Upload
angga-bmc-kediri
View
111
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN
BATU GINJAL ( NEFROLITIASIS)
Definisi
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli)
di ginjal. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal.
Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran
menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada
sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik)
mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat
menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, ataupun pielonefritis.
Etiologi
Ada beberapa faktor yang memungkinkan terbentuknya batu pada saluran kemih,
yaitu sebagai berikut :
1. Hiperkalsiuria adalah kelainan metabolik yang paling umum. Beberapa kasus
hiperkalsiuria berhubungan dengan gangguan usus meningkatkan penyerapan kalsium
(dikaitkan dengan kelebihan diet kalsium dan atau mekanisme penyerapan kalsium
terlalu aktif), beberapa kelebihan terkait dengan resorpsi kalsium dari tulang (yaitu
hiperparatiroidisme), dan beberapa yang berhubungan dengan ketidakmampuan dari
tubulus ginjal untuk merebut kembali kalsium dalam filtrat glomerulus (ginjal-
kebocoran hiperkalsiuria).
2. Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konsentrasi, kelarutan, dan pH urine.
3. Lamanya kristal terbentuk di dalam urine, dipengaruhi mobilisasi rutin.
4. Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urine.
5. Infeksi saluran kemih.
6. Kurangnya asupan air dan diet yang tinggi mengandung zat penghasilan batu.
7. Idiopatik.
Manifestasi klinis
1. Nyeri :pola tergantung pada lokasi sumbatan.
2. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis ginjal
serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik. Nyeri hilang setalah batu keluar.
a. Batu ureter yang besar menimbulkan gejala atau sumbatan seperti saat turun ke
ureter (kolik uretra).
b. Batu kandung kemih menimbulkan gejala yang mirip sistitits.
3. Sumbatan; batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih:
demam dan menggigil.
4. Gejala gastrointestinal: meliputi mual, muntah, diare, dan perasaan tidak mual di perut
berhubungan dengan refluks renointestinal dan penyebaran saraf (ganglion celiac)
antara ureter dan intestin.
Patofisiologi
Zat pembentuk batu dapat mengendap di urine jika ambang kelarutannya
terlampaui. Pada rentang yang disebut rentang metastabil, pembentukan kristal mungkin
tidak terjadi sama sekali atau hanya berjalan dengan sangat lambat, meskipun larutan
sangat jenuh. Namun, jika konsentrasinya meningkat melebihi rentang metastabil, maka
terjadilah kristalisasi. Pelarutan kristal yang telah terbentuk hanya dapat terjadi dengan
menurunkan konsentrasi di bawah metastabil.
Menurut Sillbernagl (2007), senyawa yang paling sering ditemukan dalam batu
ginjal adalah kalsium oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau magnesium-amonium
fosfat (sekitar 30%), asam urat atau garam asam urat (sekitar 30%), serta xantin atau sistin
(<5%). Beberapa zat bisa terdapat di dalam satu batu karena yang telah terbentuk
sebelumnya berperan sebagai inti kristalisasi memudahkan pengendapan bagi zat
metastabil terlarut lainnya (oleh karena itu, totalnya adalah >100%). Pada peningkatan
filtrasi dan ekskresi zat penghasil batu akan membuat peningkatan konsentrasi di dalam
plasma.
Jadi, hiperkalsiuria dan fosfaturia terjadi akibat peningkatan absorpsi di usus dan
mobilisasi dari tulang, contohnya jika terdapat kelebihan PTH atau kalsitriol.
Hiperkalsalemia dapat disebabkan oleh kelainan metabolik pada pemecahan asam amino
atau melalui peningkatan absorpsinya di usus. Hiperurisemia terjadi akibat suplai yang
berlebih, sintesis baru meningkat, atau peningkatan pemecahan purin. Batu xantin dapat
terjadi jika pembentukan purin sangat meningkat dari pemecahan purin xantin menjadi
asam urat dihambat. Namun, xantin lebih mudah larut daripada asam urat sehingga batu
xantin lebih jarang ditemukan.
Gangguan reabsorpsi ginjal merupakan penyebab yang sering dari peningkatan
ekskresi ginjal pada hiperkalsiuria dan merupakan penyebab tetap pada sistinuria.
Konsentrasi Ca² di dalam darah dipertahankan melalui absorpsi di usus dan mobilisasi⁺
mineral tulang, sementara konsentrasi satin dipertahankan dengan mengurangi
pemecahannya.
Pelepasan ADH (pada situasi volume yang berkurang pada saat dehidrasi, kondisi
stres, dan lainnya) menyebabkan peningkatan konsentrasi zat pembentuk batu melalui
peningkatan konsentrasi urine. Kelarutan beberapa zat bergantung pada pH urine. Fosfat
mudah larut dalam urine yang asam, tetapi sukar larut pada urine yang alkalis. Jadi, fosfat
baru biasanya hanya ditemukan pada urine yang alkalis.
Sebaliknya, asam urat (garam asam urat) lebih mudah larut jika terdisosiasi
daripada yang tidak terdisosiasi, dan asam urat baru lebih cepat terbentuk pada urine yang
asam. Jika pembentukan NH³ berkurang, urine harus lebih asam untuk dapat
mengeluarkan asam, dan hal ini meningkatkan pembentukan batu garam asam urat. Faktor
lain yang juga penting adalah berapa lama sebenarnya kristal yang telah terbentuk tetap
berada di dalam urine yang sangat jenuh. Lama waktu bergantung pada diuresis dan
kondisi aliran dari saluran kemih bagian bawah, misalnya dapat menyebabkan kristal
menjadi terperangkap.
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis, serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang
mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk
rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises
ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) merupakan timbulnya batu
ginjal.
Batu ginjal yang tidak terlalu besar disorong oleh peristaltik otot-otot sistem
pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba
untuk mengeluarkan batu hingga turun ke kandung kemih. Batu yang ukurannya lebih
besar sering kali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan, serta
menimbulkan obstruksi kronis berupa hidronefrosis.
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan
obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas.
Obstruksi di ureter menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat
menimbulkan kaliekstatis pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi
sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses
paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal
dan jika mengenai kedua sisi dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen.
Kondisi adanya batu pada ginjal memberikan masalah keperawatan pada pasien
dengan adanya berbagai respons obstruksi, infeksi, dan peradangan.
Evaluasi Diagnosis
1. IVP: untuk mengetahui bentuk dan mengevaluasi derajat sumbatan.
2. Analisis material batu jika memungkinkan kristal dapat diindetifikasi melalui
mikroskop polarisasi, difraksi sinar X, dan spektroskopi infra merah.
3. Urinalisis-hematuria dan pyiuria, kultur urine dan sensivitas.
Pengelolaan
1. Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL).
2. Percutaneou nefrolithotomy (PNCL).
3. Percutaneous stone dissolution (chemolysisi).
4. Uretroskopi.
5. Prosedur pembedahan terbuka.
Komplikasi
1. Sumbatan : akibat pecahan batu.
2. Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
3. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengangkatan batu ginjal.
WOC
Kelainan metabolik, pemecahan purin ↑
Pelepasan ADH ↑
Konsentrasi, kelarutan dan pH urine
Faktor mobilitas rutin
Peningkatan absorpsi di usus dan mobilisasi
Paratiroid hormon ↑
Pemeriksaan urine ↑ Lamanya kristal
Pengkajian Anamnesis Fokus
Peningkatan absorpsi di usus dan mobilisasi
Paratiroid hormon ↑
Pemeriksaan urine ↑ Lamanya kristal
- Nyeri kolik- Hematuria, piuria- Sering miksi
Nyeri akut perubahan pola miksi pemenuhan nutrisi kurnag dari kebutuhan
- Nyeri kolik- Hematuria, piuria- Sering miksi- Respons sistemik akibat
nyeri kolik (mual, muntah, anoreksia
Pemeriksaan diagnostik prognosis pembedahan respons psikologis
Pemenuhan informasi kecemasan
Nyeri akut perubahan pola miksi pemenuhan nutrisi kurnag dari kebutuhan
Keluhan yang didapat dari pasien bergantung pada; posisi atau letak batu, besar
batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri
pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan
pendekatan PQRST.
Pengkajian anamnesis lainnya yang diperlukan perawat pada saat anamnesis,
meliputi hal-hal berikut :
1. Apakah pasien mengeluh tidak nafsu makan, mual, atau muntah?
2. Bagaimana keluhan terjadi? Pada waktu kapan saja, sebelum atau sesudah makan,
setelah makan pedas atau pengiritasi, atau setelah mencerna obat tertentu atau
alkohol?
3. Bagaimana cara pasien untuk menurunkan keluhan? Minta pertolongan kesehatan atau
berupaya untuk mengobati sendiri?
4. Apakah keluhan yang ada berhubungan dengan perubahan posisi, beraktivitas,
ansietas, stres, makan atau minum terlalu banyak, atau makan terlalu cepat?
5. Bagaimana keluhan berkurang atau bisa hilang? Apakah dengan obat-obatan atau
sembuh dengan sendirinya?
6. Adakah riwayat keluarga batu bersama urine sebelumnya atau pembedahan ginjal?
7. Bagaimana riwayat diet yang baru dimakan selama 72 jam?
8. Apakah ada orang lain pada lingkungan pasien yang mempunyai gejala serupa?
Pengkajian nyeri batu ginjal dengan pendekatan PQRST.
Pengkajian Teknik pengkajian, prediksi hasil, dan implikasi klinis
Provoking Incident Tidak ada penyebab spesifik yang menyebabkan nyeri, tetapi pada
beberapa kasus didapatkan bahwa pada perubahan posisi secara
tiba-tiba dari berdiri atau berbaring berubah ke posisi duduk atau
melakukan fleksi pada bahan biasanya menyebabkan keluhan
nyeri.
Quality of Pain Kualitas nyeri batu ginjal dapat berupa nyeri kolik ataupun bukan
kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos
sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik
tersebut menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan
sensasi nyeri. Nyeri non-klonik terjadi akibat peregangan kapsul
ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai keluhan nyeri di
seluruh area kostovertebral dan keluhan gastointestinal seperti
mual dan muntah. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat
terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari refleks retrointestinal
dan proksimitas anatomik ginjal ke lambung, prankeas, dan usus
besar.
Region, radiation,
relief
Batu ginjal yang terjebak di ureter menyebabkan keluhan nyeri
yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan
genetalia. Pasien merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit
urine yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi
abrasif batu. Keluhan ini disebut kolik ureteral. Nyeri yang berasal
dari area renal menyebar secara anterior dan paha wanita ke bawah
mendekati kandung kemih, sedangkan pada pria mendekati testis.
Severity (Scale) of
Pain
Pasien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-4 dan pasien
akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
0 = tidak ada nyeri
1 = nyeri ringan
2 = nyeri sedang
3 = nyeri berat
4 = nyeri berat sekali/tidak tertahankan
Skala nyeri pada kolik batu ginjal secara lazim berada pada posisi 3
pada rentang 0-4 pengkajian skala nyeri
Time Sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala timbul
mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga. Tanyakan apakah
gejala-gejala timbul secara terus-menerus atau hilang timbul
(intermiten). Tanyakan apa yang sedang dilakukan pasien pada
waktu gejala timbul. Lama timbulnya (durasi), tentukan kapan
gejala tersebut pertama kali timbul dan usahakan menghitung
tanggalnya seteliti mungkin. Misalnya, tanyakan kepada pasien apa
yang pertama kali dirasakan sebagai “tidak biasa” atau “tidak
enak”.
Pengkajian riwayat penggunaan obat-obatan sebelumnya, khususnya pada pasien
yang menderita penyakit peradangan sendi akan penggunaan OAINS dan pascaintervensi
kemoterapi. Riwayat adanya penurunan imunitas separti kanker, luka bakar, sepsis,
trauma, pembedahan, gagal perpapasan, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat
dapat menjadi faktor penyebab gastritis akut.
Pengkajian riwayat sanitasi lingkungan, penggunaan air minum dan cara
pengolahan makanan perlu ditanyakan untuk mengkaji kemungkinan invasi infeksi
Helicobacter pylori. Infeksi ini menimbulkan keluhan nyeri epigastrium, mua, muntah,
kembung, malaise, dan kadang demam.
Pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemeriksaan awal pasien tentang kapasitas fisik
dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya pengkajian psikososialspiritual
yang saksama.
Risiko pendapatan ekonomi yang rendah berpengaruh terhadap kemampuan
penderita dalam memenuhi tingkat kesehatannya. Status pendidikan yang rendah
mempengaruhi tingkat kesehatannya. Status pendidikan yang rendah mempengaruhi
persepsi pasien dalam menanggulangi penyakit sistem perkemihan.
Pada beberapa pasien yang diputuskan untuk dilakukan pembedahan yang
berhubungan untuk mengatasi masalah pada sistem perkemihan akan memberikan
implikasi keperawatan tentang penurunan kecemasan dan pemenuhan informasi
perioperatif.
Pemeriksaan Fisik Fokus
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri
kolik. Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, dan lemah.
Inspeksi : pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuria, retensi
urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual
dan muntah.
Palpasi : palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi massa. Pada beberapa kasus
dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
Perkusi : perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan
pada sudut kostovertebra dan didapatkan respons nyeri.
Pengkajian Diagnostik
1. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, hematuria, dan dijumpai
kristal-kristal pembentukan batu.
2. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah
urea.
3. Pemeriksaan fungsi ginjal untuk memonitor penurunan fungsi.
4. Pemeriksaan elektrolit untuk keterlibatan peningkatan kalsium dalam darah.
5. Pemeriksaan foto polos abdomen, PIV, urogram, dan USG untuk menilai posisi, besar,
serta bentuk batu pada saluran kemih.
Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan dari penatalaksaan adalah menurunkan komplikasi pada ginjal dan
menghilangkan keluhan. Penatalaksanaan yang diberikan adalah sebagai berikut :
1. Medikamentosa.
2. Dipecahkan dengan ESWL.
3. Tindakan endurologi atau bedah laparoskopi.
4. Pembedahan terbuka.
Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri klonik berhubungan dengan aktivitas peristaltik otot polos sistem kalies,
peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya batu pada ginjal.
2. Perubahan pola miksi berhubungan dengan retensi urine, sering BAK, hematuria
sekunder dari iritasi saluran kemih.
3. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual,
muntah efek sekunder dari nyeri kolik.
4. Kecemasan berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan invasif diagnostik.
5. Pemenuhan informasi berhubungan dengan rencana pembedahan, tindakan diagnostik
invasif (ESWL), perencanaan pasien pulang.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Nursalam, M.Nurs. (Hons), fransiska B.B, S.Kep., Ns. 2009. Asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan sistem perkemihan. Salemba Medika. Jakarta