Upload
freicillya-rebecca-clorinda
View
69
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Bab 1. Pendahuluan
Skabies merupakan penyakit kulit akibat infestasi tungau Sarcoptes
scabiei. Penyakit yang mempengaruhi semua jeni ras di dunia tersebut ditemukan
hamper pada semua Negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi yang
bervariasi. Di beberapa Negara berkembang, prevalensinya dilaporkan 6-27% dari
populasi umum dan insidensi tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja.
Perkembangan penyait ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keadaan
social ekonomi rendah, tigkat higiene yang buruk, kurangnya pengetahuan dan
kepadatan penduduk. Selain itu kesalahan dalam diagnosis serta pelaksanaanya
juga menjadi faktor pendukung dari perkembangan penyakit scabies, mengingat
penyakit tersebut merupakan The great immitair, karena dapat menyerupai banyak
penyakit kulit dengan keluhan gatal (Handoko, 2009).
Di Indonesia prevalensi scabies pada tahun 1996 adalah 4,6%-12,95%.
Penyakit ini menduduki urutan ketiga dari dua belas penyakit kulit yang sering
terjadi saat itu. Pada tahun 2003, terjadi kejadian luar biasa (KLB) di Provinsi
NAD, dan ditahun 2004 prevalensi scabies di provinsi tersebut mencapai 40,78%.
Skabies juga menjadi masalah kesehatan masyarakat di beberapa kota besar
seperti Jakarta. Berdasarkan data kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia
(KSDAI) tahun 2001, dari Sembilan RS tujuh kota besar Indonesia, jumlah
penderita scabies terbanyak didapatkan di Jakarta, yaitu 355 kasus di tiga RS.
Pada umumnya, penyakit ini memang menyerang individu yang hidup
berkelompok seperti di asrama, pesantren, rumah jompo, rumah sakit,
perkampungan padat dan lembaga pemasyarakatan.
Skabies adalah penyakit kulit yang sangat menular. Penularan penyait ini
dapat terjadi melalui kontak langsung dengan kulit penderita atau tidak langsung
melalui alat-alat yang dipakai penderita. Oleh karena itu, penyakit scabies dapat
menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tiggal bersama, sehingga dalam
pengobatannya, harus dilakuakn secara serentak dan ,menyeluruh pada semua
orang yang tinggal dalam satu komunitas dengan penderita scabies.
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya (Handoko, 2010).
2.2 Epidemiologi
Skabies merupakan penyakit epidemic pada banyak masyarakat diseluruh
dunia dengan insiden yang berfluktuasi. Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun
terjadi epidemi skabies. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dewasa muda,
namun dapat juga mengenai semua umur. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan angka kejadian scabies pada laki-laki dan perempuan. Selain
itu scabies juga bias timbul pada keadaan menurunnya system kekebalan tubuh
dan pasien-pasien tua terutama yang berbaring lama di tempat tidur karena sakit.
(Handoko, 2009).
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, diantaranya:
a. Keadaan social ekonomi yang rendah, eningkatkan resiko terjadinya
scabies.
b. Higiene yang buruk. Seseorang dengan perilaku kesehatan yang buruk
beresiko lebih besar terkena penyakit scabies.
c. Kesalahan diagnosis. Skabies merupakan salah satu penyakit kulit yang
dapat menyerupai berbagai macam penyakit kulit lainnya atau disebut juga
“The Great Imitator”.
d. Hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas
e. Kepadatan penduduk. Prevalensi skabes sangat tinggi pada lingkungan
dengan kepadatan penghuni yang tinggi.
f. Derajat sanitasi individual
2.3 Etiologi
Sarcoptes scabiei merupakan parasite yang menjadi penyebab penyakit
scabies. Spesies ini termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina,
family Sarcoptidae dan genus Sarcoptes.
Secara morfologik, Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil berbentuk oval,
punggungnya cembung, dan bagan perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna
putih kotor dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450
mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240
mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang
kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina
berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga
berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Gambar 2.1 Tungau Sarcoptes scabiei
Sarcoptes scabiei var hominis berkembangbiak hanya pada kulit manusia.
Setelah terjadi kopulasi (perkawinan) diatas kulit, yang jantan akan mati, namun
kadang – kadang masih hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh
betina, sedangkan betina yang sudah dibuahi dapat hidup selama sebulan. Tungau
betina yang telah dibuahi akan menggali terowongan dalam stratum korneum
dengan kecepatan 2-3 mm. Di terowongan tersebut tungau betina meletakkan
telurnya sebanyak 2-4 butir sehari bahkan dapat mencapai jumlah 40-50 butir
telur. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang
mempunyai 3 pasang kaki. Larva tersebut dapat tinggal di dalam maupun luar
terowongan. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang menjadi 2 jenis.
Jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Siklus hidupnya mulai dari telur sampai
bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari (Handoko, 2009).
Gambar 2.2 Siklus Hidup Tungau Sarcoptes scabiei
2.4 Patogenesis
Kelainan kulit tidak hanya disebabkan oleh tungau penyebab scabies, akan
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan
oleh sensitisasi terhadap sekreta itu, kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain lain (Handoko, 2009). Apabila
digaruk maka akan timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
Awalnya, hospes (inang) tidak menyadari adanya aktivitas penggalian
terowongan di epidermis oleh tungau betina. Namun setelah 4-6 minggu akan
timbul manifestasi gatal akibat hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan bahan
yang dikeluarkannya. Periode asimtomatis tersebut sebetulnnya sangat
menguntungkan bagi parasite ini, karena dengan demikian, mereka mempunyai
waktu untuk membangun dirinya sebelum hospes membuat respon imunitas
(Brown, 2005). Masa inkubasi (waktu mulai infestasi sampai dengan timbulnya
rasa gatal dan ruam) bisa terjadi selama beberapa hari dan beberapa minggu.
Dengan demikian, seseorang dapat menularkan organisme tersebut kepada orang
lain sebelum gejala muncul (Johnston,2005).
2.5 Tranmisi Penularan
Skabies merupakan penyakit kulit yang mudah menuar. Penularan peyakit
ini dapat terjadi melalui kontak langsung dengan kulit penderita, misalnya
berjabat tangan, tidur bersama, dan melakukan hubungan seksual. Penularan
melalui kontak tidak langsung dapat terjadi melalui penggunaan alat-alat yang
dipakai oleh penderita, misalnya handuk, baju, sprei, bantal dan lain-lain.
Penularannya disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var animalis juga dapat menulari
manusia, terutama bagi mereka ang empunyai hewan peliharaan. Penularannya
melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi tungau tersebut (Handoko, 2009).
2.6 Diagnosis
Diagnosis penyakit scabies dibuat berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium yaitu dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal:
a. Pruritus nokturna
Gejala yang sangat menonjol adalah rasa gatal terutama pada malam hari,
sehingga dapat mengganggu penderita. Gatal tersebut disebabkan karena
aktivitas tungau ini meningkat pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Jika dalam sebuah populasi ada yang terinfeksi tungau scabies, maka
anggota populasi lainnya akan memiliki resiko yang tinggi untuk tertular.
Pada suatu infeksi tungau, penderita tersebut cenderung tidak memberikan
gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
c. Adanya terowongan (kunikulus)
Terdapat lesi yang khas pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata
panjang 1 cm. Pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder, ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul
ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksi biasanya merupakan tempat
yang diliputi oleh stratum korneum yang tipis atau daerah pelipatan, yaitu
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian alveolar, siku bagian luar,
lipat ketiak bagian depan, aerola mamae (wanita), umbilicus, bokong,
genetalia eksterna (pria) da perut bagian bawah. Pada bayi, dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
d. Menemukan tungau
Merupakan diagnosis pasti dari infeksi tungau Sarcoptes scabiei
(Handoko, 2009). Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan ditemukannya
tungau pada pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan cara,
yaitu:
1. Kerokan kulit
Minyak mineral diteteskan diatas papul atau terowongan baru yang
masih utuh, kemudian dekerok dengan skapel steril untuk mengangkat
atap paul atau terowongan, lalu diletakkan diatas gelas objek, ditutup
dengan cover glass dan diperiksa dibawah mikrosko.
2. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum dimasukkan kedalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu
digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum
dan dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsy
Terowongan atau papul yang dicuragai diangkat dengan sela jari atara
ibu jari dan jari telunjuk, lal dengan hati-hati diiris pada puncak lesi
dengan scalpel No.15 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit.
Biopsi dilakukan sangat superfisial ssehingga tidak terjadi perdarahan
dan tidak memerlukan anastesi. Spesimen kemudian diletakkan pada
gelas objek, lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dibawah
mikroskop.
4. Swab kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, lalu dilekatkan selotip dan diangkat
dengan cepat. Selotip dilekatkan pada obyek glass, kemudian diperiksa
dibawah mikroskop.
Pemeriksaan Lainnya:
1. Tes tinta Burrow
Papul scabies ditetesi dengan tinta hitam, dibiarkan selama 2 menit,
kemudian segera dihapus dengan alkohol. Jejak terowongan akan
tampak sebagai garis yang karakteristik berbelok-belok (zig-zag)
karena adanya tinta yang masuk kedalam terowongan.
2. Uji Tetrasiklin
Tetrasiklin dioleskan pada daerah yang dicurigai ada terowongan,
kemudian dibersihkan dan diperiksa dengan lampu wood. Tetrasiklin
dalam terowongan akan menunjukkan fluoresensi (Suparyanto, 2011).
2.7 Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk scabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut, antara lain:
a. Skabies pada orang bersih (Scabies of cultivated)
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya, sehingga sangat sulit ditemukan.
b. Skabies incognito
Bentuk ini timbul pada scabies yang diobati dengan kortikosteroid,
sehingga gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan
penularan masih bias terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan
gejala klinis yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit
lain.
c. Skabies nodular
Pada bentuk ini, lesi berupa nodus cokelat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genetalia laki-laki,
inguinal dan aksila yang timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tu
ngau scabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan, tungau
jarang ditemukan. Kemungkinan nodus tersebut dapat menetap selama
beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan
antiskabies dan kortikosteroid.
d. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Di Amerika, sumber utama scabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda
dengan scabies manusia, yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang
sela jari dan genetalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana
orang sering kontak atau memeluk hewan kesayangannya, yaitu paha,
perut, dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih
mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh
sendiri karena Sarcoptes scabiei var animalis tidak dapat melanjutkan
siklus hidupnya.
e. Skabies Norwegia
Skabies Norwegia atau scabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat
predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong, siku,
lutut, telapak tangan dan kaki yang dapat disertai dengan distrofi kuku.
Berbeda dengan scabies biasa, rasa gatal pada scabies Norwegia tidak
menonjol, tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang
menginfeksi sangat banyak (ribuan). Keadaan ini sering terdapat pada
orang tua dan orang yang menderita retardasi mental , sensai kulit yang
rendah (lepra, syringomelia, tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik
berat (leukemia dan diabetes), dan penderita imunosupresif sehingga imun
tubuh gagal membatasi proliferasi tungau yang dapat berkembang biak
dengan mudah (misalnya penderita AIDS atau setelah pengobatan
glikortikoid atau sitotoksik jangka panjang).
f. Skabies pada bayi dan anak
Lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan dan kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan.
g. Skabies pada orang yang terbaring ditempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa haru tinggal
ditempat tidur dapat menderita scabies yang lesinya terbatas.
2.8 Diagnosis Banding
Penyakit scabies merupakan the great imitator karena penyakit ini dapat
menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Beberapa penyakit yang
menyerupai, antara lain:
1. Pedikulosis korporis
Banyak menyerang orang dewasa, terutama pada orang dengan higiene
buruk, misalnya penggembala, terkait dengan kebiasaan malas mandi atau
jarang mengganti maupun mencuci pakaian. Oleh karena itu penyakit ini
disebut penyakit Vagabond. Gejala klinik, umunya hanya ditemukan
kelaian berupa bekas bekas garukan pada badan, karena gatal bisa
berkurang dengan garukan yang lebih intensif. Untuk pembantu diagnosis,
ditemukan kutu dan telur pada serat kapas pakaian (Handoko,2009).
2. Dermatitis Atopi (DA)
Keradangan kulit yang bersifat gatal, menahun, residif, dan dapat terjadi
pada bayi, anak, dewasa dan pada penderita sering didapatkan riwayat
atopi pada dirinya sendiiri atau keluarganya berupa DA, rhinitis alergika,
asma bronkial.
Gejala Klinis:
a. Bayi (2 bulan- 2 tahun)
Lokasi paling sering pada scalp, muka, leher, dan pada bagian atas
berupa papul dan vesikel diatas macula yang eritematous yang
akhirnya akan menjadi lesi yang eksudatif sehingga terbentuk krusta.
b. Anak (2-10 tahun)
Lokasi terutama di fosa cubiti, fosa popliteal, pergelangan tangan,
muka dan leher. Lesi lebih kering daripada fase bayi, tampak macula
eritematus, papul, ekskoriasi dan likensifikasi.
c. Dewasa dan Remaja
Lokalisasi pada fosa cubiti, fosa popliteal, leher, pergelangan tangan,
berupa papul, vesikel dan likensifikasi.
Diagnosis ditegakkan sekurang kurangnya 3 kriteia mayor dan 3
kriteria minor dari kriteria menurut Hanifin dan Rayka:
Kriteria Mayor Kriteria Minor
a. Pruritus
b. Dermatitis di muka atau
ekstensor pada bayi dan anak
c. Dermatitis di fleksura pada
dewasa
d. Dermatitis kronis atau residif
e. Riwayat ataopi pada penderita
atau keluarganya
a. Xerosis
b. Infeksi kulit (S.aureus dan HSV)
c. Dermatitis nonspesifik pada
tangan atau kaki
d. Iktiosis/hiperliniar
palaris/keratosis pilaris
e. Pitiriasis alba
f. Dermatitis di papilla mamae
g. White demorgraphism
h. Keilitis
i. Lipatan infraorbital Dennie-
Morgan
j. Konjungtivitis berulang
k. Keratokonus
l. Katarak Subskapular anterior
m. Orbita menjadi gelap
n. Muka pucat atau eritem
o. Gatal ila keringat
p. Intelorans wol atau pelarut
lemak
q. Aksentuasi perifolikular
r. Hipersensitif terhadap makanan
s. Perjalanan penyakit dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dan
emosi
t. Tes kulit alergi tipe dadakan
positif
u. Kadar IgE di dalam serum
meningkat
v. Awitan pada usia dini
3. Creeping eruption
Sering terjadi pada anak anak, terutama yang sering berjalan tanpa alas
kaki atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir. Gejala klinis,
masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Awalnya
akan timbul papul, diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linier ata
berkelok kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm dan berwarna
kemerahan. Pada creeping eruption, terowongannya lebih panjang dari
scabies. Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus,
bokong, dan paha juga dibagian tubuh mana saja yang sering kontak
dengan tempat larva berada.
4. Prurigo
Merupakan erupsi popular kronis dan rekurens. Tempat predileksi
di ekstremitas bagian ekstensor dan badan, dapat meluas ke muka dan
bagian kepala yang berambut.
Gambaran klinis ialah adanya papul-papul miliar, berbentuk kubah
terutama terdapat di ekstremitas eekstensor. Biasanya vesikel hanya
terdapat dalam waktu yang singkat saja, karena segera menghilang akibat
garukan, sehingga menimbulkan erosi, ekskoriasi, krusta, hiperpigmentasi
dan likenifikasi. Sering pula terjadi infeksi sekunder.
2.9 Pengobatan
Saat ini tingkat keberhasilan dalam pngobatan dengan beberapa obat
antiskabies masih dalam presentase yang tinggi, meskipun masing-masing
preparat antiskabies memiliki kelemahan tersendiri (Handoko, 2009). Syarat obat
ideal antara lain:
a. Harus selektif terhadap semua stadium tungau
b. Tidak menimbulkan iritasi atau bersifat toksik
c. Tidak berbau atau kotor, serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
d. Mudah diperoleh dan harganya murah
Prinsip pengobatan scabies adalah seluruh anggota dalam suatu populasi
yang terinfeksi, harus diobati termasuk penderita yang hiposensitisasi
(Handoko, 2009).
Semua baju dan alat – alat tidur dicuci dengan air panas, agar tidak terjadi
penularan kembali. Keluhan gatal dapat diberikan antihistamin, sedangkan infeksi
sekunder dapat diberi antibiotic atau kemoteraupetik (Zulkarnain, et all, 2005).
Jenis obat yang dapat digunakan sebagai terapi antiskabies, antara lain:
a. Belerang endap (Sulfur Presipitatum)
Dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim, penggunannya tidak
boleh kurang dari 3 hari, karena tidak efektif terhadap stadium telur.
Kekurangan lainnya adalah berbau, mengotori pakaian, dan kadang
kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari
2 tahun.
b. Emulsi Benzil-benzoas
Dengan kadar 20-25%, efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap
malam, selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering menimbulkan iritasi,
dan kadag-kadang makin gatal setelah dipakai.
c. Gama Benzena Heksa Klorida
Dengan kadar 1% dalam krim atau lotio, termasuk obat pilihan karena
efektif untuk semua stadium, mudah digunakan dan jarang memberikan
iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita
hamil, karena bersifat toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya
cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala dapat diulangi seminggu
kemudian.
d. Klotamiton
Dengan kadar 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
karena mempunyai efek sebagai antiskabies dan antigatal. Penggunaannya
harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.
e. Permetrin
Dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan,
dengan aktivitas yang sama. Penggunaannya hanya sekali dan dihapus
setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak
dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan (Handoko, 2009).
Walaupun pengobatan standar scabies, yaitu topical efektif pada banyak
pasien, namun pada keadaan tertentu seperti infeksi yang sulit disembuhkan
atau ketika pemakaian terapi topical tidak berhasil, maka pada keadaan ini,
pengobatan oral juga dibutuhkan, salah satunya dengan pemberian ivermectin
oral.
Ivermectin adalah antibiotic lakton makrosiklik dari kelompok avermectin
yang diisolasi dari bakteri Streptomyces avermectalis. Obat ini menunjukkan
spectrum yang luas untuk parasite baik arthropoda maupun nematode dan
telah banyak digunakan untuk pengobatan scabies. Pada manusia, dosis
tunggal ivermectin 200 mikrogram/KgBB mampu menyembuhkan scabies
pada penderita HIV dan scabies krustasi. Selain khasiatnya sebagai
antiskabies, ivermectin juga dilaporkan efektif untuk mengurangi kejadian
infeksi sekunder bakteri Streptococcus pyoderma yang biasanya menyertai
scabies.
Obativermectin yang digunakan pada penderita scabies, diabsorbsi dengan
baik dan mencapai kadar puncak dalam waktu 4 jam, dengan waktu paruh 10-
12 jam (Syarif dan Elisabeth, 2007). Pengobatan ini diulang setelah 2 minggu.
Obat ivermectin ini terdapat dipasaran dengan nama dagang Stromectol,
Mectizan, Ivexterm, Avermectin (Meinking, et all., 2005).
Ivermectin mempunyai efek meningkatkan GABA, sehingga
penggunaannya bersama obat lain yang mempunyai efek yang sama sebaiknya
dihindari, seperti barbiturate, benzodiazepine, dan asam valproate. Ivermectin
tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Pada dosis tunggal 50-200
mikrogram/KgBB, efeksamping yang ditimbulkan umumnya ringan, sebentar
dan dapat ditoleransi. Biasanya berupa demam, pruritus, sakit otot dan sendi,
sakit kepala, hipotensi dan nyeri pada kelenja limfe (Syarif dan Elisabeth,
2007).
2.10 Komplikasi
Bila scabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat
timbul dermatitis akibat garukan. Erupsi obat berbentuk impetigo, ektima,
selulitis, limfangitis, folikulitis dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak
kecil yang scabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu
glomerulonephritis. Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat
antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal maupun pemakaian yang
terlalu sering. Salep sulfur dengan konsentrasi 15% dapat menyebabkan dermatitis
bila, digunakan terusmenerus selama beberapa hari pada kulit yang tipis. Benzil
benzoate juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari selama
beberapa hari terutama di genetalia pria. Gamma Benzena Heksaklorida sudah
diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila digunakan secara berlebihan.
2.11 Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan untuk menimalkan perkembangan dan
penyebaran penyakit scabies. Hal ini perlu diperhatikan, terutama bagi individu
yang tinggal dalam satu populasi yang beresiko tinggi. Upaya pencegahan dapat
dilakuan dengan:
a. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
b. Mencuci dan menjemur alat-alat milik penderita (sprei, handuk, pakaian
sarung bantal dan lain-lain).
c. Tidak memakai pakaian dan handuk secara bergantian
d. Menghindari kontak dengan sumber penularan
2.12 Prognosis
Dubia ad bonam dengan terapi yang adekuat, kecuali bila ada kelainan
imunologik.
Bab 3. Refleksi Kasus
1. Identitas PasienNama : Sdr WJenis Kelamin : Laki –lakiUsia : 16 tahunAgama : IslamAlamat : Jl. Bangsalsari Jember Status : Belum menikahPekerjaan : PelajarTanggal pemeriksaan : 8 April 2013
2. Anamnesisa. Keluhan Utama : Gatal pada sela-sela jari tangan dan kakib. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh gatal di sela sela jari tangan dan kaki sejak 1 bulan yang lalu. Gatal terutama dirasakan pada malam hari, namun pada siang hari juga sering gatal, terutama saat berkeringat. Awalnya timbul tonjolan-tonjolan kecil (diameter 0,5 cm) berwarna kemerahan, tidak nyeri, sebagian berisi air dan nanah. Pasien terkadang menggaruknya karena terasa gatal. Gatal dan tonjolan tersebut kemudian menyebar ke daerah pergelangan tangan bagian dalam perut, bokong, pelipatan paha sejak 1 minggu yang lalu. Menurut pasien, teman satu kosnya ada yang menderita gatal gatal juga dan pasien sering main ke kamar temannya. Pasien tinggal di kos dengan 10 temannya, Pasien tidak pernah demam sebelumnya, tidak batuk maupun ilek, tidak tergigit binatang sebelum gatal timbul, dan tidak ada riwayat keluhan panas dan gatal setelah mencuci pakaian.
c. Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak pernah mendapat keluhan seperti ini sebelumnyaPasien juga tidak mempunyai riwayat alergi
d. Riwayat KeluargaDi keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien
e. Riwayat PengobatanPasien belum mengkonsumsi obat apapun untuk mengobati penyakitnya.
3. Pemeriksaan Fisika. Status Generalis
Keadaan Umum : CukupKesadaran : Kompos MentisKepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax- Jantung : S1 S2 tunggal- Paru-Paru : Simetris, Ves +/+ Rh-/- Wh-/-Abdomen: Cembung, Bising usus (+) normal, Soepel, TimpaniEkstremitas Akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak oedem pada keempat ekstremitas
b. Status Lokalis- Regio manus dextra et sinistra, wrist (pergelangan tangan), pedis
dextra et sinistra efloresensi yang didapatkan :Papula dan pustule berbatas tegas, betuk bulat dengandasar eritema, diameter 0,25-0,5 cm, ekskoriasi, krusta dan bekas garukan yang hiperpigmentasi.
- Regio Abdominalis, glutea dan inguinal efloresensi yang didapatkan :Papula dan vesikel, bekas garukan yang hiperpigmentasi.
4. Resume- Pasien laki laki usia 16 tahun dating dengan keluhan gatal di sela sela
jari tangan dan kaki sejak 1 bulan yang lalu. Gatal terutama dirasakan pada malam hari, namun pada siang hari juga sering gatal, terutama saat berkeringat. Awalnya timbul tonjolan-tonjolan kecil (diameter 0,5 cm) berwarna kemerahan, tidak nyeri, sebagian berisi air dan nanah. Pasien terkadang menggaruknya karena terasa gatal. Gatal dan tonjolan tersebut kemudian menyebar ke daerah pergelangan tangan bagian dalam perut, bokong, pelipatan paha sejak 1 minggu yang lalu. Menurut pasien, teman satu kosnya ada yang menderita gatal gatal juga dan pasien sering main ke kamar temannya. Pasien tinggal di kos dengan 10 temannya, Pasien tidak pernah demam sebelumnya, tidak batuk maupun ilek, tidak tergigit binatang sebelum gatal timbul, dan tidak ada riwayat keluhan panas dan gatal setelah mencuci pakaian. Pasien tidak pernah mendapat keluhan seperti ini sebelumnya dan tidak mempunyai riwayat alergi. Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama, pasien juga belum mengobati penyakitnya. Pada pemeriksaan Regio manus dextra et sinistra, wrist (pergelangan tangan), pedis dextra et sinistra efloresensi yang didapatkan papula dan pustule berbatas tegas, betuk bulat dengandasar eritema, diameter 0,25-0,5 cm, ekskoriasi, krusta dan bekas garukan yang hiperpigmentasi. Pada regio Abdominalis, glutea dan inguinal
efloresensi yang didapatkan papula dan vesikel, bekas garukan yang hiperpigmentasi.
5. DiagnosisSkabies infeksi sekunder
6. Penatalaksanaan- Cefadroxil 3 x 500 mg selama 7 hari- Metilprednisolon 1 x 8 mg selama 7 hari (Pagi hari,setelah makan)- Scabimite cream + inerson cream untuk pemakaian luar, dipakai pada
malam hari, selang 5 hari
7. Edukasi- Mencuci semua pakaian dan perlengkapn tidur dengan air panas,
keudian di jemur di terik matahari- Tidak menggunakan pakaian dan handuk yang sama dengan teman
atau anggota keluarga lainnya secara bergantian- Menjaga kebersihan diri, mandi 2x sehari memakai sabun dan air
bersih- Memotivasi keluarga atau teman-teman pasien dengan keluhan yang
sama untuk berobat
8. PrognosisDubia ad bonam
Daftar Pustaka
Handoko, Ronny P. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia
Mansyur, Wibowo, Maria, Munandar, Abdillah dan Ramadora. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra Sekoalah. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI
Meinking, dkk. 1995. The Treatment of Scabies With Ivermectin: An Overview, The England Journal of Medicine, 333 (1): 26-30
Zulkarnaen, Pohan,S. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 3. Surabaya: RSU Dr.Soetomo
Syarif, Amir, dan Elisabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.