Upload
michael-sintong
View
244
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bla bla bla
Citation preview
Belajar Mandiri
Tutorial Skenario F Blok 27
Oleh
Michael Sintong Halomoan Purba
04121401077
Kelompok 4
Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya
Analisis Masalah
1. Tuan X, kisaran usia 27 tahun, datang ke puskesmas rawat inap dihantar oleh polisi
setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien tidak membawa kartu identitas.
a) Bagaimana mengevakuasi pasien pada kecelakaan lalu lintas?
Evakuasi Korban
Evakuasi korban adalah salah satu tahapan dalam Pertolongan Pertama yaitu
untuk memindahkan korban ke lingkungan yng aman dan nyaman untuk
mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut.
Prinsip Evakuasi
1. Dilakukan jika mutlak perlu
2. Menggunakan teknik yang baik dan benar
3. Penolong harus memiliki kondisi fisik yang prima dan terlatih serta memiliki
semangat untuk menyelamatkan korban dari bahaya yang lebih besar atau
bahkan kematian
Alat Pengangkutan
Dalam melaksanakan proses evakusi korban ada beberapa cara atau alat bantu,
namun hal tersebut sangat tergantung pada kondisi yang dihadapi (medan, kondisi
korban ketersediaan alat). Ada dua macam alat pengangkutan, yaitu:
1. Manusia
Manusia sebagai pengangkutnya langsung. Peranan dan jumlah pengangkut
mempengaruhi cara angkut yang dilaksanakan.
Bila satu orang maka penderita dapat:
· Dipondong : untuk korban ringan dan anak-anak
· Digendong : untuk korban sadar dan tidak terlalu berat serta tidak patah tulang
· Dipapah : untuk korban tanpa luka di bahu atas,
Bila dua orang maka penderita dapat:
Maka pengangkutnya tergantung cidera penderita tersebut dan diterapkan bila
korban tak perlu diangkut berbaring dan tidak boleh untuk mengangkut korban
patah tulang leher atau tulang punggung.
· Dipondong : tangan lepas dan tangan berpegangan
· Model membawa balok
· Model membawa kereta
2. Alat bantu
· Tandu permanen
· Tandu darurat
· Kain keras / ponco / jaket lengan panjang
· Tali / webbing
Persiapan :
Yang perlu diperhatikan:
Kondisi korban memungkinkan untuk dipindah atau tidak berdasarkanpenilaian
kondisi dari: keadaan respirasi, pendarahan, luka, patah tulang dan angguan
persendian
Menyiapkan personil untuk pengawasan pasien selama proses evakuasi
Menentukan lintasan evakusi serta tahu arah dan tempat akhir korban diangkut
Memilih alat
Selama pengangkutan jangan ada bagian tuhuh yang berjuntai atau badan
penderita yang tidak dalam posisi benar.
2. Dari saksi di tempat kejadian diketahui mechanism of injury yang terjadi ialah pasien
yang mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik. Pasien
kemudian terpelanting dan membentur trotoar. Saat itu pasien tidak menggunakan helm.
a) Apa saja trauma yang dapat terjadi pada kasus ?
Fraktur tulang-tulang ekstrimitas, fraktur tulang-tulang kepala
b) Apa saja trauma yang dapat terjadi akibat tidak memakai helm ?
Fraktur tulang-tulang kepala, cedera otak
3. Pasien tidak sadar setelah mengalami kecelakaan. Baju dan celana pasien basah karena
darah. Jarak tempuh antara tempat kejadian dan puskesmas sekitar 20 menit.
a) Makna klinis dari pasien tidak sadar ?
Terdapat syok yang menyebabkan penurunan kesadaran
b) Makna klinis dari baju dan celana pasien basah karena darah ?
Terdapat luka yang mengakibatkan perdarahan yang hebat pada tubuh dan ekstrimitas
4. Pemeriksaan di IGD
Survey primer
Airway = Bersuara saat dipanggil, aroma napas alcohol
Breathing = RR: 32x/menit, SpO: 95 % (dengan udara bebas), gerakan thoraks statis dan
dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
Ciculation = Nadi : 145x/menit( isi dan tegangan kurang), TD:70/50 mmHg,akral dingin
lembab pucat, CRT (capillary refill time) 4 detik, urin output inisial 100cc (warna kuning
pekat)
Dissability = respond to verbal ( Skala AVPU)
Exposure = temperature:35,5 C, Fraktur terbuka os humerus sinistra dengan perdarahan aktif,
fraktur terbuka os femur sinistra dengan perdarahan aktif, fraktur terbuka sinistra dengan
perdarahan aktif.
a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada kasus ?
Airway = Bersuara saat dipanggil, aroma napas alcohol
Bersuara saat dipanggil: normal
Aroma napas alcohol: tidak normal, disebabkan oleh konsumsi alcohol
sebelumnya
Breathing = RR: 32x/menit, SpO: 95 % (dengan udara bebas), gerakan thoraks statis
dan dinamis: simetris, auskultasi paru: vesikuler (+) normal, tidak ada ronkhi, tidak
ada wheezing
RR: Meningkat, disebabkan oleh kompensasi tubuh terhadap turunannya
volume darah yang mengakibatkan turunnya pasokan oksigen
SpO2: Normal
Gerakan thoraks: normal
Auskultasi paru: normal
Ciculation = Nadi : 145x/menit( isi dan tegangan kurang), TD:70/50 mmHg,akral
dingin lembab pucat, CRT (capillary refill time) 4 detik, urin output inisial 100cc
(warna kuning pekat)
Nadi: meningkat, disebabkan oleh kompensasi terhadap turunnya tekanan
darah, namun isi dan tegangan yang kuat disebabkan oleh hypovolemia
TD: hipotensi, disebabkan oleh hiopvolemia akibat perdarahan
Dissability = respond to verbal ( Skala AVPU)
Dissability: kesadaran menurun, akibat syok hipovolemik yang terjadi
Exposure = temperature:35,5 C, Fraktur terbuka os humerus sinistra dengan
perdarahan aktif, fraktur terbuka os femur sinistra dengan perdarahan aktif, fraktur
terbuka sinistra dengan perdarahan aktif.
Temperatur: menurun akibat hipovolemi
Fraktur: tidak normal, disebabkan oleh trauma pada kecelakaan
b) Bagaimana pemeriksaan skala AVPU ?
Penilaian Cepat : AVPU
▫ A : Alert = sadar penuh
▫ V : to Verbal = memberikan respon hanya dengan rangsangan suara
▫ P : to Pain = memberikan respon hanya dengan rangsangan nyeri
▫ U : unresponsive = tidak memberikan respon dengan rangsangan nyeri
Hipotesis
Tuan X, kisaran usia 27 tahun, diduga mengalami syok haemorrhagic et causa fraktur
terbuka os humerus dan femur sinistra.
Template
a) How to diagnose
Pada anamnesis pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit
mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang
mengetahui kejadiannya, cari : Riwayat trauma (banyak perdarahan atau
perdarahan dalam perut), Riwayat penyakit jantung (sesak nafas), Riwayat infeksi
(suhu tinggi), Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan
obat)
Pemeriksaan fisik
Kulit
Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena
begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok
septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
Tekanan darah
Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic)
Status jantung
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
Status respirasi
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi
lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
Status Mental
Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun,
sopor sampai koma. Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam,
kritis)
Fungsi Metabolik
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai
alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat
takipnea. Sirkulasi Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik,
meninggi pada syok kardiogenik.
Keseimbangan Asam Basa
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea,
penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan Penunjang
Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum,
kreatinin, glukosa darah. Analisa gas darah, EKG.
b) Differential diagnose
Syok hemoragik
Syok hipovolemik
Syok kardiogenik
Syok septik
Syok neurogenik
c) Working diagnose
Syok hemoragik e.c. fraktur terbuka
d) Etiologi
1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur
femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein
plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
3. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
e) Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :
Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah
ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital.
Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume
darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan
kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak
dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi
untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi
karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler.
Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh.
Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi
sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri
menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian
sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi
bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler
diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa
ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa
yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke
otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini
menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan
bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.
Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat
timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas
mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme
dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan
asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki.
Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem
kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi
kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan
hiperkapnea
Efek Dari Syok Seluler
Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen maka kemampuan metabolisme
energy pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme energy pada sel-sel tersebut
akan terganggu. Metabolisme terjadi di dalam tempat nutrient secara kimiawi dipecahkan
dan disimpan dalam bentuk ATP (adenosine tripospat). Sel-sel menggunakan simpanan
energy ini untuk melakukan berbagai fungsi seperti transport aktif, kontraksi otot, sintesa
biokimia dan melakukan fungsi seluler khusus seperti konduksi impuls listrik.
Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat dan kekurangan
oksigen dan nutrient, karena sel-sel harus menghasilkn energy melalui anaerob dan
nutrient, karena sel-sel harus menghasilkan energy melalui anaerob. Metabolisme ini
menghasilkan tingkat energy yang rendah dari sumber nutrient, dan lingkungan
intraseluler yang bersifat asam. Karena perubahan ini, fungsi sel menurun. Sel
membengkak dan membrannya menjadi lebh permiabel, sehingga memungkinkan
elektrolit dan cairan untuk merembes dari dalam sel. Pompa kalium-natrium menjadi
terganggu. Struktur sel (mitokondria dan lisosom) menjadi rusak dan terjadi kematian sel
Respon Vaskuler
Oksigen melekat pada molekul hemoglobin dalam sel-sel darah merah dan dibawa ke sel-
sel tubuh melalui darah. Jumlah oksigen yang dikirimkan ke sel-sel bergantung pada
aliran darah ke area spesifik dan pada konsentrasi oksigen. Darah secara continue didaur
ulang kembali melalui paru-paru untuk direoksigenasi dan untuk menyingkirkan produk-
produk akhir metabolism seluler seperti karbondioksida. Otot jantung memberikan
pompa yang dikeluarkan untuk mengeluarkan darah segar yang dioksigenasi ke luar
jaringan tubuh. Vaskulatur dapat berdilatasi dan berkontraksi sesuai dengan mekanisme
pengatur pusat dan local. Mekanisme pengaturan pusat menyebabkan dilatasi dan
konstriksi vaskuler untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Mekanisme
pengaturan local, disebut sebagai otoregulasi, menyebabkan vasodilatasi/vasokontriksi
dalam berespon terhadap bahan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel yang
mengkomunikasikan kebutuhannya akan oksigen dan nutrient.
Pengaturan Tekanan Darah
Tiga komponen utama system sirkulatori yaitu: volume darah, pompa jantung, dan
vaskular harus berespon secara efektif terhadap kompleks system umpan balik neural,
kimiawi, dan hormonal untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan akhirnya
memberikan perfusi jaringan.
Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor (tekanan darah)
terletak pada sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor tekanan ini menghantarkan impuls
ke pusat saraf simpatik yang terletak di medulla otak. Pada kejadian turunnya tekanan
darah, ketokolamin (epinefrin dan norepinefrin) dilepaskan dari medulla adrenal yang
menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan vasokontriksi, dengan demikian
memulihkan tekanan darah.
Maka dapat disimpulkan bahwa volume darah yang adekuat, pompa jantung yang efektif
dan vaskulatur yang efektif penting untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi
jaringan. Jika salah satu dari ketiga komponen ini gagal, tubuh dapat mengkompensasi
dengan meningkatkan kerja kedua komponen lain. Jika mekanisme kompensasi tidak
mampu lagi mengkompensasi system yang gagal, maka jaringan tubuh tidak memperoleh
perfusi yang adekuat dan syndrome syok dimulai kecuali jika intervensi cepat dilakukan,
syok akan berlanjut dan menyebabkan kegagalan organ dan kematian
f) Tatalaksana
1. Airway dan Breathing
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%.
2. Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan:
- Mengendalikan pendarahan
- Memperoleh akses intravena yang cukup
- Menilai perfusi jaringan
Pengendalian pendarahan:
Dari luka luar: tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).
Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah: PASG (Pneumatic Anti Shock
Garment).
Pendarahan internal: operasi
3. Disability : pemeriksaan neurologi
Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, funsi motorik dan
sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan
meramalkan pemulihan.
4. Exposure : pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi
hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung: dekompresi
Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya
hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi lambung
menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi
lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan
memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk
mengeluarkan isi lambung.
6. Pemasangan kateter urin
Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau
produksi urin.
Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.
B. Akses pembuluh darah
Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter
intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang
digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam
jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila
tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada
anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intaosseus harus dicoba sebelum
menggunakan jalur vena sentral. Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk
crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan
pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.
C. Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal karena dapat mengisi ruang
intravaskuler dalam waktu singkat dan dapat menstabilkan volume vaskuler dengan cara
mengganti kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraseluler.
Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama dan NaCl fisiologis adalah pilihan
kedua, karena NaCl fisiologis dapat menyebabkan terjadinya asidosis hipokloremik.
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi
awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang diperlukan
adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid.
Sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang
interstisial dan intraseluler, dikenal dengan “hukum 3 untuk 1” (3 for 1 rule).
Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka
diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui
atau penyebab syok yang lain.
g) Komplikasi
Kerusakan ginjal
Kerusakan otak
Gangren pada lengan atau tungkai hingga amputasi
Serangan jantung
Syok yang berat dapat berujung pada kematian
h) Prognosis
Dubia
i) Edukasi dan preventif
Menghindari kecelakaan
Berkendara dengan aman
Menggunakan pengaman saat berkendara (helm, seat belt)
j) SKDI
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan
dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.
Learning Issue
1. Syok haemorrhagic
1.1 Definisi Syok
Ketidak-normalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang tidak adekuat.
1.2 Definisi Syok Perdarahan
Syok perdarahan disebut juga syok hipovolemia yang diartikan sebagai ketidak-normalan
dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan
yang tidak adekuat akibat dari kehilangan akut volume peredaran darah.
2. Etiologi Syok Perdarahan
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya
terjadi pada:
1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur
femur menampung 1000–1500 ml perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein
plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
3. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
3. Patofisiologi
Pada syok hemoragik, penurunan volume darah yang akut mengakibatkan mekanisme
kompensasi dari saraf simpatis melalui vasokonstriksi perifer, takikardi dan
meningkatnya kontraktilitas myokardia, yang mana meningkatkan kebutuhan oksigen
dari myokard sampai pada suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir lagi. Secara tidak
langsung hipoperfusi jaringan akibat dari vasokonstriksi mengakibatkan metabolisme
anaerob dan asidosis.
Hipoksia jaringan, asidosis dan pelepasan berbagai mediator mengakibatkan respon
inflamasi sistemik. Reperfusi luka timbul ketika radikal oksigen dilepaskan selama fase
akut secara sistemik selama perbaikan perfusi seluruh tubuh. Humoral dan selular
inflamator juga teraktivasi dan dikonstribusi ke vaskuler dan seluler yang luka.
Berpindahnya mikroorganisme dan endotoksin melalui pertahanan mukosa yang lemah
mengakibatkan terjadinya systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multipel
organ failure. Gagalnya mekanisme kompensasi pada syok perdarahan dapat
mengakibatkan kematian.
Pada bentuk syok ringan, tekanan darah arterial dipertahankan oleh peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer dan takikardi ringan dalam usahanya meningkatkan
curah jantung, menimbulkan pengecilan tekanan pulsasi. Karena jantung bekerja lebih
keras, maka terjadi peningkatan konsumsi O2. Bentuk hipovolemik yang ringan
ditoleransi oleh tubuh dengan perpindahan cairan ekstraselular ke dalam ruang
intravaskular dan menyebabkan hemodilusi, kecuali pada syok hemoragik yang terjadi
sangat cepat, karena hematokrit tidak akan berubah karena banyaknya darah yang keluar
dari tubuh tidak mempunyai cukup waktu untuk memindahkan cairan ke tekanan osmotik
yang lebih tinggi.
Pada syok berat, fungsi ginjal terganggu, dimana ginjal hanya mampu menoleransi
pengalihan darah ke organ-organ penting untuk periode ± 1,5 jam. Jika melewatinya,
maka kerusakan berkembang menjadi nekrosis tubular akut.
Beberapa faktor mempengaruhi respon hemodinamis terhadap pendarahan, yakni
meliputi: usia penderita, parahnya cedera (jenis dan lokasi anatomis), rentang waktu
antara cedera dan mulai terapi, terapi cairan pra-rumah sakit, obat-obatan yang pernah
dikonsumsi oleh karena penyakit kronis
.
4. Klasifikasi
Berdasarkan persentase kehilangan volume darah yang akut, syok hemoragik dibedakan
atas kelas-kelas, yaitu:
1. Pendarahan kelas I : kehilangan volume darah hingga 15%
Gejala klinis minimal. Bila tidak ada komplikasi, akan terjadi takikardi minimal. Tidak
ada perubahan berarti dari tekanan darah, tekanan nadi, atau frekuensi pernapasan. Pada
penderita yang dalam keadaan sehat, jumlah kehilangan darah ini tidak perlu diganti,
karena pengisian transkapiler dan mekanisme kompensasi akan memulihkan volume
darah dalam 24 jam.
2. Pendarahan kelas II: kehilangan volume darah 15-30%
Pada laki-laki 70 kg, kehilangan volume darah 750-1500 cc.
Gejala klinis berupa takikardi ( >100 x/menit), takipneu, penurunan tekanan nadi,
perubahan sistem saraf sentral yang tidak jelas seperti cemas, ketakutan, atau sikap
permusuhan. Walau kehilangan darah dan perubahan kardiovaskular besar, namun
produksi urin hanya sedikit terpengaruh (20-30 ml/jam untuk orang dewasa).
3. Pendarahan kelas III: kehilangan volume darah 30-40%
Kehilangan darah dapat mencapai 2000 ml. Penderita menunjukkan tanda klasik perfusi
yang tidak adekuat, antara lain: takikardi dan takipneu yang jelas, perubahan status
mental dan penurunan tekanan darah sistolik. Penderitanya hampir selalu memerlukan
transfusi darah. Keputusan untuk memberikan transfusi darah didasarkan atas respon
penderita terhadap resusitasi cairan semula, perfusi dan oksigenasi organ yang adekuat.
4. Pendarahan kelas IV: kehilangan volume darah > 40%
Jiwa penderita terancam. Gejala: takikardi yang jelas, penurunan tekanan darah sistolik
yang besar, tekanan nadi sangat sempit (atau tekanan diastolik tidak teraba), kesadaran
menurun, produksi urin hampir tidak ada, kulit dingin dan pucat.
Penderita membutuhkan transfusi cepat dan intervensi pembedahan segera. Keputusan
tersebut didasarkan atas respon terhadap resusitasi cairan yang diberikan. Jika kehilangan
volume darah >50%, penderita tidak sadar, denyut nadi dan tekanan darah menghilang.
5. Perubahan Cairan Sekunder Pada Cedera Jaringan Lunak
Cedera jaringan lunak dan patah tulang yang berat, menyebabkan gangguan
hemodinamik dengan dua cara:
a. Kehilangan darah pada tempat cedera
Terutama pada patah tulang panjang. Fraktur tibia dan humerus menyebab kehilangan
darah sebanyak 750 ml, fraktur femur menyebabkan kehilangan darah sebanyak 1500 ml
dan beberapa liter darah dapat berkumpul di hematom retroperitoneal pada patah tulang
panggul. Fraktur tulang panggul (pelvis) kehilangan darah dapat melebihi 2 liter 8.
b. Edema pada jaringan lunak
Tergantung pada beratnya cedera jaringan lunak. Cedera mengakibatkan aktivasi respon
peradangan sistemik dan produksi serta pelepasan banyak cytokin yang mengakibatkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan menyebabkan pergeseran cairan dari plasma ke
ruang ekstraseluler. Pergeseran tersebut mengakibatkan hilangnya volume intravaskuler
menjadi bertambah
6. Penatalaksanaan
Diagnosis dan terapi syok harus dilakukan secara simultan. Untuk penderita trauma,
penanganan dilakukan seolah-olah penderita mengalami syok hipovolemik, kecuali bila
terbukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan
hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar adalah menghentikan pendarahan dan mengganti
kehilangan volume.
Penatalaksanaan awal
A. Pemeriksaan jasmani 1
Meliputi penilaian ABCDE, serta respon penderita terhadap terapi, yakni melalui tanda-
tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
1. Airway dan Breathing
Tujuan: menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi >95%.
2. Sirkulasi
Kontrol pendarahan dengan:
- Mengendalikan pendarahan
- Memperoleh akses intravena yang cukup
- Menilai perfusi jaringan
Pengendalian pendarahan:
Dari luka luar: tekanan langsung pada tempat pendarahan (balut tekan).
Pendarahan patah tulang pelvis dan ekstremitas bawah: PASG (Pneumatic Anti Shock
Garment).
Pendarahan internal: operasi
3. Disability : pemeriksaan neurologi
Menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, funsi motorik dan
sensorik. Manfaat: menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan
meramalkan pemulihan.
4. Exposure : pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan lengkap terhadap cedera lain yang mengancam jiwa serta pencegahan terjadi
hipotermi pada penderita.
5. Dilatasi Lambung: dekompresi
Dilatasi lambung pada penderita trauma, terutama anak-anak mengakibatkan terjadinya
hipotensi dan disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan. Distensi lambung
menyebabkan terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi
lambung menyebabkan resiko aspirasi isi lambung. Dekompresi dilakukan dengan
memasukkan selang melalui mulut atau hidung dan memasangnya pada penyedot untuk
mengeluarkan isi lambung.
6. Pemasangan kateter urin
Memudahkan penilaian adanya hematuria dan evaluasi perfusi ginjal dengan memantau
produksi urin.
Kontraindikasi: darah pada uretra, prostat letak tinggi, mudah bergerak.
B. Akses pembuluh darah
Harus segera didapatkan akses ke pembuluh darah. Paling baik dengan 2 kateter
intravena ukuran besar, sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral. Kateter yang
digunakan adalah kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan dalam
jumlah besar. Tempat terbaik jalur intravena orang dewasa adalah lengan bawah. Bila
tidak memungkinkan digunakan akses pembuluh sentral atau melakukan venaseksi. Pada
anak-anak < 6 tahun, teknik penempatan jarum intaosseus harus dicoba sebelum
menggunakan jalur vena sentral. Jika kateter vena telah terpasang, diambil darah untuk
crossmatch, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan toksikologi, serta tes kehamilan
pada wanita subur serta analisis gas darah arteri.
C. Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal karena dapat mengisi ruang
intravaskuler dalam waktu singkat dan dapat menstabilkan volume vaskuler dengan cara
mengganti kehilangan cairan berikutnya ke dalam ruang interstisial dan intraseluler.
Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama dan NaCl fisiologis adalah pilihan
kedua, karena NaCl fisiologis dapat menyebabkan terjadinya asidosis hipokloremik.
Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi sukar diramalkan pada evaluasi
awal penderita. Perhitungan kasar untuk jumlah total volume kristaloid yang diperlukan
adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan kristaloid.
Sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang hilang ke dalam ruang
interstisial dan intraseluler, dikenal dengan “hukum 3 untuk 1” (3 for 1 rule).
Bila sewaktu resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan melebihi perkiraan, maka
diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum diketahui
atau penyebab syok yang lain.
II. Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ
A. Umum
Pulihnya tekanan darah menjadi normal, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tanda
positif yang menandakan bahwa perfusi sedang kembali ke keadaan normal, tetapi tidak
memberi informasi tentang perfusi organ.
B. Produksi urin
Jumlah produksi urin merupakan indikator penting untuk perfusi ginjal. Penggantian
volume yang memadai mengahsilkan pengeluaran urin sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada
orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi. Jika
jumlahnya kurang atau makin turunnya produksi dengan berat jenis yang naik
menandakan resusitasi yang tidak cukup.
C. Keseimbangan Asam-Basa
Penderita syok hipovolemik dini akan mengalami alkalosis pernafasan karena takipneu.
Alkalosis respiratorik disusul dengan asidosis metabolik ringan dalam tahap syok dini
tidak perlu diterapi. Asidosis metabolik yang berat dapat terjadi pada syok yang terlalu
lama atau berat. Asidosis yang persisten pada penderita syok yang normothermic harus
diobati dengan cairan darah dan dipertimbangkan intervensi operasi untuk
mengendalikan pendarahan. Defisit basa yang diperoleh dari analisa gas darah arteri
dapat memperkirakan beratnya defisit perfusi yang akut.
III. Respon Terhadap Resusitasi Cairan Awal
Respon penderita terhadap resusitasi awal merupakan kunci untuk menentukan terapi
berikutnya. Pola respon yang potensial tersebut, dibagi dalam 3 kelompok:
1. Respon cepat
Penderia cepat memberi respon ketika bolus cairan awal dan tetap hemodinamis normal
kalau bolus cairan awal selesai dan cairan kemudian diperlambat sampai kecepatan
maintenance.
2. Respon sementara (transient)
Sebagian besar penderita akan berespon terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan
diperlambat hemodinamik menurun kembali karena kehilangan darah yang masih
berlangsuna.
3. Respon minimal atau tanpa respon
Walaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, tetap tanpa respon, perlu operasi
segera.
IV. Transfusi Darah
Tujuan utama transfusi darah adalah memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari
volume darah. Pemberian darah juga tergantung respon penderita terhadap pemberian
cairan.
a. Pemberian darah packed cell vs darah biasa
Tujuan utama transfusi darah: memperbaiki kemampuan mengangkut oksigen dari
volume darah. Dapat diberikan darah biasa maupun packed cell.
b. Darah crossmatch, jenis spesifik dan tipe O
- Lebih baik darah yang sepenuhnya crossmatched.
- Darah tipe spesifik dipilih untuk penderita yang responnya sementara atau singkat.
- Jika darah tipe spesifik tidak ada, maka packed cell tipe O dianjurkan untuk penderita
dengan pendarahan exsanguinating.
c. Pemanasan cairan plasma dan kristaloid
Hipotermia harus dihindari dan dikoreksi bila penderita saat tiba di RS dalam keadaan
hipotermi. Untuk mencegah hipotermi pada penderita yang menerima volume kristaloid
adalah menghangatkan cairannya sampai 39˚C sebelum digunakan.
d. Autotransfusi
Pengumpulan darah keluar untuk autotransfusi sebaiknya dipertimbangkan untuk
penderita dengan hemothoraks berat.
e. Koagulopati
Koagulopati jarang ditemukan pada jam pertama.
Penyebab koagulopati:
- Transfusi masif akan menghasilkan dilusi platelet dan faktor-faktor pembekuan
- Hipotermi menyebabkan gangguan agregasi platelet dan clotting cascade.
f. Pemberian Kalsium
Kalsium tambahan dan berlebihan dapat berbahaya.
V. Pertimbangan Khusus dalam Diagnosis dan Terapi Syok
a. Menyamakan tekanan darah dengan output jantung
Peningkatan dalam tekanan darah jangan disamakan dengan peningkatan output jantung.
Peningkatan dalam tahanan perifer, tanpa perubahan dalam output jantung menghasilkan
peningkatan tekanan darah, tetapi tidak menghasilkan perbaikan dalam perfusi jaringan
atau oksigenasi.
b. Usia
Mortalitas dan morbiditas meningkat sebanding dengan usia dan status kesehatan kronis.
c. Atlit
Pada atlit, walaupun terjadi kehilangan darah yang banyak respon biasa terhadap
hipovolemi mungkin tidak terlihat karena perubahan dinamika kardiovaskuler pada
kelompak ini.
d. Kehamilan
Hipervolemi fisiologis akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak sebelum
menunjukkan gangguan perfusi.
e. Obat-obatan
Reseptor beta adrenergik bloker dan kalsium channel blockers secara signifikan dapat
mengubah respon hemodinamis penderita terhadap pendarahan. Overdosis insulin
menyebabkan hipoglikemi. Terapi diuretik kronis dapat menyebabkan hipokalemi yang
tak terduga dan unsur anti-infeksi non steroid dapat mengurangi fungsi trombosit.
f. Hipotermia
Penderita dengan hipothermia dan syok hemorrhagic tidak memberi respon normal
kepada resusitasi darah dan cairan dan seringkali mengakibatkan berkembangnya
koagulopati
g. Alat pacu jantung (pacemaker)
Penderita dengan pacemaker tidak mampu berespon terhadap kehilangan darah, karena
output jantung langsung terkait dengan denyut jantung. Pemantauan tekanan vena sentral
sangat penting bagi penderita tersebut sebagai acuan pemberian terapi cairan.
VI. Menilai Kembali Respon Penderita dan Menghindari Komplikasi
Komplikasi paling umum pada syok hemoragik adalah penggantian volume yang tidak
adekuat.
1. Pendarahan yang berlanjut
Pendarahan yang tidak terlihat adalah penyebab paling umum dari respon buruk penderita
terhadap cairan, dan termasuk kategori respon sementara
2. Kebanyakan cairan (overload) dan pemantauan CVP
Setelah penilaian penderita dan pengelolaan awal, resiko kebanyakan cairan diperkecil
dengan memantau respon penderita terhadap resusitasi, salah satunya dengan CVP. CVP
merupakan pedoman standar untuk menilai kemampuan sisi kanan jantung untuk
menerima beban cairan.
3. Menilai masalah lain
Jika penderita tidak memberi respon terhadap terapi, maka perlu dipertimbangkan adanya
tamponade jantung, penumothoraks tekanan, masalah ventilator, kehilangan cairan yang
tidak diketahui, distensi akut lambung, infark miokard, asidosis diabetikum,
hipoadrenalisme dan syok neurogenik.