Upload
moechanis-hidayat
View
248
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Benteng
Citation preview
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1609716
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1609716
http://nusapedia.com/uploads/Belgica.jpg
https://pecintawisata.wordpress.com/tag/benteng-belgica/
https://ianmc95.files.wordpress.com/2013/12/bb.jpg?w=630
http://images.detik.com/content/2010/08/01/157/teng1.jpg
http://commondatastorage.googleapis.com/static.panoramio.com/photos/
original/46319701.jpg
http://farm9.staticflickr.com/8343/8216250017_3994066cf5.jpg
http://2.bp.blogspot.com/-qosywwS27jw/U8SsiZwuA_I/AAAAAAAABiE/
yzbu78OL0QA/s1600/40_BENTENG_BELGICA_1b.jpg
http://www.wartabagus.com/wp-content/uploads/2014/12/benteng-belgica-di-
maluku.jpg
http://cdn.tmpo.co/data/2013/11/25/id_240566/240566_620.jpg
http://commondatastorage.googleapis.com/static.panoramio.com/photos/
original/46325444.jpg
http://timoroman.com/wp-content/uploads/2013/05/benteng-belgica-300x310.jpg
http://www.wisatamelayu.com/id/images/obyek/ob-mar-31-belgica-5.jpg
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/12/13546335551314329681.png
http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2012/12/1354632510358800532.jpg
http://www.wisatamelayu.com/id/images/obyek/ob-mar-31-belgica-6.jpg
http://www.kasoartravel.com/sites/www.kasoartravel.com/files/galleries/
img988.jpg.crop_display.jpg
http://assets.kompas.com/data/photo/2013/05/12/1705045-benteng--belgica-
620X310.jpg
Benteng Belgica pada awalnya adalah sebuah benteng yang dibangun oleh
bangsa Portugis pada abad 16 di Pulau Neira, Maluku. Lama setelah itu, di lokasi
benteng Portugis tersebut kemudian dibangun kembali sebuah benteng oleh
VOC atas perintah Gubernur Jendral Pieter Both pada tanggal 4 September
1611. Benteng tersebut kemudian diberi nama Fort Belgica, sehingga pada saat
itu, terdapat dua buah benteng di Pulau Neira yaitu; Benteng Belgica dan
Benteng Nassau. Benteng ini dibangun dengan tujuan untuk menghadapi
perlawanan masyarakat Banda yang menentang monopoli perdagangan pala
oleh VOC.
Pada tanggal 9 Agustus 1662, benteng ini selesai diperbaiki dan diperbesar
sehingga mampu menampung 30 – 40 serdadu yang bertugas untuk menjaga
benteng tersebut.
Kemudian pada tahun 1669, benteng yang telah diperbaiki tersebut dirobohkan,
dan sebagian bahan bangunannya digunakan untuk membangun kembali
sebuah benteng di lokasi yang sama. Pembangunan kali ini dilaksanakan atas
perintah Cornelis Speelman. Seorang insinyur bernama Adriaan Leeuw
ditugaskan untuk merancang dan mengawasi pembangunan benteng yang
menelan biaya sangat besar ini. Selain menelan biaya yang sangat besar
(309.802,15 Gulden), perbaikan kali ini juga memakan waktu yang lama untuk
meratakan bukit guna membuat pondasi benteng yaitu sekitar 19 bulan. Biaya
yang besar tersebut juga disebabkan karena banyak yang dikorupsi oleh mereka
yang terlibat dalam perbaikan benteng ini. Akhirnya benteng ini selesai pada
tahun 1672.
Sepuluh tahun kemudian komisaris Robertus Padbrugge ditugaskan untuk
memeriksa pembukuan pekerjaan tersebut, tetapi ia tidak berhasil dalam
tugasnya tersebut. Hal ini dikarenakan banyak tuan tanah yang beranggapan
bahwa biaya tersebut tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan hasilnya,
sebuah benteng yang hebat dan mengagumkan. Karena hal tersebut, Padbrugge
menghentikan penyelidikannya.
Walaupun benteng tersebut dikatakan sangat hebat dan mengagumkan, tetapi
masalah bagaimana untuk mencukupi kebutuhan air dalam benteng masih juga
belum terpecahkan. Setelah menimbang-nimbang apakah akan menggali sebuah
sumur atau membuat sebuah bak penampungan air yang besar atau membuat
empat buah bak penampungan air yang lebih kecil, akhirnya diputuskan untuk
menggali sebuah sumur di dekat benteng dan menghubungkannya dengan
sebuah bak penampung air berbentuk oval yang dibuat di tengah halaman dalam
benteng.
Pada tahun 1795, benteng ini dipugar oleh Francois van Boeckholtz—Gubernur
Banda yang terakhir. Pemugaran ini dilaksanakan juga di beberapa benteng-
benteng lain sebagai persiapan untuk menghadapi serangan Inggris. Satu tahun
kemudian, tepatnya pada tanggal 8 Maret 1796, benteng Belgica diserang dan
berhasil direbut oleh pasukan Inggris. Dengan jatuhnya benteng ini, Inggris
dengan mudah dapat menguasai Banda. Pada tahun 1803 dilaporkan, setiap kali
ada satu kapal yang berlabuh, diadakan upacara band militer setiap jam 5 pagi
dan jam 8 malam di benteng Belgica dan Nassau. Setiap hari Kamis dan Senin
dilakukan pawai militer pada jam 6.30 pagi. Pergantian jaga dilakukan setiap
pagi, siang dan malam pada kedua benteng tersebut, sehingga hampir setiap
jam masyarakat yang tinggal dekat kedua benteng tersebut dapat melihat parade
militer dan mendengarkan musik dari band militer. Benteng Belgica telah
dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 1995.
Sumber :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1992. Laporan Studi Kelayakan
Benteng Belgica dan Istana Mini Banda-Maluku. Proyek Pemugaran dan
Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala.
Tim Pelaksana Pemugaran Benteng Belgica, Laporan Hasil Pemugaran Benteng
Beilgica di Kota Neira, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi
Maluku, 1992.
2. Benteng de Kock
Fort de Kock adalah benteng peninggalan Belanda yang berdiri di Kota
Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia.
Benteng ini didirikan oleh Kapten Bouer pada tahun 1825 pada masa Baron
Hendrik Merkus de Kock sewaktu menjadi komandan Der Troepen dan Wakil
Gubernur Jenderal Hindia Belanda, karena itulah benteng ini terkenal dengan
nama Benteng Fort De Kock. Benteng yang terletak di atas Bukit Jirek ini
digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat
Minangkabau terutama sejak meletusnya Perang Paderi pada tahun 1821-1837.
Di sekitar benteng masih terdapat meriam-meriam kuno periode abad ke 19.
Pada tahun-tahun selanjutnya, di sekitar benteng ini tumbuh sebuah kota yang
juga bernama Fort de Kock, kini Bukittinggi.
3.Benteng Du Bus
Fort Du Bus merupakan benteng pertama pasukan Hindia Belanda yang berdiri
di Papua. Berdiri pada 24 Agustus 1828.
Berdirinya benteng ini menandai dimulainya koloni Hindia Belanda di Papua.
Nama benteng ini diambil dari nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang
berkuasa saat itu, L.P.J. Burggraaf du Bus de Gisignies.
Meskipun daerah Papua sudah sejak tahun 1823 dianggap oleh pemerintah
Belanda sebagai bagian dan tanah jajahan Belanda di Kepulauan Nusantara,
kekuasaan pemerintah jajahan itu baru sungguh-sungguh terwujud di Papua
pada akhir abad ke-l9.
Segera setelah pendirian benteng pertama ini, hubungan antara pihak Belanda
dan penduduk pribumi ditentukan dalam surat-surat perjanjian. Surat perjanjian
ini ditandatangani oleh Raja Namatote, Kasa (Raja Lokajihia), Lutu (Orang Kaya
di Lobo, Mewara dan Sendawan). Mereka diangkat sebagai kepala di daerah
masing-masing oleh Belanda dengan diberi surat pengangkatan sebagai kepala
daerah, berikut tongkat kekuasaan berkepala perak. Selain ketiga kepala daerah
ini diangkat pula 28 kepala daerah bawahan.
4.Benteng Pendem Cilacap
Benteng Pendem Cilacap (Belanda: Kustbatterij op de Landtong te Cilacap),
dibangun 1861, adalah benteng peninggalan Belanda di pesisir pantai Teluk
Penyu kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Bangunan ini merupakan bekas
markas pertahanan tentara Hindia Belanda yang dibangun di area seluas 6,5
hektar secara bertahap selama 18 tahun, dari tahun 1861 hingga 1879. Benteng
pendem sempat tertutup tanah pesisir pantai dan tidak terurus. Benteng ini
kemudian ditemukan dan mulai digali pemerintah Cilacap tahun 1986.
Sejarah
Benteng Pendem dahulunya merupakan markas pertahanan tentara Belanda di
Cilacap, Jawa Tengah yang didesain oleh arsitek Bugar Rizki Fitriadi. Benteng ini
difungsikan untuk menahan serangan yang datang dari arah laut bersama
dengan Benteng Karang Bolong, Benteng Klingker, dan Benteng Cepiring.
Benteng Pendem difungsikan hingga tahun 1942. Ketika perang melawan
Pasukan Jepang, benteng ini berhasil dikuasai Jepang. Tahun 1941, Jepang
meninggalkan benteng ini karena kota Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh
sekutu; sehingga, benteng ini diambil alih oleh TNI Banteng Loreng Kesatuan
Jawa Tengah. Dalam penguasaan TNI, benteng ini digunakan para pejuang
kemerdekaan berlatih perang dan pendaratan laut.
Ruangan
Bangunan benteng pendem terdiri dari beberapa ruang yang masih kokoh hingga
kini. Namun, sejak awal ditemukan, ruangan dalam benteng belum sepenuhnya
diketahui. Ruangan dalam benteng yang umum diketahui terdiri dari barak,
benteng pertahanan, benteng pengintai, ruang rapat, klinik pengobatan, gudang
senjata, gudang mesiu, ruang penjara, dapur, ruang perwira, dan ruang peluru.
Ada pula yang menyatakan bahwa dalam benteng tersebut terdapat terowongan
menuju benteng-benteng lain dan sejumlah gua di pulau Nusakambangan.
Namun, hingga kini hal itu belum sepenuhnya terbukti.
5.Benteng Van der Wijk
Benteng Van Der Wijck adalah benteng pertahanan Hindia-Belanda yang
dibangun pada abad ke 18. Benteng ini terletak di Gombong, sekitar 21 km dari
kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, atau 100 km dari Candi Borobudur,
Magelang.
Nama benteng ini diambil dari Van Der Wijck, yang kemungkinan nama
komandan pada saat itu. Nama benteng ini terpampang pada pintu sebelah
kanan.
Benteng ini kadang dihubungkan dengan nama Frans David Cochius (1787-
1876), seorang Jenderal yang bertugas di daerah barat Bagelen yang namanya
juga diabadikan menjadi nama Benteng Generaal Cochius.
Data teknis benteng
Luas Benteng atas 3606,625m2
Benteng bawah 3606,625 m2
Tinggi Benteng 9,67 m, ditambang cerobong 3,33 m.
Terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m.
6.Benteng Vastenburg
Benteng Vastenburg adalah benteng peninggalan Belanda yang terletak di
kawasan Gladak, Surakarta. Benteng ini dibangun tahun 1745 atas perintah
Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff. Sebagai bagian dari pengawasan Belanda
terhadap penguasa Surakarta, benteng ini dibangun, sekaligus sebagai pusat
garnisun. Di seberangnya terletak kediaman gubernur Belanda (sekarang kantor
Balaikota Surakarta) di kawasan Gladak.
Bentuk tembok benteng berupa bujur sangkar yang ujung-ujungnya terdapat
penonjolan ruang yang disebut seleka (bastion). Di sekeliling tembok benteng
terdapat parit yang berfungsi sebagai perlindungan dengan jembatan di pintu
depan dan belakang. Bangunan terdiri dari beberapa barak yang terpisah
dengan fungsi masing-masing dalam militer. Di tengahnya terdapat lahan terbuka
untuk persiapan pasukan atau apel bendera.
Setelah kemerdekaan, benteng ini digunakan sebagai markas TNI untuk
mempertahankan kemerdekaan. Pada masa 1970-1980-an bangunan ini
digunakan sebagai tempat pelatihan keprajuritan dan pusat Brigade Infanteri
6/Trisakti Baladaya Kostrad untuk wilayah Karesidenan Surakarta dan
sekitarnya.
Namun sayang, kondisi benteng saat ini dipenuhi semak belukar yang menutupi
kemegahannya. Kabar gembiranya, benteng ini akan segera direstorasi.
7.Benteng Willem II Ungaran
Benteng Willem II ( Benteng Oenarang ) adalah sebuah benteng peninggalan
Belanda yang berada di Ungaran. Benteng Willem II Ungaran yang di buat oleh
Belanda serta didirikan pada tahun 1786.[1] Benteng Willem II juga menjadi salah
satu ikon Kota Ungaran Kabupaten Semarang.
Benteng Willem II Ungaran. terletak di Tengah Kota Ungaran (terkenal dengan
nama Benteng Ungaran/ Diponegoro) tepat pinggir jalan Semarang-Solo, di
depan kantor DPRD kota Ungaran. Benteng ini juga memainkan peran dalam
sejarah Indonesia, karena di benteng ini Diponegoro dipenjara sambil menunggu
diasingkan ke Makassar.[2]
Sejarah [sunting]
benteng ini didirikan untuk memperingati pertemuan bersejarah antara
Pakubuwono II dengan Gubernur Jendral Van Imhoff pada 11 Mei 1746, Ketika
penguasa Kraton Mataram Paku Buwono II dipindahkan dari Kartosuro ke
Surakarta (Solo). Ketika kraton baru dibangun Benteng "The Generosity "
didirikan di depannya. Pada 11 Mei 1746 Gubernur Jenderal Baron van Imhoff
Gustavus tiba di Ungaran untuk melakukan pertemuan dengan Pakubuwono II.
Untuk memperinati peristiwa dibangun benteng di Ungaran bernama "Fort
Outmoeting" ("yang berarti Rapat"). Jalan antara Semarang dan Keraton
Surakarta di itu sangat penting sehingga dilindungi dengan benteng
verschillende. Benteng memiliki kaki dibangun kembali pada tahun 1786. [3]
Pada September 1811 Umum JW Janssens pensiun di benteng ini Ketika Dia
harus melarikan diri untuk tentara Inggris yang menaklukkan Jawa di bawah
komando Mayor Jenderal Auchmuty. Tempat itu disebut Oenarang pada masa
itu. Beberapa hari kemudian, Janssens Umum menyerah di Tuntang dekat
Salatiga. Jalan antara Semarang dan Jawa Tengah selalu leg penting, karena
memberikan akses Mataram menuju laut melalui pelabuhan penting dari
Semarang. Jalan itu digunakan oleh Rijklof Juga dari Goens Ketika Dia
Bepergian sebagai utusan dari Hindia Belanda (VOC) ke Mataram untuk
memberikan penghormatan kepada penguasa Amangkurat 1 pada khususnya.
Pada tahun 1849, tanpa perlawanan berarti benteng itu diserahkan ke Inggris
karena Jawa waktu itu dikuasai Inggris. Sejak itulah bangunan itu dijadikan
rumah istirahat untuk proses penyembuhan pasien. Maka saat itu diangkatlah
seorang perwira kesehatan untuk memimpin misi kemanusiaan itu. Karena
memang bukan rumah sakit, sehingga bentuk dan struktur bangunan tidak
seperti umumnya Rumah sakit.[4]
Dalam perjalanannya setelah masa kemerdekaan Indonesia, Benteng ini
dimanfaatkan sebagai asrama polisi.
8.Benteng Willem I Ambarawa
Menurut beberapa sumber, benteng dibangun oleh Gubernur Jendral Hindia
Belanda Johannes van den Bosch. Nama Willem diambil dari nama raja Belanda
waktu itu yaitu Raja William I ( 1772 – 1843).
Semula pemerintah kolonial Belanda membangun benteng di Salatiga bernama
Benteng De Hersteller. Selanjutnya, fungsi benteng De Hersteller digantikan oleh
Benteng Willem I. Menurut riwayatnya, benteng berfungsi sebagai titik pertemuan
bagi tentara Hindia Belanda untuk menghimpun kekuatan dalam rangka melawan
pemberontakan berskala besar.
Benteng yang menempati lahan seluas lebih dari 3 hektar ini berbentuk kotak
dan di beberapa bagian berlantai dua. Semula beberapa bangunan utama
benteng ddigunakan untuk kantor dan rumah para pimpinan. Di sana ada pula
tempat untuk gudang mesiu, empat menara pengintai di tiap sudut, garasi untuk
tank dan penjara.
9.Benteng ERFPRINS
Benteng ERFPRINS Saksi Bisu Kerajaan Madura Barat- Ditengah kota tepatnya
disamping Kantor Laka Lantas Polres Bangkalan, berdiri kokoh bangunan tua.
Bangunan itu dikelilingi tembok setinggi 4,5 meter, dengan ketebalan tembok 0,5
meter, di dalam dinding tersebut terdapat gedung yang memiliki luas 980 m2.
Luas seluruh bangunan penginggalan tua tersebut 7.249 m2.
Masyarakat bangkalan umumnya mengenal bangunan tersebut sebagai Benteng
Bangkalan atau Benteng Kolonial, Namun sebenarnya nama benteng tersebut
“ERFPRINS” nama Raja Williem III sebelum dilantik menjadi Raja Belanda hal ini
didasakan pada Surat yang dikirim KITV (Koninklijik Instituut Voor Tha….) dan
ditujukan pada Direktur Museum Cakraningrat, pada bulan Mei 2010. Sebab
benteng ini dibangun Raja Willem 1 yang hidup antara 1817-1848. Raja ini
memiliki dua anak. Pertama bernama Prins Van Oranye dan bergelar Raja
Willem II pada 1840 dan kedua bernama Erfprins atau Willem III yang menjadi
Raja pada tahun 1849.
10.Benteng Van den Bosch
Nama Van Den Bosch berkaitan dengan nama ”Benteng Van Den Bosch Di
Ngawi, yang dibangun pada Tahun 1839 – 1845 untuk menghadapi kelanjutan
Perjuangan Perlawanan dan serangan rakyat terhadap penjajah, diantaranya di
ngawi yang dipimpin oleh Wirotani, salah satu pengikut Pangeran Diponegoro.
Hal ini dapat diketahui dari buku ”De Java Oorlog” karangan Pjf. Louw Jilid I
Tahun 1894 dengan sebutan (menurut sebutan dari penjajah) : ”Tentang
Pemberontakan Wirotani di Ngawi”.sumber (satriotomo-gombal.blogspot.com)
11.Benteng Van der Capellen
Van der Capellen adalah benteng peninggalan Belanda yang berdiri di
Batusangkar, Sumatera Barat, Indonesia. Fort Van der Capellen juga nama lama
Batusangkar. diambil dari nama seorang jendral belanda yaitu Godert Alexander
Gerard Philip baron van der Capellen
Benteng Van der Capellen merupakan salah satu peninggalan benda cagar
budaya di Batusangkar Kabupaten Tanah Datar. Situs dan bangunan benteng
tersebut memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Keberadaan Benteng Van
der Capellen tidak terlepas dari peristiwa peperangan antara Kaum Adat
melawan Kaum Agama yang terjadi sekitar tahun 1821. Hal ini terjadi karena
adanya pertentangan Kaum Agama yang dipelopori oleh tiga orang Haji yang
baru kembali dari Makkah dan ingin melakukan pemurnian ajaran agama Islam.
Waktu itu masyarakat Minangkabau telah banyak melakukan praktek budaya
sehari-hari yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, misalnya sabung
ayam , berjudi, minum minuman keras dan sebagainnya. Namun gerakan
pemurnian ajaran agama Islam ini tidak berjalan mulus dan memperoleh
tantangan dari Kaum Adat. Dalam kondisi demikian, pertentangan antara Kaum
Adat dan Kaum Agama semakin meruncing dan konflik terbuka antara keduanya
tidak dapat dihindarkan lagi.
Konflik terbuka berupa peperangan fisik antara Kaum Adat dan Kaum Agama
membuat Kaum Adat meminta bantuan Belanda yang pada waktu itu sudah
berkedudukan di Padang. Pasukan Belanda dibawah pimpinan Kolonel Raff
masuk ke Tanah Datar untuk melakukan penyarangan kepada rakyat.
Sesampai di Batusangkar, pasaukan Belanda dipusatkan di suatu tempat yang
paling tinggi di pusat kota, lebih kurang 500 meter dari pusat kota. Pada tempat
ketinggian inilah pasukan Belanda kemudian membangun sebuah benteng yang
permanen. Bangunan benteng pertahanan yang dibangun pada tahun 1824 ini
berupa bangunan yang memiliki ketebalan dinding 75 cm dan ± 4 meter dari
dinding bangunan dibuat parit dan tanggul pertahanan yang melingkar
mengelilingi bangunan. Bangunan inilah yang kemudian diberi nama Benteng
Van der Capellen, seseuai dengan nama Gubernur Jendral Belanda pada waktu
itu yaitu Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen. Dengan adanya
benteng pertahanan yang permanen dan strategis, maka secara militer dan
politis memudahkan Belanda untuk menguasai wilayah sekitar Batusangkar. Hal
ini menandakan beratnya perjuangan kolonial Belanda di Tanah Datar sehingga
harus membuat benteng. Kesempatan demikian akhirnya bukan hanya bertujuan
untuk memadamkan gerakan Kaum Agama, tetapi sekaligus untuk menguasai
secara politis kawasan Tanah Datar dan sekitarnya. Konflik ini akhirnya
berkembang menjadi Operasi Militer Belanda. Kenyataan demikian menyadarkan
Kaum adat yang semula mengizinkan Belanda untuk masuk ke Tanah Datar.
Keberadaan Belanda di Batusangkar sampai saat meletusnya Perang Dunia II.
Pada saat Jepang berhasil merebut Sumatera Barat kemudian Belanda
meniggalkan Batusangkar. Benteng Van der Capellen kemudian dikuasai oleh
Badan Keamana Rakyat (BKR) dari tahun 1943-1945. Setelah Indonesia berhasil
merebut kemerdekaan dari penjajahan Jepang, Benteng Van der Capellen
kemudian dikuasai oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sampai tahun 1947.
Pada waktu Agresi Belanda II, Benteng Van der Capellen kembali dikuasai
Belanda selama dua tahun, yaitu tahun 1948-1950.
12.Benteng VOC Kalimo'ok
Benteng VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) Kalimo'ok adalah salah
satu bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh BP3 Trowulan Jawa Timur.
Benteng ini merupakan satu-satunya bangunan benteng yang ada di Pulau
Madura. Posisi benteng ini berada jauh dari Pelabuhan Kalianget dan juga pusat
kota, kira-kira 4 Km dari pelabuhan Kalianget dan 7 Km dari keraton Sumenep,
Atau 1 Km dari Bandar Udara Trunojoyo
Sejarah Pembangunan [sunting]
Sebagai daerah transit dengan bandar terbesar di Pulau Madura, Perairan
Kalianget selalu ramai dilalui kapal-kapal dagang besar yang akan berlabuh ke
perairan Indonesia Timur, membuat pihak kongsi dagang untuk Hindia Belanda
"VOC" kala itu, membangun sistem pengamanan untuk wilayah Sumenep guna
menghindari serangan-serangan dari luar.
Tercatat dalam sejarahnya VOC pernah membangun dua buah benteng di
Sumenep, benteng yang pertama dibangun di desa Kalianget barat kecamatan
Kalianget, Kabupaten Sumenep namun, pembangunan benteng tersebut kurang
sempurna dan lokasinya juga berada pada tempat yang kurang strategis,
sehingga dalam kenyataannya benteng ini hanya digunakan sebagai gudang
perdagangan kala itu. oleh karena itu bekas benteng tersebut oleh masyarakat
sekitar dikenal dengan sebutan "Loji Kanthang" atau "Jikanthang".
Kemudian pada tahun 1785, VOC membangun lagi sebuah benteng di Dusun
Bara’ Lorong Desa Kalimo’ok Kecamatan Kalianget, kira-kira 500 m sebelah
utara Kali Marengan. Ketika tahun 1811 Inggris datang ke Indonesia untuk
merebutnya dari tangan Belanda, sehingga Gouverneur Generaal J. W. Jansen
kalah perang lalu mundur ke Semarang untuk melawan Ingris disana. Pangeran
Notonegoro cepat membantu dengan membawa 1000 orang prajurit barisan
keraton, sesampainya di Semarang tidak jadi berperang karena Belanda
menyatakan takluk pada Ingris dibawah pimpinan Thomas Stamford Bingley
Raffles. Oleh Thomas Stamford Bingley Raffles, Pangeran Natanegara disuruh
kembali ke Sumenep dengan diiring oleh seorang Kapiten dan 100 orang
serdadu Inggris.
Ketika Pangeran Natanegara berada di Semarang, tentara Ingris masuk ke
Sumenep melalui perairan Kalianget, dan disambut perang oleh Patih kerajaan.
Ki Mangundireja. Ternyata Ki Mangundireja tewas ditembak tentara Ingris di
Loji/benteng tersebut bersama tiga orang menteri kerajaan beserta 70 orang
Prajurit.
Kemudian oleh orang Sumenep dibuat ‘parèbhâsan’ / peribahasa : “jimbrit
baceng kamarong kellana marongghi – Ingris ḍateng Kè Mangon matè è lojhi”
artinya Ingris datang Ki Mangun Mati di Loji.
Arsitektur Bangunan [sunting]
Benteng Kalimo’ok berdiri di atas tanah seluas 15.000 m2, panjang 150 m, lebar
100 m dengan tinggi tembok kurang lebih 3 m dalam kondisi saat ini rusak dan
tidak terawat. Benteng Sumenep mempunyai area persegi dengan empat bastion
dengan lebar 5 meter. Pada setiap sudutnya selain itu di benteng ini juga
diasramakan sekitar 25 – 30 tentara di bawah pimpinan seorang Letnan.
Benteng Kalimo’ok Sumenep dibangun dari bata dengan dua pintu masuk,
masing-masing ada di sisi utara dan sisi selatan.
Selain itu juga sekitar 300 meter sebelah barat dari benteng ini juga ada sebuah
pemakaman orang-orang Belanda / Kherkoop. Sayang, kondisinya sama tidak
terawatnya dengan konsisi benteng saat ini.
Benteng Martello yang dibangun sebagai benteng pertahanan di Pulau
Kelor(Kepulauan Seribu). Benteng ini didirikan sebagai garda terdepan
pertahanan Batavia menghadapi serangan dari laut pada abad 17-18.
Benteng Martello adalah benteng bulat dari bata yang dibuat dengan meniru
benteng Mortella di Corsica (sebuah pulau di Laut Tengah). Dulu, Pulau Kelor
adalah garda terdepan untuk mempertahankan Batavia dari serangan angkatan
laut musuh yang menyerang dari samudera. Penjaga pulau akan memantau
wilayah laut di depannya dan mengabarkan pada Batavia jika kapal musuh
menampakkan diri di cakrawala.
Bangunan benteng yang asli sebenarnya jauh lebih luas daripada yang bisa
disaksikan sekarang. Benteng yang tersisa hanya bagian dalamnya. Sebagian
besar benteng runtuh dan terendam air karena abrasi yang mengikis pulau.
Terletak sekitar 500 m dari Masjid Agung Banten, di Kampung Pamarican
terdapat Benteng Speelwijk. Bangunan ini adalah simbol kekuasaan kolonialisme
Belanda, sekaligus penanda berakhirnya era kejayaan Kesultanan Banten.
Benteng yang arsitektunya dirancang oleh Hendrick Loocaszoon Cardeel itu
dibangun belanda pada masa pemerintahan Sultan Banten Abu Nasr Abdul
Qohhar (1672-1684). Pembangunan Benteng ini membutuhkan waktu 4 tahun,
yakni 1681-1684.sumber (expeditionaissance.blogspot.com)
15.Benteng Vredeburg
Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya Kasultanan
Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan
perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi
(Sultan Hamengku Buwono I kelak) adalah merupakan hasil politik Belanda yang
selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri raja-raja Jawa waktu itu.
Melihat kemajuan yang sangat pesat akan kraton yang didirikan oleh Sultan
Hamengku Buwono I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak
Belanda mengusulkan kepada sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng
di dekat kraton. Pembangunan tersebut dengan dalih agar Belanda dapat
menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut
maksud Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam
mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng
yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang
menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi
benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan
dan blokade. Dapat dikatakan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan
untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan memalingkan muka memusuhi
Belanda.
Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan
dalam setiap perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan
yang sulit dilawan oleh setiap pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda.
Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan Hamengku Buwono I. Oleh karena itu
permohonan izin Belanda untuk membangun benteng dikabulkan.
Tahun 1760 – 1765 [sunting]
Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta), pada tahun 1760 atas permintaan Belanda, Sultan HB I
telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur
sangkar. Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka
atau bastion. Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayawisesa (sudut
barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaningprang (sudut barat
daya) dan Jayaprayitna (sudut tenggara).
Menurut penuturan Nicolas Hartingh, bahwa benteng tersebut keadaannya masih
sangat sederhana. Tembok dari tanah yang diperkuat dengan tiang-tiang
penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren. Bangunan di dalamnya terdiri atas
bambu dan kayu dengan atap ilalang. Sewaktu W.H.Ossenberch menggantikan
kedudukan Nicolas Hartingh, pada tahun 1765 diusulkan kepada sultan agar
benteng diperkuat menjadi bangunan yang lebih permanen agar lebih menjamin
kemanan. Usul tersebut dikabulkan, selanjutnya pembangunan benteng
dikerjakan di bawah pengawasan seorang Belanda ahli ilmu bangunan yang
bernama Ir. Frans Haak.
Pada awal pembangunan ini (1760) status tanah merupakan milik kasultanan.
Tetapi dalam penggunaannya dihibahkan kepada Belanda (VOC) dibawah
pengawasan Nicolas Hartingh, gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa di
Semarang.
Tahun 1765 – 1788 [sunting]
Usul Gubernur W.H. Van Ossenberg (pengganti Nicolaas Hartingh) agar
bangunan benteng lebih disempurnakan, dilaksanakan tahun 1767. Periode ini
merupakan periode penyempurnaan Benteng yang lebih terarah pada satu
bentuk benteng pertahanan.
Menurut rencana pembangunan tersebut akan diselesaikan tahun itu juga. Akan
tetapi dalam kenyataannya proses pembangunan tersebut berjalan sangat
lambat dan baru selesai tahun 1787. Hal ini terjadi karena pada masa tersebut
Sultan yang bersedia mengadakan bahan dan tenaga dalam pembangunan
benteng, sedang disibukkan dengan pembangunan Kraton Yogyakarta. Setelah
selesai bangunan benteng yang telah disempurnakan tersebut diberi nama
Rustenburg yang berarti 'Benteng Peristirahatan'.
Pada periode ini secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan tetapi
secara de facto penguasaan benteng dan tanahnya dipegang oleh Belanda.
Tahun 1788 – 1799 [sunting]
Periode ini merupakan saat digunakannya benteng secara sempurna oleh
Belanda (VOC). Bangkrutnya VOC tahun 1799 menyebabkan penguasaan
benteng diambil alih oleh Bataafsche Republic (Pemerintah Belanda). Sehingga
secara de facto menjadi milik pemerintah kerajaan Belanda.
Pada periode ini status tanah benteng secara yuridis formal tetap milik
kasultanan, secara de facto dikuasai Belanda.
Benteng Pertama di Nusantara
16.Benteng Oranje
Kedatangan Belanda yang diundang oleh Sultan Ternate pada 1607, karena
mereka dibutuhkan untuk menghancurkan kekuatan Spanyol, memberi warna
baru bagi kehidupan Ternate. Salah satu hasil perjanjian Sultan Ternate dengan
Belanda adalah, diijinkannya Belanda membangun benteng di Ternate. Dimulai
dengan peletakan batu pertama oleh Cornelis Matelief de Jonge pada 1607.
Benteng ini pada awalnya diberi nama benteng Melayu, sesuai nama daerah
benteng tersebut dibangun. Pada tahun 1609, nama Melayu diubah menjadi
Oranje oleh gubernur Belanda Paulus van Carden. Benteng Oranje menjadi
markas besar VOC di Hindia Belanda, sampai Gubernur Jenderal Jan
Pieterszoon Coen memindahkannya ke Batavia pada 1619.
Kawasan perkampungan Melayu dipilih sebagai lokasi benteng Oranje karena
lokasinya yang strategis di pusat perdagangan masa itu (pribumi dan
pendatang), dan untuk mencegah penyerbuan dari laut, karena pantai di depan
benteng ini penuh batu karang, yang menyulitkan pendaratan musuh. Di kiri
kanan benteng ini, sudah ada sebelumnya perkampungan para pedagang dari
Makassar, Cina dan Arab yang sampai saat ini masih dikenal dengan nama
Kampung Makassar dan Kampung Cina.
Benteng ini pernah menunjukan ketangguhannnya atas serangan Spanyol,pada
pertempuran sengit ketika pasukan Spanyol (dari benteng Kastela) dengan
250orang secara diam-diam menyerang Belanda di Oranje. Belanda dengan
hanya 40orang dibantu 100 orang Ternate mampu memepertahankan benteng
ini.
Oranje menjadi saksi ditandatanganinya berbagai perjanjian penting yang cukup
berpengaruh kepada kesultan Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan (Moloku Kie
Raha). Di pulau kecil ini, tepatnya di Oranje lah, menjadi markas besar
perusahaan dagang VOC, menjadi ibu kota Nederland Indie dengan 3 orang
Gubernur Jenderal pertama VOC, masing-masing Pieter Both (1610-1614),
Gerard Reynst (1614-1615) dan Dr. Laurens Real (1616-1619)sumber