Bika Ambon

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fg6ugy

Citation preview

  • PENOMENA DAN PENCEGAHAN RETROGRADASI BIKA AMBON

    Anni Faridah1, Sugiyono2, Soewarno TS2, Bambang Haryanto3

    1)Staf pengajar pada Universitas Negeri Padang (UNP) Sumatera Barat,

    2)Staf pengajar pada program Studi Ilmu Pangan IPB Bogor, 3)Peneliti pada Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Agroindustri BPPT

    Abstrak

    Bika ambon merupakan produk unggulan kota Medan yang diolah secara tradisional dengan bahan baku campuran tapioka-santan-gula-telur, dan menambahkan tuak (nira yang difermentasikan) ke dalam adonan. Kerusakan yang sering dijumpai pada bika ambon adalah terjadinya retrogradasi, bau tengik, tumbuhnya khamir dan kapang. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh jenis pati, lama fermentasi dan konsentrasi santan dengan cara mensubtitusikannya pada tapioka yaitu (0, 25, 50 dan 75)% pati sagu, memvariasikan lama fermentasi yaitu (90, 150, 210 dan 270) menit serta variasi konsentrasi santan (0, 6, 12, 18, 24, 30)% pada pembuatan bika ambon. Penelitian ini juga bertujuan untuk mencegah retrogradasi bika ambon dengan menambahkan gliserol 0.5%, sorbitol 1.5%, dan campuran gliserol 0.5%-sorbitol Analisa yang dilakukan adalah analisa sensory, kadar air, Aw dan tekstur dengan tekstur analyser, XRD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pati signifikan sedangkan lama fermentasi tidak begitu signifikan pada retrogradasi bika ambon. Makin tinggi konsentrasi santan makin lambat terjadi retrogradasi. Penggunaan gliserol dan sorbitol, sangat efektik jika dikombinasikan dibandingkan penggunaan tunggal. Kata kunci : retrogradasi, bika ambon, pengaruh lemak, pencegahan

    1. Pendahuluan

    Akhir-akhir ini pemerintah menggalakkan dan mendorong pengembangan pangan lokal dan kajian makanan khas nusantara dalam upaya penganeragaman pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan melalui pengembangan makanan tradisional. Makanan tradisional merupakan bagian dari khasanah budaya yang perlu dilestarikan, tetapi keberadaannya semakin terdesak oleh makanan asing yang berpenampilan lebih menarik, tahan disimpan dan bercitra modern.

    Bika ambon merupakan makanan tradisional yang sudah berkembang menjadi usaha industri kecil di kota Medan. Produk ini relatif sangat digemari karena rasanya yang enak dan teksturnya yang lembut dengan pori seperti sisir. Bika ambon dibuat dengan menggunakan bahan baku tapioka, gula, santan dan telur. Biang (starter) ditambahkan agar terjadi fermentasi. Sayangnya bika ambon mudah mengeras (retrogradasi), tengik dan tumbuhnya jamur dan kapang

    Mengerasnya bika ambon disebabkan terjadinya pengeringan pada produk. Sejumlah faktor yang terlibat dalam mengerasnya produk antara lain peranan lipid, protein, dan migrasi uap air dari produk (Charley, 1982). Menurut Collison (1968), retrogradasi terjadi karena adanya kecenderungan yang kuat dari gugus hidroksil molekul-molekul pati untuk saling membentuk ikatan hidrogen. Dan pembentukan ikatan ini jauh lebih mudah terjadi pada amilosa dibanding dengan amilopektin. Percabangan amilopektin menghambat gerakannya serta menurunkan kecenderungannya untuk saling berikatan. Menurut Hodge et al (1976) retrogradasi pada molekul amilopektin bersifat refersibel bila diberi panas, tetapi tidak demikian dengan retrogradasi yang terjadi pada amilosa.

  • Untuk memperbaiki mutu bika ambon yang dihasilkan dilakukan kajian penambahan gliserol dan sorbitol. Gliserol dan sorbitol dikenal dengan senyawa poliol/polihidroksi alkohol biasanya mempunyai tiga gugus hidroksi atau lebih. Sorbitol banyak digunakan dalam industri makanan baik sebagai pemanis, maupun untuk memperbaiki konsistensi produk (Oku, 1994). Penggunaan gliserol untuk perbaikan tekstur dan daya simpan beefstick (Barret, et al.,1998), perbaikan sifat adonan tortila gandum, aplikasi campuran gliserol dan sorbitol untuk pengawetan buah nangka (Sukarsih dkk, 1999). Penggunaan poliol dengan atau tanpa polifosfat dapat membantu menekan denaturasi protein dan sineresis akibat mengerasnya tekstur surimi yang disimpan beku (Park dan Lanier, 1987) membuat adonan menjadi lebih plastis (Suhendro et al, 1995; Barrel et al, 1998). Maka penelitian ini bertujuan mengkaji faktor jenis pati, lama fermentasi, konsentrasi santan terhadap retrogradasi bika ambon serta pencegahannya dengan menambahkan gliserol dan sorbitol. 2. Metodologi

    Penelitian ini dilakukan 3 tahap yaitu faktor jenis pati dan lama fermentasi, pengaruh konsentrasi santan dan menambahkan gliserol, sorbitol. Tahap pertama menguji perlakuan yang terdiri dari dua faktor yaitu lama fermentasi (90, 150, 210, 270 menit) dan variasi jumlah bahan pati yaitu pati tapioka 100%, subtitusi sagu 25%, 50%, 75%). Pembuatan bika ambon disajikan pada Gambar 1.

    Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Bika Ambon (Biang yaitu campuran ragi 0.5%, gula 1%, terigu 4%, air kelapa 6%)

    Analisa yang dilakukan meliputi: kadar air, Aw, analisa organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur), teksture (tekstur analiser) dengan ulangan dua kali dan analisa kristalinitas dengan difraksi sinar-X (XRD). Analisis organoleptik rasa dan tekstur adalah uji jenjang dengan skor 1-9 untuk teksture dan 1-7 untuk rasa, makin tinggi nilai makin baik mutu bika ambonnya dengan jumlah panelis 20 orang, sedangkan warna, aroma dan hedonik adalah uji beda. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Tahap kedua menguji pengaruh konsentrasi santan dengan variasi 0%, 6%, 12%, 18%, 24% dan 30% yang disimpan pada suhu ruang dan dianalisis (kadar air, Aw, teksture, dan xrd) pada hari ke nol, tiga, lima dan tujuh. Sedangkan tahap tiga menguji perlakuan penambahan 0,5% gliserol, 1,5 % sorbitol dan campurannya pada bika ambon dengan jenis pati 50%, 75% dan 100% tapioka, dengan analisa kadar air, Aw, texture analyser.

    3. Hasil dan Diskusi A. Faktor Jenis Pati dan Lama Fermentasi

    Untuk memilih yang terbaik maka dilakukan uji anova pada data rasa dan tekstur, jika terdapat berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan. Sedangkan data aroma, warna dan aroma hedonik dianalisis dengan menggunakan analisis binomial dengan tabel.

    Aroma, Warna dan Aroma dengan Hedonik Berdasarkan Tabel 1 di atas formula yang menunjukkan beda nyata untuk aroma yaitu 100%

    tapioka lama fermentasi 210 menit dengan pembanding 100% tapioka lama fermentasi 150 menit, ini kemungkinan pengaruh pati sagu yang lebih sulit dihidrolisis saat fermentasi untuk mempengaruhi aroma, 100% tapioka lama fermentasi 90 menit kurang tercium aromanya sedangkan 100% tapioka 270 menit cenderung aroma peyem. Sedangkan untuk warna yaitu 100% tapioka lama fermentasi 90 dan 210 menit, 75% tapioka lama fermentasi 270 menit. Hal ini disebabkan warna pati sagu lebih gelap dibandingkan pati tapioka. Untuk uji hedonik aroma yaitu pada formula 100% tapioka lama fermentasi 150, 210 menit, 25 % sagu lama fermentasi 90, dan 270 menit. Dari ketiga hasil uji di atas maka 4 formula terbaik adalah 100% tapioka lama fermentasi 90, 150, 210 menit dan 75% tapioka lama fermentasi 270 menit.

    Telur 9% + gula 19% + santan 24% dihomogenkan

    Fermentasikan 120 menit

    Biang (Starter)

    Fermentasikan 20 menit

    Panggang dalam oven 45 menit

    Pati 18% + air kelapa 18%

    521

  • Kadar air dan Aw Kadar air dan Aw secara umum hampir sama pada tiap formula yaitu 34,03% - 36,96% dan

    0,852 0,884. Hal ini berarti jenis pati dan lama fermentasi tidak signifikan mempengaruhi kadar air dan Aw bika ambon yang dihasilkan. Kristalinitas

    Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa bika 75% tapioka lebih kristalin dibanding 100% tapioka dengan lama fermentasi yang sama ini karena kadar amilosa pada tapioka lebih rendah dari pati sagu. Bika dengan waktu fermentasi 150 menit lebih kristalin dibandingkan 210 menit, ini karena saat fermentasi terjadi hidrolisis pati. Dari Gambar 2 juga dapat dilihat pengaruh jenis pati lebih besar memberikan kontribusi kristalin dibanding lama fermentasi.

    Tabel 1. Rata-rata hasil uji organoleptik, kadar air dan Aw pada bika ambon

    Hari pertama

    Lama/Jns Tekstur Rasa Aroma WarnaAroma hed Aw K.air

    90'/100% 7.00 5.20 12.0 15.0* 13.5 0.869 34.45 90'/ 75% 5.15 4.40 11.5 8.0 15.0* 0.873 34.99 90'/ 50% 4.75 3.65 8.0 1.0 13.0 0.876 35.87 90'/ 25% 4.25 3.00 1.5 0.5 10.5 0.876 36.02 150'/100% 7.15 5.40 STD STD 18.0** 0.872 35.22 150'/ 75% 5.50 4.50 7.0 5.0 10.0 0.874 35.04 150'/ 50% 4.90 4.05 7.0 6.5 11.0 0.868 36.09 150'/ 25% 4.45 3.80 3.5 1.5 8.0 0.878 35.34 210'/100% 7.35 5.50 15.5* 17.0** 15.0* 0.865 35.75 210'/ 75% 5.20 4.10 7.5 6.0 14.5 0.867 35.59 210'/ 50% 4.75 3.25 2.5 1.5 8.5 0.860 35.20 210'/ 25% 3.80 2.85 3.5 0.5 4.5 0.859 35.00 270'/100% 6.60 4.45 5.0 10.0 11.5 0.854 35.74 270'/ 75% 6.25 4.90 13.5 16.0* 15.0* 0.872 34.77 270'/ 50% 4.60 3.65 7.5 2.5 10.5 0.861 35.77 270'/25% 3.90 3.40 2.5 1.0 9.0 0.869 34.75

    * Beda nyata 5% = 15, **Bedanyata 1% = 16 dengan jumlah panelis 20

    522

  • 0100

    200

    300

    400

    500

    600

    700

    800

    900

    1000

    0 10 20 30 40 50 60 702 angle (deg)

    inte

    nsity

    (cou

    nts)

    80

    100%-210' 100%-150' 75%-210'

    Gambar 2. Grafik kristalinitas bika ambon pengaruh jenis pati (100% dan 75% tapioka) dan lama fermentasi (150 menit dan 210 menit) penyimpanan hari ke sembilan Rasa dan teksture

    Dari analisis organoleptik rasa dan tekstur panelis memilih 4 jenis sampel terbaik berturut-turut adalah 100% tapioka dengan lama fermentasi 210, 150, 90 menit, 75% tapioka lama fermentasi 270 menit. Hal ini hampir sama dengan hasil teksture secara objektif yaitu secara umum firmness terbaik adalah 100% tapioka dengan lama fermentasi semakin lama semakin lembut. Sedangkan hardness secara umum berbanding terbalik dengan firmness dimana semakin tinggi kandungan tapioka semakin sulit putus (nilai hardness makin tinggi), hal ini disebabkan kandungan amilopektin tapioka lebih tinggi dibandingkan pati sagu.

    Tabel 2. Hasil uji lanjut rasa dan tekstur (kiri), uji rata-rata tekstur dengan tekstur analiser (kanan)

    523

  • [Frame1] Nilai tertinggi menunjukkan paling lembut dan rasa enak Uji Duncan dengan taraf
  • Konsentrasi santan juga sangat berpengaruh terhadap tekstur bika ambon, makin tinggi konsentrasi makin rendah firmness dan hardnessnya (bika makin lembut), firmness dan hardness meningkat selama penyimpanan dan lebih cepat pada bika ambon tanpa santan setelah hari ke tiga. Santan sangat mempengaruhi tekstur karena sifatnya sebagai emulsifier (mengikat air dan lemak menjadi satu kesatuan) maka santan juga berfungsi sebagai plasticizer. Santan juga dapat berikatan komplek dengan amilosa membentuk struktur helis yang mengakibatkan kandungan amilosa cendrung rendah. Lemak yang mengkompleks dengan amilosa akan membentuk endapan yang tidak larut dan diduga adanya lemak ini akan menghambat pengeluaran amilosa dari granula pati. Hal ini juga sesuai dengan Gambar 5 yaitu bika dengan 0% santan lebih kristalin dibandingkan dengan 24% santan.

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    3000

    3500

    0 2 4 6Hari

    Firm

    ness

    (gra

    m/fo

    rce)

    0% 6% 12% 18% 24% 30%

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    3000

    3500

    4000

    0 2 4 6Hari

    Har

    dnes

    s (g

    ram

    /forc

    e)

    0% 6% 12% 18% 24% 30%

    Gambar 4. Grafik firmness dan hardness bika ambon pengaruh konsentrasi santan

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    1200

    1400

    0 10 20 30 40 50 60 70

    2 angle ( deg)80

    0%-h9 0%-h12 24%-h3 24%-h9 24%-h12 0%-h3

    Gambar 5. Grafik kristalinitas bika ambon pengaruh konsentrasi dan lama penyimpanan

    B. Perbaikan Mutu Bika Ambon Hasil Subtitusi

    525

  • Perbaikan mutu bika ambon yang telah dilakukan menghasilkan pengaruh yang beragam pada bika ambon baik pengaruh kadar air, Aw dan teksturnya. Pada Gambar 5 disajikan kadar air dan Aw bika ambon pengaruh penambahan gliserol, sorbitol, campuran gliserol-sorbitol,

    Kadar air dan Aw

    Secara umum dapat dilihat bahwa gliserol, sorbitol maupun campurannya dapat mengikat air yang lebih besar dibandingkan kontrol bika ambon tapi karena pemberiannya dalam jumlah relatif lebih kecil maka perbedaan kandungan airnya diantara perlakuan relatif tidak berbeda. Kadar air dan Aw bika ambon mengalami penurunan selama penyimpanan. Bika ambon kontrol mengalami penurunan lebih tajam dibandingkan dengan bika ambon yang mengandung senyawa poliol dan yang lebih stabil pada bika ambon yang mengandung campuran gliserol dan sorbitol. Hal ini berarti bahwa senyawa poliol yang bersifat hidrofilik dengan banyak gugus hidroksinya dapat berinteraksi dengan molekul pati dan air dalam matrik gel yang terbentuk saat gelatinisasi bika sehingga dapat mengurangi laju penguapan air.

    27

    29

    31

    33

    35

    37

    39

    0 1 2 3Hari

    Nila

    i kad

    ar a

    ir (%

    )

    4S 50% G 50% G+S 50% G 75%

    S 75% G+S 75% G 100% S 100%

    G+S 100% kontrol

    0.83

    0.84

    0.85

    0.86

    0.87

    0.88

    0.89

    0 1 2 3Hari

    Nila

    i Aw

    4S 50% G 50% G+S 50% G 75%S 75% G+S 75% G 100% S 100%G+S 100% kontrol

    Gambar 6. Grafik Kadar air dan Aw bika ambon pengaruh penambahan gliserol, sorbitol dan campurannya pada berbagai konsentrasi tapioka. Tekstur

    0

    100

    200

    300

    400

    500

    600

    0 1 2 3 4

    350

    400

    450

    500

    550

    600

    0 1 2 3 4Hari

    Har

    dnes

    s (g

    r/for

    ce)

    G 50% S 50% G+S 50% G 75%

    S 75% G+S 75% G 100% S 100%

    G+S 100% kontrol

    Hari

    Firm

    ness

    (gr/f

    orce

    )

    G 50% S 50% G+S 50% G 75%S 75% G+S 75% G 100% S 100%G+S 100% kontrol

    526

  • Gambar 7. Grafik Firmness dan Hardness bika ambon pengaruh penambahan gliserol, sorbitol, campurannya pada berbagai konsentrasi tapioka.

    Penambahan gliserol, sorbitol, dan campuran gliserol-sorbitol pada berbagai konsentrasi tapioka ternyata berpengaruh pada firmness bika ambon (Gambar 7). Semakin tinggi kadar tapioka semakin kecil nilai firmness (makin lembut) bika ambon. Bika ambon yang paling lembut adalah bika 100% tapioka dengan penambahan campuran gliserol sorbitol. Kemampuan senyawa gliserol dan sorbitol bertindak sebagai pengikat air dan plasticizer diperkirakan memberi pengaruh terhadap kelunakan dan menghalangi terjadinya retrogradasi yang terlalu cepat saat didingikan dan saat penyimpanan.

    Selama penyimpanan bika ambon cendrung semakin keras, namun bika kontrol lebih keras dibandingkan bika lainnya kecuali 50% tapioka penambahan gliserol, kemungkinan disebabkan sifat dari sorbitol lebih plasticizer dibandingkan gliserol. Parameter hardness selama penyimpanan kurang signifikan terhadap penambahan gliserol, sorbitol, campuran gliserol-sorbitol, pada berbagai konsentrasi tapioka yang digunakan, tapi cendrung menurun pada hari ke empat hal ini kemungkinan karena air yang terikat semakin berkurang dan daya ikatan senyawa yang ditambahkan juga semakin lemah, sehingga kandungan pati mudah diputus.

    4. Kesimpulan

    Faktor jenis pati dan lama fermentasi tidak signifikan terhadap kadar air dan Aw, tapi signifikan terhadap tekstur, tekstur makin lembut dengan kandungan pati yang rendah amilosa dan fermentasi dengan waktu yang lebih panjang. Pati dengan amilosa tinggi juga mempercepat terbentuknya kristalin. Subtitusi 25% tapioka dengan pati sagu dengan lama fermentasi 270 menit dalam pembuatan bika ambon dapat diterima untuk kriteria warna, rasa, aroma dan teksturnya.

    Konsentrasi santan signifikan terhadap kadar air, Aw, tekstur dan kristalin dari bika ambon, makin tinggi konsentrasi santan kadar air dan Aw makin tinggi sedangkan tekstur makin lembut dan kristalin lebih lambat terbentuk. Selama penyimpanan kadar air dan Aw turun, tekstur makin firm dan keras serta makin kristalin.

    Dalam pencegahan retrogradasi bika ambon gliserol dan sorbitol signifikan digunakan untuk kriteria kadar air, Aw dan tekstur. Penambahan gliserol 0.5%-sorbitol 1.5% pada bika ambon 50% dan 75% tapioka lebih lembut dibandingkan bika ambon kontrol. Untuk pemenuhan kriteria organoleptik masih dalam progress, dan hasil subjektif sementara, rasa, tekstur dan aroma dapat diterima. Daftar Pustaka 1. Barret, A.H. Briggs, J. Richardson. M. and Reed, T. 1998. Texture and Storage Stability of

    Prosessed Beefsticks as Affected by Glycerol and Moisture Leve.J.F.Sci.63(1):84-87 2. Collison, R. 1968. Swelling and Gelation of Starch. Didalam J.A. Radely Starch and Its

    Derivatives Chapman and Hall Ltd.London. 3. Hodge, J. E and E.M. Osman, 1976. Charbohidrates, didalam O.R. Fennema (ed) Principles

    of Food Science, Marcel Dekker, New York. 4. Lanier, T.C. 1986. Fungtional Properties of Surimi. Food Tech. 40 (3):107-114 5. Oku,T. 1994. Special Physiological Functions of Newly Developed Mono- and

    Oligosaccarides. Goldberg, I. (ed) Fungtional Food. Designer Foods. Pharmafoods, nutraceuticals. pp. :202-218

    6. Park, J.W. Lanier, T.C. and Green D.P. 1988. Cryoprtective Effect of Sugar, Polyols, and/or Phosphates on Alaska Pollack Surimi. J.Food. Sci. 53 (1):1-3

    7. Suhendro, E.L., Waniska, R.D., Rooney, L.W. and Gomez, M.H. 1995. Effects of Polyols on the Processing and Qualities of Wheat Tortilas. Cereal Chem. 72(1):122-127 8. Sukarsih, Widjanarko, S.B. dan Harijono. 1999. Pengaruh Lama Perendaman didalam Berbagai Proporsi Campuran Larutan Gliserol dan Sorbitol terhadap Kualitas Awetan Buah Nangka Setengah Basah Selama Penyimpanan. Tesis. Program Pasca Sarjana Unibraw Malang.

    527