38
EARLY GOAL DIRECTED THERAPY (EGDT) DALAM PENANGANAN SEPSIS DAN SYOK SEPTIK PADA ANAK Sepsis merupakan masalah kesehatan utama, yang mempengaruhi jutaan manusia di seluruh dunia, dengan insidens yang diperkirakan terus meningkat. 1-6 Hingga saat ini, sepsis masuk ke dalam 10 besar penyakit yang menjadi penyebab kematian tertinggi di Amerika Serikat, dengan angka mortalitas mencapai 215.000 kasus kematian tiap tahunnya. 6, 7 Pada populasi anak, angka mortalitasnya di tahun 1995 berkisar 10,3% di antara anak-anak yang dirawat di bangsal anak rumah sakit di Amerika Serikat. 8 Sekitar 30% kasus sepsis dapat mengalami perburukan menjadi sepsis berat dan syok septik, dengan angka mortalitas mencapai 84%. 7, 9 Di Afrika, 50% kematian anak di rumah sakit dapat terjadi dalam 24 jam pertama sejak anak masuk rumah sakit, dan syok menjadi komplikasi pada banyak kasus di antaranya. 10 Dalam 10 tahun terakhir telah banyak didapatkan perkembangan dalam tatalaksana sepsis, yaitu dalam hal resusitasi cairan, terapi inotropik dan pemberian antibiotika. Namun dalam penanganan sepsis

bahan shock.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: bahan shock.docx

EARLY GOAL DIRECTED THERAPY (EGDT) DALAM PENANGANAN SEPSIS DAN SYOK SEPTIK PADA ANAK

Sepsis merupakan masalah kesehatan utama, yang

mempengaruhi jutaan manusia di seluruh dunia, dengan insidens

yang diperkirakan terus meningkat.1-6 Hingga saat ini, sepsis

masuk ke dalam 10 besar penyakit yang menjadi penyebab

kematian tertinggi di Amerika Serikat, dengan angka mortalitas

mencapai 215.000 kasus kematian tiap tahunnya.6, 7 Pada populasi

anak, angka mortalitasnya di tahun 1995 berkisar 10,3% di antara

anak-anak yang dirawat di bangsal anak rumah sakit di Amerika

Serikat.8 Sekitar 30% kasus sepsis dapat mengalami perburukan

menjadi sepsis berat dan syok septik, dengan angka mortalitas

mencapai 84%.7, 9 Di Afrika, 50% kematian anak di rumah sakit

dapat terjadi dalam 24 jam pertama sejak anak masuk rumah

sakit, dan syok menjadi komplikasi pada banyak kasus di

antaranya.10

                Dalam 10 tahun terakhir telah banyak didapatkan

perkembangan dalam tatalaksana sepsis, yaitu dalam hal

resusitasi cairan, terapi inotropik dan pemberian antibiotika.

Namun dalam penanganan sepsis terkini diketahui

bahwa waktu memegang peranan penting dan krusial.3-6, 11-13 Early

Goal Directed Therapy (EGDT) merupakan penatalaksanaan

pasien dengan sepsis berat dan syok septik, yang bertujuan

Page 2: bahan shock.docx

memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan, dalam jangka

waktu tertentu.4, 5, 11

Telah diketahui bahwa perfusi jaringan yang buruk pada keadaan

sepsis berat dan syok septik menyebabkan terjadinya global

tissue hypoxia dan berbagai konsekuensi yang menyertainya, dan

hal tersebut berhubungan dengan tingginya angka mortalitas.5, 13-

15 EGDT mulai berkembang di tahun 2001 setelah penelitian

Rivers dkk menemukan bahwa penatalaksanaan yang agresif

dalam jangka waktu 6 jam, dengan tujuan mencapai target-target

tertentu di unit gawat darurat pada pasien sepsis berat dan syok

septik ternyata berhasil mengurangi mortalitas hingga 16,5%

dibandingkan dengan kelompok yang mendapat terapi standar

dengan mortalitas mencapai 46,5%. 5, 6, 14-16 EGDT kini telah banyak

diterapkan di berbagai rumah sakit, sebagai bentuk

implementasi Surviving Sepsis Campaign.5, 17 Namun, dalam

pelaksanaannya, seringkali masih menemui kendala akibat

kurang mendukungnya sumber daya, sarana dan prasarana yang

tersedia.5, 14, 15 Agar EGDT dapat dilakukan dengan terorganisasi

maka klinisi harus memiliki pemahaman tentang patofisiologi

sepsis, teori yang mendasari EGDT, serta memiliki keterampilan

dan penguasaan prosedur medis dan teknis yang akan dilakukan

dalam penanganan pasien dengan sepsis berat dan syok

septik.15 Berikut ini akan dibahas mengenai teori yang mendasari

EGDT, prinsip EGDT, serta aplikasinya di rumah sakit.

Page 3: bahan shock.docx

 

Perkembangan EGDT

Awal mula berkembangnya tatalaksana kasus dengan

pendekatan goal oriented tampaknya didahului oleh penelitian

Shoemaker dkk di tahun 1988, yang berusaha memberikan kadar

oksigen di atas normal pada pasien post operatif, untuk

meningkatkan prognosis survival pasien tersebut.14 Shoemaker

dkk menemukan bahwa kekurangan oksigen pada pasien bedah

sakit kritis menyebabkan terjadinya kegagalan multi-organ dan

berhubungan dengan meningkatnya mortalitas. Tindakan

resusitasi dengan target spesifik meningkatkan penghantaran

oksigen ke jaringan melalui kateter arteri pulmonalis berhasil

menurunkan mortalitas sebesar 38% menjadi 4%.8, 13

Rivers dkk (2001) mempublikasikan penelitian mereka tentang

EGDT, yaitu pada 263 pasien dewasa yang didiagnosis sepsis

berat dan syok septik di unit gawat darurat. Pasien tersebut

mendapat resusitasi cairan kristaloid dan koloid untuk

mempertahankan tekanan vena sentral > 8 mmHg, pemberian

vasodilator dan vasopresor untuk mempertahankan mean arterial

pressure(MAP) antara 65-90 mmHg, transfusi PRC untuk

mempertahankan hematokrit > 30% pada pasien dengan saturasi

oksigen vena sentral < 70%, serta pemberian inotropik.

Resusitasi dini dilakukan dalam 6 jam pertama dan berhasil

mengurangi mortalitas selain juga berhasil mencegah terjadinya

Page 4: bahan shock.docx

kegagalan multiorgan.5, 14 Keberhasilan pendekatan tatalaksana

pasien sepsis berat dan syok septik dengan pendekatan EGDT

yang dilaporkan oleh Rivers dkk berupa menurunnya angka

mortalitas hingga 16,5% dibandingkan dengan kelompok yang

mendapat terapi standar tanpa pendekatan EGDT dengan angka

mortalitas mencapai 46,5%.14

Penelitian Han dkk (2003) menemukan bahwa penatalaksanaan

syok septik yang dilakukan dalam waktu  rata-rata 75 menit

berhubungan dengan keberhasilan survival pasien hingga 96%,

dan setiap tambahan waktu 1 jam keterlambatan penanganan

syok berhubungan dengan peningkatan risiko kematian 2 kali

lebih tinggi.19 Dari ilustrasi di atas dapat dilihat bahwa hal

mendasar yang menjadi fokus perhatian, adalah

perbedaan waktu dilakukannya tindakan.8 Namun kenyataannya,

pemasangan kateter arteri pulmonalis seperti dalam penelitian

Shoemaker untuk tujuan resusitasi tidak praktis dan sangat sulit

diaplikasikan di unit gawat darurat. Akibatnya, pasien dengan

diagnosis sepsis berat atau syok septik yang memerlukan

resusitasi cairan, sering dirujuk ke ICU untuk dilakukan

pemasangan kateter arteri pulmonalis sehingga berimbas pada

penundaan tindakan resusitasi. Pada prakteknya, justru

menyebabkan kegagalan dalam menurunkan mortalitas dan

morbiditas akibat sepsis berat dan syok septik. Kegagalan ini

dapat dijelaskan karena tindakan protokol resusitasi dilakukan

setelah terjadi hipoksia jaringan berat dan lama.8, 13

Page 5: bahan shock.docx

Dari berbagai penelitian selanjutnya, didapatkan bahwa kunci

suksesnya penanganan sepsis yaitu dengan identifikasi dan

intervensi dini agresif berjenjang dengan target-target resusitasi

yang telah ditentukan dalam protokol penatalaksanaan di unit

gawat darurat atau di ruang perawatan intensif maupun non-

intensif, yaitu dengan menerapkan EGDT.20

Intervensi untuk meningkatkan curah jantung meliputi resusitasi

cairan untuk meningkatkanpreload, pemberian inotropik untuk

memperbaiki kontraktilitas jantung, serta pemberian vasopresor

(atau vasodilator) untuk optimalisasi afterload. Konten oksigen

arterial dapat ditingkatkan dengan transfusi Packed Red

Cell (PRC) dan meningkatkan SaO2 dengan terapi oksigen.8

Kerusakan multiorgan di tingkat seluler tampaknya dipengaruhi

oleh disfungsi dan kerusakan pada mitokondria. Disfungsi dan

kerusakan mitokondria pada sepsis terjadi akibat interaksi

patogen-inang, selain juga dipengaruhi patogenisitas

mikroorganisme. Mekanisme kerusakan mitokondria pada sepsis

dapat dilihat pada gambar 3. Syok yang berkepanjangan dan

hipoksia jaringan dapat menyebabkan disfungsi mitokondria.

Pada keadaan sepsis berat, aktivasi berbagai sel imunitas

khususnya neutrofil, serta hipoksia jaringan berkontribusi

terhadap terbentuknya ROS (Reactive Oxidant Specifics). ROS

berkontribusi terhadap kerusakan mitokondria, dan kejadian

tersebut memicu pembentukan ROS lebih banyak lagi, yang juga

Page 6: bahan shock.docx

menyebabkanprogramming kematian mitokondria. Kematian

mitokondria terjadi akibat penumpukan ROS yang memicu sinyal

untuk membuka pori-pori membran permeabilitas mitokondria

(Mitochondrial Permeability Transition, MPT), yang menyebabkan

edema matriks mitokondria, ruptur membran luar mitokondria,

serta aktivasi kaskade apoptosis. Namun, kadang tanpa melalui

fase MPT, kaskade apoptosis masih dapat dipicu akibat

pergerakan faktor pro-apoptosis melalui membran luar

mitokondria (Mitochondrial Outer Membrane Permeabilization,

MOMP).21, 22

Pada keadaan hipoksia jaringan berat akan disertai dengan

menurunnya cadangan ATP seluler, sehingga menyebabkan

gangguan integritas membran sel yang selanjutnya menimbulkan

edema (MPT) serta nekrosis sel. Berbeda dengan apoptosis,

nekrosis sel menginduksi respon inflamasi lokal dan sistemik,

sehingga memperberat keadaan.21, 22

Oleh karena itu, semakin jelas bahwa terapi secara dini yang

difokuskan terhadap stabilisasi hemodinamik untuk mencegah

terjadinya global tissue hypoxia dapat mencegah onset terjadinya

disfungsi multiorgan yang bertanggungjawab terhadap

meningkatnya angka mortalitas pasien dengan sepsis.9

Implementasi EGDT dalam tatalaksana sepsis berat dan

syok septik pada anak

Page 7: bahan shock.docx

Implementasi EGDT di unit gawat darurat dan unit perawatan

intensif dalam tatalaksana sepsis berat dan syok septik pada bayi

dan anak diajukan dalam bentuk diagram alur berikut ini:

MAP, Mean Arterial Pressure; CVP, central venous pressure;

ScvO2, central venous O2 saturation; CI, Cardiac Index; PICCO,

pulse contour cardiac output; FATD, femoral arterial

thermodilution; ECMO, extracorporeal membrane oxygenation;

CRRT, continuous renal replacement therapy; IV, intravenous; IO,

intraosseus; IM, intramuscular

Gambar 4. Penatalaksanaan Syok Septik Pediatrik

Sumber: Brierley, 2009

Algoritme berbasis waktu ini dalam 1 jam pertama bertujuan

untuk mengembalikan dan mempertahankan denyut jantung ke

nilai normal, mencapai waktu pengisian kapiler < 2 detik, serta

menormalkan tekanan darah. Dukungan oksigenasi dan ventilasi

Page 8: bahan shock.docx

diberikan sesuai dengan indikasi. Target-target berikutnya

diharapkan tercapai dalam waktu 6 jam di unit perawatan

intensif. 23

1 Kerangka waktu: Nol sampai dengan 5 menit pertama

Dalam lima menit pertama, klinisi harus dapat mengidenfikasi

pasien dengan sepsis  berat dan syok septik. Identifikasi dini

sangat berhubungan dengan menurunnya morbiditas dan

mortalitas kasus sepsis berat dan syok septik.24 Dalam waktu lima

menit pertama ini pula secara simultan dilakukan manajeman

jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing), serta

pemasangan akses intravena (circulation).

 

1.1       Identifikasi dini pasien dengan sepsis berat dan

syok septik

Trias demam, takikardi, dan vasodilatasi umum ditemukan pada

anak dengan tanda-tanda infeksi. Syok septik harus menjadi

pertimbangan diagnosis bila trias di atas ditemukan, disertai

dengan perubahan status mental yang bermanifestasi sebagai

iritabilitas, bingung, mengantuk, hingga penurunan kesadaran

yang lebih dalam.23 Sepsis berat dan syok septik diketahui

berhubungan dengan hipoksia jaringan yang luas. Hipoksia pada

susunan saraf pusat akan menyebabkan gangguan berupa

penurunan kesadaran.25

Page 9: bahan shock.docx

Selain itu, klinisi juga harus dapat mengidentifikasi tanda-tanda

gangguan perfusi jaringan yang disebabkan oleh disfungsi

kardiovaskuler pada sepsis. Syok septik dibedakan ke dalam 2

jenis, yaitu warm shock dan cold shock. Warm shock ditandai

dengan curah jantung yang tinggi, kulit yang hangat dan kering,

serta bounding pulse. Sedangkan cold shock ditandai oleh curah

jantung yang rendah, kulit lembab dan dingin, serta nadi yang

lemah.25 Stadium awal syok septik dapat dikenali dengan

ditemukannya takikardia, bounding pulse, serta gangguan

kesadaran. Produksi urin kurang dari 1 mL/kgbb/jam.23 Pada

stadium yang lebih lanjut, dapat ditemukan waktu pemanjangan

kapiler, dan pada stadium akhir ditandai dengan hipotensi.19

1.2       Mempertahankan jalan nafas dan pemberian terapi

oksigen

Manajemen jalan nafas dan pernafasan dapat dilakukan dengan

mengacu pada Pediatric Advanced Life Support (PALS), di

antaranya dengan memposisikan kepala, serta pemberian terapi

oksigen.23

1.3       Memasang akses intravaskular

Penelitian yang dilakukan oleh Kanter dkk (1986) mendapatkan

bahwa usaha pemasangan akses intravena perifer pada pasien

anak dengan sakit kritis memerlukan waktu rata-rata 4 menit 30

detik, tercepat 40 detik.26 American Heart Association bersama

Page 10: bahan shock.docx

dengan American Academy of Pediatrics dalam PALS

merekomendasikan untuk situasi darurat, pemasangan akses

intravena harus terpasang dalam waktu 5 menit. Bila dalam

jangka waktu tersebut belum berhasil, maka dilakukan

pemasangan akses intraoseus.1 Setelah terpasang akses

intravena segera diambil sampel darah untuk pemeriksaan

penunjang.

 

 

2 Kerangka waktu: 5 sampai dengan 15 menit berikutnya

Pada segmen 5 menit hingga 15 menit berikut ini, dilakukan

resusitasi cairan hingga didapatkan perbaikan perfusi jaringan,

dengan pemantauan terhadap tanda-tanda overload cairan.

Secara simultan pula dilakukan koreksi kelainan metabolik seperti

hipoglikemi/hiperglikemi, serta koreksi kelainan elektrolit yang

mungkin ditemukan, dan pemberian antibiotik empiris spektrum

luas.

2.1       Resusitasi cairan pada sepsis berat dan syok

septik

2.1.1 Volume cairan resusitasi

Page 11: bahan shock.docx

Penelitian pendahuluan telah dilakukan pada hewan percobaan

dengan sepsis berat, didapatkan bahwa resusitasi cairan hingga

60 mL/kgbb ternyata berhasil memperbaiki curah jantung,

penghantaran oksigen serta stabilitas hemodinamik.27 Dari

penelitian Han dkk (2003) pada pasien dengan sepsis berat dan

syok septik, didapatkan pula bahwa kelompok non-

survivor menerima volume cairan resusitasi lebih sedikit (20

mL/kgbb) dan kecenderungan dilanjutkan dengan terapi

inotropik.19

Mengenai volume cairan resusitasi yang diberikan, Carcillo dkk

(1991) melaporkan penelitian mengenai resusitasi cairan pada

pasien pediatrik dengan syok septik yang diberikan dalam 1 jam

pertama, pemberian cairan resusitasi secara cepat dengan

volume di atas 40 mL/kgbb (rata-rata 69 + 19 mL/kgbb)

berhubungan dengan outcome (survival) yang lebih baik.

Pemberian cairan secara cepat juga tidak berhubungan dengan

kejadian Acute Respiratory Distress Syndrome(ARDS).27

Rekomendasi dari Surviving Sepsis Campaign 2008 yaitu

resusitasi cairan inisial diawali dengan pemberian cairan kristaloid

bolus 20 mL/kgbb selama 5-10 menit, dititrasi dengan

pemantauan klinis terhadap curah jantung, dalam hal ini meliputi

denyut jantung, produksi urin, waktu pengisian kapiler, dan

derajat kesadaran. Biasanya defisit cairan cukup besar sehingga

awal resusitasi memerlukan volume cairan 40-60

Page 12: bahan shock.docx

mL/kgbb,1 namun dapat mencapai hingga 200 mL/kgbb.

Pemantauan terhadap tanda-tanda overload cairan yaitu dengan

memperhatikan adanya onset baru hepatomegali, bertambahnya

usaha nafas pasien, ditemukannya rales pada pemeriksaan fisis

paru, atau bertambahnya berat badan lebih dari 10%. Untuk

mengatasinya dapat diberikan diuretik. Tindakan lain untuk

mengatasi overload cairan yaitu dengan dialisis peritoneal bila

didapatkan oliguria, atau continuous renal replacement therapy

(CRRT) bila diperlukan.1, 23

Untuk pemeriksaan secara bed-site, dari penelitian Pamba dan

Maitland (2004) didapatkan bahwa pemanjangan waktu pengisian

kapiler > 3 detik merupakan faktor prognostik perlunya resusitasi

cairan, sehingga cukup prediktif digunakan sebagai alat untuk

menilai adekuatnya terapi cairan yang diberikan pada pasien

dengan sepsis berat dan syok septik.28

 

2.1.2Jenis cairan resusitasi

Pemilihan jenis cairan pada resusitasi sepsis berat dan syok

septik bersifat liberal. Secara umum, cairan isotonis cukup efektif,

aman, dan efektif dibandingkan dengan koloid, sehingga

disarankan sebagai cairan lini pertama pada

resusitasi.29 Penelitian di India yang dilakukan oleh Upadhyay

(2005) mendapatkan tidak adanya perbedaan outcome pasien

Page 13: bahan shock.docx

syok septik yang diresusitasi dengan cairan kristaloid

dibandingkan dengan koloid.23 Namun hal yang berlawanan

didapatkan dari penelitian Schierhout dan Roberts, bahwa

resusitasi dengan cairan koloid dapat menyebabkan efek samping

berupa gangguan hemostasis.30 Pada saat ini penelitian klinis

banyak dilakukan untuk mengetahui kegunaan penggunaan

cairan hipertonis dalam resusitasi sepsis berat dan syok septik.1, 23

 

2.2       Koreksi hipoglikemia

Hipoglikemia dapat menyertai suatu sepsis dan menimbulkan

gangguan kesadaran. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan

pemberian Dextrose-10% pada cairan rumatan dengan

kecepatan  8 mg/kg/menit pada neonatus, 5 mg/kgbb/menit pada

anak, dan 2 mg/kgbb/menit pada remaja. Bila disertai dengan

kegagalan fungsi hati, penderita mungkin membutuhkan

kecepatan infus glukosa yang lebih tinggi, dapat mencapai 16

mg/kgbb/menit. Hiperglikemia dapat pula menyertai keadaan

sepsis, yang didefinisikan sebagai kadar glukosa sewaktu > 140

mg/dL. Penatalaksanaan hiperglikemia dapat dengan

menggunakan cairan Dextrose-5% dan dapat dikombinasikan

dengan terapi insulin.16, 23 Direkomendasikan untuk

mempertahankan kadar glukosa > 80 dan <150 mg/dL.23 Insulin

reguler yang digunakan dalam bentuk bolus atau infus kontinu.

Dosis yang diberikan yaitu 0,025 U/kgbb/kali atau 0,025 – 0,1

Page 14: bahan shock.docx

U/kgbb/jam (2,5 U/kgbb dalam 50 mL Albumin 4% dengan

kecepatan 0,5 – 2 mL/jam); selanjutnya 1 U/10 gram dextrose.31

 

2.3       Koreksi hipokalsemia

Kadar konsentrasi kalsium berbeda sesuai dengan usia, berkisar

8,5 –10,5 mg/dL untuk kalsium total dan 4,0 – 5,0 g/dL ion

kalsium dalam darah. Hipokalsemia dapat menyebabkan

gangguan kontraktilitas dan irama jantung, selain juga

menyebabkan hipotensi serta kelainan neuromuskuler lainnya.

Koreksi hipokalsemia dapat diberikan peroral atau intravena.

Pasien dengan hipokalsemia simptomatik dapat diberikan bolus

kalsium glukonas 100-200 mg/kgbb dalam waktu 10-20 menit.

Infus kontinu kalsium glukonas sebagai alternatif diberikan

dengan dosis awal 10-30 mg/kgbb/jam, selanjutnya dititrasi

sesuai dengan hasil pengukuran serum kalsium selanjutnya.32, 33

2.4       Pemberian terapi antibiotik

Terapi antibiotik merupakan terapi utama dalam sepsis (gambar

5), dengan penggunaan antibiotik empiris berspektrum luas di

awal terapi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian

antibiotik cepat dan sesuai berhasil menurunkan morbiditas dan

mortalitas pasien dengan sepsis.12, 34, 35 Namun harus

dipertimbangkan juga bahwa penggunaan antibiotik spektrum

Page 15: bahan shock.docx

luas dapat menyebabkan peningkatan resistensi

mikroorganisme.12

Pemberian antibiotik tidak ditunda, dan faktor waktu memegang

peranan penting. Dari penelitian Houck dkk, pemberian

antibiotika dalam 4 jam pertama berhubungan dengan

menurunnya mortalitas hingga 6,8% sejak pasien datang ke

rumah sakit, dan menurunkan mortalitas hingga 11,6% dalam 30

hari perawatan, selain itu juga membantu mengurangi lama

perawatan di rumah sakit hingga 42%. Dalam SSC 2008,

direkomendasikan pemberian antibiotik dalam 1 jam pertama

setelah dilakukan pengambilan kultur.34 Durasi terapi antibiotik

yang dianjurkan yaitu 7-10 hari, dan kemudian disesuaikan

dengan hasil kultur. Namun pada pasien dengan neutropenia,

durasi terapi antibiotik dapat diperpanjang hingga 14 hari.

Keputusan untuk menghentikan pemberian antibiotik bergantung

pada penilaian klinis. Terapi kombinasi antimikroba dilaporkan

lebih baik dibandingkan dengan  monoterapi, sebagaimana

dilaporkan dari penelitian Micek dkk.34 Terapi awal antibiotik

sangat kritis bagi pasien anak dengan sepsis, seperti halnya

pasien dewasa.1

3 Kerangka waktu: 15 menit sampai 60 menit berikutnya

Dalam waktu 15 menit pertama, ditentukan apakah suatu syok

septik responsif atau refrakter terhadap terapi cairan. Syok

dinyatakan refrakter terhadap cairan bila belum menunjukkan

Page 16: bahan shock.docx

perbaikan hemodinamika setelah mendapat terapi cairan hingga

40 mL/kgbb. Langkah selanjutnya pada pasien dengan syok

septik yang refrakter terhadap terapi cairan yaitu dengan secara

simultan melakukan pemasangan akses vena sentral, memulai

terapi inotropik dan vasopresor serta melakukan pemantauan

tekanan arterial.23

Namun berbeda dengan populasi dewasa, pemasangan akses

vena sentral pada anak menjadi suatu isu karena kesulitan dalam

pelaksanaannya. Pemasangan vena sentral pada pasien pediatrik

tidak familier, dalam prosedur pemasangannya yang cukup sulit

sehingga melampaui kerangka waktu (time-frame) yang

diharapkan pada EGDT khususnya di unit

emergensi.16 Penatalaksanaan dalam kerangka waktu 15 menit

hingga 60 menit berikutnya dijelaskan sebagai berikut:

 

3.1       Memulai pemberian inotropik dan vasopresor

Hipotensi yang menetap meskipun telah dilakukan resusitasi

cairan optimal merupakan ciri dari syok septik, yang terjadi akibat

gangguan kontraktilitas miokardium selain juga terdapat

gangguan pada resistensi vaskuler sistemik. Akibat gangguan di

atas, maka diperlukan pemberian vasopresor dan terapi inotropik

untuk memperbaiki tekanan darah serta mempertahankan

penghantaran oksigen ke jaringan.12 Dalam penatalaksanaan

Page 17: bahan shock.docx

sepsis, harus dilakukan usaha secepat mungkin untuk

mengembalikan hemodinamika. Oleh karena itu, vasopresor

diberikan segera setelah resusitasi cairan optimal diberikan.35,

36 Pemberian vasoaktif direkomendasikan bila syok tidak teratasi

dengan resusitasi cairan sampai dengan 40 mL/kgbb. Jenis obat

yang digunakan yaitu katekolamin dan derivat sintetisnya,

meliputi dopamin, dobutamin, epinefrin, norepinefrin.5, 35, 37

Dopamin disarankan sebagai pilihan terapi pertama untuk pasien

pediatrik dengan hipotensi yang refrakter terhadap resusitasi

cairan, atau pada keadaan cold shock.1 Dopamin dan norepinefrin

diketahui berfungsi meningkatkan tekanan darah dan curah

jantung. Dopamin lebih poten dibandingkan norepinefrin, dan

lebih sering menyebabkan takikardia.12 Pada dosis rendah,

dopamin menyebabkan vasodilatasi sirkulasi renal dan

mesenterika. Pada dosis 2-10 mikrogram/kgbb/menit, dopamin

memiliki efek inotropik positif dan kronotropik positif, sedangkan

pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasokonstriksi perifer.

Penelitian Levy dkk menemukan bahwa populasi pasien syok

septik yang resisten dengan terapi dopamin meningkatkan risiko

mortalitas.36 Bila syok refrakter terhadap terapi dopamin, maka

diberikan epinefrin.1 Epinefrin diberikan dengan dosis 0.05- 0.3

mcg/kgbb/menit.23

Pada keadaan warm shock, diberikan titrasi norepinefrin.

Norepinefrin pada dosis 1-20 mikrogram/menit baik untuk

Page 18: bahan shock.docx

meningkatkan MAP, resistensi vaskuler sistemik, penghantaran

oksigen jaringan.5, 37 Dobutamin dapat digunakan sebagai agen

inotropik pada pasien dengan curah jantung yang rendah,

diberikan dengan dosis 2,5–20 mikrogram/kgbb/menit.5, 37

3.2       Mempertahankan jalan nafas

Dilakukan penilaian terhadap usaha nafas pasien dan komplians

paru. Keputusan untuk melakukan intubasi bergantung pada

penilaian klinis usaha nafas pasien, adanya hipoventilasi, atau

akibat penurunan kesadaran.23 Intubasi dipertimbangkan pada

pasien dengan syok refrakter disertai dengan tanda gagal nafas,

penurunan kesadaran, serta untuk pemantauan hemodinamik

invasif. Selain itu, ventilasi mekanik juga dapat membantu

mekanika sirkulasi. Diketahui bahwa sekitar 40% curah jantung

diperlukan untuk mendukung fungsi pernafasan, sehingga

ventilasi mekanik berguna untuk menurunkan beban kerja paru-

paru. Meningkatnya tekanan intratorakal juga berperan

menurunkan afterload ventrikel kiri, sehingga dapat membantu

pasien dengan curah jantung rendah dan resistensi vaskuler

perifer yang tinggi.23

Disarankan penggunaan ketamin dan atropin sebagai agen

sedasi-intubasi pada pasien dengan syok septik. Ketamin bekerja

dengan cara menghambat transkripsi factor-kappa B dan

mengurangi produksi Interleukin-6 di sistemik, namun

mempertahankan fungsi adrenal, sehingga mempertahankan

Page 19: bahan shock.docx

stabilitas fungsi kardiovaskuler.23 Ketamin untuk fungsi sedasi

diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgbb i.v.31 Ketamin juga dapat

berfungsi sebagai infus analgesia dan atau sedasi untuk

mempertahankan stabilitas fungsi kardiovaskuler pada saat

dilakukan pemasangan ventilasi mekanik.23

Pada pasien anak  dengan gagal nafas dan memerlukan

ventilator, prinsip lung-protective therapyperlu diterapkan

sebagaimana pada pasien dewasa. Pasien dengan Acute Lung

Injury/Acute Respiratory Distress Syndrome ditargetkan

mendapat volume tidal 6 mL/kgbb dan plateau pressure < 30 cm

H2O, strategi permissive hypercapnia untuk

meminimalkan plateau pressuredan volume tidal. Positive End

Expiratory Pressure (PEEP)  juga diterapkan untuk mencegah

kolaps alveolar di akhir ekspirasi. Posisi prone pada suatu

penelitian multisenter didapatkan berguna untuk memperbaiki

hipoksemia.1

4 Kerangka waktu: 6 jam berikutnya di Unit Perawatan

Intensif

Bila ditemukan keadaan syok yang resisten dengan terapi

katekolamin, maka penatalaksanaan selanjutnya yaitu dengan

pemberian hidrokortison. Hidrokortison diberikan pula pada anak

yang diduga atau terbukti disertai dengan insufisiensi adrenal.

Pasien berisiko mengalami insufisiensi adrenal yaitu anak dengan

syok septik, sebelumnya menerima terapi steroid untuk penyakit

Page 20: bahan shock.docx

kronis, dan anak dengan abnormalitas adrenal atau hipofisis. Bila

jelas faktor risikonya, maka disarankan pemberian hidrokortison

secara intermiten atau infus kontinu dengan dosis mulai 1-2

mg/kgbb/hari, dititrasi hingga 50 mg/kgbb/hari.1

Keadaan insufisiensi adrenal ini dinyatakan bila kadar kortisol

basal < 18 µg/dL kadar puncakACTH-stimulated cortisol < 18

µg/dL. Pemberian hidrokortison jangka panjang (6 mg/kgbb/hari

selama 7 hari) telah dilaporkan pada pasien dewasa, namun pada

anak masih menjadi kontroversi. Penelitian berupa pemberian

hidrokortison intermiten dengan dosis 3 mg/kgbb/hari selama 7

hari pada bayi dengan syok septik resisten katekolamin

didapatkan bahwa kebutuhan pemberian terapi dopamin dapat

dikurangi, namun tidak memperbaiki angka mortalitas. Penelitian

multisenter di Eropa oleh CORTICUS (Corticosteroid Therapy of

Septic Shock) pada 499 pasien dengan syok septik,

membandingkan kelompok yang diberikan terapi hidrokortison

dosis rendah dan kelompok dengan plasebo selama 5 hari. Dari

penelitian ini didapatkan tidak ada perbedaan mortalitas di antara

kedua kelompok.4, 38

Penggunaan steroid juga berpotensi terhadap kejadian

kandidiasis diseminata.23 Kortikosteroid dapat bermanfaat pada

stadium awal dari sepsis. Sebagai alternatif bila tidak tersedia

hidrokortison maka dapat diberikan metilprednisolon 30

mg/kgbb/dosis intravena atau deksametason 3 mg/kgbb/dosis

Page 21: bahan shock.docx

intravena. Pemberiannya dapat diulang 4 jam kemudian, namun

bila tidak memberikan respon maka pemberiannya

dihentikan.39 Namun demikian, masih diperlukan penelitian lebih

lanjut mengenai efikasi terapi kortikosteroid pada sepsis di

populasi pediatrik.1, 40

Anak dengan syok resisten katekolamin dapat memberikan

tampilan klinis curah jantung rendah/resistensi vaskuler sistemik

tinggi, curah jantung tinggi/resistensi vaskuler sistemik rendah,

atau curah jantung rendah dengan resistensi vaskuler sistemik

rendah. Oleh karena itu, pemantauan hemodinamik dapat

dilakukan dengan pemasangan kateter vena sentral, serta

monitoring kontinu tekanan arterial. Dilakukan pemantauan CVP

dengan target mencapai MAP-CVP dan ScvO2 > 70%. Untuk

mempertahankan saturasi tersebut juga dilakukan dengan

mempertahankan kadar Hb > 10 g/dL. Saturasi vena sentral

(ScvO2) akan memberikan informasi keseimbangan antara

kebutuhan dan pemenuhan oksigenasi di jaringan,5, 11 yang

dilaporkan berhasil mengurangi mortalitas hingga 40%

dibandingkan pada pasien yang tidak dilakukan pemantauan

ScvO2. Flow ScvO2 juga bergunauntuk memperkirakan aliran darah

dari otak. Nilai > 40 mL/kgbb/menit berhubungan

dengan outcome neurologis yang lebih baik dan juga survival

pasien.23

Page 22: bahan shock.docx

Dengan pemasangan vena sentral, dapat dilakukan pemantauan

terhadap keberhasilan penatalaksanaan syok, khususnya pada

keadaan syok yang refrakter, yaitu karena titrasi cairan, inotropik,

dan vasopresor ataupun vasodilator dilakukan dengan

memerhatikan parameter-parameter di atas.23

4.1Cold shock dengan tekanan darah normal

Pada keadaan cold shock, dilakukan titrasi cairan dan pemberian

epinefrin, untuk mencapai ScvO2> 70%, dengan mempertahankan

kadar hemoglobin > 10 g/dL. Bila kadar ScvO2 masih di bawah

70%, kemungkinan didapatkan syok dengan Cardiac Index yang

rendah, tekanan darah normal, dengan resistensi vaskuler

sistemik yang tinggi. Hal ini serupa dengan anak yang mengalami

syok kardiogenik, yang dalam penatalaksanaannya bertujuan

untuk mengurangi afterload untuk memperbaiki aliran darah

dengan berkurangnya afterload ventrikel, sehingga akan dapat

meningkatkan pengosongan ventrikel. Oleh karena

itu, nitroprusside atau nitrogliserin menjadi vasodilator lini

pertama pada syok resisten epinefrin dengan tekanan darah

normal. Vasodilator diberikan dengan sebelumnya

dilakukan loading cairan terlebih dahulu.23 Nitrogliserin pada dosis

10-60 µg/menit dapat membantu

menurunkan afterload.5 Vasodilator yang termasuk di dalamnya

yaitu Milrinone, yang pemberiannya dipertimbangkan bila masih

didapatkan curah jantung yang rendah.23 Milrinone (Primacor®)

Page 23: bahan shock.docx

diberikan dengan dosis 50 mcg/kg i.v. bolus selama 15 menit,

dilanjutkan dengan infus kontinu 0,5 – 0,75 mcg/kgbb/menit dan

dititrasi hingga tercapai efek yang diinginkan.41

4.2 Cold shock dengan tekanan darah rendah

Pada keadaan ini didapatkan syok dengan Cardiac Index yang

rendah, tekanan darah yang rendah, serta resistensi vaskuler

perifer yangrendah pula. Untuk penatalaksanaan selanjutnya

yaitu dilakukan titrasi cairan dan epinefrin untuk meningkatkan

tekanan darah diastolik dan meningkatkan resistensi vaskuler

perifer. Bila tekanan darah yang adekuat sudah tercapai, maka

untuk memperbaiki Cardiac Index dan mencapai ScvO2 > 70%

dapat diberikan dobutamin, selain itu kadar Hb juga

dipertahankan > 10 g/dL. Bila pasien masih hipotensi,

pertimbangkan pemberian norepinefrin. Bila ScvO2 masih di

bawah 70%, pertimbangkan pemberian dobutamin, milrinone,

enoximone, atau levosimendan.23 Levosimendan bekerja dengan

cara meningkatkan sensitivitas kalsium dari aparatus kontraktil

miokardium, juga berfungsi seperti halnya type III PDE inhibitor-

activity lain. Enoximone juga merupakan type III PDE

inhibitor yang lebih selektif dan menjaga cadangan c-AMP yang

diproduksi β-1 aktivator reseptor sel miokardium, sehingga dapat

memperbaiki performa jantung dengan lebih sedikit efek

hipotensi.42

4.3Warm shock dengan tekanan darah rendah

Page 24: bahan shock.docx

Pada keadaan ini didapatkan syok dengan Cardiax Index tinggi,

dan resistensi perifer yang rendah. Maka penatalaksanaan

selanjutnya yaitu dengan pemberian titrasi cairan dan

norepinefrin, untuk mempertahankan ScvO2 > 70%. Bila masih

didapatkan hipotensi, pertimbangkan vasopresin, terlipresin, atau

angiotensin untuk memperbaiki tekanan darah; namun perlu

diperhatikan pula bahwa obat-obat vasokonstriktor di atas dapat

menyebabkan berkurangnya curah jantung, sehingga dalam

penggunaan obat tersebut direkomendasikan dengan

pemantauan curah jantung dan ScvO2. Bila ScvO2 masih di bawah

70% pertimbangkan untuk pemberian epinefrin dosis

rendah.23 Vasopresin (Vasopressin®, Pitressin®) diberikan dalam

infus kontinu  mulai dari 0.5 mili-unit/kgbb/jam, dosis dinaikkan

tiap 30 menit sesuai kebutuhan hingga maksimal 10

mili-unit/kgbb/jam (0.01 U/kgbb/jam).41

4.4       Syok resisten katekolamin yang persisten

Bila pasien masih belum responsif dengan terapi yang diberikan

di atas, maka dikatakan sebagai syok resisten katekolamin yang

persisten. Untuk itu perlu disingkirkan dan diperbaiki berbagai

keadaan yang berkontribusi terhadap syok refrakter terapi cairan

dan katekolamin, di antaranya yaitu adanya efusi perikardial,

pneumotoraks, peningkatan tekanan intraabdomen lebih dari 12

mmHg. Pertimbangkan pula kemungkinan adanya perdarahan,

keadaan imunosupresi, ketidaksesuaian kontrol pengendalian

Page 25: bahan shock.docx

infeksi (misalnya jenis dan dosis antibiotik yang diberikan belum

memadai). Pada saat ini, dipertimbangkan untuk memandu titrasi

cairan, inotropik, vasopresor, vasodilator dan terapi hormonal

dengan pemasangan akses arteri pulmonalis, PICCO (pulse

contour cardiac output), atau Femoral Arterial Thermodilution 

(FATD) Cathether, dan atau ultrasonografi doppler untuk

memantau curah jantung. Kateter arteri pulmonalis dapat

mengukur tekanan penutupan arteri pulmonaris sehingga dapat

mengidentifikasi disfungsi ventrikel kiri, serta dapat digunakan

untuk menentukan kontribusi relatif fungsi ventrikel kanan dan

kiri. PICCO berguna untuk memperkirakan volume akhir diastolik

keseluruhan ruang jantung serta mengukur cairan paru

ekstravaskuler, sehingga dapat membantu penilaian

apakah preload sudah adekuat atau belum. Monitoring non-invasif

seperti penggunaan pulse oxymetri, saturasi oksigen vena per-

kutan, dan lainnya masih dalam tahap evaluasi. Tujuan terapi

pada saat ini yaitu mencapai dan mempertahankan Cardiac

Index  3.3 – 6 L/menit/m2.23

Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) merupakan

salah satu alternatif terapi yang perlu dipertimbangkan, telah

dilakukan secara terbatas pada syok yang refrakter dan atau

keadaan gagal nafas yang tidak bisa ditangani dengan terapi

konvensional. ECMO telah dilakukan pada pasien dengan syok

septik, namun pengaruhnya sendiri masih belum jelas. Penelitian

yang menganalisis 12 pasien sepsis dengan ECMO, 8 orang di

Page 26: bahan shock.docx

antaranya bertahan hidup dan padafollow up rentang 4 bulan

hingga 4 tahun, didapatkan bahwa rata-rata setelah 1 tahun

mereka dapat menjalani kehidupan dengan normal.1

4.5       Monitoring hemodinamik dan pencapaian target-

target terapeutik

Tujuan akhir resusitasi syok septik yaitu tercapainya normalisasi

denyut jantung, waktu pengisian kapiler < 2 detik, ekstremitas

yang hangat, produksi urin yang cukup

(> 1mL/kgbb/jam), skala kesadaran yang normal, serta kadar

glukosa dan kalsium yang normal. Tujuan akhir lainnya yang juga

digunakan pada populasi dewasa yaitu berkurangnya kadar laktat

serum serta defisit basa, ScvO2 > 70% atau SvO2 > 65%, CVP 8-12

mmHg atau dengan metode lainnya untuk menilai fungsi

pengisian jantung, yaitu mencapai dan mempertahankan Cardiac

Index  3,3 – 6 L/menit/m2.23 Target pencapaian ScvO2 > 70%,

didukung pula dengan transfusi PRC bila hematokrit kurang dari

30%, maupun dengan pemberian inotropik. Untuk pemberian

transfusi, sebuah penelitian multisenter terandomisasi

mendapatkan bahwa batas ambang transfusi Hb 7 g/dL

dibandingkan dengan ambang batas Hb 9,5 g/dL, ternyata

memberikan outcome yang sama. Namun, dalam rangka

memperbaiki penghantaran oksigen ke jaringan, Hb

dipertahankan di atas 10 g/dL. 1, 23

Page 27: bahan shock.docx

Target-target di atas diharapkan tercapai dalam 6 jam sejak

pasien masuk unit gawat darurat maupun pada tempat

perawatan intensif, ternyata berhasil menurunkan morbiditas dan

mortalitas akibat sepsis, sepsis berat, dan syok septik.5, 8, 35

Implementasi EGDT di Rumah Sakit

EGDT merepresentasikan penatalaksanaan kegawatdaruratan

yang terbukti memperbaiki prognosis pasien dengan sepsis berat

dan syok septik. Namun pelaksanaannya kadang masih belum

sesuai dengan protokol yang ada, dengan latar belakang

bervariasi.43  Pada saat ini, berbagai kendala yang ditemukan

dalam implementasi EGDT yaitu kurangnya pemahaman tentang

patofisiologi sepsis, teori yang mendasari EGDT, serta kurangnya

keterampilan maupun penguasaan prosedur medis dan teknis

yang dilakukan dalam penanganan pasien dengan sepsis berat

dan syok septik.15 Selain itu, model rumah sakit, sarana serta

prasarana yang ada juga berperan terhadap keberhasilan

implementasi EGDT. Agar implementasinya konsisten dan

terorganisir, diperlukan suatu model protokol yang disesuaikan

dengan sumber daya manusia, sarana dan prasarana penunjang

di rumah sakit tersebut. Implementasinya di rumah sakit

dikatakan dapat mereduksi biaya-biaya hingga 23,4%. Efektivitas

biaya ini dapat tercapai bila EGDT dilakukan mulai di unit gawat

darurat atau ruang perawatan intensif dengan respon tim yang

cepat.43

Page 28: bahan shock.docx

Untuk implementasi EGDT secara optimal, maka diperlukan

dukungan mutlak institusi dalam hal penyediaan sarana dan

prasarana. Klinisi juga diharapkan meningkatkan keterampilan

dalam prosedur tindakan yang diperlukan dalam implementasi

EGDT.

Page 29: bahan shock.docx

Penatalaksanaan Syok Kardiogenik

Syok Kardiogenik( Penatalaksanaan Syok Kardiogenik )

Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan.

KardioVentrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung untuk berkontraksi. Tujuan utama pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.Etiologi Syok Kardiogenik1. Gangguan kontraktilitas miokardium.2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi iskemik.3. Infark miokard akut ( AMI),

Page 30: bahan shock.docx

4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil.5. Valvular stenosis.6. Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).7. Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya ).8. Acute mitral regurgitation.9. Valvular heart disease.10. Hypertrophic obstructive cardiomyopathy.Patofisiologi Syok KardiogenikTanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan.Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab.Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai

Page 31: bahan shock.docx

pompa yang efektif.Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:A. Keluhan Utama Syok Kardiogenik1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).3. Nyeri substernal seperti IMA.B. Tanda Penting Syok Kardiogenik1. Tensi turun < 80-90 mmHg.2. Takipneu dan dalam.3. Takikardi.4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.7. Sianosis.8. Diaforesis (mandi keringat).9. Ekstremitas dingin.10. Perubahan mental.Komplikasi Syok Kardiogenik1. Cardiopulmonary arrest2. Disritmi3. Gagal multisistem organ4. Stroke5. TromboemboliPenatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik :1.      Patikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.2.      Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg3.      Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin.4.      Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan

Page 32: bahan shock.docx

asam basa yang terjadi.5.      Bila mungkin pasang CVP.6.      Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.Medikamentosa :1. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.2. Anti ansietas, bila cemas.3. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.4. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.5. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat.Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.6. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.7. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m.8. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan  oksigenasi jaringan.9. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.Obat alternatif:Menurut Dean AJ, Beaver KM (2007):1. Emergent therapyTerapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik pasien dengan oksigen, pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses intravena. Diperlukan usaha untuk memaksimalkan fungsi ventrikel kiri.2. Volume expansionJika tidak ada tanda volume overload atau edema paru, volume expansion dengan 100mL bolus dari normal saline setiap 3 menit sebaiknya dicoba; hingga, baik perfusi yang cukup maupun terjadi kongesti paru. Pasien dengan infark ventrikel kanan memerlukan peningkatan tekanan untuk mempertahankan atau menjaga kardiak output.

Page 33: bahan shock.docx

3. Inotropic supporta.  Pasien dengan hipotensi ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg) dan kongesti pulmoner, untuk hasil terbaik dirawat dengan dobutamine (2,5 mikrogram/kg berat badan/menit, pada interval 10 menit). Dobutamine menyediakan dukungan inotropik saat permintaan oksigen miokardium meningkat secara minimal.b. Pasien dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik kurang dari 75-80 mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine.Pada dosis lebih besar dari 5,0 mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi alfa-adrenergik secara bertahap meningkat, menyebabkan vasokonstriksi perifer.Pada dosis lebih besar dari 20 mikrogram/kg berat badan/menit, dopamine meningkatkan ventricular irritability tanpa keuntungan tambahan.c. Kombinasi dopamine dan dobutamine merupakan strategi terapeutik yang efektif untuk syok kardiogenik, meminimalkan berbagai efek samping dopamine dosis tinggi yang tidak diinginkan dan menyediakan bantuan/dukungan inotropik.d. Jika dukungan tambahan untuk tekanan darah diperlukan, maka dapat dicoba norepinephrine, yang berefek alfa-adrenergik yang lebih kuat. Dosis awal : 0,5-1 mikrogram/menit.4. Terapi reperfusiReperfusi miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan infark miokard akut dan syok kardiogenik.KesimpulanBerhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.

Page 34: bahan shock.docx