Balita

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. Namun, pneumonia juga dapat disebabkan oleh bahan kimia atau karena paparan fisik seperti suhu atau radiasi. Peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi) sering disebut sebagai pneumonitis.(1)Badan kesehatan dunia (WHO atau word health organization) tahun 2005 menyatakan, kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6 - 2,2 juta dari seluruh kematian dan sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang, terutama di afrika dan asia tenggara.(2)Di Indonesia, laporan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) nasional tahun 2013 menunjukan bahwa period prevalence tahun 2013 sebesar 1,8 % dan 4,5 %. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk balita adalah Nusa Tenggara Timur (38,5), Aceh (35,6), Bangka Belitung (34,8), Sulawesi Barat (34,8), dan Kalimantan Tengah (32,7). Insiden tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7). (3)

KONVERSI ANGKA KEMATIAN BALITA PER 1.000 KELAHIRAN HIDUPDI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMURTAHUN 2008 2012

Sumber : Profil Kabupaten/Kota tahun 2012 (4)

Sementara data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Belu Kota Atambua, pada tahun 2013 untuk 33 puskesmas 174 untuk kasus pneumonia dan pneumonia berat di daerah Kabupaten Belu dan Malakka tetapi untuk Kabupaten Belu itu sendiri yang terbanyak terdapat pada Puskesmas Haekesak dengan golongan < 1 tahun dan 1 - 4 tahun jumlah kasusnya 22,46% dan Puskesmas kota Atambua dengan golongan < 1 tahun dan 1 - 4 tahun jumlah kasusnya 11,69%. (5)Anak-anak dari ibu yang kurang berpendidikan umumnya memiliki angka kematian yang lebih tinggi dari pada mereka yang lahir dari ibu yang lebih berpendidikan. Selama kurun waktu 1998-2007, angka kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang tidak berpendidikan adalah 73 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi pada anak-anak dari ibu yang berpendidikan menengah atau lebih tinggi adalah 24 per 1.000 kelahiran hidup. Perbedaan ini disebabkan oleh perilaku dan pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik di antara perempuan-perempuan yang berpendidikan.(6)Tingginya angka kejadian penyakit pneumonia di Puskesmas Haekesak bisa disebabkan antara lain karena tingkat pengetahuan yang rendah dari ibu-ibu yang mempunyai balita dengan penyakit pneumonia di Puskesmas Haekesak tersebut. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa tingginya angka kejadian penyakit pneumonia dikarenakan kurangnya gambaran pengetahuan ibu tentang penyakit pneumonia. Apabila seorang ibu mempunyai pengetahuan yang baik maka jika balitanya mengalami penyakit pneumonia akan mudah untuk mengatasi permasalahan dan menanganinya dan begitupun sebaliknya apabila ibu dengan pengetahuannya yang rendah akan sulit mengatasi permasalahan dan penanganannya apabila balitanya mengalami penyakit pneumonia. Dan berdasarkan penelitian sebelumnya yang berjudul Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Balita Dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Pneumonia Di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Tahun 2013. dan hasil penelitiannya menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang pencegahan penyakit pneumonia dalam perilaku mencegah penyakit pneumonia dalam wilayah kerja tersebut.(7) Studi pendahuluan telah dilakukan oleh peneliti menggunakan kuesioner, pada ibu yang membawa balitanya pada bulan Februari 2010 ke Puskesmas Bangetayu Semarang. Dari 20 ibu yang membawa anaknya ke Puskesmas terdapat 3 orang ibu yaitu 15% yang mempunyai pengetahuan baik mengenai ISPA pneumonia, 7 orang ibu yaitu 35% yang mempunyai pengetahuan cukup serta 10 orang ibu yaitu 50% yang mempunyai pengetahuan yang kurang tentang ISPA pneumonia. (8)Sehubungan dengan beberapa uraian tersebut, penulis tertarik mengadakan peneliti untuk memberikan informasi lebih lanjut mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan angka kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas Haekesak kota Atambua tahun 20141.2 Pertanyaan penelitianBerdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah Adakah Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Angka Kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di Puskesmas Haekesak Kota Atambua Tahun 2014? 1.3 Batasan masalahRuang lingkup permasalahan yang akan diteliti adalah mencari Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan Angka Kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di Puskesmas Haekesak Kota Atambua Tahun 2014.1.4 Tujuan Penelitian1.4.1 Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan angka kejadian penyakit pneumonia pada balita di Puskesmas Haekesak Kota Atambua tahun 2014.

1.4.2 Tujuan khusus1. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit pneumonia pada balita ( 1 - 4 tahun ) di Puskesmas Haekesak Kabupeten Belu tahun 2014.2. Mengetahui insiden dan prevalensi penyakit pneumonia pada balita ( 1 - 4 tahun ) di Puskesmas Haekesak Kabupeten Belu tahun 2014.3. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan angka kejadian penyakit pneumonia pada balita ( 1-4 tahun ) di Puskesmas Haekesak Kabupeten Belu tahun 2014.4. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA pneumonia berdasarkan tingkat pendidikan, berdasarkan tingkat umur dan berdasarkan tingkat sosial ekonomi1.5 Manfaat Penelitian1.5.1 Universitas Nusa Cendana khususnya Fakultas KedokteranDapat memberikan sumbangan pikiran dan memberikan literature tambahan bagi instansi pendidikan khususnya instansi kesehatan terutama untuk materi perkuliahan dan memberikan gambaran serta informasinya bagi penelitian selanjutnya.1.5.2 Responden Diharapkan hasil penelitian ini dapat mengetahui pemahaman ibu tentang penyakit ISPA pneumonia pada balita melalui kuisioner, yang kita berikan kepada ibu yang membawa balitanya ke Puskesmas-puskesmas terdekat khususnya puskesmas Haekesak.1.5.3 PuskesmasSebagai bahan masukan bagi Puskesmas, mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA pneumonia Puskesmas Haekesak Kabupaten Belu. Diharapkan Puskesmas Haekesak dapat memberikan promosi kesehatan pada ibu yang membawa balitanya periksa.1.5.4 Dinas KesehatanSebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Belu dalam mengimplementasikan suatu kebijakan khususnya kebijakan penanganan penyakit pneumonnia di puskesmas dalam upaya pengendalian penyakit pneumonnia khususnya pada balita, dengan harapan dapat menurunkan incidencerate kasus pneumonia di masa mendatang.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pneumonia2.1.1 Pengertian PneumoniaPneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pneumonia sering kali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.(9)2.1.2 Etiologi PneumoniaSebagian besar penyebab utama Pneumonia adalah bakteri yang di dapat dari masyarakat dan nasokomial Price. Kemudian timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Adapun penyebab terjadinya Pneumonia dari masyarakat antara lain adalah: Streptococus pneumonia, mycoplasma pneumonia, haemophilus influenza, legionella pneumophilia, clhamydia pneumonia, anaerob oral (aspirasi), influenza tipe A dan B, dan sedangkan dari nasokomial antara lain adalah: basil usus geram negatif (misal: escherichia coli, klobsiella pneumonia), pseudomonas aeruginosa, staphylococus, dan anaerob oral (aspirasi).(10)2.1.3 Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan umur :1) Kelompok umur < 2 bulan a. Pneumonia : bila ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas. Harus dirawat dan diberikan antibiotik.b. Bukan pneumonia : tidak ada napas cepat atau sesak napas, tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.(9)2) Kelompok Umur 2 bulan sampai < 5 tahuna. Pneumonia berat : bila ada sesak nafas, harus dirawat, dan diberikan antibiotik.b. Pneumoni: bila tidak ada sesak nafas, ada nafas cepat dengan laju pernafasan > 50 kali per menit untuk anak usia 2 bulan 1 tahun atau > 40 kali permenit untuk anak > 1 5 tahun. Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.c. bukan pneumoni: bila tidak ada napas cepat dan sesak napas. Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas.(9)

2.1.4 Penularan Pneumonia2.1.4.1 Mekanisme Pertahanan ParuUmumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadinya proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia) dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada suatu lobus (pneumonia lobaris) (9)Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit unit yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel yang membatasi jalan napas bagian tengah merupakan sel epitel bersilia, bertingkat, kolumner dengan jumlahnya yang semakin berkurang pada jalan napas bagian perifer. Gerakan silia terkoordinasi antara sel yang bersebelahan sehingga setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring. Silia terbungkus oleh sebuah lapisan film cair yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar atau gel bersifat lengket dan dapat menjerat partikel masuk, sedangkan lapisan dalam yang kurang lengket atau sol. Sel bersilia diselingi oleh sel pensekresi mukus di dalam trakea dan bronkus tetapi tidak di dalam bronkiolus.(11)Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup. Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke sebelah posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut akan ditelan atau dibatukkan.(11)2.1.4.2 Gejala klinis2.1.4.2.1 Gejala umumGejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari, selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga menemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, muntah-muntah, tekanan atau stres, dan mengeluarkan bunyi yang abnormal ketika bernafas.(10)

2.1.4.2.2 Gejala khususa. Pneumonia SedangTanda klinisnya adalah batuk atau kesulitan bernafas yang disertai dengan sianosis sentral, tidak dapat minum dan disertai penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam.b. Pneumonia BeratTanda klinisnya adalah berhenti menyusui, rasa kantuk yang tidak wajar atau sulit bangun, batuk adanya stridor. Demam yang rendah penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu balita menarik nafas.c. PneumoniaTanda klinisnya adalah batuk atau kesulitan benafas tanpa penarikan dinding dada dan disertai pernafasan cepat. Batas nafas cepat adalah untuk usia kurang dari 1 tahun adalah 50 kali permenit atau lebih dan usia 1 - 4 tahun adalah 40 kali permenit atau lebih.d. Bukan Pneumonia (batuk atau filek biasa)Tanda klinisnya adalah batuk atau kesulitan bernafas tanpa bernafas cepat atau tanpa penarikan dinding dada dan tidak terdapat tanda-tanda Pneumonia.(10)

2.1.5 Manifestasi KlinikGambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum pneumonia memberikan gejala sebagai berikut :1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastro intestinal, seperti mual, muntah atau diare. Kadang-kandang ditemukan infeksi ekstra pulmoner2. Gejala gangguan pernafasan yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, napas cuping hidung, air hanger, merintih, dan sianosis.Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara nafas melemah, dan ronki paru.(9)2.1.6 DiagnosisAkibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam upaya penanggulangan, WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk pelayanan kesehatan primer, dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Tujuannya adalah meyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat langsung dideteksi; menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan dasar pemakaian antibiotik. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi nafas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Nafas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak nafas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan di bawah 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.(9)2.1.7 Pemeriksaan penunjang

Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis, sedangkan pemeriksaan foto polos dada perlu dibuat untuk menunjang diagnosis. Disamping untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat, foto polos anteroposterior (AP ) dan lateral (L) diperlukan untuk menentukan luasnya lokasi anatomik dalam paru, luasnya kelainan dan kemungkinan adanya komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, pneumatokel, abses paru dan efusi pleura. Infiltrat paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pembesaran kelenjar hilus sering terjadi pada pneumonia karena Haemophillus influenza dan Streptococcus pneumonia. Kecurigaan ke arah infeksi staphylococcus aureus apabila paada foto polos dada dijumpai adanya gambaran pneumatokel, abses paru, epiema dan piopneumotoraks serta usia pasien dibawah 1 tahun. Foto polos dada umumnya akan normal kembali 3 4 minggu. Pemeriksaan radiologis tidak perlu diulang secara rutin kecuali jika ada pneumotokel, abses paru dan efusi pleura, empiema, pneumotoraks atau komplikasi lain. Sebagaimana manifestasi klinis, pemeriksaan radiologis tidak dapat menunjukan perbedaan nyata antara infeksi virus dan bakteri. Pneumonia virus umumnya menunjukan gambaran infiltrat interstitial difus, hiperinflasi atau atelektasis. Pada sindrom aspirasi, infiltrat akan tampak di lobus superior kanan pada bayi, tetapi pada anak yang lebih besar akan tampak pada bagian posterior atau basal paru.(13) 2.1.8 PengobatanDasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan dan harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri.(9)Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik beta-laktam dengan/atau tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih berat diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik oral dan berobat jalan.(9)2.1.8 Faktor Faktor Risiko yang mempengaruhi Kejadian Pneumonia2.1.8.1 Faktor Risiko Karakteristik1. UsiaISPA/Pneumonia dapat ditemukan pada 50% anak berumur di bawah 5 tahun dan 30% anak berusia 5 12 tahun. World Health Organization melaporkan bahwa di negara berkembang, ISPA termasuk infeksi saluran pernafasan bawah (pneumonia, bronkiolitis, dll) adalah penyebab utama dari empat penyebab terbanyak kematian anak, dengan kasus terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun.(9)2. Jenis KelaminPada umumnya, tidak ada perbedaan insiden ISPA/pneumonia akibat virus atau bakteri pada laki laki dan perempuan. Akan tetapi, ada yang mengemukakan bahwa terdapat sedikit perbedaan, yaitu insiden lebih tinggi pada anak laki laki berusia di atas 6 tahun.(9)3. Status GiziStatus gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainya), Status gizi adalah tanda - tanda atau penampilan yang di akibatkan dari nutrisi yang dilihat melalui variabel tertentu (indikator status gizi) seperti berat, tinggi badan dll.(14) Kekurangan nutrisi pada anak mempunyai risiko tinggi terhadap kematian pada anak usia 0-4 tahun dan salah satu faktor terjadinya penyakit pneumonia, hal ini disebabkan karena lemahnya system kekebalan tubuh karena asupan protein dan energi berkurang, dan kekurangan gizi dapat melemahkan otot pernafasan.(15)4. Vitamin AVitamin A sangat berhubungan dengan beratnya infeksi. Peneliti sebelumnya melaporkan bahwa anak dengan defisiensi vitamin A yang ringan mengalami ISPA dua kavli lebih banyak dari pada anak yang tidak mengalami defisiensi vitamin A. Oleh karena itu, selain perbaikan gizi dan pemberian ASI, harus dilakukan pula perbaikan terhadap defisiensi vitamin A untuk mencegah ISPA.(9)5. Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR)Berat badan bayi lahir memiliki peran penting terhadap kematian akibat ISPA/pneumonia. Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia berhubungan dengan BBLR. Sebanyak 22% kematian pada pneumonia diperkirakan terjadi pada BBLR.(9) Dari hasil penelitian sebelumnya memperoleh ada hubungan antara ISPA cenderung terjadi pada balita BBLR dibandingkan dengan balita tidak BBLR. Hal ini disebabkan bayi BBLR memiliki sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna yang mengakibatkan bayi BBLR mempunyai daya tahan tubuh yang rendah. Bayi BBLR memiliki pusat pengaturan pernapasan belum sempurna, surfaktan paru-paru masih kurang, otot pernapasan dan tulang iga lemah.(16) 2.1.8.2 Faktor Risiko Perilaku1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)Terdapat banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara pemberian ASI dengan terjadinya ISPA/pneumonia. Air susu ibu mempunyai nilai proteksi terhadap pneumonia, terutama selama 1 bulan pertama. Peneliti sebelumnya mendapatkan bahwa prevalensi ISPA berhubungan dengan lamanya pemberian ASI. Bayi yang tidak pernah diberi ASI lebih rentan mengalami ISPA dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI paling sedikit selama 1 bulan.(9) Dari hasil penelitian sebelumnya memperoleh ada hubungan yang bermakna pemberian ASI eksklusif dengan kejadian penyakit Pneumonia pada Balita. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR=5,184 yang artinya bahwa Balita yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki risiko 5,2 kali untuk terkena penyakit Pneumonia dibandingan dengan Balita yang diberikan ASI eksklusif, dengan 95% CI (tingkat kepercayaan) 2,084 12,892.(17)2. ImunisasiCampak, pertusis dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan risiko terkena ISPA dan memperberat ISPA itu sendiri, tetapi sebetulnya hal ini dapat dicegah. Di India, anak yang baru sembuh dari campak selama 6 bulan berikutnya dapat mengelami ISPA enam kali lebih sering dari pada anak yang tidak terkena campak. Campak, pertusis dan difteri bersama sama dapat menyebabkan 15 25 % dari seluruh kematian yang berkaitan dengan ISPA. Vaksin campak cukup efektif dan dapat mencegah kematian hingga 25%. Usaha global dalam meningkatkan cakupan imunisasi campak dan pertusis telah mengurangi angka kematian ISPA akibat kedua penyakit ini. Vaksin pneumokokus dan H.influenzae tipe B saat ini sudah diberikan pada anak anak dengan efektivitas yang cukup baik.(9) 3. Pendidikan Orang TuaTingkat pendidikan orang tua menunjukkan adanya hubungan terbalik antara angka kejadian dengan kematian ISPA/pneumonia. Tingkat pendidikan ini berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi dan juga berkaitan dengan pengetahuan orang tua. Kurangnya pengetahuan menyebabkan sebagian kasus ISPA/pneumonia tidak diketahui oleh orang tua dan tidak diobati.(9)

4. Status Sosial EkonomiStatus sosial ekonomi berpengaruh terhadap pendidikan dan faktor faktor lain seperti nutrisi, lingkungan dan penerimaan layanan kesehatan. Anak yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai risiko lebih besar mengalami episode ISPA/pneumonia. Peneliti sebelumnya menyatakan bahwa risiko mengalami ISPA adalah 3,3 kali lebih tinggi pada anak dengan status sosial ekonomi rendah.(9)2.1.8.3 Faktor Risiko LingkunganStudi epidemiologi di negara berkembang menunjukkan bahwa polusi udara, baik dari dalam maupun dari luar rumah, berhubungan dengan beberapa penyakit termasuk ISPA/pneumonia. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi polutan lingkungan yang dapat mengiritasi mukos saluran pernafasan.(9)1. Polusi udara dalam rumah Merokok juga dapat menimbulkan kerusakan lokal saluran pernafasan, antara lain hilangnya fungsi bulu getar untuk menghalangi benda asing, sehingga debu atau bahan-bahan polutan lainnya akan mudah masuk kedalam paru-paru. Selain itu harga rokok yang mahal akan sangat memberatkan orang yang tergolong miskin, sehingga dana kesehjatraan dan kesehatan keluarganya sering dialihkan untuk membeli rokok.(18)Menurut penelitian sebelumnya bahwa bayi yang lahir dari ibu yang perokok menunjukan pertumbuhan paru-paru yang buruk dan peningkatan risiko asma dan infeksi saluran pernafasan. Hal ini terjadi karena struktur paru-paru dan sistem kekebalan tubuh masih berkembang dan mekanisme pertahanan relatif lemah. (18)Selain itu juga sumber energi kayu dan minyak tanah sangat mencemari udara dan mengganggu kesehatan manusia, karena hasil pembakarannya mengandung partikel (PM10 dan PM 2,5 ). Penggunaan bahan bakar kayu sama dengan menghisap 20 batang rokok setiap hari sehingga berpotensi menyebabkan risiko infeksi saluran pernafasan. Polutan asap dalam rumah, berpotensi sebagai iritan yang dapat menimbulkan fibrosis ( kekakuan jaringan paru ), sesak nafas, alergi sampai penyakit kanker. Dan apabila sarana ventilasi pada rumah tidak baik dan dapurnya tidak dilengkapi dengan cerobong asap, maka asap dari dapur akan memenuhi ruangan dan menyebabkan sirkulasi udara dalam ruangan kurang baik. Dan berdasarkan penelitian di negara berkembang dilaporkan bahwa ada hubungan antara keterpaparan polusi udara dalam rungan terhadap kejadian ISPA.(18)2. Iklim Pajanan terhadap suhu dingin juga merupakan salah satu faktor risiko pneumonia. Selain itu, musim juga dapat mempengaruhi ISPA, misalnya pada bronkiolitis, karena pada musim dingin terlalu banyak orang berada di dalam satu ruangan. (9)3. Kepadatan hunian Kepadatan hunian sangat berpengaruh dengan jumlah koloni kuman penyebab penyakit menular, seperti gangguan saluran pernafasan dan diare. Selain itu kepadatan hunian juga dapat mempengaruhi kualitas di dalam rumah. Standar minimal yang dibutuhkan dalam menentukan luas lantai bangunan, yaitu 14 m2 untuk orang pertama dan 9 m2 untuk setiap penambahan 1 orang. Dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara dalam rumah mengalami pencemaran karena kadar Co2 dalam rumah akan cepat meningkat dan menurunkan kadar O2 yang ada di udara. (19)4. Ventilasi RumahRumah harus menjamin kesehatan penghuninya, salah satu syarat rumah sehat adalah memenuhi kebutuhan fisiologis. Secara fisik kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan suhu yang optimal, perlindungan terhadap kebisingan, ventilasi yang memadai, dan tersedianya ruang yang sesuai dengan keadaan dalam rumahnya seperti ruang kamar tamu, kamar tidur, dapur, ruang bermain anak, kamar mandi, dan kakus. (19)2.2 Pengetahuan2.2.1 DefinisPengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).(10)2.2.2 Tingkat PengetahuanPengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu :

1. Tahu (know)Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. atau diartikan sebagai pengikat materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Untuk mengukur tingkat pengetahuan ini digunakan kata seperti menyebutkan, menguraikan, menyatakan, dan sebagainya.2. Memahami (comprehension)Merupakan kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan secara benar tentang obyek yang diketahuinya, dalam hal ini mencakup kemampuan menangkap makna dan arti bahan yang diajarjkan, yang ditunjukan dalam bentuk kemampuan menguraikan inti pokok dari suatu bacaan misalnya menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap materi atau substansi yang dipelajari.3. Aplikasi ( application )Merupakan kemampuan menggunakan materi yang dipelajari berupa hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya ada kondisi nyata. Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan masalah yang nyata misalnya mengerjakan, memanfaatkan, menggunakan, dan mendemonstrasikan.

4. Analisis (analysis )Merupakan kemampuan menggabungkan komponen-komponen yang terpisah-pisah sehingga membentuk suatu keseluruhan, misalnya menggabungkan, menyusun, kembali, dan mendiskusikannya.5. Sintesis ( synthesis )Sintesis menunjukan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.6. Evaluasi ( evaluation )Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.(10)2.2.3Cara memperoleh pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan menurut yaitu:a. Cara tradisional atau non alamiahCara kuno ini dipakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukan metode penemuan secara sistematis atau logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada priode ini antara lain meliputi:1) Cara coba-coba (trial)Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin sebelum adanya peradapan. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah upaya pemecahannya dilakukan dengann coba-coba.

2) Cara kekuatan (otoriter)Dalam kehidupan menusian sehari-hari, banyak sekali kebiasaan kebiasaan atau tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melakukan penalaran. Apakah yang dilakukan oleh orang tersebut baik atau tidak. Kebiasan itu biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya.3) Berdasarkan pengalaman pribadiPengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya dalam memperoleh pengetahuan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu.4) Melalui jalan pikiranDalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun dedukasi.(10)b. Cara modern atau ilmiahMerupakan penggabungan antara proses berfikir deduktif dan induktifyang dijadikan dasar untuk mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis.(10)2.2.4 Pengetahuan kesehatanPengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui seseorang terhadap cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara memelihara kesehatan ini meliputi:1) Pengetahuan tentang penyakit (jenis penyakit dan tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara mencegahnya, cara mengatasi atau menangani sementara). 2) Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, antara lain gizi makanan, pembuangan sampah, perumahan sehat, dan lain-lain. 3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan. 4) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan(20)2.2.5Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengetahuanAdapun faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pengetahuan yaitu:1. Faktor Internal1. Pendidikan Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan semakin tinggi pendidikan sesorang akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.(20)2. Pengalaman Pengalaman ialah hasil persentuhan alam dengan panca indra manusia. Berasal dari kata peng-alam-an. Pengalaman memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut pengetahuan. Dalam dunia kerja istilah pengalaman juga digunakan untuk merujuk pada pengetahuan dan ketrampilan tentang sesuatu yang diperoleh lewat keterlibatan atau berkaitan dengannya selama periode tertentu. Secara umum, pengalaman menunjuk kepada mengetahui bagaimana atau pengetahuan prosedural, dari pada pengetahuan proposisional.(21)3. Umur Umur dapat mempengaruhi seseorang, semakin cukup umur, tingkat kemampuan dan kematangan seseorang akan lebih tinggi dalam berpikir dan menerima informasi. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berumur lebih tua tidak mutlak memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang lebih muda.(20)4. Tempat tinggal Tempat tinggal adalah tempat menetap responden sehari-hari. Seseorang yang tinggal di daerah endemis demam berdarah lebih sering menemukan kasus demam berdarah di sekitar lingkungan tempat tinggalnya, sehingga masyarakat di daerah tersebut seharusnya memiliki tingkat kewaspadaan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah non endemis. Hal ini juga berhubungan dengan informasi yang didapat dari orang yang tinggal di daerah endemis demam berdarah akan lebih sering mendapatkan penyuluhan kesehatan bila dibandingkan dengan daerah non endemis.(20)

5. Pekerjaan Pekerjaan memiliki pengaruh pada pengetahuan seseorang. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Contohnya, seseorang yang mempunyai pekerjaan di bidang kesehatan lingkungan tentunya akan lebih memahami bagaimana cara menjaga kesehatan di lingkungannya, termasuk cara memberantas sarang nyamuk demam berdarah jika dibandingan dengan orang yang bekerja di luar bidang kesehatan.(20)6. Status sosial ekonomiStatus sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Balita yang hidup dalam dalam keluarga dengan status sosial dan ekonomi yang rendah cendrung kurang mendapatkan asupan makanan yang cukup sehingga lebih rentan terkena penyakit.(20)2. Faktor Eksternal1. Faktor lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. Pemerintah memegang peranan penting dalam mempengaruhi pengetahuan seseorang mengenai demam berdarah baik itu melalui penyuluhan kesehatan maupun program- program yang diadakan untuk mencegah DBD, misalnya program PSN Plus, pembentukan unit Pokja (kelompok kerja), Pokjanal (kelompok kerja fungsional) di tingkat desa/ kelurahan maupun jumantik.(20)2. Informasi/media massa Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, termasuk penyuluhan kesehatan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan pengetahuan seseorang. (20)3. Sosial Budaya Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Sosial termasuk di dalamnya pandangan agama, kelompok etnis dapat mempengaruhi proses pengetahuan khususnya dalam penerapan nilai-nilai keagaman untuk memperkuat kepribadiannya.(20)

2.2.6Kategori pengetahuan

Pengetahuan dapat dikategorikan sebagai berikut:a. Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab pertanyan dengan benar 76 - 100 % dari pertanyan yang diajukan.b. Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab