8
Baik untuk hunian Contoh lain bangunan hijau dalam bentuk rumah hunian adalah sebuah rumah milik keluarga, pasangan Haryo dan Sandra di Jalan Tangkuban Perahu No.20, Guntur-Menteng. Bangunan rumah yang didesain oleh arsitek Adi Purnomo ini, bahkan telah mendapatkan penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) 2005, sebagai rumah hunian terbaik sesuai kaidah green building seperti yang dicanangkan oleh Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2010. Tak heran jika rumah ini juga menjadi salah satu ikon rumah hijau dan tercantum dalam Peta Hijau Kawasan Menteng yang disusun oleh Komunitas Green Map Jakarta. Salah satu nilai lebih rumah ini adalah desain atapnya yang cukup tinggi dengan banyak jendela untuk sirkulasi udara, sehingga hanya sedikit memerlukan alat pendingin udara. Ciri khas lain bangunan seluas 200 m2 di atas tanah seluas 425 m2, ini memakai material ekspos bata dan dinding yang sengaja ditanami tumbuhan merambat (green wall) dan mempunyai kolam-kolam ikan dan taman koral. Kesan natural juga terlihat dari dinding yang tidak dicat demi menghindari unsur kimiawi pada cat tembok, dan yang terpenting, dapat menurunkan suhu sekitar 1-2 drajat Celcius. Maka wajarlah jika suasana teduh, sejuk dan asri pun segera terasa begitu masuk ke dalam rumah ini. Terlihat kursi-kursi kayu dan tanaman anggrek cukup dominan di rumah ini. Terlihat juga rumput-rumput kecil dibiarkan tumbuh di sepanjang tangga menuju ke lantai dua. Kamar-kamar di lantai dua memiliki jendela yang besar dan menghadap ke taman kecil. Jendela yang besar sengaja didesain agar cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, sehingga mengurangi pemakaian listrik di siang hari. Sementara untuk mengurangi efek panas matahari di siang hari, di bagian atap rumah ini ditanami rumput (green roof) sekaligus sebagai taman yang indah untuk dipandang (green garden). Yang unik dari desain rumah ini adalah adanya open theater di tengah ruangan dengan tangga menuju ke lantai dua yang dijadikan tempat duduk untuk menyaksikan pertunjukan. Tak heran jika rumah hijau ini juga kerap dimanfaatkan untuk pertunjukan teater, setting pembuatan iklan ataupun film. Selain itu, karena arsitekturnya yang unik dan begitu hijau, para pemerhati bangunan dan arsitek pun banyak yang bertandang untuk melihat dan akhirnya terinspirasi untuk membuat rumah hijau lainnya di Jakarta. Iya, green building atau gedung dengan konsep ramah lingkungan ternyata memang semakin diminati. Dan ke depan, rumah hijau yang mengedepankan prinsip kembali alam, hemat energi dan tidak menghasilkan limbah yang merugikan lingkungan ini, sepertinya akan menjadi tren yang menjanjikan

Baik untuk hunian

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Baik untuk hunian

Baik untuk hunianContoh lain bangunan hijau dalam bentuk rumah hunian adalah sebuah rumah milik keluarga, pasangan Haryo dan Sandra di Jalan Tangkuban Perahu No.20, Guntur-Menteng. Bangunan rumah yang didesain oleh arsitek Adi Purnomo ini, bahkan telah mendapatkan penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) 2005, sebagai rumah hunian terbaik sesuai kaidah green building seperti yang dicanangkan oleh Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2010. Tak heran jika rumah ini juga menjadi salah satu ikon rumah hijau dan tercantum dalam Peta Hijau Kawasan Menteng yang disusun oleh Komunitas Green Map Jakarta.

Salah satu nilai lebih rumah ini adalah desain atapnya yang cukup tinggi dengan banyak jendela untuk sirkulasi udara, sehingga hanya sedikit memerlukan alat pendingin udara. Ciri khas lain bangunan seluas 200 m2 di atas tanah seluas 425 m2, ini memakai material ekspos bata dan dinding yang sengaja ditanami tumbuhan merambat (green wall) dan mempunyai kolam-kolam ikan dan taman koral. Kesan natural juga terlihat dari dinding yang tidak dicat demi menghindari unsur kimiawi pada cat tembok, dan yang terpenting, dapat menurunkan suhu sekitar 1-2 drajat Celcius.

Maka wajarlah jika suasana teduh, sejuk dan asri pun segera terasa begitu masuk ke dalam rumah ini. Terlihat kursi-kursi kayu dan tanaman anggrek cukup dominan di rumah ini. Terlihat juga rumput-rumput kecil dibiarkan tumbuh di sepanjang tangga menuju ke lantai dua. Kamar-kamar di lantai dua memiliki jendela yang besar dan menghadap ke taman kecil. Jendela yang besar sengaja didesain agar cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, sehingga mengurangi pemakaian listrik di siang hari. 

Sementara untuk mengurangi efek panas matahari di siang hari, di bagian atap rumah ini ditanami rumput (green roof) sekaligus sebagai taman yang indah untuk dipandang (green garden). Yang unik dari desain rumah ini adalah adanya open theater di tengah ruangan dengan tangga menuju ke lantai dua yang dijadikan tempat duduk untuk menyaksikan pertunjukan. Tak heran jika rumah hijau ini juga kerap dimanfaatkan untuk pertunjukan teater, setting pembuatan iklan ataupun film.

Selain itu, karena arsitekturnya yang unik dan begitu hijau, para pemerhati bangunan dan arsitek pun banyak yang bertandang untuk melihat dan akhirnya terinspirasi untuk membuat rumah hijau lainnya di Jakarta. 

Iya, green building atau gedung dengan konsep ramah lingkungan ternyata memang semakin diminati. Dan ke depan, rumah hijau yang mengedepankan prinsip kembali alam, hemat energi dan tidak menghasilkan limbah yang merugikan lingkungan ini, sepertinya akan menjadi tren yang menjanjikan

Page 2: Baik untuk hunian

Dalam pernyataan mas mamo bahwa “pertimbangan bagaimana karakter suatu material bisa tepat digunakan untuk tujuan yang diharapkan”. Karakter material itu seperti apa saja?

Kualitas fisik kekedapan dan serapan bunyi, tingkat kekerasan/kepadatan, dsb. Bisa juga kualitas visual, lebih jauh lagi kimia. Dan masih bisa diterjemahkanlebih jauh lagi.

Saya telah mendapat kesimpulan bahwa eksplorasi material adalah “kegiatan untuk memperoleh pengalaman baru dari situasi baru dengan pemilihan, penempatan, pemanfaatan, pengolahan, dan penyusunan berbagai bahan mentah untuk bangunan.” Bagaimana menurut mas mamo tentang pernyataan tersebut? apakah sudah tepat?

Bisa diterjemahkan sebagai itu.

Menurut mas mamo sejauh mana eksplorasi material dapat mendukung perancangan suatu bangunan? Apakah hanya dari aspek estetika saja?

Ketika mengetahui semakin jauh karakter suatu material, mestinya akan lepas dari sekedar estetika saja.

Dalam mengeksplorasi material, hal-hal apa saja yg biasanya dilakukan untuk mengenal karakteristik suatu material yg akan dieksplorasi? apakah ada studi2 tertentu?

Data atau referensi mestinya pertama yang dipakai. Lebih jauh lagi bisa melakukan percobaan jika diperlukan untuk mengetahui sifat tertentu.

Saya berpendapat bahwa eksplorasi material memiliki lingkup yang sangat luas, karena dalam eksplorasi material, arsitek memiliki kebebasan berkreativitas dalam memilih, menempatkan, memanfaatkan, mengolah, dan menyusun berbagai macam material. Bagaimana menurut pendapat mas mamo?

Ya, ketika semakin mengetahui akan semakin tahu cara menempatkan, membangun, dan menggunakannya.

Adakah suatu batasan dalam mengeksplorasi material? Jika ada, apa saja?

Batas tergantung kebutuhan. Sejauh mana hal-hal yang ingin didapatkan atau diketahui. Misalnya pengujian serapan panas atau bunyi suatu material untuk dibandingkan dengan referensi data/teks. Semakin spesifik yang ingin diketahui, semakin batas akan lebih jauh.

Dari mana mas mamo mendapat ide dalam mengeksplorasi material?

Semakin hari saya semakin percaya bahwa apa yang membentuk arsitektur adalah material yang diketahui dengan cukup baik, untuk disusun, dirangkai, dibangun menjadi ruang yang diharapkan.

Apa yang dimaksud dengan teater blackbox?

Page 3: Baik untuk hunian

Blackbox merupakan teater yang menyatukan kembali penonton dengan pemain. Tidak ada batas formal lagi seperti teater prosenium. Mungkin teater tradisional kita sebetulnya sudah mendahului blackbox ini. 

Orientasi mas mamo dalam mendefinisikan akustik yang baik itu seperti apa?

Tingkat frekuensi dan decibel berlain-lainan untuk orang bicara, bermain musik dll. Memberi suatu ‘range’ yang fleksibel untuk semua jenis suara ini menjadi penting dalam teater blackbox.

Adakah alasan tertentu mengapa teater salihara tidak memiliki desain panggung yang ditinggikan?

Karena blackbox justru sebetulnya tidak perlu kursi itu. Kursi itu bisa dirapatkan mundur untuk menjadi area “lapang”

Mengapa plafon di teater salihara tidak didesain ber-trap? apakah ada pertimbangan akustiknya?

Lighting yang fleksibel, dan sedikit rongga jalur ternyata dianggap cukup. Pada teater prosenium ketika penonton hampir dipastikan selalu duduk ditempat sama, plafond menjadi bagian yang dipertibangkan untuk pemantulan dan sebagainya.

Apakah peralatan utilitas yang terekspos di bawah plafon direncanakan menjadi diffuser atau karena konsep bangunan yang mengekspos peralatan utilitas? (saya memperhatikan peralatan utilitas juga diekspos di koridor-koridor)

Ya begitulah blackbox, di Singapura bahkan ada yang lebih sederhana dari itu.

Dinding ruang teater biasanya dirancang untuk menginsulasi bunyi agar kebisingan tidak merambat keluar, biasanya hal tersebut dicapai dengan membuat dinding yang berat dan masif. Adakah alasan mengapa mas mamo menempatkan jendela2 di teater tersebut?

Konsep paling awal saya tidak mengusulkan jendela. Jendela adalah keharusan dari pemakai, untuk ruang teater sebagai tempat latihan juga. Diskusi yang panjang tentang double/triple glass karena anggaran dan kebutuhan kekedapan. Ketika spesifikasi menurun, ada kebocoranbunyi dan sepertinya mereka sekarang menutup dari luar ya? Ada usulan dari atas tetapi kesulitan dalam penutupan cahaya nantinya jika teater digunakan siang hari, dan atap sedang dipakai untuk kegiatan lain.

gambar dan studi maket dinding akustik melalui pemutaran bata

Page 6: Baik untuk hunian

foto setelah dibangun

Juni 6, 2010 award award 4 Komentar

keseharian dan   lokalitas by ruang17

RUMAH SETIABUDI MEDAN

-adi purnomo-

Penghargaan IAI Nasional 2008 Kategori Arsitek & Proyek

Page 7: Baik untuk hunian

keseharian dan lokalitas

merasa tidak mengenal budaya hidup pemilik yang bersuku karo, proses perancangan dimulai dengan mengamati secuplik kehidupan sehari-hari dengan tinggal 3 minggu bersama mereka, diselingi jlan-jalan ke beberapa area sumatera utara dan barat. kebiasaan berkumpul dan makan bersama adalah hal yang paling menonjol dalam keluarga ini. semua cucu dari bapak dan ibu Paksana Ginting selalu mampir ke rumah mereka setiap hari, sebelum berangkat atau sepulang sekolah. kekerabatan yang kental seperti ini adalah hal yang mudah terlihat dalam masyarakat setempat. rumah ini merupakan perpanjangan studio photo yang menjadi usaha Paksana Ginting, yang diharapkan menjadi tempat pensiun tapi masih bisa melihat jalannya usaha yang mulai diserahkan kepada anak-anak. inti rumah ini adalah sebuah ruang tidur utama, satu ruang tidur serbaguna, dapur, dan tempat makan (yang inipun bisa terjadi dihampir semua ruang). yang lain selebihnya adalah pelengkap serbaguna, seperti ruang tidur tamu sekaligus ruang baca, kolam renang untuk terapi sekaligus rekreasi anak-cucu, serta teras dan galeri serbaguna yang selalu terhubung dengan halaman muka. ketika hasil observasi diterapkan kedalam rancangan, yang terjadi adalah ruamh yang lebih mirip sebuah “jambur”, bangunan untuk berkumpul masyarakat setempat. ruang-ruang serbaguna dan ruang terbuka dibawah atap maupun tidak, bisa dipergunakan untuk berkumpul kerabat dan handai tauladanyang datang, entah hanya beramah tamah, makan atau menyirih bersama. hal yang ditemukan ini memperkuat kembali pertanyaan yang muncul sejak rumah ciganjur (2003) yaitu ; sejak kapan rumah tinggal masyarakat di indonesia ini bersekat-sekat seperti ruang keluarga, ruang makan, dan sebagainya. dugaan semoderen apapun hidup masyarakat kita, pola kehidupan komunal tetap menjadi dasar yang kuat dari bagaimana ruang-ruang menjadi ada dan dipergunakan. hubungan antar rumah dan studio photopun dibuat cair dengan adanya jalur penghubung dilantai atas yang secara langsung berhubungan dengan tempat pertemuan. ada dua hipotesa yang ditarik kembali dari perancangan rumah ini. yang pertama adalah ; dapur dan tempat untuk tidur adalah hal yang bisa terpisah dari ruang lain yang punya sifat serbaguna dan tanpa sekat. sebuah ruang tidur yang dinaungi atap, seakan penterjemahan kembali bangunan nenek moyang. hipotesa kedua adalah ; pencarian ruang hidup yang khas indonesiawi tidak perlu dilakukan dengan melihat tradisionalisme sacara harafiah, melainkan dengan melihat cara hidup keseharian, justru didapat kembali pola yang mirip bangunan lama dalam bentuknya yang baru.

material alternatif lebih dari 30m3 kayu bekas dipakai dalam seluruh rumah ini. selain karena kayu yang langka dan mahal, pemikiran atas efisiensi sumber daya juga menjadi alasannya. semua sisa potongan kayu dimanfaatkan, bahkan serbuk gergaji pun dipakai sebagai medium tanaman-tanaman yang dipakan dalam dinding tanaman. ijuk dipakai sebagai penggantai material geo-textile import yang mahal pada sistem atap rumput. waterproofing untuk atap sedemikian luas memakai alternatif lapisan cor dan ter. pelapis dinding penahan panas juga menggunakan material bata yang dipotong untul menghasilkan bayangan sendiri pada permukaannya.

Page 8: Baik untuk hunian

Juni 5, 2010 project 2 Komentar