1
Berhati-Hati dengan Tipudaya Dunia Detil Khutbah KH Ahmad Thoha, MA Berhati-Hati dengan Tipudaya Dunia 05-02-2015 | 09:49:35 Kehidupan di dunia ini oleh Allah sengaja dijadikan indah agar menarik perhatian manusia dan Allah hendak menguji siapa di antara mereka yagn pandai memanfaatkannya dengan baik dan melestarikannya agar dapat diturun-temurunkan kepada generasi berikutnya. (lihat Q.S Al Kahfi [18] : 7). Nabi SAW bersabda : Dunia sangat indah, manis dan memikat hati, semua itu oleh Allah diserahkan kepada kalian sebagai ujian, bagaimana cara kalian mengelola dan memanfaatkannya. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap dunia dan terhadap wanita. Dari firman Allah dan Hadis Nabi tadi, tidak dapat diragukan dan disangkal akan keindahan dunia dan alam ini. Keindahan yang oleh Allah dijadikan batu ujian bagi kita semua. Agamapun berpesan berhati-hatilah kalian mengelolanya, karena dunia berikut segala isinya, kekayaan dan keindahannya diserahkan kepada kita semua untuk kita manfaatkan dengan baik dan kita tidak boleh menyia-nyiakannya apalagi menyelewengkan dan menyalahgunakannya. Dunia ini diciptakan oleh Allah sabagai jembatan menuju negeri akhirat. Pesan Nabi “berhati-hatilah terhadap dunia”, artinya berhati-hatilah menyikapi dan memandangnya. Kehidupan dunia hanyalah untuk sementara waktu, tidak untuk selama-lamanya dan tidak kekal abadi. Lain halnya dengan kehidupan Akhirat, ia adalah kehidupan yang sebenar- benarnya dan kekal abadi. (Q.S. Al Mukmin [40] : 39, Al Ankabuut [29] : 64, Ali Imran [2]: 152). Ada di antara umat manusia yang berlebihan mendambakan dan mencintai kehidupan dunia dan ada sebagian lain yang mengutamakan kehidupan akhirat. Padahal kehidupan ini harus selaras dan seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. (Q.S. Al Qashash [28]: 77).Kita tidak boleh menjahui dunia apalagi memusuhi dan mencercanya, karena jalan dunia adalah jalan Akhirat. Keduannya tidak terpisahkan, tidak ada jalan khusus ke akhirat kecuali lewat jalan dunia. Kehidupan dunia adalah perjuangan (jihad) untuk meraih kesejahteraan lahir batin, dunia dan akhirat. Hidup bukan hanya untuk sekarang, tetapi berlanjut sampai ke akhirat. Dan apa yang akan diperoleh di akhirat nanti diukur dengan apa yang telah dilakukan di dunia. Kehidupan dunia sangat berarti dan bahkan sangat berharga. Inilah jalan hidup yang benar. Nabi SAW bersabda : Bukan sebaik-baik kamu siapa yang mengabaikan dunianya demi akhiratnya dan bukan sebagus-bagus kamu siapa yang melalaikan akhiratnya demi dunianya. Tetapi sebaik-baik kamu adalah siapa yang memperhatikan keduanya (dunia-akhirat). Ada di antara umat manusia yang tertipu dan terpedaya oleh gemerlapan dunia dan Allah telah memberi peringatan kepada mereka. (Q.S. Al Hadiid [57]: 20). Allah hendak menggambarkan 5 hal terpenting kesenangan dalam pandangan orang-orang yang lengah, tertipu, dan terpedaya : Pertama, la’ibun (main-main). Hidup mereka hanya main-main. Kedua, lahwun (senda gurau). Mereka hanya hura-hura dan pesta pora. Ketiga, ziinah (cinta perhiasan). Mereka hanya mengejar materi dan kekayaan harta benda. Keempat, tafaakhur (bermegah-megahan). Kelima takaatsur (berbangga-bangga dngan harta dan anak). Ternyata semua kesenangan orang-orang yang lalai, lengah dan tertipu adalah mataa’ul ghuruur (kesenangan yang menipu). Orang yang demikian itu, pantaslah kelak di akhirat sebagai calon penghuni neraka jahannan. (Q.S. An Naazi’aat [79]: 37). Sebagian manusia ada yang dihinggapi penyakit hubbuddunya (cinta dunia). Yakni seluruh fikiran dan keinginannya hanya ditujukan untuk menikmati kesenangan dunia semata. Candu/seneng/ yang tak kenal batas dan puas. Ibarat orang minum air laut, makin diminum, maka akan semakin haus. Orang sperti ini, kalau sedang berkuasa niscaya menumpuk kekayaan dengan cara korupsi. Kalau ia miskin, niscaya akan melakukan judi. Kalau ia kaya, maka niscaya dia akan rakus dan tak tahu diri. Kalau berkata niscaya akan berdusta, kalau memegang amanah niscaya ia sia-siakan. Orang seperti ini sangat mengidolakan Qarun (Q.S. Al Qashash [28] : 79). Pada suatu petang hari Abu Ubaidah Amin bin Jarrah r.a. tiba di Bahrain membawa harta hasil upeti. Oleh karena hari sudah jauh malam, keesokan harinya setelah shalat Shubuh, Rasulullah SAW setelah berdzikir dan berdoa kemudian berbalik menghadap jamaah Ahli Suffah yang dalam kondisi miskin, lalu beliau bersabda : Saya kira, kalian telah mendengar tentang Abu Ubaidah datang dengan membawa harta dari Bahrain? “Betul ya Rasulullah” Sahut mereka serentak. Lalu Rasulullah SAW bersabda lagi : Akan aku penuhi kebutuhan kalian. Demi Allah tidaklah kemiskinan dan kefakiran yang paling aku takutkan atas diri kalian, tapi yang paling aku takutkan atas kalian adalah kalau dunia yang melimpah ini telah dibukakan atau akalian dapat yang Allah berikan kepada orang-orang dahulu. Kalian akan menjadi serakah dan berambisi seperti mereka, lalu kalian akan dibinasakan Allah seperti halnya mereka orang-orang dahulu yang telah dibinasakanNya. Begitulah, syetan menjerumuskan manusia dengan keserakahan dan ambisi. ( Q.S. Al Baqarah [2] : 268).

Berhati

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kkk

Citation preview

Page 1: Berhati

Berhati-Hati dengan Tipudaya Dunia

Detil Khutbah

KH Ahmad Thoha, MA

Berhati-Hati dengan Tipudaya Dunia

05-02-2015 | 09:49:35 

Kehidupan di dunia ini oleh Allah sengaja dijadikan indah agar menarik perhatian manusia dan Allah hendak menguji siapa di antara mereka yagn pandai memanfaatkannya dengan baik dan melestarikannya agar dapat diturun-temurunkan kepada generasi berikutnya. (lihat Q.S Al Kahfi [18] : 7). Nabi SAW bersabda : Dunia sangat indah, manis dan memikat hati, semua itu oleh Allah diserahkan kepada kalian sebagai ujian, bagaimana cara kalian mengelola dan memanfaatkannya. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap dunia dan terhadap wanita. 

Dari firman Allah dan Hadis Nabi tadi, tidak dapat diragukan dan disangkal akan keindahan dunia dan alam ini. Keindahan yang oleh Allah dijadikan batu ujian bagi kita semua. Agamapun berpesan berhati-hatilah kalian mengelolanya, karena dunia berikut segala isinya, kekayaan dan keindahannya diserahkan kepada kita semua untuk kita manfaatkan dengan baik dan kita tidak boleh menyia-nyiakannya apalagi menyelewengkan dan menyalahgunakannya. Dunia ini diciptakan oleh Allah sabagai jembatan menuju negeri akhirat. Pesan Nabi “berhati-hatilah terhadap dunia”, artinya berhati-hatilah menyikapi dan memandangnya. Kehidupan dunia hanyalah untuk sementara waktu, tidak untuk selama-lamanya dan tidak kekal abadi. Lain halnya dengan kehidupan Akhirat, ia adalah kehidupan yang sebenar-benarnya dan kekal abadi. (Q.S. Al Mukmin [40] : 39, Al Ankabuut [29] : 64, Ali Imran [2]: 152). 

Ada di antara umat manusia yang berlebihan mendambakan dan mencintai kehidupan dunia dan ada sebagian lain yang mengutamakan kehidupan akhirat. Padahal kehidupan ini harus selaras dan seimbang antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. (Q.S. Al Qashash [28]: 77).Kita tidak boleh menjahui dunia apalagi memusuhi dan mencercanya, karena jalan dunia adalah jalan Akhirat. Keduannya tidak terpisahkan, tidak ada jalan khusus ke akhirat kecuali lewat jalan dunia. Kehidupan dunia adalah perjuangan (jihad) untuk meraih kesejahteraan lahir batin, dunia dan akhirat. Hidup bukan hanya untuk sekarang, tetapi berlanjut sampai ke akhirat. Dan apa yang akan diperoleh di akhirat nanti diukur dengan apa yang telah dilakukan di dunia. Kehidupan dunia sangat berarti dan bahkan sangat berharga. Inilah jalan hidup yang benar. Nabi SAW bersabda : Bukan sebaik-baik kamu siapa yang mengabaikan dunianya demi akhiratnya dan bukan sebagus-bagus kamu siapa yang melalaikan akhiratnya demi dunianya. Tetapi sebaik-baik kamu adalah siapa yang memperhatikan keduanya (dunia-akhirat). Ada di antara umat manusia yang tertipu dan terpedaya oleh gemerlapan dunia dan Allah telah memberi peringatan kepada mereka. (Q.S. Al Hadiid [57]: 20). Allah hendak menggambarkan 5 hal terpenting kesenangan dalam pandangan orang-orang yang lengah, tertipu, dan terpedaya : 

Pertama, la’ibun (main-main). Hidup mereka hanya main-main. Kedua, lahwun (senda gurau). Mereka hanya hura-hura dan pesta pora. Ketiga, ziinah (cinta perhiasan). Mereka hanya mengejar materi dan kekayaan harta benda. Keempat, tafaakhur (bermegah-megahan). Kelima takaatsur (berbangga-bangga dngan harta dan anak). Ternyata semua kesenangan orang-orang yang lalai, lengah dan tertipu adalah mataa’ul ghuruur (kesenangan yang menipu). Orang yang demikian itu, pantaslah kelak di akhirat sebagai calon penghuni neraka jahannan. (Q.S. An Naazi’aat [79]: 37). Sebagian manusia ada yang dihinggapi penyakit hubbuddunya (cinta dunia). Yakni seluruh fikiran dan keinginannya hanya ditujukan untuk menikmati kesenangan dunia semata. Candu/seneng/ yang tak kenal batas dan puas. 

Ibarat orang minum air laut, makin diminum, maka akan semakin haus. Orang sperti ini, kalau sedang berkuasa niscaya menumpuk kekayaan dengan cara korupsi. Kalau ia miskin, niscaya akan melakukan judi. Kalau ia kaya, maka niscaya dia akan rakus dan tak tahu diri. Kalau berkata niscaya akan berdusta, kalau memegang amanah niscaya ia sia-siakan. Orang seperti ini sangat mengidolakan Qarun (Q.S. Al Qashash [28] : 79). 

Pada suatu petang hari Abu Ubaidah Amin bin Jarrah r.a. tiba di Bahrain membawa harta hasil upeti. Oleh karena hari sudah jauh malam, keesokan harinya setelah shalat Shubuh, Rasulullah SAW setelah berdzikir dan berdoa kemudian berbalik menghadap jamaah Ahli Suffah yang dalam kondisi miskin, lalu beliau bersabda : Saya kira, kalian telah mendengar tentang Abu Ubaidah datang dengan membawa harta dari Bahrain? “Betul ya Rasulullah” Sahut mereka serentak. Lalu Rasulullah SAW bersabda lagi : Akan aku penuhi kebutuhan kalian. Demi Allah tidaklah kemiskinan dan kefakiran yang paling aku takutkan atas diri kalian, tapi yang paling aku takutkan atas kalian adalah kalau dunia yang melimpah ini telah dibukakan atau akalian dapat yang Allah berikan kepada orang-orang dahulu. Kalian akan menjadi serakah dan berambisi seperti mereka, lalu kalian akan dibinasakan Allah seperti halnya mereka orang-orang dahulu yang telah dibinasakanNya. Begitulah, syetan menjerumuskan manusia dengan keserakahan dan ambisi. ( Q.S. Al Baqarah [2] : 268).