kami dan berkata, “Aduh, Nino! Kamu disini toh rupanya! Bibi

Page 13: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

sudah mencari dari tadi!” Bibi tersebut kemudian menoleh ke

arahku, “Maaf, Nak. Bolehkah Bibi menukar tempat duduk

Bibi dengan kamu? Bibi duduk di sebelah sana.” katanya

seraya menunjuk tempat duduk yang berada di baris paling

depan. Wah, ternyata keberuntungan gua masih ada! sorakku

dalam hati. Segera aku iyakan perkataan Bibi tersebut dan

membereskan barang-barangku untuk pindah.

Di sebelah tempat dudukku yang baru, duduk seorang

pria yang sedang tertidur, sepertinya berumur tiga puluhan.

Rambutnya yang panjang sebahu diikat seadanya dengan karet

gelang. Wajahnya lumayan, pikirku. Rahang yang kokoh,

alisnya tebal, bulu matanya lentik, hidungnya mancung dan

bibirnya sungguh menggoda. Kulitnya kecoklatan terbakar

matahari dan sepertinya ia cukup atletis dan tinggi, melihat

tangannya yang berotot. Wah ia punya lesung pipit! Seruku

dalam hati. Sungguh perpaduan antara manly dan cute! Aku

sedang memperhatikan wajahnya saat ia tiba-tiba bergeser dan

menaruh kepalanya di bahuku.

Aku seketika berhenti bergerak.

Nafas hangatnya yang membelai leherku seharusnya

membuat aku semakin hangat namun kenyataannya malah

membuatku berkeringat dingin dan was-was. Aku takut

bergerak dan secara tak sengaja membangunkan pria ini. Jadi

Page 14: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

aku hanya berusaha menenangkan badanku dan menutup

mataku, berusaha untuk tidur.

Aku bangun dengan telapak tangan yang melambai-

lambai di depan mataku.

Saat aku membuka mata, hal pertama kali kulihat adalah

tangan pengusik tidurku. Namun, hal kedua yang kulihat

ternyata berhasil menghilangkan kantukku seketika. Aku

melihat mata keemasan yang melihat tepat ke mataku dengan

tatapan kaget yang mungkin sama dengan ekspresiku saat itu.

Mata itu sungguh jernih sehingga aku bahkan bisa melihat

pantulan wajahku di matanya.

“Eh, maaf ngebangunin! Saya ga sengaja,” kata pria itu.

Matanya tetap menatapku panik sementara aku dengan

bodohnya hanya terus menatap mata pria itu. Tatapan panik

berubah menjadi kebingungan saat aku tak menanggapi

perkataannya. “Kamu baik-baik saja?”

“Eh, iya, aku gapapa kok.” jawabku sambil sesegera

mungkin mengalihkan mataku dari matanya dan menunduk.

Sejenak tak ada yang bersuara di antara kami sampai terdengar

suara tertawa pelan dari sebelahku. Sial, suara tawanya saja

seksi, pikirku dalam hati. Pria itu berhenti tertawa dan berkata,

“Suara tawaku seksi?”

Page 15: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Aku segera mendongak dengan mata terbelalak. Ini orang

peramal apa apaan sih, kok dia bisa tahu isi pikiran gua?

kataku dalam hati. “Pasti kamu bertanya-tanya kenapa saya

bisa tahu pikiranmu, ya kan?” Dia menganggap diamku

sebagai jawaban iya. “Tadi kamu menyuarakan isi pikiranmu.

Meski lirih namun aku tetap mendengarnya.” Ah.. begitu

rupanya. Aku tahu suatu saat kebiasaan bodoh seperti

berbicara sendiri akan membuatku malu! Pikirku kesal.

Melihat diriku yang sudah tidak bersuara, pria itu

berdeham pelan dan berkata, “Saya Alejandro, kamu?”

“Aku Kayla.” jawabku seraya menoleh ke arahnya dan

kembali menemukan mataku yang terarah ke matanya.

Entah dia tak sadar atau sudah terbiasa melihat orang

yang menatap matanya, ia, Ale, kembali bertanya, “Business

or pleasure?”

“Business. Kamu?”

“Setengah-setengah. Saya sebenarnya ke Jepang untuk

melihat galeri teman saya, dan sekalian mencari lokasi untuk

syuting film.”

Film?

Page 16: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

“Syuting film? Memangnya kalau aku boleh tahu,

pekerjaan kamu apa?

“Saya seorang sutradara.” jawabnya. “Kamu sendiri?”

“Banker. Sudah berapa lama kamu jadi sutradara?”

Kami melanjutkan sisa perjalanan dengan menceritakan

kehidupan kami masing-masing. Bercerita berbagai kesulitan

tentang bagaimana seorang sutradara harus menghabiskan

berhari-hari untuk mendapat angle dan ekspresi pemain yang

tepat, bagaimana seorang banker harus tahan dikejar-kejar

target setiap bulannya. Kami juga berbagi kebahagiaan yang

sama, yaitu travelling. Sebagai sutradara, kadang ia harus turun

tangan untuk mencari lokasi yang pas untuk syuting dan

sebagai banker, aku harus terbang kesana-kemari untuk

bertemu nasabah, memonitor perusahaan-perusahaan nasabah,

dan hal-hal teknis lainnya. Namun bukan berarti aku benci

melakukannya. Sure, memang kepergianku ke negara-negara

itu bukan untuk jalan-jalan, namun aku tetap bisa meluangkan

sedikit waktu untuk melihat-lihat dan berbelanja bukan?

Pembicaraan kami berlanjut hingga waktunya mendarat.

Kami tak hanya berbicara mengenai pekerjaan kami masing-

masing. Saat kami mendarat, kami sudah mempunyai

gambaran tentang keluarga, hobi, dan mimpi satu sama lain.

Kami telah berbagi tawa dan canda sepanjang perjalanan.

Page 17: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Orang-orang romantis pasti akan berkata bahwa mereka ingin

waktu berhenti dan berada di momen ini selamanya.

Namun sayangnya aku bukanlah seorang yang romantis.

Aku seorang yang realistis dan aku tahu bahwa saat kami

berpisah di bandara nanti, kami tak akan mempunyai alasan

untuk menghubungi satu sama lain lagi. Kami akan kembali

menjadi orang asing dengan beberapa memori samar tentang

apa yang kami bicarakan di pesawat.

Jadi aku tak repot-repot meminta nomor telepon Ale dan

sepertinya ia pun berpikir demikian karena ia langsung berjalan

menuju pengambilan bagasi. Setelah ia mengambil bagasinya,

ia melihat ke arahku dan berkata, “Thanks karena tidak

membuat saya mengantuk sepanjang perjalanan. Sampai

jumpa, Kay!” Setelah melihatku membalas ucapannya dengan

senyuman, ia pun melangkah pergi meninggalkan lantai

bandara.

Senyumku berubah menjadi senyum kecut setelah Ale

pergi. Dalam hati, aku berkata kepada diriku sendiri. Tuh kan,

bener. Kehidupan nyata tuh nggak kaya novel-novel yang

selama ini gua baca. Aku mengambil bagasiku, memasang

earphone dan melangkah pergi dari khayalan kembali ke

kehidupan nyata.

Page 18: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Mungkin kalau saat itu aku membalas perkataanmu

dengan dingin kita nggak akan seperti ini, Le, pikirku. Jam

sudah menunjukkan pukul 3 pagi sejak kubiarkan pikiranku

berkelana ke saat pertama kita bertemu dan sampai sekarang

belum terdengar suara pintu dibuka tanda Ale sudah pulang.

Bagaimana kita bisa menjadi seperti ini, Le? Kalau memang

seperti ini akhirnya, mengapa kita harus bertemu?

Page 19: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

#2

Aku Menyerah

Ale

Jarum pendek sudah ada di angka empat ketika aku

menginjakkan kaki di apartemen. Ada sepatu hak tinggi Kay

yang tergeletak begitu saja di lantai, pertanda bahwa ia sudah

pulang. Namun apartemen yang gelap menjadi bukti bahwa ia

Page 20: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

tak menungguku pulang. Sudahlah, Le, emang diri lu pantes

buat ditungguin Kay? makiku kepada diriku sendiri.

Aku memasuki kamar tidur kami dan kulihat Kay sudah

tertidur pulas di atas ranjang kami. Ranjangnya untuk beberapa

bulan terakhir ini. Aku memungut selimutnya yang sudah

tertendang ke lantai dan menyampirkannya lagi ke tubuh

Kayla. Kayla terlihat polos dan tenang saat tertidur, seperti

bayi.

Seperti saat ia tertidur di sampingku dulu.

Aku masih ingat betul pertemuan kami di pesawat lima

tahun yang lalu. Saat itu, aku memang lelah sekali karena baru

pulang dari Australia dan pada hari yang sama aku harus

langsung terbang ke Jepang untuk pameran Soni, teman baikku

saat kuliah dulu. Saat aku menemukan tempat dudukku di

pesawat, aku melihat disebelahku ada seorang ibu-ibu yang

tampak cemas mencari-cari seseorang. Aku sempat berniat

untuk memberi bantuan namun karena sudah ada seorang

pramugari yang membantunya dan aku lelah sekali, jadi aku

putuskan untuk segera duduk, memasang earphone dan tidur.

Sekitar setengah jam kemudian, aku terbangun karena

ada sesuatu, seseorang yang bersandar di pundakku. Insting

pertamaku berkata bahwa ibu-ibu tadilah yang tertidur di

pundakku. Betapa kagetnya aku saat ibu-ibu tadi berubah

Page 21: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

menjadi seorang wanita muda yang sedang tertidur lelap di

pundakku. Untuk memastikan aku tidak bermimpi, aku

mencubit pipiku sendiri dengan kencang. Sial, sakit! makiku.

Namun rasa sakit itu tak mampu menghentikan rasa senangku

melihat kenyataan yang ada. Aku melambai-lambaikan

tanganku di atas matanya untuk memastikan ia tertidur, namun

yang terjadi malah sebaliknya. Gadis itu mulai menggeliat dan

perlahan membuka matanya. Oh, shit! She’s awake! pikirku

panik.

“Eh, maaf ngebangunin! Saya ga sengaja.” kataku panik.

Mata gadis itu menatap lurus ke arahku, tepatnya ke arah

mataku. Aku memanfaatkan saat itu untuk benar-benar

memperhatikan wajahnya. Kulit putih, mata hitam kelam,

hidung kecil dengan bibir yang juga mungil, rambut hitamnya

dibiarkan tergerai hingga mencapai punggungnya. Cantik.

Itulah kata pertama yang terlintas di pikiranku setelah

mengamati gadis didepanku ini.

Dia tetap menatapku dalam diam selama beberapa detik

dan aku pun mulai merasa awkward. Melihat gadis itu tak

tampak akan memulai pembicaraan, akhirnya kuputuskan

untuk memulai pembicaraan.

“Kamu baik-baik saja?”

Page 22: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

“Eh, iya, aku gapapa kok.” jawab gadis itu.

Melihat gadis itu menundukan kepalanya dengan telinga

merah, aku tanpa sadar terkekeh pelan melihat tingkahnya. Tak

lama kemudian, aku mendengar suara lirih wanita tersebut.

“Suara tawanya saja seksi.”

Aku sontak berhenti bersuara mendengar suara itu. Ini

cewe lucu juga, pikirku jahil. “Suara tawaku seksi?” tanyaku

pelan. Gadis itu segera mendongak dengan mata terbelalak

lebar. Dia tampak sangat kaget dengan pertanyaanku and I

found it so funny and cute at the same time.

“Pasti kamu bertanya-tanya kenapa saya bisa tahu

pikiranmu, ya kan?” tanyaku lagi.

Wah ini cewe kok diem mulu dah dari tadi ditanyain,

pikirku dalam hati. Tanpa menunggu jawaban darinya, aku pun

berkata, “Tadi kamu menyuarakan isi pikiranmu. Meski lirih

tapi aku tetap bisa mendengarnya.”

Aku mengharapkan suatu respon dari gadis itu, namun

satu-satunya respon yang ia berikan ‒ kalau ini bisa disebut

sebagai respon ‒ hanyalah raut wajahnya yang dari bingung

menjadi mengerti. Gadis itu langsung menundukan kepalanya

lagi segera setelah itu. Hmm, gua harus ngomong sesuatu nih,

kataku dalam hati.

Page 23: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Aku berdeham pelan dan berkata, “Saya Alejandro,

kamu?”

“Aku Kayla.” jawabnya seraya menoleh kearahku.

Terimakasih Tuhan! Dia menjawab pertanyaanku!

seruku senang dalam hati.

Gadis itu, Kayla, ternyata seru untuk diajak mengobrol.

Sepanjang perjalanan, kami bercerita tentang diri kami dan aku

menemukan banyak hal dari Kayla – Kay, yang menarik

pikiran dan juga hatiku.

Perjalanan sebentar lagi akan berakhir, saatnya aku dan

Kay akan berpisah. Setelah kami tiba di bagian pengambilan

bagasi, sempat terpikir olehku untuk meminta nomor

handphone-nya. Namun sepertinya gadis itu tidak sepikiran

denganku sehingga setelah mengambil koper, aku bermaksud

untuk langsung pergi. Mataku mencari-cari keberadaan gadis

itu sampai aku menemukannya juga sedang melihat ke arahku.

“Thanks karena tidak membuat saya mengantuk

sepanjang perjalanan. Sampai jumpa, Kay!”, kataku.

Ia membalas dengan senyuman kecil dan aku pun mulai

berjalan pergi.

Page 24: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Kalau jodoh juga pasti akan bertemu lagi, Le, hibur suara

hatiku dan aku mengamini hal itu.

Apakah semudah itu kata ‘jodoh’ terbentuk, Kay? Andai

saat itu adalah pertemuan pertama dan terakhir kita, apakah

artinya kita tak berjodoh?

Pertanyaan itu selalu terngiang di pikiranku saat aku

mengingat pertemuan pertama kita dan betapa lamanya pun

aku memikirkan jawabannya, pertanyaan itu tetap tak terjawab

dan tak pernah hilang dari kepalaku. Melihat Kay yang tertidur

pulas, sesaat timbul keinginan untuk mencium pipinya. Aku

mulai mendekatkan diri, namun beberapa senti dari pipinya,

hasrat itu langsung pudar. Aku teringat betapa tajamnya kata-

kata yang meluncur keluar dari bibirnya beberapa bulan yang

lalu.

Kamu benar-benar menjijikan.

Mungkin kamu benar, Kay. Aku memang menjijikan.

Tapi tolong jangan pisahkan dirimu dari suamimu yang

menjijikan ini ya.

Aku memandangnya selama beberapa detik sebelum

meninggalkannya dan menuju kamar tamu tempat aku tidur

selama beberapa bulan ini. Sebelum aku tidur, aku sempatkan

diri untuk berdoa. Doaku tetap sama selama beberapa bulan

Page 25: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

terakhir, agar Kay bisa memaafkanku dan kembali ke Kay yang

dulu kukenal.

Kay

Satu hal yang tak Ale sadari. Aku masih terjaga sewaktu

ia pulang.

Aku tahu bagaimana ia menyelimutiku kembali dengan

selimut yang tak sengaja kujatuhkan ke lantai. Aku tahu

bagaimana ia mendekatkan wajahnya padaku seakan ingin

menciumku tapi bibirnya tak pernah menyentuhku. Aku tahu

ia memandangku sejenak sebelum beranjak menuju kamar

tamu. Aku dapat merasakan segalanya. Hembusan nafasnya

yang hangat hingga sorot matanya. Dan aku tahu ia berdoa

meminta aku untuk memaafkannya dan meminta aku untuk

kembali. Kembali menjadi Kay yang dulu. Dan air mataku tak

pernah tak menetes setiap kali aku mendengarnya.

Aku juga ingin Le, kembali seperti dulu. Namun

tampaknya segalanya sudah terlambat. Maaf Le, aku sudah

terlalu lelah.

Dan aku sudah menyerah.

Page 26: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

#3

Hidup Dalam Kenangan

Kay

Aku tidak dapat tidur malam itu.

Tepat jam enam pagi aku bangun dari tempat tidurku dan

menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap ke kantor. Aku

menatap penampilanku di cermin. I look way past terrible,

kataku dalam hati. Aku mandi, berganti baju dan menggunakan

Page 27: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

make up terlebih di bagian mata untuk menutupi mataku yang

bengkak.

Suara dengkuran Ale masih terdengar ketika aku hendak

meninggalkan apartemen. Aku teringat bagaimana dulu aku

akan membangunkannya untuk berpamitan dan akan

menyiapkan baju serta sarapan untuknya. Layaknya seorang

istri yang baik. Namun sejak hari itu, aku hanya istrimu di atas

kertas Le, pikirku. Aku meminta Mbok untuk memasakan

sarapan dan menyiapkan baju untuk Ale lalu aku pun

berangkat.

Sebelum ke kantor, aku memutuskan untuk mampir ke

salah satu kedai kopi yang paling sering kukunjungi untuk

breakfast meeting dengan klien. Aku sejujurnya tidak ingin

menginjakan kaki di kedai kopi ini karena terlalu banyak

kenanganku bersama Ale di tempat ini. Di sana jugalah, aku

kembali bertemu dengan Ale untuk kedua kalinya setelah

pertemuan di pesawat itu.

Pertemuan kedua kami terjadi sekitar dua bulan setelah

pertemuan pertamaku dengan Ale di pesawat. Hari itu aku

sedang sibuk berkutat dengan berkas-berkas pekerjaanku. Aku

jenuh bekerja di kantor maupun di rumah sehingga kuputuskan

untuk membawa berkas-berkasku ke kedai kopi dan

mengerjakannya di sana. Kedai kopi itu cukup luas, sepi,

Page 28: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

lenggang, dan didesain dengan motif kayu dengan sofa dan

meja yang nyaman serta dilengkapi dengan alunan lagu

instrumental yang lembut sehingga pengunjung dapat

mengerjakan sesuatu ataupun hanya sekedar minum kopi

dengan tenang dan nyaman. Bau khas kopi yang menyeruak di

ruangan tersebut menambah kenyamanan suasana kedai kopi

itu, terutama bagi pecinta kopi sepertiku. Kedai kopi itu buka

24 jam sehingga pada pukul sebelas malam, masih dapat

terlihat para mahasiswa yang sibuk mengerjakan tugasnya

sampai larut malam, pasangan pemuda-pemudi yang sedang

bersenda-gurau menikmati kebersamaan mereka atau orang-

orang yang hanya sekedar ingin mencari tempat yang tenang

untuk beristirahat sejenak dari rutinitas mereka dengan

ditemani secangkir kopi. Aku mengambil tempat di ujung

ruangan, mulai menyalakan laptop dan mengeluarkan berkas-

berkas yang harus kukerjakan. Aku fokus mengerjakan

pekerjaanku sampai-sampai aku tak sadar bahwa ada seseorang

di sampingku sampai ia menempuk pundakku.

Aku berhenti dan menoleh ke arah belakang dan betapa

kagetnya aku saat kulihat Ale di depan mataku.

Penampilannya berbeda sekali dengan Ale yang kukenal

di airport. Kemeja yang saat itu ia pakai telah berganti menjadi

kemeja putih polos dengan jas hitam yang sudah ia longgarkan.

Celana jeans bolongnya berganti menjadi celana jeans biru

Page 29: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

dongker dan sepatu kets usangnya berganti menjadi sepatu

pantofel kulit. Rambutnya yang dulu panjang dan acak-acakan

pun hari ini terpotong pendek dan tertata rapi. Kumis serta

jenggot tipisnya juga sudah tercukur.

Satu hal yang tak berubah. Tatapan mata emasnya yang

sangat menawan.

“Hai, Kay. Masih ingat saya?” tanya Ale.

Aku hanya termangu dan mengangguk pelan. Ale

kembali bertanya, “Kursi depanmu kosong, nggak? Boleh saya

duduk disana?” Aku mengiyakan dan ia pun duduk di depanku.

Ale melihat sekilas ke berkas-berkas dan laptop yang ada di

depanku lalu berkata, “Jadi gini toh kerjaan orang bank.” Aku

melihat tumpukan berkas yang belum setengahnya kukerjakan

dan menghela nafas pelan. “Iya nih. Ribet banget dah, Le.”

kataku seraya membereskan berkas-berkasku. “Loh, itu kenapa

dibereskan berkasnya? Memangnya sudah selesai?” tanyanya.

Aku tersenyum kecil mendengar pertanyaannya. “Sudah mau

selesai kok,” dustaku. “Kita kan sudah lama tak bertemu, lebih

baik kita manfaatkan waktu ini untuk ngobrol saja. Kamu habis

darimana, Le?”

Page 30: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Ale terlihat ragu sejenak namun ia tetap menjawab

pertanyaanku. “Abis dari pemutaran film nih. Film pendek

juniorku ada yang masuk ke FFI1.”

“Oh ya? Keren banget. Kamu sendiri nggak ikutan?”

tanyaku.

“Nggak nih, lagi sibuk syuting film. Bentar lagi selesai

sih, tinggal beberapa scene lagi,” jawabnya. “Kamu sendiri

bagaimana? Lagi sibuk-sibuknya ngejar target ya?”

Pembicaraan kami pun berlangsung sampai hampir jam

dua pagi. Untungnya hari itu hari Jumat sehingga aku tidak

perlu bangun pagi untuk ke kantor. Kami pun bangkit dari kursi

dan berjalan menuju kasir. Aku baru mau mengeluarkan

dompet untuk membayar namun mbak penjaga kasir itu tidak

memberikan tagihan melainkan berkata, “Bill-nya sudah

dibayar sama pacar Mbak.” Aku pun menoleh melihat Ale

yang sudah menungguku di depan pintu. Ale hanya senyum-

senyum sendiri saat aku berkata, “Kok sudah dibayar sih? Kan

aku bisa bayar sendiri.”

“Sudah, gapapa,” jawabnya. “Sebagai laki-laki yang baik,

kan memang seharusnya tidak membiarkan peremuan

mengeluarkan uang sepeser pun, terlebih saat berkencan.”

1 Festival Film Indonesia

Page 31: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Tunggu, apa katanya lagi? Kencan? kataku dalam hati.

“Eh, awas Kay!” kata Ale tiba-tiba sambil menarik

lenganku dan menutupi tubuhku dengan tubuhnya. Ternyata

ada sepeda motor yang melintasi kubangan dengan kecepatan

tinggi sehingga air kubangan tersebut hampir mengenai

pakaian dan berkasku kalau saja Ale tidak menolongku.

“Aduh, Ale! Kamu gapapa? Aduh basah lagi pakaianmu.

Aduh gimana nih?” kataku dengan panik sambil berusaha

membersihkan pakaiannya dengan tanganku. Ale bukannya

marah atau kesal, ia malah tertawa geli melihat tingkahku dan

mencubit ujung hidungku pelan. “Aduh, kamu lucu banget sih

panik gitu. Tenang aja, aku ada baju ganti kok di mobil.”

Aku terbengong sesaat lalu tersadar akan perbuatannya

dan memukul pelan punggungnya. “Ih, apaan sih nyubit-nyubit

hidung orang!”

Ale hanya tertawa mendengar omelanku dan malam itu

pun menjadi suatu malam yang tak dapat kuhapus dari

memoriku.

Tiba-tiba ada suara yang melepaskanku dari memori

masa lalu. “Permisi, Ibu Kayla. Saya Ronald dari Grand

Business Center yang hari ini ada janji breakfast meeting

dengan Ibu.”

Page 32: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Aku pun tersadar dari lamunanku dan segera

mempersilahkan Pak Ronald duduk. Ah, andai aku bisa hidup

dalam kenangan dan bukan kenyataan, harapku dalam hati.

Ale

Aku terbangun saat sinar matahari telah bersinar terang di

depan mataku. Terang saja, aku baru tidur pukul empat pagi

kemarin. Di ujung ranjangku, sudah ada pakaian lengkap yang

terlipat rapi. Wah jangan-jangan yang menyiapkan baju

untukku itu Kay! pikirku sambil tersenyum lebar. Saat aku

keluar dari kamar tamu dan berjalan menuju kamar utama

tempat Kay tidur, ranjangnya sudah tersusun rapi tanda

penghuninya sudah pergi. Aku lalu menuju ke dapur untuk

melihat apakah Kay memasakanku sesuatu seperti yang biasa

ia lakukan dulu, namun ternyata meja makan masih kosong.

Mbok Wati melihatku menatap ke arah meja makan lalu

bertanya, “Den, mau saya bikinkan sarapan? Baju yang saya

siapkan itu cocok tidak buat Den Ale?”

Senyum di wajahku seketika menghilang dan berubah

menjadi helaan nafas. Kamu masih belum bisa memaafkanku

ya, Kay? kataku dalam hati. Sampai kapan kita akan begini

terus, Kay?

Page 33: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Mbok sepertinya melihat perubahan raut wajahku jadi

aku pun memaksakan seulas senyum dan berkata, “Mbok

tolong masakin saya nasi goreng ya.”

Page 34: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

#4

Khayalan Semata

Ale

Hari ini Harris, juniorku saat sekolah perfilman dulu,

mengajakku main basket one on one di lapangan basket dekat

rumahnya. Semasa berkuliah dulu, aku dan dia hampir tak bisa

terpisahkan. Mungkin ini efek dari homesick yang aku rasakan

saat aku tinggal di New York karena aku bahkan menganggap

Page 35: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Harris seperti adikku sendiri. Perbedaan usia kami tidak

terlampau jauh karena aku mengambil sekolah internasional di

Jakarta sebelum melanjutkan ke New York Film Academy,

tempat aku melanjutkan kuliah di bidang perfilman.

Aku pertama kali bertemu dengan Harris lima belas tahun

yang lalu saat menghadiri house party di rumah salah satu

senior dimana kami sebagai freshman diwajibkan untuk hadir

dan bersosialisasi. Aku termasuk tipe orang yang malas

bersosialisasi di tengah keramaian seperti itu. Tetapi malam itu

aku baru mengetahui bahwa pacarku pada saat itu telah

berselingkuh dan aku sedang sangat stres sehingga aku pun

akhirnya memutuskan untuk menyapa beberapa senior yang

kukenal lalu pergi ke taman untuk merokok, melepaskan beban

pikiranku. Aku mencari tempat untuk duduk dan akhirnya aku

duduk di sebelah pria ber-hoodie yang tampak sibuk dengan

laptopnya. Aku mengeluarkan kotak rokok dan menyelipkan

batang putih itu di jariku sambil mencari-cari lighter di

kantong celanaku.

Oh shit, lupa bawa lighter lagi gua, makiku dalam hati.

Aku hendak mengurungkan niatku untuk merokok saat

tiba-tiba ada tangan yang menyodorkan sebuah lighter ke

depanku. Aku mendongak dan melihat laki-laki berhoodie itu

menjulurkan tangannya ke arahku sambil tetap menatap fokus

Page 36: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

ke arah laptopnya. Aku mengambil lighter itu, menyulut

rokokku dan mengembalikannya.

“Thanks.”

Pria itu hanya mengangguk dan memasukan lighter itu ke

dalam saku hoodienya. Aku pun sedang malas untuk sekedar

berbasa-basi sehingga aku hanya menyibukkan diri dengan

rokok di bibirku dan berbagai masalah di pikiranku.

Tak lama kemudian, telepon genggam pria itu berdering

dan pria itu menjawab, “Halo?” Aku tanpa sadar menengok ke

arahnya. Orang Indonesia juga?

Ketika ia menyudahi panggilan teleponnya, aku pun

berinisiatif membuka pembicaraan.

“Orang Indo juga?”

Pria itu tampak kaget dan menjawab, “Iya, lo juga?”

“Iya, kenalin nama gua Ale, Alejandro Reese. Lo?”

Ia tersenyum dan menjabat tanganku, “Harris Widjaja.

Panggil aja Harris.”

Dan dari pembicaraan malam itulah kami mulai saling

mengenal dan bergantung kepada satu sama lain sebagai

sesama orang Indonesia di negeri asing. Ia membantuku saat

Page 37: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

aku mendapat masalah seringan atau seberat apapun dan aku

melakukan hal yang sama padanya. Aku membantunya belajar

bahasa inggris‒karena ia masih belum terlalu fasih‒dan dia

membantuku bersosialisasi dengan banyak orang. Istilah

asingnya, we got each other’s back.

Dan selama lima belas tahun aku mengenalnya, satu hal

yang tak pernah berubah. Kebiasaan telatnya.

Ia berjanji untuk bertemu di lapangan jam tiga sore,

namun sekarang sudah jam empat dan batang hidungnya pun

belum terlihat. Aku pun memutuskan untuk warm up dan

berlatih shooting terlebih dahulu. Sudah lama sekali sejak aku

memegang dan memainkan bola basket. Akhir-akhir ini aku

menyibukkan diri dengan berbagai proyek perfilman untuk

melupakan masalahku dengan Kayla namun tampaknya semua

itu bukannya membuat keadaan semakin baik malah

memperburuk segalanya karena tidak ada lagi komunikasi

antara aku dan Kay.

Oh shit, kenapa pikiranku selalu berujung sama kamu sih

Kay...

“Woy, bro! Ngapain aja lo bengong-bengong sendirian?

Kesurupan lo?” seru Harris sambil menepuk pundakku dan

membuyarkan pikiranku tentang Kay.

Page 38: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Makasih ya, Harris. Sekali lagi lo berhasil menyeret gua

dari kekelaman pikiran gua sendiri.

Kay

Sepertinya aturan pulang kantor jam lima itu hanyalah

mitos belaka ya.

Jam tanganku sudah menunjukkan angka tujuh dan sang

bos a.k.a adik iparku sendiri tak tampak akan segera

menyudahi meeting malam ini. Tidak biasanya Xander betah

meeting lama-lama seperti ini namun setelah kuperhatikan

ternyata matanya tidak melihat ke arah slides tetapi lebih ke

arah kaki sekretarisnya yang sedang menyampaikan bahan

meeting di depan.

Aku menendang pelan kakinya di bawah meja dan

memelototinya. Ia boleh saja bosku disini, namun di luar

perusahaan ia tetap adik iparku dan perbuatannya

memperpanjang meeting yang seharusnya sudah selesai sedari

tadi demi perbuatan mesum seperti itu sungguh membuatku

naik darah.

Xander melihat ke arahku dan di saat semua orang sedang

memerhatikan slides, ia menjulurkan lidahnya ke arahku.

Persis seperti anak kecil.

Page 39: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Ugh, sialan ini anak satu, pikirku kesal. Aku pun

mengeluarkan ponselku dan me-line Xander. Xander

mengeluarkan ponselnya dan melihat pesan dariku. Ia

menatapku heran namun tatapan itu segera berubah menjadi

kerlingan iseng. Ponselku tiba-tiba menyala, menandakan ada

pesan masuk. Aku membaca pesan itu sambil memutar bola

mataku dan membalasnya. Setelah membaca pesanku kali ini,

Xander menatapku kesal dan berdeham pelan.

“Meeting kita sudahi sampai sini. Besok kita lanjutkan

lagi.”

Aku bersorak dalam hati dan segera membereskan

berkas-berkas di depanku. Saat orang-orang sudah melangkah

keluar ruangan meeting, Xander menahan lenganku.

“Anak Papa banget sih lu, semuanya mau diaduin ke

Papa.”

Aku menjulurkan lidahku ke arahnya dan segera beranjak

ke arah lift. Xander hanya menggelengkan kepala melihat

tingkahku dan mengikutiku masuk ke dalam lift.

“Gimana hubungan lu sama Kakak gua? Baik-baik aja

kan?”

Aku menoleh ke arahnya dengan pandangan heran.

Xander yang kukenal bukanlah tipe orang yang ingin tahu

Page 40: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

urusan orang lain, terutama kakaknya sendiri. “Kok tumben lu

nanya begitu?”

Xander mengangkat bahunya dan menjawab, “Gapapa

sih, pengen kepo aja.”

Aku menjitak kepalanya pelan dan menggelengkan

kepala melihat tingkahnya yang seperti remaja belasan tahun

di umurnya yang sudah kepala tiga.

“Urus urusan lu sendiri sana. Buruan punya istri makanya

biar ada yang ngurusin.”

Xander hanya tersenyum geli mendengar perkataanku

yang seperti ibunya. Kami pun berjalan menuju parkiran mobil

dan pulang ke rumah masing-masing.

Setibanya aku di apartemen, Mbok tengah sibuk

menyiapkan makan malam. Aku menyapa Mbok, meletakan

barang-barangku dan pergi mandi. Di kamar mandi, aku

memutuskan untuk berendam air busa sambil mendengarkan

lagu, salah satu kegiatan favoritku sejak kecil. Saat aku tengah

menyetel suhu air di bathtub. terdengar suara ketukan pintu.

Mbok memanggilku untuk pamit pulang dan kuiyakan.

Sepulangnya Mbok, aku kembali masuk ke bathtub untuk

berendam dan menikmati lagu di earphone-ku. Kurang lebih

setengah jam berlalu. Aku pun bangkit dari bathtub untuk

Page 41: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

membilas tubuh dan mencuci rambutku. Saat rambutku penuh

dengan sampo dan mataku tak bisa terbuka, tiba-tiba air shower

mati. Aku mengutuk dalam hati, memakai handukku dan

berjalan meraba-raba untuk mencari botol air minum. Baru

beberapa langkah, kepalaku sudah terantuk sesuatu dan aku

merasa menginjak kaki seseorang.

“Ale?”

Aku memanggil untuk memastikan bahwa yang kutabrak

ialah Ale dan bukan pencuri atau siapapun namun tak ada

jawaban yang terdengar. Satu-satunya jawabannya ialah

tanganku yang ditarik dan dibawa kembali ke kamar mandi.

“Tunggu sebentar.” Hanya dua kata itu yang kudengar

dan hal itu seperti memastikan firasatku bahwa ia adalah Ale.

Aku menunggu Ale kembali dengan perasaan tidak karuan.

Sudah entah berapa lama aku merasakan kontak fisik

dengannya dan kali ini aku hanya tertutup oleh handuk tipis.

Sadar, Kay! Jangan terbawa suasana! Suara hatiku

mengingatkanku.

Aku berusaha menenangkan denyut jantungku. Ale sudah

kembali. Ia memintaku untuk menundukkan kepalaku dan ia

menuangkan air untuk membilas rambutku. Tak ada seorang

pun di antara kami yang mengeluarkan suara, entah karena apa.

Page 42: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Mungkin perasaan dan pandangannya terhadapku sudah

berubah menjadi dingin sehingga mau aku tidak berpakaian

pun tidak akan mengganggunya. Atau mungkin ia sudah punya

wanita penggantiku di belakangku. Hanya memikirkannya saja

membuatku naik darah. Aku membilas mataku dan kulihat ia

melihat ke arah kepalaku dan bukan tubuhku. Dulu ketika kami

masih pacaran mungkin aku akan menganggap sikapnya ini

gentleman namun dalam pernikahan, hal tersebut memiliki arti

bahwa aku sudah tak cukup menarik di hadapannya.

Ah, sudahlah. Toh memang gua kan hanya istrinya di atas

kertas saja.

Air berhenti mengalir dan rambutku pun sudah bersih.

Sebelum aku sempat berterimakasih, Ale sudah berjalan keluar

kamar mandi. Aku menghela nafas pelan dan lagi-lagi

mengingatkan diriku bahwa Ale yang sekarang bukanlah Ale

yang dulu. Aku mengeringkan rambutku dan berjalan ke arah

kamar tidur. Sesaat aku menatap ke arah pintu ruang tamu

tempat Ale tidur, menebak-nebak apa yang menjadi isi

pikirannya tentangku, bagaimana perasaannya sesungguhnya,

namun menebak jalan pikiran Ale sama sulitnya seperti

menebak password bunker di bank karena Ale sangat jarang

menunjukkan pikiran dan perasaannya melalui raut wajah.

Senang, sedih, marah, kecewa atau perasaan apapun akan ia

simpan baik dalam hatinya dan hanya akan ia ekspresikan

Page 43: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

lewat kata-kata. Satu-satunya perasaan yang bisa aku tebak

dari dirinya adalah perasaan bergairah yang terlihat di matanya

ketika dulu kami sedang bercinta.

Aku memukul kepalaku pelan karena telah mengingat

kenangan-kenangan manis kami dulu. Aku memalingkan

kepalaku dan berjalan menuju kamarku dengan berat hati.

Ale

Bohong kalau aku tidak tertarik bahkan terangsang oleh

tubuh Kayla.

Sebagai laki-laki dan suaminya tentunya aku sangat ingin

menyentuhnya, namun aku tidak ingin membuatnya semakin

benci padaku. Aku hanya ingin memberinya waktu. Waktu

untuk memaafkan perbuatanku dan memulai segalanya dari

awal.

Dan jangan kau kira aku tak melihatmu menatap pintu

kamar tamu tempat kutidur, Kay. Aku melihat semuanya.

Bagaimana tatapan dan raut mukamu, seakan ingin aku

kembali ke sisimu. Apa benar itu maksudmu, Kay? Apa kamu

sudah memaafkanku? Apa kita bisa kembali seperti dulu? Apa

semua itu hanya halusinasi pikiranku yang sudah sangat

merindukan dirimu?

Page 44: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Kubiarkan semua pertanyaan itu mengawang-awang

tanpa jawaban di pikiranku sambil berjalan menuju kamar tidur

tamu.

Kamarku untuk beberapa bulan terakhir.

Page 45: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

#5

Memoir Masa Lalu

Ale

Entah bagaimana aku harus menyampaikan hal ini pada

Kay.

Tadi pagi Mama menelponku untuk menanyakan kabarku

dan Kay lalu mengundang kami untuk makan malam bersama

di rumah orangtuaku. Dulu kami selalu datang berdua,

Page 46: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

bercanda-tawa dan bercengkerama dengan orangtua kami.

Namun akhir-akhir ini, sudah entah berapa kali aku dan Kay

berusaha untuk mengelak dari ‘kewajiban’ ini. Biasanya hanya

salah satu dari kami yang datang untuk bertemu-kangen

dengan orangtua dengan alasan jadwal kami yang tidak

memungkinkan untuk datang berdua. Namun kali ini Mama

memaksa kami untuk datang. Hari ini hari libur nasional dan

entah dari mana Mama tahu bahwa aku sedang tidak ada jadwal

apapun hari itu.

“Papa Mama kangen sekali melihat kalian berdua. Tak

bisakah kali ini kalian datang berdua? Kalian ini kan suami

istri. Luangkanlah waktu untuk melihat orangtua kalian yang

sudah tua ini selagi kami masih ada.”

Ucapan Mama tengiang di pikiranku selagi aku

menghubungi ponsel Kay. Setelah dering kedua, terdengar

suara yang sangat kurindukan. Senyum lebar terukir di

wajahku saat kutahu bahwa ia masih mau menerima panggilan

dariku. Aku pun menjelaskan maksud panggilanku kepadanya

dan seperti yang sudah kuduga di awal, ia menolak mentah-

mentah dengan alasan tak mau bermuka dua di depan orangtua.

“Namun Papa dan Mama bersikeras untuk kita berdua

datang, Kay. Tak bisakah kita rukun untuk malam ini saja?”

Aku berusaha menjelaskan setenang mungkin.

Page 47: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Kay bersikeras dengan keputusannya. “Jadi kita rukun

sesaat dan besoknya kembali seperti semula? Tidak, Le. Aku

tidak bisa berbohong seperti itu di hadapan mereka.”

Kami berargumen selama beberapa menit sampai

akhirnya aku menyerah. Hubungan kami sudah cukup buruk

dan aku tidak mau masalah ini sampai memperkeruh hubungan

kami berdua yang sudah cukup keruh ini. Akhirnya aku

menggunakan rencana cadangan yaitu memperalat adik semata

wayangku untuk ‘menculik’ Kay setelah pulang kerja dan

mengantarnya langsung ke rumah orangtuaku.

Hal seperti ini saja butuh bantuan adik lu? Pikiranku

sendiri seakan menertawakan rencanaku namun persetan. Aku

sudah cukup stres memikirkan cara untuk mengembalikan

hubunganku dengan Kay seperti dulu untuk mencari alternatif

lain ke rumah Papa dan Mama dengan Kay.

Aku menghela nafas dan berjalan ke teras untuk

menghilangkan kepenatanku dengan sebatang rokok. Aku

mencari kontak Xander dan memberitahu rencanaku padanya

dengan alibi ingin memberi Kay kejutan. Xander mengiyakan

dan memutuskan hubungan telepon. Well, sebenarnya itu tidak

bisa disebut alibi karena toh aku memang akan

mengejutkannya. Hanya saja kejutan yang ia terima akan

Page 48: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

membuatnya semakin benci padaku. Aku menggelengkan

kepala dan tersenyum sinis.

Good job, man.

Kay

Jangan sebut aku jahat karena telah mengecewakan Papa

dan Mama, lagi.

Sesungguhnya Mama sudah menelpon dan memohon

untuk aku dan Ale datang bersama ke rumah mereka seperti

dulu. Mama bahkan terdengar sangat sedih ketika aku tidak

juga mengonfirmasi keinginan mereka. Namun apa daya? Aku

tak sanggup bermuka dua di hadapan orangtua Ale yang sudah

kuanggap seperti orangtuaku sendiri. Aku tak sanggup

membayangkan apabila mereka mengetahui kebenarannya.

Untungnya hingga saat ini Mama dan Papa tidak

menanyakan apa-apa kepadaku. Entah mereka tahu namun

tetap diam atau mereka benar-benar tidak tahu. Yang pasti

mereka tidak pernah menanyakan hubunganku dengan Ale

secara detil. Mereka sepertinya percaya-percaya saja ketika

aku berkata bahwa aku dan Ale baik-baik saja. Namun dalam

hati yang terdalam, aku yakin mereka tahu yang sebenarnya.

Page 49: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Jam tanganku sudah menunjukan pukul lima sore. Langit

sudah berubah warna menjadi kuning kemerahan. Terdengar

suara burung-burung membelah langit menikmati kebebasan

mereka, sementara aku masih terperangkap dalam kandang

deadline yang membuatku gila. Aku membuka jendela

kantorku dan menghirup udara luar yang segar, salah satu

keuntungan memiliki kantor di lantai sepuluh yang bebas dari

polusi udara. Namun dinginnya angin yang menusuk kulit

seketika membuatku menutup jendela kembali. Aku

merenggangkan otot-ototku yang pegal setelah meeting

seharian, meraih kopiku dan menyesapnya. Rasa pahitnya kopi

seketika mengaktifkan kembali saraf-saraf otakku yang sudah

sangat kelelahan. Aku sedang memejamkan mata, menikmati

kopi yang mengalir melalui saraf-saraf di lidahku ketika tiba-

tiba terdengar suara pintu ruanganku terbuka dan langkah kaki

yang mendekatiku. Aku membuka mata dan menemukan

Xander berdiri sambil tersenyum lebar ke arahku. Entah

mengapa firasatku tiba-tiba menjadi tidak enak melihat

senyumannya.

“Sudah sore nih. Pulang, yuk?” Xander berkata seraya

menutup laptop yang ada di depanku.

Alisku naik mendengar ajakannya. “Tumben banget gua

nggak disuruh lembur. Ada angin apa nih?”

Page 50: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

“Gua butuh bantuan kakak iparku yang cantik ini untuk

mencarikan baju untuk Mama. Boleh kan?”

Aku mendengus mendengar kata ‘cantik’ keluar dari

mulut buaya yang satu ini namun aku mengangguk dan

membereskan berkas-berkasku. Xander dan aku berjalan

menuju ke mobilnya dan aku bertanya tentang event spesial apa

yang membuat Xander sampai membelikan baju untuk Mama

namun ia hanya mengangkat bahu dan tidak berkata apa-apa.

Melihat reaksinya, aku pun akhirnya memutuskan untuk

memasang earphone dan menyetel musik di ponselku selama

perjalanan.

Aku terbangun oleh suara mesin mobil yang dimatikan

dan suara pintu yang terbuka. Hal pertama yang kulihat adalah

Mama yang melangkah ke arahku dengan raut wajah bahagia.

Aku turun dari mobil dengan raut wajah kebingungan dan

sedetik kemudian aku sadar bahwa Xander telah menipuku.

Setelah aku turun dari mobil, Xander pamit pulang dan

langsung melaju menjauhiku. Mama memelukku sebelum aku

sempat mencerna situasi ini. Di belakang Mama, Papa dan Ale

sedang berdiri menatapku. Papa tersenyum melihatku

sementara Ale tampak menghindari tatapanku. Aku menutup

mata dan menghela nafas pelan, berusaha menahan emosiku

baik pada Ale yang pastinya sudah merencanakan semua ini,

Xander tangan kanan yang sudah membantu Ale menipuku dan

Page 51: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

kepada diriku sendiri yang sangat bodoh karena memercayai

perkataan Xander.

“Papa Mama kangen sekali sama kamu, Nak.” Mama

berkata seraya melepaskan pelukannya. Pipiku terasa basah

dan kulihat mata Mama yang berkaca-kaca. Aku berusaha

tersenyum setulus mungkin walau hatiku remuk dan bibirku

pahit mengetahui bahwa aku akan memakai topeng di depan

Papa dan Mama malam ini.

“Kay juga kangen banget sama Mama. Mama jangan

nangis dong, kan Kay sudah ada di sini.” Aku menjulurkan

tanganku dan menghapus air mata Mama.

Mama mengangguk dan melepaskanku. Papa tersenyum

dan memelukku untuk beberapa saat lalu melepaskanku. Papa

pun merangkul Mama lalu masuk ke dalam rumah,

meninggalkanku berdua dengan Ale. Setelah aku yakin mereka

sudah berada di dalam rumah, aku menoleh ke arah Ale. Ale

hendak mengatakan sesuatu namun sebelum ia sempat berkata

apa pun, tanganku sudah mendarat di pipi kanannya. Panas

merambat di telapak tanganku dan meninggalkan seberkas

kemerahan di pipinya. Selama beberapa detik, tak ada kata-

kata terucap baik dari bibirku maupun bibirnya, seakan

tindakanku barusan menggantikan seribu kata umpatan yang

seharusnya kulontarkan padanya. Aku menatapnya tajam lalu

Page 52: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

berjalan masuk ke rumah meninggalkan dirinya yang

mematung.

Ale

Aku sudah menyangka bahwa tangan mulus Kay akan

mencium pipi kasarku. Namun kebenaran prasangkaku tidak

membuat perasaanku lebih baik saat ini.

Aku menimbang-nimbang antara tetap mengikuti makan

malam ini dengan risiko Kay semakin benci padaku atau

berpura-pura sakit atau ada urusan mendadak dengan risiko

mengecewakan Papa dan Mama. Aku mengusap pipiku yang

panas, menghela nafas lalu berjalan masuk ke rumah.

Di ruang makan, Papa dan Kay tampak sedang

membicarakan masalah perusahaan sementara Mama sedang

membawa piring-piring penuh makanan rumah yang sangat

kurindukan. Meja hidangan telah siap dan kami pun duduk.

Mama menatap mukaku dan mengernyit.

“Pipi kamu kenapa toh, Le?”

Aku tersenyum lebar. “Kay sepertinya sangat merindukan

saya, Ma, makanya ia mencium pipi saya sampai merah seperti

ini.”

Page 53: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Aku mendengar suara batuk Kay dibawah suara tawa

Papa dan Mama. Kay berusaha ikut tertawa namun tawanya

terdengar fals.

Kami melanjutkan makan malam diiringi pembicaraan

mengenai pekerjaanku, sikap Xander sebagai atasan Kay (yang

dari dulu hingga sekarang tak pernah berubah, selalu genit),

kapan kami akan memberikan mereka cucu (yang ditanggapi

dengan tawa hampa dari kami berdua) dan pertanyaan-

pertanyaan klise lainnya. Namun malam itu, Papa dan Mama

sering mengungkit cerita pertemuan ketiga kami di rumah ini.

Pertemuan itu terjadi kurang lebih setahun setelah

pertemuan di kedai kopi. Aku sejujurnya sudah hampir

melupakan Kay karena banyaknya urusan lain dalam hidupku

dan hadirnya perempuan-perempuan lain yang menggantikan

posisi Kay selama setahun itu, namun aku tahu di sudut hatiku

masih tersimpan memori tentang Kay.

Seperti seekor keong mencari rumah tepat untuknya,

hatiku juga mencari rumah yang tepat.

Dan rumah yang tepat untuk hatiku ialah di hatimu, Kay.

Page 54: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Malam itu, rumah sedang padat dengan tamu-tamu

undangan yang memeriahkan acara ulang tahun World Bank

yang ke-10. Karena Mama tidak menginginkan pesta yang

terlalu mewah, maka acara tersebut dilaksanakan di rumah dan

hanya mengundang orang-orang tertentu. Saat itu, aku sedang

sibuk syuting film pendek namun karena aktris yang

membintangi film pendekku tiba-tiba sakit, syuting pun

ditunda dan aku terpaksa hadir ke acara ulang tahun ini.

Aku mengenakan jas lecek yang selalu kusimpan di

dalam mobil dan berjalan ke dalam rumah. Seandainya aku

bukanlah anak dari pemilik World Bank mungkin aku sudah

diusir karena penampilanku yang amat berantakan. Acara ini

sebenarnya tidak dapat dikatakan sederhana. Terdapat belasan

pelayan yang berkeliling mengantarkan makanan dan

minuman kepada para tamu undangan, berbagai lampu hiasan

berwarna-warni yang memanjakan mata, telinga yang dijamu

dengan musik orkestra yang menemani perbincangan para

tamu, makanan lezat dengan aroma yang menggoda hidung

dan memuaskan indra pengecap, serta udara sejuk yang

memperlengkap suasana malam itu. Aku mengambil sebuah

minuman yang disajikan lalu berjalan mencari keberadaan

Xander.

Page 55: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Mencari Xander semudah mencari warna putih di antara

warna hitam. Di acara pesta seperti ini, Xander biasanya berada

di tengah para wanita yang berusaha merebut perhatiannya.

Adikku itu memang sangat berbeda dengan kakaknya yang

kaku dan malas bersosialisasi. Xander sangat luwes dan selalu

punya cara untuk menanggapi setiap wanita yang

mendekatinya, seperti saat ini. Melihat banyaknya wanita yang

mengelilinginya, aku mengubah tujuanku menuju sebuah meja

bar di dalam rumah.

Suasana di dalam rumah lebih tenang karena semua orang

sibuk dengan acara di taman. Aku duduk menghadap bar,

meletakan gelas di atas meja dan mengeluarkan ponselku untuk

sekadar melihat pesan yang masuk. Tiba-tiba aku mendengar

suara langkah kaki berjalan ke arahku diiringi suara tangisan

perempuan. Perempuan itu duduk di sebelahku lalu menutup

mukanya dengan kedua tangannya. Aku melirik perempuan itu

dari sudut mataku. Rambutnya seperti gelombang ombak yang

berwarna kehitaman. Kulitnya putih dan dress yang melilit

badannya seakan memamerkan lekukan tubuhnya. Awalnya,

aku berniat untuk tidak mempedulikannya namun suara

batinku memaksaku untuk bangkit berdiri dan mengambilkan

perempuan ini segelas air. Tanpa berkata apa-apa, aku

menggeser gelas ke arahnya. Merasakan dinginnya gelas di

Page 56: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

menyentuh tangannya, perempuan ini pun mendongak dan

menoleh ke arahku.

Kay?

Page 57: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

#6

Kepingan Waktu

Kay

Kalau aku bisa meledak berkeping-keping, aku akan

dengan senang hati melakukannya.

Selama makan malam, Papa dan Mama tak henti-

hentinya bernostalgia ke masa-masa indah aku dan Ale (yang

sudah membuatku mual) namun Ale juga ‘terpaksa’

Page 58: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

menyentuhku selama makan malam agar Papa dan Mama tidak

curiga.

Ketika ia menaruh tangannya di atas tanganku, aku

seketika menegang dan refleks ingin menamparnya, namun

tatapan Ale mengatakan segalanya padaku. Di balik sikapnya

yang sepertinya hangat dan penuh cinta, Ale tetap akan

menjadi bajingan yang telah menyakiti hatiku.

Oleh karena itu, aku berusaha memasang senyuman

terbaikku dan turut berakting mesra di depan Papa dan Mama.

Bila Ale menaruh tangannya di atas tanganku, aku akan

menggenggamnya erat. Bila Ale melingkarkan lengannya di

bahuku, aku akan merespon dengan tersenyum penuh cinta

kepadanya. Bila Ale mendekat ke arahku, aku akan

membiarkannya mencium pipiku. Segalanya ku lakukan tanpa

ada perasaan apapun, seakan aku aktris yang sedang beradu

akting dengan pasanganku.

Ya, mungkin itulah kami. Pasangan aktor dan aktris yang

sedang memerankan pasangan suami istri yang mesra di depan

kamera. Setelah sutradara mengatakan “Cut!”, segalanya akan

kembali seperti normal dan kami berdua akan kembali menjadi

orang asing dengan kesibukan masing-masing.

Makan malam yang seperti siksaan neraka itu akhirnya

berakhir dan aku bisa pulang. Seakan membaca pikiranku,

Page 59: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Mama memotong perkataanku ketika aku hendak pamit

pulang.

“Bantu Mama mencuci piring dulu, mau ya Nak?” Mama

berkata dengan intonasi yang sangat lembut sehingga aku tak

sampai hati untuk menolaknya. Aku pun membantu Mama di

dapur selagi Ale dan Papa melanjutkan obrolan di ruang

makan.

“Kamu dan Ale benar-benar baik-baik saja kan, Nak?”

Pertanyaan Mama membuatku tersentak dan hampir

menjatuhkan piring yang sedang kucuci. Aku berusaha

mengontrol raut wajahku dan menoleh.

“Baik-baik saja kok, Ma. Mengapa Mama bisa bertanya

seperti itu?”

Mama mendesah pelan dan menatapku lama. Aku

mengharapkan jawaban namun Mama tidak berkata apapun.

Mama hanya memintaku untuk membawa gelas yang sudah

dicuci ke meja bar dan menatanya. Aku mengangguk dan

berjalan meninggalkan Mama dalam kebingungan.

Aku sedang menata gelas ketika ada satu gelas yang

menarik perhatianku.

Page 60: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Gelas itu adalah gelas yang mempertemukan aku dan Ale

untuk ketiga kalinya. Gelas itu mudah diingat karena

bentuknya yang sangat berbeda dengan gelas yang ada di

rumah ini. Gelas itu berbentuk bulat dan terbuat dari keramik

putih dengan sketsa gambar seorang sutradara yang sedang

mengatur proses syuting. Bila dibandingkan dengan gelas-

gelas lain, banyak gelas yang lebih indah. Namun gelas ini

mendapat tempat yang istimewa di hatiku... dulu.

“Kay?” Sebuah suara yang kuingat betul menyapa indera

pendengaranku.

Meski aku tak berkaca saat itu, aku yakin aku terlihat

sangat berantakan. Mukaku merah, mataku bengkak dan

riasanku sudah porak poranda di wajahku. Namun Ale tidak

terlihat terganggu apalagi tertawa melihat wajahku. Ia

meraihku dalam pelukannya dan akupun secara refleks

memeluknya dengan erat. Ale membiarkan kemejanya

ternodai air mataku dan tetap memelukku erat tanpa berkata

apa-apa.

Page 61: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Saat aku sudah mulai tenang, Ale melepaskan pelukannya

dan menghapus air mataku dengan ibu jarinya. Ia meraih gelas

dan menyuruhku untuk minum dahulu. Air yang dingin itu

seakan memadamkan api dalam jiwaku dan aku perlahan

menjadi tenang. Ale tersenyum dan menuntunku ke kamar

mandi untuk merapikan riasanku. Saat aku sudah selesai

dengan riasanku, ia mengajakku ke balkon atas untuk mencari

angin.

“Ini rumahmu?”

“Iya,” jawab Ale sembari membuka pintu balkon. “Kamu

anak dari teman Papa atau...?”

“Aku bekerja di World Bank, bank milik Papamu.”

Ale tampak terkejut dan mulutnya membentuk huruf ‘O’,

“Di antara banyak bank di Indonesia, kau bekerja di bank milik

Papa? Wow...”

Aku mengangguk dan tersenyum simpul. “I know right?

Wow.”

Saat kami tiba di balkon, Ale permisi keluar dan

meninggalkanku bersama dinginnya angin malam. Malam itu

bintang-bintang berhasil keluar dari dekapan awan dan

memancarkan sinarnya yang indah. Aku menghirup nafas

dalam-dalam dan merasakan udara dingin memenuhi

Page 62: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

tenggorokan hingga ke rongga paru-paruku. Di bawah, suara

musik lembut dan tawa masih jelas terdengar. Tampaknya

pesta belum berakhir. Aku juga termasuk orang-orang yang

menikmati pesta itu. Setidaknya tiga puluh menit yang lalu.

Sayangnya, berita buruk selalu menanti di ujung kebahagiaan.

“Hey, bengong aja. Kesambet loh.”

Suara berat Ale menyapa gendang telingaku. Aku

tersenyum dan menoleh ke arahnya. Ia tersenyum balik dan

menyerahkan segelas teh hangat, menyampirkan sehelai kain

di pundakku dan berdiri di sampingku.

Kami berdua menikmati indahnya malam dalam

keheningan. Namun anehnya keheningan itu tidak membuatku

risih. Seakan pikiran kami berinteraksi tanpa memerlukan

bantuan bahasa. Bersama, kami menikmati keindahan suasana

di malam hari. Setelah sekitar sepuluh menit dalam keheningan

yang menghangatkan, tiba-tiba Ale menunjuk seorang pria

dengan balutan jas putih yang sedang dikelilingi oleh wanita-

wanita cantik di sekitarnya.

“Kapan saya bisa mendapat kesempatan untuk dikelilingi

wanita cantik seperti dirinya?” Ale bergumam pelan.

Aku tertawa mendengar perkataannya. “Oh, Pak Xander?

Meski beliau baru menggantikan posisi bosku di kantor, beliau

Page 63: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

dengan cepat sudah menjadi idola para wanita di kantor. Entah

itu hanya karena ketampanannya atau fakta bahwa beliau

adalah anak Pak Anthony..., eh tunggu dulu,” aku berhenti

berbicara dan memandang Ale dengan alis terangkat. “Kamu

kan juga anaknya Pak Anthony, berarti Pak Xander itu

adikmu?”

Ale menoleh ke arahku dan tersenyum. Melihat

senyumnya, aku mendengus tak percaya. “Dunia itu sangat

sempit.” Gumamku pelan.

Ale sepertinya mendengar perkataanku karena ia tertawa

pelan dan memfokuskan perhatiannya kembali ke langit

malam. Aku memandangi wajah pria yang berdiri disampingku

ini selama beberapa detik dan bibirku mengembangkan

sayapnya. Tanpa kusadari, hari itu hatiku sudah terikat

olehnya.

Ale tak pernah menanyakan alasanku menangis hari itu

dan aku pun tak pernah mengungkitnya. Bagi kami, masa lalu

adalah masa lalu. Yang terpenting adalah masa kini dan masa

depan.

Aku tidak tahu apakah pemikiran itu masih berlaku

sekarang karena aku tak dapat melupakan perbuatannya di

masa lalu. Akhir-akhir ini aku menyadari bahwa masa lalu

merupakan bagian yang tak boleh dilupakan dan dihiraukan

Page 64: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

begitu saja. Masa lalu yang terlupakan membuat kesalahan

yang seharusnya tidak terulang, menjadi kembali terulang.

Seperti saat ini.

“Kay?” Suara berat itu terdengar lagi. Kali ini lebih jelas

dan lebih nyata. Aku mendongak dan melihat Ale menatapku.

Tatapan matanya, raut wajahnya, nada bicaranya

mengingatkanku akan masa lalu. Namun kali ini ia tidak

menarikku ke pelukannya. Karena kali ini keadaan sudah

berbeda. Kami bukanlah Ale dan Kay yang sama lagi.

Dan tak akan pernah menjadi sama lagi.

Ale

Aku tahu tatapan itu karena aku juga memikirkan hal

yang sama.

Malam itu, percakapan itu, suara tawanya, semuanya

masih tergambar jelas dalam pikiranku. Kay terlihat terkejut

saat aku memanggil namanya seperti dulu namun ekspresi

dinginnya kembali secepat kilat. Kay menghindari kontak mata

denganku dan segera berjalan ke arah ruang tamu. Aku

mengikutinya dan melihat Kay berpelukan dengan Mama.

Papa menatap ke arahku dengan tatapan yang tak bisa

Page 65: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

kuartikan artinya namun tatapan itu terputus ketika Kay

melepas pelukannya dengan Mama dan memeluk Papa.

Aku berjalan ke arah Mama dan memeluknya erat. Papa

menjabat tanganku setelah aku melepaskan pelukanku. Mama

dan Papa mengantarkan kami keluar dan kami pun melaju

pulang. Sepanjang perjalanan, tak ada pertukaran kata-kata di

antara kami. Pertukaran tatapan pun tidak. Kay menatap ke luar

jendela dan menutup lubang telinganya dengan earphone. Aku

mendesah pelan dan kembali memfokuskan pandanganku ke

depan.

Bila kamu masih mengingat hari itu, mengapa kamu

bersikap seperti ini, Kay?

Page 66: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

#7

Kebenaran Sebuah

Kebohongan

Kay

Xander datang ke ruanganku siang itu.

Ia tersenyum lebar sambil merentangkan kedua

tangannya dan berjalan ke arahku. Aku menghiraukankannya

dan terus memfokuskan pandanganku ke arah layar laptop. Ku

Page 67: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

dengar suara langkah sepatunya berhenti tetap di depan mejaku

dan tiba-tiba layar laptopku ditutup dan wajah iseng Xander

terpampang di depan mataku.

Kalau tidak mengingat bahwa ini adalah kantor dan ia

adalah atasanku disini dan bukan adik iparku, aku tak akan

segan-segan untuk meninju wajah menyebalkannya itu.

“Bagaimana? Suka surprise yang gua kasih kemarin,

nggak?” Xander berkata sambil tersenyum jahil.

Aku menyingkirkan tangannya dari atas layar laptopku

dan menatapnya sesinis mungkin. Xander hanya tertawa

melihat reaksiku dan meneruskan, “Kok tumben ya Kakak

minta bantuan gua? Biasanya dia sangat benci kalau harus

melakukan sesuatu yang melibatkan kita berdua.”

Xander sepertinya tidak dapat membaca moodku hari itu

karena ia terus berceloteh panjang lebar. “Ingat nggak, Kay?

Waktu itu Kak Ale pernah marah besar pas tahu dulu gua

pernah usaha deketin lu? Trus waktu itu...”

Xander menghentikan ucapannya saat aku mengangkat

telepon di mejaku. “Kalau kesini cuma untuk ngobrol dan

nggak ada hubungannya sama pekerjaan, pergi sana. Sebelum

gua telepon Papa!” ancamku dengan tatapan kesal. Fokus

pikiranku pecah seketika saat mendengar nama Ale disebut dan

Page 68: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

sekarang aku harus mengulang hitungan perincian ini dari

awal!

Tatapan iseng Xander berubah menjadi kebingungan. Ia

sepertinya ingin menanyakan sesuatu padaku namun

mengubah pikirannya saat melihat ekspresi wajahku. “Baiklah,

baiklah. Gua pergi dulu. Jangan lupa makan siang ya, kakak

ipar tersayang!” Xander berkata sambil melakukan salam ala

pegawai istana dan berjalan keluar ruanganku.

Seperginya Xander, aku menenggelamkan wajahku di

kedua telapak tanganku. Mengerang dan memaki diri sendiri

karena tak bisa bersikap atau paling tidak berakting santai

dalam menanggapi segala hal yang berhubungan dengan Ale.

Hati dan pikiranku berjalan ke dua arah yang bertentangan dan

menarik tubuhku seakan mereka sedang bertanding tarik

tambang. Aku menempelkan pipiku di atas meja dan menarik

nafas panjang.

Apa ini tanda agar aku menyerah dan menuruti keinginan

hatiku...?

Aku mengangkat wajahku dari atas meja, kaget atas

kalimat yang dilontarkan pikiranku sendiri. “Bangun, Kay!

Ingat apa yang ia katakan dulu!” Aku menepuk-nepuk pipiku

dan menggelengkan kepala untuk menyadarkan dan

memfokuskan kembali pikiranku terhadap hal yang berarti.

Page 69: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Dan hal itu tentunya bukan Ale.

Ale

“Jadi...ada masalah apa lu sama kakak ipar?”

Hari itu sudah sangat melelahkan berkat meeting

mengenai casting untuk film berikutnya. Hal itu seharusnya

tidak ada dalam deskjob-ku namun Alila, casting director

dalam film ini menyebutkan bahwa sangat banyak aktor dan

aktris yang potensial untuk mengisi peran dalam film ini

sehingga ia kesulitan untuk memilihnya. Untungnya, film kali

ini sangat spesial bagiku dan aku ingin segalanya sempurna.

Karena itu aku pun memutuskan untuk membantunya.

Dan sekarang, adik semata wayangku ini memaksaku

untuk makan siang bersama hanya untuk menanyakan

hubunganku dan Kay? You’ve got to be kidding me.

“Kalau lu cuma mau membahas hubungan gua sama Kay,

mending gua pergi sekarang.” Aku berkata seraya bangkit dari

kursi.

Xander ikut berdiri dan menahanku. “Jangan pergi dulu

dong,” katanya seraya mendudukanku kembali di kursi dan

kembali ke kursinya. “Kita kan sudah lama nggak ngobrol. Dan

Page 70: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

alasan kenapa gua bertanya seperti itu, soalnya si Kayla

sepertinya jadi sangat sensitif kalau mendengar nama lu

disebut.” lanjutnya lagi sambil meminum kopi.

“Sensitif gimana maksudnya?”

Xander meletakan kembali kopinya di atas meja dan

mulai mengeluarkan sebatang rokok. “Ya, jadi galak kaya

macan betina gitu. Tidak seperti biasanya. Lu lagi ada masalah

ya ama dia?”

Sebelum aku bisa menjawab pertanyaan Xander, seorang

pelayan restoran menghampiri kami dan menyajikan pesanan

makan siang kami. Setelah pelayan itu undur diri, aku

mengambil sendok dan garpu sambil berkata, “Nggak, nggak

ada masalah apa-apa yang perlu lu kuatirin kok.”

Xander mengusap dagunya dan menatapku tajam. “Lu

tahu lu nggak pandai berbohong kan ya, Kak?”

Aku terus makan seakan Xander sedang tidak berbicara

kepadaku. Setelah beberapa detik, suara helaan nafas Xander

tertangkap oleh gendang telingaku dan aku merasakan tatapan

matanya tidak lagi tertuju padaku. Aku berusaha mengubah

topik pembicaraan untuk mencairkan suasana dan Xander

mengikuti aliran pembicaraanku meski tatapannya tampak tak

sejalan dengan ucapan bibirnya.

Page 71: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Bel mengucapkan salam perpisahannya seiring

terbukanya pintu kaca, memberi jalan bagi kami untuk keluar

dari restoran. Xander mengangkat tangannya sebagai tanda

pamit lalu berjalan pergi. Aku tetap berdiri di sisi jalan sambil

menatap punggung adik semata wayangku itu. Dalam hatiku,

aku sangat yakin ia tahu bahwa ada yang tidak beres antara aku

dan Kay, namun mungkin ia menunggu waktu dimana aku mau

terbuka dan berbagi permasalahanku dengannya. Dan aku

sangat menghargai kesabarannya.

Pikiranku lalu beralih kepada Kay. Apa yang terjadi

dengannya? Sejak kejadian semalam, Kay bukannya melunak

tetapi malah semakin keras dan dingin terhadapku. Ia bahkan

tidak meminta Mbok untuk menyiapkan sarapan bagiku seperti

yang biasanya ia lakukan. Tapi apa kata Xander tadi? Ia

bereaksi saat mendengar namaku?

Jujur, aku tidak tahu harus merasa senang atau sedih

mendengar hal itu, namun yang jelas saat ini hatiku meloncat

setinggi angkasa sangking senangnya. Aku tidak peduli apakah

itu amarah atau kejengkelan, yang pasti itu lebih baik daripada

sikap beku yang biasanya ia tunjukan terhadapku.

Paling tidak, ia sudah melangkah selangkah lebih dekat

untuk memaafkanku.

Page 72: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Siulan bahagia terdengar dari bibirku, mengiringi

langkahku menuju mobil dan kembali ke kantor untuk

melanjutkan pekerjaanku. Di tengah perjalanan, aku sempat

terpikir untuk menelpon Kay, namun kuurungkan niatku.

Jangan terlalu terburu-buru, Le. Suara hatiku

mengingatkanku. Aku mengiyakannya namun tetap saja aku

tak dapat menahan hatiku yang berkelimpahan dengan

perasaan bahagia ini.

Perasaan ingin dicintai oleh wanita yang kucintai.

Kay

Sesuatu tampak berbeda dari Ale.

Entah apakah ini hanya perasaanku saja, namun Ale

tampah bersinar dan tak pernah berhenti tersenyum. Ketika ia

tiba di apartemen tadi dan melihat wajahku, ia tersenyum

bahagia ke arahku (yang tentunya tak terbalas) dan menatapku

dengan penuh harapan, seakan aku tiket lotre yang

memenangkan sebuah undian.

Aku berusaha untuk menghiraukannya dan fokus

mengerjakan deadline-ku yang tanpa akhir ini, namun rasa

ingin tahuku mengalahkan segalanya.

Page 73: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

“Ada apa?”

Ale yang sedang berganti pakaian melihat ke arahku lalu

ke luar ruangan (mungkin untuk mengecek keberadaan Mbok)

lalu kembali kepadaku.

“Kamu ngomong sama aku?”

Aku memutar bola mataku. Dia terkekeh pelan melihat

reaksiku.

“Xander bilang kamu sensi pas denger namaku tadi

siang.”

Alisku terangkat mendengar hal itu. “Maksudnya?”

Ale berbalik menghadap cermin dan membenarkan

kancing bajunya.

“Akhir-akhir ini kan kamu seperti ratu es.”

Aku terdiam mendengar perkataan Ale. Aku tahu sifatku

sangat dingin padanya, namun untuk mendengarnya langsung

dari bibir Ale sendiri ternyata tetap menusuk hatiku. Aku tahu

ia mencoba membaca pikiranku dengan melihat reaksiku

melalui cermin jadi kuputuskan untuk menenggelamkan

tubuhku dibawah selimut.

Page 74: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Hal pertama yang terlintas di kepalaku adalah Xander.

Keparat itu entah iseng atau memang diperintahkan Ale untuk

melaporkan segala hal tentangku kepadanya, aku tak tahu.

Yang jelas, ia akan menerima jitakan dariku besok.

Hal berikutnya yang ada di kepalaku adalah ekspresi

bahagia Ale. Sudah lama sekali aku tak melihat ekspresi itu.

Ekspresi itu muncul di saat-saat penting dalam hubungan kami.

Saat kami pertama bertemu di pesawat terbang, pertemuan

kami di kafe, dan yang terpenting ekspresi itu sangat terlihat

ketika ia melamarku dan aku berkata “iya”.

Sayangnya, sejak kejadian itu ekspresi itu seakan hilang

dan tak pernah muncul di wajah Ale. Hingga hari ini.

Aku tak bisa memutuskan untuk membiarkan Ale dengan

harapannya atau memutus harapannya dengan bersikap lebih

dingin padanya karena aku tahu dalam lubuk hatiku yang

terdalam aku merindukan dirinya. Aku rindu hangatnya

pelukannya, tatapan matanya yang penuh cinta, belaian

tangannya di rambutku, hingga bobot tubuhnya yang

menindihku saat kami bercinta.

Mungkin untuk saat ini, hanya untuk beberapa saat, aku

akan membiarkannya.

Page 75: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

#8

Awal Kesepakatan

Ale

Sejak malam itu, Kay jelas mulai melunak.

Tidak, ia belum kembali menjadi Kay yang dulu, namun

yang jelas ia sudah bukan ratu es lagi. Ia sudah mulai

menjawab pertanyaan-pertanyaanku, menyiapkan sarapan dan

pakaian untukku. Mengangkat telepon dan membalas pesan

Page 76: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

dariku (meski jawabannya sangat singkat). Dan yang

membuatku semakin senang ialah karena proses pembuatan

film terbaruku juga berjalan dengan sangat baik.

Segalanya akan menjadi sempurna, apabila gadis itu tidak

merecokiku setiap hari.

Gadis itu, Tiara, adalah aktris muda yang mengikuti

audisi casting untuk film terbaruku. Dia menginginkan peran

sebagai pemeran utama wanita dan harus kuakui secara fisik ia

sangat menjanjikan.

Wajahnya berbentuk hati dengan mata bulat yang

terbelalak lebar, ditambah dengan hidung mancung dan bibir

penuh yang menawan setiap pria. Tubuhnya bak biola dengan

lekukan tubuh yang pas membuat setiap mata, baik pria

maupun wanita, memandang dan mengagumi sosoknya.

Namun bukan ia yang kuinginkan untuk memerankan

peran itu dalam filmku.

Mendengar keputusanku, tentunya Tiara merasa sangat

marah sehingga ia dan agensinya terus menerorku dengan sms

dan telepon yang tak pernah kuhiraukan.

Dan pagi ini aku dibangunkan oleh dering ponselku.

Tiara. Lagi.

Page 77: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Ganti nomor telepon nih gua lama-lama.

Kay

“Jadi sudah baikan nih ceritanya?”

Pertanyaan Nanda, sahabat terbaikku, membuat cafe latte

yang seharusnya masuk ke kerongkonganku hampir pindah

jalur ke tenggorokan.

“Maksud lu?”

“Abis tadi gua lihat lu mulai senyam-senyum sendiri

ditelpon Ale, nih gua contohin.” Nanda mendekatkan layar

ponselnya ke telinganya dan berpura-pura menerima panggilan

lalu tersenyum-senyum layaknya orang yang tidak waras.

Kurasakan pipiku memerah namun aku mendengus pelan

untuk menyembunyikannya. “Enak aja. Kapan gua kaya gitu?”

Nanda menaruh ponselnya dan menjulurkan lidahnya.

“Yee, kalau gua bisa lihat masa depan sudah gua video-in deh

biar lu percaya!”

Kuhiraukan pernyataannya dan kembali meminum cafe

latte-ku sementara sahabat baikku sejak kuliah itu terus

berceloteh tentang kesibukan pekerjaannya sebagai editor

Page 78: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

majalah Union, sebuah majalah lifestyle yang terkenal di

kalangan masyarakat elit di ibukota. Meski secara fisik ia

terlihat lelah dan stres dengan pekerjaannya, namun aku tahu

di dasar hatinya ia menikmati pekerjaannya itu.

Tidak seperti diriku yang harus terjebak dalam neraka

perbankan.

Itu semua sebanding dengan tas Louis Vuitton yang ada

di sebelah lu kan, Kay. Suara hatiku kembali muncul untuk

menasehatiku. Aku menarik nafas dalam-dalam dan

mengiyakannya.

Tiba-tiba, terdengar suara jentikan jari yang mengganggu

lamunanku.

“Woy, orang lagi ngomong dengerin kek!” seru Nanda

sambil menjentikkan jarinya.

Aku memfokuskan mataku ke arah Nanda dan tersenyum

lebar. Alis Nanda terangkat melihat senyumku namun ia tak

berkata apa-apa dan meneruskan ocehannya. Aku

menanggapinya dengan gumaman dan anggukan kepala

sementara kubiarkan pikiranku melalang buana ke tempat

favoritnya.

Ale sedang apa ya?

Page 79: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Tidak ada yang ngikutin lu, Kay. Sekali lagi, tidak ada

yang ngikutin lu.

Mantra yang sudah kuulang berkali-kali di kepalaku

sepertinya tidak menghasilkan efek yang kuharapkan.

Bukannya semakin tenang, aku malah semakin panik. Aku

mengambil cermin kecil di dalam tas tanganku dan

membukanya. Aku berpura-pura untuk bercermin lalu mataku

selintas melirik ke arah belakang lewat cermin itu.

Dia masih di sana!

Cepat-cepat kututup dan kutaruh kembali cerminku ke

dalam tas. Jam tanganku sudah menunjukkan pukul satu dini

hari. Beberapa orang masih terlihat melintas di lobi apartment

dan kulihat seorang satpam sedang berbicara dengan salah

seorang cleaning service. Dalam hati aku mengutuk klienku

yang meminta (secara paksa) agar aku menyelesaikan deadline

malam itu juga untuk dikirim lagi ke atasannya. Aku banyak

mendengar berita mengenai pria-pria kurang waras yang

berkeliaran di sekitar bangunan apartemenku namun selalu

Page 80: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

kuhiraukan. Sekarang aku menyesal tidak membawa apapun

untuk dijadikan senjata. Aku memfokuskan kembali pikiranku

untuk mencapai apartemen dengan selamat. Telingaku

menangkap dua suara langkah kaki yang berarti pria itu masih

ada di belakangku. Sempat terpikir olehku untuk menaiki

tangga, namun aku sadar bahwa matahari mungkin sudah terbit

ketika aku mencapai lantai apartemenku. Aku menekan tombol

naik dan masuk ke lift yang sudah kosong. Pria itu ikut masuk

dan berdiri di pojok lift. Aku menekan tombol lantai

apartmentku dan aku sedikit berharap ia akan memencet

tombol lain untuk menunjukkan bahwa ia tidak sedang

mengikutiku namun apa daya, ia hanya berdiri tegak di

tempatnya.

Lewat pantulan pintu lift, aku mulai memerhatikan

penampilan pria ini. Ia memakai topi dan kacamata hitam yang

menutupi wajahnya. Tubuhnya dibalut dengan mantel panjang

bewarna coklat muda yang tidak dikancingkan dan hanya

diikat dengan ikat pinggang.

Tunggu, ikat pinggang? Berarti pria ini...

Ekspresi wajahku sepertinya mencerminkan pikiranku

karena pria itu langsung berjalan dua langkah ke arahku dan

memegang pundakku. Keringat dingin mengalir dari pelipisku

dan aku merasakan tubuhku mulai bergetar.

Page 81: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Dua lantai lagi! Ayolah!

Pria itu membalikkan tubuhku dengan kasar dan menahan

tubuhku pada pintu lift dengan satu tangan sementara

tangannya yang lain mulai membuka ikat pinggangnya.

Kupejamkan mataku erat dan berteriak sekencang mungkin.

Pria itu menampar pipiku sangat keras hingga aku merasakan

asinnya darah di bibirku dan tepat saat itu pintu lift terbuka dan

aku terjengkang ke belakang. Pria itu berjalan ke arahku dan

tersenyum puas sementara aku berusaha merangkak menuju

kamar apartemenku. Pria itu menjambak rambutku dan aku

spontan meneriakan nama Ale sekuat tenaga.

Sedetik kemudian aku mendengar suara pintu dibuka dan

namaku diteriakan Ale. Aku mendengar pria itu mengutuk lalu

bergegas melarikan diri. Setelah pria itu hilang dari pandangan,

air mataku mulai mengalir deras dan aku terduduk di lantai,

dengan tubuh yang masih bergetar hebat. Ale berlutut di

hadapanku dan memelukku erat. Kali ini aku tidak menolak

pelukannya dan membalas pelukan tubuhnya. Setelah tubuhku

berhenti bergetar, Ale membantuku untuk bangkit lalu ia

mengangkat tubuhku dan membawaku ke atas tempat tidur.

“Tunggu di sini, aku akan segera kembali.”

Ale mencium keningku dan pergi meninggalkanku.

Tubuhku sudah tidak lagi bergetar namun aku melipat kedua

Page 82: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

kakiku dan memeluknya. Kutenggelamkan wajahku di atas

lutut sambil berusaha untuk menenangkan diriku sendiri dan

menghentikan aliran air mataku. Kurang lebih lima menit

setelah itu aku mendengar suara pintu ditutup.

Ale sudah kembali.

Untuk pertama kalinya selama beberapa bulan ini,

pikiranku bersatu dengan hatiku. Kami sama-sama senang dan

lega Ale kembali. Aku merasakan hangatnya selimut yang

menyelimuti tubuhku dan bobot tekanan ranjang di depanku.

Perlahan, Ale mengangkat wajahku dan menyeka air mataku

dengan kedua ibu jarinya. Ale tersenyum. Aku yakin ia

tersenyum untuk menenangkanku, namun senyumnya malah

membuat air mataku kembali mengalir dengan deras.

“Lah kok makin nangis? Sudah, Kay, nggak apa-apa.

Semuanya baik-baik saja. Jangan nangis ya?” Aku tak dapat

melihat ekspresi Ale namun dari nada bicaranya aku tahu ia

kuatir dan kebingungan melihat responku.

Aku menyeka air mataku dan memeluk Ale erat. Ale

membalas pelukanku dan mengelus-elus punggungku. Sama

seperti yang biasa ia lakukan ketika aku kesal ataupun sedih

dulu. Ale membisikkan kalimat-kalimat yang sepertinya untuk

menghibur dan menenangkanku namun pikiranku tampaknya

gagal mencerna perkataannya. Setelah beberapa menit, Ale

Page 83: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

melepaskan pelukannya namun ia memegang pundakku dan

memperhatikan wajahku. Pegangannya semakin erat dan

ketika aku mendongak, Ale tampak siap untuk membunuh

seseorang.

“Bibir dan pipimu..., berani-beraninya dia!”

Aku menurunkan tangannya dari pundakku dan

menggenggamnya erat.

“Sudahlah, Le. Masalahnya sudah beres, kan? Dia sudah

diamankan ini.”

Ale menutup matanya dan menduduk. Aku tahu ia masih

sangat marah dengan perbuatan pria itu terhadapku. Kali ini,

aku yang mengelus-elus punggungnya sambil membisikan

bahwa aku tidak apa-apa.

Beberapa detik kemudian, Ale mendongak dan

merengkuh wajahku dalam tangannya. Ibu jarinya membelai

sudut bibirku yang sudah mulai membengkak. Dalam

keheningan itu, wajah Ale semakin mendekat ke arahku dan

aku membiarkannya. Bibirku dilumatnya dengan lembut dan

tepat saat itu, aku menyadari betul betapa rindunya aku akan

belaian dan ciumannya. Aku membiarkan Ale mengambil alih

dalam ciuman itu. Ia menciumi bibir, pipi, mata, hidung hingga

ke leherku. Ciumannya membuatku terangsang dan aku pun

Page 84: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

melingkarkan tanganku ke lehernya, berusaha tetap terjaga

dengan memeluknya erat. Bibir Ale mulai mengarah ke selatan

dan aku tak menghentikannya.

Malam itu, aku terbang ke surga.

Page 85: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

#9

Aku di Surga

Ale

Aku terbangun dengan posisi yang sedikit tidak biasa.

Aku sempat berpikir bahwa yang kulakukan semalam

hanya mimpi liarku belaka, namun pemandangan di depanku

membuktikan bahwa aku salah besar.

Page 86: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Rambut Kay menggelitik wajahku dan nafasnya

menghangatkan kulit telanjangku. Bulu matanya yang panjang

masih menyelimuti matanya dan suara dengkuran lembutnya

bagai simfoni yang merdu di telingaku. Aku mengelus lembut

pipinya dan dengan sangat berhati-hati, kulepaskan

pelukannya dari tubuhku dan menyelimuti tubuhnya kembali.

Kukecup keningnya dan aku berjalan keluar kamar. Ingin

rasanya ku kembali dan melakukan lagi apa yang sudah

kulakukan kemarin malam. Namun sayangnya, pekerjaan

sudah menungguku.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku tidak

menyukai pekerjaanku.

Tetapi, proyek kali ini sangatlah spesial dan aku sudah

menunggu-nunggu penyelesaiannya. Proyek ini masih bersifat

rahasia dan tak akan menjadi santapan publik. Hanya satu

orang yang akan menikmati proyek ini dan aku yakin seratus

persen ia akan sangat menyukainya.

Kay

Sinar matahari menyusup masuk lewat sela-sela kelopak

mataku, menyinari iris dan pada akhirnya membangunkanku

Page 87: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

dari tidur. Hal pertama yang timbul dalam benakku ialah

insiden malam itu. Terutama yang terjadi di atas ranjang ini.

Sambil masih menutup mata, pelan-pelan aku meraba sisi

ranjang di sisiku. Kosong. Dan sudah dingin. Itu artinya Ale

sudah pergi sedari tadi. Dalam hati aku terpecah menjadi dua.

Aku bersyukur karena tak harus melihat wajahnya pagi ini,

namun aku juga kesal karena tak melihat wajahnya pagi ini.

Aduh, Kay. Mau lu apa sih? Pikiranku sendiri mencelaku,

namun memang itulah yang kurasakan. Di satu sisi, aku tak

tahu bagaimana ekspresi wajahku dan apa yang harus

kulakukan ketika bertemu Ale pagi ini, namun di sisi lain...

Aku merindukannya.

Siang ini, seperti siang-siang biasanya, membuat

kepalaku sangat penat hingga rasanya ingin aku menjadi ibu

rumah tangga saja.

Meski Xander adalah adik iparku, terkadang saat otaknya

sedang berjalan dengan benar, ia tetap bersikap layaknya

Page 88: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

seorang atasan pada bawahannya, yaitu aku. Sejujurnya, aku

menyukai sikapnya yang tahu situasi dan tempat seperti ini,

namun kadang aku sulit membedakan apakah ia sedang serius

atau bercanda.

Seperti saat ini.

Pagi tadi, sekitar pukul sepuluh, ia tiba-tiba masuk ke

kantorku dan meletakan sejumlah berkas-berkas di mejaku.

Aku melirik berkas itu, dan ternyata itu semua adalah proposal

ide penanaman saham baru yang sudah kukerjakan selama

beberapa bulan terakhir. Setelah berpura-pura mengelap

keringat yang tak terlihat, Xander berdeham pelan dan

membenarkan dasinya yang tek berubah sederajat pun.

“Bu Kayla, tolong revisi ulang seluruh berkas ini. Bos

kurang menyetujui proposal ini.” Ia berkata dengan nada suara

yang datar namun tegas.

Alisku terangkat mendengar perkataannya. Seingatku,

pada meeting terakhir, Papa setuju-setuju saja dengan

proposalku.

“Maksudnya?”

“Maksudnya, kakak iparku yang cantik,” Xander

menunduk dan mencondongkan tubuhnya ke arahku. “Anda

harus mencari ide baru untuk penanaman saham bank ini.”

Page 89: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Mataku kosong dan bibirku membentuk lingkaran selama

beberapa detik. Xander tersenyum lebar dan pergi

meninggalkanku sendirian dengan kekagetanku. Ini memang

bukan pertama kalinya proposalku ditolak, namun aku bekerja

sangat keras untuk proposal kali ini dan aku sudah

membicarakannya dengan Papa saat aku ke rumah mereka

kemarin.

Aku menggeleng-gelengkan kepala dan mengembalikan

kesadaranku kembali. Kuraih ponselku dan menelpon Papa

untuk memastikan perintah Xander. Beberapa menit

kemudian, kumatikan ponselku dan kutaruh kepalaku di atas

meja. Kepalaku terasa amat berat dan aku memejamkan mata

sejenak. Kuatur nafasku dan kucoba untuk menenangkan diri

sebelum kembali melihat proposalku yang tertolak itu.

Lembur lagi, deh.

Terpikir olehku untuk menelpon Ale, menyampaikan

bahwa aku akan pulang larut malam hari ini. Tetapi..., aku

masih ragu. Jangan-jangan yang kemarin malam itu hanya efek

dari nafsu belaka? Jangan-jangan Ale tidak memiliki pikiran

yang sama denganku? Jangan-jangan hanya aku yang ingin

berbaikan dan kembali padanya? Dan banyak jangan-jangan

yang lain yang membuat aku mengurungkan niatku.

Page 90: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Aku menatap ponselku sebentar, lalu ku nonaktifkan

ponselku.

Ada banyak pekerjaan menunggu, ayo mulai kerja, Kay!

Ale

Kay belum pulang.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam

dan tak ada tanda-tanda ia akan pulang segera.

Entah sudah berapa telepon tak terangkat dan pesan yang

kukirim, namun balasan tak kunjung datang. Dulu, apabila Kay

harus terpaksa lembur di kantor, ia pasti akan mengabariku,

paling tidak lewat pesan. Memang, selama ‘masa vakum’ kami

sebagai suami istri beberapa bulan terakhir, ia tak pernah

mengabariku apabila ia akan pulang terlambat. Jangankan

mengabari, untuk melihat wajahku saja raut mukanya sudah

menunjukkan kebenciannya padaku. Tapi, sekarang kan

semuanya sudah kembali seperti semula.

Ya kan?

Page 91: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Aku berjalan mondar-mandir di ruang tengah layaknya

setrika. Kekuatiran menguasai pikiranku. Pikiranku mulai

membayangkan skenario-skenario menakutkan yang mungkin

dialami Kay.

Jangan-jangan Kay diculik? Atau jangan-jangan ia

dikuntit lagi? Atau jangan-jangan...

Aku memukul kepalaku sendiri karena berpikiran yang

tidak-tidak. Aku berusaha untuk berpikir positif namun gagal

total. Akhirnya, kuambil jaket dan kunci mobil lalu turun ke

arah parkiran. Aku tahu bahwa mungkin aku berlebihan,

mungkin Kay masih sibuk dengan pekerjaannya dan tidak mau

diganggu sehingga ia mematikan ponselnya. Aku tahu semua

itu, namun aku tetap kuatir. Aku ingin memastikan bahwa

semuanya baik-baik saja.

Bahwa kita baik-baik saja, Kay.

Page 92: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Kay

Sepertinya tidak hanya manusia yang bisa beranak-pinak.

Kertas juga bisa.

Sudah berjam-jam aku mengerjakan ulang semua laporan

proposal ini dan begitu aku selesai dengan satu bagian, bagian-

bagian lain masih tertumpuk tinggi dan tak tampak berkurang

sekeras apapun aku berusaha.

Jam tanganku sudah menunjukkan hampir pukul sebelas

malam. Di luar ruanganku, lampu sudah diredupkan. Setelah

Siti, salah satu office girl di bank ini, masuk untuk

mengantarkan pesanan makananku, aku tak melihat bahkan

mendengar seorang pun berjalan di depan ruanganku. Keadaan

sangatlah hening, hingga aku dapat mendengar suara pendingin

ruangan di ruanganku.

Malam-malam biasanya mungkin aku akan bersikap

biasa saja dengan situasi seperti ini. Namun tidak malam ini.

Apalagi setelah insiden kemarin malam. Aku merasakan bulu

kudukku mulai berdiri ketika mengingatnya. Akhirnya

kuputuskan untuk melanjutkan pekerjaan sialan ini besok dan

pulang sekarang.

Saat aku tengah membereskan barang-barangku untuk

pulang, tiba-tiba aku mendengar suara derap kaki yang

Page 93: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

semakin lama semakin kencang dan tiba-tiba suara itu berhenti

dan digantikan oleh hentakan pintu ruanganku yang terbuka,

memperlihatkan Ale dengan wajah yang penuh kekuatiran dan

keringat yang turun dari rambut ke jambangnya. Nafasnya

terengah-engah seakan ia baru menyelesaikan pertandingan

maraton. Matanya awas dan terfokus ke satu arah.

Tepat ke mataku.

Page 94: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

#10

Kotak Pandora yang

Terbuka

Kay

“Ale? Kamu nga-“

Kalimatku terpotong oleh dorongan tubuh Ale yang

memeluk tubuhku erat hingga membuatku hampir terjengkang

ke belakang.

Page 95: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

“Untunglah, kamu nggak apa-apa.” Suara Ale yang lebih

seperti bisikan pada dirinya sendiri tertangkap oleh gendang

telingaku. Lalu, Ale menjauhkan tubuhku darinya dan

memerhatikan tubuhku dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Bila ada orang yang melihat hal ini, mereka pasti berpikir aku

baru terkena kecelakaan atau sakit karena perilakunya seperti

dokter yang mencari sumber rasa sakit pada tubuh pasien.

Sekuatir itu kah ia terhadapku?

Setelah ia yakin bahwa aku tak apa-apa, ia melepaskan

tangannya dari lenganku dan menghela nafas lega.

“Ponsel kamu kenapa mati?”

Aku menggigit bibirku pelan dan berusaha memikirkan

jawaban yang pas. Kan tidak mungkin aku berkata bahwa aku

tidak tahu harus bersikap seperti apa di keadaan sekarang.

“Ponselku mati. Baterainya habis.”

Ale mengernyitkan dahinya. “Kenapa nggak dicas?”

Melihatku yang memasang raut wajah dingin, diam

membisu dan tak menjawab pertanyaannya, ia melanjutkan.

“Jangan bilang kamu mau balik ke keadaan kita sebelum

ini...?”

Page 96: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Aku menghindari tatapan matanya yang menusuk tajam

ke arahku. Tanpa perlu melihat, aku tahu ia pasti kecewa

karena aku juga. Aku kecewa dan kesal terhadap diriku sendiri

yang tak mampu untuk memaafkan dan memulai segalanya

dari awal.

Helaan nafas Ale terdengar panjang. Setelah beberapa

detik, suara beratnya memecah keheningan.

“Kamu yakin ingin tahu apa yang terjadi saat itu?”

Aku mendongak dan menatap raut wajahnya yang sarat

akan keseriusan. Saat itu? Jangan-jangan...

“Iya, saat itu. Saat yang membuat kita bertengkar selama

beberapa bulan ini.” Lanjutnya.

Aku terdiam dan membisu. Ale menganggap kebisuanku

sebagai kata ‘iya’ dan mulai bersuara, menyeritakan kisah yang

ia sembunyikan dariku selama beberapa bulan lamanya.

Page 97: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Ale

“Kamu ingat Yubin? Teman baikku saat di kuliah dulu?”

tanyaku.

Kay tampak kebingungan sesaat lalu menganggukan

kepalanya.

“Ia hamil di luar nikah, dan ia mengalami kontraksi di

malam peringatan pernikahan kita.” Aku mulai bercerita.

“Namaku adalah satu-satunya yang ditulis dengan alfabet dan

bukan bahasa Korea sehingga para perawat otomatis langsung

menghubungi ponselku. Saat aku tiba di rumah sakit, seorang

perawat menginformasikan bahwa Yubin kehilangan bayinya.

Malam itu aku habiskan dengan merawat dan menghiburnya

dan ketika aku ingin memberitahumu tentang kejadian malam

itu, Yubin melarang dan membuatku bersumpah untuk tidak

memberitahukan apa-apa kepadamu.”

Aku berhenti sebentar melihat mata Kay yang sudah

berkaca-kaca, hidungnya yang mulai memerah karena

menahan tangisan yang sudah di ujung tanduk.

“Malam itu adalah malam terakhir aku bertemu Yubin.

Ketika aku meninggalkannya di rumah sakit pun, ia terus

mengingatkanku akan sumpah yang kuambil sehingga kata-

katanya terus terngiang di kepalaku dan aku tak mampu

Page 98: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

mengucapkan sepatah kata pun tentang malam itu. Dan kamu

tahu sisa kejadiannya, bukan? Ia kabur dari rumah sakit dan

akhirnya menjadi korban tabrak lari.”

“Mengapa? Mengapa Yubin eonni 2 tidak mau

menceritakan hal ini padaku?” Kay bertanya dengan suara

yang sarat akan kekecewaan dan kesedihan.

Aku menghela nafas sebelum menjawab. “Ia tak mau

kamu tahu tentang sisi gelapnya. Selama ini kamu kan selalu

membanggakan ia sebagai sosok wanita yang tangguh dan tak

pernah kalah di hadapan laki-laki. Ia bahkan terlihat sangat

malu ketika aku muncul di depan pintunya malam itu.”

Satu per satu air mata Kay mulai menetes, membentuk

dua sungai kecil yang melintasi pipinya. Kay terduduk dan

memeluk lututnya. Ia menyembunyikan wajahnya dan

pundaknya bergetar hebat. Aku berjalan ke arahnya, mengamit

tangannya dan memeluk Kay yang masih bergetar hebat.

Permintaan maaf yang keluar dari bibirku tak mampu

menenangkannya, dan membuatnya menangis semakin keras.

Akhirnya, ku katupkan bibirku dan ku peluk ia erat dalam

ketenangan. Setiap air mata yang membasahi pundakku

2 Eonni: sebutan perempuan kepada perempuan yang lebih tua.

Page 99: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

membuatku semakin merasa bersalah karena telah membuat

gadisku menangis.

Setelah beberapa menit, Kay akhirnya mampu

menenangkan diri. Aku membantunya berdiri dan

mendudukannya di atas sofa. Kay sudah berhenti menangis

namun ia tetap membisu dan aku pun tak tahu harus berkata

apa. Aku baru hendak mengucapkan sesuatu ketika Kay

memotong ucapanku.

“Maaf.”

Mataku terbelalak mendengar perkataannya. Aku hendak

merespon perkataannya saat Kay mengangkat tangannya untuk

menghentikan ucapanku.

“Biarkan aku menyelesaikan perkataanku. Aku sungguh

minta maaf, Le, karena aku tidak mampu menjadi istri yang

baik, yang pengertian, dan yang terpenting aku tak dapat

menjadi seseorang yang percaya sepenuhnya pada suamiku

sendiri. Aku sudah bertindak bodoh dan kekanak-kanakan

selama beberapa bulan terakhir. Tolong, maafkan aku.”

Aku menghela nafas lalu memeluknya erat.

“Bodoh, kalau aku belum memaafkanmu, aku tidak akan

ada di sini, menceritakan semua ini padamu saat ini. Aku juga

Page 100: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

minta maaf atas perkataanku yang pasti melukai hatimu malam

itu. Aku sungguh tidak bermaksud untuk menyakitimu.”

Kay tidak menjawab secara verbal, namun aku tahu ia

memaafkanku karena ia membalas pelukanku dengan erat,

seakan ia tak mau melepaskanku.

Kami masih dalam posisi yang sama saat tiba-tiba

terdengar pintu terbuka dan suara yang sangat familiar berkata,

“Kalian sedang apa di sini?”

Aku dan Kay langsung refleks memisahkan diri dan

bangkit berdiri secepat kilat. Papa menaikkan alisnya dan

matanya yang sarat akan kebingungan bercampur geli

memandangku lalu Kay. Aku sendiri hanya dapat meringis dan

tersenyum canggung. Papa menggeleng-gelengkan kepalanya

lalu mengalihkan perhatiannya pada Kay.

“Kay, kamu sedang apa? Mengapa belum pulang...?”

Papa tampaknya mengenali berkas-berkas di atas meja

Kay karena ia menghela nafas panjang setelah melihatnya.

“Xander pasti menyuruhmu untuk mengerjakan itu semua

hari ini, ya? Benar-benar anak itu.”

Page 101: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Kay terlihat panik dan berkata, “Nggak kok, Pa. Kay

memang mau menyelesaikan proposal ini malam ini agar besok

sudah beres.”

Papa berdecak pelan lalu mengalihkan perhatiannya

padaku dan berkata, “Le, ajak Kay pulang sekarang. Dia sudah

bekerja terlalu keras hari ini.”

Aku setuju dan mengiyakan perkataan Papa. Aku dan

Kay pun pamit pulang dan ketika Kay sudah ada di luar pintu,

Papa berbisik pelan terhadapku.

“Good job, son.”

Aku tersenyum mendengar hal itu dan mengangguk

sebelum menyusul Kay yang sudah berjalan lebih dulu. Di

depan, Kay menutupi mukanya dengan tangannya dan kulihat

telinganya memerah. Aku tertawa kecil melihatnya, dan Kay

menurunkan tangannya.

“Aduh, Papa kok bisa ada di situ sih? Aduh, parah malu-

maluin banget!”

Tawaku semakin keras mendengar perkataannya dan aku

mencubit pelan pipinya yang memerah. Kay mengomel dengan

suaranya yang kecil agar tak terdengar oleh Papa namun

suaranya membuatku semakin geli sehingga akhirnya Kay

Page 102: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

membalas mencubit lenganku. Tawaku dan ocehan Kay

mengiringi langkah kami pulang.

Pulang ke Ale dan Kay yang dulu.

Page 103: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

#11

Menikmati Nirwana

Kay

Sesuatu yang basah di sudut bibirku membangunkanku.

Dan tidak, itu bukan air liurku.

Aku merasakan bibir yang mengecupku pagi itu

tersenyum ketika aku membalas kecupannya.

Page 104: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

“Pagi, Sayang.” Ale berkata seraya mengecup dahi, mata,

hidung, pipi, dan kembali ke bibirku.

“Pagi.” Aku berkata seraya bangkit dari tempat tidur.

Tepat saat itu, Ale menarik lenganku sehingga aku terbaring

kembali di dadanya yang bidang.

“Jangan pergi dulu.” Pintanya pelan sambil mengekangku

dengan kedua lengannya. “Lima menit lagi ya?”

Aku tertawa kecil mendengar suaranya yang seperti anak

kecil yang malas bangun di pagi hari padahal umurnya sudah

sangat jauh dari kategori ‘anak kecil’.

“Nanti aku telat loh, Le.”

Lengannya semakin erat memelukku. “Ntar aku telpon

Xander deh, biar kamu ga diomelin.”

Perkataannya membuatku tertawa geli dan aku memukul

dadanya pelan. “Ga bisa gitu, dong. Sudah aku mandi dulu ya.”

Aku berkata seraya bangkit dan berjalan menuju kamar mandi,

meninggalkan Ale yang mengeluhkan kepergianku.

Page 105: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Ale

“And...cut!”

Kalimatku mengakhiri proses syuting selama beberapa

bulan terakhir. Teriakanku yang lantang terkalahkan oleh sorak

sorai dan keceriaan para staff perfilman yang lega dan senang

karena proses syuting telah berakhir.

Filmku sudah hampir selesai, akhirnya.

Memang masih ada tahap selanjutnya setelah syuting

selesai yakni tahap pengeditan, namun diperkirakan bulan

depan film ini sudah bisa kuserahkan pada pemilik aslinya.

Kebahagiaan ini ingin kurayakan bersama Kay, namun ia tak

boleh mengetahui proyek ini, paling tidak sampai bulan depan.

Kebetulan malam ini adalah malam minggu, jadi staff

perfilmanku memutuskan untuk membuat pesta penyelesaian

film ini di sebuah kelab malam terkenal di Jakarta Selatan. Aku

tidak menentang pesta ini, namun aku tidak ingin ikut serta

karena aku tahu banyak gosip dan rumor yang berawal di sana.

Segigih apapun teman-temanku berusaha untuk mengajakku,

mereka tetap tak dapat menggoyahkan keinginanku untuk

menghabiskan malam minggu bersama Kay. Malam minggu

pertama kami selama beberapa bulan terakhir.

Page 106: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Aku berjalan ke tempat yang lebih sepi untuk menelpon

Kay mengenai acara malam ini. Aku sudah berencana untuk

mengajaknya makan malam romantis di sebuah hotel mewah

di kawasan Jakarta Selatan dan aku yakin Kay akan sangat

tersentuh dengan rencana yang telah kubuat.

“Halo?” Suara Kay terdengar seperti gumaman. Aku

melihat jam tanganku dan ternyata sudah pukul empat sore.

Oiya, kalau lagi weekend gini kan biasanya dia suka tidur

sore. Aku menepuk dahiku pelan karena melupakan fakta itu.

“Halo, Ale?” Kay mengulangi perkataannya. Kali ini

suaranya terdengar lebih jelas dari sebuah gumaman dan aku

langsung merespon seketika.

“Ah, iya Kay. Maaf ya aku ngebangunin. Aku cuman mau

minta kamu siap-siap aja soalnya kita akan kencan malam ini.”

“Kencan?” Kay tertawa geli. “Memangnya kita masih

SMA apa ada kencan segala?”

Aku ikut tertawa mendengar tawanya. “Yah, pokoknya

kamu dandan yang cantik ya. Jam enam aku jemput di

apartemen.”

Kay mengiyakan dan mengucapkan salam perpisahan.

Aku memutuskan panggilan dengan perasaan yang berbunga-

bunga dan tak sabar melihat ekspresi Kay malam ini.

Page 107: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Semoga malam ini akan menjadi malam yang tak

terlupakan bagi kita, ya Kay?

Kay

Kadang aku ingin dilahirkan sebagai seorang laki-laki.

Paling tidak kalau aku adalah seorang laki-laki, aku tidak

akan memikirkan hal-hal yang sebenarnya remeh, seperti apa

yang harus kupakai, warna lipstik apa yang harus kuoleskan di

bibirku, parfum mana yang harus kusemprotkan ke tubuhku,

tas mana yang harus kubawa, dan puluhan pertanyaan lainnya

yang sebenarnya kurang penting untuk dibahas bagi seorang

laki-laki.

Seperti yang saat ini tengah kulakukan.

Jarum panjang sudah berada di angka sembilan, berarti

lima belas menit lagi bel apartemen akan berbunyi dan sampai

detik ini, tubuhku masih dibalut handuk.

Page 108: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Pergi kencannya pakai handuk saja sekalian, daripada

pusing milih baju. Pikiranku sendiri bahkan mengejek

perilakuku.

Inilah salah satu yang membuatku tidak begitu menyukai

kencan dengan Ale. Ia seringkali membuat rencana tanpa

memberitahuku pakaian seperti apa yang seharusnya kupakai.

Seperti saat kami berdua masih pacaran dulu, ia mengajakku

kencan setelah ia menyelesaikan syuting film dan akhirnya

pulang dari Hong Kong. Untuk merayakan penyelesaian

syuting film itu, aku berpikir bahwa ia akan mengajakku

makan malam di hotel atau paling tidak di sebuah restoran yang

cukup bagus. Ternyata, kenyataannya berbeda seratus delapan

puluh derajat. Alih-alih mengajakku ke hotel, ia malah

memberhentikan mobil di sebuah gang kecil di daerah yang

aku bahkan tak tahu namanya. Di gang itu, ada sebuah warung

pecel lele yang bersebelahan dengan toko tambal ban.

Awalnya, aku masih berpikiran positif dan mengira Ale hanya

ingin menambal ban mobil, namun saat ia melihat bahwa aku

tidak beranjak dari tempat dudukku, Ale berjalan ke sisi

pintuku dan membukanya.

“Kamu kenapa nggak keluar?” tanyanya saat itu.

Page 109: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Mendengar pertanyaannya, tatapan mataku berubah

menjadi kebingungan dan mulutku tanpa sadar membentuk

huruf O.

“Kita mau makan di sini?” tanyaku dengan nada tak

percaya.

Ale hanya mengangguk dan menarik tanganku agar aku

keluar dari mobil. Aku mengikutinya masuk ke warung pecel

lele itu. Warung itu tergolong sepi, karena selain aku dan Ale

hanya ada sepasang remaja yang sedang bersenda gurau di

salah satu meja dan seorang bapak berkumis tebal berumur

sekitar empat puluh tahunan yang sedang makan sendirian di

meja di ujung warung. Cahaya di warung itu remang-remang

akibat kurangnya pencahayaan dan terlihat beberapa kucing

berkeliaran di bawah meja.

“Bu, saya biasa ya.” Kata Ale kepada seorang ibu

bertubuh tambun yang sedang sibuk memasak. Ale lalu

menoleh ke arahku yang masih berdiri di tempat. “Kamu mau

apa?”

“Aku ikut kamu aja.” Jawabku.

Ale memesankan pesanan dan aku pun duduk di salah

satu tempat duduk di depan etalase. Ale lalu duduk di

hadapanku dan aku yakin ia tahu bahwa aku merasa tidak

Page 110: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

nyaman di sini namun ia tak mengatakan apapun. Sejujurnya,

aku tidak anti dengan makan di warung pinggir jalan. Namun,

pakaian dan riasan wajahku sangat kontras dengan suasana di

warung ini sehingga membuatku merasa tidak nyaman dan

malu karena menjadi pusat perhatian seisi warung.

Pesanan kami datang dan kami pun makan. Sepanjang

makan malam, aku hanya menjawab pertanyaan Ale sekenanya

dan Ale, tampaknya mengetahui suasana hatiku yang buruk,

tidak mengomentari perilaku yang sebenarnya menyebalkan

itu.

Kami selesai makan dan Ale membayar sementara aku

berjalan ke arah mobil. Di dalam mobil, aku tetap

memertahankan sikap judesku terhadap Ale sampai suatu titik,

ia tertawa terbahak-bakal.

Aku terkejut campur bingung melihat Ale yang tertawa

terbahak-bahak hingga ia akhirnya menepi untuk mencegah

terjadinya tabrakan karena tidak fokus menyetir. Dari sudut

mata Ale, dapat kulihat kerlingan air mata yang mengancam

untuk keluar.

“Apaan sih, Le?” Aku berkata dengan gemas karena

benar-benar tidak mengerti apa yang ditertawakan olehnya

sedari tadi.

Page 111: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

“Mukamu...,” Ale menjawab tapi tertahan oleh tawanya.

Ia lalu menenangkan diri dan melanjutkan perkataannya.

“Mukamu sangatlah lucu.”

Emangnya gua badut apa dibilang lucu? Pikirku dalam

hati.

Aku menghembus nafas dengan kesal dan hal itu rupanya

membuat Ale kembali tertawa terbahak-bahak. Aku terus

memelototinya hingga ia akhirnya berdeham dan mencoba

untuk mengontrol tawa serta ekspresinya.

“Aku tahu kamu kaget dan tidak nyaman karena aku ajak

makan di warung,” Ale berkata sambil menggenggam

tanganku. “Tapi warung itu bermakna spesial untukku karena

aku menghabiskan banyak waktu untuk proses kreatif film

kemarin di sana.”

“Tapi kamu kan bisa kasih tau aku dulu biar aku ga salah

kostum gini....” Aku melayangkan protes padanya namun

suaraku sudah mulai melunak.

Ale melepaskan tanganku dan menepuk puncak kepalaku

pelan. “Iya, lain kali aku kasih tahu kamu dresscode-nya deh.”

Dan sekarang dia melupakan janjinya lagi.

Page 112: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Bunyi bel membuyarkan lamunanku. Aku melihat jam

dinding dan sekarang sudah tepat pukul enam. Aku memakai

baju dan celana seadanya lalu membukakan pintu apartemen.

Aku mengira Ale sedang iseng karena sebenarnya ia dapat

membuka pintu apartemennya sendiri, jadi aku cukup terkejut

ketika bukan Ale yang aku lihat namun seorang satpam yang

menyerahkan sebuah paket untukku. Aku berterima kasih lalu

menanyakan asal muasal paket itu, namun Bapak itu hanya

tersenyum dan mengatakan bahwa seorang penggemar rahasia

mengirimkannya padaku. Dengan kebingungan, aku kembali

masuk untuk membuka isi paket itu. Hal pertama yang dilihat

mataku langsung membuat hatiku terenyuh.

Sebuah dress setumit berwarna merah tanpa lengan

dengan hiasan batu-batu permata yang berkilau terkena

pacaran cahaya di bagian dada. Aku terperangah selama

beberapa detik sebelum menurunkan dress itu dan membaca

surat yang datang bersama paket itu. Aku membaca surat itu

dan air mataku sudah menumpuk di pelupuk mata, hanya

beberapa detik tersisa sebelum air mata itu tumpah dan

membasahi surat yang kupegang.

Sepertinya gua sebentar lagi ‘dapet’ deh. Suara hatiku

melanjutkan. Dikasih surat begini saja berkaca-kaca.

Page 113: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Aku mengambil dress yang dihadiahkan Ale padaku dan

segera bersiap-siap untuk menemui Ale yang menunggu di

lobi.

Page 114: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

#13

Tak Ada yang Abadi

Ale

“Terima kasih ya, Pak.” Aku berkata seraya menyelipkan

uang dua puluh ribu ke tangannya.

“Sama-sama, dek.” Pak satpam itu berkata seraya

tersenyum. Entah karena melihat perbuatanku atau uang di

tangannya.

Page 115: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Aku duduk di sofa yang tersedia di lobi apartemen dan

memainkan ponselku sambil membayangkan betapa cantiknya

Kay dengan balutan dress yang kupilihkan untuknya. Aku

ingat dulu ia pernah protes dan sedikit marah karena aku

membawanya ke warteg favoritku padahal bila dilihat dari

dandanannya, seharusnya aku mengajaknya ke restoran mewah

dan bukan warteg pinggir jalan seperti saat itu. Belajar dari

kesalahan, kini aku menemukan cara pintar untuk

merahasiakan tempat makan malam kami sekaligus

memberitahu Kay pakaian yang tepat untuk dipakai.

Jarum panjang di jam tanganku sudah berada di angka

empat. Kay biasanya butuh setengah jam untuk bersiap-siap

jadi kurang lebih sepuluh menit lagi batang hidung bidadari

cantikku akan berada dalam jarak pandangku. Kulihat buket

bunga yang ada diatas pangkuanku lalu mendekatkannya ke

hidungku. Masih wangi. Pikirku senang. Seluruh bunga favorit

Kay ada di dalam buket ini. Warna warni dari bunga mawar

putih, bunga wisteria, bunga lily, dan bunga primrose berwarna

kuning terangkai indah dalam buket yang sudah kupesan dari

beberapa hari yang lalu. Saat aku tengah memandang buket

bunga itu, sepasang sepatu memasuki wilayah pandanganku.

Aku mendongak dan menemukan mata wanita yang sudah

kutunggu sejak tadi.

Page 116: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Aku bangkit berdiri dan menyerahkan buket bunga itu ke

wanita yang sedang memandangku sambil tersenyum hangat.

Lalu kutuntun istriku menuju mobil yang kuparkir di depan

lobi dan kami pun berangkat untuk menikmati malam minggu

terbaik dalam sejarah pernikahan kami berdua.

Paling tidak itu harapanku.

Selama perjalanan, Kay terus mendekatkan mukanya ke

buket bunga yang kuberikan lalu tersenyum ke arahku. Tangan

kami saling tertaut dan tak ada percakapan di antara kami.

Seakan tangan kami sedang berkomunikasi dengan sendirinya

tanpa memerlukan perantara lidah dan bahasa. Alunan musik

lembut menemani setiap meter demi meter perjalanan kami

menuju ke tempat spesial yang telah kusiapkan bagi belahan

hatiku satu-satunya, Kay.

Kami akhirnya tiba di salah satu hotel termewah di daerah

Jakarta Pusat. Aku memberhentikan mobilku di lobi utama

hotel dan turun untuk menyerahkan kunci mobilku kepada

petugas valet. Aku membukakan pintu penumpang dan

Page 117: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

menuntun Kay turun dari mobil layaknya seorang putri

kerajaan. Dengan lengan Kay terkait di lenganku, kami

berjalan menuju restoran buffet yang ada di dalam hotel lalu

duduk di meja yang sudah kureservasi sejak pagi tadi.

Malam ini tak dapat berjalan dengan lebih sempurna lagi.

Kami menikmati hidangan makan malam diiringan orkestra

lembut yang membuat suasana malam ini menjadi begitu indah

dan romantis. Setelah selesai menyantap hidangan makan

malam, pelayan menuangkan anggur ke dalam gelas kami dan

kami pun bersulang ditemani sinar bulan yang mengintip dari

luar jendela restoran. Kami baru mau bersulang untuk kedua

kalinya ketika tiba-tiba ponselku berdering dan menunjukkan

nama salah seorang kru perfilmanku. Dalam hati aku memaki

diri sendiri karena tidak mematikan atau paling tidak men-

silent ponselku agar malamku tak terganggu oleh apapun juga.

Aku menurunkan gelas dan permisi pada Kay untuk menerima

telepon yang entah penting atau tidak ini.

“Ada apa, Di?” tanyaku dengan nada yang sedikit kasar.

Efek kekesalanku karena ada yang menginterupsi malamku

bersama Kay.

“Waduh, gawat Pak! Si Tiara ternyata lagi di kelab malam

ini dan dia teriak-teriak maki-maki nama Bapak di sini.

Sepertinya dia mabuk deh.” Telingaku menangkap kata-kata

Page 118: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Hadi di sela-sela bisingnya kelab malam. Heran, harus di

dalamkah menelponnya? Sudah tahu sangat berisik seperti ini.

Pikirku jengkel.

“Terus? Maksudnya apa ya?”

“Jadi gini, Pak..., Tiara minta Bapak ke sini. Kalau tidak,

ia mengancam akan membuat berita gosip yang bisa

mencemarkan nama Bapak.”

Jemariku otomatis memijat-mijat pelipisku. Aku

memejamkan mata dan berusaha untuk memikirkan jalan

keluar terbaik dari masalah yang sebenarnya sangat tidak

penting ini. Sebenarnya aku tidak peduli apa kata media

tentang diriku. Yang menjadi permasalahan adalah namaku

seringkali dikaitkan dengan keluargaku dan gosip ini dapat

membawa dampak buruk bagi bank milik Papa, yang akan

berdampak negatif juga untuk Kay. Mau tidak mau, aku harus

menuruti keinginan Tiara demi kepentingan keluargaku.

“Halo, pak Ale? Halo? Ha-“

“Ya sudah. Saya kesana. SMS saya alamatnya sekarang.”

potongku tajam. Sebelum Hadi sempat berkata apapun, aku

memutuskan pembicaraan dan segera kembali untuk

memberitahu kabar buruk ini.

Page 119: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Saat aku tiba di meja makan, raut wajah Kay, untuk

pertama kalinya malam ini, tak menunjukan ekspresi bahagia.

Matanya memancarkan kekuatiran yang dalam dan entah

mengapa ia tahu bahwa kami akan meninggalkan tempat ini

karena ia sudah bangkit berdiri dan menggenggam tas

tangannya.

“Ada apa, Le?” Suara yang keluar dari bibirnya sarat akan

kekuatiran namun aku dapat mendengar setitik kekecewaan

yang berusaha disembunyikannya.

Aku tersenyum muram menanggapi pertanyaannya lalu

menggandeng tangannya, membayar makam malam kami,

berjalan menuju lobi lalu meminta petugas valet untuk

mengambil mobilku.

Sementara menunggu, aku menceritakan secara singkat

kepada Kay mengenai apa yang terjadi dan apa yang harus

kulakukan. Tentu saja dengan beberapa kebohongan kecil. Kay

masih belum boleh tahu bahwa aku telah membuat sebuah film

tanpa sepengetahuan dirinya. Jadi kubilang saja bahwa

temanku sedang mabuk di sebuah kelab malam dan tak ada

yang dapat mengantarnya pulang sehingga aku harus ke sana

dan membantunya. Kay terlihat tidak memercayai ceritaku

sepenuhnya, namun ia tidak berkata apapun dan hanya

menatapku sambil tersenyum kecil.

Page 120: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Mobilku tiba di lobi dan kami pun naik. Aku sempat

berpikir untuk membawa Kay pulang terlebih dahulu, namun

hal itu hanya akan menghabis-habiskan waktu sehingga aku

langsung melajukan mobilku ke kelab malam dimana Tiara

berada. Selama perjalanan, Kay hanya berdiam diri menatap

pemandangan jalan di luar jendela. Aku tahu ia pasti kecewa,

karena aku pun sangat kecewa. Namun akan kupikirkan suatu

cara untuk mendapatkan hatinya kembali setelah aku mengurus

masalah sialan ini.

“Lepaskan aku! Aku belum selesai bicara!” Teriakan

Tiara terdengar seperti penghuni rumah sakit jiwa yang

tertangkap saat hendak melarikan diri dari kamarnya.

Hadi dan seorang pria lain yang mungkin adalah manajer

Tiara, berusaha untuk menahan Tiara yang mendekatiku

dengan tatapan ganas, seakan-akan aku adalah kambing di

hadapan harimau lapar. Di sekeliling kami, terdapat beberapa

orang yang berkumpul dan turut menyaksikan serta merekam

tindakan gila Tiara.

Page 121: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

“Apa maumu, Tiara? Proses perfilman sudah selesai, lalu

apa lagi yang kau ributkan?” Aku berkata dengan nada kesal

bercampur marah.

Tiba-tiba, suara tawa histeris keluar dari bibir Tiara. Ia

sudah tak lagi meronta-ronta, namun perubahan sifat yang

terjadi dalam waktu sepersekian detik tentunya membuat

semua orang di sekelilingnya kebingungan. Di sela-sela

tawanya, ia menunjukku dan berkata dengan nada mengancam.

“Kau boleh senang sekarang. Tapi lihat pembalasanku

ini!”

Semuanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat.

Tiara menyentakkan kedua tangan yang merantai

tangannya lalu dengan langkah cepat, ia meraup wajahku dan

mencium bibirku. Sedetik kemudian, aku menyadari apa yang

terjadi dan segera mendorong tubuhnya hingga ia terduduk di

lantai. Kemarahan merasukiku dan makian meluncur keluar

dari bibirku. Tiara yang menjadi sasaran makianku tidak

merasa tersinggung sedikitpun, melainkan sebaliknya. Ia

kembali tertawa terbahak-bahak seakan aku sedang melucu

dan bukan menghinanya. Menyadari bahwa Tiara sedang ada

dalam kendali alkohol, aku pun menyerahkan segala urusan ini

ke tangan Hadi dan segera pergi dari tempat itu sambil

Page 122: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

menggosok-gosok bibirku yang terkontaminasi oleh bibir

wanita murahan itu.

Untungnya, Kay bersedia saat aku memintanya untuk

tetap tinggal di dalam mobil dan tidak mengikutiku masuk ke

dalam kelab malam. Aku tahu bahwa ia memang bukan

penikmat kelab malam, sehingga aku cukup yakin bahwa ia

tidak akan mempermasalahkan bila aku memintanya untuk

tinggal di mobil sementara aku mengurus masalah di dalam.

Saat aku kembali, Kay tampak tertidur lelap. Ia bahkan

tak bergerak sedikit pun ketika aku membuka pintu dan masuk.

Aku mengamati Kay dalam keheningan. Aku selalu menyukai

raut wajahnya yang sangat tenang dan damai ketika ia tidur,

seakan ia masih bayi dan belum mengetahui betapa rumitnya

jalan kehidupan. Perlahan, kudekatkan wajahku ke wajahnya

hingga bibir kami bersentuhan. Satu detik, dua detik, tiga detik

berlalu. Pada detik kesepuluh, bibir Kay mulai bergerak

membentuk sebuah senyuman dan perlahan-lahan matanya

terbuka dan menatap langsung ke mataku. Seakan sudah

terprogram secara otomatis, kedua ujung bibirku ikut tertarik

dan membentuk sebuah senyuman. Bibirku mulai bergerak ke

atas. Ke pipi, mata, dahi, hidung, dan kembali ke bibirnya yang

masih membentuk senyuman.

Page 123: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

“Jadi ini cara kamu biar aku nggak bete lagi?” tanyanya

saat aku mengangkat wajahku dan menjalankan mobil.

Aku hanya tertawa mendengar pertanyaannya. Dari nada

bicaranya, aku sudah tahu bahwa ia telah memaafkan

kesalahanku. Kami kembali mengobrol layaknya sepasang

kekasih sepanjang perjalanan pulang dan aku sungguh tak

sabar ingin memberikan ‘kado spesial’ untuk dirinya malam

nanti.

Page 124: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

#14

Pecahnya Kedamaian

Ale

Aku sungguh membenci dering telepon di pagi hari.

Terutama di saat aku sedang memeluk istriku, seperti saat ini.

Melihat posisi tidurku ini, aku pastikan bahwa kejutan

‘kado spesial’ kemarin malam berjalan dengan sangat

sempurna. Harris dan Nanda berperan besar dalam

Page 125: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

menyukseskan ‘kado spesial’ ini. Mereka membantuku dalam

memilih kue, mendekorasi apartemen, dan segala pernak-

pernik yang dibutuhkan untuk membuat semua ini spesial.

Mereka jugalah yang tanpa instruksi dariku meletakan sekotak

kondom di atas ranjang yang berhasil membuat muka kami

berdua merah padam.

Intinya, malam itu adalah malam yang sangat indah.

Dan keindahan malam itu harus dirusakan oleh dering

telepon yang terus berbunyi meski sudah kuhiraukan sedari

tadi. Kay sudah mulai menggeliat di dalam pelukanku yang

berarti mau tak mau aku harus mengangkat telepon sialan itu

sebelum Kay terbangun. Perlahan, aku melepaskan pelukanku

dan meraih ponselku.

“Halo?” kataku seraya berjalan ke luar kamar agar tidak

membangunkan Kay.

Di seberang sana, terdengar suara Hadi yang penuh

dengan kepanikan. “Pak Ale! Gawat, Pak! Foto ciuman Bapak

dan Tiara tersebar di internet!”

Aku duduk di atas sofa dan menguap. Masih belum

memahami perkataan Hadi sepenuhnya. “Maksudnya?”

Page 126: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Kali ini, Hadi terdengar jengkel melihat reaksiku.

“Orang-orang yang kemarin merekam Tiara di kelab malam

menyebarkan rekaman itu di sosial media!”

Satu kalimat itu sontak menghilangkan kantukku dan

menjernihkan pikiranku. Aku segera mengakhiri pembicaraan

dan mengecek langsung berita tersebut. Berita mengenai

skandal antara aku dan Tiara sudah tersebar ke berbagai media

massa dan mencadi trending topic di mana-mana.

Aku melupakan fakta bahwa meski menjengkelkan, Tiara

merupakan aktris yang sedang naik daun saat ini.

“Jadi kita harus berbuat apa nih, Pak?”

Otakku berputar untuk mencari jalan keluar dari masalah

ini namun tak satupun cocok untuk keadaanku saat ini.

Memang sudah beberapa kali aku terlibat skandal semacam ini,

namun dulu aku hanya mengabaikannya karena aku memang

masih bujangan. Tapi kali ini situasinya berbeda. Aku sudah

memiliki Kay dan apabila ia melihat berita ini..., untuk

membayangkan reaksinya saja sudah membuat hatiku perih.

“Halo, Pak? Halo?” Suara Hadi membuyarkan

lamunanku dan menarikku kembali ke saat ini.

“Untuk saat ini, hubungin pihak IT dan minta mereka

untuk telusuri siapa yang pertama kali mengunggah video

Page 127: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

tersebut. Lalu, hubungi pihak Tiara dan tanyakan apa yang

mereka mau.”

Hadi mengiyakan lalu kuputuskan sambungan telepon.

Aku menoleh dan melihat Kay yang masih tertidur lelap, tidak

sadar dengan masalah yang menimpa suaminya ini. Dan aku

sungguh berharap bahwa Kay tidak akan mendengar masalah

ini, meski tampaknya hal itu mustahil.

Ponselku berdering dan nama Xander muncul di layar

ponselku. Adikku yang kepo itu pasti sudah tahu mengenai

gosip ini dan ingin mendengar berita selengkapnya. Aku

menghela nafas dan mematikan ponselku lalu bersiap-siap

keluar untuk menyelesaikan masalah sialan ini.

Hari ini akan menjadi hari yang sangat melelahkan....

Kay

Dingin.

Page 128: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Kata-kata itulah yang paling pertama muncul di benakku

pagi ini. Aku menarik kembali tanganku yang berkelana ke sisi

sebelah ranjangku dengan perasaan sedikit kecewa.

Ale sudah pergi rupanya.

Aku pun mengangkat punggungku dari ranjang dan

menggosok-gosok mataku ambil melihat jam weker di sisi

ranjangku. Masih pukul delapan pagi dan ini hari Minggu. Tak

biasanya Ale bekerja di pagi hari, terutama di hari libur seperti

ini. Aku meraih ponselku lalu menaruhnya kembali dengan

kesal. Ngabarin ke mana pun nggak. Pikirku kesal. Aku

akhirnya memutuskan untuk mandi dan membuat sarapan

karena si Mbok tak datang hari ini. Aku membuka pintu kulkas

dan melihat bahan apa yang bisa kubuat menjadi sarapan.

Hanya ada telur dan roti...,bikin french toast aja deh. Pikirku

sambil meraih dua butir telur dan sebungkus roti tawar.

Sambil memasak, kalau ini dapat dikatakan memasak,

aku memikirkan apa yang akan kulakukan untuk

menghabiskan hari Minggu ini. Entah mengapa, aku sedang

tidak mood untuk keluar apartemen. Aku melihat sekeliling

apartemenku dan mataku terpaku pada sofa di ruang tamu.

Perlahan, senyum mengembang di wajahku.

Aku mengambil piring berisi french toast buatanku dan

berjalan ke laci di bawah televisi untuk mencari film-film

Page 129: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

buatan Ale yang sudah membuatku penasaran sejak dulu

karena ia tak pernah membiarkanku menontonnya. Tidak salah

kan kalau aku menonton film-film buatan Ale? Pas orangnya

tidak ada di tempat. Aku berkata dalam hati sambil tersenyum

senang.

Hari ini akan menjadi hari yang baik, ya kan?

Sialan memang si Ale.

Aku memaki dalam hati sambil menarik tisu entah ke

berapa dan mengelap air mataku yang terus mengalir bagaikan

air terjun di musim hujan. Pantas saja dia tidak mengizinkanku

menonton film-film buatannya. Mengapa dia tak membuat film

komedi saja sih?! Aku berkomentar dalam hati sambil

melempar tisu ke dalam tempat sampah yang juga dipenuhi

oleh tisu-tisu bekas.

Aku melirik jam dinding yang ada di atas televisi. Sudah

pukul tujuh malam dan belum ada suara pintu terbuka yang

menandakan pulangnya Ale. Pada layar televisi, mulai muncul

Page 130: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

nama-nama aktor dan aktis yang bermain peran dalam film

Ale. Beberapa detik kemudian, muncul nama yang membuat

jantungku berdetak lebih cepat.

Alejandro Reese

Ale dan Alejandro Reese merupakan orang yang berbeda

bagiku. Ale yang kukenal di pesawat terbang adalah Ale yang

bebas, tidak suka diatur, penampilannya berantakan, suka

bertindak dan berbicara seenaknya, cerdas, dan selalu bisa

membuatku tersenyum bahkan tertawa. Aku baru berkenalan

dengan Alejandro Reese saat aku tahu bahwa ia adalah putra

pertama dari bosku sendiri Anthony Reese dan kakak laki-laki

Alexander Reese, atasanku di kantor. Ale selalu

memperkenalkan dirinya sebagai Ale dan bukan Alejandro,

dan jangan berharap ia akan menyebutkan nama Reese di

belakangnya. Ia tidak ingin dikenal sebagai putra keluarga

Reese, terutama di kalangan kru perfilmannya. Menurutnya,

hal itu akan menyebabkan para kru segan dan berhati-hati

dengannya, dan hal itulah yang paling ia benci. Meski begitu,

tetap banyak orang yang mengetahui fakta bahwa ia adalah

pewaris bank nomor satu di dunia. Ale yang berperan sebagai

Alejandro Reese biasanya kulihat saat kami pergi ke pesta

pernikahan sanak keluarga Reese atau orang-orang penting

dalam World Bank. Alejandro Reese berpenampilan rapi,

berbicara dengan padanan kata yang baik, dan selalu pandai

Page 131: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

berbasa-basi dengan orang-orang yang kuyakin tidak ia kenal

dengan baik. Aku merasa sangat asing sekaligus tertarik

dengan kepribadiannya yang berbeda jauh dengan sikap asli

Ale yang sering kutemui di tempat lain. Kadang, aku merasa

telah menikahi dua jiwa yang berada dalam satu tubuh.

Semacam beli satu gratis satu, kalau menurut ibu-ibu.

Aku terkikik geli mendengar istilah ‘beli satu gratis satu’

yang dikeluarkan pikiranku sendiri. Layar televisi sudah

menunjukkan menu utama, yang berarti seluruh film sudah

habis ditonton. Aku merangkak ke arah televisi dan mematikan

DVD player serta televisi lalu masuk ke kamar. Aku

memutuskan untuk menelpon Ale, namun nama Nanda terlebih

dahulu muncul di layar ponselku.

“Kenapa, Nan?” tanyaku setelah mengangkat telepon

darinya.

“Gua mau main ke tempat lu, dong. Ale lagi di sana

nggak?”

Mendengar perkataan Nanda, bibirku seketika

membentuk senyum lebar.

“Boleh banget tuh! Pas banget si Ale lagi pergi entah ke

mana. Kita juga sudah lama nggak girls night ya kan?”

Intonasiku yang naik sepertinya membuat Nanda menjauhkan

Page 132: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

ponselnya dari telinga karena butuh beberapa detik hingga

suaranya terdengar kembali.

“Buset, Bu. Santai dong,” Nanda mengomel namun aku

dapat merasakan bahwa ia juga senang mendengar kabar ini.

“Ya udah. Gua ke sana ya.”

Aku pun mengiyakan dan memutuskan hubungan

telepon. Aku hendak menelpon Ale untuk mengabarkan

kedatangan Nanda ketika perutku tiba-tiba kram. Aku terduduk

di atas ranjang sambil memegangi perutku yang seperti terlilit

tali. Sepertinya gua ‘dapet’ deh. Biasanya alasan utama

perutku kram adalah faktor datang bulan sehingga aku

mengulurkan tangan kananku ke laci di sebelah ranjang untuk

mencari obat. Tiba-tiba, aku merasa ada cairan asam yang

mendesak keluar dari kerongkonganku sehingga aku segera

menggerakan kakiku ke kamar mandi untuk mengeluarkan

cairan itu dari mulutku.

Setelah aku merasa baikan, aku membilas mulut dan

mencuci gigiku. Aroma mint segar dari pasta gigi membuatku

sedikit lebih baik. Aku pun berjalan ke luar kamar mandi untuk

kembali ke kamar untuk kembali mencari obat. Obat penahan

sakit haid yang ada di laci kamarku kadaluarsa pada tanggal 7

November 2015. Aku meraih kalender yang ku taruh di atas

laci dan menyadari bahwa hari ini tanggal 8, yang berarti obat

Page 133: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

itu sudah kadaluarsa. Aku baru saja mau menaruh kembali

kalender itu ketika aku menyadari lingkaran merah yang

mewarnai tanggal 1 November 2015, tepat minggu lalu. Di

bawah lingkaran itu, terdapat suatu kata-kata yang membuatku

seketika membeku di tempat.

Haid.

Jadi gua seharusnya sudah ‘dapet’ dari minggu lalu?

Dan sampai hari ini gua belum ‘dapet’ juga? Jangan-

jangan....

Aku segera meraih ponselku dan memencet nomor

sahabat baikku.

“Da. Lu belum nyampe kan? Titip test pack ya. Cepat

datang.”

“Jadi?” Nanda bertanya dengan ekspresi khawatir saat

aku berjalan keluar kamar mandi.

Page 134: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Entah ekspresi apa yang muncul di wajahku saat ini.

Senang? Sedih? Kecewa? Bahagia? Aku sendiri pun tak tahu

apa yang kurasakan saat ini.

“Kay, jangan bengong dong. Ngomong sama gua,

gimana? Lu hamil ga?” Nanda berkata seraya menuntun

tanganku dan mendudukanku di sofa.

“Gua hamil, Da.”

Tiga kata itu terlontar begitu saja ketika tubuhku

menyentuh permukaan sofa. Intonasiku datar, tidak senang dan

tidak sedih. Namun, tubuhku berkhianat dan otakku

memerintahkan kedua mataku untuk mengeluarkan air mata

yang tak kukehendaki.

“Harusnya lu seneng dong, Kay! Kok malah nangis gini

sih?” Nanda berkata seraya memeluk tubuhku erat sambil

menepuk-nepuk punggungku. Beberapa detik kemudian,

Nanda melepaskan pelukannya dan menghapus air mataku

dengan ibu jarinya. Wajahku yang masih tak mengekspresikan

apa-apa dipaksanya membentuk sebuah senyuman. Dengan

kedua ibu jarinya, ia menarik kedua ujung bibirku hingga

membentuk sebuah senyuman yang akhirnya membuat aku

benar-benar tersenyum.

Page 135: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

“Sakit tahu, ditarik-tarik gitu bibir gua. Ntar jadi ga seksi

lagi!” kataku seraya melepaskan kedua tangan Nanda dari

wajahku.

Nanda tertawa mendengar perkataanku dan menanggapi.

“Dari dulu mana pernah seksi sih bibir lu?”

Kami berdua tertawa mendengar obrolan kami yang

semakin tidak jelas ini. Mungkin inilah efek samping

kehamilan, emosiku naik turun bagai naik halilintar. Tiba-tiba

menangis, tiba-tiba tertawa, tubuhku bereaksi mengikuti aliran

perasaanku yang tak bisa kukontrol.

“Sana, telepon Ale. Bilang dia akan jadi ayah.” Kata

Nanda seraya berjalan ke depan televisi. “Gua mau cari bahan

tontonan dulu.”

Aku mengangguk dan mencari ponselku untuk menelpon

Ale. Aku memencet nomor yang sudah kuhafal di luar kepala

itu dan menelponnya. Dering demi dering kudengar namun

bukan suara suamiku yang kudengar melainkan suara operator

yang menandakan bahwa Ale tak mengangkat teleponnya.

Lagi. Aku mencobanya kembali, namun tiba-tiba fokusku

teralihkan oleh suara yang kudengar di televisi. Aku

menurunkan ponselku dari telinga, dan memusatkan

pendengaranku ke suara wanita di siaran televisi itu,

memastikan bahwa apa yang kudengar tidak salah. Aku

Page 136: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

berjalan menuju layar televisi dan kalimat yang terpampang

jelas di layar membuatku menjatuhkan ponselku.

“Alejandro Reese, seorang sutradara kondang, terekam

berciuman dengan artis papan atas, Tiara Paraswita.”

Page 137: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

#15

Lari dan Jatuh

Ale

“Bagaimana? Sudah dapat rekaman CCTV-nya?”

Pertanyaan itulah yang menjadi sapaanku untuk Hadi

yang sudah pergi selama berjam-jam dan baru kembali

beberapa detik yang lalu. Hadi berjalan ke arah mejaku dan

memberikan sebuah CD. Ekspresi wajahnya tidak tampak

Page 138: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

bahagia sehingga aku tak berharap banyak, namun ketika aku

memasukan CD itu ke laptopku dan memainkan rekaman yang

ada di dalamnya, raut wajahnya perlahan mencerah.

Rekaman itu tidak berwarna alias berwarna hitam putih

dan penuh dengan suara berisik khas kelab malam, namun

dibalik segala kekurangan itu orang awam pun dapat

mengetahui bahwa Tiaralah yang menarikku dan menciumku

di luar kehendakku. Bukti ini seharusnya cukup kuat untuk

meyakinkan massa, terutama Kay, bahwa akulah korbannya

dan bukan Tiara.

Setelah memastikan bahwa pihakkulah yang pertama

mendapat rekaman ini, aku menyerahkan CD ini kembali ke

Hadi dan memintanya untuk mengirimkannya ke media. Hadi

pun akhirnya pergi dan untuk pertama kalinya hari ini, aku

dapat merasa lega. Paling tidak, gosip-gosip yang beredar bisa

dilenyapkan dengan rekaman ini. Aku mengecek ponselku

yang kumatikan sejak siang tadi dan melihat belasan panggilan

tak terjawab dari Kay dan puluhan dari... Nanda?

Aku mencoba untuk menelpon ponsel Kay terlebih

dahulu, namun suara operator menyatakan bahwa ponselnya

mati. Aneh, Kay tidak pernah membiarkan ponselnya mati.

Terutama di hari libur seperti ini. Aku mencoba menelpon

Nanda dan ia mengangkat pada dering yang pertama.

Page 139: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

“Ale, lu kemana aja?! Gua sudah nelpon berkali-kali!”

Suara berintonasi tinggi milik sahabat istriku ini menyapa

gendang telingaku. Namun bukan hanya suaranya yang

kudengar, melainkan ada suara lain. Suara tangisan.

“Maaf, Da. Gua lagi sibuk tadi. Lu kenapa? Kok nangis?”

Aku benar-benar bingung. Bisa dihitung jari berapa kali Nanda

menelponku sejak kami diperkenalkan oleh Kay, dan tiba-tiba

ia menelponku puluhan kali dan sambil menangis seperti ini.

Apa yang terjadi?

“Kay..., Kay di rumah sakit.”

Kata-kata itu bagaikan petir yang langsung menyambar

jantungku.

“Apa katamu?” Perkataanku terdengar bagai seorang

anak yang sedang belajar mengeja. Aku benar-benar berharap

ada yang salah dengan telingaku sehingga aku salah

mendengar perkataan Nanda. “Sepertinya telinga gua

bermasalah, coba ulangi lagi. Kay kenapa?”

Nanda tak menjawab, namun suara tangisan terus

terdengar dari seberang sana. Aku menjambak rambutku dan

menghantam dinding dengan kepalan tanganku, berusaha

menahan diriku agar tidak menangis.

Page 140: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

“Rumah sakit apa?”

Nanda menyebutkan nama rumah sakit terdekat dan aku

langsung mengakhiri panggilan. Aku berlari ke lobi,

menemukan Hadi yang baru saja akan menaiki motornya.

Tanpa berkata apa-apa, aku segera menaiki motornya dan

melajukannya ke rumah sakit. Dari jauh, aku mendengar suara

Hadi yang memanggilku namun aku tak peduli. Fokus utamaku

sekarang bukanlah mengurus masalah Tiara, namun Kay.

Kaylah yang terpenting saat ini, dan aku tak peduli dengan hal-

hal lain.

Aku melajukan motor dengan kecepatan di atas normal.

Jalanan padat khas Jakarta tidak menjadi halangan bagiku

untuk segera tiba di rumah sakit dan mengecek keadaan istriku.

Dengan lihai, aku menyelip di antara mobil-mobil yang

terjebak kemacetan dan dari jauh aku dapat melihat gedung

rumah sakit tujuanku.

Seharusnya aku tetap fokus pada jalanan di depanku.

Tepat saat aku memfokuskan pandanganku kembali ke

jalanan, semuanya sudah terlambat. Tiba-tiba, ada sebuah truk

yang memutuskan untuk berbelok dan menghalangi jalanku.

Segalanya terjadi dengan sangat cepat, bagaikan kilatan

cahaya. Aku menghentakan stir motor ke kiri dan akhirnya

beban motor dan tubuhku kalah kuat dengan gaya gravitasi

Page 141: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

yang menarikku ke tanah. Aku terlempar ke aspal dan terguling

ke bawah truk.

Ingatanku berhenti sampai di sini.

Kay

Tangisan. Itulah hal pertama yang kudengar.

Perlahan, aku coba membuka mataku. Putih. Terang

sekali.

Apakah ini surga? Aku berpikir kembali, tidak mungkin

ada tangisan di surga. Aku menoleh ke sumber suara tangisan

dan menemukan Nanda, sahabat baikku. Mukanya sangat

merah dan matanya tertutup rapat sementara air matanya

mengalir membasahi tanganku yang dipegangnya erat. Aku

menggerakan jariku untuk memberitahunya bahwa aku sudah

terbangun. Matanya seketika terbuka dan jarinya semakin erat

menggenggam jariku.

“Kay….”

Page 142: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Di sela-sela tangisnya, hanya namaku yang mampu

diucapkannya. Aku baru mau menanyakan apa yang

sebenarnya terjadi, namun aku terlalu lemah untuk bersuara.

Tiba-tiba, ada sepasang tangan yang melepaskan genggaman

tangan Nanda pada tanganku. Aku menengok ke pemilik

tangan itu dan menemukan Xander memeluk sahabatku sambil

menatap ke arahku. Tatapan Xander sangat intens sehingga

akhirnya aku memalingkan wajahku. Apa arti tatapan itu, aku

sendiri pun tak tahu. Untuk mendeskripsikannya pun aku tak

mampu. Seakan semua bahasa di dunia ini tak mampu untuk

mendeskripsikan tatapannya.

“Kay! Kamu kenapa, Nak?”

Suara ibuku terdengar bersamaan dengan pintu yang

disentakan dengan kasar. Tanpa perlu melihat, aku tahu pintu

itu dihentakkan oleh Ayah. Wajah orangtuaku memenuhi

lingkup penglihatanku. Ibu menangis sambil memelukku

sementara Ayah berdiri di belakang Ibu. Raut wajahnya keras

dan beliau tak berbuat apa-apa selain menatapku yang sedang

berada dalam pelukan Ibu. Ibu melepaskan pelukannya dan

meletakkan telapak tangannya di kedua sisi wajahku sambil

memerhatikanku dengan matanya yang masih sembab efek

menangis.

“Kamu tidak apa-apa kan, Nak?”

Page 143: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Aku mencoba untuk berbicara, namun tampaknya pita

suaraku sendiri masih belum mengizinkannya. Akhirnya aku

pun mengangguk. Aku memang masih merasa pusing dan

terdapat beberapa bagian tubuhku yang nyeri, namun tak

mungkin aku berkata bahwa aku tidak baik-baik saja dengan

situasi seperti ini, bukan?

Tiba-tiba seseorang berpakaian putih berambut cepak

menghampiri kami. Seorang suster menggenggam tangan

Ibuku dan menjauhkannya dariku sementara dokter memeriksa

kondisi tubuhku. Dinginnya stetoskop membuat tubuhku

bergidik, namun sang dokter tetap menyentuhkan benda dingin

itu ke bagian dada dan perutku seakan tak menyadari reaksi

yang kuberikan. Setelah itu, ia mengeluarkan sebuah tabung

kecil yang mengeluarkan sinar lalu menarik kelopak mataku ke

atas, menelanjangi mataku satu per satu sambil menyinarinya

dengan sinar yang sangat terang itu. Beberapa detik kemudian,

sinar itu lenyap dan menyisakan titik-titik cahaya di ruang

penglihatanku. Aku tak cukup sadar untuk memerhatikan dan

mengerti apa yang Pak Dokter sampaikan kepada orangtuaku

namun dari ekspresi mereka, aku menebak bahwa tidak ada

yang salah denganku.

Tapi tunggu. Ke mana Ale? Tidak mungkin ia tidak ada

di sisiku saat ini.

Page 144: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Aku meraih pakaian Ibu dan seketika Ibu kembali

memusatkan perhatiannya padaku. Suaraku masih belum bisa

keluar dari tenggorokanku, sehingga aku hanya bisa

menggerakan mulutku untuk membentuk nama Ale. Setelah

melihat gerakan mulutku, air mata Ibu kembali mengalir deras

dan beliau tidak berkata apa-apa. Firasatku langsung

memburuk. Beribu pikiran negatif memenuhi pikiranku. Aku

berusaha mengeluarkan suara untuk menanyakan apa yang

terjadi pada Ale namun yang keluar dari bibirku hanya suara

gumaman yang tidak jelas. Kekesalan dan rasa frustrasi yang

kurasakan karena tidak mampu berkata apapun membuat air

mataku mengalir menuruni pipi dan daguku.

Malam itu, Ibu menyampaikan bahwa aku terjatuh saat

hendak menuruni tangga darurat. Aku sempat tak sadarkan diri

selama 8 jam, namun dokter meyakinkan bahwa aku dan bayi

dalam kandunganku selamat dan aku tak perlu khawatir. Aku

dan bayiku hanya butuh waktu untuk beristirahat sejenak untuk

kembali beraktivitas seperti semula. Segalanya terlihat baik,

namun tidak sempurna.

Karena malam itu, aku sadar bahwa Ale sudah tiada.

Page 145: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Anonim

Film itu ada di harddisk. Tolong kasih ke Kay.

Itulah kata-kata terakhir yang Ale sampaikan padaku.

Segera setelah mengirim Ale ke ruang operasi, aku melajukan

mobilku ke kantor tempat Ale bekerja dan mencari harddisk

yang ia maksud. Setelah menemukannya, aku memasukkan

harddisk itu ke dalam tas dan segera kembali ke rumah sakit.

Berharap aku belum terlambat untuk menyerahkan film ini ke

Ale.

Ini film buatan lu, Le. Lu sendiri yang harus kasih ke istri

lu.

Di tengah perjalanan, ponselku berbunyi. Tangan

kananku tetap ada di kemudi sementara tangan kiriku merogoh

kantung celanaku untuk menjawab panggilan itu. Tanpa

melihat siapa yang menelpon, aku mengangkat panggilan itu.

Beberapa detik kemudian,air mataku keluar membentuk

sepasang sungai yang mengalir menuruni kedua pipiku.

Sudah terlambat rupanya.

Page 146: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

#16

Jatuh dan Bangkit

Dua tahun kemudian…

Kay

Aku tak menyangka aku akan sesedih ini.

Hari ini aku resmi meninggalkan posisiku di World Bank

dan menjadi seorang ibu rumah tangga biasa, tanpa kesibukan

Page 147: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

gila-gilaan seperti yang biasa kulakukan selama bekerja di

bank ini.

Mungkin akan terdengar gila, namun aku akan sangat

merindukan pekerjaan ini.

Entah sadar atau tidak, aku telah terbiasa dengan segala

kesibukan dan suasana bekerja di ruanganku ini. Mulai dari

meeting-meeting yang panjang dan melelahkan, malam-malam

yang dilalui dengan pengerjaan proyek, aroma kopi yang

memenuhi ruanganku, hingga lelucon dan keisengan Xander

yang mengisi hari-hariku dan membuatku tetap waras selama

ini.

Aku mengambil buku-buku yang ada di rak buku di

belakang mejaku dan memasukkannya ke dalam kotak berisi

barang-barangku di kantor ini. Peralatan tulis, hiasan meja,

bahkan papan namaku sudah tersusun rapi di dalam kotak.

Menunggu untuk dibawa pulang dan siapa yang tahu kapan

mereka akan menjalankan tugas-tugas mereka kembali.

Berat rasanya untuk meninggalkan semua ini. Karir yang

dengan susah payah kubangun, segala hubungan baik dalam

hal pekerjaan sampai persahabatan yang telah terjalin di

perusahaan ini, bahkan aku sempat kuatir untuk menyerahkan

tugas-tugasku ke penerusku. Namun demi Jandro kecil, aku

Page 148: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

harus meninggalkan segala pekerjaan ini dan fokus untuk

merawat dan membesarkannya.

Demi Jandro.

Dan demi Ale.

Jandro kecil sangat mirip dengan ayahnya. Mata

keemasannya mengingatkanku akan pertemuan pertamaku

dengan Ale. Saat ini Jandro sudah mulai bisa bergumam dan

tingginya sudah mencapai delapan puluh cm yang cukup besar

menurut dokter dan aku pun terkejut melihat pertumbuhannya.

Hari-hariku sebagai ibu hamil berjalan dalam kehampaan.

Aku harus senantiasa didampingi oleh seseorang, baik itu Ibu,

Ayah, ataupun Nanda. Aku tidak yakin mengapa saat itu,

namun saat ini aku tahu bahwa mereka takut aku akan

mengikuti jejak Ale ke alam lain, terutama karena aku tidak

berkabung sedikit pun. Aku memendam semuanya di dalam

hatiku. Mereka takut suatu saat, layaknya bom waktu, aku akan

Page 149: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

meledak dan menghancurkan diriku serta bayi yang ada di

dalam kandunganku.

Delapan bulan lebih berlalu dan Jandro kecil pun lahir.

Tidak seperti ibu-ibu pada umumnya, aku menolak untuk

melihat bayiku sendiri. Para dokter berkata bahwa aku

menderita penyakit Postpartum depression atau depresi pasca

melahirkan yang membuatku tak mampu melihat bayiku

sendiri sehingga Jandro harus diurus oleh kakek neneknya

selama seminggu. Sehari setelah melahirkan, aku melarikan

diri dari rumah sakit dan mengurung diri di apartemenku. Tak

seorang pun kuijinkan masuk. Suara tangis ibu dan kepalan

tangan Bapak yang terus menerus menggedor pintu

apartemenku pun tak kuhiraukan sedikit pun.

Seminggu. Itulah waktu yang kubutuhkan untuk berduka

seorang diri.

Dalam waktu itu, aku mengenang tubuh Ale yang ditaruh

di atas tumpukan kayu bakar. Aku tahu, sebagai seorang ibu

yang sedang mengandung, pemandangan itu akan berdampak

buruk bagi janinku. Namun aku tak peduli. Inilah saat-saat

terakhirku untuk melihat wajah Ale dan aku harus ada di

sisinya. Apapun yang terjadi.

Api pun dinyalakan dan perlahan tapi pasti kayu-kayu

yang ditumpuk di bawah jasad Ale pun mulai termakan api.

Page 150: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Hingga akhirnya, baju dan tubuh Ale berubah menjadi serbuk

hitam tak bernyawa. Orang yang melihatku saat itu mungkin

berpikir aku sudah gila atau tak berperasaan karena tak satu air

mata pun terlihat menggenang apalagi jatuh menuruni pipiku.

Aku hanya melihat Ale berubah wujud menjadi abu dengan

tatapan kosong tanpa mengeluarkan suara bahkan bergerak

sedikit pun.

Mereka tidak tahu bahwa hatiku menangis, menjerit, dan

meraung melihat suamiku tak bernyawa di hadapanku. Meski

hatiku menangis, anggota tubuhku yang lain menolak untuk

ikut berduka. Mataku menatap lurus ke arah api yang

membakar tubuh Ale. Kering terkena sapuan angin yang

berhembus. Dingin, menyamai cuaca hari itu. Bibirku

membentuk garis tipis. Kedua sudut bibirku tidak naik tapi juga

tidak turun. Daguku terangkat tinggi layaknya seorang jenderal

yang memantau proses penghukuman mati mata-mata negara

musuh. Tak berekspresi. Mungkin itulah kata yang tepat untuk

menggambarkan raut wajahku saat itu.

Suara botol plastik terjatuh mengembalikan pikiranku ke

masa kini.

Aku menengok ke arah sumber suara dan menemukan

Jandro kecil melihat ke botol susunya yang terjatuh di lantai

lalu mata keemasannya menatap ke arahku dengan tatapan

Page 151: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

lugu. Mau tak mau, aku tertawa melihat ekspresinya yang

menggemaskan itu. Aku berjalan mendekati Jandro yang

berada di atas babywalker-nya. Bibirnya membentuk

senyuman terbalik dan kedua pipinya yang seperti bakpao

membuatnya semakin terlihat menggemaskan. Aku

mengambil botol susunya yang sudah kosong lalu

menyerahkannya kepada kedua telapan tangan mungil yang

terbuka, menunggu botol susu itu. Segera setelah berhasil

mendapatkan botol susunya kembali, raut cemberutnya

berubah menjadi senyuman lebar yang sangat manis. Suara

tawanya yang merdu membuatku bahagia sekaligus ingin

menangis di saat yang bersamaan.

Bila kamu tahu apa yang Mama perbuat padamu ketika

kamu lahir, apakah kamu bisa mengerti dan memaafkan

Mama, Nak? Karena Mama pun masih belum bisa mengerti

dan memaafkan diri Mama sendiri.

Aku berkata dalam hati sambil mengelus pipi Jandro kecil

yang sedang menggigit-gigit dot dengan gigi depannya yang

baru tumbuh beberapa hari yang lalu. Matanya yang berkilat

senang menatapku dan bibir mungilnya mengeluarkan

gumaman-gumaman. Semoga gumaman-gumaman itu akan

berubah menjadi kata ‘Mama’ segera ya, Nak.

Page 152: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Aku mengangkat Jandro dari babywalker-nya dan

menggendongnya. Suara tawanya memenuhi indra

pendengaranku selagi aku mengangkatnya. Aku meletakan

Jandro di atas meja kecil lalu mulai mengganti popok serta

pakaiannya.

“Hari ini kita akan ketemu Papa, Jan. Kamu senang,

kan?” Aku berkata seraya memasukan lengan mungil namun

gemuknya ke dalam kemeja kotak-kotak berwarna abu-abu.

Jandro menanggapi ucapanku dengan anggukan, seakan ia

mengerti apa yang baru saja kutanyakan. Aku tersenyum

melihat responnya. Setelah selesai mendandani Jandro, aku

mengangkatnya dan membawanya ke atas ranjang di sebelah

meja riasku agar aku bisa merias diri sembari menjaganya. Aku

bukanlah tipe wanita yang banyak menggunakan riasan wajah

sehingga kali ini pun aku hanya menepukkan sedikit bedak ke

wajahku, memoleskan lipstick berwarna netral ke bibirku yang

pucat, dan selesai. Aku siap untuk pergi.

Aku mengambil kunci mobil yang terletak di atas meja,

memasukkannya ke dalam kantung celanaku lalu

menggendong Jandro yang masih sibuk menggigiti dotnya. Ia

sempat merengek saat aku mengambil botol susunya namun

segera diam ketika aku menyerahkan boneka anjing

kesukaannya kepadanya.

Page 153: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Sepanjang perjalanan ke dermaga, aku mengalami

kesulitan untuk fokus menyetir. Aku tahu seharusnya aku

menerima usul Nanda untuk mengantarku namun aku butuh

waktu berdua dengan Ale. Ah, bertiga dengan Ale dan Jandro.

Angin laut yang kencang menyapa kami ketika kami tiba

di dermaga untuk berangkat ke sebuah pulau kecil di

Kepulauan Seribu yang dinamakan Pulau Nusantara. Butuh

waktu sekitar dua jam lamanya untuk tiba di pulau milik

keluarga Ale itu dari dermaga terdekat. Di pulau itu juga

terdapat sebuah vila yang digunakan untuk tempat

peristirahatan sanak keluarga Reese. Karena milik pribadi,

pulau itu masih sangat bersih dan asri. Pasirnya putihnya terasa

lembut di telapak kaki siapapun yang menginjaknya, dan air

lautnya yang hangat terpapar sinar matahari pun sangat jernih

hingga ikan-ikan kecil yang berenang dengan bebas di

dalamnya dapat terlihat dengan jelas.

Namun sejak setahun yang lalu, pulau ini kehilangan

maknanya sebagai tempat rekreasi dan hiburan. Sekarang,

setiap sanak keluarga Ale yang mengunjungi pulau ini akan

teringat kejadian tragis yang menimpa Ale. Dan istrinya yang

secara tak langsung ‘membunuh’ suaminya sendiri.

Papa, Mama, bahkan Xander memang tidak

menyalahkanku secara langsung namun aku dapat melihat

Page 154: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

dibalik tatapan hangat dan tindakan mereka. Meski mereka

mencoba untuk tetap bersikap seperti biasanya (Xander bahkan

masih suka mengirimiku lelucon-lelucon anehnya), tak butuh

IQ tinggi untuk mengetahui bahwa di dalam hati terdalam

mereka, mereka masih belum bisa merelakan kepergian Ale.

Sama seperti aku yang belum bisa menerima kepergian Ale

yang sangat mendadak itu.

Sesuatu yang lembut dan berbulu terjatuh ke atas kakiku.

Rupanya ayunan ombak yang membawa kami menuju pulau

Nusantara telah membuat Jandro tertidur pulas dalam

dekapanku. Genggamannya pada boneka anjing

kesayangannya telah terlepas dan terjatuh sehingga aku

akhirnya mengambil dan memasukkan boneka itu ke dalam

tasku. Melihat raut wajah Jandro yang sangat tenang dan damai

dalam tidurnya membuatku merasa sedikit lebih baik. Aku

dapat melihat Ale dalam setiap gerakan dan raut wajah Jandro.

Seakan-akan dia hidup melalui Jandro kecil.

Sadar, Kay. Suamimu sudah mati. Aku tersenyum pahit.

Lagi-lagi pikiranku menusuk hatiku dengan kenyataan itu.

Bahkan pikiran dan hatiku saling menyakiti satu sama lain.

Sungguh menyedihkan.

Page 155: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Aku menggelengkan kepalaku, berusaha menjernihkan

pikiranku. Kamu sudah berhenti berkabung, Kay. Kalimat

itulah yang kuulang-ulang di kepalaku.

Ya. Aku sudah berhenti berkabung.

Page 156: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

#17

Babak Terakhir

Kay

Kami akhirnya tiba di Pulau Nusantara dan seperti

dugaanku, tak ada tanda-tanda kehidupan di sini. Dulu saat aku

dan Ale pertama kali menginjakkan kaki di pulau ini, kami

disambut oleh Pak Wayan dan Bu Imah, sepasang suami istri

yang tinggal tak jauh dari pulau ini. Keluarga Ale membayar

Page 157: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

mereka untuk datang sehari sekali di pagi hari untuk

membersihkan vila atau memasak sarapan bila sedang ada

tamu yang datang berkunjung. Saat ini waktu sudah

menunjukkan pukul dua siang sehingga tak heran pulau ini

kosong tak berpenghuni. Pak Wayan dan Bu Imah pasti sudah

kembali ke rumah mereka. Melihat Jandro yang masih tertidur

pulas, aku pun akhirnya memutuskan untuk menuju vila

terlebih dahulu untuk meletakan Jandro di atas kasur. Setelah

memastikan bahwa Jandro tertidur dengan pulas dan nyaman,

aku pun berjalan keluar menuju tepi pantai.

Aku duduk di pesisir pantai, membiarkan hangatnya pasir

dan air laut melebur menjadi satu di bawah telapak kakiku.

Mataku memandang hamparan laut yang sangat luas, wajahku

menikmati sejuknya hembusan angin. Aku melepas ikat

rambut yang membelenggu rambutku, membiarkannya

menunggangi angin. Kedua telapak tanganku kuletakan di

belakang tubuhku, menopang bobot tubuhku sepenuhnya. Aku

duduk seperti itu selama beberapa menit, menyiapkan dan

memilih untaian demi untaian kata yang kusampaikan pada Ale

yang sudah terlebih dahulu menuju surga.

Kalimat-kalimat sudah tersusun di pikiranku, namun aku

tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Kata-kata yang

seharusnya diucapkan oleh bibirku, terwalikan oleh air mataku

yang mulai mengalir jatuh menuruni pipi dan leherku. Bibirku

Page 158: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

bergetar namun taka da satu kata pun yang berhasil tereja,

hanya gumaman dan isakan yang mampu dikeluarkan oleh

kotak suaraku. Aku biarkan air mataku bercerita tentang

penderitaanku, penyesalanku, dan betapa rindunya aku akan

Ale. Setelah beberapa menit bersekutu dalam duka, aku

akhirnya teringat akan Jandro dan mulutku mulai terbuka untuk

menceritakan anak kami yang sangat manis itu. Aku

menceritakan seluruh proses tumbuh kembangnya mulai dari

pertama kali ia menangis, tawanya yang meluluhkan setiap hati

semua orang yang mendengarnya, malam-malam saat ia tak

bisa tertidur pulas, coklat pertamanya yang ia ambil di laci saat

aku tak melihat, raut wajahnya saat mengunjungi dokter dan

menerima suntikan amunisasi yang membuat hatiku sakit, dan

banyak lagi.

Sekitar sepuluh menit berlalu, dan aku mendengar suara

tangisan Jandro yang tak asing di telinga. Aku segera bangkit,

menyeka air mataku dengan punggung tangan lalu berjalan

cepat menuju vila untuk menenangkan Jandro. Anakku itu

pasti terbangun dan menangis karena ia berada di tempat asing

tanpa ada orang yang ia kenal di sekelilingnya. Benar saja, saat

aku masuk kamar Jandro langsung berhenti menangis dan

mengulurkan kedua lengan tambunnya ke arahku. Aku

mengangkat dan menggendongnya sambil menepuk-nepuk

punggungnya pelan.

Page 159: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

“Kamu pasti kangen Mama ya, Nak. Mama ada di sini,

jangan takut.” Aku berkata sambil mengelus punggungnya.

Menenangkannya.

Dengan Jandro di dekapanku, aku berjalan mengitari vila.

Tak banyak yang berubah dari vila ini. Satu-satunya perubahan

paling mencolok adalah warna temboknya yang tak lagi putih

bersih, namun dicat menjadi warna abu-abu terang. Selebihnya

kurang lebih sama dengan setahun yang lalu. Ruangan terakhir

yang kukunjungi adalah kamar tamu. Sebenarnya, saat aku dan

Ale dulu menginap di sini, kamar inilah yang kami gunakan

dan bukan kamar utama. Hanya satu hal yang membedakan

kamar ini dan kamar utama. Televisi. Kamar utama memange

berukuran lebih besar dengan perabotan yang lebih bagus,

namun sebagai sesama penggemar film, aku dan Ale tentu saja

lebih memilih kamar yang ada televisinya.

Aku menurunkan Jandro di atas ranjang dan

mengeluarkan boneka anjingnya dari dalam tas. Setelah

memastikan bahwa Jandro sibuk dengan bonekanya, aku

berjongkok di depan televisi dan mencari kaset-kaset DVD

yang ditinggal di pulau ini. Senyumku mengembang melihat

setiap judul film yang kutemukan, mengenang masa-masa

indah saat aku dan Ale berbaring di atas ranjang dengan

lengannya memeluk erat tubuhku sambil kami menonton film-

film. Air mataku hampir menetes lagi saat aku menyadari ada

Page 160: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

satu tempat CD asing yang belum pernah kutemukan

sebelumnya.

Aneh, aku berkata dalam hati. Setahuku tak ada yang

pernah menggunakan ruangan ini selain aku dan Ale.

Terutama menonton di sini.

Aku membuka tempat CD itu dan menemukan satu

keping CD yang terselip di dalamnya. Aku menyalakan DVD

player dan televisi lalu memasukan CD itu ke dalamnya.

Seperti yang sudah kuduga, CD ini memang berisi film tapi

bentuknya jelas tidak seperti DVD biasanya. Begitu CD dibaca

oleh DVD player, film langsung mulai dengan sendirinya

tanpa ada tampilan menu pembuka. Aku bangkit berdiri dan

berjalan menuju ranjang dan berbaring di atasnya sambil

menonton film apapun itu.

Film itu cukup pendek, hanya berdurasi sekitar satu jam

lebih namun dalam waktu singkat, film ini sukses membuat air

mataku kembali membanjiri bantal yang kupeluk erat. Jandro

memandangku dengan tatapan khawatir hingga akhirnya ia

ikut menangis bersamaku. Aku meletakan bantal yang selama

ini kupeluk, mengangkat Jandro dan memeluknya, menepuk-

nepuk punggungnya agar ia berhenti menangis. Setelah

beberapa menit, Jandro akhirnya berhenti menangis dan

tertidur di pelukanku. Aku dapat menghentikan tangisan

Page 161: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Jandro, namun aku tak dapat menghentikan air mata yang

masih mengalir deras menuruni pipiku ini. Mungkin ini hanya

perasaanku saja, tapi film ini seperti menceritakan kembali

perjalanan hubunganku dengan Ale. Mulai dari pertemuan

pertama, kedua dan ketiga kami, pertengkaran dan proses

berbaikan kami hingga akhirnya kami berdua mempunyai

seorang anak yang manis. Semuanya sama persis dengan

kenyataan yang ada. Satu-satunya hal yang berbeda dari

kenyataan sebenarnya hanyalah dalam film itu kami

mempunyai seorang anak perempuan, persis seperti yang Ale

harapkan.

Semuanya menjadi jelas saat aku melihat nama sutradara

yang terpampang di akhir film. Alejandro Reese. Nama yang

membuatku kembali tersedak dengan kesedihan dan kepedihan

yang sangat. Aku memejamkan mata, berusaha menenangkan

diriku saat aku mendengar suara yang sangat ingin ku dengar

selama setahun ini.

“Hai, Kay! Ini suami kesayanganmu, Ale!”

Aku membuka mata dan kulihat wajah Ale di layar

televisi, sedang tersenyum lebar. Segala usahaku untuk

menenangkan diri runtuh saat itu juga. Volume tangisanku

yang kutahan agar tak membangunkan Jandro saat itu juga

meningkat dengan drastis. Tubuh, jiwa, dan rohku seakan

Page 162: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

dibawa kembali ke setahun yang lalu. Saat aku mengurung diri

di kamar apartemenku. Berteriak, menangis, melampiaskan

segala penyesalan, kesedihan, dan beban di hatiku. Jandro

terbangun dan ikut menangis tak kalah kerasnya. Kali ini aku

tak berusaha menenangkannya. Kami berdua menangis,

meratapi kepergian kepala keluarga kami yang bahkan tak tahu

ia telah menjadi bapak dari seorang anak.

Kami tetap menangis hingga kami mendengar suara Ale

kembali. “Semoga kamu senang dengan hadiah permintaan

maafku ini ya.” Suara Ale terdengar riang dan ceria,

berbanding terbalik dengan keadaanku saat ini. Aku

menghentikan film untuk sementara waktu, menarik nafas

beberapa kali, berusaha menenangkan denyut jantungku yang

seakan tengah berada dalam pertandingan maraton,

menenangkan Jandro yang masih menangis di pelukanku

hingga ia kembali tenang, lalu memainkan film itu lagi.

“Sejujurnya, aku sudah merencanakan pembuatan film ini

sejak beberapa bulan yang lalu. Film ini kubuat sebagai sebuah

kejutan untukmu sehingga kamu tidak boleh tahu. Jadi

maafkan aku ya kalau aku tidak memberitahumu alasan

mengapa aku sering pulang larut malam bahkan tak pulang

sama sekali. Tapi selama pembuatan film ini kita memang

sedang tidak berbicara jadi bukan salahku kan ya?” Ale berkata

lalu menjulurkan lidahnya, menggodaku. “Tahun ini genap

Page 163: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

lima tahun pertemuan kita! Hore!” Ale terlihat berlari-lari

memutari sebuah tiang sambil mengangkat kedua tangannya ke

udara. Setelah beberapa putaran, ia kembali ke depan kamera

dengan nafas terengah-engah. “Happy 5th anniversary, babe!

Kayanya aku harus berhenti merokok dan mulai olahraga

seperti katamu deh. Masa aku lari dikit doang sudah lelah

seperti ini, ya ga?”

Tanpa sadar aku mulai tertawa mendengar leluconnya.

Memang sudah sejak lama aku memintanya untuk berhenti

merokok, dan ia sudah mengiyakan. Ini kata Ale tentang rokok

dulu. “Rokok tuh sebenernya hanya pelampiasan stresku saja.

Sekarang kan ada kamu, kita bisa melakukan ‘sesuatu’ untuk

melampiaskan stresku.” Ucapannya itu kutimpali dengan

pukulan di lengannya dan Ale berusaha menghindari

pukulanku sambil menyatakan bahwa akulah yang berpikiran

negatif. Senyumku mengembang mengingat kenangan konyol

itu.

“Aku tahu kamu pasti kangen dengan suamimu ini kan?”

Ale tak tahu betapa benarnya dia sekarang. “Tunggu aku ya,

nanti malam saat aku pulang kamu harus ucapin kata ini supaya

aku tahu kalau kamu sudah nonton film ini. Kata-katanya

adalah “babak pertama”. Kenapa “babak pertama”? Karena

pertama, itu judul film yang baru kamu tonton. Kedua, aku mau

kita mulai semuanya dari awal. Jadi mulai dari babak pertama

Page 164: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

lagi.” Dia menjelaskan dengan senyum yang tak pernah lepas

dari wajahnya. “Sudah dulu ya, Kay sayang. Semoga kamu

senang dengan hadiahku ini ya. Sampai ketemu nanti malam!”

Dengan kalimat itu, Ale mengulurkan tangannya ke arah

kamera dan mematikan kamera yang merekamnya selama ini.

Aku memandangi layar yang sudah berubah menjadi

hitam itu selama beberapa detik. Kemudian tanpa sadar,

bibirku membentuk sepasang kata. Babak pertama. Babak

pertama. Perlahan tapi pasti, senyum kecut mulai mengembang

di bibirku, menggantikan untaian kata itu.

Berhenti bermimpi, Kay. Dia sudah tiada. Dia tak akan

ada di sisimu nanti malam. Ini bukanlah babap pertama

melainkan babak terakhir.

Waktu sudah menunjukan pukul empat sore, sebentar lagi

kapal terakhir akan berlayar kembali ke daratan utama. Aku

bangkit berdiri, dan berjongkok lagi di depan DVD player

untuk mengambil CD tersebut. Aku masukan hadiah terakhir

dari Ale itu ke dalam tasku lalu bersiap-siap pulang.

Memang tidak akan ada Ale yang menungguku di

apartemenku, aku tidak akan melihat senyum Ale yang

menghangatkan hatiku, aku tidak akan mendengar suara

seksinya yang selalu menggetarkan hatiku lagi. Namun semua

itu tak mengubah fakta bahwa ia pernah ada di hidupku, dan

Page 165: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

semua momen manis itu adalah kejadian nyata yang

membuahkan buah hati kami. Jandro akan selalu menjadi

pertanda bahwa Ale nyata dan aku tahu ia akan selalu ada di

sini. Di dalam hati dan pikiranku.

Dan itu sudah lebih dari cukup.

Page 166: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Babak Terakhir

Page 167: Babak Terakhir · untuk tinggal di tempat yang jauh, tempat di mana kita melihat orang-orang yang berpakaian rapi dan bergegas menuju gate ... gambaran tentang keluarga, hobi, dan

Biodata Pengarang

Melissa Octavianti atau

yang akrabnya dipanggil Melissa

adalah seorang mahasiswa jurusan

Ilmu Komunikasi angkatan 2015 di

Universitas Multimedia Nusantara.

Alumni SMAK 4 Penabur Jakarta

ini lahir pada tanggal 2 Oktober

1997 di Surabaya dan besar di

Jakarta. Sejak kecil, kakak dari

seorang adik laki-laki ini hobi membaca buku, baik dari

dalam maupun luar negeri dan gemar menulis cerita

pendek. Gadis yang hobi travelling dan mendengarkan

musik ini mempunyai minat di bidang bahasa dan saat

ini sedang mempelajari Bahasa Korea. Melissa bercita-

cita untuk menjadi seorang editor novel dan penyiar

radio.