12
Bahan Perkuliahan Hukum Perdata (Yusuf Faisal Ali., M.H) Konsep dan Pengertian Hukum Perdata Hukum Perdata disebut juga dengan hukum privat (privaatrechts) atau hukum sipil (civielrechts). Istilah perdata berasal dari bahasa Sangsekerta yang berarti warga (burger), pribadi (privaat).—Dari sudut etimologi, hukum perdata berarti hukum mengenai warga, pribadi, sipil. Hukum Perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain—yang berkaitan dengan hak dan kewajiban (hubungan hukum) yang timbul dari pergaulan masyarakat. Unsur-unsur keperdataan 1. Aturan hukum (rechts regel, rule of law) 2. Hubungan hukum (rechts betrekking, legal relation) 3. Orang (persoon, person) a. Manusia—sebagai pribadi kodrati (natuurlijk persoon) atau menurut konsep biologis. b. Badan hukum—sebagai pribadi hukum (rechts persoon) atau menurut konsep yuridis. Hubungan hukum 1. Perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak lainnya—seperti jual- beli, sewa-menyewa, utang piutang. 2. Ketentuan undang-undang yang bermanfaat atau saling menguntungkan bagi pihak-pihak—seperti pewarisan. 3. Ketentuan undang-undang yang merugikan orang lain—seperti perbuatan melawan hukum. Catatan: Hukum perdata pada umumnya adalah sebagai norma (kaidah) yang khusus untuk mempertahankan kepentingan perseorangan dalam hubungan yang sebenarnya dalam suatu masyarakat tertentu. Hukum perdata pada satu pihak memberikan hak-hak dan di lain pihak membebani kewajiban-kewajiban. Hukum perdata pada umumnya bersifat mengatur (regelend, fakultatif) di antara para pihak yang berkepentingan. Klasifikasi Hukum Perdata Aspek Ruang Lingkup 1. Hukum perdata dalam arti luas/umum—meliputi hukum perdata dalam arti sempit dan hukum dagang. 2. Hukum perdata dalam arti sempit—dan lazim disebut dengan "hukum perdata" saja.

Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

  • Upload
    lamnhi

  • View
    220

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

Bahan Perkuliahan Hukum Perdata (Yusuf Faisal Ali., M.H)

Konsep dan Pengertian Hukum Perdata

Hukum Perdata disebut juga dengan hukum privat (privaatrechts) atau hukum sipil (civielrechts).

Istilah perdata berasal dari bahasa Sangsekerta yang berarti warga (burger), pribadi (privaat).—Dari sudut etimologi, hukum perdata berarti hukum mengenai warga, pribadi, sipil.

Hukum Perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain—yang berkaitan dengan hak dan kewajiban (hubungan hukum) yang timbul dari pergaulan masyarakat. Unsur-unsur keperdataan

1. Aturan hukum (rechts regel, rule of law) 2. Hubungan hukum (rechts betrekking, legal relation) 3. Orang (persoon, person)

a. Manusia—sebagai pribadi kodrati (natuurlijk persoon) atau menurut konsep biologis.

b. Badan hukum—sebagai pribadi hukum (rechts persoon) atau menurut konsep yuridis.

Hubungan hukum 1. Perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak lainnya—seperti jual-

beli, sewa-menyewa, utang piutang. 2. Ketentuan undang-undang yang bermanfaat atau saling

menguntungkan bagi pihak-pihak—seperti pewarisan. 3. Ketentuan undang-undang yang merugikan orang lain—seperti

perbuatan melawan hukum. Catatan:

— Hukum perdata pada umumnya adalah sebagai norma (kaidah) yang khusus untuk mempertahankan kepentingan perseorangan dalam hubungan yang sebenarnya dalam suatu masyarakat tertentu.

— Hukum perdata pada satu pihak memberikan hak-hak dan di lain pihak membebani kewajiban-kewajiban.

— Hukum perdata pada umumnya bersifat mengatur (regelend, fakultatif) di antara para pihak yang berkepentingan.

Klasifikasi Hukum Perdata Aspek Ruang Lingkup

1. Hukum perdata dalam arti luas/umum—meliputi hukum perdata dalam arti sempit dan hukum dagang.

2. Hukum perdata dalam arti sempit—dan lazim disebut dengan "hukum perdata" saja.

Page 2: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

Aspek Bentuk 1. Hukum perdata tertulis—hukum perdata sebagaimana diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. 2. Hukum perdata tidak tertulis—hukum adat. Tegasnya, hukum adapt

termasuk dalam hukum perdata namun dalam bentuk yang tidak tertulis.

Aspek Materi 1. Hukum perdata materil—mengatur hak dan kewajiban dalam hidup

bermasyarakat dan lazim disebut dengan hukum perdata subtantif. 2. Hukum perdata formil—mengatur bagaimana cara melaksanakan hak dan

kewajiban. Atau dengan kata lain, mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila di langgar oleh orang lain. Hukum perdata formil lazim disebut dengan hukum acara perdata, dan juga ada yang menyebutnya hukum perdata prosedural.

Catatan. Hukum perdata materil selalu dipasangkan dengan hukum perdata formil. Dalam hubungan bahwa hukum perdata formil mempertahankan hukum perdata materil. Karena hukum perdata formil berfungsi menerapkan hukum perdata materil apabila ada yang melanggarnya.

Sejarah Singkat Hukum Perdata A. Hukum Perdata Belanda

— Hukum perdata Belanda yang dikodifikasi dalam Kitab Undang-Undang Perdata—yang dikenal dengan sebutan Burgerlijk Wetboek (disingkat: BW) berasal dari hukum perdata Prancis yang berinduk pada Code Civil Prancis (Code Napoleon). Karena pada jaman pemerintahan Napoleon, Prancis pernah menjajah Belanda dan Code Civil tersebut diberlakukan pula di Belanda.. Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corfus Juris Civilis)—yang pada waktu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.

— Setelah merdeka dari penjajahan Prancis, Belanda menginginkan pembentukan kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri yang bebas dari pengaruh Prancis.

— Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan cara membentuk hukum perdata Belanda. Pembutan kodifikasi Belanda diselesaikan pada tanggal 5 Juli 1830 dan direncanakan pemberlakuannya pada tanggal 1 Pebruari 1831. Akan tetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian selatan Belanda yang memisahkan diri dari Kerajaan Belanda—yang sekarang disebut dengan Kerajaan Belgia dan Luksemburg. Dengan adanya peristiwa tersebut pemberlakuan kodifikasi pun ditangguhkan dan baru terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1838.

— Patut dikemukakan, bahwa meskipun BW Belanda itu adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, namun isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis. Menurut J. Van Kan, BW Belanda adalah saduran Code Civil Prancis, hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Prancis ke dalam bahasa Belanda.

B. Hukum Perdata Indonesia — Sebagai akibat Belanda pernah menjajah Indonesia, maka BW Belanda diupayakan

agar dapat diberlakukan pula di Indonesia. Caranya adalah dibentuk BW Indonesia yang susun dan isinya serupa dengan BW Belanda. Dengan kata lain, BW Belanda

Page 3: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

diberlakukan juga di Indonesia berdasarkan asas konkordansi (persamaan). BW Indonesia ini disahkan oleh Raja pada tanggal 16 Mei 1846 yang diundangkan melalui Staatsblad (Stb/S= lembaran negara) Nomor 23 tahun 1847 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.

— Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II, maka BW Indonesia tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan oleh undang-undang baru berdasar atas UUD ini.

— BW Indonesia ini disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia (KUHPdt)—sebagai induk hukum perdata Indonesia. Hukum Perdata Indonesia yang dimaksud adalah hukum perdata Barat yang berinduk pada KUHPdt, yang dalam bahasa aslinya disebut Burgerlijk Wetboek (BW). BW Indonesia ini sebagian materinya ada yang sudah dicabut pemberlakuannya dan diganti dengan undang-undang RI.

— Selain dari KUHPdt, hukum perdata Indonesia meliputi juga undang-undang RI—misalnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Perceraian; UU No. 5 tahun 1960 tentang Pertanahan dan Hak-hak atas Tanah (Undang-Undang Pokok Agraria/UUPA); serta Keputusan Presiden (Kepres) No. 12 Tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Catatan Sipil.

Perkembangan Hukum Perdata Indonesia — Hukum Perdata Adat yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan

antara individu dalam masyarakat adapt yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan persorangan.

— Hukum Perdata Eropa yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum yang menyangkut kepentingan orang-orang Eropa dan orang-orang yang diberlakukan ketentuan itu termasuk bagi setiap orang yang pada dirinya secara sukarela berlaku ketentuan itu. Ketentuan-ketentuan hukum perdata Eropa itu mempunyai bentuk tertulis dan berlakunya sesuai ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.

— Bagian Hukum Perdata yang bersifat nasional yaitu bidang-bidang hukum perdata sebagai produk nasional. Artinya, ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur kepentingan perorangan yang dibuat dan diberlakukan untuk seluruh penghuni Indonesia. Bagian hukum perdata nasional itu antara lain terdiri dari Hukum Perkawinan dan Hukum Agraria.

Sistematika Hukum Perdata Dalam BW — Hukum Perdata yang diatur dalam BW terdiri dari empat bagian dengan

sistematika sebagai berikut: 1. Buku I mengenai "orang" (van persoonen)—memuat hukum perorangan dan

hukum kekeluargaan. 2. Buku II mengenai "benda" (van zaken)—memuat hukum benda dan hukum

waris. 3. Buku III mengenai "perikatan" (van verbintenissen)—memuat hukum kekayaan

yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak terentu.

4. Buku IV mengenai "pembuktian dan daluwarsa" (van bewijs en verjaring)—memuat tentang alat-alat pembuktian dan akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum.

Page 4: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

— Hukum perdata materil dalam BW (KUHPdt) diatur dalam buku I, II dan III, sedangkan hukum perdata formil diatur dalam buku IV.

Sistematika Hukum Perdata Menurut Ilmu Pengetahuan — Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata materil dalam perkembangan saat ini

lazim dibagi menjadi empat bagian—yaitu: 1. Hukum tentang orang atau Hukum Perorangan (persoonenrecht, personal

law)—yang mengatur antara lain tentang: a. Orang sebagai subjek hukum atau sebagai pendukung hak dan kewajiban. b. Orang yang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak

sendiri untuk melaksanakan haknya itu. 2. Hukum Kekeluargaan atau Hukum Keluarga (familierecht, family law)—yang

memuat persoalan antara lain: a. Perkawinan (huwelijk), perceraian (eichtseiding) beserta hubungan yang

timbul di dalamnya—seperti hukum harta kekayaan antara suami dan istri. b. Hubungan hukum antara orang tua dan anak-anaknya atau kekuasaan

orang tua (ouderlijk macht). c. Perwalian (voogdij). d. Pengampuan/pengawasan (curatele).

3. Hukum kekayaan atau Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht, property law)—mengatur hak dan kewajiban antara subjek hukum yang satu dengan lainya dengan benda sebagai objeknya dan benda tersebut dapat dinilai dengan uang—yang meliputi hukum benda, hukum perikatan dan hukum hak immaterial.

4. Hukum Waris (erfrecht, heritage law)—mengatur tentang benda atau kekayaan dalam kaitannya dengan pemindahan hak milik seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya.

— Bidang-bidang hukum perdata materil di atas sebagaimana menurut ilmu pengetahuan, dalam BW penempatannya termuat pada: Hukum tentang orang diatur dalam Buku I Bab 1-3 dan Buku III Bab 9. Hukum keluarga diatur dalam Buku I Bab 4-18. Hukum kekayaan diatur dalam Buku II Bab 1-2, Bab 19-21 dan Buku III. Hukum waris diatur dalam Buku II Bab 12-18.

Hukum Perorangan (Persoonenrecht) — Dalam hukum perdata, istilah "orang" (person) menunjuk pada pengertian subjek

hukum—yang artinya segala pihak yang berperan sebagai pembawa/pendukung hak dan kewajiban.

— Orang menurut konsep hukum terdiri atas: 1. Manusia atau subjek hukum sebagai pribadi kodrati (natuurlijke persoon), atau

subjek hukum menurut konsep biologis—sebagai makhluk budaya ciptaan Tuhan yang dilengkapi akal, perasaan dan kehendak.

2. Badan hukum atau subjek hukum sebagai pribadi hukum (rechtpersoon), atau subjek hukum menurut konsep yuridis—yaitu subjek hukum buatan hukum atau sebagai ciptaan manusia berdasar pada hukum, yang diberi status atau wewenang sebagai pembawa hak dan kewajiban seperti manusia.

Page 5: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

A. Manusia Sebagai Subjek Hukum — Pengakuan manusia sebagai subjek hukum terjadi sejak ia dilahirkan dan

berakhir setelah meninggal dunia. Bahkan dalam Pasal 2 KUHPdt (BW) dinyatakan bahwa anak yang dalam kandungan ibunya dianggap sudah menjadi sebagai subjek hukum—dengan ketentuan ia dilahirkan dalam keadaan hidup. Akan tetapi apabila ia lahir dalam keadaan meninggal dunia maka dianggap tidak pernah ada.

— Ketentuan ini mempunyai arti penting (relevan) apabila kepentingan anak itu menghendakinya—misalnya saja dalam memperoleh warisan. Ketentuan yang termuat dalam Pasal 2 BW tersebut dinamakan rechtfictie (fiksi hukum).

— Kedudukan manusia sebagai subjek hukum diakui oleh undang-undang. Dengan diakui oleh undang-undang—maka tidak ada satu hukuman pun yang dapat menghilangkan hak keperdataan manusia sebagai subjek hukum (Pasal 3 BW).—Ini berarti bahwa betapun seseorang memiliki kesalahan sehingga dijatuhi hukuman oleh pengadilan, hukuman tersebut tidak boleh menghilangkan kedudukan hukum seseorang sebagai subjek hukum.

— Di Indonesia sebagai negara hukum mengakui manusia sebagai subjek hukum pendukung hak dan kewajiban. Semua warga negara memiliki kedudukan sama dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjungjung tinggi hukum dan pemerintahannya itu dengan tidak ada kecualinya (UUD NRI 1945 Pasal 27 ayat1).

— Di negara lain seperti Aprika Selatan yang diperintah oleh rezim kulit putih, penguasanya menganut ras diskriminasi, tidak semua diakui sebagai subjek hukum pendukung hak, tetapi hanya sebagai pendukung kewajiban belaka.

B. Badan Hukum Sebagai Subjek Hukum — Adanya badan hukum timbul sebagai akibat:

1. Adanya suatu kebutuhan untuk memenuhi kepentingan tertentu atas dasar kegiatan yang dilakukan bersama.

2. Adanya tujuan ideal yang perlu dicapai tanpa selalu bergantung kepada pribadi secara perorangan.

— Sebagai subjek hukum, maka badan hukum pun memiliki hak dan kewajiban, dapat mengadakan hubungan hukum, terlibat dalam suatu peristiwa hukum dan lain sebagainya.

— Berdasarkan eksistensinya badan hukum dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian: 1. Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah—yaitu badan hukum public

yang sengaja diadakan oleh pemerintah untuk kepentingan negara, seperti lembaga-lembaga negara, departemen pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

2. Badan hukum yang diakui oleh pemerintah—yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pihak swasta atau pribadi warga negara untuk kepentingan pembentuknya sendiri. Umumnya bertujuan memperoleh keutungan atau kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan usaha tertentu, seperti Perseroan Terbatas (PT) dan koperasi.

3. Badan hukum yang diperbolehkan—yaitu badan hukum yang tidak dibentuk oleh pemerintah dan tidak pula memerlukan pengakuan dari pemerintah menurut undang-undang, tetapi diperbolehkan karena tujuannya bersifat ideal di bidang pendidikan, sosial, keagamaan, ilmu pengetahuan, kebudayaan

Page 6: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

dan kemanusiaan. Badan hukum ini selalu berupa yayasan (Pasal 1653 KUHPdt).

— Menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia, ada beberapa jenis badan hukum sesuai dengan tujuannya masing-masing. Setiap jenis badan hukum diatur dengan undang-undang tersendiri. Jenis badan hukum tersebut sebagai berikut: 1. Badan hukum koperasi diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992. 2. Badan hukum perseroan diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 menggantikan

UU No. 1 Tahun 1995. 3. badan hukum yayasan diatur dalam UU No. 16 Tahun 2001 menggantikan UU

Yayasan sisa colonial Belanda. 4. Badan hukum perusahaan milik negara diatur dalam UU No. 19 Tahun 2003.

Tentang Kecakapan Dalam Hukum — Kecakapan dalam hukum artinya kemampuan melakukan perbuatan hukum

sendiri karena memenuhi syarat memenuhi hukum. — Menurut Pasal 330 KUHPdt, orang sebagai subjek hukum dapat dinyatakan "tidak

cakap" atau "kurang cakap" untuk melakukan perbuatan hukum sendiri (onbekwaam, incapable)—yaitu (1) anak dibawah umur (belum dewasa); dan (2) orang yang sakit ingatan atau gila dan keborosan. Kedua golongan ini adalah subjek hukum yang tidak cakap hukum, atau disebut subjek hukum terlindung. Karena anak di bawah umur atau belum dewasa berada di bawah kekuasaan orang tuanya, sedangkan orang yang sakit ingatan dan keborosan adalah orang-orang yang perlu ditaruh di bawah pengampuan/pengawasan (curatele).

— Kecakapan melakukan perbuatan hukum sendiri (bekwaam, capable) akan dapat berwujud apabila orang sebagai subjek hukum itu telah dewasa (meerderjarig). Atau dengan kata lain, orang yang sudah dewasa oleh hukum dianggap sudah cakap melakukan perbuatan hukum. Namun apabila orang yang dewasa itu dalam keadaan sakit ingatan dan tidak mampu mengurus dirinya sendiri karena boros, ia disamakan dengan orang yang belum dewasa (minderjarig).

— Orang yang cakap hukum—dalam arti sudah dewasa memenuhi syarat hukum dan tidak dalam keadaan sakit ingatan dan keborosan, maka ia disebut juga dengan subjek hukum mandiri.

— Menurut ketentuan undang-undang, istilah belum dewasa ini berarti belum berumur 21 tahun dan belum pernah kawin. Dari sini dapat dipahami bahwa orang yang sudah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin meskipun belum berumur 21 tahun, maka ia disebut dewasa. Dan apabila perkawinan itu putus sebelum mencapai umur 21 tahun, maka ia ditetapkan dewasa.

— Perlu untuk ditegaskan, pengertian sudah berumur 21 tahun atau sudah pernah kawin—disebut dewasa dalam undang-undang (dewasa hukum) dalam hal untuk menunjukkan cakap dan tidaknya untuk melakukan perbuatan hukum.

— Perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap hukum atau tidak mampu menurut hukum adalah tidak sah karena tidak memenuhi syarat hukum dan dapat dimintakan pembatalan melalui pengadilan (vernietigbaar).

— Kepentingan orang yang tidak cakap atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum diurus oleh pihak yang mewakilinya—yaitu: (1) kepentingan anak yang belum dewasa diurus oleh orang tuanya (Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974); (2) kepentingan anak yang berada di bawah perwalian diurus oleh walinya (Pasal 50 UU No. 1 Tahun 1974); dan (3) kepentingan orang dewasa yang berada di bawah pengampuan diurus oleh wali pengampunya (Pasal 1433 KUHPdt).

Page 7: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

Tentang Perkawinan Asas, Konsep dan Tujuan Perkawinan

— Asas-asas Perkawinan 1. Persetujuan bebas (sukarela atau suka sama suka) 2. Partisipasi keluarga 3. Perceraian dipersulit 4. Poligami dibatasi dengan ketat 5. Kematangan calon mempelai 6. Meningkatkan derajat kaum wanita 7. Pencatatan perkawinan 8. Perkawinan menurut hokum agama 9. Larangan dan pembatalan perkawinan

— Konsep dan Tujuan Perkawinan Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga bahagia dan kekal berdasar Ketuhanan yang Maha Esa (Pasal 1 UU Perkawinan).

Perkawinan Dalam Sistem Hukum Positif

1. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

2. UU No. 9 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

3. Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan.

4. Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 1995 tentang Perkawinan dan

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Perkawinan Monogami — Perkawinan monogami yaitu perkawinan yang terjadi antara seorang pria

dan seorang wanita. Artinya, selama ada ikatan perkawinan tersebut suami tidak boleh melangsungkan perkawinan kedua dengan seorang wanita lain sebagai istri kedua.

— Syarat-syarat 1. Persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6 ayat (1) UU Perkawinan). 2. Pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun (Pasal 7 ayat (1) UU

Perkawinan). 3. Izin orang tua/pengadilan jika belum berumur 21 tahun (Pasal 6 ayat (2-

5) UU Perkawinan). 4. Tidak masih terikat dalam satu perkawinan (Pasal 9 UU Perkawinan). 5. Tidak bercerai untuk ketiga kali dengan suami/istri yang sama yang

hendak dikawini (Pasal 10 UU Perkawinan). 6. Bagi janda, sudah lewat waktu tunggu (Pasal 11 ayat (1) UU Perkawinan).

a. Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 hari.

b. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih datang bulan ditetapkan tiga kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari; bagi yang tidak lagi datang bulan ditetapkan 90 hari; bagi yang sedang hamil ditetapkan sampai melahirkan anak; dan

Page 8: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

bagi yang belum pernah disetubuhi oleh mantan suaminya tidak ada masa tunggu.

c. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.

d. Bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu dihitung sejak kematian suami (Pasal 39 dan 4 PP No. 9 Tahun 1975).

7. Pemberitahuan kepada pegawai pencatat perkawinan (Pasal 3 dan 4 PP No. 9 Tahun 1975).

8. Tidak ada yang mengajukan pencegahan (Pasal 14 ayat (1) UU Perkawinan).

9. Tidak ada larangan perkawinan. Menurut UU Perkawinan, perkawinan dilarang antara pria dan wanita yang mempunyai: a. Hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas atau ke

bawah—misalnya antara perempuan/laki-laki dan bapak/ibu, antara cucu perempuan/laki-laki dan kakek/nenek.

b. Hubungan dalam garis keturunan menyamping—misalnya antara kakak dan adik kandung, serta antara keponakan dan paman/bibi.

c. Hubungan semenda—misalnya antara menantu dan mertua, anak tiri dan ayah/ibu tiri.

d. Hubungan susuan—misalnya orang tua dan anak susuan, anak dan saudara susuan, serta antara bibi/paman dan keponakan susuan.

e. Hubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau keponakan dari istri dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.

f. Hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin (Pasal 8 UU Perkawinan)

— Catatan. Syarat-syarat di atas bersifat kumulatif, artinya harus dipenuhi semua. Apabila syarat semua dipenuhi perkawinan dapat dilangsungkan. Namun jika satu syarat belum terpenuhi, perkawinan ditunda sampai semua dipenuhi.

Perkawinan Poligami — Alasan perkawinan poligami

1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri. 2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit tidak dapat disembuhkan. 3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan (Pasal 4 ayat UU Perkawinan). Catatan. Alasan-alasan tersebut sifatnya alternatif, artinya perlu dipenuhi salah saja dan itu sudah cukup.

— Syarat perkawinan poligami 1. Ada persetujuan dari istri/istri-istri. 2. Ada kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan

hidup istri-istri dan anak-anak mereka. 3. Ada jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-

anak mereka (Pasal 5 UU Perkawinan). Catatan. Syarat-syarat di atas bersifat kumulatif, artinya harus dipenuhi semua.

Page 9: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

Perkawinan Campuran — Pengertian

Menurut UU Perkawinan, perkawinan campuran adalah perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita, yang di Indonesia tunduk pada hokum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia (Pasal 57).—Dari sini dapat dipahami bahwa perkawinan campuran menurut UU Perkawinan hanya menekankan pada perbedaan kewarganegaraan dan salah satunya harus warga negara Indonesia. Atau dengan kata lain, perkawinan antara warga negara Indonesia dan warga asing.

— Syarat dan pelaksanaan perkawinan campuran 1. Perkawinan campuran dapat dilaksanakan di Indonesia dan dapat pula di

luar Indonesia (luar negeri). 2. pabila dilangsungkan di Indonesia, perkawinan campuran dilaksanakan

menurut UU Perkawinan (Pasal 59 ayat (2) UU Perkawinan). Sedangkan jika perkawinan campuran di negara pihak lainnya, berlakulah tata cara menurut hukum di negara yang bersangkutan (Pasal 56 ayat (2) UU Perkawinan).

3. Syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan campuran harus dipenuhi syarat-syarat perkawinan yang berlaku menurut hukum masing-masing pihak (Pasal 60 ayat (1) UU Perkawinan).

— Pencatatan perkawinan campuran 1. Perkawinan campuran dicatat oleh pegawai pencatat yang berwenang

(Pasal 61 ayat (1) UU Perkawinan). 2. Pegawai pencatat yang berwenang bagi beragama Islam adalah Pegawai

Penacatat Nikah (PPN)/Pembantu Pencatat Nikah Cerai Talak Rujuk (P3NTCR). Sedangkan bagi mereka yang bukan beragama Islam adalah Pegawai Kantir Pencatatan Sipil

Akibat Hukum Perkawinan

— Perkawinan yang memenuhi syarat-syarat seperti ditentukan dalam UU Perkawinan dinyatakan dan diakui sebagai perkawinan sah dengan segala akibat hukumnya.

— Akibat hukum perkawinan sah adalah timbul hubungan hukum antara suami dan istri, antara orang tua dan anak, antara wali dan anak, serta harta kekayaan dalam harta kekayaan dalam perkawinan.

— Hubungan Hukum antara Suami dan Istri

Hak suami-istri 1. Suami dan istri mempunyai hak dan kedudukan yang seimbang dalam

kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dalam masyarakat (Pasal 31 ayat (1) UU Perkawinan).

2. Suami dan istri sama-sama berhak melakukan perbuatan hokum (Pasal 31 ayat (2) UU Perkawinan).

3. Suami dan istri mempunyai kesempatan yang sama untuk mengajukan gugatan kepada pengadilan apabila ada yang melalaikan kewajiban (Pasal 34 ayat (3) UU Perkawinan).

Page 10: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

Kewajiban suami-istri 1. Suami dan istri berkewajiban luhur menegakkan rumah tangga yang

menjadi sendi dasar susunan masyarakat (Pasal 31 UU Perkawinan). 2. Suami dan istri mempunyai tempat kediaman yang tetap yang

ditentukan oleh suami-istri bersama (Pasal 32 UU Perkawinan). 3. Suami dan istri saling mencintai, saling menghormati, saling setia dan

sering memeri bantuan lahir batin (Pasal 33 UU Perkawinan). 4. Suami dan istri wajib memelihara dan mendidik anak sebaik-baiknya

sampai anak itu dapat mandiri atau kawin (Pasal 45 UU Perkawinan).

— Hubungan Hukum antara Orang dan Anak Salah satu akibat perkawinan antara suami dan istri adalah lahir anak. Akibat hukum dari kelahiran anak adalah timbul hubungan hukum antara

orang tua dan anak. Dalam hubungan hokum tersebut orang tua mempunyai hak dan

kewajiban terhadap anaknya, dan sebaliknya anak mempunyai hak dan kewajiban terhadap orang tua.

Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak—lazim disebut "kekuasaan orang tua". Kekuasaan Orang tua

— Kekuasaan orang tua terhadap anak berlangsung hingga anak itu mencapai umur 18 tahun atau anak itu kawin atau ada pencabutan kekuasaan orang tua oleh pengadilan (Pasal 47 UU Perkawinan).

— Kekuasaan otang tua meliputi: 1. Kekuasaan orang tua terhadap pribadi anak (sebagaimana dipahami dari

Pasal 47 ayat (1) UU Perkawinan).—Kekuasaan ini meliputi antara lain: nafkah, rumah tempat tinggal, pendidikan, pengarahan kehidupan masa depan anak dan menetapkan perkawinan anak.

2. Kekuasaan terhadap perbuatan anak (sebagaimana dipahami dari Pasal 47 ayat (2) UU Perkawinan).—Kekuasaan ini meliputi perbuatan hukum dan akibat hukum yang timbul dari perbuatan anak, mengarahkan perbuatan anak untuk kebaikan.

3. Kekuasaan terhadap harta benda anak (sebagaimana dipahami dari Pasal 48 UU Perkawinan).—Kekuasaan ini meliputi mengurus, menyimpan, membelanjakan harta anak untuk kepentingannya sebelum berumur 18 tahun atau sebelum ia kawin. Dengan pembatasan orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang

Kewajiban Anak Terhadap Orang Tua

— Menurut Ketentuan Pasal 46 UU Perkawinan, anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.

— Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas menurut kemampuannya, dan jika mereka itu memerlukan bantuannya.

— Harta Kekayaaan dalam Perkawinan

Menurut Pasal 35 UU Perkawinan, harta kekayaan dalam perkawinan dibedakan menjadi tiga macam:

Page 11: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

1. Harta bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh suami dan istri selama dalam ikatan perkawinan. Harta bersama dikuasai oleh suami dan istri. Suami atau istri dapat bertindak terhadap harta bersama atas persetujuan kedua belah pihak (Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan). Terhadap istri bersama, suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

2. Harta bawaan yang dibawa dan dikuasai oleh masing-masing suami dan istri ketika terjadi perkawinan. Yaitu suami menguasai harta miliknya dan istri menguasai harta miliknya. Masing-masing suami atau istri berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hokum mengenai kekayaannya (Pasal 36 ayat (2) UU Perkawinan).

3. Harta perolehan yang diperoleh masing-masing suami atau istri sebagai warisan atau hadiah. Harta perolehan masing-masing secara prinsip penguasaannya sama seperti harta bawaan. Masing-masing, baik suami atau istri berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan mengenai harta perolehannya.

Putusnya Perkawinan dan Akibatnya — Konsep

Menurut ketentuan Pasal 38 UU Perkawinan, perkawinan dapat putus karena tiga hal—yaitu kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan.

Putusnya kematian karena perceraian sering disebut masyarakat dengan istilah "cerai mati".

Putusnya perkawinan karena perceraiana ada dua sebutan—yaitu "cerai gugat" dan "cerai talak".

Putusnya perkawinan karena berdasar putusan pengadilan disebut "cerai batal".

Jadi perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan pembatalan.

— Alasan perceraian suami dan istri

Menurut ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut: 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi

dan sebagainya yang sukar untuk disembuhkan. 2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 tahun berturut-turut

tanpa izin pihak lain dan tanpa ada alasan yang sah, atau karena hal lain di luar kemampuannya.

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang berat setelah perkawinan berlangsung.

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.

5. Salah satu pihak cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

6. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan atau pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Page 12: Bahan Perkuliahan - · PDF filetetapi dalam Bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di wilayah bagian ... yang susun dan isinya serupa dengan BW ... terlibat dalam suatu peristiwa

— Akibat putusnya perkawinan karena perceraian Karena terjadi perceraian, ada tiga akibat yang perlu diperhatikan—yaitu akibat terhadap anak dan istri, terhadap harta perkawinan dan terhadap status. Akibat terhadap anak dan istri

Menurut ketentuan Pasal 41 UU Perkawinan, ada tiga hal yang perlu dipatuhi sebagai akibat perkawinan putus karena perceraian—yaitu: 1. Bapak dan ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

anak mereka semata-mata untuk kepentingan anak. Apabila ada perselisihan tentang penguasaan anak, pengadilan memberi putusannya.

2. Bapak bertanggungjawan atas semua biaya pemerliharaan dan pendidikan anak. Apabila bapak dalam kenyataan tidak memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menetapkan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada manta suami untuk memberikan biaya penghidupan kepada mantan istri atau menentukan suatu kewajiban bagi mantan istri.

Akibat terhadap harta perkawinan 1. Untuk harta bawaan dan harta perolehan tidak menimbulkan

masalah karena harta tersebut tetap dikuasai dan adalah hak masing-masing pihak. Apabila terjadi penyatuan harta karena perjanjian, penyelesaian juga disesuaikan dengan ketentuan perjanjian dan kepatutan.

2. Untuk harta bersama, diatur menurut ketentuan Pasal 37 UU Perkawinan—yaitu apabila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.

Akibat terhadap status Bagi mereka yang putus perkawinan karena perceraian memperoleh status perdata dan kebebasan sebagai berikut: 1. Kedua mereka itu tidak terikat dengan lagi dengan tali perkawinan

dengan status janda dan duda. 2. Kedua mereka itu bebas untuk melakukan perkawinan dengan pihak

lain. 3. Kedua mereka itu boleh untuk melakukan perkawinan kembali

sepanjang tidak dilarang oleh undang-undang atau agama mereka.