Upload
vokhuong
View
254
Download
18
Embed Size (px)
Citation preview
BISNIS PEMAKAMAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM
(Studi Komparatif Antara TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
MIFTAH RAHMATULLAH
NIM. 103043127962
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "BISNIS PEMAKAMAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM"
(STUDI KOMPARATIF ANTARA TPU PONDOK GEDE DAN TPU PONDOK
RANGON), telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Januari 2011. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
pada Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum dengan konsentrasi
Perbandingan Madzhab Fiqh.
Jakarta, 27 Januari 2011
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum
Prof.DR.H.M.Amin Suma,SH. MA. MM
NIP. 19550505 198203 1 012
PANITIA UJIAN
Ketua : DR.H. Muhammad Taufiki, M. Ag
NIP. 19651119 199803 1 002 : (.................................)
Sekertaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M. Si
NIP. 1974 1213 2003 12 1 002 : (.................................)
Pembimbing I : Dr. Syahrul A'dam, M.Ag.
NIP. 19730504 200003 1 002 : (.................................)
Pembimbing II : Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag.
NIP. 19700323 200003 1 001 : (.................................)
Penguji I : Prof. DR. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 19550505 198203 1 012 : (.................................)
Penguji II : Dr. H. Abd. Wahab Muhaimin, Lc, MA
NIP. 19500817 198903 1 001 : (.................................)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 (satu) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Januari 2011 M
Miftah Rahmatullah
103043127962
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya :
Nama : Bpk. Udin
Alamat : Pondok Gede
Telah diwawancarai oleh Miftah Rahmatullah (103043127962) mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syari'ah dan Hukum yang meneliti tentang
Bisnis Pemakaman Dalam Perspektif Islam Studi Komparatif Antara TPU Pondok
Gede dan TPU Pondok Rangon
Pondok Gede, 17 Juni 2010
Hormat Saya
( )
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya :
Nama : Bpk. Tatang S, SE.
Alamat : Pondok Rangon
Telah diwawancarai oleh Miftah Rahmatullah (103043127962) mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syari'ah dan Hukum yang meneliti tentang
Bisnis Pemakaman Dalam Perspektif Islam Studi Komparatif Antara TPU Pondok
Gede dan TPU Pondok Rangon
Pondok Rangon, 23 Juni 2010
Hormat Saya
( )
iv
��� ا ا���� ا�����
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
karena atas rahmat dan inayah serta karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Salawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Rasulullah SAW, pembawa rahmat
bagi seluruh umat di dunia ini.
Semua usaha baik besar maupun kecil, tidak akan terlaksana dengan baik tanpa
bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, sehubungan dengan hal
tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. DR.
H.M. Amin Suma, SH. MH. MM.
2. Ketua Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum Bapak Dr. H. Muhammad
Taufiki, M.Ag dan Sekretaris Program Studi Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag,
M.Si, beserta para dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah membekali ilmu yang banyak bagi penulis.
3. Bapak Dr. Syahrul A'dam, M.Ag dan Bapak Dr. H. Fuad Thohari, M.Ag selaku dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya disela-sela
kesibukannya untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi
ini.
4. Segenap Bapak dan Ibu dosen pada lingkungan Program Studi Perbandingan Madzhab
dan Hukum, khususnya pada Konsentrasi Perbandingan Madzhab Fiqh Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
v
5. Pimpinan beserta seluruh staff Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Kepala TPU Pondok Rangon Bapak Tatang S, SE. dan Pengurus TPU Pondok Gede
Bapak Udin yang telah membantu dalam kelengkapan semua data skripsi dan tokoh
masyarakat yang banyak membantu memberikan informasi untuk penelitian skripsi ini.
7. Kedua Orang Tua penulis, yang tercinta Ayahanda Abah Haji A. Rachmat dan Ibunda
Sri Riyanti, kakak dan adik-adik Agus Wiyanto, Rahmi Untari, Iftiyah Ayu Farida, Eko
Cipto (Bardho), dan Umi Yani serta nenek penulis tersayang Musanah, yang tidak
henti-hentinya memberikan motivasi materil dan moril serta do'a yang tiada henti-
hentinya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi di Perguruan Tinggi ini.
8. Rekan-rekan mahasiswa(i) PMF angkatan 2003 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terima
kasih atas bantuannya selama ini, hari-hari nan indah akan selalu dikenang.
9. Keluarga Besar Om Widodo, yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada
penulis, akan selalu mendapat rahmat dan inayah dari Allah SWT.
10. Keluarga besar SHOLAWAT yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
Aishiteru !
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan semuanya semoga amal baik
yang telah diberikan diterima disisi-NYA serta mendapat balasan yang setimpal dan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
umumnya. Amin.
Jakarta :27 Januari 2011 M
22 Safar 1432 H
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
PEDOMAN TRANSELETRASI ................................................................ viii
BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................... 9
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 10
E. Metode Penelitian ................................................................. 10
F. Studi Review Terdahulu ........................................................ 12
G. Sistematika Penelitian .......................................................... 14
BAB II : PEMAKAMAN DALAM ISLAM ............................................ 15
A. Pengertian Makam dan Dasar Hukumnya .............................. 15
B. Proses Terjadinya Tanah Makam Dalam Islam ..................... 17
C. Wakaf Dalam Perspektif Islam Dan Jual Beli ........................ 26
BAB III : TINJAUAN UMUM TPU PONDOK GEDE DAN TPU PONDOK
RANGON ………………………………………………………. 41
A. Gambaran Umum .................................................................. 41
1. TPU Pondok Gede .......................................................... 41
2. TPUPondok Rangon ....................................................... 43
B. Manajemen Pemakaman TPU Pondok Gede dan TPU
Pondok Rangon ..................................................................... 45
vii
1. Konsep Manajemen ......................................................... 45
2. Pelayanan Pemakaman .................................................... 48
3. Prosedur Pemakaman ...................................................... 57
4. Perawatan ....................................................................... 58
BAB IV : JUAL BELI TANAH WAKAF DI TPU PONDOK GEDE DAN
TPU PONDOK RANGON ....................................................... 60
A. Jual Beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Gede dan TPU
Pondok Rangon ...................................................................... 60
1. Jual Beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Gede ................. 60
2. Jual Beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Rangon .............. 61
3. Perbedaan dan Persamaan ............................................... 62
B. Jual beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Gede dan TPU Pondok
Rangon Ditinjau Berdasarkan Perspektif Islam ...................... 63
BAB V : PENUTUP ................................................................................. 67
A. Kesimpulan ........................................................................... 67
B. Saran – saran ......................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 69
LAMPIRAN–LAMPIRAN ....................................................................... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah adalah bagian permukaan bumi dan menjadi alas yang terbentang
luas sebagai tempat berpijaknya manusia sehingga menimbulkan keterkaitan yang
sangat erat antara tanah dengan manusia, karena seluruh kehidupan manusia
bergantung pada tanah. Selain itu tanah adalah harta tidak bergerak yang bersifat
permanen dan dapat dijadikan investasi bagi kehidupan mendatang, bahkan pada
akhirnya tanah pulalah yang menjadi tempat persemayaman terakhir ketika
manusia berganti kehidupan.1
Telah menjadi suatu kaidah dikalangan ulama ushul fiqh, bahwa pada
dasarnya hukum segala sesuatu yang berhubungan dengan ibadat haram kecuali
terdapat dalil yang memperbolehkannya atau mewajibkannya, sedangkan dasar
segala sesuatu yang berhubungan dengan muamalat adalah boleh hingga terdapat
dalil yang melarangnya.2
Sementara masa kian bertambah dan permasalahan – permasalahan baru
saling bermunculan, para pakar hukum Islam harus dapat menjawab
permasalahan tersebut dengan mempertimbangkan segala aspek pendukungnya.
1 Marihot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Teori dan
Praktek, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet.I, h. 1.
2 Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1992), h. 417.
2
Hal seperti itulah yang menjadi target perburuan para mujtahid untuk
direalisasikan pada masyarakat luas.
Salah satu permasalahan yang timbul yang juga merupakan area pemikiran
para mujtahid adalah permasalahan yang terkait dengan kewajiban manusia
terhadap jenazah dan perawatannya, yaitu memandikan, mengafankan,
mensalatkan, mengiring atau mengantarkan jenazah hingga kepemakaman serta
memakamkan jenazah.3
Hal-hal yang berkaitan dengan jenazah memang sangat penting untuk
diperhatikan, dimengerti dan dipahami, sebab setiap manusia hidup di dunia ini
tidaklah kekal abadi, pasti ia akan terbujur kaku menjadi jenazah ketika ajal telah
tiba menjemputnya. Manusia tidak akan mampu menghindarinya, kemanapun
mereka sembunyi walau berada dalam benteng yang kokoh dan tinggi sekalipun,
niscaya ajal akan menghampirinya. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-
Ankabut ayat 57 :
)٥٧: العنكبوت ( .ترجعون إلينا ثم الموت ذائقة نفس كل
Artinya:"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati kemudian hanyalah
kepada kami dikembalikan" (Q.s. Al-Ankabut : 57)
Surat Al-Jumu’ah ayat 8 :
3 Taqiudin al-Huseini, Kifayat Al-Akhyar fi Halli Ghayat Al-Ikhtishar, (Beirut; Dar Al-
Fikr, Tth), Juz ke-1, h.164.
3
öö≅è% ¨β Î) |Nöθ yϑ ø9$# “Ï% ©!$# šχρ”� Ï�s? çµ ÷ΖÏΒ … çµ‾ΡÎ*sù öΝ à6‹ É)≈ n=ãΒ ( ¢Ο èO tβρ–Št� è? 4’n<Î)
ÉΟ Î=≈ tã É=ø‹ tóø9$# Íο y‰≈ y㤱9$#uρ Ν ä3 ã⁄ Îm7 t⊥ã‹ sù $yϑ Î/ ÷ΛäΖä. tβθ è=yϑ ÷ès? ) )٨ :ا����
Artinya:"Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka
sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan
dikembalikan kepada ( Allah) yang maha mengetahui yang ghaib dan
yang nyata lalu dia berkata kepadamu apa yang telah kamu kerjakan"
(Q.s. Al-Jumu’ah : 8)
Manusia telah diciptakan Allah SWT dan akan kembali keasalnya yaitu
tanah. Sementara itu tanah yang kita pijak, selain menjadi tempat berkumpulnya
manusia yang hidup, tanah juga merupakan tempat bagi mereka yang telah
meninggal dunia. Firman Allah SWT dalam Surat Al-Mursalat ayat 25-26 :
óΟ s9r& È≅yèøgwΥ uÚö‘F{ $# $�?$x�Ï. ∩⊄∈∪ [ !$u‹ ômr& $Y?≡uθ øΒr& uρ ∩⊄∉∪ )٢٦-٢٥: التاملرس(
Artinya:"Bukankah kami telah jadikan bumi (tempat) berkumpul orang-orang
yang hidup dan orang-orang yang telah meninggal" (Q.s. Al-Mursalat :
25-26)
Bumi adalah tempat berpijak, berkumpul dan bernaungnya manusia
yang masih hidup, sementara didalam bumi tersebut adalah tempat bagi mereka
yang telah meninggal dunia. Ayat al-qur’an diatas juga dijadikan salah satu dalil
oleh para ulama bahwa hukum pemakaman jenazah adalah fardlu kifayah4 yaitu
bahwa kewajiban melaksanakan pemakaman akan gugur jika minimal salah satu
4 As-Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut; Dar Al-Fikr, 1983), h. 256
4
orang yang hidup dimana jenazah itu berada, melakasanakan pemakaman
tersebut.
Permasalahan yang berkaitan dengan pemakaman ini juga mendapat
perhatian dari pemerintah setempat. Pemerintah setempat membuat suatu
peraturan yang mengatur tentang pelayanan masyarakat di bidang pemakaman
dan pengabuan jenazah. Diantaranya yaitu Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 1992
tentang pemakaman umum dalam wilayah DKI Jakarta Nomor 1891 Tahun 1993,
tentang prosedur pelayanan pemakaman dan pengabuan di wilayah DKI Jakarta
serta keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1580
Tahun 1977 tentang petunjuk pelaksanaan pelayanan pemakaman umum di DKI
Jakarta.
Atas kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah setempat
tersebut, berarti juga telah membuka peluang bisnis bagi para pengusaha untuk
menjalankan bisnis yang berhubungan dengan pemakaman dan pengabuan
jenazah seperti pelayanan jasa pengurusan pemakaman, pelayanan rumah duka,
pengabuan jenazah (kremasi) dan penyimpanan abu jenazah, pelayanan jasa
perawatan jenazah, usaha angkutan jenazah dan sebagainya.
Tinjauan hukum Islam yang berkaitan dengan bisnis pemakaman ini
sangat menarik untuk dikaji dan diteliti karena pada dasarnya pemakaman
merupakan salah satu hal yang disakralkan oleh manusia karena didalamnya
terdapat nilai sosial yang tinggi. Toleransi, tolong menolong, dan saling
membantu dapat dilihat ketika hal-hal yang berkaitan dengan pemakaman sedang
5
berlangsung disekitar kita. Oleh karenanya kaum muslim khususnya para pemuka
agamanya harus mengerti benar ajaran-ajaran Islam yang mengatur hal tersebut,
termasuk di dalamnya mengenai hukum yang terkandung dalam bisnis
pemakaman dan permasalahan yang terkait dengan bisnis tersebut.
Dalam masyarakat pedesaan perihal pelaksanaan pemakaman biasanya
telah diatur oleh aparat desa. Yaitu dengan menyediakan lahan atau tanah wakaf
untuk dijadikan areal pemakaman bagi penduduknya. Ibadah wakaf ini adalah
sebagai suatu amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Nabi SAW bersabda :
نع ة أبيريره يضاهللا ر هنل ان عوسلي اهللا راهللا ص هليع لمسذا قال : وا
اتان مسناال قطعنا لهمال عا نم ثالث قةدص ةاريج لم اوع فعتني به او
لدح والص لهعدي ) اهوا راريخلب(
Artinya:"Dari Abu Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Apabila
manusia meninggal dunia, putuslah semua amalnya, kecuali tiga macam
amal yaitu : amal jariyah (waqaf), ilmu yang bermanfaat dan anak yang
sholeh yang selalu mendo’akan. (H.R. Bukhari)5
Dalam terjemahan kitab Nailul Authar dalam No. 3259 disebutkan :
يفو ةايملا : رو لتزن هذه ةاالي "لو لننت ى البرتا حقوفنا تمن موبحقال "ت
وة ابا : طلحل يوسى اهللا رن اربا ارألناس نا منلوام كهدفأش أني لتعج
يضاء ارحريب ،لها فقال للهعجا يف ،كتبا قال قرلهعان فجسن حب ثابت
يابو نب بكع )اهور دماح ملسمو(
Artinya:"Dan dalam satu riwayat dikatakan: ketika ayat: “kamu tidak akan
mendapatkan kebaikan hingga menginfaqkan sebagian dari apa-apa yang
5 Depag, Ilmu Fiqih 3, Cet. Ke-2 h. 211
6
kamu cintai ” itu turun, Abu Talhah lalu berkata: Ya Rasulullah! kami
tahu tuhan kami meminta sebagian dari harta-harta kami. Oleh karena itu
sekarang aku menjadikan engkau sebagai saksi, bahwa tanahku Bairoha’
itu ku waqafkan untuk Allah maka jawab Rasulullah SAW, “Jadikanlah
hartamu itu untuk keluarga dekatmu” Anas berkata: lalu Abu Talhah
menjadikan harta itu untuk Hasan bin Tsabit dan Ubay bin Ka’ab. (H.R.
Ahmad dan Muslim )6
Masalah perwakafan ini selanjutnya diatur didalam peraturan pemerintah
No. 28 tahun 1977, yang menegaskan antara lain, bahwa wakaf adalah perbuatan
hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta
kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-
lamanya untuk keperluan pribadi atau keperluan umum lainnya sesuai dengan
ajaran agama Islam dan wakaf tersebut sebagai suatu lembaga keagamaan yang
dipergunakan sebagai salah satu sarana pengembangan kehidupan keagamaan.7
Didalam pengertian sehari-hari perkataan wakaf ini banyak diartikan
hanya untuk keperluan peribadatan saja, misalnya untuk mendirikan masjid diatas
tanah yang diwakafkan itu, padahal sebenarnya tanah itu dapat diwakafkan untuk
hal-hal yang lain sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Pada dasarnya bisnis pemakaman dengan jual beli yang ada didalamnya
sangat membantu kepada masyarakat yang membutuhkan khususnya di daerah-
daerah, namun beban registrasi yang harus dipenuhi oleh para pengguna jasa
6 Muammal Hamidy dkk, Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits Hukum
Jilid 5, (Surabaya: PT. Bina Ilmu t.th) h. 2008 7 Soedharyo soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),
Cet. Ke-2, h. 65
7
tersebut sudah sepantasnya ataukah justru malah terlalu membebani. Hal tersebut
masih harus diteliti lebih jauh.
Perkataan jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan suatu
perbuatan dimana seseorang melepaskan uang untuk mendapatkan barang yang
dikehendaki secara suka rela.8
Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan” demikianlah rumusan pasal 1457
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.9
Dari perumusan pasal diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa penjual dan
pembeli terdapat hak dan kewajiban masing-masing. Pihak penjual berkewajiban
menyerahkan barang yang dijual, sedangkan pihak pembeli berkewajiban untuk
membayar harga yang dibeli kepada penjual.
Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama membagi jual beli
menjadi dua macam, yaitu jual beli yang dikategorikan sah (sahih), dan jual beli
yang dikategorikan tidak sah. Jual beli sahih adalah jual beli yang memenuhi
ketentuan syara, baik rukun maupun syaratnya, sedangkan jual beli tidak sah
adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual
beli menjadi rusak (fasid) atau batal.10
8 Ibid, h. 86
9 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), Cet. Ke-2 h. 7 10
Rachmat Syafe’I, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004), Cet. II h. 91
8
Kalau suatu ketika benda wakaf itu sudah tidak ada manfaatnya atau sudah
berkurang manfaatnya kecuali dengan ada perubahan pada benda wakaf tersebut
seperti menjual, merubah bentuk / sifat, memindahkan ketempat lain atau
menukar dengan benda lain, bolehkah perubahan itu dilakukan terhadap benda
wakaf tersebut?
Dari pemaparan di atas penulis tertarik untuk menulis dan meneliti
bagaimana pandangan fuqoha (para ahli fiqh) dalam menanggapi masalah jual
beli tanah wakaf untuk dipergunakan sebagai lahan pemakaman dengan mengacu
kepada pengelola jasa pemakaman umum untuk dituangkan sebagai karya ilmiah
dalam bentuk skripsi dengan judul “Bisnis Pemakaman Dalam Perspektif Islam”
(Studi komparatif antara TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang permasalahan diatas, dapat dikemukakan bahwa
permasalahan yang berkaitan dengan bisnis pemakaman ini cukup banyak, seperti
jual beli tanah untuk pemakaman, pelayanan jasa pengurusan pemakaman,
pelayanan rumah duka, pengabuan jenazah (kremasi), penyimpanan abu jenazah,
pelayanan jasa perawatan jenazah, usaha angkutan jenazah, dan lain sebagainya.
Dalam karya ilmiah ini, penulis hanya membatasi pada permasalahan yang
berkaitan dengan jual beli tanah khususnya tanah wakaf yang digunakan untuk
pemakaman dengan dikaitkan kepada pendapat fuqoha mengenai masalah
tersebut. Sedangkan untuk melengkapi data yang diperlukan, penulis mengambil
salah satu jasa pemakaman umum yang berada di wilayah Pondok Gede dan
9
Pondok Rangon sebagai sumber data primer. Adapun alasan penulis memilih TPU
Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon sebagai objek penelitian ini adalah untuk
mempermudah penulis dalam pengambilan data karena lokasinya yang tidak
terlalu jauh sehingga penulis dapat mempergunakan waktu yang terbatas dengan
sebaik-baiknya.
Adapun permasalahannya penulis rumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut :
1. Bagaimana prosedur jual beli tanah wakaf untuk pemakaman di TPU Pondok
Gede dan Pondok Rangon?
2. Berapa besar retribusi untuk pemakaman di TPU Pondok Gede dan Pondok
Rangon?
3. Bagaimana sistem perawatan makam di TPU Pondok Gede dan Pondok
Rangon?
4. Bagaimana pandangan fuqoha terhadap jual beli tanah wakaf untuk
pemakaman ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur jual beli tanah wakaf untuk
pemakaman di TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon
2. Untuk mengetahui berapa besar retribusi untuk pemakaman di TPU Pondok
Gede dan TPU Pondok Rangon
10
3. Untuk mengetahui bagaimana sistem perawatan makam di TPU Pondok Gede
TPU Pondok Rangon
4. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Fuqoha terhadap jual beli tanah
wakaf untuk pemakaman.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat bagi beberapa pihak diantaranya :
1. Untuk Fakultas, penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
dan literatur pada fakultas syariah dan hukum.
2. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan dan
pengetahuan agar lebih memahami tentang masalah tanah wakaf.
3. Bagi Penulis, penelitian ini untuk menambah wawasan keilmuwan penulis
dalam bidang yang ditekuni khususnya bidang hukum.
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer maupun data sekunder yang
berbentuk data kualitatif. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung
melalui observasi (pengamatan) dan wawancara (interview). Data sekunder
adalah data yang bersifat pelengkap guna melengkapi data-data yang sudah
didapat berupa literatur-literatur yang dianggap relevan dengan penelitian ini
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan ialah metode deskriptif kualitatif, yaitu suatu
penelitian yang bertujuan memberikan gambaran terhadap lembaga dalam bidang
11
pengelolaan wakaf, berdasarkan factor-faktor pengelolaan yang nampak dan
penelitian ini terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah dan keadaan
sebagaimana adanya, sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta (ex post de
facto).
Dari data-data inilah kemudian melakukan komparasi antara satu data dengan
data yang lain yang berkaitan dengan penulisan ini dan akhirnya memberikan
analisis terhadap data-data itu dalam hubungannya dengan penulisan, ini
merupakan penelitian komparatif, yakni studi yang dilakukan dengan
membandingkan antara dua lembaga dan disesuaikan dengan hukum Islam.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu:
a. Observasi (penelitian lapangan) mengadakan pengamatan langsung
terhadap objek darimasalah yang akan diteliti.
b. Wawancara, yaitu tanya jawab yang ada hubungannya dengan masalah
yang dibahas secara mendalam dengan mengajukan pertanyaan secara
lisan terhadap pegawai yang berada di lembaga yang berada di TPU
(Tempat Pemakaman Umum) Pondok Gede dan TPU (Tempat
pemakaman Umum) Pondok Rangon.
4. Teknik Analisis Data
Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya dianalisis secara
kualitatif, analisis data dilakukan setiap saat pengumpulan data di lapangan secara
berkesinambungan agar tercapai proses kesimpulan tertentu terhadap informasi
12
yang terdapat di dua lembaga tersebut dengan mempertimbangkan pernyataan-
pernyataan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal.
5. Teknik Penulisan Data
Adapun teknik penulisan data yang digunakan adalah berpedoman kepada
buku pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh fakultas Syariah dan
Hukum tahun 2007 dengan beberapa penulisan sebagai berikut:
1. Kutipan ayat-ayat Al-Qur’an tidak diberi catatan kaki (footnote), melainkan
dengan menyebut nama dan nomor ayat yang dikutip pada akhir kutipan.
2. Terjemahan ayat Al-Qur’an , Al- Hadits dan lain-lain dikutip satu spasi.
3. Dalam daftar kepustakaan Islam Al-Qur’an ditulis dalam urutan pertama.
4. Ejaan yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini ialah ejaan yang
disempurnakan (EYD).
F. Review Study Terdahulu
Yeni Handayani, Hukum Perwakafan Prosedur Pengelolaannya Berdasarkan
Hukum Islam dan Hukum Positif (PP. No. 28 / 1977), Fakultas Syariah dan
Hukum 2003. Dalam skripsi ini hanya membahas mengenai tata cara perwakafan
menurut hukum Islam dan hukum positif, selain itu ada pula masalah mengenai
perubahan benda wakaf boleh di jual, dipindahkan, di robah atau di ganti untuk
kemudian di atur kembali mengenai pemanfaatannya, sesuai dengan tujuan wakaf
dan kemaslahatan.
M. Ishak Zainul M, Tinjauan Hukum Islam Tentang Pengelolaan Tanah
Wakaf di Kecamatan Kembangan Jakarta Barat, Fakultas Syariah dan Hukum
13
2003. dalam skripsi ini hanya membahas tentang bagaimana pengurusan dan
pengawasan tanah wakaf, pengelolaan serta manfaat tanah wakaf seperti wakaf
masjid yang ada di daerah tersebut selain untuk salat berjamaah digunakan juga
untuk pengajian ibu-ibu, pengajian bapak-bapak, pengajian remaja, pengajian
anak-anak. Selain wakaf masjid ada pula wakaf yang digunakan untuk yayasan
baik itu berupa lembaga pendidikan dari mulai sekolah dasar Islam (SDI), sekolah
menengah pertama (SMP) dan SMU/K Islam adapula yang mengembangkan
dalam bentuk pondok pesantren.
Didin Samudin, Optimalisasi Pemberdayaan Wakaf Untuk Kesejahteraan
Umat di Era Modernisasi, Fakultas Syariah dan Hukum 2005. Dalam skripsi ini
hanya membahas tetang optimalisasi pemberdayaan wakaf, perubahan status dan
penggantian tanah wakaf dan membahas juga tentang wakaf tunai (uang) dapat di
pandang sebagai salah satu bentuk amal yang mirip dengan sadaqah, hanya saja
keduanya terdapat perbedaan. Dalam sadaqah baik substansi (aset) maupun hasil /
manfaatnya diperoleh dari pengelolanya, seluruhnya dipindah tangankan kepada
yang berhak menerimanya. Sedangkan dalam wakaf yang dipindahkan hanya
hasil / manfaatnya sedangkan substansi / asetnya tetap dipertahankan.
Rinawati, Efektivitas Pengelolaan dan Pemanfaatan Harta Wakaf. Studi
Kasus Pondok Pesantren Al-Hamidiyah Depok, Fakultas Syariah dan Hukum,
2005. Dalam skripsi ini hanya membahas tentang pengelolaan wakaf dalam ruang
lingkup pondok pesantren. Harta wakaf berupa gedung digunakan untuk
pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan tersebut
14
mulai dari pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) al-Hamidiyah, Taman
Pendidikan Qur’an (TPQ) Al-Hamidiyah, MTS dan MA Al-Hamidiyah, dan
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hamidiyah
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika
sebagai berikut :
1. Bab pertama yaitu pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode penelitian, review study terdahulu, dan sistematika penulisan.
2. Bab kedua yaitu sekitar masalah pemakaman dalam Islam. Pada bab ini
membahas mengenai pengertian makam dan dasar hukumnya, proses
terjadinya tanah makam dalam Islam, serta wakaf dalam perspektif Islam.
3. Bab ketiga yaitu gambaran umum TPU Pondok Gede dan TPU Pondok
Rangon dan manajemen pemakaman TPU Pondok Gede dan TPU Pondok
Rangon
4. Bab keempat yaitu analisis penulis tentang pengelolaan wakaf oleh TPU
Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon dan tinjauan hukum Islam.
5. Bab kelima yaitu penutup, kesimpulan dan saran-saran.
15
BAB II
PEMAKAMAN DALAM ISLAM
A. Pengertian Makam dan Dasar Hukumnya
Kata makam berarti kuburan. Kata kuburan berasal dari kata dasar kubur,
berasal dari bahasa Arab, yang berarti memendam, memasukkan, melupakan,
mengebumikan. Kata makam juga berarti tempat, tempat tinggal, dan kediaman.1
Kubur, dari bahasa Arab adalah kata kerja (verba) yang berarti menanam atau
memendam sesuatu, biasanya jenazah seseoramg atau bangkai hewan di dalam
tanah.2 Kuburan atau pekuburan adalah tempat di mana jenazah-jenazah dikubur.
Juga disebut pemakaman.3
Para ahli fiqih telah sepakat bahwa memakamkan atau menguburkan
jenazah hukumnya adalah fardu kifayah sebagaimana halnya memandikan,
mengafani, dan mensalatkan. Kewajiban menguburkan ini ditetapkan berdasarkan
Al-qur'an Surat Al-Mursalat ayat 25-26 :
óΟ s9r& È≅yèøgwΥ uÚö‘F{ $# $�?$xÏ. ∩⊄∈∪ [ !$u‹ ômr& $Y?≡ uθ øΒr&uρ ∩⊄∉∪ ) ت� )٢٦-٢٥ :ا��
Artinya:"Bukankah Kami menjadikan bumi (tempat) berkumpul, orang-
orang hidup dan orang-orang mati" (Q.s. Al-Mursalat : 25-26)
1 http://al-amien.ac.id/2008/11/30/makam-atau-maqam/
2 http://wikipedia.org/wiki/kubur:
3http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/03/17/BHS/mbm.20080317.BHS12664
6.id.htm:
16
Selain itu, dalam Surat Abasa ayat 21 dinyatakan:
§Ν èO …çµ s?$tΒr& … çν u�y9ø%r' sù ) ��� :٢١(
Artinya:"Kemudian Dia mematikannya dan memasukannya kedalam kubur" (Q.s.
Abasa : 21)
Hikmah dari pensyari'atan penguburan mayat itu ialah agar kemuliaan dan
kehormatannya sebagai manusia dapat terpelihara dan tidak menyerupai bangkai
hewan, karena Allah SWT telah menjadikan manusia sebagai makhluk-Nya yang
mulia. Selain itu agar manusia yang hidup tidak merasa terganggu oleh bau yang
tidak baik yang timbul dari jasadnya.
Menguburkan jenazah hukumnya wajib kifayah meskipun jenazahnya non
muslim. Rasulullah saw memerintahkan dan sekaligus sering turun tangan
melaksanakan penguburan. Di dalam hadits yang antara lain dari Abu Talhah
diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, dan An-Nasai. Selanjutnya dari
Abdullah bin Umar riwayat Ahmad dan Al-Bukhari diriwayatkan:
أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم أمر يوم بدر بأربعة وعشرين درب من صناديد قريش فجروا بأرجلهم فقذفوا يف طوامن اطواء
...خبيث خمبث بعضهم على بعضArtinya:"Bahwasanya Rasulullah saw pada hari Badar memerintahkan
(penguburan) dua puluh empat bangkai-bangkai kafirin Quraisy lalu
mereka menggusur kaki-kakinya dan dilemparkan kedalam lembah
diantara lembah-lembah Badar yang sangat kotor dan bau, bangkai-
bangkai itu saling bertumpukkan..." (H.R. Ahmad, Al-Mausuatul
17
Haditsiyah, Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal, XXVI:279, Al-Bukhari:
816)4
Hadits-hadits ini semakna, semuanya menceritakan tentang bangkai-
bangkai musyrikin Badar, hanya saja ada perbedaan-perbedaan sedikit lafad.
Hadits tentang peristiwa matinya Abu Talib, demikian pula Rasulullah saw
memerintahkan Ali bin Abu Talib menguburkannya.
فمن يواريهان عمك الشيخ الضل مات عن علي رضي اهللا عنه جئت مثحتدثن حدثا حتى تأتيين فواريته قال اذهب فوار أباك وال
فأمرين فاغتسلت ودعايل وذكر دعاء مل أحفظه Artinya:"Dari Ali bin Abu Thalib, ia mengatakan, "saya berkata kepada Nabi saw
(ketika Abu Thalib meninggal), sesungguhnya uak Anda syekh yang sesat
telah meninggal, siapakah yang menguburkannya? Beliau menjawab:
"Pergilah kuburkan olehmu dan jangan berkata apapun sebelum datang
lagi kepadaku", Maka aku pun menguburkannya lalu aku datang lagi
kepada Nabi saw maka beliau memerintahkan aku untuk mandi dan Nabi
pun mendoakan aku, lalu ia menerangkan doa yang aku tidak
menghafalnya" (H.R. Ahmad)5
B. Proses Terjadinya Tanah Makam Dalam Islam
1. Tinjauan Pelaksanaan dan Tata Cara Pemakaman dalam Islam
Mati adalah perpindahan dari alam ke alam yang lain, bukan hilang
semata-mata, tetapi ia adalah perceraian roh dari badan. Seperti terdapat dalam
Surat Al-Zumar ayat 42 :
4 Wawan Shofwan Sholehuddin, Risalah Al-Janaiz Ilmu dan Praktik, (Bandung,
Humaniora, 2006), Cet. Pertama , h.167 5 Ibid, h. 168
18
ª!$# ’®û uθ tGtƒ }§àΡF{ $# t Ïm $yγÏ?öθ tΒ ÉL©9$#uρ óΟ s9 ôMßϑ s? ’Îû $yγÏΒ$ oΨ tΒ ( Û� Å¡ ôϑ çŠsù ÉL©9$#
4|Ó s% $pκö� n=tæ |Nöθ yϑ ø9$# ã≅Å™ö� ムuρ #“t� ÷z W{ $# #’n<Î) 9≅y_r& ‘‡Κ |¡ •Β 4 ¨β Î) ’Îû š� Ï9≡sŒ
;M≈ tƒ Uψ 5Θ öθ s)Ïj9 šχρã� ©3 xtGtƒ ) ) ٤٢: ا�!م
Artinya:"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa
(orang) yang belum mati diwaktu tidurnya. Maka ditahanlah jiwa (orang)
yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain
sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir" (Q.s. Al-
Zumar : 42)
Setiap orang akan merasakan kematian dan manusia tidak akan bisa lari
dari kematian. Karena semua yang ada di dunia akan musnah dan tidak ada yang
akan kekal di dunia ini selain Allah s.w.t. Firman Allah s.w.t dalam Surat Ali-
Imran ayat 185:
‘≅ä. <§øtΡ èπ s)Í←!#sŒ ÏNöθ pRùQ$# 3 $yϑ ‾ΡÎ) uρ šχöθ ©ùuθ è? öΝ à2u‘θ ã_é& tΠöθ tƒ Ïπ yϑ≈ uŠÉ)ø9$# ...
ان ( �� )١٨٥: أل
Artinya:"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada
hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu ..." (Q.s. Ali Imron :185)
Dalam sejarah kematian, dalam Al-qur'an pada Surat Al-Maidah ayat 27-
31 yang terjadi pada anak-anak Nabi Adam a.s. Pada saat itu beliau mempunyai 2
putra yang bernama Qabil dan Habil dan 2 orang putri yang bernama Iqlimah dan
Labudah. Iqlimah dan Qabil adalah saudara kembar, begitu juga Labudah lahir
kembar dengan Habil.
19
"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Qabil dan Habil)
menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka
diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima yang
lain (Qabil)".
Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
bertaqwa". "Sesungguhnya kalau kamu mengerakkan tanganku kepadamu untuk
membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam".
"Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa
(membunuh) ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka
dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-oarang yang zalim".
Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh
saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-
orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-
gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya
menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa
aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan
mayat saudaraku ini. Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang
menyesal".
Pada ayat 27 dijelaskan bahwa disinyalir sebab terjadinya perselisihan
Qabil dan Habil adalah "kecantikan" Iqlimah yang diperebutkan, sehingga Qabil
20
berani melanggar suatu hukum yang telah ditetapkan.6 Hal ini membuat keresahan
mendalam dan berlarut-larut bagi Nabi Adam a.s selaku orang tua mereka.
Hingga datangnya petunjuk Allah permintaan kurban bagi kedua bersaudara itu
dengan ketentuan kurban yang diterima berhak atas Iqlimah. Habil
mempersembahkan seekor domba, sedangkan Qabil mempersembahkan gandum
karena ia petani dan tanpa peduli apakah diterima atau tidak, sedang Habil
seorang peternak yang dengan ternaknya ia persembahkan seekor domba
terbaiknya dengan penuh harap dan hati yang rida, bahkan seperti kata Ismail bin
Rafi' bahwa satu-satunya harta yang disayanginya adalah domba tersebut.7
Menurut Al-Sadiy bahwa sebelum Qabil bermaksud membunuh Habil,
Habil telah berada di puncak sebuah gunung dan pada suatu kesempatan Qabil
mendatanginya, sedangkan Habil pada saat itu dalam keadaan tidur, maka ia pun
memanfaatkan keadaan tersebut dengan mengangkat sebuah batu (yang cukup
berat) lalu ditimpakannya keatas kepala Habil yang membawa kepada
kematiannya. Sedangkan menurut Ibnu Juraih, Qabil belum mengetahui cara
membunuh saudaranya itu dan dengan bantuan Iblis memperagakan cara itu dan
dapatlah ia melakukannya. Cara yang dimaksud melalui visual seekor burung
yang kepalanya diletakkan di atas batu yang kemudian ditimpa dengan batu pula
sehingga kepalanya hancur.
6 Muhammad Jalli Al-Manla, Qisas Al-qur'an, (T.tp., Darul Fikr, t.th) h.11
7 Ibid., h. 55
21
Lalu Allah SWT mengutus dua ekor burung gagak yang saling membunuh
dan salah satunya mati terbunuh dan yang lainnya dengan cakarnya menggaruk-
garuk tanah membuat lubang untuk menanam kawannya itu.
Dengan penjelasan dari ayat tersebut bahwa Habil adalah orang yang
pertama kali meninggal dunia di muka bumi ini.
Namun setelah Islam datang, terdapat ketentuan-ketentuan yang wajib
dilakukan terhadap suatu mayat bagi orang-orang masih hidup. Maka ada
beberapa kewajiban yang berhubungan antara yang masih hidup dengan mayat
apabila seorang muslim meninggal, maka fardu kifayah atas orang hidup
menyelenggarakan 4 perkara yaitu: memandikan mayat, mengafani mayat,
mensalatkan mayat, dan menguburkan mayat.8
a. Memandikan Mayat
Syarat memandikan mayat :
1) Mayat tersebut adalah seorang muslim.
2) Mayat tersebut bukan anak yang gugur (lahir dalam keadaan mati)
memandikan anak yang gugur itu tidak wajib.
3) Badan mayat itu masih ada sebatas ukuran adanya, sekalipun sedikit.
4) Mayat tersebut bukan seorang yang mati syahid yang terbunuh ketika
menegakkan kalimat Allah (perang) sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
tentang orang-orang yang terbunuh ketika perang Uhud:
8 H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2003), h. 164
22
ةاميالق موكا يسم حفوم يكل د ح أورفإن كل ج مهسلوغال ت همليل عصي لمرواه أمحد(و(
Artinya:"Janganlah kalian memandikan mereka (orang-orang yang terbunuh
dalam perang) karena sesungguhnya setiap luka (pada badannya) atau
setiap tetesan darahnya akan berbau semerbak pada hari kiamat laksana
semerbak minyak kasturi dan mereka disembahyangkan" (H.R. Imam
Ahmad)9
b. Mengafani mayat
Mengafani mayat adalah fardu kifayah atas orang yang hidup setelah
memandikan mayat. Batas minimal kain kafan bagi mayat adalah yang dapat
menutup badannya. Baik dari mayat tersebut laki-laki maupun perempuan.
c. Mensalatkan mayat10
Dalam mensalatkan jenazah, terdapat beberapa rukun salat jenazah yang
harus ditaati yaitu sebagai berikut:11
1. Niat.
2. Takbir-takbir, yaitu empat kali takbir termasuk takbiratul ihram.
3. Berdiri sampai salat jenazah tersebut sempurna.
4. Berdo'a untuk mayat.
5. Salam setelah takbir yang keempat.
9 Abdurrahman Al-Juzairi, Fiqh Empat Madzhab jilid ke-3 (bagian ibadat II), (Darul
Ulum Press, 1994), h. 243 10
Ibid., h. 269 11
Al-Juzairi, Fiqh Empat Madzhab, h. 281
23
d. Menguburkan mayat
Para ahli fiqh sependapat mengatakan mengebumikan jenazah adalah
fardu kifayah atas yang hidup, karena suatu tindakan meninggalkan mayat di atas
bumi adalah merusak kehormatannya dan baunya mengganggu orang ramai.
Asas penguburan mayat terdapat dalam Al-qur'an Surat Al-Mursalat ayat
25-26 :
óΟ s9r& È≅yèøgwΥ uÚö‘F{ $# $�?$xÏ. ∩⊄∈∪ [ !$u‹ ômr& $Y?≡ uθ øΒr&uρ ∩⊄∉∪ ) ت� )٢٦-٢٥: ا��
Artinya:"Bukankah kami telah menjadikan bumi (sebagai tempat) penampungan
dan penghimpun (penduduknya) yang hidup dan yang mati" (Q.s.
Almursalat : 25-26)
Firman Allah s.w.t dalam Surat Al-Maidah ayat 31 mengenai
pengebumian Habil :
y] yèt7 sù ª!$# $\/#{� äî ß] ysö7 tƒ ’Îû ÇÚö‘F{ $# … çµ tƒ Î�ã�Ï9 y# ø‹ x. ”Í‘≡uθ ムnο u öθ y™ ϵ‹Åz r& 4...
)٣١: ا��+*(ة (
Artinya:"Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi
untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana ia harus
menguburkan mayat saudaranya" (Q.s. Al Maidah : 31)
Bila tidak memungkinkan untuk dikuburkan seperti halnya apabila ia mati
didalam kapal laut yang jauh dari pantai dan sulit untuk mendarat di suatu tempat
yang memungkinkan untuk menguburnya di tempat tersebut sebelum baunya
berubah, maka hendaklah ia diikat dengan suatu beban yang berat lalu
dijatuhkan ke dalam air. Dan ketika memungkinkan untuk dikubur,maka
24
hendaklah ia digalikan lubang di tanah. Ukuran minimal dalamnya adalah
sebatas dapat mencegah terciumnya bau mayit dan mencegah (kemungkinan)
dibongkar oleh binatang buas.
12
Setelah memandikan mayat, mengafani, dan mensalatkan, maka
kewajiban yang keempat adalah menguburkan yaitu dengan beberapa tahapan:13
1. Penggalian tanah dengan ukuran minimal dalamnya adalah sebatas dapat
mencegah terciumnya bau mayat dan mencegah (kemungkinan) dibongkarnya
oleh binatang buas.
2. Lalu mayat diletakkan kedalam liang lahat yang telah digali dan hendaknya
diberi langit-langit. Mayat wajib dimiringkan kekanan menghadap kiblat.
3. Lalu mayat ditimbun dengan tanah sehingga tanah menutup kuburan. Namun
sebelum ditutup lahad tersebut haruslah dibuka tali-tali yang mengikat kepala
dan kaki mayat.
Terkait dengan peristiwa pemakaman, dalam hukum fiqih Islam dikenal
berbagai sebutan/cara untuk memperoleh hak. Cara itu antara lain melalui: Jual-
beli, tukar-menukar, infak, sedekah, hadiah, wasiat, wakaf, warisan, hibah, zakat,
dan ihyaul mawat.
Hukum Islam tidak secara khusus membedakan mana titel/cara
memperoleh hak yang hanya untuk tanah saja, dan mana yang untuk benda lain
non tanah. Namun dari bentuk-bentuk di atas, ihyaul mawat adalah istilah untuk
12
Abdurahman Al-Juzairi, Fiqh Empat Madzhab, (Jakarta; Darul Umum Press, 1999),
h.304 13
Ibid., h. 544
25
membuka tanah baru, jadi satu-satunya cara yang langsung dihubungkan dengan
tanah. Sedangkan untuk zakat, kalau dikaitkan dengan tanah, maka lazimnya yang
dizakatkan atau dipindahkan haknya bukanlah tanahnya sendiri, tetapi hanya hasil
tanah seperti pertanian atau perkebunan. Mengenai wakaf, akan dibicarakan
secara khusus dalam sub-bab berikut. Dengan demikian titel lainnya secara umum
dapat dilakukan baik untuk tanah maupun benda lainnya non tanah.
Sedekah, hibah dan hadiah adalah merupakan bentuk pemberian secara
umum. Sedekah adalah memberikan satu benda atau hak milik semata-mata
karena mengharapkan keridhaan dan balasan dari Allah SWT. Sedekah ini
merupakan kebajikan yang sangat dianjurkan oleh Islam. Dalam Al-qur'an, istilah
sedekah digunakan juga untuk zakat seperti pada Surat Al-Taubah 60 yang
menjelaskan tentang delapan jenis atau golongan yang berhak menerima zakat.
Adapun hibah ialah memberikan harta secara suka rela ketika masih hidup kepada
seseorang. Menurut Imam Abu Hanifah dan Ahmad, hibah baru sah kalau ada
ijab, qabul dan penyerahan barang. Sedangkan Imam Malik dan Ahmad dalam
riwayat lainnya berpendapat bahwa hibah sudah sah dengan adanya ijab dan qabul
tidak perlu diiringi secara riil.
Satu cara lain untuk memperoleh hak milik yang dikenal dalam Islam
adalah melalui ganimah atau harta rampasan perang. Semua yang diperoleh
pasukan Islam dari orang kafir dalam pertempuran, dijadikan ghanimah atau harta
rampasan perang, kecuali tanah. Seperlima dari harta rampasan itu diserahkan
kepada Negara, dan yang empat perlima dibagikan kepada para pejuang. Melalui
26
bagian yang empat perlima inilah kaum muslimin mendapatkan hak milk
walaupun ghanimah itu bukan tujuan.
Kemudian upah (ujrah, ajrun) juga merupakan salah satu cara seseorang
untuk mendapatkan hak. Dengan melakukan satu prestasi, seseorang memperoleh
imbalan pembayaran, baik berupa uang, maupun benda lainnya termasuk tanah.
Mengenai hal ini Rasulullah memberikan petunjuknya dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Baihaqi sebagai berikut: "Berikanlah kepada buruh itu upahnya
sebelum keringatnya dan beritahukanlah jumlah pekerjaannya itu".
Dalam pengertian dan bentuknya yang lebih luas pada waktu sekarang,
upah ini dapat muncul dengan berbagai istilah seperti gaji, honorarium, insentif,
imbalan, dan lain-lain. Imbalan atau gaji dalam hal ini bisa saja dalam bentuk
yang paling lazim yaitu uang, tapi bisa juga dalam bentuk barang-barang atau
bahkan tanah. Jadi pada dasarnya yang diberikan oleh penerima upah adalah
pekerjaan atau jasa dan dengan itu mereka menerima suatu hak. Sehubungan
dengan cara memperoleh hak seperti ini, kita mengenal pegawai negeri, pegawai
swasta, dokter, pengacara, notaris, konsultan, pengusaha jasa angkutan, tukang,
dan profesi lainnya.14
C. Wakaf Dalam Perpspektif Islam dan Jual Beli
Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang
eksplisit dalam Al-Quran dan sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf
14 Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2004), Cet.5, h. 17-20
27
merupakan bagian dari perintah untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti
kebaikan). Dasarnya adalah firman Allah s.w.t dalam Surat Al-Hajj ayat 77:
(#θ è=yèøù$#uρ u�ö�y‚ø9$# öΝ à6 ‾=yès9 šχθ ßsÎ=øè? ) -.�٧٧: ا(
Artinya:"Dan berbuatlah kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan" (Q.s. Al-
Hajj)15
Taqiy al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasqi menafsirkan
bahwa perintah untuk melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan
wakaf. Penafsiran menurut al-Dimasqi tersebut relevan (munâsabau) dengan
firman Allah tentang wasiat.
|=ÏGä. öΝä3ø‹n=tæ #sŒÎ) u�|Øym ãΝä.y‰tnr& ßNöθyϑø9$# βÎ) x8t�s? #��ö�yz èπ§‹Ï¹uθø9$# Ç÷ƒy‰Ï9≡uθù=Ï9
tÎ/t�ø%F{$#uρ Å∃ρã�÷èyϑø9$$Î/ ( $)ym ’n?tã tÉ)−Fßϑø9$# ) ة )١٨٠: ا��0
Artinya:"Kamu diwajibkan berwasiat apabila sudah didatangi (tanda-tanda)
kematian dan jika kamu meninggalkan harta yang banyak untuk ibubapak
dan karib kerabat dengan cara yang ma`ruf; (ini adalah) kewajiban atas orang-
orang yang takwa" (Q.s. Al-Baqarah : 180)16
Dalam ayat tentang wasiat, kata al-khayr diartikan dengan harta benda.
Oleh karena itu, perintah melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan
ibadah bendawi. Dengan demikian, wakaf sebagai konsep ibadah kebendaan
berakar pada al-khayr. Allah memerintahkan manusia agar mengerjakannya.
Ibadah bendawi merupakan kebaikan universal. la dianggap baik oleh
semua orang, baik penganut agama maupun orang-orang yang tidak beragama.
15
Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), h. 7 16
Ibid., h. 7
28
Meskipun demikian, wakaf untuk kepentingan umum secara empiris dapat dibedakan
menjadi dua. Pertama, wakaf yang berguna bagi semua orang (termasuk non-muslim),
seperti wakaf tanah untuk jalan. Kedua, wakaf yang digunakan hanya oleh umat
Islam, seperti wakaf untuk masjid dan taman pemakaman muslim.
Dalam hadis dikatakan bahwa wakaf disebut dengan sedekah jariyah
(sadaqah jariyah). Dalam perspektif ini, wakaf dianggap sebagai bagian dari
sedekah. Secara umum, sedekah dapat dibedakan menjadi dua: sedekah yang wajib
dan sedekah yang sunah. Sedekah yang sunah pun dapat dibedakan menjadi dua
pula: sedekah yang pahalanya tidak senantiasa mengalir, dan sedekah yang
pahalanya senantiasa mengalir meskipun pihak yang menyedekahkan hartanya
telah meninggal dunia. Sedekah yang terakhir disebut wakaf. Imam Muslim
meriwayatkan dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad s.a.w
bersabda:
اذا مات االنسان انقطع عنه عمله اال من ثالثة صدقة جارية او علـم له وعدح يالص لدو او به فعتني
Artinya:"(Seluruh pahala) perbuatan manusia terputus apabila telah meninggal kecuali
tigaperkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang
mendoakannya"17
Imam Muslim menempatkan hadits tersebut tidak dibawah judul bab alwaqf,
tetapi ditempatkan dengan judul Pahala yang Diperoleh Manusia Setelah
Meninggal (mâ yalhiq al-insân min al-tsawâb ba'd wafâtih). Judul bab al-waqf
17
Lihat Imam Muslim, Sahih Muslim, (Bandung: Dahlan, t.th), juz II, h. 14.
29
ditempatkan setelah hadits tersebut. Oleh karena itu, terdapat kesan bahwa hadits
ini bukan bagian dari hadits tentang wakaf. Meskipun demikian, dalam sejarah
dijelaskan bahwa yang membuat judul hadits-hadits dalam kitab Shahih Muslim bukanlah
Imam Muslim, melainkan oleh ulama sesudahnya.
Selain sedekah jariyah, wakaf disebut pula dengan al-habs (al-ahbas,
jamak). Secara bahasa, al-habs berarti al-sijn (penjara), diam, cegahan, rintangan,
halangan, "tahanan," dan pengamanan. Gabungan kata ahbasa (al-habs) dengan
al-mâl (harta) berarti wakaf (ahbasa al-mâl). Penggunaan kata al-habs dengan
arti wakaf terdapat dalam beberapa riwayat. Pertama, dalam hadits riwayat Imam
Bukhari dari Ibn Umar yang menjelaskan bahwa Umar Ibn al-Khatab datang kepada
Nabi saw meminta petunjuk pemanfaatan tanah miliknya di Khaibar. Nabi saw
bersabda:
ان شئت حبست اصلها وتصدقت اArtinya:"Bila engkau menghendaki, tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah
hasilnya (manfaatnya)” (HR. Bukhari)18
Imam Bukhari selanjutnya mengutip penjelasan Ibn Umar yang mengatakan:
فتصدق بها عمر انه اليباع اصلها وال يهب وال يـورث ىف الفقراء والقريب والرقاب وىف سبيل اهللا والضيف وابن السبيل
منها باملعروف اويطعم صديقا من وليها ان يأكل الجناح على غري متمول فيه
18
Imam Bukhari, Sahih Bukhari (Semarang: Thaha Putra, 1981), juz III, h. 196
30
Artinya:"Umar ra menyedekahkan tanahnya di Khaibar. Tanah itu tidak dijual,
tidak dihibahkan, dan tidak pula diwariskan kepada orang-orang fakir,
kerabat, hamba, kepentingan umum, tamu, dan Ibn Sabil. Orang yang
memeliharanya (nazhir) dibolehkan memakan hasil dari tanah tersebut
dengan cara yang ma'ruf atau dengan cara yang baik yang tidak
berlebihan" (HR. Bukhari)19
Secara umum, pengelolaan harta dalam Islam dapat dikelompokkan
menjadi tiga: Pertama, pengelolaan harta yang berhubungan dengan ekonomi
masyarakat (kerakyatan) seperti mudarabah, syirkah, dan wadiah. Istilah teknis
yang digunakan dalam ekonomi kemasyarakatan adalah al-mubadalat (pertukaran,
barter). Kedua, pengelolaan harta yang berhubungan dengan ekonomi negara
seperti harta rampasan perang (al-ghanimah), fay', kharaj, zakat, pajak, dan wakaf.
Istilah teknis ekonomi negara adalah al-iqtihadiyyat. Oleh karena itu, konsep wakaf
pada dasarnya berhubungan dengan pengelolaan harta yang menyangkut
pemenuhan kepentingan publik (umum) yang dapat diatur oleh negara. Atas dasar
pertimbangan tersebut, Mohammad Daud Ali menjelaskan sistem ekonomi Islam
dengan hanya menjelaskan dua topik: zakat dan wakaf. Ketiga, pengelolaan harta
yang berhubungan dengan ekonomi keluarga (al-ahwal al-syakhsiyyah). Bidang-
bidang yang termasuk ekonomi keluarga adalah nafkah materi, tirkah (waris), dan
hibah.20
Secara umum, wakaf berhubungan dengan tiga kegiatan ekonomi.
Pertama,wakaf berhubungan dengan ekonomi kerakyatan karena benda
19
Ibid., h. 196 20
Mubarok, wakaf produktif, h. 11
31
yang telah diwakafkan tidak boleh diperjualbelikan. Pembahasan mengenai jual-
beli (al-buyu) termasuk al-mubadalat. Kedua, wakaf berhubungan dengan
ekonomi negara karena benda wakaf bukan lagi milik perorangan, melainkan
menjadi milik umum (milk allah). Ketiga, wakaf berhubungan dengan ekonomi
keluarga karena wakaf juga dapat dibedakan menjadi: wakaf umum (khayri) dan
wakaf keluarga (ahli). Wakaf yang berhubungan dengan ekonomi keluarga adalah
wakaf ahli.21
Akad lazim adalah akad yang menyebabkan terjadinya perpidahan
kepemilikan (intiqal al-milkiyyah), sementara akad gayr lazim adalah akad
yang tidak menyebabkan terjadinya kepemilikan benda (atau objek) yang
diakadkan. Di antara perbuatan hukum yang termasuk akad lazim adalah jual-beli,
sedangkan diantara perbuatan hukum yang termasuk pada akad gayr lazim adalah
pinjam dan sewa.22
Salah satu ikhtilaf ulama dalam bidang perwakafan adalah mengenai
kepemilikan dan hukum menjual benda yang telah diwakafkan. Menurut Abu
Hanifah, benda yang telah diwakafkan masih tetap milik pihak yang mewakafkan
karena akad (transaksi) wakaf termasuk akad gayr Iazim (tidak menyebabkan
pindahnya kepemilikan benda wakaf), kecuali: (1) wakaf untuk masjid, (2)
wakaf yang ditetapkan dengan keputusan hakim, (3) wakaf wasiat, dan (4) wakaf
untuk kuburan (makam). Oleh karena itu, benda yang telah diwakafkan selain
21
Ibid., h. 12 22
Ibid., h. 40
32
empat wakaf tersebut, dapat dijual, diwariskan, dan dihibahkan. la (benda wakaf)
berubah menjadi benda waris ketika pihak yang mewakafkan (waqif, wakif)
telah meninggal dunia.23
Dua argumentasi Abu Hanifah mengenai kebolehan menjual benda wakaf
adalah: Pertama, argumentasi rasional yang berupa qiyas, yakni Abu Hanifah
menganalogikan wakaf kepada pinjam (al-'ariyah). Akad pinjam termasuk gayr
lazim sehingga bendanya masih tetap milik pihak yang meminjamkan. Kedua,
argumentasi berupa hadis yang kemudian diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi
yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw pemah menjual benda wakaf.
Secara umum, wakaf dibedakan menjadi dua: wakaf ahli (khusus) dan wakaf
khayri (umum). Akan tetapi, dalam perjalanannya, wakaf ahli (wakaf khusus
untuk keluarga) tidak pernah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Salah
satu topik wakaf yang berhubungan dengan Undang-undang Nomor 41 Tahun
2004 adalah kelanggengan wakaf. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik ditetapkan bahwa wakaf bersifat mu'abbad
(selamanya). Ketentuan yang sama juga terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam.
Sementara dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 ditetapkan bahwa benda
wakaf dimanfaatkan untuk selamanya atau untuk jangka waktu tertentu. Oleh karena
itu, membicarakan kelanggengan dan kesementaraan wakaf penting dilakukan.24
23
Ibid., h. 41 24
Ibid.,h. 43
33
Pada prinsipnya, tanah dibedakan menjadi dua: (i) tanah hak milik, clan
(2) tanah negara. Dari segi penggunaan, tanah hak milik dapat digunakan
langsung oleh pemegang hak, dan dapat juga digunakan oleh pihak lain.
Dalam hal penggunaannya, apabila tanah hak milik digunakan oleh pihak
lain akan melahirkan tujuh macam hak: (1) hak guna bangunan (HGB), (2) hak pakai
(HP), (3) hak sewa untuk bangunan (HSUB), (4) hak gadai, (5) hak usaha bagi hasil,
(6) hak menumpang, dan (7) hak sewa tanah pertanian. Sementara apabila tanah
negara digunakan oleh pihak lain akan melahirkan macam hak: (1) hak guna usaha
(HGU) dan (2) hak pakai.
Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 ditetapkan bahwa benda yang
dapat diwakafkan dibedakan menjadi dua: (1) wakaf benda tidak bergerak , dan
(2) wakaf benda bergerak.25
Benda wakaf yang termasuk benda tidak bergerak mencakup: (1) hak atas tanah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang
sudah maupun yang belum terdaftar; (2) bangunan atau bagian bangunan yang
berdiri di atas tanah yang diwakafkan; (3) tanaman dan benda lain yang berkaitan
dengan tanah; (4) hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku; (5) benda tidak bergerak lain sesuai
dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam peraturan pemerintah ditetapkan bahwa secara umum, objek wakaf
25
Ibid., h. 73.
34
dibedakan menjadi tiga: (1) benda tidak bergerak yang berupa tanah, bangunan,
tanaman, dan benda lain yang terkait dengan tanah; (2) benda bergerak selain
uang; dan (3) benda bergerak berupa uang.
Benda tidak bergerak yang berupa tanah dan bangunan meliputi (1) hak atas
tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik
yang sudah maupun yang belum terdaftar; (2) bangunan atau bagian dan bangunan
yang berdiri di atas tanah; (3) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; (4)
hak milik atas suatu rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; (5) benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan
peraturan perundang-undangan.
Hak atas tanah yang dapat diwakafkan adalah (1) hak milik atas tanah, baik
yang sudah maupun yang belum terdaftar; (2) hak guna bangunan, hak guna usaha,
atau hak pakai di tanah negara; (3) hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak
pengelolaan atau hak milik, wajib mendapat izin tertulis pemegang hak pengelolaan atau
hak milik; dan (4) hak milik atas satuan rumah susun.
Benda wakaf tidak bergerak yang berupa hak atas tanah dapat diwakafkan
berikut bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.
Sementara wakaf hak atas tanah yang diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah
daerah, BUMN/BUMD, atau pemerintahan desa, wajib mendapat izin dari pejabat
yang berwenang.
Syarat-syarat wakaf hak atas tanah (hak milik, hak guna bangunan, hak guna
35
usaha, dan hak pakai di atas tanah negara) adalah bahwa hak-hak tersebut wajib
dimiliki dan dikuasai oleh wakaf secara sah, serta bebas dari segala sitaan, perkara,
sengketa, dan tidak dijaminkan.26
Pada prinsipnya, wakaf tanah hanya dapat dilakukan secara muabbad
(untuk selama-lamanya) sebab dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006
ditetapkan bahwa benda wakaf tidak bergerak berupa tanah hanya dapat
diwakafkan untuk jangka waktu selama-lamanya. Akan tetapi, wakaf hak atas tanah yang
berupa hak guna bangunan dan hak guna pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik
boleh dilakukan dalam jangka waktu tertentu (mu'aqqat).
Pertama,dalam kaitannya dengan wakaf, hak guna bangunan perlu
diperhatikan dari segi asalnya. Berdasarkan asal-usul tanah, hak guna bangunan
dibedakan menjadi tiga: (1) hak guna bangunan atas tanah negara; (2) hak guna
bangunan atas tanah hak pengelolaan, dan (3) hak guna bangunan atas tanah hak
milik.
Tiga macam hak guna bangunan dari segi asal-usulnya dapat diwakafkan
menurut peraturan perundang-undangan. Hanya saja, wakaf hak guna bangunan di
atas tanah negara hanya boleh dilakukan secara muabbad (untuk selama-lamanya).
Sementara wakaf hak guna bangunan di atas hak pengelolaan, dan wakaf hak guna
26
Ibid., h. 74.
36
bangunan di atas hak milik boleh dilakukan secara mu'aqqat (dalam jangka waktu
tertentu).27
Sebelum menjelaskan wakaf hak guna bangunan di atas hak pengelolaan
(HPL), kiranya hak pengelolaan yang dimaksud perlu dijelaskan terlebih dahulu.
Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Subjek atau pemegang hak pengelolaan dapat berupa: (1) instansi
pemerintah termasuk pemerintah daerah, (2) Badan Usaha Milik Negara; Badan
Usaha Milik Daerah, (4) PT Persero, (5) badan otoritas, clan, (6) badan-badan
hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah. Secara umum, status tanah
yang dibebani hak pengelolaan adalah tanah negara. Dengan demikian, tanah
negara dapat dibebani hak pengelolaan. Hak pengelolaan dapat dibebani hak guna
bangunan. Hak guna bangunan di atas hak pengelolaan dapat diwakafkan secara
mu'aqqat.
Dengan demikian, instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, PT Persero, badan otoritas,
dan badan-badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah, dapat
mewakafkan — untuk sementara waktu — sebagian hak yang dimilikinya yaitu
berupa hak pengelolaan.
Kedua, objek wakaf yang dapat dilakukan secara muaqqat adalah hak,
yaitu hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
27
Ibid., h. 74.
37
langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Yang memberi wewenang dan
kewajiban ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dengan
perjanjian dengan pemiliknya yang bukan perjanjian sewa atau pengolahan tanah.
Subjek hak pakai adalah (1) warga negara Indonesia; (2) badan hukum
yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; (3)
departemen, lembaga pemerintah non-departemen, dan pemerintah daerah; (4)
badan-badan kegamaan dan sosial; (5) orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
(6) badan hukum asing yang memunyai perwakilan di Indonesia; dan (7) perwakilan
negara asing dan perwakilan badan internasional. Jangka waktu hak pakai dibedakan
menjadi dua: (1) hak pakai di atas tanah arab dan tanah hak pengelolaan, dan (2) hak pakai
di atas tanah hak milik.
Jangka waktu hak pakai di atas tanah negara dan tanah hak pengelolaan
adalah 25 tahun, dapat diperpanjang dan juga dapat diperbarui; sedangkan jangka
waktu hak pakai di atas hak milik paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Akan tetapi, kesepakatan antara pemegang hak pakai dengan pemegang hak milik
dapat dijadikan dasar untuk memperbarui hak pakai yang baru dengan akta yang
dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan.
Hak pakai atas tanah hak pengelolaan dapat beralih dan dialihkan serta dapat
dijadikan jaminan. Pengalihan hak pakai atas hak pengelolaan terjadi dengan carat
(1) jual-beli, (2) tukar-menukar, (3) penyertaan dalam modal, (4) hibah, dan (5)
pewarisan.
38
Dari segi pengalihan, hak pakai memang dapat diwakafkan dalam jangka
waktu tertentu mengingat hak tersebut merupakan hak ikutan (tabaiyah), bukan
hak pokok (ashliyyah). Jika jangka waktu hak pakai berakhir, hukum wakaf
yang mengikutinya juga berakhir.28
Wakaf adalah akad lazim (harus dilaksanakan) yang tidak boleh
dibatalkan, bersifat tetap yang tidak mungkin diubah dan tidak boleh dibatalkan.
Sebab, ia termasuk salah satu sedekah yang dikeluarkan karena Allah Ta'ala,
sehingga ia tidak boleh diambil kembali, seperti halnya sedekah. Ketika seseorang
mengucapkan: "Aku wakafkan rumahku," atau "aku wakafkan mobilku," atau
"Aku wakafkan bukuku," maka akad tersebut harus dilaksanakan, tidak ada
khiyâr al-majlis (hak memilih untuk melanjutkan atau membatalkan ketika
masih di tempat akad), tidak seperti wasiat. Sebab, wasiat adalah akad yang tidak
dilaksanakan pada saat pengucapan. Namun, baru dilaksanakan setelah seseorang
yang berwasiat itu meninggal.29
Bahwasannya keluarnya harta dengan derma (pemberian) bisa berupa
hibah, hadiah dan sedekah. Jika tujuannya adalah untuk mendapatkan pahala
akhirat, maka dinamakan sedekah. Jika dimaksudkan untuk kasih sayang dan
mempererat hubungan, maka dinamakan hadiah. Sedangkan jika dimaksudkan agar
orang yang diberi, dapat memanfaatkannya, akan dinamakan hibah.30
28
Ibid., h. 76. 29
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin. Panduan Wakaf Hibah dan Wasiat
Menurut Al-Quran dan as-Sunnah, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2008), h. 84-85. 30
Ibid., h. 101.
39
a. AI-Hibah, yakni pemberian sesuatu kepada yang lain untuk dimiliki
zatnya tanpa mengharapkan penggantian (balasan) atau dijelaskan oleh Imam
Taqiy al-Din Abi Bakr Ibnu Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifayat al-
Akhyarl bahwa al-Hibah ialah:
التملك بغري عوضArtinya: “Pemilikan tanpa penggantian"
b. Sadaqah, yakni pemberian zat benda dari seseorang kepada yang lain tanpa
mengganti dan hal ini dilakukan karena ingin memperoleh ganjaran (pahala)
dari Allah Yang Maha Kuasa.
c. Wasiat, yang dimaksud dengan washiat menurut Hasbi AshSiddiqie
ialah:
بعد عقد يوجب به االنسان يف حيا ته تبزعا من مال لغريه اتهوف
Artinya:"Suatu akad yang dengan akad itu mengharuskan di masa
hidupnya mendermakan hartanya untuk orang lain yang diberikan
sesudah wafatnya".
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa washiyyat
adalah pemberian seseorang kepada yang lain yang diakadkan ketika
hidup dan diberikan setelah yang mewasiatkan meninggal dunia. Sebagai
catatan perlu diketahui bahwa t idak semua wasiat itu termasuk
pemberian.
40
d. Hadiah, yang dimaksud dengan hadiah ialah pemberian dar i
seseorang kepada orang lain tanpa adanya penggantian dengan maksud
memuliakan.31
Tanah wakaf tidak untuk diperjuabelikan. Terutama apabila jual beli
dimaknai sebagai suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan.32
31
Hendi Suhendi, Fiqh Muamallah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.
210-211. 32
R. Subekti & R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdana, (Jakarta:
PT Pradnya Paramita, 2004), h. 366.
41
BAB III
TINJAUAN UMUM TPU PONDOK GEDE DAN TPU PONDOK RANGON
A. Gambaran Umum
1. TPU Pondok Gede
a. Sejarah Singkat
TPU Pondok Gede terletak di Desa Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede,
Kabupaten Bekasi. Dari zaman Belanda keberadaan pemakaman ini sudah ada
sejak puluhan tahun yang lalu. Tanah kuburan yang terletak di desa Jatimakmur
Kecamatan Pondok Gede pada waktu itu masih dalam keadaan hutan jati dan
tidak ada yang mengurus. Tanah tersebut adalah tanah yang diwakafkan oleh
warga pada zaman dahulu. Pada waktu itu masih zaman mandor, karena tidak ada
yang mengurus, maka tanah wakaf tersebut diurus oleh Engkong Ayat dan warga
setempat dan dilindungi oleh pihak kelurahan. Dari zaman mandor sampai zaman
lurah, belum ada susunan pengurus, mulai dari lurah Damar, lurah Tongo, lurah
Mingu, sampai lurah H. Abdul Majid. Lurah H.Abdul Majid adalah lurah yang
paling lama menjabat saat itu, sampai 25 tahun lamanya.
Pada masa jabatan lurah H. Abdul Majid dibuat kepengurusan pemakaman
dengan mengadakan rapat satu kelurahan dengan mengundang perwakilan warga
melalui RT/RW di masing-masing tempat dan tokoh-tokoh agama setempat.
Rapat tersebut bertempat di Kantor Kelurahan, dipimpin oleh lurah H. Abdul
42
Majid dan lurah H. Kusnadi. Rapat memutuskan susunan pengurus pemakaman
sebagai berikut :
Ketua I : H. Maan
Sekretaris : H. Hamzah S.Ag
Bendahara : H. Ardi
Ketua Pengurus Lapangan : Bapak Niin
b. Kondisi Geografis
Tanah pemakaman TPU Pondok Gede mempunyai luas 2 hektar atau
20.000 m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Barat berbatasan dengan
tanah H. Mukhtar dan H. Ardiman, Sebelah Timur berbatasan dengan tanah Ibu
Nanen, Bapak Muhid dan Yayasan Iqro, Sebelah Utara berbatasan dengan tanah
KH. Abdullah Syafi'i, dan Sebelah Selatan berbatasan dengan tanah Ibu Nani dan
Bapak Wawan.
c. Pelayanan Pemakaman
Seperti TPU-TPU pada umumnya, TPU Pondok Gede juga memberikan
pelayanan publik kepada masyarakat setempat, yang dapat dibedakan menjadi
dua kategori, yaitu untuk pendatang dan pribumi.
Persyaratan pemakaman untuk masyarakat pendatang antara lain: surat
pindah, KTP Jatimakmur, dan membayar biaya administrasi sebesar Rp
1.700.000,- (satu juta tujuh ratus ribu rupiah) dengan rincian: Rp 1.000.000,- (satu
43
juta rupiah) untuk uang kas dan perawatan, serta Rp 700.000,- (tujuh ratus ribu
rupiah) untuk penggalian lubang kubur dengan ukuran lebar 1 meter, panjang 2
meter, dalam 2 meter, pembelian papan sebanyak 2 lembar yang dipotong
menjadi 11 potongan.
Sementara untuk masyarakat pribumi tidak ada persyaratan. Tapi untuk
ongkos penggalian, meskipun tidak ada ketentuan pungutan, diperbolehkan
apabila ada masyarakat yang mau memberikan uang lelah secara sukarela.
2. TPU Pondok Rangon
a. Latar Belakang
TPU Pondok Rangon dibangun dan diresmikan pada tanggal 16 Juni tahun
1984 oleh Kepala Dinas Pemakaman DKI Jakarta yang pada saat itu di Jabat oleh
DRS. H. Achmad Warsono dan mulai dipergunakan sejak tanggal 1 April tahun
1985. Pada mulanya Pemakaman yang ada di daerah Pondok Rangon masih
berupa pemakaman wakaf yang dikelola oleh masyarakat setempat. Kemudian
ketika angka kematian di DKI Jakarta semakin bertambah sementara persediaan
lahan untuk pemakaman semakin berkurang dan pelayanan bidang pemakaman
kian dibutuhkan. Pemerintah dalam hal ini adalah Gubernur Kepala Daerah
Khusus Ibukota Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68 Tahun 1977 tentang Penetapan Perencanaan
Daerah Kerja Bidang Tanah Sebagai Tempat Pemakaman Umum Daerah Khusus
Ibukota Jakarta. Dalam Surat Keputusan tersebut, ditetapkan penguasaan
44
perencanaan daerah kerja bidang tanah yang di antaranya terletak di Pondok
Rangon Kecamatan Cipayung wilayah Jakarta Timur seluas 56.5553.
Selanjutnya dalam rangka menindaklanjuti Keputusan Gubernur tersebut,
Pemerintah Walikota Jakarta Timur bersama Dinas Pemakaman wilayah Jakarta
Timur mulai membangun dan menata TPU Pondok Rangon ini yang tadinya
masih berupa tanah pepohonan dan perumahan menjadi tempat pemakaman
umum yang memenuhi persyaratan tehnis maupun rencana kota. Kemudian TPU
Pondok Rangon ini mulai mengelola kegiatan pemakaman termasuk didalamnya
mengurusi pemakaman wakaf sejak tahun 1985 hingga saat ini.
b. Luas Area
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Nomor 68 tahun 1977 tentang Penetapan Penguasaan Perencanaan Daerah
Kerja Bidang Tanah Sebagai tempat Pemakaman Umum Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, TPU Pondok Rangon memiliki luas area seluas 56.5553 Ha. Sudah
terpakai 40 Ha.
c. Pelayanan Pemakaman
Seperti TPU-TPU pada umumnya, TPU Pondok Rangon juga memberikan
pelayanan publik kepada masyarakat sekitar. Pelayanan yang diberikan adalah
pelayanan makam baru, pelayanan makam tumpangan, dan pelayanan makam
perpanjangan. Retribusi pelayanan pemakaman: sewa (3 tahun) Rp 40.000 – Rp
45
100.000 (sesuai blok), perawatan jenazah Rp 75.000, kendaraan jenazah Rp
100.000,- ijin pemakaman Rp 30.000,-.
B. Manajemen Pemakaman
1. Konsep Manajemen
Manajemen merupakan sebuah bentuk pekerjaan yang mencakup
pengkoordinasian sumber daya yang ada ke arah pencapaian sasaran organisasi.1
Pendapat lain mengatakan bahwa manajemen merupakan proses yang dilakukan
oleh satu atau lebih individu untuk mengkoordinasikan aktivitas orang lain untuk
mencapai tujuan-tujuan yang tidak mungkin dapat dicapai oleh tindakan seorang
individu.2 Jika dirujuk pada kedua definisi di atas, maka pengelolaan pada
dasarnya merupakan upaya sistematis yang dapat meningkatkan pencapaian
tujuan secara tepat dan hemat. Oleh karena itu, pengelolaan terkait dengan fungsi-
fungsi manajemen yang menurut Hersey dan Blanchard terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pemotivasian, dan pengendalian.3
Manajemen, menurut Stoner yang dikutip Handoko, dapat diartikan
sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan
usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumberdaya organisasi
1Leslie W. Rue dan Lloyd L. Byars, Management: Skills and Aplication, (Boston:
Richard D. Irwin, Inc., 1992), h. 4. 2 James H. Donnelly, James L. Gibson, dan John M. Ivancevich, Fundamentals of
Management, (Homewood: Bussiness Publication, Inc.,1987), h. 5. 3Paul Hersey dan Kenneth H. Blancahard, Management of Organizational Behavior,
(New Jersey: Prentice-Hall, 1988), h. 6.
46
lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.4 Pendapat lain
mengatakan, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasoian,
pengarahan dan pengawasan aktivitas sebuah organisasi untuk mencapai sasaran
tertentu.5
Dari pendapat-pendapat di atas terlihat bahwa manajemen pada intinya
mencakup 4 (empat) hal, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
evaluasi. Masing-masing aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, adalah perencanaan. Perencanaan dapat diartikan sebagai proses
penetapan tujuan organisasi dan memutuskan bagaimana cara terbaik untuk
mencapai tujuan tersebut (Griffin, 1997: 9). Pada tahapan ini ada dua tugas pokok
yang esensial yang perlu dikerjakan, yakni: (a) menetapkan tujuan dan (b)
memutuskan cara untuk mencapai tujuan. Penetapan tujuan biasanya untuk
mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi di masa yang akan datang,
sedangkan memutuskan cara terbaik untuk mencapai tujuan merupakan pemilihan
seperangkat alternatif yang terbaik dalam mencapai tujuan tersebut. Tidak jauh
berbeda dengan pendapat diatas, Handoko (1999: 79) membagi perencanaan ini
ke dalam empat tahapan, yakni menetapkan tujuan, (b) merumuskan keadaan saat
ini, (c) mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan, dan (d)
mengembangkan rencana kegiatan untuk mencapai tujuan.
4T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1999), h. 8.
5John H. Jackson dan Vernon A. Musselman, Bussines, (New Jersey: Prentice-Hall,
1987), h. 82.
47
Kedua, pengorganisasian. Pengorganisasian dapat diartikan sebagai
pengelompokkan aktivitas dan sumber daya yang ada ke dalam susunan yang
logis.6 Sesuai dengan batasan tersebut, maka pengorganisasian pada dasarnya
merupakan pengelompokkan kegiatan-kegiatan yang sama atau relatif sama dan
sumberdaya yang ada ke dalam suatu kegiatan. Unit kegiatan dan sumberdaya
tersebut kemudian dilihat kesinergisannya untuk menjadi sebuah kekuatan yang
terintegrasi secara penuh. Dengan demikian masing-masing unit kegiatan dan
sumber daya ini pada dasarnya merupakan bagian dari organisasi secara
keseluruhan. Menggabungkan unit kegiatan, dapat diartikan bahwa tanggung
jawab dari setiap unit pelaksanaan harus dirumuskan secara tertulis dan jelas
mengenai tugas dan fungsinya. Hal ini dimaksudkan agar terdapat keseimbangan
antara tanggung jawab dan wewenang.
Ketiga, pelaksanaan. Setelah dilakukan perencanaan dan
pengorganisasian, maka kegiatan selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan yang
sesuai dengan perencanaan agar tujuan dan sasaran dapat tercapai. Dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, faktor manusia menjadi pendorong maupun
penghambat kelancaran tuga suatu organisasi. Dengan demikian upaya untuk
menggerakkan atau memotivasi sangat dominan pengaruhnya terhadap
pelaksanaan pekerjaan. Penggerakan atau motivating merupakan pengintegrasian
6Ricky W. Griffin, Management, (New Delhi: A.I.T.B.S.Publisher, 1997), h. 10.
48
seluruh sumberdaya yang dimiliki dan menjadi bagian yang determinan
menentukan kinerja karyawan.7
Keempat, evaluasi. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam
manajemen. Menurut McGehee dan Thayer, yang dikutip oleh Wexley dan Yukl,
evaluasi memiliki dua aspek penting, yaitu: (1) untuk mengetahui sejauh mana
sasaran pendidikan dan pelatihan sudah terpenuhi, dan (2) sebagai bahan
perbandingan untuk mengetahui teknik pelatihan yang baik.8 Kegiatan evaluasi
atau penilaian dapat diselenggarakan secara terus menerus, berkala, sewaktu-
waktu pada saat sebelum, sedang, atau setelah suatu kegiatan dilaksanakan.
Penilaian merupakan kegiatan penting untuk mengetahui apakah tujuan yang
ditentukan dapat dicapai, apakah pelaksanaan program sesuai dengan rencana,
dan dampak apa yang terjadi setelah program dilaksanakan. Di dalam kegiatan
evaluasi tidak lepas dari kegiatan pengendalian yang diartikan untuk memantau
pelaksanaan kegiatan ke arah pencapaian tujuan.
2. Pelayanan Pemakaman
Sebelum dijelaskan tentang pelayanan pemakaman, terlebih dahulu perlu
dijelaskan tentang arti pelayanan. Dalam hubungannya dengan konsep pelayanan,
Han dan Leong menjelaskan bahwa pelayanan sebagai proses atas pelayanan
khusus yang terdiri atas sejumlah kegiatan tahap sebelumnya (back stage) dan
7Hersey dan Blanchard, Management of Organizational behavior., h. 121.
8Wexley, Kenneth N. and Gary A. Yukl, 1996, Perilaku Organisasi dan Psikologi
Personalia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), h. 294.
49
tahap yang akan datang (front stage) dimana konsumen berinteraksi dengan
organisasi jasa pelayanan.9 Tujuan interaksi itu adalah untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen, dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat
memenuhi kepuasan konsumen serta memberikan nilai kepada konsumen yang
bersangkutan. Kotler mendefinisikan pelayanan sebagai: “acivity that one party
can offer to another that is essentially intangible and does not result in the
ownership of anything.”10
Definisi menjelaskan bahwa pelayanan merupakan
suatu aktivitas yang tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan
daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam
menggunakan jasa yang dihasilkan. Sementara itu Lovelock memberikan arti
pelayanan pelanggan sebagai “selling, that involves interactions with customer in
person, by telecommunication or by mail. It is designed, performed, and
communicated with two goals in mind operational efficiency and customer
satisfaction.”11
Maknanya adalah bahwa pelayanan terhadap pelanggan dapat
dilakukan dengan bantuan teknologi dan media komunikasi. Oleh karena itu, agar
penyedia jasa selalu dalam posisi unggul dan mendapat kepercayaan penuh, maka
pelayanan pelanggan harus bersifat proaktif, up to date, efektif dan efisien.
9Flora Han dan Debbie Leong, Productivity and Service Quality, (Singapore: Prentice
Hall, 1996), h. 55. 10
Eric Laws, Managing Packaged Tourism: Relationships, Responsibilities and Service
Quality the Enclusive Holiday Industry, (London: International Thomson Business Press, 1997), h.
49. 11
Christopher Lovelock, Product Plus: How Product + Service = Competitive
Advantage, (New York: Mc Graw Hill, 1995), h. 6.
50
Macaulay dan Cook mengatakan, pelayanan merupakan citra organisasi.
Pelayanan yang memuaskan terdiri atas tiga komponen, dan semuanya
mencerminkan citra organisasi. Adapun ketiga komponen itu adalah: (a) kualitas
produk dan layanan yang dihasilkan, (b) cara karyawan memberikan layanan, dan
(c) hubungan pribadi yang terbentuk melalui layanan tersebut. Macaulay dan
Cook menambahkan bahwa menciptakan citra positif, berarti:12
a. Membantu pelanggan melihat keistimewaan produk perusahaan melalui cara
terbaik.
b. Melakukan apa saja yang mungkin untuk menampilkan citra positif dari
perusahaan dan layanan anda.
c. Mengembangkan hubungan yang mampu membuat pelanggan merasa
diistimewakan dan dihargai sebagai seorang pribadi.
d. Memahami bahwa inti dari pelayanan yang baik adalah belajar untuk
berkomunikasi secara baik dengan setiap anggota masyarakat.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia senantiasa berusaha, baik
melalui aktivitas sendiri maupun dengan cara melibatkan orang lain. Aktivitas
adalah suatu proses penggunaan akal, pikiran, panca indera dan anggota badan
dengan atau tanpa alat bantu yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan
sesuatu yang diinginkan, baik dalam bentuk barang maupun jasa. Proses
12
Steve Macaulay and Sarah Cook, How to Improve Your Customer Service, Kiat
Meningkatkan Pelayanan bagi Pelanggan, Terjemahan Yoshua dan Sambodo, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1997), h. 12.
51
pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung inilah yang
dinamakan pelayanan (Moenir, 2002: 17). Sementara itu, Boediono (1999: 60)
mendefinisikan pelayanan sebagai suatu proses bantuan kepada orang lain dengan
cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar
terciptanya kepuasan dan keberhasilan.
Pelayanan memiliki sejumlah karakteristik yang membedakan dengan
aspek-aspek lainnya. Terkait dengan hal tersebut, menurut Kotler dan Armstrong,
suatu perusahaan harus memperhatikan empat karakter khusus suatu pelayanan
dalam merencanakan suatu program pemasaran yakni: (1) tanpa wujud (service
intangibility), (2) keterikatan jasa pelayanan dan penyedia jasa tidak dapat
dipisahkan (service inseparability), (3) variabilitas pelayanan (service variabiltiy),
dan (4) pelayanan langsung digunakan dan habis (service perishability).13
Tanpa wujud (service intangibility) berarti bahwa jasa/pelayanan tidak
dapat dilihat, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Misalnya,
orang yang akan menjalani operasi wajah tidak dapat melihat hasil operasi itu
sebelum dioperasi, dan penumpang pesawat tidak mendapat apapun kecuali tiket
dan janji bahwa mereka akan tiba dengan selamat di tujuan. Untuk mengurangi
ketidakpastian, pembeli mencari “tanda” dari kualitas pelayanan itu. Mereka
menarik kesimpulan tentang produk jasa itu melalui tempat, pekerja, harga,
perlengkapan dan komunikasi yang dapat mereka amati. Oleh karena itu tugas
13
Philip Kotler and Gary Armstrong, Marketing and Introduction, (New Jersey: Prentice
Hall International, 1997), h. 265.
52
penyedia jasa pelayanan adalah membuat pelayanan tampak wujud menurut cara-
cara tertentu.
Keterikatan pelayanan jasa dan penyedia jasa dimisalkan sebagai suatu
produk fisik dihasilkan, kemudian disimpan, lalu dijual, dan akhirnya dikonsumsi.
Sebaliknya pada sisi lain, jasa dijual terlebih dahulu, baru diproduksi dan
dikonsumsi pada saat yang sama (service are first sold, then produced and
comsumed at the same time).
Service inseparability berarti bahwa jasa pelayanan tidak dapat dipisahkan
dari penyedia jasa pelayanan itu sendiri, baik penyedia jasa itu sebuah mesin atau
seseorang, atau suatu kelompok orang (organisasi). Bila seorang pegawai
memberikan jasa, maka pegawai itu adalah bagian dari jasa itu. Karena konsumen
hadir pada saat jasa dihasilkan atau disediakan, maka interaksi penyedia jasa dan
konsumen adalah suatu keadaan yang unik dalam pemasaran jasa. Keduanya, baik
penyedia jasa maupun konsumen sama-sama mempengaruhi hasil keluaran jasa
pelayanan.
Variabilitas pelayanan (service variabiltiy) berarti bahwa kualitas jasa
pelayanan tergantung pada siapa yang menyediakan atau menghasilkan jasa itu,
juga tergantung pada kapan, di mana, dan bagaimana jasa pelayanan itu
diselenggarakan. Sebagai contoh, sebuah hotel -- misalnya, Marriot – memiliki
reputasi dalam memberikan pelayanan yang lebih baik dari hotel lain. Namun
demikian, masih dalam contoh hotel Marriot, pada satu meja registrasi seorang
53
karyawan dapat saja tampak ceria dan efisien, namun beberapa meter dari tempat
itu bisa saja ada pegawai yang murung dan lamban.
Sementara pelayanan langsung habis (service perishability) berarti bahwa
jasa pelayanan tidak dapat disimpan untuk kemudian dijual kembali atau
digunakan. Seorang dokter menetapkan tarif atas ketidak hadiran pasiennya
(missappointment) karena nilai jasa itu hanya wujud pada saat itu dan hilang
ketika si pasien tidak muncul. Sifat jasa yang demikian bukanlah masalah bila
tingkat permintaan mantap. Namun, bila permintaan berfluktuasi, maka instansi
penyedia jasa mengalami masalah.
Setelah di atas dijelaskan tentang pelayanan, selanjutnya dijelaskan
tentang pelayanan pemakaman. Pelayanan pemakaman dilaksanakan berdasarkan
urutan-urutan tertentu. Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2
Tahun 1992 tentang Pemakaman Umum Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, tata cara pemakamnan adalah sebagai berikut:
a. Setiap orang yang meninggal dunia yang akan dimakamkan dan atau diabukan
(kremasi) harus dilaporkan kepada Lurah dan Pusat Kesehatan Masyarakat
setempat serta Dinas Pemakaman.
b. Jenazah yang akan dibawa keluar Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
harus dilaporkan kepada Lurah setempat dan Dinas Kesehatan.
c. Petugas Pusat Kesehatan Masyarakat setempat mengadakan Pemeriksaan atas
jenazah yang bersangkutan dan pemeriksaan oleh Petugas Dinas Kesehatan.
d. Pemeriksaan jenazah tidak perlu dilakukan lagi bagi jenazah yang telah
54
memiliki surat keterangan pemeriksaan dari Rumah Sakit dengan ketentuan
bahwa surat keterangan dimaksud disahkan oleh Pusat Kesehatan Masyarakat
setempat atau oleh Dinas Kesehatan.
e. Berdasarkan hasil pemeriksaan dikeluarkan izin oleh Dinas Pemakaman.
f. Pemakaman jenazah harus dilakukan dalam jangka waktu 24 (dua puluh
empat)jam setelah yang bersangkutan rneninggal dunia.
g. Penundaan jangka waktu pemakaman maksimal 5(lima) hari dan hanya dapat
dilakukan dengan izin Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk
kecuali bagi yang menderita penyakit menular.
h. Jenazah yang pemakamannya ditunda harus disimpan dalam peti yang di
dalamnya berlapis seng dan tertutup rapat atau dengan cara lain yang
persyaratannya ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang
ditunjuk.
i. Jenazah yang akan dimakamkan, dibawa ke krematorium dan atau rumah
duka harus ditempatkan dalam kendaraan jenazah atau usungan jenazah.
j. Pengangkutan jenazah dapat dilakukan oleh Dinas Pemakaman.
Agar kegiatan pemakaman berlangsung dengan baik, maka diperlukan
perizinan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk menggunakan tanah makam harus memiliki izin penggunaan tanah
makam dari Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
b. Permohonan izin penggunaan tanah makam harus diajukan oleh keluarga atau
ahli waris atau pihak yang bertanggung jawab atas jenazah yang
55
bersangkutan, kepada Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
c. Gubernur Kepala Daerah menetapkan tata cara permohonan dan perpanjangan
izin penggunaan tanah makam.
d. Pemegang izin herkewajiban mentaati dan melaksanakan semua ketentuan
dan persyaratan yang tercantum dalam surat izin penggunaan tanah makarn.
e. Izin penggunaan tanah makam berlaku untuk tiga tahun, dan dapat
diperpanjang setiap tiga tahun.
f. Permohonan perpanjangan izin penggunaan tanah makarn dapat diajukan
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah izin berakhir.
g. Apabila izin penggunaan tanah makam diperpanjang setelah lewat jangka
waktu dikenakan retribusi tambahan sepanjang belum digunakan untuk
pemakaman jenazah lain.
Selain itu proses pemakaman terkait pula dengan penggunaan tanah
makam, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tiap petak tanah makam di taman pemakaman umum, harus dipergunakan
untuk pemakaman dengan cara bergiliran atau berulang pada tiap berakhirnya
penggunaan tanah makam.
b. Tiap petak tanah makam di taman pemakaman umum dipergunakan untuk
pemakaman tumpangan, kecuali apabila keadaan tanahnya tidak
memungkinkan.
c. Pemakaman tumpang dilakukan diantara jenazah anggota keluarga clan
apabila bukan anggota keluarga, harus ada izin tertulis dari keluarga ahli waris
56
atau pihak yang bertanggung jawab atas jenazah yang ditumpangi
d. Pemakaman tumpangan dapat dilakukan di atas atau di samping jenazah Yang
telah dimakamkan, dengan ketentuan bahwa jarak antara jenazah dengan
permukaan tanah minimal 1 (satu) meter.
e. Pemakaman tumpangan dapat dilakukan sesudah jenazah lama dimakamkan
minimal 1 (satu) tahun.
Waktu pemakaman yang meliputi menggali, memindahkan dan
mengabukan (kremasi) jenazah dilakukan antara pukul 06.00 sampai dengan
pukul 18.00, kecuali apabila Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk
mengizinkan dilakukan pekerjaan tersebut diperpanjang.
Di setiap pemakaman biasanya terdapat kantor pemakaman. Adapun
pelayanan secara umum yang diberikan oleh kantor pemakaman meliputi:
a. Pemakaman jenazah bagi ahli waris yang tidak mampu.
b. Pemakaman jenazah terlantar yang tidak diketahui ahli warisnya.
c. Izin penggunaan tanah makam
d. Izin penggunaan tanah makam tumpangan
e. Perpanjangan IPTM
f. Pemakaian peralatan perawatan jenazah
g. Pemakaian kendaraan jenazah dan perlengkapannya
h. Pemakaian lokasi taman pemakaman untuk shooting film
i. Izin pemasangan plaket makam
j. Izin mengangkut jenazah ke luar negeri
57
k. Izin mengangkut jenazah ke luar wilayahnya.
l. Izin pengabuan jenazah/kerangka jenazah
m. Izin penggalian dan pemindahan jenazah/kerangka jenazah.
n. Izin usaha dan daftar ulang izin usaha di bidang pelayanan pemakaman dan
pengabuan (kremasi).
3. Prosedur Pemakaman
Secara umum, pemakaman jenazah dilakukan berdasarkan prosedur.
Setidaknya ada lima prosedur umum yang dilakukan dalam proses pemakaman
jenazah, yaitu:
a. Meminta surat keterangan laporan kematian dari kelurahan setempat.
b. Meminta surat keterangan pemeriksaan jenazah dari rumah sakit atau
puskesmas.
c. Menyerahkan foto copy kartu keluarga
d. Menyerahkan foto copy orang yang meninggal
e. Ahli waris memesan tempat ke Tempat Pemakaman Umum sesuai dengan
blok petak tanah makam yang diinginkan.
f. Membayar retribusi sesuai dengan petak tanah maka yang dikehendaki dan
ahli waris mendapat surat IPTM yang berlaku untuk jangka waktu tertentu.
g. Untuk pemakaman tumpangan membayar retribusi 25% dari retribusi
pemakaman baru dan ahli waris mendapat surat IPTM.
58
4. Perawatan
Perawatan atau pemeliharaan adalah semua tindakan yang penting dengan
tujuan untuk menghasilkan produk yang baik atau untuk mengembalikan kedalam
keadaan yang memuaskan (Dhillon, 1997: 45). Perawatan adalah sebuah operasi
atau aktivitas yang harus dilakukan secara berkala dengan tujuan untuk
mempercepat pergantian kerusakan dengan sumber daya yang ada. Perawatan
juga ditujukan untuk mengembalikan suatu sistem pada kondisinya agar dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, semakin tingginya aktivitas
perbaikan dalam sebuah sistem, kebutuhan akan manajemen dan pengendalian di
perawatan menjadi semakin penting. Blanchard (1998: 42) mengklasifikasi
perawatan menjadi 6 (enam) bagian, yaitu:
a. Corrective Maintenance, merupakan perawatan yang terjadwal ketika suatu
sistem mengalami kegagalan untuk memperbaiki sistem pada kondisi tertentu.
b. Preventive Maintenance, meliputi semua aktivitas yang terjadwal untuk
menjaga sistem/produk dalam kondisi operasi tertentu. Jadwal perawatan
meliputi periode inspeksi.
c. Predictive Maintenance, sering berhubungan dengan memonitor kondisi
program perawatan preventif dimana metode memonitor secara langsung
digunakan untuk menentukan kondisi peralatan secara teliti.
d. Maintenance Prevention, merupakan usaha mengarahkan maintenance free
design yang digunakan dalam konsep Total Predictive Maintenance (TPM).
Melalui desain dan pengembangan peralatan, keandalan dan pemeliharaan
59
dengan meminimalkan downtime dapat meningkatkan produktivitas dan
mengurangi biaya siklus hidup.
e. Adaptive Maintenance, menggunakan software komputer untuk memproses
data yang diperlukan untuk perawatan.
f. Perfective Maintenance, meningkatkan kinerja, pembungkusan/pengepakan/
pemeliharaan dengan menggunakan software komputer.
Aktivitas perawatan memiliki tujuan tertentu. Menurut Corder (1998: 75)
tujuan perawatan antara lain: (1) memperpanjang kegunaan aset, (2) menjamin
ketersediaan optimum, (3) menjamin kesiapan operasional, dan (4) menjamin
keselamatan orang yang menggunakan sarana.
Pemakaman sebagai fasilitas umum juga membutuhkan perawatan secara
berkala agar dapat terpelihara dengan baik. Perawatan antara lain dilakukan
dengan kegiatan pembersihan makam dan pengaturan taman makam oleh para
petugas makam dari kantor pelayanan pemakaman. Perawatan di pemakaman
dilakukan baik oleh petugas makam maupun oleh para ahli warisnya sendiri.
60
BAB IV
JUAL BELI TANAH WAKAF
DI TPU PONDOK GEDE DAN TPU PONDOK RANGON
A. Jual Beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon
1. Jual Beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Gede
Dalam Islam memakamkan atau menguburkan jenazah hukumnya adalah
fardu kifayah sebagaimana halnya memandikan, mengafani, dan mensalatkan
jenazah. Oleh karena itu, dalam Islam memakamkan jenazah merupakan hal yang
wajib sehingga harus dilakukan oleh umat Islam. Dalam usaha pemakaman
membutuhkan lahan, sehingga dibutuhkan area pemakaman yang cukup agar
dapat menampung jenazah yang akan dimakamkan.
Seiring dengan semakin menyempitnya lahan di kota-kota besar seperti
Jakarta, maka pemakaman jenazah bukan lagi menjadi sesuatu yang murah dan
bahkan dirasakan mahal oleh sejumlah kalangan tertentu. Lahan-lahan di kota
besar cenderung lebih diprioritaskan sebagai area bisnis dibandingkan untuk
fasilitas umum seperti pemakaman. Di masa mendatang, seiring dengan
pertambahan penduduk dan pesatnya perkembangan kota, maka memakamkan
jenazah akan menjadi hal yang sulit dan semakin mahal. Meskipun berbagai
metode dikembangkan dalam manajemen pemakaman, seperti makam tumpang,
61
ternyata belum memberikan solusi yang tepat, karena sulitnya mengusahakan
tempat pemakaman baru.
Biaya pemakaman di TPU Pondok Gede relatif mahal, karena besarnya
mencapai Rp 1.700.000,- (satu juta tujuh ratus ribu rupiah). Biaya tersebut dirinci
menjadi dua bagian, yaitu Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk uang kas dan
perawatan; dan Rp 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah) untuk penggalian lubang
kubur. Bagi warga Pondok Gede tentu biaya sebesar itu dirasakan cukup mahal.
Orang yang sedang berduka justru dibebani biaya finansial yang tidak sedikit.
2. Jual Beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Rangon
TPU Pondok Rangon yang berada di wilayah DKI Jakarta semakin lama
juga tidak mampu menampung jenazah yang akan dimakamkan, karena luasnya
yang terbatas. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2006 Pasal 111,
biaya yang dibutuhkan untuk pemakaman di TPU Pondok Rangon terdiri dari
beberapa jenis, yaitu:
a. Sewa tanah makam untuk jangka waktu 3 tahun dengan rincian biaya:
1) Blok AA I Rp 100.000
2) Blok AA II Rp 80.000
3) Blok A I Rp 60.000
4) Blok A II Rp 40.000
5) Blok A III Rp 0
b. Perawatan jenazah Rp 75.000
62
c. Kendaraan jenazah Rp 100.000,-
d. Ijin pemakaman Rp 30.000,-.
Sewa tanah tersebut berlaku untuk masa 3 tahun, sehingga setelah tiga tahun
ahli waris perlu melakukan perpanjangan kembali. Jika ahli waris tidak
melakukan perpanjangan, maka makamnya akan digunakan untuk menguburkan
jenazah lain, sehingga akan bercampur dengan keluarga lain. Meskipun awalnya
biaya pemakaman relatif murah, namun akhirnya juga akan menjadi besar karena
ahli waris terus-menerus dituntut untuk melakukan perpanjangan setiap tiga
tahun.
3. Perbedaan dan Persamaan
Pemakaman jenazah baik di TPU Pondok Gede maupun di Pondok Rangon
sama-sama memerlukan biaya. Hanya saja istilahnya yang berbeda. Di TPU
Pondok Gede tidak ada istilah khusus dan hanya biaya pemakaman, sedangkan di
TPU Pondok Rangon istilahnya adalah biaya retribusi. Sistem pembayarannya
juga berbeda, jika di TPU Pondok Gede biayanya dibayar sekali tidak perlu
perpanjangan, sedangkan di TPU Pondok Rangon ahli waris perlu melakukan
perpanjangan makam setiap tiga tahun sekali. Di TPU Pondok Rangon biayanya
juga diatur dalam Peraturan Daerah, sementara di TPU Pondok Gede tidak
dicantumkan dalam Peraturan Daerah.
63
Berdasarkan besarnya biaya, pada tahap awal di TPU Pondok Gede lebih
mahal, tetapi ahli waris tidak perlu melakukan perpanjangan. Di TPU Pondok
Rangon biaya awalnya murah, tetapi ahli waris harus membayar perpanjangan
sewa tanah makam tiap tiga tahun. Oleh karena itu, jika dihitung-hitung biaya
pemakaman di TPU Pondok Rangon akan lebih mahal, karena setiap 3 tahun
sekali harus mengeluarkan uang untuk perpanjangan. Hal ini dapat dipahami
karena di DKI Jakarta harga tanah lebih tinggi dan pembangunan juga lebih pesat.
B. Jual Beli Tanah Wakaf di TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon
Ditinjau Berdasarkan Perspektif Islam
Tanah yang digunakan untuk pemakaman umumnya adalah tanah wakaf.
TPU di Pondok Gede dan Pondok Rangon juga berasal dari tanah wakaf. Wakaf
adalah salah satu tradisi sosial yang diturunkan oleh Rasulullah S.A.W dan terus
dipegang kuat oleh sahabat-sahabat dan para pengikutnya. Perkataan wakaf
berasal dari bahasa Arab yang berarti terhenti atau tertahan. Berdasarkan
pengertian bahasa ini, maka lahirlah istilah wakaf dari segi Hukum Syarak.
Menurut Kitab al-Awtar, wakaf dari segi syarak bermaksud menahan harta itu
pada jalan Allah untuk diberikan manfaatnya kepada golongan fakir dan musafir
dengan mengekalkan ainnya (asal) sebagai milik pemberi wakaf.1 Menurut
Mazhab Syafi’I, wakaf ialah menahan harta yang boleh diambil manfaatnya
1Mahmud Saedon Awang Othman, Peranan Wakaf di Dalam Pembangunan Ummah, Al-Ahkam
Jilid 6, (Kuala Lumpur: DBP, 1997), h. 158.
64
dengan dikekalkan zat harta itu dengan memutuskan hak pengurusan pewakaf dan
hasilnya digunakan untuk tujuan kebajikan serta untuk mendekatkan diri kepada
Allah.2 Sesuai dengan jenisnya, maka tanah wakaf untuk pemakaman termasuk
dalam wakaf khas, yaitu mewakafkan harta bagi tujuan sesuatu kebajikan secara
khusus seperti bagi tujuan masjid, surau, kubur dan sebagainya.3
Golongan Maliki berpendapat tidak boleh menukar harta wakaf yang
terdiri dari benda yang tidak bergerak, walaupun benda itu akan rusak atau tidak
menghasilkan sesuatu. Tetapi sebagian ada yang berpendapat boleh asal diganti
dengan benda yang tidak bergerak lainnya, jika dipandang benda itu sudah tidak
bermanfaat lagi. Sedangkan untuk benda yang bergerak, golongan Maliki
membolehkan sebab dengan adanya penukaran maka benda wakaf itu tidak akan
sia-sia.4
Merujuk pada penjelasan di atas, maka memperjualbelikan tanah untuk
makam yang telah diwakafkan sebenarnya tidak sejalan dengan konsep wakaf
dalam pandangan Islam. Secara eksplisit, memang tidak disebutkan adanya istilah
jual beli tanah wakaf. Secara konsep, jual beli berarti suatu perjanjian, dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan,
2Wahbah AI-Zu~Ayii, Fiqh al-Islami Wa Adillatuh, jilid 8, (Syria: Dar al-Fikr, 1998), h. 155.
3Syed Othman al-Habshi, "Konsep Wakaf dan Pelaksanaannya di Malaysia", Kertas Kerja dalam
Seminar Kebangsaan Pengurusan dan Pentadbiran Harta-harla Wakaf, (Majlis Agama Islam Perak dan
Bahagian Hal Ehwal Islam, Jabatan Perdana Menteri, 1986), h. 21. 4 Departemen Agama, Ilmu Fiqih 3, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana
PTAI/IAIN di Jakarta), Cet. 2, h. 224.
65
dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.5 Dalam
prakteknya, biaya-biaya yang dipungut cukup besar sehingga dapat membatasi
hak-hak warga miskin untuk memanfaatkan jasa pemakaman. Praktek
pemungutan biaya makam yang relatif cukup besar tersebut semakin jelas tidak
sejalan dengan konsep wakaf jika mengacu pada pendapat Mubarok yang antara
lain menjelaskan dua hal tentang wakaf. Pertama,wakaf berhubungan dengan
ekonomi kerakyatan karena benda yang telah diwakafkan tidak boleh
diperjualbelikan. Pembahasan mengenai jual-beli (al-buyu) termasuk al-
mubadalat. Kedua, wakaf berhubungan dengan ekonomi negara karena benda
wakaf bukan lagi milik perorangan, melainkan menjadi milik umum (milk Allah).6
Merujuk pada konsep tersebut, maka sangat jelas bahwa tanah yang
diwakafkan tidak boleh diperjualbelikan. Tanah wakaf juga sudah menjadi milik
umum dan bukan milik kelompok tertentu, sehingga semua warga berhak
memanfaatkannya. Pemberlakuan tarif yang cukup tinggi jelas membatasi hak
masyarakat bawah untuk dapat memanfaatkan tanah makam, sehingga makam
hanya dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang mampu membayarnya.
Pembagian makam menjadi beberapa kelas atau blok seperti di TPU Pondok
Rangon juga mengindikasikan adanya komersialisasi pemakaman, karena
memberlakukan tarif yang berbeda-beda. Ini menunjukkan bahwa pemakaman
5R. Subekti & R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdana, (Jakarta: PT
Pradnya Paramita, 2004), h. 366. 6Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), h. 12
66
cenderung mengarah pada bisnis. Khususnya di DKI Jakarta, proses penguburan
jenazah menjadi semakin mahal akibat praktik percaloan lahan makam.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, maka
kesimpulan penelitian ini adalah:
1. Prosedur jual beli tanah wakaf untuk pemakaman di TPU Pondok Gede dan TPU
Pondok Rangon diawali dengan ahli waris yang meminta surat keterangan laporan
kematian dari kelurahan setempat, surat keterangan pemeriksaan jenazah dari
rumah sakit atau puskesmas, foto copy KK dan foto copy KTP orang yang
meninggal. Sesudah surat-surat yang dibutuhkan lengkap, ahli waris memesan
tempat TPU yang diinginkan sesuai blok petak tanah makam dan kemudian
membayar retribusi sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Besarnya biaya pemakaman di TPU Pondok Gede adalah Rp 1.700.000,- yang
terbagi menjadi dua bagian, yaitu Rp 1.000.000,- untuk uang kas dan perawatan;
dan Rp 700.000,- untuk penggalian lubang kubur. Sementara untuk TPU Pondok
Rangon retribusi pelayanan pemakaman mencakup biaya: sewa 3 tahun yang
berkisar antara Rp 0 – Rp 100.000 (sesuai blok), perawatan jenazah Rp 75.000,
kendaraan jenazah Rp 100.000,- dan ijin pemakaman Rp 30.000,-.
3. Perawatan makam di TPU Pondok Gede dan TPU Pondok Rangon dilakukan oleh
petugas dari kantor pelayanan pemakaman. Perawatan dilakukan dengan
melakukan pembersihan di sekitar makam dan merawat taman makam secara
68
berkala. Perawatan juga dilakukan secara mandiri oleh ahli waris ketika sedang
mengunjungi makam.
4. Pengenaan biaya yang cukup besar dalam pemakaman di TPU Pondok Gede dan
TPU Pondok Rangon tidak selaras dengan konsep wakaf dalam Islam. Tanah
untuk pemakaman yang telah diwakafkan tidak boleh diperjualbelikan dan sudah
menjadi milik publik, sehingga setiap warga memiliki hak yang sama untuk
memanfaatkannya.
B. Saran
Sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka saran yang perlu
ditindaklanjuti dalam penelitian ini adalah:
1. Perlunya pihak pemerintah daerah untuk mengevaluasi kembali sistem penetapan
biaya pemakaman dan mengaitkannya dengan konsep wakaf. Perlu ditinjau
kembali apakah biaya yang dikenakan untuk proses pemakaman telah sesuai
dengan konsep Islam, agar semua masyarakat dari berbagai kalangan dapat
memanfaatkannya ketika suatu saat membutuhkan.
2. Perlunya pihak pemerintah daerah menertibkan para calo di kantor pelayanan
pemakaman agar tidak memberatkan bagi warga yang membutuhkan pelayanan
pemakaman. Dengan demikian pihak pemerintah daerah harus melakukan
pengawasan secara ketat di kantor pelayanan agar tidak terjadi praktek calo di
pemakaman yang memberatkan masyarakat.
69
DAFTAR PUSTAKA
Al-Huseini, Taqiudin, Kifayat al-Akhyar fihi al-Ghayat al-Ikhtishar, Beirut : Dar al-
Fikr, Tth.
----------, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Medina al-Munawwarah: Mujamma’ al-Malik
Fahd Li Thiba’at al-Mushaf al-Syarif.
Bukhari, Imam, Sahih Bukhari, Semarang: Thaha Putra, 1981
Departement Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: penerbit al-Hidayah,
1998.
Departement Agama RI, Ilmu Fiqih, Cet.II.
Donnelly, James H., James L. Gibson, dan John M. Ivancevich, Fundamentals of
Management, Homewood: Bussiness Publication, Inc.,1987.
Griffin, Ricky W., Management, New Delhi: A.I.T.B.S.Publisher, 1997.
Hamidi, Muammal, dkk, Terjemahan Nailul Athhar Himpunan hadits-hadits hukum,
jilid 5, Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Han, Flora dan Debbie Leong, Productivity and Service Quality, Singapore: Prentice
Hall, 1996.
Handoko, T. Hani, Manajemen, Yogyakarta: BPFE, 1999.
Hersey, Paul dan Kenneth H. Blancahard, Management of Organizational Behavior,
New Jersey: Prentice-Hall, 1988.
Jackson, John H. dan Vernon A. Musselman, Bussines, New Jersey: Prentice-Hall,
1987.
Kotler, Philip and Gary Armstrong, Marketing and Introduction, New Jersey:
Prentice Hall International, 1997.
Laws, Eric, Managing Packaged Tourism: Relationships, Responsibilities and
Service Quality the Enclusive Holiday Industry, London: International
Thomson Business Press, 1997.
Lovelock, Christopher, Product Plus: How Product + Service = Competitive
Advantage, New York: Mc Graw Hill, 1995.
70
Macaulay, Steve and Sarah Cook, How to Improve Your Customer Service, Kiat
Meningkatkan Pelayanan bagi Pelanggan, Terjemahan Yoshua dan
Sambodo, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997.
Muhammad Syah, Isma’il, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
Muslim, Imam, Sahih Muslim, Bandung: Dahlan T.th
Rue, Leslie W. dan Lloyd L. Byars, Management: Skills and Aplication, Boston:
Richard D. Irwin, Inc., 1992.
Sabiq, sayid, Fiqih al-Sunnah, Cet. IV, jilid I, Birut: Dar al-Fikr, 1983.
Siahaan, Marihot Pahala, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Teori dan
Praktek, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
Soimin, Soedharyo, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Syafe’i, Rachmat, Fiqih Muammalah, Cet.II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004.
Wexley, Kenneth N. and Gary A. Yukl, 1996, Perilaku Organisasi dan Psikologi
Personalia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996.
Widjaja, Gunawan, dan Muljadi, Kartini, Jual Beli, Cet.II, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004.
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Tatang. S, SE
Hari/tgl : Rabu 23 Juni 2010
Pukul : 13.00 – 14.00
Tempat : TPU Pondok Rangon
T : Bagaimana sejarah/ latar belakang terbentuknya TPU secara umum di
Indonesia?
J : Pada awalnya pemakaman diatur oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan masih
mengacu kepada peraturannya yaitu Bataviasche Begraafllatsen Reglement 1937 dan
Bataviasche Graafrechten Verordening 1937, kemudian terjadi perubahan-perubahan
dari masa Orde Baru sampai sekarang. Untuk lebih jelasnya dapat anda lihat sendiri
dalam tulisan kami tentang efisiensi dan penataan lahan pemakamn di DKI Jakarta.
Dalam tulisan itu juga tertera berbagai dasar hukum yang dipakai dalam prosedur
pendirian TPU secara umum
T : Apakah ada ketentuan khusus mengenai lahan yang akan dipergunakan untuk
mendirikan TPU?
J : Ya. Diantaranya lahan tersebut bukan merupakan lahan yang masih aktif dan juga
bebeas dari jalur penghijauan kota
T : Ada berapa macam TPU itu?
J : Untuk TPU itu ada yang melayani lebih dari satu unit agama seperti di Pondok
Rangon ini, disebut dengan TPU-p, ada juga TPU-I yang melayani satu unit agama
saja, kemudian TPU-s yang berskala kecil yaitu berasal dari pemakaman desa dan
wakaf
T : Bagaimana adminstrasi TPU secara umum?
J : Untuk administrasi itu tergantung pelayanannya, seperti pelayanan makam baru,
pelayanan makam tumpangan dan pelayanan perpanjangan makam. Kesemuanya itu
mengacu pada Peraturan Daerah nomor 3 tahun 1999 Retribusi Daerah. Selainitu ada
juga jenis pelayanan lainnya yang masih berhubungan dengan perawatan dan
pengabuan jenazah yang semuanya itu telah ada dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan Pemerintah Daerah
T : Dalam Undang-Undang Retribusi, tertera didalamnya mengenai macam-macam
blok dan biaya retribusinya, menurut bapak, apa yang membedakan Perbedaan
masing-masing blok tersebut?
J : Untuk perbedaan blok itu Perda yang menentukan, tapi berdasarkan pengamatan
kami di lapangan, perbedaan blok itu lebih kepada kualitas tanahnya yang lebih tinggi
atau lebih rendah dan juga karena keberadaan tanah itu sendiri agak ke dalam atau
lebih dekat ke luar
T : Berapa luas area keseluruhan TPU Pondok Rangon?
J : Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 68 tahun 1977, luas
area penguasaan pemakaman di Pondok Rangon ini seluas 56.5553 Ha. Sudah
terpakai 40 Ha.
T : Mulai kapan TPU Pondok Rangon ini berdiri dan membuka pelayanan di bidang
pemakaman?
J : TPU Pondok Rangon dibangun dan diresmikan pada tanggal 16 Juni 1984 oleh
Kepala Dinas Pemakaman DKI Jakarta yang pada saat itu dijabat oleh DRS. H.
Achmad Warsono dan mulai dipergunakan sejak tanggal 1 April 1985
T : Untuk pengguna jasa, siapa saja warga yang dapat dimakamkan di TPU Pndok
Rangon ini?
J : Sesuai dengan namanya, taman pemakaman umum, berarti siapa saja dapat
dimakamkan di sini asal masih tersedia lahannya dan seluruh peersyaratan
administrasinya telah diurus
T : Apakah TPU Pondok Rangon juga melayani pemesanan makam?
J : Dalam hal ini jelas Perdanya melarang, jika ada yang memesan makam sementara
ia belum meninggal maka seluruh area pasti akan habis dipesan
T : Untuk biaya administrasi, dapatkah dibayar sekaligus, misalnya untuk jangka
waktu enam tahun?
J : Tentu tidak, kami masih mengacu kepada retribusi yang diatur oleh undang-
undang yaitu hanya berlaku untuk tiga tahun kemudian baru dapat diperpanjang
untuk setiap tiga tahun berikutnya
T : Apakah TPU Pondok Rangon ini juga melayani warga yang tidak mampu?
J : Kami siap melayaninya asalkan warga tersebut membawa Surat Keterangan Tidak
Mampu dari kelurahan setempat, hal itu juga telah diatur dalam perundang-undangan
HASIL WAWANCARA
Narasumber : Bapak Udin
Hari/tgl : Kamis 17 Juni 2010
Pukul : 08.00 – 09.00
Tempat : TPU Pondok Gede
T : Sejak kapan anda bekerja disini?
J : Saya bekerja kurang lebih sudah sepuluh tahun
T : Bagaimana awalnya anda bekerja disini?
J : Awalnya saya hanya membantu saja jika ada penggalian makam, menyirami
rumput atau memotong rumput kurang lebih lima tahun
T : Apa saja tugas Anda?
J : Tugas utamanya adalah merawat makam yang telah dipercayakan kepada oleh ahli
waris untuk merawatnya seperti memotong dan menyirami rumput selain itu kami
juga menggali lubang jika ada ahli waris yang hendak memakamkan keluarganya
T : Untuk menggali lubang biasanya dikerjakan oleh berapa orang?
J : Biasanya satu lubang kami kerjakan enam orang, tergantung ramai atau tidaknya
pengguna jasa pada tiap harinya
T : Kawan Anda Seluruhnya ada berapa?
J : kurang lebih 12 orang dengan dibagi dua grup artinya masing-masing grup terdiri
dari 6 orang
T : Apakah Anda mendapatkan gaji tiap bulannya?
J : Tentu tidak, kami bukan pegawai negeri
T : Lalu dari mana Anda memperoleh hasil setiap bulannya?
J : kami mendapatkan hasil dan uang tips dari ahli waris yang menggunakan jasa
kami untuk perawatan makam
T : Berapa makam yang sudah dipercayai kepada Anda untuk dirawat?
J : Kurang lebih enam puluh makam
T : Siapa saja dan apa saja persyaratan bagi warga yang hendak memakamkan di
TPU Pondok Gede ini?
J : TPU Pondok Gede ini juga memberikan pelayanan publik kepada masyarakat
setempat, yang dibedakan menjadi dua kategori, yaitu untuk pendatang dan pribumi.
Persyaratan pemakaman untuk masyarakat pendatang antara lain: surat pindah, KTP
Jatimakmur, dan membayar biaya administrasi sebesar Rp 1.700.000,-(satu juta tujuh
ratus ribu). Sementara untuk masyarakat pribumi tidak ada persyaratan. Tapi untuk
penggalian meskipun tidak ada ketentuan pungutan, diperbolehkan apabila ada
masyarakat yang mau memberikan uang lelah secara sukarela
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan Arab ke
tulisan Latin.
a. ketentuan alih aksara Arab kedalam aksara Latin ialah :
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b be ب
t te ت
ts te dan es ث
j je ج
h ha dengan garis bawah ح
kh ka dan ha خ
d de د
dz de dan zet ذ
r er ر
z zet ز
s es س
sy es dan ye ش
s es dengan garis bawah ص
d de dengan garis bawah ض
t te dengan garis bawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
ix
koma terbalik di atas hadap ' ع
kanan
gh ge dan ha غ
f ef ف
q ki ق
k ka ك
l el ل
m em م
n en ن
h ha ه�
w we و
apostrop ` ء
y ye ي
b. ketentuan alih aksara untuk vokal tunggal atau monoftong ialah sebagai
berikut :
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
- a fathah
- i kasrah
- u dummah
x
Adapun untuk vokal rangkap atau diftong ketentuan alih aksaranya sebagai
berikut :
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i ا&$
au a dan u او
c. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu :
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ا--
î i dengan topi di atas ى--
û u dengan topi di atas و- -
d. Kata Sandang
Kata sandang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf )ال( dialih-
aksarakan menjadi huruf "l" (el), baik diikuti huruf syamsyiah maupun huruf
qamariyyah. Misalnya :
داالجتحا = al-ijtihâd
al-rukhsah, bukan ar-rukhsah = الرخصة