5
Hipersensitivitas 1. Definisi Peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. 2. Tipe hipersensitivitas. a. Pembagian reaksi hipersensitivitas bedasarkan waktu timbulnya reaksi. 1. Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal. 2. Reaksi intermediet. Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivitas komplemen atau sel NK/ADCC. Manifestasinya berupa : a. Reaksi transfuse darah, eritoblastosis fetalis anemia hemolitik autoimun. b. Reaksi arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, arthritis rheumatoid dan LES. 3. Reaksi lambat. Terlibat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T

Bahan p1 Infeksi Imun Jenny

  • Upload
    beby

  • View
    212

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

imun

Citation preview

Page 1: Bahan p1 Infeksi Imun Jenny

Hipersensitivitas

1. DefinisiPeningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.

2. Tipe hipersensitivitas.a. Pembagian reaksi hipersensitivitas bedasarkan waktu timbulnya reaksi.

1. Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis lokal.

2. Reaksi intermediet.Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivitas komplemen atau sel NK/ADCC. Manifestasinya berupa :

a. Reaksi transfuse darah, eritoblastosis fetalis anemia hemolitik autoimun.

b. Reaksi arthus lokal dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, arthritis rheumatoid dan LES.

3. Reaksi lambat.Terlibat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh dermatitis kontak, reaksi M tuberculosis dan reaksi penolakan tandur.

b. Pembagian reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs.1. Hipersensitivitas tipe I.

Pada reaksi hipersensitivitas tipe I alergen yang masuk kedalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rhinitis alergi dan asma. Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut :

Page 2: Bahan p1 Infeksi Imun Jenny

a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan sel mast / basofil.

b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast / basofil melepas isinya yang berisiskan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antgen dan IgE.

c. Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast / basofil dengan aktivitas farmakologik.

2. Hipersensitivitas tipe II.Reaksi hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotosik atau

sitolitik, terjadi karena dibentuk oleh antibody jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel penjamu. Reaksi diawali oleh reaksi antara antibody dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membrane sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan.

Istilah sitolitik lebih tepat mengingat reaksi yang terjadi disebabkan lisis dan bukan efek toksik. Antibody tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor FcγR dan juga sel NK yang dapat menimbulkan kerusakan melalui ADCC.

3. Hipersensitivitas tipe III.Dalam keadaan normal kompleks imun dalam sirkulasi diikat dan

diangkut eritrosit ke hati, limpa dan disana dimusnahkan oleh sel fagosit mononuclear, terutama di hati, limpa dan paru tanpa bantuan komplemen. Pada umumnya kompleks yang besar dapat dengan mudah dan cvepat dimusnahkan oleh makrofag dalam hati. Diduga bahwa gangguan fungsi fagosit merupakan salah satu penyebab mengapa kompleks tersebut sulit dimusnahkan. Meskipun kompleks imun berada didalam sirkulasi dalam waktu yang lama biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila kompleks imun tersebut mengendap dijaringan.

4. Hipersentivitas tipe IV.Baik CD4+ maupun CD8+ berperan dalam reaksi tipe IV. Sel T melepas sitokin, bersamaan dengan produksi mediator sitotoksik lainnya menimbulkan respon inflamasi yang terlihat pada penyakit kulit hipersensitivitas lambat.

Page 3: Bahan p1 Infeksi Imun Jenny

Sumber :Baratawidjaya KG. Reaksi Hipersensitivitas. Dalam Imunologi Dasar. Edisi ke-8. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2006 ; 371-397

3. Studi kasusa. Apakah pemberian antibiotic menyebabkan reaksi hipersensitivitas?

Ya, Antibiotik adalah salah satu penyebab paling umum dari alergi obat di sebagian besar studi epidemiologi, baik pada orang dewasa dan anak-anak. Dari berbagai kelas antibiotik, antibiotik beta-laktam (penisilin dan sefalosporin), kotrimoksazol dan kuinolon adalah antibiotic yang paling sering menyebabkan alergi antibiotik. Alergi antibiotik dapat terjadi dalam bentuk delayed(tertunda) ataupun reaksi tipe cepat. Reaksi cepat biasanya dimediasi oleh IgE-sedangkan reaksi hipersensitivitas lambat biasanya non-IgE atau T-cell mediated.

b. Apa saja antibiotik yang dapat menyebabkan hipersensitivitas?Dari berbagai kelas antibiotik, antibiotik beta-laktam (penisilin dan sefalosporin), kotrimoksazol dan kuinolon adalah antibiotic yang paling sering menyebabkan alergi antibiotik.Penisilin yang paling sering menyebabkan alergi obat. Sulfonamide juga sering menyebabkan alergi obat terutama sering dihubungkan dengan reaksi lambat dengan erupsi makulopapular.

Sumber :

Bernard, Yu. Update on the Management of Antibiotic Allergy. Allergy Asthma Immunol Res. 2010 April;2(2):77-86.