Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAHASA INDONESIA UNTUK PENULISAN KARYA ILMIAH
Susandi, M.Pd.
PRAKATA
Bahasa pada dasarnya merupakan alat komunikasi yang akurat bagi kehidupan
umat manusia. Sebagai alat komunikasi, bahasa digunakan untuk mengomunikasikan
berbagai hal, baik yang dirasakan, dipikirkan, dialami, maupun diangankan oleh
seseorang. Agar berbagai hal hal yang dikomunikasikan itu dapat diterima secara tepat
oleh orang lain, bahasa yang digunakan haruslah tepat, jelas, dan tidak menimbulkan
makna ganda.
Pemakai bahasa selain dituntut menguasai kaidah-kaidah pemakaian bahasa,
juga harus mampu menggunakan bahasa itu dalam praktik pemakaian. Dengan
demikian, kemampuan berbahasa tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan tentang
berbagai kaidah, tetapi yang lebih utama ditentukan oleh keterampilan atau
kemahiran di dalam penggunaannya. Buku ini diharapkan mampu berperan sebagai
pemandu menuju ke arah kemahiran berbahasa yang lebih baik bagi para penulis,
editor, sekretaris, karyawan kantor, siswa, mahasiswa, guru, dan peminat bahasa yang
lain.
Buku ini disajikan dalam bentuk beberapa bagian untuk mengurai identitas
bahasa Indonesia, pemakaian huruf dan penulisan kata, pemakaian tanda baca, diksi
(pilihan kata), kalimat, paragraf, pengembangan paragraf, tema/topik/judul, kerangka
karangan ilmiah, kutipan, dan penulisan daftar pustaka.
Terakhir penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dalam menyelesaikan buku ini. Kritik dan saran pembaca sangat
diharapkan guna kesempurnaan buku ini. Mudah-mudahan, selain dapat menambah
sarana penyebaran informasi kebahasaan yang telah ada, buku ini juga dapat
memperluas cakrawala kebahasaan pemakai bahasa Indonesia.
Malang, Desember 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................. iii
BAB I IDENTITAS BAHASA INDONESIA.................................. 1
1. Sejarah Bahasa Indonesia ........................................ 1
2. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia .................. 5
3. Perkembangan Bahasa Indonesia............................ 9
4. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia................ 13
5. Ragam Bahasa.......................................................... 14
6. Bahasa yang Baik dan Benar .................................... 16
BAB II PEMAKAIAN HURUF DAN PENULISAN KATA............... 18
1. Pemakaian Huruf ..................................................... 18
2. Penulisan Kata.......................................................... 37
BAB III PEMAKAIAN TANDA BACA........................................... 62
1. Tanda Baca Titik (.)................................................... 62
2. Tanda Baca Koma (,) ................................................ 66
3. Tanda Baca Titik Koma (;)........................................ 71
4. Tanda Baca Titik Dua (:) .......................................... 73
5. Tanda Baca Hubung (-)............................................ 74
6. Tanda Baca Pisah (—).............................................. 76
7. Tanda Baca Tanya (?) ............................................... 78
8. Tanda Baca Seru (!) .................................................. 78
9. Tanda Baca Elipsis (…) ............................................. 78 10.Tanda Baca Petik (“ ”) ............................................. 79
11.Tanda Baca Petik Tunggal (‘ ’) ................................ 81
12.Tanda Baca Kurung (( ))........................................... 82
13. Tanda Baca Siku ([ ])............................................... 83
14. Tanda Baca Garis Miring (/) .................................... 84
15. Tanda Baca Apostrof (‘)........................................... 85
BAB IV DIKSI (PILIHAN KATA) ................................................... 86
1. Pengertian Diksi ....................................................... 86
2. Makna Kata .............................................................. 87
3. Syarat Ketepatan Diksi ............................................. 88
4. Gaya Bahasa dan Idiom............................................ 95
5. Jargon dan Kata Slang .............................................. 111
6. Kata Kajian dan Kata-kata Popular........................... 112
BAB V KALIMAT ....................................................................... 114
1. Pengertian Kalimat................................................... 114
2. Struktur Dasar Kalimat............................................. 114
3. Jenis Kalimat dan Fungsinya .................................... 117
4. Syarat-syarat Pembentukan Kalimat Efektif ............ 132
5. Sebab-sebab Kalimat Tidak Efektif .......................... 144
6. Contoh-contoh Kalimat Efektif ................................ 149
BAB VI PARAGRAF .................................................................... 150
1. Pengertian Paragraf ................................................. 150
2. Struktur Paragraf ..................................................... 151
3. Syarat Pembentukan Paragraf ................................. 154 4. Pembagian Paragraf Menurut Jenisnya ................... 158
BAB VII PENGEMBANGAN PARAGRAF...................................... 175
1. Pengembangan Paragraf.......................................... 175 2. Syarat-syarat Pengembangan Paragraf ................... 181
3. Pola Pengembangan Paragraf.................................. 185
4. Pengembangan Paragraf Menurut Teknik
Pengembangannya .................................................. 192
BAB VIII TEMA/TOPIK/JUDUL .................................................... 197
1. Pengertian Tema, Topik, dan Judul.......................... 197
2. Pemilihan Topik, Pembatasan Topik, Pemilihan
Judul ............................................................................... 200
3. Contoh Tema, Topik, dan Judul Sebuah Karangan
Ilmiah.............................................................................. 205
4. Perumusan Judul...................................................... 206
5. Penyusunan Rumusan Masalah ............................... 207
6. Sistematika Penulisan:
a. Makalah ..................................................................... 207
b. Artikel ........................................................................ 210
BAB IX KERANGKA KARANGAN ............................................... 215
1. Pengertian Kerangka Karangan................................ 215
2. Manfaat Kerangka Karangan ........................................... 215
3. Metode Penyusunan Kerangka Karangan ....................... 217
4. Macam-macam Kerangka Karangan................................ 222
5. Syarat Kerangka Karangan yang Baik .............................. 223
6. Langkah-langkah Menyusun Kerangka Karangan............ 224
7. Contoh Kerangka Karangan ............................................. 226
BAB X PENULISAN KUTIPAN.................................................... 231 1. Pengertian Kutipan.................................................. 231
2. Fungsi Kutipan......................................................... 232
3. Jenis-jenis Kutipan................................................... 233
4. Prinsip-prinsip Mengutip......................................... 234
5. Cara-cara Mengutip................................................. 237
BAB XI PENULISAN DAFTAR PUSTAKA..................................... 245
1. Pengertian Daftar Pustaka ....................................... 245
2. Fungsi Daftar Pustaka .............................................. 245
3. Unsur-unsur Daftar Pustaka .................................... 246
4. Cara Menulis Daftar Pustaka/Rujukan..................... 247
5. Penyusunan Daftar Pustaka..................................... 247
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 254
[1]
IDENTITAS BAHASA INDONESIA
1. Sejarah Bahasa Indonesia
a. Bahasa Melayu
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu
merupakan sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua
franca (bahasa pergaulan) di nusantara. Arkeolog Harry Truman
Simanjuntak mengatakan bahwa bahasa Melayu dan ratusan bahasa
daerah lainnya di Nusantara sebenarnya berakar dari bahasa Austronesia
yang mulai muncul sekitar 6.000—10.000 tahun lalu.
Tentang penyebaran penutur, Robert Blust menyatakan bahwa
penutur bahasa Austronesia merupakan fenomena besar dalam sejarah
umat manusia. Hal ini disebabkan Austronesia merupakan suatu rumpun
bahasa terbesar di dunia meliputi 1.200 bahasa dan dituturkan oleh
hampir 300 juta populasi. Masih menurt Blust, asal leluhur penutur
Austronesia adalah Formosa (Taiwan).
Untuk pertama kalinya, istilah Bahasa Melayu disebutkan sekitar
683-686 M. Angka ini tercantum pada beberapa prasasti berbahasa
Melayu Kuna dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini sudah
menggunakan aksara Pallawa atas perintah raja Sriwijaya yang berjaya
pada abad ke-7 dan ke-8. Selain itu, Wangsa Syailendra juga
meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuna di Jawa Tengah. Berbagai
batu bertulis (prasasti) yang ditemukan itu seperti Prasasti Kedukan Bukit
tahun 683 di Palembang, Prasasti Talang Tuo tahun 684 di Palembang,
1
[2]
Prasasti Kota Kapur tahun 686 di Bangka Barat, dan Prasasti Karang Brahi
tahun 688 antara Jambi dan Sungai Musi.
Keempat prasasti yang ditemukan bertuliskan Pra-Nagari dan
bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Kuno. Hal ini memberi
petunjuk bahwa bahasa Melayu Kuno sudah dipakai sebagai alat
komunikasi pada zaman Sriwijaya. Prasasti-prasasti lain yang bertulis
dalam bahasa Melayu Kuno adalah Prasasti Gandasuli tahun 832 di Jawa
Tengah dan Prasasti Bogor tahun 942 di Kota Bogor. Kedua prasasti di
pulau Jawa ini semakin memperkuat dugaan bahwa bahasa Melayu Kuno
sudah dipakai di Pulau Jawa, tidak hanya di Pulau Sumatra.
Ahli bahasa tidak dapat menyimpulkan apakah bahasa Melayu
Klasik merupakan kelanjutan dari Melayu Kuna. Hal ini disebabkan
terputusnya bukti-bukti tertulis pada abad ke-9 hingga abad ke-13.
Catatan yang menggunakan berbahasa Melayu Klasik pertama berasal
dari Prasasti Trengganu pada tahun 1303. Bahasa Melayu Klasik ini lebih
berkembang seiring dengan perkembangan agama Islam dimulai dari
Aceh pada abad ke-14.
Bahasa Melayu memiliki dua bentuk, yaitu
1) Melayu Pasar
Melayu Pasar sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk
ini mudah dimengerti, memiliki toleransi kesalahan yang tinggi, dan
fleksibel dalam menyerap istilah dari bahasa lain.
2) Melayu Tinggi
Melayu Tinggi merupakan bentuk yang lebih resmi. Pada masa lalu
bentuk ini digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera,
Malaya, dan Jawa. Bentuk ini lebih sulit karena penggunaannya sangat
halus, penuh sindiran, agak sulit dimengerti disbanding Melayu Pasar,
tingkat toleransi kesalahan yang rendah, dan tidak ekspresif seperti
bahasa Melayu Pasar.
[3]
Pemerintah kolonial Belanda menganggap Melayu Pasar
mengancam keberadaan bahasa dan budaya Belanda. Oleh karena itu,
pemerintah kolonial Belanda berusaha meredam. Cara yang ditempuh
adalah dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi melalui
penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka.
Promosi ini agak berat dilakukan karena bahasa Melayu Pasar sudah
diambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.
b. Kelahiran Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia dianggap lahir atau diterima keberadaannya
pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menyebut sebagai bahasa
persatuan. Namun, secara resmi, bahasa Indonesia baru diakui
keberadaannya pada tanggal 18 Agustus 1945. Undang-Undang Dasar RI
1945 Pasal 36 menyebut bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi.
Meskipun bahasa Indonesia disebut bahasa persatuan dan bahasa
resmi, hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang benar-benar
menggunakannya sebagai bahasa ibu. Hal ini disebabkan masyarakat
Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing
dalam percakapan sehari-hari. Bahasa daerah, seperti bahasa Melayu
Pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dll. menjadi bahasa ibu dan bahasa
Indonesia menjadi bahasa kedua.
Bahasa Indonesia merupakan dialek baku dari bahasa Melayu
Melayu Riau. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara
dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah:
"jang dinamakan 'Bahasa Indonesia' jaitoe bahasa
Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari 'Melajoe Riaoe', akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di
[4]
seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia"
atau sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954
di Medan, Sumatra Utara, "... bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa
Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah “bahasa Melaju jang disesuaikan
dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia".
Pemerintah saat itu menyetujui pemilihan bahasa Indonesia yang
berasal dari bahasa Melayu tuturan Riau. Presiden Soekarno tidak
memilih bahasa Jawa yang merupakan bahasanya sendiri dan juga
bahasa mayoritas pada saat itu. Adapun pertimbangan pilihan bahasa
Melayu tuturan Riau sebagai berikut;
1. suku-suku lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku
Jawa jika menggunakan bahasa Melayu tuturan Jawa
2. bahasa Melayu Riau lebih mudah dipelajari dibanding bahasa Jawa.
Bahasa Jawa memiliki tingkatan bahasa (halus, biasa, dan kasar).
Tingkatan ini digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia,
derajat, ataupun pangkat dan kesan negatif sering muncul jika
pemakai bahasa Jawa kurang memahami budaya Jawa
3. suku Melayu berasal dari Riau. Sultan Malaka yang terakhir juga lari
ke Riau setelah Malaka direbut oleh Portugis. Selain itu, bahasa
Melayu Riau paling sedikit terpengaruh bahasa Cina Hokkien, Tio Ciu,
Ke, ataupun dari bahasa lainnya
4. menumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara
tetangga, seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura yang juga
menggunakan bahasa Melayu dan nasibnya sama dengan Indonesia,
yaitu dijajah Inggris
[5]
5. para pejuang kemerdekaan diharapkan bersatu lagi dengan tujuan
persatuan dan kebangsaan.
2. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia
a. Usaha Penyempurnaan Ejaan
Ejaan mengatur tentang penggunaan tanda baca meliputi tanda
titik (.), (tanda koma (,), tanda titik koma (;), tanda titik dua (:), tanda
kurung (), tanda siku […], tanda petik (“), tanda apostrof (‘), tanda seru
(!), tanda tanya (?), tanda hubung (-), tanda pisah (—), tanda miring (/),
hingga tanda elispsis (…). Selain itu, ejaan juga mengatur penggunaan
huruf kapital, huruf miring, dan huruf tebal. Aturan-aturan ini bertujuan
untuk kegiatan penyeragaman sehingga mudah dipahami oleh pembaca.
Bayangkan saja kalau tiap orang membuat aturan sendiri, tentu banyak
sekali ragam yang akan muncul. Hal ini akan membuat kesulitan dalam
pemahaman isi bacaan.
Ejaan-ejaan bahasa Indonesia mengalami beberapa usaha untuk
penyempurnaan. Perkembangan ejaan ini diawali dari cikal bakal ejaan
bahasa Indonesia yang berasal dari Kitab Logat Melayu, yaitu ejaan van
Ophuijsen hingga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
1) Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Van
Ophuijsen merupakan tokoh yang telah merancang ejaan ini. Van
Ophuijsen tidak sendirian, ia dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan
Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Usaha ini tidaklah sia-
sia karena ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini,
yaitu
a) huruf j, misalnya jang, pajah, sajang, dsb.
b) huruf oe, misalkan goeroe, itoe, oemoer, dsb.
[6]
c) tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, misalkan
ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dinamai’, dsb.
2) Ejaan Soewandi
Ejaan ini dipilih pemerintah Indonesia di masa-masa awal
kemerdekaan untuk menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Ejaan ini resmi
menggantikan ejaan Van Ophuijsen pada tanggal 19 Maret 1947. Karena
berdekatan dengan proklamasi, ejaan ini disebut Ejaan Republik.
Penamaan ini sekaligus menunjukkan semangat kemerdekaan yang baru
berumur hamper dua tahun. Ciri-ciri ejaan ini yaitu
a) huruf oe diganti dengan u, misalkan guru, itu, umur, dsb.
b) bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, misalkan tak,
pak, rakjat, dsb.
c) kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, misalkan kanak2, ber-
jalan2, ke-barat2-an
d) awalan di- dan kata depan di ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya, misalkan dipasar, dipukul, dibaca.
3) Ejaan Melindo
Melindo merupakan kepanjangan dari Melayu—Indonesia. Ejaan
Melindo ini dikenal pada akhir tahun 1959. Peresmian ejaan ini batal
karena faktor perkembangan politik pada tahun-tahun berikutnya. Ejaan
dengan nama Melayu—Indonesia ini tentu tidak hanya berkaitan dengan
Republik Indonesia, melainkan juga dengan negeri tetangga kawasan
Melayu, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam.
4) Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan bahasa Indonesia yang hingga kini masih berlaku adalah
ejaan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Lebih dari 30 tahun ejaan ini
dipertahankan. Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16
[7]
Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia, yaitu almarhum Presiden
Soeharto. Peresmian ini dikuatkan dengan Putusan Presiden No. 57
Tahun 1972.
b. Perbendaharaan Kata
Perbendaharan kata dalam bahasa Indonesia mengalami
pertambahan. Pertambahan perbendaraan ini terjadi melalui
1) pembentukan kata yang menggunakan imbuhan-imbuhan baru,
misalkan
(a) tuna- (Jawa) pada kata tunawisma, tunarungu
(b) pramu- (Kawi) pada kata pramusaji, pramuniaga, pramugari
(c) wira- (Sansekerta) pada kata wirusaha, purnawirawan
(d) nara- (Kawi) pada kata narasumber, narapidana
(e) swa- (Sansekerta) pada kata swadaya, swasembada
(f) bilangan Sansekerta, seperti eka, dwi, tri, catur, panca
(g) demikian juga imbuhan purna-, graha-, wism-a, tan-. nir-
2) adopsi, yaitu pengambilan kata apa adanya dari bahasa asing,
misalkan supermarket, hamburger
3) adaptasi, yaitu penyesuaian bunyi/ejaan, misalkan universitas
(university), organisasi (organization)
4) penerjemahan, misalkan tumpang tindih (overlap), percepatan
(acceleration), uji coba (try out)
5) akronim, yaitu singkatan yang merupakan hasil penyingkatan
beberapa kata, misal pimpro (pimpinan produksi), sidak (inspeksi
mendadak).
Pertambahan kata berhubungan erat dengan hubungan
kebudayaan Indonesia dengan dunia luar. Berdasarkan masanya,
pertambahan perbendaraan kata dapat dilihat dari pengaruh empat
masa berikut:
[8]
1) Hindu (antara abad ke-6 sampai 15 M), misalkan samudra, suami, istri,
raja, putra, pura, kepala, mantra, cinta, kaca (Sanskerta Indo-Eropa)
2) Islam (dimulai dari abad ke-13 M, misalkan masjid, kalbu, kitab, kursi,
doa, khusus, maaf, selamat, kertas (Arab, Persia)
3) Kolonial, misalkan gereja, sepatu, sabun, meja, jendela (Portugis) dan
asbak, kantor, polisi, kualitas (Belanda)
4) Pasca-Kolonialisasi (Kemerdekaan dan seterusnya)
5) Modernisme, misalkan konsumen, komputer, email (Inggris),
dasawarsa, lokakarya, tunasusila (Sansekerta).
Selain itu, bahasa Indonesia juga menyerap dari bahasa Cina, misalkan
pisau, tauge, tahu, loteng, teko, cukong.
Bahasa Indonesia bersifat terbuka. Hal ini berarti bahwa bahasa
Indonesia sangat terbuka menyerap kata-kata dari bahasa lainnya.
Berdasarkan data Pusat Bahasa tahun 1996, berikut ini data asal bahasa
dan jumlah kata yang telah diserap bahasa Indonesia.
Asal Bahasa Jumlah Kata
Arab 1.495 kata
Belanda 3.280 kata
Cina 290 kata
Hindi 7 kata
Inggris 1.610 kata
Parsi 63 kata
Portugis 131 kata
Sanskerta-Jawa Kuna 677 kata
Tamil 83 kata
[9]
Data asal bahasa dan jumlah kata yang diserap bahasa Indonesia
Data di atas diambil pada tahun 1996, artinya diambil lebih dari
sepuluh tahun yang lalu. Belum ada data yang menyatakan bahwa
bahasa Indonesia mengalami pertambahan kata dengan jumlah
tertentu selama rentang waktu 10 tahun, 20 tahun, dsb. Namun
berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya
perbendaharaan kata dalam bahasa Indonesia sedikit jika dibandingkan
dengan bahasa Inggris.
3. Perkembangan Bahasa
Cikal bakal ejaan bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu
yang ditetapkan pada tahun 1901. Pada tahun inilah Ch. A. van Ophuijsen
membuat ejaan resmi bahasa Melayu yang dimuat dalam Kitab Logat
Melayu. Sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama
Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat) didirikan
pemerintah pada tahun 1908. badan penerbit ini berubah menjadi Balai
Pustaka pada tahun 1917.
Balai Pustaka ini menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya
dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, dll. Penerbitan buku-buku ini banyak membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas. Penerbit Balai
Pustaka ini akhirnya dikenal sebagai angkatan Balai Pustaka dalam
sejarah sastra Indonesia.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda dari beberapa daerah,
seperti Sumatra, Jawa, Sulawesi, dll. berkumpul. Peristiwa ini dikenal
dengan Sumpah Pemuda. Salah satu butir dalam Sumpah Pemuda sangat
penting dalam perkembangan bahasa Indonesia. Pada saat inilah bahasa
Indonesia dianggap sebagai bahasa persatuan.
[10]
Sebuah angkatan sastrawan muda yang dipelopori oleh Sutan
Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane, Armijn Pane, dll. berusaha melawan
kebijakan yang dibuat oleh badan penerbit yang sudah ada, yaitu Balai
Pustaka. Kelompok sastrawan ini dikenal dengan nama Pujangga Baru.
Nama Pujangga Baru berasal dari nama sebuah majalah yang terbit pada
tahun 1933.
Kongres Bahasa Indonesia I dilakukan di Solo pada 25-28 Juni 1938.
Hasil kongres ini secara umum menyimpulkan bahwa usaha pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia dilakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Beberapa keputusan
kongres ini antara lain;
1) setuju mengambil kata-kata asing untuk ilmu pengetahuan yang di
ambil dari perbendaharaan umum.
2) perlu menyusun tata bahasa Indonesia yang baru
3) ejaan yang digunakan ialah ejaan van Ophujsen
4) wartawan sebaiknya berupaya mencari jalan-jalan untuk
memperbaiki bahasa di dalam persuratkabaran.
5) bahasa Indonesia supaya dipakai dalam segala badan perwakilan
6) istilah-istilah internasional diajarkan di sekolah
7) bahasa Indonesia hendaklah digunakan sebagai bahasa hokum dan
sebagai pertukaran pikiran di dalam ddewan-dewan perwakilan
8) perlu didirikan sebuah lembaga dan sebuah fakultas untuk
mempelajari bahasa Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia juga menetapkan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam Undang-
Undang Dasar RI 1945 Pasal 36. Undang-Undang Dasar 1945 ini
ditandatangani sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya
tanggal 18 Agustus 1945 .
[11]
Ejaan bahasa Melayu buatan van Ophuijsen pada tahun 1901
sudah tidak dipakai dalam kaidah bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan
pada tanggal 19 Maret 1947 telah diresmikan penggunaan Ejaan Republik
(Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen. Jadi, ejaan van
Ophuijsen sudah berlaku selama 46 tahun sebelum diganti Ejaan
Republik.
Pada tahun 1953 Kamus Bahasa Indonesia yang pertama
diterbitkan. Kamus ini dibuat oleh Poerwadarminto. Dalam kamus itu
tercatat jumlah lema (kata) dalam bahasa Indonesia mencapai 23.000.
Kongres Bahasa Indonesia II dilaksanakan pada 28 Oktober s.d. 2
November 1954 di Medan. Hasil kongres mengamanatkan untuk terus-
menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai
bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
Ejaan Republik yang dikenal juga sebagai Ejaan Soewandi diganti
dengan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui
pidato kenegaraan H. M. Soeharto selaku Presiden Republik Indonesia di
hadapan sidang DPR pada tanggal 16 Agustus 1972. Selain itu, peresmian
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dikuatkan pula dengan Keputusan
Presiden No. 57 tahun 1972.
Pada tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 31 Agustus 1972,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pada tahun 1976 Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa
Indonesia dan terdapat 1.000 kata baru. Artinya, dalam waktu 23 tahun
hanya terdapat 1.000 penambahan kata baru.
Kongres Bahasa Indonesia III diselenggarakan di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978. Kongres ini bersamaan dengan
[12]
50 tahun Sumpah Pemuda. Selain memperlihatkan kemajuan,
pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia, hasil kongres ini
juga memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
Kongres bahasa Indonesia IV diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Kongres Bahasa
Indonesia IV dilaksanakan di Jakarta pada 21—26 November 1983. Hasil
kongres menyebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia harus lebih ditingkatkan. Semua warga negara Indonesia agar
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Kongres Bahasa Indonesia V dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus
pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara dan peserta tamu dari
negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,
Jerman, dan Australia. Kongres ini dilakukan di Jakarta pada 28 Oktober
s.d. 3 November 1988. Kongres ini juga mempersembahkan karya besar
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa berupa Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Kamus pada
tahun ini mengalami loncatan yang luar biasa. Dari 24.000 kata telah
berkembang menjadi 62.000. Selain itu, setelah bekerja sama dengan
Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, bahasa Indonesia memiliki 340.000
istilah di berbagai bidang ilmu. Hingga kini Pusat Bahasa berhasil
menambah 250.000 kata baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata
di berbagai bidang ilmu. Sementara kata umum telah berjumlah 78.000.
Kongres Bahasa Indonesia VI dilaksanakan pada 28 Oktober s.d. 2
November 1993. Kongres ini pun tetap dilaksanakan di ibukota, Jakarta
dan belum pernah dilaksanakan di daerah-daerah yang lain. Peserta
kongres ini sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta
tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman,
Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan
[13]
Amerika Serikat. Hasil kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa statusnya ditingkatkan menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia. Selain itu, juga mengusulkan agar Undang-Undang Bahasa
Indonesia disusun.
Kongres Bahasa Indonesia VII dilaksanakan 26-30 Oktober 1998
masih di Jakarta. Hasil kongres mengusulkan agar dibentuk Badan
Pertimbangan Bahasa. Badan ini memiliki anggota dari tokoh masyarakat
dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
Tugas badan ini memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status
kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
4. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia
Kedudukan bahasa Indonesia sangat jelas tertuang dalam Sumpah
Pemuda dan Undang-Undang Dasar 1945. Sumpah Pemuda 1928 berisi
pengakuan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa nasional. Undang-
undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara
ialah Bahasa Indonesia”. Sumpah Pemuda 1928 dan Undang-Undang
Dasar 1945 memberikan dasar yang kuat dan resmi bagi pemakaian
bahasa Indonesia.
Melalui Undang-Undang 1945 bahasa Indonesia memiliki fungsi
politik bahasa nasional. Fungsi politik ini dapat digunakan sebagai
perencanaan serta pengembangan bahasa nasional, meliputi a) fungsi
dan kedudukan bahasa nasional dibandingkan dengan bahasa-bahasa
lain, b) penentuan ciri-ciri bahasa indonesia baku, c) tata cara pembakuan
dan pengembangan bahasa nasional, d) pengembangan pengajaran
bahasa nasional pada semua jenis dan tingkah lembaga pendidikan,
mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi.
[14]
Melalui fungsi politik di atas, bahasa Indonesia diharapkan menjadi
alat komunikasi antardaerah, antarbudaya, antargeografi dalam
kesatuan wilayah NKRI. Sifat multikulturalisme dengan derivasi
keberagaman menimbulkan perbedaan dalam penggunaan bahasa. Oleh
karena itu, sangat diperlukan pembakuan bahasa Indonesia yang
berfungsi sebagai alat pemersatu, berkarakteristik tertentu, berwibawa,
dan sebagai acuan bersama.
Fungsi pembakuan ini penting untuk mengawal pembakuan
bahasa Indonesia dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern yang secara tidak langsung memengaruhi perkembangan bahasa
Indonesia. Pertambahan kosakata baru muncul dari pengaruh bahasa
asing negara maju. Warga negara Indonesia diharapkan tidak bergantung
sepenuhnya pada bahasa-bahasa asing. Oleh karena itu, siapa lagi yang
akan menjaga bahasa Indonesia kalau bukan warga negara Indonesia
sendiri.
5. Ragam Bahasa
Keanekaragaman penduduk Indonesia dengan berbagai bahasa,
daerah, dan budaya menumbuhkan banyak varian pemakaian bahasa.
Varian bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai yang berasal dari
daerah tertentu/kelompok sosial/waktu kurun tertentu disebut dialek.
Berdasarkan pengertian dialek diatas, dialek dapat dibedakan
menjadi 4 (empat), yaitu a) dialek regional, ragam bahasa yang digunakan
di daerah tertentu sehingga membedakan dengan ragam bahasa yang
dipakai di daerah lain, misalnya bahasa Melayu dialek Ambon, dialek
Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan, b) dialek sosial, yaitu
dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang
menandai tingkat masyarakat tertentu, misalnya dialek wanita dan dialek
remaja, c) dialek temporal, yaitu dialek yang
[15]
digunakan pada kurun waktu tertentu, misalkan contohnya dialek
Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah, d) idiolek,
yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang.
Meskipun bahasa yang dipakai bahasa Indonesia, tentu tiap
individu memiliki dikotomi Ferdinand Saussure, yaitu kompetensi dan
performansi, yang berbeda. Kompetensi kebahasaan tiap individu
berbeda. Karena perbedaan kompetensi ini tiap individu tentu memiliki
performansi tata bahasa yang berbeda. Hal ini juga berlaku pada
pembentukan artikulator tiap indvidu yang memengaruhi pelafalan
dalam berbicara. Begitu juga dengan jumlah perbendaharaan kata tiap
individu yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan kata (diksi) baik
dalam menulis maupun berbicara.
Secara umum, ragam bahasa dapat dikotomikan menjadi dua,
yaitu ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan meliputi ragam
percakapan, ragam pidato, ragam kuliah, dan ragam panggung,
sedangkan ragam tulis meliputi ragam teknis, ragam undang-undang,
ragam catatan, dan ragam surat-menyurat.
Secara khusus, ragam bahasa lisan memiliki ragam ragam beku dan
ragam baku. Ragam beku digunakan dalam teks-teks yang bersifat
kesejarahan, misalnya teks Proklamasi, Piagam Jakarta, Sumpah Pemuda,
Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945. Tulisan-tulisan dalam teks
kesejarahan ini jika dikoreksi dengan kaidah bahasa yang berlaku
sekarang tentu banyak sekali kesalahan. Namun teks-teks tersebut tetap
dibenarkan karena sudah menjadi naskah sejarah sehingga disebut
ragam beku. Ragam baku digunakan dalam situasi resmi, misalnya dalam
naskah teks pidato kenegaraan, teks pidato pemerintahan pusat maupun
daerah, dialog antarpresiden, dll.
Ragam bahasa lisan dapat dipilah menjadi empat, yaitu ragam
beku baku/formal, ragam semiformal, dan ragam santai. Ragam beku
[16]
digunakan dalam khutbah Jum’at, naskah kesejarahan, dll. Ragam formal
digunakan dalam situasi formal, misalnya pidato kenegaraan, pidato
kepala pemerintahan, sambutan resmi, dll. Ragam semiformal digunakan
dalam situasi yang semiformal. Situasi ini misalkan dapat ditemukan
dalam pengajaran yang menuntut aksi-reaksi dosen/guru dengan
mahasiswa/siswa. Dalam situasi pengajaran seperti ini dosen/guru
kurang tepat jika menggunakan ragam bahasa baku. Ragam santai
merupakan ragam yang digunakan antarteman/saudara dalam situasi
yang santai, tidak dalam situasi yang formal.
6. Bahasa yang Baik dan Benar
Seringkali kita mendengar bahwa pemakaian bahasa Indonesia
harus baik dan benar. Definisi baik dan benar memiliki tekanan unsur
tertentu. Berikut ini akan dijelaskan bagaimana penggunaan bahasa yang
baik dan benar.
Misalnya seorang ibu rumah tangga hendak menawar tukang sayur
atau sopir taksi dengan memakai bahasa baku seperti berikut.
a) Bapak tukang sayur, berapa bapak menjual satu kilogram tomat
yang berwarna merah ini?
b) Apakah bapak sopir bersedia mengantar saya ke kabupaten?
Berapa ongkos yang harus saya bayar?
c) Pak, berapa satu kilogram tomat merah ini?
d) Ke kabupaten, berapa ongkosnya, Pak?
Pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan atau
yang dianggap baku seperti kalimat (1) dan (2) disebut pemakaian bahasa
yang benar. Contoh kalimat (1) dan (2) merupakan pemakaian bahasa
yang baku, tetapi tidak baik dan tidak efektif dalam situasi
pemakaiannya.
[17]
Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan
penutur dan jenis pemakaian seperti kalimat (3) dan (4) disebut
pemakaian bahasa yang baik. Dengan situasi di atas, seorang ibu rumah
tangga dapat menggunakan alternatif pilihan bahasa yang lain seperti
kalimat (3) dan (4).
Anjuran berbahasa Indonesia tidak hanya terkait dengan
kebenaran (standar baku), namun juga terkait dengan kebaikan. Jadi,
gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik menurut situasi
pemakaian dan benar menurut kaidah bahasa. Artinya, pemakaian ragam
bahasa harus serasi dengan sasarannya dan di samping itu mengikuti
kaidah bahasa yang benar. Ungkapan anjuran di atas mengacu pada
ragam bahasa yang sekaligus memenuhi syarat baik dan benar.
Warga negara Indonesia harus sadar sepenuhnya sebagai pemilik
sah bahasa Indonesia. Setiap warga Negara hendaknya menggunakan
bahasanya dengan benar dan baik. Sanggup untuk tetap menjaga kaidah-
kaidah bahasanya sendiri. Warga negara Indonesia harus tetap setia
menggunakan bahasa Indonesia di saat besarnya interfensi bahasa asing,
terutama Inggris. Siapa lagi yang melestarikan bahasa Indonesia kalau
bukan warga negara Indonesia sendiri.
[18]
PEMAKAIAN HURUF DAN
PENULISAN KATA
1. Pemakaian Huruf
a. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas
huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di kolom ketiga.
Huruf
Nama Kapital Kecil
A A A
B B be
C C ce
D D de
E E E
F F ef
G G ge
H H ha
I I I
J J je
K K ka
L L el
M M em
N N en
2
[19]
O O O
P P pe
Q Q ki
R R er
S S es
T T te
U U U
V V ve
W W we
X X eks
Y Y ye
Z Z Zet
Tabel 1.1 Huruf Abjad
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri
atas huruf a, e, i, o, dan u.
Huruf
Vokal
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
a api Padi lusa
e* enak Petak sore
emas Kena tipe
i Itu Simpan murni
o oleh Kota radio
u ulang Bumi ibu
Tabel 1.2 Huruf Vokal
[20]
Keterangan:
* Untuk keperluan pelafalan kata yang benar, tanda aksen (‘)
dapat digunakan jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
Misalnya:
1) Anak-anak bermain di teras (téras).
2) Upacara itu dihadiri pejabat teras Bank Indonesia.
3) Kami menonton film seri (séri).
4) Pertandingan itu berakhir seri.
5) Di mana kécap itu dibuat?
6) Coba kecap dulu makanan itu.
c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia
terdiri atas huruf huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w,
x, y, dan z.
Huruf
Konsonan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
B bahasa Sebut adab
C cakap Kaca -
D dua Ada abad
F fakir Kafan maaf
G guna Tiga gudeg
H hari Saham tuah
J jalan Manja mikraj
K kami Paksa politik
- rakyat* bapak
L lekas Alas akal
M maka Kami diam
[21]
N nama Tanah daun
P pasang Apa siap
q** Quran Status quo Taufiq
R raih Bara putar
S sampai Asli tangkas
T tali Mata rapat
V varia Lava -
W wanita Hawa -
x** xerox - sinar-x
Y yakin Paying -
Z zeni Lazim Juz
Tabel 1.3 Huruf Konsonan
Keterangan:
* Huruf k melambangkan bunyi hamzah.
** Huruf q dan x khusus dipakai untuk nama diri (seperti Taufiq
dan Xerox) dan keperluan ilmu (seperti status quo dan sinar
x).
d. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan
dengan ai, au, dan oi.
Huruf
Diftong
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
Ai ain malaikat pandai
Au aula saudara harimau
Oi - boikot amboi
Tabel 1.4 Huruf Diftong
[22]
e. Gabungan Huruf Konsonan
Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy masing masing
melambangkan satu bunyi konsonan.
Gabungan
Huruf
Konsonan
Contoh Pemakaian dalam Kata
Posisi Awal Posisi Tengah Posisi Akhir
Kh Khusus Akhir Tarikh
Ng Ngilu Bangun Senang
Ny Nyata Banyak -
Sy Syarat Isyarat Arasy
Tabel 1.5 Gabungan Huruf Konsonan
Catatan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain ditulis sesuai
dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali jika
ada pertimbangan khusus.
f. Huruf Kapital
1) Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama
kata pada awal kalimat.
Misalnya:
a) Dia membaca buku.
b) Apa maksudnya?
c) Kita harus bekerja keras.
d) Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.
2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan
langsung.
[23]
Misalnya:
a) Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
b) Orang itu menasihati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!"
c) "Kemarin engkau terlambat," katanya.
d) "Besok pagi," kata Ibu, "dia akan berangkat."
3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata dan
ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan
Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Islam Quran
Kristen Alkitab
Hindu Weda
Allah
Yang Mahakuasa
Yang Maha Pengasih
Tuhan akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau
beri rahmat.
4) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti
nama orang.
Misalnya:
(1) Mahaputra Yamin
(2) Sultan Hasanuddin
(3) Haji Agus Salim
(4) Imam Syafii
(5) Nabi Ibrahim
[24]
b) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak
diikuti nama orang.
Misalnya:
(1) Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
(2) Pada tahun ini dia pergi naik haji.
(3) Ilmunya belum seberapa, tetapi lagaknya sudah
seperti kiai.
5) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama
jabatan yang diikuti nama orang, nama instansi, atau
nama tempat yang digunakan sebagai pengganti nama
orang tertentu.
Misalnya:
(1) Wakil Presiden Adam Malik
(2) Perdana Menteri Nehru
(3) Profesor Supomo
(4) Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
(5) Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
(6) Gubernur Jawa Tengah
b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama
jabatan atau nama instansi yang merujuk kepada bentuk
lengkapnya.
Misalnya:
(1) Sidang itu dipimpin oleh Presiden Republik
Indonesia.
(2) Sidang itu dipimpin presiden.
[25]
(3) Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen
Pendidikan Nasional.
c) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
jabatan dan pangkat yang tidak merujuk kepada nama
orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu.
Misalnya:
(1) Berapa orang camat yang hadir dalam rapat itu?
(2) Devisi itu dipimpin oleh seorang mayor jenderal.
(3) Di setiap departemen terdapat seorang inspektur
jenderal.
6) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur
nama orang.
Misalnya:
(1) Amir Hamzah
(2) Dewi Sartika
(3) Wage Rudolf Supratman
(4) Halim Perdanakusumah
(5) Ampere
Catatan:
(1) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
seperti pada de, van, dan der (dalam nama Belanda),
von (dalam nama Jerman), atau de (dalam nama
Portugal).
Misalnya:
a) J.J de Hollander
b) J.P. van Bruggen
[26]
c) H. van der Giessen
d) Otto von Bismarck
e) Vasco da Gama
(2) Dalam nama orang tertentu, huruf kapital tidak
dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata bin
atau binti.
Misalnya:
(a) Abdul Rahman bin Zaini
(b) Ibrahim bin Adham
(c) Siti Fatimah binti Salim
(d) Zaitun binti Zainal
b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama singkatan
nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau
satuan ukuran.
Misalnya:
(1) pascal second Pas
(2) J/K atau JK-1 joule per Kelvin
(3) N Newton
c) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan
ukuran.
Misalnya:
(1) mesin diesel
(2) 10 volt
(3) 5 ampere
[27]
7) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
(1) bangsa Eskimo
(2) suku Sunda
(3) bahasa Indonesia
b) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk
dasar kata turunan.
Misalnya:
(1) pengindonesiaan kata asing
(2) keinggris-inggrisan
(3) kejawa-jawaan
8) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun,
bulan, hari, dan hari raya.
Misalnya:
tahun Hijriah tarikh Masehi
bulan Agustus bulan Maulid
hari Jumat hari Galungan
hari Lebaran hari Natal
b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur
nama peristiwa sejarah.
Misalnya:
(1) Perang Candu
(2) Perang Dunia I
(3) Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
[28]
c) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama.
Misalnya:
(1) Soekarno dan Hatta memproklamasikan
kemerdekaan bangsa Indonesia.
(2) Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya
perang dunia.
9) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur
nama diri geografi.
Misalnya:
Banyuwangi Asia Tenggara
Cirebon Amerika Serikat
Eropa Jawa Barat
b) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur
nama geografi yang diikuti nama diri geografi.
Misalnya:
Bukit Barisan Danau Toba
Dataran Tinggi Dieng Gunung Semeru
Jalan Diponegoro Jazirah Arab
Ngarai Sianok Lembah Baliem
Selat Lombok Pegunungan Jayawijaya
Sungai Musi Tanjung Harapan
Teluk Benggala Terusan Suez
c) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama diri
atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya
menggambarkan kekhasan budaya.
[29]
Misalnya:
ukiran Jepara pempek Palembang
tari Melayu sarung Mandar
asinan Bogor sate Mak Ajad
d) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur
geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi.
Misalnya:
berlayar ke teluk mandi di sungai
menyeberangi selat berenang di danau
e) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis.
Misalnya:
(1) nangka belanda
(2) kunci inggris
(3) petai cina
(4) pisang ambon
10) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua
unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi,
kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk.
Misalnya:
(1) Republik Indonesia
(2) Departemen Keuangan
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat
(4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57
Tahun 1972
[30]
(5) Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
b) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata
yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi.
Misalnya:
(1) beberapa badan hukum
(2) kerja sama antara pemerintah dan rakyat
(3) menjadi sebuah republik
(4) menurut undang-undang yang berlaku
Catatan:
Jika yang dimaksudkan ialah nama resmi negara,
lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan
dokumen resmi pemerintah dari negara tertentu,
misalnya Indonesia, huruf awal kata itu ditulis dengan
huruf kapital.
Misalnya:
(1) Pemberian gaji bulan ke 13 sudah disetujui
Pemerintah.
(2) Tahun ini Departemen sedang menelaah masalah
itu.
(3) Surat itu telah ditandatangani oleh Direktur.
11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur
bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga
resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan
judul karangan.
Misalnya:
[31]
a) Perserikatan Bangsa-Bangsa
b) Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
c) Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
d) Dasar-Dasar Ilmu Pemerintahan
12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata
(termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul
buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas
seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak
pada posisi awal.
Misalnya:
a) Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain
ke Roma.
b) Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
c) Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
d) Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan
nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan
nama diri.
Misalnya:
Dr. doktor
S.E. sarjana ekonomi
S.H. sarjana hukum
S.S. sarjana sastra
S.Kp. sarjana keperawatan
M.A. master of arts
M.Hum. magister humaniora
Prof. profesor
[32]
K.H. kiai haji
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. Saudara
Catatan:
Gelar akademik dan sebutan lulusan perguruan tinggi,
termasuk-singkatannya, diatur secara khusus dalam
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 036/U/1993.
14) a) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata
penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu,
saudara, kakak, adik, dan paman, yang digunakan
dalam penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
(1) Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
(2) Besok Paman akan datang.
(3) Surat Saudara sudah saya terima.
(4) "Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto.
(5) "Silakan duduk, Dik!" kata orang itu.
b) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata
penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak digunakan
dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
(1) Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
(2) Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
[33]
(3) Dia tidak mempunyai saudara yang tinggal di
Jakarta.
15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda yang
digunakan dalam penyapaan.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Siapa nama Anda?
Surat Anda telah kami terima dengan baik.
16) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata,
seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului
oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang
berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.
g. Huruf Miring
1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama
buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
a) Saya belum pernah membaca buku Negarakertagama
karangan Prapanca.
b) Majalah Bahasa dan Sastra diterbitkan oleh Pusat
Bahasa.
c) Berita itu muncul dalam surat kabar Suara Merdeka.
Catatan:
[34]
Judul skripsi, tesis, atau disertasi yang belum diterbitkan dan
dirujuk dalam tulisan tidak ditulis dengan huruf miring, tetapi
diapit dengan tanda petik.
2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok
kata.
Misalnya:
a) Huruf pertama kata abad adalah a.
b) Dia bukan menipu, melainkan ditipu.
c) Bab ini tidak membicarakan pemakaian huruf kapital.
d) Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan
berlepas tangan.
3) a) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan
kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
(1) Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia
mangostana.
(2) Orang tua harus bersikap tut wuri handayani
terhadap anak.
(3) Politik devide et impera pernah merajalela di negeri
ini.
(4) Weltanschauung dipadankan dengan 'pandangan
dunia'.
b) Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa
Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata
Indonesia.
[35]
Misalnya:
(1) Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.
(2) Korps diplomatik memperoleh perlakuan khusus.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang
akan dicetak miring digarisbawahi.
h. Huruf Tebal
1) Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul
buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar
lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
Misalnya:
Judul : HABIS GELAP TERBITLAH TERANG
Bab : BAB I PENDAHULUAN
Bagian bab : 1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Tujuan
Daftar, indeks, dan lampiran :
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMBANG
DAFTAR PUSTAKA
INDEKS
LAMPIRAN
2) Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan
atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring.
Misalnya:
[36]
a) Akhiran –i tidak dipenggal pada ujung baris.
b) Saya tidak mengambil bukumu.
c) Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.
Seharusnya ditulis dengan huruf miring:
a) Akhiran –i tidak dipenggal pada ujung baris.
b) Saya tidak mengambil bukumu.
c) Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.
3) Huruf tebal dalam cetakan kamus dipakai untuk menuliskan
lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan
yang menyatakan polisemi.
Misalnya:
kalah v 1 tidak menang ...; 2 kehilangan atau merugi ...;
3 tidak lulus ...; 4 tidak menyamai mengalah v mengaku
kalah
mengalahkan v 1 menjadikan kalah ...; 2 menaklukkan ...;
3 menganggap kalah ... terkalahkan v dapat dikalahkan
...
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan manual, huruf atau
kata yang akan dicetak dengan huruf tebal diberi garis
bawah ganda.
2. Penulisan Kata
a. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
[37]
1) Buku itu sangat menarik.
2) Ibu sangat mengharapkan keberhasilanmu.
3) Kantor pajak penuh sesak.
4) Dia bertemu dengan kawannya di kantor pos.
b. Kata Turunan
1) a) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai
dengan bentuk dasarnya.
Misalnya:
(1) berjalan
(2) dipermainkan
(3) gemetar
(4) kemauan
(5) lukisan
(6) menengok
(7) petani
b) Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika
ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar
yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
(1) mem-PHK-kan
(2) di-PTUN-kan
(3) di-upgrade
(4) me-recall
2) Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau
akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung
mengikuti atau mendahuluinya.
Misalnya:
[38]
a) bertepuk tangan
b) garis bawahi
c) menganak sungai
d) sebar luaskan
3) Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat
awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis
serangkai.
Misalnya:
a) dilipatgandakan
b) menggarisbawahi
c) menyebarluaskan
d) penghancurleburan
e) pertanggungjawaban
4) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati dwiwarna paripurna
aerodinamika ekawarna poligami
antarkota ekstrakurikuler pramuniaga
antibiotik infrastruktur prasangka
anumerta inkonvensional purnawirawan
audiogram kosponsor saptakrida
awahama mahasiswa semiprofesional
bikarbonat mancanegara subseksi
biokimia monoteisme swadaya
caturtunggal multilateral telepon
dasawarsa narapidana transmigrasi
[39]
dekameter nonkolaborasi tritunggal
demoralisasi pascasarjana ultramodern
Catatan:
a) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya
huruf kapital, tanda hubung (-) digunakan di antara
kedua unsur itu.
Misalnya:
non-Indonesia
pan-Afrikanisme
pro-Barat
b) Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk kepada
Tuhan yang diikuti oleh kata berimbuhan, gabungan itu
ditulis terpisah dan unsur unsurnya dimulai dengan huruf
kapital.
Misalnya:
Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengampun.
c) Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk kepada
Tuhan dan diikuti oleh kata dasar, kecuali kata esa,
gabungan itu ditulis serangkai.
Misalnya:
Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita.
d) Bentuk bentuk terikat dari bahasa asing yang diserap ke
dalam bahasa Indonesia, seperti pro, kontra, dan anti,
dapat digunakan sebagai bentuk dasar.
Misalnya:
[40]
Sikap masyarakat yang pro lebih banyak daripada
yang kontra. Mereka memperlihatkan sikap anti
terhadap kejahatan.
e) Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan
ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang
mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh
bentuk berimbuhan.
Misalnya:
(1) taklaik terbang
(2) taktembus cahaya
(3) tak bersuara
(4) tak terpisahkan
c. Bentuk Ulang
1) Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di
antara unsur-unsurnya.
Misalnya:
anak-anak mata-mata
berjalan-jalan menulis-nulis
biri-biri mondar-mandir
buku-buku ramah-tamah
hati-hati sayur-mayur
kuda-kuda serba-serbi
kupu-kupu terus-menerus
Catatan:
a) Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang
unsur pertama saja.
Misalnya:
[41]
surat kabar → surat-surat kabar
kapal barang → kapal-kapal barang
rak buku → rak-rak buku
b) Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya
adjektiva ditulis dengan mengulang unsur pertama atau
unsur keduanya dengan makna yang berbeda.
Misalnya:
orang besar → orang-orang besar
orang besar-besar
gedung tinggi → gedung-gedung tinggi gedung tinggi-tinggi
2) Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk ulang.
Misalnya:
a) kekanak-kanakan
b) perundang-undangan
c) melambai-lambaikan
d) dibesar-besarkan
e) memata-matai
Catatan:
Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang
untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan
rapat atau kuliah.
Misalnya:
a) Kami mengundang orang² yang berminat saja.
b) Mereka me-lihat² pameran.
[42]
c) Yang ditampilkan dalam pameran itu adalah buku²
terbitan Jakarta. Bajunya ke-merah²-an
d. Gabungan Kata
1) Unsur-unsur gabungan kata yang lazim disebut kata
majemuk ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar model linear
kambing hitam orang tua
simpang empat persegi panjang
mata pelajaran rumah sakit umum
meja tulis kereta api cepat luar biasa
2) Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan menambahkan tanda
hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan
pertalian unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
anak-istri Ali anak istri-Ali
ibu-bapak kami ibu bapak-kami
buku-sejarah baru buku sejarah-baru
3) Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis
serangkai.
Misalnya:
Acapkali darmasiswa puspawarna
Adakalanya darmawisata radioaktif
Akhirulkalam dukacita saptamarga
Alhamdulillah halalbihalal saputangan
[43]
Apalagi hulubalang saripati
Astagfirullah kacamata sebagaimana
Bagaimana kasatmata sediakala
Barangkali kepada segitiga
Beasiswa kilometer sekalipun
Belasungkawa manakala sukacita
Bilamana manasuka sukarela
Bismillah matahari sukaria
Bumiputra padahal syahbandar
Daripada peribahasa waralaba
Darmabakti perilaku wiraswata
e. Suku Kata
1) Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai
berikut.
a) Jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan,
pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal
itu.
Misalnya:
(1) bu-ah
(2) ma-in
(3) ni-at
(4) sa-at
b) Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal.
Misalnya:
(1) pan-dai
(2) au-la
(3) sau-da-ra
[44]
(4) am-boi
c) Jika di tengah kata dasar ada huruf konsonan (termasuk
gabungan huruf konsonan) di antara dua buah huruf
vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf
konsonan itu.
Misalnya:
(1) ba-pak
(2) la-wan
(3) de-ngan
(4) ke-nyang
(5) mu-ta-khir
(6) mu-sya-wa-rah
d) Jika di tengah kata dasar ada dua huruf konsonan yang
berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua
huruf konsonan itu.
Misalnya:
(1) Ap-ril
(2) cap-lok
(3) makh-luk
(4) man-di
(5) sang-gup
(6) som-bong
(7) swas-ta
e) Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf konsonan atau
lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi,
[45]
pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan
yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
(1) ul-tra
(2) in-fra
(3) ben-trok
(4) in-stru-men
Catatan:
(1) Gabungan huruf konsonan yang melambangkan satu
bunyi tidak dipenggal.
Misalnya:
(a) bang-krut
(b) bang-sa
(c) ba-nyak
(d) ikh-las
(e) kong-res
(f) makh-luk
(g) masy-hur
(h) sang-gup
(2) Pemenggalan kata tidak boleh menyebabkan
munculnya satu huruf (vokal) di awal atau akhir
baris.
Misalnya:
(a) Itu → i-tu
(b) Setia → se-ti-a
[46]
2) Pemenggalan kata dengan awalan, akhiran, atau partikel
dilakukan di antara bentuk dasar dan imbuhan atau partikel
itu.
Misalnya:
a) ber-jalan
b) mem-bantu
c) di-ambil
d) ter-bawa
e) per-buat
f) makan-an
g) letak-kan
h) me-rasa-kan
i) pergi-lah
j) apa-kah
k) per-buat-an
l) ke-kuat-an
Catatan:
a) Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk dasarnya
mengalami perubahan dilakukan seperti pada kata
dasar.
Misalnya:
(1) me-nu-tup
(2) me-ma-kai
(3) me-nya-pu
(4) me-nge-cat
(5) pe-no-long
(6) pe-mi-kir
(7) pe-nga-rang
[47]
(8) pe-nye-but
(9) pe-nge-tik
b) Akhiran -i tidak dipisahkan pada pergantian baris.
c) Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti pada
kata dasar.
Misalnya:
(1) ge-lem-bung
(2) ge-mu-ruh
(3) ge-ri-gi
(4) si-nam-bung
(5) te-lun-juk
d) Pemenggalan tidak dilakukan pada suku kata yang terdiri
atas satu vokal.
Misalnya:
(1) Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah
disampaikan ....
(2) Walaupun cuma cuma, mereka tidak mau ambil
makanan itu.
3) Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah
satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain,
pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu. Tiap-
tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar.
Misalnya:
bio-grafi bi-o-gra-fi
bio-data bi-o-da-ta
foto-grafi fo-to-gra-fi
[48]
foto-kopi fo-to-ko-pi
intro-speksi in-tro-spek-si
intro-jeksi in-tro-jek-si
kilo-gram ki-lo-gram
kilo-meter ki-lo-me-ter
pasca-panen pas-ca-pa-nen
pasca-sarjana pas-ca-sar-ja-na
4) Nama orang, badan hukum, atau nama diri lain yang terdiri
atas dua unsur atau lebih dipenggal pada akhir baris di antara
unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah). Unsur nama yang
berupa singkatan tidak dipisahkan.
f. Kata Depan
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim
dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
1) Bermalam sajalah di sini.
2) Di mana dia sekarang?
3) Kain itu disimpan di dalam lemari.
4) Kawan-kawan bekerja di dalam gedung.
5) Dia berjalan-jalan di luar gedung.
6) Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
7) Mari kita berangkat ke kantor.
8) Saya pergi ke sana kemari mencarinya.
9) Ia datang dari Surabaya kemarin.
10) Saya tidak tahu dari mana dia berasal.
11) Cincin itu terbuat dari emas.
[49]
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di dalam kalimat seperti di
bawah ini ditulis serangkai.
Misalnya:
1) Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
2) Dia lebih tua daripada saya.
3) Dia masuk, lalu keluar lagi.
4) Bawa kemari gambar itu.
5) Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
g. Partikel
1) Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
a) Bacalah buku itu baik-baik!
b) Apakah yang tersirat dalam surat itu?
c) Siapakah gerangan dia?
d) Apakah gunanya bersedih hati?
2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
a) Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah
datang ke- rumahku.
b) Jika Ayah membaca di teras, Adik pun membaca di
tempat itu.
[50]
Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
a) Adapun sebab sebabnya belum diketahui.
b) Bagaimanapun juga, tugas itu akan diselesaikannya.
c) Baik laki laki maupun perempuan ikut berdemonstrasi.
d) Sekalipun belum selesai, hasil pekerjaannya dapat
dijadikan pegangan.
e) Walaupun sederhana, rumah itu tampak asri.
3) Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis
terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
a) Mereka masuk ke dalam ruang satu per satu.
b) Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.
c) Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.
Catatan:
Partikel per dalam bilangan pecahan yang ditulis dengan
huruf dituliskan serangkai dengan kata yang
mengikutinya.
h. Singkatan dan Akronim
1) Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf
atau lebih.
[51]
a) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau
pangkat diikuti dengan tanda titik di belakang tiap- tiap
singkatan itu.
Misalnya:
A.H. Nasution Abdul Haris Nasution
H. Hamid Haji Hamid
Suman Hs. Suman Hasibuan
W.R. Supratman Wage Rudolf Supratman
M.Hum. magister humaniora
M.Si. magister sains
S.E. sarjana ekonomi
S.Sos sarjana sosial
S.Kom sarjana ilmu komputer
S.Ikom sarjana komunikasi
Bpk. bapak
Sdr. saudara
Kol. kolonel
b) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal
kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan
tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PBB Perserikatan Bangsa Bangsa
WHO World Health Organization
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
PT perseroan terbatas
[52]
SD sekolah dasar
KTP kartu tanda penduduk
c) (1) Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti
dengan tanda titik.
Misalnya:
jml. jumlah
kpd. kepada
tgl. tanggal
hlm. Halaman
yg. yang
dl. dalam
No. nomor
(2) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf
diakhiri dengan tanda titik.
Misalnya:
dll. dan lain lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
sda. sama dengan atas
ybs. yang bersangkutan
Yth. Yang terhormat
Catatan:
Singkatan itu dapat digunakan untuk keperluan
khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat dan
kuliah.
[53]
d) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf
(lazim digunakan dalam surat-menyurat) masing-masing
diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
e) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran,
timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda dengan
titik.
Misalnya:
Cu kuprum
Cm sentimeter
Kg kilogram
kVA kilovolt ampere
l liter
Rp rupiah
TNT trinitrotoluene
2) Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang
diperlakukan sebagai sebuah kata.
a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal
unsur-unsur nama diri ditulisseluruhnya dengan huruf
kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
[54]
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
SIM surat izin mengemudi
b) Akronim nama diri yang berupa singkatan dari
beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Bulog Badan Urusan Logistik
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kowani Kongres Wanita Indonesia
c) Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari
dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
radar radio detecting and ranging
Catatan:
Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya
diperhatikan syarat-syarat berikut.
(1) Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah
suku kata yang lazim pada kata lebih dari tiga suku
kata).
(2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian
kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan
pola kata bahasa Indonesia yang lazim agar mudah
diucapkan dan diingat.
[55]
i. Angka dan Bilangan
Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka
dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam
tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C
(100), D (500), M (1.000), V (5.000), M
(1.000.000)
1) Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai
secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.
Misalnya:
a) Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
b) Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
c) Di antara 72 anggota yang hadir 52 orang setuju, 15
orang tidak setuju, dan 5 orang tidak memberikan suara.
d) Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri
atas 50 bus, 100 minibus, dan 250 sedan.
2) Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih
dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang
tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal
kalimat.
Misalnya:
a) Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
b) Panitia mengundang 250 orang peserta.
Bukan:
[56]
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
3) Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja
sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
a) Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar
rupiah.
b) Dia mendapatkan bantuan Rp250 juta rupiah untuk-
mengembangkan usahanya.
c) Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan
biaya Rp10 triliun.
4) Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang,
berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d)
jumlah.
Misalnya:
0,5 sentimeter tahun 1928
5 kilogram 17 Agustus 1945
4 meter persegi 1 jam 20 menit
10 liter pukul 15.00
Rp5.000,00 10 persen
US$3,50* 27 orang
£5,10*
¥100
2.000 rupiah
Catatan:
[57]
a) Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*)
merupakan tanda desimal.
b) Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan ¥
tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada spasi
antara lambang itu dan angka yang mengikutinya,
kecuali di dalam tabel.
5) Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah,
apartemen, atau kamar.
Misalnya:
a) Jalan Tanah Abang I No. 15
b) Jalan Wijaya No. 14
c) Apartemen No. 5
d) Hotel Mahameru, Kamar 169
6) Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau
ayat kitab suci.
Misalnya:
a) Bab X, Pasal 5, halaman 252
b) Surah Yasin: 9
c) Markus 2: 3
7) Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
a) Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas (12)
tiga puluh (30)
lima ribu (5000)
b) Bilangan pecahan
[58]
Misalnya:
Setengah (1/2)
seperenam belas (1/16)
tiga perempat (3/4)
dua persepuluh (0,2) atau (2/10)
tiga dua pertiga (3 2/3)
satu persen (1%)
satu permil (1‰)
Catatan:
(1) Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin tik,
spasi digunakan di antara bilangan utuh dan bilangan
pecahan.
(2) Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan
lambang bilangan dengan huruf yang dapat
menimbulkan salah pengertian.
Misalnya:
20 2/3 (dua puluh dua-pertiga) 22/30 (dua-puluh-dua pertiga puluh)
20 15/17 (dua puluh lima-belas pertujuh belas)
150 2/3 (seratus lima puluh dua-pertiga) 152/3 (seratus-lima-puluh-dua pertiga)
8) Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara
berikut.
Misalnya:
a) pada awal abad XX (angka Romawi kapital)
[59]
dalam kehidupan pada abad ke-20 ini (huruf dan
angka Arab)
pada awal abad kedua puluh (huruf)
b) kantor di tingkat II gedung itu (angka Romawi)
di tingkat ke-2 gedung itu (huruf dan angka Arab)
di tingkat kedua gedung itu (huruf)
9) Penulisan bilangan yang mendapat akhiran an mengikuti
cara berikut.
Misalnya:
lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)
tahun 1950-an (tahun seribu sembilan ratus
lima puluhan)
uang 5.000-an (uang lima-ribuan)
10) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus
dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta
dan kuitansi).
Misalnya:
a) Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
b) Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
c) Rumah itu dijual dengan harga Rp125.000.000,00.
11) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat.
Misalnya:
a) Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50
(sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).
[60]
b) Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah) ke atas harus dilampirkan pada laporan
pertanggungjawaban.
c) Dia membeli uang dolar Amerika Serikat sebanyak
$5,000.00 (lima ribu dolar).
Catatan:
a) Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan
jumlah.
b) Angka Romawi digunakan untuk menyatakan
penomoran bab (dalam terbitan atau produk perundang-
undangan) dan nomor jalan.
c) Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran
halaman sebelum Bab I dalam naskah dan buku.
j. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata
yang mendahuluinya.
Misalnya:
1) Buku ini boleh kaubaca.
2) Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
3) Rumahnya sedang diperbaiki.
Catatan:
Kata kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan
tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa
singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital.
[61]
Misalnya:
KTP-mu
SIM-nya
STNK-ku
k. Kata si dan sang
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
1) Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.
2) Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli.
3) Ibu itu membelikan sang suami sebuah laptop.
4) Siti mematuhi nasihat sang kakak.
Catatan:
Huruf awal si dan sang ditulis dengan huruf kapital jika kata-
kata itu diperlakukan sebagai unsur nama diri.
Misalnya:
1) Harimau itu marah sekali kepada Sang Kancil.
2) Dalam cerita itu Si Buta dari Goa Hantu berkelahi dengan
musuhnya.
[62]
PEMAKAIAN TANDA BACA
1. Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya:
1) Ayahku tinggal di Solo.
2) Biarlah mereka duduk di sana.
3) Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Catatan:
Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah bertanda titik. (Lihat juga Bab III, Huruf I.)
Misalnya:
1) Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.
2) Dia memerlukan meja, kursi, dsb.
3) Dia mengatakan, "kaki saya sakit."
b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu
bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya: 1) III. Departemen Pendidikan Nasional
A. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi B. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 1. Direaktorat Pendidikan Anak Usia Dini 2. ...
3
[63]
2) 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan 1.2 Ilustrasi 1.2.1 Gambar Tangan 1.2.2 Tabel 1.2.3 Grafik 2. Patokan Khusus 2.1 … 2.2 ...
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
Catatan: Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu cara berikut. 1) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12
dapat dilengkapi dengan keterangan pagi, siang, sore, atau malam. Misalnya:
pukul 9.00 pagi pukul 11.00 siang pukul 5.00 sore pukul 8.00 malam
[64]
2) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24
tidak memerlukan keterangan pagi, siang, atau malam. Misalnya:
pukul 00.45 pukul 07.30 pukul 11.00 pukul 17.00 pukul 22.00
d. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan
detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya: 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik) 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik) 0.0.30 jam (30 detik)
e. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis,
judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit. Misalnya:
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
Catatan: Urutan informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada lembaga yang bersangkutan.
f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang menunjukkan jumlah. Misalnya:
1) Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
[65]
2) Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri
12.000 orang.
3) Penduduk Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.
Catatan: 1) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan
atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya:
1) Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
2) Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
3) Nomor gironya 5645678.
2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan
kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya:
1) Acara Kunjungan Menteri Pendidikan Nasional
2) Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
3) Salah Asuhan
3) Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat
penerima surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat. Misalnya:
Yth. Kepala Kantor Penempatan Tenaga Jalan Cikini 71 Jakarta
Yth. Sdr. Moh. Hasan Jalan Arif Rahmad 43 Palembang
[66]
Adinda Jalan Diponegoro 82 Jakarta
21 April 2008
4) Pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal
dilakukan sebagai berikut. Rp200.250,75 $ 50,000.50 8.750 m 8,750 m
g. Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan (Lihat Bab II, Huruf
H.)
2. Tanda Koma (,) a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu
perincian atau pembilangan. Misalnya:
1) Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2) Surat biasa, surat kilat, ataupun surat kilat khusus
memerlukan prangko.
3) Satu, dua, ... tiga!
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang
satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali. Misalnya:
1) Saya akan membeli buku-buku puisi, tetapi kau yang
memilihnya.
2) Ini bukan buku saya, melainkan buku ayah saya.
3) Dia senang membaca cerita pendek, sedangkan
adiknya suka membaca puisi
[67]
4) Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di
luar kota.
c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya:
1) Kalau ada undangan, saya akan datang.
2) Karena tidak congkak, dia mempunyai banyak teman.
3) Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak
membaca buku.
Catatan: Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya: 1) Saya akan datang kalau ada undangan.
2) Dia mempunyai banyak teman karena tidak congkak.
3) Kita harus membaca banyak buku agar memiliki
wawasan yang luas.
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan
penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu. Misalnya:
1) Anak itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia
memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.
2) Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi,
wajar kalau dia menjadi bintang pelajar
[68]
3) Meskipun begitu, dia tidak pernah berlaku sombong
kepada siapapun.
Catatan: Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak dipakai pada awal paragraf.
e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh,dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya:
O, begitu? Wah, bukan main! Hati-hati, ya, jalannya licin. Mas, kapan pulang? Mengapa kamu diam, Dik? Kue ini enak, Bu.
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab III, Huruf J dan K.) Misalnya:
Kata Ibu, "Saya gembira sekali." "Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena lulus ujian."
g. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung
dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
[69]
"Masuk ke kelas sekarang!" perintahnya.
h. Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-
bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta Surabaya, 10 Mei 1960 Tokyo, Jepang.
i. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang
dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
Halim, Amran (Ed.) 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.
Junus, H. Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Alquran.
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
j. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki
atau catatan akhir. Misalnya:
Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
Hilman, Hadikusuma, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia (Bandung: Alumni, 1977), hlm. 12.
[70]
Poerwadarminta, W.J.S. Bahasa Indonesia untuk Karang-
mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
k. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik
yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya:
B. Ratulangi, S.E. Ny. Khadijah, M.A. Bambang Irawan, S.H. Siti Aminah, S.E., M.M.
Catatan:
Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. (Siti Khadijah Mas Agung).
l. Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara
rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya:
12,5 m 27,3 kg Rp500,50 Rp750,00
Catatan:
Bandingkan dengan penggunaan tanda titik yang dimulai dengan angka decimal atau di antara dolar dan sen.
m. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan
yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab III, Huruf F.) Misalnya:
[71]
1) Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
2) Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-
laki yang makan sirih.
3) Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan,
mengikuti latihan paduan suara.
Catatan:
Bandingkan dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak diapit dengan tanda koma. Misalnya: Semua siswa yang lulus ujian akan mendapat ijazah.
n. Tanda koma dapat dipakai─untuk menghindari salah baca/salah
pengertian─di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya:
1) Dalam pengembangan bahasa, kita dapat
memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan nusantara
ini.
2) Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.
Bandingkan dengan:
1) Kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan
nusantara ini dalam pengembangan kosakata.
2) Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Saudara.
3. Tanda Titik Koma (;)
a. Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk setara. Misalnya:
[72]
1) Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku-
buku yang baru dibeli ayahnya.
2) Ayah mengurus tanaman di kebun; Ibu menulis
makalah di ruang kerjanya; Adik membaca di teras
depan; saya sendiri asyik memetik gitar menyanyikan
puisi-puisi penyair kesanganku.
b. Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan. Misalnya:
Syarat-syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini: (1) berkewarganegaraan Indonesia; (2) berijazah sarjana S1 sekurang-kurangnya; (3) berbadan sehat; (4) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
c. Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung. Misalnya:
1) Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan
kaos; pisang, apel, dan jeruk.
2) Agenda rapat ini meliputi pemilihan ketua, sekretaris,
dan bendahara; penyusunan anggaran dasar,
anggaran rumah tangga, dan program kerja;
pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.
[73]
4. Tanda Titik Dua (:)
a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya:
1) Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga:
kursi, meja, dan lemari.
2) Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang
kemerdekaan: hidup atau mati.
Catatan:
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. `Misalnya: 1) Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
2) Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan
Jurusan Ekonomi Perusahaan.
b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya: a. Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : Siti Aryani Bendahara : Aulia Arimbi
b. Tempat : Ruang Sidang Nusantara
Pembawa Acara : Bambang S. Hari, tanggal : Selasa, 28 Oktober 2008 Waktu : 09.00—10.30
c. Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata
yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
[74]
Misalnya:
Ibu : "Bawa kopor ini, Nak!" Amir : "Baik, Bu." Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik-baik!"
d. Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya:
1) Horison, XLIII, No. 8/2008: 8 2) Surah Yasin: 9 3) Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen
Nusantara 4) Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga.
Jakarta: Pusat Bahasa.
5. Tanda Hubung (-) a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh
pergantian baris. Misalnya: 1) Di samping cara lama diterapkan juga ca-
ra baru ….
2) Sebagaimana kata peribahasa, tak ada ga-
ding yang tak retak.
b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang
mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris. Misalnya: 1) Kini ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas. 2) Kukuran baru ini memudahkan kita me-
[75]
ngukur kelapa.
3) Senjata ini merupakan sarana pertahan- an yang canggih.
c. Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya:
anak-anak berulang-ulang kemerah-merahan
d. Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang dieja satu-satu. Misalnya:
8-4-2008 p-a-n-i-t-i-a
e. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan
bagian-bagian kata atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata. Misalnya:
1) ber-evolusi
2) dua-puluh ribuan (20 x 1.000)
3) tanggung-jawab-dan-kesetiakawanan sosial
(tanggung jawab sosial dan kesetiakawanan sosial)
4) Karyawan boleh mengajak anak-istri ke acara
pertemuan besok.
Bandingkan dengan: 1) be-revolusi
2) dua-puluh-ribuan (1 x 20.000)
3) tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial
[76]
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
1) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
2) ke- dengan angka, 3) angka dengan -an, 4) kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital, 5) kata ganti yang berbentuk imbuhan, dan 6) gabungan kata yang merupakan kesatuan.
Misalnya:
se-Indonesia peringkat ke-2 tahun 1950-an hari-H sinar-X mem-PHK-kan ciptaan-Nya atas rahmat-Mu Bandara Sukarno-Hatta alat pandang-dengar
g. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia
dengan unsur bahasa asing Misalnya:
di-smash di-mark-up pen-tackle-an
6. Tanda Pisah (─)
a. Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang member penjelasan di luar bangun utama kalimat. Misalnya:
1) Kemerdekaan itu—hak segala bangsa—harus
dipertahankan.
[77]
2) Keberhasilan itu─saya yakin─dapat dicapai kalau kita mau
berusaha keras.
b. Tanda pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya:
1) Rangkaian temuan ini─evolusi, teori kenisbian, dan kini
juga pembelahan atom─telah mengubah konsepsi kita
tentang alam semesta.
2) Gerakan Pengutamaan Bahasa Indonesia─amanat
Sumpah Pemuda─harus terus ditingkatkan.
c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'. Misalnya:
Tahun 1928─2008 Tanggal 5─10 April 2008 Jakarta─Bandung
Catatan:
1) Tanda pisah tunggal dapat digunakan untuk memisahkan keterangan tambahan pada akhir kalimat.
Misalnya: Kita memerlukan alat tulis─pena, pensil, dan kertas. (Bandingkan dengan Bab III, Huruf D, kaidah 1.)
2) Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
[78]
7. Tanda Tanya (?)
a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya:
Kapan dia berangkat? Saudara tahu, bukan?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan
bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:
Dia dilahirkan pada tahun 1963 (?). Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
8. Tanda Seru (!) Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang kuat. Misalnya:
1) Alangkah indahnya taman laut ini! 2) Bersihkan kamar itu sekarang juga! 3) Sampai hati benar dia meninggalkan istrinya! 4) Merdeka!
9. Tanda Elipsis (...)
a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya:
1) Kalau begitu ..., marilah kita laksanakan.
2) Jika Saudara setuju dengan harga itu ..., pembayarannya
akan segera kami lakukan.
b. Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu
kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya:
[79]
1) Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
2) Pengetahuan dan pengalaman kita ... masih sangat
terbatas.
Catatan: 1) Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi. 2) Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat,
perlu dipakai 4 tanda titik: 3 tanda titik untuk menandai penghilangan teks dan 1 tanda titik untuk menandai akhir kalimat.
3) Tanda elipsis pada akhir kalimat tidak diikuti dengan spasi.
Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan cermat ....
10. Tanda Petik (" ")
a. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Misalnya:
1) Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, "Bahasa negara ialah
bahasa Indonesia. "
2) Ibu berkata, "Paman berangkat besok pagi. "
3) "Saya belum siap," kata dia, "tunggu sebentar!"
b. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau
bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya:
1) Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku
itu.
2) Saya sedang membaca "Peningkatan Mutu Daya
Ungkap Bahasa Indoneia" dalam buku Bahasa
Indonesia Menuju Masyarakat Madani.
[80]
3) Bacalah "Penggunaan Tanda Baca" dalam buku
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan.
4) Makalah "Pembetukan Insan Cerdas Kompetitif"
menarik perhatian peserta seminar.
c. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya:
1) Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
2) Dia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".
Catatan: 1) Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang
mengakhiri petikan langsung. Misalnya: a) Kata dia, "Saya juga minta satu."
b) Dia bertanya, "Apakah saya boleh ikut?"
2) Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat
ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya: a) Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri tidak
tahu sebabnya.
b) Karena warna kulitnya, dia mendapat julukan "Si
Hitam".
[81]
3) Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada
pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
4) Tanda petik (") dapat digunakan sebagai pengganti idem
atau sda. (sama dengan di atas) atau kelompok kata di atasnya dalam penyajian yang berbentuk daftar. Misalnya:
zaman bukan jaman asas " azas plaza " plasa jadwal " jadual bus " bis
11. Tanda Petik Tunggal (' ')
a. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan lain. Misalnya:
Tanya dia, "Kaudengar bunyi 'kring-kring' tadi?" "Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
b. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau
ungkapan. Misalnya: terpandai 'paling' pandai retina 'dinding mata sebelah dalam' mengambil langkah seribu ‘lari pontang-panting' tinggi hati ‘sombong, angkuh'
c. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau
ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab III, Huruf M)
[82]
Misalnya:
feed-back 'balikan' dress rehearsal 'geladi bersih' tadulako 'panglima'
12. Tanda Kurung (( )) a. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan
atau penjelasan. Misalnya:
Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk). Dia tidak membawa SIM (surat izin mengemudi)
Catatan:
Dalam penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu bentuk singkatnya.
Misalnya: Saya sedang mengurus perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP). KTP itu merupakan tanda pengenal dalam berbagai keperluan.
b. Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau
penjelasan yang bukan bagian utama kalimat. Misalnya:
1) Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat
yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
2) Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus
perkembangan baru pasar dalam negeri.
c. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang
kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya:
[83]
1) Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia
menjadi kokain(a).
2) Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.
d. Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang
memerinci urutan keterangan. Misalnya:
1) Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku,
(b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.
2) Dia harus melengkapi berkas lamarannya dengan
melampirkan (1) akta kelahiran, (2) ijazah terakhir, dan
(3) surat keterangan kesehatan.
Catatan:
Tanda kurung tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang menyatakan perincian yang disusun ke bawah. Misalnya: Kemarin kakak saya membeli 1) buku, 2) pensil, dan 3) tas sekolah.
Dia senang dengan mata pelajaran a) fisika, b) biologi, dan c) kimia.
13. Tanda Kurung Siku ([ ])
a. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
[84]
menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya:
1) Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2) Ia memberikan uang [kepada] anaknya.
3) Ulang tahun [hari kemerdekaan] Republik Indonesia
jatuh pada hari Selasa.
b. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam
kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35─38]) perlu dibentangkan di sini.
14. Tanda Garis Miring (/) a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada
alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran. Misalnya:
No. 7/PK/2008 Jalan Kramat III/10 tahun ajaran 2008/2009
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap,
dan ataupun. Misalnya:
1) dikirimkan lewat darat/ 2) harganya Rp1.500,00/lembar 3) tindakan penipuan dan/atau penganiayaan
[85]
Catatan:
Tanda garis miring ganda (//) dapat digunakan untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk memudahkan pembacaan naskah.
15. Tanda Penyingkat atau Apostrof (') Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya:
Dia 'kan sudah kusurati. ('kan: bukan) Malam 'lah tiba. ('lah: telah) 1 Januari '08 ('08: 2008)
[86]
DIKSI DAN GAYA BAHASA
1. Pengertian Diksi
Diksi adalah pilihan kata dan kejelasan lafal memperoleh efek
tertentu dalam berbicara didepan umum atau dalam sebuah karangan.
Menurut Gorys Keraf (2001:23-24) pengertian diksi atau pilihan kata jauh
lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata. Istilah ini
bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai
untuk mengungkapakan suatu ide atau gagasan tetapi juga untuk
meliputi fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan.
Pada intinya, ada beberapa pengertian mengenai diksi. Pertama,
pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-katamana yang akan
dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk
pengelompokan kata atau mengunakan ungkapan-ungkapan yang tepat,
dan pilihan kata atau diksi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah
kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari
gagasan yang ingin disampaikan,dan kemampuan untuk menemukan
bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh
suatu kelompok masyarakat pendengar/penerima. Ketiga, pilihan kata
yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah
besar kosakata atau perbendaharaan bahasa itu.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2002:264) diksi adalah
pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaanya) untuk
mengungkapakan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang
diharapkan). Jadi dapat disimpulkan bahwa diksi adalah pilihan kata
4
[87]
yang dianggap tepat untuk mewakili buah pikiran atau gagasan
seseorang.
2. Makna Kata
Kata mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan
aspek makna atau isi. Bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat
diserap oleh panca indera, yaitu dengan mendengar atau melihat.
Sebaliknya segi makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam
pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan aspek bentuk tadi.
Reaksi yang timbul itu dapat berwujud ‘pengertian’ atau ‘tindakan’ atau
keduanya. Karena dalam berkomunikasi kita tidak hanya berhadapan
dengan ‘kata’, tetapi dengan ‘suatu rangkaian kata yang mendukung
suatu ‘amanat’, maka ada beberapa unsur yang terkandung dalam ujaran
kita, yaitu: pengertian, perasaan, nada, dan tujuan.
Kridalaksana (2001:98) mendefinisikan sebagai berikut.
a. Morfem atau kombinasi morfem yang dianggap sebagai bentuk yang
bebas.
b. Satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal
atau gabungan morfem.
Kata merupakan satuan unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas
intern dan mobilitas posisional, yang berarti kata memiliki komposisi
tertentu(baik fonologis maupun morfologis) dan secara relatif memiliki
distribusi yang bebas (Keraf, 2001:21) distribusi yang bebas misalnya
dapat dilihat dari kalimat: saya memukul anjing itu; anjing itu kupukul.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata adalah sebagai berikut.
a. Unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan
perwujutan kesatuan, perasaan, pikiran yang dapat digunakan dalam
berbahasa.
b. Ujar atau bicara.
[88]
c. Kata adalah morfem atau kombinasi morfem oleh bahwasanya
dianggap satuan kecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk bebas.
d. Satuan bahasa bahwa kata adalah satuan terkecil yang merupakan
morfem yang dapat berdiri sendiri memiliki makna leksikal.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kata adalah satuan terkecil yang
merupakan morfem atau gabungan morfem yang dapat berdiri sendiri
yang memiliki makna leksikal.
3. Syarat-Syarat Ketepatan diksi
Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata
untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi
pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan
oleh penulis atau pembaca. Ketepatan pemilihan kata menyangkut
masalah makna kata dan kosakata (Keraf, 2001: 87). Menurut Arifin dan
Tasay (1985: 122), bahwa kata yang tepat akan membantu seseorang
mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikan, baik lisan
maupun tulisan disamping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai
dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.
Beberapa butir berikut merupakan batasan agar bisa mencapai
ketetapan pilihan kata (Keraf, 2001: 88-89), diantaranya sebagai berikut:
a. Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.
b. Membedakan secara cermat kata-kata yang hampir bersinonim, kata-
kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling
melengkapi.
c. Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaan.
bahwa – bawah – bawa
interferensi – inferensi
kartun – karton
d. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri.
[89]
e. Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata
asing yang mengandung akhiran asing tersebut, perhatikan
penggunaanya: Favorable-favorit, idiom-idiomatik, kultur-kultural
f. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara
idiomatik: ingat akan bukan ingat tehadap: berbahaya, berbahaya
bagi membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi sesuatu;
takut akan menakuti sesuatu (lokatif).
ingat akan – bukan – ingat terhadap
membahayakan sesuatu – bukan—membahayakan bagi sesuatu
g. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis, atau pembicara harus
membedakan kata umum dan kata khusus. Kata kusus lebih tepat
mengambarkan sesuatu daripada kata umum.
h. Menggunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang
khusus.
Contoh: wajahnya manis sekali
i. Memperhatiakan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang
sudah dikenal.
j. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
Persoalan pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua
persoalan pokok, yaitu: pertama, ketetapan memilih untuk
mengungkapakan sebuah gagasan, hal atau barang yang dimanfaatkan,
dan kedua, kesesuaian, atau kecocokan dalam mempergunakan kata-
kata tadi (Keraf, 2001: 87).
a. Kesesuaian
Menurut Gorys Keraf (2001: 103-104) kesesuaian diksi
mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya bahasa yang dipergunakan
tidakmerusak suasana atau menyinggung perasaan yang hadir, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan agar-agar kata-kata yang
[90]
dipergunakan tidak akan mengganggu suasana dan tidak bisa
menimbulkan ketegangan antara penulis atau pembicara dengan para
pembaca. Syarat–syarat tersebut adalah
a. Hindarilah sejauh mungkin dalam situasi substandard dalam situasi
formal.
b. Gunakan kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja.dalam situasi
yang umum hendaknya dan pembicara mempergunakan kata-kata
popular.
c. Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum.
d. Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian
kata-kata slang.
e. Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan.
f. Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati).
g. Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial.
b. Makna denotatif dan konotatif
Makna denotatif dan konotatif berhubungan erat dengan
kebutuhan pemakaiaan bahasa. Makna denotatif adalah arti harfiah
suatu kata tanpa ada makna yang menyertai, sedangkan makna konotatif
adalah makna kata yang mempunyai tautan pikiran,peranan,dan lain-lain
yang menimbulkan nilai rasa tertentu (Arifin dan Tasai 1985: 113).
Makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah, yaitu
makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna
ideasional, makna referensional, atau makna proposional, atau makna
proposional, disebut makna denotasional, referensial, konseptual, atau
ideasional, karena makna itu merujuk kepada suatu referen disebut
makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau
pengetahuan, stimulus, dan respon menyangkut hal-hal yang dapat
diserap pancaindra dan rasio manusia disebut juga makna proposional
[91]
karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-
pernyataan yang bersifat faktual.
Makna konotasi atau makna konotatif disebut juga makna
konotasional, makna emotif, atau makna evaluative. Makna konotatif
adalah suatu jenis makna di mana stimulus dan respon mengandung
nilai-nilai emosional. Pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian dengan
pilihan kata yang bersifat konotatif.
c. Kata umum dan kata khusus
Pembedaan suatu kata ke dalam kategori “kata umum” atau “kata
khusus” terkadang sangat menentukan pemahaman kita terhadap teks.
Kekeliruan dalam kategorisasi dapat berakibat salah paham. Dalam
artikel yang berjudul “Elohim: Kata Umum atau Nama Diri“, kita dapat
melihat bagaimana kesalahan kategorisasi kata “Elohim” ini
mengakibatkan konsep Allah dalam Alkitab jadi sulit dipahami dengan
logika pembaca umum, sehingga menyebabkan kesalahpahaman. Salah
satu penyebab kesalahpahaman adalah salah kategorisasi kata. Dalam
artikel ini kita akan belajar mengenai kategorisasi kata menjadi kata
umum (generic) dan kata khusus (spesific).
1) Kata umum
Kata umum adalah kata-kata yang pemakaiannya dan maknanya
bersifat umum dan luas. Bidang dan objek yang dicakup oleh kata umum
itu luas dan tidak secara spesifik merujuk atau merepresentasikan bidang
atau obyek tertentu. Jenis kata umum tidak memiliki pertalian yang erat
dengan objeknya. Sebagai akibatnya, kata umum kurang memberi daya
imajinasi kepada audiens atau pembaca. Citra dalam pikiran audiens atau
pembaca masih samar.
Contoh:
[92]
a) Ibu menanam pohon di halaman.
b) Andri memberikan bunga kepada Isti.
c) Pak Budi membeli 23 ekor ikan di pasar.
Kata “pohon” dan “bunga” dalam kalimat itu tidak membangkitkan
citra pohon yang dimaksudkan oleh penutur. Bayangan dan pemahaman
setiap pembaca mengenai kata “pohon” itu jadi samar dan
beranekaragam tergantung dari pengalaman pihak pembaca terhadap
jenis pohon yang pernah dijumpainya di halaman. Dampak ikutannya,
kata umum “pohon” itu jadi kurang memiliki daya sugesti dan daya
impresi. Pesan yang disampaikan penutur jadi kurang kuat dan impresi
(kesan) yang ditinggalkan dalam hati dan pikiran rekan bicaranya juga jadi
dangkal.
Dalam relasi makna, kata umum tergolong hipernim.Dari aspek ini,
kata umum juga disebut superordinat.Sifat keumuman kata umum ini
berguna dalam abstraksi, generalisasi, dan kategorisasi, sehingga kata ini
sering digunakan dalam karya tulis eksposisi. Penggunaan kata umum
dalam karya tulis deskripsi atau narasi lebih dibatasi, mengingat kata
umum kurang memberi daya imajinasi, sugesti, dan impresi kepada
pembaca.
2) Kata khusus
Kata Khusus adalah kata-kata yang pemakaiannya dan maknanya
bersifat spesifik dan sempit dan yang merujuk kepada pengertian
kongkret dan tertentu. Bidang, ruang lingkup, dan objek yang dicakup
oleh kata khusus itu sempit dan dia secara spesifik merujuk atau
merepresentasikan bidang, ruang lingkup, atau objek yang sempit, di
samping juga hanya meliputi aspek tertentu saja.
Jenis kata khusus memiliki pertalian yang erat dengan
obyeknya.Sebagai akibatnya, kata khusus memberi daya imajinasi
[93]
kepada audiens atau pembaca. Citra dalam pikiran audiens atau pembaca
tidak samar. Komunikator lebih tepat menggunakan kata khusus bila
ingin memperoleh pengertian yang lebih pas dengan apa yang dia
maksudkan. Perhatikan contoh:
Kata Umum:
1. Ibu menanam pohon di halaman.
2. Andri memberikan bunga kepada Isti.
3. Pak Budi membeli 10 ikan di pasar.
Kata Khusus:
1. Ibu menanam pohon Mangga di halaman.
2. Andri memberikan Melati kepada Isti.
3. Pak Budi membeli 5 ekor Gurame, 3 ekor Mujaher, dan 2 ekor Nila di
pasar.
Sebagaimana tampak dalam contoh tersebut, kata khusus memiliki
daya sugesti dan daya impresi yang lebih kuat dan lebih dalam daripada
kata umum. Selain itu, informasi yang disampaikan kepada pembaca juga
jelas dan merujuk pada objek atau subjek tertentu. Begitu mendengar
atau membaca “pohon Mangga” atau “Melati”, maka seketika muncul
citra objek yang direpresentasikan oleh kedua kata itu.
Dalam relasi makna, kata khusus tergolong hiponim. Dari aspek ini,
kata umum juga disebut subordinat. Sifat kekhususan kata khusus ini
sangat bermanfaat dalam karya tulis narasi, deskripsi, dan argumentasi
yang memang membutuhkan deskripsi objek. Karya-karya Sastra dan
kitab-kitab suci juga mengeksploitasi kata khusus, misalkan saja untuk
simbolisasi dan untuk memperkuat impresi dan pesan yang disampaikan
dan memperdalam penghayatan.
[94]
Hubungan antara kata umum kata khusus itu bersifat relatif.
Maksudnya, suatu kata tertentu bisa merupakan kata khusus dari kata
lain yang lebih umum; dan kata yang lebih umum itu bisa menjadi kata
khusus untuk kata lainnya lagi. Relativitas kata umum dan kata khusus ini
menciptakan gradasi kata.
Contoh, “Honda” adalah kata khusus relatif terhadap kata umum
“sepeda motor”. “Sepeda motor” adalah kata khusus relatif terhadap
kata umum “kendaraan”. Demikian seterusnya. Contoh:
←Lebih umum ——————————– Lebih khusus→
Kendaraan Kendaraan
bermotor
Kendaraan bermotor
roda dua
Sepeda
motor
Honda
4. Gaya bahasa dan Idiom
a. Pengertian gaya bahasa
Gaya bahasa atau majas adalah ciri khas dalam menyatakan pikiran
dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa
ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung
menyatakan makna yang sebenarnya.
[95]
b. Syarat gaya bahasa
Syarat – syarat yang digunakan untuk membedakan suatu gaya
bahasa sebagai berikut.
1) Kejujuran
Kejujuran adalah suatu pengorbana karena kadang-kadang ia
meminta kita melaksanakan sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita
sendiri kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan,
kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam bahasa.
2) Sopan santun
Sopan santun adalah memberi penghargaan atau menghormati
orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca.
Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca
atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang telah
ditulis atau dikatakannya. Kejelasan dengan demikian akan diukur dalam
beberapa butir kaidah berikut
(1) kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat
(2) kejelasan dalam korepondensi
(3) kejelasan dalam penulisan ide secara logis
(4) kejelasan penggunaan kiasan dan perbandingan menarik.
Sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa
komponen berikut.
(a) variasi
(b) humor yang sehat
(c) pengertian yang baik
(d) tenaga hidup,dan
(e) penuh daya khayal
[96]
c. Jenis gaya bahasa
1) Segi nonbahasa
a) Berdasarkan pengarang
Gaya yang disebut sesuai nama pengarang dikenal berdasarkan ciri
pengenal yang digunakan pengarang atau penulis dalam
karangannya.pengarang yang kuat dapat mempengaruhi orang-orang
sejamannya sehingga dapat membentuk sebuah aliran.
b) Berdasarkan masa
Gaya bahasa didasarkan pada masa dikenal karena ciri-ciri tertentu
yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu. Misalnya ada gaya
lama, gaya klasik, gaya sastra, gaya sastra modern, dan sebagainya.
c) Berdasarkan medium
Medium adalah bahasa dalam arti alat komunikasi. Tiap bahasa,
karena struktur dan situasi sosial pemakainya, dapat dimiliki corak
tersendiri sebuah karya yang ditulis dalam bahasa Jerman akan memiliki
gaya yang berlainan bila ditulis dalam bahasa Indonesia.
d) Berdasarkan subjek
Subjek yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah karangan
dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah karangan. Dalam hal ini
kita mengenal gaya filsafat, ilmiah, popular, didaktik, dan sebagainya.
e) Berdasarkan tempat
Gaya ini mendapat namanya dari lokasi geografis, karena ciri-ciri
kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau ekspresi bahasanya. Ada gaya
Jakarta, gaya Jogya, gaya Malangan.
[97]
f) Berdasarkan hadirin
Seperti halnya dengan subjek, maka hadirin atau sejenis pembaca
juga mempengaruhi gaya yang digunakan seseorang pengarang. Ada
gaya popular yang cocok untuk rakyat banyak, ada gaya sopan yang cocok
untuk lingkungan istana. Ada gaya intim yang cocok untuk lingkungan
keluarga atau orang akrab.
g) Berdasarkan tujuan
Gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya dari maksud yang
ingin disampaikan pengarang, dimana pengarang ingin mencurahkan
gejolak emotifnya.
2) Segi bahasa
Dilihat dari sudut bahasa atau unsur yang digunakan, maka gaya
bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa yang
digunakan yaitu sebagai berikut:
a) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata
(1) Gaya bahasa resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuk yang lengkap, gaya
yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang
dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakan dengan
baik dan terpelihara. Gaya bahasa resmi pertama-tama adalah bahasa
dengan gaya tulisan dalam tingkat tinggi, walaupun sering di pergunakan
juga dalam pidato umum yang bersifat seremonial.
(1) Gaya bahasa tak resmi
[98]
Gaya bahasa yang digunakan dalam bahasa standar, kususnya
dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang formal.
Bentuknya tidak terlalu konserfatif gaya ini biasanya di gunakan dalam
karya-karya tulis, dan lain-lain. Singkatnya gaya bahasa yang umum dan
normal bagi kaum terpelajar.
(2) Gaya bahasa percakapan
Pilihan katanya adalah kata-kata popular dan kata-kata
percakapan namun ditambahkan segi morfologis dan sintaksis yang
bersama membentuk gaya bahasa percakapan ini. Jika dibandingkan
dengan gaya bahasa resmi dan gaya bahasa tak resmi, maka gaya bahasa
percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport.
d. Ragam Gaya Bahasa
Beberapa ragam majas dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok, yaitu:
1) Gaya bahasa perbandingan, terdiri dari: Metafora, personifikasi,
asosiasi, alegori, parable, metonomia, litotes, sinekdoke (dibagi
menjadi 2, pas pro toto dan totem protate), eufinisme, hiperbola,
alusio, antonomasia, perifrase, simile, sinestesia, aptronim,
hipokorisme, dipersonifikasi, disfemisme, fabel, eponim, dan
simbolik.
2) Gaya bahasa sindiran, terdiri dari: Ironi, sinisme, sarkasme, innuendo,
dan satire.
3) Gaya bahasa penegasan, terdiri dari: Pleonasme, repetisi, paralelisme,
klimaks, anti-klimaks, inversi, elepsi, retoris, koreksio, asindeton,
polisindeton, interupsi, eksklamasio, enumerasio, preterito, apofagis,
pararima, aliterasi, tautologi, sigmatisme, antanaklasis, alonim,
kolokasi, silepsis, dan zeugma.
[99]
4) Gaya bahasa pertentangan, terdiri dari: Paradoks, oksimoron,
antithesis, kontradiksio interminis, anakronisme.
1) Gaya Bahasa Perbandingan
a) Majas Personifikasi
Personifikasi adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan
mengkaitkan sifat-sifat manusia pada benda-benda mati sehingga
seolah-olah mempunyai sifat seperti manusia atau benda hidup.
Contoh:
a. Sinar pagi membelai daun.
b. Baru 3 km berjalan mobilnya sudah batuk-batuk.
c. Burung-burung itu menyanyi dengan riangnya.
b) Majas Metafora
Metafora adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan
perbandingan langsung dan tepat atas dasar sifat yang sama atau hampir
sama, tanpa kata pembanding seperti atau sebagai di antara dua hal yang
berbeda.
Contoh:
a. Raja siang telah pergi keperaduannya. (raja siang = matahari)
b. Dewi malam telah keluar dari balik awan. (dewi malam= bulan)
c. Tulisan cakar ayam itu tidak dapat dibaca. (cakar ayam = jelek)
c) Majas Eufemisme
Eufemisme (ungkapan pelembut) adalah majas perbandingan yang
melukiskan suatu benda dengan kata-kata yang lebih lembut untuk
menggantikan kata-kata lain untuk sopan santun atau tabu-bahasa
(pantang)
Contoh:
a. Para tunakarya perlu perhatian yang serius dari pemerintah.
[100]
b. Pramuwisma bukan pekerjaan hina.
c. Ayahnya sudah tidak berada di tengah-tengah mereka.
d. Kasihan, anak itu hilang akal setelah kedua orang tuanya
meninggal dalam kecelakaan.
d) Majas Sinekdokhe
Sinekdokhe dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pras pro toto adalah majas yang menyebutkan sebagian, tetapi
yang dimaksud adalah seluruhnya.
Contoh:
(1) Dia mempunyai lima ekor kuda.
(2) Sudah lama benar tidak tampak batang hidungnya.
(3) Setiap kepala harus membayar iuran seribu rupiah.
b. Totem pro parte adalah majas yang menyebutkan keseluruhan,
tetapi yang dimaksud sebagian.
Contoh:
(1) Sekolah ini selalu menjadi juara pertama pertandingan basket
antar pelajar.
(2) Kaum wanita memperingati hari Kartini.
(3) Indonesia menang 3-0 melawan Malaysia dalam
pertandingan sepak bola tadi malam.
e) Majas Alegori
Alegori adalah majas perbandingan yang memperlihatkan suatu
perbandingan utuh, perbandingan itu membentuk kesatuan yang
menyeluruh (majas yang berupa suatu cerita singkat dan mengandung
kiasan atau lambang).
Contoh:
[101]
(1) Hidup ini diperbandingkan dengan perahu yang tengah
berlayar di lautan.
(2) Suami = nahkoda
(3) Istri = juru mudi
(4) Topan, gelombang, batu karang = cobaan/ halangan dalam
kehidupan.
(5) Tanah seberang = cita-cita hidup
(6) Hidup ini diumpamakan seperti biduk yang berada di tengah
lautan. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam
mengemudikannya agar tidak diterjang badai dan topan.
f) Majas Hiperbola
Hiperbola adalah majas yang melukiskan dengan mengganti
peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat
pengertiannya untuk menyangatkan arti (majas yang melukiskan sesuatu
dengan peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan pernyataan yang
berlebih-lebihan).
Contoh:
(1) Kakak membanting tulang demi menghidupi keluarganya.
(2) Gantungkan cita-citamu setinggi langit.
(3) Suaranya menggelegar membelah angkasa.
g) Majas Simbolik
Simbolik adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu
dengan memperbandingkan benda-benda lain sebagai simbol atau
pelambang.
Contoh:
(1) Dari dulu tetap saja ia menjadi lintah darat. (lintah darat =
lambing pemeras, pemakan riba).
[102]
h) Majas Litotes
Litotes (hiperbola negatif) adalah majas yang melukiskan keadaan
dengan kata-kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang
sebenarnya guna merendah diri.
Contoh:
(1) Perjuangan kami hanyalah setitik air dalam samudera luas.
i) Majas Alusio
Alusio adalah majas yang mempergunakan ungkapan peribahasa,
atau kata-kata yang artinya diketahui umum.
Contoh:
(1) Ah, dia itu tong kosong nyaring bunyinya.
(2) Rupanya Ahmad makan tangan hari ini hingga membuat iri
teman-temannya.
j) Majas Asosiasi
Asosiasi adalah majas yang memperbandingkan sesuatu dengan
keadaan lain karena adanya persamaan sifat.
Contoh:
(1) Wajahnya muram bagai bulan kesiangan.
k) Majas Perifrasis
Perifrasis adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan
menguraikan sepatah kata menjadi serangkaian kata yang mengandung
arti yang sama dengan kata yang digantikan itu.
Contoh:
(1) Petang barulah dia pulang.
[103]
(2) Menjadi Ketika matahari hilang di balik gunung barulah ia
pulang.
l) Majas Metonomia
Metonomia adalah majas yang menggunakan merk dagang atau
nama barang untuk melukiskan sesuatu yang dipergunakan atau
dikerjakan sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan.
Contoh:
(1) Kemarin ia memakai Fiat, sekarang naik Kijang (merk mobil)
m) Majas Antonomasia
Antonomasia adalah majas yang meyebutkan nama lain terhadap
seseorang berdasarkan ciri atau sifat yang menonjol yang dimilikinya.
Contoh:
(1) Si pincang, si jangkung, si keriting, dsb.
n) Majas Tropen
Tropen adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan
membandingkan sesuatu pekerjaan atau perbuatan dengan kata-kata
lain yang mengandung pengertian yang sejalan dan sejajar.
Contoh:
(1) Setiap malam ia menjual suaranya untuk nafkah anak dan
istrinya.
o) Majas Parabel
Parabel adalah majas dengan menggunakan perumpamaan dalam
hidup. Majas ini terkandung dalam seluruh isi karangan.
Contoh:
[104]
(1) Bhagawat Gita, Mahabarata, Bayan Budiman
2) Gaya Bahasa Sindiran
a) Ironi
Ialah salah satu majas sindiran yang dikatakan sebaliknya dari apa
yang sebenarnya dengan maksud menyindir orang dan diungkapkan
secara halus. Contoh-contoh:
(1) Hambur-hamburkan terus uangmu itu agar bias menjadi
jutawan.
(2) Kota Bandung sangatlah indah dengan sampah-sampahnya.
b) Majas Sinisme
Sinisme adalah gaya sindiran dengan menggunakan kata-kata
sebaliknya seperti ironi tetapi kasar.
Contoh: Itukah yang dinamakan bekerja.
c) Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang terkasar di mana memaki orang dengan
kata-kata kasar dan tak sopan. Contoh:
(1) Soal semudah ini saja tidak bisa dikerjakan. Goblok kau!
3) Gaya Bahasa Penegasan
a) Majas Pleonasme
Pleonasme adalah majas penegasan yang menggunakan sepatah
kata yang sebenarnya yang tidak perlu dikatakan lagi karena arti kata
tersebut sudah terkandung dalam kata yang diterangkan.
Contoh:
[105]
(1) Saya telah menyaksikan dengan peristiwa itu dengan mata
kepala saya sendiri.
(2) Tubuhnya berlumuran darah yang berwarna merah.
(3) Salju putih sudah mulai turun ke bawah.
b) Majas Repetisi
Repetisi adalah majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan
mengulang kata atau beberapa kata berkali-kali, yang biasanya
dipergunakan dalam pidato.
Contoh:
(1) Kita junjung dia sebagai pemimpin, kita junjung dia sebagai
pelindung, kita junjung dia sebagai pembebas kita.
c) Majas Pararelisme
Pararelisme adalah majas penegasan seperti repetisi tetapi dipakai
dalam puisi.
Pararelisme dibagi menjadi:
(1) Anafora adalah bila kata atau frase yang diulang terletak di
awal kalimat.
Contoh:
(a) Kalau `lah diam malam yang kelam.
(b) Kalau` lah tenang sawang yang lapang.
(c) Kalau`lah lelap orang dilawang.
(2) Epifora adalah bila kata atau frase yang diulang terletak di
akhir kalimat atau lirik.
Contoh:
(a) Kalau kau mau, aku akan datang.
(b) Jika kau kehendaki, aku akan datang.
(c) Bila kau minta, aku akan datang.
[106]
Disamping itu, adapun yang memperlihatkan penggunaan anafora
dan epifora dan sekaligus.
Contoh:
(a) Kami jemu pada lagu
(b) Kami benci pada lagu
(c) Kami runtuh karena lagu
( “Suara dari Sudut Gelita”, oleh Muhammad Ali )
d) Majas Tautologi
Tautologi adalah majas penegasan yang melukiskan suatu dengan
mempergunakan kata-kata yang sama artinya (bersinonim) untuk
mempertegas arti.
Contoh:
(1) Saya khawatir serta was-was akan keselamatannya.
e) Majas Simetri
Simetri adalah majas penegasan yang melukiskan suatu dengan
mempergunakan satu kata, kelompok kata, atau kalimat yang diikuti oleh
kata, kelompok kata atau kalimat yang seimbang artinya dengan yang
pertama.
Contoh:
(1) Kakak berjalan tergesa-gesa, seperti orang dikejar anjing gila.
f) Majas Enumerasio
Enumerasio adalah majas penegasan yang melukiskan beberapa
peristiwa membentuk satu kesatuan yang dituliskan satu per satu supaya
tiap-tiap peristiwa dalam keseluruhannya tampak jelas.
Contoh:
(1) Angin berhembus, laut tenang, bulan memancar lagi.
[107]
g) Majas Klimaks
Klimaks adalah majas penegasan dengan menyatakan beberapa
hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin
lama makin memuncak pengertiannya.
Contoh:
(1) Menyemai benih, tumbuh hingga menuainya, aku sendiri yang
mengerjakannya.
(2) Anak-anak, remaja, dewasa datang menyaksikan film “Saur
Sepuh.”
h) Majas Antiklimaks
Antiklimaks adalah majas penegasan dengan beberapa hal
berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin
melemah pengertiannya.
Contoh:
(1) Jangankan seribu, atau seratus, serupiah pun tak ada.
i) Majas Retorik
Retorik adalah majas penegasan dengan mempergunakan kalimat
tanya yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban karean sudah
diketahuinya.
Contoh:
(1) Mana mungkin orang mati hidup kembali?
j) Majas Koreksio
Koreksio adalah majas penegasan berupa membetulkan
(mengoreksi) kembali kata- kata yang salah diucapkan, baik disengaja
maupun tidak.
[108]
Contoh:
(1) Hari ini sakit ingatan, eh… maaf, sakit kepala maksudku.
k) Majas Asidenton
Asidenton adalah majas penegasan yang menyebutkan beberapa
benda, hal atau keadaan secara berturut-turut tanpa memakai kata
penghubung.
Contoh:
(1) Kemeja, sepatu, kaos kaki, dibelinya di toko itu.
l) Majar Polisidenton
Polisidenton adalah majas penegasan yang menyatakan beberapa
benda, orang, hal, atau keadaan secara berturut-turut dengan memakai
kata penghubung.
Contoh:
(1) Dia tidak tahu, tetapi tetap saja ditanyai, akibatnya dia
marah-marah.
m) Majas Eklamasio
Majas Eklamasio adalah majas penegasan yang memakai kata-kata
seru sebagai penegas.
Contoh:
(1) Amboi, indahnya pemandangan ini!
n) Majas Praeterio
Praeterito adalah majas penegasan yang melukiskan sesuatu
dengan menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu dan pembaca
harus menerka apa yang disembunyikan itu.
Contoh:
[109]
(1) Tidak usah kau sebut namanya, aku sudah tahu siapa
penyebab kegaduhan itu.
o) Majas Interupsi
Interupsi adalah majas penegasan yang mempergunakan kata-kata
atau bagian kalimat yang disisipkan di antara kalimat pokok guna lebih
menjelaskan dan menekankan bagian kalimat sebelumnya.
Contoh:
(1) Aku, orang yang 10 tahun bekerja di sini, belum pernah
dinaikkan pangkatku.
4) Gaya Bahasa Pertentangan
a) Paradoks
Majas ini terlihat seolah-olah ada pertentangan. Contoh:
(1) Gajinya besar, tapi hidupnya melarat.
Artinya, uang cukup, tetapi jiwanya menderita.
b) Antitesis
Majas pertentangan yang menggunakan paduan kata yang
berlawanan arti. Contoh:
(1) Tua muda, besar kecil, semuanya hadir di tempat itu.
c) Kontradiksio Interminis
Yaitu majas yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan
dengan apa yang sudahdikatakan semula. Apa yang sudah dikatakan,
disangkal lagi oleh ucapan kemudian. Contoh:
(1) Semuanya sudah hadir, kecuali Si Amir.
[110]
Kalau masih ada yang belum hadir, mengapa dikatakan
“semua” sudah hadir.
d) Majas Okupasi
Okupasi adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu
dengan bantahan, tetapi kemudian diberi penjelasan atau diakhiri
dengan kesimpulan.
Contoh :
(1) Merokok itu merusak kesehatan, akan tetapi si perokok tak
dapat menghentikan kebiasaannya. Maka muncullah pabrik-
pabrik rokok karena untungnya banyak.
e. Idiom
Idiom atau disebut juga dengan ungkapan adalah gabungan kata
yang membentuk arti baru di mana tidak berhubungan dengan kata
pembentuk dasarnya. Berikut ini adalah beberapa contoh idiom dengan
artinya :
1. Cuci mata = cari hiburan dengan melihat sesuatu yang indah
2. Kambing hitam= orang yang menjadi pelimpahan suatu
kesalahan yang tidak dilakukannya
3. Jago merah = api dalam kebakaran
4. Kupu-kupu malam = wanita penghibur atau pelacur komersial
5. Ringan tangan = kasar atau suka melakukan tindak kekerasan
6. Hidung belang= pria yang merupakan pelanggan psk atau pekerja
seks komersil
5) Jargon dan Kata Slang
a) Jargon
[111]
Jargon mengandung beberapa pengertian. Pertama, jargon adalah
kata kata yang mengandung makna suatu bahasa, dialek, atau tutur yang
dianggap kurang sopan atau aneh. Kedua, jargon diartikan sebagai
bahasa yang timbul dari percampuran bahasa-bahasa, dianggap sebagai
bahasa perhubungan. Ketiga, jargon diartikan sebagai kata-kata teknis
atau rahasia dalam suatu bidang tertentu.
b) Kata Slang
Kata-kata slang adalah kata percakapan yang tinggi atau murni.
Kata-kata slang adalah kata-kata nonstandar yang disusun secara khas,
kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer; kata-kata kiasan yang khas,
bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan. Dapat dihasilkan
dari salah ucap yang disengaja, atau sebuah kata diberi makna lain. Kata-
kata slang terdapat pada semua lapisan masyarakat, bertolak dari
keinginan agar bahasa itu lebih hidup dan asli.
Kata-kata slang sering dipinjam dari kosakata yang khusus
kemudian diberi arti umum, karenanya kata-kata slang mempunyai iuran
pada perkembangan bahasa. Kata-kata seperti: bus, taksi, bom-H,
tadinya adalah kata slang yang disingkat dari vehiculum omnibus
(kendaraan untuk umum), auto mobil, taxy cab (kereta yang disewakan),
bom-hidrogenium, mula-mula adalah kata-kata slang, tetapi sekarang
diterima sebagai kata-kata populer.
Kata-kata slang mengandung dua kekurangan, yaitu hanya sedikit
yang dapat hidup terus dan sering menimbulkan ketidaksesuaian. Kata-
kata slang yang suatu waktu populer dapat menghilang.
Misalnya kata-kata: rapi jali
mana tahan
elu lagi, elu lagi
kini terasa kehilangan tenaganya.
[112]
6) Kata Ilmiah dan Kata-kata Populer
Kata-kata ilmiah dan kata-kata populer setiap saat dapat bergeser.
Sebuah kata asing yang mula-mula dipakai oleh golongan terpelajar,
karena sering dipakai lambat laun menjadi kata-kata populer. Kata
popular adalah kata yang dikenal dan diketahui oleh seluruh lapisan
masyarakat. Kata populer yang diberi nilai khusus dapat menjadi kata
ilmiah.
Kata-kata ilmiah umumnya berasal dari bahasa asing. Mula-mula
ciri-ciri asingnya masih tetap dipertahankan, namun lambat laun
disesuaikan dengan struktur kata bahasa Indonesia. Proses penyesuaian
itu disebut adaptasi, baik berupa adaptasi morfologis mau pun adaptasi
fonologis. Sekarang ada usaha agar istilah-istilah ilmiah tidak hanya digali
dari bahasa asing, tetapi juga dari unsur-unsur daerah atau nonstandar
yang diberi pengertian khusus seperti: tuntas, rawan, lugu, untuk
menterjemahkan istilah exhaustive, critis, dannatural.
Agar dapat memahami perbedaan antara kata ilmiah dan kata
populer, berikut daftarnya:
Kata Ilmiah Kata populer
Analogi Kiasan
Final Akhir
Diskriminasi perbedaan perlakuan
Prediksi Ramalan
Kontradiksi Pertentangan
Format Ukuran
Anarki Kekacauan
Biodata biografi singkat
[113]
Bibliografi daftar pustaka
[114]
KALIMAT
1. Pengertian Kalimat
Secara tradisional, kalimat diartikan sebagai susunan kata yang
teratur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kalimat didefinisikan
sebagai (1) kesatuan ujaran yang mengungkapkan suatu konsep pikiran
perasaan, (2) perkataan, (3) satuan bahasa yang secara relative berdiri
sendiri tanpa adanya bantuan atau tambahan (Depdikbud, 1989:380).
Sedangkan dalam Kamus Istilah, kalimat didefinisikan sebagai bagian
terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang
utuh secara ketatabahasaan dalam kamus Bahasa Indonesia :
a. Dalam wujud lisan kalimat yang diiringi oleh alunan titik nada disela
oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai dan diakhiri oleh kesenyapan
karena menunggu umpan balik atau tanggapan.
b. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan huruf besar atau kapital
dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya atau seru; sementara itu
disertai pula didalamnya berbagai tanda baca (Suprapto,1993:40).
2. Struktur Dasar Kalimat
a. Predikat
Predikat dalam pandangan aliran struktural dianggap
unsur yang paling penting dan merupakan inti kalimat. Predikat
dalam bahasa Indonesia bisa berwujud kata atau frasa verbal,
adjectival, nominal, numeral, dan preposisional. Contoh yang ada
di bawah ini, yang bertanda garis miring:
1) Yasmina duduk-duduk diruang tamu.
5
[115]
2) Letusan gunung Merapi keras sekali.
3) Anda dan saying tidak harus pergi sekarang.
4) Makanan itu mahal.
5) Peserta audisi itu puluhan ribu orang.
6) Anak kami tiga.
7) Pak Nurdin ke Saudi.
Pada sepuluh kalimat di atas, terdapat bagian yang dicetak
miring. Ada yang berbentuk kata maupun frasa (lebih dari satu
kata). Kata atau frasa yang dicetak miring tersebut berfungsi
sebagai predikat.
b. Subyek (S)
Di samping predikat, kalimat umumnya mempunyai unsur
yang berfungsi sebagai subjek. Dalam pola kalimat bahasa
Indonesia, subjek biasanya terletak sebelum predikat, kecuali
jenis kalimat inverse. Subjek umumnya berwujud nominal, tetapi
pada kalimat-kalimat tertentu, kategori lain bisa juga mengisi
kedudukan subjek.
Pada sepuluh contoh kalimat di atas, kata atau frasa
Yasmina, Anda dan saya, letusan Gunung Merapi, makanan itu,
ayah saya, anak kami, peserta audisi itu, dia, dan Pak Nurdin
berfungsi sebagai subjek. Subjek yang tidak berupa nominal,
contoh:
1) Merokok merupakan perbuatan mubazir.
2) Berwudhu atau bertayamum harus dilakukan sebelum
sholat.
3) Tiga adalah sebuah angka.
4) Sakit bisa dialami semua orang.
[116]
c. Objek (O)
Objek bukan unsur wajib dalam kalimat. Keberadaanya
umumnya terletak setelah predikat yang berkategori verbal
transitif. Objek pada kalimat aktif akan berubah menjadi subjek
jika kalimat dipasifkan. Demikian pula, objek pada kalimat pasif
akan menjadi subjek jika kalimatnya dijadikan kalimat aktif.
Objek berkategori nominal.
1) Dr. Ammar memanggil suster Ane.
2) Adik dibelikan ayah sebuah buku.
3) Kami telah membicarakan hal itu.
Suster Ane, ayah, sebuha buku, dan hal itu pada tiga
kalimat di atas adalah contoh objek. Khusus pada kalimat b.
terdapat dua objek yaitu ayah (objek 1) dan sebuah buku (objek
2)
d. Pelengkap (PEL)
Pelengkap atau komplemen mirip dengan objek.
Perbedaan pelengkap dengan objek adalah ketidakmampuannya
menjadi subjek jika kalimatnya yang semula aktif dijadikan pasif.
Perhatikan kata-kata yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di
bawah ini. Kata-kata tersebut berfungsi sebagai pelengkap non
objek yang akan menambah keterangan dan juga memperjelas
dari subyek.
Contoh:
1) Kaki Cecep tersandung batu.
e. Keterangan (K)
Unsur kalimat yang tidak menduduki subjek, predikat,
objek, maupun pelengkap dapat diperkirakan menduduki fungsi
keterangan. Berbeda dengan O dan PEL. Yang pada kalimat selalu
[117]
terletak dibelakang P, unsur yang berfungsi sebagai keterangan
(K) bisa terletak didepan S atau P.
Contoh :
1) Di perpustakaan kamu membaca buku ini
2) Kami membaca buku ini di perpustakaan
Pada dua kalimat di atas, tampak bahwa frasa di
perpustakaan yang berfungsi sebagai keterangan mampu
ditempatkan di awal maupun di akhir. Khusus jika ditempatkan
antara S dan P, cara membacanya (intonasi) harus diubah
sedemikian rupa (terutama jeda) agar pemaknaan kalimat tidak
menjadi salah dan menimbulkan kesan ambigu atau salah
paham.
Dilihat dari bentuknya, keterangan pada sebuah kalimat
bisa dikenali dari adanya penggunaan preposisi dan konjungsi (di,
ke, dari, kepada, sehingga, supaya, dan sejenisnya). Akan tetapi,
tidak semua keterangan berciri demikan, ada pula keterangan
yang berbentuk kata, seperti pada contoh berikut:
1) Tiga tahun kami telah bekerja sama dengannya.
3. Jenis Kalimat dan Fungsinya
a. Berdasarkan pengucapannya
Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Kalimat Langsung
Kalimat langsung adalah kalimat yang secara cermat
menirukan ucapan orang. Kalimat langsung juga dapat diartikan
kalimat yang memberitakan bagaiamana ucapan dari orang lain
(orang ketiga). Kalimat ini biasanya ditandai dengan tanda petik
dua(“..”) dan dapat berupa kalimat tanya atau kalimat perintah.
Contoh :
[118]
a) Ibu berkata: “Rohan, jangan meletakkan sepatu
disembarang tempat!”
b) “Saya gembira sekali”, kata ayah,” karena kamu lulus ujian”
2) Kalimat Tak Langsung
Kalimat tak langsung adalah kalimat yang menceritakan
kembali ucapan atau perkataan orang lain. Kalimat tak langsung
tidak ditandai lagi dengan tanda petik dua dan sudah dirubah
menjadi kalimat berita.
Contoh :
a. Ibu berkata bahwa dia senang sekali karena aku lulus ujian.
b. Kakak berkata bahwa buku itu harus segera dikembalikan.
b. Berdasarkan Jumlah Frasa (Struktur Gramatikal)
Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang memilki satu pola
(klausa) yang terdiri dari satu subjek dan satu predikat. Kalimat
tunggal merupakan kalimat dasar sederhana. Kalimat-kalimat
yang panjang dapat dikembalikan ke dalam kalimat-kalimat dasar
yang sederhana dan dapat juga ditelusuri pola-pola
pembentukannya. Pola-pola kalimat dasar yang dimaksud adalah
:
*KB + KK (Kata Benda + Kata kerja)
Contoh : Victoria Bernyayi
S P
*KB + KS (Kata Benda + Kata Sifat)
Contoh : Ika sangat rajin
S P
[119]
*KB + KBil (Kata Benda + Kata Bilangan)
Contoh : Masalahnya seribuh Satu
S P
Kalimat tunggal dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
a) Kalimat Nominal adalah kalimat yang predikatnya berupa
kata benda.
Contoh : saya siswa kelas VI
b) Kalimat Verbal adalah kalimat yang predikatnya berupa kata
kerja.
Contoh : Adik bernyanyi
Setiap kalimat tunggal di atas dapat diperluas dengan
menambahkan kata-kata pada unsur-unsurnya. Dengan
penambahan unsur-unsur itu, unsur utama dari kalimat masih
dapat dikenali. Suatu kalimat tunggal dapar diperluas menjadi
dua puluh atau lebih. Perluasan kalimat tersebut terdiri atas :
a) Keterangan tempat, seperti di sini, dalam ruangan tertutup,
lewat Bali, sekeliling kota.
b) Keterangan waktu, seperti: setiap hari, pada pukul 21.00,
tahun depan, kemarin sore, Minggu kedua bulan ini.
c) Keterangan alat (dengan + kata benda), seperti: dengan
linggis, dengan undang-undang itu, dengan sendok, dengan
wesel pos, dengan cek.
d) Keterangan modalitas, seperti: harus, barangkali,s
eyogyanya, sesungguhnya, sepatunya.
e) Keterangan cara (dengan + kata sifar/kerja), seperti: dengan
hati-hati, seenaknya saja, selekas mungkin.
f) Keterangan aspek, seperti akun, sedang, sudah, dan telah.
[120]
g) Keterangan tujuan, seperti: agar bahagia, untuk anaknya,
supaya aman, bagi mereka.
h) Keterangan sebab, seperti: karena rajin, sebab berkuasa,
lantaran panic.
i) Keterangan aposisi adalah keterangan yang sifatnya
menggantikan, seperti: penerima Sepatu Emas, David
Beckham.
j) Frasa yang, seperti: Mahasiswa yang IP-nya 3 ke atas,
pemimpin yang memperhatikan rakyat.
Contoh perluasan kalimat tunggal adalah :
(1) Victoria akan bernyanyi di Las Vegas.
(2) Masalahnya seribu satu yang belum terpecahkan.
(3) Ika sangat rajin menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan kepadanya.
2) Kalimat Majemuk
Kalimat ini terbentuk dari 2 atau lebih kalimat tunggal dan
kedudukan tiap kalimat sederajat. Kalimat majemuk setara dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa bagian, yaitu :
Contoh perluasan kalimat tunggal adalah :
a) Victoria seribu satu yang belum terpecahkan.
b) Masalahnya seribu satu yang belum terpecahkan.
c) Ika sangat rajin menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan
kepadanya.
a) Kalimat Majemuk Setara (KMS)
Kalimat ini terbentuk dari 2 atau lebih kalimat tunggal dan
kedudukan tiap kalimat sederajat. Kalimat majemuk setara dapat
dikelompokkan ke dalan beberapa bagian, yaitu :
[121]
*KMS Penggabungan. Dua atau lebih kalimat tunggal yang
dihubungkan oleh kata dan atau serta.
Contoh :
(1) Kami mencari bahan dan mereka meramunya.
(2) Ratih dan Ratna bermain bulu tangkis di halaman rumah.
*KMS Pertentangan. Dua kalimat tunggal yang dihubungkan
oleh kata tetapi, sedangkan, namun,melainkan,dalam suatu
kalimat. Kedua kalimat tersebut menunjukkan hubungan
pertentangan.
Contoh :
(1) Indonesia adalah Negara berkembang, sedangkan Jepang
termasuk Negara yang sudah maju.
(2) Bukan saya yang memecahkan gelas itu, melainkan kakak.
*KMS Pemilihan. Dua atau lebih kalimat tunggal yang
dihubungkan oleh kata atau.
Contoh:
(1) Makalah ini harus dikumpulkan besok atau minggu depan.
(2) Aku atau dia yang akan kamu pilih.
*KMS Penguatan. Dua atau lebih kalimat tunggal dihubungkan
dengan kata bahkan.
Contoh :
(1) Dia tidak hanya cantik, bahkan dia juga sangat baik hati.
(2) Pencuri itu tidak hanya dipukuli ole masa, bahkan dia disiksa
dengan sadis.
*KMS yang dibentuk dari dua atau lebih kalimat tunggal yang
dihubungkan oleh kata lalu dan kemudian, untuk menandakan
suatu kejadian yang berurutan.
Contoh :
[122]
(1) Mula-mula disebutkan nama-nama juara melukis tingkat SD,
kemudian disebutkan nama-nama juara melukis tingkat
SMP.
b) Kalimat Majemuk Bertingkat (KMB)
Kalimat majemuk setara terdiri atas satu suku kalimat
bebas dan satu suku kalimat yang tidak bebas. Kedua kalimat
tersebut memiliki pola hubungan yang tidak sederajat. Bagian
yang memiliki kedudukan lebih penting (inti gagasan) disebut
sebagai klausa utama (Induk Kalimat). Bagian yang lebih renda
kedudukannya disebut sebagai klausa sematan (anak kalimat).
Ada beberapa penanda hubngan / konjungsi yang dipergunakan
oleh kalimat majemuk bertingkat, yaitu :
(1) Waktu : ketika, sejak
(2) Sebab : karena, oleh karena itu, sebab, oleh sebab itu
(3) Akibat : hingga, sehingga, maka
(4) Syarat : jika, asalkan, apabila
(5) Perlawanan : meskipun, walaupun
(6) Pengandaian : andaikata, seandainya
(7) Tujuan : agar, supaya untuk biar
(8) Perbandingan : seperi, laksana, ibarat, seolah-olah
(9) Pembatasan : kecuali, selain
(10) Alat : dengan + kata benda : dengan tongkat
(11) Kesertaan : dengan + orang
Contoh :
(a) Walaupun computer itu dilengkapi dengan alat-alat modern,
para hacker masih dapat mengacaukan data-data komputer
itu.
[123]
Induk kalimat : para hacker masih dapat mengacaukan data-
data komputer itu.
Anak kalimat : walaupun komputer itu dilengkapi dengan alat-
alat modern.
c) Kalimat Majemuk Campuran
Kalimat majemk campuran terdiri atas kalimat majemuk
setara dan kalimat majemuk bertingkat atau kebalikannya.
Contoh:
(1) Karena hari sudah malam, kami berhenti dan langsung
pulang.
KMS : Kami berhenti dan langsung pulang.
KMC : Kami berhenti karena hari sudah malam.
(1) Kami langsung pulang karena hari sudah malam.
(2) Kami pulang, tetapi mereka masih bekerja karena tugasnya
belum selesai.
KMS : Kami pulang, tetapu mereka masih bekerja.
KMB : Mereka masih bekerja karena tugasnya belum selesai.
c. Berdasarkan Isi atau Fungsinya
Kalimat dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu :
1) Kalimat Perintah
Kalimat perintah adalah kalimat yang bertujuan
memberikan perintah kepada orang lain untuk melakukan
sesuatu. Kalimat perintah biasanya diakhiri dengan tanda seru
(!) dalam penulisannya. Sedangkan dalam bentuk lisan,
kalimat perintah ditandai dengan intonasi tinggi.
Macam-macam kalimat perintah :
*Kalimat perintah biasa, ditandai dengan partikel lah.
[124]
Contoh : Gantilah bajumu !
*Kalimat larangan, ditandai dengan penggunaan kata jangan.
Contoh : Jangan membuang sampah sembarangan !
*Kalimat ajakan, ditandai dengan kata mohon, tolong,
silahkan.
Contoh : Tolong temani nenekmu dirumah !
2) Kalimat Berita
Kalimat berita adalah kalimat yang isinya memberitahukan
sesuatu. Dalam penulisannyam biasanya diakhiri dengan tanda
titik (.) dan dalam pelafalannya dilakukan dengan intonasi
menurun. Kalimat ini mendorong orang untuk memberikan
tanggapan.
Macam-macam kalimat berita :
*Kalimat Berita Kepastian
Contoh : Nenek akan datang dari Bandung besok pagi.
*Kalimat Berita pengingkaran
Contoh : Saya tidak akan datang pada acara ulang tahunmu.
*Kalimat Berita Bentuk Lainnya
Contoh : Kami tidak tahu mengapa dia datang terlambat.
3) Kalimat Tanya
Kalimat tanya adalah kalimat yang bertujuan untuk
memperoleh suatu informasi atau reaksi (jawaban) yang
diharapkan. Kalimat ini diakhiri dengan tanda tanya (?) dalam
penulisannya dan dalam pelafalanna menggunakan intonasi
menurun. Kata tanya yang dipergunakan adalah bagaimana,
dimana, berapa, kapan.
[125]
a. Contoh :
Mengapa gedung ini dibangun tidak sesuai dengan disainnya?
b. Kapan Becks kembali ke Inggris?
4) Kalimat Seruan
Kalimat seruan adalah kalimat yang digunakan untuk
mengungkapkan perasaan “yang kuat” atau “yang mendadak”.
Kalimat seruan biasanya ditandai dengan intonasi yang tingg
dalam pelafalannya dan menggunakan tanda seu (!) atau tanda
titik (.) dalam penulisannya.
Contoh :
a) Aduh, pekerjaan rumah saya tidak terbawa.
b) Bukan main, eloknya.
d. Berdasarkan Unsur Kalimat
Kalimat dapat dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu :
1) Kalimat Lengkap
Kalimat lengkap adalah kalimat yang sekurang-kurangnya
terdiri dari satu buah subjek dan satu buah predikat. Kalimat
Majas termasuk ke dalam kalimat lengkap.
Contoh :
Mahasisiwa berdiskusi di dalam kelas.
S P K
Ibu menggenakan kaos hijau dan celana hitam.
S P O
2) Kalimat Tidak Lengkap
[126]
Kalimat tidak lengkap adalah kalimat yang tidak sempurna
karena hanya memiliki subjek saja, atau predikat saja, atau objek
saja atau keterangan saja. Kalimat tidak lengkap biasanya berupa
semboyan, salam, perintah, pertanyaan, ajakan, jawaban,
seruan, larangan, sapaan dan kekaguman.
Contoh :
a) Selamat sore
b) Silahkan Masuk!
c) Kapan menikah?
d) Hei, kawan…
e. Berdasarkan Susunan S-P
Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
1) Kalimat versi
Kalimat versi adalah kalimat yang predikatnya mendahului
subjeknya. Kata atau frasa tertentu yang pertama muncul akan
menjadi kunci yang akan memperngaruhi makna untuk
menimbulkan kesan tertentu, dibandingakan jika kata atau frasa
ditempatkan pada urutan kedua. Kalimat ini biasanya dipakai
untuk penekanan atau ketegasan makna.
Contoh :
Ambilkan Koran itu di atas kursi itu!
P S
Sepakat kamu untuk berkumpul di taman kota.
S P K
2) Kalimat Inversi
[127]
Kalimat inversi adalah kalimat yang susunan dari unsur-
unsur kalimatnya sesuai dengan pola kalimat dasar bahasa
Indonesia (S-P-O-K).
Contoh :
-Penelitian ini dilakukan mereka sejak 2 bulan yang lalu
S P O K
-Aku dan dia bertemu di café ini.
S P K
f. Berdasarkan Bentuk Gaya Penyajiannya (Retrorikanya)
Kalimat dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Kalimat yang Melepas
Kalimat yang melepas terbentuk jika kalimat tersebut
disusun dengan diawali oleh unsur utama (induk kalimat) dan
diikuti oleh unsur tambahan (anak kalimat). Unsur anak kalimat
ini seakan-akan dilepaskan saja oleh penulisnya. Jika unsur anak
kalimat tidak diucapkan, kalimat itu sudah bermakna lengkap.
Contoh :
a) Saya akan dibelikan vespa oleh Ayah jika saya lulu ujian
sarjana.
b) Semua warga negara harus menaati segala perundang-
undangan yang berlak agar kehidupan di negeri ini berjalan
dengan tertib dan aman.
2) Kalimat yang Klimaks
Kalimat klimaks terbentuk jika kalimat tersebut disusun
dengan diawali oleh anak kalimat dan diikuti oleh induk kalimat.
Kalimat belum dapat dipahami jika hanya membaca anak
kalimatnya. Sebelum kalimat it selesai, terasa masih ada sesuatu
[128]
yang ditunggu, yaitu induk kalimat. Oleh karena itu, penyajian
kalimat itu terasa berklimaks dan terasa membentuk
ketegangan.
Contoh :
a) Karena sulit kendaraan, ia datang terlambat ke kantornya.
b) Setelah 1.138 hari disekap dalam sebuah ruangan akhirnya
tiga sandera warga Negara Prancis itu dibebaskan juga.
3) Kalimat yang Berimbang
Kalimat yang berimbang disusun dalam bentuk kalimat
majemuk setara dan kalimat majemuk campuran, struktur
kalimat ini memperlihatkan kesejajarannya yang sejalan dan
dituangkan ke dalam bangun kalimat yang simteri.
Contoh :
a) Bursa saham tampaknya semakin bergairah, investor asing
dan domestic berlomba melakukan transaksi, dan IHSG naik
tajam.
b) Jika stabilitas nasional mantap, masyarakat dpaat bekerja
dengan tenang dan dapat beribadat dengan leluasa.
g. Berdasarkan Subjeknya
Kalimat dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
a) Kalimat Aktif
Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan
suatu pekerjaan/tindakan. Kalimat ini biasanya memiliki predikat
berupa kata kerja yang berawalan me- dan ber-. Predikat juga
dapat berupa kata kerja aus (kata kerja yang tidak dapat dilekati
oleh awalan me- saja), misalnya pergi, tidur, mandi, dll (kecuali
makan dan minum).
[129]
Contoh :
a) Mereka akan berngkat besok pagi.
b) Kakak membantu ibu didapur.
Kalimat aktif dibedakan menjadi 2, yaitu :
*Kalimat Aktif Transitif
Kalimat Aktif Transitif adalah kalimay yang dapat diikuti
oleh objek penderita (OI). Predikat pada kalimat ini biasanya
berawalan me- dan selalu dapat diubah menjadi kalimat pasif.
Contoh : Eni mencuci piring.
S P OI
*Kalimat Aktif Intransitif
Kalimat Aktif Intransitif adalah kalimat yang tidak dapat
diikuti oleh objek penderita (OI). Preidkat pada kalimat ini
biasanya berawalan ber-. Kalimat berawalan me- tidak diikuti
dengan OI. Kalimat ini tidak dapat dirubah menjadi kalimat pasif.
Contoh :
Mereka berangkat minggu depan.
S P K
Amel menangis tersedu-sedu di kamar.
S p K
*Kalimat Semi Transitif
Kalimat ini tidak dapat dirubah menjadi kalimat pasif
Karena disertai oleh pelengkap bukan objek.
Contoh :
-Dian kehilangan pensil.
S P Pel.
[130]
Son selalu mengendarai sepeda motor ke kampus.
S P Pel K
b) Kalimat Pasif
Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya dikenai
pekerjaan atau tindakan. Kalimat ini biasanya memiliki predikat
berupa kata kerja berawalan di- dan ter- dan diikuti oleh kata
depan oleh.
Kalimat pasif dapat dibedakan menjadi 2 :
*Kalimat Pasif Biasa
Kalimat pasif ini biasanya diperoleh dari kalimat aktif
transitif. Predikat pada kalimat ini berawalan di-, ter-, ke-an.
Contoh :
-Piring dicuci Eni
S P O2
*Kalimat Pasif Zero
Kalimat pasif zero adalah kalimat objek pelakunya atau O2
melekat berdekatan dengan O2 tanpa disisipi dengan kata lain.
Predikat pada kalimat ini berakhiran –kan dan akan terjadi
awalan di-. Predikatnya juga dapat berupa kata dasar berkelas
kerja kecuali kata kerja aus. Kalimat pasif zero ini berhubungan
dengan kalimat baku.
Contoh :
-Ku pukul adik
O2 P O
Cara mengubah kalimat aktif menjadi pasif :
(1) Subjek pada kalimat aktif dijadikan objek pada kalimat pasif.
[131]
(2) Awalan me- diganti dengan di-.
(3) Tambahkan kata oleh dibelakang predikat.
Contoh : Bapak memancing ikan (aktif)
Ikan dipancing oleh bapak (pasif)
(4) Jika subjek kalimat aktif berupa kata ganti maka awalan me-
pada predikat dihapus, kemudian subjek dan predikat
dirapatkan.
Contoh : Aku harus mengerjakan PR. (aktif)
PR harus kukerjakan. (pasif)
h. Jenis Kalimat Menurut Fungsinya
Menurut fungsinya, kalimat dapat terbagi menjadi
empat macam, yaitu kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan,
kalimat perintah dan kalimat seruan. Kalimat-kalimat tersebut
dapat berbentuk positif ataupun negative di dalam sebuah
kalimat tersebut.
1) Kalimat Pernyataan (Deklaratif)
Bentuk kalimat ini dipakai jika seseorang ingin menyatakan
sesuatu dengan lengkap kepada lawan bicaranya saat ia ingin
menyampaikan informasi.
2) Kalimat pertanyaan (Interogatif)
Kalimat ini digunakan jika seseorang ingin memperoleh
informasi atau mencari tahu sesuatu. Kalimat ini sering
menggunakan kata tanya, misalnya apa, siapa, bagaimana,
mengapa, dll.
3) Kalimat Perintah dan Permintaan (Imperatif)
[132]
Kalimat ini digunakan untuk memberikan suatu perintah
(menyuruh) atau melarang seseorang untuk berbuat sesuatu.
4) Kalimat Seruan
Kalimat ini digunakan untuk mengungkapkan perasaan
yang mendadak.
4. Syarat – syarat Pembentukan Kalimat Efektif
Di dalam kalimat efektif, ada beberapa syarat yang yang harus di
penuhi agar kalimat tersebut bisa disebut kalimat efektif. Yaitu :
a. Kesatuan gagasan
Setiap kalimat yang baik dituntut jelas memperlihatkan kesatuan
gagasan, mengandung satu ide pokok. Dalam laju kalimat tidak boleh
diadakan perubahan dari satu kesatuan gagasan kepada kesatuan
gagasan lain yang tidak ada hubungan, atau menggabungkan dua
kesatuan yang tidak mempunyai hubungan sama sekali. Bila dua
kesatuan yang tidak mempunyai hubungan disatukan, akan rusak
kesatuan pikiran itu. Kesatuan gagasan janganlah pula diartikan bahwa
hanya terdapat suatu ide tunggal. Bisa terjadi bahwa kesatuan gagasan
itu terbentuk dari dua gagasan pokok atau lebih. Secara praktis sebuah
kesatuan gagasan diwakili oleh subyek, predikat dan obyek. Kesatuan
yang diwakili oleh subyek, predikat dan obyek itu dapat
berbentukkesatuan tunggal, kesatuan gabungan, kesatuan pilihan, dan
kesatuan yang mengandung pertentangan. Contoh-contoh berikut dapat
menjelaskan kesatuan gagasan tersebut, baik kesatuan yang terpadu,
dan kesatuan yang tidak terpadu.
1) Yang jelas kesatuan gagasannya
Kesatuan gagasan ini berkait dengan ekonomi kata
atau penggunaan kata yang tidak mubazir. Dalam
bahasa jurnalistik, hal ini menjadi perhatian.
Penggunaan kata-kata bahwa, adalah, telah, untuk,
dari, di mana, hal mana, yang mana, kata-kata
penat (lihat Anwar 1979). Perhatikan contoh berikut.
[133]
a) Kita bisa merasakan dalam kehidupan sehari-hari, betapa emosi itu
seringkali merupakan tenaga pendorong yang amat kuat dalam
tindak keihdupan kita (kesatuan tunggal)
b) Dia telah meninggalkan rumahnya jam enam pagi, dan telah
berangkat dengan pesawat satu jam yang lalu (kesatuan gabungan)
c) Ayah bekerja di perusahaan pengangkutan itu, tetapi ia tidak senang
dengan pekerjaan itu (kesatuan yang mengandung pertentangan)
d) Kamu boleh menyusun saya ke tempat itu, atau tinggal saja di sini
(kesatuan pilihan)
2) Yang tidak jelas kesatuan gagasannya
Kesatuan gagasan biasanya menjadi kabur karena kedudukan
subjek atau predikat tidak jelas, terutama karena salah menggunakan
kata depan. Kesalahan lain terjadi karena kalimatnya terlalu panjang
sehingga penulis atau pembicara sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang
mau dikatakan. Coba perhatikan kalimat-kalimat berikut, dan katakan
mengapa kesatuan gagasannya tidak jelas atau kabur.
[134]
b. Koherasi yang baik dan kompak
Keraf (1997) menyatakan yang dimaksud dengan koherensi atau
kepaduan yang baik dan kompak adalah hubungan timbal balik yang
baik dan jelas antara unsur-unsur (kata atau kelompok kata) yang
membentuk kalimat itu. Bagaimana hubungan antara subjek dan
predikat, hubungan antara predikat dan objek, serta keterangan-
keterangan lain yang menjelaskan tiap-tiap unsur pokok tadi.
Setiap bahasa memiliki kaidah-kaidah tersendiri bagaimana
mengurutkan gagasan-gagasan tersebut. Ada bagian-bagian kalimat yang
memiliki hubungan yang lebih erat sehingga tidak boleh dipisahkan, ada
yang lebih renggang kedudukannya sehingga boleh ditempatkan di mana
saja, asal jangan disisipkan antara kata-kata atau kelompok kata yang
rapat hubungannya. Kesalahan yang seringkali juga merusakkan
koherensi adalah menempatkan kata depan, kata penghubung yang tidak
sesuai atau tidak pada tempatnya, penempatan keterangan aspek yang
tidak sesuai dan sebagainya.
Bilamana gagasan yang tidak berhubungan satu sama lain
disatukan, selain merusak kesatuan pikiran, juga akan merusak koherensi
[135]
Demikian pula, pemisahan saya yang paling kecil dari
kata adik juga akan merusak koherensi kelompok kata
dalam kalimat.
kalimat yang bersangkutan.dalam kesatuan pikiran lebih ditekankan
adanya isi pikiran, sedangkan dalam koherensi lebih ditekankan segi
struktur, atau interrelasi antara kata-kata yang menduduki sebuah tugas
dalam kalimat. Sebab itu, bisa terjadi bahwa sebuah kalimat dapat
mengandung sebuah kesatuan pikiran, tetapi koherensinya tidak baik.
Ketidakbaikan koherensi kalimat itu dapat disebakan oleh hal-hal sebagai
berikut:
1) Koherensi rusak karena tempat kata dalam kalimat tidak sesuai
dengan pola kalimat.
2) Kepaduan sebuah kalimat akan rusak pula karena salah
mempergunakan kata depan, kata penghubung, dan sebagainya.
[136]
3) Kesalahan lain yang dapat merusak koherensi adalah pemakaian kata,
baik karena merangkaikan dua kata yang maknanya tidak tumpang
tindih, atau hakekatnya mengandung kontradiksi.
4) Suatu corak kesalahan yang lain yang sering dilakukan sehubungan
dengan persoalan koherensi atau kepaduan kalimat adalah salah
menempatkan keterangan aspek (sudah, telah, akan, belum, dsb.)
Pada kata kerja tanggap. Jadi, saya baca, kau pukul, kami lihat dsb,
sebagai bentuk tanggap tidak boleh diselingi keterangan apapun,
karena hubungan antara keduanya sangat mesra.
c . Penekanan
Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat (gagasan utama)
haruslah dibedakan dari sebuah kata yang dipentingkan. Gagasan utama
kalimat tetap didukung oleh subjek, dan predikat, sedangkan unsur yang
dipentingkan dapat bergeser dari satu kata ke kata yang lain. Kata yang
dipentingkan harus mendapat tekanan atau harus lebih ditonjolkan dari
unsur-unsur yang lain.
Dalam bahasa lisan kita dapat mempergunakan tekanan, gerak-
gerik dan sebagainya untuk memberi tekanan pada sebuah kata. Dalam
bahasa tulisan halini tidak mungkin dilakukan. Namun masih terdapat
beberapa cara yang dapat dipergunakan untuk memberi penekanan itu,
[137]
baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan. Cara-cara yang
dapat ditempuh di antaranya sebagai berikut.
1) Mengubah-ubah posisi kata dalam kalimat
Sebagai prinsip dapat dikatakan bahwa semua kata yang
ditempatkan pada awal kalimat adalah kata yang dipentingkan.
Berdasarkan prinsip tersebut, untuk mencapai efek yang diinginkan
sebuah kalimat dapat diubah-ubah strukturnya dengan menempatkan
sebuah kata yang dipentingkan pada awal kalimat.
a) Kami berharap pada kesempatan lain kita dapat membicarakan lagi
soal ini.
Kalimat di atas menunjukkan bahwa kata yang dipentingkan
adalah kami (berharap), bukan yang lain-lain. Di samping, kami kita dapat
memberi penekanan pada kata-kata lainnya: harap, pada kesempatan
lain, kita, soal ini. Kata-kata tersebut dapat ditempatkan pada awal
kalimat, dengan konsekuensi bahwa kalimat di atas bisa mengalami
perubahan strukturnya, asal isinya tidak berubah.
a) Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada
kesempatan lain.
b) Pada kesempatan lain kami berharap kita dapat membicarakan lagi
soal ini
c) Kita dapat membicarakan lagi soal ini pada kesempatan lain,
demikian harapan kami.
d) Soal ini dapat kita bicarakan pada kesempatan lain, demikian
harapan kami.
2) Mempergunakan repetisi
Repetisi adalah pengulangan sebuah kata yang dianggap penting
dalam sebuah kalimat. Perhatikan contoh berikut.
[138]
a) Harapan kita demikianlah dan demikian pula harapan setiap pejuang.
3) Pertentangan
Pertentangan dapat pula dipergunakan untuk menekan suatu
gagasan. Kita bisa saja mengatakan secara langsung hal-hal berikut
dengan konsekuensi bahwa tidak terdapat penekanan.
a) Anak itu rajin dan jujur
b) Ia menghendaki perbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu.
Agar kata rajin dan jujur serta menghendaki perbaikan yang
menyeluruh dapat lebih ditonjolkan, kedua gagasan itu ditempatkan
dalam suatu posisi pertentangan, misalnya:
a) Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.
b) Ia tidak menghendaki perbaikan yang bersifat tambal
sulam, tetapiperbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu.
4) Partikel Penekan
Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa partikel yang
berfungsi untuk menonjolkan sebuah kata atau ide dalam sebuah
kalimat. Partikel-partikel yang dimaksud adalah: lah, pun, kah, yang oleh
kebanyakan tatabahasa disebut imbuhan.
a) Saudaralah yang harus bertanggungjawab dalam soal itu
b) Kami pun turut dalam kegiatan itu
d. Keparalelan (Paralelisme)
Yang dimaksud dengan keparalelan adalah kesamaan bentuk kata
yang digunakan dalam kalimat itu. Artinya, kalau bentuk pertama
menggunakan nomina, bentuk kedua menggunakan nominal. Kalau
bentuk pertama menggunakan verbal.
Contoh:
1) Harga minyak dibekukan atau kenaikan
[139]
Kalimat (1) tidak mempunyai kesejajaran karena dua bentuk kata
kedua bentuk itu :
1) Harga minyak di bekukan atau dinaikkan oleh pihak pemerintah pusat.
e. Lugas
Adalah alah suatu penonjolan pada ide pokok kalimat. Dalam
sebuah kalimat ada ide yang perlu ditonjolkan. Kalimat itu memberi
penekanan atau penegasan pada penonjolan itu. Ada berbagai cara
untuk membentuk penekanan.
1) Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal
kalimat).
- Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan
negara ini dengan kemampuan yang ada pada
dirinya.Penekanannya ialah presiden mengharapkan
Contoh:
Harapan presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan
negaranya.
2) Membuat urutan kata yang bertahap yang masih mempunyai arti
yang sejenis.
- Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah,
telah disumbangkan.
Seharusnya:
- Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah,
telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.
3) Melakukan pengulangan kata yang masih berhubungan dengan
subyek (repetisi).
dan kenaikan. Kalimat itu dapat diperbaiki dengan cara menyejajarkan yang mewakili predikat terdiri dari bentuk yang berbeda, yaitu dibekukan
[140]
- Saya suka kecantikan mereka, saya suka akan kelembutan mereka.
4) Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan dalam
kalimat.
- Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur.
5) Mempergunakan partikel penekanan (penegasan) dalam kalimat
yang telah kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari dan telah
kita ucapkan.
- Saudaralah yang bertanggung jawab.
f) Gramatikal
Makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat
adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan
proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata
angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik,
melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik,
papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
g) Lengkap
Lengkap adalah adanya pola kalimat yang utuh di dalam kalimat
efektif. Utuh disini berarti bahwa semua komponen yang di butuhkan
dalam pembentukan sebuah kalimat harus terpenuhi. Seperti subyek,
predikat, dan objek.
Contoh : Aku makan bakso,
Keterangan : Aku (subjek), makan (predikat), dan bakso (objek).
h) Logis
Kalimat efektif harus mudah dipahami. Unsur-unsur
pembentuknya harus memiliki hubungan yang logis atau dapat diterima
oleh akal sehat. Susunan kalimat dianggap logis apabila kalimat itu
[141]
mengandung makna yang bisa diterima akal dan bermakna sesuai
dengan kaidah-kaidah nalar secara umum. Contoh : Waktu dan tempat
saya persilakan.
Kalimat ini tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat
adalah benda mati yang tidaka dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus
diubah menjadi: Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke
podium.
i) Efisien / Ekonomis
Kehematan dalam kalimat efektif merupakan kehematan dalam
pemakaian kata, frase, atau bentuk lainnya yang dianggap tidak
diperlukan. Kehematan ini menyangkut soal gramatikal dan makna kata.
Kehematan tidak berarti bahwa kata yang diperlukan atau yang
menambah kejelasan makna kalimat boleh dihilangkan. Penulis kadang-
kadang tanpa sadar sering mengulang subjek dalam satu kalimat.
Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak
perlu. Setiap kata haruslah memiliki fungsi yang jelas. Penggunaan kata-
kata yang berlebihan justru akan memperlemah dan mengaburkan
maksud kalimat tersebut (E. Kosasih, 2002 :200).
Contoh: Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat diatas tidak perlu.
Dalam kata mawar, anyelir, dan melati terkandung makna bunga. Kalimat
yang benar adalah: Mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Dalam menghemat pengunaan kata dalam kalimat adalah dengan
cara :
1) Hiponimi
Dalam bahasa ada kata yang merupakan bawahan makna kata atau
ungkapan yang lebih tinggi. Di dalam makna kata terkandung
[142]
makna dasar kelompok makna kata yang bersangkutan. Kata
merah sudah mengandung makna kelompok warna.
2) Pemakaian kata depan ”dari” dan ”daripada”.
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal kata depan dari dan daripada,
selain ke- dan di-. Penggunaan dari dalam bahasa Indonesia dipakai
untuk menunjukkan arah (tempat) dan asal (asal-usul).
3) Penghilangan subjek ganda
Kalimat majemuk yang anak kalimat dan induk kalimatnya memiliki
subyek sama dapat dihilangkan salah satunya. Contoh :
- Sebelum surat ini dikirimkan, surat ini harus ditandatangani lebih
dahulu. (Tidak Tepat)
- Sebelum dikirimkan, surat ini harus ditandatangani lebih dahulu.
(Tepat)
j) Variasi
Ciri kevariasian akan diperoleh jika kalimat yang satu dibandingkan
dengan kalimat yang lain. Kemungkinan variasi kalimat tersebut sebagai
berikut.
(1) Variasi dalam pembukaan kalimat
Ada beberapa kemungkinan untuk memulai kalimat demi
efektifitas, yaitu dengan variasi pada pembukaan kalimat. Dalam variasi
pembukaan kalimat, sebuah kalimat dapat dimulai atau dibuka dengan :
(a) Frase keterangan (waktu, tempat, cara)
(b) Frase Benda
(c) Frase Kerja
(d) Partikel Penghubung
Contoh:
[143]
(b) Mang Usil dari kompas menganggap hal ini sebagai suatu isarat
sederhana untuk bertransmigrasi (Frase benda)
(c) Dibuangnya jauh-jauh pikiran yang menghantuinya selama ini (Frase
Kerja)
(d) Karena bekerja terlalu berat dia jatuh sakit (frase Penghubung)
(2) Variasi dalam pola kalimat
Untuk efektifitas kalimat dan untuk menghindari suasana menoton
yang dapat menimbulkan kebosanan, pola kalimat subjek – Predikat –
Objek dapat diubah menjadi predikat – objek – Subjek atau yang lainnya.
Contoh :
1) Dokter muda itu belum dikenal oleh masyarakat desa Sukamaju. (S –
P- O)
2) Belum dikenal oleh masyarakat desa Sukamaju doketr muda itu. (P –
O – S)
3) Dokter muda itu oleh masyarakat desa Sukamaju belum dikenal. (S –
O – P)
(3) Variasi dalam jenis kalimat
Untuk mencapai efektifitas sebuah kalimat berita atau
pertanyaan, dapat dikatakan dalam kalimat Tanya atau kalimat
perintah. Perhatikan contoh berikut.
- ........................ Presiden SBY sekali lagi menegaskan perlunya kita lebih
hati-hati memamakai bahan baker dan energi dalam negeri. Apakah
kita menangkap peringatan tersebut?
Dalam kutipan tersebut terdapat satu kalimat yang dinyatakan
dalam bentuk Tanya. Penulis tentu dapat mengatakannya dalam kalimat
berita. Akan tetapi untuk mencapai efektifitas, ia memakai kalimat Tanya.
[144]
(4) Variasi bentuk aktif-pasif
Perhatikan contoh berikut!
(a) Pohon pisang itu cepat tumbuh. Kita dengan mudah dapat
menanamnya dan memeliharanya. Lagi pula kita tidak perlu
memupuknya. Kita hanya menggali lubang, menanam, dan tinggal
menunggu buahnya.
Bandingkan dengan kalimat berikut!
(b) Pohon pisang itu cepat tumbuh. Dengan mudah pohon pisang itu
dapat ditanam dan dipelihara. Lagi pula tidak perlu dipupuk kita
hanya menggali lubang, menanam dan tinggal menunggu buahnya.
Kalimat-kalimat pada paragaf (a) semuanya berupa kalimat katif,
sedangkan pada paragraph (b) berupa kalimat aktif dan pasif. Dapat
dikatakan, bahwa kalimat-kalimat pada paragraf (a) tidak bervariasi
sedangkan paragraf (b) bervariasi, namun hanya variasi aktif – pasif.
5. Sebab-sebab Kalimat Tidak Efektif
a. Penggunaan dua kata yang sama artinya dalam sebuah kalimat :
1) Sejak dari usia delapan tauh ia telah ditinggalkan ayahnya.
(Sejak usia delapan tahun ia telah ditinggalkan ayahnya.)
2) Hal itu disebabkan karena perilakunya sendiri yang kurang
menyenangkan.
(Hal itu disebabkan perilakunya sendiri yang kurang
menyenangkan.
3) Ayahku rajin bekerja agar supaya dapat mencukupi kebutuhan
hidup.
(Ayahku rajin bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.)
4) Pada era zaman modern ini teknologi berkembang sangat
pesat.
[145]
(Pada zaman modern ini teknologi berkembang sangat pesat.)
5) Berbuat baik kepada orang lain adalah merupakan tindakan
terpuji.
(Berbuat baik kepada orang lain merupakan tindakan terpuji.)
b. Penggunaan kata berlebih yang ‘mengganggu’ struktur kalimat :
1) Menurut berita yang saya dengar mengabarkan bahwa
kurikulum akan segera diubah.
(Berita yang saya dengar mengabarkan bahwa kurikulum akan
segera diubah. / Menurut berita yang saya dengar, kurikulum
akan segera diubah.)
2) Kepada yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.
(Yang bersalah harus dijatuhi hukuman setimpal.)
c. Penggunaan imbuhan yang kacau :
1) Yang meminjam buku di perpustakaan harap dikembalikan.
(Yang meminjam buku di perpustakaan harap mengembalikan.
/ Buku yang dipinjam dari perpustakaan harap dikembalikan)
2) Ia diperingati oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi
perbuatannya.
(Ia diperingatkan oleh kepala sekolah agar tidak mengulangi
perbuatannya.
3) Operasi yang dijalankan Reagan memberi dampak buruk.
(Oparasi yang dijalani Reagan berdampak buruk)
4) Dalam pelajaran BI mengajarkan juga teori apresiasi puisi.
(Dalam pelajaran BI diajarkan juga teori apresiasi puisi. /
Pelajaran BI mengajarkan juga apresiasi puisi.)
d. Kalimat tak selesai :
[146]
1) Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial yang selalu
ingin berinteraksi.
(Manusia yang secara kodrati merupakan mahluk sosial,
selalu ingin berinteraksi.)
2) Rumah yang besar yang terbakar itu.
(Rumah yang besar itu terbakar.)
e. Penggunaan kata dengan struktur dan ejaan yang tidak baku :
1) Kita harus bisa merubah kebiasaan yang buruk.
(Kita harus bias mengubah kebiasaan yang buruk.)
Kata-kata lain yang sejenis dengan itu antara lain menyolok,
menyuci, menyontoh, menyiptakan, menyintai, menyambuk,
menyaplok, menyekik, menyampakkan, menyampuri,
menyelupkan dan lain-lain, padahal seharusnya mencolok,
mencuci, mencontoh, menciptakan, mencambuk, mencaplok,
mencekik, mencampakkan, mencampuri, mencelupkan.
2) Pertemuan itu berhasil menelorkan ide-ide cemerlang.
(Pertemuan itu telah menelurkan ide-ide cemerlang.)
3) Tau tahu
4) kepilih terpilih
5) faham paham
6) himbau imbau
7) silahkan silakan
8) antri antre
f. Penggunaan tidak tepat kata ‘di mana’ dan ‘yang mana’ :
1) Saya menyukainya di mana sifat-sifatnya sangat baik.
(Saya menyukainya karena sifat-sifatnya sangat baik.)
2) Rumah sakit di mana orang-orang mencari kesembuhan harus
selalu bersih.
[147]
(Rumah sakit tempat orang-orang mencari kesembuhan harus
selalu bersih.)
3) Manusia membutuhkan makanan yang mana makanan itu harus
mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh.
(Manusia membutuhkan makanan yang mengandung zat-zat yang
diperlukan oleh tubuh.)
g. Penggunaan kata ‘daripada’ yang tidak tepat :
1) Seorang daripada pembatunya pulang ke kampung kemarin.
(Seorang di antara pembantunya pulang ke kampung kemarin.)
2) Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar daripada
pengawasannya.
(Seorang pun tidak ada yang bisa menghindar dari
pengawasannya.)
3) Tendangan daripada Ricky Jakob berhasil mematahkan
perlawanan musuh.
(Tendangan Ricky Jakob berhasil mematahkan perlawanan
musuh.)
h. Pilihan kata yang tidak tepat :
1) Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan waktu
untuk berbincang bincang dengan masyarakat.
(Dalam kunjungan itu Presiden Yudhoyono menyempatkan diri
untuk berbincang-bincang dengan masyarakat.)
2) Bukunya ada di saya. (Bukunya ada pada saya.)
i. Kalimat ambigu yang dapat menimbulkan salah arti :
1) Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan
untuk memulai pembicaraan damai antara komunis dan
pemerintah yang gagal.
[148]
Kalimat di atas dapat menimbulkan salah pengertian. Siapa/apa
yang gagal? Pemerintahkah atau pembicaraan damai yang pernah
dilakukan?
(Usul ini merupakan suatu perkembangan yang menggembirakan
untuk memulai kembali pembicaraan damai yang gagal antara
pihak komunis dan pihak pemerintah.)
2) Sopir Bus Santosa yang Masuk Jurang Melarikan Diri.
Judul berita di atas dapat menimbulkan salah pengertian.
Siapa/apa yang dimaksud Santosa? Nama sopir atau nama bus?
Yang masuk jurang busnya atau sopirnya?
(Bus Santoso Masuk Jurang, Sopirnya Melarikan Diri.
j. Pengulangan kata yang tidak perlu :
1) Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku setahun.
(Dalam setahun ia berhasil menerbitkan 5 judul buku.)
2) Film ini menceritakan perseteruan antara dua kelompok yang
saling menjatuhkan, yaitu perseteruan antara kelompok Tang
Peng Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.
(Film ini menceritakan perseteruan antara kelompok Tan Peng
Liang dan kelompok Khong Guan yang saling menjatuhkan.)
k. Kata ‘kalau’ yang dipakai secara salah :
1) Dokter itu mengatakan kalau penyakit AIDS sangat berbahaya.
(Dokter itu mengatakan bahwa penyakit AIDS sangat berbahaya.)
2) Siapa yang dapat memastikan kalau kehidupan anak pasti lebih
baik daripada orang tuanya?
(Siapa yang dapat memastikan bahwa kehidupan anak pasti lebih
baik daripada orang tuanya?)
6. Contoh – contoh Kalimat Efektif
[149]
1) Kalimat tidak efektif : Sungguh sangat benar-benar malang nasib
anak itu.
Kalimat efektif : Sungguh sangat malang nasib anak itu.
2) Kalimat tidak efektif : Kemarin banyak para karyawan yang
melakukan demonstrasi.
Kalimat efektif : Kemarin banyak karyawan yang melakukan
demonstrasi.
3) Kalimat tidak efektif : Kedua kapten dari masing-masing tim saling
bertatap-tatapan.
Kalimat efektif : Kedua kapten dari masing-masing tim saling
bertatapan.
4) Kalimat tidak efektif : Semua orang tau bahwa makhluk hidup
pasti mati.
Kalimat efektif : Semua orang tahu bahwa makhluk hidup pasti
mati.
5) Kalimat tidak efektif : Motor yang diparkir yang di ujung itu
miliknya.
Kalimat efektif : Motor yang di parkir di ujung itu miliknya.
[150]
PARAGRAF
1. Definisi paragraf
Paragraf disebut juga alinea. Kata tersebut merupakan serapan
dari bahasa Inggris paragraph. Kata Inggris “paragraf” terbentuk dari kata
Yunani para yang berarti “sebelum” dan grafein “menulis atau
menggores”. Sedangkan kata alinea dari bahasa Belanda dengan ejaan
yang sama. Alinea berarti “mulai dari baris baru” (Adjad Sakri, 1992).
Paragraf atau alinea tidak dapat dipisah-pisahkan seperti sekarang, tetapi
disambung menjadi satu. Menurut Finoza (2006), paragraf adalah satuan
bentuk bahasa yang biasanya merupakan gabungan beberapa kalimat,
sedangkan dalam bahasa Yunani, sebuah paragraf (paragraphos,
“menulis di samping” atau “tertulis di samping”) adalah suatu jenis
tulisan yang memiliki tujuan atau ide. Jadi, paragraf atau alinea adalah
suatu bagian dari bab pada sebuah karangan yang mana cara
penulisannya harus dimulai dengan baris baru dan kalimat yang
membentuk paragraf atau alinea harus memperlihatkan kesatuan
pikiran.
Selain itu, kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf atau alinea
harus saling berkaitan dan hanya membicarakan satu gagasan. Bila dalam
sebuah paragraf atau alinea terdapat lebih dari satu gagasan, paragraf
atau alinea itu tidak baik dan perlu dipecah menjadi lebih dari satu
paragraf atau alinea. Perhatikan contoh paragraf atau alinea di bawah ini.
Sampah yang setiap hari kita buang sebenarnya bisa
disederhanakan menjadi dua macam, yaitu sampah organik
dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah
6
[151]
yang mudah membusuk, seperti sisa makanan dan daun-
daunan yang biasanya basah. Sampah anorganik adalah
sampah yang sulit atau yang tidak bisa membusuk,
umpamanya plastik, kaca, logam, kain, dan karet.
Dalam contoh paragraf atau alinea di atas terdapat satu pokok
pembicaraan, yaitu sampah (organik dan anorganik). Masalah tersebut
diungkapkan dengan menggunakan tiga kalimat, bobot ide/gagasan yang
dihasilkan oleh paragraf atau alinea itu tentu lebih tinggi atau lebih luas
jika dibandingkan dengan ide sebuah kalimat.
2. Struktur Paragraf
Sebelum membahas mengenai struktur paragraf, yang perlu kita
ketahui adalah ciri-ciri paragraf, yaitu:
a. Paragraf menggunakan pikiran utama yang dinyatakan dalam kalimat
topik.
b. Setiap paragraf menggunakan satu kalimat topik, selebihnya
merupakan kalimat penjelas dalam menguraikan kalimat topik.
c. Paragraf menggunakan pikiran penjelas yang dinyatakan dalam
kalimat penjelas. Di dalam paragrap hanya berisi satu kalimat topik
dan beberapa kalimat penjelas.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka seluruh kalimat yang
membangun paragraf pada umumnya dapat diklasifikasikan atas dua
jenis, yaitu kalimat topik atau kalimat pokok dan kalimat penjelas atau
kalimat pendukung. Kalimat topik adalah kalimat yang berisi ide pokok
atau ide utama paragraf. Kalimat ini merupakan kalimat terpenting yang
harus ada dalam setiap paragraf. Jika kalimat topik tidak ada dalam satu
paragraf, berarti ide paragraf itu juga tidak ada. Adapun kalimat penjelas
atau pendukung sesuai dengan namanya berfungsi mendukung atau
[152]
menjelaskan ide utama yang terdapat di dalam kalimat topik. Ciri kalimat
topik dan kalimat penjelas adalah sebagai berikut.
a. Kalimat topik atau kalimat utama
Kalimat topik biasanya ditempatkan secara jelas sebagai kalimat
awal suatu paragraf. Kalimat utama ini kemudian dikembangkan dengan
sejumlah kalimat penjelas sehingga ide atau gagasan yang terkandung
kalam kalmat utama itu menjadi semakin jelas. Ciri kalimat topik:
1) Mengandung permasalahan yang potensial untuk dirinci dan
diuraikan lebih lanjut.
2) Merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri.
3) Mempunyai arti yang cukup jelas tanpa harus dihubungkan dengan
kalimat lain dalam satu paragraf.
4) Dapat dibentuk tanpa bantuan kata sambung atau
penghubung/transisi.
Contoh:
(1) Rumah temanku sungguh tampak mewah mengagumkan. (2)
Dinding-dinding rumah bagian dalam dihiasi permata. (3) Lantainya
terbuat dari marmer. (4) Pintu-pintu kamar terbuat dari emas. (5) Meja
kursi terbuat dari bahan alumunium dan monel.
Perhatikanlah kalimat-kalimat yang ada dalam contoh paragraf di
atas! Kalimat 2, 3, 4, dan 5 disebut kalimat penjelas karena berfungsi
untuk mendukung atau memperjelas kalimat 1, sedangkan kalimat 1
disebut kalimat utama. Karena kalimat utama berada di awal paragraf.
b. Kalimat Penjelas
[153]
Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan
tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf. Ciri
kalimat penjelas:
1) Sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri (dari segi
arti)
2) Arti kalimat ini kadang-kadang baru jelas setelah dihubungkan dengan
kalimat lain dalam satu paragraf.
3) Pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung atau
frasa penghubung/transisi.
4) Isinya berupa rincian, keterangan, contoh dan data tambahan lain
yang bersifat memperjelas (mendukung) kalimat topik.
Kalimat-kalimat penjelas atau kalimat-kalimat bawahan
itu menjelaskan kalimat topik dengan empat cara, yaitu:
a) Dengan ulangan, yaitu mengulang balik pikiran utama.
Pengulangannya biasanya menggunakan kata-kata lain yang
bersamaan maknanya (sinonimnya).
b) Dengan pembedaan, yaitu dengan menunjukkan maksud yang
dikandung oleh pikiran utama dan menyatakan apa yang tidak
terkandung oleh pikiran utama.
c) Dengan contoh, yaitu dengan memberikan contoh-contoh mengenai
apa yang dinyatakan dalam kalimat topik.
d) Dengan pembenaran, yaitu dengan menambahkan alasan-alasan
untuk mendukung ide pokok. Biasanya kalimat pembenaran itu
diawali/disisipi kata “karena, sebab”.
Contoh:
Dengan bahasa, manusia dapat menyampaikan bermacam-macam pikiran dan perasaan kepada sesama manusia. Dengan bahasa pula, manusia dapat mewarisi dan mewariskan semua pengalaman dan pengetahuannya.
[154]
Seandainya manusia tidak berbahasa, alangkah sunyinya dunia ini. Memang bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.
3. Syarat Pembentukan Paragraf
Suatu paragraf/alinea dianggap bermutu dan efektif
mengkomunikasikan gagasan yang didukungnya apabila paragraf/alinea
itu lengkap, artinya mengandung pikiran utama dan pikiran-pikiran
penjelas. Di samping itu sama halnya dengan kalimat, paragraf/alinea
harus memenuhi persyaratan tertentu.(Keraf, 1980:67) . Adapun syarat-
syarat tersebut antara lain.
a. Kesatuan Makna (Koherensi)
Sebuah paragraf dikatakan mengandung kesatuan makna jika
seluruh kalimat dalam paragraf itu hanya membicarakan satu ide pokok,
satu topik, atau satu masalah saja. Jika dalam sebuah paragraf terdapat
kalimat yang menyimpang dari masalah yang sedang dibicarakan, berarti
dalam paragraf itu terdapat lebih dari satu ide atau masalah.
Contoh:
Buku merupakan investasi masa depan. Buku adalah jendela ilmu pengetahuan yang bisa membuka cakrawala seseorang. Dibanding media pembelajaran audiovisual, buku lebih mampu mengembangkan daya kreativitas dan imajinasi anak-anak karena membuat otak lebih aktif mengasosiasikan simbol dengan makna. Radio adalah media alat elektronik yang banyak didengar di masyarakat. Namun demikian, minat dan kemampuan mambaca tidak akan tumbuh secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan pembiasaan. Menciptakan generasi literat membutuhkan proses dan sarana yang kondusif.
[155]
Paragraf di atas dikatakan tidak koheren karena terdapat satu
kalimat yang melenceng dari gagasan utamanya yaitu kalimat yang
dicetak tebal.
Buku merupakan investasi masa depan. Buku adalah jendela ilmu pengetahuan yang bisa membuka cakrawala seseorang. Dibanding media pembelajaran audiovisual, buku lebih mampu mengembangkan daya kreativitas dan imajinasi anak-anak karena membuat otak lebih aktif mengasosiasikan simbol dengan makna. Namun demikian, minat dan kemampuan membaca tidak akan tumbuh secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan pembiasaan. Menciptakan generasi literat membutuhkan proses dan sarana yang kondusif.
b. Kesatuan Bentuk (Kohesi)
Kesatuan bentuk paragraf atau kohesi terwujud jika aliran kalimat
berjalan mulus, lancar, dan logis. Kohesi itu dapat dibentuk dengan cara
repetisi, penggunaan kata ganti, penggunaan kata sambung atau frasa
penghubung antarkalimat. Berikut ini dikemukakan kata-kata atau frase
transisi, seperti dikemukakan oleh Keraf (1980: 80-81).
1) Hubungan yang menyatakan tambah terhadap sesuatu yang telah
disebut, misalnya: lebih lagi, tambahan, lagi pula, selanjutnya, di
damping itu, akhirnya, dan sebagainya.
2) Hubungan yang menyatakan pertentangan, misalnya: tetapi, namun,
bagaimanapun juga, sebaliknya, walaupun, demikian, biarpun,
meskipun.
3) Hubungan yang menyatakan perbandingan, misalnya: sama halnya,
seperti, dalam hal yang sama, dalam hal yang demikian, sebagaimana.
4) Hubungan yang menyatakan akibat, misalnya; sebab itu, oleh sebab
itu, oleh karena itu, jadi, maka, akibatnya, karena itu.
[156]
5) Hubungan yang menyatakan tujuan, misalnya: untuk maksud itu,
untuk maksud tertentu, untuk maksud tersebut, supaya.
6) Hubungan yang menyatakan singkatan, misalnya contoh intensifikasi:
singkatnya, ringkasnya, secara singkat, pendeknya, pada umumnya,
dengan kata lain, yakni, yaitu, sesungguhnya.
7) Hubungan yang menyatkn waktu, misalnya: sementara itu, segera,
beberapa saat kemudian, sesudah, kemudian.
8) Hubungan yang menyatakan tempat, misalnya: di sini, di situ, dekat,
di seberang, berdekatan dengan, berdampingan dengan.
Contoh:
Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen. Impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993. pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.
Paragraf di atas mengemukakan satu gagasan utama, yaitu
mengenai masalah naik turunnya produksi beras Indonesia. Dengan
demikian koherensi kalimat tersebut sudah terpenuhi, namun paragraf
tersebut dikatakan tidak memiliki kohesivitas yang baik sehingga gagasan
tersebut sulit dipahami. Paragraf tersebut perlu diperbaiki, misalnya
dengan memberikan kata perangkai seperti berikut ini.
Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen.
Akibatnya, impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. Sesudah swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1985, kita mengekspor sebesar
[157]
371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993. Akan tetapi, pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Sejak itu, impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.
c. Kelengkapan
Suatu paragraf/alinea dikatakan lengkap, apabila kalimat topik
ditunjang oleh sejumlah kalimat penjelas. Tentang kalimat-kalimat
penjelas ini sudah dibicarakan di bagian awal tulisan ini, yaitu pada unsur-
unsur paragraf. Kalimat-kalimt penjelas penunjang utama atau
penunjang kedua harus benar-benar menjelaskan pikiran utama. Cara
mengembangkan pikiran utama menjadi paragraf serta hubungan antar
kalimat utama dengan kalimat penjelas (detil-detil penunjang) dapat
dilihat dari urutan rinciannya. Rincian itu dapat diurut secara urutan
waktu (kronologis), urutan logis, terdiri atas sebab-akibat, akibat-sebab,
umum-khusus, khusus-umum, urutan ruang (spasial), urutan proses,
contoh-contoh dan dengan detail fakta.
Agar paragraf/alinea menjadi padu digunakan pengait paragraf,
yaitu berupa:
1) Ungkapan penghubung transisi.
2) Kata ganti.
3) Kata kunci (pengulangan kata yang terpenting)
Contoh :
Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah tidak adanya peminat atau penggemar jenis binatang laut seperti halnya peminat atau penggemar penghuni darat atau burung-burung yang indah. Tidak adanya penyediaan dana untuk melindungi ketam kenari, kima, atau tiram mutiara sebagaimana halnya untuk panda dan harimau. Jenis mahkluk laut tertentu tiba-tiba punah sebelum manusia sempat melindunginya. Tiram raksasa di kawasan
[158]
Indonesia bagian barat kebanyakan sudah punah. Sangat sukar menemukan tiram hidup dewasa ini, padahal rumah tiram yang sudah mati mudah ditemukan. Demikian juga halnya dengan kepiting kelapa dan kepiting begal yang biasa menyebar dari pantai barat Afrika sampai bagian barat Lautan Teduh, kini hanya dijumpai di daerah kecil yang terpencil. Dari mana diperoleh dana untuk melindungi semua ini?
4. Pembagian Paragraf Menurut Jenisnya
Beberapa penulis seperti Sabarti Akhadiah dan kawan-kawan,
Gorys Keraf, Soedjito, dan lain-lain membagi paragraf menjadi tiga jenis.
Kriteria yang mereka gunakan adalah sifat dan tujuan paragraf tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, jenis paragraf dibedakan sebagai berikut.
a. Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya
Gorys Keraf (1980:63-66) memberikan penjelasan tentang jenis
paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya sebagai berikut.
1) Paragraf Pembuka
Merupakan paragraf yang berfungsi sebagai pengantar menuju
masalah yang akan dijelaskan atau dibicarakan. Sebagai bagian yang
mengawali sebuah karangan paragraf pembuka harus dapat difungsikan
untuk mengantar pokok pembicaraan, menarik minat dan perhatian
pembaca, menyiapkan atau menata pikiran pembaca untuk mengetahui
isi seluruh karangan. Cara menentukan paragraf pembuka, salah satunya:
Mulailah dengan mengungkapkan sesuatu yang sudah diketahui oleh
publik. Sebagai awal sebuah karangan, paragraf pembuka harus mampu
menjalankan fungsi:
a) Menghantar pokok pembicaraan.
[159]
b) Menarik minat dan perhatian pembaca.
c) Menyiapkan atau menata pikiran pembaca untuk mengetahui isi
seluruh karangan.
Contoh:
Pemilu baru saja usai. Sebagian orang, terutama caleg yang sudah pasti jadi, merasa bersyukur karena pemilu berjalan lancar seperti yang diharapkan. Namun, tidak demikian yang dirasakan oleh para caleg yang gagal memperoleh kursi di parlemen. Mereka mengalami stress berat hingga tidak bisa tidur dan tidak mau makan.
Dalam karangan ilmiah, paragraf pembuka dapat berupa:
a) Garis besar karangan dengan menonjolkan bagian yang dipandang
penting Pemaparan isi dan maksut judul karangan.
b) Kutipan pendapat pakar pada bidang ilmu yang bersangkutan.
c) Sitiran dari suatu pendapat.
d) Pembatasan objek dan subjeknya.
e) Pemaparan arti penting masalah yang akan dibicarakan.
f) Gabungan dari beberapa cara di atas.
Contoh :
Jacques Cousteau lahir pada tanggal 11 Juni 1910 di St. Andre de Cubzac, Perancis. Sejak usia 4-5 tahun, ia sudah jatuh cinta pada air. Cousteau panda berenang dan menyelam gara-gara waktu berusia 10 tahun ia dikirim ke sekolah musim panas di Harvey AS. Seorang gurunya agak sentiment kepadanya, Boetz sering menghukumnya membersihkan dasar danau yang penuh eanting dan pohon kering. Kalau tidak di bersihkan, anak-anak yang terjun bisa
[160]
celaka. Inilah asal mulanya ia semakin pandai berenang dan menyelam.
2) Paragraf Penghubung
Merupakan paragraf yang bertujuan mengembangkan pokok
pembicaraan suatu karangan yang telah dirumuskan dalam paragraf
pembuka yang berisi contoh-contoh dan ilustrasi, inti permasalahan dan
uraian pembahasan. Paragraf ini mengembangkan pokok pembicaraan
yang dirancang. Paragraf pengembangna mengemukakan inti persoalan
yang akan dikemukakan. Satu paragraf dan paragraf lain harus
memperlihatkan hubungan dengan cara ekspositoris, dengan cara
deskriptif, dengan cara naratif, atau dengan cara argumentative yang
akan dibicarakan pada halaman-halaman selanjutnya.
Secara lebih rinci dapat dirumuskan bahwa fungsi paragraf
pengembang di dalam karangan adalah
a) Mengemukakan inti persoalan.
b) Mempersiapkan dasar atau landasan bagi kesimpulan.
c) Meringkas alinea sebelumnya.
d) Menjelaskan hal yang akan diuraikan pada paragraf berikutnya.
Contoh:
Sejak dini, siswa telah ditanamkan berpikir secara ilmiah. Berpikir ilmah dapat ditanamkan kepada siswa sejak sekolah dasar. Bagaimana caranya? Misalnya, ajaklah siwa mengamati dan mencatat jenis dan jumlah tanaman toga yang ada di lingkungan sekolah. Pada saat siswa belajar di SMP. disini siswa diajak untuk bereksperimen kecil dengan membuat percobaan sederhana. Ketika siswa belajar di SMA, berpikir ilmiah lebih ditekankan pada pengerjaan pelatihan yang lebih bervariasi atau juga dapat mengembangkannya. Artinya, untuk belajar berpikir ilmiah,
[161]
siswa tidak perlu menunggu menjadi mahasiswa yang belajar di universitas.
Ada beberapa pola penyusunan kalimat-kalimat yang menjadi
sebuah paragraf isi yang dapat dijadiakn pedoman, yaitu:
1) Pola Urutan Waktu
Dalam pola urutan waktu, penulis mengungkapkan gagasan-
gagasannya secara kronologis.
a) Contoh Secara Eksplisit :
Maharani Puspita Sari tidak hanya berfikir. Ia lantas mendiskusikan dengan guru atau teman-temannya. Selanjutnya, ia pun mengadakan penelitian masalah kondisi tanah di sekitar jalan tol. Akhirnya, remaja putri itu tercatat sebagai peseta lomba Karya Ilmu Pengetahuan Remaja 1982. Dan siswa kelas II IPA SMA Regina Pacis (Bogor) itu tercatat sebagai pemenang harapan.
b) Contoh Secara Implisit :
Ketukan tangan kecil di daun pintu sebuah rumah di pulau Mandangin, di malam buta pertengahan Februari yang lalu membangunkan penghuninya. Seorang bocah berseru dari luar memberitahu, saat berangkat sudah tiba.Yang dipanggil bangkit dari tidurnya, berkemas, dan turun kepantai. Si bocah yang di pulau itu disebut kacong, berlalu kerumah lain untuk membangunkan yang lain pula, dan beberapa waktu kemudian sebuah perahu dengan 18 awak meluncur ketengah laut. Nelayan pulau Mandangin turun mencarikan. Besok siang mungkin mereka kembali kedarat dengan tangkapan yang lumayan, tetapi boleh jadi pula ia pulang dengan hasil yang nihil. Malam itu adalah malam mencari nafkah. Hari itu janji batas hutang yang ditumpuk
[162]
sampai ratusan ribu rupiah untuk setiap orang tengah ditunaikan.
2) Pola Runtutan Tingkat
Dalam pola urutan tingkat, penulis mengungkapkan gagasan mulai
dari tingkat terendah sampai dengan yang tertinggi, dari kecil sampai
dengan yang besar, dan sebagainya.
Contoh :
Meskipun tingkat pembangunan suatu desa berbeda dari satu desa kedesa lainnya, dari satu Negara ke Negara lainnya, akan tetapi ada suatu persamaan umum yang dapat diterima. Pertama, pembangunan diharapkan dapat memenuhi harapan semua penduduk. kedua, pembangunan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan pendidikan, dan pendapatan penduduk desa. Ketiga, dengan pembangunan desa di harapkan pendapatan penduduk dapat menjadi kekuatan penggerak utama di dalam berbagai bentuk yang positif. keempat, pembangunan desa diharapkan pula dapat menjamin keselamatan atau jaminan di masa mendatang. Kelima, pembangunan desa diharapkan membuka kesempatan memajukan karir masing-masing warga desa.
3) Pola Urutan Apresiatif
Pada pola urutan apresiatif. Penulis mengungkapkan gagasannya
berdasarkan, baik-buruk, untung-rugi, salah-benar, berguna-tidak-
berguna, dan sebagainya.
Contoh :
Pernyataan bahwa bisnis adalah unsur dari peternakan sering ditentang oleh banyak orang. Mereka bependapat bahwa dalam pertanian yang subsistansi ataupun yang primitif beternak bukanlah suatu bisnis tetapi,
[163]
suatu cara hidup, suatu way of life. Pandangan ini bukan sering dikemukakan dengan tandas oleh banyak pejabat yang bertanggung jawab atasa produksi pertanian. Mungkin benar bahwa fungsi farming is way of life, sebab produksi dicampur aduk dengan konsumsi. Sebab usaha pertaniannya di patrikan dengan kepuasan hidup dalam masyarakat taninya. Tetapi haruslah disadari pula selama tersangkut soal produksi, dan itulah bisnis. Untuk menerangkan hal ini baiklah diteliti keadaan petani-peternak yang telah maju yang telah mengubah cara ‘primitif’ dengan cara ‘modern’. Petani-peternak terlibat dan makin lama makin terlibat dalam usaha jual dan beli. Menjual hasilnya yang berlebihan dan membeli alat-alat, serta bahan- bahan yang diperlukan untuk produksi. Bahkan dalam keadaan subsistansi, petani yang maju tak berpikir seperti pengusaha, sebagai businessmen , dan selalu bertindak secara itu.
4) Pola Urutan Tempat
Dalam pola urutan tempat, penulis mengungkapkan gagasannya
mulai dari suatu tempat ketempat lainnya, misalnya dari atas kebawah,
dari dalam keluar, dari kiri kekanan, dan sebagainya. Urutan demikian
dapat dikombinasikan dengan urutan berdasarkan tingkat pentingnya
suatu tempat, dari tempat yang terpenting ke tempat yang penting
sampai tempat yang kurang penting.
Contoh :
Sebelum perahu bertolak ketengah laut, Suhardi di sibukkan oleh tugas membenahi semua perlengkapan. Kalau tempat yang dituju sudah dicapai, dan jaring telah ditebarkan, anak laki-laki Sembilan tahun ini meloncat ke air bersama sepotong bambu sepanjang tiga meter sebagai pelampung. Dia harus mencebur ke air waktu malam hari sekali pun. Tugasnya saat ini adalah membetulkan payang
[164]
(jaring), atau menjaganya jangan tersangkut didalam air. Untuk itu, dia mengapung di laut selama satu setengah atau dua jam. Dan kembali keperahu berbarengan dengan naiknya jarring.
5) Pola Urutan Klimaks
Pola urutan klimaks ini hampir sama dengan pola urutan tingkat.
Hanya saja, dalam pola urutan klimaks ini terkandung adanya intensitas
yang semakin menarik, sedangkan dalam pola urutan tingkat tidak begitu
ditonjolkan jadi, dalam pola urutan klimaks, penulis mengungkapkan
gagasannya dengan urutan yang setiap kali semakin meningkat
intensitasnya, dan berakhir pada gagasan yang paling intens.
Contoh :
Dalam film terlihat seekor kera yang semula lincah akhirnya lumpuh, dan buta setelah dicekoki obat mencret EntroVioform, 6 butir setiap hari selama 2 minggu. Hadirin menarik nafas. Tetapi suasana menekan perasaan justru tambah menjadi-jadi setelah film berakhir, dan lampu dinyalakan diruang Press Club.
6) Pola Urutan Antiklimaks
Pola urutan anti klimaks ini merupakan kebalikan dari pola urutan
klimaks. Jadi, pola urutan anti klimaks ini berangkat dari suatu yang paling
intens menuju ke yang intens sampai ke yang kurang intens. Dalam cerita
rekaan (novel, cerpen, drama), klimaks dan antiklimaks, dan setelah
sampai pada puncaknya menuju ke anti klimaksnya yang berupa
penyelesaian.
7) Pola Urutan Khusus Umum
[165]
Dalam pola urutan khusus ke umum ini, penulis mula-mula
mengungkapkankan gagasan-gagasan suatu hal yang khusus, kemudian
diungkapkan keumuman atau rampatan generalisasi-nya.
Contoh :
Manusia adalah makhluk yang sedikit empedunya, dan panjang umurnya. Kuda juga sedikit empedunya. Demikian juga keledai, dan binatang-binatang lainnya yang serupa. Jadi, semua makhluk yang sedikit empedunya berumur panjang.
8) Pola Urutan Sebab-Akibat
Dalam pola urutan ini, penulis mengungkapkan gagasannya
bertolak dari suatu akibat atau efek terdekat dari pernyataan itu.
Contoh :
Kalau kemarau tengah berlangsung, sinar matahari terasa menyengat di Pulau Kambing. Selama empat bulan semua tumbuh-tumbuhan di pulau itu merangas. Angin meniup daun-daunnya yang kering hingga rontok ke bumi. Dari kejauhan yang kelihatan hanya rumah penduduk. Pada saat itu, orang berpunya yang mampu membuat bak mandi dari semen mungkin masih menyimpan persediaan air hujan. Beberapa penduduk datang kesana sebagai pembeli. Lima ratus empat puluh tiga sumur yang ada disana mengeluarkan air yang asinnya persis seperti air laut. Air itu tak dapat diminum, ataupun digunakan untuk menanak nasi
9) Pola Urutan Tanya-Jawab
Dalam pola urutan tanya- jawab ini, penulis mula-mula
mengemukakan gagasannya dalam bentuk pertanyaan, kemudian diikuti
dengan jawaban pertanyaan itu.
Contoh :
[166]
Apa saja yang penting untuk diperhatikan oleh
seorang pemimpin diskusi agar diskusinya dapat mencapai sasaran? Sesorang pemimpin diskusi hendaknya tidak mendominasi jalannya diskusi. Dia bertanggung jawab mengatur agar diskusi berjalan lancar menurut arah yang dikehendaki pokok persoalan bersama, dan harus menstimulir anggota diskusi untuk berpartisipasi, serta menjuruskan kearah pemikiran. Dia pun harus mencegah adanya monopoli pembicaraan oleh seorang peserta saja, dan kalau ada salah paham atau perbedaan pendapat harus mengusahakan penyelesaiannya. Pada akhir diskusi, pemimpin diskusi harus membuat ringkasan, kesimpulan atau hasil diskusi.
10) Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk
mengakhiri karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain paragraf ini
mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam
paragraf-paragraf penghubung. Karena paragraf ini dimaksudkan untuk
mengakhiri karangan atau bagian karangan, penyajiannya harus
memperhatikan hal berikut ini.
a) Sebagai bagian penutup, paragraf ini tidak boleh terlalu panjang.
b) Isi paragraf harus benar-benar merupakan penutup atau kesimpulan
akhir sebagai cerminan inti seluruh uraian.
c) Sebagai bagian paling akhir yang dibaca, hendaknya paragraf ini dapat
menimbulkan kesan yang mendalam bagi pembacanya.
Contoh:
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan
[167]
atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
a) Contoh Paragraf penutup yang berupa Kesimpulan :
Media cetak tergolong tertua kehadirannya di Indonesia dibandingkan dengan jenis media lainya (radio, film, dan tv), seorang pembaca surat biasanya adalah pendengar radio,dan penonton tv. Dengan demikian, media cetak mempunyai peranan yang yang khas dalam penyampaian informasi. Bukan saja untuk menghidupkan tradisi menulis, dan minat baca masyarakat, tetapi ia merupakan bagian terpenting dalam penciptaan suasana kemasyarakatan yang dinamis, dan harmonis dari keseluruhan sistem media komunikasi modern, baik di daerah pedesaan, dan terlebih-lebih lagi di daerah perkotaan.
b) Contoh paragraf penutup yang berupa ringkasan :
Beberapa hal yang dapat diringkaskan dari pengamatan di atas. Pertama, terdapat gejala rendahnya mutu murid SD di seluruh Indonesia,yaitu murid SD tidak hanya mampu mencapai 50 % standar pengetahuan yang diharapkan dapat dicapai oleh mereka. Kedua, daerah- daerah dengan mutu murid SD yang lebih tinggi daripada rata-rata nasional terletak di Indonesia bagian barat. Ketiga, ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang paling parah diderita oleh semua murid SD, sedang matematika mrupakan ilmu pengetahuan yang paling kaut mereka miliki. Keempat, rendahnya mutu murid SD terjadi dalam jumlah murid yang naik dengan deras.
c) Contoh paragraf penutup yang berupa penekanan kembali hal-hal
yang penting :
[168]
Harus diakui bahwa ketegasan di dalam menghadapi
dan memecahkan secara tepat persoalan yang menyangkut Pancasila itu merupakan faktor penting yang memungkinkan terwujudnya stabilitas dan pembangunan nasional. Kejadian sejarah yang penuh ujian bagi Pancasila kiranya akan membawa bangsa ini kedalam tataran yang lebih dalam, dan lebih penting yaitu pengalaman, dan penghayatan Pancasila secara lebih mantap lagi. Sesudah stabilitas nasional dapat diwujudkan, dan di dalam dasar itu eksistensi bangsa dan negara ini mempunyai landasan yang sangat kuat, yaitu Pancasila maksud dalam sikap dan hati nurani manusia- manusia Indonesia.
d) Contoh paragraf penutup yang berupa saran :
Demikianlah peta bumi KMD. Jangkauan KMD sangat luas, meluputi sebagian besar rakyat Indonesia. Pemerintah dalam hal ini hanya sekedar memberi dorongan pada pertumbuhan dan perkambangan pers nasional, khususnya yang terbit di daerah-daerah. Selanjutnya para penerbit pers itu sendirilah yang harus bekerja keras. Menyusuri pantai,dan sungai-sungai, memasuki hutan-hutan, ngarai, dan daerah-daerah pegunungan untuk mencapai masyarakat pedesaan yang menjadi sasaran KMD.
e) Contoh paragraf penutup yang berupa harapan :
Mudah-mudahan pedoman ini bermanfaat bagi usaha peningkatan sutau laporan hasil penelitian, dan peningkatan koefisienan, serta keefektifan pengelolaan penelitian bahasa, dan sastra. Dan untuk lebih dapat mewujudkan harapan ini, segera kritik, dan saran para pemakai buku ini akan dimanfaatkan.
b. Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
[169]
Jenis paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini berpijak pada
pendapat Sirai, dan kawan-kawan (1985:70-71) yang mengemukakan
empat cara meletakkan kalimat utama dalam paragraf yatu:
1) Paragraf Deduktif
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau
kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang
berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya
dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke
yang khusus. Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal
paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan
penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan
paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.
Contoh:
Pemakaian bahasa Indonesia di seluruh Indonesia dewasa ini belum dapat dikatakan seragam. Perbedaan dalam struktur kalimat, lagu kalimat, dan ucapan terlihat dengan mudah. Pemakiaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan sering dikalahkan oleh bahasa daerah. Di lingkungan persuratkabaran, radio, dan televisi sudah terjaga dengan baik. Para pemuka kitapun pada umumnya belum memperlihatkan penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Fakta-fakta di atas menunjukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia perlu ditingkatkan.
Gagasan utama paragraf tersebut terdapat diawal paragraf
(Deduktif), yaitu pemakaian bahasa Indonesia di seluruh Indonesia belum
seragam.
2) Paragraf Induktif
[170]
Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-
penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat
utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari
hal-hal yang khusus ke hal yang umum.
Contoh :
Lebaran masih seminggu lagi, tetapi harga sembako seperti beras, gula, minyak, tepung, telur, dan lain-lain telah naik secara signifikan. Makanan yang biasanya dikonsumsi dalam merayakan Lebaran seperti roti, sirup, dan lain-lain melonjak harganya. Bahan pakaian dan pakaian jadi untuk berlebaran, seperti busana muslimah, baju koko, kopiah, kerudung, sajadah, dan sejenisnya pun tidak ketinggalan dari kenaikan harga yang cukup tinggi. Kenaikan harga barang- barang selalu terjadi menjelang Lebaran pada setiap tahun.
Gagasan utama paragraf tersebut terdapat diakhir paragraf
(Induktif), yaitu kenaikan harga barang-barang selalu terjadi menjelang
Lebaran pada setiap tahun.
3) Paragraf Gabungan atau Campuran
Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan
akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan
penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih
mempertegas ide pokok karena penulis merasa perlu untuk itu. Jadi pada
dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan
dua.
Contoh:
Buku merupakan sarana utama dalam mencari ilmu. Bagaimana orang bisa mengetahui ilmu dari berbagai belahan dunia. Dari buku pula kita bisa menambah
[171]
pengetahuan maupun pengalaman. Jelaslah bahwa buku sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.
Gagasan utama paragraf tersebut terdapat diawal paragraf, yaitu
buku merupakan sarana utama dalam mencari ilmu. Sedangkan
penegasan ide pokoknya terdapat dalam akhir kalimat, yaitu jelaslah
bahwa buku sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.
4) Paragraf Tanpa Kalimat Utama
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama. Berarti pikiran utama
tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk
ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi.
Contoh:
Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu benda cerah tidak dikenal melayang menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak kehitam- hitaman dengan disaksikan oleh paling sedikit seribu orang di pelbagai dusun Siberi Tengah. Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa Vanovara melihat benda itu menjadi bola api membentuk cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai lebih dari 1000 km jauhnya. (Intisari, Feb.1996 dalam Keraf, 1980:74)
Sukar sekali untuk mencari sebuah kalimat topik dalam paragraf
di atas, karena seluruh paragraf bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada
kalimat yang lebih penting dari yang lain. Semuanya sama penting, dan
bersama-sama membentuk kesatuan dari paragraf tersebut. Paragraf
tanpa kalimat utama disebut juga paragraf naratif atau paragraf
deskriptif.
[172]
c. Jenis Paragraf Berdasarkan Isi
1) Narasi
Narasi atau cerita adalah jenis karangan yang menceritakan suatu
pokok persoalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam narasi adalah:
a) Biasanya cerita disampaikan secara kronologis.
b) Mengandung plot atau rangkaian peristiwa.
c) Ada tokoh yang menceritakan, baik manusia maupun bukan.
Contoh:
Tepat pukul 16.30 perhitungan suara pilkades di empat tempat pemungutan suara selesai. Berita acarapun segera dibuat dan di tanda tangani, Pak Camat mengumumkan hasilnya. Teten yang bertanda gambar padi mendapat 782 suara, Sugiono dengan tanda gambar ketela 324 suara, Paidi bertanda gambar jagung 316 suara. Suara tidak sah ada 33 lembar.
2) Diskripsi
Diskripsi adalah jenis karangan yang dibuat untuk menyampaikan
gambaran secara objektif suatu keadaan sehingga pembaca memiliki
pemahaman yang samadengan informasi yang disampaikan.
Ciri-ciri diskripsi adalah:
a) Bersifat informatif
b) Pembaca diajak menikmati sesuatu yang ditulis
c) Susunan peristiwa tidak dianggap penting.
Contoh:
Pagi hari itu duduk di bangku yang panjang dalam taman belakang rumah. Matahari belum tinggi, baru sepenggalah. Sinar matahari pagi menghangatkan badan. Di depanku bermekaran bunga beraneka warna. Angin pegunungan membelai wajah, membawa bau harum bunga. Kuhirup hawa
[173]
pagi yang segar sepuas-puasku. Nyaman rasa badan dan hilanglah lelah berjalan untuk sehari kemarin.
3) Eksposisi
Eksposisi adalah karangan yang dibuat untuk menerangkan suatu
pokok persoalan yang dapat meperluas wawasan pembaca. Untuk
mempertegas masalah yang disampaikan biasanya dilengkapi dengan
gambar, data, dan statistik.
Contoh:
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini mencapai rata-rata 7-8% pertahun. Dengan demikian, pendapatan perkapita penduduk Indonesia mencapai beberapa kali lipat. Selain itu berdasarkan data Biro Pusat Statistik, jumlah penduduk yang dikategorikan miskin juga banyak berkurang.
4) Argumentasi
Argumentasi adalah jenis karangan yang berisi gagasan lengkap
dengan bukti dan alasan serta dijalin dengan proses penalaran yang kritis
dan logis. Argumentasi dibuat untuk mempengaruhi atau meyakinkan
pembaca untuk menyatakan persetujuannya.
Contoh:
Keluaga berencana berusaha menjamin kebahagiaan hidup keluarga. Ibu tidak selalu merana oleh karena setiap tahun melahirkan. Ayah tidak pula terlalu pusing memikirkan usaha untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Anakpun tidak terlantar hidupnya karena kebutuhan hidup yang terjamin.
5) Persuasi
[174]
Persuasi adalah jenis karangan yang disampaikan dengan
menggunakan bahasa yang singkat, padat, dan menarik untuk
mempengaruhi pembaca sehingga pembaca terhanyut oleh siratan
isinya.
Contoh:
Menabung uang di bank lebih aman dan menguntungkan. Uang kita akan mendapat keuntungan dari bank sesuai dengan uang tabungan yang telah disetor. Uang kita juga akan terjaga keamanannya dari pencurian. Oleh karena itu marilah kita menabung uang di bank sebagai jaminan masa depan kelak.
[175]
PENGEMBANGAN PARAGRAF
1. Pengertian pengembangan paragraf dan cara pengembangannya
Pengembangan paragraf adalah perincian dan pengurutan pikiran
yang terpadu kemudian diwujudkan melalui penataan kalimat-kalimat.
Penggunaan kalimat topik yang tepat akan memudahkan pembaca
membuat ringkasan dari sebuah karya tulis. Kalimat-kalimat penjelas
akan mengembangkan gagasan yang terdapat dalam kalimat utama atau
kalimat topik. Dalam ringkasan kalimat-kalimat penjelas ini dapat
diabaikan. Oleh karena itu, ada tiga persoalan yang tercakup di dalamnya,
yaitu:
a. Kemampuan menentukan dan meletakkan kalimat topik secara tepat.
b. Kemampuan memerinci secara maksimal kalimat utama paragraf ke
dalam kalimat-kalimat penjelas.
c. Kemampuan mengurutkan kalimat-kalimat penjelas ke dalam suatu
urutan yang teratur.
Menulis paragraf berarti mengembangkan paragraf. Sebuah
paragraf merupakan hasil pengembangan sebuah pernyataan menjadi
sekelompok pernyataan yang berkaitan. Pernyataan yang dikembangkan
itu merupakan ide atau gagasan sedangkan pernyataan-pernyataan lain
merupakan pernyataan pengembang atau pernyataan penjelas.
Kelengkapan paragraf berhubungan dengan cara mengembangkan
paragraf. Paragraf dapat dikembangkan dengan cara:
1) Pertentangan
2) Perbandingan
3) Analogi
7
[176]
4) Contoh-contoh
5) Sebab akibat
6) Definisi
7) Klasifikasi
1) Cara Pertentangan
Sesuatu yang akan diperbandingkan perlu diperhatikan untuk
melihat segi kesamaan dan segi pertentangan. Biasanya menggunakan
ungkapan-ungkapan seperti berbeda dengan, bertentangan dengan,
sedangkan, lain halnya dengan, akan tetapi, dan bertolak belakang dari.
Contoh :
Kata keadilan yang dikeluarkan jaksa penuntut umum terhadap seorang terdakwa yang tidak bersalah, atau kata keadilan yang dikeluarkan seorang hakim yang mengatakan sesuai dengan kehendak penguasa, atau telah menerima suap terlebih dahulu, tentulah berbeda maknanya dari kata keadilan bagi terdakwa, sedangkan dia sama sekali tidak bersalah.
2) Cara Perbandingan
Pengembangan Paragraf perbandingan dilakukan dengan cara
membanding-bandingkan kalimat topik. Misalnya, kalimat topik
mengenai hal yang bersifat abstrak dibandingkan dengan hal yang
bersifat konkret dengan cara merinci perbandingan tersebut dalam
bentuk yang konkret atau bagian bagian kecil.
Biasanya menggunakan ungkapan-ungkapan seperti serupa
dengan, seperti halnya, demikian juga, begitu juga, sama dengan, sejalan
dengan, akan tetapi, sedangkan, dan sementara itu.
Contoh :
[177]
Sifat orang jahat sama halnya dengan lalat. Lalat biasa
hinggap di tempat-tempat yang kotor dan selalu makan makanan yang menjijikan. Kemana saja dia pergi, pasti membawa penyakit. Begitu juga orang jahat, biasa tinggal di tempat-tempat maksiat dan biasa makan-makanan yang diharamkan. Kemana pun dia pergi pasti membuat keonaran yang meresahkan warga.
3) Cara Analogi
Adalah bentuk pengungkapan suatu objek yang dijelaskan dengan
objek lain yang memiliki kesamaan. Analogi dilakukan dengan bantuan
kiasan. Kata-kata yang digunakan yaitu ibaratnya, seperti dan bagaikan.
Contoh :
Pengembangan teknologi sungguh menakjubkan. Kehebatannya bagaikan kesaktian para satria dan dewa dalam cerita wayang. Kereta-kereta tanpa kuda, tanpa kerbau. Jakarta–Surabaya telah dapat ditempuh dalam satu hari. Deretan kerbau yang panjang penuh barang dan orang hanya ditarik dengan kekuatan air semata. Jaringan kereta api, telah membelah-belah pulauku, asap yang mewarnai tanah airku, dengan garis hitam semakin pudar untuk hilang ke dalam ketiadaan. Dunia rasanya tidak berjarak lagi, telah dihilangkan dengan kawat. Kekuatan bukan lagi monopoli gajah dan badak tetapi telah diganti dengan benda-benda kecil buatan manusia.
4) Cara Contoh-contoh
Paragraf contoh adalah pengembangan kalimat topik dalam
sebuah paragraf dengan menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh
itu dipakai untuk memperjelas maksud dalam kalimat topik. Kata seperti,
misalnya, contohnya, dll., adalah ungkapan-ungkapan dalam
pengembangan paragraf dengan contoh.
[178]
Contoh :
Proses pengurusan surat-surat yang paling mudah ialah dengan cara “Menembak” atau ”Lewat belakang” (Tidak melalui prosedur yang berlaku). Contohnya waktu membayar pajak mobil, saya tidak mengurus sendiri, tetapi menyuruh calo yang biasa mangkal disana. Beresnya cepat sekali. Contoh lain waktu adik saya akan membuat SIM. Dia hanya memberikan uang dan salinan KTP kepada calo lalu dia dipanggil untuk dipotret. Beberapa menit kemudian, SIM pun selesai. Selain itu waktu membuat akta kelahiran anak, saya hanya memerlukan waktu menunggu satu jam dengan cara memberi uang pelicin alakadarnya. Sementara itu, orang lain harus menunggu akta kelahiran anaknya beberapa jam setelah menyerahkan formulir karena tidak memberi uang pelicin.
5) Cara Sebab-Akibat
Kalimat topik paragraf sebab-akibat, merupakan sebab atau akibat
peristiwa-peristiwa atau sifat objek yang dipaparkan dalam kalimat
pengembang. Jika kalimat topiknya berupa sebab maka kalimat
pengembangnya harus merupakan akibat dari sebab itu. Sebaliknya jika
kalimat topiknya berupa akibat, kalimat pengembangnya harus
merupakan sebab-sebab dari akibat itu. Pengembangan paragraf dengan
cara sebab akibat dilakukan jika menerangkan suatu kejadian, dari segi
penyebab maupun akibat. Ungkapan yang digunakan yaitu padahal,
akibatnya, oleh karena itu, dan karena.
Contoh :
Pak Ahmad sangat telaten merawat tanamannya. Setiap petak sawah yang akan ditanami padi selalu diperiksa tingkat keasamannya. Kalau sudah diketahui tingkat keasamannya, beliau taburi kapur atau kalsit secukupnya dan dibiarkan beberapa hari sebelum diaduk. Ketika
[179]
menanam, beliau selalu mengikuti aturan dari PPL (Penyuluhan pertanian) baik jarak dari rumpun ke rumpun maupun jumlah pohon yang ditanam pada setiap rumpun. Dalam hal pemupukan, selain menggunakan pupuk organik buatan sendiri, beliau juga menggunakan pupuk Urea, TSP, dan KCL dengan dosis sesuai dangan aturan. Setiap pagi beliau pergi ke sawah untuk mengairi tanaman padinya dengan air yang dialirkan dari irigasi. Hama-hamanya, baik hama tikus maupun ulat penggerek batang selalu diberantas. Selain itu, pak Ahmad selalu berdoa agar hasil panennya melimpah. Oleh karena itu, tak mengherankan apabila panen padi pak Ahmad tahun ini sangat melimpah.
6) Cara Definisi
Dalam paragraf definisi, kalimat topiknya merupakan sesuatu
pengertian atau istilah yang memerlukan penjelasan secara panjang
lebar agar maknanya mudah dipahami oleh pembaca. Alat untuk
memperjelas pengertian itu ialah kalimat pengembang.
Adalah, yaitu, ialah, merupakan adalah kata-kata yang digunakan
dalam mengembangkan paragraf dengan cara definisi. Kata adalah jika
ada sesuatu yang didefinisikan dengan kata benda, yaitu digunakan saat
mendefinisikan kata sifat/kerja. Ialah digunakan untuk menjelaskan
sinonim suatu hal, merupakan digunakan untuk mendefinisikan
pengertian rupa/wujud.
Contoh :
Sosiolinguistik adalah ilmu antardisipliner yakni sosiologi dan lingustik. Sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah bagi manusia didalam masyarakat. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Sosiolinguistik merupakan subdisiplin ilmu bahasa yang mempelajari faktor-faktor sosial yang berperan dalam penggunaan bahasa dalam pergaulan sosial. Sosiolinguistik mengkaji bahasa dan
[180]
pemakaiannya dalam sosial budaya. Selain itu, sosiolinguistik dalam pengembangan subbidang linguistik memfokuskan penelitian pada variasi ujaran dalam konteks sosial. Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa: “Sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang bersifat interdisipliner dengan sosiologi dengan penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat”.
7) Cara Klasifikasi
Cara klasifikasi adalah pengembangan paragraf melalui
pengelompokan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Menjelaskan bagaimana
suatu gagasan (pokok) menjadi anggota dari kelas yang lebih besar atau
luas. Kata-kata/ungkapan yang lazim digunakan yaitu dibagi menjadi,
digolongkan menjadi, terbagi menjadi, dan mengklasifikasi.
Contoh :
Tiap tahun industri mobil di seluruh dunia menghasilkan suatu peredaran model yang berbeda-beda, direncanakan untuk melihat berbagai umur, selera, dan kantong. Bagi orang-orang yang membutuhkan pengangkutan yang terpercaya dengan biaya pemakaian yang minimum, tersedia pilihan yang luas atas mobil-mobil kecil atau sedang. Yang berjarak tempuh jauh dengan bensin yang irit. Bagi kaum muda yang menginginkan model yang terakhir tersedia pilihan yang luas atas mobil - mobil sport, dan spesial. Bagi orang “bersifat muda”, orang setengah baya, kaum menengah yang menginginkan prestise digabungkan dengan gaya, ukuran, dan keenakan tersedia secara luas mobil-mobil besar lembut, lengkap dengan semua peralatan tambahan.
Akhirnya, bagi orang-orang yang benar - benar hanya tersedia kelas mobil pilihan yang tidak mewah, dibuat
[181]
menurut selera langganan yang tidak mudah puas. Atas dasar keempat kategori ini saja, dapatlah dikatakan bahwa industri mobil memperagakan slogan para pedagang mobil: “Bayarlah dan ambilah pilihan anda”.
2. Syarat-syarat Pengembangan Paragraf
a. Kepaduan
Sebuah paragraf bukanlah sekedar kumpulan atau tumpukan
kalimat-kalimat yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri, tetapi
dibangun oleh kalimat-kalimat yang mempunyai hubungan timbal balik.
Urutan pikiran yang teratur akan memperlihatkan adanya kepaduan, dan
pembaca pun dapat dengan mudah memahami atau mengikuti jalan
pikiran penulis tanpa hambatan karena tidak adanya perloncatan pikiran
yang membingungkan.
Ungkapan pengait antarkalimat dapat berupa ungkapan
penghubung transisi. Beberapa kata transisi yang dapat digunakan untuk
menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat lain adalah sebagai
berikut.
1) Hubungan tambahan. Misalnya: lebih lagi, selanjutnya, tambahan
pula, di samping itu, lalu, berikutnya, demikian pula, begitu juga, lagi
pula.
2) Hubungan pertentangan. Misalnya: akan tetapi, namun,
bagaimanapun, walaupun demikian, sebaliknya, meskipun begitu,
lain halnya.
3) Hubungan perbandingan. Misalnya: sama dengan itu, dalam hal yang
demikian, sehubungan dengan itu.
4) Hubungan akibat. Misalnya: oleh sebab itu, jadi, akibatnya, maka.
5) Hubungan tujuan. Misalnya: untuk itu, untuk maksud itu.
6) Hubungan singkatan. Misalnya: singkatnya, pendeknya, akhirnya,
pada umumnya, dengan kata lain, sebagai simpulan.
[182]
7) Hubungan waktu. Misalnya: sementara itu, segera setelah itu,
beberapa saat kemudian.
8) Hubungan tempat. Misalnya: berdekatan dengan itu.
Paragraf di bawah ini memperlihatkan pemakaian ungkapan
pengait antarkalimat yang berupa ungkapan penghubung tansisi.
Belum ada isyarat jelas bahwa masyarakat sudah
menarik tabungan deposito mereka. Sementara itu, bursa efek Indonesia mulai gencar menampung para pemburu saham. Agaknya, pemilik-pemilik uang berusaha meraih sebanyak-banyaknya saham yang dijual dibursa. Oleh karena itu, bursa efek berusaha menampung minat pemilik yang menggebu-gebu. Akibatnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam tempo cepat melampaui angka seratus persen. Bahkan, kemarin IHSG itu meloncat ke tingkat101,828 persen.
Dengan dipasangnya pengait antarkalimat sementara itu, oleh
karena itu, akibatnya, bahkan dalam paragraf tersebut, kepaduan
paragraf dapat dirasakan dan urutan kalimat-kalimat dalam paragraf itu
logis dan kompak.
b. Kesatuan Pikiran
Setiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok. Fungsi
paragraf adalah untuk mengembangkan gagasan pokok tersebut. Untuk
itu, di dalam pengembangannya, uraian-uraian dalam sebuah paragraf
tidak boleh menyimpang dari gagasan pokok tersebut.
Dengan kata lain, uraian-uraian dalam sebuah paragraf diikat oleh
satu gagasan pokok dan merupakan satu kesatuan. Semua kalimat yang
[183]
terdapat dalam sebuah paragraf harus terfokus pada gagasan pokok.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.
Kebutuhan hidup sehari-hari setiap keluarga dalam
masyarakat tidaklah sama. Hal ini sangat tergantung pada besarnya penghasilan setiap keluarga. Keluarga yang berpenghasilan sangat rendah, mungkin kebutuhan pokok pun sulit terpenuhi. Lain halnya dengan keluarga yang berpenghasilan tinggi. Mereka dapat menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk membangun tempat-tempat beribadah, atau untuk kegiatan sosial lainnya. Tempat ibadah memang perlu bagi masyarakat. Pada umumnya tempat-tempat ibadah ini dibangun secara bergotong royong dan sangat mengandalkan sumbangan para dermawan. Perbedaan penghasilan yang besar dalam masyarakat telah menimbulkan jurang pemisah antara Si kaya dan Si miskin.
Contoh paragraf di atas adalah contoh paragraf yang tidak memiliki
prinsip kesatuan. Gagasan pokok tentang penghasilan suatu keluarga
dalam pengembangannya kita jumpai gagasan pokok lain tentang tempat
beribadah. Hubungan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain
tidak merupakan satu kesatuan yang bulat untuk menunjang gagasan
utama.
c. Kelengkapan Paragraf
Suatu paragraf dikatakan lengkap jika berisi kalimat-kalimat
penjelas yang cukup menunjang kejelasan kalimat topik atau gagasan
[184]
utama. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh-contoh berikut ini.
Contoh pertama:
Suku Dayak tidak termasuk suku yang suka
bertengkar. Mereka tidak suka berselisih dan bersengketa. Mereka lebih suka berdamai.
Contoh paragraf di atas hanya diperluas dengan perulangan.
Pengembangannya pun tidak maksimal. Contoh kedua:
Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah
tidak adanya peminat atau penggemar jenis binatang laut seperti halnya peminat atau penggemar penghuni darat atau burung-burung yang indah.
Contoh paragraf kedua di atas merupakan contoh paragraf yang tidak
dikembangkan. Paragraf di atas hanya terdiri dari kalimat topik saja.
Contoh ketiga berikut ini merupakan contoh pengembangan dari contoh
paragraf kedua di atas. Contoh ketiga:
Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah
tidak adanya peminat atau penggemar jenis binatang laut seperti halnya peminat atau penggemar penghuni darat atau burung-burung yang indah. Tidak adanya penyediaan dana untuk melindungi ketam kenari, kima, atau tiram mutiara sebagaimana halnya untuk panda dan harimau. Jenis mahkluk laut tertentu tiba-tiba punah sebelum manusia sempat melindunginya. Tiram raksasa di kawasan Indonesia bagian barat kebanyakan sudah punah. Sangat sukar menemukan tiram hidup dewasa ini, padahal rumah tiram yang sudah mati mudah ditemukan. Demikian juga halnya dengan kepiting kelapa dan kepiting begal yang biasa
[185]
menyebar dari pantai barat Afrika sampai bagian barat Lautan Teduh, kini hanya dijumpai di daerah kecil yang terpencil. Dari mana diperoleh dana untuk melindungi semua ini?
Perlu kiranya ditambahkan di sini bahwa ada jenis wacana
khusus/tertentu yang sengaja dibuat satu paragraf hanya terdiri dari satu
kalimat saja dan ini merupakan kalimat topik. Wacana tersebut adalah
wacana Tajuk Rencana dalam suatu surat kabar. Sesuai dengan ciri
wacana jurnalistik dalam sebuah tajuk, bahwa tajuk rencana merupakan
gagasan dari redaksi surat kabar tersebut pada suatu masalah
tertentu/sikap redaksi, sehingga apa yang diuraikan hanyalah gagasan-
gagasan pokoknya saja sementara uraian secara panjang lebar dapat
dilihat dan dibaca pada berita-berita utamanya.
3. Pola pengembangan paragraf
a. Pola Spansial
Pola spansial adalah pola pengembangan paragraf yang
didasarkan atas ruang dan waktu.
Contoh:
Pada malam hari, pemandangan rumah terlihat begitu eksotis. Apalagi dengan cahaya lampu yang memantul dari seluruh penjuru rumah. Dari luar bangunan ini tampak indah, mampu memberikan pancaran hangat bagi siapa saja yang memandangnya. Lampu-lampu taman yang bersinar menambah kesan eksotis yang telah ada. Begitu hangat. Begitu indah.
b. Pola Sudut Pandang
[186]
Pola sudut pandang adalah pola pengembangan paragraf yang
didasarkan tempat atau posisi seorang penulis dalam melihat sesuatu.
Contoh:
Di antara daun kayu tampak kepada mereka tebing itu turun ke bawah; dikakinya tegak pondok, sunyi-mati, tak sedikit pun jua kentara, bahwa dia melindungi manusia yang hidup, pandai bergerak dan bersuara. Di bawahnya kedengaran sebentar-bentar sepi mendengaus dan bintang- bintang itupun kelihatan kekabur-kaburan dalam sinar bara yang kusam. Dari celah-celah dinding pondok keluar cahaya yang kuning merah, tetapi tiada berupa jauh sinarnya yang halus itu lenyap dibalut oleh kelam Yang Mahakuasa. Dikelilingi pondok itu tertegak pedati, ketiganya sunyi dan sepi pula.
c. Pola Umum-Khusus (Deduktif)
Diawali dengan pernyataan yang sifatnya umum. Ditandai dengan
kata-kata ‘umumnya’, ‘banyak’. Pernyataan tersebut kemudian
dijelaskan dengan pernyataan berikutnya yang lebih khusus.
Contoh:
Memiliki server sendiri memiliki banyak keuntungan. Salah satunya kita dapat memanfaatkannya secara maksimal. Meskipun demikian biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar. Biaya untuk hardware saja sudah di atas Rp10 juta, belum lagi biaya perbulan. Selain itu kita juga membutuhkan tenaga professional untuk menjadi operatornya.
d. Pola Khusus-Umum (Induktif)
[187]
Merupakan kebalikan dari pola deduktif.
Contoh:
Sebagian besar orang tampak berjejer di pinggir jalan masuk. Sebagian lagi duduk santai di atas motor dan mobil yang diparkir seenaknya di kiri dan kanan jalan masuk. Kawasan bandara sore ini memang benar-benar telah dibanjiri lautan manusia.
e. Pola Definisi Luas
Definisi dalam pembentukan sebuah paragraf adalah usaha penulis
untuk memberikan keterangan atau arti terhadap sebuah kata atau hal.
Penulis dapat mengemukakan hal yang berupa definisi formal, definisi
dengan contoh dan keterangan lain yang bersifat menjelaskan arti dari
sutau kata.
Contoh:
Istilah Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
f. Pola Proses
[188]
Merupakan suatu urutan dari tindakan atau perbuatan
untuk menciptakan atau menghasilkan suatu peristiwa.
Contoh:
Pohon anggur selain airnya dapat diminum, daunnya pun dapat digunakan sebagai pembersih wajah. Caranya, ambillah daun anggur secukupnya. Lalu tumbuk sampai halus. Masaklah hasil tumbukan itu dengan air secukupnya. Tunggu sampai mendidih. Setelah ramuan mendingin, ramuan siap digunakan. Oleskan ramuan pada wajah, tunggu beberapa saat, lalu bersihkan.
g. Pola Kausalitas (Sebab-Akibat; Akibat Sebab)
Dalam pola ini sebab bertindak sebagai gagasan utama, sedangkan
akibat sebagai rincian pengembangannya. Namun demikian, susunan
tersebut bisa juga terbalik. Akibat dapat berperan sebagai gagasan
utama, sedangkan sebab menjadi rincian pengembangannya.
Contoh:
Beberapa pohon di kebun tidak mau berbunga seperti tanaman yang lain. Padahal pohon tersebut sudah disiram dengan rutin. Pemberian pupuk juga dilakukan seminggu sekali. Setelah diperiksa ternyata pohon tersebut tidak mendapat cahaya matahari karena terhalang oleh pohon besar yang ada di sampingnya.
h. Pola Ilustrasi
Sebuah gagasan yang terlalu umum memerlukan ilustrasi atau
contoh-contoh yang nyata. Ilustrasi tersebut dipakai untuk menjelaskan
maksud penulis.
Contoh:
Sebelas tahun lalu Indonesia mengimpor gerbong kereta api dari Perancis. Gerbong tersebut tampak
[189]
mentereng karena dilengkapi dengan alat-alat conditioning. Namun dimanakah sekarang gerbong-gerbong itu? Ternyata sudah banyak yang rusak. Gerbong-gerbong itu kini hanya dipakai dalam trayek tingkat tiga untuk mengangkut anak- anak sekolah dan para petani dari desa ke kota. Siapa yang salah? Penumpangnya atau pegawai PT KAI? Itulah contoh penggunaan teknologi yang tak dibarengi SDM yang memadai, sehingga teknologi pun lekas rusak sebelum waktunya.
i. Pola Pertentangan Atau Perbandingan
Pola ini digunakan ketika membahas dua hal berdasarkan
persamaan dan perbedaannya.
Contoh:
Pemerintah telah menyediakan listrik dengan tarif yang murah. Setiap orang dapat menjadi pelanggan dengan tidak banyak mengeluarkan biaya. Berbeda halnya dengan petromaks. Meskipun sama-sama membutuhkan bahan bakar, tetapi energi yang dihasilkan petromaks sangat kecil jika dibandingkan dengan pembangkit listrik biasa. Petromaks hanya digunakan di desa-desa, sedangkan listrik terdapat di kota-kota.
j. Pola Analisis
Pola ini digunakan ketika menjelaskan suatu hal atau agagsan yang
umum ke dalam perincian yang lebih logis. Dalam pola ini ada bagian
yang dianalisis yang terletak di awal paragraf dan yang menganalisis
terletak setelahnya.
Contoh:
[190]
APBN 2001 menghadapi tekanan yang berat. Tekanan
itu pada dasarnya berkaitan dengan tiga faktor. Pertama, memburuknya lingkungan ekonomi makro. Kedua, tidak dapat dilaksanakannya secara optimal kebijakan fiskal di bidang perpajakan, bea cukai, dan pengurangan subsidi BBM. Ketiga, adanya pembatalan sebagian pencairan pinjaman untuk biaya pembangunan.
k. Pola Klasifikasi
Merupakan sebuah proses untuk mengelompokkan hal atau
peristiwa atau benda yang dianggap punya kesamaan-kesamaan
tertentu.
Contoh:
Ikan air tawar terbagi ke dalam tiga golongan, yakni ikan peliharaan, ikan buas, dan ikan liar. Ikan peliharaan terdiri atas ikan-ikan yang mudah diperbanyak. Contohnya: ikan bandeng, ikan mas, ikan gurami, dan lain-lain. Ikan buas memiliki sifat jahat terhadap ikan-ikan lain. Contohnya: ikan gabus dan ikan lele. Ikan liar, meskipun jarang dipelihara, tetapi memiliki keuntungan secara ekonomis. Contohnya: ikan paray, ikan bunter dan ikan jeler.
l. Pola Seleksi
Penggambaran objek tidak dilakukan secara utuh, tetapi dipilih
secara perbagian berdasarkan fungsi, kondisi, atau bentuk.
Contoh:
Sejak suaminya terpilih menjadi ketua partai politik, ia memutuskan untuk mengubah penampilannya. Kini ia lebih banyak mengenakan busana panjang yang sopan. Namun demikian kesan modis tak pernah ditinggalkan. Untuk menghadiri jamuan makan malam, ia mengenakan busana bergaya Thailand. Untuk acara formal, atasan model jas
[191]
berlengan panjang dan rok span menjadi favoritnya. Untuk santai, ia memilih busana model sackdress.
m. Pola Sudut Pandang atau Titik Pandang
Merupakan tempat pengarang melihat atau menceritakan suatu
hal. Sudut pandang diartikan sebagai penglihatan seseorang atas suatu
barang. Misalnya dari samping, dari atas, atau dari bawah. Sebagai orang
pertama, orang kedua, atau orang ketiga.
Contoh:
Dengan tersipu Imas dan Jaka menghalau kerbau mereka ke sungai. Bersama-sama mereka memandikan kerbaunya. Mereka pun sama-sama mandi. Namun hal itu tidak lama karena hari sudah senja. Ayah Imas melinting rokok di depan gubuk kecilnya sembari menunggu Imas pulang. Malam pun terasa mulai sunyi. Dari tepi hutan terdengar lolongan anjing.
n. Pola Dramatis
Dalam pola ini cerita tidak disampaikan secara langsung, tetapi
dikemukakan melalui dialog-dialog. Hal yang membedakannya dengan
pola sudut pandang adalah cara penyampaiannya.
Contoh:
Ayah Imas mengangguk. Diisapnya lagi sisa rokoknya dalam-dalam. “Ayo, silakan!” ujar Pak Somad sembari menyodorkan kotak tembakau. “Terima kasih, ini sudah cukup. Lagi pula hari sudah larut, saya mau pamit pulang.” ujar Ayah Imas.
4. Pengembangan paragraf berdasar Teknik Pengembangannya
[192]
Pengembangan paragraf yang pertama dapat dilihat dari sudut
pandang teknik. Berdasarkan tekniknya pengembangan paragraf dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (a) pengembangan secara alamiah,
dan (b) pengembangan secara logis.
a. Secara Alamiah
Dalam teknik ini kami sekedar menggunakan pola yang sudah ada
pada objek/kejadian yang dibicarakan. Susunan alamiah ini mengenal
dua macam urutan, yaitu: (1) urutan ruang (spasial) yang membawa
pembaca dari satu titik ke titik berikutnya yang berdekatan dalam sebuah
ruang. (2) urutan waktu (kronologis) yang menggambarkan urutan
terjadinya peristiwa, perbuatan, atau tindakan.
1) Urutan ruang
Paragraf yang dikembangkan berdasarkan urutan ruang atau
tempat membawa pembaca dari satu titik ke titik berikutnya dalam
sebuah “ruangan”. Hal itu berarti kalimat yang satu mengungkapkan
suatu bagian (gagasan) yang terdapat pada posisi tertentu, dan diikuti
oleh kalimat-kalimat lain yang mengungkapkan gagasan yang berada
pada posisi yang lain. Pengungkapan gagasan dengan urutan ruang ini
tidak boleh sembarangan, sebab cara yang demikian akan
mengakibatkan pembaca mengalami kesulitan memahami pesan.
Paragraf seperti ini biasanya digunakan pada paragraf deskriptif.
Contoh :
Bangunan ini terbagi dalam empat ruang. Pada ruang pertama yang sering disebut dengan Bangsal Srimanganti, terdapat dua pasang kursi kayu ukiran Jepara. Ruangan ini sering digunakan Adipati Sindungriwut untuk menerima tamu kadipaten. Di sebelah kiri Bangsal Srimanganti, terdapat ruangan khusus untuk menyimpan benda-benda
[193]
pusaka kadipaten dan cendera mata dari kadipaten- kadipaten lain. Ruangan ini tertutup rapat dan selalu dijaga ketat oleh kesatria-kesatria terpilih Kadipaten Ranggenah. Ruangan tempat menyimpan benda-benda pusaka dan cendera mata ini sering disebut Kundalini Mesem. Agak jauh di sebelah kanan ruang Kundalini Mesem terdapat sebuah ruangan yang senantiasa menebarkan aroma dupa. Ruang ini disebut juga Pamujan karena ditempat inilah Sang Adipati selalu mengadakan upacara dan kebaktian. Beberapa meter dari ruang pamujan terdapat ruangan kecil dengan sebuah tempayan besar di tengahnya. Ruangan ini sering disebut dengan ruang Reresik, karena ruangan ini sering digunakan untuk membersihkan diri Sang Adipati sebelum masuk ke ruang Pamujan.
2) Urutan waktu
Paragraf yang dikembangkan berdasarkan urutan waktu bersifat
kronologis. Hal itu berarti kalimat yang pertama mengungkapkan waktu
peristiwa terjadi, atau waktu kegiatan dilakukan, dan diikuti oleh kalimat-
kalimat yang mengungkapkan waktu peristiwa terjadi, atau waktu
kegiatan dilakukan. Paragraf yang dikembangkan dengan cara ini tidak
dijumpai adanya kalimat utama atau kalimat topik. Paragraf seperti ini
biasanya digunakan pada paragraf naratif dan prosedural.
Contoh :
Menendang bola dengan sepatu baru dikenalnya sekitar tahun 2000, saat ia baru lulus dari STM Negeri 3 jurusan Teknik Elektro. Yang pertama kali melatihnya adalah Klub Halilintar. Dari sini prestasinya terus menajak hingga ia dapat bergabung dengan klub Pelita Jaya sampai sekarang. Tahun 2004 ia pernah dipanggil untuk memperkuat PSSI ke Merdeka Games di Malaysia. Waktu ia dipanggil lagi untuk
[194]
turnamen di Brunei tahun 2008, ia gagal memenuhinya karena kakinya cedera.
b. Secara Logis
Pengembangan paragraf secara logis maksudnya adalah
pengembangan paragraf menggunakan pola pikir tertentu.
Pengembangan paragraf secara logis dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu (1) klimaks-antiklimaks, dan (2) umum-khusus.
1) Klimaks-antiklimaks
Paragraf yang dikembangkan klimaks-antiklimaks dibagi menjadi
dua, yang pertama klimaks, dan yang kedua antiklimaks. Pengembangan
paragraf secara klimaks dilakukan dengan cara menyajikan gagasan-
gagasan yang berupa rincian yang dianggap sebagai gagasan bawahan,
kemudian diakhiri dengan gagasan yang paling tinggi/atas/kompleks
kedudukannya atau kepentingannya.
Sebaliknya, pengembangan paragraf secara antiklimaks dilakukan
dengan terlebih dulu gagasan yang dianggap paling tinggi/atas/kompleks
kedudukannya atau kepentingannya, baru diikuti dengan gagasan-
gagasan yang berupa rincian yang dianggap sebagai gagasan bawahan,
gagasan yang dianggap kurang penting atau rendah kedudukannya.
Contoh paragraf klimaks:
“Bentuk traktor mengalami perkembangan dari jaman
ke jaman sejalan dengan kemajuan tekonologi yang dicapai umat manusia. Pada waktu mesin uap sedang jaya-jayanya, ada traktor yang dijalankan dengan uap. Modelnya kira-kira seperti mesin giling yang digerakan oleh uap. Pada waktu tank sedang menjadi pusat perhatian orang, traktor pun ikut- ikutan diberi model seperti tank. “Keturunan” traktor model tank ini sampai sekarang masih digunakan orang, yaitu
[195]
traktor yang pakai roda rantai. Traktor semacam ini adalah hasil perusahaan Catrepillar. Di samping Caterpillar, Fordpun tidak ketinggalan dalam pembuatan traktor dan alat-alat pertanian lainnya. Jepang tidak mau kalah saing dengan dalam bidang ini. Produksi jepang yang khas di Indonesia terkenal dengan nama padi traktor yang bentuknya sudah mengalami perubahan dari model-model sebelumnya.”
Gagasan utama alinea di atas adalah Bentuk traktor mengalami
perkembangan dari jaman ke jaman yang terdapat pada awal alinea.
Kemudian diperinci dalam empat gagasan bawahan, yaitu; traktor yang
dijalankan dengan uap, traktor yang pakai roda rantai, traktor buatan
ford, dan traktor buatan jepang atau padi traktor. gagasan bawahan
pertama didukung oleh dua kalimat, gagasan bawahan kedua didukung
oleh tiga kalimat; sebaliknya gagasan bawahan ketiga hanya didukung
oleh satu kalimat. Sebab itu terasa bahwa gagasan ini juga kurang jelas.
Gagasan bawahan keempat ditunjang oleh dua kalimat.
2) Umum-khusus
Pengembangan paragraf berdasarkan kriteria umum-khusus,
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu paragraf yang dikembangkan
dengan cara umum ke khusus, dan khusus ke umum. Paragraf yang
dikembangkan secara umum ke khusus berupa paragraf yang dimulai
dengan gagasan umum yang biasanya merupakan gagasan utama,
kemudian diikuti dengan gagasan khusus sebagai gagasan penjelas atau
rincian. Paragraf yang dikembangkan dengan cara umum ke khusus ini
biasa disebut dengan paragraf deduktif.
Paragraf yang dikembangkan secara khusus ke umum berupa
paragraf yang dimulai dengan gagasan khusus sebagai gagasan penjelas
atau rincian, kemudian diikuti dengan gagasan umum yang biasanya
[196]
merupakan gagasan utama. Paragraf yang dikembangkan dengan cara
khusus ke umum ini biasa disebut dengan paragraf induktif.
Pengembangan paragraf logis umum-khusus ini, baik dengan
cara umum ke khusus (deduktif) maupun khusus ke umum (induktif),
paling banyak diguankan, lebih-lebih dalam karya ilmiah karena karya
ilmiah pada umumnya merupakan sintesis antara deduktif dan induktif.
Contoh paragraf umum-khusus :
Sudah beberapa kali kebijaksanaan itu dipertanyakan
bahkan hendak dipreteli dan diubah. Namun demikian, setiap usaha tersebut selalu gagal. Betapapun usaha tersebut disiapkan dengan cara yang teliti dan matang, semua dapat digagalkan. Bukti yang lalu meyakinkan kita bahwa kebijaksanaan itu benar dan tak dapat dipreteli dan diubah.
[197]
TEMA/TOPIK/JUDUL
1. Pengertian Tema /Topik/Judul
a. Pengertian Tema
Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran dalam
membuat suatu tulisan. Di setiap tulisan pastilah mempunyai sebuah
tema, karena dalam sebuah penulisan dianjurkan harus memikirkan tema
apa yang akan dibuat. Dalam menulis cerpen, puisi, novel, karya tulis, dan
berbagai macam jenis tulisan haruslah memiliki sebuah tema. Jadi, jika
diandaikan seperti sebuah rumah, tema adalah atapnya. Tema juga hal
yang paling utama dilihat oleh para pembaca sebuah tulisan. Jika temanya
menarik, maka akan memberikan nilai lebih pada tulisan tersebut.
Syarat Tema yang Baik :
1) Tema yang baik harus mengandung kejelasan, kesatuan,
perkembangan, keaslian.
2) Penetapan tema sebelum mulai mengarang sangat penting untuk
pedoman menulis secara teratur dan jelas sehingga isi karangan tidak
menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan.
3) Tema dapat juga diartikan sebagai pengungkapan maksud dan tujuan.
4) Rumusan tema boleh lebih dari satu kalimat, asalkan seluruh kalimat
bersama-sama mengungkapkan satu ide (ide karangan).
Tema dapat dikesan melalui:
1) Perwatakan watak-watak dalam sesebuah cerita.
2) Peristiwa, kisah, suasana dan unsur lain seperti nilai-nilai
kemanusiaan dan kemasyarakatan yang terdapat dalam cerita.
8
[198]
3) Persoalan-persoalan yang disuguhkan dan kemudian mendapatkan
pokok persoalannya secara keseluruhan
Cara mencari Tema (dalam suatu bacaan) :
1) Jika pilihan jawaban berupa kalimat luas, maka:
a) Tentukan objek yang dibicarakan
b) Pilih kalimat yang paling luas yang memuat objek tersebut atau
pikirkan objek tersebut merupakan bagian atau persempitan dari
objek yang lebih luas
2) Jika pilihan jawaban berupa kalimat sempit atau langsung pada isi
bacaan maka pilih satu kalimat yang dibicarakan dalam setiap
paragraf yang ada.
b. Pengertian Topik
Menurut Kamus Bahasa Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai
Pustaka (2007: 1207) arti kata topik adalah “Pokok pembicaraan dalam
diskusi, ceramah, karangan dan sebagainya. Topik dapat juga disebut
sebagai bahan pembicaraan / hal yang menarik perhatian umum akhir-
akhir ini”. Dengan demikian bila disebut topik penelitian dapat diartikan
bebas sebagai pembicaraan atau ide utama yang menarik perhatian
umum akhir-akhir ini dalam penelitian.
Topik juga dapat didefinisikan sebagai hal yang pertama kali
ditentukan ketika penulis akan membuat tulisan, atau bisa disebut juga
topik adalah tahap awal dalam proses penelitian atau penyusunan karya
ilmiah. Topik yang masih bersifat awal tersebut kemudian difokuskan
dengan cara membuatnya lebih sempit cakupannya atau lebih luas
cakupannya. Topik yang masih awal tersebut, selanjutnya dikembangkan
dengan membuat cakupan yang lebih sempit atau lebih luas.
Topik berasal dari bahasa Yunani:topoi adalah inti utama dari
seluruh isi tulisan yang hendak disampaikan atau lebih dikenal dengan
[199]
topik pembicaraan. Topik adalah hal yang pertama kali ditentukan ketika
penulis akan membuat tulisan. Topik yang masih awal tersebut,
selanjutnya dikembangkan dengan membuat cakupan yang lebih sempit
atau lebih luas.Terdapat beberapa kriteria untuk sebuah topik yang
dikatakan baik, diantaranya adalah topik tersebut harus mencakup
keseluruhan isi tulisan, yakni mampu menjawab pertanyaan akan
masalah apa yang hendak ditulis. Ciri utama dari topik adalah cakupannya
atas suatu permasalahan msih bersifat umum dan belum diuraikan
secara lebih mendetail.
Topik biasa terdiri dari satu satu dua kata yang singkat, dan
memiliki persamaan serta perbedaan dengan tema karangan.
Persamaannya adalah baik topik maupun tema keduanya sama-sama
dapat dijadikan sebagai judul karangan. Sedangkan, perbedaannya ialah
topik masih mengandung hal yang umum, sementara tema akan lebih
spesifik dan lebih terarah dalam membahas suatu permasalahan.
c. Pengertian Judul
Judul adalah nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku,
kepala berita, dan lain-lain; identitas atau cermin dari jiwa seluruh karya
tulis, bersipat menjelaskan diri dan yang manarik perhatian dan
adakalanya menentukan wilayah (lokasi). Dalam artikel judul sering
disebut juga kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan Judul adalah lukisan
singkat suatu artikel atau disebut juga miniatur isi bahasan. Judul
hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul artikel
diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan isi
bahasan.
Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul
artikel diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup
menggambarkan isi bahasan. Judul tidak harus sama dengan topik. Jika
topik sekaligus menjadi judul, biasanya karangan akan bersifat umum
[200]
dan ruang lingkupnya sangat luas. Judul dibuat setelah selesai menggarap
tema, shingga bisa terjamin bahwa judul itu cocok dengan temanya.
Sebuah judul yang baik akan merangsang perhatian pembaca dan akan
cocok dengan temanya.
Judul hanya menyebut ciri-ciri yang utama atau yang terpenting
dari karya itu, sehingga pembaca sudah dapat membayangkan apa yang
akan diuraikan dalam karya itu. Ada judul yang mengungkapkan maksud
pengarang, misalnya dalam sebuah laporan eksposisi, contohnya : Suatu
Penelitian tentang Korelasi antara Kejahatan Anak-anak dan Tempat
Kediaman yang Tidak Memadai.
2. Pemilihan Topik, Pembatasan Topik, dan Pemilihan Judul
a. Pemilihan Topik
Dalam menulis suatu karya tulis, pemilihan topik sangatlah penting
dan dapat menentukan hasil dari karya tulis tersebut. Untuk itu perlu
diperhatikan syarat-syarat dalam pemilihan topik-topik yang baik.
Berikut ini beberapa syarat yang harus diperhatikan penulis dalam
pemilihan topik suatu karya tulis :
1) Topik harus menarik perhatian penulis
Topik yang menarik perhatian akan memotivasi pengarang atau
penulis secara terus-menerus mencari data-data untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya. Penulis akan didorong agar dapat
menyelesaikan tulisan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika suatu topik yang
sama sekali tidak disenangi penulis akan menimbulkan kekesalan. Bila
terdapat hambatan pun, penulis tidak akan berusaha sekuat tenaga
untuk menentukan data dan fakta yang akan digunakan untuk
memecahkan masalah.
2) Topik harus diketahui/dipahami penulis
[201]
Penulis hendaklah mengerti serta mengetahui meskipun baru
prinsip-prinsip ilmiahnya. Misalnya asal data yang digunakan berasal dari
mana? Metode analisis yang digunakan, dan referensi apa saja yang akan
menjadi acuan.
3) Jangan terlalu baru, teknis, dan kontroversial
Bagi penulis pemula, topik yang terlalu baru kemungkinan belum
ada referensinyadalam kepustakaan. Topik yang terlalu teknis
kemungkinan dapat menjebak penulis jika tidak benar-benar menguasai
bahan penulisannya. Begitu juga topik yang kontroversial akan
menimbulkan kesulitan untuk bertindak secara objektif.
4) Bermanfaat
Topik yang dipilih hendaknya bermanfaat. Ditinjau dari segi
akademis dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan dapat berguna
dalam ehidupan sehari-hari maupun dari segi praktis.
5) Jangan terlalu “Luas”
Penulis harus membatasi topik yang akan ditulis. Setiap penulis
harus betul-betul yakin bahwa topik yang dipilihnya cukup sempit dan
terbatas untuk digarap sehingga tulisan bisa fokus dan tepat sasaran.
b. Pembatasan Topik
Pembatasan sebuah topik mencangkup konsep, variabel, data,
lokasi atau lembaga dan waktu pengumpulan data. Topik yang terlalu
luas menghasilkan tulisan yang dangkal, tidak mendalam, dan tidak
tuntas. Selain itu, pembahasan menjadi tidak fokus pada masalah utama
yang ditulis atau dibaca. Akibatnya, pembahasan menjadi panjang,
namun tidak berisi. Sebaliknya, topik yang terlalu sempit menghasilkan
[202]
tulisan yang tidak (kurang) bermanfaat bagi pembacanya. Selain itu,
karangan menjadi sulit dikembangkan, tidak menarik untuk dibahas
ataupun dibaca.Maka dari itu, pembahasan topik dilakukan secara
cermat, sesuai dengan kemampuan, tenaga, waktu, tempat, dan
kelayakan yang dapat terima oleh pembacanya.
1) Fungsi pembatasan topik
a) Pembatasan memungkinkan penulis untuk menulis dengan penuh
keyakinan dan kepercayaan, karena topik itu benar-benar
diketahuinya.
b) Pembatasan dan penyempitan topik akan memungkinkan penulis
untuk mengadakan penelitian yang lebih intensif mengenai
masalahnya. Dengan pembatasan itu penulis akan lebih mudah
memilih hal-hal yang akan dikembangkan.
2) Cara membatasi Topik
a) Tetapkanlah topik yang akan digarap dalam kedudukan sentral.
b) Mengajukan pertanyaan, apakah topik yang berada dalam
kedudukan sentral itu masih dapat dirinci lebih lanjut? Bila dapat,
tempatkanlah rincian itu sekitar lingkaran topik pertama tadi.
c) Tetapkanlah dari rincian tadi mana yang akan dipilih.
d) Mengajukan pertanyaan apakah sektor tadi masih dapat dirinci
lebih lanjut atau tidak.
e) Lakukan proses diatas secara terus-menerus hingga mendapatkan
sebuah Tema.
Cara mempersempit dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Menurut tempat
Contoh : - Indonesia lebih khusus daripada dunia
- Pulau Jawa lebih khusus daripada tanah air Indonesia
[203]
2. Menurut hubungan Kausal
Contoh : - “Perkembangan Islam” dapat dikhususkan
pembahasannya menjadi “Sebabnya Islam Tersiar”.
3. Menurut waktu/periode zaman
Contoh : - “Perkembangan Islam” bisa dibatasi “Perkembangan Islam
di Masa Nabi Muhammad SAW”.
4. Menurut pembagian bidang kehidupan manusia (politik, sosial,
kebudayaan, ekonomi, agama, ilmu pengetahuan, dll)
Contoh : - “Pembangunan Indonesia” dapat dibatasi “Pembangunan
Politik di Masa Orde Baru”.
5. Menurut aspek Umum-Khusus
Contoh : - “Pengaruh Kebijakan 15 November 1978 Terhadap
Masyarakat” bisa dibatasi “Pengaruh Kebijakan 1978
Terhadap Usaha Kerajinan Rotan di Amuntsi”.
6. Menurut Objek Material dan Objek Formal
Objek material adalah objek yang dibicarakan. Sedangkan objek
formal adalah dari sudut mana bahan itu ditinjau.
Contoh : - “Perkembangan Pers di Indonesia di Tinjau dari Segi
Kebebasannya”. Perkembangan pers di indonesia sebagai
objek material. Sedangkan ditinjau dari segi kebesannya
sebagai objek formalnya.
c. Pemilihan Judul
Tidak sedikit pengarang merasa kesulitan memilih judul yang tepat
untuk karangannya. Tips berikut ini akan membantu Anda untuk
menemukan judul baik bagi karangan anda. Mungkin ada yang bertanya
mengapa karangan harus memiliki judul. Pentingnya judul sesungguhnya
sama dengan pentingnya nama bagi seseorang. Tanpa nama betapa
sulitnya mengidentifikasi seseorang. Begitu juga tanpa judul alangkah
[204]
sulitnya mengidentifikasi karangan. Judul yang baik mengandung sifat
seperti berikut ini:
1) Unik
Judul yang unik adalah judul yang memiliki perbedaan dengan judul
lainnya. Walaupun tema karangan sama, hendaknya anda selalu
menggunakan judul yang berbeda.
2) Mencerminkan Isi
Meskipun harus unik, judul yang tetap harus mencerminkan isi. Judul
yang menyimpang dari isi, akan membuat pembaca merasa
dibohongi.
3) Provokatif
Judul yang provokatif akan mengundang orang untuk membaca
karangan Anda. Judul yang provokatif membuat calon pembaca
penasaran dan sangat ingin mengetahui isi karangan anda.
4) Singkat
Judul yang baik juga harus singkat. Judul yang terlalu panjang kurang
menarik perhatian orang.
1) Judul Dibagi Menjadi Dua
a) Judul Langsung
Judul yang erat kaitannya dengan bagian utama karangan,
sehingga hubungannya dengan bagian utama nampak jelas.
b) Judul Tidak Langsung
Judul yang tidak langsung hubungannya dengan bagian utama
karangan, tetapi masih menjiwai seluruh isi karangan.
2) Fungsi Judul
a) Merupakan identitas atau cermin dari jiwa seluruh karangan.
[205]
b) Temanya menjelaskan diri dan menarik sehingga
mengundang orang untuk membacanya atau mempelajari
isinya.
c) Merupakan gambaran global tentang arah, maksut,
tujuan,dan ruang lingkup.
d) Relevan dengan isi seluruh karangan, masalah, maksut, dan
tujuan.
3. Contoh Tema, Topik, dan judul karangan Ilmiah
Topik sama dengan judul karangan, dan judul tidak harus sama
dengan topik.
Persamaan topik dan judul :
Sama-sama dapat menjadi judul karangan.
Perbedaan Topik dan Judul :
Topik : “payung besar”, bersifat umum dan belum menggambarkan
sudut pandang penulis.
Judul : “Spesifik”, mengandung permasalahan yang lebih jelas atau
terarah dan sering telah menggambarkan sudut pandang
penulisnya.
Contoh :
Topik : Ramalan Cuaca
Tema : Meningkatkan kualitas peramalan cuaca dengan metode DRIR
(Direct Readout Infra Red)
Judul : DRIR metode canggih dalam Meramalkan Cuaca
Contoh :
Topik : Banjir di Bandung Selatan
[206]
Tema : Apakah sebab-sebab terjadinya banjir dan bagaimanakah cara
mengatasi akibat banjir tsb
Judul : Penanggulangan Akibat Banjir di Bandung Selatan
4. Perumusan Judul
Dasar Perumusan Judul Penelitian:
a. Mengetahui Status Sesuatu
b. Membandingkan status dua fenomena atau lebih
c. Mengetahui hubungan atau pengaruh dua
d. fenomena atau lebih. Hubungan atau pengaruh
e. tersebut dikenal pula dengan istilah korelasi :
1) Korelasi Sejajar
2) Korelasi Sebab Akibat
Dalam merumusakan judul, Hal-hal yang perlu diperhatikan
dengan baik adalah sebagai berikut:
a. Judul harus dituliskan dengan kalimat pernyataan, bukan pertanyaan.
b. Contoh, “Dampak Ketidakdisiplinan Siswa Terhadap Kegiatan Belajar
Mengajar Disekolah”.
c. Judul harus cukup jelas, singkat dan tepat.
d. Judul harus berisi variabel-variabel yang akan diteliti.
e. Judul harus dapat menggambarkan keseluruhan isi dari kegiatan
penelitian. Judul penelitian harus menggambarkan :
1) Sifat dan jenis penelitian,
2) Objek yang diteliti,
3) Subjek penelitian,
4) Lokasi/daerah penelitian, dan
5) Waktu terjadinya peristiwa (tahun).
5. Penyusunan Rumusan Masalah
[207]
Rumusan masalah adalah berupa pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Rumusan masalah sering juga disebut pertanyaan-pertanyaan
penelitian di mana jawabannya diperoleh setelah melakukan penelitian.
Oleh karena itu,rumusan masalah harus dijabarkan secara operasional
dan spesifik dari judul penelitian. Rumusan yang operasional dan spesifik
itu hendaknya sejalan dengan arah jawaban yang bakal disajikan dan
disimpulkan nanti.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rumusan
masalah penelitian adalah :
a. Masalah dirumuskan dalam bentuk-bentuk pertanyaan.
b. Masalah dirumuskan dalam susunan kalimat yang sederhana dan
mengurangi penggunaan isitilah yang belum baku.
c. Masalah dirumuskan secara sngkat, jelas, padat serta tidak
menimbulkan kerancuan pengertian.
d. Rumusan masalah haruslah mencerminkan keinginan yang hendak
dicari.
e. Rumusan masalah tidak mempersulit pencarian data lapangan
terutama terhadap data langka
f. Rumusan masalah dapat dipakai sebagai dasar dalam merumuskan
hipotesis
g. Rumusan masalah haruslah direfleksikan ke dalam judul penelitian.
6. Sistematika Penulisan
a. Makalah
Sistematika penulisan makalah memiliki pengertian merupakan
suatu penjabaran secara deskriptif tentang hal-hal yang akan ditulis, yang
secara garis besar terdiri dari bagian awal, bagian isi dan bagian akhir.
Dalam prosedur format penulisan pembuatan makalah ini terdapat tiga
hal utama yang menjadi unsur pembuatan karya tulis ini, yaitu bagian
[208]
awal, bagian isi dan bagian akhir. Untuk bagian awal format sistematika
penulisan makalah ini berisikan beberapa unsur yang mengandung
gambaran dari isi karya tulis, kemudian untuk bagian isi merupakan
penjelasan detail mengenai content dari karya tulis dan untuk bagian
akhir merupakan data-data pelengkap dan pendukung pembuatan
makalah ini. Adapun unsur masing-masing bagian dan penjelasannya
secara detail serta pengertian lengkap diuraikan sebagai berikut :
1) Bagian awal sistematika penulisan makalah terdiri dari beberapa
unsur sebagai berikut :
a) Lembar Judul adalah identitas yang memberikan gambaran
mengenai isi makalah
b) Kata Pengantar berisikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihPak
yang membantu pembuatan makalah
c) Daftar Isi adalah suatu daftar yang membuat gambaran isi karya
tulis secara menyeluruh
d) Daftar Tabel (jika ada) merupakan daftar yang menerangkan
penjelasan menggunakan tabel
e) Daftar Gambar (jika ada) merupakan daftar yang menerangkan
penjelasan menggunakan gambar
f) Daftar Lampiran (jika ada) merupakan daftar yang menerangkan
penjelasan menggunakan lampiran.
2) Bagian isi sistematika penulisan makalah terdiri dari beberapa unsur
sebagai berikut :
a) Bab I Pendahuluan
(1) Latar Belakang Permasalahan adalah fenomena permasalahan
dalam lingkungan yang diamati
(2) Masalah atau Pokok Permasalahan merupakan identifikasi dari
latar belakang permasalahaan
[209]
(3) Tujuan Penulisan Makalah adalah uraian tujuan dan hal yang
ingin dicapai mengenai penulisan karya tulis.
b) Bab II Pembahasan
(1) Deskripsi Lokus adalah penjelasan singkat mengenai
permasalahan disertai analisis permasalahan.
(2) Landasan Teoritis adalah kumpulan teori yang digunakan dalam
pembuatan karya tulis.
(3) Analisis merupakan penjelasan mengenai data, fakta dan
informasi yang dianalisis dengan teori-teori yang telah
diungkapkan sebelumnya.
c) Bab III Penutup
Kesimpulan adalah jawaban atas permasalahan penelitian, bukan
ringkasan. Saran merupakan tindak lanjut dari kesimpulan.
3) Bagian Akhir dalam Format Pembuatan Makalah terdiri dari beberapa
unsur sebagai berikut :
a) Daftar Pustaka memiliki pengertian sumber bacaan ilmiah yang
digunakan
b) Lampiran-Lampiran (Jika Ada)
Tentu dalam kajian ilmiah khususnya Perguruan Tinggi,
Universitas, Politeknik dan sekolah tinggi lainnya memiliki Format dan
aturan tertentu mengenai pembuatan karya tulis ini yang biasanya telah
dibuat suatu Panduan Format Pembuatan Karya Tulis yang dikeluarkan
oleh masing-masing Perguruan Tinggi atau Sekolah. Artikel mengenai
Prosedur dan Format Sistematika Penulisan Makalah diatas merupakan
aturan umum pembuatannya yang lazim digunakan banyak orang.
b. Artikel
[210]
1) Pengertian Artikel
a) Karya tulis yang disusun untuk mengungkapkan pendapat
seorang penulis atas suatu fakta/data/pendapat orang lain
berdasarkan rangkaian logika tersendiri.
b) Tulisan lepas berisi opini seseorang yang mengupas tuntas
suatu masalah tertentu yang sifatnya aktual dan atau
kontroversial dengan tujuan untuk memberitahu (informatif),
memengaruhi dan meyakinkan (persuasif argumentatif), atau
menghibur khalayak pembaca (rekreatif).
2) Karakteristik Artikel
a) Ditulis dengan atas nama (by line story)
b) Mengandung gagasan aktual dan atau kontroversial
c) Gagasan yang diangkat harus menyangkut kepentingan
sebagian besar khalayak pembaca.
d) Ditulis secara referensial dengan visi intelektual
e) Disajikan dalam bahasa yang hidup, segar, populer, komunikatif
f) Singkat dan tuntas
g) Orisinal
3) Struktur Artikel
a) Judul
b) Alinea Pembuka (Lead)
c) Alinea Penjelas (Batang Tubuh)
d) Alinea Penutup (Ending)
4) Cara Menulis Artikel
a) Pilih tema
[211]
b) Tentukan judul (bisa juga ditentukan belakangan)
c) Susun alinea pertama
d) Uraikan tema dalam beberapa alinea penjelas (tergantung
panjang-pendek tulisan)
e) Perhatikan format/gaya penulisan (ilmiah atau populer?)
f) Eksploitasi data/ referensi penting
g) Simpulkan pendapat dalam alinea penutup (jadilah draf awal
artikel)
h) Edit ulang draf awal (judul bisa ditentukan saat ini)
i) Draf final artikel (langsung dikirimkan ke media massa, atau
dimintakan pendapat orang lain sebagai proof reader)
a) Memilih Tema
1) Eksplorasi gagasan seluas mungkin (banyak membaca,
mendengar, berdiskusi)
2) Pilih tema yang relevan dengan minat/ bidang
kompetensi
3) Pilih tema yang aktual (sedang hangat dan jadi
perbincangan publik)
4) Tentukan sikap atas tema/masalah yang akan dibahas
(pro atau kontra?)
b) Memilih Judul
1) Judul mewakili tema yang akan dibahas atau pendapat
yang akan diajukan
2) Singkat (3 – 5 kata) dan padat (sarat makna)
3) Menarik dan menggugah orang untuk membaca tulisan
secara keseluruhan
[212]
4) Gunakan istilah/idiom populer
c) Susun Alinea Pertama
1) Satu alinea biasa mengandung satu pokok pikiran
2) Uraikan inti masalah dengan singkat (3-5 kalimat)
3) Alinea pertama mengandung pokok pikiran UTAMA atau
tesis yang akan dipertahankan
4) Sifatnya, apakah menanggapi opini orang lain atau
mengajukan opini tersendiri
5) Pilihan bentuk alinea bervariasi
d) Susun Alinea Penjelas
1) Uraikan pokok pikiran utama (main idea) menjadi
beberapa pokok pikiran penunjang/ turunan
2) Setiap pokok pikiran itu disusun dalam alinea tersendiri
3) Hubungkan satu alinea dengan alinea selanjutnya
dengan jembatan pikiran (bridging) yang kuat
4) Hubungan antar alinea bisa bersifat:
(a) kronologis (waktu)
(b) spasiologis (ruang)
(c) kausalitas (sebab-akibat)
e) Mengolah Gaya Penulisan
1) Ada tiga gaya utama:
(a) Deskripsi, memerikan fakta apa adanya secara detail
(b) Narasi, menguraikan fakta secara kronologis/
spasiologis
2) Argumentasi, menjelaskan fakta dan sebab-akibat yang
melatarinya
[213]
3) Kembangkan gaya yang cocok dengan karakter penulis
atau tema yang dibahas
4) Setiap gaya memiliki efek yang berbeda kepada pembaca
f) Eksploitasi Data atau Rujukan
1) Data penting untuk memperkuat tesis yang diajukan
2) Referensi penting untuk menunjukkan bahwa semua
pendapat yang sama/ berbeda sudah dipertimbangkan
3) Kutipan data/referensi dalam format sederhana, karena
panjang artikel terbatas
g) Simpulkan Pendapat dalam Alinea Penutup
1) Simpulkan uraian yang terdapat dalam Alinea Penjelas
dalam alinea penutup
2) Konfirmasi Alinea Penutup/Simpulan dengan Alinea
Pertama/Pendapat Awal yang telah diajukan
3) Gunakan kalimat yang menggugah, bukan memaksakan
kehendak
4) Buka kesempatan orang lain untuk berbeda pendapat,
bukan merasa benar sendiri
h) Mengedit Tulisan
1) Selesaikan Draf Awal tulisan, apapun bentuknya, jangan
ditunda-tunda
2) Endapkan tulisan awal selama beberapa waktu, lalu cari
inspirasi/kesibukan, namun tetap perhatikan
deadline/batas tenggat
3) Tinjau ulang Draf Awal dan periksa dari segi substansi,
struktur argumentai atau gaya penulisannya
[214]
4) Lakukan koreksi mulai dari yang mudah: standar bahasa,
validitas data/referensi hingga yang sulit keandalan
argumentasi
i) Menyebarkan/ Memasarkan Tulisan
1) Kirimkan draf tulisan kepada sejumlah kawan yang
memahami standar penulisan yang baik (minta koreksi
dan penilaian)
2) Perbaikan draf tulisan berdasarkan masukan dari semua
pihak dan juga pembacaan ulang sendiri
3) Kirimkan artikel ke media massa yang sesuai dan minta
alasan/komentar, jika artikel tak dimuat
4) Jaga hubungan baik dengan editor opini di sejumlah
media, sehingga tahu kebutuhan artikel macam apa yang
bisa diakomodasi media
5) Simpan artikel yang sudah dimuat atau
yang belum dimuat di media, jadikan khazanah
pemikiran pribadi
[215]
KERANGKA KARANGAN
1. Pengertian Kerangka Karangan
Kerangka adalah rencana penulisan yang memuat garis-garis besar
dari suatu karangan yang akan digarap dan merupakan rangkaian ide-ide
yang disusun secara sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur.
Sedangkan, karangan merupakan karya tulis hasil dari kegiatan seseorang
untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikanya melalui bahasa
tulis kepada pembaca untuk dipahami. Jadi, kerangka karangan adalah
rencana penulisan yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan
yang akan ditulis, dan merupakan rangkaian ide-ide yang disusun secara
sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur. Kerangka karangan dibuat
untuk mempermudah penulisan agar tetap terarah dan tidak keluar dari
topik atau tema yang dituju. Pembuatan kerangka karangan ini sangat
penting, karena ini adalah bagian dasar dalam sebuah penyusunan
karangan, terutama bagi penulis pemula agar tulisan tidak kaku dan
penulis tidak bingung dalam melanjutkan tulisannya.
2. Manfaat Kerangka Karangan
a. Untuk menyusun karangan secara teratur.
b. Mempermudah pembahasan tulisan.
c. Menghindari isi tulisan keluar dari tujuan awal.
d. Menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau
lebih.
e. Memudahkan penulis mencari materi tambahan
f. Menjamin penulis bersifat konseptual, menyeluruh, dan terarah.
g. Memudahkan penulis mencapai klimaks yang berbeda-beda.
9
[216]
h. Untuk menjamin penulisan bersifat konseptual, menyeluruh, dan
terarah.
i. Untuk menyusun karangan secara teratur. Kerangka karangan
membantu penulis untuk melihat gagasan-gagasan dalam sekilas
pandang, sehingga dapat dipastikan apakah susunan dan
hubungan timbal-balik antara gagasan-gagasan itu sudah tepat,
apakah gagasan-gagasan itu sudah disajikan dengan baik,
harmonis dalam perimbangannya.
j. Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda.
Setiap tulisan dikembangkan menuju ke satu klimaks tertentu.
Namun sebelum mencapai klimaks dari seluruh karangan itu,
terdapat sejumlah bagian yang berbeda-beda kepentingannya
terhadap klimaks utama tadi. Tiap bagian juga mempunyai klimaks
tersendiri dalam bagiannya. Supaya pembaca dapat terpikat
secara terus menerus menuju kepada klimaks utama, maka
susunan bagian-bagian harus diatur pula sekian macam sehingga
tercapai klimaks yang berbeda-beda yang dapat memikat
perhatian.
k. Menghindari penggarapan topik dua kali atau lebih. Ada
kemungkinan suatu bagian perlu dibicarakan dua kali atau lebih,
sesuai kebutuhan tiap bagian dari karangan itu. Namun
penggarapan suatu topik sampai dua kali atau lebih tidak perlu,
karena hal itu hanya akan membawa efek yang tidak
menguntungkan; misalnya, bila penulis tidak sadar betul maka
pendapatnya mengenai topik yang sama pada bagian terdahulu
berbeda dengan yang diutarakan pada bagian kemudian, atau
bahkan bertentangan satu sama lain. Hal yang demikian ini tidak
dapat diterima. Di pihak lain menggarap suatu topik lebih dari satu
kali hanya membuang waktu, tenaga, dan materi. Kalau memang
[217]
tidak dapat dihindari maka penulis harus menetapkan pada bagian
mana topik tadi akan diuraikan, sedangkan di bagian lain cukup
dengan menunjuk kepada bagian tadi.
l. Memudahkan penulis mencari materi pembantu. Dengan
mempergunakan rincian-rincian dalam kerangka karangan penulis
akan dengan mudah mencari data-data atau fakta-fakta untuk
memperjelas atau membuktikan pendapatnya. Atau data dan
fakta yang telah dikumpulkan itu akan dipergunakan di bagian
mana dalam karangannya itu.
3. Metode Penyusunan Kerangka Karangan
Secara garis besar, pola kerangka karangan dibagi menjadi dua
yaitu pola alamiah dan pola logis, berikut akan di jelaskan secara singkat
pola susunan kerangka karangan.
a. Pola Alamiah
Merupakan suatu urutan unit–unit kerangka karangan sesuai
dengan keadaan yang nyata di alam. Disebut pola alamiah karena
memakai pendekatan berdasarkan faktor alamiah yang esensial. Pola
alamiah mengikuti keadaan alam yang berdimensi ruang dan waktu.
Pola alamiah dapat terbagi menjadi 3 yaitu :
1) Kronologis (waktu)
Urutan yang di dasarkan pada runtunan peristiwa atau tahap-
tahap kejadian. Biasanya tulisan seperti ini kurang menarik minat
pembaca.
Contoh :
Topik : Masyarakat
Tujuan : Untuk mengetahui perkembangan masyarakat.
Tema : Perkembangan masyarakat dari jaman ke jaman.
[218]
a) Masyarakat pemburu dan peramu
b) Masyarakat petani dan peternak
c) Masyarakat industri
2) Spasial (ruang)
Landasan yang paling penting, bila topik yang di uraikan
mempunyai pertalian yang sangat erat dengan ruang atau tempat .
Urutan ini biasanya di gunakan dalam tulisan–tulisan yang bersifat
deskriptif.
Contoh :
Topik : Tanah longsor
Tujuan : Untuk mengetahui lokasi tanah longsor.
Tema : Beberapa lokasi tanah longsor di dunia.
a) Tanah longsor yang terjadi di luar Indonesia
b) Tanah longsor yang terjadi di Indonesia
3) Topik yang ada
Suatu pola peralihan yang dapat di masukkan dalam pola alamiah
adalah urutan berdasarkan topik yang ada . Suatu peristiwa sudah di
kenal dengan bagian–bagian tertentu . Untuk menggambarkan hal
tersebut secara lengkap, mau tidak mau bagian–bagian itu harus di
jelaskan berturut–turut dalam karangan itu, tanpa mempersoalkan
bagian mana lebih penting dari lainnya, tanpa memberi tanggapan atas
bagian–bagiannya itu.
Contoh :
Topik : Penyakit
Tujuan : Untuk mengetahui berbagai penyakit di Indonesia.
Tema : Berbagai penyakit di Indonesia.
[219]
a) Di daerah pedesaan
b) Di daerah perkotaan
b. Pola Logis
Tanggapan yang sesuai dengan jalan pikiran untuk menemukan
landasan bagi setiap persoalan, mampu di tuang dalam suatu susunan
atau urutan logis . Urutan logis sama sekali tidak ada hubungan dengan
suatu ciri yang intern dalam materinya, tetapi erat dengan tanggapan
penulis.
Dinamakan pola logis karena memakai pendekatan berdasarkan
jalan pikir atau cara pikir manusia yang selalu mengamati sesuatu
berdasarkan logika. Pola logis dapat dibagi menjadi 6, yaitu :
1) Klimaks dan Antiklimaks
Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang berpendirian
bahwa posisi tertentu dari suatu rangkaian merupakan posisi yang paling
tinggi kedudukannya atau yang paling menonjol.
Contoh :
Topik : Banjir
Tujuan : Untuk mengetahui akibat banjir.
Tema : Banjir dan akibatnya.
a) Musim penghujan mulai
b) Penggundulan hutan
c) Erosi di mana-mana
2) Kausal
Mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat dan urutan
akibat ke sebab . Pada pola pertama suatu masalah di anggap sebagai
sebab, yang kemudian di lanjutkan dengan perincian–perincian yang
[220]
menelusuri akibat–akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat efektif
dalam penulisan sejarah atau dalam membicarakan persoalan–persoalan
yang di hadapi umat manusia pada umumnya.
Contoh :
Topik : Krisis moneter
Tujuan : Untuk mengetahui krisis moneter di Indonesia
Tema : Krisis moneter yang melanda tanah air
a) Tingginya harga bahan pangan
b) Penyebab krisis moneter
c) Dampak terjadi krisis moneter
3) Pemecahan Masalah
Di mulai dari suatu masalah tertentu, kemudian bergerak menuju
kesimpulan umum atau pemecahan atas masalah tersebut . Sekurang-
kurangnya uraian yang mempergunakan landasan pemecahan masalah
terdiri dari tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau
persoalan tadi, dan akhirnya alternatif–alternatif untuk jalan keluar dari
masalah yang di hadapi tersebut.
Contoh :
Topik : Virus flu babi / H1N1 dan upaya penanggulangannya
a) Apa itu virus H1N1
b) Bahaya virus H1N1
c) Cara penanggulangannya
4) Umum Khusus
Dimulai dari pembahasan topik secara menyeluruh (umum), lalu di
ikuti dengan pembahasan secara terperinci (khusus).
Contoh :
Topik : Pendidikan
[221]
Tujuan : Untuk mengetahui pendidikan di masyarakat.
Tema : Pendidikan di masyarakat.
a) Pendidikan dalam lingkungan masyarakat secara umum
b) Pendidikan di masyarakat perkotaan
c) Pendidikan di masyarakat pedesaan
5) Familiaritas
Urutan familiaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang
sudah di kenal, kemudian berangsur–angsur pindah kepada hal–hal yang
kurang di kenal atau belum di kenal. Dalam keadaan–keadaan tertentu
cara ini misalnya di terapkan dengan mempergunakan analogi.
6) Akseptabilitas
Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas. Bila urutan
familiaritas mempersoalkan apakah suatu barang atau hal sudah dikenal
atau tidak oleh pembaca, maka urutan akseptabilitas mempersoalkan
apakah suatu gagasan di terima atau tidak oleh para pembaca, apakah
suatu pendapat di setujui atau tidak oleh para pembaca.
7) Sebab Akibat
a) Sebab ke akibat : masalah utama sebagai sebab, diikuti perincian
akan akibat-akibat yang mungkin terjadi.
Contoh: penulisan sejarah, berbagai persoalan sosial, kerusakan
hutan, perubahan cuaca global.
8) Akibat ke sebab : masalah tertentu sebagai akibat, diikuti perincian
sebab-sebab yang menimbulkannya.
Misal : Krisis multidimensi di Indonesia.
[222]
Contoh
Topik: Premanisme di Jakarta
a) pertumbuhan ekonomi yang tersendat
b) industri tutup karena bahan bakar langka
c) lapangan kerja menciut
d) mencari uang dengan cara mudah
4. Macam-macam Kerangka Karangan
Macam-macam kerangka karangan tergantung dari dua
parameter yaitu : berdasarkan sifat perinciannya, dan kedua
berdasarkan perumusan teksnya.
a. Berdasarkan Perincian
1) Kerangka karangan sementara
Kerangka karangan sementara atau non-formal merupakan suatu
alat bantu, sebuah penuntun bagi suatu tulisan yang terarah. Sekaligus ia
menjadi dasar untuk penelitian kembali guna mengadakan perombakan-
perombakan yang dianggap perlu. Kerangka karangan non-formal
biasanya terdiri dari tesis dan pokok-pokok utama, paling tinggi dua
tingkat perincian.
2) Kerangka Karangan Formal
Kerangka karangan yang bersifat formal biasanya timbul dari
pertimbangan bahwa topik yang akan digarap bersifat sangat kompleks,
atau suatu topik yang sangat sederhana tetapi penulis tidak bermaksud
untuk segera menggarapnya.
b. Berdasarkan perumusan teksnya
1) Kerangka kalimat
[223]
Kerangka kalimat mempergunakan kalimat berita yang lengkap
untuk merumuskan tiap unit, baik untuk merumuskan tesis maupun
untuk merumuskan unit-unit utama dan unit-unti bawahannya.
Penggunaan kerangka kalimat mempunyai beberapa manfaat antara lain
:
a) Ia memaksa penulis untuk merumuskan dengan tepat topik yang
akan diuraikan, serta perincian-perincian tetang topik itu.
b) Perumusan topik-topik dalam tiap unit akan tetap jelas, telah
lewat bertahun-tahun.
c) Kalimat yang dirumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi
siapapun, seperti bagi pengarangnya sendiri.
2) Kerangka Topik
Kerangka topik dimulai dengan perumusan tesis dalam sebuah
kalimat yang lengkap. Sesudah itu semua pokok, baik pokok-pokok
utama baik pokok-pokok bawahan, dirumuskan dengan mencantumkan
topiknya saja, dengan tidak mempergunakan kalimat yang lengkap.
5. Syarat Kerangka Karangan yang Baik
a. Tesis atau pengungkapan maksud harus jelas.
b. Pilihlah topik yang merupakan hal yang khas, kemudian tentukan
tujuan yang Jelas. Kemudian buatlah tesis atau pengungkapan
maksud.
c. Tiap unit hanya mengandung satu gagasan.
d. Bila satu unit terdapat lebih dari satu gagasan, maka unit tersebut
harus dirinci.
e. Pokok-pokok dalam kerangka karangan harus disusun secara
logis, sehingga rangkaian ide atau pikiran itu tergambar jelas.
f. Harus menggunakan simbol yang konsisten.
[224]
g. Pada dasarnya untuk menyusun karangan dibutuhkan langkah-
langkah awal untuk membentuk kebiasaan teratur dan sistematis
yang memudahkan kita dalam mengembangkan karangan.
6. Langkah-langkah Menyusun Kerangka Karangan
a. Menentukan tema dan judul
Tema adalah pokok persoalan, permasalahan, atau pokok
pembicaraan yang mendasari suatu karangan.
Judul adalah kepala karangan. Misalkan tema cakupannya lebih
besar dan menyangkut pada persoalan yang diangkat sedangkan
judul lebih pada penjelasan awal (penunjuk singkat) isi karangan
yang akan ditulis.
b. Mengumpulkan bahan
Bahan yang menjadi bekal dalam menunjukkan eksistensi tulisan,
banyak cara mengumpulkannya, masing-masing penulis
mempunyai cara masing - masing sesuai juga dengan tujuan
tulisannya.
c. Menyeleksi bahan
Agar tidak terlalu bias dan abstrak, perlu dipilih bahan-bahan
yang sesuai dengan tema pembahasan. polanya melalui klarifikasi
tingkat urgensi bahan yang telah dikumpulkan dengan teliti dan
sistematis.
Berikut ini petunjuk – petunjuknya :
1) Catat hal penting semampunya.
2) Jadikan membaca sebagai kebutuhan.
3) Banyak diskusi, dan mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah.
4) Membuat kerangka
[225]
d. Membuat Kerangka Karangan.
Kerangka karangan menguraikan tiap topik atau masalah menjadi
beberapa bahasan yang lebih fokus dan terukur. Kerangka
karangan belum tentu sama dengan daftar isi, atau uraian per bab.
kerangka ini merupakan catatan kecil yang sewaktu-waktu dapat
berubah dengan tujuan untuk mencapai tahap yang sempurna.
Berikut fungsi kerangka karangan:
a) Memudahkan pengelolaan susunan karangan agar teratur dan
sistematis.
b) Memudahkan penulis dalam menguraikan setiap permasalahan.
c) Membantu menyeleksi materi yang penting maupun yang tidak
penting.
Tahapan dalam menyusun kerangka karangan :
a) Mencatat gagasan. Alat yang mudah digunakan adalah pohon
pikiran (diagram yang menjelaskan gagasan-gagasan yang
timbul).
b) Mengatur urutan gagasan.
c) Memeriksa kembali yang telah diatur dalam bab dan subbab.
d) Membuat kerangka yang terperinci dan lengkap.
Kerangka karangan yang baik adalah kerangka yang urut dan
logis karena bila terdapat ide yang bersilangan, akan
mempersulit proses pengembangan karangan. (karangan tidak
mengalir).
e) Mengembangkan kerangka karangan
Proses pengembangan karangan tergantung sepenuhnya pada
penguasaan terhadap materi yang hendak ditulis. jika benar-
[226]
benar memahami materi dengan baik, permasalahan dapat
diangkat dengan kreatif, mengalir dan nyata.
7. Contoh Kerangka Karangan
Contoh Kerangka Karangan Formal 1
Topik : Penggunaan Kendaraan Bermesin Diesel
Judul : Pencegahan Polusi Karena Penggunaan Kendaraan
Bermesin Diesel
Tujuan :
a. Mengetahui penyebab tingginya tingkat polusi yang dihasilkan
kendaraan bermesin diesel
b. Mencegah polusi karena penggunaan kendaraan bermesin diesel
Rumusan Masalah :
a. Langkah apa yang harus dilakukan agar polusi kendaraan
bermesin diesel dapat dikurangi
Aspek yang Diteliti :
a. Komponen mesin diesel
b. Cara kerja mesin diesel
c. Gas buang dari proses pembakaran pada mesin diesel
d. Perawatan mesin diesel
e. Volume penggunaan kendaraan bermesin diesel
f. Penyebab tingginya tingkat polusi kendaraan bermesin diesel
g. pengaruh gas buang terhadap kondisi udara
Metode Penelitian
[227]
a. Studi pustaka
b. Survei melalui observasi, wawancara, dan kuesioner Literatur
(min 5)
Contoh Kerangka Karangan Formal 2
Topik : Penggunaan Kompor Briket Batubara
Judul : Dilema Penggunaan Kompor Briket Batubara dan
Penanggulangannya
Tujuan : Memperoleh jalan keluar dari dilema penggunaan kompor
briket batubara dengan meningkatnya pencemaran
Rumusan Masalah :
a. Upaya apa yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan
bakar tanpa menimbulkan masalah baru.
Aspek yang diteliti :
a. Kebutuhan bahan bakar masyarakat Indonesia
b. Sumber bahan bakar di Indonesia
c. Cadangan bahan bakar di Indonesia
d. Kenyataan yang terjadi di masyarakat saat ini berkaitan dengan
kebutuhan dan penggunaan bahan bakar batubara sebagai bahan
bakar alternatif
e. Efek negatif batubara sebagai bahan bakar alternatif
f. Jalan keluar atas dilema penggunaan kompor briket batubara
Metode Penelitian :
a. Studi pustaka
[228]
b. Survey melalui wawancara dan penyebaran angket
Literatur :
Cinningham, W.P. & B.W. Saigo. 1999. Environmental Science: a Global Concern. Fifth edition. Mc Graw, Boston.
Kupchella, C.E. & M.C.Hyland. 1993. Environmental Science: Living in
the Environment. Brooks Cole Publishing Company, Pacific Grove, CA.
Raven, P.H., L.R. Berg & G.B.Johnsons. 1998. Environment. Second
Edition.Saunders College Publishing, Forthworth, FL. Tribun Bandung, Minggu (16 Oktober 2005), hal. 2.
Contoh Kerangka Karangan 3
a. Cara Langsung
Ide-ide utama yang akan dikemukakan, langsung disusun menurut
urutan dan tingkatan pada bab-bab (untuk bab II, dan III dibuat secara
langsung berdasarkan judul yang terdapat pada setiap bab, kemudian
ditulis topik-topik utama dan topik-topik pecahan).
Contoh
2.1 …………………….
2.1.1 ………………….
2.1.2 ………………….
2.2 …………………………
2.3 .…………………………
2.3.1 ………………….
Bab II
………………………
[229]
2.3.2 ………………….
2.3.2.1 ……………………
2.3.2.2 ……………………
b. Cara Bertahap/Bertingkat
Kerangka karangan topik untuk bab II dan III ini dibuat secara
bertahap dengan berpedoman pada judul karangan penelitian dan
tujuannya.
Judul : ……………………………
Tujuan :
1) ………………..
2) ……………….
3) ……………….
c. Cara Bertingkat/Bertahap
Tahap I: Inventarisasi (curah) ide yang berkaitan dengan judul dan
tujuan, ditulis tanpa disaring
Contoh :
1. …………………….. 6. ………………….. 11. ………………………..
2. …………………….. 7. ………………….. 12. ………………………..
3. …………………….. 8. ………………….. 13. ………………………..
4. …………………….. 9. ………………….. 14. ………………………..
5. …………………….. 10. …………………. Dst.
Tahap II: Pengoreksian, pelengkapan, dan penyempurnaan ide dengan
mengaitkannya kembali sesuai judul dan tujuan bila ada yang
menyimpang dibetulkan, bila ada yg kurang ditambahkan.
Tahap III: Pengelompokan ide yang sejenis
Misalnya, 1, 3, 7. 9, 20, 21 - judul/topik
[230]
2, 8, 15, 19 - judul
4, 5, 6, 17, 26 -
dst.
judul
Tahap IV: Penyusunan urutan dan tingkatan ide dalam setiap kelompok
Misalnya, 1, 20, 3, 9, 7, 21 - judul/topik
8, 15, 2, 19 - judul 4, 17, 26, 5, 6 - judul
Tahap V : Pemilahan ide untuk bab II dan III
Bab II -- berkaitan dengan teori
Bab III -- berkaitan dengan data lapangan untuk dianalisis
dan diuji
[231]
PENULISAN KUTIPAN
1. Pengertian Kutipan
Dalam penulisan–penulisan ilmiah baik penulisan artikel-artikel
ilmiah, karya-karya tulis, maupun penulisan skripsi, dan
disertasi−seringkali dipergunakan kutipan-kutipan untuk menegaskan isi
uraian, atau untuk membuktikan apa yang dikatakan. Kutipan adalah
pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang pengarang, atau ucapan
seseorang yang terkenal, baik terdapat dalam buku-buku maupun
majalah-majalah. Selain itu kutipan juga dapat diambil dalam bentuk lisan
misal melalui media elektronika seperti TV, radio, internet, dan lain
sebagainya. Tujuannya sebagai pengokohan argumentasi dalam sebuah
karangan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, mengutip adalah
mengambil perkataan atau kalimat dari buku atau yang lainnya. Mengutip
itu berbeda dengan plagiat. Plagiat adalah mengambil karangan-karangan
atau pendapat orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan atau
pendapat tersebut dari diri sendiri. Kutipan ditulis untuk menegaskan isi
uraian, memperkuat pembuktian, dan kejujuran menggunakan sumber
penulisan.
Kutipan merupakan salah satu hal yang sangat esensi dalam
penulisan karya ilmiah. Dalam penulisan kutipan ada aturan main yang
harus diikuti oleh setiap penulis karya ilmiah tanpa kecuali. Dengan
menggunakan kutipan, seorang penulis tidak perlu membuang waktu
10
[232]
untuk menyelidiki suatu hal yang sudah dibuktikan kebenarannya oleh
penulis lain, penulis cukup mengutip karya orang lain tersebut
2. Fungsi Kutipan
Fungsi kutipan diantaranya :
a. Sebagai landasan teori.
b. Penguat pendapat penulis.
c. Penjelasan suatu uraian.
d. Bahan bukti untuk menunjang pendapat itu.
Penulisan kutipan berfungsi:
a. Untuk menunjang fakta, konsep, gagasan atau untuk memberikan
informasi tentang sumber data, gagasan dan lain-lain yang relevan.
b. Untuk memberikan penjelasan tambahan tentang suatu masalah
yang dikemukakan dalam teks atau untuk menjelaskan definisi
istilah secara cermat.
Selain fungsi di atas, kutipan juga memiliki fungsi tersendiri.
Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Menunjukkan kualitas ilmiah yang lebih tinggi.
b. Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat.
c. Memudahkan penilaian penggunaan sumber dana.
d. Memudahkan pembedaan data pustaka dan ketergantungan
tambahan.
e. Mencegah pengulangan penulisan data pustaka.
f. Meningkatkan estetika penulisan.
g. Memudahkan peninjauan kembali penggunaan referensi dan
memudahkan penyuntingan naskah yang terkait dengan data
pustaka.
Sedangkan fungsi utama kutipan dalam karya ilmiah adalah
menegaskan isi uraian atau membuktikan kebenaran yang diajukan oleh
[233]
penulis berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari literatur, pendapat
seseorang atau pakar, bahkan pengalaman empiris. Peletakan kutipan
dilakukan dalam dua cara yakni, pada teks atau menjadi bagian catatan
kaki. Peletakan pada catatan akhir (endnote) umumnya dilakukan
andaikata penulis tidak menginginkan adanya penjelasan yang akan
mengganggu keruntutan uraian pada teks.
Hal–hal yang perlu diperhatikan dalam mengutip, diantaranya :
a. Penulis mempertimbangkan bahwa kutipan itu perlu.
b. Penulis bertanggung jawab penuh terhadap ketepatan dan
ketelitian kutipan.
c. Kutipan dapat terkait dengan penemuan teori.
d. Jangan terlalu bnayak mempergunakan kutipan langsung.
e. Penulis mempertimbangkan jenis kutipan dan kaitannya dengan
sumber rujukan.
3. Jenis-jenis Kutipan
Menurut jenisnya, kutipan dapat dibedakan atas kutipan langsung
dan kutipan tak langsung (kutipan isi). Kutipan langsung adalah pinjaman
pendapat dengan mengambil secara lengkap kata demi kata, kalimat demi
kalimat dari sebuah teks asli. Sebaliknya, kutipan tak langsung adalah
pinjaman pendapat seorang pengarang atau tokoh terkenal berupa inti
sari atau ikhtisar dari pendapat tersebut.
Perbedaan antara kedua jenis kutipan ini harus benar-benar
diperhatikan karena akan membawa konsekuensi yang berlainan bila
dimasukkan dalm teks. Dalam hubungan ini cara mengambil bahan-bahan
dari buku-buku pada waktu mengumpulkan data, akan sangat membantu.
Semua kutipan langsung yang dicatat pada kartu tik harus dimasukkan
dalam tanda kutip, sedangkan semua kutipan tak langsung tidak diapit
[234]
oleh tanda kutip. Dengan cara yang demikian, penulis tidak akan
mengalami kesulitan pada waktu memasukkannya dalam teks.
Dalam mengambil sebuah kutipan, hendaknya kutipan itu jangan
terlalu panjang, misalnya satu halaman atau lebih. Bila demikian halnya,
pembaca sering lupa bahwa apa yang dibacanya pada halaman tersebut
adalah sebuah kutipan. Sebab itu kutipan hendaknya diambil seperlunya
saja, sehingga tidak merusak atau mengganggu uraian yang sebenarnya.
Bila penulis menganggap perlu memasukkan kutipan yang panjang, maka
lebih memasukkannya dalam bagian Apendiks atau Lampiran.
Di samping kutipan yang diambil dari buku-buku atau majalah-
majalah, ada pula kutipan yang diambil dari penuturan lisan. Penuturan
lisan ini bias terjadi melalui wawancara atau ceramah-ceramah. Namun
kutipan semacam ini dalam karya-karya ilmiah akan kurang nilainya kalau
disajikan begitu saja. Agar nilainya lebih dapat dipertanggungjawabkan,
maka harus dimintakan pengesahannya lagi dari orang yang bersangkutan.
4. Prinsip-prinsip Mengutip
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada waktu membuat
kutipan adalah:
a. Jangan mengadakan perubahan
Pada waktu melakukan kutipan langsung, pengarang tidak boleh
mengubah kata-kata atau teknik dari teks aslinya. Bila pengarang
menganggap perlu untuk mengadakan perubahan tekniknya, maka ia
harus menyatakan atau memberi keterangan yang jelas bahwa telah
diadakan perubahan tertentu. Misalnya dalam naskah asli tidak ada
kalimat atau bagian kalimat yang diletakkan dalam huruf miring (kursif)
atau digaris bawahi, tetapi oleh pertimbangan penulis kata-kata atau
bagian kalimat tertentu itu diberi huruf tebal, huruf miring atau
diregangkan. Pertimbangan untuk merubah teknik itu bisa bermacam-
[235]
macam untuk memberi aksentuasi, contoh, pertentangan dan sebagainya.
Dalam hal yang demikian penulis harus memberi keterangan dalam tanda
kurung segi empat [. . .] bahwa perubahan teknik itu dibuat sendiri oleh
penulis dan tidak ada dalam teks aslinya. Keterangan dalam kurung segi
empat itu misalnya berbunyi sebagai berikut: [huruf miring dari saya,
Penulis].
b. Bila ada kesalahan
Bila dalam kutipan terdapat kesalahan atau keganjilan, entah dalam
persoalan ejaan maupun dalam soal-soal ketatabahasaan, penulis tidak
boleh memperbaiki kesalahan-kesalahan itu. Ia hanya mengutip
sebagaimana adanya. Demikian pula halnya kalau penulis tidak setuju
dengan suatu bagian dari kutipan itu.
Dalam hal terakhir ini kutipan tetap dilakukan, hanya penulis
diperkenankan mengadakan perbaikan atau catatan terhadap kesalahan
tersebut. Perbaikan atau catatan itu dapat ditempatkan sebagai catatan
kaki, atau dapat pula ditempatkan dalam tanda kurung segi empat [. . .]
seperti halnya dengan perubahan teknik sebagaimana telah dikemukakan
di atas. Catatan dalam tanda kurung segi empat itu langsung ditempatkan
di belakang kata atau unsur yang hendak diperbaiki, diberi catatan atau
yang tidak disetujui. Misalnya, kalau kita tidak setuju dengan bagian itu,
maka biasanya diberi catatan singkat [ sic! ]. Kata sic! Yang ditempatkan
dalam kurung segi empat menunjukkan bahwa penulis tidak
bertanggungjawab atas kesalahan itu, ia sekedar mengutip sesuai dengan
apa yang terdapat dalam naskah aslinya.
Coba perhatikan contoh berikut:
“Demikian juga dengan data bahasa yang lain dalam karya tulis ini kami selalu berusaha mencari bentuk kata yang mengandung makan [ sic! ] sentral / distribusi yang terbanyak sebagai bahan dari daftar Swadesh.”
[236]
Kata makan dalam kutipan di atas sebenarnya salah cetak,
seharusnya makna. Namun dalam kutipan, penulis tidak boleh langsung
memperbaiki kesalahan itu. Ia harus memberi catatan bahwa ada
kesalahan dan ia sekedar mengutip sesuai dengan teks aslinya. Untuk
karya-karya ilmiah penggunaan sic! Dalam tanda kurung segi empat yang
ditempatkan langsung di belakang kata atau bagian yang bersangkutan
dirasakan lebih mantap.
c. Menghilangkan bagian kutipan
Dalam kutipan-kutipan diperkenankan pula menghilangkan
bagian-bagian tertentu dengan syarat bahwa penghilangan bagian itu
tidak boleh mengakibatkan perubahan makna aslinya atau makna
keseluruhannya. Penghilang itu biasanya dinyatakan dengan
mempergunakan tiga titik berspasi [. . .]. Jika unsur yang dihilangkan itu
terdapat pada akhir sebuah kalimat, maka ketiga titik berspasi itu
ditambahkan sesudah titik yang mengakhiri kalimat itu. Bila bagian yang
dihilangkan itu terdiri dari satu alinea atau lebih, maka biasanya
dinyatakan dengan titik-titik berspasi sepanjang satu baris halaman.
Dalam hal ini sama sekali tidak diperkenankan untuk menggunakan garis
penghubung [ - ] sebagai pengganti titik-titik. Bila ada tanda kutip, maka
titik-titik itu baik pada awal kutipan maupun pada akhir kutipan harus
dimasukkan dalam tanda kutip sebab unsur yang dihilangkan itu dianggap
sebagai bagian dari kutipan.
Contoh :
Hal ini cocok dengan kehidupan para kepala itu sebagai pemimpin masyarakat, tetapi juga sebagai pemimpin upacara- upacara keagamaan. Kata Mallinckrodt: “. . .in primitieve stereken is werkzaamheid van het hoofd met betrekking tot de godsdienst een zijner voornaamste functies en de rechtpraak,
[237]
op bovenbedoelde wijze opgevat, word teen ten deele religieuze verrichting, die het magisch evenwicht der germeenschap herstellen moet. “
5. Cara-cara Mengutip
Perbedaan antara kutipan langsung dan kutipan tak langsung
(kutipan isi) akan membawa akibat yang berlainan pada saat
memasukkannya dalam teks. Begitu pula cara membuat kutipan langsung
akan berbeda pula menurut panjang pendeknya kutipan itu. Agar tiap-tiap
jenis kutipan dapat dipahami dengan lebih jelas, perhatikanlah cara-cara
berikut:
a. Kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris
Sebuah kutipan langsung yang panjangnya tidak lebih dari empat
baris ketikan akan dimasukkan dalam teks dengan cara-cara berikut:
1) kutipan itu diintegrasikan langsung dengan teks;
2) jarak antara baris dengan baris dua spasi;
3) kutipan itu diapit dengan tanda kutip;
4) sesudah kutipan selesai ditulis dalam kurung nama singkat
pengarang, tahun terbit dan nomor halaman kutipan itu. Namun,
bisa juga di letakkan di depan, tetapi letak nama penulis berada di
luar tanda kurung. Sedangkan tahun terbit dan nomor halaman
kutipan tersebut berada dalam tanda kurung.
Nomor urut penunjukan mempunyai pertalian dengan nomor urut
penunjukan yang terdapat pada catatan kaki. Nomor penunjukan ini bisa
berlaku untuk tiap bab, dapat pula berlaku untuk seluruh karangan
tersebut. Masing-masing cara tersebut akan membawa konsekuensi
tersendiri. Pada nomor urut penunjukan yang hanya berlaku pada tiap
bab, maka pertama, pada tiap bab akan dimulai dengan nomor urut 1 ;
kedua, untukpenunjukan yang pertama dalam tiap bab, nama pengarang
[238]
harus disebut secara lengkap, sedangkan penunjukan selanjutnya dalam
bab tersebut cukup dengan menyebut nama singkat pengarang ditambah
penggunaan singkatan-singkatan. Sebaliknya bila nomor urut penunjukan
berlaku untuk seluruh karangan, maka hanya untuk penyebutan yang
pertama, nama pengarang ditulis secara lengkap. Penyebutan selanjutnya
hanya mempergunakan nama singkat dan singkatan-singkatan
sebagaimana tersebut di atas.
Misalnya:
Guru tak dapat memperhatikan muridnya seorang demi seorang. Dalam seminar “The Teaching of Modern Language” oleh sekretariat UNESCO di Nuwara Eliya (1953: 50) dikatakan “Because of very special nature of language, teaching us well on general educational grounds, it is vital that classes should be small” . Untuk waktu yang ….
Jadi kalimat Because of very special nature of language, ….dst
merupakan suatu kutipan, tetapi kutipan itu tidak lebih dari empat baris
ketikan. Oleh karena itu kutipan itu harus diintegrasikan dengan teks, serta
spasi antara baris adalah spasi rangkap, tetapi sebagai pengenal bahwa
bagian itu merupakan kutipan, maka bagian itu ditempatkan dalam tanda
kutip.
Bila mempergunakan cara yang kedua, maka sesudah kutipan
langsung ditempatkan nama pengarang (singkat), tahun, dan halaman
dalam kurung.
b. Kutipan langsung yang lebih dari empat baris
Bila sebuah kutipan terdiri dari lima baris atau lebih, maka seluruh
kutipan itu harus digarap sebagai berikut :
1) Kutipan itu dipisahkan dari teks dalam jarak 2,5 spasi.
2) Jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi.
[239]
3) Kutipan tidak diapit dengan tanda kutip.
4) Sesudah kutipan selesai ditulis dalam kurung nama singkat
pengarang, tahun terbit dan nomor halaman kutipan itu. Namun,
bisa juga di letakkan di depan, tetapi letak nama penulis berada di
luar tanda kurung. Sedangkan tahun terbit dan nomor halaman
kutipan tersebut berada dalam tanda kurung.
5) Seluruh kutipan itu dimasukkan ke dalam 5 – 7 ketikan, bila kutipan
itu dimulai dengan alinea baru, maka baris pertama dari kutipan itu
dimasukkan lagi 5 – 7 ketikan.
Contoh:
Terjemahan karya ilmiah dalam bahasa Indonesia banyak yang
tidak memuaskan karena para penerjemah tidak terlatih dalam ilmu
penterjemah (suatu aspek linguistik terapan yang telah menjadi disiplin
ilmiah tersendiri ). Sani (1959: 7) berpendapat sebagai berikut.
“Suatu fikiran yang telah tersebar dengan luas sekali
di kalangan orang banyak menggambarkan buku-buku sebagai benda-benda yang tak berjiwa, tidak effektif [sic!], serba damai yag pada tempatnya sekali berada dalam kelindungan-kelindungan sejuk dan ketenangan akademis dari biara-biara dan universitas-universitas dan tempat- tempat pengasingan diri yang lain yang jauh dari dunia yang jahat dan materialistis ini.”
c. Kutipan tak langsung
Dalam kutipan tak langsung biasanya inti atau sari pendapat itu yang
dikemukakan. Sebab itu kutipan tidak boleh mempergunakan tanda kutip.
Beberapa syarat harus diperhatikan untuk membuat kutipan tak langsung:
1) kutipan itu diintegrasikan dengan teks;
[240]
2) jarak antar baris dua spasi;
3) kutipan tidak diapit dengan tanda kutip;
4) sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah
spasi ke atas atau dalam kurung ditempatkan nama singkat
pengarang, tahun terbit dan nomor halaman tempat terdapat
kutipan itu.
Contoh :
Nurseno (2004 : 3) berpendapat bahwa nilai merupakan sesuatu pandangan, berisi sesuatu yang baik, diinginkan, dicita-cita, dan dianggap penting oleh masyarakat sehingga mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai tersebut.
d. Kutipan pada catatan kaki
Selain dari kutipan yang dimasukkan dalam teksseperti telah
diuraikan di atas, (baik kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung),
ada pula kutipan yang ditempatkan pada catatan kaki. Bila cara demikian
yang dipergunakan, maka kutipan demikian selalu ditempatkan dalam
spasi rapat, biarpun kutipan itu singkat saja. Demikian juga kutipan itu
selalu dimasukkan dalam tanda kutip, dan dikutip tepat seperti teks
aslinya.
Walaupun di atas telah dikemukakan juga bahwa kutipan yang
panjang sekali lebih baik ditempatkan dalam Apendiks atau Lampiran,
namun ada juga pengarang yang beranggapan bahwa kutipan semacam
itu lebih baik ditempatkan pada catatan kaki, agar lebih mudah bagi
pembaca untuk memeriksanya.
Contoh :
Berbagai penyelidikan tentang akulturasiyang dilakukan oleh para sarjana ilmu anthropologi-budaya bangsa Amerika
[241]
memang telah menunjukkan bahwa penyelidikan- penyelidikan akan peristiwa perpaduan kebudayaan yang dipandang dari sudut kompleks-kompleks unsur-unsur yang khusus, telah memberi hasil yang memuaskan. Karena itu Herskovits beranggapan bahwa pandangan serupa itulah pandangan yang paling berguna di dalam penyelidikan akulturasi.2
Pada catatan kaki halaman yang sama, di bawah nomor urut
penunjukan 2, dapat dibaca sebuah kutipan langsung seperti di bawah ini. 2Kata beliau : “However desirable studies of changes in
whole culture may thusbe, it seems most advantageous in practice for the student to analyse into its components the culture that has experienced contact. . . one can nomore study ‘whole cultures’ than one take as the subject for a specific research project the human body in its entirety. . .” (Herskovits, 1948: 536)
Sebagai tampak dari contoh di atas, kutipan itu dibuat dalam spasi
rapat. Kata ‘whole culture’ mempergunakan tanda kutip tunggal, karena
tanda kutip ganda sudah dipergunakan untuk seluruh kutipan itu. Begitu
pula perhatikan bagaimana bagian-bagian yang ditinggalkan dari teks asli
diganti dengan tiga titik berspasi.
e. Kutipan atas ucapan lisan
Dalam karya-karya ilmiah atau tulisan-tulisan lainnya, sering pula
dibuat kutipan-kutipan atas ucapan-ucapan lisan, entah yang diberikan
dalam ceramah-ceramah, kuliah-kuliah atau wawancara-wawancara.
Sebenarnya kutipan atas sumber semacam ini sulit dipercaya, kecuali
mungkin ucapan yang disampaikan seorang tokoh yang penting dalam
[242]
suatu kesempatan yang luar biasa, serta dapat diikuti oleh masyarakat
luas.
Bila penulis ingin memasukkan juga kutipan-kutipan semacam itu di
dalam tulisannya, maka sebaiknya ia memperlihatkan naskah kutipan itu
terlebih dahulu kepada orang yang memberi keterangan itu untuk
mendapatkan pengesahannya. Kalau ada kekurangan atau kesalahan
dapat diadakan perbaikan terlebih dahulu oleh yang bersangkutan.
Dengan demikian tidak perlu timbul bantahan atau hal-hal yang tidak
diinginkan di kemudian hari.
Sumber ucapan-ucapan lisan itu dapat dimasukkan langsung dalam
teks, dapat pula dimasukkan dalam catatan kaki seandainya akan
mengganggu jalannya teks itu sendiri.
1) Cara yang pertama
Dalam menjawab nota Keuangan & RAPBD Daerah Khusus Ibukota tahun 1973, tanggal 2 Pebruari 1973, Gubernur Ali Sadikin mengatakan a.l.: “. . . Tetapi apabila kita jujur berkenan melihat persoalan itu pada perspektif yang lebih luas dan pada proporsi yang wajar, maka akan terlihat bahwa kepentingan umum memang benar menuntut, maka akan terlihat bahwa kepentingan umum benar menuntut adanya pengorbanan-pengorbanan itu. . .”
2) Cara yang kedua
Dalam usaha meremajakan Ibukota, Pemerintah DKI Jaya selalu berusaha memperkecil pengorbanan. Pengorbanan inilah yang pada instansi pertama sering dirasakan membawa akibat yang kurang menyenangkanbagi sementara pihak yang terkena ketentuan itu. Kepentingan umum akhirnya menuntut yang demikian, sebagaimana ditegaskan dengan kata-kata berikut: “. . . Tetapi apabila kita jujur berkenan melihat
[243]
persoalan itu pada perspektif yang lebih luas dan pada proporsi yang wajar, maka akan terlihat bahwa kepentingan umum memang benar menuntut adanya pengorbanan- pengorbanan itu. . .” 2
Pada catatan kaki dengan nomor urut penunjukan 2 dapat dibaca
keterangan sebagai berikut: 2 Gubernur Ali Sadikin, dalam menjawab nota Keuangan
& RAPBD 1973, tanggal 2 Pebruari 1973.
Jadi keterangan mengenai sumber dan kesempatan sumber itu
diucapkan dapat diintegrasikan dengan teks ( cara pertama ), dapat pula
ditempatkan sebagai keterangan pada catatan kaki (cara kedua ).
f. Variasi membuat kutipan
Walaupun telah diuraikan secara terperinci cara-cara membuat
kutipan sebagaimana dapat terlihat secara terperinci cara–cara membuat
kutipan sebagaimana dapat dilihat dalam uraian di atas, namun perlu
diingat bahwa sebuah pola yang terus–menerus dipakai akan
menimbulkan kebosanan. Sebab itu pola–pola membuat akan lebih efektif
kalau mengandung variasi, variasi antara kutipan langsung dan kutipan
tidak langsung, variasi antara kutipan yang dimasukkan dalam teks dan
kutipan yang dimasukkan dalam catatan kaki.
Di samping itu masih ada beberapa cara lain untuk membuat
kutipan–kutipan itu dirasakan lebih mantap. Salah satu cara (terutama
untuk kutipan yang singkat) adalah langsung mulai dengan materi kutipan-
kutipan hingga perhentian terdekat (bisa koma, frasa yang bebas, bisa juga
titik) disusul dengan sisipan penjelas tentang ucapan atau pendapat itu,
untuk mengetahui siapa yang berkata demikian. Perhentian itu dapat
[244]
dilakukan sesudah sebuah kata, dapat pula sesudah sebuah frasa atau
kalimat singkat. Untuk itu perhatikan contoh berikut:
“Jelaslah,” demikian tulis Ny. Haryati Soebadio, “bahwa
pola tata bahasa bahasa-bahasa fleksi sukar kita pergunakan untuk bahasa Indonesia. Dengan pola tersebut kita mendapat kesan, bahwa perasaan untuk membedakan kata kerja dengan kata nama dalam bahasa Indonesia tidak sangat bertumbuh. . . “
[245]
PENULISAN DAFTAR PUSTAKA
1. Pengertian Daftar Pustaka
Daftar pustaka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah daftar yang mencantumkan judul buku, nama pengarang,
penerbit, dan sebagainya yang ditempatkan pada bagian akhir suatu
karya tulis atau buku dan disusun berdasarkan abjad. Menurut Gorys
Keraf yang dimaksud dengan daftar pustaka atau bibliografi adalah
sebuah daftar yang berisi judul buku, artikel-artikel, dan bahan-bahan
penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian dengan sebuah karangan
yang sedang digarap. Melalui daftar pustaka yang disertakan pada akhir
tulisan, penulis dapat melihat kembali kepada sumber aslinya. Penulis
dapat menetapkan apakah sumber itu sesungguhnya mempunyai
pertalian dengan isi pembahasan itu, dan apakah bahan itu dikutip
dengan benar atau tidak. Sekaligus dengan cara itu pembaca dapat
memperluas pula horizon pengetahuannya dengan bermacam-macam
referensi itu.
2. Fungsi Daftar Pustaka
Fungsi daftar pustaka antara lain :
a. Memberikan informasi bahwa pernyataan dalam karangan itu
bukan hasil pemikiran sendiri, tetapi hasil pemikiran orang lain.
b. Memberikan informasi selengkapnya tentang sumber kutipan
sehingga dapat ditelusuri bila diperlukan.
11
[246]
c. Apabila pembaca berkehendak mendalami lebih jauh pernyataan
yang dikutip dapat membaca sendiri referensi yang menjadi
sumber kutipan.
d. Memberikan arah bagi para pembaca buku atau karya tulis yang
ingin meneruskan kajian atau untuk melakukan pengecekan ulang
terhadap karya tulis yang bersangkutan.
e. Memberikan apresiasi atau penghargaan terhadap penulis buku
atau karya tulis yang dirujuk terhadap hasil karyanya yang turut
menyumbang peraran dalam penulisan karya tulis yang kita tulis.
f. Menjaga profesionalitas penulis terhadap karya yang dia buat.
3. Unsur-unsur Daftar Pustaka
Untuk persiapan yang baik agar tidak ada kesulitan dalam
penyusunan daftar pustaka, tiap penulis harus mengetahui pokok-pokok
yang harus dicatat. Pokok yang paling penting yang harus dimasukkan
dalam sebuah daftar pustaka adalah:
a. Nama pengarang, yang dikutip secara lengkap.
b. Judul buku, termasuk judul tambahannya.
c. Data publikasi : penerbit, tempat terbit, tahun terbit, cetakan
keberapa, nomor jilid dan tebal (jumlah halaman) buku tersebut.
d. Untuk ebuah artikel diperlukan pula judul artikel yang
bersangkutan, nama majalah, jilid, nomor dan tahun.
Catatan urutan :
1) Jika nama penulis mempunyai 2 kata, tulis kata terakhir dulu
pisahkan dengan tanda koma.
2) Setelah nama pengarang kemudian beri tanda titik untuk
menuliskan tahun terbit.
3) Judul buku ditulis dengan italic.
[247]
4) Setelah judul, beri tanda titik, kemudian tulis kota terbit.
5) Setelah kota terbit beri tanda titik dua kemudian tulis nama
penerbit.
4. Cara Menulis Daftar Pustaka/ Rujukan
a. Dilakukan dengan menggunakan nama akhir dan tahun di antara
tanda kurung, misalnya Diah Ayu Puspita menjadi Puspita, Diah
Ayu.
b. Jika ada dua penulis, perujukan dilakukan dengan cara menyebut
nama akhir kedua penulis. Jika penulisnya lebih dari dua orang,
disebutkan penulis pertama dan diikuti penulis berikutnya.
c. Jika nama penulis tidak disebutkan, yang dicantumkan adalah
nama lembaga yang menerbitkan, nama dokumen yang
diterbitkan atau nama koran.
d. Untuk karya terjemahan, dicantumkan nama penulis aslinya.
e. Rujukan dari dua sumber atau lebih yang ditulis oleh penulis yang
berbeda dicantumkan dalam satu tanda kurung dengan titik koma
sebagai tanda pemisahnya.
f. Nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal
(disingkat), dan nama tengah (disingkat) tanpa gelar akademik.
g. Tahun penerbitan.
h. Judul, termasuk anak judul (subjudul) dicetak miring.
i. Kota tempat penerbitan.
j. Nama penerbit.
5. Penyusunan Daftar Pustaka
Penyusunan daftar pustaka dan penunjukannya pada naskah
mengikuti salah satu dari tiga sistem berikut :
[248]
a. Nama dan Tahun. Daftar pustaka disusun secara abjad
berdasarkan nama akhir penulis dan tidak dinomori. Penunjukan
pada naskah dengan nama akhir penulis diikuti tahun penerbitan.
b. Kombinasi Abjad dan Nomor (Alphabet-Number System). Pada
sistem ini cara penunjukannya dalam naskah adalah dengan
memberikan nomor sesuai dengan nomor pada daftar pustaka
yang disusun sesuai abjad.
c. Sistem Nomor (Citation Number System). Kutipan pada naskah
diberi nomor berurutan dan susunan daftar pustaka mengikuti
urutan seperti tercantum pada naskah dan tidak menurut abjad.
a. Rujukan Dari Buku
1) Seorang penulis dengan satu buku
Contoh:
Dekker, N. 1992. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa: dari Pilihan Satu-satunya ke Satu-satunya Azas. Malang: FPIPS IKIP MALANG.
2) Seorang penulis dengan banyak buku
Contoh:
Cornet, L. & Weeks, K. 1985a. Career Ladder Plans: Trends and Emerging Issues -1985. Atlanta, GA: Career Ladder Clearinghouse.
Cornet, L. & Weeks, K. 1985b. Planning Career Ladders: Lessons
from The State. Atlanta, GA: Career Ladder Clearinghouse.
b. Rujukan dari Buku yang Berisi Kumpulan Artikel (Ada
Editornya)/Bunga Rampai
Contoh:
[249]
Letheridge, S. & Cannon, C.R. (Eds.). 1980. Billingual Education:
Teaching English as A Second Language. New York: Praeger.
Aminuddin (Ed.). 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam
Bidang Bahasa dan Sastra. Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.
Eds= Editornya lebih dari satu
Ed= editornya hanya satu orang
c. Rujukan dari Artikel dalam buku Kumpulan Artikel (ada Editornya)
Seperti menulis rujukan pada buku ditambah tulisan (Ed.) Jika ada
satu editor dan (Eds.) jika Editor lebih dari satu, diantara nama
pengarang dan tahun terbitan.
Contoh:
Hartley, J.T., Harker, J.O. & Walsh, D.A. 1980. Contemporary Issues and New Directions in Adult Development of Learning and Memory. Dalam L.W. Poon (Eds.), Aging in the 1980s: Physchological Issues (hlm. 239-252). Washington, D.C.: American Psychological Association.
Hasan, M.Z. 1990. Karakteristik Penelitian Kualitatif. Dalam Aminudin
(Ed.), Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra (hlm. 12-25). Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.
d. Rujukan dari Artikel dalam Jurnal
1. Judul: Huruf Tegak
2. Nama Jurnal: Huruf Miring
[250]
3. Tahun ke berapa, Nomor berapa (dalam kurung), Nomor Halaman
dari artikel tsb.
Contoh:
Hanafi, A. 1989. Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan Pengadopsian Inovasi. Forum penelitian, 1(1): 33-47.
f. Rujukan dari Makalah
Makalah biasanya disajikan dalam Seminar, Lokakarya dll. Nama
Penulis ditulis paling depan, tahun. Judul makalah ditulis dengan cetak
miring, kemudian diikuti pernyataan “Makalah disajikan dalam..”, nama
pertemuan, lembaga penyelenggara, tempat penyelenggaraan, tanggal,
bulan.
Contoh:
Huda, N. 1991. Penulisan Laporan Penelitian untuk Jurnal. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Penelitian Tingkat Dasar bagi Dosen PTN dan PTS di Malang Angkatan XIV, Pusat Penelitian IKIP MALANG, Malang, 12 Juli.
Karim, Z. 1987. Tatakota di Negara-negara Berkembang. Makalah
Disajikan dalam Seminar Tatakota, BAPPEDA Jawa Timur, Surabaya, 1-2 September.
g. Rujukan dari Arikel dalam Majalah atau Koran
Nama Koran ditulis di bagian awal. Tahun, tanggal, dan bulan
ditulis setelah nama koran, kemudian judul ditulis dengan huruf besar-
kecil dicetak miring dan diikuti dengan nomor halaman.
Contoh:
Gardener, H. 1981. Do Babies Sing Universal Song? Psychology Today, hlm.70-76.
[251]
Suryadarma, S.V.c 1990. Prosesir dan Interface: Komunikasi Data.
Info Komputer, IV (4):46-48.
h. Rujukan dari Koran Tanpa Penulis
Contoh:
Jawa Pos. 22 April, 1955. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm 3.
i. Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah yang Diterbitkan oleh
Suatu Penerbit Tanpa Penulis dan Tanpa Lembaga.
Judul atau nama dokumen ditulis di bagian awal dengan cetak
miring, diikuti tahun penerbitan dokumen, kota penerbit, dan nama
penerbit.
Contoh:
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan. 1990. Jakarta: PT Armas Duta Jaya.
j. Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah yang Diterbitkan oleh
Suatu Penerbit atas Nama Lembaga Tersebut
Nama Lembaga penanggung jawab langsung ditulis paling depan,
diikuti dengan tahun, judul karangan, nama tempat penerbitan, dan
nama lembaga tertinggi yang bertanggung jawab atas penerbitan
karangan tersebut,
Contoh:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman
Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Nasional.
k. Rujukan Berupa Karya Terjemahan
Nama pengarang asli ditulis paling depan, diikuti tahun penerbitan
karya asli, judul terjemahan, nama penerjemah, tahun terjemahan, nama
[252]
tempat penerbitan dan nama penerbit terjemahan. Apabila tahun
penerbitan buku asli tidak dicantumkan, ditulis dengan kata Tanpa
Tahun.
Contoh:
Ary, D., Jacobs, L.C & Razavieh, A. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian
Pendidikan. Terjemahan oleh Arief Furchan. 1982.
Surabaya: Usaha Nasional.
l. Rujukan Berupa Skripsi, Tesis, atau Disertasi
Nama penyusun ditulis paling depan, diikuti tahun yang tercantum
pada sampul judul skripsi, tesis atau disertasi ditulis dengan garis bawah
diikuti dengan pernyataan skripsi, tesis atau disertasi tidak diterbitkan,
nama kota tempat perguruan tinggi, dan nama fakultas serta nama
perguruan tinggi.
Contoh:
Pangaribuan, T. 1992. Perkembangan Kompetensi Kewacanaan
Pembelajaran Bahasa Inggris di LPTK. Disertasi Tidak
Diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana IKIP MALANG.
m. Rujukan dari Internet Berupa jurnal
Nama penulis, diikuti secara berturut-turut tahun, judul artikel,
nam jurnal (dicetak miring) dengan diberi keterangan dalam kurung
(online volume dan nomor, dan diakhiri dengan alamat sumber rujukan
tersebut dengan keterangn kapan diakses, diantara tanda kurung.
Contoh:
Griffith, A.I. 1995. Coordinating Family and School: Mothering for
Schooling. Education Policy Analysis Archives, (Online), Vol.
3, No. 1, (http://olam.ed.asu.edu/epaa/, diakses 12 Februari
1997).
[253]
n. Rujukan dari Internet Berupa Artikel dari Jurnal
Contoh:
Griffith, A.I 1995. Coordinating Family and School: Mothering for
Schooling. Eduation policy Analysis Archives, (Online), Vol3,
NO. 1, (http://olam.ed.esu/epaa/,diakses 12 Februari 1997).
o. Rujukan dari Internet Berupa Bahan Diskusi
Contoh:
Wilson,D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet Cites.
NETTRAIN Discussion List, (Online),
([email protected], diakses 22 Nopember
1995).
p. Rujukan dari Internet berupa E-mail Pribadi
Nama Pengirim (jika ada) dan disertai keterangan dalam kurung
(alamat e-mail pengirim), diikuti secara berturut-turut oleh tanggal,
bulan, tahun, topik isi bahan (dicetak miring), nama yang dikirimi disertai
keterangan dalam kurung (alamat e-mail yang dikirim).
Contoh:
Davis, A.([email protected]). 10 Juni 1996. Learning to Use Web
Authoring Tools E-mail kepada Alison Hunter
[254]
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Mukhsin. 1990. Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia.
Malang: Yayasan.
Akhadiah, Sabarti, dkk. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Depdiknas. 2009. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Yang Disempurnakan
dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Depdiknas.
DePoter, Bobbi dan Mike Hernocki (terjemahan Alwiyah Abdurrahman).
2005. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan. (terjemahan Alwiyah Abdurrahman). Bandung:
Kaifa.
Finoza, Lamuddin. 2006. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan
Mulia.
Hadiyanto. 2001. Membudayakan Kebiasaan Menulis: Sebuah
Pengantar. Jakarta: Fikahati Aneska.
Keraf, Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Ende Flores: Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
Keraf, Gorys. 1983. Eksposisi dan Deskripsi. Jakarta: Gramedia.
Kasim, Syofidar. 1997. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Grafindo
Media Pratama.
Kridalaksana. Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Putrayasa, Ida Bagus. 2007. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika).
Bandung: Refika Aditama.
[255]
Semi, M. Atar. 1996. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya.
Sujarwanto dan Jabrohim (Ed). 2002. Bahasa dan Sastra Indonesia
Menuju Peran Transformasi Sosial Budaya Abad XXI. Yogyakarta:
Gama Media .
Suparni. 1994. Bahasa Indonesia. Bandung: Ganeca Exact.
Syafi’ie, Imam. 1996. Terampil Berbahasa Indonesia 1: Petunjuk Baru
Bahasa Indonesia Untuk SMU Kelas 1 . Jakarta: Balai Pustaka.
Tarigan, Djago. 1981. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan
Pengembangannya. Bandung: Angkasa.
Tarigan, H. G. 1986. Menulis Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Angkasa.
Tim Pengembang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Edisi
Keempat). Malang: Universitas Negeri Malang.
Tim Pengembang BIK. 2005. Bahasa Indonesia Keilmuan Berbasis Area Isi
Karya Keilmuan. Malang: Depdiknas.
Widaghdo. Djoko. 1994. Pengantar Kemahiran Berbahasa. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Zain, Sutan Mohammad dan J. S. Badudu. 1996. Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.