133
LAPORAN PENDAHULUAN, STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN, DAN ANALISA PROSES INTERAKSI PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL A. LAPORAN PENDAHULUAN 1. Diagnosis Keperawatan Isolasi sosial 2. Tinjauan Teori a. Pengertian Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain. (Balitbang, 2007 dalam Fitria, 2011:29) Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang

Bag. Isi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

isos

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN, STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN, DAN ANALISA PROSES INTERAKSI PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL

A. LAPORAN PENDAHULUAN1. Diagnosis KeperawatanIsolasi sosial2. Tinjauan Teoria. Pengertian Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain. (Balitbang, 2007 dalam Fitria, 2011:29) Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan Akemat, 2009:93) Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman. (Yosep, 2009:229) Kerusakan isolasi sosial adalah satu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptif, dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosialnya. (Stuart dan Sundeen, 1998 dalam Fitria, 2011:30) b. Tanda dan GejalaBerikut tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial. (Fitria, 2011:31)1) Kurang spontan2) Apatis (acuh terhadap lingkungan)3) Eksspresi wajah kurang berseri4) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri5) Tidak ada atau kurang komunikasi verbal6) Mengisolasi diri7) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya8) Asupan makanan dan minuman terganggu9) Retensi urin dan feses10) Aktivitas menurun11) Kurang energi (tenaga)12) Rendah diri13) Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)

c. Rentang ResponsRespon AdaptifRespon Maladaptif

Menarik diriKetergantunganManipulasiCurigaMerasa sendiriDepedensiCurigaMenyendiriOtonomiBekerja samaInterdependen

Gambar 1. Rentang respons isolasi sosial (Townsend, 1998 dalam Fitria, 2011:32) Berdasarkan bagan diatas respon sosial pada pasien dengan isolasi sosial dibagi menjadi respon adaptif dan respon maladaptif.1) Respon AdaptifRespon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Menurut Fitria (2009:32) yang termasuk respon adaptif adalah sebagai berikut.a) Menyendiri, merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.b) Otonomi, merupakan kemampuan individu untuk menentukan dab menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.c) Bekerja sama, merupakan kemampuan individu yang saling membutuhkan orang lain.d) Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.2) Respon MaladaptifRespon yang diberikan individu menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk kedalam rentang respon maladaptif adalah sebagai berikut.a) Menarik Diri, yaitu seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.b) Ketergantungan, yaitu seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.c) Manipulasi, yaitu seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat menerima hubungan sosial secara mendalam.d) Curiga, yaitu seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

d. Faktor PredisposisiMenurut Fitria (2011:33-35), ada empat faktor predisposisi yang menyebabkan isolasi Sosial, diantaranya sebagai berikut.1) Faktor Tumbuh Kembang Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas perkembangan tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah sosial.Tabel 1. Tugas perkembangan berhubungan dengan peetumbuhan interpersonalTahap PerkembanganTugas

Masa bayiMenetapkan rasa percaya

Masa bermainMengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri

Masa prasekolahBelajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani

Masa sekolahBelajar berkompetisi, bekerja sama, dan berkompromi

Masa praremajaMenjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin

Masa remajaMenjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung pada orang tua

Masa dewasa mudaMenjadi saling bergantung antara orang tua dan teman, mencari pasangan, menikah, dan mempunyai anak

Masa tengah bayaBelajar menerima hasilkehidupan yang sudah dilalui

Masa dewasa tuaBerduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterkaitan dengan budaya

Sumber: Stuart dan Sundeen (1995:346) 2) Faktor Komunikasi dalam KeluargaGangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk dalam masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersama atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.3) Faktor Sosial BudayaIsolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga di mana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.4) Faktor BiologisFaktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel sel dalam limbik dan daerah kortikal.

e. Faktor PresipitasiFaktor stresorpresipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut.1) Faktor EksternalContohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stres yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.2) Faktor InternalContohnya adalah stresor psikologism yaitu stres terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak tidak terpenuhinya kebutuhan individu.

f. Sumber KopingMenurut Stuart (2007:280), sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif adalah sebagai berikut.1) Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman2) Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian pada hewan peliharaan3) Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalnya: kesenian, musik, atau tulisan)4) Menurut Stuart & Laraia (2005:432), terkadang ada beberapa orang yang ketika ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan temannya

g. Mekanisme KopingMenurut Stuart (2007:281), individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial yaitu:1) proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri. (Rasmun, 2004:35)2) spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk. (Rasmun, 2004:36)

h. Clinical Pathways

Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan PPS: HalusinasiDefisit perawatan diriIsolasi SosialIntoleransi aktivitasHarga diri rendah kronisKoping keluarga tidak efektifKoping individu tidak efektifGambar 2. Pohon masalah isolasi sosial (Fitria, 2011:36)

3. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Isolasi Sosiala. PengkajianPengkajian merupakan tahap awal dari dasar utama dari proses keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Nurjannah, 2004:30). Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Sundeen dalam Nurjannah, 2004:30). Menurut Keliat (2010:93), untuk melakukan pengkajian pada pasien dengan isolasi sosial dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi.1) Pengkajian yang ditemukan pada teknik wawancara adalah sebagai berikut. a) Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.b) Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk sendirian.c) Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.d) Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.e) Pasien merasa tidak aman dengan orang lain.f) Pasien mengatakan tidak bisa melangsungkan hidup.g) Pasien mengatakan merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.2) Pengkajian yang ditemukan dari hasil observasi adalah sebagai berikut:a) Ekspresi wajah kurang berserib) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diric) Mengisolasi dirid) Tidak ada/kurang kontak matae) Aktivitas menurunf) Asupan makanan dan minuman terganggug) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan.h) Tampak sedih, afek tumpul

b. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah atas data hasil pengkajian yang interpretasi ini digunakan perawat untuk membuat rencana, melakukan implementasi dan evaluasi (NANDA, 2011:2).1) Diagnosa utama: isolasi sosial2) Diagnosa lain yang menyertai diagnosa isolasi sosial menurut Keliat (2006:20 ) adalah sebagai berikut.a) Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaranb) Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiric) Gangguan konsep diri: harga diri rendahd) Ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupetike) Defisit perawatan dirif) Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat pasien dirumah.g) Gangguan pemeliharaan kesehatanDiagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Fitria (2009:36) adalah sebagai berikut.1) Isolasi sosial2) Harga diri rendah kronis3) Perubahan persepsi sensori: Halusinasi4) Koping individu tidak efektif5) Koping keluarga tidak efektif6) Malas beraktivitas7) Defisit perawatan diri8) Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

c. Rencana Tindakan Keperawatan1) Rencana Tindakan Keperawatan pada Pasien Tujuan tindakan keperawatan pada pasien yaitu sebagai berikut (Fitria, 2011:38).a) Membina hubungan saling percayab) Menyadari penyebab isolasi sosialc) Mengetahui keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain d) Melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap Intervensi keperawatan untuk pasien menurut Keliat dan Akemat (2010:98-99) adalah sebagai berikut.a) Membina hubungan saling percaya.b) Membantu pasien untuk mengenal penyebab isolasi sosial, yaitu dengan cara: Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain. Tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain. Bantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman.c) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, yaitu dengan cara: Diskusikan kerugian jika pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien. d) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap, yaitu dengan cara: Memberikan kesempatan pasien memperhatikan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan perawat. Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (perawat, pasien atau keluarga). Jika pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga atau empat orang dan seterusnya. Berilah pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien. Motivasi pasien untuk terus berinteraksi dengan orang lain dan tingkatkan jadwal aktivitas pasien secara bertahap.

2) Rencana Tindakan Keperawatan pada Keluarga Tujuan tindakan keperawatan pada keluarga yaitu sebagai berikut (Fitria, 2011:38).a) Keluarga mengetahui masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klienb) Keluarga mengetahui penyebab isolasi sosialc) Sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi isolasi sosialnyad) Keluarga mengetahui pengobatan yang benar untuk kliene) Keluarga mengetahui tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien Intervensi keperawatan keluarga menurut Keliat & Akemat (2010:104) adalah sebagai berikut.a) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.b) Jelaskan tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya, penyebab isolasi sosial, cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial.c) Peragakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.d) Bantu keluarga mempraktekan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan masalah yang dihadapi.e) Susun rencana pulang bersama keluarga.

d. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)Terapi aktivitas kelompok (TAK): sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Tujuan umum TAKS, yaitu klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. Tujuan khususnya adalah:1) klien mampu memperkenalkan diri;2) klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok;3) klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok;4) klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan;5) klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain;6) klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok;7) klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan.Aktivitas TAKS dilakukan tujuh sesi yang melatih kemampuan sosial klien, yaitu sebagai berikut.1) Sesi 1: klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan: nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi.2) Sesi 2: klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok:a) memperkenalkan diri sendiri: nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi;b) menanyakan diri anggota kelompok lain: nama lengkap, nama panggilan, asal dan hobi.3) Sesi 3: klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok:a) menanyakan kehidupan pribadi kepada satu orang anggota keompok;b) menjawab pertanyaan tentang kehidupan pribadi.4) Sesi 4: klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok:a) menyampaikan topik yang ingin dibicarakan;b) memilih topik yang ingin dibicarakan;c) memberi pendapat tentang topik yang dipilih.5) Sesi 5: klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain:a) menyampaikan masalah pribadi;b) memilih satu masalah untuk dibicarakan;c) memberi pendapat tentang masalah pribadi yang dipilih.6) Sesi 6: klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok:a) bertanya dan meminta sesuai dengan kebutuhan pada orang lain;b) menjawab dan memberi pada orang lain sesuai dengan permintaan.7) Sesi 7: klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan. (Keliat dan Akemat, 2004:16-48)

Rencana Tindakan Keperawatan Pasien dengan Isolasi Sosial

Nama Pasien: .....Diagnosa Medis: .....No. RM: .....TglNo DXDiagnosa KeperawatanPerencanaanIntervensiRasional

TujuanKriteria Evaluasi

Isolasi sosialTUM: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi

TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya

Klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada/terhadap perawat:a. Wajah cerah, tersenyumb. Mau berkenalanc. Ada kontak matad. Bersedia menceritakan perasaane. Bersedia mengungkapkan masalahnyaf. Bersedia mengungkapkan masalahnya1. Bina hubungan saling percaya dengan:a. Beri salam setiap berinteraksib. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalanc. Tanyakan dan panggil nama kesukaan kliend. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksie. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klienf. Buat kontrak interaksi yang jelasg. Dengarkan dengan penuh2. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang penyakit yang dideritanya3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klienHubungan saling percaya akan menimbulkan kepercayaan klien pada perawat sehingga akan memudahkan dalam pelaksanaan tindakan selanjutnya

TUK 2:Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diriKlien dapat menyebutkan satu penyebab menarik diri dari:a. diri sendirib. orang lain c. lingkungan1. Tanyakan pada klien tentang:a. Orang yang tinggal serumah/teman sekamar klienb. Orang yang paling dekat dengan klien di rumah/di RSc. Apa yang membuat klien dekat dengan orang tersebutd. Orang yang tidak dekat dengan klien di rumah/di RSe. Apa yang membuat klien tidak dekat dengan orang tersebutf. Upaya yang harus dilakukan agar dekat dengan orang lain2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul3. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannyaDengan mengetahui tanda-tanda dan gejala menarik diri akan menentukan langkah intervensi selanjutnya

TUK 3:Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lainKlien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain, misalnya banyak teman, tidak kesepian, bisa diskusi, saling menolong, dll

Tanyakan pada klien tentang:a. Manfaat jika berhubungan dengan orang lainb. Kerugian jika tidak berhubungan dengan orang lainc. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang laind. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang laine. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannyaReinforcement dapat meningkatkan harga diri

TUK 4:Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahapKlien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, misalnya sendiri, kesepian, tidak bisa diskusi, tidak punya teman, dll1. Observasi perilaku klien dengan berhubungan dengan orang lain2. Motivasi dan bantu klien untuk berkenalan/ berkomunikasi dengan:a. Perawatb. Perawat lainc. Klien laind. Kelompok masyarakat3. Libatkan klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi4. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan5. Beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas pergaulannya6. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien bersosialisasiMengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang berhubungan dengan orang lain

TUK 5:Klien mampu mengungkapan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lainKlien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap antara:a. K Pb. K Perawat lainc. K klien laind. K kelp/masy

1. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain2. Diskusikan dengan klien tentang perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain3. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannyaAgar klien lebih percaya diri untuk berhubungan dengan orang lain. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang

TUK 6:Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga atau keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain1. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain untuk diri sendiri dan orang lain2. Keluarga dapat:a. Menjelaskan perasaannyab. Menjelaskan cara merawat klien menarik diric. Mendemonstrasikan cara perawatan klien menarik dirid. Berpartisipasi dalam perawatan klien menarik diri 1. BHSP dengan keluargaa. Salam, perkenalkan dirib. Sampaikan tujuanc. Membuat kontrakd. Explorasi perasaan keluarga2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang:3. Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien berkomunikasi dengan orang lain4. Anjurkan anggota keluarga untuk secara rutin dan bergantian mengunjungi klien minimal 1x seminggu5. Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluargaAgar klien lebih percaya diri dan tahu akibat tidak berhubungan dengan orang lain

Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang membina hubungan dengan orang lain

Klien mungkin dapat mengobati perasaan tidak nyaman, bimbang karena memulai hubungan dengan orang lainMotivasi dapat mendorong klien untuk lebih semangat dan percaya diri

Agar klien tahu, mengerti lebih terbuka tentang manfaat berhubungan dengan orang lain

Reinforcement dapat meningkatkan kepercayaan diri klien

Dengan dukungan keluarga klien akan merasa diperhatikan

Sumber: Azizah (2011:123-127)

B. TRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATANPertemuan IProses Keperawatan1. KondisiKlien terlihat sedang sendiri di sudut ruangan dengan pandangan yang kosong. Kaki serta tangannya dilipat. Saat perawat menghampiri, klien hanya menjawab ya dan tidak, terlihat seperti tidak ingin ditemani dan klien mengatakan bahwa dirinya tidak suka berbicara dengan teman-temannya yang lain karena dirinya tidak gila.

2. Diagnosis KeperawatanIsolasi sosial

3. TUK/SP 1a. Membina hubungan saling percayab. Menyadari penyebab isolasi sosialc. Mengetahui keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain

4. Tindakan Keperawatana. Membina hubungan saling percaya1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien2) Berkenalan dengan klien. Perkenalkan nama dan nama panggilan yang saudara suaki, tanyakan nama dan nama panggilan klien3) Menanyakan perasaan dan keluhan saat ini4) Buat kontrak asuhan keperawatan, mencakup hal-hal seperti apa yang saudara akan lakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan, dan di mana tempatnya5) Jelaskan bahwa saudara akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi6) Tunjukkan sikap empati terhadap klien setiap saat7) Penuhi kebutuhan dasar klien bila memungkinkan b. Menyadari penyebab isolasi sosial1) Tanyakan apa saja orang yang tinggal satu rumah dengan klien2) Tanyakan siapa orang yang dekat dengan klien dan apa sebabnya3) Tanyakan siapa orang yang tidak dekat dengan klien dan apa sebabnyac. Mengetahui keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain1) Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain2) Tanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain3) Diskusikan pada klien keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka4) Diskusikan pada klien kerugian bila klien tidak memiliki banyak teman dan tidak bergaul akrab dengan mereka5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien

Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan1. Orientasia. Salam terapeutikAssalamualaikum. Selamat pagi Bapak/Ibu. Saya Suster ..., panggil saja Suster ... . Saya mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan ... yang akan bertugas disini dari jam 08.00-12.00 siang nanti.b. Evaluasi/ValidasiBagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?c. Kontrak1) Topik: Seperti janji seminggu yang lalu, hari ini kita akan diskusi tentang penyebab Bapak/Ibu kurang suka bergaul, apa saja keuntungan bergaul, dan apa saja kerugian bila tidak bergaul dengan orang lain.2) Tempat: Bapak/Ibu ingin bercakap-cakap di mana? Bagaimana bila di ruang duduk?3) Waktu: Bapak/Ibu ingin bercakap-cakap berapa lama? 2. KerjaApa yang membuat Bapak/Ibu tidak suka bergaul dengan orang lain?Apakah karena sikap atau perilaku orang lain terhadap Bapak/Ibu? Atau ada alasan lain?Apakah ruginya kalau kita tidak punya teman?Menurut Bapak/Ibu, apakah keuntungannya kalau kita banyak teman?Nah kita sudah mengetahui penyebab Bapak/Ibu tidak mau bergaul dengan orang lain, ruginya tidak punya teman, dan untungnya punya teman? 3. Terminasia. Evaluasi SubjektifBagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi mengenai penyebab Bapak/Ibu tidak mau bergaul dengan orang lain beserta keuntungan dan kerugiannya?b. Evaluasi ObjektifBisakah Bapak/Ibu menceritakan kembali tentang keuntungan dan kerugian bergaul dengan orang lain?c. Rencana Tindak LanjutBagaimana Bapak/Ibu. Apakah Bapak/Ibu ingin belajar bergaul dengan orang lain?d. Kontrak yang Akan Datang1) Topik: Bagaimana kalau besok kita belajar mengenai cara-cara bergaul dengan orang lain?2) Tempat: Di mana nanti kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di sini saja?3) Waktu: Bapak.Ibu inginnya jam berapa? Bagaimana kalau jam 13.00, setelah Bapak/Ibu makan siang? (Fitria, 2011:38-42)

LAPORAN PENDAHULUAN, STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN, DAN ANALISA PROSES INTERAKSI PADA PASIEN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

A. LAPORAN PENDAHULUAN1. Diagnosis KeperawatanGangguan sensori persepsi: halusinasi

2. Tinjauan Teoria. Pengertian Menurut Cook dan Fotaine (1987 dalam Fitria, 2011:51-52), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan) Menurut Wilson (1983 dalam Fitria, 2011:52), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan. Halusinasi merupakan suatu keadaan di mana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan eksternal) disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan berespons terhadap setiap stimulus (Townsend, 1998 dalam Fitria, 2011:52)

b. Jenis HalusinasiTabel 2. Jenis halusinasi serta ciri objektif dan subjektif klien yang mengalami halusinasiJenis HalusinasiData ObjektifData Subjektif

Halusinasi Dengar(klien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannnya dengan stimulus yang nyata/lingkungan) Bicaraatau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab Mendekatkan telinga ke ara tertentu Menutup telinga Mendengar suara-suara atau kegaduhan Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

Halusinasi Penglihatan(klien melihat gambaran yang jelas/samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu Ketakukan pada sesuatu yang tidak jelas

Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun, melihat hantu, atau monster

Halusinasi Penciuman(klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata) Mengendus-endus seperti sedang membaui bau-bauan tertentu Menutup hidung Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan terkadang bau-bau tersebut menyenangkan bagi klien

Halusinasi Pengecapan(klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak) Sering meludah Muntah Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses

Halusinasi Perabaan(klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata) Menggaruk-garuk permukaan kulit Mengatakan ada serangga di permukaan kulit Merasa seperti tersengat listrik

Halusinasi Kinestetik(klien merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bergerak) Memegang kakinya yang dianggapnya bergerak sendiri Mengatakan badannya melayang di udara

Halusinasi Viseral(perasaan tertent timbul dalam tubuhnya) Memegang badannya yang dianggapnya berubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya Mengatakan perutnya menjadi mengecil setelah minum soft drink

Sumber: Fitria (2011:53-54)

c. Tahapan HalusinasiTabel 3. Tahapan halusinasiTahapanKarakteristikPerilaku yang Muncul

Tahap I (Non-psikotik)(halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi sedang, secara umum tahap ini merupakan hal yang menyenangkan bagi klien)a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutanb. Mencoba fokus pada pikiran yang dapat menghilangkan kecemasanc. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadarana. Tersenyum atau tertawa sendirib. Menggerakkan bibir tanpa suarac. Pergerakan mata yang cepatd. Respons verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi

Tahap II (Non-psikotik)(biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasan yang berat, secara umum dapat menyebabkan antipati)a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebutb. Mulai merasa kehilangan kontrolc. Menarik diri dari orang laina. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darahb. Perhatian terhadap lingkungan menurunc. Konsentrasi terhadap pengalaman seonsoripun menurund. Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita

Tahap III (Psikotik)(biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi)a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinyab. Isi halusinasi menjadi atraktifc. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhira. Klien menuruti perintah halusinasib. Sulit berhubungan dengan orang lainc. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaatd. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyatae. Klien tampak tremor dan berkeringat

Tahap IV (Psikotik)(klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik)a. Risiko tinggi mencederaib. Agitasi/katatonc. Tidak mampu merespons rangsangan yang ada

Sumber: Fitria (2011:58-59)

d. Faktor PredisposisiFaktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan sosialkultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor predisposisi tersebut yaitu sebagai berikut. (Fitria, 2011:54-55)1) Faktor PerkembanganJika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.2) Faktor SosiokulturalBerbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya.3) Faktor BiokimiaMempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stres yang berlebihan, maka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).4) Faktor PsikologisHubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.5) Faktor GenetikGen yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

e. Faktor PresipitasiFaktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. (Fitria, 2011: 55)

f. PerilakuRespon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock (1993 dalam Fitria, 2011:55-57), mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu sebagai berikut.1) Dimensi FisikManusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsangan eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. 2) Dimensi EmosionalPerasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutannya. 3) Dimensi IntelektualDalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, pada saat tertentu menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.4) Dimensi SosialDimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri. Jika klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi tidak terjadi.5) Dimensi SpiritualManusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

g. Sumber KopingSumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang efektif. (Fitria, 2011:57)

h. Mekanisme KopingMekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri. (Fitria, 2011:57)

i. Clinical Pathway

Effect Risiko tinggi perilaku kekerasan Core problemPerubahan persepsi sensori:halusinasi Causa Isolasi sosial Harga diri rendah kronisGambar 3. Pohon masalah perubahan persepsi sensori: halusinasi

3. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan GSP: Halusinasia. PengkajianData yang perlu dikaji yaitu sebagai berikut.Masalah KeperawatanData yang Perlu Dikaji

Gangguan persepsi sensori: halusinasiSubjektif:a. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyatab. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyatac. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulusd. Klien merasa makan sesuatue. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnyaf. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengarg. Klien ingin memukul/melempar barang-barang

Objektif:a. Klien berbicara dan tertawa sendirib. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatuc. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatud. Disorientasie. Konsentrasi rendahf. Kekacauan alur pikiran

Sumber: Fitria (2011:61)

b. Diagnosa KeperawatanGangguan sensori persepsi: halusinasi c. Rencana Tindakan Keperawatan1) Rencana Tindakan Keperawatan pada Pasien Tujuan tindakan keperawatan untuk pasien adalah sebagai berikut (Fitria, 2011:61).a) Klien mengenali halusinasi yang dialaminyab) Klien dapat mengontrol halusinasinyac) Klien mengikuti program pengobatan secara optimal Intervensi keperawatan untuk pasien menurut Fitria (2011:62) yaitu sebagai berikut.a) Membantu klien mengenali halusinasiDiskusi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu klien mengenali halusinasinya. Perawat dapat berdiskusi dengan klien terkait isi halusinasi (apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan perasaan klien saat halusinasi muncul (komunikasinya sama dengan pengkajian di atas).b) Melatih klien mengontrol halusinasiPeawat dapat melatih empat cara dalam mengendalikan halusinasi pada klien. Keempat cara tersebut sudah terbukti mampu mengontrol halusinasi seseorang. Keempat cara tersebut adalah menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas yang terjadwal, dan mengkonsumsi obat secara teratur. 2) Rencana Tindakan Keperawatan pada Keluarga Tujuan tindakan keperawatan pada kekluarga adalah sebagai berikut (Fitria, 2011:62).Keluarga dapat merawat klien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien. Intervensi keperawatan keluarga menurut Fitria (2011:62-63) yaitu sebagai berikut. Keluarga merupakan faktor vital dalam penanganan klien gangguan jiwa di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah sistem pendukung terdekat dan orang yang bersama-sama dengan klien selama 24 jam. Keluarga sangat menentukan apakah klien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian, jika keluarga tidak mampu merawat maka klien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya kembali akan sangat sulit. Oleh karena itu, perawat harus melatih keluarga klien agar mampu merawat klien gangguan jiwa di rumah.Pendidikan kesehatan kepada keluarga dapat dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah menjelaskan tentang masalah yang dialami oleh klien dan pentingnya peran keluarga untuk mendukung klien. Tahap kedua adalah melatih keluarga untuk merawat klien, dan tahap ketiga adalah melatih keluarga untuk merawat klien langsung.Informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami oleh klien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara merawat klien halusinasi (cara berkomunikasi, pemberian obat, dan pemberian aktivitas kepada klien), serta sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau.

d. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)Menurut Keliat dan Akemat (2004:80-97), TAK untuk pasien gangguan sensori persepsi: halusinasi yaitu sebagai berikut.1) Sesi 1: mengenal halusinasi2) Sesi 2: mengontrol halusinasi dengan menghardik3) Sesi 3: mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan4) Sesi 4: mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap5) Sesi 5: mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat

Rencana Tindakan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

Nama Pasien: .....Diagnosa Medis: .....No. RM: .....TglNo DXDiagnosa KeperawatanPerencanaanIntervensiRasional

TujuanKriteria Evaluasi

Gangguan sensori persepsi: halusinasiTUM: Klien tidak mencederai diri sendiri/orang lain/lingkungan

TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya

Kriteria hasil:a. ekspresi wajah bersahabat menunjukan rasa senangb. ada kontak matac. mau berjabat tangand. mau menyebutkan namae. mau menjawab salamf. klien mau duduk berdampingan dengan perawatg. mau mengungkapkan masalah yang dihadapi1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbalb. Perkenalkan diri dengan sopanc. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai kliend. Jelaskan tujuan pertemuane. Jujur dan menepati janjif. Tunjukan sikp simpati dan menerima apa adanyag. Beri perhatian pada kebutuhan dasar klien2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya3. Dengarkan ungkapan klien dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klienHubungan saling percaya merupakan langkah awal menentukan keberhasilan rencana selanjutnya

Untuk mengurangi kontak klien denan halusinasinya dengan mengenal halusinasi akan membantu mengurangi dan menghilangkan halusinasi

TUK 2:Klien dapat mengenali halusinasinyaKlien mampu mengenali halusinasinya dengan kriteria hasil:a. Klien dapat menyebutkan waktu, timbulnya halusinasib. Klien dapat mengidentifikasi kapan frekuensi situasi saat terjadi halusinasic. Klien dapat mengungkapkan perasaannya saat muncul halusinasi1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap2. Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya (dengar/ lihat/penghidu/raba/kecap), jika menemukan tanpa stimulus, memandang ke kanan/ke kiri/ke depan seolah-olah ada teman bicara3. Bantu klien mengenal halusinasinyaa. Jika menemukan klien sedang halusinasi, tanyakan apakah ada bisikan yang didengar/ melihat bayangan yang tanpa wujud atau merasakan sesuatu yang tidak ada wujudnyab. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dialaminyac. Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti kliene. Katakan bahwa perawat akan membantu klien4. Jika klien tidak sedang berhalusinasi, klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien:a. Isi, waktu, dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-kadang)b. Situasi dan kondisi yang menimbulkan menimbulkan atau tidak menimblukan halusinasi5. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih,senang, bingung) beri kesempatan mengungkapkan perasaan6. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut7. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinyaMengetahui apakah halusinasi datang dan menentukan tindakan yang tepay atas halusinasinya

Mengenalkan pada klien terhadap halusinasinya dan mengidentifikasi faktor pencetus halusinasinya

Menentukan tindakan yang sesuai bagi klien untuk mengontrol halusinasinya

TUK 3:Klien dapat mengontrol halusinasinya1. Klien dapat mengidentifikasi tindakan yang dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya2. Klien dapat menunjukkan cara baru untuk mengontrol halusinasi1. Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa dilakukan bila terjadi halusinasi2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian3. Diskusikan cara baik memutus atau mengontrol timbulnya halusinasi4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih 6. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, jenis orientasi realita, atau stimulasi persepsi

TUK 4:Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya1. Keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat2. Keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi1. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik)2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan rumah)a. Pengertian halusinasib. Tanda dan gejala halusinasic. Proses terjadinya halusinasid. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasie. Obat-obatan halusinasif. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah (beri kegiatan, jangan dibiarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemakaiannya untuk mengatasi halusinasi)3. Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumahMembantu klien menentukan cara mengontrol halusinasi. Periode berlangsungnya halusinasinya: a. memberi support kepada klienb. menambah pengetahuan klien untuk melakukan tindakan pencegahan halusinasi

TUK 5:Klien dapat menggunakan obat dengan benar untuk mengendalikan halusinasinya1. Klien menyebutkan:a. Manfaat minum obatb. Kerugian tidak minum obatc. Nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat2. Klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar3. Klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi, dan efek samping penggunaan obat2. Pantau klien saat penggunaan obat3. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat agar dapat merasakan manfaatnya4. Beri pujian jika klien menggunakan obat tanpa konsultasi dengan dokter5. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter6. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkanPartisipasi klien dalam kegiatan tersebut membantu klien beraktivitas sehingga halusinasi tidak muncul

Meningkatkan pengetahuan klien tentang obat

Membantu mempercepat penyembuhan dan memastikan obat sudah diminum oleh klien

Mengetahui reaksi setelah minum obat

Sumber: Azizah (2011:128-133)

B. C. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATANPertemuan IProses Keperawatan1. KondisiKlien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga ke arah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

2. Diagnosis KeperawatanGangguan sensori persepsi: halusinasi

3. TUK/SP 1a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan kriteria sebagai berikut.1) Ekspresi wajah bersahabat2) Menunjukkan rasa senang3) Klien bersedia diajak berjabat tangan4) Klien bersedia menyebutkan nama5) Ada kontak mata6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinyab. Membantu klien mengenali halusinasinyac. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi

4. Tindakan Keperawatana. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik.1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal2) Perkenalkan diri dengan sopan3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien4) Jelaskan tujuan pertemuan5) Jujur dan menepati janji6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya7) Beri pehatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasic. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal seabagi berikut.1) Jelaskan cara menghardik halusinasi2) Peragakan cara menghardik halusinasi3) Minta klien memperagakan ulang4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang sesuai5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan1. Orientasia. Salam terapeutikSelamat pagi, assalamualaikum ... . Boleh saya kenalan dengan Ibu? Nama saya ..., boleh panggil saya ... . Saya mahasiswa Keperawatan ... . Saya sedang praktik disini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh saya tahu nama Ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?b. Evaluasi/ValidasiBagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan tidak?c. Kontrak1) Topik: Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut Ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya?2) Waktu: Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa!3) Tempat: Dimana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu, atau mau di mana?2. KerjaApakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?Apakah Ibu melihat sesuatu/orang/bayangan/makhluk?Seperti apa yang kelihatan?Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?Apa yang Ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan agar tidak muncul?Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.Pertama, dengan menghardik suara tersebut.Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.Keempat, minum obat dengan teratur.Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya seperti ini: saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi saya tidak mau dengar ... saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu ... Bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa. Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi saya tidak mau lihat ... saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang sampai bayangan itu tidak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah begitu ... Bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.

3. Terminasia. Evaluasi SubjektifBagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak dengan latihan tadi?b. Evaluasi ObjektifSetelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan pembicaraan kita tadi?Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak muncul lagi.c. Rencana Tindak LanjutKalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?d. Kontrak yang Akan Datang1) Topik: Ibu, bagaimana kalau besok kita lagi tentang caranya berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?2) Waktu: Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?3) Tempat: Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya, apa masih di sini atau cari tempat yang nyaman? Sampai jumpa besok. Wassalamualaikum, ... (Fitria, 2011:64-68)

LAPORAN PENDAHULUAN, STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN, DAN ANALISA PROSES INTERAKSI PADA PASIEN PERILAKU KEKERASAN

A. LAPORAN PENDAHULUAN1. Diagnosis KeperawatanPerilaku kekerasan

2. Tinjauan Teoria. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2011:139). Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, ditunjukkan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000 dalam Fitria, 2011:139). Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 1998 dalam Fitria, 2011:140).

b. Tanda dan Gejala1) Fisik: mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku2) Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, dan ketus3) Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/agresif4) Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut5) Intelektual: mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme6) Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat7) Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran8) Perhatian: bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

b. Rentang ResponsMarah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1995). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berflutuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif FrustasiPasif Agresif KekerasanGambar 4. Rentang respons perilaku kekerasanSumber: Keliat (1999 dalam Fitria, 2011:141)

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif-kekerasan perilaku yang menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu sebagai berikut.1) Asertif: individu mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti/menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.2) Frustasi: individu merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak realistis dan tidak dapat menemukan alternatif.3) Pasif: individu diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang dialami.4) Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.5) Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman-ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.Tabel 4. Perbandingan antara perilaku asertif, pasif, dan agresif/kekerasanPasifAsertifAgresif

Isi pembicaraanNegatif dan merendahkan diri, contohnya perkataan: Dapatkah saya?Dapatkah kamu?Positif dan menawarkan diri, contohnya perkataan:Saya dapat ...Saya akan ...Menyombongkan diri, merendahkan orang lain, contohnya perkataan:Kamu selalu ...Kamu tidak pernah ...

Tekanan suaraCepat lambat, mengeluhSedangKeras dan ngotot

Posisi badanMenundukkan kepalaTegap dan santaiKaku, condong ke depan

JarakMenjaga jarak dengan sikap acuh/mengabaikanMempertahankan jarak yang nyamanSiap dengan jarak akan menyerang orang lain

PenampilanLoyo, tidak dapat tenangSikap tenangMengancam, posisi menyerang

Kontak mataSedikit/sama sekali tidakMempertahankan kontak mata sesuai dengan hubunganMata melotot dan dipertahankan

Sumber: Keliat (1999 dalam Fitria, 2011:141-142)

c. Faktor PredisposisiMenurut Townsend (1996 dalam Fitria, 2011:142-144), terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang faktor predisposisi perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut.1) Teori BiologikBeberapa hal yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut.a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Towsend (1996 dalam Fitria, 2011:142) menyatakan bahwa berbagai neurotransmiter (epinefrin, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormn androgen dan norepinefrin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan serebrospinal merupakan faktor predisposisi yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif seseorang.c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak kriminal (narapidana)d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus temporal), trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.2) Teori Psikologika) Teori Psikoanalitik, bahwa tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.b) Teori Pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik.3) Teori SosiokulturalKontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.

d. Faktor PresipitasiFaktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

e. Clinical PathwayRisiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan Perilaku kekerasanRegimen terapeutikHarga diri rendah kronisPPS: halusinasi Inefektif Isolasi sosial:Koping keluarga menarik diri tidak efektif Berduka disfungsionalGambar 5. Pohon masalah perilaku kekerasan

3. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Wahama. PengkajianPengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.1) Aspek biologisRespons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.2) Aspek emosionalIndividu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.3) Aspek intelektualSebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.4) Aspek sosialMeliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.5) Aspek spiritualKepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.Menurut Fitria (2011:147), faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan antara lain:1) ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah;2) stimulus lingkungan;3) konflik interpersonal;4) status mental;5) putus obat; dan 6) penyalahgunaan narkoba/alkohol.

b. Diagnosa KeperawatanMasalah keperawatan yang mungkin muncul yaitu sebagai berikut. (Fitria 2011:146)1) Perilaku kekerasan2) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan3) Perubahan persepsi sensori: halusinasi4) Harga diri rendah kronis5) Isolasi sosial6) Berduka disfungsional7) Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif8) Koping keluarga inefektif

c. Rencana Tindakan Keperawatan1) Rencana tindakan keperawatan untuk pasien (Fitria, 2011:148-149) Tujuan tindakan keperawatan untuk pasien yaitu sebagai berikut.a) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasanb) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasanc) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannyad) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannyae) Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasannyaf) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka Intervensi keperawatan untuk pasien adalah sebagai berikut. a) Bina hubungan saling percayab) Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di masa lalu dan saat inic) Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasand) Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungane) Diskusi bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku marahnya2) Rencana tindakan keperawatan untuk keluarga Tujuan tindakan keperawatan untuk keluarga yaitu sebagai berikut.Keluarga dapat merawat klien di rumah. Intervensi keperawatan untuk keluarga yaitu sebagai berikut.a) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul, serta akibat dari perilaku tersebutb) Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku kekerasanc) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain d. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)Menurut Keliat dan Akemat (2004:61-76), TAK yang dapat diberikan pada pasien dengan perilaku kekerasan yaitu sebagai berikut.1) Sesi 1: mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan2) Sesi 2: mencegah perilaku kekerasan fisik3) Sesi 3: mencegah perilaku kekerasan sosial4) Sesi 4: mencegah perilaku kekerasan spiritual5) Sesi 5: mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi obat

Rencana Tindakan Keperawatan Pasien dengan Perilaku Kekerasan

Nama Pasien: .....Diagnosa Medis: .....No. RM: .....TglNo DXDiagnosa KeperawatanPerencanaanIntervensiRasional

TujuanKriteria Evaluasi

Perilaku kekerasanTUM: Klien tidak mencederai diri

TUK 1:Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Kriteria hasil:Klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat:a. wajah cerah, tersenyumb. mau berkenalanc. ada kontak mataa. bersedia menceritakan perasaanBina hubungan saling percaya dengan klien.a. Beri salam setiap berinteraksib. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalanc. Tanyakan dan panggil nama kesukaan kliend. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksie. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klienf. Buat kontrak interaksi yang jelasg. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klienKepercayaan dari klien merupakan hal yang mutlak serta akan memudahkan dalam melakukan pendekatan dan tindakan keperawatan kepada klien

TUK 2:Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannyaKlien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya:menceritakan penyebab perasaan jengkel/kesal baik dari diri sendiri maupun lingkungannyaBantu klien untuk mengungkapkan perasaan dan fikirannya.a. Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnyab. Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klienMenentukan mekanisme koping yang dimiliki klien dalam menghadapi masalah serta sebagai langkah awal dalam menyusun strategi berikutnya

TUK 3:Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasanKlien menceritakan keadaana. Fisik: mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang, dan lain-lainb. Emosional: perasaan marah, jengkel, bicara kasarc. Sosial: bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasanBantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya:a. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik saat perilaku kekerasan terjadib. Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya saat terjadi perilaku kekerasanc. Motivasi klien menceritakan kondisi psikologis saat terjadi perilaku kekerasand. Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lainh saat terjadi perilaku kekerasanDeteksi dini sehingga dapat mencegah tindakan yang dapat membahayakan klien dan lingkungan sekitar

TUK 4:Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannyaKlien menjelaskan:a. Jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukannyab. Perasaannya saat melakukan kekerasanc. Efektivitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalahDiskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini:a. Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini permah dilakukannya.b. Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan tersebut terjadic. Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya masalah yang dialami teratasi.Melihat mekanisme koping klien dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi

TUK 5:Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasanKlien menjelaskan akibat tindak kekerasan yang dilakukannyaa. Diri sendiri: luka, dijauhi teman, dllb. Orang lain/keluarga: luka, tersinggung, ketakutan, dllc. Lingkungan: barang atau benda rusak dllDiskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada:a. diri sendirib. orang lain/keluargaa. lingkunganMembantu klien melihat dampak yang ditimbulkan akibat perilaku kekerasan yang dilakukan klien

TUK 6:Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahanKlien :Menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah1. Diskusikan dengan klien:a. Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehatb. Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien2. Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah:a. Cara fisik: nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah ragab. Verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang lainc. Sosial: latihan asertif dengan orang laind. Spiritual: sembahyang/doa, zikir, meditasi, dsb sesuai keyakinan agamanya masing-masingMenurunkan perilaku destruktif yang akan mencederai klien dan lingkungan sekitar

TUK 7:Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasanKlien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan:a. Fisik: tarik nafas dalam, memukul bantal/kasurb. Verbal: mengungkapkan perasaan kesal/jengkel pada orang lain tanpa menyakitic. Spiritual: zikir/doa, meditasi sesuai agamanya1. Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan2. Latih klien memperagakan cara yang dipilih:a. Peragakan cara melaksanakan cara yang dipilihb. Jelaskan manfaat cara tersebutc. Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukand. Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna3. Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah/jengkelKeinginan untuk marah tidak tahu kapan munculnya, serta siapa yang akan memicunya

Meningkatkan kepercayaan diri klien, serta asertifitas klien saat marah/jengkal

Meningkatkan asertifitas klien dalam menghadapi marah

TUK 8:Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasanKeluarga:a. Menjelaskan cara merawat klien dengan perilaku kekerasanb. Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk mengatasi perilaku kekerasan2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan3. Jelaskan pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga4. Peragakan cara merawat klien (menangani PK)5. Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang6. Beri pujian kepada keluarga setelah peragaan7. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkanKeluarga merupakan sistem pendukung utama bagi klien

TUK 9:Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan1. Klien menjelaskan:a. Manfaat minum obatb. Kerugian tidak minum obat c. Nama obatd. Bentuk dan warna obat e. Dosis yang diberikan kepadanyaf. Waktu pemakaiang. Cara pemakaianh. Efek yang dirasakan2. Klien menggunakan obat sesuai program1. Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat2. Jelaskan kepada klien:a. Jenis obat (nama, wanrna dan bentuk obat)b. Dosis yang tepat untuk klien c. Waktu pemakaiand. Cara pemakaiane. Efek yang akan dirasakan klien3. Anjurkan klien:a. Minta dan menggunakan obat tepat waktub. Lapor ke perawat/dokter jika mengalami efek yang tidak biasa4. Beri pujian terhadap kedisplinan klien menggunakan obatMenyukseskan program pengobatan klien

B. C. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATANPertemuan IProses Keperawatan1. KondisiKlien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena dirumah sering marah-marah dan ingin memukul seseorang yang menasehatinya.

2. Diagnosis KeperawatanPerilaku kekerasan

3. TUKTUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percayaTUK 2: Klien dapat mengidentifikasi penyebab marahTUK 3: Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan

4. Tindakan Keperawatana. Bina hubungan saling percaya dengan:1) Beri salam setiap berinteraksi2) Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat berkenalan3) Menanyakan nama dan panggilan kesukaan klien4) Menunjukan sikap jujur dan menempati janji setiap kali berinteraksi5) Menanyakan perasaan dan masalah yang di hadapi klien6) Buat kontak interaksi dengan jelas7) Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klienb. Bantu klien mengungkapkan perasaan kemarahannya:1) Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkel2) Dengarkan tanpa menyela atau member penilaian setiap ungkapan perasaan klienc. Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan:1) Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan2) Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosional) saat terjadi perilaku kekerasan3) Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan cara lain (tanda-tanda sosial) saat terjadi perilaku kekerasan

Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan1. Orientasia. Salam terapeutikSelamat pagi mbak Apakah saya boleh duduk disamping mbak?b. Evaluasi/ValidasiBagaimana perasaan mbak hari ini?Wah pagi ini mbak terlihat sangat cerah sekali?Perkenalkan mbak,nama saya ..., saya adalah perawat yang akan merawat mbak.Kalau boleh tahu nama mbak siapa?mbak suka dipanggil dengan sebutan siapa? Pakai mbak atau ibu?Pada 2 minggu ini saya yang akan bertanggung jawab merawat mbak dan saya dinas dari jam 07.00 wib-14.00 wib,jadi jika mbak ada sesuatu yang diperlukan atau ingin disampaikan mbak bisa menyampaikannya kepada sayaSaya disini siap membantu mbak untuk menyelesaikan masalah yang mbak hadapi, Sehingga nantinya saya harapkan mbak pada akhirnya dapat menyelesaikan masalah mbak sendiri meskipun mbak sudah tidak dirawat di rumah sakit ini.Kalau mbak bersedia untuk bercerita tentang masalah mbak,saya akan mencoba bersama mbak untuk mencari solusi dari masalah yang mbak hadapi,kalau mbak tidak mau bercerita mengenai apa yang mbak rasakan, saya tidak dapat mengetahui apa kebutuhan yang mbak perlukan dan pada akhirnya saya sulit untuk bisa mencari solusi dari masalah yang mbak hadapi.

c. Kontrak1) Topik: Baik mbak, pagi hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara membina hubungan saling percaya dengan perawat,mendiskusikan apa yang menyebabkan mbak marah,dan tanda-tanda ketika mbak sedang marah. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah agar mbak tidak melakukan tindakan kekerasan.2) Waktu: Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama 15 menit? Apakah mbak bersedia?3) Tempat: Mbak ingin berdiskusi dimana,disini atau ditempat lain yang mbak merasa nyaman untuk bercerita dengan saya?Mbak, Saya akan merahasiakan informasi yang mbak berikan kepada saya dan informasi ini hanya akan saya gunakan untuk proses perawataan.Sebelum kita mulai kegiatan apakah ada yang ingin mbak tanyakan atau yang ingin mbak sampaikan kepada saya?

2. KerjaBagaimana mbak kalau kita mulai sekarang?Apa yang membuat mbak menjadi marah?Apakah ada yang membuat mbak kesal?Apakah sebelumnya mbak pernah marah?Apa penyebabnya? Apakah sama dengan yang sekarang?Baiklah, jadi ada yang menyebabkan mbak marah-marah ya!Mbak pada saat dimarahi oleh ibu apa yang mbak rasakan? Apakah ada perasaan kesal, tegang, mengepalkan tangan, mondar-mandir?Lalu apa yang biasanya mbak lakukan? Apakah sampai memukul? Atau Cuma marah-marah saja?

3. Terminasia. Evaluasi SubjektifBagaimana perasaan mbak setelah mbak bercerita kepada saya? Apakah mbak merasa lega dan tenang?b. Evaluasi ObjektifCoba apakah mbak masih ingat dengan nama saya?Apakah mbak bisa menceritakan kembali apa yang menjadi penyebab mbak marah dan tanda-tanda ketika mbak sedang marah? Bagus sekali mbak mampu menyebutkan penyebab dan tanda-tanda yang dapat membuat mbak marah.c. Rencana tindak lanjutBaik mbak dari hasil kegiatan hari ini kita telah mengetahui bahwa mbak menjadi marah karena sering dimarahi oleh ibu sehingga mbak menjadi tertekan,merasa marah,jengkel dan mengepalkan tangan. Baiklah mbak sesuai dengan kontrak kita di awal,diskusi ini kita akhiri sampai disini dulu,saya berharap mbak bisa menyapa saya ketika kita bertemu dan bila mbak merasa akan marah dan butuh bantuan saya mbak bisa mengungkapkannya pada sayad. Kontrak 1) TopikBagaimana mbak kalau besok kita bertemu lagi dan berdiskusi tentang jenis perilaku kekerasan yang pernah mbak lakukan ketika sedang marah2) TempatMbak ingin kita bertemu dimana? Bagaimana kalau di taman?3) Waktu Mbak mau jam berapa kita ketemunya? Berapa lama mbak, bagaimana kalau 20 menit? Baik jam 10.00 ya mbak, sesuai kesepakatan kita. Baiklah mbak besok kita bertemu di taman jam 10.00 wib ya mbak? Saya permisi dulu ya mbak, selamat siang.

Analisa Proses Interaksi

Nama MahasiswaTanggal: Waktu: Pkl. 10.00-10.25 WIB (25 menit)Tempat: Ruang Mawar RS JiwaInisial klien: Tn. KInteraksi ke: Fase 1 (fase perkenalan)Lingkungan: Tenang, posisi duduk berdampingan di kursi/meja makan pasienDeskripsi pasien: Penampilan klien terlihat cukup rapi, rambut bersih disisir dan wajah bersih, sudah mandiKomunikasi VerbalKomunikasi Non VerbalAnalisa Berpusat pada PerawatAnalisa Berpusat pada KlienRasional

P: Selamat siang Pak!

K: Selamat siang!

P: Saya perawat ..., Saya mahasiswa S1 Keperawatan ... yang sementara praktek di sini selama 2 minggu. Kalau bapak siapa namanya?

K: Nama Saya Kaharuddin

P: Oh ... namanya Kaharuddin, biasanya dipanggil apa?

K: Nama saya Kaharuddin, tapi saya biasanya KaharP: Tersenyum, berdiri sejenak disamping KK: Menatap ke arah P sambil tersenyum

P: Tetap tersenyumK: Tersenyum

P: Sambil duduk disamping klien dan setelah itu, mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan KK: Mau bersalaman tersenyum dan menatap ke arah P

P: Sikap terbuka, tetap tersenyumK: Memperhatikan P namun kelihatan masih ragu

Merasa terkejut disapa oleh P

Duduk agak ragu dan mencoba tidur lagi kemudian bangkit lagi

Klien duduk berhadapan kelihatan ragu dan curiga sambil menoleh kearah klien

Merasa ragu apakah K mau menerima kehadiran P

Merasa senang karena K mau menjawab salam

Berharap dapat melanjutkan pembicaraan

Merasa lega karena K mau merespon stimulus yang disampaikan oleh P dan K mau menyebut namanya

Pada awal interaksi harus didahului atau dimulai dengan membina hubungan saling percaya

Perkenalan diharapkan dapat meningkatkan hubungan saling percaya

Untuk menimbulkan kepercayaan bagi klien

Mengulangi apa yang diucapkan untuk memvalidasi atau menegaskan kembali.

P: Kahar, kalau tidak keberatan bisakah kita cerita-cerita sebentar sekitar 10 menit

K: Ia Pak Mantri

P: Maunya Kahar kita ceritanya dimana?

K: Di meja makan saja pak Mantri

P: Jadi hari ini kita akan membicarakan apa yang dirasakan oleh Kahar

P: Kahar, saya praktek di sini setiap hari selama 2 minggu dari jam 08.00 14.00. Saya akan bersama-sama dengan Kahar. Nanti kita akan sama-sama membahas masalah yang Kahar rasakan. Mudah-mudahan saya dapat membantu mengatasi masalahnya, Untuk itu saya sangat berharap Kahar mau menceritakan masalah dan apa yang dirasakan atau dipikirkan sekarang ini, biar saya tahu. Saya akan menjaga kerahasiaannya. Apakah Kahar setuju?

K: Ia pak Mantri

P: Kahar, bagaimana perasaannya hari ini, apakah semalam tidurnya nyenyak atau tidak ?

K: Merasa baik-baik saja

P: Bisakah Kahar cerita, mulanya kenapa sampai kahar dibawah ke rumah sakit?

K: Saya memukul orangP: Tetap tersenyum, memperhatikan K, dengan sikap terbuka

K: Menatap ke arah P

P: Tetap tersenyum, dan tetap mempertahankan kontak mata

K: Ekspresi tersenyum pada perawat, kadang menundukkan kepala

P: Menggunakan nada suara sedang tapi jelasKlien mau menuruti apa yang diminta perawat.

Mau mendengar dengan serius dan memperhatikan.

Mengerti apa yang dimaksud oleh perawat.

Tidak merasa keberatan dengan permintaan P

Berpikir apakah K mau melanjutkan interaksi, berfikir untuk interaksi selanjutnya

Berharap K mulai mau berinteraksi dengan Perawat

Berharap K mau terbuka dan menceritakan masalahnya

Berharap K mau menjawab pertanyaan P

Informing : memberikan informasi tentang waktu dan tujuan P mengadakan interkasi dengan K

Kontrak diperlukan untuk interaksi selanjutnya

Kalimat terbuka memberi kesempatan pada K untuk mengungkapkan perasaannya

P: Baiklah mungkin Kahar mau istirahat dan makan, pertemuan kita cukup dulu. Nanti besok kita lanjutkan pembicaraan kita sekitar jam 10.00 pagi, tentang mengapa sampai Kahar memukul orang ? Bagaimana apakah Kahar setuju?

K : Ia Pak Mantri

P: Bagus sekali, sudah mau berceritera dengan Pak mantri, Selamat siang ...!

K: Terima kasih Pak Mantri. Selamat siang ...!P: Tetap mempertahankan kontak mata dan tersenyum

K: Nampak tersenyum dan menatap ke arah P

P: Berdiri di samping K sambil mengulur tangan dan salaman dengan K sebagai tanda perpisahan

K: Membalas jabat tangan

Tampak K tidak keberatan dengan kontrak watu yang ditawarkan.

Merasa senang karena K setuju untuk kontrak petemuan berikutnya

Tidak memaksakan diri untuk bertanya tentang masalah K dan mengalihkan pembicaraan

Merasa yakin bahwa mengakhiri pembicaraan adalah tepat agar klien bisa istirahat

Pertantaan terbuka memberi kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya

Menunjukkan perhatian adalah awal yang baik untuk membina hubungan saling percaya

Kontrak penting untuk melakukan interaksi selanjutnya

LAPORAN PENDAHULUAN, STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN, DAN ANALISA PROSES INTERAKSI PADA PASIEN RISIKO BUNUH DIRI

A. LAPORAN PENDAHULUAN1. Diagnosis KeperawatanRisiko bunuh diri

2. Tinjauan Teoria. PengertianBunuh diri adalah suatu keadaan di aman individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku dsetruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2011:111).

b. Tanda dan Gejala1) Mempunyai ide untuk bunuh diri2) Mengungkapkan keinginan untuk mati3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan4) Impulsif5) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan 6) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri7) Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan)8) Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah, dan mengasingkan diri)9) Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis, dan menyalahgunakan alkohol)10) Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal)11) Pengangguran12) Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun13) Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)14) Pekerjaan15) Konflik interpersonal16) Latar belakang keluarga17) Orientasi seksual18) Sumber-sumber personal19) Sumber-sumber sosial20) Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil (Fitria, 2011:112)

c. Rentang Respons

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Peningkatan diri Berisiko destruktif Destruktif diri Pencederaan diri Bunuh diri tidak langsungGambar 6. Rentang respons protektif diriSumber: Keliat (1999 dalam Fitria, 2011:113)

d. Kategori Perilaku Bunuh Diri Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress. Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya sebagai berikut.1) Suicidal ideationPada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.2) Suicidal intentPada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.3) Suicidal threatPada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.4) Suicidal gesturePada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan Crying for help sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.5) Suicidal attemptPada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.6) SuicideTindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.

e. Faktor PredisposisiTidak ada teori tunggal yang mengungkapkan tentang bunuh diri dan memberi petunjuk mengenai cara melakukan intervensi yang terapeutik. Teori perilaku meyakini bahwa pencederaan diri merupakan hal yang dipelajari dan diterima pada saat anak-anak dan masa remaja. Teori psikologi memfokuskan pada masalah tahap awal perkembangan ego, trauma interpersonal, dan kecemasan berkepanjangan yang mungkin dapat memicu seseorang untuk mencederai diri. Teori interpersonal mengungkapkan bahwa mencederai diri sebagai kegagalan dari interaksi dalam hidup, masa anak-anak mendapat perlakuan kasar serta tidak mendapatkan kepuasan (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2011:114-115).Riwayat abuse atau incest dapat juga menjadi faktor predisposisi atau presipitasu pencederaan diri. Faktor predisposisi yang lain adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan komunikasi (mengkomunikasikan perasaan), perasaan bersalah, sepresi, dan perasaan yang tidak stabil.Lima faktor predisposisi yang menunjangg pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut.1) Diagnosis psikiatrik2) Sifat kepribadian3) Lingkungan psikososial4) Riwayat keluarga5) Faktor biokimia(Fitria, 2011:115-116)

f. Faktor PresipitasiPerilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres berlebihan yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan. (Fitria, 2011: 116)

g. Clinical Pathway

Effect Bunuh diriCore problemRisiko bunuh diriCausa Isolasi sosial Harga diri rendah kronisGambar 7. Pohon masalah risiko bunuh diri

3. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Wahama. PengkajianSebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut.1) Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri 2) Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri3) Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri4) Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa5) Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental6) Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol7) Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik8) Menunjukkan impulsivitas dan agressif9) Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan10) Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun11) Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan12) Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosialBanyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS

NoSAD PERSONSKeterangan

1Sex (jenis kelamin)Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri

2Age ( umur)Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.

3Depression35 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.

4Previous attempts (Percobaan sebelumnya)65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya

5ETOH ( alkohol)65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol

6Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional)Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi

7Sosial support lacking ( Kurang dukungan social)Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan

8Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi)Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi

9No spouse ( Tidak memiliki pasangan)Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah

10SicknessOrang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.

Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah sebagai berikut.1) Tentukan tujuan secara jelasDalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.2) Perhatikan signal/tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal