24
Pengembangan Model Pemberantasan Malaria Berdasarkan Lokal Spesifik di Daerah Endemis Sekitar Dataran Tinggi Dieng (Kabupaten Pekalongan) Jawa Tengah Barodji 2001 Penelitian model pengembangan pemberantasan malaria berdasarkan lokal spesifik di daerah endemis sekitar dataran tinggi Dieng tahap pertama telah dilaksanakan pada tahun 2001. Tujuan penelitian tahap pertama ini adalah untuk memperoleh data dasar tentang keadaan penderita malaria, entomologi dan sosioanthropologi dan budaya setempat serta keadaan lingkungan daerah penelitian. Semua itu akan digunakan dalam penelitian tahap kedua tahun 2002. Penelitian dilaksanakan di kawasan sekitar dataran tinggi Dieng bagian utara, yaitu di Desa Bojongkoneng kecamatan Kandangserang dan Desa Krandegan Kecamatan Paninggaran. Hasil pencarian dan penemuan penderita diketahui bahwa penderita malaria ditemukan setiap bulan dengan jumlah penderita malaria per seribu penduduk antara 0,50 – 9,40 o/oo di Krandegan. Dari penangkapan nyamuk yang dilakukan selama 7 bulan (Mei – Desember) ditemukan An. aconitus dan An. maculatus yang diduga sebagai vektor malaria. An aconitus ditemukan paling dominan bila dibanding dengan An. maculatus, ada indikasi ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan yang terjadi sekitar bulan Juli dan Desember. Aktivitas menggigit An. aconitus adalah sepanjang malam dan paling banyak mengisap darah pada sekitar pukul 20.00 Penelitian pengetahuan, sikap dan perilaku penduduk melalui kuesioner terstruktur terhadap 100 responden diketahui bahwa sebagian besar (60 – 79%) responden mengetahui bahwa malaria merupakan penyakit menular yang ditularkan oleh nyamuk, penyakit berbahaya yang perlu diobati dan diberantas. Pada malam hari responden (60 – 66%) sering keluar rumah untuk beribadah ke masjid dan

Bahan Malaria

Embed Size (px)

DESCRIPTION

definisi malaria

Citation preview

Page 1: Bahan Malaria

Pengembangan Model Pemberantasan Malaria Berdasarkan Lokal Spesifik di Daerah

Endemis Sekitar Dataran Tinggi Dieng (Kabupaten Pekalongan) Jawa Tengah 

Barodji

2001 

Penelitian model pengembangan pemberantasan malaria berdasarkan lokal spesifik di daerah endemis sekitar dataran tinggi Dieng tahap pertama telah dilaksanakan pada tahun 2001. Tujuan penelitian tahap pertama ini adalah untuk memperoleh data dasar tentang keadaan penderita malaria, entomologi dan sosioanthropologi dan budaya setempat serta keadaan lingkungan daerah penelitian. Semua itu akan digunakan dalam penelitian tahap kedua tahun 2002. Penelitian dilaksanakan di kawasan sekitar dataran tinggi Dieng bagian utara, yaitu di Desa Bojongkoneng kecamatan Kandangserang dan Desa Krandegan Kecamatan Paninggaran.

Hasil pencarian dan penemuan penderita diketahui bahwa penderita malaria ditemukan setiap bulan dengan jumlah penderita malaria per seribu penduduk antara 0,50 – 9,40 o/oo di Krandegan. Dari penangkapan nyamuk yang dilakukan selama 7 bulan (Mei – Desember) ditemukan An. aconitus dan An. maculatus yang diduga sebagai vektor malaria. An aconitus ditemukan paling dominan bila dibanding dengan An. maculatus, ada indikasi ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan yang terjadi sekitar bulan Juli dan Desember. Aktivitas menggigit An. aconitus adalah sepanjang malam dan paling banyak mengisap darah pada sekitar pukul 20.00

Penelitian pengetahuan, sikap dan perilaku penduduk melalui kuesioner terstruktur terhadap 100 responden diketahui bahwa sebagian besar (60 – 79%) responden mengetahui bahwa malaria merupakan penyakit menular yang ditularkan oleh nyamuk, penyakit berbahaya yang perlu diobati dan diberantas. Pada malam hari responden (60 – 66%) sering keluar rumah untuk beribadah ke masjid dan hanya sebagian kecil saja (36,70%) responden di desa Bojongkoneng dan sebagian besar (67,0%) di desa Krandegan yang tidur menggunakan kelambu dan pakai obat nyamuk untuk menghindari gigitan nyamuk. Pengamatan rumah penduduk yang pernah menderita malaria diketahui bahwa sebagian besar (54,40%) di Bojongkoneng dan 67,90% di Krandegan responden yang pernah menderita malaria penghuni rumah papan, diikuti rumah tembok dan letak rumah menyebar baik di pinggir tempat perindukan nyamuk, di dekat semak-semak, di dekat parit/selokan maupun di tengah-tengah kampung. Semua responden masih sangat mengharapkan penyuluhan kesehatan tentang malaria.

Hasil survai malariometrik ditemukan 13 (76,50%) penderita malaria Plasmodium falciparum dari 17 orang yang positif menderita malaria di Bojongkoneng dan 2 (40,00%) dari 5 penderita di Krandegan.

Page 2: Bahan Malaria

Penyuluhan Yang Tepat Guna Bagi Masyarakat Di Daerah Endemi Malaria

Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo DI Yogyakarta

Siti Sapardiyah S 2001 

Telah dilakukan penelitian tentang penyuluhan yang tepat guna bagi masyarakat di daerah endemi malaria di kecamatan Kokap, kabupaten Kulon Progo DI Yogyakarta oleh Puslitbang Ekologi Kesehatan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner, di desa Hargotirto (desa intervensi), wawancara dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Intervensi dilakukan dengan cara memberi ceramah kepada setiap kelompok responden, kemudian diskusi dengan menggunkan buku panduan malaria. Di desa Hargowilis (desa kontrol) tidak dilakukan intervensi, responden hanya diwawancarai pada tahap I dan tahap II. Responden adalah ibu, bapak, TOMA dan remaja yang dipilih berdasarkan sample random sampling.

Tujuan umum penelitian untuk mendapatkan penyuluhan yang tepat guna bagi masyarakat tentang penyakit malaria. Hasil penelitian, adanya intervensi di Hargotirto dengan cara ceramah (tatap muka) mengenai buku panduan malaria yang telah dibagikan kepada responden, kemudian membahas/diskusi tentang buku panduan malaria dari kelompok responden bapak, ibu, TOMA, remaja, berkisar antara 15,5% - 87,5%. Meningkatkan prosentase pengetahuan tentang tanda-tanda nyamuk malaria tempat berkembang biak nyamuk malaria berkisar antara 20,5% - 67,5%.

Meningkatkan prosentase perilaku responden sebanyak 22,0% dari kesadaran membawa ke Puskesmas Kokap II bila sakit panas diduga malaria. Obat malaria diminum secara teratur terjadi peningkatan prosentase pada kelompok remaja sebanyak 36,4%. Selain hal tersebut responden mengatakan bahwa kelambu merupakan suatu kebutuhan meningkatkan prosentase pada kelompok remaja sebanyak 13,3%. Kebiasaan keluar malam menggunakan jaket terjadi peningkatan pada kelompok ibu-ibu dan remaja sebanyak 33,1% - 33,33%. Berkisar antara 91,4% - 100% perlu penyuluhan khusus tentang malaria.

Di Hargowiwlis, walaupun tidak di intervensi terjadi peningkatan pengetahuan tentang tanda –tanda sakit malaria, tanda –tanda nyamuk malaria, tempat berkembang biak nyamuk malaria. Perilakunya juga meningkat bila sakit malaria yang tadinya pertama kali dibawa ke JMD menjadi dibawa ke Puskesmas, bila keluar malam menggunakan jaket, perlu penyuluhan tentang malaria. Peningkatan ini terjadi karena responden pada waktu wawancara I bertanya kepada pewawancara, sehingga pada wawancara II sudah mengetahuinya.

Kesimpulan, permasalahan malaria masih perlu ditangani karena saling berkaitan antara lingkungan, manusia dan vektor. Intervensi dengan penyuluhan berbentuk ceramah (tatap muka), menggunakan buka panduan malaria meningkatkan pengetahuan tentang tanda-tanda sakit malaria, tanda-tanda nyamuk malaria, tempat berkembang biak nyamuk malaria. Peningkatn perilaku bila ada yang sakit panas diduga malaria dibawa ke Puskesmas, obat diminum secara teratur, keluar malam menggunakan jaket, kelambu merupakan kebutuhan, perlu penyuluhan tentang malaria.

Page 3: Bahan Malaria

Penelitian Bioekologi Vektor Di Daerah Pantai Dan Pedalaman Di Jawa Timur 

Mardiana 2001 

Pada bulan Mei dengan Oktober 2001 telah dilakukan penelitian bioekologi vektor di daerah pantai dan pedalaman Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Trenggalek. Pengumpulan spesimen (dewasa dan larva) dilakukan 4 kali sebulan selama 6 bulan untuk masing-masing daerah penelitian.

Hasil penelitian menyatakan bahwa di Kabupaten Banyuwangi tertangkap 7 spesies Anopehles yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. subpictus, An. flavirostris, An. barbirostris, An. annularis dan An. indefinitus, di Kabupaten Trenggalek ditemukan 9 spesies Anopheles yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. subpictus, An. flavirostris, An. barbirostris, An. maculatus, An. aconitus, An. tesselatus dan An. kochi.

Habitat pra dewasa nyamuk Anopheles di Kabupaten Banyuwangi adalah lagun yang ditumbuhi rumput air dan lumut dengan kisaran sekitar 1 – 5 o/oo, mata air dan kobakan. Sedangkan di Kabupaten Trenggalek terdapat lagun yang ditumbuhi rumput air dan lumut dengan salinitas 9 o/oo, sawah dan kolam/bak bekas penampungan ubur-ubur. Dari pembedahan indung telur diketahui bahwa rata-rata yang pernah bertelur menunjukkan dilatasi 1 – 5 di Kabupaten Banyuwangi, dan menunjukkan 1 – 3 di Kabupaten Trenggalek.

Kepadatan populasi nyamuk dewasa di Kabupaten Banyuwangi terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus, untuk An. sundaicus dan An. subpictus terjadi pada bulan September dan Oktober. Sedangkan untuk Kabupaten Trenggalek An. vagus, An. barbirostris dan An. maculatus ditemukan pada bulan Mei, Juni, Agustus, An. sundaicus terbanyak ditemukan pada bulan September. Hal ini dapat dikaitkan dengan terjadinya kasus penularan malaria, yang mana di kedua daerah penelitian ada hubungan antara fluktuasi populasi nyamuk dengan musim penularan yang terjadi pada bulan Mei – Juli.

Tingginya kepadatan populasi vektor malaria akan terjadi peningkatan transmisi malaria di daerah setempat.

Epidemologi Malaria Di Daerah KLB, Tapsel, Sumut   M. Sudomo1993/1994 

Hasil sensus penduduk di derah penelitian didapatkan bahwa penduduk Aek Badak Jae Kecamatan Batang Angkola berjumlah 1757 yang terdiri dari 882 laki–laki dan 875 perempuan sedangkan di Sihepeng Kecamatan Siabu sebanyak 49994 yang terdiri dari 2428 laki – laki dan 2566 perempuan. Jumlah total positif malaria sebagai hasil survai malariometrik adalah 25 orang dengan parasite rate ( PR ) 7,2% di Kecamatan Batang Angkola. Di Kecamatan Siabu ditemukan 10 orang positif malaria dengan PR 3,5 %. Parasit yang ditemukan adalah Plasmodium falciparum dan P. vivax. Dari penelitian entomologi telah ditemukan

Page 4: Bahan Malaria

berbagai jenis nyamuk Anopheles antara lain An. nigerrimus, An. sundaicus dan An. kochi. Aktivitas menggigit dari nyamuk tersebut sebagian besar di luar rumah. Larva nyamuk An. sundaicus banyak ditemukan di kolom yang mengandung banyak tanaman air seperti ganggang Enteromorpha sp. yang merupakan habikat nyamuk tersebut. Dari pembedaan kelenjar ludah nyamuk belum didapatkan nyamuk yang positif mengandung sporozoit, dengan demikian belum ada konfirmasi jenis nyamuk yang bertindak sebagai vektor malaria di daerah penelitian. Penelitian dari aspek sosial ekonomi telah pula dilakukan. Hasilnya menunjukan bahwa masih banyak penduduk yang belum mengetahui tanda – tanda malaria walaupun meraka sering sakit malaria. Penularan malaria terjadi karena penduduk sering berbincang - bincang di luar rumah pada malam hari, menonton televisi di warung / kedai kopi dan di rumah tetangga. Selain itu mereka tidur jarang memakai kelambu dengan berbagai macam alasan antara lain panas dan tidak mampu membeli kelambu

Upaya Pengendalian Vektor Malaria Anopheles balabacensis Di Jawa Tengah

 Drs. Hadi Suwasono. MS, 1993/1994

 Anopheles balabacensis merupakan vektor malaria di daearah pegunungan

Kabupaten Purworejo sehingga berbagai upaya pengendaliannya tetap dilakukan. Salah satu aspek bionomi vektor yang telah diketahui adalah mintakatnya yang berupa genangan air, sumber – sumber air dan sungai – sungai kecil yang jernih airnya. Oleh sebab itu pada penelitian ini diteliti pengaruh penebaran ikan pemakan jentik Poecilia reticulata pada mintakat vektor dalam rangka pengendaliannya.

Rendahnya kepadatan populasi vektor An. balabacensis baik di daerah perlakuan maupun pembanding mengakibatkan pengaruh penebaran ikan terhadap penurunan kepadatan populasi vektor kurang jelas. Keadaan ini ditambah pula dengan tingginya curah hujan yang terjadi di pertengahan akhir penelitian sehingga mintakat vektor yang sebagian besar terdapat di tepi sungai tersapu banjir dan kepadatan populasi turun.

Melihat hasil penelitian yang diperoleh tersebut maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan berbagai perlakuan terhadap stadium pra dewasa sementara pencarian tempat istirahat vektor tetap dilakukan. Kepadatan populasi vektor dan kondisi lingkungan daerah penelitian (keberadaan mintakat dan musim) perlu diperhatikan pada penelitian mendatang.

Latar Belakang Epidemiologi Malaria

Malaria pada manusia disebabkan oleh parasit protozoa genus Plasmodium dan ditularkan oleh gigitan nyamuk terinfeksi.

Ada 4 spesies Plasmodium yang menginfeksi manusia (P. falciparum, P. viviax,

Page 5: Bahan Malaria

P. malariae dan P. ovale) . Sekarang perhatian tertuju kepada malaria falsiparum, karena timbulnya komplikasi-komplikasi yang serius dan kadang-kadang perjalanan klinisnya fatal. Akan tetapi , tidak mengabaikan malaria vivax yang sekarang bertanggung jawab atas penderitaan besar di banyak negara; juga peran patogenik P. malariae pada anak-anak (sindroma nefrotik) yang sering dijumpai di Afrika perlu mendapat perhatian.

Secara alamiah malaria ditularkan oleh gigitan beberapa spesies nyamuk yang termasuk genus Anopheles . Selain daripada itu malaria juga ditularkan melalui :

(i) infeksi pre-natal (malaria congenital,(ii) jarum suntik pada para pencandu narkotika,(iii) transfusi darah,(iv) transplantasi organ.

Jumlah vektor potensial malaria yang diketahui kira-kira 400 spesies Anopheles, yaitu sangat rendah. Kira-kira 15 % diantaranya mengisap darah manusia dengan regularitas yang cukup untuk mempertahankan infeksi. Keadaan-keadaan setempat memegang peranan penting pada spesies Anopheles utama yang menularkan malaria. Oleh karena itu perlu diadakan survei epidemiologi untuk menentukan vektor-vektor di suatu daerah , prevalensinya disamping beberapa faktor lain yang terlibat. Spesies anopheles yang berbeda, berbeda pula dalam perilaku tempat perindukan, Umur nyamuk dansebagainya, dan oleh karena itu cara-cara pengendalian dari suatu daerah dengan daerah lain tergantung kepada spesies-spesies yang terlibat.

Peranan Faktor-faktor Epidemiologi pada Malaria

Ada tiga rangkaian epidemiologi, yaitu (i) Manusia, (ii) Vektor dan (iii) Parasit.

Gambaran epidemiologi malaria ditentukan oleh pengaruh ketiga faktor tersebut diatas,disamping pengaruh faktor lingkungan majemuk di sekitarnya juga memegang peranan di dalam penyebaran malaria.

Lingkungan :

Faktor-faktor lingkungan fisiologis yang terpenting dalam penyebaran malaria ialah : suhu, kelembaban dan curah hujan. Disamping itu topografi daerah adalah penting, karena ia menentukan jumlah permukaan air yang sesuai untuk perindukan vektor. Faktor-faktor lingkungan berpengaruh terutama pada vektor maupun kepada parasit serta pada manusia.

Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi siklus hidup, perilaku dan masa hidup vektor. Suhu juga mempengaruhi aktifitas nyamuk yang ditunjukkan oleh efek-efek hibernasi. Suhu dan kelembaban yang tinggi menguntungkan penyebaran malaria.

Ketinggian mempunyai pengaruh tidak langsung karena hubungannya dengan keragaman suhu. Pada ketinggian 2.000 m di daerah tropis dengan suhu rata-rata men- capai 16o – 18o C, maka vektor malaria masih dapat menularkan malaria . Ini diamati oleh MacDonald di Kenya pada tahun 1957.

Page 6: Bahan Malaria

Juga pada tahun 1968, epidemi malaria yang serius yang ditularkan oleh Ano pheles gambiae terjadi pada tempat yang tinggi di Ethiopia.

Pada suhu rata-rata di bawah 16o C , spesies plasmodium manusia tidak dapat berkembang di dalam tubuh vektor. Juga suhu yang sangat tinggi fatal bagi parasit. Pada suhu diatas 32o C jumlah parasit yang hidup menurun drastis. Suhu optimum untuk perkembangan stadium seksual yang cepat di dalam tubuh vektor ialah 27o C (untuk P. vivax 8 hari dan P. falciparum 11 hari). Di dalam tubuh manusia parasit malaria tidak dipengaruhi oleh suhu-suhu yang lebih tinggi. Suhu juga mempengaruhi fisiologi vektor. Pada suhu lebih tinggi siklus gonotropik lebih pendek. Di negara-negara tropis dan subtropics penyempurnaan siklus gonotropik memerlukan waktu 2 – 3 hari. Kelembaban menmpengaruhi masa hidup dan aktifitas vektor. Lebih tnggi kelem-baban nisbinya lebih lama kemungkinan hidup vektor. Ini adalah karena pengaruh lang-sung atas temperatur dan kelembaban dalam menciptakan tempat-tempat perindukan bagi vektor.

Faktor-faktor lingkungan terhadap penyebaran malaria juga mempengaruhi manusia. Pengaruhnya adalah mengubah kebiasaan-kebiasaan berpakaian , membangun rumah serta kebiasaan-kebiasaan lainnya, sehingga ia menjadi lebih mudah diserang nyamuk. Manusia di iklim tropis lebih sering membuka pakaian, diam di rumah-rumah yang terbuka dan oleh karena itu ia terbuka untuk lebih sering digigit nyamuk. Temperatur eksternal tidak mempengaruhi perkembangan plasmodium di dalam tubuh manusia.

Akan tetapi bila terjadi perubahan iklim secara tiba-tiba dan ketinggian akan merangsang terjadi relaps malaria.

Berdasarkan kepada faktor-faktor epidemiologi tersebut dikenal 4 zona malaria:

(i) equatorial, (ii) tropical, (iii) subtropical dan (ii) iklim sedang. Daerah-daerah dengan gambaran fisikogeografis yang serupa dapat dilukiskan ke dalam tipe-tipe epidemiologi.

Ini mempunyai nilai besar dan kepentingan praktis di dalam perencanaan yang terinci.

Manusia (hospes)

Faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan manusia secara langsung mempengaruhi epidemiologi malaria Manusia di negara-negara tropis dan subtropis ting

gal di dalam rumah-rumah yang berkonstruksi terbuka dan ia lebih suka berpakaian berwarna cerah, pakaian pelindung yang buruk. Oleh karena itu ia lebih sering terpapar

Untuk diserang nyamuk. Kebiasaan tidur (di dalam atau di luar rumah) memudahkan manusia ke derajat kontak manusia-vektor.

Ledakan-ledakan malaria mungkin disebabkan oleh sebab-sebab yang dibuat oleh mmanusia. Ini mungkin karena buruknya skema-skema pengelolaan irigasi, irigasi

Page 7: Bahan Malaria

yang berlebihan, drainase yang buruk dan lain-lain. Di beberapa daerah , ini dapat menghasil- kan tanah yang digenangi air dengan kecendrungan meningkatkan kejadian malaria (mi-salnya di Pakistan dan India). Sistem irigasi buruk dengan kebocoran kanal-kanal dan saluran, konstruksi jalan raya atau jalan kereta api, proyek-proyek industri dengan me-nimbulkan beberapa cekungan dan lain-lain. Semuanya membentuk tempat-tempat per-indukan yang sesuai untuk nyamuk. Ini merupakan contoh-contoh malaria yang dibuat oleh manusia yang menambah perindukan vektor-vektor malaria dan meningkatkan po-tensi penularan malaria, karena bertambahnya perindukan nyamuk-nyamuk vektor di dalam kumpulan air yang dibuat oleh manusia itu sendiri.

Umur tidak merupakan suatu fekator yang penting, kecuali di daerah-daerah deng an endemisitas tinggi. Karena lebih lama terpapar ke infeksi malaria , maka lebih tinggi resistensinya terhadap penyakit disebabkan perkembangan imunitas didapat.

Jenis kelamin, bukan merupakan faktor penting, tetapi dapat mengubah angka malaria

melalui pekerjaan atau tipe berpakaian. Di beberapa negara para wanitanya berpakaian lebih baik daripada laki-laki yang mana menerangkan rendahnya angka kejadian malaria pada wanita. Di beberapa negara pria berburu di waktu malam mempunyai angka malaria yang tinggi.

Buruh-buruh tani yang bekerja dibawah kondisi yang menyebabkan meningkatnya terpapar kepada vektor. Sementara di daerah-daerah perkotaan penduduknya terlindung lebih baik dari sekelilingnya.

Susunan genetika dari populasi menyebabkan beberapa variasi dalam derajat infeksi dengan parasit malaria, juga jumlah infeksi lokal mempunyai hubungan langsung atas respons imun penduduk.

Nyamuk (vektor)

Adanya vektor malaria anopheles di suatu daerah tidak selalu membentuk endemisitas malaria. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh kepadatan vektor, pilihan makanan, faktor klim dan lain-lain. Malariolog terkemuka Prof. G. Mac Donald (1952) membahas tentang “kepadatan kritis” yang berarti jumlah rata-rata gigitan anopheles per orang per malam, dimana merupakan penurunan penyakit yang progresif sampai menjadi punah. Kepadatan kritis dapat dikenal beberapa faktor yaitu: jumlah vektor, kesukaan pada da-rah manusia, umur , frekwensi mengisap darah, periode perkembangan parasit di dalam tubuh vektor menjadi stadium infektif (sporozoit) dan lain-lain. Pilihan makanan dari spesiesanopheles yang berbeda mempunyai kepentingan yang besar . Beberapa dianta-ranya ada yang zoofilik, dan jarang menggigit manusia atau menggigit manusia luar bi-asa, yang lain tidak memperlihatkan diskriminasi terhadap darah manusia atau kepada yang lain. Kecendrungan vektor untuk memasuki pemukiman manusia dan beristirahat di dalam rumah sesudah mengisap darah sangat penting dalam hubungan dengan efektifitas insektisida yang disemprotkan di dalam rumah.

Reaksi vektor terhadap insektisida yang dikenal dan corak perilakunya mempunyai nilai vital di dalam pemilihan cara pengendalian yang terbaik.

Page 8: Bahan Malaria

Parasit

Spesies atau strain-strain parasit malaria memegang peranan penting di dalam epidemiologi malaria. Ada 4 spesies plasmodia manusia masing-masing dengan beberapa strain yang mempunyai gambaran biologis dan epidemiologis yang berbeda. Beberapa vektor menjadi sangat mudah terinfeksi dengan beberapa strain spesies Plasmodium daripada yang lainnya. Anopheles atroparvus adalah spesies yang sangat rentan terhadap strain Eropa P. falciparum, sedangkan dengan strain-strain lain dari Afrika dan India ter-jadi sebaliknya. Juga Anopheles albimanus dari Cuba atau Panama, walaupun sangat rentan terhadap malaria dari wilayahnya sendiri, dengan strain-strain lain Florida sebaliknya.

Terdapat juga perbedaan besar antara masa inkubasi panjang dari penyakit yang disebab-kan oleh beberapa strain P. vivax di Cina dan Korea dan masa inkubasi pendek ditemu-kan dari strain-strain lain infeksi vivax di negara-negara tropis. Masa inkubasi yang pan-jang ini adalah gambaran dari epidemiologi iklim sedang.

Sensitifitas dari strain-strain berbeda terhadap obat-obat yang tersedia dan resistensi P. falciparum terhadap obat-obat antimalaria di beberapa daerah geografis pada akhir-akhir ini merupakan masalah epidemiologi utama.

Derajat endemisitas dan distribusi relatif dari 4 spesies merupakan petunjuk dasar untuk stratifikasi epidemiologi.

Perhatian yang besar ditujukan kepada derajat stabilitas penyakit yang mempengaruhi aspek-aspek penting lainnya seperti status imun, berat infeksi, fluktuasi musim dan sifat-sifat lainnya.

Perhatian khusus diarahkan kepada durasi infeksi malaria yang tidak diobati pada manusia. Pada malaria falsiparum, infeksi timbul dalam satu kelaziman berakhir dalam waktu kuarang daripada 2 tahun sesudah infeksi dan bahkan banyak strain dalam waktu kurang daripada satu tahun. Malaria vivax berlangsung lebih lama yaitu kira-kira 2-3 tahun, malaria malariae mungkin menetap selama lebih dari 30 tahun. Eksistensi beberapa strain malaria mungkin memegang peranan dalam pemeliharaan penyakit endemik secara aktif di beberapa daerah.

Imunitas memegang peranan besar di dalam epidemiologi malaria. Terdapat suatu kecendrungan infektifitas tinggi di dalam musim-musim epidemi disebabkan oleh tidak adanya imunitas atau imunitas rendah disamping faktor-faktor epidemi lain. Di pihak lain infektifitas kurang terjadi di daerah-daerah endemik statis, apabila imunitas biasa dan pada kasus ini infektifitas terutama terkonsentrasi pada kelompok usia muda.

Klasifikasi Epidemiologi Malaria

Malaria dipandang sebagai endemik, apabila terdapat “kejadian menetap baik ka- sus maupun penularan alamiah selama bertahun-tahun berturut-turut”(WHO,1963). Malaria epidemik ditandai dengan peningkatan besar dan tajam sewaktu-waktu dalam morbiditas dan mungkin juga mortalitasnya.

Page 9: Bahan Malaria

Sebelum tahun 1950, diusahakan beberapa klasifikasi endemisitas malaria oleh banyak malariolog: Missiroli, Gabaldon dan lain-lain. Akhirnya Konferensi WHO Kampla 1950 mengangkat sebuah klasifikasi baru. Derajat endemisitas malaria yang ber-beda, berdasarkan kepada indeks limpa diantara kelompok usia 2 – 9 tahun yang dinyata-kan sebagai berikut:

Derajat Endemisitas Angka Limpa pada Anak-anak usia 2-9 thn

1. Hipo-endemik Angka limpa 0 – 20 % 2. Meso-endemk Angka limpa 11 – 50 % 3. Hiper-endemik Angka limpa secara konstan >50 %,

angka limpa orang dewasa juga tinggi.4. Holo-endemik Angka limpa secara konstan >75 %,

angka limpa orang dewasa rendah, toleransi orang dewasa tinggi.

Klasifikasi Kampala yang berdasarkan kepada pengukuran-pengukuran limpa mempunyai keuntungan melakukan evaluasi cepat tentang situasi malaria di suatu daerah pada waktu yang ditentukan.

Pada malaria holo-endemik, mayoritas penduduk tidak memperlihatkan parasit maupun pembesaran limpa, bahkan jika mereka sering digigit nyamuk vektor yang terinfeksi. Hal ini disebabkan hiperimunitas dimana superinfeksi dihancurkan dengan segera atau mungkin mengandung parasitemia ringan sementara waktu.

Meskipun penerimaan klasifikasi Kampala meluas, ada beberapa situasi yang tidak dapat cocok di dalamnya. Di Liberia, misalnya ada imunitas orang dewasa sangat tinggi dan angka limpa orang dewasa rendah (25 % +) yang mana menunjukkan situasi holo-endemik, tetapi angka limpa pada anak-anak berkisar antara 50-75 %. Adalah logis mempertimbangkan suatu situasi dimana orang dewasa mempunyai imunitas amat tinggi

yang mana dapat mempengaruhi indeks limpa kelompok usia 5-9 tahun, yang dengan demikian menjadi jauh lebih rendah daripada indeks limpa usia balita.

Di New Guinea, Metselaar dan Van Thiel (1959) mengusulkan sebuah klasifikasi endemisitas malaria berdasarkan kepada angka parasit (parasite index):

1) Hipo-endemik : indeks parasit pada anak-anak 2-9 tahun < 10%.

2) Meso-endemik : indeks parasit pada anak 2-9 tahun11 – 50 %.3) Hiper-endemik : angka parasit pada anak-anak 2-9 tahun >75 % dan angka lim

pa pada orang dewasa tinggi (New Guinea type) atau rendah (tipe Afrika).

Akan tetapi, klasifikasi ini tidak pernah diterima oleh para malariolog, karena indeks darah merupakan kejadian yangbelangsung sesaat, tetapi bukan merupakan catatan endemisitas karena angka limpa dapat menunukkan.

Page 10: Bahan Malaria

Malaria Stabil dan Malaria Tidak stabil

Mac Donald (1952) mengusulkan penggolongan malaria menjadi malaria stabil dan malaria tidak stabil. Rincian perbedaan antara keduanya disusun dalam suatu table.

Malaria Stabil

Penyebaran pada malaria stabil sangat hebat dan terjadi sebagian besar selama setahun. Penduduk dewasa membentuk kekebalan tinggi dan sedikit dipengaruhi. Oleh karena itu kekuatan jasmani tidak terganggu.

Anak-anak menderita serangan malaria berulang-ulang dari usia beberapa bulan. Kematian diantara anak-anak balita sangat tinggi. Anak-anak yang mencapai usia 5 tahun atau 6 tahun mengembangkan imunitas sebagian dan angka kematian diantara mereka menurun secara perlahan-lahan.

Kejadian malaria kurang lebih masih sama dari tahun ke tahun, tetapi mungkin ada fluktuasi musim disebabkan elh ditemukannya kasus-kasus baru pada anak-anak.

Malaria tidak Stabil

Terjadi perubahan luas dalam penyebaran malaria tahunan dan dari tahun ke tahun. Ini menyebabkan kecendrungan untuk terjadinya epidemi malaria. Musim penularan sangat singkat. Infeksi jarang sehinga imunitas jarang berkembang, kecuali setelah gelombang epidemi.

Apabila faktor-faktor lingkungan sangat cocok dan menguntungkan suatu peningkatan besar kepada vektor, maka terjadi peningkatan penularan malaria berat diantara semua kelompok umur, disebabkan oleh kerentanannya. Epidemi mungkin menimbulkan malapetaka dan menghancurkan dengan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi

Epidemi Malaria

Suatu epidemi malaria terjadi apabila penyebaran malaria oleh suatu sebab dan angka kesakitan atau angka kematiannya atau kedua-duanya naik sangat tajam diatas rata-rata endemisitas lokal. Mac Donald (1957) menetapkan suatu epidemi sebagai suatu “eksa-serbasi akut dari penyakit di luar proporsi ke normal kemana komuntas merupakan subjek”. Di lain pihak, istilah “ledakan epidemi” biasanya dipandang apabila beberapa kasusmalaria terrjadi di suatu daerah dimana malaria tidak diketahui sebelumnya.

Pada ledakan epidemi atau epidemi terlokalisir, seluruh penduduk dari kelompok usia berbeda kurang lebih akan terjangkit. Baik pada anak-anak maupun orang dewasa angka limpa, angka parasit dan kepadatan parasit cukup tinggi. Akan tetapi pada orang dewasa yang lebih tua, beberapa imunitas residu tertinggal dan oleh karena itu mengha-silkan angka-angka tersebut diatas sedikit rendah. Di daerah-daerah endemik malaria biasanya memperlihatkan kenaikan kejadian musiman diantara anak-anak dan para pendatang baru, tetapi kebanyakan orang dewasa yang bermukim terhindar dari serangan malaria. Demikian pula, kenaikan musiman pada daerah-daerah endemisitas

Page 11: Bahan Malaria

tinggi biasanya mem-pengaruhi kelompok umur lebih rendah tanpa mempengaruhi orang dewasa karena imu-nitas mereka tinggi.

Epidemi malaria berbeda sekali dengan epidemi penyakit lain disebabkan oleh me kanisme terkomplikasinya tinggi disamping ragam majemuk dari faktor-faktor etiologis.

Perhatian besar tertuju kepada hubungan kualitatif maupun kuantitatif antara hospes manusia, penderita, vektor dan faktor-faktor lingkungan yang menguasai aspek-aspek yang berbeda.

Gelombang epidemi mungkin berakhir dengan perubahan iklim atau oleh peningkatan imunitas komunal atau dengan cara-cara pebgendalian.

Berikut adalah upaya-upaya untuk menggolongkan epidemi malaria berdasarkan atas informasi lapangan yang tersedia sejak puluhan tahun dan diperbaharui sampai saat ini.

Faktor Manusia

Di daerah-daerah malaria tidak stabil sepanjang tahun epidemi, individu-individu tidak imun akan membentuk suatu komunitas besar selama periode beberapa tahun yang mana tidak mempunyai imunitas ke arah malaria. Imunitas dari populasi dewasa secara serentak menghilang disebabkan oleh penularan sedikit dalam periode antar epidemi.Oleh karena itu imunitas masyarakat kolektif menurun . Dengan adanya faktor-faktor lain dimulai suatu epidemi eksplosif. Beberapa negara mengarah kepada situasi ini, seperti di dae-rah-daerah malaria tidak stabil di India dan Pakistan.Masuknya sejumlah orang-orang non-imun ke daerah endemik malaria tinggi (ma Laria stabil) jelas akan membentuk penularan berat diantara pendatang-pendatang baru.

Gametositemia yang sangat tinggi pada pendatang baru non-imun juga akan meningkat-kan kadar malaria pada penduduk yang bermukim karena terjadi peningkatan besar angka reproduksi. Luasnya epidemi mungkin memperburuk apabila aktifitas-aktifitas pendatang meningkatkan perindukan nyamuk secara potensial dengan mengganggu lingkungan.

Apabila epidemi malaria terjadi pada suatu populasi dengan malnutrisi berat atau menderita penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya penurunan resistensi manusia terhadap infeksi, angka kematian mungkin berlipat ganda bahkan tiga kali dibandingkan dengan epidemi diantara masyarakat yang status gizinya baik. Pada tahun 1942 , Anopheles gambiae menyerang Mesir dan Sudan. Pada tahun 1943 epidemi yang disebabkan oleh penyerang dikatakan telah membunuh kira-kira 130.000 orang.ini disebabkan oleh faktor-faktor majemuk, tapi yang utama adalah vektor yang sangat poten (An. gambiae) dan barangkali malnutrisi yang luas di daerah-daerah yang terkena.

Page 12: Bahan Malaria

Faktor Parasit di dalam Tubuh Manusia

Di zona beriklim sedang, malaria vivax baik relaps maupun yang laten terjadi sebagai suatu gelombang yang mencapai puncaknya pada bulan April/Mei. Kurva ini diikuti oleh infeksi baru yang dimulai kira-kira pada pertengahan musim panas dan kur-va biasanya bergabung ke dalam masing-masing lainnya. Infeksi falsiparum mulai secara tiba-tiba pada pemuncak musim panas, dan baiasnya sedikit lebih lambat daripada gelom bang detik P. vivax. Ukuran-ukuran relatif dari ketiga komponen ini menentukan karak-ter kurva epidemi total. Penurunan insidens malaria di negara-negara tropis disebabkan terutama oleh perkembangan imunitas oleh penduduk. Pada musim tersebut prevalensi meningkat merupakan gambaran yang hampir konstan dari keseluruhan, kecuali barang-kali bentuk hiperendemisitas yang sangat tinggi. Ini terutama merupakan ciri khas mala-ria endemik di daerah-daerah subtropics malaria.

Peningkatan reservoir infeksi dalam masyarakat disebabkan oleh masuknya pendatang-pendatang baru dari suatu daerah dengan spesies atau strain yang tidak dikenal atau jarang ada di daerah tersebut. Beberapa carrier dari infeksi baru mungkin asimtomatik tetapi mereka mungkin sebagai carrier gametosit yang mungkin sangat infektif terha-dap anopheles lokal..

Selama veteran-veteran perang yang kembali dari daerah malaria ke suatu daerah terjadi peningkatan kesempatan bagi vektor-vektor lokal mengisap darah pada sumber infeksi baru yang dibawa oleh veteran tersebut. Jika pemasukan tersebut adalah ke daerah daerah yang malaria –nya telah dibasmi (dan sebelum pemberantasan tersebut, daerah tersebut adalah malaria stabil atau sangat endemik), dan jika ada vektor dan terjadi pema-sukan dari sumber-sumber infeksi di dalam musim yang sesuai, maka mungkin terjadi suatu epidemi dan akhirnya akan menyebabkan pembentukan kembali endemisitas pra -eradikasi.

Di dalam program eradikasi malaria maka pengobatan radikal dini dari kasus-ka-sus yang telah dideteksi adalah vital. Untuk suatu alas an atau lainnya jika tidak dipakai secara tepat guna maka ini mungkin akan menambah permulaan dari suatu epidemi. Berkembang pesatnya resistensi P.falciparum terhadap kloroquin dan obat-obat anti malaria lain adalah keadaan yang amat serius dalam sepuluh tahun terakhir dan mungkin perlu dana yang besar yang tidak dapat terpenuhi oleh pemerintah setempat. Didalam adanya kondisi lingkungan yang sesuai maka timbullah epidemi malaria dari stra-in-strain tersebut.

Gametositemia yang meningkat disebabkan oleh adanya relaps, maupun oleh serangan pertama dengan faktor-faktor lingkungan yang sesuai adalah lazim untuk memulai suatu kenaikan epidemi malaria. Di lain pihak, pemberantasan reservoir gametosit secara langsung atau tidak langsung mungkin mengurangi kemungkinan terjadi epidemi. Pengu-rangan reservoir mungkin disebabkan oleh pemberian obat secara massal.

Di beberapa kawasan secara tidak langsung disebabkan oleh prosedur perencanaan keluarga yang menghasilkan pengurangan proporsi anak-anak yang dianggap terbaik dan carrier gametosit yang paling efisien.

Page 13: Bahan Malaria

Faktor Nyamuk

Salah satu penyebab terpenting dari suatu epidemi disebabkan oleh peningkatan tiba-tiba jumlah vektor maupun masa hidupnya. Keadaan iklim biasanya ikut terlibat. Pengaruh curah hujan dalam memproduksi atau menghancurkan tempat-tempat perinduk-an dikenal dengan baik. Di berbagai negara epidemi malaria berhubungan erat dengan distribusi curah hujan lebat secara abnormal dan banjir. Juga efek dari kelembaban yang meningkat atas panjang usia nyamuk dan dengan demikian pada penyebaran malaria dite-liti dengan baik di India dan Pakistan dan tampaknya merupakan sebab menonjol di ba-nyak kejadian luar biasa. Pemanjangan musim kemarau yang memberi kesempatan meningkatkan penularan adalah faktor penyokong penting lainnya.

Pada tahun 1984-1985 kemarau panjang di beberapa negara di Afrika, terutama Ethiopia dan Sudan, kerentanan penduduk yang sangat meningkat disebabkan oleh insi-dens malaria sangat rendah pada tahun-tahun sebelumnya. Jika hujan lebat dan banjir a-kan terjadi dalam waktu dekat , prakiraan epidemi malaria yang sangat meresahkan di-ramalkan akan timbul disebabkan oleh faktor-faktor yang majemuk tersebut.

Di daerah-daerah dimana ektornya terutama zoofilik, jika terjadi pengurangan po-pulasi hewan yang tajam, maka ini akan memaksa vektor zoofilik mencari darah manusia. Keadaan iklim yang menguntungkan biasanya meningkatkan jumlah vektor, tetapi juga terjadi pengurangan populasi hewan yang tajam di daerah-daerah dimana Anopheles zoo-filik mendominasi, mendorong nyamuk tersebut mencari sumber-sumber darah alternatif, yaitu populasi manusia. Di beberapa daerah epidemi malaria diperkecil oleh perubahan pertanian dan perumahan dan memperkecil kontak antara manusia dan nyamuk karena sebagian besar penyimpangan anopheles ke binatang mengikuti peningkatan praktek he-wan yang menetap.

Peningkatan frekwensi menggigit manusia oleh vektor juga merupakan salah satu faktor dan ini mungkin terjadi selama dan sesudah perang ketika sapi dimusnahkan atau dibawa jauh oleh musuh, sehingga vektor-vektor terpaksa mengisap darah manusia.

Pengenalan vektor potensial di suatu daerah tanpa malaria atau daerah endemik malaria rendah, atau vektor yang luar biasa efektif lebih banyak daripada spesies-spesies asli merupakan suatu sebab yang umum untuk mengecam epidemi. Pada tahun 1930, di Brazil, An. gambiae, vektor yang sangat poten masukk ke daerah-daerah dimana anophe-les lokal sudah ada dan penyebaran malaria berada pada skala rendah, maka terjadi suatu epidemi yang luar biasa. Bahkan di beberapa kota angka parasit lebih daripada 80% dan angka sporozoit menjadi setinggi 28,2 % dan angka fatalitas kasus mencapai 6-15 %. A-khirnya An gambiae dienyahkan dari Brazil pada tahun 1940 dibawah petunjuk malario-log terkemuka DR. Soper. Peristiwa yang sama terjadi ketika An. gambiae menyerang Mesir Selatan selama 1941-1944 dan sampai terbasmi. Seperti yang disebutkan sebelum-nya lebih daripada 130.000 orang meninggal dunia pada waktu epidemi tersebut. Seka-rang di Mesir Selatan, sepanjang batas utara Sudan, dimana perkembangan luas Danau Nasser sedang berlangsung, endemisitas malaria disana sangat rendah, disebabkan oleh tidak adanya vektor malaria yang potensial. Jika daerah tersebut diserang selama 1 hari oleh An. gambiae

Page 14: Bahan Malaria

dari Sudan, maka ini akan membentuk epidemi yang lain dan mungkin epidemi malaria lebih tragis daripada di Mesir di masa silam

Faktor Lingkungan

Covel dan Baily percaya bahwa yang mempercepat sebab timbul nya epidemi ma-laria regional di India Utara ialah penciptaan kondisi yang mendadak secara luar biasa menguntungkan untuk perkembang-biakan , kelangsungan hidup dan aktivitas An. culi-facies di daerah-daerah yang dihuni oleh penduduk yang non-imun. Di Punjab India dan Pakistan periode pra-epidemi mungkin salah satu dari musim banjir pada bulan Juli dan Agustus, dengan pembentukan kolam yang berlebihan pada bulan September, yang me-nyebabkan peningkatan besar dalam kepadatan vektor. Akan tetapi pada kedua contoh tersebut diatas, fase pra-epidemi mengikuti suatu periode inter epidemi selama mana imu-nitas penduduk turun ke tingkat rendah.

Kondisi-kondisi iklim yang luar biasa yang menyebabkan peningkatan tajam pada aktifitas perindukan vektor mungkin yang memulai epidemi serius seperti pada contoh dari Ethiopia pada tahun 1958. Epidemi malaria tahun 1958 yang menyebar di daerah-daerah Ethiopia diantara ketinggian 1200 – 2200 m, mengenai beberapa propinsi di dataran tinggi tengah dan populasi 8 juta di daerah malaria. Diperkirakan bahwa 71 % dari semua kasus disebabkan oleh P. falciparum dan ada kira-kira 3 – 3,5 juta kasus diantara Juni dan Desember 1959; diantaranya 100.000 150.000 orang meninggal dunia. Vektornya ialah Anopheles gambiae, wilayah tersebut adalah malaria tidak stabil. Pada tahun 1958 curah hujan lebih tinggi daripada biasanya dan ruang antara curah hujan adalah untuk memajukan perindukan generasi nyamuk berturut-turut tanpa dibersihkan karena akan terjadi hujan terus menerus. Terdapat perluasan tempat-tempat perindukan vektor dan pemanjangan masa hidup vektor disebabkan oleh kenaikan kelembaban relatif dalam musim kering.

Aktifitas-aktifitas anusia yang berhubungan dengan proyek-proyek pembangunan memulai banyak epidemi malaria di beberapa negara.

Penempatan pekerja-pekerja tropis di proyek tersebut menyebabkan epidemi. Pekerjaan kelompok tersebut seringkali akan membentuk tempat-tempat perindukan di sekitar camp-camp mereka dan penduduk setempat. Para pekerja mungkin tidur di tempat terbuka atau dalam kemah dan menjadi mudah digigit nyamuk sehingga bahkan spesies vektor dari indeks anthropofiliknya rendah mungkin lebih banyak beralih ke manusia dan menjadi vektor yang lebih berbahaya. Penambahan lebih banyak pekerja untuk mengganti pekerja yang sakit atau yang meninggal dunia atau minggat menambah penuhnya epide-mi. Sebab umum dari epidemi tersebut di beberapa daerah adalah adalah kondisi-kondisi malariogenik yang diciptakan oleh manusia seperti genangan air dari tanah yang menyebar selama puluhan tahun melebihi daerah perluasan, dan pada mulanya disebabkan oleh system perencanaan irigasi yang tidak memadai. Pengenalan bercocok tanam padi di sawah dan membendung air di sawah menyebabkan peningkatan luar biasa atau luapan tempat-tempat perindukan untuk anopheles merupakan penyebab lainnya. Kejadian-keja-dian yang sama juga timbul pada pembangunan perusahaan industri berskala besar di ne-geri tropis seperti perkebunan teh, karet atau tebu dan proyek-proyek teknik besar seper-ti pembangunan dok, rel kereta api, bendungan-bendungan besar atau pekerjaan besar la-innya. Dalam proyek ini biasanya tenaga kerja lokal tidak mencukupi dan

Page 15: Bahan Malaria

kelompok-ke-lompok pekerja besar didaat dari daerahnyang luas atau bahkan dari negara-negara lain dan biasanya dimukimkan di camp-camp yang tidak terlindung di dekat tempat operasi.

Biasanya ada penggalian besar-besaran dalam perkembangan dengan pembentukan ‘barrow-pits’ daerah rembesan dan kondisi-kondisi lainnya yang menguntungkan bagi tempat perindukan yang luas.

Kemunduran kondisi-kondisi secara tiba-tiba pada sanitasi, pelayanan kesehatan atau kedua-duanya ditimbulkan oleh bencana nasional, gangguan-gangguan social dan perang tidak dapat diabaikan. Bencana-bencana nasional seperti kemarau panjang, mungkin menurunkan air tanah dan ini mungkin berpengaruh buruk bagi situasi ekonomi maupun mengurangi tingkat kekebalan masyarakat melalui akumulasi anak-anak baru yang belum terpapar dengan malaria. Apabila keadaan-keadaan lingkungan berubah terutama kembalinya turun hujan normal kelembaban meningkat, maka epidemi malaria berat menyebar seperti api.

Fase-fase Epidemi Malaria

Sebelum epidemi malaria ditetapkan , terjadi fase pra-epidemi. Hal ini ditandai oleh penyebaran berskala kecil yang terjadi antara kasus primer dan individu-individu yang rentan sehingga membentuk reservoir infeksi primer. Ini diikuti oleh fase epidemi yang ditandai oleh adanya gelombang pendahuluan dari infeksi vivax yang diikuti oleh epidemi malaria falsiparum berat dan fatal (disebabkan interval inkubasi dari falsiparum lebih lama daripada vivax).

Ledakan-ledakan Malaria di dalam Program Pemberantasan

Ledakan malaria yang terjadi di banyak kampanye pemberantasan atau pembasmian pada asarnya disebabkan oleh kekurangan operasional atau peliputan yang tidak memadai. Sangat berbeda dari epidemi paska pembasmian, karena ini berasal dari suatu reservoir yang lebih kecil. Jika wabah-wabah epidemi ini diidentifikasi pada stadium dini dengan survelan yang cukup meliputi mekanisme deteksi khusus, maka malaria dapat dikendalikan.

By : MASHAAL, M.

Clinical Malariology.- SEAMIC, Tokyo: 1986, p.2-12.