Upload
rizkaamalia
View
107
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Komunikasi Gender
Wanita dalam Iklan Rinso Anti Noda dan Bebelac
Everyday is Mother’s Day
Disusun Oleh
Rizka Amalia
D2C008070
Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Diponegoro
2011
Latar Belakang
Iklan merupakan salah satu sarana komunikasi berisi pesan yang disebarluaskan melalui
media massa baik media massa elektronik maupun cetak. Iklan sangat penting bagi kelangsungan
hidup sebuah media, termasuk televisi. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) iklan
adalah berita atau pesan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang
dan jasa yang di tawarkan. Dengan pengertian di atas, berarti iklan bertujuan untuk menarik
perhatian khalayak dan juga menjalankan fungsi persuasive yaitu untuk mendorong masyarakat
untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan keinginan pengiklan. Keinginan pengiklan yang
dimaksud adalah masyarakat terdorong untuk membeli barang atau menggunakan jasa yang
ditawarkan dalam iklan tersebut. Oleh karena itulah sangat wajar apabila para pengiklan
mengemas iklan yang disebarluaskan dengan sedemikian rupa agar bisa melekat di benak
masyarakat dan mempengaruhi prilakunya. Penyebarluasan iklan melalui media televisi dinilai
cukup efektif karena televise merupakan media populer yang dapat mempengaruhi khalayaknya.
Televise memiliki keunggulan dalam penyampaian pesan dengan karakterisiknya yang
merupakan media pandang dengar sehingga dianggap dapat memberikan gambaran penuh
mengenai pesan yang disampaikan.
Dalam iklan, banyak sekali model perempuan yang digunakan. Kita akan menemukan
kesamaan yang terdapat di dalamnya yaitu menggunakan perempuan sebagai objek.
’Pengeksploitasian’ perempuan dalam iklan biasanya tergambar dengan pencitraan perempuan
itu sendiri, seringkali ditunjukkan dengan tubuh moleknya, padahal produk yang ditawarkan
tidak ada hubungannya dengan tubuh perempuan yang ditampilkan. Selain itu iklan sering
menampilkan perempuan dengan sisi ‘keperempuanannya’. Iklan juga kerapkali menampilkan
sisi ‘keibuan’ dari perempuan.
Sisi ‘keibuan’ perempuan sering terlihat dalam iklan khususnya produk rumah tangga
seperti peralatan dapur, bumbu masakan, pembersih lantai, sabun cuci hingga susu anak.
Misalnya saja perempuan dalam iklan Sabun deterjen di Indonesia. sabun deterjen sendiri
memiliki berbagai merk dan harga yang bervariasi. Sabun deterjen terkenal merk Rinso berada di
kelas atas di kalangan sabun deterjen karena produk keluaran PT Unilever ini dijual dengan
harga lebih tinggi dibanding sabun deterjen lain. Menurut pantauan Nielsen Media Research
pada Januari hingga Juni 2006, PT Unilever mengeluarkan biaya lebih dari 84 miliar rupiah
untuk mengiklankan produk Rinso. Dari keseluruhan iklan- iklannya, Rinso selalu menggunakan
sosok perempuan yang pada umumnya digambarkan sebagai ibu rumah tangga dengan
peranannya sebagai wanita yang memiliki anak dan kemudian mengerjakan kegiatan domestic
dalam rumah. Ada salah satu iklan Rinso yang menarik, yaitu iklan Rinso Anti Noda tahun 2010
yang menampilkan seorang ibu (diperankan oleh Titi DJ) dan anaknya yang mengantar
kepergian ayah ke kantor dan setelah itu mengerjakan pekerjaan di dalam rumah dan menantikan
kepulangan sang ayah. Mengapa menarik? Dalam iklan, ibu dan anak mengerjakan pekerjaan
dalam rumah yang pada umumnya dikerjakan oleh lelaki seperti mencuci mobil dan mengecat
tembok. Dalam iklan ini, tersirat bahwa wanita juga bisa mengerjakan hal- hal seperti itu.
Selain produk deterjen, iklan yang pada umumnya menampilkan sosok perempuan yang
dibalut oleh peran ibu rumah tangga adalah susu anak. Jarang sekali ditemukan iklan susu
dengan menggambarkan sang ibu dengan peran ‘selain’ ibu rumah tangga. Namun tidak seperti
yang digambarkan dalam iklan susu Bebelac keluaran PT Nutricia Indonesia yang berjudul
you’re my everything- everyday is mother’s day. Dalam iklan itu digambarkan ‘sang ibu’ yang
berperan sebagai wanita karir yang bekerja di luar rumah. Dalam iklan ini tidak digambarkan
sosok seorang suami. Hal ini menunjukkan keberadaan wanita di arena social dan
memperlihatkan bahwa perempuan bisa berdiri sendiri tanpa adanya suami dan mampu untuk
menembus tembok batas yang mengangkat peran wanita tidak hanya di dalam rumah
mengerjakan kegiatan domestic tapi juga melakukan kegiatan yang menghasilkan uang di luar
rumah.
Permasalahan
Mengapa dalam iklan produk rumah tangga peran wanita seringkali direfleksikan sebagai
‘ibu rumah tangga’ yang tinggal di dalam rumah?
Bagaimana pencitraan dan peran wanita dalam iklan Rinso Anti Noda dan Bebelac (everyday
is mother’s day) dilihat dari kacamata feminisme?
Wanita berada di dalam rumah atau bekerja di luar rumah merupakan sebuah pilihan atau
tuntutan?
Landasan Teori
“dunia ini selalu menjadi dunia pria dan sejauh ini tidak ada penjelasan yang memadai
mengenai hal itu” (Simone de Beauvoir)
Gerakan feminisme muncul dengan tujuan untuk membongkar ketertindasan perempuan
dalam arena sosial, politik, budaya, dan pengetahuan. Ketertindasan yang dimaksud disini
disebabkan oleh budaya patriarki yaitu struktur masyarakat yang memberikan kekuasaan lebih
terhadap kaum pria sehingga mereka mendominasi kaum wanita. Tradisi (budaya patriarki)
itulah yang menjadikan perempuan sebagai makhluk yang tersubordinasi. Tradisi ini telah
terinternalisasi sejak anak- anak baik itu perempuan dan laki- laki sehingga hingga saat ini
muncullah perempuan yang ’feminin’ dan laki- laki yang ‘maskulin’.
Feminism eksistensialis muncul sebagai salah satu aliran feminism modern. Aliran ini
memperjuangkan persamaan perempuan dengan laki- laki dan penekanan terhadap keberdayaan
perempuan secara konkrit dan bukanlah ilusi. Ciri dari eksistensialisme sendiri yaitu selalu
melihat cara manusia berada dan keberadaan itu ditentukan oleh dirinya sendiri. Khususnya
perempuan, mereka bisa mendfinisikan dan memberi arti bagi dirinya sendiri dibandingkan
didefinisikan oleh masyarakat. Keberadaan itu menurut Jean Paul Sartre dalam Being and
Nothingness terbagi atas tiga tipe yaitu:
Being in itself, aspek material dalam kehidupan. Ada pada dirinya sendiri, dipersepsikan
sebagai objek
Being for itself, keunikan manusia,manusia memiliki kekurangan dan dilahirkan untuk
bebas serta memiliki kesadaran. Ada untuk dirinya sendiri, mempersepsikan diri sebagai
subjek
Being for others, ditekankan pada hubungan social dimana manusia saling mengobjekan
satu sama lain (subjek berusaha mengobjekan subjek lain)
Manusia yang mampu bereksistensi dan mendefinisikan dirinya adalah manusia yang bisa
mereflksikan dirinya sebagai being for itself atau bisa diartikan Ada untuk dirinya sendiri.
Simone de Beauvoir dalam bukunya The Second Sex menjelaskan mengapa perempuan
dijadikan objek laki- laki. Pertama adalah takdir dan sejarah terlahir sebagai perempuan, fakta
biologis perempuan menjadikannya sebagai objek perempuan harus mengikuti system patriarki
yang kadang tidak memenuhi kebutuhan- kebutuhan pribadinya. Kedua, mitos mengenai
perempuan, laki- laki menciptakan mitos bahwa perempuan itu irasional, kompleks, dan sulit
dimengerti. Kemudian perempuan dianggap ideal dan dipuja oeh lelaki jika’mengorbankan diri’
untuk menyelamatkan laki- laki. Beavoir menganggap perempuan secara bebas memilih untuk
mengorbankan diri bagi laki- laki karena keinginan bukan tuntutan untuk melakukannya. Lalu,
kehidupan perempuan saat ini yang terus didominasi oleh budaya patriarki. Subordinasi terdapat
saat perempuan masih terkekang dalam lingkup domestic dalam sistem feudal yang masih
patriatkal. Beauvoir memfokuskan peranan wanita dalam institusi pernikahan yaitu sebagai istri
dan motherhood (meliputi fungsi produksi:hamil, melahirkan, dan menyusui serta fungsi
pengasuhan) yang diatur dalam konteks kebudayaan patriarki. Pernikahan hanya membatasi
kebebasan perempuan bagi Beauvoir. Marriage incites man to a capricious imperialism: the
temptation to dominate is the most truly universal, the most irresistible one there is to surrender
the child to it’s mother, the wife to her husband, is to promote tyranny in the world (The Second
Sex, 1993: 489). Dengan memasuki kehidupan pernikahan yaitu menjadi istri dan ibu,
perempuan seperti menyerahkan diri untuk dijadikan objek bagi laki- laki.
Simone de Beauvoir mengelompokkan tiga ciri perempuan malafide, yaitu yang memilih
untuk dijadikan objek laki- laki
The Prostitute, dijadikan objek yang tubuhnya dieksploitasi untuk kepentingan seks
The Narcistic, mempercayai bahwa dirinya adalah objek, menjadi obsesif terhadap
citranya sendiri (wajah, tubuh, dan pakaian) untuk menjadi cantik sesuai pandangan
masyarakat yang pada akhirnya terikat untuk memenuhi hasrat laki- laki dan masyarakat
terhadap dirinya.
The Mystic, perempuan kategori ini tidak dapat membedakan antara tuhan dengan laki-
laki dan merasa dirinya lebih baik karena patuh pada ajaran, norma dan nilai yang
berlaku di masyarakat serta dituntut menjadi perempuan yang ideal dalam konteks
patriarki
Perempuan, secara sadar bisa keluar dari peranannya sebagai objek dalam konstruksi social
dengan patriarki sebagai sistemnya karna tidak ada garis feminitas tegas yang membangun
identitas abadinya. Perempuan dapat mengkonstruksi dirinya sendiri dalam masyarakat dan
merubah kondisi sebagai objek ataupun the second sex. Menurut Beauvoir, ada empat strategi
yang dapat yang dapat dilakukan perempuan untuk menghentikan kondisi sebagai objek, ‘the
second sex’ atau ‘the others’ yaitu:
Pertama, perempuan dapat bekerja dan mengaktualisasikan diri. Dengan bekerja di luar
rumah bersama dengan laki- laki, perempuan dapat secara konkrit menegaskan statusnya
sebagai subjek, seorang yang secara aktif menentukan arah nasibnya.
Kedua, perempuan dapat menjadi seorang intelektual, anggota dari kelompok yang akan
membangun perubahan bagi perempuan. Mereka pun tidak perlu mengkhawatirkan
kemampuannya.
Ketiga, perempuan dapat bekerja untuk mencapai transformasi sosiais masyarakat. Salah
satu kunci bagi pembebasan perempuan adalah kekuatan ekonomi, suatu poin yang
ditekankan untuk menjadi wanita mandiri
Perempuan dapat menolak menginternalisasi ke-Liyanannya dan dijadikan objek dengan
identifikasi dirinya melalui pandangan kelompok dominan dalam masyarakat.
Pembahasan
Dalam iklan produk rumah tangga wanita seringkali direfleksikan sebagai ‘ibu rumah
tangga’ yang tinggal di dalam rumah
Menurut pandangan Sartre, manusia tidak memiliki sifat alami. Esensi manusia dibentuk
oleh kreasi sosial atau dipengaruhi oleh lingkungan. Budaya di Indonesia sangatlah biner
untuk pembagian wilayah kerja berdasarkan jenis kelamin, laki- laki bertugas mencari nafkah
untuk keluarga dengan bekerja dan wanita tinggal di rumah untuk mengurus rumah tangga. .
Bahkan produk dan jasa yang ditawarkan dalam iklan juga sangat biner gender. Produk
rumah tangga diibaratkan sebagai produk yang sifatnya feminine dan produk seperti otomotif
sebagai maskulin.
Nilai yang berlaku mengenai seorang wanita yang telah menikah adalah tinggal di dalam
rumah untuk mengurus segala keperluan rumah tangga, mengurus suami dan merawat anak.
Seolah- olah memang begitulah esensi dari seorang wanita. Hal ini yang menjadi dasar bagi
para pengiklan untuk turut serta ‘mematenkan’ nilai itu dengan menampilkan sosok wanita
yang berperan sebagai istri dan ibu dalam iklan produk atau jasanya. Iklan juga berusaha
memberikan gambaran ideal seorang wanita yang telah menikah. Wanita menjadi makhluk
malifide kategori the mistyc. Love has been assigned to woman as her supreme vocation, and
when she directs it toward man, she is seeking God in him, but if human love is denied her by
circumstances, if she disappointed or overparticular, she may choose to adore divinity in the
person of God Himself (Simone de Beauvoir, 1993: 703). Wanita kategori ini tidak dapat
membedakan antara tuhan dengan laki- laki dan merasa dirinya lebih baik karena patuh pada
ajaran, norma dan nilai yang berlaku di masyarakat serta dituntut menjadi perempuan yang
ideal dalam konteks patriarki. Wanita yang sudah menikah dan tidak berada di rumah dalam
pandangan masyarakat konvensional dianggap sebagai wanita yang kurang ideal.
Gambaran wanita ideal tersebut ditransmisikan ke dalam iklan di layar kaca. Dalam
iklan ‘produk feminine’ berupa produk rumah tangga, wanita dengan sisi keibuannya
mengerjakan pekerjaan di dalam rumah serta mengurus anak lalu sering ditampilkan
menyambut suaminya pulang dari bekerja. Married life assumes different forms in different
cases. But for a great many Wanita dalam iklan tersebut terlihat bahagia dan kehidupan
rumah tangganya berjalan dengan harmonis. Hal itu merupakan pesan tersirat bahwa wanita
di dalam rumah kehidupannya tentram dan bahagia, oleh karena itu wanita lebih baik berada
di dalam rumah saja. The tragedy of marriage is not that it fails to assure woman the promise
happiness- there isn’t such thing as assurance in regard to happiness- but that it mutilated
her, it dooms her to repetition and routine (The Second Sex, 1993).
Pencitraan wanita dalam iklan Rinso Anti Noda dan perbandingan dengan wanita
dalam iklan Bebelac (everyday is mother’s day)
Pada dasarnya, kedua wanita tersebut memiliki kesamaan yakni sama- sama berperan
sebagai seorang ibu yang memiliki anak, namun dikemas dalam citra yang bertolak belakang.
Dalam iklan Rinso, sang ibu merupakan ibu rumah tangga. Seperti ibu rumah tangga
pada umumnya, wanita tersebut digambarkan mengerjakan pekerjaan di dalam rumah setelah
mengantarkan kepergian suaminya ke kantor. Setelah ayahnya berangkat, sang anak
mengatakan ”gantian kita yang bantuin ayah yuk, Bu” seolah-olah merujuk pada peran ayah
yang sangat besar karena berkorban untuk keluarganya dengan bekerja mencari uang. Jadi,
ibu dan anak harus membalas budi sang ayah, salah satunya dengan mengerjakan pekerjaan
di dalam rumah. Hal yang menarik dalam iklan ini adalah sang ibu bersama anakknya
mengerjakan pekerjaan maskulin atau yang biasa dikerjakan oleh laki- laki seperti mencuci
mobil dan mengecat tembok. Hal ini menunjukkan bahwa In world-view, the woman is not
always powerless. Perempuan memiliki daya dan hal itu nyata bukanlah sebuah ilusi. Tanpa
laki- laki seorang wanita mampu melakukan sebuah kegiatan yang ‘sangat laki- laki’. Dalam
iklan juga ditampilkan peranan ibu yang bekerja di wilayah domestic seperti memasak dan
mencuci pakaian serta mengurus anaknya. Setelah itu menyembut suami yang pulang dari
tempat kerja bersama anaknya dan membawakan jas suaminya. Eksistensialis melihat hal
tersebut sebagai sebuah perendahan terhadap wanita dan semakin mengokohkan system
patriarki yang menjadikan mereka sebagai makhluk yang tersuborganisasi juga menghambat
wanita dalam proses aktualisasi diri. Subordinasi terdapat saat perempuan masih terkekang
dalam lingkup domestic dalam sistem feodal yang masih patriarchal. Wanita diasumsikan
mengorbankan dirinya untuk lak-laki. Berbeda jika mereka melakukan hal tersebut secara
sadar dan didasari keinginannya sendiri.
Wanita dengan sifat keibuan yang dinilai ‘lemah, tidak berdaya, dan lembut’ menjadi
sebuah kekuatan dan kelebihan yang tidak dimiliki oleh laki- laki. Wanita merasa, kegiatan
di dalam rumah meliputi kegiatan rumah tangga dan mengurus anak hanya akan terlaksana
dengan baik di tangannya, tidak percaya jika orang lain misalnya pembantu rumah tangga
atau bahkan seorang suami yang melakukan hal tersebut. Wanita dengan kesadaran dan
keinginan penuh memilih untuk berada di rumah dan mengurus segala keperluan rumah
tangga serta merawat anak. Wanita memberikan definisi terhadap dirinya sendiri, menjawab
secara lantang memiliki profesi sebagai ibu rumah tangga. Menjalankan peran sebagai ibu
rumah tangga tidak lebih sederhana dibanding profesi lainnya dan bisa disetarakan.
Becoming a mother in her turn, the woman in a sense takes the place of her own mother, it
means complete emancipation for her (The Second Sex, 1993:519). Dengan berada di dalam
rumah dan melaksanakan kegiatan domestic, seorang wanita merasa itulah pilihan hidupnya.
Berbeda dengan wanita di iklan Bebelac everyday is mother’s day, dalam iklan ini sang
ibu direfleksikan ke dalam peran wanita karir yang disayangi oleh anaknya dan tidak ada
peran suami yang ditampilkan. Sang ibu memasuki arena social di luar rumah untuk
menunjukkan eksistensinya demi kepentingan ekonomi dan merupakan proses aktualisasi
diri. Wanita membebaskan dirinya sebagai objek dalam konstruksi system patriarki, dia
mendefinisikan dan memposisikan statusnya sebagai subjek dengan bekerja, bekerja di luar
rumah tidak hanya kesempatan yang dimiliki oleh laki- laki, tetapi juga wanita yang telah
memiliki anak. Siapapun, baik wanita ataupun laki- laki membutuhkan sosialisasi dengan
orang lain dan aktualisasi diri juga memenuhi kebutuhan pengetahuannya yang hanya akan
didapatkan jika memasuki arena social termasuk bekerja di luar rumah. Karena selain faktor-
faktor tersebut, kapitalisme mendorong setiap orang untuk bersaing dalam bidang ekonomi
dan memenuhi kebutuhannya, tidak terkecuali wanita.
Wanita berada di dalam rumah/ bekerja di luar rumah merupakan sebuah tuntutan
atau pilihan?
Jawabannya adalah tuntutan dan pilihan. Tidak bisa dipungkiri, wanita memiliki kodrat
dalam kegiatan motherhood (melahirkan dan menyusui), selain itu wanita yang telah
menikah memiliki tambahan peranan dalam kehidupannya yakni menjadi seorang istri dan
ketika mereka memiliki anak, perannya pun kembali bertambah yakni menjadi ibu. Mereka
diliputi perasaan penuh kasih sayang terhadap keluarga dan memiliki relasi sangat kuat
dengan anak- anaknya melebihi suami. Memasuki kehidupan pernikahan, pasangan suami
istri terlebih dahulu membuat keputusan untuk merancang masa depan. Memang tidak pernah
ada pertanyaan “suami berada di rumah atau bekerja saja?” selalu yang menjadi topik “istri
berada di rumah atau ikut bekerja membantu suami?”. Ada istilah ibu rumah tangga dan
wanita karir, tetapi tidak hal itu tidak berlaku untuk laki- laki.
Dalam kehidupan nyata, tidak jarang seorang wanita yang menikah meghadapi tuntutan
dari suaminya, mereka diminta untuk menjadi ibu rumah tangga dan tinggal dirumah saja dan
hal itu menjadi syarat pernikahan, jika menolak lebih baik pernikahan tidak dilangsungkan.
Itu menjadi bukti bahwa patriarkilah yang berkuasa.
Tidak ada yang salah menjadi seorang ibu rumah tangga dan tidak ada yang salah
menjadi seorang wanita karir. Menjadi seorang ibu rumah tangga bukanlah hal yang mudah,
sama rumitnya dengan seseorang yang memiliki karir di luar rumah namun kesetaraan belum
menjamah profesi ini. But on the whole marriage is today a surviving relic of dead ways of
life, and the situation of the wife is more ungrateful than formerly, because she still has the
same duties but they no longer confer the same rights, privileges, and honors (The Second
Sex, 1993: 479). Begitu pula dengan menjadi seorang wanita karir, seorang wanita menikah
yang memilih memasuki arena sosial dengan bekerja juga tidak terlepas dari peranannya
sebagai seorang istri dan ibu. Mereka menjadi wanita super yang bekerja di dua tempat yakni
di tempat kerja dan dirumah. Mereka harus bisa melaksanakan kedua peranannya tersebut
secara seimbang dan baik, hal tersebut tidak mudah. Bagaimanapun wanita super tetaplah
manusia yang memiliki keterbatasan. Dalam fungsi pengasuhan, tak jarang wanita karir
dianggap tidak melaksanakan tugasnya karena waktu yang dimiliki terbagi dengan bekerja.
Padahal, mitos bahwa tugas pengasuhan adalah tugas dari ibu adalah kurang tepat.
Pengasuhan dilakukan oleh kedua orang tua, ayah dan ibu. Bagaimana anak dididik, diasuh,
dan diberi kasih sayang adalah tugas dan tanggung jawab kedua orang tua.
Banyak alasan bagi wanita untuk memilih berada di rumah atau bekerja. Ketika memiliki
anak, seorang wanita dihadapkan dengan tuntutan dan keinginan untuk merawat buah hatinya
dan tidak mempercayakan hal tersebut kepada suaminya saja. Namun di sisi lain, tidak jarang
juga berkeluarga membuat seorang wanita terpanggil untuk memenuhi daftar kebutuhan
keluarganya dan memilih secara sadar untuk bekerja di ranah publik demi kepentingan
ekonomi juga memenuhi kebutuhan sosialisasi sebagai makhluk sosial. Dalam proses
pembentukan definisi diri being for itself atau ada untuk dirinya sendiri, wanita dengan bebas
mempersepsikan pribadinya sebagai seorang subjek yang berusaha memenuhi segala
kepentingannya baik itu kepuasan merawat anak, melakukan kegiatan domestic, memenuhi
tuntutan pengetahuan, sosialisasi dengan dunia luar dan sebagainya menggunakan caranya
sendiri.
Penutup
Feminism muncul dengan tujuan membongkar ketertindasan perempuan dalam arena
social, termasuk eksistensialisme. Ketertindasan perempuan yang kerap menjadi makhluk yang
tersubordinasi terdapat saat perempuan masih terkekang dalam lingkup domestic di bawah
system patriarki dan mengasumsikan wanita sebagai objek semata. Padahal setiap manusia,
tidak peduli wanita maupun laki- laki tidak diciptakan untuk menjadi sesuatu yang sia- sia
seperti itu. Dengan begitu, kesetaraan yang ingin dijunjung adalah pengakuan terhadap profesi
dan kegiatan apapun yang dipilih oleh wanita.
Eksistensialisme mengajarkan pada perempuan untuk melepaskan diri dari norma
patriarki agar dapat menemukan eksistensi dalam kehidupannya termasuk dalam menjalani
kehidupan rumah tangga. Wanita bergerak untuk menghempaskan statusnya sebagai objek dan
mengartikan dirinya sebagai subjek dalam apapun yang dilakukannya. Seorang wanita
memiliki otoritas penuh untuk mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya sendiri tanpa
dipengaruhi tekanan dari laki- laki di sekelilingnya. Wanita secara total bebas memilih untuk
menjadi wanita seperti apa, femininkah atau maskulin, menikah atau tidak menikah. Setelah
menikah, menjadi ibu rumah tangga atau bekerja di luar rumah sama- sama menjadi
kesempatan yang bisa dipilih oleh seorang wanita. Singkat kata, seorang wanita bebas untuk
melakukan apa saja dan hal itu harus dibela.
Cuplikan iklan Rinso Anti Noda (2010)
Cuplikan iklan Bebelac you are my everything- everyday is mother’s day
Daftar Pustaka
Tong, Rosemarie Putnum. 1998. Feminist Thought. USA: Allen & Unwin, Westview Press.
Beauvoir, Simone de. 1993. The Second Sex- translated and edited by HM Parshley. London:
Everyman’s Library.
Materi kuliah Komunikasi Gender Existentialist feminism 25 Oktober 2010, Triyono Lukmantoro, Ilmu Komunikasi UNDIP Semarang
http://www.helium.com/knowledge/244278-men-and-the-belief-that-women-should-take-care-
of-the-children diakses tanggal 5 November 2010
http://www.helium.com/channels/766-Gender-Issues diakses tanggal 5 November 2010
http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/07/28/simon-de-beauvoir-feminisme-eksistensialis/ diakses
tanggal 5 November 2010
http://www.rahima.or.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=8:news3&catid=21:artikel&Itemid=313 diakses tanggal 5
November 2010
http://www.marxists.org/reference/subject/ethics/de-beauvoir/2nd-sex/ch04.htm diakses tanggal 12 November 2010
http://www.pbhmi.net/index.php?option=com_content&view=article&id=861:dekonstruksi-perempuan-dalam-keluarga&catid=70:opini&Itemid=130 diakses tanggal 15 Januari 2011