Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ISSN 2684-835X
BIDANG PAIKANWIL KEMENAG ACEH
i| JurnalIlmiahCenedekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
JURNAL ILMIAH CENDEKIA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DEWAN REDAKSI Penanggung Jawab : Drs. H. M. Daud pakeh Wakil Penanggung Jawab : H. Saifuddin, SE Pimpinan Redaksi : H. Muntasyir, MA Sekretaris : Mariani, M.Pd Mitra Bestari : 1. DR. Salami, MA
2. DR. Bismi Khalidin, M.Si 3. DR. Anton Widianto, MA
Editor Pelaksana : 1. Drs. Taharuddin, MA
2. Muhammad Nasril, Lc., MA 3. Muhammad Yani, S.Pd.I., M.Pd 4. Fadli, S.Ag 5. Drs. Usman
Setting / Layout : 1. Saifunnur, S.Pd
2. Muchlis Yusuf, A.Md Sirkulasi : 1. Syarifah Zaitunsari, M.Ed
2. Mutia Erawati, SE 3. Dedek Permata Sari, M.Si
Alamat Redaksi : Jln. Tgk. Abu Lam U No. 9 Banda Aceh 23242
Telepon. (0651) 28837, 22442, 22510 Fax. (0651) 22510 Website: http://aceh.kemenag.go.id – email: [email protected]
ISSN 2684-835X
ii| Jurnal Ilmiah Cenedekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
SAMBUTAN
KEPALA KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA
PROVINSI ACEH
Alhamdulillah, dengan bangga kami sangat mengapresiasi
penerbitan jurnal perdana ini, yang dapat menjadi ajang untuk
memberikan pemikiran secara ilmiah bagi para guru khususnya guru
dan Pengawas Pendidikan Agama Islam. Pada sekolah umum. Selama
ini selalu menjadi kendala bagi guru untuk memberikan bukti telah
dimuatnya karya tulis ilmiahnya dalam jurnal-jurnal pendidikan dan
dipublikasikan sehingga dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya.
Adanya wadah ini, dapat memberikan peluang-peluang bagi
guru dan pengawas Pendidikan Agama Islam untuk dapat lebih
mengembangkan kreativitas serta kompetensi profesional dalam bentuk
karya tulis ilmiah sehingga menjadi bekal dalam menyiapkan buku-
buku ilmiah lainnya yang digunakan di lingkungan kependidikan Islam.
Di samping sebagai peluang untuk meningkatkan
keprofesionalisme guru, juga sebagai strategi untuk meningkat
perolehan angka kredit jabatan fugsional pendidik atau guru sesuai
dengan standar target pemenuhan angka kredit yang dibutuhkan untuk
kenaikan pangkat. Kami berharap jurnal ini dapat dimanfaatkan para
guru untuk lebih termotivasi sehingga kesan profesionalisme guru dan
pengawas Pendidikan Agama Islam lebih lagi diperhitungkan oleh
sesama guru lainnya. Untuk itu hadirnya jurnal ini juga, dapat
menambah semangat berbudaya ilmu, mengembangkan model-model
pembelajaran dan ekspos praktik-praktik baik (best-practise)
pengembangan pendidikan dan pembelajaran dari sekolah masing-
ii| Jurnal Ilmiah Cenedekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
masing untuk menjadi modal-modal dasar pada pengembangan
pendidikan dan pembelajaran selanjutnya.
Terima kasih kami sampaikan kepada Team-Work percepatan
pencapaian keterlaksanaan proyek perubahan yang telah digagas oleh
Kepala Bidang Pendidikan Agama Islam Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi Aceh dalam bentuk kegiatan PAI Go To School. Dan
juga terima kasih kami kepada para guru dan tenaga ahli lainnya yang
telah menyumbang tulisan-tulisan ilmiah untuk terbitan perdana pada
kali yang pertama ini. Semoga kontribusi ini menjadi pemicu bagi guru-
guru Pendidikan Agama Islam lainnya untuk meningkatkan
keprofesionalisme dalam program Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan.
Akhirnya, kepada Allah swt kita berharap inayah-Nya sehingga jurnal ini tetap eksis di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh baik dalam bentuk cetakan maupun dalam bentuk digital dapatdiakses pada https://aceh.kemenag.go.id website resmi Kementerian Agama Provinsi Aceh.
Banda Aceh, Juni 2019
H. M.Daud Pakeh
1| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI KARYA ILMIAH GURU DAN PENGAWAS PAI PADA KANTOR
WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI ACEH
Oleh: MUNTASYIR, S.Ag, MA
ABSTRAK Upaya peningkatan kompetensi karya ilmiah guru dan pengawas PAI perlu dilaksanakan mencermati permasalahan yang timbul dari lemah dan rendahnya kompetensi bidang ini ditandai dengan tidak banyak karya tulis guru yang beredar, serta banyaknya guru dan pengaws yang tertunda pada proses kenaikan pangkat, terutama dalam memenuhi unsur Publikasi Ilmiah dan Karya Inovatif. Solusi dari permasalahan tersebut, Bidang PAI Kanwil Kemenag Aceh mencoba merumuskan program-program peningkatan kompetensi bidang KI dan PI serta membantu menyediakan media sebagai sarana publikasi dan legalitas, disamping sebagai wadah berbagi informasi. Ulasan dalam tulisan ini merupakan kajian teoritis yang akan disusun sebagai program Bidang PAI Kanwil Kemenag Aceh. Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya kompetensi dan kreativitas guru dan pengawas PAI sehingga mampu melahirkan karya ilmiah dan inovasi lainnya yang pada akhirnya mampu meningkatkan kualitas mutu pendidikan PAI. Kata Kunci: Guru dan Pengawas PAI, Peningkatan Kompetensi, Upaya
A. PENDAHULUAN
Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005,
disebutkan bahwa ”Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah”. Profesionalisme guru dinilai dari kompetensi yang
dimilikinya, dimana ada 4 (empat) kompetensi yang wajib ada pada
diri guru, yaitu kompetensi professional, kompetensi paedagogik,
kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian. Optimalisasi dari 4
2| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
(empat) kompetensi ini tentu akan menghasilkan proses pendidikan,
terutama proses pembelajaran yang berkualitas dan mampu
mengoptimalkan potensi siswa.
Upaya meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil
belajar dapat dilakukan oleh guru dengan melakukan penelitian dalam
bidang pendidikan terutama kegiatan pembelajaran. Tujuan dari
penelitian yang dilaksanakan oleh guru adalah adanya peningkatan
dan perbaikan proses pembelajaran sehingga pada akhirnya mampu
meningkatkan out put dari pembelajaran itu sendiri. Dalam
melaksanakan penelitian ini, guru harus memiliki kompetensi menulis
karya tulis ilmiah sehingga hasil penelitian dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah dan memenuhi standar penilaian angka kredit
yang dibutuhkan dalam proses kenaikan pangkat guru.
Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenneg PAN dan RB)
Nomor 16 Tahun 2009 disebutkan pula bahwa Angka Kredit Guru
adalah Satuan nilai dari setiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai
butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang guru dalam
rangka pembinaan karir kepangkatan dan jabatannya. Dengan
diberlakukannya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenneg PAN dan RB) Nomor 16
Tahun 2009 sebagai penyempurnaan Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara (Kepmenneg PAN) Nomor 84
Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya,
maka guru mendapatkan kesempatan lebih besar agar lebih
profesional.
Tuntutan guru mewujudkan kewajiban yang harus dipenuhi
sesuai dengan aturan di atas dapat dilakukan melalui kegiatan
3| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
pengembangan profesi yang sekarang disebut sebagai Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB) adalah pengembangan kompetensi guru yangg
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk
meningkatkan profesionalitasnya.
Selanjutnya Karya Ilmiah yang dimaksud disini adalah
kegiatan publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif
pada bidang pendidikan formal, publikasi karya tulis ilmiah, buku teks
pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman guru, karya inovatif;
menemukan teknologi tepat guna, menemukan dan menciptakan karya
seni, membuat, memodifikasi alat pelajaran, peraga praktikum, dan
mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan
sejenisnya.
Pada umumnya guru-guru dan pengawas PAI di Provinsi Aceh
mengalami kendala dalam mengembangkan kompetensi karya ilmiah,
sehingga tidak banyak karya tulis ilmiah yang dihasilkan. Hal ini
berdampak pada kenaikan pangkat guru dan pengawas yang menuntut
unsure Publikasi Ilmiah dalam komponen yang diajukan, oleh karena
itu perlu upaya-upaya untuk meningkatkan kompetensi karya tulis
ilmiah ini, sehingga persoalan tersebut dapat dicari jalan keluarnya.
Upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kompetensi guru dan pengawas PAI melalui kegiatan-kegiatan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan yang telah diuraikan dalam
Permenpan RB Nomor 16 tahun 2009 dapat dipelajari oleh guru itu
sendiri, namun dalam pembahasan ini penulis mencoba menguraikan
langkah-langkah kegiatan yang dapat dilakukan oleh Bidang PAI
Kanwil Kemenag Aceh membantu guru dan pengawas PAI dapat
memenuhi tuntutan perbaikan kualitas pendidikan serta dapat
4| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
mengembangkan karier melalui pemenuhan angka kredit unsur Karya
Tulis Ilmiah.
B. PEMBAHASAN
Tugas dan fungsi Bidang Pendidikan Agama Islam sesuai
dengan PMA No. 13 Tahun 2012 pasal 373 mengamanatkan bahwa
Bidang Pendidikan Agama Islam melaksanakan pelayanan, bimbingan
dan pembinaan serta pengelolaan sistem informasi di bidang
pendidikan agama Islam berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan
oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama.Selanjutnya pada
pasal 374 mengamanatkan funsi bidang Pendidikan Agama Islam,
yaitu :
1. Penyiapan perumusan kebijakan teknis dan perencanaan di
bidang Pendidikan Agama Islam;
2. Pelaksanaan pelayanan, bimbingan, dan pembinaan di bidang
Pendidikan Agama Islam pada Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar/Sekolah
Dasar Luar Biasa (SD/SDLB), Sekolah Menengah
Pertama/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
(SMP/SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah
Atas Luar Biasa/Sekolah Menengah Kejuruan
(SMA/SMALB/SMK), dan pengelolaan Sistem Informasi
Pendidikan Agama Islam, dan
3. Evaluasi dan penyusunan laporan di Bidang Pendidikan Agama
Islam.
Selanjutnya uraian tugas sebagai Kepala Bidang Pendidikan
Agama Islam adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan kebijakan Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Agama Provinsi Aceh.
5| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
2. Menetapkan konsep kebijakan teknis di Bidang Pendidikan
Agama Islam.
3. Menetapkan dokumen usulan perencanaan program dan
anggaran Bidang Pendidikan Agama Islam.
4. Memeriksa dan memberikan disposisi suratstatuter dan non
statuter di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi Aceh.
5. Menyetujui dan menetapkan suratstatuter dan non statuter di
lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh.
6. Menerima laporan pelaksanaan program dan/atau kegiatan
sesuai TUSI dan RKT masing-masing seksi pada Bidang
Pendidikan Agama Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi Aceh.
7. Menyelenggarakan program sesuai TUSI masing-masing seksi
di Bidang Pendidikan Agama Islam.
8. Melakukan koordinasi, monitoring dan evaluasi Bidang
Pendidikan Agama Islam.
Menganalisa TUSI dan uraian tugas di atas maka dapat di garis
bawahi bahwa bidang Pendidikan Agama Islam yang menaungi guru-
guru dan Pengawas Pendidikan Agama Islam ikut bertanggung jawab
dalam mengembangkan dan meningkatkan kompetensi guru dan
Pengawas melalui kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB). Regulasi yang mengatur Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan ini terdapat dalam Permenneg PAN dan RB No. 16
tahun 2009. Dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa PKB
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan guru dan Pengawas untuk
mencapai standar kompetensi yang ditetapkan serta untuk
meningkatkan kompetensinya yang berimplikasi pada perolehan
6| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
angka kredit untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru dan
pengawas.
PKB guru terdiri atas 3 (tiga) kelompok kegiatan yaitu
pengembangan diri, publikasi ilmiah atau Karya tulis ilmiah dan karya
inovatif. Kegiatan publikasi ilmiah untuk memenuhi kegiatan
memperbaiki proses pembelajaran, dan kegiatan karya inovatif
bertujuan untuk menerapkan kompetensi sehubungan dengan
penggunaan media dan atau alat dalam pembelajaran dan
kegiatan/strategi bervariasi lainnya pada masing-masing jenjang
kepangkatan guru.Unsur Publikasi Ilmiah berupa hasil penelitian atau
gagasan ilmiah bidang pendidikan formal meliputi laporan hasil
penelitian, makalah berupa tinjauan ilmiah, tulisan ilmiah popular dan
artikel ilmiah.Publikasi ilmiah yang merupakan pengembangan
kompetensi karya tulis guru menjadi tantangan tersendiri bagi guru
untuk memenuhi unsur tersebut.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh Bidang PAI dalam
meningkatkan kompetensi karya tulis ilmiah ini adalah:
1. Melaksanakan sosialisasi Permenpan RB Nomor 16 tahun
2009 kepada guru dan pengawas PAI.
Tujuan dari kegiatan sosialisasi ini adalah untuk
memberikan pemahaman yang benar kepada guru dan
pengawas PAI mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang
harus dilaksanakan oleh guru dalam memenuhi kewajiban
untuk terus meningkatkan kompetensi diri serta
mengembangkan karier mereka. Sosialisasi ini juga membuka
wawasan dan pemahaman guru tentang kewajiban-kewajiban
yang harus diikuti serta bagaimana meraih hasil maksimal dari
kegiatan pengembangan diri tersebut. Pada dasarnya tujuan
7| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
utama yang ingin diraih adalah meningkatnya kompetensi guru
dan pengawas PAI sehingga berdampak pada meningkatnya
kualitas pendidikan yang mereka kelola
Kegiatan sosialisasi ini dapat dilaksanakan melalui
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PAI dan
Kelompok Kerja Pengawas PAI. Kegiatan sosialisasi dapat
terkoordinir dengan baik di bawah pengarahan dan bimbingan
Kepala Seksi PAI pada Kementerian Agama di
Kabupaten/kota.
2. Melaksanakan Workshop PKB
Workshop PKB (Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutn) perlu dilaksanakan kepada guru dan pengawas
PAI untuk memberikan pemahaman kegiatan apa saja yang
dapat diikuti oleh guru dan pengawas dalam meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan yang berkaitan dengan
keprofesian. Selain itu, guru dan pengawas PAI dapat
mengoptimalkan potensi diri agar mampu meraih prestasi kerja
yang maksimal melalui kenaikan pangkat yang sesuai
prosedur.
Kegiatan workshop PKB dilaksanakan oleh Bidang
PAI Kanwil Kemenag Aceh dengan menggunakan anggaran
yang terdapat pada DIPA. Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan
guru-guru PAI dari setiap kabupaten/kota serta diikuti juga
oleh perwakilan pengawas PAI.
3. Melaksanakan workshop Karya Tulis Ilmiah/Karya Inovatif
Selain melaksanakan workshop PKB yang dikoordinir
oleh Bidang PAI Kanwil Kemenag Aceh, upaya lain yang
dapat dilaksanakan adalah melaksanakan workshop KTI dan
8| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
KI. Kegiatan ini drencanakan akan dilaksanakan disetiap
kabupaten/kota melalui koordinasi dan kerjasama dengan
Kemenag/Dinas Pendidikan. Pembiayaaan kegiatan workshop
ini diperoleh melalui Swadaya dana dari peserta workshop itu
sendiri, sehingga keterbatasan anggaran yang ada di DIPA
tidak menghalangi kegiata peningkatan kompetensi guru dan
Pengawas PAI.
Tujuan kegiatan workshop KTI dan PI ini adalah untuk
meningkatkan kompetensi guru dan pengawas PAI dalam
menulis karya ilmiah serta melahirkan karya inovatif lainnya.
Kompetensi karya ilmiah merupakan kompetensi yang sangat
dibutuhkan oleh guru, terutama dalam melaksanakan kegiatan
penelitian di kelas yang dikenal dengan nama PTK (Penelitian
Tindakan Kelas). Kegiatan PTK dilakukan oleh guru untuk
memecahkan masalah yang terjadi di dalam kelas saat kegiatan
pembelajaran, seperti prestasi siswa yang rendah, motivasi
dan minat belajar sangat kurang serta aktivitas siswa yang
tidak aktif. Berbagai permasalahan tersebut mempengaruhi
prestasi yang diraih oleh siswa.sehingga perlu upaya-upaya
perbaikan pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Workshop KTI dan PI juga memotivasi guru untuk
melahirkan karya-karya seni yang sesuai dengan bakat dan
minat masing-masing serta dapat dimanfaatkan untuk
pemenuhan angka kredit dalam upaya kenaikan pangkat.
4. Penerbitan Jurnal Ilmiah
Upaya lain yang dilakukan BidanG PAI Kanwil
Kemenag Aceh dalam memotivasi, mengembangkan dan
meningkatkan kompetensi karya ilmiah guru dan pengawas
9| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
PAI adalah menerbitkan jurnal ilmiah Bidang PAI yang ber
ISSN dalam bentuk cetak yang diberi nama Jurnal Ilmiah
Cenedekia Pendidikan Agama Islam.
Penerbitan jurnal ilmiah ini bertujuan membantu guru
dan pengawas PAI menampung karya tulis ilmiah mereka
untuk dapat didokumentasikan dan diedarkan secara luas
sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang banyak. Selain itu
kehadiran Jurnal Ilmiah ini diharapkan mampu memotivasi
guru-guru untuk menulis dan berbagi informasi kepada orang
lain.
5. Penerbitan Web. Blog Bidang PAI Kanwil Kemenag Aceh
Informasi tentang program-program PAI serta ekspos
berita terkini dari kegiatan-kegiatan PAI perlu dilakukan agar
para guru, pengawas dan Stake Holder dapat mengikuti dan
berpartisifasi menyukseskan program-program tersebut.
Fungsi lain dari Web. Blog ini berperan sebagai Jurnal Ilmiah
Online, selain adanya Jurnal Cetak. Guru dan pengawas PAI
dapat melihat dan membaca karya ilmiah yang dimuat, dengan
harapan penyebaran karya ilmiah ini dapat dinikmati lebih
luas.
6. Memfasilitasi penerbitan buku guru dan pengawas PAI
Kegiatan jangka panjang yang akan diprogramkan dan
dilaksanakan oleh Bidang PAI Kanwil Kemenag Aceh adalah
membantu dan memfasilitasi penerbitan dan pengurusan ISBN
buku karya guru dan pengawas PAI. Penerbitan buku guru ini
tentu diyakini dapat berpengaruh positif pada upaya-upaya
peningkatan kompetensi guru dan perbaikan mutu pendidikan
PAI.
10| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
7. Menggagas Gerakan “One Teacher One Book”
Bidang PAI Kanwil Kemenag Aceh akan menggagas gerakan
One Teacher One Bookdengan mengusulkan gerakan tersebut
ke Direktur Jendral Pendidikan PAI di Jakarta. Gerakan ini
diharapkan dapat menyebar ke seluruh Indonesia sebagai
upaya mendukung program Indonesia Cerdas Melalui Literasi.
C. SIMPULAN
1. Upaya peningkatan kompetensi guru dan pengawas PAI
terutama bidang Karya Tulis Ilmiah perlu direncanakan dan
dilaksanakan oleh semua pihak yang berkompeten, tidak
terkecuali Bidang PAI pada Kanwil Kmenag Aceh dalam
meningkatkan kualitas SDM guru serta kualitas pendidikan
PAI.
2. Berbagai kegiatan dapat dilaksanakan, baik yang bersumber
dananya dari DIPA Bidang PAI maupun dengan
memberdayakan sumber dana peserta. Diantara kegiatan
tersebut adalah Workshop, penerbitan jurnal ilmiah edisi cetak
dan on line, penerbitan buku gur serta menyukseskan Budaya
Literasi melalui Gerakan One Teacher One Book”.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005
Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 16 tahun 2009
11| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH DI PROVINSI ACEH (STUDI ADVOKASI STRATEGI
IMPLEMENTASI KURIKULUM ACEH) Oleh: TAHARUUDIN
(Kasi PAI SMA/SMALB/SMK pada Bidang PAI Kanwil Kemenag Aceh)
A. PENDAHULUAN
Kurikulum Aceh telah dilaunching pada resepsi Hari
Pendidikan Aceh bulan September 2018. Launching artinya
diluncurkan untuk diumumkan kepada publik bahwa kurikulum Aceh
akan diimplementasikan. Kurikulum Aceh adalah kurikulum yang
dilandasi dengan budaya Aceh dan nilai-nilai Islami. Peran besar
dalam implementasi ini dihubungkan dengan kewenangan instansi
terkait, pertama, Dinas Pendidikan Aceh, dan kedua, Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Aceh. Kedua instansi ini mendapatkan
porsi masing-masing apa yang harus dilakukan secara bersama
sebagai bangunan sinergitas. Walaupun pengkotakan ini tidak harus
jelas, namun atas kewenangan masing-masing perlu mendapat
perhatian terhadap substansi dari kurikulum Aceh ini.
Sesuai kewenangannya dalam mengurus pendidikan agama di
sekolah, khususnya Pendidikan Agama Islam, Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Aceh patut mendapatkan porsi
pemikiran lebih serius pada pengelolaan Pendidikan Agama Islam
pada sekolah. Porsi itu menyangkut tugas dan fungsi Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Aceh terkait pelayanan, bimbingan, dan
pembinaan di bidang pendidikan madrasah, pendidikan agama dan
keagamaan (PMA No. 13 Tahun 2012, pasal 5 huruf c). Singgungan
pelayanan itu sebagai tugas Kementerian Agama terletak pada
pelayanan, bimbingan dan pembinaan pendidikan agama, baik Agama
Islam maupun non-Islam.
12| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Untuk menjalankan Pendidikan Agama Islam pada sekolah,
yang menjadi selalu didengungkan adalah bahwa mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam perlu mendapat tambahan materi dan jam
pelajaran yang lebih dari yang telah ditentukan dalam struktur
kurikulum.
Ada usulan untuk dapat terlaksana kurikulum Pendidikan
Agama Islam dan Bahasa Arab pada sekolah, dengan merujuk kepada
kurikulum madrasah. Yang menjadi masalah adalah implementasinya
karena berhubungan dengan lintas sektoral lainnya, pengakuan-
pengakuan dalam sistem data pokok kependidikan. Menurut
pengamatan penulis implementasi penambahan jam mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam pada sekolah secara umum belum dapat
dilaksanakan karena semestinya adanya regulasi-regulasi yang
mengikat untuk dapat dilaksanakan secara masif (kuat).
Berkaitan dengan fenomena di atas, tulisan ini ingin menjawab
beberapa pertanyaan sebagai lingkup pembahasannya sebagai berikut:
1. Bagaimana peluang pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam
lingkup Kurikulum Aceh?
2. Apa saja kendala pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam
lingkup Kurikulum Aceh?
3. Bagaimana advokasi pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam
lingkup Kurikulum Aceh?
B. PEMBAHASAN
1. Peluang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam berbasis
Kurikulum Aceh pada Sekolah
Untuk melaksanakan sebuah kebijakan diperlukan sebuah
regulasi untuk menguatkannya. Regulasi dimaknai sebagai
penyesuaian dengan aturan-aturan, mengadakan aturan-aturan
13| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
(Yosef Pradipto, 2007: 226) Regulasi hubungannya atau identik
dengan kebijakan publik. Kebijakan publik adalah kebijakan yang
dibuat oleh administratur negara, atau administratur publik (Riant
Nugroho: 2006: 23). Dengan regulasi tersebut, sesuatu kebijakan
akan mendapatkanpeluanguntuk dapat dilaksanakan secara
sukses.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di lingkungan
kependidikan Provinsi Aceh (Majelis Pendidikan Daerah, Dinas
Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama) diharapkan
mendapat tambahan materi dan jam pelajaran seperti layaknya
Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di madrasah. Hasrat
ini untuk menjawab model pendidikan Islami yang diinginkan
Qanun (Peraturan Derah). Pendidikan Islami kemudian diramu
dalam nomenklatur Kurikulum Aceh. Peluang adalah kesempatan
yang muncul dalam suatu kejadian. Peluang pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam dimaksudkan di sini sebagai
kewenangan untuk melaksanakan pendidikan berbasis muatan
lokal untuk masing-masing daerah. Jumlah jam mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam di sekolah dalam struktur kurikulum
sekolah yang rata-rata berkisar 3-4 jam per minggu. Sementara
dalam draft kurikulum Aceh diharapkan dapat berjalan dengan
jumlah jam pelajaran sampai dengan 10 jam pelajaran sebagai
ditunjukkan dalam naskah-naskah akademik yang diajukan tim
pengembang kurikulum Aceh.
Dalam Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan disebutkan bahwa Pada BAB VIII
perihal Kurikulum, pasal 35 ayat (1) Kurikulum yang digunakan
pada setiap jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan standar isi
14| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
nasional dan muatan lokal yang dilaksanakan secara Islami, (2)
Kurikulum yang dilaksanakan secara islami sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah seluruh proses pembelajaran yang
dilaksanakan di sekolah, (3) Kurikulum sekolah/madrasah pada
semua jenis dan jenjang pendidikan yang dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) wajib memuat mata pelajaran: a) Aqidah; b) Fiqh; c.
Al-Qur’an dan Al-Hadits; d. Akhlaq dan budi pekerti; dan pada
huruf m; m) Bahasa Arab. Ada lima pelajaran sesungguhnya yang
mengarah pada subtansi Pendidikan Agama Islam.
Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 11
Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, menjadi bahan bagi
pelaksana pendidikan di Provinsi Aceh, yang bahwa jelas tersebut
dalam undang-undang itu pada pasal 216 (1) Setiap penduduk
Aceh berhak mendapat pendidikan yang bermutu dan Islami
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(2) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diselenggarakan berdasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi dan
keadilan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
Islam, budaya, dan kemajemukan bangsa. Nilai Islam dalam
undang-undang ini memberikan kejelasan bahwa pendidikan di
Provinsi Aceh merujuk pada pada pendidikan Islami. Pendidikan
Islami ialah pendidikan yang berdasarkan pada dan dijiwai oleh
nilai-nilai ajaran Islam. Sejalan dengan undang-undang tersebut
dan kajian-kajian perubahan terhadap peraturan di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, maka Majelis Pendidikan Daerah
menggagas perubahan-perubahan subtansi dalam Qanun yang
mengikuti UUPA tersebut di atas.
15| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Dalam Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan, disebutkan pada Kewenangan
Bidang Kurikulum dan Pengajaran, dalam penyelenggaraan
pendidikan bidang kurikulum dan pengajaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) disebutkan bahwa Pemerintah
Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyelenggarakan
pendidikan Islami sesuai dengan kewenangannya masing-masing,
serta pasal 19 disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan
pendidikan bidang kurikulum dan pengajaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) huruf c,
Pemerintah Aceh berwenang: sebagai disebut pada huruf d)
menyusun kurikulum Aceh yang islami untuk jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah. Sementara pada pasal 20; Dalam
penyelenggaraan pendidikan bidang kurikulum dan pengajaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3) huruf
c, Pemerintah Kabupaten/Kota berwenang: disebut pada huruf f)
yaitu mengimplementasi kurikulum Aceh yang islami.
Dari regulasi-regulasi di atas ada beberapa term yang
menjadi incaran pemahaman terhadap mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam di Aceh. Pertama, pada Qanun Aceh Nomor 5
Tahun 2008 jelas disebut mata pelajaran-mata pelajaran yang
wajib diberikan pembelajaran pada seluruh jenjang pendidikan.
Yakni berwujud mata pelajaran subtansial pembentuk pendidikan
Islam. Namun pada Qanun Nomor 11 Tahun 2014, konkretnya
mata pelajara itu tidak lagi tampak dan jelas.
Apa yang mendasari adanya struktur kurikulum dengan
mata pelajaran-mata pelajaran layaknya yang ada di lingkungan
madrasah? Jika dimaksudkan kurikulum Aceh yang Islami
16| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
termasuk di dalamnya ada mata pelajaran-mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam, maka perlu dibentuk peraturan
gubernur yang menjelaskan bagaimana model kurikulum Aceh
yang Islami.
Seiring perjalanan waktu, Dinas Pendidikan Aceh dengan
melalui tim pengembang kurikulum Aceh telah memfasilitasi
dengan makna Kurikulum Aceh yang Islami adalah pertama,
adanya penambahan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
sekaligus materi pelajaran. Dan kedua, juga dimaknai sebagai
tambahan muatan budaya Aceh dan nilai-nilai Islami dalam mata
pelajaran lainnya. Kedua atau ketiga ciri atau indikator tersebut di
atas belum ada penguatan-penguatan yang menunjukkan
bagaimana ketiga ciri ini bisa dijalankan dengan baik dan sukses.
Langkah-langkah yang telah pernah dilakukan adalah
penyusunan Rencana Pelaksanaan Pelajaran/Silabus dan
penyusunan bahan ajar. Semua dokumen ini dimiliki oleh tim
pengembang kurikulum Aceh. Di samping itu juga beberapa
kabupaten juga diperkirakan sudah disosialisasikan Kurikulum
Aceh ini. Lalu, juga diharapkan sekolah-sekolah telah ada yang
mengimplementasikannya di tingkat sekolahnya masing-masing,
minimal pada sisi integrasi kurikulum budaya Aceh dan sinyal
ilmiah al-Quran sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang
diampu para guru. Selanjutnya bagaimana dengan Pendidikan
Agama Islam pada seluruh jenjang, apakah sudah juga
diimplementasikan dalam standar-standar minimal, kalau tidak
memungkin penambahan jam pelajaran tetapi ada upaya lain
sebagai penguatan untuk menunjukkan semangat pelaksanaan
Kurikulum Aceh.
17| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Pengamatan penulis dan diskusi-diskusi kecil di Bidang
Pendidikan Agama Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi Aceh, diperkirakan penambahan jam Pelajaran Agama
Islam belum berjalan, disebabkan hubungannya antar koin dan
poin. Apakah penambahan jam pelajaran mendukung sertifikasi
guru? Terhitung jam pelajarannya? Karena pertambahan jam
pelajaran berkorelasi kuat dengan anggaran yang harus disiapkan.
Untuk mengadvokasi pelaksanaan kurikulum Aceh ini
maka perlu dilakukan studi terhadap perundang-undangan yang
memungkinkan pelaksanaan kurikulum Pendidikan Agama Islam
bisa berjalan sesuai harapan. Sementara, di lingkungan
Kementerian Agama ada Peraturan Menteri Agama Nomor 16
Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada
Sekolah, sebenarnya sangat mendukung hasrat qanun-qanun di
atas. Di mana tersebut pada pasal pada pasal 7 ayat (1) disebutkan
bahwa kurikulum Pendidikan Agama disusun, dikembangkan, dan
dilaksanakan oleh satuan pendidikan sesuai Standar Nasional
Pendidikan, (2) Kurikulum Pendidikan Agama dikembangkan
dengan memperhatikan potensi dan sumber daya lingkungan
sekolah dan daerah. (3) Sekolah dapat menambah muatan
kurikulum pendidikan agama berupa penambahan dan/atau
pendalaman materi, serta penambahan jam pelajaran sesuai
kebutuhan.(4) Kurikulum Pendidikan Agama sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disahkan oleh Kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
Dalam suatu diskusi antara tim pengembang kurikulum
Aceh dan Puskurbuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI di Jakarta sekitar tahun 2014 (penulis terlibat dalam pertemuan
18| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
ini), dalam pertemuan dengan pihak-pihak terperoleh informasi
bahwa Aceh dapat saja menambah jam pelajaran atas kewenangan
yang ditunjukkan oleh peraturan menteri dalam pengembangan
kurikulum, hanya konsekwensinya adalah tidak terakui secara
data struktur kurikulum pada Data Pokok Pendidikan
(DAPODIK) Hubungannya tentu dengan penambahan tenaga
pendidik dan hitungan-hitungan sertifikasi. Namun perlu dicatat
bahwa dalam penghitungan sertifikasi hubungannya dengan
Kementerian Agama bagi guru Pendidikan Agama Islam, apakah
juga mempunyai masalah yang sama dalam keleluasaan hitungan
anggaran? Secara proporsional, sebenanya juga berhubungan erat.
Oleh karenanya, konsekwensi yang paling mungkin adalah resiko
pembayaran-pembayaran dialamatkan ke pemerintah provinsi
atau kabupaten/kota sendiri.
Jadi berdasar pembahasan di atas, maka ada tiga regulasi
mendukung kurikulum Pendidikan Agama Islam dalam lingkup
Kurikulum Aceh; 1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh; 2) Peraturan Menteri
Agama Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan
Agama pada Sekolah; dan 3) Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Pendidikan.
2. Kendala Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada
Sekolah Umum di Aceh
Mempelajari kendala pelaksanaan Pendidikan Agama
Islam di sekolah umum, setidaknya ada tiga hal penting untuk
dicermati. Pertama, belum adanya regulasi implementasi, kedua,
persoalan anggaran yang mengikuti; dan ketiga, ketersediaan
tenaga pendidik (guru).
19| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Pertama, menyangkut regulasi implementasi. Pihak
sekolah akan tersendat melakukan implementasi di lapangan
disebabkan regulasi mengikat belum pernah muncul, terutama
untuk kalangan Dinas Pendidikan Provinsi itu sendiri untuk
jenjang SMA/SMALB/SMK sebagai pelopor berjalannya
kurikulum Aceh. Jika pada tingkat provinsi dapat berjalan, maka
dapat dipastikan praktik baik itu akan diturunkan pada level
bawah di kabupaten/kota.
Untuk dapat terlaksananya sebuah hasrat di
kepemerintahan, maka diperlukan auturan-aturan yang mengikat
itu. Studi terhadap penyelenggaraan kurikulum Aceh di sekolah,
belum dapat dijalankan karena peraturan setingkat gubernur
belum pernah dikeluarkan. Walhasil, walaupun bahan sudah
dimiliki namun belum dapat dijalankan secara sempurna, bahkan
tidak berjalan sama sekali. Adanya regulasi mengikat, hal ini
dimaksudkan agar segera sekolah dapat mengimplementasikan
secara berkala dan gradual.
Kendala kedua adalah anggaran. Apakah sudah disiapkan
anggaran yang cukup untuk sebab penambahan jam pelajaran
tersebut. Karena bagaimanpun, anggaran akan mengikuti
program. Jika tercukupi maka akan dapat berajalan lancar, namun
jika terkendala maka akan senatiasa tidak dapat dijalankan.
Pertambahan jam pelajaran akan mengakibatkan diperlukan guru-
guru yang cukup untuk dapat terimplementasikan hasrat
masyarakat Aceh tersebut.
Ketiga, ketersediaan guru. Pendidikan Agama Islam yang
dipecahkan ke dalam lima mata pelajaran. maka akan dibutuhkan
guru yang banyak, empat atau lima kali dari keberadaan guru
20| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
sebelumnya. Siapa yang akan berpikir tentang ini. Bagi
Kementerian Agama juga efek dari Peraturan Menteri Agama
Nomor 16 Tahun 2010 itu juga perlu mendapat tanggungjawab
jika pemenuhan pembayaran sertifikasi terlaksana tanpa
hambatan. Namun, pembayaran selama ini belum ada jaminan
pada efek regulasi ini. Pembayaran masih merujuk pada struktur
kurikulum yang berlaku di mana rata-rata jam pelajaran
Pendidikan Agama Islam pada sekolah berjumlah 2-3 jam
pelajaran per minggu. Atau juga Kementerian Agama dapat
memberi jaminan bahwa tidak ada masalah penambahan jam
pelajaran pada beberapa sekolah tertentu yang telah dialokasi
kuota sertifikasinya. Maksudnya anggaran sudah disipakan
beriringan dengan sertifikasi.
Bagi guru yang belum ter-cover dengan sertifikasi tentu
akan menjadi tanggungan sekolah, atau Dinas Pendidikan untuk
pemberian honorarium, jika guru bersangkutan bukan dari
Pegawai Negeri Sipil. Selanjutnya berkaitan dengan guru itu
adalah apakah sudah memiliki kompetensi yang cukup untuk
berjalannya mata pelajaran yang diampunya.
3. Strategi dan advokasi Pelaksanaan Pendidikan Agama
Islam pada Sekolah di Aceh
Hingga kini struktur kurikulum yang masih berada pada
Tim Pengembang Kurikulum Aceh masih berada dalam tim itu
sendiri, belum diberikan edaran oleh pihak Dinas Pendidikan
Aceh untuk diimplementasikan secara sepihak pada unit-unit
sekolah pembinaan.
Para pihak, terutama Kementerian Agama Provinsi Aceh
agar perlu membangun koordinasi lanjutan terkait keterlaksanaan
21| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Kurikulum Aceh, denagn sama-sama membentuk tim advokasi,
yang melalui mereka keluarnya draft Peraturan Gubernur Provinsi
Aceh. Koordinasi ini perlu dibentuk yang lebih dahulu diawali
dengan FGD (Forum Group Discussion (FGD) yang akan
membahas langkah-langkah yang harus ditempuh, sampai hingga
jika anggaran untuk penambahan jam belajaran ini tidak
mencukup pada level kementerian.
Mempelajari langkah-langkah yang sudah pernah
ditempuh oleh Bidang Pendidikan Agama Islam Kanwil
Kemenetrian Agama Provins Aceh, Dinas Pendidikan Aceh masih
menyisakan persoalan dengan tidak diakuinya pertambahan itu
pada level kementerian. Hal itu terkait dengan mungkin
berkenaan dengan keseragaman sistem dan mungkin juga
anggaran yang dibutuhkan. Maka menurut penulis harus ada jalan
yang ditempuh untuk terlaksannya program ini, Pertama atau
setidaknya untuk pertama kali, adalah surat edaran Dinas
Pendidikan Aceh atau bersama dengan Kantor Wilayah
Kementeian Agama Provinsi Aceh membuat aturan Struktur
Kurikulum jenjang SMA/SMALB/SMK untuk berlakunya
kurikulum Aceh di tingkat awal. Edaran ini sebagai tahap awal
ujicoba untuk melihat perilaku kendala lebih jauh dalam perjalan
kurikulum Aceh ini. Agar tidak terjadi persoalan beban kerja guru
Aparatur Sipil Negara (ASN), maka pelajaran-pelajaran itu dapat
dibentuk dalam muatan lokal dengan pengajar honorer lainnya.
Pihak Kementerian Agama Republik Indonesia perlu
membangun alternatif pilihan bagi provinsi dan kabupaten kota
yang ingin menambahkan jam pelajaran dan materinya seiring
dengan kebolehan yang telah ditentukan oleh PMA Nomor 16
22| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Tahun 2010. Tidak kemudian, satu sisi dimungkinkan
pertambahan jam pelajaran, tetapi sisi lain, peruntukan anggran
terkait kebijakannya tidak mampu terpenuhi. Pertambahan jam
pelajaran perlu diberikan beberapa pilihan mulai dari empat jam
sampai dengan sepuluh jam, berikut juga materi yang kan
mengikutinya. Tidaklah menjadi persoaln jika akhirnya sekolah
itu dimadrasahkan dengan sednirinya pada kantong-kantong
komunitas Islam. Mungkin di Indonesia, adanya sekolah-sekolah
di bawah yayasan non-Islam, tentu pilihan itu tidak menjadi
kewajiban.
4. Analisis
Adanya Qanun Nomor 11 Tahun 2014 akan bernasib sama
sebagai pada Qanun Nomor 5 Tahun 2008, hingga keluarnya
qanun/aturan daerah yang menyesuaikan dengan aturan nasional
bahwa penambahan jam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
pada sekolah, juga tak kunjung terlaksana. Hanya sedikit ringan
pada Qanun Nomor 11 tahun 2014 karena tidak langsung
menjelaskan mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi
kewajiban diajarkan di sekolah-sekolah. Namun, beberapa
praktisi pendidikan di Aceh, menghendaki dan mendorong bahwa
agar terus diupayakan implementasi karena adanya undang-
undang yang lebih besar sebagai pelindung yakni Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006, sebagai bekal yang
mendukung terlaksananya kurikulum Aceh, khususnya pada
keinginan untuk menjalankan pembelajaran PAI melebihi
sekolah-sekolah lain di luar Provinsi Aceh, yang bentuknya mirip
sebagai layaknya kurikulum madrasah. Dapat disebut bahwa
23| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
dengan penambahan itu sebagai upaya untuk memunculkan
sekolah di Aceh wujudnya madrasah.
Regulasi yang sudah ada dapat memadai hanya diperlukan
tambahan rincian dalam bentuk Peraturan Gubernur. Tujuannya
untuk menegaskan apa yang mesti dipelajari di setiap jenjang
pendidikan unuk penambahan materi pelajaran Pendidikan
Agama Islam. Sementara untuk mata pelajaran lainnya tentu tidak
dibutuhkan pelayan khusus hanya diperlukan pengautan
kamampuan guru yang dapat dilakukann dalam bentuk workshop
dan pemberdayaan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Adapun untuk terbentuk Peraturan Gubernur, maka perlu ada
langkah yang dimotori tim penyusun dari Dinas Pendidikan dan
Kantor Wilayah Kementerian Agama serta elemen lainnya yang
mempunyai kapasitas keilmuan terhadap subtansi hukum
pendidikan.
Terhadap beberapa kendala yang dihadapi dalam menjalan
kurikulum Aceh khusus mata pelajaran Pendidikan Agama Islam,
maka jika dengan PMA Nomor 16 Tahun 2010, belum ada jalan
untuk dihitung-hitung anggaran yang diperlukan, maka
pemerintah daerah perlu menetapkan secara strategik pola
implementasinya. Antara lain melalui pemanfaatan sekolah
boarding yang baru-baru ini diwacanakan dan juga sekolah full-
day. Sehingga dana penguatan Pendidikan Agama Islam dapat
dilaksanakan secara tutorial. Dan ini menjadi target Pemerintah
Daerah, bukan hak-hak pilihan bagi manajemen sekolah. Karena
jika diberikan hak-hak pilihan maka ada kecenderungan sesuatu
sekolah bisa jadi ada yang tidak mau melaksanakannya.
24| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Untuk PMA Nomor 16 Tahun 2010, perlu ada kejelasan
lanjutan terhadap efek dari PMA tersebut jika tidak dapat
dijalankan secara baik. Oleh karena itu agar tidak menjadi
pegangan sesuatu sekolah dan daerah, maka perlu dilakukan revisi
atau perubahan atas peraturan Menteri Agama tersebut, Sehingga
pihak sekolah tidak bingung untuk menentukan bagaimana
menjalankannya. Diperlukan strategi implementasikan kurikulum
Pendidikan Agama Islam atas dasar Kurikulum Aceh, meliputi
regulasi yang menetapkan struktur kurikulum yang berlaku untuk
Aceh, dengan berbagai kemungkinan pola pelaksanaannya.
C. PENUTUP
Pendidikan Agama Islam pada sekolah dengan harapan
tambahan jam pelajaran sudah lama dicanangkan, namun belum
berwujud dsiebebakan oleh regulasi yang belum mendukung. Adaya
PMA Nomor 16 Tahun 2010 sesungguhnya juga belum menjawab
persoalan bagi guru-guru yang dapat mengampu tetapi tidak terpenuhi
haknya untuk dibayar sertifikasi.
Adapun kendala dalam mewujudkan mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam sesuai harapan masayarakt Aceh terkendala
oleh beberapa hal pertama, regulasi yang mendorong
terimplementasinya belum wujud. Kedua, anggaran yang
diperuntukkan memerlukan pembahan yang emadai karena
menyangkut pertmabhan anggran dan guru. Dan ketiga, menyangkut
ketersediaan guru. Guru yang ada memungkinkan tidak mencukupi
karena selama in, kebutuhannya akan mencapai 3 smapii empat kali
dari yang sudah ada sekarang.
Terakhir strategi mewujudkan Pendidikan Agama Islam atas
hasrat Qanun Aceh, dibutuhkan stretagi yang dapat memihak, dan
25| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
tidak terjadi berbenturan dengan kebijakan lainnya. Untuk
membedakan dengan guru madrasah dalam sertifikasi mata pelajaran
guru PAI dapat saja dilakab dengan guru PAI dengan catatan kecil
pada aspek yang menjadi konsentarsinya. Untuk sementara waktu
dapat diampu dengan mata pelajaran PAI saja. Suatu saat, nanti jika
adanya regulasi yang mendukung dapat dijadikan guru dengan mata
pelajaran layaknya di madrasah yang dilakukan secara terpisah-
terpisah. Atau kalau dianggap PAI juga equivalen dengan mata
pelajara lainnya, maka mata pelajaran itu mesti diberikan edaran
penjelasan atau aturan lainnya.
26| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
DAFTAR PUSTAKA
Yosef Dedy Pradipto, Belajar sejati vs. kurikulum nasional: kontestasi kekuasaan dalam pendidikan dasar , Yogjakarta: Kanisius, 2007
Riant Nugroho Ðwidjowijoto, Kebijakan Publik untuk Negara-Negara
Berkembang, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintah Aceh Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2012 tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan
27| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
BUDAYA LITERASI DI SEKOLAH/MADRASAH Oleh: Mariani, M.Pd
ABSTRAK
Literasi adalah membiasakan membaca dan menulis dalam kegiatan sehari-hari, hal ini sesuai dengan tuntunan dan ajaran islam yang menekankan pentingnya kegiatan membaca melalui Surah Al ‘alaq ayat 1 s/d 5. Literasi di sekolah/madrasah sangat penting untuk dibudayakan agar siswa dan guru memiliki kebiasaan membaca dan menulis untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi diri. Budaya Literasi saat ini belum dapat dikatakan baik, banyak sekolah/madrasah tidak menempatkan kegiatan Literasi dalam kegiatan yang penting dan utama dalam proses pendidikan. Tujuan dari pembahasan dalam artikel ini adalah agar para penyelenggara sekolah/madrasah terutama kepala sekolah/ madrasah sebagai pengambil kebijakan seyogyanya memahami dan menyadari pentingnya membudayakan literasi di sekolah/madrasah. Metode pembahasan dilakukan dengan cara memaparkan dan menganalisa langkah-langkah kegiatan budaya Literasi di sekolah/madrasah. Simpulan dari pembahasan ini adalah Budaya literasi wajib diterapkan di satuan pendidikan sesuai dengan amanah Kurikulum 2013 dengan langkah-langkah Literasi dilaksanakan dalam kegiatan kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Kata Kunci:Budaya, Literasi, Sekolah/Madrasah A. PENDAHULUAN Perintah membaca bagi setiap muslim dapat kita pelajari dalam
surah Al’alaq ayat 1 sd 5. Dalam surah tersebut Allah SWT
menurunkan perintah membaca kepada Rasulnya Muhammad SAW.
Perintah ini selanjutnya menjadi pedoman bagi ummat manusia untuk
dapat dilaksanakan dalam kehidupan. Ini membuktikan bahwa Literasi
bukanlah suatu hal yang baru bagi ummat muslim. Literasi yang saat
ini di dengung-dengungkan telah ada pada masa kerasulan Nabi
Muhammad. Perintah membaca dalam makna yang luas dan
mendalam dapat diterjemahkan sebagai defenisi Literasi saat ini.
28| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Membaca bukan hanya sekedar mengeja hurup atau kata, namun
membaca adalah memahami makna, menafsirkan, menganalisis,
mengevaluasi lalu mampu mengungkapkan dan
mengimplementasikan baik secara lisan, tulisan maupun perbuatan.
Manusia dalam konsep pendidikan islam, merupakan makhluk
yang memikul tanggung jawab sebagai khalifah atau pemimpin di
muka bumi. Konsep ini hanya dapat dijalankan jika manusia memiliki
pengetahuan dan keilmuan yang tinggi diiringi kesadaran dan
keimanan sebagai hamba yang bertanggung jawab atas segala
perbuatan.
Perintah membaca di atas dapat kita tafsirkan bahwa manusia
harus terus-menerus berupaya meningkatkan kompetensi diri untuk
menjadi manusia yang berilmu, beriman dan bertqwa. Menjadi
muslim sejati dapat ditempuh dengan mempelajari, memahami dan
melaksanakan perintah dan aturan-aturan yang sesuai dengan tuntunan
agama Islam. Perintah ini tentu menjadi referensi bagi kita semua
terutama pelaku pendidikan islam untuk menjadikan membaca dan
menulis sebagai sebuah kebiasaan atau budaya yang diterapkan dalam
kegiatan pendidikan.
Budaya baca atau yang lebih dikenal dengan budaya Literasi
dapat diartikan dengan keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan
membaca secara ilmiah. Budaya baca adalah “kegiatan membaca
buku atau bacaan lainnya serta kegiatan lain yang berkaitan dengan
membaca yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang dan
kegiatan tersebut menjadi kebiasaan atau prilaku dalam kehidupan
sehari-hari” (Modul Gerakan Budaya Baca, 408:2016).
Menerapkan budaya baca atau literasi dimaksudkan untuk
melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses
29| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
membaca dan menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam
proses tersebut akan menciptakan karya atau inovasi atau kreativitas
yang merupakan dampak literasi. Menerapkan budaya Literasi di
sekolah/madrasah adalah bagaimana mengembangkan program
membaca menjadi suatu kegiatan rutin yang dilaksanakan dan
menjadi salah satu program pengembangan sekolah/madrasah dalam
upaya meninggkatkan mutu pendidikan.
Warga sekolah/madrasah dalam hal ini siswa dan guru
diharapkan memiliki kesadaran yanga tinggi bahwa membaca adalah
sebuah kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi dan kreativitas
yang pada akhirnya berpengaruh pada peningkatan mutu. Kegiatan
membaca yang diprogramkan tidak hanya semata-mata membaca
buku saja namun diikuti dengan kegiatan menulis sebagai
pengembangan dari hasil bacaan yang kemudian menjadi sebuah
tulisan.
Menulis yang juga menjadi bagian literasi memiliki peran dan
pengaruh penting dalam mengembangkan dan menyebarkan nilai-nilai
keilmuan dan agama. Para ahli dan ulama banyak berbagi dan
menyebarkan pemikiran dan pemehaman mereka dalam bentuk tulisan
bahkan menghasilkan buku atau kitab yang sampai saat ini menjadi
rujukan dalam mempelajari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.
Lebih jauh lagi jika kita membuka sejarah para sahabat Rasulullah
SAW telah melaksanakan budaya menulis ketika mendengan wahyu
dan sunnah dari Nabi, sehingga hasil dari tulisan-tulisan sahabat
tersebutlah kita dapat mempelajarinya sebagai pedoman hidup.
Dengan menulis, aspek kebermanfaatan dan keberlanjutan dari sebuah
ilmu dapat diraih secara lebih luas, ini membuktikan bahwa budaya
30| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
baca dan tulis ini sangat penting dikembangkan dalam melestarikan
dan meningkatkan nilai-nilai keilmuan dan agama.
Pendapat akan pentingnya budaya baca atau budaya litersi
lebih lanjut ditekankan oleh Menteri Pendidikan yang menyatakan
bahwa “memiliki budaya literasi yang baik merupakan salah satu ciri
bangsa yang cerdas dan masyarakat mampu memaknai dan
memanfaatkan informasi secara kritis untuk meningkatkan kualitas
hidup. Budaya literasi dapat didorong melalui ketersediaan buku
bermutu, murah atau terjangkau, dan merata," (Kompas, edisi Maret
2017).
Dapat disimpulkan bahwa kegiatan budaya baca merupakan
kegiatan yang sudah semestinya wajib dilaksanakan baik di sekolah
maupun madrasah sebagai upaya meningkatkan prestasi, kreativitas
dan karakter siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat seorang penulis
ternama, Neil Gaiman (Modul Program Budaya Baca, 412: 2016)
yang menyatakan bahwa “membaca mendorong orang untuk belajar
kata baru, memikirkan gagasan baru dan memberikan kenikmatan
batin yang menyenangkan dengan menemukan hal penting dalam
perjalanan hidup kita saat kita membaca”.
Tujuan utama dalam mengembangkan budaa literasi di
sekolah/madrasah adalah meningkatnya minat membaca siswa dan
guru, menumbuhkan kecintaan terhadap buku dan ilmu, mengasah
kemampuan dalam bidang karya tulis dan merangsang munculnya
berbagai kreativitas dan imajinasi yang pada akhirnya mampu
meningkatkan prestasi.
Budaya baca juga diyakini dapat membentuk karakter dan
kepribadian siswa. Bacaan-bacaan yang bermutu, berilmu dan baik
dapat mempengaruhi dan memberi andil pembentukan karakter dan
31| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
akhlak mulia. Contoh kecil adalah ketika siswa-siswa kita dibacakan
kisah atau cerita para Nabi dan Rasul, mereka akan terkesan, kagum,
terpana dan terpengaruh untuk mengikuti dan mencontoh pribadi Nabi
dan Rasul. Siswa juga dapat mempertebal keyakinan dan keimanan
serta meningkatkan ketaqwaan dengan mendalami ilmu-ilmu agama
melalui referensi yang telah ditinggalkan para ulama.
B. PEMBAHASAN
Mengembangkan budaya Literasi di sekolah/madrasah
sebenarnya tidaklah sulit, terlebih lagi kegiatan literasi ini diwajibkan
untuk dilaksanakan. Dalam implementasi Kurikulum 2013 edisi 2018
ditegaskan bahwa kegiatan pembelajaran memuat unsur literasi yang
merangsang dan memotivasi siswa dalam belajar. Budaya Literasi di
sekolah/madrasah dapat dilakukan dengan mengintegrasikan program
ini dalam kegiatan rutin sekolah/madrasah serta menjadi program
tetap yang direncanakan, dilaksanakan, dimonitoring dan dievaluasi.
Mengimplementasikan program Budaya Literasi sebaiknya
dilaksanakan dalam kegiatan kurikuler, kokurikuler dan
extrakurikuler. Hal ini sesuai dengan pengalaman yang telah penulis
terapkan di madrasah dalam mengembangkan budaya Literasi.
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan pada mengembangkan
budaya literasi ini akan penulis uraikan sebagai berikut:
1. Budaya Literasi pada kegiatan Kurikuler
Kegiatan kurikuler adalah kegiatan inti dalam
pendidikan. Kegiatan ini tersusun, terjadwal dan dilaksanakan
secara sistematis dengan berpedoman pada aturan yang baku
yang telah ditetapkan. Kegiatan kurikuler dikenal dengan
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan siswa
dengan waktu dan durasi yang telah ditentukan.
32| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Mengembangkan budaya literasi pada kegiatan kurikuler dapat
dilakukan dengan mengintegrasikan kegiatan membaca dan
menulis pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Guru
dapat melaksanakan kegiatan membaca senyap pada awal jam
mengajar selama 5 atau 10 menit dengan materi bacaan ada
kaitannya dengan materi pelajaran, guru memberikan tugas
atau proyek yang berkaitan dengan membaca dan menulis
seperti membuat resume, laporan, karya tulis dan tugas-tugas
lainnya yang berkaitan dengan kegiatan membaca dan
menulis,guru dapat membacakan kisah atau bercerita sebagai
salah satu metode yang digunakan dalam mengajar, guru dapat
mengajak siswa melaksanakan pembelajaran di perpustakaan,
guru dapat memanfaatkan pojok baca di dalam ruangan kelas
saat mengajar, guru memanfaatkan IT atau multi media dalam
pembelajaran.
2. Budaya Literasi pada kegiatan Kokurikuler
Kegiatan Kokurikuler adalah kegiatan penunjang
pembelajaran yang menjadi kegiatan rutin. Kegiatan ini
terprogram dan dilaksanakan biasanya dalam mengawali
proses pendidikan di pagi hari. Pada kegiatan Kokurikuler
budaya Literasi dapat diprogramkan dengan mengintegrasikan
kegiatan ini menjadi salah satu kegiatan rutin di pagi hari.
Contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah: Setiap sabtu
pagi atau pada hari yang lain, siswa diajak untuk membaca
satu buku secara bersama-sama di halaman sekolah/madrasah.
Guru piket dibantu petugas perpustakaan dapat membagikan
masing-masing siswa 1 buah buku. Buku yang dibagikan
sebaiknya bukan buku paket atau buku pelajaran. Siswa
33| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
membaca senyap selama 10 menit dihalaman mana saja yang
mereka suka, kemudian siswa diminta menuliskan resume
singkat dari hasil bacaan pada Buku Resume yang dicetak
khusus. Penulisan resume ini berlangsung selama 5 menit saja.
Resume yang ditulis siswa diawali dengan menuliskan judul
buku, halaman, penulis, penerbit dan tahun terbit. Resume
materi bacaan minimal dalam 1 paragraf dengan ketentuan
jumlah kata yang disepakati terlebih dahulu. Kegiatan
selanjutnya adalah memilih secara acak beberapa siswa untuk
maju dan membacakan resume mereka dan memberikan
argumen di depan siswa-siswa yang lain. Siswa yang
mendengarkan dapat bertanya lebih lanjut tentang resume dan
argument yang dikemukakan. Kegiatan ini dapat dilakukan
dalam waktu 5 sd 10 menit dan diatur secara sistematis oleh
guru dan petugas perpustakaan.
Kegiatan seperti penulis uraukan di atas, dilaksanakan
1 hari dalam 1 minggu pada pagi hari. Tujuan kegiatan ini
merangsang, memotivasi dan menumbuhkan minat baca dan
menulis siswa, dimana kedua komponen tersebut berperan
besar terhadap prestasi, baik akademik maupun non akademik.
Kegiatan ini dapat juga diselingi dan divariasikan melalui
kerjasama dengan Perpustakaan Daerah melalui Perpustakaan
Keliling untuk menambah keragaman bahan bacaan siswa dan
mengundang tokoh Pendongeng atau Pencerita untuk
mendemonstrasikan kemampuan mereka di kalangan siswa
dengan tujuan meminimalisir kejenuhan.
34| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
3. Budaya Literasi pada kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstarkurikuler adalah kegiatan pendukung yang
berupaya memaksimalkan potensi siswa sesuai minat dan
bakat anak. Kegiatan ini direncanakan dan dilaksanakan pada
waktu tertentu di sore hari dengan bimbingan 1 atau beberapa
orang guru yang khusus dan diberi tanggung jawab tambahan
di luar tugas pokok utama. Kegiatan Literasi yang dapat
dilakukan diantaranya:
a. Bimbingan Karya Ilmiah Remaja
b. Membentuk Group Jurnalis Sekolah/Madrasah (Wartawan
Sekolah)
c. Membentuk Grouf FGD Lingkar Pena atau Group lain
yang mengakomodir siswa-siswa yang berbakat menulis
baik fiksi maupun ilmiah
d. Sekolah/madrasah melaksanakan peringatan Hari Buku
dengan kegiatan diantaranya: pameran/bazar buku,
pemilihan Raja dan Ratu Baca, pemilihan Mading Kelas
Terbaik, pemilihan Resume Terbaik, lomba menulis puisi,
cerpen dan laporan ilmiah, serta kegiatan lainnya.
e. Sekolah/madrasah melaksanakan Gerakan Menyumbang
Buku bagi siswa yang telah menyelesaikan
pendidikan/alumni.
f. Sekolah/madrasah memfasilitasi Penerbitan dan Launching
Buku karya siswa dan guru.
Penerapan program Literasi di sekolah/madrasah seperti yang
diuraikan di atas diharapkan mampu meningkatkan minat baca di
kalangan warga sekolah/madrasah baik guru dan siswa. Peningkatan
minat baca dan tulis tentu berpengaruh secara signifan dalam upaya
35| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
peningkatan mutu pendidikan. Hal ini sesuai dengan pepatah bahwa
“Bangsa yang maju adalah bangsa yang menjadikan membaca sebagai
kebiasaan dan kebutuhan dalam upaya meningkatkan SDM”, tanpa
budaya baca yang baik, hampir mustahil seseorang bisa maju dan
berkembang dengan baik pula.
III. SIMPULAN
Literasi adalah kegiatan membaca dan menulis dalam upaya
meningkatkan kompetensi dan potensi diri. Literasi merupakan
kegiatan yang wajib dilaksanakan di sekolah/madrasah sesuai dengan
ketentuan dalam penerapan Kurikulum 2013. Budaya Literasi juga
merupakan penjabaran dan implementasi dari perintah Allah dalam
Surah Al’alaq ayat 1 sd 5 yang menegaskan pentingnya membaca
sebagai upaya meningkatkan keilmuan, keimanan dan ketaqwaan.
Penerapan budaya Literasi di sekolah/madrasah dapat
dilaksanakan melalui kegiatan Kurikuler, Kokurikuler dan
Ekstrakurikuler. Budaya Literasi yang diprogramkan seyogyanya
menjadi salah satu program pengembangan sekolah/madrasah yang
dilaksanakan secara terstruktur, terjadwal dan sistematis sehingga
pelaksanaan program ini dapat berjalan optimal dan memberi dampak
positif bagi siswa dan guru sebagai salah satu upaya peningkatan mutu
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alqur’anul Karim Modul 3 Pembelajaran dan Manajemen Berbasis Sekoh Tk. SMP/MTs, Usaid Prioritas tahun 2016. Majalah KompasOnline, Edisi Maret 2017
36| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
MENDIDIK ANAK DI ERA MILLENIAL
Oleh : MUHAMMAD FAUZI Guru SMAN 1 DARUL IHSAN KAB.ACEH TIMUR
ABSTRAK
Mendidik dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
mengantarkan anak didik ke arah kedewasaan baik secara jasmani maupun rohani. Anak adalah amanat yang dibebankan oleh Allah SWT kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanah itu kepada yang berhak menerima. Karena manusia adalah milik Allah SWT, mereka harus mengantarkan anaknya untuk mengenal dan menghadapkan diri kepada Allah SWT. Generasi milenial adalah generasi zaman sekarang yang akan banyak menghadapi berbagai pengaruh budaya dari luar negeri. Setiap keluarga mendambakan anak-anaknya menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Anak merupakan amanat Allah SWT kepada orang tuanya untuk diasuh, dipelihara, dan dididik dengan sebaik-baiknya. Orang tua dalam pandangan agama Islam mempunyai peran serta tugas utama dan pertama dalam kelangsungan pendidikan anak-anaknya, baik itu sebagai guru, pedagang, atau dia seorang petani. Tugas orang tua untuk mendidik keluarga khusus anak-anaknya. Keluarga muslim adalah lingkungan pertama dalam pendidikan karena dalam keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Dan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang utama karena sebagian besar hidup anak berada dalam keluarga, maka pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Pendidikan dasar agama yang diberikan sejak dini menuntut peran serta keluarga, karena keluarga merupakan institusi pendidikan yang pertama dan utama yang dapat memberikan pengaruh kepada anak. Pelaksanaan pendidikan agama pada anak dalam keluarga di pengaruhi oleh adanya dorongan dari anak itu sendiri dan juga adanya dorongan keluarga. Setiap orang mengharapkan rumah tangga yang aman, tentram dan sejahtera. Kata Kunci: Mendidik Anak, Era Millenial
37| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
A. PENDAHULUAN
Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan
dan pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan
menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula. Jika tidak,
tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Peranan orang
tua dalam keluarga amat penting, terutama ibu. Dia lah yang
mengatur, membuat rumah tangganya menjadi surga bagi anggota
keluarga, menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi dengan
suaminya.
Dalam hal ini peranan seorang ibu sangat besar dalam
menentukan keberhasilan karier anaknya sebagai anak yang berguna
bagi keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negara. Orang tua
merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka,
karena dari merekalah anak mulai menerima pendidikan. Dengan
demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan
keluarga. Dalam hal ini faktor penting yang memegang peranan dalam
menentukan kehidupan anak selain pendidikan, yang selanjutnya
digabungkan menjadi pendidikan agama.
Dalam pendidikan yang modern saat ini, kedua orang tua harus
sering berjumpa dan berdialog dengan anak-anaknya. Pergaulan dalam
keluarga harus terjalin secara mesra dan harmonis. Kekurangan
kerabaan kedua orang tua dengan anak-anaknya dapat menimbulkan
kerenggangan kejiwaan yang dapat menjerumus kepada kerenggangan
secara jasmaniah misalnya akan kurang betah dirumah dan lebih
senang berada di luar rumah dengan teman-temannya.
Keadaan pergaulan yang kurang terkontrol ini akan member
pengaruh yang kurang baik bagi perkembangan kepribadiannya,
karena kedua orang tuanya jarang memberi pengarahan dan nasehat.
38| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Oleh karena itu orang tua harus menjadi teladan bagi anak-
anaknya. Apa saja yang didengarnya dan dilihat selalu ditirunya tanpa
mempertimbangkan baik dan buruknya. Dalam hal ini sangat
diharapkan kewaspadaan serta perhatian yang besar dari orang tua.
Karena masa meniru ini secara tidak langsung turut membentuk watak
anak di kemudian hari.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
“Dari Abu Hurairah R.A sesungguhnya Rasullullah SAW bersabda,
tiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, atau
Majusi........”. (HR. Bukhari)
Hadits ini menjelaskan tentang peran, tugas dan kewajiban
orang tua dalam membimbing aqidah seorang anak. Disamping itu
juga menjelaskan bahwa perkembangan mental dan kepribadian anak
dipengaruhi oleh suasana kehidupan (segala yang mereka dengar dan
mereka perhatikan) dirumah tempat tinggal. Dengan demikian
dirumah yang tidak henti-hentinya disemarakan dengan dzikir, maka
aktifitas tersebut akan sangat membantu dalam membimbing bacaan
kalimat tauhid.
Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat yang dibebankan
oleh Allah SWT kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus
menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanah itu kepada
yang berhak menerima. Karena manusia adalah milik Allah SWT,
mereka harus mengantarkan anaknya untuk mengenal dan
menghadapkan diri kepada Allah SWT. Mengingat strategisnya jalur
pendidikan keluarga, dalam Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN, ps. 10.5) juga disebutkan arah yang seharusnya
ditempuh yakni, pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur
39| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga, dan
memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan.
Pendidikan agama yang diberikan sejak dini menuntut peran
serta keluarga, karena telah diketahui sebelumnya bahwa keluarga
merupakan institusi pendidikan yang pertama dan utama yang dapat
memberikan pengaruh kepada anak. Pelaksanaan pendidikan agama
pada anak dalam keluarga di pengaruhi oleh adanya dorongan dari
anak itu sendiri dan juga adanya dorongan keluarga. Setiap orang
mengharapkan rumah tangga yang aman, tentram dan sejahtera.
Dalam kehidupan keluarga, setiap keluarga mendambakan
anak-anaknya menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Anak
merupakan amanat Allah SWT kepada orang tuanya untuk diasuh,
dipelihara, dan dididik dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian orang tua dalam pandangan agama Islam
mempunyai peran serta tugas utama dan pertama dalam kelangsungan
pendidikan anak-anaknya, baik itu sebagai guru, pedagang, atau dia
seorang petani. Tugas orang tua untuk mendidik keluarga khusus
anak-anaknya, secara umum Allah SWT tegaskan dalam al-Quran
surat At Tahrim (66) ayat :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. Al-
Tahrim: 6)
Jadi, keluarga muslim adalah lingkungan pertama dalam
pendidikan karena dalam keluarga inilah anak pertama kalinya
40| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Dan keluarga disebut
sebagai lingkungan pendidikan yang utama karena sebagian besar
hidup anak berada dalam keluarga, maka pendidikan yang paling
banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.
Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat
dalam kehidupan keluarga. Dalam hal ini faktor penting yang
memegang peranan dalam menentukan kehidupan anak selain
pendidikan, yang selanjutnya digabungkan menjadi pendidikan
agama. Karena sangat pentingnya pendidikan agama, maka para orang
tua harus berusaha memberikan pendidikan agama kepada anak-anak
mereka. Maka, pendidikan dalam lingkungan keluarga sangat
memberikan pengaruh dalam pembentukan keagamaan watak serta
kepribadian anak.
1. Fungsi dan Tanggung Jawab Keluarga
Secara sosiologis keluarga dituntut berperan dan berfungsi
untuk menciptakan suatu masyarakat yang aman, tenteram, bahagia
dan sejahtera, yang semua itu harus dijalankan oleh keluarga sebagai
lembaga sosial terkecil. Dalam buku Keluarga Muslim dalam
Masyarakat Moderen, dijelaskan bahwa berdasarkan pendekatan
budaya keluarga sekurangnya mempunyai tujuh fungsi. yaitu, fungsi
biologis, edukatif, religius, protektif, sosialisasi, rekreatif dan
ekonomis.
Semua fungsi ini penting, adapun yang paling penting adalah:
1. Fungsi edukatif, keluarga merupakan tempat pendidikan bagi
semua anggotanya dimana orang tua memiliki peran yang cukup
penting untuk membawa anak menuju kedewasaan jasmani dan
rohani dalam dimensi kognisi, afektif maupun skill, dengan
41| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
tujuan untuk mengembangkan aspek mental, spiritual, moral,
intelektual, dan profesioanal.
2. Fungsi relegius, keluarga merupakan tempat penanaman nilai
moral agama melalui pemahaman, penyadaran dan praktek
dalam kehidupan sehari-hari sehingga mencipta iklim
keagamaan didalamnya dengan demikian keluarga merupakan
awal mula seseorang mengenal siapa dirinya dan siapa
Tuhannya.
Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut, dapat
disimpulkan bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai
budaya dan agama. Artinya keluarga merupakan tempat pertama dan
utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nilai-nilai yang
berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sepele seperti menerima
sesuatu dengan tangan kanan sampai dengan hal-hal yang rumit
seperti intepretasi yang kompleks tentang ajaran agama atau tentang
berbagai interaksi manusia.
Dasar-dasar Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan
anaknya
meliputi hal-hal berikut:
1. Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai
hubungan orang tua dan anak.
2. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi
kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Adanya tanggung
jawab moral ini meliputi nilai-nilai agama atau nilai-nilai
spiritual.
3. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga pada
gilirannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa
dan negara.
42| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
4. Memelihara dan membesarkan anaknya. Tanggung jawab ini
merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan, karena ia dapat
hidup secara berkelanjutan. Disamping itu juga ia bertanggung
jawab dalam hal melindungi dan menjamin kesehatan anaknya
baik secara jasmaniah maupun rohaniah.
5. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak, sehingga
bila ia telah dewasa akan mampu mandiri.
Demikanlah beberapa hal yang perlu diperhatikan sabagai
tanggung jawab orang tua terhadap anak, terutama dalam konteks
pendidikan. Kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina
anak secara terus menerus perlu dikembangkan kepada setiap orang
tua, sehingga pendidikan yang dilakukan tidak lagi berdasarkan
kebiasaan yang dilihat dari orang tua, tapi telah didasari oleh teori-
teori pendidikan Islam, sesuai dengan perkembangan zaman.
2. Peran Orang tua dalam Keluarga Muslim
Adapun peranan orang tua dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu: 1) Orang tua berfungsi sebagai pendidik keluarga 2)
Orang tua berfungsi sebagai pemelihara serta pelindung keluarga.
1. Orang tua sebagai pendidik keluarga
Dari orang tualah anak-anak menerima pendidikan, dan
bentuk pertama dari pendidikan itu terdapat dalam keluarga, oleh
karena itu orang tua memegang peranan penting dan sangat
berpengaruh atas pendidikan anak.
Agar pendidikan anak dapat berhasil dengan baik ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua dalam mendidik
antara lain:
a. Mendidik dengan ketauladanan (contoh)
43| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Ketauladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari
sejumlah metode yang paling efektif dalam mempersiapkan dan
membentuk anak secara moral, spritual dan sosial. Seorang
pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak yang
tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, bahkan semua
keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaannya.
Apabila kita perhatikan cara Luqman mendidik anaknya
yang terdapat dalam surat Luqman ayat 15 bahwa nilai-nilai
agama mulai dari penampilan pribadi luqman yang beriman,
beramal saleh, bersyukur kepada Allah SWT dan bijaksana
dalam segala hal, kemudian yang di didik dan di nasehatkan
kepada anaknya adalah kebulatan iman kepada Allah Swt
semata, akhlak dan sopan santun terhadap kedua orang tua,
kepada manusia dan taat beribadah. Sehubungan dengan hal
tersebut, hendaklah orang tua selaku memberikan contoh yang
ideal kepada anak-anaknya, sering terlihat oleh anak
melaksanakan sholat, bergaul dengan sopan santun. Berbicara
dengan lemah lembut dan lain- lainnya. Dan semua itu akan
ditiru dan dijadikan contoh oleh anak
b. Mendidik dengan adab pembiasaan dan latihan.
Setiap anak lahir dalam keadaan suci, artinya ia
dilahirkan di atas fitrah (kesucian) bertauhid dan beriman
kepada Allah Swt. Oleh karena itu menjadi kewajiban orang tua
untuk memulai dan menerapkan kebiasaan, pengajaran dan
pendidikan serta menumbuhkan dan mengajak anak kedalam
tauhid murni dan akhlak mulia. Hendaknya setiap orangtua
menyadari bahwa dalam pembinaanpribadi anak sangat
diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihanlatihan yang
44| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Karena
pembiasaan dan latihan itu akan membentuk sikap tertentu pada
anak, yang lambat laun sikap itu akan terlihat jelas dan kuat,
sehingga telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.
Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan bahwa,
Pendidikan dengan pembiasaan dan latihan merupakan salah
satu penunjang pokok pendidikan dan merupakan salah satu
pilar terkuat dalam pendidikan dan motode paling efektif dalam
membentuk iman anak serta meluruskan akhlaknya.
Di sinilah bahwa pembiasaan dan latihan sebagai suatu
cara atau metode mempunyai peranan yang sangat besar sekali
dalam menanamkan pendidikan pada anak sebagai upaya
membina akhlaknya. Peranan pembiasaan dan latihan ini
bertujuan agar ketika anak tumbuh besar dan dewasa, ia akan
terbiasa melaksanakan ajaran-ajaran agama dan tidak merasa
berat melakukannya.
Pembiasaan dan latihan jika dilakukan berulang-ulang
maka akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan itulah yang
nantinya membuat anak cenderung melakukan yang baik dan
meninggalkan yang buruk dengan mudah.
c. Mendidik dengan nasehat
Di antara mendidik yang efektif di dalam usaha
membentuk keimanan anak, mempersiapkan moral, psikis dan
sosial, adalah mendidik dengan nasehat. Sebab nasehat ini dapat
membukakan mata anak-anak tentang hakikat sesuatu dan
mendorongnya menuju situasi luhur, menghiasinya dengan
akhlak mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam.
Nasehat yang tulus berbekas dan berpengaruh jika memasuki
45| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang bijak danberpikir.
Nasehat tersebut akan mendapat tanggapan secepatnya dan
meninggalkan bekas yang dalam.
Nasehat sangat berperan dalam menjelaskan kepada anak
tentang segala hakekat serta menghiasinya dengan akhlak mulia.
Nasehat orang tua jauh lebih baik dari pada orang lain, karena
orang tualah yang selalu memberikan kasih sayang serta contoh
perilaku yang baik kepada anaknya. Disamping memberikan
bimbingan serta dukungan ketika anak mendapat kesulitan atau
masalah, begitupun sebaliknya ketika anak mendapatkan
prestasi.
d. Mendidik dengan pengawasan
Pendidikan yang disertai pengawasan yaitu
mendampingi anak dalam upaya membentuk akidah dan moral,
mengasihinya dan mempersiapkan secara psikis dan sosial,
memantau secara terus menerus tentang keadaannya baik dalam
pendidikan jasmani maupun dalam hal belajarnya.
Mendidik yang disertai pengawasan bertujuan untuk
melihat langsung tentang bagaimana keadaan tingkah laku anak
sehari-harinya baik dilingkungan keluarga maupun sekolah.
Dilingkungan keluarga hendaknya anak tidak selalu di marahi
apabila ia berbuat salah, tetapi ditegur dan dinasehati dengan
baik. Sedangkan dilingkungan sekolah, pertama-tama anak
hendaknya diantar apabila ia ingin pergi kesekolah. Supaya ia
nanti terbiasa berangkat kesekolah dengan
sendiri. Begitu pula setelah anak tiba dirumah ketika pulang dari
sekolah
46| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
hendaknya ditanyakan kembali pelajaran yang ia dapat dari
gurunya.
2. Orang tua sebagai pemelihara dan pelindung keluarga
Selain mendidik, orang tua juga berperan dan bertugas
melindungi keluarga dan memelihara keselamatan keluarga, baik
dari segi moril maupun materil, dalam hal moril antara lain orang
tua berkewajiban memerintahkan anaknya untuk taat kepada segala
perintah Allah Swt, seperti sholat, puasa dan lain-lainnya.
Sedangkan dalam hal materil bertujuan untuk kelangsungan
kehidupan, antara lain berupa mencari nafkah.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa orang tua
mempunyai
tanggung jawab besar dalam mendidik, khususnya didalam
melindungi keluarga dan memelihara keselamatan keluarga.
Melindungi keluarga bukan hanya memberikan tempat tinggal saja,
tetapi memberikan perlindungan supaya keluarga kita terhindar dari
mala petaka baik didunia maupun di akhirat nanti yaitu dengan cara
mengajak keluarga kita kepada perbuatan-perbuatan yang di
perintahkan oleh Allah SWT dan menjauhi segala
laranganlarangannya. Memelihara keselamatan keluarga yaitu
mengajarkan kita supaya taat kepada Allah SWT, agar keluarga
kita di berikan keselamatan oleh Allah SWT baik di dunia maupun
di akhirat. Oleh karena itu pelaksanaan pendidikan Agama Islam
dalam keluarga harus benar-benar dilaksanakan. Dan sebagai orang
tua harus menjadi contoh yang baik bagi anak-anknya, karena anak
itu sifatnya menerima semua yang dilakukan, yang dilukiskan dan
condong kepada semua yang tertuju kepadanya. Jika anak itu
dibiasakan dan diajari berbuat baik maka anak itu akan hidup
47| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
bahagia di dunia dan di akherat. Tetapi jika dibiasakan berbuat
jahat dan dibiarkan begitu saja, maka anak itu akan celaka dan
binasa. Maka yang menjadi ukuran dari ketinggian anak itu ialah
terletak pada yang bertanggung jawab (pendidik) dan walinya.
B. METODE PEMECAHAN MASALAH
1. Upaya-upaya Orang tua Dalam Menumbuhkan
PendidikanAgama Islam Pada Anak
Adapun upaya-upaya yang dilakukan keluarga dalam hal
menanamkan
pendidikan keagamaan bagi anak, diantaranya sebagai berikut:
1. Menanamkan Nilai-Nilai Aqidah Pada Anak.
Anak yang baik merupakan harapan bagi setiap orang
tuanya. Untuk menjadi anak yang baik, Islam memiliki tuntunan
tersendiri dengan berdasarkan Al-Quran, Hadits, atau Sunnah
Rasulullah SAW, dan Ijtihat para ulama.
Diantara tuntunan yang ada hanya memilih beberapa hal yang
paling esensi, antara lain:
a. Nilai Tauhid
Nilai tauhid merupakan nilai yang sangat utama dalam pendidikan Islam, nilai ini mutlak di miliki oleh setiap umat Islam dan di jadiakan landasan keimanan untuk mengakui keesaan sang maha pencipta, karena utamanya Allah menurunkan ayat nya dalam surat Al-Ikhlas untuk melihat keberadaan Allah SWT. Rasulullah SAW menganjurkan agar setiap anak yang baru saja dilahirkan,hendaklah di perdengarkan kalimat tauhid dengan suara azan dan Iqamat.
Dengan demikian bagi para keluarga muslim,
diberbagai kesempatan (bersama anak-anak) harus terus
mengupayakan membaca dan menanamkan kalimat tauhid
48| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
kepada anak-anaknya, disamping berupaya untuk menciptakan
semacam keterikatan antara mereka dengan penciptanya.
Dengan semangat dan upaya tersebut pelan-pelannamun pasti,
mereka akan melebur dengan kalimat tersebut sehingga
mereka mudah mengamalkan lainnya.
b. Membina rasa cinta kepada Allah
Setiap anak mempunyai permasalahan sendiri-sendiri
baik yang berkaitan dengan masalah psikologi, sosial,
ekonomi, maupun masalah pendidikan. Yaitu seperti masalah
dalam perkembangan jiwa anak atau mental, masalah dalam
lingkungan bermain yang terkadang anak sulit untuk membuka
diri untuk bersosialisasi, masalah dalam ekonomi keluarga
yang kurang ketika ia ingin memperoleh sesuatu anak sulit
untuk mendapatnya karna faktor keluarga yang kurang akan
ekonomi. Dan terakhir masalah dalam pendidikan berkaitan
dengan masalah ekonomi yang kurang banyak anak yang ingin
bersekolah tapi karena faktor ekonomi membuat anak putus
dalam pendidikannya Permasalahan-permasalahan tersebut
berbeda antara anak dengan yang satu dengan yang lainnya.
Seorang anak terkadang ada yang dapat mengungkapkan
Permasalahan- permasalahannya dengan penuh perasaan,
namun sebagian yang lain tidak demikian.
Dengan menyadari bahwa Allah adalah zat yang maha
halus dan maha mengetahui segala sesuatu, manusia akan
menyadari bahwa dirinya selalu dalam pengawasan Allah.
Kecerdasan seperti ini perlu ditanamkan sejak dini kepada
anak sehingga ia memiliki etika otonom, yaitu etika yang
49| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
berangkat dari kesadaran bahwa dirinya selalu dalam
pengawasan Allah.
c. Mengajarkan sesuatu yang Halal dan menghindari yang
Haram
Orang tua diwajibkan mengajarkan yang halal kepada
anak. Seperti halnya memakan makanan yang halal yang
dibolehkan untuk dimakan oleh anak dalam syariat Islam. Dan
cara memberikan makanan yang halal juga berdampak dari
bagaimana keluarga memberikan makanan yang halal dari
hasil uang yang halal pula.
Jadi, orang tua pula harus bisa memberikan suatu yang
terbaik dalam keluarga yaitu terutama kepada anak. Dan
mengajarkan yang haram yaitu tidak boleh memakan dan
meminum makanan yang dilarang dalam agama seperti, anjing,
babi, minuman-minuman keras yang dapat memabukan dan
semua yang dilarang dalam islam. Dan bukan hanya makanan
dan minuman yang haram yag tidak boleh dilakukan oleh
seorang anak tetapi perbuatan yang tidak baik sepertimencuri
dan mengambil barang bukan hak si pemilik, ini pula
diharamkan untuk dilakukan.
2. Pembinaan Ibadah Pada Anak
a. Membiasakan Shalat
Sejak dini seorang anak sudah harus dilatih ibadah,
diperintah melakukannya, dan diajarkan hal-hal yang haram
serta yang halal. Dengan membiasakan shalat sejak anak balita,
kelak besar ia akan rajin. Cahaya shalatpun akan lekat di
hatinya, sehingga shalat selain menjadi kewajiban juga
menjadi kebutuhan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
50| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
demi memperoleh kebahagiaan diakhirat. Islam menekankan
kepada kaum muslimin untuk memerintahkan anak-anak
mereka menjalankan shalat ketika mereka telah berusia tujuh
tahun.
Jadi, mengingat shalat adalah penyangga tegaknya
agama, maka setidaknya anak-anak terlatih dan terbiasa
mengerjakan shalat. Yaitu menyuruh mengerjakan shalat.
Langkah ini bisa dengan mengajak mereka agar ikut berdiri di
samping ayah dan ibunya, ketika keduanya sedang shalat
dirumah. Tahap ini dimulai pada usia sekitar dua tahun yaitu
saat mereka sudah mulai mengenal arah kiri dan kanan atau
pada saat mereka sudah mulai mengenal sesuatu yang ada di
sekeliling mereka. Hal ini tergantung kepada potendi
intelektual masing-masing.
b. Mengajari Membaca Al-Quran
Islam menaruh perhatian khusus dan istimewa terhadap
pendidikan Al-Quran untuk anak-anak, melalui membaca
hingga menghafalkannya. Dengan Al-Quran lidah mereka akan
menjadi lincah, jiwa-jiwa mereka akan berkembang dengan
subur, hati mereka akan memiliki daya konsentrasi (khusuk)
yang tinggi dan pada akhirnya kualitas keimanan yang tinggi
akan benar-benar mengakar dalam jiwa mereka sejak mereka
masih dalam jiwa kanak-kanak.
c. Melatih berpuasa
Puasa termaksud rangkaian ibadah wajib. Melatih
anak-anak berpuasa berarti mengajak mereka melaksanakan
ibadah yang diwajibkan oleh Allah, sehingga ketika mereka
sampai pada usia taklif, mereka sanggup mengerjakan ibadah
51| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
puasa. Sebaliknya apabila mereka tidak dilatih dan dibiasakan
mengerjakan ibadah puasa maka ketika mereka memasuki usia
taklif akan merasakan kesulitan untuk melaksanakannya.
3. Menanamkan Nilai Moral Pada Anak
Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat
bahwa: “pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-
pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan sejak
kecil oleh orang tua yang mulai dengan pembiasaan hidup sesuai
dengan nilai-nilai moral yang ditirunya oleh orang tua dan
mendapat latihan-latihan untuk itu”.
Segala sesuatu yang dilakukan keluarga atau orang tua
kepada anak merupakan pembinaan kebiasaan pada anak yang
akan tumbuh menjadi tindakan moral di kemudian hari (Moral
Behavior). Dengan kata lain, setiap pengalaman anak baik yang
diterima melalui penglihatan, pendengaran, atau perlakuan
terhadap anak pada waktu kecil akan merupakan pembinaan
kebiasaan yang tumbuh menjadi tindakan moral di kemudian hari.
Oleh karena itu agama mempunyai peranan penting dalam
mengendalikan moral seseorang, sehingga ia dapat melakukan
sesuatu atau bertingkah laku dan berbudi pekerti yang baik yang
sesuai dengan lingkungan masyarakat setempat, dengan kata lain
sesuai dengan kelompok sosial yang ada di sekeliling mereka.
4. Membina Kepribadian Anak
Kepribadian itu adalah ciri atau karakteristik atau gaya
atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-
bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga pada
masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir. Sedangkan
perbedaannya dengan moral itu adalah tingkah laku anak itu
52| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
sendiri untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban
atau norma.
Dalam hal menanamkan kepribadian yang baik kepada
anak, keluarga merupakan salah satu wadah untuk anak dapat
memiliki kepribadian yang baik tersebut. Di mana suasana dan
iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian
anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga
yang harmonis dan agamis, dalam arti orang tua memberikan
curahan kasih sayang, perhatian dan bimbingan dalam kehidupan
berkeluarga, maka perkembangankepribadian anak tersebut
cenderung positif.
Dalam hal ini, pembinaan kepribadian itu tidak terlepas
dari pendidikan agama, karena Agama adalah sebagai landasan
untuk membentuk kepribadian.Setiap orang tua tentunya ingin
anaknya agar menjadi orang yang baik, mempunyai kepribadian
yang kuat dan sikap mental yang sehat dan akhlak yang terpuji.
Semuanya itu dapat diusahakan melalui pendidikan baik formal
maupun informal. Setiap pengalaman yang dilalui anak baik
melalui pengliatan, pendengaran, maupun perlakuan yang
diterimanya akan ikut menentukan pembinaan kepribadiannya.
Orang tua terutama ibu adalah pembina pribadi yang pertama
dalam hidup anak. Kepribadian, sikap, dan cara hidup orang tua
merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung
akan dapat menentukan dalam pribadi anak yang sedang
berkembang tersebut.
5. Konsumsi Makanan Halal dan Thoyyib
Dalam kehidupan keluarga, bapak diposisikan sebagai
pemimpin rumahtangga. Para ahli fiqih berpendapat bahwa bapak
53| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
wajib memberikan nafkah kepada anaknya. Beberapa ulama
menentukan jenis belanja rumah tangga yang terdiri dari : nafkah
penyusunan, pemeliharaan, dan nafkah kebutuhan hidup. Sampai-
sampai juga tempat khusus bagi pelayan pengasuh dan pelayan
jika diperlukan. Juga rumah bagi istri yang merawat dan
melayani, termasuk juga zakat fitrah bagi para pelayan.
Jadi, dapat di simpulkan bahwa sangat besar pengaruh
mengkonsumsi makanan terhadap kehidupan seseorang, selain
berpengaruh terhadap pertumbuhan secara fisik, juga berpengaruh
terhadap perilaku seseorang. Jika makanan yang di konsumsi
adalah halal dan thoyyib, maka sikap dan perilaku yang terbentuk
juga akan cenderung ke arah yang baik. Jika, makanan yang di
konsumsi adalah makanan yang haram, maka sikap dan perilaku
yang terbentuk juga akan cenderung tidak baik/tercela. Bahkan,
dampaknya akan terus terwariskan kepada keturunannya baik
anak maupun cucunya.
6. Pembentukan Kepribadian
Merujuk kepada tuntunan dan bimbingan Rasul Allah
SAW, rangkaian tahapan pembentukan kepribadian Muslim pada
anak mencakup:
1. Mengazankan
2. Tahnik
3. Aqiqah
4. Mengkhitankan
5. Keteladanan Orangtua
Jadi, dapat disimpulkan 5 cara pembentukan kepribadian
di atassangat berpengaruh pada kepribadian dan perubahan
prilaku yang baik pada anak-anak ketika mereka dewasa nantinya.
54| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
C. SIMPULAN
Setiap pengalaman yang di dapat oleh anak baik melalui penglihatan, pendengaran, maupun perlakuan yang diterimanya akan ikut menentukan perkembangan kepribadian mereka. Untuk itu peran orang tua sangat penting dalam memberikan pengaruh yang baik pada anaknya, sehingga anak menjadi sosok pribadi muslim yang bertaqwa, dan semua itu dapat diberikan melalui pembiasaan, latihan, dan bimbingan secara intensif.
Adapun konsep pendidikan Islam untuk anak dalam keluarga muslim adalah usaha yang dilakukan oleh orang tua yang diberikan kepada anaknya, yaitu meliputi aspek aqidah, ibadah dan akhlak serta inteluktual anak. Pembinaan atau pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak-anak mereka sejak dini merupakan pondasi yang sangat penting bagi kelangsungan pribadinya di masa yang akan datang dalam mengatasi semua tantangan hidup. Karena semua aspek tersebut dapat menimbulkan kepercayaan dalam hatinya, sehingga anak mempunyai keimanan yang kokoh kepada Allah SWT
Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam menumbuhkan pendidikan Agama Islam pada anak yaitu, mengajarkan kepada anak agar tidak mensyarikatkan Allah, mengajari untuk cinta kepada Allah, mengajari anak untuk membiasakan shalat, mengajari membaca Al-Qur’an, mengajari anak untuk berbuat baik kepada orang lain serta mengembangkan daya pikir anak.
Jadi,pendidikan dasar di keluarga menurut Islam lebih menitikberatkan pada pembentukan akhlak yang terpuji. Pendidikan dasar ini membentuk perilaku Insan kamil, yang dapat berguna bagi agama, bangsa dan negara ketika anak-anak tersebut dewasa nantinya. Tujuannya juga supaya anak mengerti tugas utamanya yaitu menjadi khalifah fil ardh atau khalifah di muka bumi untuk membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia.
55| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam. ( Bandung: Angkasa
Bandung, 2003) Cet.I Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam,(Jakarta
Pustaka Amani, 1995), Cet. I Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan,
(Jakarta: Gemawindun Pancaperkasa, 2000). Cet. I Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2207). Cet. IX. Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998) cet. I. Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008). Cet. V. Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2008). Cet. VI. Jalaluddin, Mempersiapkan Anak Sholeh, (Palembang: NoerFikri, 2015), Cet. Ke-I May Lwin, Cara mengembangkan berbagai kompenen kecerdasan,
(Jakarta: PT. indeks, 2008). Cet. II Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender. (Malang : UIN Press, 2008). Cet. I M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di lingkungan
sekolah dan keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang: 1978), Cet. IV. Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), cet. II _____________, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta; Bulan Bintang, 1996). Cet. Ke-XIII
56| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
MENINGKATKAN PRESTASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) PADA
MATERI IMAN KEPADA MALAIKAT MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL) BAGI SISWA KELAS X-IPA.1
SMA NEGERI 1 PEUKAN BADA TAHUN 2018
Oleh: MUHAMMAD YANI
Guru PAI SMA Negeri 1 Peukan Bada Email: [email protected]
ABSTRAK
Keberhasilan Proses belajar mengajar di dalam kelas sangat ditentukan oleh strategi pembelajaran. Bagaimanapun lengkap dan jelasnya komponen lain tanpa di implementasikan melalui strategi yang tepat, maka komponen- komponen tersebut tidak memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan. Oleh karena itu setiap akan mengajar guru di haruskan untuk menerapkan strategi atau metode tertentu dalam pelaksanaan pembelajaran. Menetapkan strategi pembelajaran yang optimal untuk mendorong prakarsa belajar berdasarkan kendali karakteristik tujuan pembelajaran menjadi perhatian penting guru untuk memanipulasi strategi pembelajaran agar siswa dapat belajar lebih mudah. Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk penelitian terhadap penerapan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning ( CTL) Penelitian ini berdasarkan masalah: (a) Bagaimanakah langkah pembelajaran kontekstual pada pembelajaran PAI agar diperoleh hasil belajar sesuai tujuan. (b) Bagaimanakah motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran PAI dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran kontekstual pada pembelajaran PAI memperoleh hasil sesuai tujuan. (b) Mendeskripsikan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran PAI yang menggunakan pendekatan kontekstual. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (Action Research) sebanyak tiga kali putaran yang terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pembelajaran dengan menggunakan CTL pada pembelajaran PAI di SMA Negeri 1 Peukan Bada memiliki kemampuan dalam
57| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
meningkatkan Prestasi siswa dalam pembelajaran PAI.Pembelajaran CTL dalam proses belajar mengajarnya, sehingga efektifitas belajar mengajar akan meningkat.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning ( CTL), Berperilaku Terpuji
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, Standar Proses
Pendidikan (SPP) memiliki peran yang sangat penting. Oleh sebab
bagaimanapun idealnya standar isi dan standar lulusan standar-standar
lainnya, tanpa didukung oleh standar proses yang memadai, maka
standar-atandar tersebut tidak akan memiliki nilai apa-apa. Dalam
konteks itulah standar proses pendidikan merupakan hal yang harus
mendapat perhatian bagi pemerintah. (PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1
Pasal 1 Ayat 6).
Dalam implementasi SPP, guru merupakan komponen yang
sangat penting, sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan
sangat tergantung pada guru sebagai ujung tombak. Oleh karena itulah
upaya peningkatan kualitas pendidikan seharusnya dimulai dari
pembenahan kemampuan guru. Salah satu kemampuan yang harus
dimiliki guru adalah bagaimana merancang suatu strategi
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang akan
dicapai, karena kita yakin tidak semua tujuan bisa dicapai oleh hanya
satu strategi tertentu.
J. R. Davis (dalam Kamus Besar, 2006:124) mengartikan
strategi sebagai a plan, method, or series of activities designed to
achieves a particular educational goal Jadi, dengan demikian strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang
58| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Menetapkan strategi pembelajaran yang optimal untuk
mendorong prakarsa belajar berdasarkan kendali karakteristik tujuan
pembelajaran menjadi perhatian penting guru untuk memanipulasi
strategi pembelajaran, agar si pelajar dapat belajar lebih mudah.
Strategi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and
Learning-CTL) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang
banyak dibicarakan orang.
Kamus Besar (2006:253) menjelaskan bahwa CTL merupakan
strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses
pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi
pelajaran sesuai dengan topik yang aakan dipelajarinya. Belajar dalam
konteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi
belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses
berpengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara
utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi
juga aspek afektif dan juga psikomotor. Belajar melalui CTL
diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajarinya.
Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap “Meningkatkan Prestasi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) Pada Materi Iman Kepada Malaikat
Melalui Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL) Bagi Siswa Kelas X-IPA.1 SMA Negeri 1 Peukan
Bada Tahun 2018”
B. Rumusan Masalah
Penelitian tindakan kelas ini hanya dibatasi pada penerapan
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning-CTL)
59| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
dalam pembelajaran PAI Kelas X-IPA.1pada semester 1 tahun
pelajaran 2018/2019. Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah langkah pembelajaran kontekstual pada
pembelajaran PAI agar diperoleh hasil belajar yang sesuai
tujuan?
2. Bagaimanakah motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
PAI dengan menggunakan pendekatan kontekstual?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendiskripsikan langkah pembelajaran kontekstual pada
pembelajaran PAI untuk memperoleh hasil belajar yang sesuai
tujuan.
2. Mendiskripsikan motivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran PAI yang menggunakan pendekatan kontekstual.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat
memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
masukan guna peningkatan mutu pendidikan.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas dan
peningkatan profesionalisme guru.
3. Bagi peneliti, sebagai pengembangan profesi dan bahan
usulan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi.
60| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
4. Dalam bidang ilmu, hasil penelitian ini dapat memperkaya
khasanah kepustakaan yang berkaitan dengan kajian
pembelajara agama, dandiharapkan dapat digunakan sebagai
bahan masukan untuk
bahan perbandingan dalam penelitian sejenis.
61| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
KAJIAN PUSTAKA
A. Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari atau
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka.
Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka
terdapat beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam
konteks CTL.
1. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses
mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang
mereka miliki.
2. Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas.
Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari
semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang
dimilki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku
manusia, seperti pola pikir, pola bertindak, kemampuan
memecahkan persoalan termasuk penampilan atau
performance seseorang.
3. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan
memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang
bukan hanya perkembangan intelektual akan tetapi juga mental
dan emosi.
4. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang
secara bertahap dari yang deserhana menuju yang kompleks.
62| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
5. Belajar pada hakekatnya adalah menangkap pengetahuan dari
kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh
adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan
anak (real world learning).
Menurut Bobbi Deporter (1992) ada tiga tipe gaya belajar
siswa, yaitu tipe visual, auditorial dan kinestetis. Tipe visual adalah
gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat
belajar dengan cara menggunakan indra penglihatannya. Tipe
auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat
pendengarannya; sedangkan tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan
cara bergerak, bekerja dan menyentuh.
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu
memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu
menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam
proses pembelajaran konvensional, hal ini sering terlupakan sehingga
proses pembelajaran tak ubahnya sebagai proses pemaksaan
kehendak, yang menurut Paolu Freire sebagai sistem penindasan.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan
CTL.
1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai
individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar
seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluasaan pengalaman yang dimiliknya.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal
yang baru dan penuh tantangan, kegemaran anak adalah
mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru. Oleh karena
itulah belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap
63| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan
dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting
untuk dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau
keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang
sudah diketahui. Dengan demikian, peran guru adalah
membantu agar setiap siswa mampu menemukan keterkaiatan
antara pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang
telah ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru
(akomodasi), dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi
(mempermudah) agar anak mampu melakukan proses asimilasi
dan proses akomodasi.
Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan
itu diperoleh anak dari informasi yang diberikan oleh orang lain
termasuk guru, akan tetapi dari proses menemukan dan
mengkonstruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar
sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa
sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Menurut Wina
Sanjaya (2006:262), CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran
memiliki 7 asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Seringkali asas
ini disebut juga komponen-komponen CTL. Selanjutnya ketujuh asas
ini dijelaskan di bawah ini.
a) Kontruktivisme
Menurut pandangan konstruktivisme, pengetahuan itu memang
berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri
seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh Bada faktor
64| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan
subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. KeBada faktor itu sama
pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis
tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan
mengkonstruksinya. Lebih jauh Jean Piaget (1971) menyatakan
hakikat pengetahuan sebagai berikut:
1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia
kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi
kenyataan malalui kegiatan subjek.
2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan
struktur yang perlu untuk pengetahuan.
3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang.
Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu
berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman
seseorang.
Asumsi itu yang kemudian melandasi CTL. Pembelajaran
melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa
mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan
pengalaman. Sebab pengetahuan hanya akan fungsional manakala
dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan
menjadi pengetahuan yang bermakna. Atas dasar asumsi yang
mendasarinya itulah, maka penerapan asas konstruktivisme dalam
pembelajaran melalui CTL, siswa didorong untuk mampu
mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.
b) Inkuiri
Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang
yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah,
diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental,
65| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
emosional, maupun pribadinya. Secara umum proses inkuiri dapat
dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: Merumuskan masalah;
mengajukan hipotesis; mengumpulkan data; menguji hipotesis
berdasarkan data yang ditemukan dan membuat kesimpulan.
Asas menemukan seperti yang digambarkan diatas, merupakan
asa yang penting dalam pembelajaran CTL. Melalui proses berpikir
yang sistematis seperti di atas, diharapkan siswa memiliki sikap
ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai
dasar pembentukan kreativitas.
c) Bertanya (Questioning)
Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak
menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar
siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat
penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat
membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi
yang dipelajarinya.
d) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama
dengan orang lain. Kerja sama dapat dilakukan melalui berbagai
bentuk baik dalam kelompok belajar formal maupun dalam
lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasiul belajar dapat diperoleh
dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar kelompok;
yang sudah tahu memberi tahu pada yang belum tahu, yang pernah
memiliki pengalaman membagi pengalamannya pada orang lain.
Inilah hakikat dari masyarakat belajar, masyarakat yang saling
membagi.
66| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
e). Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran
dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh
setiap siswa.
f). Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah
dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-
kejadian atau peristiwa-peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya.
Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan
dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian
dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi
siswa akan mempengaruhi pengetahuan yang telah dibentuknya, atau
menambah khazanah pengetahuannya.
g. Penilaian Nyata (Authentic Assassment)
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru
pada saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek
intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada
penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah
menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran
tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelekstual
saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu,
penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar
seperti tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata.
Penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang
dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan
untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah
67| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap
perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi
dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-
menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu,
tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil
belajar.
Pada pembelajaran kontekstual (CTL) untuk mendapatkan
kemampuan pemahaman konsep, anak mengalami langsung dalam
kehidupan nyata di masyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk
mencatat atau menerima informasi guru, akan tetapi kelas digunakan
untuk saling membelajarkan. Untuk itu ada beberapa catatan dalam
penerapan CTL sebagai suatu strategi pembelajaran, yaitu sebagai
berikut:
1. CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada
aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
2. CTL memandang bahwa belajar adalah proses berpengalaman
dalam kehidupan nyata.
3. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan hanya sebagai tempat
untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk
menguji data hasil temuan mereka di lapangan.
B. Pendidikan Agama Islam dan Materi Iman Kepada Malaikat
Dalam pedoman pendidikan Islam di sekolah umum
Pendidikan Agama Islam (PAI) diartikan sebagai usaha sadar dan
terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan/latihan (Departemen Agama RI, 2004:2).
Sehingga PAI yang di samping merupakan sebuah proses, juga di
68| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
maksudkan sebagai sebuah rumpun mata pelajaran yang diajarkan
baik di sekolah umum maupun perguruan tinggi.
Materi Iman Kepada Malaikat
1. Pengertian Malaikat
Malaikat adalah adalah salah satu jenis mahluk Allah yang ia
ciptakan khusus untuk taat dan beribadah kepada-Nya serta
mengerjakan semua tugas-tugas-Nya (Q.S. al-Anbiya’:19-20).
Malaikat berarti mahluk langit. Sedangkan menurut istilah syara’,
malaikat berarti Mahluk ghaib yang diciptakan Allah yang berasal dari
nur atau cahaya dengan wujud dan sifat-sifat tertentu dan senantiasa
mengabdi dan taat kepada Allah.
2. Nama-nama Malaikat
a. Malaikat Jibril
b. Malaikat Mikail
c. Malaikat Israfil
d. Malaikat Izrail
e. Malaikat Raqib dan Atid
f. Malaikat Munkar dan Nakir
g. Malaikat Malik
h. Malaikat Ridwan
3. Tugas-Tugas Malaikat
Diantara nama-nama dan tugas-tugas malaikat adalah sebagai
berikut:
a) Malaikat Jibril: bertugas menyampaikan wahyu kepda para
nabi dan rasul, sejak nabi Adam sampai dengan Rasul Nabi
Mmuhammad. Nama lain dari Jibril adalah Ruhul Quds (Q.S.
An-Nahl:102) dan Ruh al-Amin (Q.S. Asy-Syuara:193).
69| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
b) Malaikat Mikail: mengatur pembagian rizki kepada seluruh
mahluk, seperti: makanan, minuman, dan menurunkan hujan.
c) Malaikat Israfil: bertugas meniup sangkakala pada hari kiamat
dan hai kebangkitan (Q.S. Al-Haqqah:13-16, Q.S. Az-
Zumar:68, Q.S. Ibrahim:48).
d) Malaikat Izrail: malaikat maut bertugas mencabut nyawa
manusia dan seluruh mahluk hidup lainnya.
e) Malaikat Raqib dan Atid: bertugas mencatat seluruh tingkah
laku, perbuatan manusia. Raqib untuk yang baik, dan Atid
untuk yang jahat (Q.S. Qaf: 16-18).
f) Malaikat Munkar dan Nakir: bertugas memberikan pertanyaan-
pertanyaan pada setiap manusia, di alam kubur.
g) Malaikat Malik: bertugas sebagai penjaga neraka dan
meminpin para malaikat menyiksa penghuni neraka (Q.S. At-
Tahrim:6, Q.S. Al-Zukhruf: 77).
h) Malaikat Ridwan: bertugas sebagai penjaga surge (Q.S. Ar-
Ra’d:23-24).
Di bawah ini di antara malaikat yang tidak di ketahui nama-
namanya namun diketahui tugas-tugasnya sebagai berikut:
a) Malaikat lain ada yang menurunkan wahyu kepada abdi-abdi
Allah yang dikehendaki-Nya.
b) Malaikat ada yang bertugas meneguhkan hati mukminin atau
Rasul.
c) Malaikat ada yang mendoakan kaum muslimin.
d) Malaikat ada yang menjadi kawan atau penjaga orang-orang
mukmin.
e) Malaikat ada yang bertugas melaksanakan hukuman Allah bagi
manusia.
70| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
f) Ada malaikat yang memohonkan ampunan bagi manusia.
g) Ada malaikat yang membaca shalawat atas Nabi Muhammad
saw.
h) Malaikat ada yang bertugas member salam dan keselmatan
kepada ahli surga.
C. Motivasi Berprestasi
Motivasi merupakan salah satu faktor yang penting dan
menentukan dalam proses belajar. keberhasilan organisasi pendidikan
dalam pencapaian tujuan sebagian besar bergantung pada kemauan
siswa untuk belajar dan berprestasi. Oleh karena itu, penyelenggara
pendidikan termasuk guru dan orang tua harus berusaha agar murid
yang didiknya mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar dan
berprestasi.
Menurut Prench (dalam Suparmin, 2004:11) mendefinisikan
motivasi adalah keinginan dan kemauan seseorang untuk
mencurahkan segala upayanya dalam mencapai tujuan atau hasil
tertentu. Pengertian lain (Steers, 1991) menyebutkan motivasi adalah
faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan,
mengarahkan perilakunya untuk memenuhi tujuan tertentu. Motivasi
berhubungan dengan faktor psikologis seseorang yang mencerminkan
hubungan atau interaksi antara sikap, kebutuhan dan kepuasan yang
terjadi pada diri manusia.
Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa motivasi adalah
faktor penggerak yang melatar belakangi perilaku. Orang yang
mempunyai motivasi yang kuat cenderung akan melipat gandakan
usahanya. sementara orang yang memiliki motivasi yang lemah akan
mengurangi atau kurang semangat menjalankan usahanya. Jadi
motivasi adalah keinginan dan kemauan seseorang untuk
71| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
mencurahkan segala upayanya dalam mencapai tujuan. Oleh karena
itu tidak ada motivasi apabila tidak dirasakan adanya suatu keinginan
atau kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan
rangsangan atau dorongan timbulnya motivasi untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu.
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan
kelas (classroom action research) atau disingkat dengan PTK.
Penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat
mengorganisasikan kondisi praktek pembelajaran mereka, dan belajar
dari pengalaman mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu
gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat
pengaruh nyata dari upaya itu (Rochiati, 2006:13).
Dalam penelitian ini peneliti selaku guru PAI berkolaborasi
dengan teman sejawat di SMA Negeri 1 Peukan Bada sebagai mitra.
Rancangan penelitian tindakan kelas yang dilakukan di sini bertujuan
memperbaiki praktek pembelajaran di kelas dan memandang
penelitian tindakan kelas sebagai bentuk refleksi yang dilakukan oleh
guru pada situasi alami dan ditunjukkan untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan praktis.Penelitian ini diawali dengan
melakukan penelitian pendahuluan sebagai tahap orientasi. Temuan
dari hasil studi pendahuluan ini kemudian digunakan untuk melakukan
refleksi bersama teman sejawat untuk merancang langkah-langkah
kegiatan selanjutnya sehingga tujuan penelitian tercapai. Prosedur
penelitian tindakan ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Pada tiap siklus
dilaksanakan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan
72| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
refleksi. Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan untuk tiap
siklus adalah sebagai berikut:
1. Siklus Pertama
a. Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini sebagai
berikut.
1. Membuat skenario pembelajaran CTL yang dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi PAI;
2. Membuat lembar pengamatan untuk melihat bagaimana
kondisi pembelajaran tersebut ketika diterapkan;
3. Mendesain penilaian untuk melihat sejauh mana kemajuan
yang telah dicapai.
b. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah
melaksanakan skenario pembelajaran yang telah dilaksanakan.
c. Observasi
Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pelaksanaan
tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat.
d. Refleksi
Hasil yang dicapai dalam tahap pengamatan dikumpulkan serta
dianalisis dalam tahap ini. Refleksi dilakukan dengan melihat data
pengamatan apakah proses pembelajaran yang diterapkan dapat
meningkatkan kemampuan belajar siswa sesuai dengan tujuan
penelitian. Hasil analisis data yang dilaksanakan dalam tahap ini
dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus berikutnya.
2. Siklus Kedua
Dilakukan seperti siklus kesatu dengan berbagai penyempurnaan.
73| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
3. Siklus Ketiga
Dilakukan seperti siklus kedua dengan berbagai penyempurnaan.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh
peneliti. Jika bicara tentang subjek penelitian, sebetulnya juga
berbicara tentang unit analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat
perhatian atau sasaran peneliti (Suharsimi, 2002:122).
Sebagai sumber data, subjek penelitian yang dipilih adalah
siswa kelas X-IPA.1 SMAN 1 Peukan Bada pada semester 1 tahun
ajaran 2018/2019 sebanyak 28 siswa. Pemilihan subjek dilakukan
melalui diskusi dengan teman sejawat.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah
yang sesuai dan mendukung tercapainya data yang diinginkan. Dalam
penelitian tindakan kelas ini metode yang digunakan adalah:
1. Observasi
Metode observasi digunakan dalam melakukan penelitian
pendahuluan sebagai tahap orientasi. Temuan dari hasil studi
pendahuluan ini kemudian digunakan untuk melakukan refleksi
bersama guru dan peneliti untuk merancang langkah-langkah kegiatan
selanjutnya sehingga tujuan penelitian tercapai.
2. Dokumen
Menggunakan dokumen yang dapat membantu dalam
mengumpulkan data penelitian yang ada kaitanya dengan
permasalahan dalam penelitian tindakan kelas, misalnya: rencana
pembelajaran dan laporan hasil kerja siswa terhadap topik yang
dibahas.
74| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Uraian Penelitian Secara Umum
Dari hasil studi pendahuluan dan diskusi maka dapat
teridentifikasi beberapa masalah yang melatar belakangi dilakukannya
penelitian tindakan ini, meliputi: (1) kurangnya pemahaman siswa
terhadap penguasaan materi pelajaran PAI; (2) kurangnya kemampuan
siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapat dalam mata
pelajaran PAI; dan (3)kurangnya pemahaman siswa dalam
menunjukkan perilaku siswa sebagai cermin Prilaku terpuji khususnya
tentang husnuzan.
Penelitian ini telah berhasil meningkatkan kemampuan siswa
dalam pengusaan materi pelajaran dan meningkatkan keterampilan
siswa dalam melakukan diskusi dengan memanfaatkan media yang
ada serta sumber belajar yang tersedia serta siswa mampu
menunjukkan perilaku siswa sebagai cerminan prilaku Husnuzan .
Terdapat hambatan-hambatan yang timbul pada penggunaan strategi
pembelajaran CTL pada pelajaran PAI. Belum adanya pembimbingan
khusus pada arah kecenderungan minat siswa; kemampuan guru yang
kurang dalam memadukan seluruh siswa belajar bersama sehingga
siswa kurang antusias; dan keterbatasan media pembelajaran.
B. Penjelasan Per-Siklus
Dalam tahap ini diuraikan kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan strategi pembelajaran CTL yang dilakukan dengan
menggunakan 3 siklus.
Siklus Pertama
1. Kegiatan Awal
a) Menciptakan lingkungan: salam pembuka dan berdoa.
75| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
b) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL:
Siswa dibagi ke dalam 3 kelompok,
Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi
yaitu bagaimana berhusnuzan terhadap Allah, husnuzan
terhadap diri sendiri dan husnuzan terhadap sesama
makhluk manusia
Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat
berbagai hal yang ditemukan.
2. Kegiatan Inti
a) Siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas
kelompok.
b) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan sesuai dengan
hasil observasi yang mereka tentukan sebelumnya.
c) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan
kelompoknya masing-masing.
d) Siswa melaporkan hasil diskusi.
e) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
oleh kelompok yang lain.
3. Kegiatan Akhir
a) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi
sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
b) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang
pengalaman belajar mereka.
4. Pengamatan
Selama pembelajaran berlangsung, peneliti dan teman sejawat
mengadakan pengamatan yang hasilnya adalah sebagai berikut: (a)
Sudah dilakukan pengembangan materi pelajaran dengan mengangkat
76| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
hal-hal yang berada sekitar siswa yang sesuai dengan pokok bahasan
yang dibahas; (b) Guru belum menjelaskan kompetensi belajar siswa
dan langkah-langkah pembelajaran secara detail di awal pembelajaran;
dan (c) Penggunaan metode pembelajaran CTL sudah mengarah
kepada siswa aktif meskipun ada siswa yang belum mampu
mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari dalam
setiap proses pembelajaran.
5. Refleksi
Hasil refleksi yang dilakukan oleh peneliti dan teman sejawat
dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Guru perlu menyampiakan
kompetensi belajar dan langkah-langkah pembelajaran yang
dilakukan; dan (b) Sebagai umpan balik guru perlu memberikan
beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah disajikan.
Siklus Kedua
1. Kegiatan Awal
a) Menciptakan lingkungan: salam pembuka dan berdoa.
b) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta
manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi
pelajaran yang akan dipelajari.
c) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL:
Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai jumlah siswa.
Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi sama
seperti di atas
Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai
hal yang ditemukan.
Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus
dikerjakan oleh setiap siswa.
77| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
2. Kegiatan Inti
a) Siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas
kelompok.
b) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan sesuai dengan
hasil observasi yang mereka tentukan sebelumnya.
c) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan
kelompoknya masing-masing.
d) Siswa melaporkan hasil diskusi.
e) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
oleh kelompok yang lain.
3. Kegiatan Akhir
a) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi
sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
b) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang
pengalaman belajar mereka.
4. Pengamatan
Selama pembelajaran berlangsung, peneliti dan teman sejawat
mengadakan pengamatan yang hasilnya adalah sebagai berikut: (a)
Sudah dilakukan pengembangan materi pelajaran dengan mengangkat
hal-hal yang berada sekitar siswa yang sesuai dengan pokok bahasan
yang dibahas; (b) Guru belum melakukan langkah apersepsi di awal
pembelajaran, yaitu mengaitkan materi yang lalu dengan yang
dipelajari sekarang; dan (c) Penggunaan metode pembelajaran CTL
sudah mengarah kepada siswa aktif meskipun ada siswa yang belum
mampu mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari
dalam setiap proses pembelajaran.
78| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
5. Refleksi
Hasil refleksi yang dilakukan oleh peneliti dan teman sejawat
dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Guru perlu melakukan langkah
apersepsi, yaitu langkah menghubungkan materi pelajaran yang lalu
dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. Langkah ini untuk
menciptakan kondisi agar materi pelajaran itu mudah masuk dan
menempel di otak; dan (b) Sebagai umpan balik guru perlu
memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang
telah disajikan.
Siklus Ketiga
Pada siklus kedua ini peneliti dan teman sejawat mengubah
beberapa teknik pembelajaran sebagai penyempurnaan dengan
langkah sebagai berikut:
1. Kegiatan Awal
a) Menciptakan suasana: salam pembuka dan berdoa.
b) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta
manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi
pelajaran yang akan dipelajari.
c) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL:
Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai jumlah
siswa.
Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi.
Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat
berbagai hal yang ditemukan.
d) Guru melakukan tanya jawab sekitar tugas yang harus
dikerjakan oleh setiap siswa.
79| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
e) Guru memberikan sugesti yang positif tentang materi yang
dipelajari ini penuh dengan tantangan dan mengasyikkan.
2. Kegiatan Inti
a) Lakukan langkah apersepsi, yaitu langkah menghubungkan
materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang akan
disampaikan.
b) Siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas
kelompok.
c) Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan sesuai dengan
hasil observasi yang mereka tentukan sebelumnya.
d) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan
kelompoknya masing-masing.
e) Siswa melaporkan hasil diskusi.
f) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
oleh kelompok yang lain.
g) Guru menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman
siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa
dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan
yang telah dimilikinya.
h) Sebagai umpan balik guru memberikan beberapa pertanyaan
yang relevan dengan materi yang telah disajikan.
i) Diakhir pembelajaran guru menyimpulkan materi.
3. Kegiatan Akhir
d) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi
sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
e) Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang
pengalaman belajar mereka.
80| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
4. Pengamatan
Selama pembelajaran berlangsung peneliti dan teman sejawat
mengadakan pengamatan terhadap proses pembelajaran, yang hasilnya
adalah sebagai berikut: (a) Langkah apersepsi sudah dilakukan guru di
awal pembelajaran, yaitu mengaitkan materi yang lalu dengan yang
dipelajari sekarang; (b) Strategi pembelajaran sudah mengarah kepada
upaya agar siswa aktif serta mampu mengaitkan materi pelajaran
dengan kehidupan sehari-hari dalam setiap proses pembelajaran; dan
(c) Keterampilan guru dalam mengelola kelas juga meningkat lebih
baik, cara membimbing dan memberi penjelasan kepada siswa
semakin baik.
5. Refleksi
Hasil refleksi yang dilakukan oleh peneliti dan teman sejawat
dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Strategi pengajaran yang
ditampilkan meningkatkan kualitas pembelajaran yang
diselenggarakan; (b) Selama siswa melakukan kerja kelompok,
sebaiknya guru mengawasi dan tetap memperhatikan aktivitas semua
siswa dalam kelompok dan siswa tidak dibiarkan bekerja sendiri tanpa
kendali sehingga mereka tetap aktif dan berpartisipasi dalam kerja
kelompok; dan (c) Kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model CTL
umumnya bersifat teknis belaka akibat dari kurangnya guru
menggunakan model ini.
C. Analisis Data
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan data yang
terkumpul dianalisis sesuai dengan jenis data dan tujuan penelitian.
1. Data hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran
a) Siklus pertama
81| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Hasil pengamatan terhadap pengelolaan pembelajaran pada
siklus pertama dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1Data hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran siklus
pertama
No Aspek yang Diamati Pengamatan KBM 3 2 1 1 Menyampaikan pentingnya materi ini utk dipelajari v 2 Menyampaikan kompetensi yang harus dicapai v 3 Memotivasi siswa v 4 Membimbing siswa untuk aktif v 5 Menjelaskan prosedur pembelajaran CTL v 6 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok v 7 Membimbing observasi kelompok v 8 Menyampaikan ide atau pendapat v 9 Menjawab/menanggapi pertanyaan v
10 Memandu diskusi kelas v 11 Merumuskan kesimpulan belajar v 12 Memberikan pengakuan/penghargaan v 13 Memberikan tes berupa resitasi/umpan balik v 14 Membimbing siswa dalam diskusi kelompok dan diskusi
kelas v
Suasana Kelas 1 Siswa antusias v 2 Guru antusias v 3 Waktu sesuai dengan alokasi v 4 KBM sesuai dengan skenario pembelajaran v
Dari hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa dalam
mengorganisasikan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran
CTL guru belum menguasai prosedur pembelajaran. Strategi belajar
mengajar belum mengarah kepada upaya agar siswa aktif. Guru sudah
berusaha melibatkan siswa dalam setiap fase kegiatan pembelajaran
yang diselenggarakan.
82| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Metode ini dapat meningkatkan memotivasi siswa untuk aktif
dalam bertanya, menyampaikan pendapat, melakukan kegiatan diskusi
dan observasi namun belum mampu mengantarkan siswa untuk
mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
b) Siklus kedua
Hasil pengamatan terhadap pengelolaan pembelajaran pada
siklus pertama dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Data hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran
siklus ke dua
No Aspek yang Diamati Pengamatan KBM 4 3 2 1 Menyampaikan pentingnya materi ini utk dipelajari v 2 Menyampaikan kompetensi yang harus dicapai v 3 Memotivasi siswa v 4 Membimbing siswa untuk aktif v 5 Menjelaskan prosedur pembelajaran CTL v 6 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok v 7 Membimbing observasi kelompok v 8 Menyampaikan ide atau pendapat v 9 Menjawab/menanggapi pertanyaan v
10 Memandu diskusi kelas v 11 Merumuskan kesimpulan belajar v 12 Memberikan pengakuan/penghargaan v 13 Memberikan tes berupa resitasi/umpan balik v 14 Membimbing siswa dalam diskusi kelompok dan diskusi
kelas v
Suasana Kelas 1 Siswa antusias v 2 Guru antusias v 3 Waktu sesuai dengan alokasi v 4 KBM sesuai dengan skenario pembelajaran v
Dari hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa dalam
mengorganisasikan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran
CTL guru sudah menguasai prosedur pembelajaran. Strategi belajar
mengajar mulai mengarah kepada upaya agar siswa aktif. Guru sudah
83| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
berusaha melibatkan siswa dalam setiap fase kegiatan pembelajaran
yang diselenggarakan.
Metode ini dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam
bertanya, menyampaikan pendapat, melakukan kegiatan diskusi dan
observasi namun belum sepenuhnya mampu mengantarkan siswa
untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
c) Siklus ketiga
Hasil pengamatan terhadap pengelolaan pembelajaran pada
siklus ketiga dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.3 Data hasil pengamatan pengelolaan pembelajaran
siklus ketiga No Aspek yang Diamati Pengamatan KBM 4 3 2
1 Menyampaikan pentingnya materi ini utk dipelajari v 2 Menyampaikan kompetensi yang harus dicapai v 3 Memotivasi siswa v 4 Membimbing siswa untuk aktif v 5 Menjelaskan prosedur pembelajaran v 6 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok v 7 Membimbing observasi kelompok v 8 Menyampaikan ide atau pendapat v 9 Menjawab/menanggapi pertanyaan v 10 Memandu diskusi kelas v 11 Merumuskan kesimpulan belajar v 12 Memberikan pengakuan/penghargaan v 13 Memberikan tes berupa resitasi/umpan balik v 14 Membimbing siswa dalam diskusi kelompok dan diskusi kelas v
Suasana Kelas 1 Siswa antusias v 2 Guru antusias v 3 Waktu sesuai dengan alokasi v 4 KBM sesuai dengan skenario pembelajaran v
Dari hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa dalam
mengorganisasikan pembelajaran dengan menggunakan strategi
pembelajaran CTL guru sudah menguasai prosedur pembelajaran.
Strategi belajar mengajar sudah mengarah kepada upaya agar siswa
84| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
aktif. Guru sudah berusaha melibatkan siswa dalam setiap fase
kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan.
Strategi ini dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam
bertanya, bereksperimen secara mandiri dan menyampaikan pendapat
serta mampu mengantarkan siswa untuk mengaitkan materi pelajaran
dengan kehidupan sehari-hari. Media pengajaran yang medukung
strategi pengajaran dalam meningkatkan aktivitas siswa sudah
digunakan. Guru sudah memanfaatkan lingkungan sebagai sumber
belajar tetapi belum maksimal.
Selama siswa melakukan diskusi kelompok, guru mengawasi
dan tetap memperhatikan aktivitas semua siswa dalam kelompok dan
siswa tidak dibiarkan bekerja sendiri tanpa kendali sehingga mereka
tetap aktif dan berpartisipasi dalam kerja kelompok
2. Data hasil motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
Motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus
pertama, keBada dan ketiga dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Tabel 4.4 Prosentase motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
Indikator Siklus 1 (%) Siklus 2 (%) Siklus 3 (%) Tinggi 55 69 81 Sedang 27 21 19 Rendah 18 10 - Jumlah 100 100 100
Dari tabel di atas pada kondisi awal pembelajaran hanya
terdapat 55 % siswa berada pada kategori motivasi yang tinggi, 27 %
siswa berada pada kategori motivasi sedang dan 18 % siswa berada
pada kategori motivasi rendah. Setelah dilakukan perbaikan
pembelajaran pada siklus pertama terjadi perubahan tingkat motivasi
siswa dimana terdapat 69 % siswa berada pada ketegori motivasi yang
85| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
tinggi, 21% siswa berada pada kategori motivasi sedang dan 10%
siswa berada pada kategori motivasi rendah.
Setelah dilakukan perbaikan pembelajaran pada siklus kedua
terjadi perubahan tingkat motivasi siswa yang sangat signifikan,
dimana terdapat 81 % siswa berada pada kategori motivasi yang
tinggi, 19 % siswa berada pada kategori motivasi sedang dan tidak ada
siswa yang berada pada kategori motivasi rendah.
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil temuan penelitian tindakan, terdapat
peningkatan hasil belajar PAI kelompok subjek yang menggunakan
pembelajaran CTL. Berdasarkan kenyataan di atas, pembelajaran
dengan menggunakan strategi pembelajaran CTL memiliki
kemampuan dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa untuk lebih
aktif dan kreatif dalam menggali pengetahuan dan dalam menemukan
dan menyelesaikan masalah yang dimunculkan. Perbedaan yang
timbul dengan diberlakukannya teknik pendekatan pembelajaran
terletak pada keaktifan siswa dalam menemukan dan menyelesaikan
masalah dalam pembelajaran serta perolehan hasil belajar siswa
setelah diberlakukannya strategi pembelajaran.
Penggunaan strategi pembelajaran CTL dimaksudkan agar
peserta didik terhindar dari perasaan jenuh dan membosankan, yang
menyebabkan perasaan malas menjadi muncul. Pengajaran
sepantasnya tidak monoton, berulang-ulang dan menimbulkan rasa
jengkel pada diri peserta.
Dari uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
teknik dan prosedur mengajar yang bervariasi efektif untuk
memelihara minat/motivasi peserta didik. Pengajaran yang
bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinitas pada guru untuk
86| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
berusaha secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan
serasi guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar peserta
didik. Motivasi yang telah dimiliki oleh peserta didik, apabila diberi
semacam penghalang seperti ujian mendadak, akan menyebabkan
kegiatan kreatifnya tumbuh sehingga ia akan lolos dari penghalang
tadi dan ia akan memperoleh hasil memuaskan, terutama dalam mata
pelajaran PAI.
Keterampilan guru dalam mengelola kelas juga meningkat
lebih baik, cara membimbing dan memberi penjelasan kepada siswa
semakin baik. Media pengajaran mampu dimanfaatkan guru untuk
mendukung strategi pengajaran. Siswa mampu menunjukkan
kemampuan baik tentang Iman Kepada Malaikat. Dari tugas yang
diberikan guru, menunjukkan tingkat pemahaman siswa terhadap
materi sudah sangat baik.
Terdapat hambatan-hambatan yang timbul pada penggunaan
strategi pembelajaran CTL. Belum adanya pembimbingan khusus
pada arah kecenderungan minat siswa; kemampuan guru yang kurang
dalam memadukan seluruh siswa belajar bersama sehingga siswa
kurang antusias; dan keterbatasan alat peraga atau media
pembelajaran. Namun demikian hambatan-hambatan tersebut bukan
merupakan halangan dalam menerapkan strategi pembelajaran, karena
hambatan mampu untuk diatasi oleh guru dan lembaga pendidikan.
Hambatan lain yang ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan CTL umumnya bersifat teknis belaka akibat
dari kurangnya guru menggunakan strategi pembelajaran kontekstual.
87| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah
dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Pembelajaran dengan menggunakan CTL pada pembelajaran
PAI di SMA Negeri 1 Peukan Bada memiliki kemampuan
dalam meningkatkan keterampilan siswa dalam pembelajaran
PAI. Perbedaan yang timbul dengan diberlakukannya teknik
pembelajaran terletak pada keaktifan siswa dalam kerja
kelompok dan perolehan hasil belajar siswa setelah
diberlakukannya strategi pembelajaran. Hambatan-hambatan
yang timbul dikarenakan belum adanya pembimbingan khusus
pada arah kecenderungan minat siswa; kemampuan guru yang
kurang dalam memadukan seluruh siswa belajar bersama
sehingga siswa kurang antusias; dan keterbatasan media
pembelajaran.
2) Berdasarkan hasil temuan penelitian dapat ditarik kesimpulan
bahwa teknik dan prosedur mengajar yang bervariasi efektif
untuk memelihara minat/motivasi peserta didik.
B. Saran dan Tindak Lanjut
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disampaikan saran-saran
sebagai langkah tindak lanjut sebagai berikut:
1) Bagi guru, khususnya guru mata pelajaran PAI, hendaknya
menggunakan pembelajaran CTL dalam proses belajar
mengajarnya, sehingga efektifitas belajar mengajar akan
meningkat. Dengan adanya efektifitas belajar mengajar, maka
tujuan belajar dapat tercapai yang dapat ditunjukkan dengan
adanya peningkatan hasil belajar siswa.
88| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
2) Bagi pihak sekolah diharapkan untuk lebih meningkatkan
sarana dan prasarana berupa penyediaan media pengajaran
yang memadai, sehingga pelaksanaan belajar mengajar akan
lebih efektif dan efisien.
3) Bagi pihak pemerintah diharapkan untuk melakukan kegiatan
pelatihan, seminar atau lokakarya pendidikan dan
pembelajaran guna peningkatan kompetensi guru dalam
mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. (2004). Pedoman Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum. Jakarta : Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Madrasah dan Pendididkan Agama Islam pada Sekolah Umum.
Elliot, J. (1993). Action Research and Education Change.
Philadhelphia: Open University Press. Rochiati, W. (2006). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:
Remaja Rosdakarya. Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana, Prenada Media Group. Suharsimi, Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Sukmadinata, Nana Sy. (2006). Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosdakarya. Suparmin. (2004). Motivasi dan Etos Kerja: Modul Orientasi
Pembekalan Calon PNS. Jakarta: Biro Kepegawaian Sekretariat Jenderal Departemen Agama Republik Indonesia.
89| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
PENERAPAN ONE DAY ONE AYAT DI AWAL PEMBELAJARAN UNTUK PEMBENTUKAN
KARAKTER SISWA
Oleh: MUTIAWATI, S.Ag (Guru PAI SMAN 1 Lhokseumawe)
Abstrak
Pendidikan Karakter merupakan hal yang sangat penting bagi perkembangan siswa dimasa yang akan datang. Karena siswa merupakan penerus bangsa yang diharapkan mampu membawa bangsa kearah yang lebih maju. Siswa merupakan modal pembangunan dimasa yang akan datang. Sumber daya manusia yang diharapkan oleh negara adalah sumber daya menusia yang berkarakter. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang salah satunya adalah dengan mewujudkan siswa berkarakter caranya tidak mudah. Pemerintah sudah mencoba memperbaiki karakter siswa dengan berbagai cara. Namun realita yang terjadi di lapangan belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Maka solusi yang tepat untuk pembentukan karakter siswa adalah dengan pembiasaan membaca Al-Quran diawal pembelajaran dengan menerapkan metode One Day One Ayat. Penerapan One Day One Ayat merupakan solusi yang tepat untuk membentuk karakter siswa dalam kondisi seperti saat ini. Kata Kunci: One Day One Ayat, Pembelajaran dan Karakter
A. Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman, baik
agama maupun suku dengan budaya yang bermacam-macam.
Pancasila dan Ideologi merupakan suatu kekuatan bagi bangsa
Indonesia untuk bersatu membangun dan mempertahankan negeri
dari tindakan-tindakan yang dapat menjatuhkan nama baik bangsa
di mata dunia.
Saat ini bangsa Indonesia sedang dilanda permasalahan
yang sangat serius yaitu krisis moral. Berbagai macam
permasalahan terjadi di Indonesia seperti korupsi, pertikaian
90| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
antarwarga juga antar pelajar, kemerosotan moral, kemiskinan,
kesenjangan sosial, kasus-kasus kriminalitas, pergeseran budaya
dan lain-lain.
Kondisi seperti ini harus segera diatasi demi masa depan
Indonesia yang lebih baik. Untuk memperbaiki kondisi tersebut
adalah melalui pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan
penting untuk membentuk karakter bangsa. Siswa merupakan
sumber daya manusia yang merupakan asset terbesar bangsa yang
harus dipersiapkan sebaik mungkin. Mereka adalah calon
pemimpin dimasa depan yang akan membawa negara kearah yang
lebih baik. Negara tidak hanya menginginkan generasi yang cerdas
dari segi intelektual dan ketrampilan tetapi yang lebih penting
adalah generasi yang bermoral.
Sesuai dengan UU RI No 20 Tahun 2003 tentang
sistem Pendidikan Nasional, pendidikan berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab
Dari kutipan yang terdapat pada UU RI No 20 tahun 2003
Tentang sistem pendidikan nasional sudah jelas bahwa pendidikan
bukan hanya terfokus untuk mencetak generasi yang cerdas tetapi
juga berfokus untuk mencetak generasi yang berkarakter. Dalam
hal ini pendidikan sebagai sarana untuk belajar siswa memiliki
peran yang sangat penting dalam mencetak generasi yang cerdas
91| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
dan berkarakter. Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas
pendidikannya. Oleh karena itu sebagai wujud peningkatan kualitas
pendidikan bangsa Indonesia pemerintah melalui bidang
pendidikan hendak memperbaiki sumber daya manusia khususnya
upaya perbaikan karakter bangsa. Dalam hal ini guru sebagai
pendidik di sekolah mempunyai tanggungjawab yang besar untuk
mencerdaskan siswa. Pendidikan karakter sebagai upaya untuk
memperbaiki moral generasi bangsa.
Pendidikan karakter merupakan salah satu solusi untuk
keluar dari permasalahan moral yang terjadi saat ini. Pendidikan
karakter adalah pendidikan yang dilakukan untuk membentuk
kepribadian seseorang agar menjadi pribadi yang baik. Pendidikan
karakter sangat diperlukan untuk ditanamkan sedini mungkin agar
dapat menjadi dasar yang kuat bagi siswa dalam menghadapi
persoalan dimasa depan yang semakin komplik. Dalam dunia
pendidikan, pendidikan karakter memang sangat penting bagi
peserta didik untuk bekal mereka baik pada saat menjalani
pendidikan maupun pada saat mereka sudah bekerja. Dengan
adanya pendidikan karakter di dalam dunia pendidikan maka
diharapkan generasi dimasa depan akan menjadi generasi yang
berakhlak mulia, jujur dan bertanggung jawab.
Untuk menerapkan pendidikan karakter berbagai upaya
sudah dilakukan oleh pemerintah, misalnya melalui mengeluarkan
regulasi-regulasi tentang pendidikan karakter, pelatihan guru,
seminar, workshop dan berbagai kegiatan untuk mempersiapkan
guru-guru dalam pembentukan karakter siswa di sekolah. Guru pun
sudah mencoba mengimplementasikan berbagai pengetahuan,
92| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
kemampuan dan pengalamannya yang ada untuk melahirkan siswa
berkarakter.
Namun realita yang terjadi kualitas karakter siswa belum
sebagaimana yang diharapkan, pendidikan karakter yang dilakukan
di sekolah-sekolah belum berhasil mengantarkan siswa menjadi
manusia yang berakhlak mulia, jujur dan bertanggung jawab.
Masih banyak siswa yang terlibat dengan kasus pelaggaran
moralitas seperti mencontek pada saat ujian, tawuran, pencurian,
tidak mematuhi aturan sekolah, melawan guru, terlibat narkoba dan
lain-lain yang selama ini sering terjadi dikalangan siswa. Padahal
dari segi intelektual mereka tidak diragukan lagi. Tetapi sayangnya
lemahnya moralitas serta dan pengaruh dunia luar serta pengaruh
perkembangan teknologi yang membuat para siswa jauh dari
perilaku yang diharapkan.
B. Metode Pemecahan Masalah
Untuk menghadapi semua permasalahandi atas kita harus
kembali kepada Al-Quran. Al-Quran merupakan wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk di sampaikan
kepada manusia agar dijadikan pedoman hidup, sebagai jalan
kehidupan manusia untuk keluar dari kegelapan menuju kemajuan
penuh hikmah. Oleh karena itu dengan problema bangsa yang
semakin kompleks, tindakan-tindakan yang mengarah pada
perusakan moral perlu diluruskan dengan Al-Quran. Al-Quran
merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan bangsa.
Alquran bukan hanya untuk dibaca. Tetapi setiap umat islam
harus bisa membaca, mengartikan dan mengetahui isi kandungan
Al-Quran dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
93| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Al Quran adalah pedoman bagi manusia dalam segala
aktivitas, sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al Baqarah : 2 :
ال ر اب ت ك الك ل نيذ تق م ل ى ل د يه ه ف ب ي
Artinya :”Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertakwa” (Qs. Al-Baqarah :2)
Al-Quran juga obat bagi penyakit rohani dan Jjasmani
sesuai dengan firman Allah swt dalam Qs. Al-Isra’: 82 : يد ز ال ي نني و م ؤ م ل ة ل مح ر و اء ف ش و ا ه آن م ر الق ن زل م نـ نـ و
ال خ ني إ م االظال ار س Artinya:
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi
penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-
Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim
selain kerugian.”
Dalam Qs. Yunus ayat 57 Allah berfirman :
ا ي ا يف م ل اء ف ش و م بك ر ن ة م ظ ع و م م تك اء قد ج ا الناس أيـهنني م ؤ م ل ة ل مح ر ى و د ه ور و الصد
Artinya :
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman.
94| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Nabi Muhammad SAW terbukti berhasil mengubah
karakter bangsa Arab dengan Al-Quran. Bangsa yang sebelumnya
diwarnai penyimpangan menjadi masyarakat berbudaya dan
berperadaban. Karenanya, sebagai bangsa yang penduduknya
mayoritas beragama Islam, sudah seharusnya umat Islam Indonesia
menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi dalam membangun
karakter bangsa.
Sebagai kitab suci, Al-Qur’an yang sarat dengan konsep
dan nilai-nilai moral, sangat relevan untuk dijadikan sebagai
rujukan utama dalam pembinaan karakter masarakat, khususnya
generasi muda.
Membaca Al-quran mempunyai peran yang sangat penting
dalam pembentukan karakter. Karena dengan membaca Al-Quran
akan memperoleh ketenangan jiwa. Orang-orang yang membaca
dan mendengar bacaan Al-Quran akan dianugerahi ketengan hati.
Ketenangan hati inilah yang membawa dirinya taat kepada Allah
SWT sehingga menjadi sehat jasmani dan Rohaninya. Sebagiamana
dijelaskan oleh Allah swt dalam QS. Ar-Ra’du : 28 :
ن ئ ر الله تطم ر الله أال بذك بذك م ه وبـ ل ن قـ ئ تطم نوا و آم ين الذ
وب ل الق
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”.
Membaca Al-Quran mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan karena berupaya mengakrabkan orang-
orang yang beriman dengan kitab suci sehingga tidak buta dengan
95| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Al-Quran. Selain itu membaca Al-Quran memberikan ketenangan
bagi jiwa dan akal. Berarti Al-Quran sangat dibutuhkan oleh
Ruhani. Ruhani yang sehat dan kuat akan melebihi kekuatan tubuh
yang sehat. Oleh karena itu sudah seharusnya Al-Quran perlu
dibaca berulang-ulang sehingga secara kontinyu mendapatkan
ketenangan jiwa yang berpengaruh kepada perubahan perilaku
manusia menjadi manusia yang berakhlakul karimah.
Dari Penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
metode yang paling tepat untuk pembetukan akhlak dan karakter
siswa adalah pendekatan Al-Quran. Karena dengan kita membaca
Alquran hati menjadi tenang, hati bisa terkontrol, hati bisa damai.
Dari hati yang damai akan terbentuk karakter yang bagus dan baik.
Untuk menumbuhkan pendidikan karakter pada diri siswa di
sekolah perlu metode penerapan baca Al-Quran yang tepat bagi
siswa. Karena sekolah yang merupakan pendidikan formal, sudah
disusun struktur kurikukum sebagai pedoman pelaksanaan
pembelajaran. Artinya di sekolah tidak ada jam khusus untuk
materi Al-Quran terutama sekolah-sekolah umum seperti SD, SMP,
SMA dan SMK Berbeda dengan Madrasah yang kurikulumnya
memasukkan pelajaran Al-Quran dalam struktur kurikulum. Tetapi
SD, SMP, SMA dan SMK yang ada hanya pelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI). Yang didalamnya mengandung 5 aspek yang
harus diajarkan oleh guru PAI yaitu Aspek AL-Quran, Aqidah,
Akhlak, Fikih dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dengan waktu
yang terbatas. Dan ini semua tidak memungkinkan bagi guru PAI
untuk mengajarkan Alquran kepada siswa pada setiap jam
mengajar.
96| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Oleh karena itu mengingat membaca Al-Quran sangat perlu
diterapkan di sekolah untuk pembentukan karakter siswa maka
diharapkan sekolah bisa menerapkan satu simtem penerapan Al-
Quran yang tidak mengganggu proses pembelajaran yang sudah
diatur dalam kurikulum.
Kurikulum Nasional melalui permendikbud No.23 tahun
2015 menganjurkan setiap sekolah menerapkan Literasi diawal
pembelajaran selama 15 menit. Apabila sekolah menerapkan
pendidikan karakter berbasis Al-Quran maka sekolah harus
memanfaatkan waktu untuk literasi tersebut untuk menerapkan
One Day One Ayat diawal pembelajaran. One Day One Ayat yaitu
dengan membiasakan peserta didik untuk membaca, mempelajari
Al-Quran satu hari satu ayat di awal pembelajaran. Setiap hari
sebelum memulai pembelajaran selama 10 menit setelah membaca
doa semua siswa minta untuk membaca Al-Quran.
Untuk mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan yaitu
untuk pembentukan karakter, maka penerapan One Day One Ayat
di awal pembelajaran dapat dilakukan dengan cara-cara : Pertamat
tadarus atau membaca Al-Quran bersama-sama. Guru menentukan
satu ayat yang berhubungan akhlak atau lain-lain kemudian
menunjuk salah satu siswa untuk membaca ayat Al-Quran tersebut,
siswa yang lain menyimaknya. Atau membaya ayat tersebut secara
bersama-sama. Selanjutnya siswa membaca bersama-sama.
Tadarus Al Qur’an merupakan kegiatan membaca secara bersama-
sama atau sendiri. Kegiatan tadarus Al-Quran ini mempunyai
pengaruh yang sangat kuat terhadap jiwa manusia secara umum
yang akan mampu menggerakkan jiwa manusia. Demikian pula
terhadap jiwa anak-anak. Semakin jernih suatu jiwa, maka semakin
97| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
bertambah pula kecerdasan spiritualnya. Pembiasaan kegiatan
tadarus Al-Qur’an berpengaruh terhadap sikap-sikap positif karena
ketika membaca Al-Qur’an diibaratkan berkomunikasi langsung
dengan Allah sang maha pencipta.
Kedua menterjemahkan. Tahap ini salah satu siswa diminta
siswa untuk membaca terjemahan dari ayat yang dibaca tadi, siswa
yang lain mendengarnya. Karena dengan mendengar dan membaca
terjemahan Al-Quran diharapkan siswa mampu mengetahui isi dari
ayat Al-Quran. Al-Quran diturunkan oleh Allah swt kepada
manusia melalui Nabi besar Muhammad saw bukan hanya untuk
dibaca tetapi semua orang harus mengetahui arti dari ayat tersebut.
Ketiga Menafsirkan. Tahap ini siswa secara bergantian
menyampaikan pesan-pesan Allah yang terdapat dalam ayat Al-
Quran yang dibacakan tadi. Dengan menjelaskan isi kandungan Al-
Quran diharapkan siswa mengetahui apa pesan-pesan Allah dalam
ayat tersebut. Siswa bisa mengetahui perintah dan larangan.
Sehingga siswa mengetahui mana yang baik yang harus di kerjakan
dan mana yang buruk yang harus di tinggalkan.
Keempat adalah penguatan, pembiasaan dan keteladanan.
Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam penerapan One Day
One Ayat di awal pembelajaran guru menjelaskan kembali tentang
isi kandngan ayat yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari dan mengajak siswa untuk membiasakan sikap dan perilaku
yang terkandung dalam ayat yang dibacakan tadi dalam kehidupan
sehari-hari, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Guru memberikan contoh dan keteladanan dalam perilaku sehingga
anak bisa mencontoh dan membiasakan diri dengan akhlak-akhlak
yang baik. Dan tahap selanjutnya guru mengajak siswa untuk
98| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
menghafal ayat tersebut. Ini bisa dilakukan diluar jam pelajaran
atau dirumah, sebagai pembiasaan bagi siswa untuk menghafal
setiap ayat ayat dipelajari.
Apabila metode One Day One Ayat ini dilaksanakan secara
terus menerus setiap pagi di setiap kelas diawal pembelajaran akan
dapat membawa pengaruh positif bagi perkembangan karakter
siswa.Bagi sisswa yang sudah memiliki karakter yang baik,
penerapan One Day One Ayat bisa lebih meningkatkan sikap
perilaku yang sudah dimilkinya. Tetapi bagi siswa yang belum
memiliki karakter yang baik, mempunyai pengaruh yang sangat
besar untuk merubah perilakunya kearah yang lebih baik.
C. Kesimpulan
Berdasarakan pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwabahwa penerapan One Day One Ayat di awal pembelajaran
merupakan cara yang efektif untuk menumbuhkan karakter yang
baik pada siswa. Penerapan One Day One Ayat di awal
pembelajaran dapat membawa perubahan bagi pembentukan
karakter siswa karena pendekatan dengan membaca dan
mengetahui isi kandungan Al-Quranakan dapat
memberikanketenangan jiwa yang bersifat rohani. Sehingga ketika
seorang anak memilikipermasalahanmerekamampu menyelesaikan
dengan karakter positif. Karakterdalam menyelesaikan masalah
adalah karakter ikhlas. Menyelesaikan sebuahpermasalahan dengan
kepala dingin yaitu sabar, sadar, rendah hati dan yangpaling utama
adalah selalu mengingat akan kehadiran Allah SWT dalam
kehidupannya. Karakter ikhlasyang muncul dalam diri anak
99| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
memiliki kebiasaan bersikap bicara jujur terhadap orang lain,
mengalah dan tidak menonjol-nonjolkan emosi.
Penerapan One Day One Ayat akan memperoleh hasil yang
sangat positif. Karena membaca Al-Quran menjadi kegiatan yang
menyenangkan bagi siswa. Siswa membaca Al-Quran tidak merasa
dipaksakan, mereka membaca Al-Quran sudah tidak perlu di suruh
lagi. Setiap hari diawal pembelajaran siswa tanpa perlu di
instruksikan mereka lansung mengambil Al-Quran dan membuka
ayat yang sudah di tentukan. Secara bergantian mereka
membacanya. Sehingga siswa yang tidak lancar membaca Al-
Quran dengan penerapan cara ini mereka sudah mulai membaca al-
Quran dengan lancar.
Dari aspek sikap, penerapan One Day One Ayat di
awal pembelajaran membawa pengaruh yang sangat besar dalam
pembentukan karakter.Karena ayat-a yat Al-Quran yang dibaca,
diartikan dan di jelaskan isi kandungannya adalah ayat-ayat yang
berkenaan dengan akhlak. Misalnya ayat-ayat Al-quran tentang
perintah berlaku jujur, sabar, memaafkan, bertanggung jawab,
bermusyawarah dalam setiap urusan, disiplin, suka menolong, taat
pada aturan, manfaat menuntut ilmu, hormat pada orang tua dan
guru, larangan berburuk sangka, mengolok-olok teman, larangan
menceritakan orang lain, fitnah, mencuri, larangan pergaulan bebas
dan lain-lain.
100| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Tafsir Quranul Karim, Jakarta: PT. Karya Agung,
2002, Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, Bandung, Alfabeta, 2012 Majid Abdul, Pendidikan Karakter dalam Pespektif Islam, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2010
Dr. Ulil Amri Syafri, M.A, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Quran, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2012
Muhammad Mukhdari, Keajaiban Membaca Al-Quran, Jokjakarta, 2007
101| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM
MENERAPKAN METODE PEMBELAJARAN DI SMKS ULUMUDDIN LHOKSEUMAWE
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Oleh: RUSDIMAN AB.M.Pd.I (Pengawas PAI)
ABSTRAK
Melalui kegiatan supervisi dapat memberikan bimbingan, motivasi dan bantuanteknis kepada guru yang mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran, terutama dalam menerapkan metode pembelajaran sehingga dapat meningkatkan profesional guru. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran melalui supervisi akademik di SMKS Ulumuddin Lhokseumawe tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan sekolah dengan menggunakan desain penelitian tindakan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek subjek dalam penelitian tindakan sekolah ini adalah semua guru yang berjumlah 15 guru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu mulai bulan Juli 2015 sampai dengan November 2015. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Kemampuan guru merencanakan metode pembelajaran dalam RPP pada prasiklus secara rata-rata adalah 3,2 yang tergolong cukup dengan persentase ketuntasan secara klasikal adalah 40%. Rata-rata siklus I adalah 3,8 yang tergolong baik dengan persentase ketuntasan secara klasikal adalah 73,3%. Rata-rata siklus II adalah 4,4 yang tergolong baik dengan persentase ketuntasan secara klasikal adalah 100%. 2) Kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran pada prasiklus secara rata-rata adalah 3,4 yang tergolong cukup dengan persentase ketuntasan secara klasikal adalah 40%. Rata-rata siklus I adalah 3,8 yang tergolong baik dengan persentase ketuntasan secara klasikal adalah 73,3%. Rata-rata Siklus II adalah 4,2 yang tergolong baik dengan persentase ketuntasan secara klasikal 100%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran dapat meningkat melalui supervisi akademik Kata Kunci: Supervisi Akademik, Kemampuan Guru dan Metode Pembelajaran.
102| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
A. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.Melalui
pendidikan, manusia belajar menghadapi segala problematika
yang ada di alam semesta demi mempertahankan
kehidupannya. Dengan proses pendidikan, seseorang
memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang
dihadapi, sehingga seseorang tersebut mampu menciptakan
karya yang gemilang dalam hidupnya dan dapat mencapai
suatu peradaban dan kebudayaan yang tinggi. Dalam Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya,
masyarakat bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan sebuah sistem yang terbentuk
dari berbagai subsistem yang sinergis dalam poses kegiatan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Subsistem yang erat
kaitannya dengan proses pendidikan adalah aktifitas yang
harus dilakukan oleh seorang guru adalah mengajar, mendidik
dan melatih. Keberhasilan pendidikan sudah barang tentu
harus dilandasi oleh keberhasilan proses pembelajaran.
Kegiatan pembelajaan dapat dikatakan berhasil apabila siswa
103| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
sebagai peserta didik dapat menguasai materi ajar yang sudah
ditargetkan.
Sekolah merupakan lembaga formal sesuai dengan
misinya yaitumelaksanakan kegiatan belajar mengajar dalam
rangka mencapai tujuanpendidikan. Kegiatan belajar mengajar
akan berjalan lancar jika komponen-komponendalam lembaga
ini terpenuhi dan berfungsi sebagaimana mestinya.Semua
fungsi sekolah tersebut tidak akan efektif apabila komponen
dari sistem sekolah tidak berjalan dengan baik, karena
kelemahan dari salah satu komponen akan berpengaruh pada
komponen yang lain yang pada akhirnya akan berpengaruh
juga pada jalannya sistem itu sendiri. Salah satu dari bagian
komponen sekolah adalah guru.
Guru merupakan komponen paling menentukan dalam
sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat
perhatian sentral, pertama, dan utama. Guru selalu terkait
dengan komponen manapun dalam pendidikan dan merupakan
komponen paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan
hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya
perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan
tanpa di dukung oleh guru yang profesional dan berkualitas.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen menetapkan bahwa “guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
104| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
pendidikan menengah”. Guru bertanggung jawab
melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah dalam arti
memberikan bimbingan dan pengajaran kepada siswa”.
Tanggung jawab ini direalisasikan dalam bentuk
melaksanakan pembinaan kurikulum, menuntut para siswa
belajar, membina pendidikan, watak jasmaniah siswa,
menganalisa kesulitan belajar serta menilai kemajuan belajar
para siswa.
Guru merupakan salah satu faktor penting dalam
meningkatkan mutu pendidikan, karena gurulah yang sanggup
untuk menggerakkan komponen lainnya, seperti alat-alat
pelajaran/alat peraga, laboratorium dan sebagainya dalam
proses belajar-mengajar.
Kompenen tersebut dapat bermakna apabila dibawakan
atau disajikan oleh guru yang berkualitas. Hal ini sesuai
dengan pendapat Idris (2007:12) bahwa ”semakin baik kualitas
profesional guru akan semakin besar pula pengaruhnya
terhadap peningkatan kualitas belajar-mengajar.” hal ini
disebabkan guru mempunyai kemampuan mengajar yang
tinggi, mampu mengoptimalkan dan mendayagunakan/
menggunakan komponen pendidikan seperti media pengajaran
kurikulum dan lain-lain sehingga proses belajar mengajar
menjadi lebih baik.
Supervisi memiliki kedudukan sentral dalam upaya
pembinaan dan pengembangan kegiatan kerja sama dalam
suatu organisasi. Lembaga pendidikan sebagai salah satu
organisasi tentunya tidak dapat melepaskan diri dari kegiatan
supervisi. Sebenarnya setiap kegiatan harus selalu adanya
105| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
supervisi karena tanpa supervisi suatu pekerjaan tidak akan
membawa hasil seperti yang diharapkan. Menurut
Suryosubroto (2010:175) bahwa “Supervisi adalah pembinaan
yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat
meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi
belajar mengajar yang lebih baik.” Sedangkan menurut
Mukhtar dan Iskandar (2009:40) bahwa “secara umum istilah
supervise berarti mengamati, mengawasi, atau membimbing
dan menstimulir kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang
lain dengan maksud untuk mengadakan perbaikan.”
Salah satu teknik supervisi adalah supervisi
kelas.Perkunjungan ke kelas bertujuan memperoleh data
mengenai keadaan sebenarnya selama guru mengajar.Dengan
data itu supervisor dapat berbincang dengan guru tentang
kesulitan yang dihadapi guru-guru dan pada kesempatan itu
guru-guru dapat mengemukakan pengalaman-pengalaman
yang berhasil dan hambatan yang dihadapi serta meminta
bantuan, dorongan dan mengikutsertakan.Menurut Mulyasa
(2005:114) bahwa “manfaat observasi kelas adalah untuk
mengetahui penggunaan metode pembelajaran, media yang
digunakan oleh guru dalam pembelajaran, dan keterlibatan
peserta didik dalam pembelajaran, serta mengetahui secara
langsung kemampuan peserta didik dalam menangkap materi
yang diajarkan.”
Tujuan supervisi pengawas tidak sekadar memperbaiki
mutu mengajar guru, akan tetapi juga membina profesi guru
dalam arti luas. Agar tujuan dapat tercapai secara optimal, segi
perbaikan dalam hal pengadaan fasilitas yang menunjang
106| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
kelancaran pembelajaran, peningkatkan mutu pengetahuan dan
keterampilan guru, pemberian bimbingan dan pembinaan
dalam pelaksanaan kurikulum, pemilihan dan penggunaan
metode mengajar, serta teknik evaluasi pengajaran hendaknya
juga perlu mendapat perhatian. Supervisi bisa mencakup usaha
setiap guru dalam mengaktualisasikan diri dan ikut
memperbaiki kegiatan-kegiatan sekolah.Dengan demikian
perlu dikoordinasikan secara terarah dan terpadu dengan
sasaran yang ingin dicapai.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan sekolah
dengan judul “Pelaksanaan Supervisi Akademik untuk
Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Menerapkan Metode
Pembelajaran di SMKS Ulumuddin Lhokseumawe Tahun
Pelajaran 2015/2016”.
a. Identifikasi Masalah Berdasarkan pengamatan penulispada SMKS
Ulumuddin Lhokseumaweterdapat beberapa kendala guru
dalam menerapkan metodepembelajaran, antara lain:
1. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep.
2. Siswa kurang aktif (pasif) dalam proses pembelajaran.
3. Siswa belum terbiasa untuk bekerja sama dengan temannya
dalam belajar.
4. Guru kurang mengaitkan materi pembelajaran dengan
kehidupan sehari-hari.
5. Hasil nilai ulangan / hasil belajar siswa pada pembelajaran
rendah.
6. KKM tidak tercapai.
107| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
7. Pembelajaran tidak menyenangkan bagi siswa.
8. Kurangnya minat siswa terhadap pembelajaran.
b. Pembatasan Masalah Dari beberapa masalah yang terdapat pada latar
belakang masalah di atas, tidak mungkin akan penulis teliti
satu persatu. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan penulis
dalamhal waktu, tenaga, dan pengetahuan. Oleh karena itu,
penelitian ini hanya penulis bahas tentang ”kemampuan guru
dalam menerapkan metode pembelajaran”.
c. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian tindakan sekolah ini
adalah Apakah melalui supervisi akademik untuk
meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan metode
pembelajaran di SMKS Ulumuddin Lhokseumawe Tahun
Pelajaran 2015/2016?
d. Pemecahan Masalah Penulis melihat pembelajaran menjadi kurang efektif
karena hanya cenderung mengedepankan aspek intelektual dan
mengesampingkan aspek pembentukan karakter.Hal ini tentu
suatu hambatan bagi guru. Oleh karena itu, penulis ingin
mengubah hambatan tersebut menjadi sebuah kekuatan dalam
pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien
sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang memuaskan.
Untuk menjawab hal itu, penulis mencoba memberi solusi
kepada guru-guru untuk menerapkan metode pembelajaran
melalui kegiatan supervise akademik di SMKS Ulumuddin
Lhokseumawedengan menyusun berbagai perangkat
pembelajaran yang dibutuhkan seperti: RPP, alat peraga,
108| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
teknik pengumpulan data, dan instrumen yang dibutuhkan
untuk membantu guru dalam mengelola kelas dan
mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan.
e. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pemecahan masalah, maka tujuan
penelitian ini dapat dibagi dalam tujuan umun dan tujuan
khusus sebagai berikut.
1.Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan
metode pembelajaran melalui supervisi akademik di
SMKS Ulumuddin Lhokseumawe tahun pelajaran
2015/2016.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini betujuan untuk mengetahui:
a. Kemampuanguru menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran(RPP) dalam menerapkan metode
pembelajarandi SMKS Ulumuddin Lhokseumawe
b. Kemampuan guru melaksanakan pembelajarandalam
menerapkan metode pembelajaran.
f. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap pengembangan
kompetensi pengawas sekolah khususnya kompetensi
supervisi akademik.
109| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
2. Manfaat Praktis
Secara praktis diharapkan penelitian ini
bisa memberikan manfaat bagi pihak-
pihak yang terkait dengan lembaga
sekolah antara lain:
a. Bagi guru, untuk memperoleh alternatif baru yang
dapat diterapkan guru dalam meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan
dan dapat diterapkan guru untuk peningkatan mutu
pembelajaran.
b. Bagi sekolah, dapat dijadikan masukan atau input
untuk dipertimbangkan dalam menetapkan
kebijakan baru untuk meningkatkan prestasi
sekolah dalam bidang akademis dan meningkatkan
kinerja sekolah melalui peningkatan
profesionalisme guru
c. Bagi siswa, untuk memperoleh pengalaman belajar
yang lebih menarik, meningkatkan aktivitas siswa
di dalam belajar dan meningkatkan penguasaan
konsep.
B. METODE PEMECAHAN MASALAH
A. Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yang penulis tetapkan
adalah SMKS Ulumuddin Lhokseumawe.Alasan memilih
lokasi inikarena sekolah Manajerial kepengawasan dan
pada sekolah ini masih banyak terdapat guru yang belum
memahami cara menerapkan metode pembelajaran.
110| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
2. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian tindakan
sekolah ini adalah semua guru yang ada di SMKS
Ulumuddin Lhokseumawe yang berjumlah 15 guru.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yaitu
mulai bulan Juli2015 sampai Dengan November 2015
Tahun Pelajaran 2015/2016. Dilakukan pada waktu
tersebut karena peneliti ingin meningkatkan kemampuan
guru dalam menerapkan metode pembelajaran melalui
supervisi akademik.
B. Teknik Pengumpulan Data
Teknikpengumpulan data yang
digunakandalampenelitianiniadalah:
a. Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mempelajari
dan menyeleksi dokumen yang relevan dengan penelitian.
Dokumen tersebut merupakan dokumen sebelum
pelaksanaan penelitian yang menjadi landasan penentuan
masalah dan pemilihan alternative pemecahannya;
Dokumen saat pelaksanaan penelitian yang berupa daftar
nilai dan hasil pengamatan; dandokumen yang berkaitan
dengan pasca pelaksanaan tindakan penelitian.
b. Observasi
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data-
data yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Pengamatan dilakukan dengan maksud untuk mengecek
111| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
kebenaran data dan kesesuaian antara RPP dengan
pelaksanaan pembelajaran.
c. Wawancara Wawancara dimanfaatkan untuk mengungkapkan
kondisi responden sehubungan dengan apa yang dilakukan
mereka. Wawancara digunakan sebagai Teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga ingin mengetahui hal-hal dari responden
yang Lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit /
kecil. Sumber dan jenis data yang akan dihimpun adalah
kata-kata dan tindakan responden dia wali dengan
penyusunan bentuk, isi dan strategi bertanya. Bentuknya
dapat saja dilakukan secara terbuka sesuai dengan kondisi.
Sedangkan isi berkaitan erat dengan masalah penelitian dan
strateginya dilakukan dalam suasana yang akrab, bukan
dengan paksaan.
C. Teknik Analisis Data Teknik yang digunakan dalam menganalisis data yang
diperoleh dalam penelitian ini menggunakan Teknik analisis
deskriptif. Data kemampuan guru menerapkan metode
pembelajaran dianalisis dengan menggunakan deskriptif dengan
skor rata-rata tingkat kemampuan guru. Adapun pendeskripsian
skor rata-rata Tingkat Kemampuan Guru (TKG) adalah sebagai
berikut:
1. 1,00 ≤ TKG < 1,50 tidak baik
2. 1,50 ≤ TKG < 2,50 kurang
3. 2,50 ≤ TKG < 3,50 cukup
112| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
4. 3,50 ≤ TKG < 4,50 baik
5. 4,50 ≤ TKG < 5,00 sangat baik.
Untuk menganalisis kemampuan guru yang diamati
digunakan Teknik persentase (%), yakni banyaknya frekuensi tiap
kemampuan guru dibagi dengan seluruh kemampuan guru
dikalikan dengan 100. Adapun rumus perhitungannya adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
P = Persentase kemampuan guru
F = Frekuensi kemampuan guru yang muncul
N = Jumlah keseluruhan kemampuan guru.
D. IndikatorKeberhasian
Kemampuan guru dikatakan berhasil jika skor dari setiap
yang dinilai berada pada katagori baik dan sangat baik yang secara
klasikal tuntas ≥ 80%.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan sekolah ini dilakukan dengan
menggunakan desain penelitian tindakan yang meliputi empat
tahap kegiatan. Keempat tahap kegiatan tersebut adalah
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wardani, dkk (2004: 2.3-2.4) bahwa perbaikan
pembelajaran dilaksanakan melalui proses pengkajian
berkesinambungan yang terdiri dari 4 tahap yaitu merencanakan
(planning), melakukan tindakan (acting), mengamati (observing),
danrefleksi (reflecting). Hasil refleksi terhadap tindakan yang
113| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
dilakukan akan digunakan kembali untuk memperbaiki rencana
jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memecahkan
masalah, seperti tampak pada gambar di bawah ini:
Kegiatan penelitian ini direncanakan berlangsung selama dua
siklus. Langkah-langkah penelitian tindakan sekolah ini secara
rinci dapat dijelaskan berikut ini:
Siklus I
Siklus pertama terdiri dari empat tahap yakni: (1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi
seperti berikut ini.
1. Perencanaan
Perencanaan penelitian meliputi:
a. Menyusun program supervise kelas
b. Membuatjadwal supervise kelas
c. Menginformasikankepada guru
d. Menetapkan indicator keberhasilan
e. Menyiapkanlembar supervise kelas
114| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
f. Membuatlembarwawancara
g. Membuat format/ instrument penilaian RPP penerapan
metode-metode pembelajaran
h. Membuat format rekapitulasihasilpenyusunan RPP
penerapanmetode-metodepembelajaransiklus I dan II
i. Membuat format rekapitulasihasilpenyusunan RPP
penerapanmetode-
metodepembelajarandarisikluskesiklus
2. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan merupakan tahap inti dimana
pelaksanaan diskusi berlangsung dengan langkah-langkah berikut.
1) Guru membentuk kelompok diskusi dan menetapkan
pokok permasalahan yang akan dibahas dalam diskusi
kelompok.
2) Guru melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan
metode pembelajaran yang telahdipersiapkan.
3) Peneliti melakukan penilaian pada guru terkait dengan
implementasi pembelajaran sesuai skenario yang dibuat.
4) Guru melakukan diskusi tentang kendala-kendala
pelaksanakan pembelajaran dengan menerapkan metode
pembelajaran.
5) Peneliti melakukan bimbingan dalam kelompok, terkait
dengan pembelajaran yang diterapkan guru. dan merevisi
skenario pembelajaran sehingga menghasilkan skenario
pembelajaran yang sesuai dengan metodepembelajaran
yang akanditerapkan.
3. Pengamatan
115| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Tahap observasi bertujuan untuk mengetahui kerjasama
kreativitas, perhatian, maupun presentasi yang dilakukan guru
dalam menyusun scenario pembelajaran maupun dalam
melaksanakan pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan
sekolah sebagai sumberbelajar
a. Observer melakukan pengamatan sesuai rencana dengan
menggunakan lembar observasi
b. Menilai tindakan dengan menggunakan format evaluasi.
c. Pada tahap ini seorang guru melakukan implementasi
rencana pembelajaran yang
Telah disusun, guru lain melakukan observasi dengan
menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan.
Selain itu dilakukan pemotretan yang mendokumentasikan
kejadian-kejadian khusus selama pelaksanaan
pembelajaran.
4. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi selama berlangsungnya kegiatan
dan hasil evaluasi pada akhir pertemuan siklus dilakukan refleksi.
Hasil refleksi ini dijadikan acuan untuk merencanakan
penyempurnaan dan perbaikan siklus berikutnya. Semua tahap
kegiatan tersebut mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan
maupun observasi dan evaluasi dilakukan
secara berulang-ulang melalui siklus-siklus sampai ada peningkatan sesuai yang diharapkan yaitu mencapai angka katagori”baik atau sangat baik”.
Siklus II
Siklus II juga terdiri dari empat tahap yakni:(1)
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4)
116| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
refleksi. Hasil pengamatan pada siklus ke II dapat
dideskripsikan berikut ini:
1. Perencanaan
a. Mencari solusi dari pelaksanaan siklus I
b. Melakukan review silabus untuk mendapatkan kejelasan
tujuan pembelajaran untuk topik tersebut dan mencari ide-
ide dari materi yang ada dalam buku pelajaran. Selanjutnya
bekerja dalam kelompok untuk menyusun rencana
pembelajaran.
c. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran
d. Merencanakan penerapan pembelajaran
e. Menentukan indikator yang akan dijadikan acuan
f. Mempersiapkan kelompok mata pelajaran
g. Mempersiapkan media pembelajaran.
h. Membuat format evaluasi
i. Membuat format observasi
2. Pelaksanaan
Menerapkan tindakan sesuai dengan rencana, dengan langkah-
langkah:
1. Menyampaikan hasil refleksi siklus I
2. Setiap guru yang telah menyusun rencana pembelajaran
menyajikan atau mempresentasikan rencana
pembelajarannya, sementara guru lain member masukan,
sampai akhirnya diperoleh rencana pembelajaran yang
lebih baik.
3. Guru yang ditunjuk menggunakan masukan-masukan
tersebut untuk memperbaiki rencana pembelajaran.
117| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
4. Guru yang ditunjuk tersebut mempresentasikan rencana
pembelajarannya di depan kelas untuk mendapatkan
umpan balik.
3. Pengamatan
1. Observer melakukan pengamatan sesuai rencana dengan
menggunakan lembar observasi
2. Menilai tindakan dengan menggunakan format evaluasi.
3. Pada tahap ini seorang guru melakukan implementasi
rencana pembelajaran yang telah disusun, guru lain
melakukan observasi dengan menggunakan lemba
robservasi yang telah dipersiapkan. Selain itu dilakukan
dokumentasi tentang kejadian-kejadian khusus selama
pelaksanaan pembelajaran.
4. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi selama berlangsungnya
kegiatan dan hasil evaluasi pada akhir pertemuan siklus
II,maka dilanjutkan dengan mengadakan refleksi terhadap
kegiatan danhasil kegiatan yang sudah berlangsung.Apabila
guru sudah memperoleh skor baik atau sangat baik secara rata-
rata, maka tidak perlu dilanjutkan dengan siklus selanjutnya.
C. SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka
penulis menyimpulkan:
1. Kemampuan guru merencanakan metode
pembelajaran dalam RPP pada pra siklus secara rata-
rata adalah 3,2 yang tergolong cukup. Persenta
sekemampuan guru yang tergolong baik adalah 6 orang
118| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
atau 40%. Kemampuan guru siklus I secara rata-rata
adalah 3,8 yang tergolong baik. Persentase kemampuan
guru yang tergolong baik adalah 11 orang atau 73,3%.
Kemampuan guru siklus II secara rata-rata adalah 4,4
yang tergolong baik. Persentase kemampuan guru yang
tergolong baik adalah 15 orang atau 100%.
2. Kemampuan guru dalam menerapkan metode
pembelajaran pada pra siklus secara rata-rata adalah 3,4
yang tergolong cukup. Persentase kemampuan guru
yang tergolong baik adalah 6 orang atau 40%.
Kemampuan guru siklus I dalam menerapkan metode
pembelajaran secara rata-rata adalah 3,8 yang tergolong
baik. Persentase kemampuan guru yang tergolong baik
adalah 11 orang atau 73,3%. Kemampuan guru Siklus
II dalam menerapkan metode pembelajaran secara rata-
rata adalah 4,2 yang tergolong baik. Persentase
kemampuan guru yang tergolong baik adalah 15 orang
atau 100%.
Dari pelaksanaan tindakan yang dilakukan dalam
menerapkan metode pembelajaran melalui supervisi
akademik diperoleh hasil yang memuaskan.Hal ini terlihat
dengan adanya peningkatan persentase indikator
keberhasilan PTS ini.Supervisi kelas merupakan supervisi
akademik yang membantu guru untuk mengembangkan
kemampuannya.Supervisi memiliki kedudukan sentral
dalam upaya pembinaan dan pengembangan kegiatan kerja
sama dalam suatu lemabaga pendidikan sekolah. Pada
penelitian ini terlihat jelas peningkatan kualitas
119| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
pembelajaran yang terlihat dari indikator-indikator sebagai
berikut:
1. Kemampuan Guru Menyusun Perencanaan
Pembelajarandalam Menerapkan Metode
PembelajaranSupervisi dapat membantu guru dalam
melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan
dan kebutuhan siswanya, membentuk moral kelompok
yang kuat dan mempersatukan guru dalam satu tim
yang efektif, bekerjasama secara akrab dan
bersahabatserta saling menghargai satu dengan lainnya.
Menurut Mukhtar dan Iskandar (2009:40) bahwa
“secara umum istilah supervisi berarti mengamati,
mengawasi, atau membimbing danmenstimulir
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang lain
dengan maksud untuk mengadakan perbaikan.”Oleh
karena itu, dalam upaya untuk perbaikan dan
meningkatkankualitas pembelajaran hendaknya
supervisi dilakukan berupa melibatkan stimulasi
pertumbuhan profesional dan perkembangan bagi guru,
proses seleksi, dan revisi tujuan-tujuan pendidikan,
bahan pembelajaran, metode dan evaluasi
pembelajaran.
Supervisor harus dapat mengembangkan
kemampuan guru melalui berbagai macam pendekatan
sehingga guru dapat mengelola proses pembelajaran
dengan lebih sempurna. Prinsip utama supervisi adalah
menciptakan suasana kerja di sekolah yang
menyenangkan, sehingga terjalin suatu hubungan yang
120| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
baik.Sebagaimana Bafadal (2007:7) mengemukakan
bahwa “supervisi harus mampu menciptakan hubungan
kemanusiaan yang harmonis, kontinu/
berkesinambungan, demokratis, terintegrasi dengan
program pendidikan, komprehensif, konstruktif, dan
objektif. ”Guru harus mampu melaksanakan tugas dan
mengadopsi metode-metode pembelajaran baru agar
tujuan dalam pembalajaran yang diberikan kepada
peserta didiknya dapat dicapai Kemampuan guru pada
hasil penelitian ini dapat kita lihat bahwa pada grafik di
bawah:
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa terjadi
peningkatan kemampuan guru dalam menyusun
perencanaan pembelajaran dengan menerapkan metode-
metode pembelajaran. Kemampuan guru prasiklus
secara rata-rata adalah 3,2 yang tergolong cukup.
Persentase kemampuan guru yang tergolong baik
adalah 6 orang atau 40%. Kemampuan guru siklus I
secara rata-rata adalah 3,8 yang tergolong baik.
121| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Persentase kemampuan guru yang tergolong tergolong
baik adalah 11 orang atau 73,3%. Kemampuan guru
dalam menerapkan metode pembelajaran secara rata-
rata adalah 4,4 yang tergolong baik. Persentase
kemampuan guru yang tergolong tergolong baik adalah
15 orang atau 100%.Jadi dapat disimpulkan bahwa
kemampuan guru dalam menerapkan metode
pembelajaran siklus II sudah tuntas.
122| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. (1997). PsikologiBelajar. Jakarta: RinekaCipta. Arikunto, Suharsimi. (2006). Dasar-dasarEvaluasi. Jakarta:
BumiAksara. Bafadal,Ibrahim. (2007). Peningkatan Profesionalisme Guru
Skeolah Dasar (dalamKerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah). Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Bahri, Syaiful.(2000).Guru
danAnakDidikdalamInteraksiEdukatif.Jakarta:RinekaCipta.
Hamalik, Oemar. (2006). Pendidikan Guru PendekatanKompetensi.
Jakarta: BumiAskara. Idris, Jamaluddin.(2007). Analisis Kritis Mutu Pendidikan. Banda
Aceh: Taufiqiyah Sa’adah. Kunandar.(2008).Guru ProfesionalImplementasiKurikulum
Tingkat SatuanPendidikan (KTSP) dansuksesdalamSertifikasi Guru. Jakarta: GrafindoPersada.
MukhtardanIskandar.(2009). OrientasiBaruSupervisiPendidikan.
Jakarta: GaungPersada. Mulyasa, E. (2005). MenjadiKepalaSekolahProfesional. Bandung:
RemajaRosdakarya. --------. (2009). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru.
Bandung: Remaja Rosdakarya. --------. (2013).
Manajemen&KepemimpinanKepalaSekolah.Jakarta: BumiAksara.
PeraturanMenteriPendidikanNasionalRepublikIndonesia Nomor
16 Tahun 2007
123| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
tentangStandarKualifikasiAkademikdanKompetensi Guru.
Poerwadarminta,WJS.,
(1999).KamusUmumBahasaIndonesia.Jakarta:BalaiPustaka.
Riyanto, Yatim. (2010). ParadigmaBaruPembelajaran. Jakarta:
Prenada Media. Rivai, M danMurni.(2005). Education Management
(AnalisisTeoridanPraktek). Jakarta:Rajawali Pers.
Sagala, Syaiful. (2011). SupervisiPembelajaran:
dalamProfesiPendidikan. Bandung: Alfabeta.
124| Jurnal Ilmiah Cenedekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
KINERJA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN TINGKAH LAKU SISWA
PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Oleh: Saifullah, S. Pd. I, MA (Guru PAI SMA Negeri Unggul Pidie Jaya)
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Tingkah Laku Siswa Pada Sekolah Menengah Atas (SMA)”. Masalah penelitian ini adalah bagaimana kinerja guru Pendidikan Agama Islam dalam hal pembinaan tingkah laku siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kinerja guru Pendidikan Agama Islam dalam hal pembinaan tingkah laku siswa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu penelitian dengan mengumpulkan data-data dan menganalisis serta menarik kesimpulan dari data tersebut dengan mengadakan library research, yaitu dengan cara menelaah sejumlah buku-buku, web untuk memperoleh data-data, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan langsung dengan kajian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja guru Pendidikan Agama Islam dalam hal pembinaan tingkah laku siswa adalah memiliki niat ikhlas karena Allah Swt, disertai dengan kesungguhan hati, berhati bersih, berbuat dan bersikap yang terpuji, berkasih sayang terhadap siswanya dan memperlakukan mereka seperti anaknya sendiri, mengontrol, menasehati, memberikan pesan-pesan moral tentang ilmu dan masa depan anak didiknya, menguasai standar kompetensi guru Pendidikan Agama Islam yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional, spiritual dan kepemimpinan/leadership. Seorang guru Pendidikan Agama Islam yang berkompetensi dibidangnya harus berpegang teguh kepada kode etik profesional, yaitu lebih dikhususkan lagi tekanannya pada perlunya memiliki akhlak yang mulia. Dengan akhlak yang demikian itu, maka seorang guru PAI akan dijadikan panutan dan contoh teladan oleh muridnya dalam kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci: Kinerja Guru PAI dan Pembinaan Tingkah Laku Siswa
125| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
A. PENDAHULUAN Salah satu komponen yang sangat penting dan tidak dapat
diabaikan dalam dunia pendidikan adalah eksistensi guru. Guru
merupakan sosok sentral yang menempati posisi penting dalam dunia
pendidikan.
Keberadaan guru dipandang sebagai salah satu sarana untuk
mempermudah proses pembelajaran, proses itu memerlukan strategi
agar figur guru tetap terjaga dengan baik, dengan kata lain perlu
adanya pencitraan guru yang baik. Selain itu guru juga merupakan
sosok teladan yang dapat menjadi contoh bagi anak didiknya (dikenal
dengan kompetensi kepribadian), oleh sebab itu guru mesti dapat
menjaga sikap atau perilakunya bagi anak didik.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utamanya yaitu
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
memberikan, menilai, mengevaluasi anak didik (UU No 14 tahun
2005 bab I pasal 1). Selain itu dalam bab II pasal 2 ayat (1) juga
disebutkan, bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedudukan guru
sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam bab II pasal
2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru
sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
126| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggunggjawab (UU RI No 20
Tahun 2003 bab II pasal 3).
Seiring dengan perkembangan teknologi, berbagai informasi
berkembang pesat, sehingga telah membuka peluang seluas-luasnya
bagi anak didik untuk mengakses berbagai informasi, jika tidak ada
penyaringan informasi yang mereka terima, kondisi itu akan
berdampak pada tingkah laku para siswa, mereka akan melakukan
penyimpangan, seperti tidak disiplin, tidak menghargai guru, cabut
dari jam pelajaran, merokok, bahkan tidak tertutup kemungkinan
melakukan pergaulan bebas dan pornografi.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, kondisi pelajar hari
ini baik di sekolah maupun di tempat-tempat umum lainnya banyak
terjadi penyimpangan sikap perilaku yang umumnya dilakukan oleh
pelajar itu sendiri, seperti: tidak disiplin, tidak menghargai guru,
adanya perkumpulan-perkumpulan siswa yang menyebabkan
terjadinya perbedaan status sosial di antara mereka, terjadinya balap-
balapan pada saat pulang sekolah dan bahkan ada yang merokok
dengan seragam sekolah serta pergaulan bebas dan pornografi.
Paradigma di atas menunjukkan bahwa eksistensi guru
Pendidikan Agama Islam di sekolah menjadi salah satu perhatian
kusus dalam menangani kasus tersebut, karena guru agama adalah
guru spiritual dan contoh teladan yang baik bagi siswanya di sekolah.
Untuk itu, dalam tulisan ini penulis melakukan kajian tentang “Kinerja
Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Tingkah Laku Siswa
Pada Sekolah Menengah Atas (SMA)”. Kajian ini dipandang penting
sejauh dapat memberikan perhatian dari seluruh komponen.
127| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam dalam kajian ini adalah
sebagai berikut: “Bagaimana kinerja guru Pendidikan Agama Islam
dalam hal pembinaan tingkah laku siswa?”.
B. KAJIAN PUSTAKA
Hakikat Kinerja Guru
Kinerja guru adalah prestasi yang diperlihatkan dalam bentuk
perilaku. Kinerja erat hubungannya dengan masalah produktivitas
karena merupakan indikator dalam menentukan bagaimana untuk
menentukan produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.
Menurut Mangkunegara, kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan
kepadanya (Anwar Prabu Mangkunegara, 2000, hal. 114). Selain itu,
kinerja juga dapat diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang
yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi
tertentu.
Kinerja guru menurut Prey Kazt seperti yang dikutip oleh
Fitria Rahayu dalam “Jurnal Kompetensi (Media Ilmiah dan
Pembelajaran),” adalah sebagai komunikator, sahabat yang dapat
memberikan nasehat, motivator, sebagai pemberi inspirasi dan
dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku
serta nilai-nilai orang yang menguasai bahan yang diajarkan (Fitria
Rahayu, Vol VIII, 2009, hal. 87.)
Dari beberapa penjelasan tentang pengertian kinerja di atas
dapat disimpulkan bahwa kinerja guru adalah kemampuan yang
ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya.
128| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Dalam al-Qur’an Allah Swt., menggambarkan tentang kinerja
seorang guru atau pendidik,
Artinya: Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-
Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu
itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan.” (QS. At-Taubah: 105)
Selanjutnya dalam surat al-Maidah ayat 35 dijelaskan:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan
berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat
keberuntungan.”
Islam memberikan rambu-rambu bagi ummatnya, bahwa
ketika melaksanakan suatu pekerjaan yang baik, maka tuntutan untuk
bersungguh-sungguh menjadi sesuatu yang mutlak. Kesungguhan ini
dinilai sebagai sebuah jihad. Orang yang bersungguh-sungguh dalam
bekerja, bukan manusia saja yang akan melihat pekerjaan yang ia
lakukan, bahkan Allah memberikan penghargaan sebagai orang yang
mulia atas prestasi kerja yang dilakukan dengan kemuliaan pula.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
dan Imam Muslim, dari Umar Ra, Nabi Saw., bersabda:
ا ھق ن اللھع ی ض ر اب ط خ ال بن ر م ع ص ف یح ب ینأ ن م ؤ م ال یر م أ ن عل : ل و ق اللھعلیھوسلمی صل للھ ال سو ر ت ع م : س
ا م ن إ و یات الن ب ال م ع أل اا م ن ىإ انو ئم ر م ال ك . ل
129| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
ھ ل سو ر و اللھ ل ھإ ت ر ج ھ ف ھ ل سو ر و اللھ ل ھإ ت ر ج ھ انت ك ن م ان ،ف ك ن م ویھ ل إ ر اھاج م ل ھإ ت ر ج ھ اف ھ ح ك ن ی ة أ ر ام و اأ یبھ ایص ی ن د ھل ت ر ج ھ .ت
Artinya: “Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khaththab RA, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw., bersabda: “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” (HR. Bukhari, Muslim)
Pesan utama yang terkandung dalam hadits di atas adalah
kesungguhan, apapun aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang berdasarkan niat yang ia lahirkan dari dalam hatinya. Niat
yang benar dan sungguh-sungguh akan melahirkan aktivitas yang
penuh kesungguhan pula. Hasil dari aktivitas itu akan sesuai dengan
apa yang menjadi niat dalam hatinya. Artinya kinerja yang memiliki
makna kesungguhan itu akan berkaitan erat dengan niat yang menjadi
awal seseorang melakukan aktivitas.
Kompetensi Guru PAI
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “competence”
dan diartikan sebagai kecakapan atau kemampuan. Kompetensi juga
dapat diartikan sebagai ciri mendasar yang terdapat pada diri
seseorang yang memiliki hubungan sebab akibat dengan kinerjanya
yang efektif atau unggul dalam suatu pekerjaan (Supardi, 2009, hal.
39).
Kompetensi sebagaimana disebutkan oleh Djamarah adalah
suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang (Saiful Bahri
130| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Djamarah, 1994, hal. 32). Dari pengertian ini bahwa seseorang yang
memiliki kompetensi berarti memiliki kecakapan atau kemampuan
yang dituntut oleh jabatan seseorang yang menuntut adanya
pengetahuan, keterampilan dalam melaksanakannya.
Kompetensi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang
telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan
perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-
baiknya (E. Mulyasa, 2003, hal.25).
Dari beberapa pengertian kompetensi tersebut di atas, maka
yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati
dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas dan
tanggunggjawabnya. Kompetensi guru meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian dan
kompetensi sosial (Pasal 10 UU No 14 tahun 2005).
Guru Pendidikan Agama disamping empat kompetensi dasar
tersebut di atas juga harus memiliki kompetensi spiritual dan
kepemimpinan/leadership. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri
Agama RI No. 211 tahun 2011 tentang Pedoman Pengembangan
Standar Nasional Pendidikan Agama pada Sekolah. Kompetensi Guru
Pendidikan Agama Islam meliputi kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, profesional, spiritual dan kepemimpinan/
leadership.
Kompetensi yang telah dirumuskan dalam UU No. 14 tahun
2005 dan Keputusan Menteri Agama RI No. 211 tahun 2011 di atas
merupakan kompetensi standar yang harus dikuasai pendidik.
Kompetensi tersebut menjadi standar dan indikator penilaian
131| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
penguasaan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam. Dengan kata
lain, kompetensi standar minimal guru Pendidikan Agama Islam
adalah kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional,
spiritual dan kepemimpinan/leadership.
Kinerja dalam Pembelajaran PAI Berbicara tentang kinerja guru dalam pembelajaran, khususnya
guru PAI, tidak bisa dilepaskan dari apa yang menjadi tugas pokok
(tupoksi) utama dan berbagai tanggungjawab yang terkait lainnya.
Tugas dan tanggungjawab guru memiliki banyak hal, yaitu guru dapat
berperan sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur
lingkungan belajar, perencana pembelajaran, supervisor, motivator,
evaluator, innovator, serta tugas lainnya yang terkait dengan statusnya
sebagai guru Pendidikan Agama Islam.
Kinerja dapat dilihat dari beberapa kriteria. Ada empat kriteria
kinerja yaitu; “Karakteristik individu, proses, hasil, dan kombinasi
antara karakter individu, proses dan hasil” (Daryanto, 2001, hal. 124).
Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian
antara pekerjaan dan keahliannya, begitu pula halnya penempatan
guru pada bidang tugasnya. Jadi kinerja dapat ditingkatkan dengan
cara memberikan pekerjaan seseorang sesuai dengan bidang
kemampuannya.
Sehubungan dengan tugas dan tanggungjawab guru Pendidikan
Agama, dalam peraturan Menteri Agama RI No. 16 tahun 2010
tentang pengelolaan Pendidikan Agama di sekolah, dalam bab I pasal
1 ayat (1) menyebutkan bahwa, Pendidikan Agama adalah pendidikan
yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian,
dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya
yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran pada
132| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Kemudian pada ayat (7)
menyebutkan bahwa, guru Pendidikan Agama adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, memberi teladan, menilai dan mengevaluasi
peserta didik.
As-Suhaibani dalam Muhammad AR menyebutkan beberapa
kewajiban atau tugas guru dalam pendidikan (Muhammad AR, 2010,
hal. 200-201), diantaranya adalah:
1. Seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus lebih banyak
unsur keikhlasannya karena Allah Swt.
2. Seorang guru perlu menjadi teladan bagi murid karena ianya
sebagai pengasuh, pendidik, dan pembimbing kepada murid.
3. Seorang guru harus membalas kehormatan murid dan
menanamkan kasih sayang kepada mereka sehingga murid
tidak takut akan berkumpul dengan gurunya
4. Setiap guru harus adil dalam mengajar dan membimbing
murid-muridnya.
5. Seorang guru perlu menguasai keilmuannya dan mempunyai
persiapan bacaan yang cukup dengan semua ilmu yang
berkaitan dengan bidangnya.
6. Seorang guru perlu memberikan informasi tentang pengalaman
hidupnya kepada murid dalam hal yang baik-baik.
7. Seorang guru harus menanamkan semangat berijtihad atau
menjadi pemutus masalah dikala atau percekcokan dan
pertentangan dengan sesama murid. Mengajarkan kepada
murid untuk mempelajari ilmu sebanyak-banyaknya agar nanti
suatu saat bisa berijtihad dalam suatu hal tanpa intervens orang
133| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
lain, tetapi berdasarkan pada pendiriannya sesuai dengan ilmu
yang dikuasainya.
Imam al-Ghazali menyatakan bahwa seorang guru yang
menyampaikan ilmu pengetahuan harus berhati bersih, berbuat dan
bersikap yang terpuji. Lebih lanjut al-Ghazali mengatakan bahwa guru
harus bersikap sebagai pengayom, berkasih sayang terhadap murid-
muridnya dan memperlakukan mereka seperti anaknya sendiri. Guru
harus selalu mengontrol, menasehati, memberikan pesan-pesan moral
tentang ilmu dan masa depan anak didiknya dan tidak membiarkan
mereka melanjutkan pelajarannya kepada yang lebih tinggi sebelum
menguasai pelajaran sebelumnya dan memiliki akhlak yang mulia.
Keseimbangan perkembangan keilmuan (akal) dan akhlak (budi
pekerti) merupakan hal yang harus selalu dikontrol oleh guru.
Muhammad AR dalam bukunya “Pendidikan Di Alaf Baru:
Rekontruksi Atas Moralitas Pendidikan” menjelaskan tentang
pentingnya pendidikan akhlak. Dalam buku tersebut beliau
menjelaskan bahwa pendidikan akhlak tidak mengenal batas waktu
dan tempat. Oleh karena itu jika seseorang mengakui dirinya muslim
dan tidak memiliki akhlak yang mulia, maka ia tidak termasuk dalam
kategori muslim yang benar-benar beriman (Muhammad AR, 2003,
hal. 78).
Buku lain yang menjelaskan tentang pentingnya mewariskan
moral dan akhlak kepada anak adalah buku yang ditulis oleh Sri
Suyanta yang berjudul: “Spektrum Pendidikan Islam.” Dalam buku
tersebut mengangkat salah satu sub tema tentang pentingnya
pewarisan nilai-nilai akhlak kepada anak-anak, yang penerapannya
dapat diterapkan melalui tiga ranah yaitu ranah psikomotorik,
kognitive dan afektif. Bila tiga ranah itu difungsikan secara maksimal
134| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
maka nilai-nilai akhlak dapat menjadi salah satu harapan dalam
pembentukan moral anak (Sri Suyanta, 2009, hal. 39).
Guru Pendidikan Agama Islam disamping senantiasa dituntut
untuk mengembangkan kemampuan pribadi dan profesinya secara
terus menerus sesuai dengan disiplin ilmu pengetahuan yang
dimilikinya juga dituntut mampu dan siap berperan untuk
mengaktualkan diri secara langsung dan kompetensi dalam
lingkungan sekolah dan masyarakat.
Pendidikan Agama Islam di sekolah pada dasarnya berusaha
untuk membina sikap dan perilaku keberagaman peserta didik itu
sendiri, terutama pada aspek pemahaman tentang agama. Dengan kata
lain, yang diutamakan dalam Pendidikan Agama Islam bukan knowing
(mengetahui tentang ajaran dan nilai-nilai agama) atupun doing (bisa
mempraktikkan apa yang diketahui) setelah diajarkannya di sekolah,
tetapi justru lebih mengutamakan being-nya (beragama atau
menjalankan hidup atas dasar ajaran dan nilai-nilai agama). Hal ini
sejalan dengan esensi Islam adalah sebagai agama amal atau kerja
(Praxis) yang inti ajarannya adalah bahwa hamba mendekati dan
memperoleh ridha Allah Swt., melalui kerja atau amal saleh dan
dengan memurnikan sikap penyembahan hanya kepada-Nya. Sesuai
dengan firman Allah Swt., dalam QS. Al-Kahfi: 110;
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".
Islam adalah agama yang mengajarkan “orientasi kerja”
(achievement orientation) yaitu setiap pekerjaan harus dilakukan
secara profesional, dalam arti harus dilakukan secara benar. Itu hanya
135| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
mungkin dilakukan oleh orang yang ahli dibidangnya. Rasulullah
Saw., bersabda: “Bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang tidak
ahli, maka tunggulah kehancuran.”
ا ذ د إ س ر و م ى األ ل یر إ ھ غ ل ھ ر أ تظ ان ف ة اع )البخاري رواه(. الس Berdasarkan hadits di atas memberikan arahan bahwa tugas
guru Pendidikan Agama Islam dalam pembelajaran menuntut
penguasaan bahan ajar yang akan diajarkan dan penguasaan tentang
bagaimana mengajarkan bahan ajar yang menjadi pilihan. Pemilihan
bahan ajar dan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam
pembelajaran oleh guru Pendidikan Agama Islam tentunya
disesuaikan dengan karakteristik siswa yang akan belajar dan
kurikulum yang berlaku. Agar guru Pendidikan Agama Islam dapat
mengajar dengan baik, maka syarat utama yang harus dimiliki adalah
menguasai betul dengan cermat dan jelas apa-apa yang hendak
diajarkan. Seorang guru yang tidak menguasai bahan ajar, tidak
mungkin dapat mengajar apalagi mewariskan akhlak dengan baik
kepada para siswanya. Oleh karena itu, penguasaan bahan ajar
merupakan syarat essensial bagi guru terutama guru Pendidikan
Agama Islam.
Dengan demikian, untuk mendapatkan proses dan hasil belajar
siswa yang berkualitas tentu memerlukan kinerja guru Pendidikan
Agama Islam yang maksimal. Agar guru Pendidikan Agama Islam
dapat menunjukkan kinerjanya yang tinggi, paling tidak guru tersebut
harus memiliki penguasaan terhadap materi apa yang akan diajarkan
dan bagaimana mengajarkannya agar pembelajaran dapat berlangsung
efektif dan efesien serta komitmen untuk menjalankan tugas-tugas
tersebut.
136| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kinerja guru Pendidikan Agama
Islam dalam proses pembelajaran dapat dinyatakan prestasi yang
dicapai oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam
melaksanakan tugasnya selama periode waktu tertentu yang diukur
berdasarkan tiga indikator, yaitu: penguasaan bahan ajar, kemampuan
mengelola pembelajaran dan komitmen dalam menjalankan tugas.
C. METODE PEMECAHAN MASALAH
Dalam kajian ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
suatu penelitian dengan mengumpulkan data-data dan menganalisis
serta menarik kesimpulan dari data tersebut dengan mengadakan
library research, yaitu dengan cara menelaah sejumlah buku-buku,
web untuk memperoleh data-data, teori-teori dan konsep-konsep yang
berhubungan langsung dengan kajian ini.
D. SIMPULAN
Kinerja guru Pendidikan Agama Islam dalam hal pembinaan
tingkah laku siswa adalah memiliki niat ikhlas karena Allah Swt,
disertai dengan kesungguhan hati, berhati bersih, berbuat dan bersikap
yang terpuji, berkasih sayang terhadap siswanya dan memperlakukan
mereka seperti anaknya sendiri, mengontrol, menasehati, memberikan
pesan-pesan moral tentang ilmu dan masa depan anak didiknya,
menguasai standar kompetensi guru Pendidikan Agama Islam yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional, spiritual dan
kepemimpinan/leadership. Seorang guru Pendidikan Agama Islam
yang berkompetensi dibidangnya harus berpegang teguh kepada kode
etik profesional, yaitu lebih dikhususkan lagi tekanannya pada
perlunya memiliki akhlak yang mulia. Dengan akhlak yang demikian
itu, maka seorang guru PAI akan dijadikan panutan dan contoh
teladan oleh muridnya dalam kehidupan sehari-hari.
137| Jurnal Ilmiah Cendekia Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, Juni 2019
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim. Al-Bukhari, 1981. Shahih al-Bukhari, I, Beirut: Dar al-Fikr. Anwar Prabu Mangkunegara, 2000. Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Daryanto, 2001. Administrasi Pendidikan, Rena Cipta. Fitria Rahayu, Vol VIII, No. 2, 2009. Jurnal Kompetensi (Media
Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran), Banda Aceh: Tarbiyah IAIN Ar-Raniry.
Muhammad AR., 2003. Pendidikan Di Alaf Baru: Rekonstruksi Atas
Moralitas Pendidikan, Yogyakarta: Prismasophie Press. ..........................., 2010. Akulturasi Nilai-Nilai Persaudaraan Islam
Model Dayah Aceh, Jakarta: Kementerian Agama RI, Puslitbang Lektur Keagamaan.
Mulyasa, E., 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep,
Karakteristik dan Implimentasinya, Bandung: Rosda Karya. Saiful Bahri Djamarah, 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru,
Surabaya: Usaha Nasional. Sri Suyanta, 2009. Spektrum Pendidikan Islam, Banda Aceh: Ar-
Raniry Press. Supardi, 2009. Profesi Keguruan, Jakarta: Diadit Media. Tim Redaksi Pustaka Yustisia, 2011. Himpunan PP 2010 Tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
ISSN 2684-835X
BIDANG PAIKANWIL KEMENAG ACEH