6
Biografi Pengusaha Sukses di Indonesia Tak peduli pahit getirnya menahan senang selama sepuluh tahun mengangsur rumah, M. Hajaz justru menjual rumah idamannya. Bukan seperti orang kebanyakan yang menjual rumah karena kebutuhan mendesak, ia justru menjual rumah demi keinginan liarnya menjadi pengusaha. Apakah usaha yang belum tentu untung itu bisa mengembalikan rumahnya atau justru melayang sia-sia? Membeli rumah di Jakarta, ibarat membeli derita bagi seorang karyawan bergaji pas-pasan. Gaji yang benar- benar cukup untuk kebutuhan sebulan, harus dipangkas untuk menyicil angsuran kredit rumah. Sisa gaji diperketat agar dapur rumah tangga tetap ngebul. Selama bertahun-tahun sepanjang tenggat waktu

Biografi Pengusaha Sukses Di Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Biografi Pengusaha Sukses Di Indonesia

Biografi Pengusaha Sukses di Indonesia

Tak peduli pahit getirnya menahan senang selama sepuluh tahun

mengangsur rumah, M. Hajaz justru menjual rumah idamannya. Bukan

seperti orang kebanyakan yang menjual rumah karena kebutuhan

mendesak, ia justru menjual rumah demi keinginan liarnya menjadi

pengusaha. Apakah usaha yang belum tentu untung itu bisa

mengembalikan rumahnya atau justru melayang sia-sia?

Membeli rumah di Jakarta, ibarat membeli derita bagi seorang karyawan

bergaji pas-pasan. Gaji yang benar-benar cukup untuk kebutuhan sebulan,

harus dipangkas untuk menyicil angsuran kredit rumah. Sisa gaji

diperketat agar dapur rumah tangga tetap ngebul. Selama bertahun-tahun

sepanjang tenggat waktu angsuran, mereka harus menunda segala macam

kesenangannya.

Bisa dibayangkan, betapa merdekanya bila rumah tersebut lunas. Seperti

mengangkat piala kemenangan, sertifikat hak milik rumah tak bosan

ditatap dari berbagai sudut. Kondisi demikian dialami M. Hajaz, 7 tahun

silam. Karyawan level biasa ini, girangnya bukan kepalang. Rumahnya di

kawasan Serpong, Banten, selesai dicicil setelah melewati jangka waktu 10

Page 2: Biografi Pengusaha Sukses Di Indonesia

tahun.

Tak tergambarkan kelegaan serupa terjadi pada istri dan ketiga anaknya.

Namun belum sempat berlama-lama menikmati nyamannya rumah

sendiri, Hajaz – begitu ia disapa, berubah pikiran. Ia menjual rumah yang

telah susah payah didapatkannya itu. Ia tidak sedang gelap mata. Hanya

saja, alasannya mungkin terasa aneh di telinga. Merasa gajinya tak

sanggup menjamin masa depan ketiga anaknya, ia ingin cari sumber

penghasilan lain dengan menjadi pengusaha.

“Saya juga dianggap aneh oleh istri dan orang tua saya,” cerita Hajaz

pertama kali mengutarakan niat menjual rumah kepada orang-orang

terdekatnya. Ia tak terpukul, tetapi justru tertantang. Segala trik

dilakukannya meyakinkan mereka. Singkat cerita, keluarganya akhirnya

larut bersama tujuannya menjadi pengusaha. Hanya satu syarat yang

harus dipenuhinya, usahanya harus untung bila tak ingin rumahnya

melayang sia-sia.

“Sisa penjualan rumah itu saya pakai buat dp (down payment) rumah

baru,” imbuhnya menjawab syarat itu dengan ide yang bisa dibilang gila

tersebut. Masalah modal pun sudah ia atasi. Usaha digital printing berlabel

Izzi Print mulai dioperasikannya dengan menyewa salah satu tempat di

Rawamangun, Jakarta Timur. Zona baru mulai ditapakinya. Zona yang

pernah dirasakannya selama 10 tahun menyicil rumah mulai terulang.

Tetapi bebannya bertambah sepuluh kali lipat.

Pasalnya, selain harus menyicil rumah setiap bulan, tanggung jawab

sebagai kepala keluarga harus dipenuhinya. Tak berhenti di situ, ia juga

harus memikirkan biaya operasional usaha, gaji pegawai hingga sewa

Page 3: Biografi Pengusaha Sukses Di Indonesia

tempat tahun berikutnya. “Mungkin karena digital printing masih baru

saat itu yang bermain di kelas bawah, usaha saya di tahun awal cukup

ramai,” jelasnya. Omset dalam satu bulan berkisar di angka Rp30 juta.

Ia pun tenang. Kewajibannya aman di awal tahun. Kantong yang tadinya

diprediksi bolong, tetap tebal. Namun, di tahun berikutnya ia ditampar

oleh kelakuan karyawannya sendiri. “Karyawan tersebut membuat saya

kehilangan order seratus persen dari klien-klien besar,” tukas pria

kelahiran Gresik ini. Karyawan itu, memasukan seluruh order klien-klien

besarnya ke tempat orang lain. Izzi Print pun goyang sebab

pendapatannya minus.

“Saya akhirnya turun tangan mencari klien, ikut motret dan sebagainya,”

jelas suami Elfi ini. Menurutnya, pembelajaran dari itu, ia lebih hati-hati

lagi dalam bekerjasama dengan siapa pun. Ia mulai dari nol untuk mencari

klien dalam skala besar sebab data base dibawa kabur oleh marketing

yang telah berkhianat tersebut.

“Sampai-sampai saya diusir secara halus oleh pemilik tempat usaha,”

ceritanya tentang dampak dari kelakuan karyawannya tadi. Namun ia

tetap sabar. Ia tak melawan, tetapi berserah kepada Yang Kuasa. Ia pun

mundur pelan-pelan dari tempat usaha itu, dan mencari tempat usaha lain

yang lebih terjangkau. Akhirnya, tak jauh dari situ ia mendapatkan

sebuah tempat yang lebih murah. Dari tempat itulah, ia kembali mencatat

cerita gemilang.

Order klien besar datang kembali. Sampai-sampai ia kewalahan saking

banyaknya order. Ia pun semakin tahu seluk-beluk bisnis digital printing.

Kendati telah beranjak naik, Hajaz kembali gila. Cicilan rumah baru

Page 4: Biografi Pengusaha Sukses Di Indonesia

belum kelar, ia malah membeli sebuah usaha waralaba. Bukan cuma itu. Ia

juga kesengsem dengan usaha laundry. “Untuk tambahan operasional dan

usaha laundry ini, rumah yang sudah saya cicil tiga tahun itu saya jual

lagi,” ucapnya tentang perbuatan nekatnya tersebut.

Lebih gila lagi, penjualan rumah itu tak disisihkan lagi untuk uang muka

rumah baru. “Saya justru membeli mobil,” katanya. Siapa pun tak

mengerti jalan pikiran Hajaz. Sudah dua kali menjual rumah, seharusnya

kapok atau setidaknya membeli rumah baru lagi. Hanya saja, ia beralasan,

dengan mobil itu selain bisa menghibur anak-anak, juga bisa

dimanfaatkan sebagai aset yang melancarkan usahanya.

Usahanya pun berjalan lancar. Brand waralabanya dan usaha laundry

bahkan telah balik modal. Dari itu, ia tinggal menunggu laba yang bertelur

setiap bulannya. Izzi Print bahkan terus menerus mendapatkan order dari

berbagai klien besar, di Jakarta hingga daerah melalui beberapa

cabangnya.

Keputusan gila Hajaz tak keliru. Kini dengan menjadi pengusaha, ia bisa

membeli rumah ketiga yang nilainya berpuluh kali lipat dari rumah

pertamanya dulu. Ia juga telah memiliki mobil dan bisa menjamin masa

depan yang cerah bagi ketiga anaknya. “Walau tidak terlihat, jaminan

masa depan anak saya lakukan melalui berbagai asuransi,” pungkas

Hajaz.

Nama : Nadhia Dwi Apridawati

Kelas : X-1 / 26