Upload
vanxuyen
View
215
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
USUL PENELITIAN FUNDAMENTAL
ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DIRI DAN PELAKSANAANNYA PADA SISWA SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA (SMP) DI MALANG
PENANGGUNG JAWAB PROGRAMDrs. Dwi Purnomo, M.Pd.
INSTITUT KEKUGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) BUDI UTOMO MALANG
MARET 2012
1
BIDANG ILMUPENDIDIKAN
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Analisis Kebijakan Pengembangan Diri dan Pelaksanaannya pada Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Malang
2. Peneliti Utama a) Nama Lengkap : Drs. Dwi Purnomo, M.Pd. b) Jenis Kelamin : Laki-laki c) Nomor Induk Pegawai : 196412041990031003d) Pangkat / Golongan : Pembina Tk. I / IV.ce) Jabatan Strutural : Ketua Jurusan f) Jabatan Fungsional : Lektor Kepala 803g) Fakultas/Jurusan : PIEK / Pendidikan MIPAh) Pusat Penelitian : IKIP Budi Utomo Malang i) Alamat : Jalan Simpang Arjuno 14 B Malang j) Telephon / Faximili : 0341-323214 / 0341-335070k) Alamat Rumah : Jl. Sono Tengah No. 39 RT 62 / Rw 13
Kebon Agung – Malang l) Telephon : 0341-802929 / 08125228614m) Faksimili : 0341-335070n) E-mail : [email protected]
3. Usul Jangka Waktu Penelitian : 1 Tahun 4. Pembiayaan :
a) Usul Biaya Tahun Per-tama
: Rp. 40.000.000,- (Empat Puluh Juta Rupiah)
b) Usul Biaya Tahun Kedua : -c) Biaya dari Instansi Lain : -
Malang 20 Maret 2012Mengetahui Ketua PenelitiD e k a n
Drs. Sulikan, MS Drs. Dwi Purnomo, M.Pd. NIP : - NIP : 196412041990031003
MengetahuiKetua LPM/LPPM-PT
2
Drs. Adi Sucipto, M.Kes.NIP: 1966041219910031004
I. Sistematika Usul Penelitian 1. Judul Penelitian : Analisis Kebijakan Pengembangan Diri
dan Pelaksanaannya pada Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Malang
2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Drs. Dwi Purnomo, M.Pd. b. Jabatan : Dosen/Lektor Kepala 803 c. Jurusan : Pendidikan MIPAd. Fakultas : Pend. Ilmu Eksakta dan Keolahragaan e. Perguruan Tinggi : IKIP Budi Utomo Malang f. Alamat Surat : Jl. Simpang Arjuno 14.B Malang g. Telepon/Fax : 0341-323214 / 0341-335070h. E-mail : [email protected]. Anggota Peneliti
No. Nama dan Gelar Akademik
Bidang Keahlian Instansi Alokasi Waktu
(Jam/Minggu)1. Dra. Hj, Susilo Bekti,
M.Pd.Pendidikan . Matematika
IKIP BU Malang
3
3. Objek Penelitian : Siswa SMP 4. Masa Pelaksanaan
a. Mulai : Tahun 2013b. Berakhir :
5. Usulan Biayaa. Tahun I : Rp. 40.000.000,-b. Tahun II : -
6. Lokasi Penelitian : Kota Malang 7. Temuan yang ditargetkan :8. Jurnal Ilmiah yang menjadi sasaran :9. Instansi lain yang terlibat : -10. Keterangan lain yang dianggap perlu : -11. Kontrubusi mendasar bidang ilmu : Penelitian yang didesain secara
kualitatif ini akan menghasilkan efektivitas pelaksanaan program pengembangan diri siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang tertuang dalam kurikulum satuan pendidikan sehingga muatan program pengembangan diri dapat menunjang keberhasilan siswa di bidang nonakademik dan soft skill.
3
ABSTRAK
Kata Kunci: Analisis, Kebijakan, Pengembangan Diri Siswa.
Program pengembangan diri siswa adalah kegiatan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik agar dapat mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat peserta didik yang disesuaikan dengan kondisi sekolah.
Pelaksanaan kegiatan pengembangan diri di sekolah masih menemui kendala-kendala, baik kendala internal maupun kedala eksternal. Oleh sebab itu penelitian mengenai kebijakan pengembangan diri siswa perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis substansi kebijakan pengembangan diri siswa, 2) menjelaskan pelaksanaan kebijakan pengembangan diri siswa, 3) menjelaskan faktor-faktor penghambat pelaksanaan kebijakan pengembangan diri siswa, dan 4) menjelaskan solusi untuk mengatasi hambatan pada pelaksanaan kegiatan pengembangan diri siswa.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengambilan data melaui observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Lokasi penelitian adalah SMP di Malang. Teknik analisis data menggunakan model interaktif dari Miles dan Huberman dengan dasar teori adalah teori implementasi kebijakan dari Grindle, Edwards III, dan Horn.
4
I. MASALAH PENELITIAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang
nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 disebutkan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan rumusan
tersebut jelas bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
membentuk karakter bangsa. Karena peranannya yang sangat penting dalam
membentuk karakter bangsa, maka dalam pelaksanaan pendidikan diperlukan
adanya sistem yang dapat mengakomodir fungsi dan tujuan pendidikan sehingga
tercipta sinergis antara fungsi dan tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya
dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Melalui kurikulum tahun 2006 atau yang lebih
dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) digulirkan
kebijakan mengenai program pengembangan diri yang dimaksudkan untuk
mewadahi peserta didik terkait dengan potensi yang dimilikinya sesuai dengan
bakat dan minatnya pada setiap satuan pendidikan.
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu
pendidikan, diantaranya dengan melakukan reformasi pada bidang pendidikan,
salah satunya adalah dengan memasukkan program pengembangan diri ke dalam
struktur KTSP. Struktur kurikulum yang dikembangkan pada KTSP mencakup
tujuh komponen, yaitu: 1) mata pelajaran, 2) muatan lokal, 3) pengembangan diri,
4) pengaturan beban belajar, 5) kenaikan kelas, penjurusan dan kelulusan 6)
5
pendidikan kecakapan hidup, dan 7) pendidikan berbasis keunggulan lokal dan
global (Mulyasa, 2010:180). Dari ketujuh komponen yang dikembangkan pada
struktur KTSP, salah satunya adalah mengenai program pengembangan diri
sebagai komponen penting yang harus dikembangkan oleh setiap satuan
pendidikan.
Seiring dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
kegiatan pengembangan diri telah memberikan nuansa baru pada dunia
pendidikan. Secara umum keberhasilan siswa yang ditunjukkan dengan adanya
program pengembangan diri di sekolah, diantaranya adalah makin
berkembangnya potensi yang berupa bakat dan minat siswa yang dapat
teraktualisasi secara lebih baik sehingga akan dapat terus berkembang sampai
pada jenjang sekolah berikutnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang yang
memiliki bakat dan tersalurkan dengan baik akan tumbuh dan berkembang
menjadi pribadi yang kuat dan matang. Pada akhirnya diharapkan dengan jiwa
yang matang tersebut maka seseorang akan dapat menata kehidupan dengan lebih
baik di masa yang akan datang.
Pengembangan diri diadakan untuk mewadahi siswa dalam
mengembangkan bakat dan minat yang dimilikinya sehingga terus terasah dan
dapat dikembangkan di masyarakat. Dengan adanya program pengembangan diri
di sekolah, seluruh siswa dididik lebih mandiri dalam menggali dan
mengembangkan potensinya masing-masing dan dapat meningkatkan kedisiplinan
dan bertanggung jawab terhadap kemampuan yang dimilikinya dengan lebih baik.
Melalui program pengembangan diri siswa juga dapat saling bersosialisasi,
bertukar pikiran, bertukar pendapat, bahkan bertukar pengalaman dengan teman
sebayanya. Harapan dengan diadakannya program pengembangan diri adalah
bahwa seseorang akan dapat bekerja pada bidang yang diminatinya sesuai dengan
kemampuan serta bakat dan minat yang dimilikinya sehingga dapat
mengembangkan kapabilitas untuk belajar serta bekerja secara optimal dengan
penuh antusias.
Proses pembelajaran pada kegiatan pengembangan diri secara otomatis
akan berkaitan dengan kecakapan hidup bagi peserta didik. Melalui program
pengembangan diri diharapkan akan menjadi salah satu cara bagi peserta didik
6
untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Program pengembangan diri selain
memberikan pengetahuan yang bersifat umum juga diharapkan dapat membentuk
karakter dan keterampilan peserta didik. Khusus pada sekolah menengah
kejuruan, pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas
dan bimbingan karier, sementara untuk satuan pendidikan khusus pengembangan
diri menekankan pada peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai
dengan kebutuhan khusus peserta didik.
Pelaksanaan program pengembangan diri diserahkan pada masing-masing
satuan pendidikan untuk mengatur kegiatannya, sehingga dalam hal ini sekolah
harus menyusun program kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan diri.
Karena proses pelaksanaan kegiatan yang diserahkan pada masing-masing satuan
pendidikan, maka hal ini akan memungkinkan terjadinya perbedaan jenis kegiatan
pengembangan diri pada setiap satuan pendidikan. Perbedaan tersebut adalah
sesuatu yang sangat wajar terjadi, karena masing-masing satuan pendidikan
mempunyai agenda sendiri dalam mengatur dan melaksanakan kegiatan
pengembangan diri.
Harapan dengan diadakannya program pengembangan diri pada tingkat
sekolah menengah adalah untuk memberikan kesempatan bagi peserta didik pada
tingkatan usia remaja sebagai individu yang sedang berkembang, sehingga
kegiatan pengembangan diri menjadi sangat penting agar peserta didik mampu
mengaktualisasikan potensi bakat dan minat yang dimilikinya secara maksimal.
Sebagai program yang relatif baru, kegiatan pengembangan diri SMP di
Malang masih menemui kendala, baik kendala internal maupun eksternal.
Kegiatan pengembangan diri masih belum digarap secara maksimal, di sisi lain
belum semua kegiatan dapat mewadahi dan menampung seluruh keinginan siswa
untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Selain program pengembangan diri,
maka kurikulum yang berlaku menekankan adanya pendidikan karakter yang
bertujuan untuk membentuk watak siswa yang berakhlak mulia. Berkaitan
dengan uraian permasalahan tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian tentang
”Analisis Kebijakan Pengembangan Diri dan Pelaksanaannya pada Siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Malang”
1.2 Rumusan Masalah
7
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana substansi kebijakan pengembangan diri pada siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Malang
2) Bagaimana pelaksanaan kebijakan pengembangan diri pada siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Malang
3) Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat pelaksanaan kebijakan
pengembangan diri pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
Malang?
4) Bagaimana solusi untuk mengatasi hambatan pelaksanaan kebijakan
pengembangan diri pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Malang.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1) Menganalisis substansi kebijakan pengembangan diri pada siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Malang.
2) Menjelaskan pelaksanaan kebijakan pengembangan diri pada siswa Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Malang.
3) Menjelaskan faktor-faktor yang menjadi penghambat pelaksanaan kebijakan
pengembangan diri pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
Malang.
4) Menjelaskan solusi yang digunakan untuk mengatasi hambatan pelaksanaan
kebijakan pengembangan diri pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP)
di Malang.
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penelitian
2.1.1 Analisis Kebijakan
Kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diajukan oleh seseorang atau
kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkaran tertentu untuk mewujudkan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan
kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Friedick dalam
Hardjanto, 2009:20). Selanjutnya dikatakan bahwa suatu kebijakan memuat tiga
8
elemen, yaitu: 1) identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai, 2) taktik dan strategi
dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan 3) penyediaan
dari berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik dan
strategi (Raksasataya dalam Hardjanto, 2009:20). Dapat dimaknai bahwa elemen
kebijakan dalam penelitian ini mencakup tujuan yang ingin dicapai, strategi, dan
ketersediaan sumber daya.
Perumusan kebijakan adalah proses sosial di mana proses intelektual
melekat di dalamnya tidak berarti bahwa efektifitas relatif dari proses intelektual
tidak dapat ditingkatkan, atau bahwa proses sosial dapat diperbaiki (Dunn,
1999:1). Lebih lanjut dinyatakan bahwa analisis kebijakan adalah aktifitas
menciptakan pengetahuan tentang kebijakan dan dalam proses pembuatan
kebijakan (Dunn,1999:1). Pandangan selanjutnya menyatakan bahwa analisis
kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan
informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan bagi para pembuat
kebijakan dalam membuat keputusan (Dunn, 1999:95). Disebutkan pula bahwa
analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan
menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan dari
para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan (Dunn, 1999:94). Analisis
kebijakan dalam penelitian ini adalah sebuah proses tentang pembuatan kebijakan
yang menghasilkan serangkaian informasi sehingga menjadi landasan bagi para
pembuat kebijakan.
2.1.2 Prosedur Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan sebagai proses pengkajian (inquiri), perlu kita bedakan
antara metodologi, metode, dan teknik. Seperti diketahui, metodologi analisis
kebijakan menggabungkan standar, aturan, dan prosedur. Peranan prosedur adalah
untuk menghasilkan informasi mengenai masalah kebijakan, masa depan
kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan.
Metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang
lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia yaitu: definisi, prediksi,
deskripsi, dan evaluasi. Dalam analisis kebijakan prosedur-prosedur tersebut
memperoleh nama-nama khusus. Perumusan masalah (definisi) menghasilkan
informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan.
9
Peramalan (prediksi) menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa
mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan sesuatu.
Rekomendasi (preskripsi) meyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan
relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah.
Pemantauan (deskripsi) menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang
dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan. Evaluasi, menyediakan
informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau
pengatasan masalah. Berikut ini disajikan gambar mengenai prosedur analisis
kebijakan yang berorientasi pada masalah.
Gambar 1Analisis Kebijakan yang Beroreientasi pada Masalah
(Dunn, 1999:21)
10
KinerjaKebijakan
Masa Depan Kebijakan
AksiKebijakan
HasilKebijakan
MasalahKebijakan
Evaluasi
Perumusan
Masalah
Peramalan
Pemantauan
Rekomendasi
Perumusan Masalah
Perumusan
Masalah
Perumusan
Masalah
Prosedur analisis kebijakan yang ditunjukkan dalam gambar di atas
berguna sebagai alat untuk menggambarkan keterkaitan antara metode-metode
dan teknik-teknik analisis kebijakan. Metode analisis kebijakan adalah prosedur
umum untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan
dengan kebijakan dalam berbagai kontek.
2.1.3 Proses Pembuatan Kebijakan
Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang
dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis (Dunn,
1999:22). Aktifitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan
dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang
diatur menurut aturan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi
kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Analisis kebijakan
dapat menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan pada satu,
beberapa, atau seluruh tahap dari proses pembuatan kebijakan.
Tahap-tahap pada proses pembuatan kebijakan mencerminkan aktivitas
yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap berhubungan
dengan tahap berikutnya, dan tahap terakhir (penilaian kebijakan) dikaitkan
dengan tahap pertama (penyusunan agenda), atau tahap di tengah, dalam
lingakaran aktifitas yang tidak linier. Aplikasi prosedur dapat membuahkan
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang secara langsung mempengaruhi
asumsi, keputusan, dan aksi dalam satu tahap, yang kemudian secara tidak
langsung mempengaruhi kinerja tahap-tahap berikutnya. Tahap-tahap pada proses
pembuatan kebijakan meliputi: 1) penyusunan agenda, 2) formulasi kebijakan, 3)
adopsi kebijakan, 4) implementasi kebijakan, dan 5) penilaian kebijakan (Dunn,
1999:24). Dapat dimaknai bahwa tahap pada proses pembuatan kebijakan adalah
rangkaian proses pembuatan kebijakan yang berlangsung menurut urutan waktu.
2.1.4 Faktor Penghambat dan Pendukung Proses Implementasi Kebijakan
Implementasi merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan
yang telah dipilih dan ditetapkan menjadi kenyataan. Kebijakan publik
dipengaruhi oleh tujuh faktor utama, yaitu: 1) berkaitan dengan kondisi
demografis yang meliputi jenis penduduk, usia, pekerjaan, dan komposisinya, 2)
kondisi geologis, yaitu menyangkut struktur alam dan lingkungan di mana
11
masyarakat yang akan dikenai kebijakan itu berdiam atau tinggal, 3) nilai-nilai
kultural yang ada berkaitan dengan sistem masyarakat setempat, 4) konfigurasi
politik lokal, yaitu pertimbangan atas keberadaan kelompok-kelompok formal
maupun non formal yang berhubungan dengan pembuatan kebijakan publik, 5)
sumber daya ekonomi, yaitu adanya resources yang mendukung pendanaan akan
diberlakukannya sebuah kebijakan, 6) kepentingan elit, menyangkut bukan saja
elit nasional, tetapi juga elit lokal, dan 7) rekruitmen (Supeno dalam Hardjanto,
2009:90).
Faktor lain yang menjadi penyebab anggota masyarakat tidak mematuhi
dan melaksanakan suatu kebijakan publik yaitu: 1) adanya konsep ketidakpatuhan
selektif terhadap hukum, di mana terdapat beberapa peraturan perundang-
undangan atau kebijaksaan politik yang bersifat kurang mengenal individu-
individu, 2) karena keanggotaan seseorang di dalam suatu kelompok atau
perkumpulan, di mana mereka mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak
sesuai dengan peraturan hukum atau keinginan pemerintah, 3) adanya keinginan
untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara para anggota masyarakat yang
cenderung bertindak dengan menipu atau melawan hukum, 4) adanya
ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan ”ukuran” kebijakan yang mungkin
saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidakpastian
orang terhadap hukum atau kebijakan publik, 5) apabila suatu kebijakan ditentang
secara tajam karena kebijakan tersebut bertentangan dengan sistem nilai yang
dianut masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok tertentu dalam
masyarakat (Anderson dalam Hardjanto, 2009:91).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa salah satu faktor
penghambat dalam implementasi kebijakan adalah proses di dalam pembuatan
kebijakan itu sendiri, di mana proses pembuatan kebijakan yang kurang baik akan
mengakibatkan hasil kebijakan yang tidak sempurna sehingga kurang dapat
diterima oleh masyarakat.
Selain faktor penghambat pelaksanaan kebijakan, juga dikemukakan
faktor-faktor mengenai pendukung pelaksanaan kebijakan. Dijelaskan bahwa
faktor-faktor pendukung pelaksanaan kebijakan adalah 1) respek anggota
masyarakat terhadap otoritas dan keputusan-keputusan badan-badan pemerintah,
12
2) adanya kesadaran untuk menerima kebijakan, 3) adanya keyakinan bahwa
kebijakan itu dibuat secara sah, konstitusional dan dibuat oleh pemerintah yang
berwenang melalui prosedur yang telah ditetapkan, 4) sikap menerima dan
melaksanakan kebijakan publik karena kebijakan-kebijakan kontorversional yang
lebih banyak mendapat penolakan warga masyarakat dalam pengimplemen-
tasiannya (Anderson dalam Hardjanto, 2009:92).
Pendapat lain menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mendukung
keberhasilan pelaksanaan kebijakan yaitu: 1) persetujuan, dukungan dan
kepercayaan masyarakat, 2) isi dan tujuan kebijakan haruslah dimengerti secara
jelas terlebih dahulu, 3) pelaksanaan kebijakan haruslah mempunyai cukup
informasi, terutama mengenai kondisi dan kesadaran masyarakat yang menjadi
kelompok sasaran, 4) pembagian pekerjaan yang efektif dalam pelaksanaan, 5)
pembagian kekuasaan atau wewenang yang rasional dalam pelaksanaan
kebijakan, dan 6) pemberian tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban yang memadai
dalam pelaksanaan kebijakan (Soenarko dalam Hardjanto, 2009:92). Dapat
dimaknai bahwa faktor-faktor yang mendukung terlaksananya implementasi
kebijakan adalah karena adanya dukungan dari seluruh komponen masyarakat
yang dapat memahami dan mengerti isi dan tujuan dari kebijakan itu sendiri.
2.1.5 Program Pengembangan Diri Siswa
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada dasarnya meliputi sejumlah
mata pelajaran yang keluasan dan kedalamannya merupakan beban belajar yang
harus ditempuh oleh peserta didik selama menempuh pelajaran di sekolah. Selain
mencakup sejumlah pelajaran, KTSP juga memuat muatan lokal dan program
pengembangan diri. Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik
sesuai dengan kondisi sekolah (BSNP, 2006:13). Khusus untuk sekolah menengah
kejuruan, pengembangan diri terutama ditujukan untuk pengembangan kreativitas
dan bimbingan karier. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengembangan diri
dilakukan melaui pelayanan kegiatan konseling yang berkenaan dengan
pengembangan pribadi dan kehidupan sosial, masalah belajar, dan pengembangan
karier peserta didik (Mulyasa, 2010:181). Berdasarkan pengertian tersebut dapat
13
dimaknai bahwa pengembangan diri merupakan wadah bagi peserta didik untuk
mengembangkan bakat dan minat yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
ekstrakurikuler dan pelayanan konseling.
Dijelaskan pada struktur KTSP bahwa program pengembangan diri bukan
merupakan mata pelajaran, oleh sebab itu penilaian pada kegiatan pengembangan
diri dilakukan secara kualitatif, bukan kuantitatif seperti pada mata pelajaran
biasa. Mengingat adanya desentralisasi pendidikan yang mengarah pada hak
otonomi bagi setiap satuan pendidikan, maka dalam pelaksanaanya kegiatan
pengembangan diri diserahkan pada masing-masing satuan pendidikan.
Secara nyata, pemerintah telah merespon kebutuhan peserta didik terkait
dengan potensi bakat dan minat yang dimilikinya, hal ini ditandai dengan
dimasukkannya kegiatan pengembangan diri ke dalam struktur kurikulum.
Dimasukkannya program pengembangan diri pada struktur kurikulum adalah
dengan harapan agar setiap satuan pendidikan dapat melaksanakannya dengan
sebaik mungkin sehingga program pengembangan diri dapat menjadi wadah bagi
peserta didik untuk mengembangkan potensi bakat dan minat yang dimilikinya
secara optimal.
Secara konseptual, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
22 Tahun 2006 telah dirumuskan tentang pengembangan diri sebagai berikut:
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru.
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan
minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan
diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan
yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan
pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah pribadi, kehidupan sosial,
kesulitan belajar, dan pengembangan karier peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pengembangan diri
bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Dengan sendirinya,
pelaksanaan kegiatan pengembangan diri jelas berbeda dengan pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar mata pelajaran. Seperti pada umumnya, kegiatan belajar
mengajar untuk setiap mata pelajaran dilaksanakan dengan lebih mengutamakan
14
pada kegiatan tatap muka di kelas sesuai dengan alokasi waktu yang telah
ditentukan berdasarkan kurikulum (pembelajaran reguler) di bawah tanggung
jawab guru yang berkelayakan dan memiliki kompetensi di bidangnya. Kegiatan
pengembangan diri seyogyanya lebih banyak dilakukan di luar jam reguler (jam
efektif), melalui berbagai jenis kegiatan pengembangan diri. Salah satu kegiatan
pengembangan diri dapat disalurkan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang
disediakan sekolah, di bawah bimbingan pembina ekstrakurikuler terkait, baik
pembina dari unsur sekolah maupun luar sekolah.
Melalui bimbingan guru maupun tenaga kependidikan lain yang memiliki
kompetensi pada bidangnya, kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan melalui
kegiatan di luar jam efektif yang bersifat temporer, seperti mengadakan diskusi
kelompok, permainan kelompok, bimbingan kelompok, dan kegiatan-kegiatan
lainnya yang bersifat kelompok. Selain dilakukan melalui kegiatan yang bersifat
kelompok, kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan pula melalui kegiatan
mandiri, misalnya seorang siswa diberi tugas untuk mengkaji buku, mengunjungi
narasumber atau mengunjungi suatu tempat tertentu untuk kepentingan
pembelajaran dan pengembangan diri siswa itu sendiri.
2.1.6 Analisis Program Pengembangan Diri dalam Perspektif KTSP
Pengembangan diri dalam perspektif KTSP, telah dinyatakan secara jelas
dengan berdasarkan beberapa prinsip yaitu: 1) berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, 2)
beragam dan terpadu, 3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi ,dan seni, 4) relevan dengan kebutuhan kehidupan, 5) menyeluruh dan
berkesinambungan, 6) belajar sepanjang hayat, dan 7) seimbang antara
kepentingan nasional dan kepentingan daerah. (Mulyasa, 2010:151).
Selanjutnya mengenai acuan operasional penyusunan KTSP yang
dilakukan dengan memperhatikan: 1) peningkatan iman dan takwa serta akhlak
mulia, 2) peningkatan potensi, kecerdasan dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kemampuan peserta didik, 3) keragaman potensi dan
karakteristik daerah dan lingkungan, 4) tuntutan pembangunan daerah dan
nasional, 5) tuntutan dunia kerja, 6) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni, 7) agama, 8) dinamika perkembangan global, 9) persatuan nasional dan
15
nilai-nilai kebangsaan, 10) kondisi sosial budaya masyarakat setempat, 11)
kesetaraan gender, dan 12) karakteristik satuan pendidikan. (Mulyasa, 2010:168)
Gambaran mengenai struktur kurikulum SMP/MTs yang memuat 10 mata
pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri tertera pada tabel berikut.
Tabel 1 STRUKTUR KURIKULUM SMP/MTS
KomponenKelas dan Alokasi Waktu
VII VIII IX
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Pendidikan Kewarganegaraan 4 4 4
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4
5. Matematika 4 4 4
6. Ilmu Pengetahuan Alam 4 4 4
7. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4
8. Seni Budaya 2 2 2
9. Pend.Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan 2 2 2
10. Ket./Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2
B. Muatan Lokal 2 2 2
C. Pengembangan Diri 2* 2* 2*
Jumlah 32 32 32
Catatan: * ekuivalen dengan 2 jam pelajaran (Mulyasa, 2010:54)
Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa alokasi waktu untuk program
pengembangan diri adalah 2 jam pelajaran. Kegiatan pengembangan diri dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler maupun layanan konseling yang
berkenaan dengan pengembangan pribadi dan kehidupan sosial, masalah belajar
dan pengembangan karier peserta didik.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan telah menyediakan lingkungan bagi
siswa dan memberikan kesempatan belajar yang seluas-luasnya, termasuk di
16
dalamnya adalah kegiatan yang mengasah kemampuan peserta didik yang
meliputi bakat dan minat siswa pada kegiatan yang bersifat nonakademik.
Kurikulum disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Kurikulum tidak hanya terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan
juga meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi siswa untuk berkembang
sesuai dengan bakat dan minatnya. Dapat dikatakan bahwa kegiatan kurikulum
tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja, melainkan juga mencakup berbagai
kegiatan di luar kelas, tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra
kurikulum.
Kegiatan pengembangan diri yang telah dikembangkan dalam struktur
KTSP dimaksudkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya sesuai dengan bakat dan minatnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa
tingkat keberhasilan seorang peserta didik tidak hanya diukur oleh nilai rapor
semata, tetapi juga perubahan perilalu dan pengalaman belajar yang telah dilalui
siswa selama menempuh pendidikan. Keberhasilan pendidikan seseorang dapat
dilihat dari sejauh mana seseorang dapat menguasai konsep dan pengalaman
belajar yang dapat diterapkan dalam kehidupan di masyarakat. Bagaimanapun
masyarakat juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia
pendidikan, oleh sebab itu terdapat hubungan timbal balik antara masyarakat dan
sekolah.
2.1.7 Tujuan Program Pengembangan Diri
Sebagai salah satu program sekolah, pengembangan diri bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat peserta didik
sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau
dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan lain yang dapat di-
lakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler maupun kegiatan layanan konsel-
ing. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan
kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan konseling, berkenaan
dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengemban-
gan karier serta kegiatan ekstrakurikuler. Oleh sebab itu pada kegiatan
17
pengembangan diri terdapat dua tujuan yang ingin dicapai yang meliputi tujuan
umum dan tujuan khusus.
a. Tujuan umum
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai denghan kebu-
tuhan, potensi bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik dengan
memperhatikan kondisi sekolah (Mulyasa, 2010:180).
b. Tujuan Khusus
Pengembangan diri bertujuan untuk menunjang pendidikan peserta didik
dalam mengembangkan bakat, minat, kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan
dalam kehidupan, kemampuan hidup keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan
belajar dan perencanaan karier, kemampuan pemecahan masalah, dan ke-
mandirian (http://Akhmad Sudrajad Wodpress. com 2008, diakses pada tanggal 2
Mei 2011).
2.1.8 Hakikat Pengembangan Diri
Pengunaan istilah pengembangan diri dalam kebijakan kurikulum memang
relatif baru. Kehadirannya menarik untuk didiskusikan baik secara konseptual
maupun dalam praktiknya. Jika menelaah literatur tentang teori-teori pendidikan,
khususnya psikologi pendidikan, istilah pengembangan diri dapat disepadankan
dengan istilah pengembangan kepribadian, yang sudah lazim digunakan dan
dikenal. Meski sebetulnya istilah diri (self) tidak sepenuhnya identik dengan
kepribadian (personality).
Istilah diri dalam psikologi disebut pula sebagai aku, ego atau self yang
merupakan salah satu aspek sekaligus inti dari kepribadian, yang di dalamnya
meliputi segala kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita, baik yang disadari
atau pun yang tidak disadari. Aku yang disadari oleh individu biasa disebut
gambaran diri (self picture), sedangkan aku yang tidak disadari disebut
unconscious aspect of the self (aku tak sadar) (Sukmadinata, 2005: 36). Istilah diri
dalam penelitian ini adalah menyangkut sikap dan perasaan dari seseorang.
Setiap orang memiliki kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita akan
dirinya, ada yang realistis atau justru tidak realistis. Sejauh mana individu dapat
memiliki kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-citanya akan berpengaruh
18
terhadap perkembangan kepribadiannya, terutama kesehatan mentalnya.
Kepercayaan, sikap, perasaan, dan cita-cita seseorang akan dirinya secara tepat
dan realistis memungkinkan seseorang untuk memiliki kepribadian yang sehat.
Namun sebaliknya jika tidak tepat dan tidak realistis boleh jadi akan
menimbulkan pribadi yang bermasalah.
Kepercayaan diri yang berlebihan (over confidence) menyebabkan
seseorang dapat bertindak kurang memperhatikan lingkungannya dan cenderung
melabrak norma dan etika standar yang berlaku, serta memandang sepele orang
lain. Selain itu, orang yang memiliki over confidence sering memiliki sikap dan
pemikiran yang over estimate terhadap sesuatu. Sebaliknya kepercayaan diri yang
kurang, dapat menyebabkan seseorang cenderung bertindak ragu-ragu, rasa
rendah diri dan tidak memiliki keberanian. Kepercayaan diri yang berlebihan
maupun kurang dapat menimbulkan kerugian tidak hanya bagi dirinya namun juga
bagi lingkungan sosialnya. Begitu pula setiap orang memiliki sikap dan perasaan
tertentu terhadap dirinya. Sikap akan diwujudkan dalam bentuk penerimaan atau
penolakan akan dirinya, sedangkan perasaan dinyatakan dalam bentuk rasa senang
atau tidak senang akan keadaan dirinya. Sikap terhadap dirinya berkaitan erat
dengan pembentukan harga diri (penilaian diri) dan merupakan salah satu jenis
kebutuhan manusia yang amat penting. Sikap yang mencintai diri sendiri secara
berlebihan merupakan gejala ketidaksehatan mental, biasanya disebut narcisisme.
Sebaliknya, orang yang membenci dirinya secara berlebihan dapat menimbulkan
masochisme (http://Akhmad Sudrajad Wodpress. com 2008, diakses pada tanggal
2 Mei 2011). Yang dimaksud dengan kepercayaan diri dalam penelitian ini adalah
sikap dan perasaaan sesorang terhadap dirinya.
Setiap orang memiliki cita-cita akan dirinya, cita-cita yang tidak realistis
dan berlebihan sangat sulit untuk dicapai dan akan berakhir dengan kegagalan
yang pada akhirnya dapat menimbulkan frustrasi, yang diwujudkan dalam bentuk
perilaku yang salah. Sebaliknya, orang yang kurang memiliki cita-cita tidak akan
mendorong dirinya ke arah kemajuan.
Berkenaan dengan diri atau ego, ada tiga komponen tentang diri, yaitu : 1)
aku ideal (ego ideal), 2) aku yang dilihat dirinya (self as seen by self), dan 3) aku
yang dilihat orang lain (self as seen by others) (John F. Pietrofesa dalam
19
http://Akhmad Sudrajad Wodpress. com 2008, diakses pada tanggal 2 Mei 2011).
Keadaan ideal dari ketiga aku ini persis sama dan menunjukkan kepribadian yang
sehat, sementara jika terjadi perbedaan-perbedaan yang signifikan diantara ketiga
aku tersebut merupakan gambaran dari ketidakutuhan dan ketidaksehatan
kepribadian.
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat melihat arah dan hasil yang
diharapkan dari kegiatan pengembangan diri di sekolah, yaitu terbentuknya
keyakinan, sikap, perasaan, dan cita-cita peserta didik yang realistis. Keyakinan
peserta didik akan potensi diri yang dimilikinya akan membentuk sikap optimis
dalam menyongsong masa depan yang lebih baik.
2.1.9 Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Diri
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
pengembangan diri telah merumuskan istilah pengembangan diri sebagai berikut:
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru,
pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan
minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Berdasarkan rumusan di atas dapat diketahui bahwa pengembangan diri
bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Dengan sendirinya,
pelaksanaan kegiatan pengembangan diri jelas berbeda dengan pelaksanaan
kegiatan mata pelajaran biasa. Kegiatan pengembangan diri biasanya banyak
dilakukan di luar jam efektif pelajaran. Ada beberapa kegiatan pengembangan diri
yang dapat dilakukan, salah satunya adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler yang
biasanya dilakukan di luar kelas. Selain kegiatan di luar kelas, dalam hal-hal
tertentu kegiatan pengembangan diri bisa juga dilakukan secara klasikal dalam
jam efektif, namun seyogyanya hal ini tidak dijadikan andalan, karena
bagaimanapun dalam pendekatan klasikal kesempatan siswa untuk dapat
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan
minatnya relatif terbatasi. Hal ini tentu saja akan menjadi kurang relevan dengan
tujuan dari pengembangan diri itu sendiri.
Kegiatan pengembangan diri harus memperhatikan prinsip keragaman
individu. Secara psikologis, setiap siswa memiliki kebutuhan, bakat dan minat
20
serta karakateristik lainnya yang beragam. Oleh karena itu, bentuk kegiatan
pengembangan diri seyogyanya dapat menyediakan beragam pilihan.
Hal yang fundamental dalam kegiatan pengembangan diri adalah bahwa
pelaksanaan pengembangan diri harus terlebih dahulu diawali dengan upaya untuk
mengidentifikasi kebutuhan, bakat dan minat, yang dapat dilakukan melalui
teknik tes (tes kecerdasan, tes bakat, tes minat dan sebagainya) maupun non tes
(skala sikap, inventori, observasi, studi dokumenter, wawancara dan sebagainya).
Pada proses pemilihan program kegiatan pengembangan diri, peran
bimbingan dan konseling menjadi sangat penting dalam melakukan aplikasi
instrumentasi data dan himpunan data. Bimbingan dan konseling seyogyanya
dapat menyediakan data yang memadai tentang kebutuhan, bakat dan minat serta
karakteristik peserta didik lainnya. Data tersebut menjadi bahan dasar untuk
penyelenggaraan pengembangan diri di sekolah, baik melalui kegiatan yang
bersifat temporer, kegiatan ekstrakurikuler, maupun melalui layanan bimbingan
dan konseling itu sendiri. Namun harus diperhatikan pula bahwa kegiatan
pengembangan diri tidak identik dengan bimbingan dan konseling. Bimbingan
dan konseling tetap ditempatkan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di
sekolah dengan keunikan karakteristik pelayanannya.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa kegiatan pengembangan diri
akan mencakup banyak kegiatan sekaligus juga banyak komponen, oleh karena itu
diperlukan pengelolaan dan pengorganisasian tersendiri dalam pelaksanaannya.
Namun secara prinsip, bahwa pengelolaan dan pengorganisasian pengembangan
diri betul-betul diarahkan untuk melayani seluruh siswa agar dapat
mengembangkan dirinya secara optimal, sesuai bakat, minat, dan kebutuhannya
masing-masing. Pengembangan diri menjadi wilayah garapan bersama antara
komponen pembelajaran dengan komponen bimbingan dan konseling di sekolah
dengan keunikan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
2.1.10 Peran Pengembangan Diri dalam Membentuk Bakat dan Minat Siswa
Pengembangan diri siswa merupakan salah satu komponen penting dalam
struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang diarahkan guna membentuk
keyakinan, sikap, perasaan, dan cita-cita para peserta didik yang realistis,
sehingga pada gilirannya dapat mengantarkan peserta didik agar memiliki
21
kepribadian yang sehat, kuat, dan utuh. Pengembangan diri diharapkan dapat
memupuk bakat dan minat yang dimiliki oleh siswa sehingga dapat terus
berkembang dan dapat menjadi bekal di masa yang akan datang. Berikut akan
dijelaskan mengenai pengertian bakat dan minat dalam konsep yang lebih luas.
2.1.11 Evaluasi pada Program Pengembangan Diri
Prinsip-prinsip evaluasi yang dilakukan pada kegiatan pengembangan diri
adalah sebagai berikut.
1. Evaluasi pembelajaran pengembangan diri dilakukan untuk menilai efektifitas
proses dan hasil yang terkait dengan perubahan perilaku peserta didik.
2. Hasil evaluasi tidak berbentuk nilai atau skor, tetapi bersifat penilaian
kualitatif dan dicantumkan dalam laporan hasil belajar resmi.
3. Pencantuman nilai pengembangan diri dalam laporan resmi berupa indikator
keberhasilan pembelajaran pengembangan diri yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
2.2 Landasan Teori
Teori adalah sekumpulan konsep, defnisi, dan proposisi yang saling kait
mengkait yang menghadirkan suatu tinjauan secara sistematis atas fenomena yang
ada dengan menunjukkan secara spesifik hubungan-hubungan di antara variabel-
variabel yang terkait dalam fenomena, dengan tujuan memberikan eksplanasi dan
prediksi atas fenomena tersebut (Zamroni, 1992:2). Pendapat lain mengatakan
bahwa teori adalah suatu kumpulan statemen yang mempunyai kaitan logis,
merupakan cermin dari kenyataan yang ada tentang sifat-sifat atau ciri-ciri suatu
klas, peristiwa atau sesuatu benda (Gibbs dalam Zamroni, 1992:2).
Teori dalam pandangan lain adalah seperangkat konstruk (konsep),
definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik,
melalui spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk
menjelaskan dan meramalkan fenomena (Sugiyono, 2009:79). Dapat disimpulkan
bahwa teori adalah suatu konseptualisasi yang bersifat umum dan harus dapat
diuji kebenarannya. Beberapa teori kebijakan yang mendasari penelitian ini adalah
teori implementasi kebijakan dari para ahli kebijakan, yaitu: teori Edwards III,
Sabatier, dan Grindle.
22
II.2.1 Teori Implementasi EDWARDS III
Model implementasi kebijakan yang bersifat top down dipengaruhi oleh
empat variabel, yaitu: 1) komunikasi, 2) sumber daya, 3) disposisi, dan 4) struktur
birokrasi (Edwards dalam Nawawi, 2009:136) Keempat variabel tersebut saling
berhubungan satu sama lain, variabel-variabel tersebut meliputi: komunikasi,
sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.
1. Komunikasi
Implementasi kebijakan publik agar dapat mencapai keberhasilan,
mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan secara
jelas. Oleh karena itu dalam implementasi kebijakan diperlukan tiga hal, yaitu:
1) penyaluran yang baik akan menghasilkan implementasi yang baik pada
kejelasan, 2) adanya kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan, dan 3)
adanya konsistensi yang diberikan dalam pelaksaanaan kebijakan.
2. Sumber daya
Implemetasi kebijakan harus ditunjang oleh sumber daya, baik sumber
daya manusia, material dan metode. Sasaran, tujuan dan isi kebijakan walaupun
sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor
kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan
berjalan secara efektif dan efisien. Implementasi kebijakan yang tidak disertai
dengan sumber daya, hanya tinggal di atas kertas menjadi dokumen saja tidak
diwujudkan untuk memberikan pemecahan permasalahan yang ada di masyarakat
dan upaya memberikan pelayanan pada masyarakat.
3. Disposisi
Suatu disposisi dalam implementasi dan karakteristik, sikap yang dimiliki
oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan
sifat demokratis. Implementor yang baik harus memiiliki disposisi yang baik agar
dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan dan
diterapkan oleh pembuat kebijakan. Implementasi kebijakan apabila memiliki
sikap yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasinya
menjadi tidak efektif dan efisien.
4. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan mempunyai peranan
23
yang sangat penting. Salah satu dari aspek struktur organisasi adalah adanya
prosedur operasi yang standar. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan
cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan birokrasi yang rumit dan
kompleks. Teori implementasi Edwards III akan digunakan sebagai alat untuk
menganalisis permasalahan mengenai pelaksanaan kebijakan pengembangan diri
siswa yang merupakan rumusan masalah kedua pada penelitian ini. Berikut ini
digambarkan mengenai faktor penentu implementasi kebijakan menurut Edwards
III.
Gambar 2Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Model Edwards III
(Nawawi, 2009:137)
II.2.2 Teori Implementasi SABATIER
Implementasi kebijakan publik dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1)
karakteristik masalah, 2) karakteristik kebijakan/undang-undang, dan 3) variabel
lingkungan (Sabatier dalam Nawawi, 2009:145). Teori implementasi Sabatier
akan digunakan sebagai dasar untuk menganalisis permasalahan mengenai faktor-
faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan
24
Komunikasi
Sumberdaya
Disposisi
Implementasi
Struktur birokrasi
diri siswa dan solusi dalam mengatasi berbagai hambatan yang merupakan
rumusan masalah ketiga dan keempat pada penelitian ini. Menurut Sabatier,
hubungan masing-masing variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan
dapat dijelaskan pada gambar berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
Tahap-tahap dalam proses
6.
Gambar 3Variabel-variabel yang Mempengaruhi Proses Implementasi
(Nawawi, 2007:140)
II.2.3 Teori Implementasi GRINDLE
Keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu
isi kebijakan dan lingkungan implementasi (Grindle dalam Nawawi, 2009:141).
Variabel isi kebijakan yang disampaikan oleh Grindle mencakup beberapa hal
25
Mudah tidaknya masalah dikendalikanKesulitan teknisKeragaman perilaku kelompok sasaranProsentase kelompok sasaran dibanding jumlah populasi
Kemampuan kebijaksanaan untuk mengukur implementasiKejelasan dan konsisten tujuanDigunakannya teori kausal yang memadaiKetepatan alokasi sumber dayaKeterpaduan hierarki dalam dan diantara lembaga pelaksanaAturan-aturan keputusan dari badan pelaksanaRekruitmen pejabat pelaksana
Variabel di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasiKondisi sosio ekonomi dan teknoDukungan publikSikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok pemilihDukungan dari pejabat atasanKomitmen dan keterampilan pejabat-pejabat pelaksana
Outputkebijakan dalam pelaksana
Dampak output kebijakan
Dampak output kebijakan
Dampak nyata output kebijakan
Kesediaan target group memenuhi output kebijakan
yaitu: 1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan
publik, 2) jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran, dan 3) sejauh mana
perubahan yang diinginkan oleh kebijakan. Teori implementasi Grindle akan
digunakan sebagai alat untuk menganalisis permasalahan mengenai substansi
kebijakan pengembangan diri siswa yang merupakan rumusan masalah pertama
pada penelitian ini. Berikut disajikan model implementasi kebijakan menurut
Grindle.
``
Gambar 4Implementasi Sebagai Proses Politik dan Administrasi
(Nawawi, 2009:142)
Berdasarkan beberapa landasan teori yang digunakan sebagai alat untuk
menganalisis setiap permasalahan, terdapat keterkaitan antara teori yang satu
dengan yang lainnya. Keterkaitan antara masing-masing landasan teori yang
digunakan dengan kebijakan pengembangan diri siswa dapat digambarkan pada
bagan berikut.
26
Program aksi dan proyek individu
yang didesain dan didanai
Hasil kebijakanDampak pada masyarakat, individu, dan kelompokPerubahan dan penerimaan masyarakat
Tujuan kebijakan
Implementasi kebiajakan dipengaruhi oleh:A. Isi kebijakanKepentingan kelompok sasaranTipe manfaatDerajad perubahan yang diinginkanLetak pengambilan keperluanPelaksanaan programSumber daya yang dilibatkanB. Konteks kebijakanKekuasaan, kepentingan, strategi aktor yang terlibatKarakteristik lembaga dan rezim yang berkuasaTingkat kepatuhan dan adanya respons dari pelaksana
program yeng dilaksanakan sesuai
rencana
MengukurKeberhasilan
Tujuan yang dicapai
Gambar 5Keterkaitan Dasar Teori pada Kebijakan Pengembangan Diri Siswa
Berdasarkan gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa diantara landasan
teori yang digunakan sebagai alat analisis, ketiganya berbeda antara satu dengan
yang lain. Perbedaan pada masing-masing landasan teori adalah terletak pada
cakupan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan.
Dari ketiga landasan teori yang digunakan, masing-masing mempunyai
pandangan tersendiri mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi
kebijakan.
Dapat dijelaskan bahwa teori implementasi Grindle menyatakan bahwa
implementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh isi kebijakan dan lingkungan
implementasi. Sementara teori implementasi Edwards III menyatakan bahwa
implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yang saling berhubungan
antara satu dengan yang lain, yaitu: komunikasi, sumber daya, disposisi, dan
struktur birokrasi. Selanjutnya teori implementasi Sabatier menyatakan bahwa
kinerja implementasi kebijakan publik dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu: 1)
karakteristik masalah, 2) karakteristik kebijakan/undang-undang, dan 3) variabel
lingkungan.
27
Teori Edwards
III
Teori Sabatier
Kebijakan Pengembangan
Diri Siswa
Teori Grindle
Perbedaan cakupan pada masing-masing teori yang digunakan tidak
menyebabkan teori menjadi berdiri sendiri-sendiri. Berdasarkan perbedaan yang
ada, dapat dilihat adanya keterkaitan pada masing-masing teori di atas.
Keterkaitan yang dimaksud yaitu terletak pada substansi penting dalam
implementasi kebijakan yaitu adanya sumber daya, baik sumber daya manusia,
material maupun non material, serta metode. Sumber daya menjadi salah satu
faktor yang sangat penting dalam menentukan implementasi kebijakan.
Implementasi kebijakan akan berjalan dengan efektif dan efisien jika ditunjang
oleh sumber daya yang memadai.
III. DESAIN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara sistematis kegiatan
pengembangan diri siswa ditinjau dari berbagai aspek agar memperoleh gambaran
yang jelas mengenai program pengembangan diri siswa. Dilihat dari tujuan yang
ingin dicapai, maka penelitian ini adalah penelitian yang bersifat penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best
dalam Sukardi, 2004:157). Penelitian deskriptif merupakan penelitian kualitatif,
penelitian kualitatif adalah suatu paradigma penelitian untuk mendeskripsikan
peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan
mendalam dalam bentuk narasi (Djam`an Satori, 2010:219). Lebih lanjut
dijelaskan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositifisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal,
teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi (Sugiyono, 2009:15).
Desain penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode
penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu metode penelitian yang ditujukan
28
untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat
ini atau saat yang lampau (Nana Syaodih, 2006: 54).
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP di Malang. Pertimbangan yang diambil
oleh peneliti adalah bahwa SMP di Malang telah melaksanakan kurikulum KTSP
sehingga dianggap sudah cukup siap dan matang untuk melaksanakan program
pengembangan diri. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah efisiensi,
mengingat peneliti dalam hal ini bertugas dan berdomisili di wilayah Malang.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah bersifat skematik,
narasi, dan uraian, juga penjelasan data dari informan baik lisan maupun data
dokumen tertulis, prilaku subyek yang diamati di lapangan juga menjadi data
dalam pengumpulan hasil penelitian ini ( Jam’an, 2010 : 220).
1. Jenis Data Primer
Jenis data primer adalah jenis data yang diperoleh lagsung dari sumbernya.
Jenis data primer berupa kata-kata dan tindakan dari orang-orang yang diamati
atau diwawancarai. Penelitian tentang analisis kebijakan pengembangan diri
menggunakan jenis data kata-kata dan tindakan atau perilaku. Adapun pencatatan
pada jenis data ini dilakukan dengan wawancara dan pengamatan berpera serta
yang merupakan gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya.
4 Jenis Data Sekunder
Jenis data sekunder adalah jenis data yang bukan langsung berasal dari sum-
bernya. Jenis data ini biasanya berasal dari pihak-pihak lain yang telah
mengumpulkannya terlebih dahulu. Dalam hal ini jenis data sekunder dapat
berupa dokumen, buku pelaporan atau arsip-arsip penting lain.
3.3.2 Sumber Data
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2009: 193). Sumber data primer dalam hal ini
adalah para informan yang langsung memberikan data kepada peneliti. Sumber
29
data tersebut adalah para informan terpilih yang terdiri dari kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, guru, komite sekolah dan siswa kepala sekolah, guru, dan siswa.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2009, 193). Sumber data sekunder diper-
oleh dari berbagai sumber yang telah ada, seperti buku laporan, jurnal dan doku-
mentasi. Pada penelitian ini data sekunder didapatkan juga dari para informan lain
yang meliputi data dari komite sekolah, masyarakat dan para praktisi/tokoh pen-
didikan, alumni dan juga data yang berasal dari dokumen maupun foto-foto
kegiatan.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk mengukur fenomena
alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2009: 148). Insturmen utama dalam
penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Kekuatan peneliti sebagai instrumen pent-
ing dalam penelitian meliputi empat hal, yaitu: 1) kekuatan akan pemahaman
metodologi kualitatif dan wawasan bidang profesinya, 2) kekuatan dari sisi per-
sonality, 2) kekuatan dari sisi kemampuan hubungan sosial (human relation), dan
4) kekuatan dari sisi keterampilan berkomunikasi. Karena penelitian ini bertujuan
untuk menggali data yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pengembangan
diri, maka instrumen penting lainnya selain peneliti adalah wawancara. Wawan-
cara dilakukan kepada pembina masing-masing kegiatan dalam pengembangan
diri dan penentu kebijakan sekolah, yaitu kepala sekolah, komite sekolah dan
guru.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berdasarkan penjabaran mengenai kebijakan pengembangan diri yang telah diatur
dalam kurikulum KTSP. Untuk itu, instrumen yang akan digunakan dalam peneli-
tian ini berupa lembar observasi, alat perekam, kamera, pedoman wawancara dan
lain-lain. Lembar observasi digunakan untuk mengamati dan mencatat aktifitas
guru pembina dan siswa dalam program pengembangan diri. Alat perekam digu-
nakan untuk merekam aktifitas guru pembina dan siswa dan mencatat keseluruhan
hasil rekaman, baik rekaman audio maupun rekaman berupa video. Kamera digu-
30
nakan oleh peneliti untuk mengabadikan aktifitas guru pembina dan siswa dalam
kegiatan pengembangan diri. Sedangkan pedoman wawancara akan digunakan
oleh peneliti dalam menyusun instrumen wawancara.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Agar dapat memperoleh informasi yang jelas dan akurat sesuai dengan ru-
musan masalah, maka teknik pengumpulan data menggunakan teknik pengumpu-
lan data dengan mengkombinasikan tiga teknik pengumpulan data, yaitu meliputi:
pengamatan langsung, wawancara dan analisis dokumen. Pengamatan langsung
dilakukan untuk mengetahui kegiatan pengembanagn diri dan sejauhmana pro-
gram tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Wawancara sebagai teknik
pengumpulan data utama dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai proses
penyusunan program, pelaksanaan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kegiatan pengembangan diri. Studokumentasi diperlukan untuk memperoleh in-
formasi tambahan yang berkaitan dengan visi dan misi sekolah terkait dengan pro-
gram pengembangan diri.
3.5.1 Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan dengan meli-
batkan diri peneliti pada aktifitas orang yang diteliti dan mencatat secara sistema-
tis tentang obyek yang sedang diteliti untuk mengumpulkan data tentang berbagai
hal yang berupa kondisi di sekitar yang diamati, fakta sosial atau gabungan dari
ketiganya (Mulyasa, 2004: 162). Obyek yang diamati pada penelitian ini adalah
segala aktifitas siswa dan guru pembina pada program pengembangan diri. Pada
kegiatan pengamatan langsung peneliti membawa catatan kecil dan alat perekam
untuk mencatat hal-hal penting selama berlangsungnya pengamatan. Alat perekam
digunakan untuk mengabadikan peristiwa-peristiwa penting yang relevan dengan
fokus penelitian.
3.5.2 Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan satu tujuan, khususnya tujuan un-
tuk mengumpulkan informasi (Berg dalam Jam’an, 2010: 129). Lebih lanjut
wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka
antara pihak penanya (interviewer) dengan pihak yang ditanya atau penjawab (in-
terviewee).
31
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap kepala sekolah, guru,
siswa dan komite sekolah. Wawancara terhadap kepala sekolah dilakukan untuk
memperoleh informasi mengenai 1) program-program yang akan dilaksanakan, 2)
tujuan yang diharapkan, 3) unsur-unsur yang terlibat, 4) ketersediaan sarana pen-
dukung, 5) faktor-faktor pendukung, baik internal maupun eksternal, 6) efektifi-
tas. Adapun wawancara yang dilakukan terhadap guru adalah untuk memperoleh
informasi mengenai 1) keterlaksanaan program, 2) ketersediaan guru pembina, 3)
jadwal kegiatan, 4) efektifitas, efisiensi dan fleksibilitas kegiatan, 5) pencapaian
hasil yang diharapkan. Wawancara yang dilakukan terhadap siswa adalah untuk
memperoleh informasi tentang 1)seberapa besar tingkat partisipasi siswa 2) tang-
gapan siswa, 3) program apa saja yang paling diminati, 4) harapan siswa terhadap
program yang sudah berjalan. Wawancara terhadap komite sekolah untuk menda-
patkan informasi mengenai 1) peran serta komite sekolah, 2) bentuk dukungan
yang dapat diberikan, 3) saran-saran yang dapat diberikan. Dari berbagai kegiatan
wawancara yang dilakukan diharapkan akan peneliti akan memperoleh informasi
yang sebanyak-banyaknya. Agar mendapatkan informasi yang banyak dan akurat,
maka peneliti harus melakukan sosialisasi dan adaptasi terlebih dahulu guna men-
jalik keakraban dengan para informan. Wawancara dalam hal ini dapat dilakukan
secara terbuka dan berjalan secara spontan.
3.5.3 Dokumentasi
Dokumen merupakan rekaman kejadian masa lalu yang ditulis atau dic-
etak, dapat berupa catatan anekdotal, surat, buku harian dan dokumen-dokumen
(Djam’an, 2010: 147). Analisis dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan untuk
memperoleh data pendukung tentang visi, misi, dan kegiatan pada program
pengembangan diri yang diperoleh melalui dokumen KTSP, foto-foto kegiatan
dan jadwal kegiatan pengembanagn diri, daftar hadir siswa maupun daftar hadir
guru pembina. Dari data yang didapatkan melalui studi dokumen aka diperoleh
juga mengenai model evaluasi pengembangan diri dan juga pelaporannya.
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke
dalam suatu pola, kategori, dan satu uraian dasar yang dapat dilakukan dengan
pengaturan, pengelompokan, pemberian kode dan pengkategorian (Moleong,
32
2005: 265). Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
yang didukung oleh teori George C. Edwards, Van Horn dan Grindle. Penelitian
deskriptif kualitatif adalah penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau masa lampau
(Nana Syaodih, 2006: 54).
Secara umum dalam penelitian kulaitatif ada empat langkah yang perlu di-
lakukan dalam proses analisis data, yaitu: data colecting, data reduction, data dis-
play, and conclution drawing/verification. Berikut ini adalah gambar analisa daa
menurut Miles dan Huberman.
Gambar 6Model Analisa Data Interakitf Miles dan Huberman
Penelitian ini menggunakan Teknik Analisis Deskriptif kualitatif yang
didukung oleh teori tentang teknik analisis data. Demi menjamin kepercayaan
data pada penelitian, maka perlu dilaksanakan teknik analisis data. Uji keabsahan
data dalam penelitian kulaitatif meliputi uji kredibilitas (validitas internal), uji
trasferabilitas (validitas eksternal), dan uji konfirmabilitas (objektifitas).
Data pada penelitian ini berbentuk kalimat deskriptif, oleh karena itu data
akan dianalisis dengan menggunakan analisis data yang mencakup:
1. Pengumpulan data, pengumpulan data dilakukan dengan mencari data sesuai
dengan fokus penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan
33
Pengumpulan data Display data
Reduksi data Penarikan Kesimpulan/verifikasi data
langsung, wawancara dan studi dokumentasi. Setelah melakukan pengumpu-
lan data, maka langkah selanjutnya adalah melakukan reduksi data.
2. Reduksi atau penyederhanaan data, reduksi data dilakukan dengan memilah-
milah dan menyeleksi semua data yang masuk baik berupa data hasil
wawancara, catatan lapangan maupun rekaman. Semua data yang masuk
harus dipilah dan disesuaikan dengan relevansi sesuai dengan kebutuhan
penelitian.
3. Penyajian data, penyajian data dilakukan dengan megorganisasikan semua
informasi/data yang masuk dan disajikan dalam bentuk matrik yang
mengarah pada kesimpulan.
4. Kesimpulan, kesimpulan yang baik membuat peneliti berusaha memeriksa
semua data yang masuk dan menarik makna dari berbagai data dengan
menghubungkan, mencari persamaan/perbedaan, mencari pola dan
kemudian menarik kesimpulan. Hasil analisis data kemudian secara
keseluruhan dikaji ulang, apabila ada ketidaklengkapan pada data maka akan
dilakukan pengecekan ulang.
Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data meliputi: 1) menetapkan lambang-
lambang tertentu, 2) klasifikasi data berdasarkan lambang/simbol, dan 3)
melakukan prediksi atas data (Djam’an, 2010: 98).
3.7 Teknik Keabsahan Data
Keabsahan hasil penelitian dapat dilakukan dengan melakukan cek dan
ricek serta kroscek pada prosedur penelitian yang telah ditempuh serta telaah
terhadap substansi penelitian. Keabsahan hasil penelitian dilakukan melalui :
1. Meningkatkan kualitas keterlibatan peneliti dalam kegiatan di lapangan
2. Pengamatan secara terus menerus
3. Triangulasi, baik metode, dan sumber untuk mencari kebenaran data dengan
membandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain, hal ini di-
lakukan untuk mempertajam pandangan terhadap hubungan sejumlah data
4. Keterlibatan teman sejawat untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik
dalam proses penelitian
5. Menggunakan bahan referensi untuk meningkatkan nilai kepercayaan akan
kebenaran data yang diperoleh dalam bentuk rekaman, tulisan, dan lainnya.
34
6. Melakukan pengecekan terhadap hasil-hasil yang diperoleh guna perbaikan
dan tambahan dengan kemungkinan kekeliruan atau kesalahan dalam mem-
berikan data yang dibutuhkan.
IV. LUARAN PENELITIAN
Menghasilkan penelitian yang lebih rinci mengenai pelaksanaan program
pengembangan diri siswa yang tertuang dalam kurikulum tingkat satuan
pendidikan siswa Sekolah Menengah Pertama, sehingga dapat diketahuai hal-hal:
1. Proses Pelaksanaan dalam kurikulum sekolah
2. Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan program pengembangan diri
3. Mencari solusi dan alternatif dalam mengatasi kendala tersebut
V . RINCIAN BIAYA PENELITIAN
1. Gaji dan Upah Rp. 8.000.000,-
2. Bahan dan Peralatan Penelitian Rp. 10.000.000,-
3. Perjalanan Rp. 4.400.000,-
4. Laporan Penelitian Rp. 2.600.000,-
5. Biaya Lain-lain Rp. 6.000.000,-
6. Seminar Rp. 9.000.000,-
Jumlah Rp. 40.000.000,-
35
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Danim, S. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektifitas Kelompok. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Standar Isi Untuk program Paket A, Program Paket B, dan Program paket C. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Djaali. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Dunn, William N. 1999. Analisis Kebijakan Publik. (Edisi kedua). Terjemahan oleh Samudra Wibawa dkk. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Fattah, Nanang. 2009. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hardjanto, Imam. 2009. Kebijakan Publik. Malang: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya.
Marno. 2007. “Paradigma Pengelolaan Sekolah Efektif “. Jurnal Kependidikan dan Keagamaan. Malang: Fakultas Tarbiyah UIN Malang.
Masruroh. 2008. Analisis Kebijakan Pengembangan Diri Dalam Rangka Mengembangkan Bakat dan Minat Siswa Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan purwosari, Tesis S-2 Program Studi Magister Kebijakan dan pengembangan Pendidikan tidak dipublikasikan, Universitas Muhammadiyah malang.
Masykuri. 2009. Kebijakan Pendidikan Islam. Surabaya: Visipress Media.
Moleong, Lexy. J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, Enco. 2006. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
36
Mulyasa, Enco. 2010. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Nawawi, Ismail. 2009. Public Policy. Surabaya: Putra Media Nusantara.
Parsons, Wayne. 2008. Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 2006. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sagala, Syaiful. 2010. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Saksono. 2009. Pengertian-Efektifitas, diakses tanggal 8 Desember 2011 dari dansite.wodpress.com.
Satori, Djam’an. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Saukah, Ali dkk. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Edisi IV). Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Semiawan, Conny. R. 2005. Kebijakan Pendidikan Otonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudrajad, Akhmad. 2008. Pengembangan Diri dalam KTSP, diakses tanggal 2 Mei 2011 dari http://akhmadsudrajad wodpress. Com.
Soetjipto dkk. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2009. Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sujono dkk. 2010. Pedoman Penulisan Artikel Ilmiah dan Disertasi. Malang. Universitas Muhammadiyah Malang.
Sukmadinata, Nana. S. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:. Remaja Rosdakarya.
37
Sukmadinata, Nana. S. 2006. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, Nana. S. 2009. Metode Penelitian pendidikan. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Suyanto dan Djihad, Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki Millenium III. Yogyakarta: Adi Cita.
Suyoko. 2010. Analisis Program pengembangan Diri Dalam rangka Peningkatan Bakat dan Minat Siswa Pada Pendidikan Dasar, Tesis S-2 Program Studi Magister Kebijakan dan pengembangan Pendidikan tidak dipublikasikan, Universitas Muhammadiyah Malang.
Syam, M. Noor dkk. 2003. Pengantar dasar Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Wahab, Solichin. A. 2001. Analisis Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara.
Zamroni. 1992. Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.
38
LAMPIRAN A. Total Biaya
1. Gaji dan Upah Rp. 8.000.000,-2. Bahan dan Peralatan Penelitian Rp. 10.000.000,-3. Perjalanan Rp. 4.400.000,-4. Laporan Penelitian Rp. 2.600.000,-5. Biaya Lain-lain Rp. 6.000.000,-6. Seminar Rp. 9.000.000,-
Jumlah Rp. 40.000.000,-
I. Pertimbangan Alokasi Biaya 1. Gaji dan Upah
1. Ketua Peneliti (1 Orang x 10 jam x 4 minggu x 10 bulan x Rp. 12.500,00)
Rp. 5.000.000,-
2. Anggota Peneliti (1 Orang x 10 jam x 4 minggu x 10 bulan x Rp. 7.500,00)
Rp. 3.000.000,-
Jumlah Rp. 8.000.000,-
2. Bahan dan Peralatan Penelitian a. Tinta catridge Canon Pixma IP 1700
(6 buah x Rp.455.000,-) Rp. 2.730.000,-b. Kertas HVS 80 gram (20 rim x Rp. 50.000,-) Rp. 1.000.000,-c. Kertas CD (10 rim x Rp. 25.000,-) Rp. 250.000,- d. Tinta untuk Transparansi ( 3 pak x Rp.100.000,-) Rp. 300.000,-e. Balpoint (10 dozin x Rp. 50.000,-) Rp. 500.000,-f. Map Plastik (88 buah x Rp. 7.500,-) Rp. 660.000,-g. Amplop tebal (88 buah x Rp. 3.500,-) Rp. 308.000,-h. Flahdisc (3 buah Rp. 100.000,-) Rp. 300.000,-i. DVD (2 buah x Rp. 250.000,-) Rp. 500.000,-j. Alat Tulis Kantor (ATK) Rp. 1.000.000,-
Jumlah Rp. 10.000.000,-
3. Perjalanan a. Transportasi Lokal
2 Orang x 2 hari x 4 minggu x 6 bulan x Rp. 25.000,- Rp. 2.400.000,-.b Transportasi Antar Kota
1 Orang x 2 hari x 4 minggu x 4 bulan x Rp. 25.000,- Rp. 2.000.000,-Jumlah Rp. 4.400.000,-
39
4. Laporan Penelitian a. Penggandaan Laporan Penelitian
(6 laporan x Rp. 150.000,-)Rp. 900.000,-
.b Penggandaan Laporan Akhir (10 laporan x Rp.150.000,-)
Rp. 1.500.000,-
c. Pengiriman Laporan Rp. 200.000,-Jumlah Rp. 2.600.000,-
5. Biaya Lain-laina. Sewa Kamera video Shooting dan perangkatnya, serta
peralatan editing 1 set Rp. 6.000.000,-
Jumlah Rp. 6.000.000,-
6. Seminara. Konsumsi
Kue (2 hari x 100 x Rp. 10.000,-)Makan (2 hari x 100 x Rp. 20.000,-)
Rp. 2.000.000,-Rp. 4.000.000,-
.b Penyelenggaraan Seminar Ilmiah Seminar Pemantauan
Rp. 1.500.000,-Rp. 1.500.000,-
Jumlah Rp. 9.000.000,- (Empat Puluh Juta Rupiah)
II. Rencana Jadual Penelitian
No. Kegiatan Bulan2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1. a. Persiapan dan Penentuan sekolah sebagai tempat penelitian
b. Mengurus Perijinan
√ √
2. Pembuatan Pedoman Wawancara
a. Uji Coba b. Validasi Intrumen c. Penetapan alat instrumen
√ √
3. Pelaksanaan Wawancara √ √4. Pengumpulan Data √ √5. Analisis Data √ √6. Penulisan untuk Publikasi √ √7. Pelaporan √ √
III. Dukungan pada Pelaksanaan Penelitian
1) Dukungan aktif yang sedang berjalan : tidak ada
40
2) Dukungan yang sedang dalam tahap pertimbangan: Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kota Malang
CURICULUM VITAE
KETUA PENELITINama : Drs. Dwi Purnomo, M.Pd. NIP : 196412041990031003Tempat dan Tanggal Lahir : Nampirejo, 4 Desember 1964Jenis Kelamin : Laki-lakiStatus Perkawinan : KawinAgama : IslamGolongan / Pangkat : IV/c Jabatan Fungsional Akademik : Lektor Kepala (803)Perguruan Tinggi : IKIP Budi Utomo MalangAlamat : Jalan Simpang Arjuno 14.B MalangTelp./Faks. : (0341) 323214 / (0341) 355070Alamat Rumah : RT 62 RW 13 No.39 Kebon Agung-Malang Telp./Faks. : (0341) 802929Alamat e-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan 1. Sekolah Dasar, Lulus tahun 1976 di Lampung 2. Sekolah Menengah Pertama, Lulus tahun 1979 di Lampung 3. Sekolah Menengah Atas, Lulus tahun 1983 di Lampung 4. Sarjana Strata Satu (S-1) Jurusan Pendidikan Matematika Universitas
Lampung, Lulus tahun 19895. Pascasarjana Strata Dua (S-2) Jurusan Pendidikan Matematika IKIP Malang,
Lulus tahun 1999
Riwayat Pekerjaan
Tahun Pekerjaan 1990 - sekarang Sebagai tenaga edukatif Kopertis VII Jawa Timur dipekerjakan
pada IKIP Budi Utomo Malang
1993-1996 Ketua Jurusan Pendidikan Matematika IKIP Budi Utomo Malang
1996-2009 Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Eksakta dan Keolahragaan IKIP Budi Utomo Malang
2009- sekarang Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IKIP Budi Utomo Malang
Hasil Penelitian
41
1. Kecemasan pada Matematika dan Pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas I SMU PGRI 06 Kota Malang
2. Pengaruh Frekuensi Pemberian Latihan Tes Uraian terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa
3. Penguasaan Konsep Matematika dalam Hubungannya dengan Teori van Hielle pada Siswa Kelas II SLTP Negeri 6 Kota Malang
4. Analisis Selesaian Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi dengan Persamaan Karakteristik dan Transformasi Laplace
5. Solusi PD Linear Order Dua pada Masalah Nilai Batas dengan Menggu-gunakan Fungsi Green
6. Menentukan Lintasan Terpendek dengan Menggunakan Metode Program Dinamik dan Algoritma Lintasan Terpendek
7. Pendekatan Atraktif dalam Pembelajaran pada Operasi Bilangan Cacah Siswa Sekolah Dasar
Makalah yang di Publikasikan 1. Pembentukan Konsep Matematika Berdasarkan Kemampuan Penalaran
Deduktif dan InduktifDiterbitkan dalam Jurnal PARADIGMA ISSN 0852-3185 Nomor 18 Juli Desember 2003
2. Komik Matematika sebagai Media Pembelajaran Matematika.Diterbitkan dalam Jurnal PARADIGMA ISSN 0852-3185 Nomor 19 Bulan Januari-Juni 2004
3. Cooperative LearningDiterbitkan dalam Jurnal PARADIGMA ISSN 0852-3185 Nomor 20 Bulan Juli –Desember 2004
4. Pembelajaran Berdasarkan MasalahDiterbitkan dalam Jurnal PARADIGMA ISSN 0852-3185 No. 21 Januari-Juni 2005
5. Pembentukan Konsep melalui Pendidikan Matematika Realistik (PMR)Diterbitkan dalam Jurnal PARADIGMA ISSN 0852-3185 Tahun XIII No. 25 Januari-Juni 2008
6. Pembelajaran Kontekstual Berpandu Konstruktivis dan Pelaksanaanya di KelasDiterbitkan dalam Jurnal PARADIGMA ISSN 0852-3185 Tahun XIII No. 26 Juli -Desember 2008
7. Pembelajaran Remidi dengan Menggunakan Tutor SebayaDiterbitkan dalam Jurnal PARADIGMA ISSN 0852-3185 Tahun XIV No. 27 Januari-Juni 2009
8. Memahamkan Konsep Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Konstruktivis sebagai Alternatif Pemecahan Diterbitkan dalam Jurnal PENDIDIKAN MATEMATIKA, Universitas Muhammadiyah Malang , Volume 1 Nomor 1 Januari 2010
42
Bahan Ajar yang Telah Ditulis 1. Teori dan Strategi dalam Pembelajaran, tahun 2000
2. Struktur Aljabar, tahun 2003
3. Teori Bilangan, tahun 2006
4. Persamaan Diferensial, tahun 2008
5. Kalkulus Diferensial, tahun 2010
6. Kalkulus Integral, tahun 2010
7. Statistika Dasar, tahun 2011
8. Kalkulus Lanjutan, tahun 2012
9. Keterampilan Guru dalam Berprofesi, tahun 2012
Malang, 20 Maret 2012Dosen yang bersangkutan
Drs. Dwi Purnomo, M.Pd.
43
ANGGOTA PENELITI
1. Nama Dra. Hj. Susilo Bekti, M.Pd. 2. Nomor Induk Pegawai/NIY Y.48 07 86 013. Program Studi Pendidikan Matematika 4. Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA5. Fakultas Pendidikan Ilmu Eksakta dan Keolahragaan
(FPIEK) IKIP Budi Utomo Malang6. Tempat Lahir Trenggalek 7. Tanggal Lahir 24 Mei 19618. Alamat Rumah Jalan Danau Maninjau III Blok G2F3 Malang 9. Telepon Rumah / HP (0341) 711846 / 0812331912310. Alamat E-mail [email protected]. Jenis Kelamin Perempuan 12. Jabatan Akademik Lektor Kepala13. Pangkat/ Gol IV a14. Mata Kuliah yang Diampu 1. Struktur Aljabar
2. Evaluasi Pembelajaran Bidang Studi3. Telaah Matematika Sekolah
15. S-1 Pendidikan Matematika IKIP Surabaya, Lulus tahun 1985
16. S-2 Pendidikan Matematika IKIP Surabaya, Lulus tahun 2000
17. Pekerjaan 1. 1986 – sekarang, Dosen Jurusan Pendidikan Matematika IKIP Budi Utomo Malang
2. 2003 – 2011 Kepala Perpustakaan IKIP Budi Utomo Malang
3. 2011 – sekarang Kepala Unit Penjaminan Mutu Internal IKIP Budi Utomo Malang
44
18. Karya Ilmiah 1) Peningkatan Tahap Berpikir Siswa dari tahap visualisasi ke tahap analitik (Makalah Ilmiah)
2) Pemanfaatan Permainan Anak yang Telah Dikenal Di Masyarakat untuk Penanaman Konsep Matematika (Makalah Ilmiah)
3) Sintaks Model Pembelajaran Pencapaian Konsep pada Mata Kuliah Struktur Aljabar (Makalah Ilmiah)
4) Peningkatan Pemahaman Aljabar Linear den-gan Langkah-langkah Model Pembelajaran Pencapaian Konsep pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika (Makalah Ilmiah).
5) Strategi untuk Mengaktifkan Mahasiswa dalam Proses Pembelajaran dan Mengungkap Profilnya (Makalah Ilmiah)
Malang, 10 April 2011 Dosen yang bersangkutan
Dra. Hj. Susilo Bekti, M.Pd.
45