45
BANTUAN HIDUP DASAR PADA DEWASA A. Definisi Bantuan Hidup Dasar Dewasa adalah tindakan pertolongan medis sederhana yang dilakukan pada pasien yang mengalami henti jantung sebelum diberikan tindakan pertolongan medis lanjutan. B. Tujuan Memberikan bantuan sirkulasi dan pernafasan yang adekuat sampai keadaan henti jantung teratasi atau sampai pasien dinyatakan meninggal. C. Henti Nafas dan Henti Jantung Henti nafas adalah berhentinya pernafasan spontan disebabkan karena gangguan jalan nafas baik parsial maupun total atau karena gangguan di pusat pernafasan. Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi secara efektif, keadaan tersebut bisa disebabkan oleh penyakit primer dari jantung atau penyakit sekunder non jantung. Henti nafas dan henti jantung merupakan dua keadaan yang sering berkaitan, sehingga penatalaksanaannya tidak bisa terpisahkan. C1. Penyebab Henti Nafas 1. Sumbatan Jalan Nafas Jalan nafas dapat mengalami sumbatan total atau parsial. Sumbatan jalan nafas total dapat menimbulkan henti jantung secara mendadak karena berhentinya suplai oksigen baik ke otak maupun ke miokard. Sumbatan jalan nafas parsial umumnya lebih lambat menimbulkan keadaan henti jantung, namun usaha yang dilakukan tubuh untuk bernafas dapat menyebabkan kelelahan.

Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

data

Citation preview

Page 1: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

BANTUAN HIDUP DASAR PADA DEWASA

A. Definisi

Bantuan Hidup Dasar Dewasa adalah tindakan pertolongan medis sederhana yang dilakukan

pada pasien yang mengalami henti jantung sebelum diberikan tindakan pertolongan medis

lanjutan.

B. Tujuan

Memberikan bantuan sirkulasi dan pernafasan yang adekuat sampai keadaan henti jantung

teratasi atau sampai pasien dinyatakan meninggal.

C. Henti Nafas dan Henti Jantung

Henti nafas adalah berhentinya pernafasan spontan disebabkan karena gangguan jalan nafas

baik parsial maupun total atau karena gangguan di pusat pernafasan. Henti jantung adalah

berhentinya sirkulasi peredaran darah karena kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi

secara efektif, keadaan tersebut bisa disebabkan oleh penyakit primer dari jantung atau

penyakit sekunder non jantung. Henti nafas dan henti jantung merupakan dua keadaan yang

sering berkaitan, sehingga penatalaksanaannya tidak bisa terpisahkan.

C1. Penyebab Henti Nafas

1. Sumbatan Jalan Nafas

Jalan nafas dapat mengalami sumbatan total atau parsial. Sumbatan jalan nafas

total dapat menimbulkan henti jantung secara mendadak karena berhentinya

suplai oksigen baik ke otak maupun ke miokard. Sumbatan jalan nafas parsial

umumnya lebih lambat menimbulkan keadaan henti jantung, namun usaha yang

dilakukan tubuh untuk bernafas dapat menyebabkan kelelahan.

Kondisi-kondisi yang menyebabkan sumbatan jalan nafas :

a. Benda asing (termasuk darah)

b. Muntahan

c. Edema laring atau bronkus akibat trauma langsung pada wajah atau

tenggorokan

d. Spasme laring atau bronkus baik akibat radang atau trauma

e. Tumor

2. Gangguan Paru

Kondisi-kondisi paru yang menyebabkan gangguan oksigenisasi dan ventilasi

antara lain :

a. Infeksi

b. Aspirasi

c. Edema Paru

d. Kontusio Paru

Page 2: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

e. Keadaan tertentu yang menyebablan rongga paru tertekan oleh benda

asing seperti pneumotoraks, hematotoraks, dan efusi pleura.

3. Gangguan Neuromuskular

Kondisi-kondisi yang menyebabkan penurunan kemampuan otot-otot utama

pernafasan (otot dinding dada, diafragma, dan otot interkostal) untuk

mengembangkempiskan paru antara lain :

a. Miastenia gravis

b. Sindroma Guillan Barre

c. Multiple Sclerosis

d. Poliomelitis

e. Kiposkoliosis

f. Muskular Distrofi

g. Penyakit Motor Neuron

C2. Penyebab Henti Jantung

Henti jantung dapat disebabkan karena primer atau sekunder jantung :

Kondisi Primer penyebab henti jantung :

a. Gagal Jantung

b. Temponade Jantung

c. Miokarditis

d. Kardiomiopati Hipertrofi

e. Fibrilasi ventrikel yang mungkin disebabkan oleh iskemia miokard,

infark miokard, tersengat listrik, gangguan elektrolit, atau karena

konsumsi obat-obatan

C3. Indikasi Bantuan Hidup Dasar

a. Henti jantung

b. Henti nafas

c. Tidak sadarkan diri

D. Pelaksanaan Bantuan Hidup Dasar

Urutan sekuens pelaksanaan bantuan hidup dasar yang benar akan memperbaiki tingkat

keberhasilan. Berdasarkan panduan bantuan hidup dasar terbaru yang akan dikeluarkan oleh

American Heart Association dan European Society of Resuscitaion, pelaksanaan bantuan

hidup dasar dimulai dari penilaian kesadaran penderita, aktivasi layanan gawat darurat dan

Page 3: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

diteruskan dengan tindakan pertolongan yang diawali dengan CABD (Circulation-Airway-

Breathing-Defibrillator).

E. Penilaian Respons

Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa pada dirinya sudah aman untuk

melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan cara menepuk-nepuk dan

menggoyangkan penderitasambil berteriak memanggil penderita.

Hal yang perlu diperhatikan setelah melakukan penilaian respons penderita :

1. Bila penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan, maka

usahakan tetap mempertahankan posisi pasien seperti pada saat ditemukan atau

usahakan pasien diposisikan ke dalam posisi mantap; sambil terus melakukan

pemantauan terhadap tanda-tanda vital penderita tersebut secara terus-menerus

sampai bantuan datang.

2. Bila penderita tidak memberikan respons serta tidak bernafas atau bernafas tidak

normal (gasping) maka penderita dianggap mengalami kejadian henti jantung,

maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan aktivasi sistem

layanan gawat darurat.

F. Pengaktifan Sistem Layanan Gawat Darurat

Setelah melakukan pemeriksaan kesadaran penderita dan tidak didapatkan respons dari

penderita, sambil melanjutkan bantuan hendaknya penolong meminta bantuan orang terdekat

untuk menelpon sistem layanan gawat darurat (atau sistem kode biru bila di rumah sakit). Bila

tidak ada orang lain di dekat penolong untuk membantu, maka sebaiknya penolong menelpon

sistem layanan gawat darurat. Saat melaksanakan percakapan dengan petugas layanan gawat

darurat, hendaknya dijelaskan lokasi pasien, kondisi pasien, serta bantuan yang sudah

diberikan kepada pasien.

G. Kompresi Jantung (Circulation)

Kompresi jantung merupakan tindakan yang dilakukan untuk menciptakan aliran darah

melalui peningkatan tekanan intratorakal untuk menekan jantung seccara tidak langsung.

dilakukan dengan menekan secara kuat dan berirama di bagian setengah bawah sternum.

Tekanan tersebut diharapkan menciptakan aliran darah serta menghantarkan oksigen terutama

untuk otot miokardium serta otak.

Sebelum melakukan kompresi pada penderita, penolong harus melakukan pemeriksaan awal

untuk memastikan bahwa penderita dalam keadaan tanpa nadi saat akan dilakukan

pertolongan. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan perabaan denyutan arteri karotis

dalam waktu maksimal 10 detik. Melakukan pemeriksaan denyut nadi bukan hal yang mudah

untuk dilakukan, bahkan tenaga kesehatan yang menolong mungkin memerlukan waktu yang

agak panjang untuk memeriksa denyut nadi, sehingga :

Page 4: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

- Tindakan pemeriksaan denyut nadi bisa tidak dilakukan oleh penolong awam dan

langsung mengasumsikan terjadi henti jantung jika seorang dewasa mendadak

tidak sadarkan diri atau penderita tanpa respons yang bernafas tidak normal.

- Pemeriksaan arteri karotis dilakukan dengan memegang leher pasien dan mencari

trakea dengan 2-3 jari. Selanjutnya dilakukan perabaan bergeser ke lateral sampai

menemkan batas trakea dengan otot samping leher (tempat lokasi arteri karotis

berada).

Pelaksanaan Kompresi Dada

Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan secara kuat dan berirama pada setengah bawah

dinding sternum. Penekanan ini menciptakan aliran darah yang akan melalui peningkatan

tekanan intratorakal serta penekanan langsung pada dinding jantung. Komponen yang perlu

diperhatikan saat melakukan kompresi dada :

- Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras

- Tentukan lokasi kompresi di dada dengan cara meletakkan telapak tangan yang

telah saling berkaitan di bagian bawah sternum, 2 jari di atas processus

xyphoideus

- Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang mencukupi (minimal 100x/menit)

- Untuk dewasa, berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2 inci (5 cm)

- Penolong awam lakukan kompresi 100x/menit tanpa interupsi. Penolong terlatih

tanpa alat bantu napas lanjutan lakukan kompresi dan ventilasi dengan

perbandingan 30 : 2 (setiap 30 kali kompresi efektif, berikan 2 napas bantuan)

- Evaluasi penderita dengan melakukan pemeriksaan denyut arteri karotis setelah 5

siklus kompresi

- Dalam keadaan berlutut, harus diperhatikan posisi setengah berlutut penolong

agar dapat memberikan kekuatan kompresi yang memadai

H. Airway dan Breathing

Perubahan yang terjadi pada alur bantuan hidup dasar ini sesuai dengan panduan yang terbaru

dari American Heart Association mengenai bantuan hidup dasar, bahwa penderita yang

mengalami henti jantung umumnya memiliki penyebab primer gangguan jantung sehingga

kompresi secepatnya harus dilakukan daripada menghabiskan waktu untuk mencari sumbatan

benda asing pada jalan nafas.

Setelah melakukan tindakan kompresi sebanyak 30 kali maka dilanjutkan dengan pemberian

bantuan nafas sebanyak 2 kali yang diawali dengan membuka jalan nafas. Posisi penderita

saat diberikan bantuan nafas tetap terlentang, jikalau mungkin dengan dasar yang keras dan

Page 5: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

datar dengan posisi penolong tetap berada di samping penderita. Hal yang diperhatikan dalam

ventilasi :

- Berikan nafas bantuan 2 kali dalam waktu 1 detik setiap tiupan

- Berikan bantuan nafas sesuai dengan kapasitas volume tidal yang cukup untuk

memperlihatkan pengangkatan dinding dada

- Berikan bantuan nafas bersesuaian dengan kompresi dengan perbandingan 2 kali

bantuan nafas setiap 30 kali kompresi

H1. Buka Jalan Nafas

Pada penderita yang tidak sadarkan diri, maka tonus otot-otot tubuh akan melemah termasuk

otot rahang dan leher. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan lidah dan epiglotis terjatuh ke

belakang dan menyumbat jalan nafas. Jalan nafas dapat dibuka oleh penolong dengan

metode :

1. Head tilt chin lift maneuver (dorong kepala ke belakang sambil mengangkat

dagu). Tindakan ini aman dilakukan bila penderita tidak dicurigai mengalami

gangguan/trauma tulang leher.

2. Bila penderita dicurigai mengalami gangguan/trauma leher, maka tindakan untuk

membuka jalan nafas dilakukan dengan cara menekan rahang bawah ke arah

belakang/posterior (jaw thrust).

Setelah dilakukan tindakan membuka jalan nafas, langkah selanjutnya adalah dengan

pemberian nafas bantuan. Tindakan pembersihan jalan nafas, serta maneuver look, listen, and

feel (lihat, dengar, rasakan) tidak dikerjakan lagi kecuali jika tindakan pemberian nafas

bantuan tidak menyebabkan paru berkembang secara baik.

H2. Breathing (Ventilasi)

Tindakan pemberian nafas bantuan dilakukan kepada penderita henti jantung setelah satu

siklus kompresi selesai dilakukan (30x kompresi). Pemberian nafas bantuan bisa dilakukan

dengan metode :

1. Mulut ke mulut

Metode pertolongan ini merupakan metode yang paling mudah dan cepat.

Oksigen yang dipakai berasal dari udara yang dikeluarkan oleh penolong. Cara

melakukan pertolongan adalah :

- Mempertahankan posisi head tilt chin lift yang dilanjutkan dengan menjepit

hidung menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan yang melakukan head tilt chin

lift

Page 6: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

- Buka sedikit mulut pasien, tarik nafas panjang dan tempelkan rapat bibir

penolong melingkari mulut pasien, kemudian tiupkan lambat, setiap tiupan

selama 1 detik dan pastikan sampai dada terangkat

- Tetap pertahankan head tilt chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut pasien,

lihat apakah dada pasien turun waktu ekshalasi

2. Mulut ke hidung

Nafas buatan ini dilakukan bila pernafasan mulut ke mulut sulit dilakukan

misalnya karena tismus, caranya adalah katupkan mulut pasien disertai chin lift,

kemudian tiupkan udara seperti pernafasan mulut ke mulut. Buka mulut pasien

waktu ekshalasi

3. Mulut ke Sungkup

Penolong meniupkan udara melalui sungkup yang diletakan diatas dan

melingkupi mulut dan hidung pasien. Sungkup ini terbuat dari plastik transparan

sehingga muntahan dan warna bibir pasien dapat terlihat. Cara melakukan

pemberian nafas mulut ke sungkup :

- Letakan sungkup pada muka pasien dan dipegang dengan kedua ibu jari

- Lakukan head tilt chin lift/jaw thrust, tekan sungkup ke muka pasien agar rapat

kemudian tiup melalui lubang sungkup sampai dada terangkat

- Hentikan tiupan dan amati turunnya pergerakan dinding dada

4. Dengan Kantung Pernafasan

Alat ini terdiri dari kantung yang berbentuk balon dan katup satu arah yang

menempel pada sungkup muka. Volume dari kantung nafas ini 1600 ml. Alat ini

bisa digunakan untuk pemberian nafas buatan dengan atau disambungkan dengan

sumber oksigen. Bila alat tersebut disambungkan dengan oksigen, maka

kecepatan aliran oksigen bisa sampai 12 L/menit (ini dapat memberikan

konsentrasi oksigen yang diinspirasi sebesar 7,4%). Penolong hanya memompa

sekitar 400-600 ml (6-7ml/kg) dalam satu detik ke pasien, bila tanpa oksigen

dipompakan 10 ml/kg berat badan pasien dalam 1 detik. Caranya dengan

menempatkan tangan untuk membuka jalan nafas dan meletakan sungkup

menutupi muka dengan teknik E-C Clamp (bila seorang diri), yaitu ibu jari dan

jari telunjuk penolong membentuk huruf C dan mempertahankan sungkup di

muka pasien. Jari-jari ketiga, empat, dan lima membentuk huruf E dengan

meletakkannya dibawah rahang bawah untuk mengangkat dagu dan rahang

bawah; tindakan ini akan mengangkat lidah dari belakang faring dan membuka

jalan nafas. Hal yang harus diperhatikan pada tindakan ini antara lain :

Page 7: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

1. Bila dengan 2 penolong, satu penolong pada posisi diatas kepala pasien

menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan untuk mencegah

agar tidak terjadi kebocoran di sekitar sungkup dan mulut, jari-jari yang lain

mengangkat rahang bawah dengan mengekstensikan kepala sembari melihat

pergerakan dada. Penolong kedua secara perlahan (2 detik) memompa

kantong sampai dada terangkat

2. Bila satu penolong, dengan ibu jari dan jari telunjuk melingkari pinggir

sungkup dan jari-jari lainnya mengangkat rahang bawah (E-C Clamp), tangan

yang lain memompa kantung nafas sembari melihat dada terangkat

I. Bantuan Hidup Dasar dengan 2 penolong

Beberapa hal yang harus diperhatikan saat melakukan bantuan hidup dasar dengan 2 penolong

:

1. Tiap penolong harus mengerti peranan masing-masing. Satu orang

penolong memberikan pernafasan buatan sedangkan penolong yang lain

melakukan kompresi dada. Bila penolong kedua tiba di tempat kejadian

saat pertolongan sedang dilakukan oleh penolong pertama, maka

penolong kedua memberikan bantuan setelah penolong pertama

melakukan satu siklus bantuan yang diakhiri dengan 2 nafas bantuan

2. Penolong yang melakukan kompresi dada memberikan pedoman dengan

cara menghitung dengan suara yang kuat

3. Sebaiknya perputaran penolong dilakukan setiap 5 skilus. Sebelum

melakukan perpindahan tempat, penolong yang melakukan kompresi

memberikan aba-aba bahwa akan melakukan perpindahan tempat setelah

kompresi ke-30 dan melanjutkan pemberian 2 nafas buatan. Sedangkan

penolong yang memberikan nafas buatan, segera mengambil tempat di

samping pasien untuk melakukan kompresi. Hal tersebut terus berlanjut

sampai bantuan dinyatakan boleh dihentikan

Komplikasi yang mungkin terjadi saat melakukan bantuan hidup dasar :

1. Aspirasi regurgitasi

2. Fraktur costae-sternum

3. Pneumotoraks, hematotoraks, kontusio paru

4. Laserasi hati atau limpa

Page 8: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

3. Tata Laksana Jalan Napas Dewasa

1. Pemberian Suplementasi Oksigen

Oksige yang terdapat dalam udara bebas sebesar 20% saja, sehingga pada kasus kegawatan

kardiopulmonal yang mengakibatkan hipoksemia dan hipoksia jaringan perlu diperbaiki dengan

peningkatan fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FiO2) dan peningkatan tekanan oksigen dalam

udara inspirasi (PO2).

Perjalanan Oksigen dari udara luar menuju didalam sel untuk metabolisme berikut melalui tiga

tahap yaitu, ventilasi, difusi dan perfursi. Difusi yaitu perpindahan oksigen melewati membrane

alveoli-kapiler ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan O2 di alveoli (PAO2) dan di darah

arteri (PaO2). PAO2 dapat ditingkatkan dengan pemberian oksigen.

Keefektifan alat pemberian oksigen ditentukan oleh kemampuan alat untuk menghantarkan

oksigen dengan kecepatan aliran yang cukup tinggi untuk mengimbangi kecepatan aliran

inspirasi pernafasan spontan.

Oleh karena itu, pemberian oksigen yang diinspirasi setinggi 100% (fraksi oksigen inspirasi =

FiO2 :1,0) dianjurkan untuk kegawatan kardiopulmonal. Hal ini ditujukan untuk

mengoptimalkan tekanan oksigen inspirasi sehingga akan memaksimalkan saturasi okigen di

pembuluh arteri dan akhirnya akan memaksimalkan oksigen sistemik (DO2). DO2 ditentukan

oleh, kadar hemoglobin, saturasi oksigen dalam artei (SaO2) dan curah jantung.

Alat-Alat Pemberian Oksigen

Sumber Oksigen

Alat-alat suplementasi oksigen, kanul nasal, berbagai macam sungkup muka

Sumber Oksigen

Sumber oksigen dapat berupa tabung oksigen dan unit yang tertempel pada dindng (oksigen

sentral).

Page 9: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

Kelengakapan dari sumber oksigen adalah :

a. Pemuka katup untuk membuka tabung, pengukur tekanan, dan aliran gas (Pressure

gauge dan Flowmeter)

b. Pipa penghunbung (Tubing Connector) ke ala suplementasi oksigen.

Alat-alat suplementasi oksigen

a. Kanul Nasal

Dapat mengatur aliran oksigen antara 1-6 liter per menit untuk menambah oksigen dari

uadara kamar yang diinspirasi pasien. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) tidak dapat

dikendalikan, tetapi maksimal FiO2 yang dicapai tidak lebih dari 0,44 (FiO2 = 40%).

Peningkatan kecepatan aliran oksigen 1 liter per menit akan meningkatkan oksigen

sebesar 4%. Kanul nasal disebut alat suplementasi oksigen sistem oksigen-4 liter/menit.

b. Sungkup Muka Sederhana

Dikenal dengan sungkup muka Hudson. Oksigen dapat dilarkan dengan kecepatan 6-10

liter per menit dengan FiO2 yang dicapai sekitar 0,35-0,6. Bila kacepatan aliran oksigen

kurang dari 6 liter per menit akan terjadi penumpukan Co2 akibat terjadi dead space

mekanik. Alat ini termasuk sistem oksigen sedang, aliran tinggi.

c. Sunkup muka non-rebreathing

Terdiri atas sungkup muka sederhana yang dilengkapi dengan kantong reservoir oksigen pada

dasar sungkup muka dan satu katup satu arah yang terletak pada lubang disamping sungkup dan

satu lagi satu katup arah yang terletak dinatara kantong reservoir dan sungkup muka.

Pada saat inspirasi, katup yang terletak dibagian samping sungkup muka akan menutup sehingga

seluruh gas inspirasi berasal dari kantong reservoir, sedangkan katup yang berada dinatara

kantong reservoir dan sungkup menutup sehingga gas ekspirasi tidak masuk ke kantong

reservoir tetapi dipaksa keluar melewati lubang-lubang kecil di samping sungkup.

d. Sungkup muka partial rebreathing

Sungkup muka ini terdiri dari sungkup uka sederhana dengan kantong reservoir pada

dasar sungkup. Oksigen mengalir ke kantong reservoir terus-menerus. Ketika ekspirasi,

sepertiga awal gas ekspirasi masuk ke kantong reservoir bercampur oksigen yang ada,.

Jadi saat inspirasi asien menghisap kembali sepertiga gas ekspirasinya.

Sungkup muka dengan reservoir O2 di dan fogunakan pada pasien-pasien :

Page 10: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

1) Sakit kritis, kesadaran masih baik, ventilasi adekuat tetapi membutuhkan

oksigen dengan oksigen konsentrasi tinggi.

2) Sebelum ada indikasi intubasi trakea, seperti pada edem paru akut, asma akut,

PPOK atau pasien tidak sadar tetapi ventilasi adekuat dengan reflex batuk masih

ada.

e. Sungkup muka venture

TErdiri dari sungkup muka dan mixing jet. Dengan alat ini FiO2 yang diberikan dapat

dikendali. Oksigen yang diberkan dapat diatur berkisar 28%, 35% dan 40% dengan

kecepatan aliran 4-8 liter per menit, dan 45-50% dengan kecepatan aliran 10-12 liter per

menit.

Paling berguna pada pasien dengan PPOK yang diketahui memerlukan sedikit

hipoksemia untuk menjaga pacu respirasi.

Pemantauan Pemberian Oksigen

Dapat dilakukan dengan pemeriksaan invasive yaitu analisis gas darah (PaO2 dan SaO2)

dan secara non-invasif dengan alat oksimetri denyut.

Prinsip oksimetri denyut berdasarkan pada absorbs yang berdenyut antara sumber

cahaya foto detektor yaitu darah arteri; perbedaan absorbs gelombang cahaya dan infra

merah oleh oksihemeglobin dan hemoglobin tereduksi pada fraksi darah arteri yang

berpulsasi dibawah alat sensor.

Light emitting diode (LED) pada probe alat ini akan mentransmisikan cahaya melalui

jaringan (misalnya diujung jari), dan intensitas cahaya yang ditransmisikan diukur oleh

detektor cahaya pada sisi lainnya. Pengunaan oksimetri denyut dapat pula sebagai

petunjuk pilihan alat suplementasi oksigen.

2. Pembukaan dan Pemeliharaan Jalan Nafas Atas.

MEngangakat kepala, dan mendorong rahang bawah ke depan atau disebut angkat kepala-angkat

dagu (head tilt-chin lift). Teknik ini akan efektif bila obstruksi jalan nafas disebabkan oleh lidah

atau relaksasi otot pada jalan nafas.

Bila curiga trauma cervival, lakukan penarikan rahang tanpa mendorong kepala.

Pemeliharaan Jalan Nafas

PAda pasie yang dalam keaaan tidak sadar tanpa adanya reflex batuk atau muntah, pasanglah

OPA dan NPA untuk mengelola patensi jalan nafas.

Page 11: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

Bila terdapat pasien tersedak yang tidak tersadar dan henti nafas. Buka mulutnya lebar-lebar dan

carilah benda asing didalamnya bila ada keluarkan dengan menggunakan jari anda. Kemudian

dilanjutkan dengan RJP.

3. ALat Bantu Jalan Nafas

untuk pasien yang tidak sadar dan tida ada reflex batuk atau muntah, dapat dipasang alat bantu

jalan nafas sederhana.

Alat bantu jalan nafas orofarings (OPA)

Hanya Pada pasien yang tidak sadarkan diri, dengan head tilt-chin lift tidak berhasil

membuka jalan nafas atas terbuka.

LAngkah Tindakan

1

Beihkan mulut dan faring daris sekresi,darah, atau muntahan dengan

menggunakan ujung penyedot faring yang kaku (Yaunker), bila

memungkinkan.

2

Pilihlah ukuran OPA yang tepat dengan menempatkan OPA di samping wajah,

dengan ujung OPA pada sudut mulut, ujung yg lain pada sudut rahang bawah.

Bila OPA diukur dan dimasukkan dengan tepat, maka OPA akan tepat sejajar

dengan pangkal glottis.

3Masukkan OPA sedemikian sehingga ia berputar ke arah belakang ketika

memasuki mulut.

4

KEtika OPA sudah masuk rongga mulut dan mendekati dinding posterior

farings, putarlah OPA sejauh 180 derajat kearah positif yang tepat

Satu metode alternatif adalah memasukkan OPA lurus ketika menggunakan

penekan lidah serupa untk menahan lidah di dasar mulut.

Alat bantu jalan nafas nasofaring (NPA)

Dapat digunakan pada pasien dam keadaan sdar atau setengah sadar. Alat ini berbentuk pipa

dari plastic yang lembut dan tidak berbalon yang berfungsi sebagai jalan aliran udara antara

lubang hidung dan farings. Indikasi enggunaan NPA adalah bila ditemui kesulitan pada

penggunaan OPA seperti adanya trauma disekitar mulut atau trismus.

LAngkah Tindakan

1 Pilihlah ukuran NPA yang tepat

Bandingkan diameter luar NPA dengan lubang dalam hidung.

Beberapa tenaga kesehatan menggunakan jarin kelingking pasien

Page 12: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

sebagai pedoman untuk memilih ukuran yang tepat.

Panjang NPA harus sama dengan jarak antara ujung hidung pasien

dengan cuping telinga.

2 BAsahi saluran nafas dengan pelumas larut air dan jelly anestetik

3

Masukkan NPA melalui lubang hidung dengan arah posterior membentuk

garis tegak lurus dengan permukaan wajah. Masukkan dengan lembut

samapai dasr nasofaring.

Bila mengalami hambatan :

Putar sedikit untuk memfasuilitasi pemasangan pada sudut antara

rongga hidung dan nasofaring.

Cobalah tempatkan melalui lubang hidung yang satunya karena

pasien memiliki rongga hidung dengan ukuran yang berbeda.

Lendir, darah muntahan, atau jaringan lunak faring dapat menyumbat NPA, yang memiliki

diameter internal yang kecil. Dibutuhkan pemantauan dan penyedotan pada jalan nafas atas

untuk memastikan patensinya.

4. Pemeberian Ventilasi manual

Ventilasi dengan kantung nafas-sungkup muka (bag-mask ventilation)

Terdiri dari sebuah kantung ventilasi (selalu mengembang) yang melekat pada sebuah sungkup

muka wajah atau katup satu arah (non-rebreathing). Selain dengan sungkup muka, kantung

ventilasi bias dihubungkan dengan alat bantu jalan nafas lain seperti pipa trachea, sungkup

larings, dan pipa esofagotrakhea. Merupakan metode yang paling lazim digunakan untuk

memberikan ventilasi bertekanan positif.

ALatyang lengkap hars terdiri dari :

a. Kantung nafas (selalu mengembang) yang untuk pasien dewasa dengan volume 1600mL

b. Sistem katup satu arah (non-rebreathing) untuk mencegah pasien menghirup udara yang

sudah dihembuskan. Katup ini sebagai saluran masuk oksigen dengan aliran maksimal

30 liter per menit.

c. Konektor dengan diameter 15/22 mm

d. Kantong cadangan oksigen

e. Bahan tahan cuaca.

Indikasi penggunaan ventilasi kantung nafas sungkup muka adalah :

a. Henti nafas

b. Nafas sepontan tidak adekuat

Page 13: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

c. Menurunkan kerja nafas dengan membantu memberikan tekanan positif pada saat

inspirasi pasien

d. Hipoksemia akibat ventilasi sontan yang tidak adekuat

Keberhasilan pemberian bantuan nafas dengan alat ini tergantung dari :

a. Menjaga jalan nafas tetap terbuka

b. Tidak ada kebocoran antara sungkup muka dengan muka pasien

c. Pemberian nafas dengan volume tidal yang optimal dengan menekan kantong nafas

dengan benar.

5. Pemberian Ventilasi Dengan Alat Bantu Jalan Nafas Tingkat Lanjut

Intubasi endotrakeal

Hanya tenaga kesehatan yang berpengalaman yang boleh melakukan intubasi endotrakeal. Intubasi

endotrakeal adalah proses memasukkan pipa endotrakeal dalam trakesa pasien. Intubasi endotrakeal in

I termasuk dalam tatalaksana jalan nafas tingkat lanjut.

Kegunaan pipa endotrakeal ini adalah:

1. Memelihara terbukanya jalan nafas atas

2. Membantu pemberian oksigen konsentrasi tinggi

3. Memfasilitasi pemberian ventilasi dengan volume tidal yang tepat untuk memelihara

pengembangan paru yang adekuat

4. Mencegah jalan nafas dari aspirasi isi lambung atau benda padat atau cairan dari mulut,

kerongkongan atau jalan nafas atas

5. Mempermudah menyedotan dalam trakea

6. Sebagai alternative untuk memasukkan obat pada waktu resusitasi jantung paru bila akses

intavena atau intraoseus belum ada

Indikasi intubasi endotrake adalah:

1. Henti jantung, bila ventilasi kantong nafas tidak memungkinkan atau tidak efektif

2. Pasien sadar dengan gangguan pernafasan dam pemberian oksigen yang tidak adekuat dengan

alat-alat ventilasi yang tidak invasive

3. Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan nafas (pasien koma)

Tekanan krikoid

Maksud dari penekanan tulang rawankrikoid adalah untuk mencegah regurgitasi isi lambung dan

membantu visualisasi orifisium trakea. Penekanan dilakukan sampai pipa endotrakeal masuk,

dikembangkan dan posisi pipa dipastikan tepat. Namun, bila merujuk pada guideline AHA 2010 hal

Page 14: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

tersebut tidak direkomendasikan lagi karena dari beberapa kasus ternyata regurgutasi isi lambung

tetap saja dapat terjadi.

Pemeriksaan posisi pipa endotrakeal

Posisi pipa endotrakeal secepatnya harus diperiksa dengan cara pemberian nafas buatan dengan alat

kantong napas-sungkup muka. Tindakan ini tidak perlu menghentikan kompresi jantung pada pasien

yang sedang dilakukan resusitasi jantung paru. Pemeriksaan posisi pipa didalam trakea dapat

dilakukan dengan:

1. Pemeriksaan fisik yaitu dengan melihat dada mengembang

2. Alat-alat seperti end tidal CO2 detektor, dan esophageal detector

Apabila dinding dada tidak terlihat mengembang dan pada auskultasi terdengar gurgling di

epigastrum berarti terjadi intubasi esophagus. Ventilasi dengan sungkup muka-kantong dihentiakan,

dan pipa endotrakeal dicabut, kemudian:

1. Berikan ventilasi dengan kantong napas-sungkup muka atau pertimbangkan penggunaan alat

bantu nafas lanjut lainnya seperti LMA atau combitube.

2. Ulangi intubasi pipa endotrakeal didalam trakea setelah melakukan reoksigenasi selama 30

detik dengan ventilasi kantong napas-sungkup muka den oksigen 100%

3. Setelah intubasi ulang, tampak pengembangan dinding dad dan tidak terdengar suara cairan

dari dalam perut, lakukam auskultasi diatas perut, lapang paru atas dan bawah kanan-kiri.

4. Apabila belum yakin dengan posisi pipa endotrakeal, maka lakukan laringoskop ulang untuk

memastikan ujung pipa endotrakeal telah melewati pita suara.

Komplikasi intubasi endotrakeal

1. Trauma:

a. Laserasi bibir, lidah farings, atau trakea

b. Trauma pita suara

c. Perforasi farings-esofagus

d. Muntah dan aspirasi isi lambung ke dalam jalan nafas bawah

e. Meningkatnya sekresi katekolamin yang menyebabkan peningkatan tekanan darah,

takikardi atau aritmia

2. Intibasi esophagus: segera pipa endotrakeal dicabut, kemudian berikan ventilasi dengan

kantong nafas-sungkup muka dengan oksigen100% selam 20-30 detik.

3. Intubasi satu bronkus: lebih sering terjadi pada bronkus kanan dibandingkan bronkus kiri dan

dapat berakibat hipoksemia karena tidak terdapat ventiasi pada salah satu paru-paru sehingga

harus dilakukan tindakan:

a. Kempeskan balon pipa endotrakeal

Page 15: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

b. Tarik pipa endotrakeal keluar sekitar 1-2 cm

c. Konfirmasi posisi pipa endotrakeal dengan pemeriksaan fisik

Pemberian ventilasi pada pasien dengan intubasi trakea yang dilakukan RJP

Pemberian ventilasi harus memperhatikan hal-hal berikut:

1. Volume:

a. Besar volume oksigen yang diberikan dengan kantong nafas-sungkup muka hanya sampai

dada terangkat

b. Pada pasien obesitas diberikan volume yang lebih besar

c. Setiap pemberian volume lamanya 1 detik

2. Kecepatan:

a. 8-10 kali permenit pada waktu resusitasi jantung paru

b. 10-12 kali permenit pada waktu henti nafas tanpa disertai henti jantung

3. Siklus kompresi dada-ventilasi: kompresi dada dengan kecepatan 100 kali permenit tanpa

diselingi pemberian ventilasi.

Pemberian obat-obatan resusitasi melalui pipa endotrakeal

Obat yang biasa biberikan adalah nalokson, atropine, vasopressin, epinefrin, dan lidokain (disingkat

NAVEL). Dosis obat-obat tersebut bila diberikan melalui pipa endotrakeal besarnya 2-2,5 kali dosis

intravena, dan diencerkan dalam 10 ml NaCl 0,9% atau aquabidest.

Sungkup larings (Laryngeal Mask Airway/LMA)

LMA merupakan pipa yang ujungnya berbentuk sungkup dengan balon yang bisa dikembangkan.

LMA dimasukkan ke dalam farings tanpa laringoskopi sampai terasa ada tahanan. Hal ini

menunjukkan ujung distal pipa sampai pada hipofaring dan balon segera dikembangkan sehingga

mendorong sungkup menutupi pembukaan trakea dan menjadikan tidak ada kebocoran. Pemberian

ventilasi terjadi lewa lubang yang ada pada bagian tengah sungkup LMA.

Indikasi pemasangan LMA:

1. Ketidakmampuan penolong memberikan ventilasi denganalat kantong nafas-sunkup muka

2. Henti nafas dan henti jantung

3.

Combitube (Pipa Esofagus-Trakea)

combitube merupakan pipa dengan dua lumen dan dua balon. Pipa ini dipasang tanpa perlu

memvisualisasikan pita suara. Satu lumen mepunyai lubang-lubang ventilasi disisi pipa pada tingkat

hipofarings dan ujung distalnya buntu. Satu lumen yang lainnya mempunyai ujung yang terbuka. Bila

Page 16: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

combitube dimasukkan kedalam mulut dan balon farings dikembangkan, balon akan berada diantara

dasar lidah dan pallatum mole, sehingga combitube berada pada posisi yang tepat dan memisahkan

orofarings dan hipofarings. Pengembangan balon esophagus akan memisahkan trakea atau esophagus.

Combitube lebih sering masuk kedalam esophagus dibandingkan kedalam trakea. Kontraindikasi

penggunaan combitube adalah pasien dengan refleks-refleks faring atau laring.

Penyedotan Jalan Nafas Atas Yang Tersumbat

Penyedotan adalah komponen yang penting dalam mengelola jalan nafas pasien. Peralatan penyedot

yang mudah dibawa dan memiliki daya sedot yang memadai. Umumnya yang dibutuhkan adalah daya

sedot sebesar -80 hingga -120 mmHg. Unit penyedot yang tertanam pada dinding dapat memberikan

daya sedot hingga lebih dari -300 mmHg ketika selang dipasang pada daya sedot penuh. Tersedia

kateter penyedot yang lunak dan keras. Kateter yang lunak diguanakan untuk aspirasi secret kental

dari orofaring dan nasofaring, melakukan penyedotan intratrakea, dll. Kateter yang keras lebih efektif

digunakan untuk menyedot orofaring, khususnya bila terdapat nahan partikulat yang kental. Pantaulah

denyut jantung, nadi, saturasi oksigen, dan kedaan klinis pasien selama penyedotan. Bila terjadi

bradikardi, turunnya saturasi oksigen, dan keadaan klinis pasien memburuk, segera hentikan

penyedotan. Berikan oksigen aliran tinggi hingga denyut jantung kembali normal dan kondisi klinis

membaik. Bantulah ventilasi bila dibutuhkan.

Page 17: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

4. Algoritma Henti jantung

Algoritma Henti jantung

Henti jantung merupakan keadaan diamana sirkulasi darah darah berhenti akibat kegagalan jantung

untuk berkontraksi, ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda-tanda sirkulasi lainnya.

Apabila menemukan seseorang dengan karateristik tersebut, mulailah memanggil bantuan tambahan

dan mengaktifkan kode darurat.

Kemudian segera lakukan RJP pada korban, RJP harus memiliki kualitas:

Tekanan keras dengan kedalaman 5cm, dengan frekuensi tekanan >99/menit, dan

memberikan kesempatan daya mengembang maksimal

Menggunakan rasio kompresi-ventilasi 30:2

Kurangi interupsi pada saat kompresi

Hindari ventilasi yang berlebih

tukar pemberi perlakuan kompresi tiap 2 menit sekali

Pada saat alat bantu datang, pasang sadapan EKG dan siapkan defibrillator tanpa menghentikan RJP,

setelah terpasang hentikan RJP (tidak boleh lebih dari 10 detik) dan lihat irama apa yang didapatkan.

Berdasarkan irama yang didapatkan tatalaksana dibagi menjadi dua:

Irama kasus fibrilasi ventrikel/ ventrikel takikardi tanpa nadi

Pulseless electrical activity (PEA)/ asystol

A. Kasus VF/VT tanpa nadi

Apabila pada irama yang didapatkan berbentuk gambaran gelombang yang naik turun dengan

berbagai amplitude gelombang yang berbeda-beda, menimbulkan gambaran seperti cacing yang yang

naik turun dan tidak beraturan, dan tidak tampak kompleks QRS atau segmen ST atau gelombang T,

maka disimpulkan irama dari fibrilasi ventrikel (VF).

Bila terlihat VT/VF, lakukan kejut listrik unsychronized dengan (1) energy 360 joule untuk kejut

mono fasik atau 200 joule untuk kejut listrik bifasik. Lalu lakukan (2) RJP selama 5 siklus (2 menit).

Setelah itu lihat kembali gambaran EKG yang didapatkan , bila masih VT/VF, kembali lakukan kejut

listrik, lakukan RJP selama 2 menit lagi dan bila jalur IV sudah terpasang (3) berikan epinefrin 1mg

IV/IO tiap 3-5 menit atau dapat (4) diberikan vasopressin dosis 40 mg IV/IO uintuk menggantikan

Page 18: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

dosis pertama atau kedua epinefrin, vasopressin diberikan sekali saja sampai RJP selesai. Kemudian

lakukan survey sekunder dan lakukan intubasi trakea. Setelah RJP 2 menit lihat kembali irama yang

didaptkan, apabila masih VT/VF, kembali lakukan kejut listrik, diteruskan RJP 2 menit dan berikan

(5) amiodaron IV/IO dosis 300 mg, kemudian cek irama lagi, apabila masih VT/VF ulangi proses (1),

(2), (3) & (5) dan untuk amidaron, dosis kedua sebanyak 150 mg.

Sebagai catatan, untuk intubasi trakea, bila pemberian oksigenasi dapat berlangsung dengan baik,

dapat ditunda, namun untuk kasus henti jantung yang tidak disaksikan (unwitness), intubasi trakea

harus segera dilakukan. Dan apabila amiodaron tidak ada, dapat digantikan dengan lidokain dengan

dosis pertama 1-1,5 mg/kgBB dan dosis kedua 0,5-0,75/kgBB.

B. Kasus PEA/Asystole

Apabila pada layar EKG terdapat gambaran elektrik (biasanya kompleks QRS yang melebar dengan

frekuensi 20-40/menit) naumn tidak didapatkan perabaan nadi arteri karotis, maka kemungkinan besar

mengalami PEA, atau apabila didaptkan gambaran yang relative lurus tanpa pelistrikan maka orang

tersebut mengalami asystole.

Tetap lanjutkan (6) RJP selama 5 siklus (2 menit) dan berikan epinefrin 1mg IV/IO tiap 3-5 menit,

kemudian cek monitor EKG, apabila didapatkan gambaran PEA/asystole, lakukan (7) RJP kembali

selama 2 menit dan obati penyebab reversible, penyebab reversible antara lain:

Hypovolemia

Hypoxia

Acidosis

Hypo/hyperkalemia

Hypothermia

Tegangan pneumothorax

Tamponade

Toxins

Thrombosis pulmoner

Thrombosis coronary

Kemudian cek monitor EKG kembali, apabila masih terdapat tanda-tanda PEA/Asystole ulangi proses

(6) dan (7).

Untuk catatan, apabila mendapatkan gambaran asystole, beberapa tindakan harus dilakukan untuk

pengecekan alat/monitor:

Apakah sadapan sudah terpasang dengan baik?

Apakah konektor sadapan dengan alat kejut listrik sudah terpasang dengan baik?

Page 19: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

Apakah baterai DC sudah terpasang?

Apakah kabel listrik alat DC tersambung dengan baik?

Apakah aliran listrik ada ?

Apakah sudah mencoba memindahkan lead I, II, III secara bergantian?

Apaka sudah berusaha menaikan amplitudo pada alat DC agar gelombang lebih terlihat?

C. Pemberhentian

Apabila pada kedua kasus pada saat pengecekan monitor EKG didapatkan sirkulasi spontan (ROSC),

segera lakukan post-Cardiac arrest Care. Dikatakan positif ROSC apabila terdapat nadi dan tekanan

darah, dan terdapat gelombang tekanan spontan arterial yang sejalan dengan gambaran intra-arterial

pada monitor.

Perlu juga diingatkan tata laksana yang dilakukan harus sesuai dengan irama/klinis penderita saat itu,

sebagai contoh apabila pada awal, tatalkasana yang dilakukan berupa kasus VT/VF kemudian pada

saat pengecekan monitor didapatkan irama asystole, secara cepat lakukan perubahan tatalaksana

sesuai tata cara penangan henti jantung asystole.

Untuk kasus PEA dan asystole apabila pertolongan sudah diberikan kurang lebih 30 menit, sebaiknya

dilakukan penilaian ulang pertolongan yang telah dilakukan, nilai apakah RJP sudah dilakukan

dengan benar, apakah obat-obatan sudah diberikan dengan cara dan dosis sudah benar, apabila semua

tindakan kita sudah ternilai dengan benar dan tidak didapatkan tanda ROSC serta tampak kematian

biologis yang jelas, dapat dipertimbangkan untuk menghentikan pertolongan yang diberikan.

BRADIKARDI

BRADIKARDIA

Bradikardia merupakan denyut jantung kurang dari 60 kali permenit. Sedangkan bradikardia

relatif adalah denyut jantung lebih dari 60 kali permenit tapi masih kurang dari kondisi yang

seharusnya. Misalnya: pasien demam tinggi tetapi denyut jantungnya hanya 80 kali permenit, atau

pasien syok denyut jantungnya hanya 70 kali permenit. Seorang atlit yang terlatih denyut jantungnya

biasanya kurang dari 60 kali permenit.

Bradikardia akan menjadi masalah bila simtomatik atau sudah menimbulkan gejala dan tanda

akibat denyut jantung yang terlalu lambat. Umumnya, tanda dan gejala timbul pada denyut jantung

kurang dari 50 kali permenit.

Page 20: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

Gejala yang mungkin timbul meliputi:

- Sesak nafas

- Nyeri dada

- Pusing, kesadaran menurun

- Lemah, hampir pingsan, pingsan (sinkop)

Tanda yang dapat terjadi meliputi:

- Hipotensi atau syok

- Udem paru

- Akral dingin dengan penurunan produksi urin

Manajemen Bradikardia

Hipoksemia sering menyebabkan bradikardia, sehingga evaluasi awal pasien dengan

bradikardia mesti difokuskan pada meningkatnya usaha bernafas sepetti: tachypnea, retraksi

interkostal, retraksi suprasternal, pernafasan paradoksikal abdominal, saturasi oksihemoglobin. Jika

oksigenasi tidak adekuat, berikan oksigen, pasang monitor, evaluasi tekanan darah, dan pasang infus.

Evaluasi penyebab yang bisa dikoreksi. Tentukan apakah tanda dan gejala perfusi yang buruk

disebabkan oleh bradikardia. Jika tanda dan gejala yang terjadi bukan disebkan oleh bradikardia, nilai

ulang sebab yang mendasari simptom pasien.

Tanda dan gejala bradikardia mungkin ringan, tanpa gejala. Pada keadaan ini pasien tidak

memerlukan terapi. Jika ada persangkaan bahwa irama akan berlanjut dengan gejala atau mengancam

nyawa misalnya (blok AV derajat II tipe IIpada infark miokard akut), Jika bradikardia disangka

menyebabkan penurunan kesadaran, nyeri dada iskemi, gagal jantung akut, hipotensi atau tanda-tanda

syok mesti mendapatkan penanganan. Dalam menghadapi pasien dengan bradikardia yang penting

adalah menentukan apakah bradikardia sudah menimbulkan gejala dan tanda seperti diatas.

Jika demikian usahakan untuk meningkat denyut jantung dengan langkah-langkah sebagai berikut:

- Segera pastikan tidak ada gangguan jalan nafas

- Berikan oksigen

- Pasang monitor EKG, tekanan darah, oksimetri

- Pasang jalur intravena

Page 21: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

Perhatikan EKG, jika gambaran EKG bukan blok AV derajat II tipe 2 dan blok AV total/derajat III

lakukanlah sebagai berikut.

- Berikan atropin sulfat 0,5 miligram intravena sambil memperhatikan monitor EKG, adakah

respon peningkatan denyuk jantung, jika tidak ada, ulangi lagi pemberian atropin sulfat 0,5

mg sampai ada respon peningkatan denyut jantung. Atau total dosis Atropin sulfat 3 mg.

- Bila dosis atropin sulfat sudah 3 mg belum ada respon peningkatan denyut jantung, pikirkan

pemberian obat yang lain epinefrin 2-10 µg/menit atau dopamin 2 sampai 10 µg / menit.

- Jika belum ada respon pertimbangkan untuk konsul ahli dan pemasangan pacujantung

transvena.

- Jika gambaran EKG adalah blok AV derajat II tipe 2 dan blok AV otal/ derajat III, segera

pasang pacu jantung transkutan sambil menunggu pemasangan pacu jantung transvena.

- Cari dan tangani penyebab yang dapat menyokong seperti: hipovolemia, hipoksia,

hipokalemia, hipoglikemia, hipotermia, asidosis, serta toksin, temponade jantung, tension

pneumathorax, thrombosis, dan trauma.

Alternaif Obat

- Dopamin

Katekolamin yang bekerja pada reseptor α dan β adrenergik, maka dapat dititrasi pada dosis

rendah sebagai inotropik dan meningkatkan denyut jantung, pada dosis yang lebih tinggi (>10

mcg/kg/menit) menyebabkan vasokontriksi. Jadi baik untuk bradikardia yang diikuti dengan

tekanan darah yang rendah. Dosis dapat dititrasi mulai dari 2-10 mcg/kg/menit.

- Epinefrin

Katekolamin yang bekerja pada reseptor α dan β adrenergik, maka dapat dititrasi 2-10

mcg/kg/menit sampai denyut jantung meningkat tapi juga menyebabkan vasokontriksi. Jadi

baik untuk bradikardia yang diikuti dengan tekanan darah yang rendah.

- Isoprotrenolol

Katekolamin yang bekerja pada β1 dan β2 adrenergik. Obat ini dapat meneingkatkan denyut

jantung dan vasodilatasi. Dapat dititrasi 2-10 mcg/kg/menit sampai denyut jantung

meningkat.

Page 22: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

Alogaritme Bradikardia

Nilai kesesuaian dengan kondisi klinis HR biasanya <50x/menit jika bradiaritmiia

Identifikasi dan atasi penyebab

- Pertahankan patensi jalan nafas: bantu nafas jika perlu- Oksigen (jika hipoksemia)- Identifikasi irama; monitor tekanan darah dan oksimetri- Akses IV- EKG 12 sadapan; jangan menunda terapi

Atropin

Jika atropin tidak efektif:

- pacu jantung transkutan, atau

- Dopamin drip, atau- Epinefrin drip

Monitor dan Observasi

Apakah bradiaritmia menyebabkan:

- Hipotensi?- Penurunan kesadaran?- Tanda-tanda shock?- Nyeri dada iskemik?- Gagal jantung akut?

Perkembangan:

Ya

tidak

Dosis:

Atropin IV:

Dosis pertama: 0,5 mg bolus. Ulangi setiap 3-5 menit. Maksimum: 3mg

Dopamin IV drip:

2-10 mcg/kg/menit

Efineprin IV drip:

2-10 mcg/menit

Page 23: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

Gambar. Alogaritme Bradikardia (dikutip dari 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC).

TAKIKARDIA

A. Klasifikasi Takiaritmia

Takikardia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Pengklasifikasian dapat dibagi

berdasarkan pemunculan kompleks QRS, denyut jantung, dan regularitas. Dalam hal ini,

pelaksana harus dapat mengenali dan membedakan antara sinus takikardia, takikardia

supraventricular kompleks sempit atau SVT, dan takikardia kompleks lebar atau wide-

complex tachycardia.

Klasifikasi takiaritmia:

a. Takikardia kompleks QRS sempit (QRS ≤ 0,12 detik)

Sinus takikardia

Fibrilasi atrium

Flutter atrium

Re-entri nodus AV

Takikardia atrium

Multifocal atrial tachycardia (MAT)

Takikardia penghubung

b. Takikardia kompleks QRS lebar (QRS ≥ 0,12 detik)

Takikardia ventriukular (VT dan VF)

Perkembangan:

Page 24: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

SVT dengan aberan

Takikardia pre-eksitasi (Wolff-Parkinson-White Syndrome)

Irama pacu ventrikel

Takikardia QRS sempit irregular dapat merupakan suatu fibrilasi atrial atau MAT dan

terkadang juga flutter atrium.

B. Evaluasi Awal dan Tata Laksana Takiaritmia

Takikardia didefinisikan sebagai aritmia dengan denyut jantung > 100 kali per menit.

Denyut takikardia menimbulkan gejala klinis pada kondisi yang ekstrim dan sering kali pada

aritmia dengan gejala pada denyut jantung > 150 kali per menit. Denyut jantung yang cepat

merupakan respon yang wajar terhadap stress fisiologis atau kondisi yang mendasari lainnya.

Ketika menghadapi pasien dengan takikardi, upaya yang harus dilakukan adalah menentukan

apakah takikardi merupakan penyebab primer dari gejala yang ada atau sekunder dari kondisi

yang mendasari yang menyebabkan gejala yang ada ataupun denyut jantung yang lebih cepat.

Banyak ahli menyarankan bahwa denyut jantung < 150 kali/menit, kecil kemungkinan akan

menimbulkan gejala instabilitas kecuali terdapat gangguan fungsi ventrikel.

Evaluasi dan tata laksana takiaritmia disimpulkan dalam Algoritme Takikardi dengan

nadi. Kotak bernomor dalam teks merujuk pada kotak yang dinomori pada algoritme ini.

Dikarenakan hipoksemia merupakan penyebab umum dari takikardi, evaluasi awal

pada pasien dengan takikardi harus dipusatkan pada gejala peningkatan kerja pernapasan dan

saturasi oksihemoglobin yang ditentukan dengan menggunakan oksimetri pulsasi. Jika

oksigenasi tidak adekuat atau pasien menunjukkan gejala peningkatan kerja pernapasan,

berikan suplementasi oksigen. Pasang monitor pada pasien, evaluasi tekanan darah, dan buat

akses vena. Jika tersedia, buat EKG 12 sadapan untuk mendefinisikan irama tetapi hal ini

tidak menunda kardioversi jika pasien tidak stabil. Selama memulai tata laksana, evaluasi

status klinis pasien dan identifikasi penyebab takikardi yang potensial reversible.

Jika gejala dan tanda menetap walaupun telah diberikan suplementasi oksigen dan

bantuan jalan napas dan ventilasi, pelaksana harus menilai derajat instabilitas pasien dan

menentukan jika instabilitas berkaitan dengan takikardi (Kotak 3). Jika pasien menunjukkan

penurunan kardiovaskular terkait denyut jantung dengan gejala dan tanda seperti status

Page 25: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

mental yang berubah secara akut, nyeri dada iskemik, gagal jantung akut, hipotensi, atau

tanda syok yang dicurigai diakibatkan takiaritmia, selanjutnya dilakukan kardioversi

tersinkronisasi (Kotak 4). Tetapi, ketika denyut ventrikel < 150 kali per menit tanpa adanya

disfungsi ventrikel, kemungkinan penyebab takikardi sekunder akibat kondisi yang

mendasarinya daripada sebagai penyebab dari instabilitas. Jika tidak hipotensif, pasien

dengan SVT kompleks-sempit dapat diobati dengan adenosine sementara dilakukan persiapan

untuk kardioversi tersinkronisasi.

Jika pasien dengan takikardi kondisinya stabil, pelaksana memiliki waktu untuk

membuat EKG 12 sadapan, mengevaluasi irama, menentukan jika lebar kompleks QRS ≥

0,12 detik (Kotak 5) dan menentukan pilihan pengobatan. Pasien stabil dapat menunggu

konsultasi ahli karena pengobatan berpotensi berbahaya.

Kardioversi

Jika memungkinkan, buat akses vena sebelum dilakukan kardioversi dan berikan

sedasi jika pasien sadar. Jangan menunda kardioversi jika pasien sangat tidak stabil.

Kardioversi dan Defibrilasi

Kardioversi adalah syok dengan waktu penghantaran ditentukan sesuai kompleks

QRS. Sinkronisasi ini untuk menghindari penghantaran syok selama periode refrakter relative

dari siklus jantung ketika suatu syok dapat membuat fibrilasi ventrikel. Jika kardioversi

diperlukan dan tidak memungkinkan untuk syok tersinkronisasi, digunakan syok tidak

tersinkronisasi dengan energi tinggi.

Kardioversi direkomendasikan untuk mengobati SVT tidak stabil, fibrilasi atrial tidak

stabil, flutter atrial tidak stabil, dan VT monomorfik tidak stabil. Syok dapat menghentikan

takiaritmia ini dengan mengganggu jalur re-entran yang bertanggung jawab atas kejadian ini.

Bentuk Gelombang dan Energi

Dosis energi bifasik inisial yang direkomendasikan untuk kardioversi pada fibrilasi

atrial adalah 120 J hingga 200 J. jika syok awal gagal, pelaksana harus meningkatkan dosis

secara bertahap.

Kardioversi pada flutter atrial dan SVT lainnya secara umum memerlukan energi

lebih sedikit; energi inisial 50 J hingga 100 J. jika syok inisial 50 J gagal, pelaksana harus

Page 26: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

meningkatkan dosis secara bertahap. Kardioversi dengan bentuk gelombang monofasik harus

dimulai pada 200 J dan ditingkatkan secara bertahap jika tidak berhasil.

VT monoformik dengan pulsasi berespon baik dengan syok kardioversi bentuk

gelombang bifasik ataupun monofasik pada energi inisial 100 J. Jika tidak ada respon pada

syok pertama, boleh ditingkatkan dosis secara bertahap.

Aritmia dengan tampilan QRS polimorfik biasanya tidak akan berhasil dengan

sinkronisasi. Pasien dengan VT polimorfik ditangani seperti pada VF dengan defibrilasi. Jika

ada keraguan apakah ada tidaknya VT polimorfik atau monomorfik pada pasien tidak stabil,

jangan menunda penghantaran syok untuk melakukan analisis irama yang detail.

C. Takikardia Komplek-Sempit Reguler

Sinus Takikardi

Sinus takikardi umum terjadi dan biasanya akibat stimulus fisiologis seperti demam,

anemia, atau hipotensi/syok. Sinus takikardi didefinisikan sebagai denyut jantung > 100

denyut per menit. Batas atas denyut pada sinus takikardi terkait dengan usia (dihitung sebagai

220 denyut per menit dikurangi usia pasien dalam tahun) dan dapat berguna dalam menilai

apakah sinus takikardi yang terjadi berada pada kisaran yang diperkirakan sesuai dengan usia

pasien. Jika memang sinus takikardi, tidak diperlukan terapi obat. Arahkan pada identifikasi

dan tata laksana penyebab yang mendasari. Ketika fungsi jantung buruk, curah jantung

tergantung pada denyut jantung yang cepat. Pada takikardi kompensasi seperti itu, isi

sekuncup terbatas sehingga menormalkan denyut jantung dapat memperburuk keadaan.

Takikardi Supraventrikular (Re-entri SVT)

Kebanyakan SVT merupakan takikardi regular yang disebabkan re-entri, suatu irama

abnormal yang gelombang depolarisasinya berjalan secara berulang pada lingkaran jaringan

jantung. Irama dianggap berasal dari supraventricular jika kompleks QRS-sempit atau jika

kompleks QRS-lebar dan bundle branch block yang ada atau aberansi tergantung denyut yang

telah diketahui. Sirkuit re-entri menghasilkan SVT dapat muncul pada miokardium atrium.

Sirkuit re-entri juga dapat berada dalam semua atau sebagian nodus AV itu sendiri. Hal ini

menghasilkan takikardi re-entri nodus AV jika kedua tungkai sirkuit re-entri melibatkan

jaringan nodus AV. Bisa juga terjadi takikardi re-entri AV jika salah satu tungkai dari sirkuit

Page 27: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

re-entri melibatkan jalur aksesoris dan yang lain melibatkan nodus AV. Onset yang

mendadak dan terminasi dari tiap kelompok takiaritmia re-entri menjadikannya dinamakan

takikardi supraventricular paroksismal. Subkelompok aritmia re-entri ini baik akibat AVNRT

atau AVRT memiliki onset dan terminasi yang mendadak serta denyut yang regular yang

melebihi batas atas tipikal dari sinus takikardi pada saat istirahat dan dalam kasus AVNRT

pada EKG sering menampilkan tanpa gelombang P.

Membedakan bentuk re-entri dari SVT berdasarkan pada miokardium atrium dengan

pada sirkuit re-entri baik sebagian atau seluruhnya pada nodus AV itu sendiri adalah

pentingena tiap-tiap bentuk akan memiliki respon yang berbeda pada terapi yang ditujukan

untuk menghalangi konduksi melalui nodus AV. Denyut ventricular aritmia re-entri

berdasarkan miokardium atrium akan diperlambat tetapi tidak dihentikan oleh obat-obatan

yang memperlambat konduksi melalui nodus AV. Berlawanan dengan itu, aritmia re-entri

yang salah satu tungkai sirkuit berada pada nodus AV dapat diterminasi oleh obat-obatan

seperti itu.

Kelompok lain dari SVT dianggap sebagai takikardi otomatisasi. Aritmia ini bukan

diakibatkan sirkuit yang bersikulasi tetapi diakibatkan focus otomatisasi yang terangsang.

Tidak seperti pola mendadak dari re-entri, karakteristik onset dan terminasi dari takiaritmia

ini lebih bertahap dan mirip dengan bagaimana nodus sinus bekerja dalam mempercepat dan

menurunkan denyut jantung secara bertahap. Aritmia otomatisasi ini meliputi takikardi

atrium ektopik, MAT, dan takikardi penghubung. Aritmia ini sulit ditangani dan tidak

responsive terhadap kardioversi dan biasanya dikontrol secara akut menggunakan obat yang

memperlambat konduksi melalui nodus AV dan kemudian akan memperlambat denyut

ventrikel.

Terapi

Maneuver vagal dan adenosine merupakan pilihan terapi awal untuk terminasi PSVT

stabil. Maneuver vagal saja akan menghentikan hingga 25% PSVT. Untuk SVT lainnya,

maneuver vagal dan adenosine dapat memperlambat denyut ventrikel secara transien dan

berpotensi membantu diagnosis irama tetapi tidak selalu menghentikan aritmia ini.

Adenosin

Jika PSVT tidak respon dengan maneuver vagal, diberikan adenosine 6 mg iv secara

cepat melalui vena diameter besar (antekubitus) diikuti dengan flush menggunakan cairan

Page 28: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

salin 20 mL. Jika irama tidak berubah dalam 1 hingga 2 menit, diberikan adenosine 12 mg iv

secara cepat dengan metode yang sama. Dikarenakan kemungkinan terjadinya fibrilasi atrial

dengan respon ventrikel cepat pada pasien dengan WPW, defibrillator harus tersedia pada

saat pemberian adenosine pada pasien dengan kemungkinan memiliki WPW. Sebagaimana

dengan maneuver vagal, efek adenosine pada SVT lain secara transien akan memperlambat

kecepatan ventrikel tetapi tidak mampu menghentikan atau mengkontrol kecepatan secara

bermakna.

Sejumlah studi mendukung pemberian adenosine pada tatalaksana PSVT stabil.

Walau 2 uji klinis acak mencatat suatu angka konversi PSVT yang sama antara adenosine

dengan Ca Channel Blocker, adenosine memiliki efek yang lebih cepat dan efek samping

yang lebih sedikit dibandingkan dengan verapamil. Amiodaron dapat berguna dalam

terminasi PSVT, tetapi onset kerja amiodaron lebih lambat dibandingkan dengan adenosine.

Adenosine aman dan efektif pada kehamilan. Namun, adenosine memiliki beberapa

interaksi obat yang penting. Dosis yang lebih besar diperlukan pada pasien dengan kadar

teofilin, kafein, atau teobromin yang bermakna. Dosis awal harus dikurangi sebanyak 3 mg

pada pasien yang menggunakan dipiridamol atau karbamazepin, orang yang mengalami

transplantasi jantung, atau jika diberikan menggunakan akses vena sentral. Efek samping

adenosine umum terjadi, tetapi bersifat sementara. Flushing, dispneu, dan nyeri dada adalah

efek samping yang sering terjadi. Adenosine tidak boleh diberikan pada pasien dengan asma.

Setelah konversi, amati adanya rekurensi dan obati jika ada rekurensi PSVT dengan

adenosine atau agen penghambat nodus AV dengan aksi lebih lama (diltiazem atau beta

blocker). Jika adenosine atau menuver vagal menimbulkan bentuk lain dari SVT, pengobatan

dengan agen penghambat nodus AV aksi lebih lama harus dipertimbangkan agar mampu

mempertahankan control kecepatan ventrikel.

Jika adenosine atau maneuver vagal gagal mengubah PSVT, PSVT muncul setelah

pengobatan atau pengobatan memunculkan bentuk lain dari SVT, boleh menggunakan agen

penghambat nodus AV kerja panjang seperti penghambat kanal kalsium non dihidropiridin

atau beta blocker. Obat-obatan ini bekerja secara primer pada jaringan nodus baik untuk

menghentikan PSVT re-entri yang bergantung pada konduksi melalui nodus AV atau untuk

memperlambat respon ventrikel pada SVT lainnya dengan menghambat konduksi melalui

nodus AV. Mekanisme lain dari kerja dan durasi yang lebih panjang, obat-obatan ini dapat

menghasilkan terminasi PSVT yang lebih lama atau mampu mempertahankan control

Page 29: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

kecepatan aritmia atrial. Sejumlah studi telah menunjukkan efektivitas verapamil dan

diltiazem dalam mengubah PSVT menjadi irama sinus normal.

Untuk verapamil, berikan 2,5 mg hingga 5 mg IV bolus selama 2 menit dan selama 3

menit pada pasien yang lebih tua. Jika tidak ada respon terapeutik dan tidak ada kejadian efek

samping obat, dosis berulang 5 mg hingga 10 mg dapat diberikan 15 hingga 30 menit dengan

dosis keseluruhan 20 mg. regimen dosis lain dapat diberikan yaitu 5 mg bolus tiap 15 menit

dengan dosis keseluruhan 30 mg. verapamil harus hanya diberikan pada pasien dengan SVT

re-entri kompleks-sempit atau aritmia dengan kepastian berasal dari supraventrikel.

Verapamil tidak boleh diberikan pada pasien dengan fungsi ventrikel menurun atau gagal

jantung.

Untuk diltiazem, berikan dosis 15 mg hingga 20 mg (0,25 mg/kgBB) IV selama 2

menit; jika diperlukan dalam 15 menit berikan dosis tambahan 20 mg hingga 25 mg IV (0,35

mg/kgBB). Dosis infus rumatan adalah 5 mg/jam hingga 15 mg/jam, dititrasi sesuai dengan

kecepatan denyut jantung.

Berbagai jenis beta blocker tersedia untuk penanganan takiaritmia supraventrikel. Ini

meliputi metoprolol, atenolol, esmolol, dan labetolol. Pada prinsipnya, agen-agen ini

mengeluarkan efeknya dengan melawan tonus simpatetik pada jaringan nodus yang

menghasilkan perlambatan pada konduksi. Seperti pada penghambat kanal kalsium, mereka

juga memiliki efek inotropik negatif dan menurunkan curah jantung pada pasien dengan

gagal jantung. Efek samping beta blocker antara lain bradikardi, keterlambatan konduksi AV,

dan hipotensi. Beta blocker harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit paru

obstruktif atau gagal jantung kongestif.

Pada pasien dengan fibrilasi atau flutter atrial pre-eksitasi yang mengarah ke ventrikel

melalui nodus AV dan jalur aksesoris, harus hati-hati dalam pemberian obat. Pengobatan

dengan agen penghambat nodus AV kecil kemungkinan dapat memperlambat kecepatan

ventrikel dan pada beberapa contoh dapat mempercepat respon ventrikel. Sehingga, obat

penghambat nodus AV tidak digunakan untuk fibrilasi atau flutter atrial pre-eksitasi.

Kewaspadaan juga dianjurkan untuk menghindari kombinasi agen penghambat nodus

AV yang memiliki kerja dengan durasi lebih panjang. Sebagai contoh, waktu paruh adenosine

yang cepat memungkinkan pemberian obat lanjutan, jika diperlukan, dengan penghambat

kanal kalsium atau penghambat beta. Berlawanan dengan itu, penghambat kanal kalsium atau

Page 30: Bantuan Hidup Dasar Pada Dewasa (1)

penghambat beta dengan waktu paruh lebih panjang akan mengalami efek yang saling

bertumpukan; menyebabkan bradikardi berat jika diberikan secara serial.

Walau obat-obatan antiaritmia dapat juga digunakan untuk mengatasi SVT, semakin

tinggi toksisitas dan risiko proaritmia akan semakin membuat obat-obatan ini untuk tidak

dipakai sebagai alternatif terhadap agen penghambat nodus AV yang telah dijelaskan. Suatu

pengecualian pada pasien dengan obat penghambat nodus AV dnegan aritmia atrial pre-

eksitasi: obat penghambat nodus AV dikontraindikasikan pada pasien-pasien ini dan control

kecepatan dapat dicapai dengan menggunakan obat-obatan antiaritmia. Terpenting adalah

penggunaan agen-agen ini untuk SVT dari atrium seperti fibrilasi dan flutter atrial dapat

menyebabkan terminasi yang mungkin tidak diinginkan jika tidak ada pencegahan untuk

komplikasi tromboemboli yang mungkin terjadi akibat konversi itu.

SEPO BELUM TAKIKARDI LANJUTAN NYA